Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Hlm. 629-637, Desember 2015
VAKSINASI BENIH IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DENGAN TIGA BAKTERI PATOGEN YANG SUDAH DIINAKTIVASI VACCINATION OF JUVENILE TIGER GROUPER WITH THREE INACTIVATED BACTERIAL PATHOGENS Zafran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol, Bali E-mail:
[email protected] ABSTRACT An experiment to evaluate the efficacy of inactivated polyvalent bacterial vaccines to increase specific immunity of tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus) against bacterial infection was conducted in floating net cages located in Sumbawa Island, West Nusa Tenggara. Polyvalent bacterial vaccine was prepared by mixing three species of killed-bacteria (Vibrio harveyi, V. alginolyticus, and Photobacterium leiognathi) with ratio of 1:1:1. The density of bacterial vaccine was adjusted at 1010 CFU/ml. The vaccines were delivered by immersion. The control fish were immersed in sea water without vaccine. Fish with ± 6 cm of total length and ± 7 g of body weigth were used in this experiment. The fishes were reared in concrete tanks in hatchery of Gondol, Bali until they reached ± 9 cm of total length. Later, the fishes were reared for 6 months in floating net cages located in Sumbawa. Re-vaccinations were delivered 60 days and 120 days post initial vaccination. The results showed that titer antibody and survival rate of the vaccinated fish were 1/128 and 77.11%, higher than the control (titer antibody=1/4-1/8, survival=45.56%, respectively). The relative percent survival of the vaccinated fish was 57.95%. It was suggested that the vaccines were immunogenic and had protective ability against bacterial infection in tiger groupers. Keywords: bacterial disease, polyvalent bacterial vaccine, tiger grouper ABSTRAK Ikan kerapu budidaya rentan terhadap infeksi berbagai jenis bakteri. Penelitian untuk mengetahui efektivitas vaksin yang terdiri dari tiga spesies bakteri patogen telah dilakukan terhadap benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di karamba jaring apung (KJA). Ketiga bakteri patogen telah diidentifikasi dengan metode sekuensing sebagai Vibrio harveyi, Vibrio alginolyticus, dan Photobacterium leiognathi. Penelitian dilakukan di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat. Vaksin bakteri polivalen dibuat dengan mencampurkan 3 vaksin dengan perbandingan 1:1:1 dan kepadatan 1010 CFU/ml. Vaksin diberikan pada benih (panjang total ± 6 cm dan berat ± 7 g) di hatcheri melalui perendaman selama 1 jam dengan konsentrasi 1 mL vaksin/L air laut dan diikuti dengan booster 1 minggu kemudian. Sebagai kontrol adalah perendaman ikan dalam air laut. Vaksinasi ulang diberikan setelah ikan ditebar di KJA 60 hari dan 120 hari pasca vaksinasi awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan kerapu macan memberikan respons positif terhadap vaksin bakteri polivalen yang diberikan melalui perendaman. Nilai titer antibodi dan sintasan ikan yang diberi perlakuan vaksinasi lebih tinggi dibanding kontrol. Nilai titer antibodi ikan yang divaksin mencapai 1/128 pada akhir penelitian dibanding kontrol yang hanya 1/4. Sedangkan sintasan pada kelompok vaksinasi adalah 77,11% dibanding kontrol yang hanya 45,56% dengan nilai RPS 57,95%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa vaksin bakteri polivalen bersifat imunogenik pada ikan kerapu dan mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi bakteri. Kata kunci: ikan kerapu macan, penyakit bakterial, vaksin bakteri polivalen
@Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB
629
Vaksinasi Benih Ikan Kerapu . . .
I. PENDAHULUAN Berbagai spesies ikan karang, termasuk ikan kerapu, merupakan andalan Indonesia sebagai penghasil devisa dari komoditas perikanan. Karena itu tidak heran kalau banyak pengusaha yang berani menanamkan investasi dalam bidang budidaya ikan ini di berbagai wilayah perairan Indonesia. Perkembangan usaha budidaya ikan karang ini ternyata diikuti pula oleh berjangkitnya berbagai jenis penyakit, baik yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit maupun oleh penyakit non-infeksi seperti malnutrisi dan deformitas. Infeksi virus yang sudah dilaporkan sangat mematikan pada ikan laut budi daya adalah viral nervous necrosis/ VNN (Zafran et al., 1998a; 2000; 2002; Zafran dan Yuasa, 1999) dan iridovirus (Owen, 1993; Rukyani et al., 1993; Mahardika et al., 2001; 2004a; 2004b). Dari kelompok bakteri umumnya adalah dari genus Vibrio dan Streptococcus (Zafran et al., 1998b). Kelompok parasit yang sering jadi masalah adalah Monogenea Trematoda, antara lain Haliotrema, Pseudorhabdosynochus, Diplectanum, Benedenia, Neobenedenia, Lepeophtheirus, dan berbagai jenis protozoa seperti Cryptocaryon irritans dan Trichodina (Zafran et al., 1997; 1998b). Penyakit pada ikan dapat ditanggulangi dengan berbagai cara, antara lain dengan perbaikan lingkungan karena penyakit biasanya berkembang apabila lingkungan jelek sehingga ikan stres. Selain itu perbaikan nutrisi juga memegang peran penting dalam meningkatkan ketahanan ikan terhadap penyakit. Imunostimulan juga dilaporkan efektif meningkatkan kekebalan non-spesifik ikan terhadap penyakit (Santarem et al., 1997; Vadstein, 1997; Johnny et al., 2001; 2005; Johnny dan Roza, 2002; Roza et al., 2004; Zafran et al., 2006). Vaksin diyakini dapat memberikan kekebalan spesifik pada ikan terhadap penyakit tertentu. Beberapa penelitian pendahuluan skala laboratorium telah membuktikan bahwa ikan kerapu memberikan respons positif terhadap vaksin inak-
630
tif anti-VNN (Roza et al., 2002; 2004; Zafran et al., 2007). Hasil penelitian pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 membuktikan bahwa pemberian vaksin inaktif (VNN, iridovirus, bakteri maupun parasit) dapat meningkatkan titer antibodi ikan kerapu secara signifikan (Zafran et al., 2007; 2008). Namun demikian, karena penelitian tersebut dilakukan di laboratorium dengan kondisi lingkungan yang relatif terkontrol, maka perlu diujicobakan pada kondisi lapangan, yaitu di karamba jaring apung (KJA). Lokasi yang dipilih untuk uji coba vaksin tersebut adalah Labuan Jambu, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat. Lokasi ini dipilih karena memiliki potensi budidaya KJA yang besar dan sangat ideal dengan suplai air yang bersih dan jauh dari polusi masyarakat. Vaksin polivalen dipilih karena ikan yang dipelihara di KJA dari pengalaman selama ini sering terserang oleh lebih dari satu jenis patogen. Kedepan penelitian vaksinasi pada ikan laut diarahkan untuk mengkombinasikan vaksin bakteri dan vaksin virus dalam satu paket. Sedangkan metode perendaman dipilih karena lebih praktis di lapangan dan efektivitasnya sama dengan penyuntikan (Xu et al., 2009). Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas vaksin bakteri polivalen yang diberikan melalui perendaman pada ikan kerapu macan yang dipelihara di KJA di Labuan Jambu, Sumbawa, NTB. II. METODE PENELITIAN 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012. Persiapan ikan dan vaksinasi awal dilakukan di Laboratorium Basah Patologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL), Gondol, Bali. Pemeliharaan ikan selama enam bulan dilakukan di Labuan Jambu, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat. Lokasi ini dipilih karena memiliki potensi budidaya KJA yang besar dan sangat deal dengan suplai air yang bersih dan jauh dari polusi masyarakat.
http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Zafran
2.2. Identifikasi Bakteri Tiga isolat bakteri digunakan sebagai antigen dalam penelitian ini. Ketiga isolat merupakan koleksi Laboratorium Patologi BBPPBL, Gondol, Bali. Bakteri diisolasi dari ikan kerapu sakit dan ketiganya telah terbukti patogen terhadap ikan kerapu. Ketiga isolat bakteri diidentifikasi dengan metode direct sequencing di Laboratorium Biomedik dan Biologi molekuler Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Denpasar. Data primer yang digunakan untuk sekuensing adalah 16S R DNA. 2.3. Pembuatan Vaksin Bakteri Polivalen Vaksin bakteri polivalen dibuat dengan mencampurkan 3 isolat bakteri (Vibrio harveyi, V. alginolyticus, dan Photobacterium leiognathi) mengikuti metode Zafran et al. (1998c). Masing-masing isolat dikultur secara massal pada media TSA mengandung 2% NaCl (TSA-N) selama 48 jam pada suhu 27°C. Bakteri tersebut dipanen dan dimatikan dengan formalin 0,01%, selanjutnya dicuci (menggunakan PBS) sebanyak 3 kali melalui sentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3.200 rpm untuk menghilangkan formalin. Kepadatan bakteri diatur 1010 CFU/ml. Vaksin bakteri polivalen dibuat dengan mencampurkan ketiga vaksin bakteri tersebut dengan perbandingan 1:1:1. Konfirmasi inaktivasi vaksin diuji dengan cara menginokulasikan vaksin yang sudah diinaktivasi tersebut pada media TSA-N dan diinkubasi pada suhu 27 °C selama 48 jam. Vaksin dianggap inaktif bila tidak terjadi pertumbuhan bakteri. Vaksin dikemas dalam botol dan disimpan dalam kulkas sampai digunakan. 2.4. Pengemasan Vaksin Dalam Bentuk Cair Vaksin dimasukkan ke dalam botol kaca volume 50 dan 100 mL. Setelah pengisian vaksin selesai, selanjutnya dipasang tutup botol dari bahan karet dan penyegelan dengan segel cair. Segel cair ini segera membeku begitu kontak dengan udara. Vak-
sin dalam kemasan botol disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4 - 10 °C sampai digunakan. 2.5. Uji Aplikasi di KJA Aplikasi vaksin dimulai sejak benih masih di hatcheri. Benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang berukuran panjang sekitar 6 cm dan bobot sekitar 7 g divaksinasi melalui perendaman selama 1 jam dengan dosis 1 ml vaksin/L air laut dengan vaksin bakteri polivalen. Seratus L air laut digunakan untuk merendam 300 ekor benih ikan. Kelompok ikan kontrol tidak diberi perlakuan vaksinasi. Ikan selanjutnya dipelihara dalam bak beton volume 2 M3 yang dilengkapi sistem air mengalir dan aerasi di Lab Basah BBPPBL Gondol, Bali. Booster diberikan 7 hari pasca vaksinasi awal. Masing-masing 900 ekor ikan kelompok perlakuan vaksinasi dan kelompok kontrol yang sudah mencapai ukuran 8-10 cm selanjutnya ditebar ke dalam 3 jaring ukuran 222 m3 dan dipelihara selama 180 hari (6 bulan) di KJA yang berlokasi di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat. Vaksinasi ulang diberikan pada hari ke-60 dan 120 pasca-vaksinasi awal. Sampel darah untuk analisis titer antibodi diambil pada umur 0, 60, 120, dan 180 hari. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan pelet. Pengamatan dilakukan terhadap tingkat imunitas dan sintasan. Data selanjutnya diuji dengan uji-t dan dalam Relative Percent Survival/RPS (Amend, 1981). 2.6. Pengukuran Titer Antibodi Uji titer antibodi dilakukan dalam wadah micro-well dengan 96 sumur/lubang berpedoman pada Tizard (1988). Serum darah ikan uji diencerkan secara bertingkat sebagai berikut: ke dalam sumur ke-1 dan ke2 dimasukkan masing-masing 50 µl serum darah ikan. Ke dalam sumur ke-2 selanjutnya ditambahkan 50 µl PBS dan diaduk merata. Dari sumur ke-2, selanjutnya diambil 50 µl dan dimasukkan ke dalam sumur ke-3. Ke dalam sumur ke-3 selanjutnya ditambahkan
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015
631
50 µl PBS dan diaduk merata. Proses yang sama dilakukan pada sumur ke-4 dan seterusnya dengan memasukkan 50 µl antigen bakteri polivalen. Campuran serum darah ikan dan antigen diaduk kemudian digoyang dengan rotator plate selama 1-3 menit dan didiamkan pada suhu kamar selama 4-6 jam. Hemaglutinasi atau penggumpalan antigen oleh serum diamati secara mikroskopis. Pada tingkat pengenceran tertinggi di mana masih terjadi aglutinasi dinyatakan sebagai nilai titer antibodi dari ikan uji. Titer antibodi dianalisis secara deskriptif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Identifikasi Bakteri Hasil sekuensing ketiga isolat bakteri disajikan dalam Tabel 1. Berdasarkan hasil sekuensing tersebut dan setelah dibandingkan dengan data dari bank gen, maka isolat 1, 2, dan 3 diidentifikasi sebagai Photobacterium leiognathi, Vibrio harveyi, dan Vibrio alginolyticus (Tabel 2). Hasil ini tidak mengejutkan karena vibriosis memang sangat umum dilaporkan sebagai penyakit pada berbagai spesies ikan laut (Saeed, 1995; Koesharyani Zafran, 1997; Lin et al., 2006).
Tabel 1. Sekuen DNA tiga isolat bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini. No. isolat 1
2
3
632
Sekuen DNA CGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGGGAAACCCTG ATGCAGCCATGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAA GTACTTTCAGTAGGGAGGAAGGCAGTGTCGTTAATAGCGATTGTT TGACGTTACCTACAGAAGAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCA GCCGCGGTAATACGGAGGGTGCGAGCGTTAATCGGAATTACTGG GCGTAAAGCGCATGCAGGCGGTTTGTTAAGCAGTGTGAAAGCCC GGGGCTCAACCTCGGAACAGCATTTTGAACTGGCAGACTAGAGT CTTGTAGAGGGGGGTAGAATTTCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGT AGAGATCTGAAGGAATACCGGTGGCGAGCGGCCCCCTGGACAAA GACTGACGCTCAGATGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTA CGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTG ATGCAGCCATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAA GCACTTTCAGTCGTGAGGAAGGTAGTGTAGTTAATAGCTATTATT TGACGTTAGCGACAGAAGAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCA GCCGCGGTAATACGGAGGGTGCGAGCGTTAATNGGAATTACTGG GCGTAAAGCGCATGCAGGTGGTTTGTTAAGTCGTGTGAAAGCCC GGGGCTCAACCTCGGAATAGCATTTGAAACTGGCAGACTAGAGT ACTGTAGAGGGGGGTAGAATTTCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGT AGAGATCTGAAGGAATACCGGTGGCGAGCGGCCCCCTGGACAGA TACTGACACTCAAATGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTA CGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTG ATGCAGCCATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAA GCACTTTCAGTCGTGAGGAAGGTGGTGTAGTTAATAGCTATTATT TGACGTTAGCGACAGAANAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCA GCCGCGGTAATACGGAGGGTGCGAGCGTTAATCGGAATTACTGG GCGTAAAGCGCATGCAGGTGGTTTGTTAAGTCATGTGAAAGCCC GGGGCTCAACCTCGGAATAGCATTTGAAACTGGCAGACTAGAGT ACTGTAGAGGGGGGTAGAATTTCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGT AAAGATCTGAAGGAATACCGGTGGCGAGCGGCCCCCTGGACAGA TACTGACACTCAAATGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTA
http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Zafran
Tabel 2. Homologi sekuen DNA tiga isolat bakteri uji dengan isolat dari bank gen. Isolat 1 2 3
Bank gen Photobacterium leiognathi Vibrio harveyi Vibrio alginolyticus
Homologi (%) 99 99 99
3.2. Hasil Uji Lapang Hasil penelitian menunjukkan bahwa titer antibodi ikan yang divaksin yang sudah mencapai 1/64 pada 4 bulan pemeliharaan, dan naik terus sampai 1/128 pada 6 bulan pemeliharaan dibandingkan kontrol yang hanyak 1/4 (Gambar 1). Hal ini berarti bahwa ikan kerapu macan memberikan respons positif terhadap vaksin bakteri polivalen yang diberikan melalui perendaman. Kelihatannya lingkungan perairan cukup baik untuk ikan percobaan hidup normal. Di lokasi penelitian ini hanya ada satu unit KJA yang posisinya langsung berhadapan dengan laut lepas sehingga mutu air sangat baik terlihat secara visual. Pada penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa vaksin Vibrio terbukti bersifat imunogenik, mampu meningkatkan nilai titer antibodi ikan kerapu pasir (Zafran et al., 2008), kerapu macan (Zafran et al., 2010), dan kakap putih (Taib et al., 2002). Di Indonesia belum ada laporan ilmiah tentang aplikasi vaksin pada ikan kerapu macan di KJA. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa vaksin tidak berdiri sendiri, harus didukung oleh faktor-faktor lain, termasuk lingkungan dan nutrisi. Uji aplikasi vaksin yang sama di Teluk Pegametan, Bali pada tahun yang sama tidak memberikan hasil yang memuaskan karena tingginya angka kematian ikan. Hal tersebut terjadi karena di Teluk Pegametan sudah beroperasi banyak unit KJA sehingga kualitas lingkungan sudah sangat menurun yang ditandai dengan banyaknya laporan kasus kematian ikan yang terjadi di berbagai unit KJA. Vaksin akan memberikan manfaat dalam meningkatkan kekebalan ikan terhadap penyakit antara lain apabila ikan dipelihara dalam lingkungan perairan yang baik. Pada lingkungan yang baik ikan akan
Identifikasi Photobacterium leiognathi Vibrio harveyi Vibrio alginolyticus
mampu tumbuh secara optimal dan antibodi akan terbentuk apabila ikan divaksinasi. Pada penelitian ini ikan percobaan terlihat hidup normal yang dicirikan dengan nafsu makan yang baik dan aktif berenang. Pada kelompok ikan yang divaksinasi sedikit sekali ikan yang terlihat luka dan mengalami borok. Sebaliknya pada kelompok ikan kontrol banyak ditemui ikan yang mati dengan gejala klinis borok pada permukaan tubuh. Hasil isolasi dari organ dalam (hati dan ginjal) terhadap ikan yang mengalami borok diperoleh bakteri Vibrio yang tumbuh baik pada media TCBS agar (media selektif untuk bakteri Vibrio). Informasi tersebut merupakan konfirmasi bahwa vaksin bakteri polivalen yang diberikan pada ikan kerapu macan efektif meningkatkan imunitas ikan terhadap infeksi bakteri. 140 120 100 80
Vaksin
60
Kontrol
40 20 0 D-0
D-60
D-120
D-180
Gambar 1. Nilai titer antibodi ikan kerapu macan yang telah diberi vaksin polivalen dan kontrol. Ikan dipelihara selama 6 bulan di karamba jaring apung. D-0, D-60, D-120, dan D-180 adalah hari pemeliharaan di KJA, yaitu awal penebaran, hari ke-60, hari ke120, dan hari ke-180.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015
633
Vaksinasi Benih Ikan Kerapu . . .
Rata-rata sintasan setelah 6 bulan pemeliharaan pada kelompok ikan yang diberi perlakuan vaksinasi bakteri polivalen jauh lebih tinggi (77,11%) dibandingkan kontrol yang hanya 45,56% (P<0.05) dengan nilai RPS sebesar 57,95% (Tabel 3). Nilai RPS tersebut membuktikan bahwa vaksin bakteri polivalen yang diberikan melalui perendaman mampu meningkatkan kekebalan spesifik ikan kerapu macan yang dipelihara di KJA. Lin et al. (2006) juga membuktikan bahwa vaksin polivalen yang terdiri atas Vibrio alginolyticus, V. parahaemolyticus, dan Photobacterium subsp piscicida yang diinaktivasi dengan formalin 3% selama semalam mampu meningkatkan imunitas ikan cobia (Rachycentron canadum), baik di hatcheri maupun di KJA. Nilai rata-rata RPS yang mereka peroleh adalah 89,87% untuk penelitian di hatcheri dan 85,5% untuk penelitian di KJA. Tetapi, nilai RPS tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh Lin et al. (2006). Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh cara aplikasi vaksin yang berbeda di mana Lin et al. (2006) memberikan vaksin melalui penyuntikan, sedangkan dalam penelitian ini vaksin diberikan melalui perendaman. Vaksinasi melalui penyuntikan memang bisa memberikan imunitas lebih tinggi dibandingkan metode aplikasi lainnya seperti perendaman dan oral. Vaksinasi melalui penyuntikan jumlah vaksin yang dibutuhkan untuk merangsang imunitas bisa terpenuhi (Evelyn, 2002), Sedangkan pada vaksinasi melalui oral ada kemungkinan antigen tersebut akan rusak pada saat melewati sistem pencernaan atau tidak termakan oleh ikan dalam jumlah yang cukup sehingga imunitas yang diharapkan tidak optimal. Sintasan yang lebih tinggi pada kelompok ikan yang divaksinasi dibandingkan kelompok ikan kontrol sesuai dengan adanya peningkatan nilai titer antibodi ikan uji (lihat Gambar 1). Tentunya peningkatan kekebalan tersebut didukung oleh kondisi lingkungan yang kondusif bagi ikan untuk hidup secara baik pada lingkungan perairan di Sumbawa,
634
NTB. Kelihatannya ikan bisa hidup secara normal tanpa mengalami stress terlihat dari nafsu makan yang baik dan laju pertumbuhan yang normal sehingga energi yang diperoleh dari pakan dapat digunakan secara optimal. Pertumbuhan bobot ikan yang diberi perlakuan vaksin terlihat juga lebih baik dibandingkan ikan tanpa vaksinasi (Tabel 4). Rata-rata bobot ikan yang divaksin pada akhir penelitian (6 bulan) berturut-turut untuk kelompok ukuran kecil, sedang, dan besar adalah 218,00 ± 17,51g, 218,00 ± 18,73 g,dan 226,00 ± 16,46 g; sedangkan pada kontrol adalah 204,00 ± 14,30 g, 198,00 ± 16.19 g, dan 207,00 ± 12,52 g. Terlihat ada perbedaan berat rata-rata di akhir penelitian pada kelompok ikan yang divaksinasi dibanding ikan yang tidak divaksinasi, masing-masing 14 g pada kelompok kecil, 20 g pada kelompok sedang, dan 19 g pada kelompok besar. Pertumbuhan bobot yang lebih baik pada kelompok ikan yang divaksin diduga berkaitan erat dengan pemanfaatan pakan. Pada kelompok vaksinasi diduga energi yang digunakan untuk mengatasi infeksi penyakit lebih sedikit dibandingkan kelompok kontrol sehingga ikan tumbuh lebih cepat. Pertumbuhan panjang sepertinya tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan dengan ikan kontrol (Tabel 5). Dalam budidaya ikan hasil utama yang diharapkan meningkat dengan pemakaian vaksin adalah sintasan dan bobot tubuh karena sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomis. Dengan peningkatan sintasan dan bobot tubuh ikan yang divaksin tentu akan meningkatkan produksi dan akhirnya akan meningkatkan pendapatan para pembudidaya ikan laut. IV. KESIMPULAN Vaksin bakteri polivalen yang terbuat dari campuran bakteri Vibrio harveyi, Vibrio alginolyticus, dan Photobacterium leioghnathi, yang diberikan melalui perendaman efektif meningkatkan kekebalan dan sintasan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang dipelihara di karamba jaring apung.
http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Zafran
Tabel 3. Sintasan ikan kerapu macan yang telah diberi vaksin bakteri polivalen dan kontrol di KJA Sumbawa selama 6 bulan pemeliharaan. Bulan
Kontrol
Vaksin
Relative percent survival/RPS (%)
0 2 4 6
100 ± 0a 88,56 ± 5.85a 59,56 ± 3.29a 45,56 ± 10.18a
100 ± 0a 97,67 ± 0,67a 81,78 ± 12,62b 77,11 ± 10,21b
57,95
Tabel 4. Rata-rata bobot ikan kerapu macan yang diberi vaksin polivalen dan dipelihara di KJA Sumbawa selama 6 bulan. Berat ikan (g) Perlakuan
Hari ke:
Besar
Sedang
Kecil
Vaksin
0 60 120 180
23,50 ± 3,21 45,50 ± 4,38 82,50 ± 20,72 226,00 ± 16,46
20,00 ± 2.47 44,50 ± 4.38 80,00 ± 21.60 218,00 ± 18.73
18,60 ± 4,54 42,50 ± 6,35 77,50 ± 20,45 218,00 ± 17,51
Kontrol
0 60 120 180
21,48 ± 4.55 40,50 ± 6.43 71,00 ± 20.25 207,00 ± 12.52
19,56 ± 3.87 39,00 ± 5.68 70,00 ± 18.26 198,00 ± 16.19
17,74 ± 3,65 42,00 ± 7,15 68,00 ± 20,84 204,00 ± 14,30
Tabel 5. Rata-rata panjang total ikan kerapu macan yang diberi vaksin polivalen dan kontrol di KJA Sumbawa selama 6 bulan pemeliharaan.
Hari ke:
Besar
Panjang total (cm) Sedang
Vaksin
60 120 180
13,00 ± 1,25 15,80 ± 1,40 22,40 ± 1,64
12,80 ± 1,03 15,80 ± 1,47 21,90 ± 1,66
12,50 ± 1,27 15,70 ± 1,34 21,60 ± 1,89
Kontrol
60 120 180
12,10 ± 0,88 15,20 ± 1,23 20,30 ± 1,49
11,90 ± 0,74 15,20 ± 1,32 20,20 ± 1,47
11,90 ± 0,88 15,10 ± 1,52 20,20 ± 1,32
Perlakuan
DAFTAR PUSTAKA Amend, D.F. 1981. Potency testing of fish vaccines. Dev. Biol. Stand., 49:447454. Evelyn, T.P.T. 2002. Finfish immunology and its use in preventing infectious diseases in cultured finfish. In: C.R.
Kecil
Lavilla-Pitogo & E.R. Cruz-Lacierda (eds.). Diseases in Asian aquaculture IV. 303-324). Fish health section, Asian Fisheries Society, Manila. 303-324pp. Johnny, F., I. Koesharyani, D. Roza, Tridjoko, N.A. Giri, dan K. Suwirya. 2001. Respon ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis terhadap imu-
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015
635
Vaksinasi Benih Ikan Kerapu . . .
nostimulan peptidoglycan melalui pakan pellet. J. Penelitian Perikanan Indonesia, 7(4):52-56. Johnny, F., D. Roza, K. Mahardika, Zafran, dan A. Prijono. 2005. Penggunaan imunostimulan untuk meningkatkan kekebalan non-spesifik benih ikan kerapu Lumpur, Epinephelus coioides terhadap infeksi virus irido. J. Penelitian Perikanan Indonesia, 11(5):7583. Johnny, F. dan D. Roza. 2002. Pengaruh penyuntikan imunostimulan peptidoglycan terhadap peningkatan tanggap kebal non-spesifik ikan kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus. Laporan Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. 12hlm. Koesharyani, I. dan Zafran. 1997. Studi tentang penyakit bakterial pada ikan kerapu. J. Penelitian Perikanan Indonesia, 3(4):35-39. Lin, J.H., T.Y. Chen, M.S. Chen, H.E. Chen, R.L. Chou, T.I. Chen, M.S. Shu, and H.E. Yang. 2006. Vaccination with three inactivated pathogens of cobia (Rachycentron canadum) stimulates protective immunity. Aquaculture, 255:125-132. Mahardika, K., I. Koesharyani, K. Sugama, A. Prijono, dan K. Yuasa. 2001. Studi histopatologi iridovirus pada Epinephelus coioides dan E. Bleekeri. Dalam: teknologi budidaya laut dan pengembangan sea farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan JICA. Hlm.: 334-341. Mahardika, K., Zafran, D. Roza, dan F. Johnny. 2004a. Uji kerentanan ikan kerapu lumpur, Epinephelus coioides dan kerapu batik, E. microdon terhadap infeksi iridovirus. J. Penelitian Perikanan Indonesia, 10(2):83-88. Mahardika, K., Zafran, A. Yamamoto, and T. Miyazaki. 2004b. Susceptibility of juvenile humpback grouper Cromi-
636
leptes altivelis to grouper sleepy disease iridovirus (GSDIV). Dis. Aquat. Org., 59:1-9. Owen, L. 1993. Report on sleepy grouper disease. Dept. of Biomedical and Tropical Veterinary Science, James Cook Univ. of North Quinsland, Townville, Australia. 4811p. Roza, D., K. Mahardika, F. Johnny, Zafran, dan Tridjoko. 2002. Pengaruh perbedaan dosis vaksin melalui perendaman terhadap ketahanan juvenil kerapu bebek, Cromileptes altivelis oleh infeksi viral nervous necrosis (VNN). Laporan hasil penelitian DIP 2002. Balai Besar Riset perikanan Budidaya Laut Gondol. Hlm.:91-101. Roza, D., F. Johnny, dan Tridjoko. 2004. Peningkatan imunitas yuwana ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis terhadap infeksi viral nervous necrosis (VNN). J. Penelitian Perikanan Indonesia, 10(1):61-70. Rukyani, A., Taukhid, dan H. Yuliansyah. 1993. Laporan survei kasus kematian ikan kerapu (grouper) di daerah Sumatera Utara. Puslitbang Perikanan, Jakarta. 11hlm. Saeed, O. 1995. Association of Vibrio harveyi with mortality in cultured marine fish in Kuwait. Aquaculture, 136:21-29. Santarem, M., B. Novoa, and A. Figueras. 1997. Effect of ß-glucan on the nonspecific immune responses of turbot (Schopthalmus maximus L.). Fish and Shellfish Immunology, 7:429-437. Taib, A.N.M., M.N. Shamsudin, and R. Rozita. 2002. Vibriosis vaccine development: immunological characterization of Vibrio alginolyticus. In: Diseases in Asian Aquaculture IV. C.R. Lavilla-Pitogo & E.R. CruzLacierda (eds.). Fish health section, asian fisheries society, Manila, 325335pp.
http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Zafran
Tizard, I. 1988. Pengantar imunologi veteriner (edisi ke-2). Airlangga University Press. Surabaya. 497hlm. Vadstein, O. 1997. The use of immunostimulation in marine larviculture: possibilities and challenges. Aquaculture, 155:401-417. Xu, Z., C.F. Chen, Z.J. Mao, and W.Y. Zhu. 2009. Detection of serum and mucosal antibody production and antibody secreting cells (ASCs) in large yellow croaker (Pseudosciaena crocea) following vaccination with Vibrio harveyi via different routes. Aquaculture, 287(3-4):243-247. Zafran, I. Koesharyani, dan K. Yuasa. 1997. Parasit pada ikan kerapu di panti benih dan upaya penanggulangannya. J. Penelitian Perikanan Indonesia, 3(4): 16-23. Zafran, T. Harada, I. Koesharyani, K. Yuasa, and K. Hatai. 1998a. Indonesian hatchery reared sea bass larvae, Lates calcarifer associated with viral nervous necrosis (VNN). J. Indonesian Fisheries Research, 4(1):19-22. Zafran, D. Roza, I. Koesharyani, F. Johnny, and K. Yuasa. 1998b. Manual for fish diseases diagnosis: marine fish and crustacean diseases in Indonesia. Gondol Research Station for Coastal Fisheries and Japan International Cooperation Agency. 44p. Zafran, F. Johnny, D. Roza, I. Koesharyani, and K. Hatai. 1998c. Increased survival of Penaeus monodon larvae treated with Vibrio harveyi bacteria. Fish Pathology, 33(4):449-450. Zafran dan K. Yuasa. 1999. Sejarah penyakit VNN di Indonesia. Lolitkanta Newsletter, 15:3-4. Zafran, I. Koesharyani, F. Johnny, K. Yuasa, T. Harada, and K. Hatai. 2000. Viral nervous necrosis in humpback grouper Cromileptes altivelis larvae and juveniles in Indonesia. Fish Pathology., 35 (2):95-96.
Zafran, I. Koesharyani, and K. Yuasa. 2002. Diseases of seabass, Lates calcarifer, larvae from hatchery in Indonesia. In Diseases in Asian Aquaculture IV. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. 279-284pp. Zafran, D. Roza, dan F. Johnny. 2006. Produksi dan uji efektivitas imunostimulan dari bakteri dan jamur untuk meningkatkan imunitas benih ikan kerapu. Laporan Penelitian Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Pantai Gondol TA 2006. 12hlm. Zafran, D. Roza, and F. Johnny. 2007. Vaccination against viral nervous necrosis (VNN) in juvenile humpback grouper (Cromileptes altivelis). 2007. Proceedings of International Seminar on Advances in Biological Science. UGM, Jogjakarta 7-8 September 2007. Hlm.: 63-65. Zafran, D. Roza, and F. Johnny. 2008. Peningkatan imunitas benih ikan kerapu pasir, Epinephelus corallicola melalui penggunaan vaksin bakteri polivalent. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas II, Unair, Surabaya, 19 Juli 2008. Hlm.:203-206. Zafran, D. Roza, and F. Johnny. 2010. Immunogenicity and protective effects of formalin-killed polyvalent Vibrio vaccine in tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus). Proceeding of International Conference of Indonesian Aquaculture. Surabaya. Hlm.: 1098 – 1101. Diterima Direview Disetujui
: 10 November 2015 : 23 November 2015 : 22 Desember 2015
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015
637
638