Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
UPAYA – UPAYA PENINGKATAN HASIL TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS INPARI 1 MELALUI PENGGUNAAN KOMBINASI PUPUK HAYATI, BAHAN ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK Oleh : Muharam, Asmanur Jannah, Yayu Sri Rahayu Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang
ABSTRACS Field research was conducted to assess the influence of biological fertilizer, organic matter, and inorganic fertilizer combination that produce the highest growth and yield in Pady Inpari 1 variety. A study was conductet from May to September 2010 in Irrigated Land in the village Pulo Mas, Sub District Lamah Abang, Karawang regency. The research methodh used in the experiment by using single factor randomized block design with 11 treatment and three replication. The detail treatment is A= 300 kg/ha + 50 kg/ha SP36 + 100 kg/ha KCl; B= 2 lt/ha Ten Goldens Harvest (TGH) + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl; C = 2 ton/ha Organic Matter (OM) + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl; D = 2lt/ha TGH + 2 ton/ha OM + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl; E + 2 lt/ha TGH + 2 ton/ha OM + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl; F = 4 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl; G = 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha OM + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl; H = 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha OM + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl; I = 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha OM + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl; J = 6 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl; K = 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha OM + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl. The experiment result show the provision of various doses of biological fertilizer, organic matter, and inorganic fertilizer significantly affected growth, yields component, and yield of Inpari 1 variety paddy. Result the highest plant heigh of 97.03 cm at the age 70 hst achieved by treatment K (6 lt/ha TGH + 2 ton/ha OM + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl), which not significantly different from A, B, C, E,F,H, and J. The highest grain yield of dry milled rice Inpari 1 variety 5.11 tonnes/ha, is achieved by treatment of J (6 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl).
PENDAHULUAN Tanaman Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas yang sangat strategis di Indonesia, karena hampir sebagian besar rakyat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan pokoknya. Selain sebagai sumber makanan pokok, tanaman padi juga merupakan salah satu sumber penghasilan keluarga sebagian besar masyarakat Indonesia (Wiroi, 2007). Selain itu, beras juga merupakan komoditas yang unik, tidak saja bagi Indonesia tetapi juga bagi sebagian besar negara-negara di Asia. Beras merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia, melebihi kentang, jagung, gandum, dan serelia lain. Fungsi
6
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
strategisnya terletak pada posisinya yang menjadi pangan pokok bagi sekitar 3 miliar orang, sekitar separuh penduduk dunia. Upaya untuk meningkatkan produksi padi saat ini menghadapi tantangan yang semakin berat, hal ini dikarenakan semakin banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam budidaya tanaman padi. Salah satu permasalahan tersebut adalah dampak negatif dari intensifikasi, yaitu peningkatan produksi dengan asupan teknologi kimiawi yang cukup tinggi. Dalam program intensifikasi produksi memang berhasil dinaikan, namun semua itu mensyaratkan suplai air yang cukup, asupan pupuk, pestisida kimiawi yangt cukup tinggi, dan bibit unggul yang harus dibeli oleh para petani. Semua ini harus dibayar oleh para petani, kecuali tenaga mereka sendiri, sehingga tingkat pendapatan petani menjadi rendah dan kesejahteraanpun menurun. Salah satu penyebab terjadinya stagnasi produktivitas tanaman padi adalah terkurasnya bahan organik tanah oleh budidaya tanaman padi dalam program intensifikasi. Penggunaan bibit unggul yang rakus hara dan pola tanam monokultur secara intensif telah menyebakan sekitar 7 juta ha lahan sawah di Indonesia kandungan bahan organiknya kurang dari 1 %. Padahal, pada sawah demikian diperlukan asupan pupuk yang besarnya dua kali lipat dibandingkan tanah sawah yang kandungan Bahan Organiknya mencapai ≥ 2 % (Khudori, 2008). Hasil kajian Bappeda Kabupaten Karawang tahun (2005) tentang tingkat kesuburan tanah di lokasi penelitian (Desa Pulomulya Kecamatan. Lemah Abang Wadas) menunjukan bahwa tingkat kesuburan tanah di sini tergolong rendah. Hal ini ditunjukan oleh kandungan C-org. rendah (1,81 %), pH amat masam (5,34), N total sangat rendah (0,08 %), P 2O5 tersedia sangat rendah (2,8 ppm), K2O rendah (0,24 me/100 gr), KTK tinggi (27,43 mg/100 gr) dan KB tinggi (90,23 %), sedang P2O5 total termasuk tinggi baik pada lapisan olah maupun pada lapisan subsoil (484,40 mg/100 gr). Penggunaan pupuk dalam peningkatan produksi padi memegang peranan penting, tetapi penggunaan pupuk anorganik yang terlalu banyak dan terus menerus tanpa mengembalikan bahan organik ke dalam tanah dapat mengganggu keseimbangan sifat tanah. Lebih lanjut keadaan ini akan menurunkan produktivitas lahan dan mempengaruhi produksi. Hal ini diakibatkan oleh adanya penurunan kandungan bahan organik tanah (humus), sehingga mengakibatkan tanah menjadi padat dan keras dan lebih lanjut produktivitas menurun. Oleh karena itu, perlu upaya alternatif dalam pemupukan, dan salah satunya adalah penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati. Pemberian pupuk organik dan pupuk hayati dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan efisiensi penggunaan pupuk baik di lahan sawah maupun lahan kering (Musnamar, 2004). Sehubungan dengan ini, pengetahuan yang berkaitan dengan biologi tanah, bioteknologi tanah, ekologi tanah dan pemanfaatan organisma tanah tidak terbatas pada mikroba tanah tetapi juga meso-biota ataupun makro-biota perlu digalakan. Untuk itu, maka penelitian yang berkaitan dengan hal itu terutama dalam budidaya tanaman padi di Kabupaten Karawang dilakukan.. TINJAUAN PUSTAKA Pengunaan pupuk organik cukup besar dalam budidaya tanaman karena didorong oleh pemahaman peranan bahan organik dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Nakada ( 1981; dikutip Sutanto, 2002 ) melaporkan bahwa kenaikan unsur N, P, K, dalam tanah karena pemberian kompos, dalam jangka panjang juga mampu meningkatkan aktivitas mikrobia yang meningkatkan kandungan nitrogen melalui peningkatan bahan organik tanah yang mudah terdekomposisi. Selain itu, pemberian kompos juga mampu meningkatkan pembentukan agregat yang stabil dan kapasitas pertukaran kation ( Sutanto, 2002 ).
7
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
Bahan organik merupakan subtrat dan sumber energi bagi mikroorgasisme heterotrof yang secara tidak langsung (melalui pemupukan senyawa karbon, nitrogen belerang, fosfor) akan menghasilkan hara tersedia bagi tanaman. Bahan organik secara tidak langsung akan mempengruhi tanaman melalui pengaruhnya terhadap sifat fisika tanah (meningkatkan kemampuan menahan air, meningkatkan agregasi tanah dan memantapkannya, menurunkan plastisitas, kohesi dan sipat buruk lainnya dari liat), mempengaruhi sifat kimia tanah (meningkatkan daya jerat dan kapasitas tukar kation, meningkatkan kation dapat ditukar, mengurangi pencucian hara, meningkatkan pelarutan sejumlah hara dari mineral), dan biologi tanah (meningkatkan aktifitas metabolic organisme tanah, meningkatkan dan membantu dalam dekomposisi bahan organik) (Afandie Rosmarkam dan Nasih Widia Suwono, 2002). Bakteri penambat nitrogen rhizobia merupakan pupuk hayati pertama di dunia yang dikenal dan telah dimanfaatkan lebih dari 100 tahun sejak pertama kali digunakan untuk menginokulasi benih kacang-kacangan. Hermann Riegel dan Hermann Wilfarth, dua orang peneliti Jerman yang pertama kali mendemonstrasikan adanya proses penambatan nitrogen secara simbiosis pada tanaman kacang-kacangan yang termasuk Papilionaceae melalui publikasi pada tahun 1888 (Schilling, 1988). Berbagai kelompok pupuk hayati baik yang bersifat simbiotik maupun yang nonsimbiotik serta mikroorganisme yang tergolong ke dalam tiap kelompok tersebut disajikan pada Tabel 1. Rhizobia merupakan kelompok penambat nitrogen yang bersimbiosis dengan tanaman kacang-kacangan. Mikroorganisme pelarut fosfat merupakan kelompok mikroorganisme yang dapat mengubah fosfat tidak larut dalam tanah menjadi bentuk yang dapat larut dengan jalan mensekresikan asam organic seperti asam format, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat (Subba Rao, 1982). Mikroorganisme yang tergolong kelompok ini dapat berupa bakteri (Bacillus, Pseudomonas), jamur (Aspergillus, Penicillium), dan aktinomiset (Streptomyces). Berbagai kelompok mikroorganisme pupuk hayati yang dikomersialkan di Indonesia disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Berbagai Kelompok Mikroorganisme Pupuk Hayati Kelompok pupuk hayati Penambat nitrogen simbiotik
Penambat nonsimbiotik Jamur mikoriza
Sistem a. Simbiosis dengan
Mikroorganisme legum
b. Simbiosis dengan Azolla c. Simbiosis dengan nonlegum (a.l. Alnus, Myrica, dan Casuarina) nitrogen Hidup bebas/asosiatif
Simbiosis dengan berbagai tanaman
Rhizobium, Bradyrhizobium, Azorhizobium, Sinorhizobium, Mesorhizobium, dan satu genus baru Anabaena azollae Frankia sp.
a.l. Azotobacter, Azospirillum, Clostridium, Klebsiella, alga biru-hijau Endomikoriza (mikoriza arbuskular: Acaulospora, Entrophospora, Gigaspora, Glomus, Sclerocystis, dan
8
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
Mikroorganisme pelarut fosfat
Hidup bebas
Scutellospora) Ektomikoriza Bakteri : Bacillus dan Pseudomonas Jamur : Aspergillus dan Penicillium Aktinomiset: Streptomyces
Tabel 2. Pupuk Hayati Komersial Di Indonesia Dan Kandungan Mikroorganismenya No 1 2
Nama produk pupuk hayati Legin Rhizo-plus
3
Emas
4 5 6 7
Ginon 100x Biofer 2000-K Biofer 2000-N E-2001
8
OST (organic soil treatment) (pupuk hayati rajawali)
9
Biota
Kandungan mikroorganisme Rhizobia Bradyrhizobium, Sinorhizobium, Bacillus, Mikrococcus Azospirillum lipoverum, Azotobacter, Beijerinckia, Aeromonas punctata, Aspergillus niger Bradyrhizobium japonicum Jamur ektomikoriza Jamur endomikoriza Azotobacter vinelandii, Clostridium pasterianum, Nitrosomonas, Nitrobacter, Ankia alni, Nostoc muscorum, Anabaena azollae Azotobacter, Rhizobium, Agrobacterium, Azospirillum, bakteri pelarut fosfat, protein, dan humus aktif Bacillus spp., Lactobacillus spp, Micrococcus sp.
Pupuk Hayati Tiens Golden Harvest (TGH) yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk biologi yang bermanfaat bagi kesuburan tanah. Mikroba yang terdapat dalam pupuk TGH ini mampu mengurai pestisida di dalam tanah, mengoptimalkan penyerapan nitrogen di dalam tanah, memudahkan penyerapan fospat, dan mempercepat humifikasi bahan organik. Secara detil kandungan pupuk hayati TGH ini adalah sebagai berikut : 1. Hormon tumbuh IAA (Indole Acetic acid) Hormon ini bermanfaat untuk tumbuhnya akar serabut sehingga kapasitas penyerapan hara oleh tanaman menjadi lebih optimal. 2. Azotobacter sp Bakteri ini berfungsi untuk melindungi atau menyelimuti hormone tumbuh yang terdapat dalam TGH, yang sekaligus juga berfungsi sebagai penambat N bebas dari udara. 3. Azospirillum sr. Berfungsi sebagai penambat N dari udara bebas untuk diserap oleh tanaman. 4. Mikroba selulolitik Menghasilkan enzim selulose yang berguna dalam poses humifikasi bahan organik.
9
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
5. Mikroba Pelarut Fospat Berfungsi untuk melarutkan fospat yang terikat dalam mineral liat tanah menjadi senyawa yang mudah diserap oleh tanaman. Selain itu, dapat membantu proses dekomposisi bahan organik. 6. Lactobacillus sp. Berfungsi untuk membantu proses fermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa asam laktat yang dapat diserap tanaman. 7. Pseudomonas Flourecent Mikroba ini dapat menghasilkan enzim pengurai yang disebut lignin dan juga berfungsi untuk memecah rantai dari zat-zat kimia (pestisida) yang tidak dapat terurai oleh mikroba lainnya. Pupuk hayati ini dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pengaruhnya terhadap sifat fisik tanah terutama adalah meningkatkan daya sangga air tanah, meningkatkan daya simpan unsur hara, memperbaiki aerasi, dan mengurangi kepadatan tanah. Pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan ketersediaan unsur hara, meningkatkan KTK, dan meningkatkan kelarutan fospat. Secara biologi pupuk ini berfungsi meningkatkan aktivitas organism di dalam tanah, dan meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanah (Agro Lestari, 2010). METODE PENELITIAN Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi di Desa Pulomulya Kecamatan Lemah Abang Wadas Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Tempat percobaan berada pada ketinggian 6 meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah Aluvial Kelabu Tua (Sulfic Tropoquepts). Tipe curah hujannya tergolong tipe D (Schmidt dan Ferguson, 1951). Percobaan dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan Mei 2010 sampai dengan bulan September 2010. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok Faktor Tunggal, yang terdiri dari 11 perlakuan dalam 3 kali ulangan. Ukuran masing-masing petak percobaan 4 m x 7 m. Taraf – taraf perlakuan tersebut secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kombinasi Takaran Pupuk Hayati TGH, Bahan Organik dan Pupuk Anorganik Perlakuan Dosis Pupuk Dosis Pupuk Urea SP36 KCl Hayati TGH Organik (Kg/ha) (Kg/ha) (Kg/ha) (lt/ha) (ton/ha) A 0 0 300 50 100 B 2 0 150 25 50 C 0 2 150 25 50 D 2 2 75 12,5 25 E 2 2 150 25 50 F 4 0 150 25 50 G 4 2 75 12,5 25 H 4 2 150 25 50 I 6 2 75 12,5 25 J 6 0 150 25 50 K 6 2 150 25 50
10
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
Data hasil pengamatan selaanjutnya dianalisis dengan menggunakan sidik ragam uji F, jika hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata, maka untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan hasil tertinggi, analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut jarak berganda Duncan (Duncan multiple range test = DMRT) pada taraf nyata 5%. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Sebelum Percobaan Hasil analisis tanah sebelum percobaan menunjukan bahwa jenis tanah Aluvial kelabu dengan sifat fisik tanah mempunyi tekstur Liat dengan kandungan liat 77% debu 21 % dan pasir 2 %. Tanah yang bertekstur liat dominan biasanya memiliki drainase yang kurang baik. Hasil analisis kimia menunjukan bahwa tanah yang digunakan mempunyai pH agak masam yaitu sebesar 6,2 dan kandung unsur hara tanah tergolong rendah yang ditunjukan dengan kandungan nitrogen (N) total sebesar 0,17 % (rendah), C–organik rendah (1,87%), Fosfor tersedia 18,0 mg/kg (rendah), tatapi memiliki P potensial sangat tinggi 447,5 mg/100 g) dan mempunyai unsur K dd sedang 0,32 cmol/kg) serta K potensial sangat tinggi (222,3 mg/100 g). Di samping itu, tanah ini juga mempunyai KTK tinggi (28,92 cmol/kg) dan KB tinggi (98 %). Secara umum hasil analisis tanah memperlihatkan bahwa tanah percobaan termasuk kategori tanah dengan kesuburan rendah, tetapi kandungan unsur hara potensialnya (unsur hara tidak terserap) cukup tinggi. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam yang disajikan pada Tabel 4, menunjukkan pemberian Pupuk hayati, Pupuk Organik, dan Pupuk Buatan terhadap variabel respon tinggi tanaman padi varietas Inpari 1 umur 14 HST, tidak menunjukan pengaruh yang nyata. Ini terjadi karena pada usia tersebut tanaman padi pertumbuhan akarnya belum optimal, sehingga belum mampu menyerap unsur hara yang diberikan ke dalam tanah secara optimal. Selain itu, pada umur 14 hst pupuk organik baik hayati maupun bokashi masih mengalami proses penguraian, yang membutuhkan waktu lebih lama dibanding pupuk anorganik (pupuk buatan), sehingga diduga pengaruh positif terhadap kesuburan tanah sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman mulai tampak setelah 28 HST. Pada saat tanaman berumur 28 HST sampai dengan 42 HST perbedaan takaran aplikasi pupuk hayati, pupuk organik, dan pupuk buatan mulai memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman. Perbedaan aplikasi takaran pupuk tersebut berpengaruh nyata terhadap rata-rata tinggi tanaman padi varietas Inpari 1. Tinggi tanaman tertinggi pada 28 hst dicapai oleh perlakuan K ( 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl ) dengan nilai tinggi tanaman 63,8 cm, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan A (300 kg/ha Urea+ 50 kg/ha SP36 + 100 kg/ha KCl) dengan tinggi tanaman 63,40 cm. Tinggi tanaman terendah dicapai oleh perlakuan D ( 2 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl ) dengan tinggi tanaman 56,47 cm. Dari hasil tinggi tanaman terlihat bahwa tinggi tanaman optimum akan diperoleh oleh perlakuan yang memberikan pupuk buatan sebanyak sesuai dosis anjuran (300 kg/ha urea + 50 kg/ha SP 36 + 100 kg/ha KCl) atau setengah dosis anjuran, tetapi disubtitusi oleh pemberian pupuk hayati TGH sebesar antara 2 – 6 lt/ha dan pupuk organik 2 ton/ha. Tinggi tanaman terendah selalu dicapai oleh perlakuan yang memberikan pupuk buatan ¼ dosis anjuran, walaupun ini juga telah disubtitusi oleh pemberian pupuk hayati TGH dan pupuk organik. Ini mengandung arti bahwa untuk mencapai tinggi tanaman optimum pemberian pupuk buatan tetap diperlukan minimal setengah dari dosis anjuran.
11
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
Tinggi tanaman padi Inpari 1 menurut deskripsi adalah 93 cm. Hasil penelitian ini dengan memberikan pupuk buatan sesuai dosis anjuran dan atau setengah dosis anjuran tetapi disubtitusi oleh pupuk hayati TGH dan pupuk organik, membrikan tinggi tanaman yang lebih tinggi yaitu antara 96 – 97 cm. Tinggi tanaman terendah sebesar 90 – 91 cm dicapai oleh perlakuan yang memberikan pupuk anorganik seperempat dosis anjuran, walaupun juga telah . disubtitusi oleh pupuk hayati dan pupuk oragnik. Ini berarti untuk mencapai tinggi tanaman minimal sama dengan deskripsi diperlukan pupuk anorganik minimal setengah dari dosis anjuran. Penambahan pupuk hayati dan pupuk organik akan meningkatkan tinggi tanaman. melebihi tinggi tanaman sesuai deskripsi. Pemberian pupuk hayati dan pupuk organik memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perbedaan kondisi sifat fisik, kimia dan biologis tanah. Semakin besar pemberian bahan organik cenderung meningkatkan daya dukung tanah terhadap tanaman, sehingga meningkatkan terjaminnya proses penyerapan unsur hara, translokasi dan akumulasi hara di dalam tanaman. Selain meningkatkan daya dukung, pemberian pupuk hayati dan pupuk organik akan menambah komposisi hara di dalam tanah, sehingga menambah jumlah hara yang dapat diserap oleh tanaman . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Roechmana dan Hidayat (1995), yang melaporkan bahwa pemberian pupuk organik pada lahan sawah dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti pembentukan agregat atau granular tanah serta meningkatkan permeabilitas dan porositas tanah. Selain itu, pupuk organik juga dapat meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara seperti nitrogen, fosfat dan kalium, serta beberapa unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman (Syarifuddin, 1990). Tabel 4. Pengaruh respon berbagai takaran Pupuk Hayati, Pupuk Organik dan Pupuk Buatan terhadap karakteristik tinggi tanaman padi varietas Inpari 1. Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan Hari Setelah Tanam (HST) 14 28 42 56 A= 300 kg/ha Urea+ 50 kg/ha SP36 + 100 kg/ha KCl 44.27a 63.40a 79.80a 90.37a B= 2 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 43.53a 61.73ab 78.50abcd 85.30a C = 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 43.20a 61.83ab 79.37ab 87.43a D = 2lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl 43.60a 56.47d 75.43bcd 85.53a E + 2 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 42.95a 60.27abc 78.10bcd 86.30a F = 4 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 43.07a 61.83ab 79.30ab 85.27a G = 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl 42.59a 59.43bcd 75.73cd 86.90a H = 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 42.80a 61.80ab 79.27abc 87.40a I = 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl 43.37a 57.77cd 75.50d 85.80a J = 6 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 43.13a 61.73ab 76.10cd 87.10a K = 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 43.40a 63.87a 79.70a 97.03a CV (%) 2.00 3.10 2.44 2.12
12
70 96.13a 94.13abc 95.73a 91.03bc 93.6abc 94.43ab 91.00bc 95.93a 90.43c 94.13abc 97.03a 2.21
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. 2. Jumlah Anakan Pemberian berbagai takaran pupuk hayati TGH, pupuk organik dan pupuk buatan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata – rata jumlah anakan, kecuali jumlah anakan pada umur 28 hst (Tabel 5). Hal ini terjadi karena jumlah anakan tidak respon terhadap perbedaan pemberian pupuk, baik hayati, organik, maupun anorganik. Kemungkinan lain bahwa dosis pupuk yang digunakan untuk meningkatkan jumlah anakan sudah melebihi apa yang dibutuhakan tanaman. Ini terbukti jumlah anakan produktif tanaman menurut deskripsi adalah 16, sedang pada penelitian ini dengan dosis pupuk yang minimal (seperempat dosis anjuran pupiuk buatan + 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha Pupuk Organik sudah mencapai jumlah anakan 25,77 tanaman pada umur 70 hst. Perolehan rata-rata jumlah anakan terbanyak walaupun tidak berbeda nyata dicapai oleh perlakuan C (2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl) , dan terendah oleh perlakuan F (4 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl). Hal ini secara jelas dapat dilihat pada Tabel 5. Tidak adanya perbedaan respon rata-rata jumlah anakan pada masing-masing perlakuan pemberian pupuk, menunjukkan bahwa penambahan pupuk yang minimal sudah mampu meningkatkan daya dukung lingkungan tanah / terhadap tanaman. Dosis pupuk tersebut adalah 2 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl (1/4 dosis anjuran pupuk anorganik). Tabel 5. Pengaruh respon berbagai takaran Pupuk Hayati, Pupuk Organik dan Pupuk Buatan terhadap rata-rata jumlah anakan tanaman padi varietas Inpari 1. Jumlah anakan (buah) Perlakuan Hari setelah tanam (HST) A= 300 kg/ha Urea+ 50 kg/ha SP36 + 100 kg/ha KCl B= 2 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl C = 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl D = 2lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl E + 2 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl F = 4 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl G = 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl H = 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl I = 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl J = 6 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl
14
28
42
56
70
9.00a
21.67a
22.70a
26.43a
23.87a
9.13a
19.03bcd
21.57a
26.07a
23.13a
9.43a
21.07ab
22.67a
23.43a
25.77a
7.93a
20.33abc
20.57a
25.10a
22.90a
8.97a
20.93ab
20.83a
26.53a
24.17a
9.40a
19.9abcd
21.23a
23.70a
22.53a
9.07a
17.80d
20.40a
23.00a
23.67a
7.87a
19.80abcd
22.70a
25.03a
24.87a
9.00a
18.43cd
26.53a
24.40a
23.10a
8.33a
18.97bcd
20.90a
24.80a
22.80a
13
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
K = 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 9.30a 19.33abcd 21.23a 25.40a 23.37a CV (%) 8.60 6.03 16.42 7.66% 7.48 % Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Tidak adanya perbedaan respon rata-rata jumlah anakan pada masing-masing perlakuan pemberian pupuk, menunjukkan bahwa penambahan pupuk yang minimal sudah mampu meningkatkan daya dukung lingkungan tanah / terhadap tanaman. Dosis pupuk tersebut adalah 2 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl (1/4 dosis anjuran pupuk anorganik). Komponen Hasil 1. Jumlah Malai Per Rumpun Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati TGH, pupuk organik dan pupuk buatan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah malai per rumpun. Perlakuan yang memberikan jumlah malai tertinggi adalah perlakuan D yaitu sebanyak 22,5 malai per rumpun, walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakukan yang lain kecuali perlakuan F dan G. Terendah dicapai oleh perlakuan G yaitu 16,7 malai per rumpun, perlakuan G ini adalah pemberian pupuk anorganik ¼ dosis anjuran ditambah 4 lt/ha TGH dan 2 ton/ha Pupuk organic. Jumlah malai tertinggi ini cukup dicapai oleh pemberian 2 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl, atau pemberian pupuk anorganik ¼ dosis anjuran ditambah 2 lt/ha TGH dan 2 ton/ha. Di sini pemberian pupuk hayati TGH dari 2 lt/ha menjadi 4 lt/ha dengan kondisi yang sama (perlakuan D dan G) justru menurunkan jumlah malai per rumpun (Tabel 6), Hal ini memberikan indikasi bahwa untuk jumlah malai per rumpun, yang merupakan kelanjutan dari jumlah anakan produktif, pemberian pupuk yang minimal telah mampu mencapai jumlah malai sesuai dengan deskripsi. Pemberian pupuk yang berlebih justru akan menurunkan jumlah malai tersebut. . Diduga varietas Inpari 1 memiliki tingkat kestabilan genetik yang baik sehingga mampu mengontrol seluruh fungsi-fungsi fisiologis tanaman menjadi lebih baik. Tabel 6. Pengaruh respon berbagai takaran Pupuk Hayati, Pupuk Organik dan Pupuk Buatan terhadap komponen hasil tanaman padi varietas Inpari 1. Komponen Hasil Jumlah Jumlah Persentase Bobot Perlakuan malai per gabah per gabah isi 1000 rumpun malai (%) butir (g) (buah) (butir) A= 300 kg/ha Urea+ 50 kg/ha SP36 + 100 kg/ha KCl 21.80ab 103.20ab 94.34a 26.22a B= 2 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 21.70ab 106.07ab 26.20a 95.51a C = 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 20.90ab 101.63abc 94.90a 26.06a D = 2lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl 22.50a 94.46a 25.93a 89.77c E + 2 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha 19.07abc 105.33ab 95.39a 26.25a
14
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl F = 4 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 18.97bc 105.30ab 26.11a 90.77b G = 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl 16.70c 94.97ab 93.88a 26.11a H = 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 21.13ab 98.10bc 95.12a 26.22a I = 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl 21.23ab 95.60a 26.05a 110.37a J = 6 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 20.73ab 108.57a 94.33a 26.33a K = 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 20.37ab 110.27a 95.50a 26.10a CV (%) 8.62 6.34 1.36 1.00 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Perolehan rata-rata jumlah malai per rumpun sangat dipengaruhi oleh jumlah anakan per rumpun dan ketersediaan hara. Ketersediaan hara yang mencukupi dan terjaminnya proses-proses fisiologis tanaman akan meningkatkan peluang anakan yang menghasilkan malai produktif . Sebaliknya apabila tidak didukung dengan ketersediaan hara dan tidak terjaminnya proses-proses fisiologis tanaman akan menurunkan jumlah anakan (anakan mati), menghambat proses inisiasi malai dan meningkatkan perolehan gabah hampa. 2. Jumlah Gabah per Malai Hasil analisis statistik menunjukkan pemberian pupuk hayati TGH, pupuk organik, dan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah per malai. Jumlah gabah per malai tertinggi dicapai oleh perlakuan I, yaitu pemberian 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain, kecuali perlakuan H dan D. Jumlah gabah per malai terendah dicapai oleh perlakuan D sebesar 89,77 butir, yaitu pemberian 2 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl. Jumlah gabah per malai pada deskripsi adalah 100 butir. Ini berarti pemberian unsure hara melalui pemberian pupuk anorganik sebesar seperempat dosis anjuran ditambah pupuk TGH antara 2 – 4 ton/ha dan pupuk organik 2 ton/ha tidak mencukupi untuk mencapai jumlah 100 butir, karena pemberian pupuk seperti di atas hanya mencapai 89,77 – 98,10 butir. Untuk mencapai target jumlah gabah per malai minimal 100 butir diperlukan pupuk anorganik sebesar seperempat dari dosis anjuran, yang ditambah dengan pupuk TGH 6 lt/ha dan atau ditambah pupuk organik 2 ton/ha. Ini karena untuk mencapai jumlah gabah per malai tertinggi diperlukan kombinasi antara pupuk anorganik, pupuk hayati, dan pupuk organik. Pemberian pupuk anorganik saja walau sesuai anjuran, tetap tidak menghasilkan jumlah gabah per malai yang optimal. Ini berarti untuk mencapai hasil yang maksimal diperlukan kombinasi pupuk yang lebih lengkap, karena pemberian kombinasi pupuk tersebut menghasilkan ketersediaan pupuk yang lebih lengkap antara makro dan mikro. Bahkan dengan adanya pupuk hayati TGH pengunaan pupuk anorganik bisa diefisienkan, yaitu bisa berkurang sampai seperempatnya, diganti oleh unsur – unsur hara yang tersedia akibat dekomposisi bahan organik atau unsur hara yang diuraikan dari potensi yang ada di dalam tanah.
15
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
Kebutuhan tanaman padi terhadap hara diklasifikasikan berdasarkan besarnya jumlah kebutuhan hara pada setiap fase. Fase pertumbuhan dan perkembangan yang paling banyak membutuhkan hara dikenal sebagai fase kritis tanaman. Periode inisiasi malai merupakan salah satu fase kritis tanaman. Pada fase ini tanaman membutuhkan hara dalam jumlah besar untuk merangsang sempurnanya pertumbuhan dan perkembangan malai. Kekurangan hara menyebabkan proses inisiasi tidak berjalan sempurna, sehingga munculnya malai tidak sempurna, akibatnya kemampuan tanaman untuk mengkspresikan bakal gabah menjadi tidak sempurna. 3. Persentase Gabah Isi Hasil analisis statistik menunjukkan pemberian pupuk hayati TGH, pupuk anorganik, dan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap persentasi gabah isi. Semua perlakuan memberikan persentasi gabah isi yang hampir sama yaitu antara 93,88 % - 95,51 %, kecuali perlakuan F yang memberikan persentase gabah isi terendah yaitu 90,77 %. Pemberian pupuk anorganik minimal setengah dosis anjuran yang dikombinasikan dengan pupuk hayati TGH minimal 2 lt/ha dan atau pupuk organik 2 ton/ha memberikan persentase gabah isi yang cukup baik. Ini berarti untuk mengurangi gabah hampa maka diperlukan unsur hara yang lebih lengkap, yang dapat dicapai dengan pemberian kombinasi antara ketiga pupuk tersebut. Selain itu, hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan dengan aplikasi bahan organik cenderung meningkatkan perolehan rata-rata persentase gabah isi dibanding perlakuan tanpa aplikasi bahan organik. Pemberian bokasi cenderung meningkatkan daya dukung/ lingkungan tanah terhadap tanaman sehingga proses pertumbuhan dan perkembangan berjalan lebih baik termasuk eksplorasi hara. Menipisnya kandungan hara dalam tanah menyebabkan menurunnya kemampuan tanaman untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan organ vegetatif, sehingga distribusi hara dan fotosintat cenderung diarahkan untuk organ generatif. Menurunnya kemampuan menyebabkan banyaknya organ vegetatif yang mati, sehingga menghambat proses translokasi hara ke daun, menurunkan fotosintat dan menurunkan kemampuan tanaman membentuk gabah bernas. 4. Bobot 1000 Butir Gabah isi Hasil analisis terhadap bobot 1000 butir gabah isi menunjukan tidak terjadi pengaruh yang nyata dari pemberian pupuk hayati, pupuk organik, dan pupuk anorganik. Semua perlakuan membrikan pengaruh yang sama, yaitu bobot 1000 butir gabah isi rata-rata 26,14 gram. Ini masih dibawah bobot 1000 butir pada deskripsi yaitu 27 gram. Ini menunjukan bahwa bahwa pemberian pupuk yang diberikan belum mencukupi untuk mengisi kebernasan gabah, sehingga bobot 1000 butir gabahnya masih di bawah standar pada deskripsi. Hal lain yang bisa juga terjadi adalah karena akibat serangan hama dan penyakit yang intensif, sehingga tidak meningkatkan kebernasan butir-butir gabah. Hasil Gabah (t/ha) Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian kombinasi pupuk hayati, pupuk organik, dan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap hasil gabah tanaman padi varietas Inpari 1 (Tabel 7). Hasil uji lanjut menunjukkan hasil tertinggi gabah kering giling (GKG) dicapai oleh perlakuan J (Pemberian 6 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl) atau pemberian pupuk hayati TGH 6 lt/ha ditambah setengah dosis anjuran pupuk anorganik, dengan hasil 5,11 ton/ha. Hasil ini secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan A, C, B, H, F, K. Hasil terendah dicapai oleh perlakuan G, yaitu 2,85 ton/ha, dihasilkan oleh pemberian 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha
16
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
SP36 + 25 kg/ha KCl atau pemberian 4 lt/ha TGH ditambah 2 ton/ha PO dan seperempat dosis anjuran pupuk anorganik. Urutan perolehan hasil dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah dari perlakuan pemberian pupuk hayati, pupuk organik, dan pupuk anorganik dapat dilihat pada Tabel 7. Dari hasil ini terlihat bahwa secara keseluruhan hasil yang dicapai dari pemberian berbagai takaran Pupuk Hayati, Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik, masih jauh dari hasil yang ada pada deskripsi tanaman padi varietas Inpari 1 yaitu 7 ton/ha, apalagi dibandingkan dengan potensi hasil yang bisa mencapai 10 ton/ha. Ini terjadi disebabkan oleh serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman percobaan ini. Jadi serangan hama dan penyakit pada masa percobaan ini cukup intensif. Pengendalian dengan penggunaan insektisida serta fungisida hanya mampu untuk mencegah tanaman percobaan ini dari kerusakan yang lebih parah. Pengendalian tidak mampu untuk menjaga tanaman tumbuh dan menghasilkan hasil yang optimal, karena intensifnya serangan hama dan penyakit pada masa percobaan. Secara umum dari data hasil penelitian ini bisa dilihat bahwa untuk menghasilkan hasil yang optimum diperlukan pemberian kombinasi antara pupuk anorganik dan pupuk hayati, dan atau kombinasi pupuk anorganik dengan pupuk organik. Pemberian pupuk hayati TGH sesuai anjuran (6 ton/ha) mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik sebesar setengah dari dosis anjuran, dengan hasil gabah secara kuantitas lebih tinggi daripada penggunaan pupuk anorganik saja (sesuai anjuran). Ini berarti mikro organisme yang ada pada pupuk hayati TGH mampu memecahkan atau menyediakan unsur hara potensial yang ada di dalam tanah, yang sebelumnya tidak tersedia bagi tanaman. Di samping itu, penggunaan pupuk hayati TGH mampu mengefisiensikan pemberian pupuk anorganik yang ada, sehingga walaupun diberikan dosis setengah dari anjuran, tetapi mampu menghasilkan hasil yang cukup tinggi. Tabel 7. Urutan hasil dari tertinggi sampai terndah pengaruh respon berbagai takaran Pupuk Hayati, Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik terhadap hasil gabah tanaman padi varietas Inpari 1. Perlakuan Hasil GKG Hasil GKG (kg/plot) (ton/ha) J = 6 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl A= 300 kg/ha Urea+ 50 kg/ha SP36 + 100 kg/ha KCl C = 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl B= 2 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl H = 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl F = 4 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl K = 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl D = 2lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl I = 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl
10.22a 9.77ab
5.11 4.89
8.77ab
4.39
8.58ab
4.29
8.47ab
4.24
8.24ab
4.12
8.16ab
4.08
7.65bc
3.83
7.64bc
3.82
17
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
E + 2 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl 7.32bc 3.66 G = 4 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl 5.70c 2.85 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Secara statistik pemberian 2 lt/ha TGH ditambah pupuk anorganik setengah dosis anjuran (Perlakuan B) memberikan pengaruh yang sama dengan pemberian pupuk anorganik sebesar satu dosis anjuran atau pemberian 6 lt/ha TGH + ½ Dosis anjuran pupuk anorganik terhadap hasil gabah tanaman padi varietas Inpari 1. Jadi di sini dengan pemberian pupuk hayati dan atau pemberian pupuk organik, maka tanaman padi dapat mengefisienkan serta mengefektivitaskan penyerepan unsur hara, sehingga penggunaan pupuk anorganik bisa dikurangi sampai 50 % dari penggunaan sebelumnya atau penggunaan sesuai anjuran.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemberian berbagai takaran pupuk hayati, pupuk organik, dan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, komponen hasil dan hasil tanaman padi varietas Inpari 1. 2. Hasil tinggi tanaman tertinggi sebesar 97,03 cm pada usia 70 hst dicapai oleh perlakuan K (6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl ), yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan A, B, C, E, F, dan H serta J. Tingi tanaman terendah sebesar 90,30 cm dicapai oleh perlakuan I, yaitu pemberian 6 lt/ha TGH + 2 ton/ha PO + 75 kg/ha Urea+ 12,5 kg/ha SP36 + 25 kg/ha KCl. 3. Hasil gabah tertinggi tanaman padi varietas Inpari 1 dicapai sebesar 5,11 ton/ha dicapai oleh perlakuan J (pemberian 6 lt/ha TGH + 150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl) 4. Secara umum aplikasi pupuk hayati cenderung meningkatkan komponen pertumbuhan, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, dan hasil GKG, namun tidak berpengaruh terhadap bobot 1000 butir. 5. Penggunaan pupuk hayati dan atau pupuk organik dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik sebesar 50 % dari dosis yang dianjurkan. Saran – Saran 1. Untuk menghasilkan tanaman padi yang optimum sebaiknya para petani di samping menggunakan pupuk anorganik juga menggunakan pupuk hayati atau pupuk organik. 2. Dosis yang dianjurkan adalah pemberian 6 lt/ha pupuk hayati TGH ditambah setengah dosis anjuran pupuk anaorganik (150 kg/ha Urea+ 25 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl ).
18
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, B. 2003. Status Perkembangan Pemuliaan Padi Type Baru. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. 11 p. Abe, J.P. Song Muang and j. Harada. 1995. Root Growth of padd Rice With Application of Organic Material as Fertilizer in Thailand. Jarq 29 (2) P:77 – 82. Agro Lestari. 2010. Petunjuk Praktis Aplikasi Tiens Golden Harvest. Agro Creativa Publishing, Jakarta. Aksi Agraris Kanisius. 2000. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius. Yogyakarta. Anas, I. 2009. Penggunaan Pupuk Hayati Pilihan yang Bijak. Departemen Ilmu tanah, IPB, Bogor. Bappeda Karawang. 2005. Penyusunan Peta Jenis/Macam Tanah. Bappeda, Karawang. Dwijoseputro. 1984. Pengantar Fisioligi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta. Gani, A. 2001. Water Saving Rice Production System in Proceding of An International Work Shop on Water Saving Rice Produktion System. Nanjing Univercity, China. April 2-4 2001 P: 47–67. Gomez, K. A., and Gomez A. A. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Terjemahan Endang Sjamsuddin dan Justika S. Baharsjah. Edisi kedua. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 87 – 99. Jutono. 1992. The application of Rhizobium-inoculant of soybean in Indonesia. Agricultural science 3: 215-222. Khudori. 2008. Ironi Negeri Beras. Insist Press, Jakarta. Manurung, S.O. dan M. Ismunadji. 1989. Morfologi Padi. Dalam Padi Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman, Bogor. Hal. 319. Mezuan, Iin P. Handayani, Entang Inoriah. 2001. Penerapan Formulasi Pupuk Hayati Untuk Budidaya Padi Gogo. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Vol.4 no.1. p 28-30. Musnamar, E.I. 2004. Pupuk Organik Cair dan Pada, Pembuatan dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta. National Academy of Sciences. 1979. Microbial Processes: Promising technologies for developing countries. National Academy of Sciences, Washington DC Purwani, J. Prihatini, T dan J. Sri diningsih. 1993. Pengelolaan Kesuburan Tanah dengan Pemamfaatan Bahan Bokashi Organik dan Mikroorganisme Effektif (EM-4). Dalam: Prosedding seminar: Penggunaan Penggunaan Effektif Mikroorganisme 4. Direktorat Bina Produksi Holtikultura Jakarta. Hal: 3-6. Rasmerkam, A., Nasih Widia Suwono. 2002. Roechmana dan A. Hidayat. 1995. Ketersediaan Relatif P pada Perlakuan P yang Berbeda pada Tanah Sawah. Risalah Seminar Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. Saraswati. 1999. Teknologi pupuk mikroba multiguna menunjang keberlanjutan sistem produksi kedelai. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 4(1) ; 1-9. Syarifuddin, A.K. 1990. Penggunaan Pupuk Organik dalam Produksi Pertanian. Risalah Seminar Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. Suprihatno, B. Aan A. Daradjat, Satoto, Baehaki S.E., Nyoman Widiarta, Agus Setyono, A. Dewi Indrasari, Ooy S. Lesmana. Hasil Sembiring. 2007. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang. Suparyono, B. dan Agus Setyono. 1997. Padi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius: Yogyakarta Santosae dan Baehaki, S.E. 2004. Optimalisasi Pemanfaatan Musuh Alami Dalam Pengendalian Hama Terpadu pada Budidaya Padi Intensif untuk Sistem Pertanian
19
Solusi, Vol. 9 No. 19, Juni - Agustus 2011
Berkelanjutan. Makalah Seminar IPTEK Padi, Pekan Padi II. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi – Subang. Syarifuddin, A.K. 1990. Penggunaan Pupuk Organik dalam Produksi Pertanian. Risalah Seminar Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. Taslim, H. Sutjipto Partohardjono dan Subandi. 1992. Pemupukan Padi Sawah dalam Padi. Buku 2. Badan Litbang Pertanian Puslitbangtan. P: 445-477. Tata. 2000. Menggugat Revolusi Hijau. Generasi Pertama. Yayasan Tirta Karangsari. Pesticide Action Network (PAN – INDONESIA) dan Yayasan Kehati.
20