Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 11 No. 1, April 2014: 1-9 ISSN: 1829-6327 Terakreditasi No.: 482/AU2/P2MI-LIPI/08/2012
PERSAMAAN ALLOMETRIK JABON (Neolamarckia cadamba Miq) UNTUK PENDUGAAN BIOMASSA DI ATAS TANAH PADA HUTAN RAKYAT KECAMATAN PAKENJENG KABUPATEN GARUT Allometric Equation of Jabon for Estimating Above-ground Biomass in Private Forests, Pakenjeng Sub-District, Garut Regency Mohamad Siarudin dan/and Yonky Indrajaya Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jl. Raya Ciamis-Banjar km 4, Ciamis 46201 Telp. 0265-771352, Faks. 0265-775866 Email:
[email protected] Naskah masuk : 6 Maret 2013; Naskah diterima : 20 Februari 2014
ABSTRACT This research aims to formulate allometric equation of jabon (Neolamarckia cadamba Miq) for estimating above ground biomass in private forests. Samples were totally 23 trees of various stem diameters ranging from 10.5 cm to 30.2 cm. Above ground biomass based on tree fraction (main stem, branches, leaves) of each of those selected trees were measured by means of destructive method. The data were analyzed with linier regression then transformed into logarithm form. The independent variable was dbh (diameter at breast height, cm) while the dependent variable was tree biomass (kg). The result showed that the diameter at breast height can be used as a single variable to formulate allometric model estimating the biomass of jabon. The allometric equations for estimating above ground biomass of main stem, branch, leaf, and total was Y = 0.010 (D) 2.999 , Y = 0.001 (D) 3.082, Y = 0.011 (D) 2.135, and Y = 0.014 (D) 2.958 respectively. Keywords: Allomatric, biomass, jabon ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk membuat persamaan allometrik jenis jabon (Neolamarckia cadamba Miq) untuk mengestimasi biomassadi atas tanah pada tegakan jabon. Sampel 23 pohon jabon dengan kisaran diameter 10,5– 30,2 cm diambil dari hutan rakyat. Masing-masing pohon sampel diukur guna menentukan biomassa di atas tanah berdasarkan fraksi pohon (batang, cabang, daun). Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan regresi linier yang ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma. Variabel bebas adalah dbh (diameter at breast height, cm) dan variable tidak bebas adalah biomassa pohon (kg). Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter setinggi dada dapat digunakan sebagai variabel tunggal dalam penyusunan model pendugaan biomassa jabon. Persamaan alometrik pendugaan biomassa di atas tanah untuk jenis jabon bagian batang, cabang, ranting, daun dan total adalah beruturutturut Y = 0,010 (D)2,999 , Y = 0,001 (D) 3,082, Y = 0,011 (D) 2,135, dan Y = 0,014 (D) 2,958. Kata kunci: Allometrik, biomassa, jabon
I. PENDAHULUAN
Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer telah dipercepat oleh kegiatan manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi (IPCC, 2007). Salah satu cara untuk mengurangi konsentrasi GRK khususnya CO2 di atmosfer adalah dengan menyerap dan menyimpannya di dalam biomassa tumbuhan. Para pihak di dunia telah bersepakat bahwa kegiatan aforestasi dan reforestasi merupakan
kegiatan mitigasi perubahan iklim dalam kerangka Protokok Kyoto. Meskipun Protokol Kyoto berakhir pada tahun 2012, kegiatan aforestasi dan reforestasi tetap diakui sebagai mekanisme yang dapat menurunkan emisi karbon dalam kerangka REDD+. Hutan rakyat, terutama di Pulau Jawa, merupakan salah satu bentuk pemanfaatan lahan yang memiliki potensi serapan karbon cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis citra lansat, luas hutan rakyat indikatif di Pulau Jawa dan
1
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.11 No.1, April 2014, 1 - 9
Madura pada periode 2003–2008 mencapai total 2,6 juta ha dengan potensi pohon 28,9 m3/ha. Potensi luas areal hutan rakyat tersebut diperkirakan dapat menyimpan cadangan karbon di atas tanah sebesar 40,7 juta ton (BPKH Wilayah XI Jawa-Madura, 2009). Salah satu jenis cepat tumbuh yang banyak dibudidayakan di hutan rakyat saat ini adalah jenis jabon (Neolamarckia cadamba Miq). Tegakan jabon banyak diusahakan di lahan milik petani karena sifatnya yang cepat tumbuh, mudah beradaptasi pada berbagai tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur relatif mudah. Kayu jabon termasuk kayu lunak (ringan) dengan beberapa manfaat antara lain: bahan baku kayu lapis, konstruksi ringan, lantai, pulp dan kertas, langitlangit, kotak, peti, mainan, ukiran, korek api, sumpit dan pensil (Krisnawati et al., 2011). Tegakan jabon memiliki potensi untuk menyerap CO2 di udara dan disimpan di dalam biomassa. Oleh karena itu, allometrik penduga biomassa jabon diperlukan guna membantu kegiatan perencanaan pengelolaan hutan rakyat jabon yang mendukung jasa lingkungan penyerapan karbon. Penelitian bertujuan untuk membuat persamaan allometrik jabon guna mengestimasi biomassa di atas tanah pada tegakan jabon di hutan rakyat, khususnya di Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pengguna untuk mengembangkan pemanfaatan hutan tanaman jabon dalam kerangka jasa lingkungan perdagangan karbon. II. METODOLOGI
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Talagawangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, selama enam bulan mulai bulan April sampai dengan September 2012. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan data bahwa masyarakat Kecamatan Pakenjeng telah membudidayakan jabon cukup lama (sejak tahun 1990-an) dan dinilai cukup berhasil mengembangkannya bersama dengan kapulaga. Kecamatan Pakenjeng terletak di sebelah selatan wilayah Kabupaten Garut dengan ketinggian tempat 400–900 m dpl dan suhu udara antara 30–40 oC, dan jenis tanah umumnya Podsolik. Luas wilayah Kecamatan Pakenjeng adalah 19.659 Ha meliputi tanah hutan seluas 8.885 Ha,
2
sawah 1.526 Ha, perkebunan, 3.405 Ha, tanah darat 5.726 Ha, fasum 14 Ha, dan lainnya seluas 103 Ha (BPS Kabupaten Garut, 2012). B. Pengumpulan danAnalisis Data Pohon jabon yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari beberapa lokasi yang terletak pada ketinggian + 600 mdpl. Pohon sampel dipilih berjumlah 23 pohon dengan mempertimbangkan variasi diameter pohon, yaitu berkisar antara 10,5 cm sampai dengan 31,2 cm. Pada pohon sampel dilakukan peng-ukuran diameter setinggi dada (dbh) dan tinggi pohon, kemudian ditebang dan dipisahkan berdasarkan fraksinya (batang utama, cabang, ranting+daun). Masingmasing fraksi pohon tersebut kemudian ditimbang sebagai berat basah total (BBT). Setiap fraksi pohon tersebut diambil sampel + 200 gram untuk ditimbang berat basah spesimen (BBS), kemudian dikeringtanurkan untuk mendapatkan berat kering tanur spesimen (BKS). Biomassa per fraksi pohon adalah berat kering tanur total fraksi (BKT) yang dihitung dengan menggunakan persamaan-1. ........................ (1) Dimana: BKT = Berat kering tanur total per fraksi pohon (Total oven dry weight per tree fraction) (kg) BBT = Berat basah total per fraksi pohon (Total fresh weight per tree fraction) (kg) BBS = Berat basah spesimen (Fresh weight of speciment) (gr) BKS = Berat kering tanur spesimen (Oven dry weight of specimen) (gr)
Penyusunan persamaan allometrik untuk pendugaan biomassa dilakukan dengan menggunakan persamaan fungsi power (power functions) (West, 2009).Variabel bebas yang digunakan adalah diameter setinggi dada (dbh) dan tinggi pohon. Penggunaan variabel bebas dbh dan tinggi pohon secara bersamaan dilakukan dengan mengikuti rumus volume pohon, seperti pada persamaan-2 (Jones, 1979). Sementara persamaan yang hanya menggunakan variabel bebas dbh mengikuti persamaan-3, tanpa dilinearkan terlebih dahulu (Chaveet al., 2005; Niklas, 1994; Huxley, 1993). Sementara itu perhitungan nilai koefisien determinasi (R2) pada persamaan nonlinier dalam penyusunan allometrik ini menggunakan nilai Jumlah Kuadrat Total (Total Sum of Square) yang tidak terkoreksi.
Persamaan Allometrik Jabon (Neolamarckia cadamba Miq) untuk Pendugaan Biomassa di Atas Tanah pada Hutan Rakyat Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut Mohamad Siarudin dan Yonky Indrajaya
Tabel (Table) 1. Jumlah sampel pohon menurut kelas diameter (Number of tree samples based on diameter class)
Kelas diameter (Diameter class) 10 – 15 16 – 20 21 – 25 26 – 30 31 – 35
..................................... (2) ........................................ (3) Dimana : Y = Biomassa di atas tanah (above gorund biomass) (ton/pohon) D = Diameter setinggi dada (Diameter at breast height) (cm) H = Tinggi pohon (Tree height) (m) a = Koefisien (Coefficient) b = Eksponen (Exponent)
Variabel bebas yang digunakan dalam persamaan alometrik ditentukan dengan uji multikolinearitas (multy-collinearity test), yaitu analisis untuk mengetahui apakah ada korelasi antar variabel bebas yang menyebabkan error. Uji ini diperlukan untuk menentukan variabel mana saja yang dilibatkan dalam model persamaan. Dalam penelitian ini, uji kolinearitas dilakukan dengan dua tahap yaitu menganalisis hubungan antar variabel bebas tersebut, kemudian diuji lebih lanjut dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) untuk menentukan variabel mana yang dapat dikeluarkan (exclude). Jika terdapat hubungan yang erat antar variabel bebas, maka patut diduga terjadi multikolinearitas. Sementara variabel bebas yang memiliki nilai VIF > 5 menunjukkan bahwa variabel tersebut akan menyebabkan terjadinya multikolinearitas jika dilibatkan dalam persamaan (Kutner et al., 2004). Untuk menguji validasi model persamaan allometrik yang tersusun, dilakukan perhitungan Simpangan Agregat (SA) dan Simpangan Ratarata (SR). Nilai SA adalah selisih antara biomassa berdasarkan hasil pendugaan allometrik dengan biomassa aktual, dibagi dengan biomassa hasil pendugaan allometrik. Simpangan rata-rata adalah rata-rata dari jumlah nilai mutlak selisih antara biomassa dugaan allometrik dengan biomassa aktual, proporsional terhadap jumlah biomassa dugaan allometrik. Nilai SA dan SR di-
Jumlah sampel (Number of sample) 11 8 1 2 1
hitung berdasarkan persamaan (4) dan (5), menurut Spurr (1952). Menurut Spurr (1952), nilai SA yang baik adalah pada kisaran -1 sampai dengan 1, dan nilai SR yang baik adalah di bawah 10 %. ...................... (4)
................ (5)
Dimana : SA = Simpangan agregat (Aggregative deviation) SR = Simpangan rata-rata (Mean deviation) (%) Ypi = Biomassa dugaan/perhitungan alometrik (Predicted biomass) (ton) Yai = Biomassa aktual (Actual biomass) (ton) n = Jumlah sampel pohon yang diamati (Number of observed samples)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Penentuan variabel bebas Analisis korelasi antara variabel bebas dbh dan tinggi pohon serta variabel tidak bebas diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat multikoleniaritas pada variabel bebas yang digunakan dalam persamaan. Tabel 2 menunjukkan bahwa variabel dbh dengan tinggi pohon memiliki hubungan yang erat. Nilai koefisien korelasi cukup tinggi yaitu 0,916, menunjukkan bahwa meningkatnya besar dbh dada pada jabon akan diikuti dengan meningkatnya tinggi total pohon (secara grafis ditunjukan pada Gambar 1).
3
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.11 No.1, April 2014, 1 - 9
Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kedua variabel bebas (dbh dan tinggi pohon) terhadap nilai biomassa di atas tanah per fraksi pohon maupun total pada jenis jabon. Hasil analisis menunjukkan bahwa baik dbh maupun tinggi batang memiliki hubungan yang cukup erat dengan tingkat kepercayaan 99%. Namun demikian secara keseluruhan, nilai koefisien korelasi pada variabel bebas dbh terhadap biomassa jenis jabon lebih tinggi dibanding variabel bebas tinggi. Hubungan yang erat antara variabel bebas dbh dan tinggi total pohon merupakan indikasi adanya multicollinearity. Untuk memastikan, uji tahap berikutnya adalah uji collinearity dengan parameter nilai VIF. Tabel 3 menunjukkan bahwa
nilai VIF pada variabel tinggi pohon adalah 6,248 sementara pada variabel dbh hanya 1,000. Nilai VIF pada variabel tinggi total yang > 5 menunjukkan bahwa pendugaan biomassa dengan melibatkan variabel ini akan terjadi multicollinearity. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai-p pada variabel dbh adalah 0,000 (α <0,01), sementara pada variabel tinggi total bervariasi dengan nilai melebihi α=0,05 (kecuali pada biomassa batang). Hal ini berarti bahwa variabel dbh berpengaruh sangat nyata pada taraf kepercayaan 99 % pada persamaan pendugaan biomassa. Sebaliknya pada variabel tinggi total pohon, nilai-p yang melebihi α=0,05 menunjukkan variabel ini tidak berpengaruh nyata, jika dilibatkan dalam model pendugaan biomassa jabon, bahkan pada taraf kepercayaan minimal 95 %.
Tabel (Table) 2. Analisis hubungan antara diameter setinggi dada (dbh) dan tinggi pohon terhadap biomassa di atas tanah untuk jenis jabon (Correlation analysis between diameter at breast height (dbh) and tree height toward above ground biomass of jabon species) Biomassa cabang (Branch biomass)
Biomassa ranting+daun (Leaf biomass)
Biomassa total Total biomass)
D
H
Biomassa batang (Stem biomass)
D
1
0,916**
0,937**
0,944**
0,885**
0,945**
H
0,916**
1
0,918**
0,888**
0,740**
0,917**
Keterangan (Remarks): **= Korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan 99% (Correlation is significant at 99% trust level); * = Korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan 95% (Correlation is significant at 95% trust level); D = Diameter setinggi dada (Diameter at breast height) (cm); H = Tinggi pohon (Tree height) (m)
Gambar (Figure) 1. Hubungan antara diameter setinggi dada (dbh) dengan tinggi pohon pada jabon (Correlation between diameter at breast height (dbh) and total tree height on jabon species)
4
Persamaan Allometrik Jabon (Neolamarckia cadamba Miq) untuk Pendugaan Biomassa di Atas Tanah pada Hutan Rakyat Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut Mohamad Siarudin dan Yonky Indrajaya
Tabel (Table) 3. Uji collinearity pada variabel bebas diameter setinggi dada (dbh) dan tinggi pohon jabon (Collinearity test on independent variable of diameter at breast height and tree height of jabon species) Variabel tidak bebas (Dependent variable) Biomassa total (Total biomass) Biomassa batang (Stem biomass) Biomassa cabang (Branch biomass) Biomassa ranting+daun (Leaf biomass)
Variabel bebas (Independent variable)
VIF
Nilai-p (P-value)
Keterangan (Remark)
Dbh Tinggi total Dbh Tinggi total Dbh Tinggi total Dbh Tinggi total
1,000 6,248 1,000 6,248 1,000 6,248 1,000 6,248
0,000** 0,075 0,000** 0,049 0,000** 0,444 0,000** 0,075
Enter Excluded Enter Excluded Enter Excluded Enter Excluded
Keterangan (Remarks): **= Korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan 99% (Correlation is significant at 99% trust level); * = Korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan 95% (Correlation is significant at 95% trust level)
Berdasarkan hasil uji multicollinearity di atas, dapat ditentukan bahwa variabel dbh dapat dijadikan sebagai variabel bebas dalam penyusunan model persamaan pendugaan biomassa jabon tanpa melibatkan variabel tinggi total pohon. Penggunaan variabel dbh dan tinggi total bersamaan akan menyebabkan terjadinya multicollinearity, dimana pada kedua variabel bebas tersebut sudah terjadi hubungan yang erat. 2. Penyusunan persamaan allometrik Tabel 4 memperlihatkan hasil persamaan allometrik dengan menggunakan fungsi power untuk pendugaan biomassa per fraksi (batang, cabang, ranting dan daun) serta total per pohon. Hasil perhitungan persamaan allometrik tersebut menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) cukup tinggi yaitu di atas 90% kecuali pada bagian ranting+daun. Nilai koefisien determinasi yang lebih dari 0,9 menunjukkan bahwa lebih dari 90 % kandungan biomassa pohon jabon dapat dijelaskan dengan persamaan ini dengan variabel bebas dbh, sementara sisanya dipengarui oleh faktor-faktor lainnya. Sementara nilai-p yang kurang dari nilai α=0,01 menunjukkan bahwa persamaan ini dapat digunakan untuk menduga kandungan biomassa jabon dengan tingkat kepercayaan 99 %. Uji validasi model dengan menggunakan nilai SA menunjukkan nilai SA pada persamaan allometrik batang, cabang, ranting dan daun serta total adalah masing-masing -0,03, -0,01, -0,05 dan -0,01. Sementara nilai SR pada persamaan allometrik batang, cabang, ranting dan daun serta
total masing-masing adalah 14,41%, 17,83%, 20,76% dan 11,51%. Gambar 2 memperlihatkan kurva pendugaan biomassa di atas tanah pada jenis jabon. Kurva pendugaan biomassa adalah model kurva power dimana persamaanya adalah persamaan allometrik sebagaimana pada Tabel 4. Nilai koefisien korelasi yang positif tergambar pada grafik dimana peningkatan dbh menunjukkan peningkatan kandungan biomassa. Nilai eksponen (pangkat) pada persamaan yang >1 ditunjukkan dengan bentuk kurva yang melengkung ke atas, yang berarti bahwa semakin tinggi dbh semakin tinggi percepatan peningkatan biomassanya. B. Pembahasan Hasil uji multikolinearitas menunjukkan bahwa variabel dbh dapat digunakan sebagai variabel untuk menyusul model persamaan pendugaan biomsa pohon jabon (Tabel 3). Hubungan yang erat antara variabel tinggi dan dbh pohon jabon (Tabel 2) menjadi salah satu indikasi adanya multikolinearitas, jika kedua variabel tersebut digunakan bersama dalam model persamaan. Dari sisi teknis, hasil uji ini akan memudahkan pengukuran di lapangan dalam pendugaan kandungan biomassa tanaman jabon, yaitu hanya dengan mengukur dbh. Selain itu, pada tanaman keras pada umumnya peningkatan diameter batang akan diikuti dengan peningkatan tinggi total pohon sehingga persamaan allometrik untuk menduga biomassa hanya dengan menggunakan variabel dbh. Hal ini sesuai dengan West (2009);
5
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.11 No.1, April 2014, 1 - 9
Tabel (Table) 4. Persamaan alometrik biomassa di atas tanah jenis jabon (Allometric equation for estimating above ground biomass of jabon)
Biomassa di atas tanah (Above ground biomass) Biomassa batang (Stem biomass) Biomassa cabang (Branch biomass) Biomassa ranting+daun (Leaf biomass) Biomassa total (Total biomass)
Persamaan allometrik (Allometric equation)
R
R2
Nilai –p (P-value)
SA
SR
Y = 0,010 (D) 2,999
0,981
0,961
0,000**
-0,03
14,41%
Y = 0,001 (D) 3,082
0,962
0,926
0,000**
-0,01
17,83%
Y = 0,011 (D) 2,135
0,902
0,814
0,000**
-0,05
20,76%
Y = 0,014 (D) 2,958
0,987
0,974
0,000**
-0,01
11,51%
Keterangan (Remarks):Y = biomassa di atas tanah (Above ground biomass) (ton/pohon);D = Diameter setinggi dada (Diameter at 2 breast height) (cm); R = Koefisien korelasi (Correlation coefficient); R = Koefisien determinasi (Determination coefficient);** = Signifikan pada taraf kepercayaan 99% (Significant at 99% trust level); SA = Simpangan Agregat (AggregativeDeviation); SR = Simpangan Rata-rata (Mean Deviation)
50,00
400,00
40,00 300,00
30,00 200,00 20,00
100,00 10,00
0,00
0,00 10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
10,00
15,00
20,00
dbh
25,00
30,00
35,00
30,00
35,00
dbh
biomassa batang (a)
biomassa cabang (b) 500,00
20,00
400,00 15,00
300,00 10,00 200,00
5,00 100,00
00
0,00 10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
10,00
15,00
20,00
25,00
dbh
dbh
biomassa ranting+daun (c)
biomassa total (d)
Gambar (Figure) 2. Kurva pendugaan kandungan biomassa di atas tanah bagian batang (a) bagian cabang (b) bagian daun+ranting (c) dan total (d) pada jenis jabon (Estimation curve for estimating above ground biomass for main stem (a) branch (b) leaf (c) and total (d) on jabon species)
6
Persamaan Allometrik Jabon (Neolamarckia cadamba Miq) untuk Pendugaan Biomassa di Atas Tanah pada Hutan Rakyat Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut Mohamad Siarudin dan Yonky Indrajaya
Basuki et al. (2009); Chave et al. (2005) bahwa persamaan allometrik pendugaan biomassa di atas tanah pada umumnya menggunakan fungsi power hanya dengan variabel dbh. Brown (2002) juga menyatakan bahwa penggunaan variabel dbh sebagai variabel tunggal cukup mewakili 95 % keragaman potensi biomassa pada tegakan hutan di wilayah tropis. Persamaan allometrik pendugaan biomassa jabon yang tersusun (Tabel 4) menunjukkan nilai 2 koefisien determinasi (R ) yang cukup tinggi yaitu di atas 0,9. Sebagaimana diketahui, bahwa persamaan pendugaan dapat digunakan dengan baik, jika memiliki nilai keofisien determinasi lebih dari 0,5 atau nilai koefisien korelasi lebih dari 0,707 (Niklas, 1994). Berdasarkan kriteria nilai koefisien determinasi tertinggi, dapat dilihat bahwa dari keseluruhan persamaan allometrik yang tersusun, biomassa total merupakan persamaan terbaik, disusul persamaan allometrik bagian batang, cabang dan ranting+daun. Relatif rendahnya nilai korelasi dan determinasi pada persamaan allometrik bagian ranting+daun diduga karena pada bagian ranting dan daun ini memiliki variasi yang cukup tinggi pada kelas diameter yang sama. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi tajuk dapat sangat lebat atau dapat juga sebaliknya karena beberapa sebab seperti serangan hama ulat pemakan daun, atau rontoknya ranting secara alami karena iklim dan variasi jarak tanam. Hasil uji validasi menunjukkan bahwa nilai Simpangan Agregat (SA) pada semua persamaan alometrik masih dalam kisaran nilai antara -1 sampai dengan 1. Nilai SA pada kisaran tersebut menunjukkan bahwa persamaan allometrik yang terbangun memenuhi kriteria nilai SA menurut Spurr (1952). Sementara berdasarkan nilai Simpangan Relatif (SR), didapatkan seluruh persamaan allometrik memiliki nilai SR dibawah di atas kriteria yang dipersyaratkan oleh Spurr (1952), yaitu maksimal 10 %. Nilai SR berdasarkan urutan terkecil adalah allometrik total, disusul allometrik batang, cabang dan ranting dan daun. Besarnya nilai SR pada alometrik daun dan cabang (masing-masing 20,76% dan 17,83%) diduga karena bagian pohon daun dan cabang tersebut memiliki variasi yang relatif tinggi pada kisaran dbh yang sama sehingga dugaan biomasa yang dihasilkan memiliki simpangan relatif tinggi juga. Berdasarkan nilai SA yang memenuhi standar Spurr (1952), maka persamaan allometrik yang dibangun dari penelitian ini dapat digunakan
untuk menduga biomassa di atas tanah pohon jabon. Namun demikian, mengingat persamaan SR yang lebih tinggi dari kriteria Spurr (1952), maka penggunaan persamaan ini akan menghasilkan bias pada pengamatan tertentu. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Marlia et al. (1999) pada validasi penyusunan table volume tumbuhan bakau (Rhizophora apiculata) di Provinsi Riau, yang menghasilkan nilai SR 17,18%. Menurut Marlia et al. (1999), persamaan tersebut dapat digunakan meskipun validitasnya masih rendah dan menghasilkan bias pada pengamatan tertentu. Nilai skala eksponen dari persamaan allometrik yang terbentuk pada penelitian ini berkisar antara 2,958–3,082. Nilai tersebut sesuai dengan Zianis & Mencuccini (2003), bahwa skala eksponen persamaan allometrik untuk menduga biomassa di atas tanah jenis pohon berkisar antara 2–3. Jika diasumsikan peningkatan dbh berbanding lurus dengan peningkatan umur, maka dapat dikatakan juga bahwa kandungan biomassa jabon semakin cepat meningkat dengan meningkatnya umur pohon. Semakin tingginya peningkatan nilai biomassa pada batang dengan dbh yang semakin besar ini juga diduga berkaitan dengan nilai kerapatan (berat jenis) kayunya. Sebagaimana diketahui bahwa nilai biomassa juga ditentukan oleh kerapatan kayu, dimana semakin tinggi kerapatan kayu, semakin besar nilai biomassa dalam volume yang sama. Menurut Haygreen & Bowyer (1996); Zobel & Buijtenen (1989, bahwa variasi kerapatan dalam satu jenis pohon yang sama dapat terjadi antar variasi besaran batang pohon. Pohon dengan diameter besar dengan umur yang lebih tua memiliki kerapatan lebih tinggi dibanding pohon diameter kecil (berumur muda) dimana porsi kayu remaja (juvenile) lebih tinggi dengan karakteristik kerapatan kayu rendah. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Model persamaan penduga biomassa jabon di atas tanah cukup menggunakan variabel bebas diameter setinggi dada. 2. Persamaan allometrik pendugaan biomassa di atas tanah untuk jenis jabon bagian batang, cabang, ranting+daun dan total adalah berturutturut Y = 0,010 (D) 2,999 ; Y = 0,001 (D) 3,082; Y = 0,011 (D) 2,135; dan Y = 0,014 (D) 2,958.
7
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.11 No.1, April 2014, 1 - 9
B. Saran
IPCC. (2007). Climate change 2007: Impacts, adaptation, and vulnerability. In: Parry, M., Canziani, O., Palutikof, J., Linden, P.v.d., Hanson, C. (Eds.). Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Inter Governmental Panel on Climate Change. IPCC.
1. Penggunaan model allometrik ini hanya berlaku untuk daerah Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Namun demikian model ini dapat digunakan di tempat lainnya jika telah dilakukan validasi dengan menggunakan data setempat. 2. Model allometrik ini digunakan pada pohon jabon dengan dbh antara 10–30 cm.
Jones, G. (1979). Topics in applied geography vegetation productivity. New York: Longman London and New York.
DAFTAR PUSTAKA
Krisnawati, H., Kallio, M. & Kanninen, M. (2011). Anthocephalus cadamba Miq.: Ekologi, Silvikultur, Produktivitas. Bogor: CIFOR.
Basuki, T.M., van Laake, P.E., Skidmore, A.K., Hussin, Y.A. (2009). Allometric equations for estimating the above-ground biomass in tropical lowland Dipterocarp Forests. Forest Ecology and Management 257, P.1684-1694. BPKH Wilayah XI Jawa-Madura. (2009). Strategi pengembangan pengelolaan dan arah kebijakan hutan rakyat di Pulau Jawa. Kementerian Kehutanan. BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Garut. (2012). Kecamatan Pakenjeng dalam Angka 2012. Brown, S. (2002). Measuring carbon inforest: Current status and future challenges. Environmental Pollution 116, P.363-372. Chave, J., Andalo, C., Brown, S., Cairns, M.A., Chambers, J.Q., Eamus, D., et al. (2005). Tree allometry and improved estimation of carbon stocks and balance in tropical forests. Oecologia 145, 87-99. Haygreen, J.G., & Bowyer, J.L. (1996). Hasil hutan dan ilmu kayu. Terjemahan Sutjipto A.H. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Huxley, J.S. (1993). Problems of relative growth. With a new introduction by Rederick B. Churchill and Essay by Richard E. London: John Hopkins University Press.
8
Kutner, M.H., Nachtsheim, C.J., Neter, J. (2004). Applied linear regression models. 4th edition. McGraw-Hill Irwin. Marlia, R., Sutarahardja, S., & Prihanto, B. (1999). Studi penyusunan volume lokal jenis-jenis komersial ekspor di hutan mangrove HPH PT Bina Lestari, Propinsi Dati Riau. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2: 23-32. Niklas, K.J. (1994). Plant allometry. In: The scaling of form and process. Chicago and London: The University of Chicago Press. Ren, L.Y. (2007). Revised mean absolute percentage errors (MAPE) for independent normal time series. The Journal of American Academy of Business 10, (2). pp 65-70. Spurr, S.H., 1952. Forest inventory. New York: The Ronald Press Company, Inc. West, P.W. (2009). Tree and forest measurement (2nd edition). Springer. Dordrecht Heiderlberg London New York. Zianis, D., & Mencuccini, M. (2003). Aboveground biomass relationships for beech (Fagus moesiaca Cz.) trees in Vermio Mountain, Northern Greece and Generalised Equations for Fagus sp. Ann. For. Sci. 60, pp 439-448. Zobel, J.B., & Buijtenen, J.P.V. (1989). Wood variation. John Willey & Sons. pp 231-240.
Persamaan Allometrik Jabon (Neolamarckia cadamba Miq) untuk Pendugaan Biomassa di Atas Tanah pada Hutan Rakyat Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut Mohamad Siarudin dan Yonky Indrajaya
Lampiran (Appendix) 1. Tabel biomassa pohon jabon berdasarkan persamaan allometrik (Table of jabon biomass based on allometric equation)
Biomassa per fraksi pohon ( Biomass per tree fraction ) (Ton/ha) / (ton/tree)
Dbh (cm)
Batang (Trunk) 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
9,98 13,28 17,24 21,91 27,37 33,66 40,85 48,99 58,15 68,39 79,76 92,33 106,15 121,29 137,80 155,75 175,19 196,18 218,79 243,07 269,08
Cabang (Branch)
Ranting+daun (Leaf )
Total
1,21 1,62 2,12 2,71 3,41 4,21 5,14 6,20 7,39 8,73 10,23 11,89 13,72 15,73 17,94 20,34 22,96 25,79 28,85 32,14 35,69
1,50 1,84 2,22 2,63 3,08 3,57 4,09 4,66 5,27 5,91 6,59 7,32 8,08 8,89 9,73 10,62 11,54 12,51 13,52 14,58 15,67
12,71 16,85 21,79 27,62 34,39 42,17 51,04 61,07 72,31 84,86 98,76 114,09 130,92 149,32 169,35 191,09 214,59 239,94 267,19 296,42 327,68
9