ANALISIS PENGARUH JUMLAH DANA PIHAK KETIGA (DPK), NON PERFORMING FINANCING (NPF) DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP TOTAL PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN OLEH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) DI INDONESIA (Periode Januari 2007- Oktober 2012)
Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Oleh : Mufqi Firaldi NIM : 107084003501
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Pribadi 1. Nama Lengkap
: Mufqi Firaldi
2. Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 25 mei 1989
3. Alamat
: Jalan Lapangan Tenis Rt/Rw 04/05 No. 74A, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat
4. Jenis Kelamin
: Laki-laki
5. Agama
: Islam
6. Tinggi / Berat Badan
: 178/85
7. Telepon
: 087884300631
8. e-mail
:
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 1. (1994) TK Qoriah Thoyibah -Jakarta Barat 2.(2001) Lulus SDN 05 – Srengseng Jakarta Barat 3. (2004) Lulus SLTPN 207-meruya selatan Jakarta Barat 4. (2007) Lulus SMAN 112- meruya utara Jakarta Barat 5 (2007- saat ini) Mahasiswa Regular Universitas Islam Negeri Jakarta-Ciputat
i
ABSTRACT The purpose of this research is to analyze the influence of Third Party Fund (DPK), Non performing Financing (NPF), and Inflation to Total Financing in the Sharia Rural Banking in Indonesia (BPRS) in the short and long term. Data used was time series data periode of Januari 2007 – October 2012 from statistic Banking of Indonesia. It used Cointegration test to see any indicate of long-term relationship and Error Correction Model (ECM)to see any indicate of short-term relationship. The results of this research indicate that Third Party Fund has a short-term relationship, and Non Performing Financing has a long-term relationship, and Inflation doesn’t has any relationship in short and long-term to Total Financing in The Sharia Rural Banking in Indonesia Keyword : Third Party Fund, Non performing Financing, Inflation, Total Financing, Sharia Rural Banking
ii
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh dari Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Tingkat Inflasi Terhadap Total Pembiayaan yang diberikan Kepada Masyarakat oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Indonesia. Data yang digunakan adalah data bulanan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dalam statistik Perbankan Syariah periode januari 2007 – oktober 2012. Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi untuk melihat hubungan jangka panjang, dan menggunakan model koreksi kesalahan untuk melihat hubungan jangka pendek. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa Dana Pihak Ketiga mempuyai Pengaruh jangka pendek terhadap Total Pembiayaan, Non Performing Financing mempunyai pengaruh jangka pendek terhadap Total Pembiayaan, dan Inflasi tidak mempunyai pengaruh terhadap Total Pembiayaan yang diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah DI Indonesia. Kata Kunci : Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Dana Pihak Ketiga, Non Performing Financing, Inflasi, Model Koreksi Kesalahan
iii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat karunia-Nya, dan Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW beserta kepada para sahabat dan seluruh pengikut beliau yang insya Allah tetap istiqomah hingga akhir zaman kelak. Karena bimbingan Allah SWT serta Rasulnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Tingkat Inflasi terhadap Total Pembiayaan yang di berikan oleh BPR Syariah Di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012 “. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, sehingga masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan dengan keterbatasan penulis, baik dalam kemampuan maupun pengetahuan serta pengalaman yang penulis miliki. Dengan selesainya penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Adapun ungkapan terima kasih ini penulis tujukan kepada: 1. Kedua orang tua penulis, bapak Syaifudin dan ibu Syarofiah, sumber inspirasi, motivasi dan ambisi penulis dalam hidup. Terima kasih untuk doa yang tak pernah putus untuk ananda mu ini serta pengajaran dan penghargaan yang selalu diberikan olehmu. Semoga suatu saat, semua pengorbanan, keringat, darah, dan airmata mama dan papa dapat ririn balas jauh lebih besar, aminn ya rabb. 2. Kakek Nenek tercinta, H.Majidi bin Ajid, H,Maswan bin H.Tabrani, Hj.Marsiti binti H.Ismail, Hj.Zulailah binti H.Muhamad Noor yang telah tiada, terima kasih sudah mendoakan untuk kelancaran penulisan skripsi ini. 3. H.Surahmat bin Joharun, Ibu Erni Subartini binti H.Tubagus Ahmad Sobari, Drs. Hartoyo, terima kasih yang tidak henti-hentinya memberikan ilmu serta mendoakan untuk kelancaran penulisan skripsi ini. 4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan FEB Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) jakarta. 5. Bapak Dr. Lukman, M. Si, selaku Ketua Jurusan IESP, yang telah memberikan dukungan yang terbaik untuk IESP dan mahasiswanya. 6. Ibu Utami Baroroh, M.Si, sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan iv
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta. Terima kasih sudah membantu saya dalam berbagai hal. 7. Bapak Roikhan Mochamad Aziz, Dr.Ir.MA.MM, selaku Dosen Pembimbing I atas kesediaan waktu, tenaga dan pikirannya telah membimbing saya dengan sepenuh hati sampai selesai. 8. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaan waktu, tenaga dan pikirannya telah membimbing saya dengan sepenuh hati sampai selesai. 9. Seluruh dosen yang telah ikhlas mengajarkan ilmunya dan berbagi pengalaman, serta para staff akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 10. Adikku yang cantik Nurul Aini. Terima kasih udah menyemangati aku dalam penulisan skripsi dan mendoakan aku dalam penulisan skripsi. 11. Riyanti Nurul Janah terima kasih banyak telah membantu, menemani, mendukung, memotivasi dan mendoakan aku dalam penulisan skripsi ini. 12. Seluruh teman-teman IESP Angkatan 2007, khusus nya teman-teman IMES yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kalian semua terlalu manis untuk dilupakan. Terima kasih untuk segala bantuan, kerjasama, dan kenangan yang telah kalian berikan. 13. Seluruh teman-teman komunitas whiteblack terima kasih telah menjadi tempat berkumpul. Dan untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih yang terdalam untuk bantuan, dukungan dan doanya. Semoga keberkahan dan kesuksesan selalu menyertai kita semua, amin ya rabb. Akhirnya, semoga bantuan, doa dan semangat yang diberikan dapat menjadi amalan bagi semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan serta penyusunan skripsi ini. Jakarta, 16 Mei 2013
Mufqi Firaldi Penulis v
DAFTAR ISI
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………….. ..
i
ABSTRACT………………………………………………………………………. ...
ii
ABSTRAK……………………………………………………………………………
iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….....
iv
DAFTAR ISI...............................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………
x
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
A. B. C. D.
Latar Belakang ............................................................................................... Rumusan Masalah ......................................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................................... Manfaat Penelitian………………………………………………………… .
1 9 9 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
11
A. Landasan Teori .............................................................................................. 1. Pengertian Bank Syariah ............................................................................ a. Tujuan Bank Syariah………………………………………………….. 2. Risiko Perbankan………………………………………………………… 3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ............................................................. a. Tujuan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah………………………… .... 4. Pembiayaan ................................................................................................ a. Pengertian Pembiayaan .......................................................................... b. Fungsi Pembiayaan……………………………………………………. c. Jenis Pembiayaan Di lihat dari Tujuan………………………………... 5. Dana Pihak Ketiga………………………………………………………... a. Pengertian Dana Pihak Ketiga ............................................................... b. Hubungan DPK Terhadap Pembiayaan……………………………... .. 6. Non Performing Financing………………………………………………. a. Pengertian Non Performing Financing .................................................. b. Hubungan Non Performing Financing Terhadap Pembiayaan…… ...... 7. Inflasi……………………………………………………………………...
11 11 15 17 18 19 21 21 27 30 32 32 35 36 36 40 41 vi
a. Pengertian Inflasi……………………………………………………… b. Teori Inflasi……………………………. ............................................... c. Macam-macam Inflasi………………………………………………… d. Inflasi Dalam Presfektif Ekonomi Islam…………………………….... e. Hubungan Inflasi Terhadap Pembiayaan…………………………….. . B. Penelitian Sebelumnya................................................................................... C. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... D. Hipotesis ..........................................................................................................
41 43 45 49 50 51 57 61
BAB III METODELOGI PENELITIAN.................................................................
63
A. B. C. D.
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... Teknik Analisis .............................................................................................. Operasional Variabel Penelitian...................................................................
63 63 65 75
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN…………………………………………
78
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian..……………………………. 1. Perkembangan Total Pembiayaan yang Diberikan BPRS……………….. 2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga……………………………………….. 3. Perkembangan Non Performing Financing………………………………. 4. Perkembangan Tingkat Inflasi……………………………………………. B. Analisis Dan Pembahasan…………………………………………………. 1. Hasil Uji Normalitas………………………………………………………. 2. Hasil Uji Linieritas………………………………………………………... 3. Hasil Uji Stasioneritas…………………………………………………….. 4. Hasil Uji Kointegrasi……………………………………………………… 5. Hasil Uji Asumsi Klasik…………………………………………………... 6. Hasil Regresi Error Correction Model…………………………...………. C. Interpretasi Data……………………………………………………………. D. Analisis Ekonomi……………………………………………………………...
78 78 80 82 85 87 88 89 90 92 93 97 100 103
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI…………………………………………. 107 A. Kesimpulan…………………………………………………………………… B. Implikasi………………………………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. LAMPIRAN………………………………………………………………………….
107 108 110 113
vii
DAFTAR TABEL NO.
Keterangan
Hal
1.1
Perkembangan Total Pembiayaan,DPK,NPF,dan Inflasi…………………
4
2.1
Perbedaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional……….
13
2.2
Penelitian Sebelumnya………………………………………………………
55
4.1
Uji Linieritas..………………………………………………………………..
89
4.2
Uji Akar Unit…………………………………………………………………
90
4.3
Uji Derajat Integrasi First Difference………………………………………
91
4.4
Uji Kointegrasi……………………………………………………………….
92
4.5
Uji Multikolinieritas…………………………………………………………
94
4.6
Uji Multikolinieritas Setelah Differensiasi…………………………………
95
4.7
Uji Otokolerasi……………………………………………………………..
96
4.8
Uji Heterokedastisitas………………………………………………………
97
4.9
Uji ECM……………………………………………………………………..
98
4.10
Hasil Koefisien ECM……………………………………………………….
99
viii
DAFTAR GAMBAR No.
Keterangan
Hal
1.1
Jumlah Bank dan Kantor BPRS Di Indonesia…………………………
2
2.1
Penghimpunan Sumber Dana…………………………………………..
32
2.2
Demand Push Inflation…………………………………………………
47
2.3
Cost Push Inflation……………………………………………………..
48
2.4
Kerangka Pemikiran…………………………………………………….
60
4.1
Perkembangan Total Pembiayaan………………………………………
78
4.2
Perkembangan DPK…………………………………………………….
80
4.3
Perkembangan NPF……………………………………………………..
83
4.4
Perkembangan Inflasi…………………………………………………..
86
4.5
Uji Normalitas…………………………………………………………..
88
ix
DAFTAR LAMPIRAN No.
Keterangan
Halaman
1.
Data Penelitian, Januari 2007 – Oktober 2012......................................
114
2.
Hasil Uji Normalitas…………………………………………………...
116
3.
Hasil Uji Linieritas……………………………………………………..
117
4.
Hasil Uji Stasioneritas Akar unit Total Pembiayaan LnPBPRS……….
118
5.
Hasil Uji Stasioneritas Akar Unit Dana Pihak Ketiga LnDPK……….....
119
6.
Hasil Uji Stasioneritas Akar Unit Non Performing Financing NPF…...
120
7.
Hasil Uji Stasioneritas Akar Unit Inflasi………………………………..
121
8.
Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference LnPBPRS…………………
122
9.
Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference LnDPK……………………
123
10.
Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference NPF………………………..
124
11.
Hasil Uji Derajat Integrasi First Difference Inflasi……………………..
125
12.
Hasil Uji Kointegrasi Philips Peron……………………………………..
126
13.
Hasil Uji Asumsi Klasik………………………………………………….
127
14.
Hasil Uji Error Correction Model (ECM)……………………………….
128
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan syariah hadir di Indonesia untuk menawarkan sistem perbankan alternatif bagi umat islam yang membutuhkan atau ingin memperoleh layanan jasa perbankan tanpa adanya riba. Dengan semakin ketatnya persaingan antar bank syariah maupun persaingan dengan bank konvensional, membuat bank syariah dituntut harus memiliki kinerja yang baik agar mampu bersaing dalam pasar perbankan di Indonesia. Perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah cukup signifikan, seiring dengan tanggapan masyarakat yang sangat positif dengan keberadaan lembaga keuangan syariah yang ada. Hal tersebut memang tidak bisa dilepaskan dari peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Lembaga ini dapat menjangkau masyarakat kalangan ekonomi mikro kecil dan menengah. Kedudukan LKMS (Lembaga Keuangan Mikro Syariah) yang antara lain dipresentasikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Mal wat-Tamwil (BMT), dan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren), lembaga ini mempunyai peran yang cukup strategis dalam menjangkau transaksi syariah mikro kecil dan menengah. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang kegiatannya diatur oleh Bank Indonesia. Berbeda dengan Baitul Mal wat-Tamwil (BMT), dan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) yang merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang diatur oleh Kementrian Koperasi
1
dan UKM. Dalam periode 1992 sampai dengan 1998 terdapat hanya satu bank umum syariah dan 78 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) yang telah beroprasi, hal ini menunjukan bahwa kegiatan keuangan syariah khususnya bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) berkembang cukup signifikan. Dapat dilihat dari perkembangannya pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 di bawah ini : Gambar 1.1 Jumlah Bank dan kantor Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Di indonesia Perkembangan BPR Syariah di Indonesia 450
400
386
350
300 250 200
185
150 100
114
202 131
286
299
150
154
JUMLAH BPRS JUMLAH KANTOR
225 138
156
50 0 2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber : Bank Indonesia (data diolah)
Berdasarkan gambar 1.1 ,dapat dilihat perkembangan BPRS di Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. Pada akhir tahun 2007 jumlah bank dan kantor BPRS ada sebannyak 114 jumlah bank dan 185 jumlah kantor di seluruh Indonesia, pada tahun 2012 meningkat secara signifikan menjadi 156 jumlah bank dan 386 jumlah kantor BPRS di seluruh Indonesia, dan hal tersebut menunjukan bahwa BPRS terus mengalami pertumbuhan yang baik di masyarakat dilihat dari jumlah bank dan jumlah kantor yang terus meningkat dan bertambah disetiap
2
tahunnya. Bank pembiayaan rakyat syariah adalah perbankan yang unik, dimana bank ini beroperasi dalam skala kecil, diperuntukan melayani usaha kecil dan mikro, BPRS beroperasi pada wilayah kabupaten ataupun kotamadya dengan jangkauan yang terbatas sebagaimana permodalannya yang relatif kecil. Namun meskipun pada satu sisi BPRS adalah perbankan yang beroperasi terbatas, dengan permodalan mulai dari Rp 500 juta, yang tentunya pula dengan jumlah karyawan yang kecil, namun tidak dapat dipungkiri bahwa BPRS adalah sebuah bank atau suatu lembaga kepercayaan, yang harus dikelola sesuai prinsip-prinsip Good Corporate Governace (GCG). (Siregar,2008:27) Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi pihak-pihak yang memerlukan pendanaan. Untuk itu bank syariah dalam menyalurkan pembiayaannya harus berdasarkan dua prisnsip perbankan syariah yang mendasar. Pertama, prinsip keadilan, pembiayaan harus saling menguntungkan baik bagi pihak pengguna dana maupun pihak penyedia dana. Kedua, prinsip kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan pembiayaan yang akan diberikan. Pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah yaitu produk penyaluran dana (Financing) dan produk penghimpunan dana (Funding). Dan bank syariah perlu memperhatikan tingkat pembiayaan yang bermasalah (Non Performing Financing) untuk mengamankan likuiditasnya. Dan salah satu gambaran perekonomian makro dari suatu Negara dapat dilihat dari tingkat Inflasi yang terjadi di Negara tersebut.
3
Perkembangan Total Pembiayaan yang di berikan kepada para nasabah, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), Pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) serta tingkat Inflasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Perkembangan Total Pembiayaan BPR Syariah, DPK, NPF, dan Tingkat Inflasi Periode tahun 2007 – 2012 Tahun Total Pembiayaan Dana Pihak Non Tingkat BPRS (Juta Ketiga (Juta Performing Inflasi Rupiah) Rupiah) Financing 2007 Rp.876.921 Rp.707.706 7.98% 6.59% 2008
Rp.1.256.610
Rp. 972.809
8.38%
11.06%
2009
Rp.1.586.919
Rp. 1.250.609
7.03%
2.78%
2010
Rp.2.060.437
Rp. 1.603.778
6.50%
6.96%
2011
Rp.2.675.930
Rp. 2.095.333
6.11%
4.79%
2012
Rp.3.465.137
Rp. 2.776.159
6.83%
4.61%
Sumber : Bank Indonesia (data diolah) Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa total pembiayaan BPRS pada tahun pada tahun 2007 sebesar Rp 876.921 juta dan pada tahun 2008 saat terjadinya krisis keuangan global yang dihadapi Amerika maupun Asia Tenggara tidak berpengaruh secara signifikan terhadap total pembiayaan yang diberikan oleh BPRS kepada nasabahnya di Indonesia. dapat dilihat pada tahun 2008 sebesar Rp 1.256.610 juta. pada tahun 2009 hingga tahun 2012 total pembiayaan yang diberikan BPRS di Indonesia terus meningkat secara signifikan hingga mencapai angka Rp 3.465.137 juta pada akhir Oktober 2012.
4
Dana Pihak Ketiga setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan pada tahun 2007 sebesar Rp 707.706 juta kemudian pada tahun 2008 jumlah Dana Pihak Ketiga BPRS di Indonesia tumbuh sebesar Rp 972.809 juta, walaupun pada tahun 2008 sampai tahun 2009 terjadi krisis yang bermula dari subrime mortage di Amerika Serikat telah menggangu stabilitas sistem keuangan global, namun jumlah Dana Pihak Ketiga pada BPRS di Indonesia tetap meningkat secara signifikan menjadi sebesar Rp 1.250.609 juta, hal ini menunjukan bahwa penghimpunan dana masyarakat pada BPRS tidak terpengaruh oleh krisis. Dana Pihak Ketiga yang yang dihimpun BPRS terus meningkat hingga mencapai Rp 2.776.159 juta pada Oktober tahun 2012. Dan dapat dilihat pula perkembangan Non Performing Financing (NPF) dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami peningkatan dari 7.98% naik menjadi 8,38%, hal tersebut mungkin dikarenakan total pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat yang juga terus meningkat. Peningkatan penyaluran pembiayaan dalam kondisi sector rill yang kurang kondusif karena laju inflasi yang tinggi dalam satu tahun terakhir, mendorong peningkatan jumlah pembiayaan bermasalah (NPF) yang dihadapi perbankan Syariah. namun pada tahun 2008 berjalan sampai ke tahun 2011 Non Performing Financing turun menjadi 6.1%, dan kemudian naik kembali pada tahun 2012 menjadi 6.8%. Pergerakan tingkat Inflasi Pada tahun 2007 hingga tahun 2012 dapat dilihat bergerak sangat fluktuatif, dan sempat mencapai di atas 10% pada tahun 2008 disaat terjadinya krisis yang bermula dari subrime mortage di Amerika Serikat dan telah
5
menggangu stabilitas sistem keuangan global. Pada periode penelitian tesebut juga dapat dilihat bahwa tingkat Inflasi berada pada posisi terendah dalam 20 tahun terakhir, yaitu pada tahun 2009 sempat berada pada angka 2,78 %. Kegiatan usaha yang paling utama dari suatu perbankan adalah melakukan penghimpunan dan penyaluran dana. Kegiatan penghimpunan dana berasal dari bank itu sendiri, dari deposan/nasabah, pinjaman dari bank lain maupun Bank Indonesia, dan dari sumber lainnya. Sedangkan, kegiatan penyaluran dana dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya penyaluran kredit, kegiatan investasi, dan dalam bentuk aktiva tetap dan inventaris. Kegiatan penghimpunan dana bank sebagian besar bersumber dari simpanan nasabah dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito berjangka. Simpanan nasabah ini sering disebut sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK). Pembiayaan yang diberikan oleh BPR Syariah diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memperoleh pendanaan untuk kegiatan ekonomi, karena BPR Syariah dikhususkan untuk menjangkau masyarakat dalam kalangan ekonomi mikro, kecil, dan menengah. Masyarakat yang seperti inilah yang memerlukan bantuan pendanaan dari BPR Syariah dengan sistem bagi hasil dan bukan dengan sistem bunga yang sangat memberatkan masyarakat kecil. Tingginya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengindikasikan semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada perbankan syariah sekaligus menunjukan bahwa pasar potensial perbankan syariah masih besar di Indonesia (Hamidi:2003,20).
6
Semakin besar sumber dana yang terkumpul maka bank akan menyalurkan pembiayaan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan salah satu tujuan bank adalah mendapatkan profit, sehingga bank tidak akan menganggurkan dananya begitu saja. Bank cendrung untuk menyalurkan dananya semaksimal mungkin. (Wuri & Harjum,2011:22) Apabila Dana Pihak Ketiga yang dihimpun oleh bank meningkat maka penyaluran kredit di masyarakat akan meningkat, sebaliknya apabila tingkat inflasi meningkat maka penyaluran kredit perbankan akan menurun. (Hasanudin dan Prihatiningsih : 2010:25) Faktor internal bank yang harus juga diperhatikan dalam memberikan pembiayaan kepada masyarakat, salah satunya adalah berkaitan dengan resiko likuiditas yaitu Pembiayaan non lancar (Non Performing Financing). Menurut Bank Indonesia bank yang sehat adalah bank yang memiliki Non Performing Financing (NPF) kurang dari 5%. besar kecilnya NPF dapat dijadikan pertimbangan oleh bank syariah untuk menyalurkan dan memberikan pembiayaan kepada masyarakat, semakin besar pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan, karena apabila Non Performing Financing (NPF) cukup tinggi pada bank syariah akan mengurangi likuiditas dana yang akan di salurkan kepada masyarakat melalui pembiayaan. Kestabilan tingkat Inflasi sangat penting untuk mendukung kegiatan perekonomian masyarakat. Apabila tingkat atau kondisi Inflasi yang stabil, maka dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonominya,
7
baik konsumsi maupun investasi. Gejolak inflasi yang signifikan akan mengganggu kestabilan perekonomian. Dampak adanya inflasi yang tinggi pun akan merugikan banyak golongan masyarakat (Rivai, 2007:15). Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Total Pembiayaan yang diberikan oleh BPRS kepada masyarakat, Dimana faktor internal (DPK, NPF) dan faktor eksternal (Inflasi). Penulis tertarik untuk meneliti dan memahami lebih dalam seputar masalah tersebut karena masih sedikit penelitian yang mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) secara umum. Maka oleh karena itu, penulis terdorong untuk mengangkat permasalahan mengenai “ANALISIS PENGARUH JUMLAH DANA PIHAK KETIGA (DPK), NON PERFORMING FINANCING (NPF), DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP TOTAL PEMBIAYAAN YANG DIBERIKAN OLEH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) DI INDONESIA ( PERIODE : JANUARI 2007 – OKTOBER 2012 )
8
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan dasar-dasar permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Dana Pihak Ketiga terhadap Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012?
2.
Bagaimana pengaruh jangka panjang dan jangka pendek Non Performing Financing (NPF) terhadap Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012?
3.
Bagaimana pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Tingkat Inflasi terhadap Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode januari 2007 – Oktober 2012?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini berkaitan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut : 1.
Untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012.
2.
Untuk menanalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang Non Performing Financing (NPF) terhadap Total Pembiayaan pada Bank
9
Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007 – Oktober 2012. 3.
Untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang tingkat Inflasi terhadap Total pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode januari 2007 – Oktober 2012.
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Penulis Merupakan suatu pembelajaran yaitu usaha menganalisa suatu laporan keuangan, dan diharapkan penulis dapat mempraktekan teori yang didapat selama perkuliahan dengan menganalisa dan memecahkan suatu masalah.
2.
Bagi Praktisi Lembaga Keuangan Syariah Dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya para praktisi lembaga keuangan syariah dan Diharapkan karya tulis ini dapat berguna dalam pengambilan
keputuan
berdasarkan
informasi
yang
diperoleh
untuk
merencanakan suatu inovasi baru khususnya alokasi pembiayaan di sektor usaha kecil dan menengah, serta peningkatan kinerja dari Bank Syariah. 3.
Bagi Pihak Lain Diharapkan dapat memberikan pemahaman dan informasi mengenai keadaan keuangan Bank Syariah kepada nasabahnya serta masyarakat umum yang tertarik terhadap Bank Syariah dan ingin bergabung.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Bank Syariah Menurut ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 2/8/PBI/2000, Pasal I, Bank Syariah adalah bank umum sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariat Islam, termasuk unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariat Islam. Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi Saw. Dengan kata lain, bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasajasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. (Muhammad, 2005: 17) Bank didefinisikan sebagai suatu lembaga intermediasi yang mengalirkan investasi publik secara optimal (dengan kewajiban zakat dan pelarangan riba) yang bersifat produktif. Bank dalam pengertian islam yang sederhana adalah bank yang
11
terbebas dari bunga. Pengertian ini memberikan arah kepada perbankan syariah dalam operasional serta pemilihan instrumen perbankan yang harus menghindari bunga (Arief,2008:17). Antara bank syariah dan bank konvensional mempunyai perbedaan mendasar yang cukup berarti, perbedaan mendasar antara bank Konvensional dan Bank Syariah yaitu: 1) Pertama, dari segi akad dan aspek legalitas. Akad yang dipraktikan dalam bank syariah memiliki konsekwensi duniawi dan ukhrawi, dunia dan akhirat, karena akad yang dilakukan berdasarkan hokum atau syariat islam. Jika terjadi perselisihan antara nasabah dan bank, maka bank syariah dapat merujuk kepada Badan Abritase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang penyelesaiannya dilakukan berdasarkan hukum Islam. 2) Kedua, dari sisi struktur organisasi, Bank Syariah memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, namun unsur yang membedakannya adalah bahwa bank syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DSN) yang bertugas mengawasi oprasional dan produk-produk bank agar sesuai dengan ketentuanketentuan syariah Islam. Eksistensi Dewan Syariah di dalam struktur organisasi bank syariah adalah wajib, bahkan bagi setiap bank syariah berskala kecil sekalipun, seperti Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) atau Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) harus mempunyai Dewan Pengawas Syariah. c) Ketiga, berkenaan dengan bisnis dan usaha yang dibiayai, haruslah bisnis dan usaha yang diperkenankan atau dihalalkan oleh syariat Islam.Kehalalan bisnis
12
dan usaha merupakan syarat mutlak agar suatu bidang usaha itu halal untuk dibiayai oleh perbankan Islam. d) Keempat, berkaitan dengan lingkungan kerja dan budaya perusahaan perbankan. Dalam hal etika, sifat shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas) dan tabligh (komunikatif, ramah, keterbukaan) harus melandasi setiap tindakan para pelaku perbankan Islam. Dengan demikian, perbankan Islam adalah perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Prinsip ini menjadi landasan dan acuan dalam mengatur hubungan antara perbankan dan pihak-pihak lain serta di dalam usaha menghimpun dan menyalurkan
dana
dan
aktivitas
perbankan
syariah
lainnya
(Rivai,
Arivin,2010:30-31). Tabel. 2.1 Perbedaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional No.
Perbedaan
Perbankan Syariah
Perbankan Konvensional
1. Falsafah
Tidak berdasarkan atas bunga (riba), spekulasi (maysir) dan ketidakjelasan (gharar)
2. Operasionalisasi
- Dana masyarakat (DPK) berupa - Dana masyarakat (DPK) berupa titipan (wadiah dan investasi titipan simpanan yang harus dibayar (mudharabah) yang baru akan bunganya pada setiap saat jatuh mendapatkan hasil jika tempo, diusahakan terlebih dahulu. - Penyaluran dana pada sektor yang - Penyaluran dana (financing) menguntungkan, pada sisi pada usaha yang halal dan pendanaan aspek halal dan haram menguntungkan tidak dipertimbangkan Dinyatakan secara eksplisit dan Tidak diketahui secara tegas tegas yang tertuang dalam misi dan visi
3. Aspek Sosial
3. Organisasi
Berdasarkan bunga
Harus memiliki Dewan Pengawas Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) Syariah (DPS)
Sumber : IBI, 2002
13
Landasan Bank Islam atau Bank Syariah pada Firman Allah dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 275 dan 278 – 279 : Artinya : ”Orang-orang yang makan (mengaambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya terserah kepada Allah. Orang kembali mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (QS.Al-Baqarah: 275) Menurut ayat di atas, riba itu ada dua macam : nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat arab zaman jahiliyah.
14
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meniggalkan riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”. (QS. Al-Baqarah :278279) Sebagaimana dimaksud dengan ayat diatas, pelarangan bunga dalam islam dimaksudkan untuk menciptakan sebuah system ekonomi dimana segala bentuk eksploitasi (penganiayaan) ditiadakan. Islam menghendaki keadilan antara pihak pemodal dan pengusaha. Pemodal tidak boleh dijanjikan akan menerima imbalan hasil tanpa melakukan aktivitas apa-apa atau tidak menanggung risiko bersama. Tujuan social ekonomi islam tersebut menyelaraskan konteks dimana pelarangan Islam terhadap riba dapat dipahami dengan baik. (Rivai,2011:66-67) a. Tujuan Bank Syariah Sasaran utama pendirian bank Islam adalah untuk menyebarkan kemakmuran ekonomi dalam struktur Islam dengan mempromosikan dan mengembangkan prinsip Syariah Islam dalam area bisnis, Bank syariah mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut (Rivai, 2010:33-34) : 1) Menawarkan Jasa Keuangan: aturan dan hukum dari bank Islam dengan tepat menerapkan prinsip syariah Islam untuk transaksi keuangan, dimana riba (bunga)
15
dan gharar (spekulasi/ketidakpastian/tipuan) diidentifikasi sebagai sesuatu yang haram dan tidak Islami. Pendorong utamanya adalah kearah keuangan yang berbagi keuntungan dan resiko dan fokus pada kegiatan-kegiatan yang halal.Fokusnya adalah menawarkan transaksi perbankan yang melekat pada prinsip syariah dan menolak transaksi yang berdasarkan bunga. 2) Menjaga stabilitas nilai uang: Islam mengakui uang sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditi, dimana harga dapat digunakan. Jadi, system tanpa bunga membawa ke stabilitas dalam nilai uang sehingga bisa menjadi alat tukar yang dapat dipercaya dan unit transaksi. 3) Pengembangan ekonomi: Bank Syariah mengembangkan ekonomi melalui fasilitas seperti musyarakah, mudharabah, dll, dengan prinsip pembagian keuntungan dan kerugian yang khusus. Hal ini membangun relasi yang langsung dan dekat antara hasil investasi bank dan keberhasilan operasi dari bisnis oleh pengusaha, dimana akan berdampak pada perkembangan ekonomi suatu Negara. 4) Alokasi sumber daya yang optimum: bank syariah optimis dalam mengalokasikan sumber dana melalui investasi dari sumber keuangan ke proyek-proyek yang diyakini sangat menguntungkan, diizinkan agama dan memberikan keuntungan secara ekonomi. 5) Pendekatan yang optimis: prinsip pembagian keuntungan mendorong bank untuk memilih proyek-proyek dengan keuntungan yang jangka panjang dari pada keuntungan jangka pendek. Hal ini memimpin bank untuk mempelajari terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam suatu proyek yang aman baik bagi bank dan
16
investor. Hasil yang tinggi diperoleh kemudian didistribusikan ke shareholder yang memberikan keuntungan social dan membawa kemakmuran secara ekonomi. 6) Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-syariah. 2. Risiko Perbankan Dalam bidang perbankan, risiko sangat penting untuk dikelola. Penerapan manajemen risiko pada bank akan meningkatkan shareholder value, memberikan gambaran kepada pengelola bank mengenai potensi kerugian di masa mendatang, serta meningkatkan daya saing bank. Berdasarkan peraturan
Bank
Indonesia PBI No 5/8/PBI/2003
dan
perubahannya no 11/25/PBI/2009 tentang penerapan manajemen risiko pada bank umum, terdapat 8 risiko yang harus dikelola oleh Bank, yaitu: a. Risiko Kredit Risiko Kredit adalah risiko yang terjadi ketika debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank. Potensi risiko ini dapat terjadi pada aktivitas operasional bank seperti perkreditan, aktivitas treasuri dan investasi, dll. b. Risiko Pasar Risiko Pasar adalah risiko yang terjadi akibat perubahan kondisi pasar terkait posisi neraca, rekening administratif, termasuk transaksi derivatif. c. Risiko Likuiditas Risiko Likuiditas adalah risiko yang terjadi karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid
17
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan.Risiko likuiditas terbagi atas risiko likuiditas pasar dan risiko likuiditas pendanaan. d. Risiko Oprasional Risiko Operasional adalah risiko yang terjadi akibat tidak berjalannya proses internal secara optimal. Contohnya adalah kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau kejadian eksternal yang dapat memengaruhi operasional bank. e. Risiko Hukum Risiko Hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan aspek yuridis. f. Risiko Reputasi Risiko Reputasi adalah risiko yang terjadi akibat menurunnya kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. g. Risiko Strategis Risiko Strategis adalah risiko yang terjadi akibat ketidaktepatan dalam pengambilan keputusan strategis. h. Risiko Kepatuhan Risiko Kepatuhan adalah risiko yang terjadi akibat bank tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (http://iknow.apb-group.com/risiko-perbankan/). 3. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun muamalah islam. BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992
18
tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil. a. Tujuan Pendirian BPRS Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa sumber hanya menyebutkan butir-butirnya saja (Sumitro, 1997:111) 1) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat ekonomi mikro, kecil, dsn menengah, yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan.Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada umumnya ternasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah.
19
2) Kehadiran BPRS bisa menjadi sumber permodalan bagi pengembangan usahausaha masyarakat golongan ekonomi mikro, kecil, dan menengah, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahtertaan mereka. 3) Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai ta’awun (saling membantu) antara pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan nilai ta’awun inilah akan tumbuh kebersamaan antara bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan Ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang dilakukan masyarakat dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula meningkatkan perkapita baik lokal maupun nasional. Untuk mencapai tujuan operasionalnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tersebut diperlukan strategi operasional. Pertama, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik. Kedua, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil. Terakhir, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
20
mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan. Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bankbank umum syariah. Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut: 1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2) Memberikan kredit. 3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4) Menempatkan dananya dalam bentuk deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain. 4. Pembiayaan a. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Setiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi, yaitu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu
21
diimbangi dengan peningkatan kemampuanya yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Karena itulah pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya. Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank inilah yang kemudian digunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktifitasnya. Ditinjau dari hukum permintaan dan penawaran maka terhadap macam dan ragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bilamana masyarakat telah melakukan penawaran. Timbulah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang meluas dikalangan masyarakat untuk sedemikian rupa meningkatkan produktifitas. Secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa setiap usaha untuk peningkatan produktivitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan modal, karena masalahnya dapat diatasi oleh bank dengan pembiayaan (Rivai Veithzal dan Arifin,2010:685). Dalam perbankan syariah terdapat bebrapa produk pembiayaan, berikut ini merupakan produk-produk pembiayaan BPR Syariah : 1) Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan ini merupakan bentuk pembiayaan bagi hasil ketika bank sebagai pemilik dana/modal, biasa disebut shahibul maal menyediakan modal (100%) kepada pengusaha sebagai pengelola (mudharib) untuk melakukan aktifitas produktif atau kegiatan usaha dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan
22
sebelumnya dalam akad. Apabila terjadi kerugian karena proses normal dari usaha dan bukan karena kelalaian atau kecurangan pengelola modal, maka kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Apabila terjadi kerugian karena kelalaian dan kecurangan pengelola, maka pengelola bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kerugian tersebut. Pemilik modal disini hanya menyediakan modal dan tidak dibenarkan untuk ikut campur dalam kegiatan usaha yang dibiayainya (Rivai, Arifin,2010:192) Mudharabah atau penanaman modal disini artinya adalah menyerahkan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga dia mendapatkan presentase keuntungan.Bentuk usaha ini melibatkan dua pihak, pihak yang memiliki modal namun tidak bisa ber-bisnis, dan pihak yang pandai ber-bisnis namun tidak memiliki modal. Melalui usaha ini keduanya saling melengkapi (Almushlih,2001:168). 2) Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan ini merupakan bentuk pembiayaan bagi hasil ketika bank sebagai pemilik modal/dana turut serta sebagai mitra usaha, membiayai investasi usaha pihak lain. Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama.Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.Musyarakah merupakan perjanjian yang berjalan terus sepanjang usaha yang dibiayaai bersama terus beroperasi (Rivai, Arifin,2010:193).
23
3) Pembiayaan Murabahah Definisi murabahah secara bahasa adalah bentuk mutual bermakna saling dari kata ribhu yang artinya keuntungan, yakni pertambahan nilai modal yang berarti saling mendapatkan keuntungan. Menurut terminology ilmu fiqih arti murabahah adalah menjual dengan modal asli bersama tambahan keuntungan yang jelas (Al-mushlih,2001:194) Murabahah yaitu Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan saat jatuh tempo). Pembiayaan murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual-beli atas barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut, penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil. Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual-beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Pada pembiayaan ini bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli, harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan.Kedua
pihak
harus
menyepakati
harga
jual
dan
waktu
pembayaran.Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.Murabahah dapat dilaukan dengan pesanan atau tanpa pesanan, jika pesanan maka pihak bank dapat meminta uang tanda jadi pada saat ijab dan qabul sebagai bukti keseriusan pesanan, dalam hal
24
ini pesanan bersifat mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh dalam bentuk angsuran maupun lunas (Arief,2008:42). 4) As- Salam Menurut terminology ilmu fiqih, as-salam artinya transaksi terhadap suatu barang yang digambarkan dan dalam kepemilikan dengan harga atau pembayaran dimuka pada saat waktu akad namun penyerahan barang tertunda atau setelahnya.As-salam termasuk salah satu bentuk jual beli, berbeda dengan jual beli lain, karena dengan system kontan plus tertunda, yakni dengan pembayaran kontan dan penyerahan barang tertunda (Al-mushlih,2001:194) . Berkaitan dengan barang yang akan diserahkan secara tertunda, ada juga persyaratan sebagai berikut : (a) Hendaknya barang itu diketahui ukuran atau jumlahnya, terdeteksi dengan jelas melalui berbagai media ukur yang dikenal seperti takaran, timbangan atau kalkulator, bila bias dihitung. Jika jumlah atau ukurannya tidak diketahui maka perjanjian tersebut batal. (b) Hendaknya waktu penyerahan barang sudah jelas diketahui. Hal ini mencegah ketidakjelasan yang berakibat pertikaian dan perselisihan. (c) Barang harus bisa diserahterimakan. Yakni hendaknya barang itu memang diharapkan bisa ada pada waktu yang disepakati. (d) Hendaknya tidak diberlakukan riba
25
5) Isthisna Istishna atau pemesanan secara bahasa artinya, meminta dibuatkan. Menurut trminologi ilmu fiqih artinya perjanjian terhadap barang jualan yang berada dalam kepimilikan penjual dengan syarat dibuatkan oleh penjual, atau meminta dibuatkan dengan cara khusus sementara bahan bakunya dari pihak penjual. Contohnya seseorang pergi ke salah seorang tukang, misalnya tukang kayu, tukang besi, atau tukang jahit, lalu ia mengatakan, “tolong buatkan untuk saya barangay ini dengan jumlah sekian”. Syarat sah nya perjanjia pemesanan ini adalah bahwa bahan baku harus berasal dari tukang. Kalau berasal dari pihak pemesan atau pihak lain, tidak disebut Ishtishna, tapi menyewa tukang (Almushlih,2001:214) Ishtishna yaitu Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan membelikan barang kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan kedua
belah
pihak
dengan
jangka
waktu
serta
mekanisme
pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan kemampuan/keuangan nasabah. 6) Ijarah Dalam konteks fikih klasik Ijarah adalah hak untuk pemanfaatan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu.Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaaran sewa/upah, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Pada umumnya bank tidak memiliki barang, tapi menyewa dari pihak lain dan
26
kemudian menyewakannya lagi kepada nasabah dengan nilai sewa yang lebih tinggi (Arief,2008:46) Ijarah yaitu Penggambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo oleh BPRS, dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang seharusnya digunakan untuk melunasi hutangnya. Pembiayaan ini menggunakan prinsip pengambil alihan hutang, dimana BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee dari nasabah yang besar dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. b. Fungsi Pembiayaan Pembiayaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besar fungsi pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Pembiayaan Dapat Meningkatkan Utility (daya guna) dari Modal Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, deposito, ataupun tabungan. Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh
bank.
Para
pengusaha
menikmati
pembiayaan
dari
bank
untuk
memperluas/memperbesar usahanya, baik untuk peningkatan produksi, perdagangan, maupun untuk usaha-usaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh. Dengan demikian dana yang mengendap di bank (yang diperoleh dari para penabung) tidaklah idle (diam) dan disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha maupun bermanfaat bagi masyarakat.
27
2) Pembiayaan Meningkatkan Utility (daya guna) Suatu barang Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat memproduksi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat, misalnya peningkatan daya guna kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa/minyak goreng, dan lain sebagainya. Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaannya kurang ke tempat yang lebih bermanfaat. Seluruh barang-barang yang dipindahkan dari suatu daerah ke daerah lain yang kemanfaatan barang itu lebih terasa pada dasarnya meningkatkan utility dari barang tersebut. Pemindahan barang-barang tersebut tidaklah dapat diatasi oleh keuangan pada distributor saja oleh karena itu mereka memerlukan bantuan permodalan dari bank berupa pembiayaan. 3) Pembiayaan Meningkatkan Peredaran dan Lalu Lintas Uang Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening Koran, pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cheque, bilyet giro, wesel dan sebagainya melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih berkembang karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kualitatif apalagi secara kuantitatif. Hal ini selaras dengan pengertian bank selaku money creator. Penciptaan uang itu selain dengan cara subtitusi; penukaran uang kartal yang disimpan di giro dengan uang giral maka ada cara exchange of claim, yaitu bank memberikan pembiayaan dalam bentuk giral. Di samping itu, dengan cara tramsformasi yaitu bank giral.
28
4) Pembiayaan Menimbulkan Kegairahan Berusaha Masyarakat Manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi, yaitu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuannya yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Karena itu, maka pengusaha atau manusia akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna meningkatkan usahanya. Bantuan pembiayaan yang diterima dari bank inilah yang kemudian untuk memperbesar volume usaha dan produktivitasnya. Ditinjau dari sisis hukum permintaan dan penawaran maka terhadap segala macam dan beragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bilamana masyarakat telah melakukan penawaran. Timbulah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang meluas dikalangan masyarakat untuk sedemikan rupa, sehingga meningkatkan produktifitas. Secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa setiap usaha peningkatan produktifitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan dana oleh karena masalahnya dapat diatasi oleh bank dengan pembiayaannya. 5) Pembiayaan Sebagai Alat Stabilitas Ekonomi Dalam kondisi perekonomian yang kurang sehat langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha antara lain untuk : pengendalian inflasi, peningkatan ekspor, rehabilitasi sarana, dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat.
29
Untuk menekan arus inflasi dan terlebih lagi untuk usaha pembangunan ekonomi, maka pembiayaan bank memegang peranan yang penting. Arah pembiayaan harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor-sektor produktif dan sektor-sektor prioritas secara langsung yang berpengaruh terhadap hajat hidup masyarkat. Pembiayaan bank disalurkan secara selektif untuk menutup kemungkinan usaha-usaha tersebut bersifat spekulatif. Simpanan atau investasi masyarakat ditingkatkan seperti, giro, deposito, dan tabungan, sedangkan uang masyarakat yang tertanam itu disalurkan ke usaha-usaha yang produktif. c. Jenis Pembiayaan Dilihat dari Tujuan 1) Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan konsumtif bertujuan untuk memperoleh barang-barang atau kebutuhan-kebutuhan
lainnya
guna
memenuhi
keputusan
dalam
konsumsi.
Pembiayaan konsumtif dibagi menjadi dua bagian, yaitu pembiayaan konsumtif untuk umum dan pembiayaan konsumtif untuk pemerintah. Pembiayaan konsumtif yang diterima oleh umum dapat memberikan fungsifungsi yang bermanfaat, terutama dalam mengatasi saat-saat dimana kegiatan produksi/distribusi sedang mengalami gangguan. Pembiayaan konsumtif mempunyai arti ekonomis dengan adanya penarikan pembiayaan konsumtif oleh suatu perusahaan, maka proses produksi akan dapat berjalan dengan lancar dan memberikan hasil yang banyak. Bahwa antara pembiayaan konsumtif dan produktif terdapat suatu perbuatan inter-acting yaitu, adanya kenaikan konsumsi akan meminta
30
suatu keharusan kenaikan produksi. Mengenai pembiayaan konsumtif untuk pemerintah, disuatu pihak akan membawa kesulitan-kesulitan bagi pemerintah sendiri karena dapat mengakibatkan inflasi, dan dilain pihak akan menjadi beban bagi masyarakat dalam bentuk pajak-pajak luar biasa. 2) Pembiayaan Produktif Pembiayaan produktif bertujuan untuk memungkinkan penerima pembiayaan dapat mencapai tujuannya yang apabila tanpa pembiayaan tersebut tidak mungkin dapat diwujudkan. Pembiayaan produktif adalah bentuk pembiayaan yang bertujuan untuk memperlancar jalannya proses produksi, mulai dari saat pengumpulan bahan mentah, pengolahan, dan sampai kepada proses penjualan barang-barang yang sudah jadi. Penggunaan pembiayaan produktif dalam proses produksi mengalami perputaran yang tidak sama. Terhadap alat-alat produksi yang berupa modal tetap seperti mesin-mesin, maka perputaran modal itu akan berakhir setelah proses produksi selesai, sedangkan terhadap bahan-bahan pembantu dan tenaga kerja, hanya dalam suatu proses produksi saja. Pembiayaan bisa dilakukan dari pengambilan saving, yaitu baigan kentungan yang tidak dibagikan, apabila pembiayaan dari hal tersebut kurang mencukupi maka pembiayaan dapat dilakukan dengan jalan menjual saham-saham kepada masyarakat (menarik saving dari masyarakat). Pembiayaan dapat pula dilakukan dengan jalan mengadakan pinjaman-pinjaman baik kepada bank maupun kepada masyarakat (Rivai, Arifin,2010:712-717).
31
5. Dana Pihak Ketiga (DPK) a. Pengertian Dana Pihak Ketiga Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 10/19/PBI/2008 menjelaskan, dana pihak ketiga bank, untuk selanjutnya disebut DPK, adalah kewajiban bank kepada penduduk dalam rupiah dan valuta asing. Umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sektor riil melalui penyaluran kredit. Dana pihak ketiga merupakan sumber dana yang berasal dari masyarakat yang terhimpun melalui produk giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Dana pihak ketiga yang dimiliki bank akan disalurkan ke berbagai jenis pembiayaan (Nur Kurnaliyah,2011:30). Sumber dana bank syariah dapat diperoleh dari empat sumber, yaitu modal, titipan, investasi, dan investasi khusus. Secara sederhana, sumber dana bank syariah dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Peghimpunan Sumber Dana Wadiah
MASYARAKAT
mudharabah
BANK SYARIAH
m. mulaqah muqayadah
32
1) Dana Titipan (Al-wadiah) Al-wadiah dalam segi bahasa dapat diartikan sebagai meninggalkan atau meletakkan, atau meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara dan dijaga. Dari aspek teknis, wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip kehendaki 2) Investasi (a) Al-Mudharabah Dalam mengaplikasikan mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola).Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.Bila bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. (b) Al-Mudharabah Mulaqah Penerapan Al-Mudharabah Mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis himpunan dana yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun Teknik perbankan.
33
Menurut (Arifin,2006:41) Yang termasuk dalam dana pihak ketiga yaitu: giro, tabungan dan deposito. Ketiga macam dana pihak ketiga tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 1) Giro Giro yang pada bank syariah disebut giro wadiah umumnya tetap sama dengan giro bank konvensional, dimana bank tidak membayar apapun kepada pemegangnya, bahkan tidak mengenakan biaya layanan (service charge). Dana giro ini
boleh
dipakai
bank
syariah
dalam
operasional
bagi
hasil
(profit
sharing).Pembayaran kembali nilai nominal giro dijamin sepenuhnya oleh bank dan dilihat sebagai pinjaman depositor kepada bank. Beberapa ulama memandang giro sebagai kepercayaan, dimana dana diterima bank sebagai simpanan untuk keamanan (wadi’ah yad al dhamanah). 2) Tabungan Tabungan di bank konvensional berbeda dari giro dimana ada beberapa restriksi seperti berapa dan kapan dapat ditarik. Tabungan biasanya memperoleh hasil pasti (fixed return). Pada bank bebas bunga, tabungan juga mempunyai sifat yang sama kecuali bahwa penabung tidak memperoleh hasil yang pasti. Menurut para ulama, penabung boleh menerima hasil yang berfluktuasi sesuai dengan hasil yang diperoleh bank dan setuju untuk berbagi resiko dengan bank.
34
3) Deposito Deposito pada bank konvensional menerima jaminan pembayaran kembali atas simpanan pokok dan hasil (bunga) yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada bank dengan sistem bebas bunga, deposito diganti dengan simpanan yang memperoleh bagian dari laba/rugi bank. Oleh karena itu, bank syariah menyebutnya rekening investasi atau simpanan investasi. Rekening-rekening itu dapat mempunyai tanggal jatuh tempo yang berbeda-beda. Giro dan tabungan itu dikumpulkan (pooled) menjadi satu dengan rekening investasi oleh bank syariah sebagai sumber dana utama bagi kegiatan pembiayaan (financing). b. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Pembiayaan Secara teknis yang dimaksud simpanan adalah seluruh dana yang dihasilkan dari produk penghimpunan dana dari masyarakat pada perbankan syariah, seperti : giro wadiah, tabungan wadiah dan deposito mudharabah. Salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan adalah simpanan, sehingga semakin meningkat sumber dana yang ada maka bank akan dapat menyalurkan pembiayaan semakin meningkat pula. Seperti teori pembiayaan (Karim 2004: 50) yang menyebutkan salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan (loan) adalah modal sendiri (ekuitas), sehingga semakin besar sumber dana (ekuitas) yang ada maka bank akan dapat menyalurkan pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula.Pembiayaan merupakansalah satu aktiva produktif yang merupakan lawan daripada dana pihak ketiga (DPK). Karenanya permintaan dan penawaran terhadap
35
pembiayaan juga haruslah mempertimbangkan faktor likuiditas dalam penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) karena dengan semakin meningkatnya dana pihak ketiga yang dikumpulkan maka kemungkinan semakin meningkat pula pembiayaan atau penyaluran dana yang akan di berikan Bank Syariah kepada masyarakat. Dalam penelitian Moch Soedarto, simpanan masyarakat yang terdiri dari tabungan dan deposito berpengaruh positif dan signifikan terhadap besar kecilnya penyaluran kredit. Oleh karena itu semakin besar simpanan masyarakat pada BPR akan semakin besar pulan penyaluran Kredit (Soedarto,2004:63). Dalam penelitian Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih terdapat pengaruh positif antara Dana Pihak Ketiga terhadap penyaluran kredit BPR. Jadi apabila Dana Pihak Ketiga naik akan berpengaruh terhadap naiknya penyaluran kredit BPR (Hasanudin & Prihatiningsih,2010:31) 6. Non Performing Financing (NPF) a. Pengertian Non Performing Financing (NPF) Resiko Kredit adalah risiko kerugian yang terkait dengan kemungkinan kegagalan pihak peminjam dana memenuhi kewajibannya atau risiko bahwa debitur tidak membayar kembali utangnya. Tingginya risiko kredit tecermin dari posisi rasio pembiayaan bermasalah yang sering dikenal sebagai Non Performing Financing (NPF) Non Performing Financing (NPF) adalah pembiayaan yang tidak dapat atau berpotensi untuk tidak mampu mengembalikan pembiayaan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui dan ditetapkan bersama secara tiba-tiba tanpa menunjukkan
36
tanda-tanda terlebih dahulu. Pembiayaan bermasalah berarti pembiayaan yang dalam pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi target yang diinginkan pihak bank seperti: pengembalian pokok atau bagi hasil yang bermasalah; pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi bank; pembiayaan yang termasuk golongan perhatian khusus, diragukan dan macet serta golongan lancar yang berpotensi terjadi penunggakan dalam pengembalian. Non Performing Financing dalam perbankan Syariah atau Non Performing Loans dalam perbankan konvensional adalah jumlah kredit yang tergolong tidak lancar/macet yaitu dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang kualitas aktiva produktif. Status NPF pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Proses pemberian dan pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat menekan NPF sekecil mungkin, dengan kata lain tingginya NPF sangat dipengaruhi oleh kemampuan bankbank syariah dalam menjalankan proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan kredit, termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit maupun indikasi gagal bayar. Profil resiko pembiayaan suatu bank dapat dilihat dari rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) dan pembentukan cadangan (cash provision). Semakin tinggi NPF, semakin tinggi resiko yang dihadapi bank, karena akan mempengaruhi permodalan bank tersebut karena dengan NPF yang tinggi akan
37
membuat bank mempunyai kewajiban untuk memenuhi Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang terbentuk. Bila hal ini terus terjadi maka mungkin saja modal bank tersebut akan tersedot untuk membayar PPAP, karena itulah bank menginginkan NPF yang rendah, nilai NPF yang rendah akan meningkatkan nilai profitabilitas bank syariah. ( Nur Kurnaliyah 2011:32) Besarnya NPF yang diperbolehkan Bank Indonesia adalah maksimal 5%, jika melebihi 5% akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan yaitu akan mengurangi nilai skor yang diperoleh. Variabel ini mempunyai bobot nilai 20%, skor nilai NPF ditentukan sebagai berikut : Lebih dari 8%, skor nilai
=0
Antara 5% - 8%, skor nilai
= 80
Antara 3% - 5%, skor nilai
= 90
Kurang dari 3%, skor nilai
= 100
Bila resiko pembiayaan meningkat, margin/bunga kredit akan meningkat pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam sektor perbankan tidak mengenal instrumen bunga, sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka.
38
1) Non Performing Financing (Penyedia Dana Bermasalah) Gross (Septiana Ambarwati,2008:65) NPF Gross adalah perbandingan antara jumlah pembiayaan yang diberikan dengan tingkat kolektabilitas 3 sampai dengan 5 dibandingkan dengan total pembiayaan yang diberikan oleh bank. Terdapat 5 kategori tingkat kolektabilitas pembiayaan yaitu: lancar (currrent), dalam perhatian khusus (special mention), kurang lancar (sub-standar), diragukan (doubtful), dan macet (loss). Berikut ini adalah rumusnya: Penyediaan Dana Bermasalah NPF Gross = Total Penyediaan Dana
Keterangan : a. Penyediaan/penyaluran dana berupa piutang dan ijarah. b. Pembiayaan merupakan pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain). c. Penyediaan dana bermasalah adalah penyediaan dana dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. d. Penyediaan dana bermasalah dihitung secara gross tidak dikurangi PPAP. e. Angka dihitung perposisi (tidak disetahunkan).
39
2) Non Performing Financing (Penyediaan Dana Bermasalah) Net Penyediaan Dana Bermasalah – PPAP NPF Net = Total Penyediaan Dana
Keterangan: PPAP adalah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif sesuai ketentuan tentang PPAP yang berlaku bagi bank syariah. b. Hubungan Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan Resiko Kredit adalah risiko kerugian yang terkait dengan kemungkinan kegagalan pihak peminjam dana memenuhi kewajibannya atau risiko bahwa debitur tidak membayar kembali utangnya. Tingginya risiko kredit tecermin dari posisi rasio pembiayaan bermasalah yang sering dikenal sebagai Non-Performing Financing (NPF) Profil resiko pembiayaan suatu bank dapat dilihat dari resiko pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing). Semakin tinggi Non Performing Finacing (NPF) semakin tinggi pula resiko yang dihadapi bank. Variabel NPF mempunyai pengaruh yang signifikan negatif terhadap pembiayaan Artinya jika persentase NPF meningkat maka persentase pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah akan berkurang, dengan asumsi variabel lain tetap. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah yang tinggi dapat mengakibatkan tidak bekerjanya fungsi intermediasi bank secara optimal karena mengurangi atau menurunkan perputaran
40
dana bank, sehingga memperkecil kesempatan bank memperoleh pendapatan. Apabila dana di bank berkurang maka akan pula mengurangi pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada masyarakat (Nasiruddin, 2005). Hasil penelitian Moch. Soedarto menyimpulkan bahwa pada taraf signifikansi 5% jumlah kredit non lancar berpengaruh negatif signifikan terhadap besarkecilnya pemberian kredit. Oleh karena itu semakin besar kredit non lancar maka jumlah kredit yang dapat disalurkan oleh Bank Syariah semakin kecil, begitu sebaliknya (Soedarto,2004:64) Dalam penelitian Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih terhadap hubungan positif tetapi tidak signifikan antara variabel Non Performing Loan terhadap Penyaluran kredit BPR. Hal ini berarti berapapun tingkat non Performing Loan tidak akan mempengaruhi penyaluran kredit BPR (Hasanudin & prihatiningsih,2010:31). 7. Inflasi a. Pengertian Inflasi Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/komoditas dan jasa selama satu periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas. Definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit penghitung moneter) terhadap barang/komoditas dan jasa. Sebaliknya jika yang terjadi adalah penurunan nilai unit penghitung moneter terhadap barang/komoditas dan jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation).
41
Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dan tingkat harga secara umum. Persamaannya adalah sebagai berikut : Tingkat harga t– tingkat harga t-1 x 100 = Rate of Inflation Tingkat harga t-1
Umumnya, otoritas yang bertanggung jawab dalam mencatat statistik perekonomian suatu Negara menggunakan consumer price index dan producer price index sebagai pengukur tingkat inflasi (Karim,2010:136). Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat kita temukan dalam literature ekonomi. Keanekaragaman pengertian inflasi tersebut terjadi karena luasnya pengaruh inflasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Hubungan yang erat dan luas antara inflasi dan berbagai sektor perekonomian terebut melahirkan berbagai perbeaan pengertian dan presepsi kita tentang inflasi, demikian pula dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan untuk solusinya. Namun, pada prinsipnya masih terdapat beberapa kesatuan panangan bahwa inflasi merupakan suatu fenomena dan dilemma ekonomi. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu Negara (Khalwaty,2000:5). Ryan C. Amacher dan Holley H. Ulbrich dalam bukunya Principle of Microeconomic (1989:101-102) menjelaskan bahwa terjadinya inflasi merupakan akibat dari kenaikan tingkat harga di atas rata-rata yang berlaku umum yang dapat
42
diukur dengan indeks harga barang-barang konsumsi dari tahun ke tahun, sebagaimana terlihat pada definisi inflasi yang dikemukakan sebagai berikut : Inflation arises in the general, or average, level of price. The measure of inflation is a price index. A price index measure changes in price level from year to year. The best known measure is the Consumer Price Index (CPI). Consumer Price Inex is a measure of the year increase in the price level based on the cost of a representative market basket of consumer goods. Jadi inflasi merupakan suatu keadaan di mana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Khalwaty,2000:6). b. Teori Inflasi 1) Teori Kuantitas Teori ini dikemukakan oleh Irving Fisher yang tergolong dalam ekonom klasik, teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut : (a) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral. (b) Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.
43
2) Keynesian Model Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan (permintaan agregat). Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. 3) Mark-up Model Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut : Price = Cost + Profit Margin Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu persentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi : Price = Cost + ( a% x Cost ) Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau kenaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar.
44
4) Teori Struktural : Model Inflasi di Negara Berkembang Banyak studi mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam dan sebagainya) atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks. c. Macam-Macam Inflasi 1) Berdasarkan Tingkat/Laju Inflasi Menurut Paul A. Samuelson, seperti sebuah penyakit macam inflasi berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu: (a) Moderate inflation, disebut juga “inflasi satu digit”, adalah inflasi dengan karakteristik terjadinya kenaikan harga secara lambat. Pada umumnya, pada tingkat inflasi ini, orang masih mau memegang uang tunai dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil.
45
(b) Galloping inflation, yaitu inflasi yang terjadi pada tingkatan 20% sampai 200% per tahun. Pada tingkatan inflasi ini, orang hanya mau memegang uang seperlunya, dan cenderung menyimpan kekayaan dalam bentuk aset-aset riil. Pasar uang akan mengalami penyusutan dan dana dialokasikan melalui cara-cara selain yang berorientasi pada tingkat bunga. Orang hanya bersedia memberikan pinjaman dengan tingkat bunga yang sangat tinggi. Inflasi jenis ini mengakibatkan
terjadinya
gangguan
serius
pada
perekonomian
karena
masyarakat cenderung menyalurkan dananya untuk berinvestasi di luar negeri dari pada di dalam negeri (capital outflow). (c) Hyper inflation, yaitu inflasi dengan tingkat sangat tinggi, berkisar antara jutaan persen per tahun. Jika banyak pemerintahan masih sanggup bertahan menghadapi galloping inflation, maka tidak ada yang dapat bertahan menghadapi inflasi jenis ini. Contohnya adalah Weimar Republic di Jerman pada tahun 1920-an. 2) Berdasarkan Sumber atau Penyebab Inflasi Inflasi berdasarkan sumber atau penyebab inflasi, inflasi dapat digolongkan sebagai berikut: (a) Natural Inflation dan Human Error Inflation. Sesuai dengan namanya natural Infaltion adalah inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah yang manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya. Human error Inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri.
46
(b) Actual/anticipated/expected inflation dan unanticipated/unexpected inflation. Pada expected inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi. Sedangkan pada unexpected inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi. (c) Demand pull inflation, inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian sedang berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan tinggi, dan selanjutnya daya beli masyarakat bisa tinggi. Daya beli tinggi mendorong permintaan melebihi total produk yang tersedia. Permintaan aggregate meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, akibatnya timbul inflasi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh grafik berikut: Gambar 2.2 Demand Pull Inflation P
AS P2 P1 AD2 AD1 0
Q1 Q2
Q
Kondisi ini mendatangkan uang yang lebih di dalam negeri, sehingga
pendapatan dan daya beli masyarakat naik AD , atau pada grafik dilukiskan
47
sebagai kurva AD yang bergeser ke kanan, mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan P . (d) Cosh push inflation, inflasi ini terjadi bila biaya produksi mengalami kenaikan secara terus menerus. Kenaikan biaya produksi dapat berawal dari kenaikan harga input seperti kenaikan upah minimum, kenaikan BBM, kenaikan bahan baku dan kenaikan input yang lainnya. Hal ini dapat digrafikkan sebagai berikut Gambar 2.3 Cost Push Inflation P
AS2
P2
AS1
P1 AD
0
Q2 Q1
Q
Dengan adanya kenaikan biaya produksi P , selanjutnya menurunkan
tingkat produksi AS . Sehingga dalam pasar quantitas atas produksi tersebut mengalami penurunan (Q1 ke Q2). (e) Spiralling Inflation. Inflasi jenis ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh inflasi akibat dari inflasi yang terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya. (f) Imported Inflation dan Domestic Inflation. Imported Inflation bisa dikatakan adalah inflasi di negara lain yang ikut dialami oleh suatu negara karena harus
48
menjadi price taker dalam pasar perdagangan internasional. Domestic Inflation bisa dikatakan inflasi yang hanya terjadi di dalam negeri suatu negara yang tidak begitu mempengaruhi negara-negara lainnya (Adiwarman Karim,2010:138). d. Inflasi Dalam Perspektif Ekonomi Islam Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena empat hal sebagai berikut: 1). Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi pembayaran di muka, dan fungsi unit penghitungan. Akibat beban inflasi tersebut, orang harus melepaskan diri dari uang dan aset keuangan. Inflasi juga mengakibatkan terjadinya inflasi kembali atau self feeding inflation. 2) Melemahkan semangat masyarakat untuk menabung (turunnya marginal propensity to save). 3) Meningkatkan kecenderungan berbelanja, terutama untuk barang-barang non primer dan mewah (naiknya marginal propensity to consume). 4) Mengarahkan investasi pada hal-hal tidak produktif seperti penumpukan kekayaan berupa tanah, bangunan, logam mulia, dan mata uang asing serta mengorbankan investasi produktif seperti pertanian, industri, perdagangan, dan transportasi (Adiwarman karim,2010:140)
49
e. Hubungan Tingkat Inflasi Terhadap Pembiayaan Inflasi
merupakan
kenaikan
secara
umum
dari
harga
barang-
barang/komoditas dan jasa secara terus-menerus dalam suatu periode tertentu.Inflasi dapat menimbulkan gangguan terhadap fungsi tabungan (nilai simpanan). Bank syariah sebagai salah satu pemain di industri keuangan perbankan tidak luput dari dampak inflasi. Hubungan yang erat dan luas antara inflasi dan berbagai sektor perekonomian terebut melahirkan berbagai perbeaan pengertian dan presepsi kita tentang inflasi, demikian pula dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan untuk solusinya. Namun, pada prinsipnya masih terdapat beberapa kesatuan panangan bahwa inflasi merupakan suatu fenomena dan dilemma ekonomi. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu Negara (Khalwaty,2000:5). Inflasi dapat menyebabkan tingginya resiko default. Resiko ini akan meningkatkan non performing financing perbankan syariah. Sehingga ketika tingkat inflasi dalam keadaan tinggi, maka pihak bank akan sangat berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan. Selain itu inflasi juga bisa memberikan tekanan bagi bank syariah dalam hal penghimpunan dana dari masyarakat, naik turunnya inflasi akan mempengaruhi tingkat saving masyarakat, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pembiayaan bank syariah.
50
B. Penelitian Sebelumnya 1. Moch Soedarto (2004) Penelitian ini mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi yang mempengaruhi penyaluran kredit pada bank perkreditan rakyat (BPR). Dengan menggunakan analisis regresi berganda mendapatkan hasil empiris yang menunjukan bahwa secara parsial maupun simultan tingkat suku bunga, tingkat kecukupan modal BPR, jumlah simpanan masyarakat, dan jumlah kredit non lancar berpengaruh secara positif terhadap penyaluran kredit BPR. 2. Duddy Roesmara dan Nurul Chotimah (2009) Penelitian ini mengenai analisis variable-variabel yang mempengaruhi Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia ditinjau dari sisi penawaran. Penelitian ini menggunakan analisis Ordinary Least Square (OLS). Urutan variable yang mempengaruhi pembiayaan adalah tingkat bagi hasil, dana pihak ketiga, modal per asset dan pendapatan, sedangkan yang tidak berpengaruh adalah Non Performing Financing. 3. Mohamad Hasanudin dan prihatiningsih (2010) Penelitian ini tentang pengaruh jumlah DPK, Tingkat Suku Bunga kredit, Non Performing Loan (NPL), dan Tingkat Inflasi terhadap Penyaluran Kredit BPR di Jawa Tengah. Pengujian ini dilakukan dengan metode analisis kuantitatif regresi linier berganda dengan mempertimbangkan R2 (R Square), Uji T-test, Uji F (Varian), serta
mempertimbangkan
uji
asumsi
klasik
yaitu
multikolinieritas,
heterokodastisitas, dan autokorelasi.
51
Dari hasil analisis secara simultan dengan level of significant 5% terdapat pengaruh positif signifikan antara DPK dengan penyaluran kredit BPR,terdapat pengaruh positif tidak signifikan antara NPL dengan penyaluran kredit BPR,terdapat pengaruh positif tidak signifikan antara inflasi dengan penyaluran kredit BPR, terdapat pengaruh negative tidak signifikan antara tingkat suku bunga kredit dengan penyaluran kredit BPR. 4. Hariandy Hasbi dan Endang Sumachdar (2011) Penelitian tersebut ditulis dengan tema Financial Performance Analysis for Islamic Rural Bank to Third Party Funds and The Comparation with Conventional Rural Bank in Indonesia. Analisis ini menggunakan metode deskriptif, analisis regresi berganda dan uji t sebagai alat untuk menguji hipotesis. Hasil dari penelitian ini adalah variabel ROA, NPF, OEOI secara parsial signifikan berpengaruh terhadap penigkatan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), kecuali CAR dan FDR. Secara simultan CAR, ROA, NPF, OEOI, dan FDR berpengaruh secara signifikan meningkatkan jumlah penghimpunan Dana Pihak Ketiga. Dan hasil penelitian lainnya adalah performa keuangan dari Bank Pembiayaan Rakyat Syarih lebih baik dari konvensional. 5. Wuri Arianti& Harjum Muharamm (2011) Penelitian ini mengenai analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), dan Return Of Asset (ROA) terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah. Menggunakan OLS dengan mencari tahu hubugan variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya.
52
DPK berpengaruh positif signifikan terhadap pembiayaan, CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan, ROA tidak berpengaruh terhadap pembiayaan, dan NPF tidak berpengaruh terhadap pembiayaan. Secara simultan semua variabel dependen berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan bank syariah di Indonesia. 6. Siti Syamsiah (2012) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Jumlah Pembiayaan dan Nasabah Terhadap Keuntungan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) As Salam di Indonesia. Penelitian ini mengguanakan analisis deskriptif, analisis rasio profitabilitas dan keuntungan usaha, dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukan Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel bebas yang digunakan ternyata tidak seluruhnya berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas yang telah ditentukan, hanya ada dua variabel yang berpengaruh. Variabel pembiayaan modal kerja secara parsial berpengaruh nyata terhadap keuntungan. Pembiayaan modal kerja dalam model mempunyai pengaruh negatif, artinya setiap penurunan pembiayaan modal kerja akan meningkatkan keuntungan. Pembiayaan modal kerja berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 90 persen. Nilai elastisita spembiayaan modal kerja dalam fungsi keuntungan sebesar -7,310 yang artinya bahwa setiap penurunan pembiayaan modal kerja sebesar Rp 100.000, maka keuntungan akan meningkat sebesar Rp 731.000 dengan asumsi faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Sehingga diharapkan BPRS Al Salaam lebih memperhatikan dalam penyaluran pembiayaan modal kerja
53
Variabel pembiayaan konsumsi secara parsial berpengaruh nyata terhadap keuntungan. Pembiayaan konsumsi dalam model mempunyai pengaruh positif, artinya setiap ada kenaikan jumlah pembiayaan konsumsi, maka keuntungan yangdiperoleh BPRS Al Salaam akan meningkat. Nilai elastisitas pembiayaan konsumsi dalam fungsi keuntungan sebesar 6,852 yang artinya bahwa setiap penambahan pembiayaan konsumsi sebesar Rp 100.000, maka keuntungan akan meningkat sebesar Rp 685.200 dengan asumsi faktor lain dianggap tetap (caterisparibus). Variabel jumlah nasabah modal kerja (X1), pembiayaan modal kerja (X2), pembiayaan investasi (X3),jumlah nasabah konsumsi (X4), jumlah pembiayaan konsumsi (X5) secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap keuntungan (Y) 7. Anastasya Sri et al (2013) Penelitian ini mengenai The Influence of Third-Party Funds, Car, Npf, and Roa Againts The Financing of a General Sharia-Based Bank in Indonesia yaitu pengaruh DPK, ROA, CAR, NPF terhadap pembiaayaan syariah secara umum berdasarkan bank di Indonesia. Penelitian ini menggunakan regresi berganda sebagai model analisisnya. Hasil dari penelitian ini adalah DPK, CAR, dan ROA secara pasrial tidak mempunyai pengaruh terhadap pembiayaan PLS. sementara NPF mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaa. Hasil yang lainnya adalah DPK, ROA, CAR, dan NPF secara simultan mempunyai pengaruh terhadap pembiayaan. Perbedaan Penelitian terdahulu dengan Penelitian mengenai analisis pengaruh jumlah dana pihak ketiga, non performing financing, dan tingkat inflasi terhadap total
54
pembiayaan BPRS Syariah di Indonesia bisa dilihat dari berbedanya alat analisis, ruang lingkup penelitian, dan tahun penelitian. Tabel 2.2 Penelitian Sebelumnya No Penulis dan Tahun 1
Moch Soedarto (2004)
2
3
Variabel Dependen Dependen: 1. Penyaluran Kredit
Variabel Independen
Hasil
Independen: 1. Tingkat suku bunga 2. tingkat kecukupan modal 3. Jumlah simpanan masyarakat 4. Jumlah kredit non lancar
Dengan menggunakan analisis regresi berganda mendapatkan hasil empiris yang menunjukan bahwa secara parsial maupun simultan tingkat suku bunga, tingkat kecukupan modal BPR, jumlah simpanan masyarakat, dan jumlah kredit non lancar berpengaruh secara positif terhadap penyaluran kredit BPR.
Duddy Dependen : Roesmara dan 1. Pembiayaan Nurul Chotimah (2009)
Independen : 1. Tingkat Margin 2. DPK 3. Modal per aset 4. NPF
Ordinary Least Square (OLS) Urutan variable yang mempengaruhi pembiayaan adalah tingkat bagi hasil, dana pihak ketiga, modal per asset dan pendapatan, sedangkan yang tidak berpengaruh adalah Non Performing Financing.
Mohamad Dependend : Hasanudin 1. Penyaluran dan Kredit BPR Prihatiningsih (2010)
Independend : 1. DPK 2. Tingkat Suku Bunga Kredit 3. Non Performing Loan (NPL) 4.Inflasi
Analisis Kuantitatif Regresi Linier Berganda (SPSS) Terdapat pengaruh positip antara DPK terhadap penyaluran kredit BPR.Terdapat pengaruh yang negatif tetapi tidak signifikan antara variabel tingkat suku bunga. kredit dengan penyaluran kredit BPR. Terdapat pengaruh yang positip tetapi tidak signifikan antara variabel Non Performance Loan dengan penyaluran kredit BPR. Terdapat pengaruh yang positip tetapi tidak signifikan antara variabel tingkat inflasi dengan penyaluran kredit BPR. Terdapat
55
pengaruh yang negatip dan signifikan antara variabel tingkat risiko kredit dengan penyaluran kredit BPR.
4
Hariandy Hasbi dan Endang Sumachdar (2011)
Dependen : 1.Dana Pihak Ketiga 2. Performa keuangan
Independen : 1. CAR 2. ROA 3. NPR 4. OEOI 5. FDR
5
Wuri Arianti& Harjum Muharamm (2011)
Dependend : Pembiayaan
Independend : 1. DPK NPF CAR ROA
6
Siti Syamsiah Dependen : (2012) 1. Keuntungan
Independen : 1.Nasabah modal kerja 2.Pembiayaan modal kerja 3.Nasabah investasi 4.Pembiayaan investasi 5.modal konsumsi 6.Pembiayaan konsumsi
Penelitian ini menggunakan meode deskriptif, analisis regresi berganda dan uji t. Dari hasil analisis menunjukan bahwa ROA, NPF, OEOI berpengaruh signifikan terhadap DPK. Secara simultan ROA, NPF, CAR, OEOI, FDR berpengaruh menigkatkan DPK. Performa keuangan dari Bank Pembiayaan Rakyat Syarih lebih baik dari konvensional. Penelitian ini menggunakan metodeOrdinary Least Square (OLS) Dengan hasil DPK berpengaruh positif signifikan terhadap pembiayaan, CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan, ROA tidak berpengaruh terhadap pembiayaan, dan NPF tidak berpengaruh terhadap pembiayaan. Secara simultan semua variabel dependen berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan bank syariah di Indonesia. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel bebas yang digunakan ternyata tidak seluruhnya berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas yang telah ditentukan, hanya ada dua variabel yang berpengaruh. Variabel pembiayaan modal kerja secara parsial berpengaruh nyata terhadap keuntungan. Pembiayaan modal kerja dalam model mempunyai pengaruh negatif, artinya setiap penurunan pembiayaan modal kerja akan meningkatkan keuntungan. Variabel pembiayaan konsumsi secara parsial berpengaruh nyata terhadap keuntungan. Pembiayaan konsumsi dalam model mempunyai pengaruh positif, artinya setiap ada kenaikan jumlah pembiayaan konsumsi, maka keuntungan yang diperoleh BPRS akan meningkat.
56
7
Anastasya Sri Dependen : et al (2013) 1. Pembiayaan
Independen : 1. DPK 2. CAR 3. NPF 4. ROA
Penelitian ini menggunakan model analisis regresi berganda sebagai alat analisisnya. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa DPK, CAR, dan ROA secara pasrial tidak mempunyai pengaruh terhadap pembiayaan PLS. sementara NPF mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaa. Hasil yang lainnya adalah DPK, ROA, CAR, dan NPF secara simultan mempunyai pengaruh terhadap pembiayaan.
C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan. (Rodoni,2010:15) Berikut penjelasan dari kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan : Peranan Bank Syariah Syariah saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang rindu akan keadilan. Kebutuhan manusia yang tidak ada batasnya dan kebutuhan akan modal usaha yang tinggi dalam masyarakat khususnya masyarakat kecil dan menengah membuat alokasi yang di berikan kepada usaha kecil dan menengah oleh perbankan syariah di Indonesia harus lebih ditingkatkan. Oleh karena itu pula penulis menganalisis apakah variable-variabel seperti Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF) dan Tingkat Inflasi berpengaruh atas
57
tumbuh dan berkembangnya pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia. Dana Pihak Ketiga (DPK), dana yang terkumpul dari nasabah akan digunakan untuk pembiayaan. Hal ini dilakukan agar uang yang ada di bank dapat berputar dan tidak menganggur (idle), sehingga bank akan mendapatkan keuntungan dan begitu pula dengan nasabah. Menurut (Adnan dan Pratin,2005:37) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Pasal 1) disebutkan bahwa, “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan”. Pembiayaan yang diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 tumbuh dengan signifikan di setiap tahun ke depan (lihat gambar1.1). dan hal tersebutlah yang dapat membangun dan meningkatkan perekonomian sektor riil di Indonesia. Kondisi inflasi akan mempengaruhi pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, contohnya: peningkatan harga barang yang menjadi objek transaksi, kemampuan nasabah dan bank di kemudian hari apabila terjadi inflasi akan mempengaruhi pengembalian cicilan dan tingkat keuntungan bank, sehingga bank akan lebih selektif dan sangat berhati-hati dalam memberikan pembiayaan kepada masyarakat di saat kondisi tingkat inflasi yang tidak stabil. Selanjutnya pada variabel Non Performing Financing (NPF), memiliki hubungan yang negatif terhadap pembiayaan. Artinya meningkatnya Non Performing
58
Financing maka akan semakin kecil permodalan yang diterima oleh bank dan pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah akan berkurang. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah bahwa total pembiayaan yang diberikan oleh BPR Syariah dipengaruhi oleh tiga variabel antara lain, Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Tingkat Inflasi. Setelah memperoleh data disetiap variabel peneliti mulai melakukan analisis regresi berganda menggunaka software Eviews 6, Kemudian diukur dengan dengan Metode analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah model koreksi kesalahan atau Error Correction Model (ECM) yang diperkenalkan oleh Sargan dan dipopulerkan oleh Engle dan Granger. Model ini mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka panjang dan juga dapat memecahkan masalah variabel time series yang rentan dengan ketidakstasioneran yang sebelumnya dilakukan uji stasioner Phillips-Perron (PP) test dan uji kointegrasi Phillips-Perron (PP) test, singkatnya akan penulis gambarkan pada kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran dalam penelitian inijika divisualisasikan dalam bentuk skema atau model sederhana adalah sebagai berikut :
59
Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Non Performing Financing, dan Tingkat Inflasi terhadap Total Pembiayaan yang diberikan BPRS di Indonesia
Dana Pihak Ketiga (X1)
Non Performing Financing (X2)
Tingkat Inflasi (X3)
Total Pembiayaan (Y) Uji Normalitas Uji Linieritas Uji Akar Unit Tidak Stasioner Uji Derajat Integrasi
Uji Stasioner
Stasioner
Uji Kointegrasi Stasioner pada ordo sama
Uji asumsi klasik : Uji Multikolinieritas, Uji Aoutokolerasi, Uji Heterokedastisitas UJI ECM
Uji ECT Analisis Ekonomi Kesimpulan dan Implikasi
60
D. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang masih perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas, dan dapat diuji. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Dana Pihak Ketiga (X1) Ho : Diduga Dana Pihak Ketiga tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007-Oktober 2012. Ha : Diduga Dana Pihak Ketiga berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007-Oktober 2012. 2. Variabel Non Performing Financing (X3) Ho : Diduga Non Performing Financing tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007- Oktober 2012. Ha : Diduga Non Performing Financing berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007- Oktober 2012. 3. Variabel Tingkat Inflasi (X2) Ho : Diduga Tingkat Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007- Oktober 2012.
61
Ha : Diduga Tingkat Inflasi berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap total Pembiayaan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode Januari 2007- Oktober 2012.
62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini penulis memfokuskan variabel dependen yaitu Total Pembiayaan yang diberikan BPRS di Seluruh Indonesia.Dan variabel independenya difokuskan pada Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Tingkat Inflasi. Penellitian ini merupakan penelitian analisis pengaruh, karena tujuan penelitian ini adalah meneliti hubungan pengaruh antara dua variabel yaitu variabel dependen (Total Pembiayaan BPRS dan variabel independennya Dana Pihak Ketiga, Non Performing Financing, dan Tingkat Inflasi). Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data runtun waktu (time series), semua data diambil dalam bentuk bulanan dalam kurun waktu bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Oktober 2012 dan diperoleh dari Bank Indonesia serta dari sumber lain yang terkait. B. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan hal yang harus dilakukan dalam penyusunan skripsi ini, karena penulis dalam menyusun skripsi ini memerlukan data-data yang lengkap, akurat dan dapat disahkan kebenarannya. Dalam penulisan skripsi ini, data yang diperlukan dengan menggunakan teknik penelitian sebagai berikut : 1. Data sekunder a.
Statistik Perbankan Indonesia (Bank Indonesia).
b.
Buku-buku literatur.
63
c.
Media cetak.
d.
Media elektronik dan
e.
Sumber lainnya yang dapat dipercaya
2. Data penelitian ini diperoleh dengan cara : a. Riset kepustakaan (library research) Berupa pengumpulan data dengan membaca buku-buku dari beberapa literatur,
referensi,
laporan-laporan
keuangan
dan
bahan-bahan
yang
berhubungan atau mendukung karya akhir ini. b. Riset lapangan (field research) Melakukan kunjungan langsung ke lokasi dimana penulis dapat memperoleh data dengan (observasi) pengamatan, yakni berupa sumber data sekunder dari laporan keuangan Bank Indonesia (Perbankan Syariah). c. Riset Internet (Internet Research) Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa, karena ilmu selalu berkembang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut penulis melakukan penelitian dengan teknologi yang juga berkembang yaitu internet sehingga
data
yang
diperoleh
merupakan
datayang sesuai
dengan
perkembangan zaman.
64
C. Teknik Analisis Data Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode data kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik melalui pendekatan regresi berganda, yaitu suatu analisis yang mengukur pengaruh antarvariabel yang melibatkan lebih dari dua variabel independen terhadap variabel dependen . Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Error Correction Model (ECM) untuk melihat hubungan jangka pendek dan menggunakan uji Kointegrasi untuk melihat indikasi adanya hubungan jangka panjang. Analisis data akan dilakukan dengan bantuan aplikasi komputer, program Eviews 6. Pengujian ECM baru dapat dilakukan bila terdapat indikasi adanya hubungan jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi. Variabel-variabel dikatakan terkointegrasi bila stasioner pada ordo yang sama. Untuk menguji kestasioneran data, maka pada penelitian ini digunakan Phillips-Perron (PP) test. Dalam Phillips-Perron test, perlu menentukan jumlah truncation lag untuk koreksi Newey-West, yaitu dengan menggunakan rumus N1/3 = 321/3 = 3,17 yang kemudian dibulatkan pada nilai satuan terdekat dibawahnya yaitu 3 (Yahya Hamja, 2008). Nilai koefisien regresi sangat berarti sebagai dasar analisis. Koefisien β akan bernilai positif (+) jika menunjukkan hubungan yang searah antara variabel independen dengan variabel dependen, Artinya kenaikan variabel independen akan mengakibatkan kenaikan variabel dependen, begitu pula sebaliknya jika variabel independen mengalami penurunan. Sedangkan nilai β akan negatif (-) jika menunjukkan hubungan yang berlawanan, artinya kenaikan variabel independen akan
65
mengakibatkan penurunan variabel dependen, demikian pula sebaliknya. Uji yang pertama dilakukan adalah uji normalitas dimana untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Selanjutnya model persamaan yang diperoleh dari pengolahan data diupayakan tidak terjadi gejala multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala-gejala tersebut akan dilakukan uji terlebih dahulu dengan uji asumsi klasik. Berikut ini merupakan alat untuk menguji suatu nilai residual, yaitu : 1. Uji Normalitas Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya bukan pada masing-masing variabel penelitian. Sebenarnya normalitas dapat dilihat dari gambar histogram, namun seringkali polanya tidak mengikuti kurva normal, sehingga sulit disimpulkan. Akan lebih mudah bila melihat koefisien Jarque-Bera dan Probabilitasnya. Kedua angka ini saling mendukung.(Wing Wahyu,2011:5.39) Langkah-langkah pengujian normalitas data sebagai berikut:
66
Hipotesis:
Ho: Model Normal Ha: Model Tidak Normal
Bila probabilitas Obs*R2> 0.05 → Signifikan, Ho diterima Bila probabilitas Obs*R2< 0.05 → Tidak signifikan, Ho ditolak 2. Uji Linieritas Uji yang sangat populer untuk menguji masalah linieritas adalah uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey tahun 1969 untuk lebih dikenal dengan nama Ramsey RESET Test. Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan dalam suatu model estimasi. Akan tetapi menurut (Insukindro,2003) uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau tidak linier. langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis:
Ho: Model Linear Ha: Model Tidak Linear
Bila probabilitas Obs*R2> 0.05 → Signifikan, Ho diterima Bila probabilitas Obs*R2< 0.05 → Tidak signifikan, Ho ditolak. 3. Uji Stasioneritas Proses yang bersifat random atau stokastik merupakan kumpulan dari variabel random dalam urutan waktu. Setiap data time series yang kita punyai merupakan suatu data dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil proses random dikatakan stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu: jika rata-rata dan varian konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data runtun waktuhanya tergantung dari kelambanan
67
antara dua periode waktu tertentu (AgusWidarjono, 2005). Salah satu persyaratan penting untuk mengaplikasikan model seri waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka dalam penelitian ini perlu digunakan beberapa uji stasioner.Dalam melakukan uji stasioneritas, penulis akan melakukan proses analisis yang terdiri dari : a. Uji Akar Unit Uji Phillips-Perron memasukkan adanya autokorelasi di dalam variabel gangguan dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi. Phillips-Perron (PP) membuat uji akar unit dengan menggunakan metode statistik nonperametrik dalam menjelaskan adanya autokorelasi antara variabel gangguan tanpa memasukkan variabel penjelaskelambanan diferensi. (Agus Widarjono, 2007) Statistik distributif t tidak mengikuti statistik distributif normal tetapi mengikuti distributif statistik PP sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik PP dengan nilai kritisnya yaitu distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik PP lebih besar darinilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik PP lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner.
68
b. Uji Derajat Integrasi Data time series pada umumnya adalah data yang tidak stasioner.Untuk menghindari regresi lancung maka harus ditransformasikan data nonstasioner menjadi
data
stasioner.
Menurut
(Nachrowi,2006)
dalam
berbagai
studi
ekonometrika, data time series sangat banyak digunakan. Namun dibalik pentingnya data tersebut, ternyata data time series menyimpan berbagai permasalahan, salah satunya
yaitu
auotokorelasi.
auotokorelasi
ini
merupakan
penyebab
yang
mengakibatkan data menjadi tidak stasioner, sehingga bila data dapat distasionerkan maka otokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena metode transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner sama dengan transformasi data untuk menghilangkan otokorelasi. Dalam uji akar unit PP bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka diperlukan proses deferensi data. Uji stasioner data melalui proses diferensi ini disebut uji derajat integrasi. Seperti uji akar unit PP, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik PP yang diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu. Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner.
69
4. Uji Asumsi Klasik Uji
asumsi
klasik
dilakukan
untuk
mendeteksi
apakah
terdapa
tmultikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu diperlukannya pendeteksian lebih lanjut diantaranya : (Nachrowi, 2006) a. Uji Heterokedastisitas Heteroskedastisitas terjadi apabila variasi Ut tidak konstan atau sering berubah-ubah seiring dengan berubahnya nilai variabel independent (Gujarati, 2006). Untuk melacak keberadaan heteroskedastisitas dalam penelitian ini digunakan uji White. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi
ketidaksamaan
kepengamatan yang lain. Jika
variance
dari
residual
satu
pengamatan
variance dari residual satu pengamatan
kepengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah disebut denfan Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas (Nachrowi, 2006). Uji heterokedastisitas ini dilakukan dengan mengkuadratkan residualnya dan menjadikan residual tersebut sebagai dependent variabel. Salah satu cara untuk menguji ada tidaknya heterokedastisitas dalam data adalah dengan
70
menggunakan uji white. Yaitu dengan memperhatikan probabilitas dari obs*squarenya. Jika lebih dari a = 5 % maka data tersebut tidak signifikan dan tidak terdapat heteroskedastisitas. b. Uji Otokorelasi Otokorelasi (autocorrelation) adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainya.Otokolerasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtun waktu (time series), karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya. Meskipun demikian, tetap dimungkinkan otokorelasi dijumpai pada data yang bersifat antarobjek (cross section) (Wing Wahyu,2011:5.26). Uji Otokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. otokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan penganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi salah satunya dengan menggunakan uji Breusch Godfrey LM.Uji ini adalah adanya autokorelasi tingkat pertama dalam variabel pengganggu. Caranya yaitu dengan melihat besarnya probabilitas yang diukur dengan signifikan level sebesar 5 % (a = 5 %). Apabila lebih besar dari 5 %, maka data tersebut tidak signifikan dan tidak terdapat
71
autokorelasi. c. Uji Multikolilieritas Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antarvariabel independen.
Karena
melibatkan
beberapa
variabel
independen,
maka
multikolinieritas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel denpenden dan satu variabel independen). Kondisi terjadinya multikolinieritas di tunjukan dengan berbagai informasi, salah satunya dengan melihat R2 yang tinggi, tetapi variabel independen banyak yang tidak signifikan (Wing Wahyu, 2011:5.1). R2 yang tinggi tetapi sedikit variabel yang signifikan. Meskipun kolinieritas menyebabkan standart error dari parameter menjadi lebih besar tetapi hal ini tidak terjadi pada model secara keseluruhan.Residual model adalah tidak bias, dengan demikian R 2 yang dimiliki adalah valid. Jadi, kita memiliki model dengan R2 yang tinggi ( misalnya>0,7) tetapi sedikit variabel yang signifikan, kita dapat menduga bahwa model yang dimiliki mengalami multikolinieritas (Doddy Ariefianto, 2012:53). 5. Uji Error Correction Model (ECM) a.
Uji ECM Model ECM pertama kali diperkenalkan oleh Sargan dan kemudian
dikembangkan oleh Hendry dan dipopulerkan oleh Engle-Granger. Model ini memasukan penyesuaian untuk melakukan koreksi bagi ketidakseimbangan, dan model ini mempunyai beberapa kegunaan, namun penggunaan yang utamanya
72
adalah mengatasi masalah pada data time series yang tidak stasioner. Dalam penelitian ini, Model ECM digunakan setelah melalui uji normalitas data, linieritas, stasioneritas, derajat integrasi, kointegrasi dan uji asumsi klasik, serta terbebas dari semua permasalah dari pengujian tersebut, sehingga model ECM yang digunakan sudah layak untuk dipakai dan dianalisis. Analisis yang digunakan bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Setelah pengujian ECM dilakukan, maka model yang terbentuk akan dilakukan uji ECT ( Error Correction Term). Berikut ini merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian ini : Model Dasar : PBPRS = (DPK, NPF. INFLASI) Model Ekonometrika : PBPRSt =β0 + β1 DPKt +β2 NPFt + β3 INFLASIt + e Jika diuraikan dalam bentuk log(ln) akan berubah menjadi sebagai berikut : LNPBPRSt = β0 + β1 LNDPKt + β2 NPFt + β3 INFLASI t + e Sehingga rumus yang terbentuk dalam penelitian ini adalah : D(LNPBPRS) t = β0 + β1 D(LNDPK) t + β2 D(NPF) t + β3 D(INFLASI) t + β4 LNDPK (t-1) + β5 NPF (t-1) + β6 INFLASI (t-1) + β7 ECT Dimana : D
= Differenence, Xt – Xt-1
LN
= Natural Log
PBPRS
= Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
DPK
= Jumlah Dana Pihak Ketiga
73
NPF
= Non Performing Financing/ Pembiayaan Tidak Lancar
INFLASI
= Tingkat Inflasi
β0
= Konstanta
β1…βt
= Koefisien Regresi Variable Bebas
e
= Error Term
ECT
= Error Correction Term
t
= Periode Waktu
t-1
= Periode Waktu Sebelumnya Setelah model ECM teerbentuk, maka pengujian dilanjutkan ketahap
berikutnya yaitu uji ECT (Error Cerrection Term). b. Uji Error Correction Term (ECT) Error Correction Term (ECT) atau koreksi kesalahan merupakan bagian dari ECM. Nilai ECT ini diperoleh dari hasil penjumlahan variabel independen belan sebelumnya dikurangi dengan variabel dependen bulan sebelumnya, dan nilai yang dihasilkan merupakan nilai penyesuaian dari ketidakseimbangan variabel dependen dan independen dalam jangka pendek dan jangka panjang. Model ECT yang terbentuk pada penelitian ini adalah : ECT
= LNDPKt(-1) + NPFt(-1) + INFLASIt(-1) – LNPBPRSt(-1) Kemudian regresi model ECM secara berurutan sesuai dengan model yang
telah ditemukan. Hasil probabilita ECT akan menentukan apakah model dapat dianalisa baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Jika variabel ECT positif dan signifikan pada α = 5% maka spesifikasi model sudah valid dan dapat
74
dijelaskan variabel dependen. Proses pengolahan data berdasarkan metode analisis diatas, dilakukan dengan cara komputerisasi untuk memperoleh informasi dan hasil yang tepat serta akurat dari variabel-variabel yang diteliti, yaitu menggunakan program Microsoft Office Excel 2010 dari Microsoft dan program statistic Eviews 6 dari Quantitative Micro Sofware. D. Operasional Variabel Penelitian Variabel dependen adalah adalah variabel yang diakibatkan atau dipengaruhi oleh variabel independen.Variabel dependen dalam penelitian ini Total Pembiayaan yang diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia. 1. Total Pembiayaan Total Pembiayaan adalah Jumlah total dari seluruh pembiayaan yang di berikan oleh seluruh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan Syari`ah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari bulan Januari tahun 2007 sampai dengan bulan Oktober tahun 2012 yang dinyatakan dalam bentuk juta rupiah. Variabel-variabel independen (variabel bebas) yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Tingkat Inflasi.
75
Variabel independen (X) pada penelitian ini terdiri dari sebagai berikut: 1. Dana Pihak Ketiga (DPK) Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuan menghimpun dana masyarakat. Dana masyarakat yang terhimpun akan diputar bank agar dana tersebut dapat menguntungkan bagi bank dan nasabah, salah satu cara untuk menambah dana yang sudah ada yaitu dengan menyalurkan dana tersebut kepada pembiayaan. Total dana pihak ketiga di peroleh dari giro, tabungan, dan deposito pada perbankan syariah maka akan diperoleh jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang telah berhasil dihimpun setiap bulannya. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) berdasarkan perhitungan bulanan, dari tahun 2007-2012 yang dinyatakan dalam bentuk juta rupiah. 2. Non Performing Financing (NPF) Non Performing Financing (NPF) atau rasio pembiayaan bermasalah mungkin tidak cukup akrab bagi pelaku perbankan konvensional.Hal itu bisa dimaklumi karena kalangan perbankan konvensional memiliki istilah sedikit berbeda untuk istilah tersebut, diperbankan dengan sistem bungaNPF lebih dikenal dengan istilah Non Performing Loan (NPL) atau rasio kredit bermasalah yakni NPF Gross dan NPF Nett. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan Syari`ah
76
berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari tahun 2007-2012 yang dinyatakan dalam bentuk persen (%). 3. Tingkat Inflasi Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi secara terus menerus dalam suatu periode. Menurut (Adiwarman Karim 2008:135) Inflasi adalah kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu.Berbagai pengertian inflasi dari berbagai sudut pandang telah dikemukakan, dalam hal ini berbeda ahli ekonomi berbeda pula pengertian inflasi. Sampai saat ini belum ada suatu batasan inflasi yang baku yang diterima oleh seluruh ahli ekonomi. Inflasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan inflasi bulanan (month to month, m-t-m) yaitu perbandingan antara indeks bulan yang bersangkutan dengan indeks pada bulan sebelumnya selama periode dari bulan Januari 2007Oktober 2012 yang dinyatakan dalam satuan persen (%) Skala pengukuran yang digunakan adalah IHK atau Consumer Price Index IHK t – IHK t-1 LI
=
x 100% IHK t-1
LI
= Laju Inflasi
IHK t
= Indeks Harga Konsumen (tahun pertama)
IHKt-1
= Indeks Harga Konsumen (tahun sebelumnya)
.Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan perhitungan bulanan.
77
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. PerkembanganTotal Pembiayaan Yang Diberikan BPRS Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Kinerja Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang terus meningkat dapat terlihat dari besarnya Total Pembiayaan yang diberikan. Data untuk variabel total pembiayaan BPRS dapat ditunjukan oleh grafik berikut ini : Gambar 4.1 Perkembangan Total Pembiayaan (Juta rupiah)
Sumber : Bank Indonesia (BI)
78
Berdasarkan data dan tabel di atas, total pembiayaan yang diberikan BPRS di Indonesia pada tahun 2007 mencapai Rp. 888.074 juta. walaupun kondisi perekonomian tengah dilanda krisis yang bermula dari subrime mortage di Amerika Serikat menggangu stabilitas sistem keuangan global hingga ke Asia Tenggara, namun di Indonesia pada tahun 2008 total pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) terus mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar Rp. 1.268.289 juta, dan terus meningkat pada tahun 2011 sebesar Rp.2.691.845 juta. Dan pada akhir bulan Agustus 2012 jumlah total pembiayaan yang diberikan BPRS kepada masyarakat di seluruh Indonesia mencapai angka Rp.3.335.761 juta. Secara umum total pembiayaan yang disalurkan oleh bank pembiayaan rakyat syariah kepada masyarakat di seluruh Indonesia dari Januari 2007 sampai Oktober 2012 cendrung mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Meningkatnya total pembiayaan yang diberikan BPR Syariah ini dikarenakan banyaknya permintaan pembiayaan untuk modal usaha maupun pembiayaan konsumtif. Menurut data Bank Indonesia hingga akhir bulan Oktober tahun 2012 Komposisi yang paling besar dalam total Pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat oleh BPR Syariah merupakan akad Murabahah, yaitu hampir 80% dari total 100% Pembiayaan. Dari data tersebut masih terlihat bahwa pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat sebagian besarnya masih merupakan pembiayaan konsumtif dan bukan pembiayaan produktif.
79
2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana Pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, baik perseorangan maupun badan usaha, yang diperoleh bank dengan menggunakan berbagai instrument produk simpanan yang dimiliki oleh bank. Pada sebagian bank, dana masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar yang dimiliki, hal ini seuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat. Dan peningkatan dana pihak ketiga yang dihimpun bank dari masyarakat biasanya akan diikuti pula peningkatan jumlah total pembiayaan yang diberikan kepada masyaarakat. Perkembangan jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank pembiayaan rakyat syariah pada periode januari 2007 sampai dengan oktober 2012 dapat kita lihat dan amati pada gambar grafik berikut ini : Gambar 4.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (Juta rupiah)
Sumber : Bank Indonesia (BI)
80
Dana Pihak Ketiga adalah komponen dana yang paling penting, besarnya keuntungan (profit) yang akan dihasilkan sangat bergantung pada seberapa besar kemampuan bank dalam menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkan pembiayaan atau melakukan investasi yang dapat meningkatkan value dan asset. Berdasarkan tabel dan grafik diatas terlihat bahwa jumlah dana pihak ketiga pada bulan Januari 2007 – Oktober 2012 mengalami peningkatan, pada desember 2007 jumlah dana pihak ketiga adalah sebesar Rp. 707.706 juta dan pada pertengahan tahun 2008 disaat terjadinya krisis keuangan global jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank pembiayaan rakyat syariah meningkat signifikan menjadi Rp. 865.319 juta. Pada tahun 2009 jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun bank pembiayaan rakyat syariah di seluruh Indonesia mencapai angka diatas 1(satu) triliun rupiah, hal ini cukup mengembirakan, karena notabene nya bank pembiayaan rakyat syariah merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang dibentuk untuk kalangan masyarakat usaha mikro dan kecil, berarti secara tidak langsung mencerminkan perekonomian masyarakat kecil menegah kebawah di Indonesia yang mengalami peningkatan. Bahkan pada data bulan Oktober tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, jumlah dana pihak ketiga bank pembiayaan rakyat syariah mencapai di atas angka 2 (dua) triliun rupiah. Sumber dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebesar 66.61% (persen) berasal dari Dana Pihak Ketiga, sehingga naiknya jumlah Dana Pihak Ketiga yang
81
dihimpun akan secara langsung meningkatkan total pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat (Statistik Perbankan Syariah,2012:69). Peningkatan dana pihak ketiga ini merupakan dampak langsung dari pengembangan jaringan kantor dan jangkauan layanan perbankan serta tingkat kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi untuk menyimpan dananya di BPRS. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang terus meningkat. 3. Perkembangan Non Performing Finaning (NPF) Non Performing Financing atau yang biasa di sebut Non Performing Loan pada perbankan konvensional yang tinggi mengakibatkan tidak bekerjanya fungsi intermediasi bank secara optimal karena menurunkan perputaran dana bank sehingga memperkecil kesempatan bank memperoleh pendapatan. NPF juga memaksa bank membentuk sejumlah cadangan guna menjaga likuiditas dan solvabilitas bank untuk melindungi deposan. Semakin besar NPF semakin besar Opportunity cost yang harus ditanggung oleh bank. Oleh karena itu, NPF harus diupayakan serendah mungkin (Hasanudin & Prihatiningsih, 2010,27).
82
Gambar 4.3 Perkembangan Non Performing Financing (%)
Sumber : Bank Indonesia (data diolah)
Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat terlihat bahwa tingkat Non Performing Financing (NPF) cendrung mengalami peningkatan dan penurunan (fluktuatif). Pada bulan Februari tahun 2007 tingkat NPF pada bank pembiayaan rakyat syariah ada pada angka 9.29%, tingkat non performing financing pada bulan ini merupakan yang tertinggi sepanjang tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. Pada Februari 2011 tingkat pembiayaan bermasalah sebesar 7,04 persen. Februari 2012 sebesar 6,61 persen hingga bulan Agustus 2012 tingkat pembiayaan bermasalah masih diatas 5 persen yaitu sebesar 6,47 persen. Padahal pada saat yang sama, posisi NPF Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) hanya 3,6 persen.
83
Tingkat Pembiayaan bermasalah pada bank pembiayaan rakyat dari tahun 2007 hingga tahun 2012 berada di atas batas normal NPF perbankan syariah yaitu 5 persen. Tingkat terendah pembiayaan bermasalah bank pembiayaan rakyat syariah ada pada bulan desember 2011 yaitu sebesar 6,11%. Bila kita cermati lebih dalam selama lima tahun terakhir, belum terlihat perbaikan yang signifikan karena rata-rata NPF bank pembiayaan rakyat syariah masih di atas 5%. Angka ini tentu saja telah melebihi aturan standar yang ditetapkan Bank Indonesia.Banyak faktor yang bisa menyebabkan tingginya NPF ini, baik itu faktor internal perbankan, faktor internal nasabah, faktor eksternal, kegagalan bisnis, maupun ketidakmampuan manajemen. Hal ini sangat dimungkinkan karena begitu mudahnya masyarakat memperoleh pembiayaan tanpa adanya aturan yang ketat oleh pihak BPR Syariah. Disetiap kegiatan lembaga keuangan pasti akan ditemukan pembiayaan yang bermasalah. Non Performing Financing bukanlah suatu hal yang tidak boleh sama sekali terjadi, setiap kegiatan ekonomi pasti mempunyai hambatan yang berujung pada bermasalahnya pengembalian pinjaman, karena kondisi nasabah dilapangan sangat bervariasi. Berdasarkan pemaparan diatas, non performing financing bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia mengalami fluktuasi yang cukup signifikan dapat dilihat pada gambar 4.3. Tingkat non performing financing berada di atas standar yang di tetapkan Bank Indonesia sebesar 5 persen. Dengan kata lain tingkat pembiayaan
84
bermasalah pada bank pembiayaan rakyat syariah masih belum bisa terkontrol dengan baik. 4. Perkembangan Inflasi Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang selalu menarik untuk dibahas terutama mengenai dampaknya yang luas terhadap makro ekonomi agregat : pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat bunga, dan bahkan distribusi pendapatan. Inflasi juga berperan dalam mempengaruhi mobilisasi dana lewat lembaga keuangan formal seperti perbankan (Nurul Huda,2008:175). Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat kita temukan dalam literature ekonomi. Keanekaragaman pengertian inflasi tersebut terjadi karena luasnya pengaruh inflasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Hubungan yang erat dan luas antara inflasi dan berbagai sektor perekonomian terebut melahirkan berbagai perbeaan pengertian dan presepsi kita tentang inflasi, demikian pula dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan untuk solusinya. Namun, pada prinsipnya masih terdapat beberapa kesatuan panangan bahwa inflasi merupakan suatu fenomena dan dilemma ekonomi. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu Negara (Khalwaty,2000:5).
85
Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi (%)
Aug:2012
Feb:2012
Mei:2012
Nov:2011
Aug:2011
Mei:2011
Feb:2011
Nov:2010
Aug:2010
Mei:2010
Feb:2010
Nov:2009
Aug:2009
Mei:2009
Feb:2009
Nov:2008
Aug:2008
Feb:2008
Mei:2008
Nov:2007
Aug:2007
Mei:2007
Feb:2007
14.00% 12.00% 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00%
Sumber : Bank Indonesia (data diolah)
Berdasarkan tabel dan grafik diatas, Inflasi mengalami fluktuasi setiap bulan dan tahunya, seperti terlihat pada November 2007 laju inflasi sebesar 6.71%. Dan pada tahun 2008 tingkat inflasi menunjukan kenaikan yang cukup signifikan khususnya pada bulan November 2008 tingkat inflasi mencapai dua digit yaitu sebesar 11.68%, Hal ini mungkin dikarenakan krisis ekonomi global yang terjadi pada saat itu yang mengakibatkan tingginya tingkat inflasi di Indonesia. namun sepanjang tahun 2009 tingkat inflasi cukup rendah rendah atau dibawah 4% dan ini merupakan tingkat inflasi terendah sejak 20 tahun terakhir (sumber: BPS) Tekanan inflasi pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada November 2010 mengalami kenaikan menjadi 6,33% dan pada Februari 2011 mengalami kenaikan kembali sebesar 6,84%. Adanya isu pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi dan naiknya harga-harga
86
kebutuhan pokok menjadi pemicu inflasi di sepanjang 2010 hingga pertengahan 2011. Namun pada juli 2011 sampai dengan Maret 2012 inflasi mengalami penurunan dan stabil dibawah 5%. Tekanan kenaikan inflasi muncul terutama akibat terganggunya kelancaran pasokan bahan makanan yang banyak terpengaruh oleh anomali cuaca.(Laporan Perekonomian Indonesia /www.bi.go.id). Inflasi dapat menyebabkan tingginya resiko default. Resiko ini akan meningkatkan non performing financing perbankan syariah. Sehingga ketika tingkat inflasi dalam keadaan tinggi, maka pihak bank akan sangat berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan. Selain itu inflasi juga bisa memberikan tekanan bagi bank syariah dalam hal penghimpunan dana dari masyarakat, naik turunnya inflasi akan mempengaruhi tingkat saving masyarakat, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pembiayaan bank syariah. B. Analisis dan Pembahasan Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) yang berbentuk bulanan mulai dari periode januari 2007 sampai Oktober 2012. Dalam penelitian ini penulis akan memaparkan mengenai Total pembiayaan yang diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di indonesia sebagai variabel dependen (variabel terikat). Sedangkan variabel independen (variabel bebas) terdiri dari Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF) dan Tingkat Inflasi. Alat pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak (software) komputer Eviews 6.1 untuk mempercepat perolehan hasil yang
87
dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti, dengan metode analisis secara ekonometrik. Adapun hasil dan analisis dari uji yang sudah dilakukan, yakni : 1. Hasil Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik Jarque-Berra. Pedoman yang digunakan adalah apabila nilai jarque-berra lebih besar jika dibanding nilai X2 tabel (dengan α 5%) atau probabilitas <0,05 data yang digunakan tidak berdistribusi normal dan sebaliknya, bila probabilitas >0,05 maka data yang digunakan adalah berdistribusi normal (Winarno, 2011:5.37) Gambar 4.5 Uji Normalitas Jarque Berra 14
Series: Residuals Sample 2007M02 2012M10
12
Observations 69 10
8
6
Mean
2.32e-17
Median
0.001618
Maximum
0.041041
Minimum
-0.036982
Std. Dev.
0.014981
Skewness
-0.305453
4
Kurtosis
3.411883
2
Jarque-Bera
1.560707
Probability
0.458244
0 -0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
Sumber : Eviews 6
Gambar menunjukan bahwa setelah dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan fasilitas eviews maka semua variabel pada pengujian model ini menunjukan bahwa penelitian diatas berdistribusi normal atau dapat dikatakan bahwa persyaratan normalitas dapat dipenuhi. Hal ini dapat dilihat dari nilai J-B pada
88
penelitian ini sebesar 1.560707 dengan probability 0.458244. Di mana probabilitas harus lebih besar dari α= 0,05. Oleh karena itu, kita tidak bisa menolak hipotesis nol dan menunjukan bahwa penelitian tersebut berdistribusi normal, sehingga dapat dikatakan bahwa persyaratan normalitas dapat terpenuhi. 2. Uji Linieritas Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan dalam suatu model estimasi. Akan tetapi menurut Kennedy (1996) dalam Insukindro (2003) uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau tidak linier Tabel 4.1 Hasil Uji Ramsey Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio
1.951314 2.208293
Prob. F(1,60) Prob. Chi-Square(1)
0.1676 0.1373
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
Dari uji linearitas (Uji Ramsey RESET Test) pada tabel di atas nilai probabilitasnya adalah 0.1373 ternyata lebih besar dari derajat kesalahan 5% (0,05). Artinya tidak ada permasalahan linearitas. Dengan kata lain bentuk fungsi model estimasi dalam penelitian ini adalah linear. 3. Uji Stasioner a. Uji Akar Unit Tahap awal dalam proses pengujian yang dilakukan adalah uji stasioneritas terhadap seluruh variabel yang diuji. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data natural log (ln) dari variabel-variabel tersebut, dimana ln merupakan log
89
dengan bilangan dasar bilangan alam yang berguna untuk memecahkan persamaan yang tidak diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain. Dimana log sendiri adalah fungsi matematika yang dengan bilangan dasar 10 yang kegunaannya untuk menyederhanakan suatu bilangan (dalam penelitian ini untuk menyederhanakan data variabel). Pengujian akar-akar unit dikatakan stasioner apabila nilai Phillips-Perron test (Pp test) lebih besar dari nilai Critical Value (CV) 5%, sebaliknya jika nilai Phillips-Perron test (Pp test) lebih kecil dari nilai Critical Value(CV) 5%. maka variabel tersebut tidak stasioner. Hasil dari pengujian akar-akar unit ini dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini : Tabel 4.2 Uji Akar Unit Phillips-Perron Test Pada Tingkat Level No.
Tingkat Level
Variabel
Ho = Tidak Stasioner
Pptest
CV 5%
Ha = Stasioner
1
LNPBPRS
-0.349632
-2.904198
Tidak Stasioner
2
LNDPK
0.325849
-2.904198
Tidak Stasioner
3
NPF
-1.957628
-2.904198
Tidak Stasioner
4
INFLASI
-1.715749
-2.904198
Tidak Stasioner
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
Tabel di atas menunjukkan hasil uji akar-akar unit dengan menggunakan Phillips-Perron test. Dari tabel tersebut sesuai dengan data yang diuji dapat diketahui dari nilai Phillips-Perron test (Pptest) dan dari nilai Critical Value (CV) 5%, Semua variable yang diuji memiliki persoalan akar unit (PPtest) >Critical Value (CV) 5%. dengan kata lain variabel-variabel tersebut pada tingkat level mengalami persoalan akar-akar unit, oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama.
90
b. Uji Derajat Integrasi
Dalam Uji akar unit menghasilkan kesimpulan bahwa data belum stasioner pada tingkat level.Oleh karena itu, harus dilakukan Uji Derajat Integrasi. Nilai statistik Phillips-Perron untuk mengetahui pada derajat berapa suatu data akan stasioner dapat dilihat pada nilai Phillips-Perron test (Pp test) yang lebih besar dari nilai Critical Value (CV) 5%, maka variabel tersebut dikatakan stasioner pada derajat pertama. Hasil dari pengujian derajat integrasi pertama dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini: Tabel 4.3 Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada first difference No.
Pertama
Variabel Pptest
CV 5%
Ho = Tidak Stasioner Ha = Stasioner
1
D(LNPBPRS) -7.049484
-2.904848
Stasioner
2
D(LNDPK)
-12.04866
-2.904848
Stasioner
3
D(NPF)
-12.15365
-2.904848
Stasioner
4
D(INFLASI)
-4.645508
-2.904848
Stasioner
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai Phillips-Perron test (Pptest) dan dari nilai Critical Value (CV) 5% sudah stasioner pada integrasi pertama (first different). Hal ini dapat dilihat bahwa nilai Phillips-Perron test variabel Pembiayaan BPRS (PBPRS), Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Tingkat Inflasi lebih besar bila dibandingkan dengan nilai Critical Value (CV) 5%. Dari hasil uji stasioneritas tersebut dapat disimpulkan bahwa semua variabel sudah stasioner pada ordo yang sama, yaitu pada derajat integrasi pertama, sehingga pengujian selanjutnya dapat
91
dilanjutkan ke uji kointegrasi. 4. Uji Kointegrasi Dari hasil Uji Kointegrasi di dapat bahwa semua variabel stasioner pada ordo yang sama. Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual regresi terkointegrasi stasioner atau tidak.Apabila variable terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis null mengenai tidak adanya kointegrasi ini adalah dengan menggunakan metode Phillips-Perron, sedangkan persamaan jangka panjangnya akan diturunkan dari persamaan Error Correction Model (ECM). Berikut ini hasil uji kointegrasi Phillips-Perron : Tabel 4.4 Nilai Regresi Uji Kointegrasi Persamaan Kointegrasi Kesimpulan Trace 0.05 Statistic Critical Value LNPBPRS t = f (LNDPK t, NPF t INF t,)
-8.288020
-2.905519
Residual Stasioner
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
Dari hasil estimasi di atas dapat dilihat bahwa nilai t-statistik Phillips-Perron sebesar -8.288020 sedangkan nilai kritis statistik Phillips-Perron pada tingkat signifikansi 5% yaitu -2.905519 Karena nilai t-statistik lebih besar dari nilai kritis statistik Phillips-Perron tabel, artinya residual dari persamaan telah stasioner pada derajat integrasi nol atau I(0). Sehingga variabel-variabel tersebut dikatakan terkointegrasi atau terdapat indikasi hubungan jangka panjang.
92
Adanya indikasi hubungan keseimbangan dalam jangka panjang belumdapat digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan dalam jangka pendek. Sehingga untuk menentukan variabel mana yang menyebabkan parubahan padavariabel lain, dan untuk menyediakan shortrun dynamic adjustment guna menuju periode jangka panjang, maka dilakukan perhitungan ECM setelah melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu. 5. Hasil Uji Asumsi Klasik Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat tidak bias linier terbaik suatu penaksiran atau Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Di samping itu suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi klasik yang melandasinya, pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas, heterokedastisitas, dan autokorelasi di dalam model penelitian. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari: a. Hasil Uji Multikolinearitas Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang signifikan diantara dua atau lebih variabel independen dalam model regresi. Deteksi adanya multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel independen. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antara variabel independen, dapat diputuskan apakah data terkena multikolinieritas atau tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi antar variabel independen. Hasil
93
pengujian multikolinieritas menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai berikut:
LNDPK NPF INFLASI
Tabel 4.5 Uji Multikolinieritas LNDPK NPF 1.000000 -0.834124 -0.834124 1.000000 -0.460436 0.240965
INFLASI -0.460436 0.240965 1.000000
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
Adanya kolinearitas dalam suatu model merupakan hal yang sangat serius dan perlu segera dibenahi. Parameter yang terestimasi pada saat adanya kolinearitas menjadi tidak reliable.Dengan demikian, pada saat kita hendak menginterprestasikan parameter tersebut analisisnya menjadi kurang atau tidak akurat.Akan tetapi, model yang mengandung kolinearitas masih bermanfaat, jika model yang terestimasi hanya digunakan untuk membuat suatu ramalan (forecast) saja, asalkan R2 masih cukup tinggi. Sebab untuk keperluan meramal, yang penting adalah menganalisis keseluruhan model dan tidak individual parameter ( Nachrowi dan Hardius Usman,2006). Dari tabel hasil analisis uji multikolinearitas dengan correlation matrix diatas terlihat bahwa koefisien korelasi ada yang diatas 0.8, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat masalah multikolinieritas. Meskipun terdapat multikolineritas, tetapi tidak mempengaruhi model secara signifikan hasil akhir estimasi tetap menunjukan hasil yang cukup bagus (Agus Widarjono, 2005:111).
94
Ada beberapa alternatif dalam menghadapi masalah multikolinieritas, salah satunya dengan melakukan transformasikan salah satu atau beberapa variabel, termasuk misalnya dengan melakukan diferensi (Winarno :2012:5.8) Tabel 4.6 Uji Multikolinieritas Setelah Differensiasi DLNDPK DNPF DLNDPK 1.000000 -0.063764 DNPF -0.063764 1.000000 DINFLASI -0.018498 -0.197251
DINFLASI -0.018498 -0.197251 1.000000
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
Setelah data variabel independen (bebas) di transformasikan dengan cara melakukan diferensi maka dapat dilihat koefisien korelasi setelah dilakukan uji multikolinieritas dengan correlation matrix lebih kecil (< 0,8), sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak terdapat masalah multikolinieritas. b. Hasil Uji Autokorelasi Untuk mendeteksi masalah autokorelasi digunakan uji Langrange Multiplier (LM-test). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat. Jika probabilitas dari Obs*R-square < 0.05 Ho ditolak (ada autokorelasi). Jika probabilitas dari Obs*R-square > 0.05 Ho diterima (tidak ada autokorelasi). Uji autokerelasi juga bisa dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square.Jika probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikan 5% maka tidak terdapa autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi-Squared lebih kecil dari 5% maka terdapat autokorelasi.
95
Tabel 4.7 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
0.997475
Prob. F(2,59)
0.3749
Obs*R-squared
2.256769
Prob. Chi-Square(2)
0.3236
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
Pada tabel hasil output diatas menunjukan bahwa nilai Obs*R Squared LM mempunyai probabilitas sebesar 0.3236 dimana probabilitas lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 atau 5%. Berarti probabilitas tersebut memberikan putusan untuk tidak dapat menolak hipotesis, yang artinya model ini terbebas dari permasalahan autokorelasi. c. Hasil Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Dalam penelitian ini digunakan uji white untuk mengidentifikasi masalah heterokedastis ini, Dengan kesimpulan : Jika probabilita dari Obs*R-square uji white < 0.05 Ho ditolak (ada Heterokedastisitas) Jika probabilita dari Obs*R-square uji white > 0.05 Ho diterima (tidak ada heterokedastisitas) Adapun hasil uji white dengan bantuan software eviews 6 terlihat pada tabel dibawah ini menunjukan bahwa dalam model tidak mengandung heterokedastisitas.
96
Tabel 4.8 Hasil Uji Heterokedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic
1.911468
Prob. F(35,33)
0.0322
Obs*R-squared
46.20752
Prob. Chi-Square(35)
0.0974
Scaled explained SS
43.55124
Prob. Chi-Square(35
0.1521
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai probabilitas dari Chi-Square sebesar 0.0974 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. karena nilai probabilitas Chi-Square lebih besar dari α =5% maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak ada masalah heterokedastisitas (Agus Widarjono,2005). 6. Hasil Regresi Metode Error Correction Model (ECM) Dengan ditemukannya fenomena hubungan jangka panjang antara variablevariabel
yang digunakan dalam pengujian kointegrasi di atas, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan pendekatan Error Correction Model (ECM). Model koreksi kesalahan digunakan untuk melihat apakah ada atau tidaknya hubungan antar variable dalam jangka pendek. Error Correction Model merupakan salah satu pendekatan untuk menganalisis model time series yang digunakan untuk melihat adanya konsistensi hubungan jangka pendek dengan hubungan jangka panjang dari variable-variabel yang diuji. Berikut merupakan persamaan ECM yang digunakan dalang penelitian ini : D(LNPBPRS) t = β0 + β1 D(LNDPK) t + β2 D(NPF) t + β3 D(INFLASI) t + β4 LNDPK t-1 + β5 NPF t-1 + β6 INFLASI t-1 + β7 ECT (4.1)
97
Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan pendekatan Error Correction Model (ECM) menggunakan program computer Eviews 6.0 dengan model regresi linier ditampilkan sebagai berikut : Tabel 4.9 Hasil Uji Error Correction Model Dependent Variable: D(LNPBPRS) Method: Least Squares Date: 01/27/13 Time: 23:31 Sample (adjusted): 2007M02 2012M10 Included observations: 69 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LNDPK) D(NPF) D(INFLASI) LNDPK(-1) NPF(-1) INFLASI(-1) ECT
0.764596 0.243404 -0.154115 -0.205306 -0.021328 -1.286195 0.173486 0.168579
0.362670 0.115679 0.596516 0.377398 0.011479 0.633232 0.122841 0.059598
2.108243 2.104125 -0.258359 -0.544006 -1.857963 -2.031158 1.412287 2.828581
0.0391 0.0395 0.7970 0.5884 0.0680 0.0466 0.1629 0.0063
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.280371 0.197791 0.015818 0.015262 192.4622 3.395129 0.003982
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.022957 0.017660 -5.346730 -5.087703 -5.243965 1.715516
Sumber : Eviews 6 (data diolah) Dengan melihat hasil regresi diatas menunjukan bahwa nilai koefisien ECT sebesar 0.168579 yang berarti bahwa ketidaksesuaian pertumbuhan LnPBPRS aktual dengan pertumbuhan LnPBPRS potensial akan dihilangkan atau dieliminasi dalam satu periode penelitian sebesar 16.85%. dan dapat dilihat nilai probabilitas dari ECT
98
adalah sebesar 0.0063, hal ini menunjukan bahwa ECT sudah signifikan dengan menggunakan level signifikansi α=5% (0.05), oleh karena itu pengujian ECM ini sudah dapat dikatakan valid. Dari hasil estimasi dengan pendekatan ECM, variable jangka pendek ditunjukan oleh D(LNDPK), D(NPF), dan D(INFLASI). Namun untuk melihat pengaruh jangka panjangnya perlu dihitung dengan cara menjumlahkan koefisien variable jangka panjang LNDPK(-1), NPF(-1), dan INFLASI(-1) dengan koefisien ECT kemudian dibagi lagi oleh koefisien ECT. Rumus koefisien jangka panjang adalah sebagai berikut : LNDPK(-1)
= C4+C7
Keterangan :
C7 NPF(-1)
C4 = Koefisien LNDPK(-1) C5 = Koefisien NPF(-1)
= C5+C7
C6 = Koefisien INFLASI (-1)
C7
C7 = Koefisien ECT
INFLASI(-1) = C6+C7 C7 Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Koefisien ECM
Variabel Konstanta Dana Pihak Ketiga Non Performing Financing Tingkat Inflasi
Notasi C D(lnDPK) D(NPF) D(lNFLASI)
Jangka Pendek 0.764596 0.243404 -0.154115 -0.205306
Coefficiient Jangka Panjang 0.764596 0.873483 -1.117616 2.029108
Sumber : Eviews 6 (data diolah)
99
Berdasarkan table 4.10, maka hasil regresi ECM dalam jangka pendek dan jangka panjang didapat hasil : D(LNPBPRS) = 0.764596 + 0.243404*D(LNDPK) - 0.154115*D(NPF) 0.205306*D(INFLASI) +0.873483*LNDPK(-1) - 1.117616*NPF(-1) + 2.029108*INFLASI(-1) + 0.168579*ECT Keterangan : D(LNPBPRS) = Perubahan Total Pembiayaan dari BPRS periode t D(LNDPK)
= Perubahan Jumlah Dana Pihak Ketiga periode t
D(NPF)
= Perubahan Non Performing Financing periode t
D(INFLASI) = Perubahan Tingkat Inflasi periode t LNDPK(-1)
= Jumlah Dana Pihak Ketiga periode t-1
NPF(-1)
= Rasio Non Performing Financing periode t-1
INFLASI(-1) = Tingkat Inflasi periode t-1 ECT
= Error Correction Term
C. Interpretasi Data 1. Konstanta Dalam jangka pendek dan jangka panjang nilai konstanta 0.764596 menunjukan apabila nilai variable independen konstan maka besarnya total pembiayaan BPRS sebesar 0.764596.
100
2. Dana Pihak Ketiga dan Total Pembiayaan BPRS a. Jangka Pendek Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel dana pihak ketiga dalam jangka pendek (D(LNDPK)) berpengaruh secara signifikan positif terhadap total pembiayaan bank pembiayaan rakyat syariah. Hal ini dapat dilihat dari table 4.10 yang menunjukan bahwa tingkat probabilitas dari variabel dana pihak ketiga sebesar 0.0395, yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 0,05 (5%) dengan konstanta sebesar 0.243404, yang berarti bahwa jika dana pihak ketiga naik 1% maka total pembiayaan BPRS akan mengalami kenaikan sebesar 0.243404. b. Jangka Panjang Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel dana pihak ketiga dalam jangka panjang (LNDPK (-1)) tidak mempunyai hubungan yang signifikan hal ini dapat dilihat dari table 4.10 yang menunjukan tingkat probailitasnya sebesar 0.0680, karena lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0.05 (5%). Dan nilai koefisien jangka panjang dari dana pihak ketiga sebesar 0.873483. sehingga dapat disimpulkan berapapun jumlah dana pihak ketiga yang ada dalam jangka panjang maka tidak akan mempengaruhi total pembiayaan yang diberikan oleh BPRS di Indonesia. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan dana pihak ketiga berpengaruh dalam jangka pendek tetapi tidak berpengaruh dalam jangka panjang terhadap total pembiayaan yang diberikan oleh bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia.
101
3. Non Performing Financing dan Total Pembiayaan BPRS a. Jangka Pendek Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel non performing financing dalam jangka pendek (D(NPF)) tidak mempunyai hubungan yang signifikan, hal ini dapat dilihat dari table 4.10 yang menunjukan tingkat probailitasnya sebesar 0.7970, karena lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0.05 (5%). Dan nilai koefisien jangka pendek dari non performing financing sebesar -0.154115. Sehingga dapat disimpulkan berapapun rasio non performing financing yang ada dalam jangka pendek tidak akan mempengaruhi total pembiayaan yang diberikan oleh BPRS di Indonesia. b. Jangka Panjang Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel non performing financing dalam jangka pendek (NPF(-1)) mempunyai pengaruh hubungan yang signifikan negatif terhadap total pembiayaan, hal ini dapat dilihat pada table 4.10 yang menunjukan nilai probabilitasnya sebesar 0.0466, yang lebih kecil dari nilai signifikansi yang digunakan yaitu 0.05 (5%), dan nilai koefisien jangka panjang sebesar -1.117616. sehingga dapat disimpulkan jika non performing financing naik 1% maka total pembiayaan yang diberikan BPRS di Indonesia akan mengalami penurunan sebesar -1.117616 persen.
102
4. Tingkat Inflasi dan Total Pembiayaan BPRS a. Jangka Pendek Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel tingkat inflasi dalam jangka pendek (D(INFLASI)) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, hal ini dapat dilihat pada table 4.10, menunjukan probabilitas sebesar 0.5884 yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0.05 (5%), dengan koefisiennya sebesar -0.205306. sehingga dapat disimpulkan berapapun tingkat inflasi yang ada tidak akan mempengaruhi total pembiayaan yang diberikan BPRS di Indonesia kepada masyarakat. b. Jangka Panjang Hasil perhitungan menunjukan bahwa koefisien variabel tingkat inflasi dalam jangka panjang (INFLASI(-1)) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, hal ini dapat dilihat pada table 4.10, menunjukan probabilitas sebesar 0.1629yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0.05 (5%), dengan koefisiennya sebesar 2.029108. sehingga dapat disimpulkan berapapun tingkat inflasi yang ada tidak akan mempengaruhi total pembiayaan yang diberikan BPRS di Indonesia kepada masyarakat. D. Analisis Ekonomi Dari hasil regresi dinamis Error Correction Model yang dapat dilihat pada tabel 4.9, dapat diketahui bahwa nilai Adjusted R2 sebesar 0.197791 ini menunjukan bahwa 19.77% variabel dependen (Total Pembiayaan) dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen yang diuji (Dana Pihak Ketiga, Non Performing
103
Financing, dan Tingkat Inflasi), nilai adjusted R2 yang tidak terlalu tinggi dalam penelitian ini dimungkinkan karena hanya ada satu variabel signifikan dalam jangka panjang dan satu variabel signifikan dalam jangka pendek. sedangkan sisanya sebesar 70,33% dijelaskan oleh variasi model yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Penjelasan lebih lanjut akan dijelaskan pada pembahasan dibawah ini : 1. Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap Total Pembiayaan Dalam Jangka Pendek Perbankan membutuhkan sumber dana yang dapat disalurkan untuk melakukan pembiayaan-pembiayaan usaha dalam jangka pendek, salah satu sumber dana yang diperoleh bank adalah dana yang bersumber dari pihak ketiga yaitu dana dari nasabah. Apalagi bisa dikatakan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) merupakan bank yang tidak mempunyai cukup modal besar untuk memberikan pembiayaan secara langsung kepada masyarakat mikro kecil dan menengah, jadi sangat membutuhkan dana pihak ketiga. Jumlah dana pihak ketiga berpengaruh positif dalam jangka pendek terhadap total pembiayaan yang diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Indonesia. Setiap pertambahan dana pihak ketiga pada BPRS maka akan meningkatkan jumlah total pembiayaan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih pada tahun 2010. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa dana pihak ketiga mempunyai pengaruh positif terhadap pemberian kredit BPR. Hal ini dikarenakan salah satu tujuan bank adalah mendapatkan profit, sehingga bank
104
tidak akan menganggurkan dananya begitu saja. Bank cendrung untuk menyalurkan dananya semaksimal mungkin untuk memperoleh keuntungan yang maksimal pula. 2. Pengaruh Non Performing Finaancing terhadap Total Pembiayaan Dalam Jangka Panjang Non Performing Financing (NPF) atau pembiayaan bermasalah berpengaruh signifikan negatif terhadap total Pembiayaan dalam jangka panjang. Hal ini berarti apabila NPF rendah akan meningkatkan total Pembiayaan dan sebaliknya apabila NPF tinggi akan mengurangi total Pembiayaan yang diberikan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Di Indonesia. Hal ini sesuai dengan penelitian Hasanudin pada tahun 2005, bahwa non performing loan atau pada bank syariah di sebut non performing financing berpengaruh negative terhadap pemberian kredit sebuah bank. Artinya jika non performing loan/non performing financing naik tinggi maka pemberian kredit perbankan akan rendah. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah yang tinggi dapat mengakibatkan tidak bekerjanya fungsi intermediasi bank secara optimal karena mengurangi atau menurunkan perputaran dana bank, sehingga memperkecil kesempatan bank memperoleh pendapatan. Apabila dana di bank berkurang maka akan pula mengurangi pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada masyarakat.
105
3. Ketidakpengaruhan Inflasi terhadap Total Pembiayaan Tingkat Inflasi tidak mempunyai pengaruh terhadap Total Pembiayaan yang diberikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih pada tahun 2010. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian kredit BPR. Inflasi merupakan suatu fenomena moneter yang selalu meresahkan dan menggrogoti stabilitas ekonomi suatu Negara. Inflasi yang melebihi angka dua digit, tidak hanya mendongkrak kenaikan harga-harga umum dan menurunkan nilai uang, tetapi juga meningkatkan angka pengangguran, memperlebar jurang antara kaya dan miskin, serta dapat melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap kewibawaan suatu Negara.(Khalwaty,2000:13) Karena tingkat inflasi pada periode penelitian yang penulis ambil masih dalam tingkat inflasi yang stabil dan rata-rata dibawah dua digit, maka dalam jangka panjang ataupun jangka pendek, inflasi tidak mempengaruhi total pembiayaan dari bank pembiayaan rakyat syariah. Dan dapat dikatakan pula bahwa total pembiayaan yang diberikan oleh bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) masih sangat kecil jumlahnya dibandingkan market share perbankan di Indonesia secara nasional. Sehingga dapat disimpulkan pada penelitian ini tingkat inflasi tidak mempengaruhi total pembiayaan BPRS.
106
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari regresi model ECM (Error Correction Model) mengenai pengaruh jumlah dana pihak ketiga, non performing financing, dan tingkat inflasi terhadap total pembiayaan yang diberikan bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dana pihak ketiga dalam jangka pendek mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap total pembiayaan yang diberikan bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia, yang berarti setiap peningkatan dana pihak ketiga akan meningkatkan pula total pembiayaan. Sedangkan dalam jangka panjang dana pihak ketiga tidak berpengaruh signifikan terhadap total pembiayaan yang diberikan bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia. Hal ini membawa implikasi bahwa variabel dana pihak ketiga dapat digunakan untuk melihat pergerakan total pembiayaan yang diberikan BPRS dalam jangka pendek, namun tidak bisa digunakan untuk melihat pergerakan total pembiayaan dalam jangka panjang. 2. Non performing financing dalam jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap total pembiayaan yang diberikan bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia. Sedangkan dalam jangka panjang non performing financing mempunyai pengaruh negative dan signifikan terhadap total pembiayaan yang diberikan oleh bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia, dimana setiap
107
peningkatan Non Performing Financing akan menurunkan total pembiayaan.Hal ini membawa implikasi bahwa dalam jangka panjang variabel non performing financing dapat digunakan untuk melihat pergerakan total pembiayaan Bank pembiayaan Rakyat Syariah, namun tidak pada jangka pendek. 3. Tingkat Inflasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap total pembiayaan yang diberikan bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia. Maka dapat disimpulkan berapapun tingkat inflasi di Indonesia tidak akan mempengaruhi total pembiayaan yang diberikan BPRS di Indonesia. B. Impikasi Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam penelitian mengenai analisis pengaruh dana pihak ketiga (DPK), non performing financing (NPF), dan tingkat inflasi terhadap total pembiayaan yang diberikan bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia, dapat ditarik sebuah implikasi teoritis darinya yaitu : 1. Bagi para praktisi, keberadaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat kecil ekonomi lemah, Seperti tujuan Bank Indonesia yang menyatakan bahwa BPR Syariah adalah bank yang didirikan untuk melayani Usaha menengah, kecil dan mikro. Oleh karena itu peningkatan jumlah BPR Syariah di Indonesia serta pembiayaannya harus di perhatikan dan diberikan dukungan penuh agar masyarakat menengah dan kecil dapat mendapatkan pula modal usaha yang
108
cukup mudah. Semoga dengan penelitian ini perbankan syariah dan para praktisi dapat lebih memperhatikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia. Selain itu, tingkat NPF BPRS yang cukup tinggi di atas 5% perlu menjadi perhatian agar dapat lebih meningkatkan produktifitas dan efektifitas. 2. Bagi Para nasabah, perlu memperhatikan pembiayaan bermasalah dalam jangka panjang dan jumlah dana pihak ketiga karena mempunyai pengaruh terhadap total pembiayaan BPRS. dan dalam jangka panjang maupun jangka pendek salah satu variabel ekonomi makro yaitu tingkat Inflasi tidak perlu menjadi acuan fundamental para nasabah BPRS untuk menggunakan seluruh produk pembiayaan yang ada di bank pembiayaan rakyat syariah. 3. Bagi para peneliti berikutnya agar periode penelitian ini dapat diperpanjang serta menggunakan variabel pengujian yang lebih banyak, sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih akurat lagi.
109
DAFTAR PUSTAKA Rivai, Veithzal dan Arviyan, “Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi”, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2010. Khalwaty, Tajul, “Inflasi Dan Solusinya”, Jakarta, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2000 Hamidi, Muhamad.L, “Jejak-Jejak Ekonomi Syariah”, Jakarta :Senayan Abadi Publishing 2003. Al-Mushlih, Abdullah dan Ashishawi, Shalah, “Fiqih Ekonomi Keuangan Islam”, Penerbit Darul Haq, Jakarta, 2001. Muhamad, “Manajemen Bank Syariah”, Edisi Revisi, AMP YKPN, Yogyakarta, 2005. Wahyu, Winarno, “Analisis Ekonometrika dan Statistikan dengan Eviews”, Edisi 3, Penerbit UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2011. Hamja, Yahya, “Modul I Ekonometrika”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008. Rosadi, Dedi, “Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan dengan Eviews Aplikasi untuk budang Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan”, Penerbit ANDI Yogyakarta, 2012. Widarjono, Agus, “Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya”, Penerbit: Ekonesia Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta,2009. Huda, Nurul, “Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis”, Kencana, Jakarta, 2008. Gujarati, Damodar. “Ekonometrika Dasar”, Penerbit: Erlangga, Jakarta, 1992. Nachrowi, et al, “Ekonometrika Pendekatan Populer dan Praktis Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan” ,Penerbit: Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta 2006.
110
Mufraiani, Arief, “Modul Perbankan Syariah Landasan Teori dan Praktek”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta, Jakarta, 2008. Ariefianto, Doddy, “Ekonometrika Esensi dan Aplikasi dengan Menggunakan Eviews”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012. Rodoni, Ahmad, “Panduan Penulisan Skripsi”,Feis UIN Press, Jakarta, 2010. Sudrajat, Agus, “Analisis Kinerja BPRS Penyertaan Modal PT. Permodalan Nasional Madani (Persero)”, Bogor, 2003. Hasanudin, Mohamad dan Prihatiningsih, “ Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Tingkat Suku Bunga, NPL, Dan Inflasi Terhadap Penyaluran Kredit BPR Di Jawa Tengah,” Jurnal TEKNIS Vol.5, Semarang, 2010 Hasbi, Hariandy dan Sumachdar, Endamg, “Financial Performance Analysis for Islamic Rural Bank to Third Party Funds and The Comparation with Conventional Rural Bank in Indonesia”, IACSIT Press, Kuala Lumpur, 2011 Arianti, Wuri dan Muharamm, Harjum, “analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), dan Return Of Asset (ROA) terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah”, 2011 Duddy Roesmara dan Nurul Chotimah, “analisis variable-variabel yang mempengaruhi Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia ditinjau dari sisi penawaran”, jurnal Vol 2, 2008 Soedarto, Mochamad, “analisis faktor-faktor yang mempengaruhi yang mempengaruhi penyaluran kredit pada bank perkreditan rakyat (BPR)”, Tesis Univesitas Diponegoro, Semarang, 2004 Syamsiah, Siti, “Pengaruh Jumlah Pembiayaan dan Nasabah Terhadap Keuntungan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) As Salam di Indonesia”, Bogor, 2012 Sri, Anastasya, et al, “The Influence of Third-Party Funds, Car, Npf, and Roa Againts The Financing of a General Sharia-Based Bank in Indonesia”, The IBEA, International Confrence on Business, Economic, and Accounting, Bangkok, 2013
111
Siregar, Saparuddin, “Performance Appraisal Pada BPRS”, Jurnal Manajemen Bisnis, Universitas Sumatra Utara, 2008. Maruddani, et al, “Model Dinamik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pasca Krisis Moneter: Suatu Pendekatan Koreksi Kesalahan (Model Koreksi Kesalahan)”, Jurnal Sains Volume 15, Universitas Diponegoro, 2007. Bank Indonesia, “Statistik Perbankan Syariah” (Islamic Banking Statistik) Periode Januari 2007 sampai Oktober 2012. www.bi.go.id/laporan perekonomian Indonesia/ www.bi.go.id/moneter/inflasi/ www.bps.go.id Acankende.wordpress.com/2010/11/28/bank perkreditan rakyat syariah.
112
LAMPIRAN Lampiran 1 : Data Penelitian, Januari 2007 – Oktober 2012
Tahun 2007.01 2007.02 2007.03 2007.04 2007.05 2007.06 2007.07 2007.08 2007.09 2007.10 2007.11 2007.12 2008.01 2008.02 2008.03 2008.04 2008.05 2008.06 2008.07 2008.08 2008.09 2008.10 2008.11 2008.12 2009.01 2009.02 2009.03 2009.04 2009.05 2009.06 2009.07
PBPRS Rp 710,865,000,000.00 Rp 727,831,000,000.00 Rp 748,045,000,000.00 Rp 768,616,000,000.00 Rp 787,674,000,000.00 Rp 812,178,000,000.00 Rp 797,320,000,000.00 Rp 822,772,000,000.00 Rp 865,250,000,000.00 Rp 866,593,000,000.00 Rp 888,074,000,000.00 Rp 876,921,000,000.00 Rp 878,802,000,000.00 Rp 919,179,000,000.00 Rp 944,412,000,000.00 Rp 993,766,000,000.00 Rp 1,013,334,000,000.00 Rp 1,112,763,000,000.00 Rp 1,156,555,000,000.00 Rp 1,193,606,000,000.00 Rp 1,247,657,000,000.00 Rp 1,262,653,000,000.00 Rp 1,268,289,000,000.00 Rp 1,256,610,000,000.00 Rp 1,259,695,000,000.00 Rp 1,276,637,000,000.00 Rp 1,332,419,000,000.00 Rp 1,360,913,000,000.00 Rp 1,381,473,000,000.00 Rp 1,409,900,000,000.00 Rp 1,451,252,000,000.00
INFLASI 6.26% 6.30% 6.52% 6.29% 6.01% 5.77% 6.06% 6.51% 6.95% 6.88% 6.71% 6.59% 7.36% 7.40% 8.17% 8.96% 10.38% 11.03% 11.90% 11.85% 12.14% 11.77% 11.68% 11.06% 9.17% 8.60% 7.92% 7.31% 6.04% 3.65% 2.71%
DPK Rp 549,213,000,000.00 Rp 561,622,000,000.00 Rp 567,354,000,000.00 Rp 587,321,000,000.00 Rp 601,761,000,000.00 Rp 601,079,000,000.00 Rp 628,586,000,000.00 Rp 651,391,000,000.00 Rp 663,074,000,000.00 Rp 672,712,000,000.00 Rp 702,717,000,000.00 Rp 707,706,000,000.00 Rp 730,495,000,000.00 Rp 759,736,000,000.00 Rp 772,220,000,000.00 Rp 821,918,000,000.00 Rp 809,005,000,000.00 Rp 865,319,000,000.00 Rp 892,203,000,000.00 Rp 890,571,000,000.00 Rp 896,909,000,000.00 Rp 912,293,000,000.00 Rp 930,765,000,000.00 Rp 972,809,000,000.00 Rp 991,074,000,000.00 Rp 994,532,000,000.00 Rp 1,034,228,000,000.00 Rp 1,051,002,000,000.00 Rp 1,068,920,000,000.00 Rp 1,082,786,000,000.00 Rp 1,124,525,000,000.00
NPF 8.67% 9.29% 8.75% 9.54% 8.86% 9.11% 8.73% 8.44% 8.42% 8.77% 8.38% 7.98% 8.09% 8.17% 7.90% 7.45% 7.17% 7.51% 7.23% 6.93% 6.92% 8.22% 8.54% 8.38% 8.81% 8.74% 8.41% 8.32% 8.22% 7.91% 7.72%
113
2009.08 2009.09 2009.10 2009.11 2009.12 2010.01 2010.02 2010.03 2010.04 2010.05 2010.06 2010.07 2010.08 2010.09 2010.10 2010.11 2010.12 2011.01 2011.02 2011.03 2011.04 2011.05 2011.06 2011.07 2011.08 2011.09 2011.10 2011.11 2011.12 2012.01 2012.02 2012.03 2012.04 2012.05 2012.06 2012.07 2012.08
Rp 1,501,553,000,000.00 Rp 1,523,415,000,000.00 Rp 1,546,866,000,000.00 Rp 1,576,229,000,000.00 Rp 1,586,919,000,000.00 Rp 1,586,580,000,000.00 Rp 1,653,875,000,000.00 Rp 1,690,571,000,000.00 Rp 1,757,256,000,000.00 Rp 1,817,361,000,000.00 Rp 1,873,570,000,000.00 Rp 1,925,743,000,000.00 Rp 1,954,179,000,000.00 Rp 1,979,912,000,000.00 Rp 2,042,042,000,000.00 Rp 2,041,367,000,000.00 Rp 2,060,437,000,000.00 Rp 2,084,220,000,000.00 Rp 2,139,992,000,000.00 Rp 2,163,977,000,000.00 Rp 2,216,572,000,000.00 Rp 2,328,813,000,000.00 Rp 2,431,963,000,000.00 Rp 2,501,869,000,000.00 Rp 2,576,971,000,000.00 Rp 2,563,432,000,000.00 Rp 2,620,259,000,000.00 Rp 2,691,843,000,000.00 Rp 2,675,930,000,000.00 Rp 2,726,937,000,000.00 Rp 2,818,790,000,000.00 Rp 2,910,280,000,000.00 Rp 2,997,076,000,000.00 Rp 3,105,951,000,000.00 Rp 3,218,420,000,000.00 Rp 3,313,819,000,000.00 Rp 3,335,761,000,000.00
2.75% 2.83% 2.57% 2.41% 2.78% 3.72% 3.81% 3.43% 3.91% 4.16% 5.05% 6.22% 6.44% 5.80% 5.67% 6.33% 6.96% 7.02% 6.84% 6.65% 6.16% 5.98% 5.54% 4.61% 4.79% 4.61% 4.42% 4.15% 4.79% 3.65% 3.97% 4.50% 4.50% 4.45% 4.53% 4.56% 4.58%
Rp 1,139,960,000,000.00 Rp 1,158,034,000,000.00 Rp 1,201,652,000,000.00 Rp 1,228,468,000,000.00 Rp 1,250,609,000,000.00 Rp 1,283,495,000,000.00 Rp 1,310,184,000,000.00 Rp 1,309,987,000,000.00 Rp 1,346,422,000,000.00 Rp 1,385,541,000,000.00 Rp 1,385,733,000,000.00 Rp 1,418,728,000,000.00 Rp 1,396,035,000,000.00 Rp 1,457,768,000,000.00 Rp 1,531,241,000,000.00 Rp 1,517,715,000,000.00 Rp 1,603,778,000,000.00 Rp 1,640,651,000,000.00 Rp 1,668,330,000,000.00 Rp 1,672,303,000,000.00 Rp 1,700,135,000,000.00 Rp 1,765,586,000,000.00 Rp 1,785,628,000,000.00 Rp 1,829,152,000,000.00 Rp 1,846,202,000,000.00 Rp 1,902,369,000,000.00 Rp 1,962,353,000,000.00 Rp 2,035,207,000,000.00 Rp 2,095,333,000,000.00 Rp 2,191,946,000,000.00 Rp 2,254,563,000,000.00 Rp 2,318,437,000,000.00 Rp 2,397,989,000,000.00 Rp 2,464,205,000,000.00 Rp 2,480,775,000,000.00 Rp 2,553,710,000,000.00 Rp 2,611,314,000,000.00
7.80% 8.12% 7.74% 8.36% 7.03% 7.36% 7.48% 7.37% 7.19% 7.13% 6.92% 7.16% 7.18% 7.43% 7.48% 7.53% 6.50% 6.79% 7.04% 7.15% 7.02% 6.82% 7.09% 7.00% 7.05% 7.05% 7.10% 7.30% 6.11% 6.68% 6.61% 6.42% 6.50% 6.47% 6.39% 6.68% 6.91%
114
2012.09 2012.10
Rp 3,404,739,000,000.00 Rp 3,465,137,000,000.00
4.31% 4.61%
Rp 2,686,937,000,000.00 Rp 2,776,159,000,000.00
6.87% 6.83%
Lampiran 2 : Hasil Uji Normalitas
12
Series: Residuals Sample 2007M02 2012M10 10
Observations 69
8
6
4
2
Mean
1.86e-18
Median
0.001880
Maximum
0.055107
Minimum
-0.045927
Std. Dev.
0.016930
Skewness
-0.068269
Kurtosis
3.898504
Jarque-Bera
2.374614
Probability
0.305042
0 -0.04
-0.02
-0.00
0.02
0.04
0.06
115
Lampiran 3 : Hasil Uji Linieritas Ramsey RESET Test: F-statistic
1.951314
Prob. F(1,60)
0.1676
Log likelihood ratio
2.208293
Prob. Chi-Square(1)
0.1373
Test Equation: Dependent Variable: D(LNPBPRS) Method: Least Squares Date: 04/15/13 Time: 02:41 Sample: 2007M02 2012M10 Included observations: 69 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-0.050716
0.685689
-0.073963
0.9413
D(LNDPK)
-0.062756
0.247411
-0.253650
0.8006
D(NPF)
-0.014022
0.600354
-0.023356
0.9814
D(INFLASI)
-0.073932
0.386117
-0.191476
0.8488
FITTED^2
22.15083
15.85720
1.396894
0.1676
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.303038 0.210109 0.015696 0.014781 193.5663 3.260981 0.003775
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.022957 0.017660 -5.349749 -5.058343 -5.234139 1.647335
116
Lampiran 4 : Hasil Uji Stasioneritas Variabel Total Pembiayaan (LnPBPRS) Null Hypothesis: LNPBPRS has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-0.349632 -3.528515 -2.904198 -2.589562
0.9111
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.000307 0.000414
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(LNPBPRS) Method: Least Squares Date: 04/15/13 Time: 02:58 Sample (adjusted): 2007M02 2012M10 Included observations: 69 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNPBPRS(-1) C
-0.001649 0.069267
0.004710 0.132261
-0.350189 0.523716
0.7273 0.6022
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.001827 -0.013071 0.017775 0.021170 181.1741 0.122632 0.727296
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.022957 0.017660 -5.193452 -5.128695 -5.167761 1.702742
117
Lampiran 5 : Uji Stasioner Variabel Dana Pihak Ketiga (LnDPK)
Null Hypothesis: LNDPK has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
0.325849 -3.528515 -2.904198 -2.589562
0.9781
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.000273 0.000141
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(LNDPK) Method: Least Squares Date: 04/15/13 Time: 03:00 Sample (adjusted): 2007M02 2012M10 Included observations: 69 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNDPK(-1) C
0.000722 0.003407
0.004485 0.124776
0.160921 0.027302
0.8726 0.9783
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000386 -0.014533 0.016756 0.018812 185.2476 0.025896 0.872640
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.023483 0.016636 -5.311525 -5.246768 -5.285834 2.699426
118
Lampiran 6 : Uji Stasioner Variabel NPF Null Hypothesis: NPF has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.957628 -3.528515 -2.904198 -2.589562
0.3046
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
1.54E-05 1.05E-05
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(NPF) Method: Least Squares Date: 04/15/13 Time: 03:03 Sample (adjusted): 2007M02 2012M10 Included observations: 69 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
NPF(-1) C
-0.134707 0.009971
0.059581 0.004554
-2.260914 2.189772
0.0270 0.0320
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.070886 0.057019 0.003985 0.001064 284.3564 5.111733 0.027017
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.000267 0.004103 -8.184244 -8.119487 -8.158553 2.462925
119
Lampiran 7 : Uji Stasioner Variabel Inflasi Null Hypothesis: INFLASI has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 5 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.715749 -3.528515 -2.904198 -2.589562
0.4189
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
4.03E-05 0.000111
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(INFLASI) Method: Least Squares Date: 04/15/13 Time: 03:05 Sample (adjusted): 2007M02 2012M10 Included observations: 69 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
INFLASI(-1) C
-0.030512 0.001642
0.031314 0.002080
-0.974374 0.789271
0.3334 0.4327
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.013972 -0.000745 0.006439 0.002778 251.2431 0.949404 0.333376
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.000239 0.006436 -7.224439 -7.159682 -7.198748 0.985674
120
Lampiran 8 : Uji Derajat Integrasi Variabel Total Pembiayaan (PBPRS) Null Hypothesis: D(LNPBPRS) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-7.049484 -3.530030 -2.904848 -2.589907
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.000305 0.000333
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(LNPBPRS,2) Method: Least Squares Date: 04/15/13 Time: 03:07 Sample (adjusted): 2007M03 2012M10 Included observations: 68 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNPBPRS(-1)) C
-0.851708 0.019532
0.121815 0.003535
-6.991794 5.525246
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.425513 0.416809 0.017728 0.020742 178.7455 48.88519 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-8.83E-05 0.023214 -5.198396 -5.133117 -5.172531 2.023458
121
Lampiran 9 : Uji Derajat Integrasi Variabel DPK Null Hypothesis: D(LNDPK) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-12.04866 -3.530030 -2.904848 -2.589907
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.000243 0.000208
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(LNDPK,2) Method: Least Squares Date: 04/15/13 Time: 03:12 Sample (adjusted): 2007M03 2012M10 Included observations: 68 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LNDPK(-1)) C
-1.352096 0.031721
0.115505 0.003309
-11.70600 9.586736
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.674926 0.670000 0.015809 0.016495 186.5344 137.0305 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000152 0.027520 -5.427481 -5.362201 -5.401615 2.098910
122
Lampiran 10 : Uji Derajat Integrasi Variabel NPF Null Hypothesis: D(NPF) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-12.15365 -3.530030 -2.904848 -2.589907
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
1.43E-05 1.19E-05
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(NPF,2) Method: Least Squares Date: 04/15/13 Time: 03:14 Sample (adjusted): 2007M03 2012M10 Included observations: 68 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(NPF(-1)) C
-1.332629 -0.000450
0.113639 0.000467
-11.72688 -0.962682
0.0000 0.3392
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.675707 0.670793 0.003845 0.000976 282.6730 137.5196 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-9.71E-05 0.006701 -8.255089 -8.189809 -8.229223 2.001583
123
Lampiran 11 : Uji Derajat Integrasi Variabel Inflasi Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-4.645508 -3.530030 -2.904848 -2.589907
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
3.11E-05 3.02E-05
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(INFLASI,2) Method: Least Squares Date: 04/15/13 Time: 03:15 Sample (adjusted): 2007M03 2012M10 Included observations: 68 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(INFLASI(-1)) C
-0.500775 -0.000105
0.106914 0.000688
-4.683904 -0.153263
0.0000 0.8787
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.249479 0.238108 0.005664 0.002117 256.3373 21.93896 0.000015
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
3.82E-05 0.006489 -7.480509 -7.415229 -7.454643 2.050457
124
Lampiran 12 : Uji Kointegrasi Philips Perron Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 0 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-8.288020 -3.531592 -2.905519 -2.590262
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
3.15E-05 3.15E-05
Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(RESID01) Method: Least Squares Date: 04/15/13 Time: 03:17 Sample (adjusted): 2007M04 2012M10 Included observations: 67 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RESID01(-1) C
-1.031323 -3.35E-05
0.124435 0.000696
-8.288020 -0.048133
0.0000 0.9618
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.513805 0.506325 0.005698 0.002111 252.1752 68.69128 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
3.50E-05 0.008110 -7.467918 -7.402106 -7.441876 1.978798
125
Lampiran 13 : Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolinieritas DLNDPK 1.000000 -0.018498 -0.063764
DLNDPK DINFLASI DNPF
DINFLASI -0.018498 1.000000 -0.197251
DNPF -0.063764 -0.197251 1.000000
2. Uji Autokolerasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.997475 2.256769
Prob. F(2,59) Prob. Chi-Square(2)
0.3749 0.3236
3. Uji Heterokedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.911468 46.20752 43.55124
Prob. F(35,33) Prob. Chi-Square(35) Prob. Chi-Square(35)
0.0322 0.0974 0.1521
126
Lampiran 14 : Hasil Estimasi Model dinamis Error Correction Model (ECM) Dependent Variable: D(LNPBPRS) Method: Least Squares Date: 01/27/13 Time: 23:31 Sample (adjusted): 2007M02 2012M10 Included observations: 69 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LNDPK) D(NPF) D(INFLASI) LNDPK(-1) NPF(-1) INFLASI(-1) ECT
0.764596 0.243404 -0.154115 -0.205306 -0.021328 -1.286195 0.173486 0.168579
0.362670 0.115679 0.596516 0.377398 0.011479 0.633232 0.122841 0.059598
2.108243 2.104125 -0.258359 -0.544006 -1.857963 -2.031158 1.412287 2.828581
0.0391 0.0395 0.7970 0.5884 0.0680 0.0466 0.1629 0.0063
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.280371 0.197791 0.015818 0.015262 192.4622 3.395129 0.003982
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.022957 0.017660 -5.346730 -5.087703 -5.243965 1.715516
127