UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI REJIMEN OBAT PASIEN SCHIZOPHRENIA PADA UNIT RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP SETELAH UJI COBA KEBIJAKAN INA-DRG DI RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA
TESIS
MAGDALENA NIKEN OKTOVINA 0606151141
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEFARMASIAN DEPOK JULI 2009
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI REJIMEN OBAT PASIEN SCHIZOPHRENIA PADA UNIT RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP SETELAH UJI COBA KEBIJAKAN INA-DRG DI RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
MAGDALENA NIKEN OKTOVINA 0606151141
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEFARMASIAN KEKHUSUSAN FARMASI KLINIK DEPOK JULI 2009
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEFARMASIAN KEKHUSUSAN FARMASI KLINIK FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2009
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
Nama
:
Magdalena Niken Oktovina
NPM
:
0606151141
Judul Tesis :
”Evaluasi Rejimen Obat Pasien Schizophrenia Pada Unit Rawat Jalan dan Rawat Inap Setelah Uji Coba Kebijakan INA-DRG di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta”
Disetujui oleh
:
Pembimbing
Dra. Retnosari Andrajati, MS, PhD Pembimbing I
Dr. Fidiansjah, Sp. Kj. Pembimbing II
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Magdalena Niken Oktovina
NPM
: 0606151141
Tanda Tangan : Tanggal
: 15 Juli 2009
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Tesis
: : : : :
Magdalena Niken Oktovina 0606151141 Ilmu Kefarmasian Evaluasi Rejimen Obat Pasien Schizophrenia Pada Unit Rawat Jalan dan Rawat Inap Setelah Uji Coba Kebijakan INA-DRG di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kefarmasian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing
: Dra. Retnosari Andrajati, MS, PhD ( …….…..…………)
Pembimbing
: Dr. Fidiansjah, Sp. Kj. ( ……..…………….……………)
Penguji
: Dra. Rina Mutiara, MPharm ( …………………………)
Penguji
: Dra. Yulia Trisna, MPharm (…………………………...)
Penguji
: Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt (…………………….....)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 15 Juli 2009
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
ABSTRAK Nama : Program Studi : Judul :
Magdalena Niken Oktovina Ilmu Kefarmasian ”Evaluasi Rejimen Obat Pasien Schizophrenia pada Unit Rawat Inap dan Rawat Jalan Setelah Uji Coba Kebijakan INA-DRG Di Rumah Sakit Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta”
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan melayani pasien tidak mampu dan sebagian besar merupakan penderita schizophrenia. Untuk mengatasi pembiayaan obat yang semakin meningkat, dilakukan penerapan program INADRG Case-mix. Pada program Case-mix, aLOS bagi penderita schizophrenia (kode 194101 – 3) adalah 7,8 – 10,7 hari. Sedangkan, menurut data rekam medik aLOS bagi penderita schizophrenia pada tahun 2008 adalah 49 hari. Perbedaan aLOS ini akan menyebabkan kesulitan dalam penagihan biaya pengobatan serta menghambat pelaksanaan program tersebut. Oleh karena itu, dilakukan uji coba penerapan kebijakan INA-DRG dengan menurunkan lama dirawat menjadi 21 hari pada tanggal 1 Nopember 2008. Penurunan lama dirawat dapat disertai dengan merubah penggunaan rejimen obat psikotropika. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi rejimen obat dengan mengetahui perbedaan pengaruh pemakaian rejimen obat terhadap outcome terapi sebelum dan setelah kebijakan. Mengetahui ada tidaknya perbedaan antara sebelum dan setelah kebijakan terhadap rejimen obat, lama dirawat, skor awal dan skor akhir keperawatan, serta biaya obat di rawat inap. Tujuan khusus dari penelitian di rawat jalan mengetahui ada tidaknya perbedaan pada rejimen obat dan biaya obat. Mengetahui faktor-faktor apa saja selain rejimen obat yang dapat mempengaruhi outcome terapi sebelum dan setelah kebijakan dilaksanakan. Penelitian dilakukan secara cross sectional bersifat retrospektif, menggunakan data sekunder yang diambil dari rekam medik pasien. Sampel yang diambil merupakan pasien tidak mampu di wilayah DKI Jakarta (Gakin) dengan diagnosis schizophrenia, usia diatas 18 tahun dengan waktu pengobatan antara 1 Juni 2008 sampai 25 Oktober 2008 dan antara 5 Nopember 2008 sampai 30 Maret 2009, serta memiliki skor keperawatan. Pengambilan data dilaksanakan secara total sampel antara bulan Maret sampai Juni 2009. Sampel penelitian dikelompokan atas data rawat jalan dan rawat inap yang terbagi atas kelompok sebelum dan setelah kebijakan. Data yang diperoleh olah dengan analisis univariat, bivariat, dan regresi logistik menggunakan metode Backward Stepwise. Hasil penelitian ditunjukan dengan tabel dan persentase. Pada umumnya, pasien schizophrenia yang berobat di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan di rawat jalan dan rawat inap berusia antara 30 – 39 tahun (50.41%), laki-laki (65.04%), dari Jakarta Barat (33.74%), tidak menikah (78.86%), pendidikan terakhir sampai SLTP (55.69%). Pasien dengan gejala schizoprenia paranoid/ F.20.0 (72.36%), lama dirawat antara 21 sampai 40 hari (48.94%), dengan kemampuan merawat diri sedang (62.77%) dan pulang dengan skor akhir baik (55.32%). Pasien lebih banyak mendapat rejimen obat no.17 (15.85%)
viii
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
dengan komposisi resperidon 2 mg dosis 2 x 1 sehari, haloperidol 5 mg dosis 2 x 1 sehari, triheksifenidyl 2 mg dosis 2 x 1 sehari, dan klopromazine 100 mg dosis 1 x 1 sehari. Biaya obat yang dibutuhkan untuk 14 hari masuk dalam katagori cukup yaitu antara 300001 rupiah sampai 500000 rupiah (59.57%) Sebelum kebijakan terdapat perbedaan bermakna terhadap pengaruh pemakaian rejimen obat dengan Outcome terapi (Sig. 0.027), namun setelah kebijakan tidak terdapat perbedaan bermakna.(Sig. 1.00). Pada unit rawat inap antara sebelum dan setelah kebijakan, tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap pemakaian rejimen obat (Sig. 0.853), lama dirawat (Sig. 0.910), skor awal keperawatan (Sig. 0.529), skor akhir keperawatan (Sig. 0.789), dan biaya obat (Sig. 0.698). Pada unit rawat jalan antara sebelum dan setelah kebijakan tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap pemakaian rejimen obat.(Sig. 0.427), dan biaya obat (Sig. 0.772). Faktor-faktor lain yang memberi pengaruh bermakna terhadap Outcome terapi sebelum kebijakan adalah jenis kelamin (Sig. 0.007), status (Sig. 0.047), dan pendidikan (Sig. 0.005). Skor awal (Sig. 0.014) memberi pengaruh setelah kebijakan.
Kata Kunci : Rejimen obat, Outcome terapi, Lama dirawat, Skor keperawatan, Psikotropika, Schizophrenia, RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
ix
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................. ABSTRAK ................................................................................................. ABSTRACT ........................................................................................... DAFTAR ISI ……………..…………………………………….............. DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR TABEL ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................
i iii iv v vii viii x xii xiv xv xvii 1 1 3 4 5
2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1. Schizophrenia ............................................................................... 2.1.1 Definisi ........................................................................ 2.1.2 Etiologi dan Epidemiologi ................................................ 2.1.3 Diagnosis dan Penggolongan ............................................... 2.1.4 Prognosis dan Gejala ............................................................ 2.1.5 Penatalaksanaan Terapi ................................................ 2.2 Psikotropika ............................................................................... 2.2.1 Definisi dan Penggolongan .............................................. 2.2.2 Evaluasi Pola Pengobatan ................................................ 2.3 Lama Dirawat (LD) dan aLOS ................................................ 2.4 INA-DRG Case Mix ................................................................... 2.5 Pharmaceutical Care dan Unit Dose Daily .................................. 2.6 Rumah Sakit Jiwa .......................................................................
7 7 7 7 10 13 16 18 18 23 25 26 27 28
3. METODE PENELITIAN ...................................................................... 3.1 Kerangka Konsep dan definisi Operasional ................................. 3.1.1 Kerangka Konsep .................................................................. 3.1.2 Definisi Operasional ............................................................ 3.2 Hipotesis .......................................................................................... 3.3 Desain Penelitian ......................................................................... 3.4 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 3.5 Populasi dan Sampel ........................................................................ 3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................. 3.7 Pengumpulan Data ........................................................................... 3.8 Pengolahan dan analisis data ........................................................ 3.8.1 Pengolahan Data .................................................................... 3.8.2 Analisis Data .........................................................................
30 30 30 32 33 34 34 34 35 35 36 36 36
xii
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
4. HASIL PENELITIAN ………............................................................. 38 4.1. Karakteristik Sampel .................................................................... 38 4.1.1. Usia, Domisili, Jenis Kelamin, Status, dan Pendidikan ..... 38 4.1.2. Diagnosa ........................................................................... 38 4.1.3. Lama Dirawat ............................................................... 38 4.1.4. Skor Awal dan Skor Akhir .……………………….. 39 4.1.5. Rejimen Obat ............................................................... 39 4.1.6. Biaya Obat ............................................................... 39 4.2. Perbedaan pengaruh Rejimen Obat terhadap Outcome terapi sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap ........................... 40 4.3. Perbedaan pada Rejimen Obat, Lama Dirawat, Skor Awal, Skor Akhir, dan Biaya Obat .............................................................. 40 4.4. Perbedaan pada Rejimen Obat dan Biaya Obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat jalan ........................... 40 4.5. Faktor-faktor lain selain Rejimen Obat yang mempengaruhi Outcome Terapi sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap........ 40 5. PEMBAHASAN …………........................................................... 42 5.1. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 42 5.2. Sampel Penelitian ........................................................................... 42 5.3. Karakteristik Sampel .................................................................... 43 5.3.1. Usia, Domisili, Jenis Kelamin, Status, dan Pendidikan ..... 43 5.3.2. Diagnosa ........................................................................... 44 5.3.3. Lama Dirawat ............................................................... 45 5.3.4. Skor Awal dan Skor Akhir .……………………….. 45 5.3.5. Rejimen Obat ............................................................... 46 5.3.6. Biaya Obat ............................................................... 47 5.4. Perbedaan pengaruh Rejimen Obat terhadap Outcome terapi sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap ........................... 48 5.5. Perbedaan pada Rejimen Obat, Lama Dirawat, Skor Awal, Skor Akhir, dan Biaya Obat .............................................................. 49 5.6. Perbedaan pada Rejimen Obat dan Biaya Obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat jalan ........................... 50 5.7. Faktor-faktor lain selain Rejimen Obat yang mempengaruhi Outcome Terapi sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap........ 51 6. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR REFERENSI
………………………………………
52
………………………………………………….
55
xiii
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Jalur Saraf Dopaminergik (Hales RE, 1987) ………………
8
Gambar 2.2. Perjalanan klinis gangguan schizophrenia
........................
15
Kerangka konsep penelitian ………………………………
31
Gambar 3.
xiv
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1. Presentase resiko penderita schizophrenia (genetik) ………
10
Tabel
2.2. Golongan Psikotropika
19
Tabel
2.3. Perbedaan Antipsikotik Tipikal dengan Atipikal
............
21
Tabel
4.1. Data Rawat Inap Sebelum Kebijakan (RANAP PRE) ……
60
Tabel
4.2. Data Rawat Inap Setelah Kebijakan (RANAP POST) ……
61
Tabel
4.3. Data Rawat Jalan Sebelum Kebijakan (RAJAL PRE) …….
62
Tabel
4.4.
64
Tabel
4.5. Sampel Penelitian
Tabel
4.6
................................................
Data Rawat Jalan Setelah Kebijakan (RAJAL POST) ……. ………………………………………
67
Karakteristik pasien schizophrenia yang menerima regimen psikotropika dari 1 Juni 2008 sampai 25 Oktober 2008 dan 5 Nopember 2008 sampai 30 Maret 2009 ............................................................
68
4.7. Profil Rejimen Obat sebelum dan setelah kebijakan Di Rawat Inap ............................................................
70
4.8. Profil Rejimen Obat sebelum dan setelah kebijakan Di Rawat Jalan ............................................................
71
4.9. Hubungan antara Rejimen Obat dengan Outcome Terapi …
72
Tabel 4.10. Perbedaan varian antara sebelum dan setelah kebijakan Di Rawat Inap ……………………………………….
72
Tabel 4.11. Perbedaan varian antara sebelum dan setelah kebijakan Di Rawat Jalan ……………………………………….
72
Tabel 4..12. Hasil Analisis Regresi Logistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi Outcome Terapi di Rawat Inap Sebelum Kebijakan ……………………………..
73
Tabel 4..13. Hasil Analisis Regresi Logistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi Outcome Terapi di Rawat Inap Setelah Kebijakan ……………………………………...
74
Tabel
Tabel
Tabel
xv
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Alur penelitian
………………………………………
Lampiran 2
Lembar pengambilan data
………………………………
77
Lampiran 3
Tatalaksana terapi schizophrenia dengan riwayat ………...
78
Lampiran 4
Tatalaksana schizophrenia tanpa riwayat
………………
79
Lampiran 5
Tatalaksana standar terapi schizophrenia
........................
80
Lampiran 6
Skor keperawatan jiwa
………………………………
84
Lampiran 7
Rejimen obat ………………………………………………
86
Lampiran 8
Hasil analisis data
94
………………………………………
xvi
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
76
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia sehingga setiap penduduk berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan tanpa memandang kemampuan membayar. Kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan, dengan demikian tidak ada kesehatan tanpa kesehatan jiwa. (http://www.depkes.go.id/index.php.)
Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa adalah dampak modernisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi perubahan dan kemajuan teknologi baru. Ganguan jiwa
merupakan bentuk
gangguan dalam fungsi alam pikiran. Gangguan tersebut dapat
berupa
disorganisasi (kekacauan) isi pikiran, yang ditandai antara lain oleh adanya gejala gangguan pemahaman (delusi waham), dan gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai gangguan terhadap daya nilai realitas berupa perilakuperilaku aneh (bizzare). Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung, namun akan menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah schizophrenia. (Agus , D., 2005) Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III di Indonesia yang mengacu kepada International Classification of Diseases X (ICD10), dimana setiap gangguan diberikan suatu deskripsi dan gambaran klinis utama, menggolongkan schizophrenia pada kategori F20. (Depkes RI, 2000) Schizophrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan terhadap pikiran, persepsi, serta emosi. Schizophrenia merupakan gangguan mental yang kompleks. Pendekatan schizophrenia. harus dilakukan secara holistik dengan melibatkan aspek psikososiai, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan lain-lain. Hasil akhir yang ingin dicapai adalah penderita schizophrenia. dapat kembali berfungsi dalam bidang pekerjaan, sosial dan keluarga. (Maslim, 1998)
1
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
2
Prevalensi schizophrenia di Amerika Serikat bervariasi antara 1 sampai 1,5 persen dengan angka kejadian 1 per 10.000 orang per tahun, sedangkan di Indonesia dapat mencapai 200-250 ribu orang penderita. Perbedaan prevalensi berdasarkan jenis kelamin, terletak pada onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 - 25 tahun, sedangkan wanita 25 - 35 tahun. Prognosis pada laki-laki lebih buruk. Penelitian menunjukkan, bahwa 80% dari semua pasien schizophrenia menderita penyakit fisik, dimana 50% tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah salah satu penyebab umum kematian pada penderita schizophrenia. Data menunjukan 50% penderita schizophrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. (Luana, 2007.;Norquist, GS., 2000.) Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan merupakan Rumah Sakit Khusus gangguan jiwa yang terdapat di Jakarta sekaligus merupakan rumah sakit jiwa rujukan nasional. Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta mempunyai visi menjadi Pusat Unggulan Dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa Perkotaan . Visi ini dijabarkan dalam beberapa misi diantaranya memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan jiwa yang bermutu dan dapat dipertanggung jawabkan bagi masyarakat perkotaan di bidang promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. (RSJ-SH, 2009) Data Rekam Medik tahun 2008, menunjukan jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap yang dilayani sebanyak 20.040 orang, dimana 75 % merupakan pasien tidak mampu. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi masyarakat miskin (JAMKESMAS) untuk wilayah DKI Jakarta dikenal dengan sebutan pasien Gakin. Pembiayaan pasien Gakin dilakukan semakin hari semakin meningkat. Peningkatan biaya pelayanan kesehatan dapat disebabkan dari berbagai faktor seperti laju inflasi, perubahan pola penyakit, kemajuan ilmu pengetahuan, dan status sosial sehingga pasien menginginkan pelayanan yang baik dan optimal. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem pelayanan kesehatan yang efisien , efektif, berdasarkan mutu, efektifitas, dan cost containment berdasarkan pengobatan yang diberikan. (Husain, 2006) INA-DRG Case mix, merupakan program dengan sistem pelayanan kesehatan yang efisien (terkendali) dan efektif. Sistem ini diharapkan dapat Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
3
menekan biaya pelayanan kesehatan yang semakin meningkat. Oleh karena itu, program INA-DRG merupakan salah satu solusi dalam memecahkan masalah tersebut. INA-DRG memudahkan implementasi program sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan yang sejalan dengan metode pengobatan penyakit. Sistem Case-mix membagi penyakit dalam 23 MDC (Major Diagnostic Categories). Penderita dengan gangguan schizophrenia, masuk pada MDC ke 19 yaitu Mental Diseases and Disorders. Pada sistem INA-DRG pasien dengan gangguan schizophrenia yang melakukan rawat inap diberi kode 194101 – 3 dengan description IM Schizophrenia tingkat keparahan 1 sampai 3, dengan aLOS 7.8 – 10.7. (Depkes RI, 2007) Pada kenyataannya
perawatan pasien gangguan jiwa merupakan
perawatan jangka panjang lebih dari satu bulan. Data rekam medik Rumah Sakit Jiwa menunjukan angka rerata lama dirawat pada tahun 2008 adalah 49 hari., angka ini jauh berbeda dengan aLOS yang ditetapkan dan ditanggung pembiayaannya pada program INA-DRG Case mix. aLOS pada INA-DRG ditetapkan dari hasil uji coba penerapannya di 15 rumah sakit umum. Oleh karena itu, Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan melaksanakan uji coba kebijakan INA-DRG dengan membatasi waktu lama dirawat secara bertahap dimana pada mulai tanggal 1 November 2008 menjadi maksimal 21 hari. Perbedaan clinical outcame sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat dari
skor
akhir
keperawatan.
Pemberian
rejimen
obat
psikotropika
direkomendasikan dapat menekan gejala gangguan jiwa yang timbul, dan dapat mempengaruhi skor akhir keperawatan. Perubahan pemberian rejimen obat setelah penerapan kebijakan diharapkan dapat menekan aLOS agar pembiayaan pelayanan kesehatan dapat ditanggung melalui program INA-DRG.
1.2 Perumusan Masalah Uji coba kebijakan rumah sakit untuk menurunkan lama dirawat menjadi maksimum 21 hari dilaksanakan sejak tanggal 1 November tahun 2008. Pelaksanaan kebijakan seharusnya diikuti dengan perubahan penggunaan rejimen obat serta faktor lain yang dapat menunjang keberhasilan kebijakan tersebut. Penetapan
standar
pelayanan
medik
merupakan
pedoman
penggunaan Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
4
psikotropika adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan tujuan penerapan kebijakan tersebut. Standar pelayanan medik sangat bermanfaat dalam mengarahkan pemilihan psikotropika sehingga penggunaan obat yang berlebihan dapat diminimalkan. Oleh karena itu, rejimen obat yang mengikuti standar pelayanan medik dapat meningkatkan psikoterapi pasien schizophrenia baik saat sebelum kebijakan maupun setelah kebijakan. Untuk melihat keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan, memerlukan suatu evaluasi terhadap penggunaan rejimen obat psikotropika baik di unit rawat inap maupun rawat jalan. Hasil evaluasi tersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan yang dihadapi, seperti : 1. Bagaimana gambaran karakteristik pasien yang meliputi usia, pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, domisili, diagnosis, lama dirawat, skor awal, skor akhir, rejimen obat, dan biaya obat. 2. Bagaimana perbedaan pengaruh rejimen obat terhadap outcome terapi antara sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. 3. Bagaimana perbedaan pemberian rejimen obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. 4. Bagaimana perbedaan waktu terhadap lama dirawat sebelum dan setelah kebijakan 5. Bagaimana perbedaan skor awal keperawatan sebelum dan setelah kebijakan. 6. Bagaimana perbedaan skor akhir keperawatan sebelum dan setelah kebijakan. 7. Bagaimana perbedaan pembiayaan obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. 8. Bagaimana perbedaan pemberian rejimen obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat jalan. 9. Bagaimana perbedaan pembiayaan obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat jalan. 10. Faktor – faktor apasaja yang dapat mempengaruhi outcome terapi, selain pemakaian rejimen obat saat sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
5
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi rejimen obat terhadap pasien schizophrenia dari keluarga kurang mampu di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, sebelum dan setelah penerapan kebijakan INA-DRG. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui gambaran karakteristik pasien yang meliputi usia, pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, domisili, diagnosis, lama dirawat, skor awal, skor akhir, rejimen obat, dan biaya obat. 2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh rejimen obat terhadap outcome terapi antara sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. 3. Apakah terdapat perbedaan pemberian rejimen obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. 4. Apakah terdapat perbedaan waktu terhadap lama dirawat sebelum dan setelah kebijakan 5. Apakah terdapat perbedaan skor awal keperawatan sebelum dan setelah kebijakan. 6. Apakah terdapat perbedaan skor akhir keperawatan sebelum dan setelah kebijakan. 7. Apakah terdapat perbedaan pembiayaan obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. 8. Apakah terdapat perbedaan pemberian rejimen obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat jalan. 9. Apakah terdapat perbedaan pembiayaan obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat jalan. 10. Mengetahui faktor – faktor lain, selain pemakaian rejimen obat, yang dapat mempengaruhi outcome terapi, sebelum dan setelah kebijakan diterapkan.
1.4 Manfaat Penelitian Untuk pembuat kebijakan program INA-DRG Case mix, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dalam peninjauan kembali aLOS yang ditanggung pembiayaannya khususnya bagi pasien schizophrenia.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
6
Untuk Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, hasil penelitian ini diharapkan dapat: 1. Memberikan gambaran tentang profil pemberian rejimen obat pada pasien schizophrenia sebelum dan setelah uji coba kebijakan INA-DRG. 2. Menjadi salah satu masukan dalam menilai efektifitas penggunaan psikotropika. 3. Meminimalkan masalah pembiayaan dan kegagalan pembayaran akibat penggunaan obat yang melampaui batas anggaran. Bagi peneliti lain dan dunia pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan untuk penelitian selanjutnya tentang rejimen obat psikotropika terhadap gangguan jiwa lainnya.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Schizophrenia 2.1.1
Definisi Schizophrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi,
biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi.(Agus, 2005) Schizophrenia merupakan gangguan otak yang menimbulkan gejala kejiwaan berupa sikap, pikiran dan perilaku yang menyimpang. Gangguan ini bersifat serius, dapat berlangsung lama serta sering terjadi kekambuhan.
Bila dibiarkan, penyakit ini dapat mengakibatkan
kemunduran dalam berbagai aspek kehidupan sosial penderita. (Yoseph, 2008) Schizophrenia merupakan sekumpulan fenomena mental dan perilaku yang bergabung menjadi sindroma klinis sehingga pada akhirnya menjadi salah satu gangguan psikiatri. Gambaran klinisnya termasuk antara lain: abnormalitas persepsi dalam bentuk halusinasi, pertimbangan yang kurang baik sehingga memiliki keyakinan yang salah di luar kewajaran, namun dianggap sebagai suatu kebenaran yang disebut dengan waham, pikiran yang terdistorsi yang dapat dilihat pada gangguan berbahasa. (Agus, 2005b) Istilah schizophrenia diperkenalkan oleh Bleuler (psikiater dari Swiss). Kata schizophrenia berasal bahasa Yunani, yaitu skhizo (split / membelah) dan phren (mind / pikiran). Schizophrenia berarti terbelah /terpisahnya emosi dengan pikiran /intelektual. Hal ini jelas terlihat bahwa penderita gangguan schizophrenia pada umumnya ditandai penyimpangan yang fundamental dan karaktristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). (First, 2004)
2.1.2
Etiologi dan Epidemiologi Penyebab spesifik schizophrenia tidak diketahui. Beberapa teori terjadinya
schizophrenia seperti: (Loebis, 2007; Luana, 2007) a.
Model diatesis–stress. Teori ini menyatakan bahwa schizophrenia timbul akibat faktor psikososial dan lingkungan, dimana seseorang dengan 7
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
8
kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi schizophrenia. b. Faktor Biologi •
Komplikasi kelahiran. Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami schizophrenia
•
Infeksi Penelitian pada penderita schizophrenia menunjukan adanya infeksi virus pada trimester kedua kehamilan, mengakibatkan perubahan anatomi susunan syaraf pusat.
•
Hipotesis Dopamin Pengamatan menunjukan bahwa penderita schizophrenia memiliki kadar dopamin
tinggi
yang
dopaminergik.(Kaplan,1997)
disebabkan Dopamin
oleh
hiperaktivitas
merupakan
sistem
neurotransmiter
pertama pada sistem dopaminergik. Oleh karena itu, antipsikotik tipikal maupun atipikal menghambat reseptor dopamin D2, sehingga gejala psikotik dapat diredakan (Agus, 2005). Hipotesis ini menyatakan proses dopaminergik pada daerah otak yang spesifik dengan
jalur.saraf
dopaminergik.
Gambar 2.1. Jalur Saraf Dopaminergik Hales RE, Yudofsky SC. Textbook of Neuropsychiatry. ©1987 American Psychiatric Press. Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
9
Jalur saraf dopaminergik dapat melalui jalur: •
Jalur nigrostriatal yang mempengaruhi
fungsi gerakan dan
menyebabkan EPS (sindrom ekstrapiramidal) •
Jalur mesolimbik, akan mempengaruhi memori, sikap, kesadaran, serta proses stimulus.
•
Jalur mesokortikal, melalui jalur ini, bagian yang dipengaruhi adalah fungsi kognisi, fungsi sosial, komunikasi, dan respons terhadap stress.
•
Jalur tuberoinfendibular. Jalur ini mempengaruhi pelepasan prolaktin
Reseptor dopamin yang terlibat adalah reseptor dopamin-2 (D2). Dari penelitian dijumpai peningkatan densitas reseptor D2 pada jaringan otak pasien schizophrenia. Peningkatan aktivitas sistem dopaminergik pada sistem mesolimbik bertanggungjawab terhadap gejala positif. Peningkatan aktivitas serotonergik menurunkan aktivitas dopaminergik pada sistem mesokortis bertanggung-jawab terhadap gejala negatif. •
Hipotesis Serotonin Serotonin berperan pada schizophrenia ditunjukan oleh penelitian terhadap Lysergic
acid
diethylamide
(LSD)
yang
bersifat
campuran
agonis/antagonis reseptor 5-HT, jika diberikan pada orang normal dapat menyebabkan keadaan psikosis berat. Penelitian terhadap antipsikotik atipikal clozapine, dimana afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptor dopamin D2. (Sapiie, 2007) •
Struktur Otak. Pada sistem limbik dan ganglia basal otak pendenta schizophrenia berbeda dengan orang normal, dimana ventrikel melebar, penurunan massa abu abu, dan pada beberapa area terjadi peningkatan serta penurunan aktifitas metabolik. (Gur, RE., 2000)
c. Genetika Schizophrenia dapat
disebabkan oleh faktor keturunan. Hasil penelitian
menunjukan terdapat penderita schizophrenia 1% pada populasi umum, 10% pada masyarakat dengan hubungan derajat pertama (orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan). Kembar identik 40% sampai 65%, sedangkan kembar dizigotik 12%. (Buchanan RW, Carpenter WT,2000; Kendler, 2000) Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
10
Tabel 2.1. Presentase resiko penderita schizophrenia (genetik)
Presentase risiko penderita schizophrenia kembar dizigotik kembar satu telur keluarga tk 1 keluarga tk 2 populasi umum 0
10
20
30
40
50
60
Kendler, K.S. (2000). Schizophrenia: Genetics.
Prevalensi penderita schizophrenia di dunia sekitar 0,2 – 2 %, di Amerika Serikat bervariasi antara 1% sampai 1,5% dengan angka kejadian 1 per 10.000 orang per tahun. Prevalensi berdasarkan jenis kelamin adalah sama. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosis (hasil akhir) pada laki laki lebih buruk dibandingkan wanita. 80% pasien schizophrenia menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya.( Norquist and Narrow, 2000)
2.1.3
Diagnosis dan Penggolongan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi
ketiga (PPDGJ III) membagi simptom schizophrenia dalam kelompok penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama untuk diagnosis. (Depkes RI, 1993) Pedoman diagnostik untuk schizophrenia menunjukan minimal terdapat satu gejala berikut ini yang amat jelas, yaitu: a. Thought echo , yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya ( tidak keras). Thought insertion atau withdrawal, yaitu isi pikiran asing masuk kedalam pikirannya atau isi pikiran diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya. Thougt broadcasting, yaitu isi pikiran tersiar keluar sehingga orang lain mengetahuinya b. Delusion of control, yaitu waham tentang dirinya yang dikendalikan, dipengaruhi, serta tidak berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar. Delusion Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
11
of influence, yaitu waham tentang dirinya yang dipengaruhi kekuatan luar. Delusion of passivity, yaitu waham tentang dirinya yang tidak berdaya dan pasrah terhadap kekuatan luar. Delusion perception, yaitu pengalaman indera yang tidak wajar namun bermakna khas bagi dirinya biasanya bersifat mistik atau mukjizat c. Halusinasi auditorik, yaitu halusinasi suara yang terus menerus berkomentar tentang perilakunya, berdiskusi sendiri, atau suara lain dari salah satu bagian tubuh. d. Waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat tidak wajar dan mustahil. Diagnosis juga dapat ditegakkan jika terdapat minimal dua gejala yang harus selalu ada secara jelas, yaitu : (Lauriello & Keith, 2005) a. Halusinasi yang menetap dari panca indera, dapat diikuti oleh waham atau ideide berlebihan yang menetap terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. b. Arus pikiran yang terputus atau mengalami sisipan, yang berakibat inkoherensi atau bicara tidak relevan c. Perilaku katatonik, seperti gaduh gelisah, posisi tubuh tertentu, atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor d. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara jarang, dan respons emosional tumpul atau tidak wajar, sehingga mengakibatkan menarik diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial. Gejala-gejala tersebut berlangsung selama satu bulan atau lebih, dan terdapat perubahan bermakna terhadap perilaku pribadi yang mengakibatkan hilangnya minat, tujuan hidup, tidak berbuat sesuatu, larut dalam diri sendiri, dan penarikan diri secara sosial. (Herz & Marder, 2002;Loebis, 2007) Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV) membagi schizophrenia atas subtipe secara klinik, berdasarkan kumpulan simptom yang paling menonjol.(Dirjen Yanmed, 1993; First & Tasman, 2004) F20.0 Schizophrenia paranoid F20.1 Schizophrenia hebephrenik Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
12
F20.2 Schizophrenia katatonik F20.3 Schizophrenia tak terinci F20.4 Depresi pasca-schizophrenia F20.5 Schizophrenia residual F20.6 Schizophrenia simpleks F20.8 Schizophrenia lainnya F20.9 Schizophrenia YTT (Yang tidak tergolongkan) 2.1.3.1 Schizophrenia paranoid (F20.0) Pedoman dignosis schizophrenia paranoid
selain memiliki kriteria
diagnosis umum, memiliki diagnosis tambahan seperti : halusinasi suara berupa ancaman, perintah, bunyi peluit, dengung (humming), atau tawa; halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau perasaan tubuh; dan waham dikendalikan, dipengaruhi, dan keyakinan dikejar-kejar terlihat lebih jelas. Gangguan persepsi ditandai dengan timbulnya bicara kacau dan emosi aneh. Individu dengan gangguan schizophrenia paranoid ini penuh dengan curiga, argumentatif, kasar dan agresif. 2.1.3.2 Schizophrenia hebefrenik (F20.1) Hebephrenic atau schizophrenia tidak teratur memiliki waktu onset 15 – 25 tahun, dengan kepribadian premorbid pemalu dan senang menyendiri. Selain memiliki kriteria umum dari schizophrenia juga terdapat kriteria khas, dimana untuk meyakinkannya dibutuhkan pengamatan selama 2 – 3 bulan. Karakteristik gejala yang bertahan adalah perilaku tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan; menyendiri; hampa tujuan dan perasaan; afek dangkal dan tidak wajar disertai cekikikan; serta perasaan puas diri. Proses berpikir mengalami disorganisasi dan bicara tidak menentu. 2.1.3.3 Schizophrenia katatonik ( F20.2) Ciri-ciri utama schizophrenia dipenuhi, namun terdapat satu atau lebih perilaku tertentu yang harus mendominasi. Diagnosis khas subkategori ini, adalah stupor (berkurangnya respon terhadap lingkungan) dan mutisme (tidak berbicara); gaduh gelisah, mempertahankan posis tubuh tertentu, negativisme, rigiditas, fleksibilitas, serta pengulangan kata-kata dan kalimat. Gejala katatonik dapat
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
13
dicetuskan oleh penyakit lain seperti penyakit otak, gangguan metabolic, atau alkohol dan obat-obatan. 2.1.3.4 Schizophrenia Tak Terinci / Undifferentiated(F20.3) Gangguan schizophrenia dengan gejala tidak khas yang tidak dapat digolongkan pada subkategori lain. 2.1.3.5 Depresi Pasca-schizophrenia (F20.4) Diagnosis ditegakkan jika gangguan schizophrenia secara umum sudah mencapai 12 bulan. Gejala masih ada tetapi tidak mendominasi gambaran kliniknya. Gejala depresif lebih menonjol dan mengganggu, menetap minimum 2 minggu. Jika tidak terdapat gangguan schizophrenia
akan menjadi Episode
Depresif (F32.-). Jika masih terdapat gagguan schizophrenia maka diagnosis tetap salah satu dari subkategori F20.0 sampai F20.3. 2.1.3.6 Schizophrenia residual (F20.5) Suatu stadium schizophrenia yang kronik dengan perkembangan prograsif dari stadium awal ke stadium lanjut. Pada subkategori ini, gejala negatif schizophrenia lebih dominan; adanya riwayat satu episode psikotik schizophrenia yang jelas dimasa lampau; penurunan intensitas dan frekuensi gejala seperti waham dan halusinasi serta timbul sindrome negatif. 2.1.3.7 Schizophrenia simpleks (F20.6) Pada subkategori ini, terjadi perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari gejala negatif yang khas pada F20.5, tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau gejala psikotik Perubahan perilaku pribadi yang bermakna, dengan manifestasi sebagai kehilangan minat, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. 2.1.3.8 Schizophrenia lainnya (F20.8) Ciri-ciri utama adalah tidak ada gejala akut terjadi di masa lalu. Gejalagejala negatif dapat timbul, seperti isolasi sosial, menarik diri dan gangguan fungsi peran.
2.1.4
Prognosis dan Gejala Prognosis merupakan ramalan kemungkinan perjalanan dan hasil akhir
gangguan schizophrenia. Penderita schizophrenia mempunyai gejala sisa dengan Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
14
keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu sembuh sempurna, 40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Beberapa faktor yang dapat memberikan prognosis yang baik antara lain: usia tua, faktor pencetus jelas, onset akut, riwayat sosial / pekerjaan pramorbid (terjadi sebelum berkembangnya penyakit) baik, gejala depresi, menikah, riwayat keluarga gangguan mood, sistem pendukung baik. Sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial buruk, autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga schizophrenia, sistem pendukung buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun, sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk. (Lehman, 2004) Perjalanan gejala schizophrenia merupakan perkembangan gangguan melalui fase-fase (Lehman, 2004) 1. Fase premorbid Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normal. 2. Fase prodromal Pada fase ini terdapat perubahan fungsi pada fase premorbid menuju saat muncul simptom psikotik selama beberapa minggu atau bulan, lama terjadinya fase prodromal rata-rata antara 2 sampai 5 tahun. Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi-fungsi yang mendasar (pekerjaan sosial dan rekreasi) dan muncul simptom yang nonspesifik, misal gangguan tidur, ansietas, iritabilitas, mood depresi, konsentrasi berkurang, mudah lelah, dan adanya defisit perilaku misalnya kemunduran fungsi peran dan penarikan sosial. Simptom positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal yang berarti mendekati psikosis. 3. Fase psikotik Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki fase stabilisasi dan kemudian fase stabil. Pemakaian antipsikotik diindikasikan terhadap semua fase tersebut (Hertz, 2002) •
Fase akut. Pada fase ini, dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan pikiran yang kacau. Simtom negatif sering menjadi lebih parah dan individu biasanya tidak mampu untuk mengurus dirinya sendiri secara pantas. Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
15
•
Fase stabilisasi berlangsung selama 6-18 bulan, setelah dilakukan acute treatment.
•
Fase stabil. Pada fase ini, simptom negatif lebih terlihat dan residual dari simptom positif.. Pada beberapa individu bisa dijumpai asimtomatis, sedangkan individu lain mengalami simptom nonpsikotik misalnya, merasa tegang (tension), ansietas, depresi, atau insomnia.
Gambar 2.2. Perjalanan klinis gangguan schizophrenia http://en.wordpress.com/tag/skizofrenia/
Gambar 2.2 menunjukan perjalanan klinis gangguan schizophrenia secara longitudinal. Gambar paling atas menunjukan episode tunggal, artinya penderita schizophrenia mengalami 1 kali episode dengan 1 kali sakit. Gambar kedua penderita mengalami 3 kali episode dengan 3 kali sakit, dan antara episode terjadi penyembuhan (kembali ke premorbid). Pada gambar ketiga terdapat 3 kali episode dengan 1 kali sakit dimana tidak ada kesembuhan (tidak kembali ke premorbid), dan kemunduran bersifat stabil. Gambar terakhir menunjukkan penderita mengalami 3 kali episode dengan 1 kali sakit dengan kemunduran bersifat progresif. (Hilary, 2007) Kay 1991 membagi simptom schizophrenia atas: 1. Simptom positif, seperti : waham, kekacauan proses pikir, perilaku halusinasi, gaduh gelisah, waham/ide kebesaran, kecurigaan/kejaran, permusuhan,
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
16
2. Simptom negatif, seperti:
afek tumpul, penarikan emosional, kemiskinan
rapport, penarikan diri dari hubungan sosial , secara pasif/apatis, kesulitan dalam pemikiran abstrak, kurangnya spontanitas dan arus percakapan, pemikiran stereotipik 3. Simptom psikopatologi umum, seperti : kekhawatiran somatik, ansietas., rasa bersalah, ketegangan (tension), sikap tubuh, depresi, retardasi motorik, ketidakkooperatifan, isi pikiran yang tidak biasa, disorientasi, perhatian buruk, kurangnya daya nilai dan daya tilikan, gangguan dorongan kehendak, pengendalian impuls yang buruk, preokupasi, dan penghindaran sosial secara aktif
2.1.5
Penatalaksanaan Terapi Pengobatan schizophrenia tergantung pada fase timbulnya gejala.
Penyebab timbulnya gejala belum diketahui dengan pasti maka tujuan umum pengobatan adalah untuk mengurangi keparahan dan mengendalikannya. Pengendalian gejala memungkinkan penderita hidup normal dan aktif dalam kegiatan sehari-hari di tengah masyarakat. (Lehman, 2004) Pengobatan terhadap gejala schizophrenia dapat dilaksanakan dengan terapi non farmakologi (terapi psikososial) dan terapi farmakologi.
2.1.5.1 Terapi Psikososial Penderita gangguan jiwa memerlukan perawatan psikososial, selain penggunaan obat-obatan. Terapi psikososial merupakan terapi perawatan untuk membantu penderita mengatasi penyakit sehingga menjadi lebih mandiri, serta lebih teratur dalam menjalani pengobatan dan dapat menghindari kekambuhan. Tujuan dari terapi psikososial adalah membantu penderita dalam melakukan penyesuaian dengan kehidupan di dalam masyarakat, meningkatkan hubungan, dan mengambil bagian dalam kesembuhan mereka sendiri. (Surilena, 2005) Beberapa macam metode psikososial yang dapat dilakukan, yaitu : •
Psikoterapi individual , seperti : terapi suportif , sosial skill training, terapi okupasi , dan terapi kognitif dan perilaku
•
Psikoterapi kelompok Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
17
•
Psikoterapi keluarga
•
Manajemen kasus
2.1.5.2 Terapi Farmakologi Terapi farmakologi merupakan terapi dalam mengatasi gejala dengan penggunaan
psikotropika. Psikotropika merupakan obat yang mempengaruhi
fungsi perilaku, emosi, dan pikiran yang biasa digunakan dalam bidang psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa. Psikotropika bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktifitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs). (Maslim, 2001) Penggunaan klinis psikotropika ditujukan untuk meradam (suppression) gejala sasaran tertentu. Pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala sasaran yang ingin diatasi. Psikotropika hanya mengubah keadaan jiwa pasien menjadi lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi lebih baik. Respons terhadap psikotropika bersifat individual dan perlu pengaturan secara empiric (therapeutic trial). (Nasrallah & Smeltzer, 2002). Lama pengobatan sangat bervariasi, tergantung dari berat ringannya gejala. Pengobatan dapat berlangsung beberapa bulan hingga tahunan dan bahkan dapat
berlangsung
seumur
hidup.
Pengobatan
untuk
mengontrol
dan
mengendalikan gejala, sehingga obat tetap terus diberikan meskipun gejala-gejala sudah jauh berkurang atau bahkan telah hilang sama sekali. (Irmansyah, 2007) Pemakaian antipsikotik diharapkan sesegera mungkin untuk mengatasi distres emosional, perilaku individu yang membahayakan diri sendiri, orang lain, dan merusak sekitar.(Lehman, A.F., 2004) Penggunaan antipsikotik dalam mengatasi schizophrenia dilakukan berdasarkan fase timbulnya gejala. Pada fase akut, lama pemakaian 4-8 minggu dengan gejala simptom psikotik akut seperti halusinasi, waham, pembicaraan, dan perilaku yang kacau, tujuan penggunaan: mengurangi simptom psikotik dan melindungi individu dari perilaku psikotik yang berbahaya. Pada fase stabilisasi, lama penggunaan 2-6 bulan, dmana simptom mulai berkurang, namun masih dapat terjadi serangan ulang jika dosis dikurangi atau adanya stressor psikososial tujuan penggunaan adalah mengurangi simtom yang masih ada dan merencanakan Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
18
pengobatan jangka panjang. Pada fase stabil pemakaian tidak terbatas, karena simptom positif sudah minimal atau tidak dijumpai lagi, dan simtom negatif masih dominan pada gambaran klinik individu, tujuan penggunaan adalah: mencegah muncul kembali psikosis, mengurangi simptom negatif, dan memfasilitasi individu untuk rehabilitasi sosial. (Hertz & Marder, 2002): Lehman dan kawan-kawan membedakan antipsikotik atas: 1. Antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama) seperti klorpromazin, flufenazin, thioridazin, dan haloperidol 2. Antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua) seperti: klozapin, olanzapin, risperidon, quetiapin, dan aripiprazol Pemakaian antipsikotik atipikal dinyatakan lebih baik dalam mengatasi gejala negatif dan kemunduran kognitif. Efek samping antipsikotik atipikal ternyata lebih ringan dibandingkan tipikal terhadap neurologis, namun lebih besar terhadap gangguan metabolik seperti pertambahan berat badan, diabetes mellitus, atau sindroma metabolik (Addington, D., 2005) Pedoman pengobatan schizophrenia menurut NICE (National Institute for Clinical Excellence) dari negara Inggris. Lampiran
3 dan lampiran 4. Pola
pengobatan terhadap schizoprenia yang distandarkan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta adalah sesuai Lampiran 5 Untuk mengukur kemajuan terapi terhadap pasien schizophrenia, setelah pengenggunaan psikotropika dapat dilakukan dengan menghitung skor. Seperti skor pada Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS) atau Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS). Pengukuran terhadap kemajuan pasien juga dapat merupakan modifikasi antar medik dan keperawatan untuk memudahkan penilaian. Penilaian kemajuan pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan menggunakan Skor Evaluasi Keperawatan Jiwa (Lampiran 6.)
2.2.
Psikotropika
2.2.1. Definisi dan Penggolongan Psikotropik dapat dibedakan menjadi 4 golongan berdasarkan susunan kimiawi, mekanisme kerja obat, dan efek terapi dalam mengatasi gejala., yaitu
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
19
golongan antipsikotik, antianxietas, antidepresi, dan antimania. Berikut ini tabel penggolongan psikotropika yang telah diringkas: (Ganiswarna,2007)
Tabel 2.2. Golongan Psikotropika
GOLONGAN PSIKOTROPIKA
SUB GOLONGAN
TipikalFenotiazin:
Antipsikotik
GOLONGAN
NAMA OBAT
Rantai alifatik Rantai piperazin
Klorpromazin, Flufenazin, Trifluperazin Perfenazin, Tioridazin, Haloperidol Clozapin, Olanzepin, Quetiapin, Zotepin, Aripiperazol Resperidon Diazepam, Alprazolam, Clobazam, Lorazepam, Bromazepam Sulpride, Buspiron, Hydroxyzin Imipramin, Amitriptilin, Clomipramin, Tianeptin Maprotilin, Trazodon, Mirtazapin Fluoxetin, Paroksetin, Setralin, Fluvoxamin, Citalopram
Rantai piperidin Tipikal – butyrofenon Dibenzodiazepin
Atipikal
Benzisoxazole
Golongan Benzodiazepin Antianxietas
Golongan non-benzodiazepin
Trisiklik
Heterosiklik Antidepresi
SSRIs – selective reuptake inbibitors
serotonin
MAOImonoamin oxydase inhibitor- reversible SNRI-serotonin norepineprin reuptake inhibitor Lithium
Antimania
Golongan lain
Moclobemid
Venlafaksin
Litium carbonat Karbamazepin Valproic acid
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
20
2.2.1.1. Antipsikosis (major tranquillizer, neuroleptik) Pengobatan dengan antipsikotik, bertujuan menurunkan dan mengontrol gejala penyakit Efek antipsikotik efektif mengontrol gejala positif (halusinasi, delusi, paranoia, dan gangguan berpikir) dibandingkan gejala negatif (putus hubungan
sosial,
tidak
adanya
motivasi,
dan
tidak
tampak
ekspresi
emosional).(Loebis, 2007) Antipsikotik direkomendasikan dalam pengobatan schizophrenia. Pada dosis ekivalen, memberikan efek primer (efek klinis) yang sama. Perbedaan tampak pada efek sekunder ( efek samping): sedasi, otonomik, ekstrapiramidal. Sehingga, pemilihan jenis antipsikotik mempertimbangkan gejala psikotik yang dominan dan efek samping obat. Jika antipsikotik tertentu tidak memberikan respons klinis dapat diganti dengan antipsikotik dari golongan berbeda.. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif, pilihannya adalah antipsikotik atipikal. Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah antipsikotik tipikal. (Lacy, 2007) Setiap individu, memberi respon yang berbeda terhadap antipsikotik. Untuk mendapatkan obat dan dosis yang tepat bagi pengobatan schizophrenia dilakukan trial. Untuk itu dibutuhkan waktu untuk mendapatkan pola pengobatan dengan antipsikotik (Loebis, 2007) Antipsikotik tipikal terbagi atas potensi tinggi pada dosis kurang atau sama dengan 10 mg seperti trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah pada dosis lebih dan 50 mg seperti klorpromazine dan thiondazine pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. (Baldessarini, 1991) Antipsikotik atipikal (generasi kedua) sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) yang bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak sehingga menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. (Maslim, 2001)
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
21
Lehman dan Lieberman, 2004, membedakan subgolongan antipsikotik secara ringkas terlihat pada tabel 2.3. Tabel 2. 3 Perbedaan Antipsikotik Tipikal dengan Atipikal
ATIPIKAL
TIPIKAL
Generasi lama
Generasi baru (tahun 1990 an)
Memblok reseptor dopamine D2
Memblok reseptor 5-HT (serotonin), afinitas efek blok D2 rendah
Efek samping EPS besar
Efek samping EPS rendah
Efek untuk mengatasi gejala positif
Efek untuk mengatasi gejala baik positif maupun negatif
Potensi rendah : Klorpromazin,
Clozapin,
Risperidon,
Olanzapin,
Tioridazin, Mesoridazin
Quetiapin, Ziprasidon, Aripiprazol
Potensi tinggi : Flufenazin, Perfenazin, Thiotixene, Haloperidol
Pada
dasarnya
tidak Terdapat hubungan kuat antara sistem
potensi
berhubungan dengan efektifitas obat dopaminergik
dan
serotonergik.
Serotonin memodulasi fungsi dopamin
.Jika digunakan dalam dosis
yang ekuipoten semua antipsikotik Saat ini lebih banyak digunakan sebagai tipikal sama efikasinya (contoh: 15 pilihan, karena relatif lebih aman. mg Haloperidol ekivalen dengan 750 mg klrpromazin)
2.2.1.2.Antianxietas (minor tranquillizer) Antianxietas merupakan golongan obat yang digunakan untuk mengatasi perasaan cemas dengan efek sedasinya, seperti golongan benzodiazepin dan nonbenzodiazepin. Mekanisme kerja yaitu obat berikatan dengan reseptor penghambat neurotransmiter
yang diaktifkan oleh asam gama amino butirat
(GABA). (Ganiswarna, G.S, 2007) Selain sebagai antianxietas golongan benzodiazepin digunakan sebagai antikonvulsi, pelemas otot, induksi anastesi umum, hipnotik, untuk pengobatan simtomatik penyakit psiconeurosis, dan terapi tambahan somatis dengan ciri Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
22
anxietas (perasaan cemas), serta ketegangan mental. Pemberian pada dosis tinggi dan jangka waktu lama dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan fisik dan psikis. (Lacy,F.C.,et all., 2007)
2.2.1.3.Antidepresi Depresi didefinisikan sebagai gangguan mental dengan penurunan mood, kehilangan minat, atau perasaan senang. Klasifikasi menurut DSM IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 1994, Text Revision) depresi terbagi menjadi tiga yakni gangguan distimia, depresi mayor (klinis) dan depresi yang tidak terklasifikasi. (Ganiswarna, G.S., 2007) Distimia merupakan bentuk gangguan mood depresi yang ditandai oleh ketiadaan kesenangan yang terus menerus, berlangsung selama 2 tahun. Depresi mayor merupakan perasaan sedih, melankolis, atau murung sehingga mengganggu fungsi sosial dan kehidupan sehari-hari. (First, M.B. & Tasman, A., 2004) Psikotropika yang digunakan untuk mengatasi keadaan depresi disebut sebagai antidepresi. Antidepresi terbagi atas: (Ganiswarna, G.S., 2007) 1. Generasi pertama yaitu golongan trisiklik seperti imipramin dan amitriptilin. 2. Generasi kedua dan ketiga sebagai golongan heterosiklik seperti maprotilin, trazodon, mirtazapin 3. Golongan SSRIs (Seletive Serotonin Reuptake Inhibitors), yaitu fluoksetin, setralin, fluvoksamin, dan sitalopram. 4. Golongan MAO inhibitor seperti isokarboksazid dan fenelzin. 5. Golongan SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor) seperti venlafaksin
2.2.1.4.Antimania Golongan psikotropika yang digunakan sebagai mood stabilizer, terutama mencegah naik turunnya mood pada pasien gangguan bipolar (sidrom manikdepresi). Litium karbonat dikenal sebagai mood stabilizer karena bekerja terutama mencegah naik turunnya mood pada pasien dengan gangguan bipolar (manikdepresif).
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
23
Mekanisme kerja litium diperkirakan atas dasar efek terhadap elektrolit dan transpor ion, dimana litium dapat mengganti natrium dalam membantu potensial aksi sel neuron. Mekanisme kerja litium terhadap neurotransmitter adalah menurunkan pengeluaran norepineprin dan dopamin, menghambat supersensitivitas dopamin dan meningkatkan sintesis acetilkolin. (Ganiswarna, G.S., 2007)
2.2.2
Evaluasi Rejimen Obat Rejimen obat merupakan dua atau lebih obat yang diberikan untuk
pengobatan. Pemilihan jenis obat merupakan pedoman pengobatan yang difokuskan pada terapi obat berbasis penyakit. Penggunaan obat yang berbeda tergantung kepada keparahan penyakit dan karaktristik penderita. Pada umumnya terdapat ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan obat, ketepatan cara pemakaian dan dosis obat, ketepatan penilaian terhadap kondisi pasien/dan tindak lanjut efek pengobatan. (Siregar, C.J.P., 2006). Pemilihan jenis obat dalam menentukan rejimen obat harus memenuhi beberapa segi pertimbangan, yakni: 1. Kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti secara pasti. 2. Risiko dari pengobatan dipilih yang paling kecil untuk pasien dan seimbang dengan manfaat yang akan diperoleh. 3. Biaya obat disesuaikan dengan dengan manfaat dan keamanan, serta terjangkau oleh pasien (affordable). 4. Jenis obat yang paling mudah didapat (available). 5. Cara pemakaian paling cocok dan paling mudah diikuti pasien. 6. Seminimal mungkin dalam mengkombinasi obat (jumlah jenis obat.) Evaluasi rejimen obat terhadap pengobatan merupakan suatu proses jaminan mutu yang dilakukan secara terus menerus, terstruktur dan terorganisasi dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat digunakan secara tepat, aman, dan efektif. (Quick, J.D. & Rankin, J.R.1997). Kriteria obat yang dapat dilakukan evaluasi berdasarkan Hicks W.E., (1994) antara lain:
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
24
1. Obat
yang
berdasarkan
pengalaman
klinis
diketahui
dan
dicurigai
menghasilkan efek samping yang merugikan atau berinteraksi dengan obat lain, makanan, atau prosedur diagnostic sehingga mengakibatkan resiko kesehatan yang nyata. 2. Obat yang digunakan dalam pengobatan penderita yang beresiko tinggi terhadap reaksi obat yang merugikan 3. Obat yang sering diresepkan atau obat dengan harga mahal. 4. Obat yang berpotensi toksik atau terdapat ketidaknyamanan. pada dosis terapi 5. Obat yang paling efektif jika digunakan dengan cara tertentu 6. Obat yang sedang dievaluasi untuk penambahan, penghapusan dalam formularium, atau adanya kebijakan rumah sakit. Psikotropika merupakan salah satu obat yang memenuhi kriteria untuk dilakukan evaluasi. Pada penatalaksanaan pengobatan schizophrenia pemakaian golongan antipsikotik sering dikombinasi dengan psikotropika golongan lain untuk mencapai efek terapi yang diinginkan. Pola pengobatan schizophrenia dengan penggunaan psikotropik cenderung menimbulkan interaksi pada waktu pemakaiannya. (Siregar, C.J.P., 2006). Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan secara bersamaan. Interaksi obat minimum terjadi antar 2 jenis obat, yaitu obat obyek dan obat presipitan (precipitan drug). Obat objek merupakan obat yang aksi atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain. Obat presipitan (precipitan drug), merupakan obat yang dapat mempengaruhi atau mengubah aksi atau efek obat lain. Interaksi obat dapat bermakna jika, terdapat perubahan klinik dimana terjadi efek toksis sehingga menyebabkan kegagalan pencapaian efek terapik. (Stockley.I.H., 2002) Berdasarkan mekanisme, interaksi obat dapat dibagi menjadi 3 golongan , yaitu : 1. Interaksi farmasetik, yaitu dimana terjadi reaksi fisika-kimia antar obat yang mempengaruhi aktifitas farmakologik. Oleh karena itu, obat diberikan secara terpisah. 2. Interaksi famakokinetik, yaitu dimana obat presipitan dapat mempengaruhi atau mengubah proses absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
25
ekskresi dari obat obyek. Interaksi ini dapat dibedakan sesuai dengan proses biologik (kinetik) tersebut. 3. Interaksi farmakodinamik, yaitu dimana tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah, tetapi terjadi perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan karena pengaruhnya pada tempat kerja obat. Pada penggunaan psikotropika jangka lama, seperti pada pasien schizophrenia ini, dapat menimbulkan efek samping. Efek samping psikotropik yang sering muncul adalah sedasi, kekakuan otot, tremor dan berat badan meningkat. Antipsikotik generasi pertama (tipikal) pada pemakaian lama memberikan efek samping berupa gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Terhadap antikolinergik, menimbulkan efek samping mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. Tardive dyskinesia tak akan hilang walau obat dihentikan. Jika kasus ini terjadi tak ada pengobatan yang efektif. (Maslim, 2001) Lebih kurang 75 persen penderita schizophrenia memberi respons terhadap psikotropika utama (antipsikotik), seperti klorpromazin, flufenazin, haloperidol, atau thioridazin. Namun, 25 persen penderita hanya dapat dibantu oleh psikotropik baru seperti klozapin, yang mempunyai efek samping menyerang fungsi sumsum tulang, sehingga harus diperiksa kandungan sel darah putihnya setiap minggu. (Addington, D., et all. 2005)
2.3.
Lama dirawat (LD) dan aLOS Lama dirawat (LD) menunjukkan berapa hari lamanya seorang pasien
dirawat inap pada satu episode perawatan. Cara menghitung LD yaitu dengan menghitung selisih antara tanggal pulang (keluar dari RS, hidup maupun mati) dengan tanggal masuk RS. Untuk pasien yang masuk dan keluar pada hari yang sama LD dihitung 1 hari. Total LD atau ΣLD menunjukkan total LD dari seluruh pasien yang dihitung dalam periode yang bersangkutan. (Indradi, R. 2007) Angka rerata LD ini dikenal dengan istilah average Length of Stay (aLOS). Cara menghitung aLOS adalah total LD dibagi jumlah pasien keluar Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
26
(hidup dan mati). aLOS merupakan salah satu parameter dalam penghitungan efisiensi penggunaan tempat tidur (TT) suatu bangsal atau RS. aLOS merupakan salah satu indikator
pelayanan rumah sakit yang dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Secara umum nilai aLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
2.4.
INA-DRG Case Mix Sistem Case-mix terdiri dari 23 MDC (Major Diagnostic Categories).
Penderita dengan gangguan schizophrenia, masuk pada nomor 19 yaitu Mental Diseases and Disorders, dengan kode INA-DRG 194101 – 3 dengan description IM Schizophrenia tingkat keparahan 1 sampai 3, dengan aLOS 7.8 – 10.7. (Pola Tarif INA-DRG, 2007) INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) merupakan program Departemen Kesehatan untuk sistem pembiayaan berdasarkan pendekatan sistem Case-mix. Case-mix merupakan suatu cara pengelolaan sumber daya rumah sakit seefektif mungkin dalam memberikan layanan kesehatan yang terjangkau berdasarkan pengelompokan spektrum diagnosis penyakit yang homogen dan prosedur tindakan yang diberikan. (Depkes, 2008) Komponen utama dalam casemix, adalah sistem kodefikasi diagnosis (ICD 10) dan prosedur tindakan (ICD 9 CM), pembiayaan, dan clinical pathways. Clinicl Pathways dapat merupakan suatu Standar Operasional Prosedur (SOP) yang merangkum : 1. Profesi medis, dengan membuat suatu Standar Pelayanan Medis dari setiap kelompok Staf Medis/ Staf Medis Fungsional (SMF) klinis dan penunjang 2. Proferi Keperawatan dengan melaksanakan Asuhan Keperawatan 3. Profesi farmasi dengan melaksanakan Unit Dose Daily 4. Alur pelayanan pasien rawat inap dan operasi. Dilakukan oleh SMF, instalasi, dan Sistem Managemen Rumah Sakit. Pada Case-mix, Mental Diseases and Disorders termasuk dalam MDC (Major
Diagnostic
schizophrenia
Catagories)
19.
Kode
INA-DRG
untuk
gangguan
194101, 194102, dan 194103 dengan description
IM
schizophrenia dengan tingkat keparahan satu, dua, dan tiga. Kode IM (inpatient Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
27
medical) yaitu pelayanan rawat inap yang diberikan kepada pasien, mencakup pelayanan medis, penggunaan alat, serta obat-obatan yang diberikan dan tidak termasuk prosedur/tindakan operasi.( Husain, F.W. 2008) Case-Mix merupakan sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan, dan jangkauan sistem pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam pembiayaan kesehatan, serta mekanisme pembayaran untuk pasien berbasis kasus campuran. Melalui sistem casemix, pembiayaan kesehatan dilakukan berdasarkan pengelompokan jenis diagnosis kasus yang homogen. Biaya yang ditanggung untuk schizophrenia tingkat keparahan satu, di kelas tiga dengan aLOS 7,8 , adalah Rp. 4.879.615,Tingkat keparahan dua, aLOS 8.6, adalah Rp. 5.418.970,- . Tingkat keparahan ketiga, dengan aLOS 10.7 adalah Rp. 8.022.904 ,-. (Depkes, 2007)
2.5
Pharmaceutical Care dan Unit Dose Daily Peranan farmasi dalam menunjang pelaksanaan INA-DRG, adalah dengan
memberikan pelayanan pharmaceutical care (kepedulian farmasi). Pharmaceutical care merupakan pelayanan langsung dan bertanggung jawab yang berkaitan dengan obat, untuk pencapaian hasil yang pasti dan peningkatan mutu kehidupan pasien. Kepedulian farmasi merupakan pelayanan
yang berfokus pada
kepentingan pasien secara pribadi dan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa penggunaan obat sudah optimal dan menuju kepada perbaikan dalam mutu kehidupan pasien. (Siregar, C.J.P., 2006). Pelayanan farmasi klinik menekankan pada penerapan kepedulian farmasi yang tidak hanya menyediakan obat-obatan, melainkan juga pelayanan yang perlu untuk memastikan keamanan dan keefektifan terapi. Unit Dose Daily merupakan suatu sistem distribusi obat di rawat inap yang diberikan kepada pasien merupakan suatu sistem yang mempersiapkan dan mendistribusikan obat dalam satu dosis dan siap dikonsumsi . Sistem dosis unit harian dapat digunakan untuk mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien setiap hari. Sehingga, dapat diidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan mencegah serta mengatasi masalah yang dapat terjadi karena pemberian obat. Sistem ini merupakan metode dispensing dan pengendalian obat yang Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
28
dikoordinasi oleh instalasi farmasi rumah sakit. (Siregar, C.J.P.& Amalia, L. 2004) Obat dosis unit adalah obat yang diorder oleh dokter untuk penderita rawat inap, terdiri dari satu atau beberapa jenis obat yang dimasukkan dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. (Quick & Rankin , 1997) Pengemasan obat dalam dosis unit memungkinkan penerapan suatu sistem distribusi obat yang lebih baik dan sejalan dengan tujuan dari pelaksanaan INADRG. Sisten unit dose memiliki beberapa keuntungan, antara lain : a) Sediaan obat dapat diidentifikasi dan persediaan obat dapat dikendalikan b) Lebih aman bagi penderita, dan lebih efisien serta ekonomis dengan metode yang lebih efektif bagi rumah sakit. c) Meminimalkan penggunaan obat yang tidak perlu/ tidak cocok dengan kondisi pasien d) Meminimalkan interaksi yang timbul e) Menekan biaya pengobatan secara keseluruhan. Biaya pengemasan dapat meningkat namun biaya ini dapat berkurang sampai tingkat yang lebih menguntungkan jika dihitung pengurangan waktu perawat dalam penyiapan obat, dan meningkatnya keselamatan penderita akibat kesalahan obat. Penderita hanya membayar obat yang digunakan/dikonsumsi saja. f) Menghindari kesalahan pemberian obat, karena langsung disiapkan oleh tenaga farmasi. Meminimalkan beban perawat terhadap penyiapan obat. Sistem distribusi dosis unit dapat dilaksanakan dengan sistem sentralisasi, desentralisasi, atau kombinasi. Sistem dosis unit dapat membantu kelancaran pelaksanaan kepedulian farmasi sehingga dapat menunjang keberhasilan INA-DRG terutama terhadap penderita dengan kasus penyakit campuran, seperti penderita penyakit jiwa. (Husain, 2006)
2.6 Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Rumah sakit jiwa adalah pusat pelayanan kesehatan jiwa yang melaksanakan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta sistem Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
29
rujukan yang ditujukan untuk perorangan maupun masyarakat luas. Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, merupakan rumah sakit jiwa didaerah perkotaan dengan visi: “Menjadi Pusat Unggulan
Dalam
Pelayanan
Kesehatan Jiwa Perkotaan “. Misi Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, adalah: 1. Memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan jiwa yang bermutu dan dapat dipertanggung jawabkan bagi masyarakat perkotaan di bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. 2. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan; penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan teknologi kesehatan jiwa. 3. Melaksanakan pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat. 4. Meningkatkan kesejahteraan pegawai. Sejalan dengan misinya, RSJ Dr. Soeharto Heerdjan melayani pasien mampu dan tidak mampu. Untuk pasien tidak mampu, biaya pengobatan ditanggung oleh pemerintah. Data rekam medik tahun 2008 menunjukan total kunjungan 20.040 pasien. 10 % (2.016 pasien)
merupakan kunjungan baru
dengan rata-rata kunjungan perbulan 168 pasien. Kunjungan pasien lama 90% (18.024 pasien) dengan rata-rata kunjungan perbulan 1502 pasien. Pada unit rawat jalan kunjungan pasien swadana 20 %, askes 4 %, Gakin/SKTM 70 %, dan Jamkesmas 6 %. Pada unit rawat inap pasien swadana 39 %, askes 3 %, dan pasien Gakin/SKTM 54 %, dan Jamkesmas 4%. Jadi total kunjungan pasien swadana 21 %, askes 4 %, Gakin/SKTM 70 %, dan Jamkesmas 5 %. (Renstra RSJSH, 2009) Dari hasil diagnosa terhadap gangguan jiwa, jumlah pasien schizophrenia merupakan kategori terbesar yang menjalani rawat jalan perawatan. Pada tahun 2008, tercatat sebanyak 9005 pasien menderita schizophrenia (50 % dari total pasien rawat jalan, 48 % dari total pasien). Schizophrenia pada rawat inap 533 pasien (53 % dari total pasien rawat inap, 3% dari total pasien). Jadi penderita schizophrenia yang berobat di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan pada tahun 2008 sebanyak 51 %. Dari data rekam medik LD pasien rawat inap di tahun 2008 adalah 56705 hari dengan jumlah pasien 1099 orang yang menunjukan aLOS tahun 2008 adalah 49. Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep dan Definisi Operasional 3.1.1
Kerangka Konsep Penelitian ini mengambil rejimen obat yang diberikan sebagai variabel
bebas. Regimen obat psikotropika dapat mengatasi gejala pada penderita schizophrenia. Rejimen obat akan mempengaruhi hasil pengobatan (outcome terapi)
sebagai variabel terikat dan keberhasilan terhadap pengobatan diukur
menggunakan skor keperawatan Untuk mencapai outcome terapi dimungkinkan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengobatan. Uji coba kebijakan INA-DRG dengan melakukan penurunan terhadap waktu lama dirawat menjadi maksimum 21 hari, diharapkan dapat dilakukan pemberian rejimen obat yang dapat mempercepat lama dirawat. Rejimen obat yang berubah akan merubah outcome terapi antara keadaan sebelum dan setelah kebijakan diberlakukan baik dirawat inap maupun rawat jalan. Kerangka konsep penelitian secara skematis digambarkan pada Gambar 3., sedangkan definisi operasional terdapat pada Tabel 3.
30
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
31
VARIABEL BEBAS
VARIABEL TERIKAT
Outcome Terapi
Rejimen Obat Psikotropik
Faktor – faktor yang mempengaruhi skor akhir • Usia • Wilayah Domisili • Jenis kelamin • Status pasien • Pendidikan • Diagnosa • Lama Dirawat • Skor Awal • Biaya Obat
Uji coba kebijakan penurunan lama dirawat 21 hari
Rawat Inap Sebelum
Rawat Inap Setelah
Rawat Jalan Sebelum
Rawat Jalan Setelah
= membandingkan
Gambar 3. Kerangka konsep penelitian
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
32
3.1.2
Definisi Operasional Tabel 3. Definisi operasional variabel penelitian
No.
1
1
2
3
4
5
DEFINISI OPERASIONAL Outcome Hasil terapi yang Terapi (OT) dicapai pada pengobatan pasien schizophrenia dengan Rejimen Obat. Variabel ini ditetapkan berdasarkan skor akhir keperawatan terapi yang Skor Akhir Hasil dicapai pada Keperawatan pengobatan pasien (SAK) schizophrenia, ditetapkan berdasarkan skor keperawatan pada saat akan pulang Rejimen Obat Pemakaian kombinasi (RO) obat psikotropika, yang diresepkan dokter sesuai data pada rekam medik, resep di Instalasi Farmasi, dan data di Rawat Inap dan Rawat Jalan Lama Dirawat Jumlah hari yang (LD) dibutuhkan untuk menjalankan perawatan di unit rawat inap kemampuan Skor Awal Nilai pasien mengurus diri Keperawatan sendiri saat akan (SA) memulai perawatan
KATEGORI
VARIABEL
Biaya Obat (BO)
SKALA
0. Belum sembuh = Ordinal Skor 1 – 24 1. Sembuh = Skor 25- 40
0. 1 2 3 4
Buruk = 1 – 8 Ordinal Kurang = 9 – 16 Sedang = 17 – 24 Baik = 25 – 32 Baik Sekali = 33 – 40
0. ≤ 4 macam obat Nominal = No.1- 36 1. > 4 macam obat =No.37 – 57
0. 1. 2. 3. 1. 5 6 7 8
Banyaknya biaya yang 0. dibutuhkan untuk pemakaian obat selama 1. 14 hari (BO1) dirawat jalan atau rawat inap dan sekali perawatan di 2. rawat inap (BO2) 3.
Ordinal < 21 hari 21 - 40 hari 41 – 60 hari > 60 hari Ordinal Buruk = 1 – 8 Kurang = 9 – 16 Sedang = 17 – 24 Baik = 25 – 32 Baik Sekali = 33 – 40 Ordinal Kecil = ≤ Rp. 100.00,Sedang = Rp. 100.001 – Rp. 300.000,Cukup = Rp. 300.001 – Rp. 500.000,Basar = > Rp.500.000,-
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
33
No.
VARIABEL
DEFINISI OPERASIONAL Tahun mula penelitian (2008) dikurangi tahun lahir sesuai data pada rekam medik Jenjang pendidikan terakhir yang dijalani
0. 1. 2. 3. 0. 1. 2. 3. 4. pasien 0. rekam 1.
KATEGORI
SKALA
20 – 29 tahun 30 – 39 tahun 40 – 49 tahun 50 – 60 tahun Tidak sekolah SD SLTP SLTA PT. Laki-laki Perempuan
Ordinal
6
Usia
7
Pendidikan
8
Jenis kelamin
9
Status pasien
10
Wilayah domisili
Wilayah kotamadya di DKI tempat pasien tinggal sesuai data yang ada di rekam medik
11
Diagnosa
Jenis schizophrenia 0. F20.0 yang dialami 1. F20.1 2. F20.2 3. F20.3 4. F20.4 5. F20.5 6. F20.6 8. F20.8 9. F20.9
3.2
Hipotesis
Jenis kelamin sesuai data medik Kondisi pernikahan 0. Tidak menikah pasien saat mulai 1. Menikah 2. Duda perawatan 3. Janda
0. 1. 2. 3. 4.
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Timur Jakarta Selatan Jakarta Barat
Ordinal
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
Hipotesis yang diambil dalam penelitian ini adalah 1. Tidak terdapat perbedaan pengaruh rejimen obat terhadap outcome terapi antara sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. 2. Tidak terdapat perbedaan pemberian rejimen obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. 3. Tidak terdapat perbedaan waktu terhadap lama dirawat sebelum dan setelah kebijakan
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
34
4. Tidak terdapat perbedaan skor awal keperawatan sebelum dan setelah kebijakan. 5. Tidak terdapat perbedaan skor akhir keperawatan sebelum dan setelah kebijakan. 6. Tidak terdapat perbedaan pembiayaan obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. 7. Tidak terdapat perbedaan pemberian rejimen obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat jalan. 8. Tidak terdapat perbedaan pembiayaan obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat jalan.
Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi potong lintang (cross sectional). Pengambilan data dilakukan terhadap data sekunder berupa: 1. Data rekam medis antara bulan Juni tahun 2008 sampai 25 Oktober tahun 2008 dan antara 5 Nopember tahun 2008 sampai Maret tahun 2009. 2. Data skor keperawatan masing-masing ruang rawat inap antara bulan Juni tahun 2008 sampai Maret tahun 2009 dengan data pasien sesuai yang diperoleh dari rekam medis. 3. Data pemberian resep di instalasi farmasi periode Juni tahun 2008 sampai Maret tahun 2009, sesuai data pasien yang diperoleh dari data rekam medis. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif dan analitik
Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Juni tahun 2009, di bagian Rekam Medik, Unit Rawat Inap, dan Instalasi Farmasi di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.
Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien schizophrenia yang menerima rejimen obat psikotropika baik di unit rawat inap maupun rawat jalan.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
35
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien schizophrenia yang mendapatkan rejimen obat psikotropika antara 1 Juni tahun 2008 sampai 25 Nopember 2009 dan antara 5 Nopember 2008 sampai 30 Maret 2009, dan memenuhi kriteria inklusi. Sampel diambil secara total sampling.
Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: 1. Pasien yang di diagnosa schizophrenia saat data diambil 2. Pasien berasal dari keluarga tidak mampu dan berdomisili di wilayah DKI (golongan Gakin dan SKTM) 3. Pasien memperoleh pengobatan dengan rejimen obat psikotropik 4. Waktu pengobatan antara 1 Juni 2008 sampai 25 Oktober 2008 dan antara 5 Nopember 2008 sampai 30 Maret 2009. 5. Terdapat data skor keperawatan di ruang keperawatan. 6. Usia pasien ≥ 18 tahun Kriteria eksklusi : 1. Pasien yang menderita penyakit penyerta 2. Pasien yang menerima rejimen obat non psikotropika 3. Pasien rawat inap yang tidak memiliki data skor keperawatan 4. Pasien rawat jalan yang mempunyai data kunjungan kurang dari 3 kali 5. Pasien yang melakukan perawatan di rawat inap atau rawat jalan antara tanggal 25 Oktober 2008 sampai 5 Nopember 2008.
Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dari data rekam medis pasien schizophrenia yang menerima regimen psikotropika tanpa penyakit penyerta. Data skor perawatan pasien diperoleh di ruang rawat inap. Data yang diperoleh disalin pada lembar pengumpulan data (lampiran 2 ) Data yang dikumpulkan berupa : 1. Data demografi meliputi nomor rekam medis, nama pasien, tahun lahir, usia, pendidikan, jenis kelamin, , status, dan wilayah domisili
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
36
2. Data diagnosa medis meliputi diagnosa pasien, skore keperawatan bagi pasien yang menjalani rawat inap. 3. Data pengobatan : waktu menjalani perawatan, lama hari rawat, rejimen obat psikotropika yang diperoleh saat pengobatan 4. Data biaya pemakaian obat : biaya yang dibutuhkan untuk pemakaian obat.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan alat uji statistik SPSS dengan tahap: •
Editing
: dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan pengisian data
•
Coding
: pengelompokan atau pemberian kode terhadap data yang
diperoleh, kemudian dimasukan dalam file sesuai karakteristiknya, dan diberi tanda untuk masing-masing kelompok •
Entry data :
pemasukan data ke dalam program komputer sesuai format
dalam file tersebut. •
Cleaning : pembersihan data. Data yang sudah masuk dalam program dicek kembali dan dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini, dilakukan agar seluruh data yang masuk dapat diolah dan siap dianalisis.
Analisis Data Analisis Univariat/Deskriptif Analisis ini digunakan untuk mendapat gambaran hasil penelitian melalui besarnya proporsi karekteristik penderita schizophrenia yang menerima rejimen obat psikotropika seperti usia, pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, wilayah domisisli, kriteria diagnosa, serta skor awal perawatan. Karakteristik ini, dilihat perbedaannya terhadap karekteristik kelompok lain.
Analisis Bivariat Analisis ini dilakukan untuk menganalisis perbedaan terhadap rejimen obat, lama dirawat, skor awal keperawatan, skor akhir keperawatan, pembiayaan obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap, serta rejimen obat, dan pembiayaan obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat jalan.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
37
Perbedaan antar varian sebelum dan setelah kebijakan dilakukan dengan metode dianalisis dengan menggunakan metode chi-square. Derajat kemaknaan adalah 5 % (α = 0,05) artinya besarnya peluang salah dalam menolak hipotesis nol sebesar 0,05. Jika hasil uji statistik diperoleh nilai p < 0.05, maka hipotesis nol ditolak dan menunjukan ada perbedaan bermakna antara dua kelompok varian.
Analisis Multivariat Analisis ini digunakan untuk mengetahui adanya faktor dominan lain yang mempengaruhi pencapaian outcome terapi di rawat inap selain pemberian rejimen obat. Analisis dilakukan sebelum dan setelah kebijakan dilaksanakan. Analisis dilakukan secara regresi logistik dengan metode Backward Stepwise. Variabel bebas yang disertakan dalam dalam regresi logistik adalah usia, wilayah domisili, jenis kelamin, status pasien, pendidikan, diagnosa, lama dirawat, skor awal, skor akhir, dan biaya obat.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Karakteristik Sampel Sampel diambil secara total sampling. Tabel 4.5 menunjukan pasien rawat inap yang menderita schizophrenia sebanyak 38.2 % dan rawat jalan 61.8%.
4.1.1. Usia, Domisili, Jenis Kelamin, Status, dan Pendidikan Tabel 4.6 menunjukan deskriptif dari masing-masing varian yang menggambarkan pasien schizophrenia dari keluarga tidak mampu yang berdomisisli di wilayah DKI Jakarta dan menjalani pengobatan di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan. Pasien dengan usia terendah 21 tahun dan tertinggi 59 tahun, terbanyak pada usia 31 tahun, sebagian besar berada pada katagori 30 sampai 39 tahun dengan persentase rata-rata 50.41%. Pasien terbanyak berdomisili di Jakarta Barat sebanyak 33.74%, dan terendah dari Jakarta Selatan sebanyak 12.20 %. Sebagian besar penderita adalah laki-laki dengan nilai 65.04 %, dengan status tidak menikah 78.86 %, dan sebagian besar berpendidikan SLTP dengan nilai 55.69 %.
4.1.2. Diagnosis Pasien schizophrenia dengan subkategori paranoid (F20.0) lebih banyak didapati baik di ranap maupun rajal dengan persentase rata-rata 72.36 %, diikuti dengan schizophrenia YTT (F20.9) dan schizophrenia tak terinci (F20.3)dengan nilai persentase rata-rata 20.33 % dan 2.85 %.
4.1.3. Lama Dirawat Jumlah hari yang dibutuhkan untuk menjalani perawatan di rawat inap baik sebelum maupun setelah
kebijakan diberlakukan, pada umumnya
membutuhkan waktu antara 21 sampai 40 hari dengan persentase rata-rata 48.94 %. aLOS ranap pre adalah 36 dan ranap post adalah 30.72 berarti aLOS rata-rata pada penelitian ini adalah 33.4 hari.
38 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
39
4.1.4. Skor Awal (SA), Skor Akhir (SAK) dan Outcome Terapi (OT) Sebelum dan setelah kebijakan, SA dengan kategori sedang memiliki persentase tertinggi dengan nilai rata-rata 62.77 %, sedangkan
SAK dengan
kategori baik memiliki nilai persentase rata-rata 55.32 %. OT untuk rawat inap berdasarkan SAK kategori sembuh memiliki nilai persentase tertinggi sebesar 62.77 %.
4.1.5. Rejimen Obat (RO) Rejimen obat dengan penggunaan psikotropika kurang dari atau sama dengan 4 macam, lebih banyak diresepkan di ranap maupun rajal baik saat sebelum maupun setelah kebijakan, dengan nilai persentase rata-rata 78.05 %. RO yang sering diresepkan adalah nomer RO 17 dengan nilai persentase 15.85 %. Rejimen obat yang biasa diresepkan pada umumnya merupakan kombinasi dari obat antipsikosis baik tipikal dan atipikal serta golongan psikotropika lain. Empat macam Rejimen obat yang sering diresepkan di rawat inap dapat dilihat pada Tabel 4.7 sedangkan untuk rawat jalan terlihat pada Tabel 4.8. Secara keseluruhan hampir sebagian besar resep merupakan kombinasi dari Rejimen Obat ke 17 sebanyak 39 (15.85 %), yang terdiri dari Risperidone 2 mg sebanyak 2 x 1 tablet seharí, Triheksifenidyl 2 mg 2 x 1 tablet seharí, Haloperidol 5 mg 2 x 1 tablet seharí, dan Klopromazine 100 mg 1 x 1 tablet seharí.
4.1.6. Biaya Obat (BO) Biaya obat (BO) yang dibutuhkan untuk pemakaian 14 hari rata-rata memiliki nilai cukup antara 300.001 – 500.000 rupiah dengan persentase 47.15 %. Untuk rawat inap BO yang dibutuhkan untuk menjalani perawatan sebagian besar berada pada kategori besar yaitu lebih dari 500.000 rupiah dengan nilai persentase 59.57 %.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
40
4.2.
Perbedaan pengaruh Rejimen Obat terhadap Outcome Terapi antara
sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. Perbedaan pengaruh rejimen obat terhadap pencapaian Outcome terapi sebelum dan sesudah kebijakan dianalisis menggunakan metode Chi-square. Hasil analisis diperlihatkan pada Tabel 4.9. Hasil analisis dengan taraf kepercayaan 95 % (signifikansi maksimal 0,05) menunjukan bahwa nilai signifikansi yang dicapai sebelum kebijakan 0,027. Sedangkan, nilai signifikansi yang dicapai setelah kebijakan adalah 1.00.
4.3.
Perbedaan pada Rejimen Obat, Lama Dirawat, Skor Awal, Skor
Akhir, serta Biaya Obat antara sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. Tabel 4.10 merupakan hasil analisis perbedaan pada variabel saat sebelum dan setelah kebijakan. Rejimen obat sebelum dan setelah kebijakan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.853. Lama dirawat sebelum dan setelah kebijakan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.910. Skor awal dengan nilai signifikansi 0.509, sedangkan skor akhir 0.789. Biaya obat selama 14 hari antara sebelum dan setelah kebijakan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.443, sedangkan selama perawatan nilai signifikansinya sebesar 0.698.
4.4.
Perbedaan pada Rejimen Obat dan Biaya Obat antara sebelum dan
setelah kebijakan di Rawat Jalan Tabel 4.11 menunjukan hasil analisis perbedaan variabel Rejimen obat dan Biaya obat antara sebelum dan setelah kebijakan. Analisis pemakaian Rejimen obat mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,427 , sedangkan nilai signifikansi untuk biaya obat dirawat jalan sebesar 0.772
4.5.
Faktor-faktor lain selain Rejimen Obat yang mempengaruhi Outcome
Terapi sebelum dan setelah kebijakan di Rawat Inap Untuk mengetahui faktor-faktor lain selain Rejimen Obat yang dapat mempengaruhi Outcome terapi di rawat inap, dilakukan analisis dengan uji regresi
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
41
logistik. Variabel bebas yang dilibatkan adalah usia, domisili, jenis kelamin, status, pendidikan, diagnosis, lama dirawat, skor awal, dan biaya obat. Hasil analisis menggunakan metode Backward Stepwise dengan taraf kepercayaan 95 % dan signifikansi 0,05. Ringkasan hasil disajikan pada Tabel 4.12 untuk keadaan sebelum kebijakan, dimana terdapat tiga varian yang memiliki nilai kurang dari 0.05 dengan kata lain mempengaruhi Outcome terapi yaitu jenis kelamin (Sig. 0.007), status (Sig. 0.047), dan pendidikan (Sig. 0.005). Tabel 4.13 menyajikan hasil analisis setelah kebijakan, dimana terdapat satu varian yang dapat mempengaruhi Outcome terapi yaitu skor awal (Sig. 0.014).
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini, masih mempunyai keterbatasan dan kekurangan, antara lain: 1. Jumlah sampel yang diambil tidak seimbang dengan jumlah populasi schizophrenia yang menerima rejimen obat, sehingga dikhawatirkan data hasil perbandingan ini tidak mewakili keadaan yang sesungguhnya. Hal ini dikarenakan, banyaknya data yang tidak lengkap terutama terhadap skor keperawatan sehingga terdapat kesulitan dalam melihat outcome terapi di rawat inap. 2. Pada penelitian ini, tidak terdapat parameter pengukuran keberhasilan pengobatan di unit rawat jalan, sehingga tidak dapat diukur kemajuan pengobatan di rawat jalan terhadap penggunaan rejimen obat. 3. Pada penelitian ini, tidak dilakukan pemantauan secara prospektif terhadap pemakaian rejimen obat sehingga tidak dapat dilakukan perbandingan terhadap keadaan yang sebenarnya.
5.2. Sampel Penelitian Pasien yang datang berobat ke Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, pada penelitian ini, berasal dari keluarga tidak mampu dan berdomisili di wilayah DKI Jakarta. Biaya pengobatan ditanggung oleh pemerintah DKI Jakarta melalui program Gakin. Jumlah pasien tahun 2008 mencapai 20.040 dimana 76 % berasal dari keluarga tidak mampu. Total sampel yang diikutsertakan pada penelitian berjumlah 246 buah, dapat berasal dari pasien yang sama. Data pemakaian obat yang diambil, adalah jika hanya mendapat rejimen psikotropika. Hal ini dilakukan untuk mencegah ketidak homogenitas data. Data diambil pada waktu sebelum dan sesudah kebijakan penurunan hari lama dirawat. Data yang diperoleh dibandingkan melalui variabel bebas dan terikatnya, serta dilihat perubahannya. Pada tanggal 25 Oktober sampai dengan 5 Nopember 2008 tidak ada data yang diambil.
42 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
43
Sampel yang dijadikan objek penelitian jika tidak memberikan informasi tidak lengkap akan dikeluarkan dari data penelitian.
5.3. Karakteristik Sampel 5.3.1. Usia, Domisili, Jenis Kelamin, Status, dan Pendidikan Pasien yang mendapatkan rejimen obat saat data diambil, dapat merupakan pasien baru atau pasien lama. Pasien lama merupakan pasien yang datang kembali untuk menjalani perawatan di rawat inap karena gejala schizophrenia yang muncul kembali. Usia yang tercantum pada lembar pengambilan data merupakan selisih antara tahun mulai pengambilan data ( tahun 2008) dengan tahun lahir yang tertulis pada data rekam medis. Sebaran usia antara 21 sampai 59 tahun, dibagi atas 4 kategori. Kategori 30 – 39 tahun merupakan kelompok usia terbanyak baik di rawat inap maupun rawat jalan dengan nilai rata-rata 50.41%. Kelompok usia ini memang merupkan usia produktif yang cenderung terkena schizophrenia. Pada kelompok usia ini gejala sudah dapat dilihat, walaupun beberapa tahun sebelumnya sudah muncul namun belum tampak. (Irmansyah, 2005) Pada usia produktif jika terkena gangguan gejala, maka produktifitas dan kualitas hidup dalam menjalankan kegiatan sehari-hari akan terhambat. Pada umumnya, penderita datang berobat sudah mengalami keparahan seperti timbulnya gejala gaduh gelisah dengan skor tinggi, sehingga dapat memperlama waktu penurunan gejala. Hal ini dapat disebabkan karena latar belakang budaya dimana keluarga penderita akan mendapat malu jika ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Sehingga penderita tidak menjalani perawatan jiwa, namun dianggap gangguan fisik. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan dini terhadap timbulnya gejala schizophrenia, sehingga gangguan tersebut dapat cepat diatasi dan penderita dapat segera melakukan aktifitas sehari-hari dengan lebih baik. Pada umumnya penderita di rawat inap maupun rawat jalan lebih banyak tinggal di wilayah Jakarta Barat dengan nilai rata-rata 33.74%. Penderita yang berdomisili di Jakarta Barat lebih mudah mencapai tempat berobat karena RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan yang juga berada di wilayah Jakarta Barat.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
44
Keberadaan domisili merupakan salah satu masalah yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien untuk kontrol berobat di poliklinik rawat jalan. Penderita dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak menjalani perawatan baik di rawat jalan maupun rawat inap dengan nilai percentase rata-rata 65.04%. Hal ini sesuai dengan studi literatur yang menyatakan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit pada laki-laki lebih buruk dibandingkan pasien perempuan sehingga lebih cepat terlihat. Penyebabnya dapat karena faktor genetik, lingkungan atau pengaruh dari dalam diri itu sendiri. Pengaruh kultur juga dapat mempengaruhi tingginya pasien laki-laki, dikarenakan laki-laki merupakan tiang keluarga sehingga bila timbul gejala yang tidak dapat diatasi keluarga akan lebih cepat membawanya ke rumah sakit. Untuk itu, perlu dilakukan koseling terhadap masyarakat pengenalan terhadap gejala schizophrenia khususnya dan gangguan jiwa pada umumnya. Semakin dini melakukan penanggulangan gejala semakin baik kemungkinan untuk sembuh. (Lehman, 2004) Status tidak menikah pada pasien schizophrenia, menduduki tempat tertinggi baik di rawat inap maupun rawat jalan. Gangguan schizophrenia muncul di usia remaja atau produktif yang pada saat itu belum menikah. Oleh karena timbulnya gejala yang berulang menyebabkan pasien tidak menikah untuk waktu selanjutnya, agar menghindari masalah dalam perkawinan. Pendidikan terakhir sebagian besar pasien adalah sampai tingkat SLTP baik di rawat inap maupun rawt jalan. Rendahnya tingkat pendidikan dapat disebabkan karena faktor ekonomi dari orangtua pasien, dan timbulnya gejala saat remaja. Pasien yang mengalami gangguan akibatnya tidak dapat menyelesaikan pendidikannya dengan baik.
5.3.2. Diagnosis Schizophrenia paranoid (F20.0) merupakan diagnosis terbesar baik di rawat inap maupun rawat jalan. Diagnosis ini memang lebih banyak dijumpai di negara manapun, termasuk Indonesia. Pada F20.0 timbulnya waham menetap bersifat paranoid disertai halusinasi seperti halusinasi pendengaran
banyak
dikeluhkan oleh pasien. Perjalanan schizophrenia paranoid ini dapat terjadi secara
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
45
episodik, remisi sebagian atau sempurna, dan bersifat kronis. (Dirjen Yanmed Depkes RI, 1993) Diagnosis F20.9 yaitu schizophrenia YTT merupakan subkategori terbanyak
berikutnya.
Schizophrenia
yang
tak
tergolongkan
merupakan
subkategori yang tidak termasuk pada subkategori sebelumnya hanya gambaran klinis terdapat waham, halusinasi, serta inkoherensi (kekacauan tingkah laku). (Hawari, D., 2003) Subkategori terbanyak ketiga adalah schizophrenia tak terinci F20.3 Diagnosis ini merupakan schizophrenia tak khas, dimana kebanyakan pasien menderita schizophrenia tanpa gambaran predominasi yang jelas bagi suatu kelompok diagnosis yang khas.
5.3.3. Lama Dirawat Lama
dirawat
pada
pasien
schizophrenia
sebelum
dan
setelah
diberlakukannya kebijakan tetap membutuhkan waktu atara 21 – 40 hari, tidak ada perubahan. Jumlah lama dirawat rata-rata (aLOS) sebelum kebijakan adalah 36, dan aLOS setelah kebijakan 30.72 sehingga aLOS rata-rata 33.4. Nilai ini masih jauh dari yang diharapkan yaitu 21 hari. Serta lebih jauh lagi dari jumlah hari yang dapat ditagihkan yaitu 7.8 – 10.7 hari. Oleh karena itu, pelaksanaan program INA-DRG di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta dapat terhambat pada penderita schizophrenia. Lama dirawat setelah kebijakan pada kategori antara 41-60 hari dan kategori lebih dari 60 hari mengalami penurunan dibandingkan sebelum kebijakan. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan yang dikeluarkan telah dilaksanakan, namun karena kondisi pasien yang belum memenuhi kriteria sembuh maka kelompok lama dirawat 21 – 40 hari tetap merupakan kelompok lama dirawat yang terbanyak dilakukan.
5.3.4. Skor Awal (SA) , Skor Akhir (SAK), dan Outcome Terapi (OT) Skor keperawatan merupakan ukuran keberhasilan pengobatan dirawat inap pada masa ini, baik sebelum maupun setelah kebijakan. Skor keperawatan saat pasien masuk di unit rawat inap dikatakan sebagai skor awal keperawatan.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
46
Skor keperawatan saat pasien keluar dari perawatan di rawat inap disebut skor akhir keperawatan. Skor keperawatan ini terbagi menjadi beberapa kategori. SA saat sebelum dan setelah kebijakan memiliki nilai tertinggi pada kategori sedang dengan rata-rata 62.77%, sedangkan SAK nilai tertinggi terdapat pada kategori baik dengan rata-rata 55.32%. Nilai skor pada kategori sedang berkisar antara 17 – 24, sedangkan nilai baik antara 25 – 32. hal ini menunjukan adanya perubahan kesadaran dalam mengurus diri setelah penderita memperoleh rejimen obat Outcome terapi (OT) pada penelitian ini dapat diukur dari keberhasilan pengobatan dengan menggunakan SAK. OT terbagi atas kategori belum sembuh dan sembuh, kategori sembuh merupakan kategori buruk sampai sedang di SAK. Kategori sembuh pada OT merupakan kategori baik sampai baik sekali pada SAK. Sebelum kebijakan kategori sembuh memiliki perbedaan nilai sedikit dari kategori belum sembuh, namun setelah kebijakan kategori sembuh mencapai 70.21 % dan belum sembuh 29.71 %. Pasien pulang dengan kategori belum sembuh dapat disebabkan keinginan keluarga, atau terlalu lama menjalani perawatan dimana waktu lama dirawat lebih dari pada yang telah ditetapkan. Pasien yang harus pulang sebelum waktunya dapat kembali lagi untuk menjalani perawatan. Sedangkan, pasien pulang dengan kategori sembuh, pengobatan akan dilanjutkan di rawat jalan untuk mengontrol gejalanya.
5.3.5. Rejimen Obat (RO) Pemberian rejimen obat psikotropika dapat mempengaruhi gejala positif dan negatif yang muncul dalam diri pasien schizophrenia. Pemberian rejimen obat kepada masing-masing pasien tidak sama, hal ini tergantung dari tampilan gejala tiap pasien saat pengobatan. Pemberian regimen psikotropika dikatakan sebagai pola obat psikotropika. Data hasil penelitian menunjukan terdapat 57 macam rejimen obat yang diberikan kepada pasien. (Lampitran 7) Untuk mempermudah analisis, rejimen obat terbagi atas 2 kategori yaitu 0 untuk rejimen obat dengan jumlah obat 4 atau kurang dan kategori 1 untuk rejimen obat dengan lebih dari 4 macam obat.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
47
Pemakaian rejimen obat sebelum dan setelah kebijakan baik di rawat inap maupun rawat jalan pada umumnya menggunakan rejimen dengan jumlah obat kurang samadengan 4 macam (katagori RO = 0) dengan nilai persentase ratarata adalah 78.05%. Nilai tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan kategori 1 yaitu rejimen dengan lebih dari 4 macam obat dimana nilai persentase rata-rata 21.95 %. Pada kategori 0, rejimen obat ke 17 lebih banyak digunakan dibandingkan rejimen obat lain. Data penelitian menunjukan pemakaian pola obat nomor 17
lebih banyak digunakan baik di rawat inap maupun rawat jalan.
Pemilihan obat psikotropika pada rejimen obat 17 adalah resperidon 2 mg dengan dosis 2 x 1 sehari, haloperidol 5 mg dosis 2 x 1 sehari, triheksifenidyl 2 mg dosis 2 x 1 sehari, dan klopromazine 100 mg dosis 1 x 1 sehari. Resperidon merupakan anti psikosis atipikal golongan benzisoxazol, haloperidol dan klopromazin merupakan anti psikosis tipikal. Triheksipenidil merupakan anti parkinson untuk mengatasi efek samping ekstrapiramidal yang dapat ditimbulkan oleh haloperidol. Penggunaan rejimen obat ke 17 diberikan kepada pasien yang telah mencapai kondisi residu dimana gejala yang timbul dapat dikontrol. Pemberian kombinasi ini, biasanya dilanjutkan pada poliklinik rawat jalan, sehingga kombinasi terbanyak di rawat jalan tidak berbeda dengan rawat inap.
5.3.6. Biaya Obat (BO) Biaya obat merupakan jumlah biaya yang dibutuhkan untuk pembelian obat pada rawat inap atau rawat jalan. Biaya obat di rawat inap ada dua macam yaitu biaya yang dihitung selama 14 hari, sesuai dengan jumlah pemberian obat di rawat jalan selama 14 hari, serta biaya obat selama menjalani perawatan dari masuk sampai pulang. Pada penelitian ini, biaya obat dibagi atas empat kategori kecil yaitu kurang dari seratus ribu, sedang antara seratus sampai tiga ratus ribu, cukup antara tiga ratus ribu sampai lima ratus ribu, dan besar lebih dari lima ratus ribu. Biaya obat untuk 14 hari di rawat inap membutuhkan nilai terbanyak pada kategori cukup antara 300001 – 500000 rupiah, baik sebelum maupun setelah kebijakan. BO yang tidak berubah sesuai dengan pemakaian rejimen obat yang
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
48
tidak mengalami perubahan. BO untuk sekali menjalani perawatan sesuai dengan lama dirawat. Semakin besar waktu yang dibutuhkan untuk lama dirawat, BO yang dibutuhkan akan semakin besar , sehingga kategori besar dengan kebutuhan sekali perawatan lebih dari 500000 rupiah memiliki nilai terbesar baik sebelum maupun setelah kebijakan. Pada rawat jalan sebelum kebijakan lebih banyak membutuhkan biaya obat pada kategori sedang antara 100001 – 300000 rupiah, namun setelah kebijakan lebih banyak membutuhkan biaya obat pada ketegori cukup. Jadi setelah kebijakan pada rawat jalan membutuhkan biaya pembelian obat lebih banyak. Perubahan pada pemakaian rejimen obat di rawat jalan mempengaruhi kategori BO.
5.4.
Perbedaan pengaruh Rejimen Obat terhadap Outcome Terapi
antara sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. Hasil analisis dengan taraf kepercayaan 95 % dan p value < 0,005 akan menyatakan ada pengaruh pemakaian rejimen obat terhadap tercapainya outcome terpi, serta ada tidaknya perbedaan varian saat sebelum dengan setelah kebijakan. Hasil analisis sebelum kebijakan di rawat inap menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara rejimen obat dengan pencapaian outcome terapi dengan signifikansi sebesar 0.027. Hasil analisis setelah kebijakan menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara rejimen obat dengan outcome terapi yang dicapai dimana nilai signifikansi sebesar 1.00. Hasil analisis terhadap ada tidaknya perbedaan (perubahan) antara sebelum dan setelah kebijakan menunjukan bahwa rejimen obat sebelum dan setelah kebijakan tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai signifikansi 0.853. Outcome terapi sebelum dan setelah kebijakan tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai signifikansi sebesar 1.00. Sebelum kebijakan penggunan rejimen obat dapat mempengaruhi keberhasilan outcome terapi. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.9. Pada pemakaian dengan 4 macam obat atau kurang terdapat 15 pasien yang belum sembuh dan 9 pasien yang sembuh. Pada pemakaian dengan lebih dari 4 macam obat terdapat 6 pasien yang belum sembuh dan 17 yang sembuh. Data tersebut
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
49
menunjukan bahwa perubahan kategori rejimen obat memberikan nilai kesembuhan yang berbeda, nilai sembuh dari 37.50% menjadi 73.91%. Perawatan pasien sebelum kebijakan dijalankan, memiliki lama dirawat yang pada umumnya lebih lama daripada setelah kebijakan. Waktu pemulangan pasien sangat mempengaruhi keberhasilan perawatan. Sebelum kebijakan pemulangan pasien sesuai dengan kondisi pasien yang memang harus pulang. Setelah kebijakan, pemakaian rejimen obat tidak menunjukan pengaruh yang bermakna terhadap outcome terapi. Pengaruh itu ada namun tidak bermakna, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.9. Data menunjukan pemakaian rejimen obat dengan 4 macam obat atau kurang menunjukan 9 pasien pulang dengan kategori belum sembuh (31.03%) dan 20 pasien pulang dengan kategori sembuh (73.91%) Pemakaian rejimen obat dengan lebih dari 4 macam obat menunjukan terdapat 5 pasien pulang dengan kategori belum sembuh (27.78%) dan 13 pasien pulang dengan kategori sembuh (72.22%). Pemakaian rejimen obat 4 macam atau kurang dengan pemakaian lebih dari 4 macam obat sama-sama memberi outcome terapi dengan kategori belum sembuh yang tidak jauh berbeda yaitu 31.03% dengan 27.78%, dimana kurang dari 50%. Untuk outcome terapi dengan kategori sembuh masing-masing kategori rejimen obat memberi hasil lebih dari 50% (73.91% dan 72.22%). Waktu pemulangan pasien saat setelah kebijakan ditentukan oleh waktu lama dirawat, dimana jika lebih dari 21 hari pasien diharapkan sudah pulang, keadaan pasien belum mencapai kestabilan yang dapat terkontrol, dan pasien dapat mengalami kekambuhan dalam waktu dekat. Sehingga data yang diperoleh lebih banyak merupakan pengulangan dari pasien lama.
5.5. Perbedaan pada Rejimen Obat, Lama Dirawat, Skor Awal, Skor Akhir, serta Biaya Obat antara sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap. Analisis terhadap ada tidaknya perbedaan pada beberapa varian antar sebelum dan setelah kebijakan dijalankan dilakukan untuk mengevaluasi pemakaian rejimen obat. Pemakaian rejimen obat yang tepat dan efektif dapat menunjang pelaksanaan INA-DRG. Hasil analisis menunjukan bahwa pemakaian rejimen obat sebelum dan setelah kebijakan tidak ada perbedaan yang bermakna (sig. 0.853) Pemilihan obat
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
50
psikotropik bagi pasien dengan status Gakin tidak dapat terlalu banyak berubah. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah obat yang dapat ditagihkan terbatas nilainya Lama dirawat sebelum dan setelah kebijakan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (sig. 0.910) Pemulangan pasien pada kondisi yang belem stabil, walaupun telah melampaui batas waktu lama dirawat tidak membawa hasil yang baik bagi pemulihan pasien. Oleh karena itu sebelum dan setelah kebijakan waktu terhadap lama dirawat tidak berbeda secara bermakna. Baik skor awal maupun skor akhir antara sebelum dan setelah kebijakan tidak terdapat perbedaan yang bermakna ( sig. 0.509 dan 0.789) Nilai skor awal dan skor akhir dipengaruhi oleh kondisi pasien. Pada skor awal pasien dengan kondisi
sedang lebih sering datang berobat dirawat inap. Jika pasien sudah
mencapai kondisi baik dapat dipulangkan. Keadaan ini tidk berbeda bermakna mengingat pemberian rejimen obat yang tidak berbeda bermakna dan adanya batas waktu perawatan yang telah ditetapkan. Biaya obat yang terpakai untuk pembelian obat sebelum dan setelah kebijakan tidak bebeda bermakna. Biaya obat dipengaruhi oleh rejimen obat dan lama dirawat. Oleh karena tidak terdapatnya perbedaan bermakna pada rejimen obat dan lama dirawat, maka biaya obat juga tidak berbeda bermakna.
5..6.
Perbedaan pada Rejimen Obat dan Biaya Obat antara sebelum dan
setelah kebijakan di Rawat Jalan Pemakaian rejimen obat dirawat jalan sebelum dan setelah kebijkan tidak terdapat perbedaan bermakna (sig. 0.427) Pemilihan obat untuk pelaksanaan terapi pengobatan bagi pasien dengan status Gakin tidak dapat melebihi harga/plavon yang telah ditetapkan. Prioritas pemilihan obat adalah sesuai indikasi utama, indikasi tambahan, kemudian total harga resep masih dibawah plavon. Peresepan bagi pasien dengan status Gakin untuk 14 hari. Biaya obat dirawat jalan sebelum dan setelah kebijakan tidak terdapat perbedaan bermakna. Biaya obat untuk sesuai pemberian rsep untuk 14 hari. Oleh karena itu varian rejimen obat dan biaya obat saling terkait. Jika terjadi pemilihan obat yang mahal maka biaya obat yang dibutuhkan akan meningkat pula.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
51
Pemilihan rejimen obat yang tidak berbeda bermakna menyebabkan biaya obat yang diberikan tidak berbeda secara bermakna. Pemulangan pasien setelah kebijakan tidak merubah pemilihan rejimen obat dan biaya obat di rawat jalan. Kebijakan yang dijalankan tidak merubah secara bermakna terhadap varian dirawt inap sehingga tidak merubah secara bermakna terhadap varian di rawat jalan.
5.7.
Faktor-faktor lain selain Rejimen Obat yang mempengaruhi Outcome
Terapi sebelum dan setelah kebijakan di Rawat Inap Faktor yang dianalisis merupakan variabel bebas dan dikatakan mempengaruhi outcome terapi jika menunjukan signifikansi < 0,05. Faktor jenis kelamin, status pernikahan, dan pendidikan merupakan factor lain selain rejimen obat yang dapat mempengaruhi outcome terapi saat sebelum kebijakan diberlakukan. Ketiga faktor tersebut menurut literatur dapat mempengaruhi prognosis penyakit. Jenis kelamin laki-laki memiliki onset yang lebih cepat dan premorbid serta prognosis yang lebih buruk dibandingkan pendeerita dengan jenis kelamin perempuan. Status pernikahan antar kategori memiliki perbedaan nilai yang besar. Penderita dengan status pernikahan terbanyak adalah tidak menikah. Status tidak menikah berdasarkan analisis mempengaruhi outcome terapi Literatur menyatakan bahwa penderita schizophrenia lebih banyak tidak menjalani status pernikahannya untuk mempermudah proses terapi pengobatan. Analisis juga memperlihatkan bahwa pendidikan penderita terbesar berada pada ketegori sampai tingkat SLTP. Penghentian pendidikan pada tingkat SLTP dilakukan untuk menunjang hasil pengobatan. Hal ini dapat dimengerti mengingat gejala penyakit dapat muncul tanpa diduga. (Lehman, 2004) Skor awal merupakan satu-satunya faktor yang memberikan pengaruh yang bermakna terhadap outcome terapi saat setelah kebijakan diberlakukan, selain rejimen obat. Skor awal setelah kebijakan dengan kategori kurang mengalami kenaikan dibandingkan sebelum kebijakan, yaitu dari nilai 19.15% menjadi 25.53 %, sedangkan kategori sedang mengalami penurunan dari 72.34 % menjadi 53.19%. (Tabel 4.6) Data tersebut menunjukan bahwa setelah kebijakan pasien dengan kondisi tidak memungkinkan untuk menjalani pengobatan rawat jalan (kategori kurang) diutamakan masuk ke rawat inap.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan 1. Gambaran karakteristik pasien schizophrenia yang berobat di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan adalah usia terbanyak antara 30 – 39 tahun (50.41%), domisili terbanyak di Jakarta Barat (33.74%), lebih banyak laki-laki (65.04%), dengan status terbanyak tidak menikah (78.86%) dengan pendidikan terakhir paling banyak hanya sampai SLTP (55.69%). Pasien sebanyak 72.36% mengalami schizoprenia paranoid (F.20.0) dengan masa perawatan rata-rata antara 21 sampai 40 hari (48.94%). Pada umumnya pasien masuk di unit rawat inap dengan kemampuan merawat diri melalui skor awal sedang (62.77%) dan pulang dengan skor akhir baik (55.32%). Pasien lebih banyak mendapat rejimen obat no.17 (15.85%) dengan komposisi resperidon 2 mg dosis 2 x 1 sehari, haloperidol 5 mg dosis 2 x 1 sehari, triheksifenidyl 2 mg dosis 2 x 1 sehari, dan klopromazine 100 mg dosis 1 x 1 sehari. Biaya obat yang dibutuhkan untuk 14 hari masuk dalam katagori cukup yaitu antara 300001 rupiah sampai 500000 rupiah (59.57%) 2. Terdapat perbedaan bermakna terhadap pengaruh pemakaian rejimen obat dengan Outcome terapi sebelum kebijakan INA-DRG diterapkan. (Sig. 0.027) dan tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap pengaruh pemakaian rejimen obat dengan Outcome terapi setelah kebijakan penurunan INA-DRG diterapkan.(Sig. 1.00) 3. Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap pemakaian rejimen obat antara sebelum dan setelah kebijakan INA-DRG diterapkan (Sig. 0.853) 4. Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap waktu lama dirawat antara sebelum dan setelah kebijakan INA-DRG diterapkan (Sig. 0.910)
52
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
53
5. Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap skor awal keperawatan antara sebelum dan setelah kebijakan INA-DRG diterapkan. (Sig. 0.529) 6. Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap skor akhir keperawatan antara sebelum dan setelah kebijakan INA-DRG diterapkan. (Sig. 0.789) 7. Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap biaya obat antara sebelum dan setelah kebijakan INA-DRG diterapkan di rawat inap. (Sig. 0.698) 8. Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap pemakaian rejimen obat antara sebelum dan setelah kebijakan INA-DRG diterapkan di rawat jalan.(Sig. 0.427) 9. Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap biaya obat antara sebelum dan setelah kebijakan INA-DRG diterapkan di rawat jalan.(Sig. 0.772) 10. Faktor-faktor lain yang memberi pengaruh bermakna terhadap Outcome terapi sebelum kebijakan adalah jenis kelamin (sig. 0.007), status (sig. 0.047), dan pendidikan (sig. 0.005). Faktor lain yang mempengaruhi outcome terapi setelah kebijakan adalah skor awal (sig. 0.014)
5.2 Saran 1. Untuk menurunkan waktu lama dirawat dibutuhkan perubahan pemakaian rejimen obat yang bermakna sehingga diharapkan lama dirawat kurang dari 21 hari dapat dicapai, dan beban aLOS yang diharapkan dapat tercapai sesuai penerapan program INA-DRG. Kesulitannya adalah pasien dengan program Gakin memiliki plavon biaya obat yang telah ditentukan sehingga pemilihan macam obat menjadi terbatas. Oleh karena itu, program INA-DRG pada pembiayaan pasien jiwa khususnya schizophrenia perlu peninjauan kembali. 2. Ketersediaan obat yang memenuhi kebutuhan dan standar biaya perlu dibenahi sehingga tidak terjadi kekosongan obat yang dibutuhkan. Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
54
Pemantauan kebutuhan obat di rawat inap dapat dilaksanakan dengan sistem unit dose. Sistem ini juga dapat digunakan untuk mengontrol pemakaian obat dirawat inap. 3. Perlunya dilakukan evaluasi dan monitoring dalam penggunaan obat agar tidak terjadi reaksi obat yang tidak dikehendaki, seperti interaksi obat dan efek samping yang timbul.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
DAFTAR REFERENSI
Addington, D., Bouchard, R.H., Goldberg, J., et all.(2005) Clinical practice guidelines treatment of schizophrenia. (suppl. 1, pp. 15 – 565) Can J Psychiatry. Agus, D (2005). Pendekatan Holistik terhadap Skizofrenia. Jakarta :Majalah Psikiatri, Agus D. (2005). Difungsi kognitif pada skizofrenia. Jakarta: Majalah Psikiatri American Psychiatric Association. (2004). Practice Guideline for the treatment of patients with schizophrenia (2nd ed, pp. 114). Arlington (VA): American psychiatric Association. American Psychiatric Association. (1994). Schizophrenia and other psychotic disorders, in diagnostic and statistical manual of mental disorders (4th ed, pp. 273-286). Washington, DC:Author. Anonim, Penjelasan Undang-Undang No.5 tentang Psikotropika. (1997) diakses dari www.hukumonline.com, tanggal 15 Mei 2009
Anonim, Pidato Menteri Kesehatan pada Hari Kesehatan Jiwa 2008. Diakses: 30 Desember 2008. http://www.depkes.go.id/index.php.
Anonim. (2009) Profil Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2008. Jakarta: RSJ-SH. Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (1994). Pedoman definisi PANSS (Positive and Negative Symptoms Scale). Jakarta: Balai Penerbit FK-UI. Baldessarini, RJ. (1991). Drugs and the treatment of psychiatric disorders. (8th ed) Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics Brown, R.T. (2006). Hand Book of Institutional Pharmacy Practice. Washington DC: American Society of Health System Pharmacists. Inc. Buchanan, R.W., & Carpenter, W.T. (2000). Kaplan and Sadock Comprehensive Textbook of Psychiatry. (7th ed). Schizophrenia: Introduction and overview. (pp. 1096-1109). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas 2008. Lampiran SK Menkes 125/SK/II/2008. Jakarta: Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. (2007). Pola tarif INA-DRG. Jakarta: Depkes RI.
55 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
56
Departemen Kesehatan RI. (2000). Skizofrenia, Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III.(p. 105-118). Jakarta: Departemen Kesehatan RI Dirjen Yanmed Depkes RI. (1993) Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. (3th ed). Jakarta: Depkes RI. First, M.B. & Tasman, A. (2004). DSM-IV-TR Mental Disorders Diagnosis. Schizophrenia: Etiology and Treatment.(pp. 640 -700). London: Wiley Ganiswarna, G.S.(2007). Farmakologi dan Terapi. (5th ed., hal. 161-178). Jakarta: Departemen Farmakologi FKUI Gur, R.E., & Gur, R.C. (2000). Kaplan and Sadock Comprehensive Textbook of Psychiatry. (7th ed). Schizophrenia: Brain structure and function. (pp. 11171129) Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Hales, R.E.& Yudofsky, S.C. (1987). Textbook of Neuropsychiatry. Washington D.C.: American Psychiatric Press. Hawari, D. (2003). Skizofrenia: Pendekatan holistic pada gangguan jiwa. (Ed.2). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Herz M.I., & Marder, S.R. (2002). Schizophrenia comprehensive treatment and management. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hicks W.E. (1994). Practice Standards of ASH 1994-1995, Bethesda: The American Society of Hospital Pharmacist Inc Husain, F.W. (2008). Jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin (Jamkesmas) di rumah sakit berlandaskan Indonesia Diagnosis Rlated Groups (INA-DRG). Dirjen Bina Pelayanan Medik. Depkes RI. Jakarta. Diakses: 30 Maret 2009. http://www.depkes.go.id
Husain, F.W. (2006). Kebijakan Depkes dalam Penerapan DRG Case-Mix di rumah sakit di Indonesia. Dirjen Bina Pelayanan Medik. Depkes RI. Jakarta. Indradi, R. (25 Januari 2007). Antara Lama Dirawat (LD) dan Hari Perawatan(HP).Diakses: 30 Maret 2009 . http://www.google.co.id/lama+dirawat
Irmansyah, M., (2005). Skizofrenia Bisa Mengenai Siapa Saja. (p. 210) Majalah Kesehatan Jiwa No. 3. Jakarta. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., & Grebb, J.A., (1998). Schizophrenia. in: Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences and Clinical Psychology, (8th ed, pp.11471169). Baltmore USA: Lippincott Williams and Wilkins
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
57
Kay, S.R. (1991). Assessment and Research. Positive and negative symptoms in schizophrenia. (pp. 86 – 91). New York: Bruner/mazel Publisher Kendler, K.S. (2000). Kaplan and Sadock Comprehensive Textbook of Psichiatry. (7th ed, pp. 1147-1169). Schizophrenia: Genetics. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Lacy,F.C.,et all. (2007). Drug Information Handbook with International Trade Mark Index, Ohio: Lexi-Comp Inc. Lauriello, J., Bustillo, J.R., & Keth, S.J. (2005). Kaplan & Sadock’s th Comprehensive Textbook of Psychiatry (8 ed, vol 1, pp. 1345 - 1354). Schizophrenia: Scope of The Problem. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, Sadock B.J., Sadock V.A Lehman A.F., Lieberman J.A., Dixon L.B., et al. (2004). Practice Guideline for The Treatment of Patients with Schizophrenia. ( 2nd ed.). Arlington: American Psychiatric Association. Loebis, B. (19 Juli 2007). Skizofrenia: Penanggulangan Memakai Antipsikotik. Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Diakses: 20 Mei 2009. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb.
Luana, N.A. (2007, Oktober). Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Presentasi makalah pada simposium sehari kesehatan jiwa, Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat, Hotel Red Top Jakarta Maslim, R. (2001). Penggunaan klinis obat psikotropika. (ed.2, hal. 14-22). Jakarta Maslim, R. (1998). Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Jiwa (PPDGJ). Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham. (p. 46-57). Jakarta Meldrin, H. (1994). Interpersonal Communication in pharmaceutical care. In Pharmaceutical product press. Addison-Wesley Publishing Company. Nasrallah HA and Smeltzer DJ. (2002). The patient with schizophrenia – contemporary diagnosis and management of Handbook in Health Care Co. Newtown: Pennsyvania, USA. Norquist, G.S. & Narrow, W.E. (2000). Kaplan and Sadock Comprehensive Textbook of Psichiatry. (7th ed). Schizophrenia: Epidemiology (pp.11101117). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Quick, J.D., & Rankin, J.R. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals. (2nd ed.). Connecticut: Kumarin Press, Inc.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
58
Sapiie, TWA. (2007). Patobiologi skizofrenia dan peranan serotonin dalam gejala negatif skizofrenia. Majalah Psikiatri. (p. 77 – 89). Jakarta. Sarwono, J. (2006). Analisis data penelitian menggunakan SPSS. Yogyakarta : CV. Andi Sinaga, B.R. (2007). Skizofrenia dan diagnosis banding. (p. 12 – 137). Jakarta Singgih, S. (2001). Statistik non parametrik. (p. 101-102). Jakarta: Alex Media Komputindo Siregar, C.J.P.(2006). Farmasi klinik: Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Siregar, C.J.P.& Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Soekidjo, N. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. (p. 137-145). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Stahl, S.M. (2002). Essential Psychopharmacology Neuroscientific Basis and Practical Applications. (2nd ed, pp.365 -399). Cambridge: Cambridge University Press. Stockley, Ivan,H. (2002). Stockley’s Drug Interactions, (sixth ed.,) London Chicago: Pharmaceutical Press. Surilena. (2002). lntervensi psikososial dalam manajemen skizofrenia. Majalah Psikiatri. (69-83).Jakarta Yosep, I. (2008). Proses Terjadinya Gangguan Jiwa, Skizofrenia sebagai Bentuk Gangguan Jiwa. Diakses dari http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/, tanggal 15 Januari 2009.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
LAMPIRAN
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Lampiran 1: Alur penelitian
Alur Penelitian
Pencatatan No. RM dan nama pasien schizophrenia yang menerima rejimen psikotropika di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta pada 1 Juni 2008 sampai 25 Oktober 2008 dan 5 Nopember 2008 sampai 30 Maret 2009. Pasien memiliki kriteria inklusi.
Pengumpulan data rekam medis pasien sesuai dengan No. RM dan nama pasien.
Pencatatan karakteristik dan rejimen obat pasien pada lembar pengumpul data (lampiran-2)
Pengolahan data
Analisis data secara
Analisis data :
Statistik deskriptif
chi-square, regresi logistik
Pembahasan
Kesimpulan dan
Saran
76 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Lampiran 2 : Lembar pengambilan data ANALISIS DATA : :
UNIT PRE / POST
NO
NO
NAMA
MR
PASIEN
Keterangan: U = DKI = JK = S = P =
U
DKI
P/U/T/S/B
Usia (tahun) Pusat/Utara/Timur/ Selatan/Barat Jenis kelamin Status (Tidak Kawin/Kawin/Duda/Janda) Pendidikan
JK
S
L/P
TK/K/D/J
D LD SA SAK PO BO
= = = = = =
P
D
LD
SA
SAK
RO
BO
(HARI)
Diagnosis Lama Dirawat (Hari) Skor Awal Skor Akhir Rejimen Obat Biaya Obat
77 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Lampiran 3: Tatalaksana terapi schizophrenia dengan riwayat Alogaritma tatalaksana terapi schizophrenia dengan riwayat Ada riwayat kegagalan terapi AT
Tidak ada riwayat kegagalan terapi AT
Olanzapin or Quetiapin or Risperidon
Olanzapin or Quetiapin or Risperidon
Gunakan salah satu
tidak ada respon
Gunakan yang lain
tidak patuh
Haloperidol dekanoat atau Fluphenazin decanoat
tidak ada respon
tidak patuh
Gunakan yang lain
tidak ada respon
tidak ada respon
Gunakan yang lain
Gunakan yang lain
Gunakan yang lain
tidak ada respon
Gunakan AP lain
tidak ada respon
tidak ada respon tidak ada respon
CLOZAPIN Respon partial Clozapin + obat pendukung (AP tipikal / atipikal, mood stabilizer, ECT, antidepresan
tidak ada respon atau menolak clozapin
tidak ada respon
Kombinasi Atipikal+tipikal, atau kombinasi tipikal, atau kombinasi atipikal, atau atipikal + ECT
76 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Tatalaksana schizophrenia tanpa riwayat Alogaritma tatalaksana terapi schizophrenia tanpa riwayat Serangan pertama atau belum pernah menggunakan SGA sebelumnya
Tahap 1: Coba SGA tunggal: Aripiprazol,olanzapin, quetiapin, risperidon, atau ziprasidon
max 12 inggu
Respon parsial atau tidak ada
Tahap 2: Coba SGA tunggal lain selain pada tahap 1
max 12 minggu
Respon parsial atau tidak ada
Respon parsial atau tidak ada
Tahap 2A: Coba FGA atau SGA yg lain
Respon parsial atau tidak ada
Tahap 3: Coba FGA atau SGA yg lain
Respon parsial atau tidak ada
Tahap 4: Clozapine
Menolak clozapine
tidak ada respon
Tahap 5 Coba satu obat FGA atau SGA yg belum dicoba Tidak ada respon
Tahap 6. Terapi kombinasi SGA + FGA, kombinasi SGA, (FGA atau SGA) + ECT, (FGA atau SGA) + agen lain
77 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Lampiran 5: Tatalaksana standar terapi schizophrenia
Prosedur penatalaksanaan standar terapi schizophrenia
SCHIZOPHRENIA FASE AKUT A.TUJUAN
1. Mengatasi gejala-gejala psikotik akut yang membahayakan diri penderita maupun lingkungan. 2. Memulihkan kemampuan fungsi perawatan diri sehari-hari.
Instalasi Rawat Inap
B. RUANG LINGKUP
C. URAIAN UMUM
D. PROSEDUR
1. 2. 3. 4. 5.
Gangguan Psikotik Akut tanpa komorbiditas. Gangguan Psikotik Akut Lir-Skizofrenia (Skizofreniform). Skizofrenia episode pertama kali Skizofrenia kronis-eksaserbasi akut tanpa komplikasi medis. Gangguan psikotik non-organik lainnya, termasuk gangguan skizoafektif, gangguan skizotipal, gangguan waham menetap tanpa komorbiditas maupun komplikasi medis.
1. Wawancara meliputi Auto-anamnesis dan/atau Allo-anamnesis oleh Dokter Umum, SpKJ. 2. Pemeriksaan Tanda Vital (Kesadaran, Tekanan darah, Frekuensi nadi, Pernapasan, Suhu) oleh Dokter Umum, SpKJ. 3. Pemeriksaan Kondisi Medis Umum (Pemeriksaan fisik internistik dan neurologik) oleh Dokter Umum, SpKJ. 4. Bila dijumpai kelainan internistik maupun neurologik, maka dikonsulkan kepada SpPD dan/atau SpS untuk ditentukan apakah perlu penatalaksanan Rawat Bersama. 5. Pemeriksaan Status Psikiatrik minimal terdiri dari: kesan umum, perilaku psikomotor, mood-afek, persepsi, bentuk/proses pikir, dengan dilengkapi instrumen alat ukur penunjang: BPRS, CGI, PANSS 6. Pemeriksaan penunjang yang dianggap perlu: Laboratorium klinik (Darah rutin, Fungsi Hati, Fungsi Ginjal, Urinalisa), Radiologik (Foto Toraks), EKG (Bagi penderita berusia diatas 40 tahun atau terdapat riwayat gangguan kardiovaskuler). 7. Penegakan diagnosis setelah melalui proses pemeriksaan diatas sesuai dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III). 8. Persetujuan tindakan medik (Informed consent) secara lisan maupun tertulis dilakukan bila akan dilakukan tindakan medik tertentu. 9. Semua catatan medik diatas didokumentasikan dalam Rekam Medik.
10. Algoritme medikasi farmakologis pada Skizofrenia fase akut:
77 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
(lanjutan) SCHIZOPHRENIA FASE AKUT Tahap 1 Obat Antipsikotik Atipikal
Bila tidak ada respon Obat Antipsikotik Atipikal Lain
Tahap 2
Bila tidak ada respon
Tahap 3 Obat antipsikotik Tipikal
Bila tidak ada respon
Tahap 4
Clozapine
Bila tidak ada respon
Tahap 5 Antipsikotik Atipikal + Obat • Obat • •
a) b) c) d) e)
a) b) c) d)
Antipsikotik Tipikal ECT +/ - Obat Antipsikotik Obat Antipsikotik Tipikal lain
Obat Anti Psikotik (OAP) Atipikal: (pilih salah satu) Risperidone tablet 2 – 6 mg/hari (2 x 1-3 mg) Olanzapine tablet 5 – 10 mg/hari (1 x 5-10 mg) Quetiapine tablet 50 – 600 mg/hari (2 x 25-300 mg) Aripiprazole tablet 10 – 30 mg/hari (1-2 x 10-15 mg) Zotepin tablet 50 – 200 mg/hari (2 x 25-100 mg) Obat Anti Psikotik (OAP) Tipikal: (pilih salah satu) Haloperidol tablet 6 – 30 mg/hari (3 x 2-10 mg) Pherphenazin tablet 8 – 24 mg/hari (2-3 x 4-8 mg) Trifluoperazine tablet 5 – 30 mg/hari (2-3 x 2,5-10 mg) Klorpromazin tablet 300 – 600 mg/hari (3 x 100-200 mg)
Bila dijumpai kondisi Agitasi (Gaduh-gelisah) atau Agresi (menyerang orang-lain) atau penderita dengan kecenderungan mutilasi diri atau ”bunuh-diri” maka dilakukan: (pilih salah satu)
78 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
(lanjutan) SCHIZOPHRENIA FASE AKUT a) Tindakan ”Fiksasi fisik” dan ditempatkan dalam ruang khusus (”kamar isolasi”) dengan observasi perilaku pasien. b) Tindakan ”Fiksasi medikasi” (Neuroleptisasi cepat) dengan OAP Parenteral : (pilih salah satu) 1) Inj Olanzapine 10 mg Intra-Muskular (IM) sekali sehari selama 2 – 3 hari berturut – turut dengan/tanpa tambahan injeksi diazepam 10 mg IM sampai pasien tenang 2) Inj Haloperidol 5 – 10 mg IM setiap 4 – 6 jam dengan tambahan injeksi diazepam 10 mg IM sampai pasien tenang
Bila dijumpai Efek Samping Ekstrapiramidal akutreversibel (parkinsonisme, distonia, akatisia): (pilih salah satu) a) Inj diazepam 10 mg IM b) Inj difenhidramin 25 – 100 mg IM c) Inj sulfas atropin 0,25 – 1 mg IM d) Trihexyphenidil tablet 4 – 12 mg/hari (2-3 x 2-4 mg) e) Lorazepam tablet 0,5 – 2 mg/hari (1-2 x 0,5-1 mg)
11. Medikasi farmakologis pada Skizofrenia kronis-eksaserbasi akut tanpa komplikasi medis: a) Pemberian OAP dengan memperhatikan jenis dan dosis OAP rutin yang telah diberikan sebelumnya. Bila dijumpai respon klinis OAP adekuat lanjutkan resimen OAP sebelumnya. b) Bila dijumpai ketidak-patuhan minum obat (non-adherent to oral medication) dan/atau respon OAP yang tidak adekuat, maka diberikan OAP parenteral depot jangka-panjang: (pilih salah satu)
1) Inj Fluphenazin dekanoat 12,5 – 25 mg IM/ 2 – 4 minggu 2) Inj Haloperidol dekanoat 25 – 50 mg IM/ 2 – 4 minggu c) Bila dijumpai respon OAP sebelumnya yang tidak adekuat maka diberikan OAP Atipikal: (pilih salah satu) 1) Clozapin tablet 50 – 200 mg/hari (2 x 25-100 mg) Dengan monitoring rutin hitung jumlah lekosit dalam darah setiap 2 minggu selama 6 bulan pertama pemberian Clozapin (Hentikan pemberian OAP clozapin bila hitung jenis lekosit <3000/mm3) 2) Aripiprazole tablet 10 – 30 mg/hari (1-2 x 10-15 mg) 3) Zotepin tablet 50 – 200 mg/hari (2 x 25-100 mg) d) Bila dijumpai kondisi non-responsif terhadap clozapine atau kondisi refrakter: Turunkan dosis clozapine (Taper) dan alihkan ke (Switch to): ECT OAP Tipikal + ECT OAP Atipikal + OAP Tipikal + ECT
79 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
(lanjutan) SCHIZOPHRENIA FASE AKUT e) Bila dijumpai Efek Samping Ekstrapiramidal beratireversibel (tardive diskinesia) maka OAP sebelumnya diganti dengan: Clozapin tablet 50 – 200 mg/hari (2 x 25100 mg) Dengan monitoring rutin hitung jumlah lekosit dalam darah setiap 2 minggu selama 6 bulan pertama pemberian Clozapin (Hentikan pemberian OAP clozapin bila hitung jenis lekosit <3000/mm3)
12. Penatalaksanaan non-farmakalogis: • Terapi suportif terhadap pasien • Terapi perilaku terhadap pasien • Intervensi Psikososial terhadap keluarga pasien (care-giver): Edukasi keluarga, Kunjungan rumah oleh pekerja-sosial.
Bila penilaian evaluasi klinis dan dengan menggunakan instrumen PANSS telah dijumpai perbaikan klinis maka pasien masuk Fase Stabilisasi/Rehabilitasi alih rawat ke Instalasi Rehabilitasi
80 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Lampiran 6 : Skor keperawatan jiwa SKOR EVALUASI KEPERAWATAN JIWA
JENIS GANGGUAN
MASALAH
KRITERIA
SKOR
KEPERAWATAN
I
Gangguan Kebersihan 1
Diri
2
3
4
5
II
Gangguan
Tingkah 1
Laku
2
3
4
5
Tidak mau mandi, kuku panjang Mandi bila diarahkan, kumis dan jenggot panjang Mulai ada minat membersihkan diri Mandi dan ganti pakaian , inisiatif sendiri Mengurus kebersihan diri dengan baik dan teratur Tidak mau bergaul dan menghindar dari orang lain Masih merasa terasing dan banyak diam di tempat Mulai ada minat bergau dan beraktifitas Bergaul dengan orang lain dan perhatian pada lingkungan Dapat membina hubungan dan
bekerjasama dengan orang lain
III
Gangguan
Dalam 1
Pembicaraan
2
3
4
5
IV
Gangguam
/Affek
Emosi 1 2
3
4
5
V
Gangguan Pemikiran
1 2
82
Tidak mau berbicara atau bicara membanjir Mulai berbicara bila diajak, tapi belum teratur Mulai mau bicara dan agak teratur Mau bicara dengan orang tertentu saja Bicara dengan baik dan teratur
Emosi tidak bisa dikendalikan Emosi mulai menurun dan bias diatasi Emosi mulai stabil (marahmarah dan sedih) berkurang Emosi bias diatasi dan menerima saran / pendapat Emosi stabil, ekspresi wajah ceria dan bisa diarahkan Pikiran kacau dan bermusuhan Pikiran mulai terarah dan masih curiga
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
(lanjutan)
83
3
4
5
VI
Gangguan Halusinasi
1
2
3
4
5
VII
Gangguan Tidur
1.
2.
3.
4.
5.
VIII
Gangguan makan
1.
2.
3. 4.
5.
Pikiran mulai baik tetapi susah berkobunikasi Pikiran baik, daya ingat mulai baik Pikiran daya ingat baik
Emosi masih sering ketawa, senyum, bicara sendirian, marah-marah Ketawa, senyum, dan bicara sendirian mulai berkurang Ketawa, senyum, dan bicara sendirian hilang. Ekspresi wajah ceria dan dapat bekerjasama dengan orang lain Halusinasi hilang, ekspresi wajah ceria dan dapat berinteraksi dengan orang lain Tidak bisa tidur dan mondar mandir dalam ruangan Bisa istirahat tetapi tidak bisa tidur Bisa tidur tetapi sering terbangun pada malam hari Tidur cukup, mulai ceria, dan tidak lemas Tidur baik, istirahat teratur sesuai waktu Tidak mau makan atau makan berlebihan Mulai ada nafsu makan tetapi belum dapat makan dengan baik Mau makan (setengah porsi). Makan baik dan badan kelihatan baik Makan teratur dan berat badan sesuai dengan tinggi badan
TOTAL SKOR
Kriteria Penilaian : Baik Sekali Baik Sedang / Cukup Kurang Buruk
SKOR 33 – 40 25 – 32 17 – 24 9 – 16 1– 8
Univesitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Lampiran 7. Rejimen obat REJIMEN OBAT BIAYA PERHARI
BIAYA 14 HARI
306 100 99
505
7,070
153 50 99
459 150 99
708
9,912
2 2 1
500 50 99
1,000 100 99
1,199
16,786
5 2 25
3 3 1
153 50 5,369
459 150 5,369
5,978
83,692
RIS THP CPZ
2 2 100
2 2 1
8,000 50 99
16,000 100 99
16,199
226,786
6
RIS THP TFP
2 2 5
2 2 2
8,000 50 500
16,000 100 1,000
17,100
239,400
7
RIS THP TFP
2 2 5
2 3 3
8,000 50 500
16,000 150 1,500
17,650
247,100
8
HLP THP CLZ
5 2 100
2 2 1
153 50 19,466
306 100 19,466
19,872
278,208
9
RIS THP CLZ
2 2 25
2 2 1
8,000 50 5,369
16,000 100 5,369
21,469
300,566
10
RIS THP FLX
2 2 20
2 2 1
8,000 50 5,783
16,000 100 5,783
21,883
306,362
NO
NAMA OBAT
DOSIS
FRK
HJA
JML
1
HLP THP CPZ
5 2 100
2 2 1
153 50 99
2
HLP THP CPZ
5 2 100
3 3 1
3
TFP THP CPZ
5 2 100
4
HLP THP CLZ
5
86 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
BIAYA PERHARI
BIAYA 14 HARI
100 19,466 5,783
25,349
354,886
50 19,466
100 29,199
29,299
410,186
2 2 1
8,000 50 19,466
16,000 100 19,466
35,566
497,924
2 2 100
2 2 1
8,000 50 20,940
16,000 100 20,940
37,040
518,560
HLP THP CPZ STR
5 2 100 50
2 2 1 1
153 50 99 13,247
306 100 99 13,247
13,752
192,528
16
RIS THP CPZ DZP
2 2 25 5
2 2 1 3
8,000 50 99 35
16,000 100 99 105
16,304
228,256
17
RIS HLP THP CPZ
2 5 2 100
2 2 2 1
8,000 153 50 99
16,000 306 100 99
16,505
231,070
18
RIS HLP THP CPZ
2 5 2 100
2 3 3 1
8,000 153 50 99
16,000 459 150 99
16,708
233,912
19
THP CLZ VLP DZP
2 25 250 5
2 1 2 2
50 5,369 5,715 35
100 5,369 11,430 70
16,969
237,566
20
RIS TFP THP CPZ
2 5 2 100
2 2 2 1
8,000 500 50 99
16,000 1,000 100 99
17,199
240,786
NO
NAMA OBAT
DOSIS
FRK
HJA
JML
11
THP CLZ FLX
2 100 20
2 1 1
50 19,466 5,783
12
THP CLZ
2 50 - 0 - 100
2 2
13
RIS THP CLZ
2 2 100
14
RIS THP QTP
15
87 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
BIAYA PERHARI
BIAYA 14 HARI
16,000 100 99 2,370
18,569
259,966
8,000 50 99 5,487
16,000 100 99 5,487
21,686
303,604
2 2 1 1
8,000 50 99 5,487
16,000 100 99 5,487
21,686
303,604
2 5 2 25
2 2 2 1
8,000 153 50 5,369
16,000 306 100 5,369
21,775
304,850
RIS HLP THP FLX
2 5 2 20
2 2 2 1
8,000 153 50 5,487
16,000 306 100 5,487
21,893
306,502
26
RIS HLP THP CLZ
2 5 2 25
2 3 3 1
8,000 153 50 5,369
16,000 459 150 5,369
21,978
307,692
27
RIS TFP THP CLZ
2 5 2 25
2 2 2 1
8,000 500 50 5,369
16,000 1,000 100 5,369
22,469
314,566
28
RIS THP CPZ VLP
2 2 25 250
2 2 1 2
8,000 50 99 5,715
16,000 100 99 11,430
27,629
386,806
29
RIS THP CPZ STR
2 2 100 50
2 2 1 1
8,000 50 99 13,247
16,000 100 99 13,247
29,446
412,244
NO
NAMA OBAT
DOSIS
FRK
HJA
JML
21
RIS THP CPZ CLB
2 2 25 10
2 2 1 2
8,000 50 99 1,185
22
RIS THP CPZ FLX
2 2 100 20
2 2 1 1
23
RIS THP CPZ FLX
5 2 100 20
24
RIS HLP THP CLZ
25
88 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
BIAYA PERHARI
BIAYA 14 HARI
16,000 1,000 100 13,247
30,347
424,858
8,000 50 5,369 5,715
16,000 100 5,369 11,430
32,899
460,586
2 2 1 1
8,000 50 5,369 13,247
16,000 100 5,369 13,247
34,716
486,024
2 2 100 25
2 2 1 1
8,000 50 99 19,466
16,000 100 99 19,466
35,665
499,310
RIS HLP THP CLZ
2 5 2 100
2 2 2 1
8,000 153 50 19,466
16,000 306 100 19,466
35,872
502,208
35
HLP THP CPZ FXM
5 2 100 50
2 2 1 1
8,000 50 19,466 13,200
16,000 100 19,466 13,200
48,766
682,724
36
RIS THP CLZ STR
2 2 100 50
2 2 1 1
8,000 50 19,466 13,247
16,000 100 19,466 13,247
48,813
683,382
37
RIS HLP THP TFP CPZ
2 5 2 5 100
2 2 2 2 1
8,000 153 50 500 99
16,000 306 100 1,000 99
17,505
245,070
38
RIS HLP
2 5
2 2
8,000 153
16,000 306
21,874
306,236
NO
NAMA OBAT
DOSIS
FRK
HJA
JML
30
RIS TFP THP STR
2 5 2 50
2 2 2 1
8,000 500 50 13,247
31
HLP THP CLZ VLP
5 2 25 250
2 2 1 2
32
RIS THP CLZ STR
2 2 25 50
33
RIS THP CPZ CLZ
34
89 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
BIAYA PERHARI
BIAYA 14 HARI
16,000 306 100 99 5,487
21,992
307,888
8,000 153 50 99 5,715
16,000 306 100 99 5,715
22,220
311,080
2 3 3 1 1
8,000 153 50 99
16,708
348,340
######
16,000 459 150 99 114,428
2 5 2 100 25 250
2 2 2 1 1 1
8,000 153 50 99 5,369 5,715
16,000 306 100 99 5,369 5,715
27,589
386,246
RIS HLP THP CPZ STR
2 5 2 100 50
2 2 2 1 1
8,000 153 50 99 13,247
16,000 306 100 99 13,247
29,752
416,528
44
RIS HLP THP CPZ STR
2 5 2 100 50
2 3 3 1 1
8,000 153 50 99 13,247
16,000 459 150 99 13,247
29,955
419,370
45
RIS THP TFP CPZ
2 2 5 100
2 2 2 1
8,000 50 500 99
16,000 100 1,000 99
30,446
426,244
NO
NAMA OBAT
DOSIS
FRK
HJA
JML
THP CPZ CLZ
2 100 25
2 1 1
50 99 5,369
100 99 5,369
39
RIS HLP THP CPZ FLX
2 5 2 100 20
2 2 2 1 1
8,000 153 50 99 5,487
40
RIS HLP THP CPZ VLP
2 5 2 100 250
2 2 2 1 1
41
RIS HLP THP CPZ FLZ INJ
2 5 2 100
42
RIS HLP THP CPZ CLZ VLP
43
90 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
NO
BIAYA PERHARI
BIAYA 14 HARI
16,000 306 100 5,369 10,974
32,749
458,486
8,000 50 99 5,369 13,247
16,000 100 99 5,369 13,247
34,815
487,410
2 2 2 1 1
8,000 153 50 19,466 13,247
16,000 306 100 19,466 13,247
49,119
687,666
5 2 100 5 MG/ML 5 MG/ML
3 3 1 II X 3 HR II X 3 HR
153 50 99 14,069 8,663
459 150 99 84,414 51,978
708
146,304
136,392
1 x kiir
RIS HLP THP CPZ HLP INJ DZP INJ
2 5 2 100 5 MG/ML 5 MG/ML
2 2 2 1 II X 3 HR II X 3 HR
8,000 153 50 99 14,069 8,663
16,000 306 100 99 84,414 51,978
16,505
367,462
136,392
1 x kiir
RIS TFP THP CPZ HLP INJ DZP INJ
2 5 2 100 5 MG/ML 5 MG/ML
2 2 2 1 II X 3 HR II X 3 HR
8,000 500 50 99 14,069 8,663
16,000 1,000 100 99 84,414 51,978
17,199
377,178
136,392
1 x kiir
RIS HLP THP TFP
2 5 2 5
2 2 2 2
8,000 153 50 500
16,000 306 100 1,000
17,505
381,462
NAMA OBAT
DOSIS
FRK
HJA
JML
STR
50
1
13,247
13,247
46
RIS HLP THP CLZ FLX
2 5 2 25 20
2 2 2 1 2
8,000 153 50 5,369 5,487
47
RIS THP CPZ CLZ STR
2 2 100 25 50
2 2 1 1 1
48
RIS HLP THP CLZ STR
2 5 2 100 50
49
HLP THP CPZ HLP INJ DZP INJ
50
51
52
91 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
NO
53
54
55
56
57
NAMA OBAT
DOSIS
FRK
HJA
JML
BIAYA PERHARI
BIAYA 14 HARI
CPZ HLP INJ DZP INJ
100 5 MG/ML 5 MG/ML
1 II X 3 HR II X 3 HR
99 14,069 8,663
99 84,414 51,978
136,392
1 x kiir
RIS THP CLZ HLP INJ DZP INJ
2 2 25 5 MG/ML 5 MG/ML
2 2 1 II X 3 HR II X 3 HR
8,000 50 5,369 14,069 8,663
16,000 100 5,369 84,414 51,978
21,469
436,958
136,392
1 x kiir
RIS HLP THP CPZ FLX HLP INJ DZP INJ
2 5 2 100 20 5 MG/ML 5 MG/ML
2 2 2 1 1 II X 3 HR II X 3 HR
8,000 153 50 99 5,487 14,069 8,663
16,000 306 100 99 5,487 84,414 51,978
21,992
444,280
136,392
1 x kiir
RIS HLP THP CPZ STR HLP INJ DZP INJ
2 5 2 100 50 5 MG/ML 5 MG/ML
2 2 2 1 1 II X 3 HR II X 3 HR
8,000 153 50 99 13,247 14,069 8,663
16,000 306 100 99 13,247 84,414 51,978
29,752
552,920
136,392
1 x kiir
RIS HLP THP CPZ STR HLP INJ DZP INJ
2 5 2 100 50 5 MG/ML 5 MG/ML
2 3 3 1 1 II X 3 HR II X 3 HR
8,000 153 50 99 13,247 14,069 8,663
16,000 459 150 99 13,247 84,414 51,978
29,955
555,762
136,392
1 x kiir
RIS THP TFP CPZ STR HLP INJ DZP INJ
2 2 5 100 50 5 MG/ML 5 MG/ML
2 2 2 1 1 II X 3 HR II X 3 HR
8,000 50 500 99 13,247 14,069 8,663
16,000 100 1,000 99 13,247 84,414 51,978
30,446
562,636
136,392
1 x kiir
92 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
SINGKATAN CLB CLZ CPZ DZP DZP INJ FLX FLZ INJ FXM HLP HLP INJ QTP RIS STR TFP THP VLP
= = = = = = = = = = = = = = = =
CLOBAZAM CLOZAPIN CLOPROMAZIN DIAZEPAM DIAZEPAM INJEKSI FLUOXETINE FLUPHENAZIN DECANOAS INJEKSI FLUFOXAMIN HALOPERIDOL HALOPERIDOL INJEKSI QUETIAPINE RISPERIDONE SETRALINE TRIFUOPERAZINE TRIHEKSIPHENIDYL NATRIUM VALPROAT
93 Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Universitas Indonesia
Lampiran 8: Hasil analisis data Analisis Bivariat RAWAT INAP Rejimen Obat (RO) dengan Outcome Terapi (OT) sebelum kebijakan RO.GRUP_1 * OT1 Crosstabulation
RO.GRUP_1
4 MACAM
OT1 BELUM SEMBUH SEMBUH 9 15 37.5% 62.5% 17 6 73.9% 26.1% 26 21 55.3% 44.7%
Count % within RO.GRUP_1 Count % within RO.GRUP_1 Count % within RO.GRUP_1
LEBIH 4 MACAM
Total
Total 24 100.0% 23 100.0% 47 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
a
Value 6.300b 4.913 6.466
Asymp. Sig. (2-sided) .012 .027 .011
df 1 1 1
Exact Sig. (2-sided)
.019
.013
.013
1
6.166
Exact Sig. (1-sided)
47
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10. 28. Risk Estimate
Odds Ratio for RO. GRUP_1 (4 MACAM / LEBIH 4 MACAM) For cohort OT1 = BELUM SEMBUH For cohort OT1 = SEMBUH N of Valid Cases
95% Confidence Interval Upper Lower
Value 4.722
1.360
16.394
2.396
1.127
5.095
.507
.287
.898
47
94
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
95
Rejimen Obat (RO) dengan Outcome Terapi (OT) setelah kebijakan RO.GRUP_2 * OT2 Crosstabulation
RO.GRUP_2
4 MACAM
OT2 BELUM SEMBUH SEMBUH 20 9 69.0% 31.0% 13 5 72.2% 27.8% 33 14 70.2% 29.8%
Count % within RO.GRUP_2 Count % within RO.GRUP_2 Count % within RO.GRUP_2
LEBIH 4 MACAM
Total
Total 29 100.0% 18 100.0% 47 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
a
Value .056b .000 .057
1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .812 1.000 .812
1
.814
df
Exact Sig. (2-sided)
1.000
.055
Exact Sig. (1-sided)
.540
47
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5. 36. Risk Estimate
95% Confidence Interval Upper
Value
Odds Ratio for RO. GRUP_2 (4 MACAM / LEBIH 4 MACAM) For cohort OT2 = BELUM SEMBUH For cohort OT2 = SEMBUH N of Valid Cases
Lower
1.170
.320
4.281
1.117
.445
2.808
.955
.655
1.391
47
Rejimen Obat sebelum dan setelah kebijakan RO.GRUP_1 * RO.GRUP_2 Crosstabulation
RO.GRUP_1
4 MACAM LEBIH 4 MACAM
Total
Count % within RO.GRUP_1 Count % within RO.GRUP_1 Count % within RO.GRUP_1
RO.GRUP_2 LEBIH 4 4 MACAM MACAM 14 10 58.3% 41.7% 15 8 65.2% 34.8% 29 18 61.7% 38.3%
Total
24 100.0% 23 100.0% 47 100.0%
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
96
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
a
1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .627 .853 .627
1
.631
df
Value .236b .034 .236
Exact Sig. (1-sided)
Exact Sig. (2-sided)
.427
.766
.231
47
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8. 81. Risk Estimate
95% Confidence Interval Upper Lower
Value
Odds Ratio for RO. GRUP_1 (4 MACAM / LEBIH 4 MACAM) For cohort RO.GRUP_ 2 = 4 MACAM For cohort RO.GRUP_ 2 = LEBIH 4 MACAM N of Valid Cases
.747
.229
2.432
.894
.570
1.404
1.198
.576
2.493
47
Outcome terapi (OT) sebelum dan setelah kebijakan OT2 * OT1 Crosstabulation
OT1
OT2
BELUM SEMBUH
BELUM SEMBUH
Count % within OT2 Count % within OT2 Count % within OT2
SEMBUH
Total
6 42.9% 15 45.5% 21 44.7%
SEMBUH 8 57.1% 18 54.5% 26 55.3%
Total 14 100.0% 33 100.0% 47 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
a
Value .027b .000 .027
df
1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .870 1.000 .870
1
.871
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000 .026
.564
47
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6. 26.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
97
Risk Estimate
95% Confidence Interval Upper Lower
Value
Odds Ratio for OT2 (BELUM SEMBUH / SEMBUH) For cohort OT1 = BELUM SEMBUH For cohort OT1 = SEMBUH N of Valid Cases
.900
.255
3.176
.943
.463
1.920
1.048
.604
1.816
47
Lama Dirawat (LD) sebelum dan setelah kebijakan LM-DIRWT GRUP1 * LM-DIRWT GRUP2 Crosstabulation
LM-DIRWT GRUP2 < 21 HARI 21 - 40 HARI 41 - 60 HARI > 60 HARI 1 2 6 2
Count % within LM-DIRWT GRUP1 21 - 40 HARI Count % within LM-DIRWT GRUP1 41 - 60 HARI Count % within LM-DIRWT GRUP1 Count > 60 HARI % within LM-DIRWT GRUP1 Count % within LM-DIRWT GRUP1
LM-DIRWT < 21 HARI GRUP1
Total
Total 11
18.2%
54.5%
18.2%
9.1%
100.0%
6
11
3
2
22
27.3%
50.0%
13.6%
9.1%
100.0%
2
5
0
0
7
28.6%
71.4%
.0%
.0%
100.0%
3
3
1
0
7
42.9%
42.9%
14.3%
.0%
100.0%
13
25
6
3
47
27.7%
53.2%
12.8%
6.4%
100.0%
Chi-Square Tests Value 4.014a 5.659
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
2.052
df
9 9
Asymp. Sig. (2-sided) .910 .773
1
.152
47
a. 13 cells (81.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .45. Risk Estimate Odds Ratio for LM-DIRWT GRUP1 (< 21 HARI / 21 - 40 HARI)
Value a
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
98
Skor Awal sebelum dan setelah kebijakan S.AWAL_GRUP1 * S.AWAL_GRUP2 Crosstabulation
S.AWAL_GRUP1
KURANG
Count % within S.AWAL_GRUP1 Count % within S.AWAL_GRUP1 Count % within S.AWAL_GRUP1 Count % within S.AWAL_GRUP1
SEDANG
BAIK
Total
S.AWAL_GRUP2 BAIK SEDANG KURANG 3 5 1 33.3% 55.6% 11.1% 7 18 9 20.6% 52.9% 26.5% 0 2 2 .0% 50.0% 50.0% 10 25 12 21.3% 53.2% 25.5%
Total 9 100.0% 34 100.0% 4 100.0% 47 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
4 4
Asymp. Sig. (2-sided) .529 .416
1
.084
df
Value 3.174a 3.925 2.988
47
a. 6 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .85. Risk Estimate
Odds Ratio for S. AWAL_GRUP1 (KURANG / SEDANG)
Value a
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
Skor Akhir sebelum dan setelah kebijakan S.AKHIR_GRUP1 * S.AKHIR_GRUP2 Crosstabulation
S.AKHIR_GRUP1
SEDANG
Count % within S. AKHIR_GRUP1 Count % within S. AKHIR_GRUP1 Count % within S. AKHIR_GRUP1 Count % within S. AKHIR_GRUP1
SEDANG
BAIK
BAIK SEKALI
Total
6
28.6%
S.AKHIR_GRUP2 BAIK BAIK SEKALI 2 13 61.9%
9.5%
Total 21
100.0%
8
13
3
24
33.3%
54.2%
12.5%
100.0%
0
2
0
2
.0%
100.0%
.0%
100.0%
14
28
5
47
29.8%
59.6%
10.6%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 1.709a 2.420
.023
df
4 4
Asymp. Sig. (2-sided) .789 .659
1
.880
47
a. 5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .21.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
99
Risk Estimate
Odds Ratio for S.AKHIR_ GRUP1 (SEDANG / BAIK)
Value a
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
Biaya Obat (BO) selama 14 hari sebelum dan setelah kebijakan BIAYA GRUP14 HR_1 * BIAYA GRUP 14 HARI_2 Crosstabulation
BIAYA GRUP14 HR_1
KECIL
KECIL
Count % within BIAYA GRUP14 HR_1 Count % within BIAYA GRUP14 HR_1 Count % within BIAYA GRUP14 HR_1 Count % within BIAYA GRUP14 HR_1 Count % within BIAYA GRUP14 HR_1
SEDANG
CUKUP
BESAR
Total
0
BIAYA GRUP 14 HARI_2 SEDANG CUKUP 2 1
BESAR 0
Total 3
.0%
33.3%
66.7%
.0%
100.0%
2
2
8
0
12
16.7%
16.7%
66.7%
.0%
100.0%
2
10
13
2
27
7.4%
37.0%
48.1%
7.4%
100.0%
2
0
3
0
5
40.0%
.0%
60.0%
.0%
100.0%
6
13
26
2
47
12.8%
27.7%
55.3%
4.3%
100.0%
Chi-Square Tests Value 8.940a 10.470
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.364
df
9 9
Asymp. Sig. (2-sided) .443 .314
1
.546
47
a. 13 cells (81.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .13.
Risk Estimate Odds Ratio for BIAYA GRUP14 HR_1 (KECIL / SEDANG)
Value a
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
Biaya Obat selama perawatan sebelum dan setelah kebijakan
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
100
BIAYA GRUP OBAT_1 * BIAYA GRUP OBAT_2 Crosstabulation
BIAYA GRUP OBAT_1
KECIL
SEDANG
CUKUP
BESAR
Total
Count % within BIAYA GRUP OBAT_1 Count % within BIAYA GRUP OBAT_1 Count % within BIAYA GRUP OBAT_1 Count % within BIAYA GRUP OBAT_1 Count % within BIAYA GRUP OBAT_1
BIAYA GRUP OBAT_2 CUKUP SEDANG
KECIL
Total
BESAR
0
0
2
1
3
.0%
.0%
66.7%
33.3%
100.0%
0
0
0
3
3
.0%
.0%
.0%
100.0%
100.0%
2
0
4
6
12
16.7%
.0%
33.3%
50.0%
100.0%
3
2
7
17
29
10.3%
6.9%
24.1%
58.6%
100.0%
5
2
13
27
47
10.6%
4.3%
27.7%
57.4%
100.0%
Chi-Square Tests
Value 6.414a 7.923
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.166
9 9
Asymp. Sig. (2-sided) .698 .542
1
.683
df
47
a. 13 cells (81.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .13.
Risk Estimate Odds Ratio for BIAYA GRUP OBAT_1 (KECIL / SEDANG)
Value a
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
RAWAT JALAN Rejimen Obat (RO) sebelum dan setelah kebijakan RO.GRUP_3 * RO.GRUP_4 Crosstabulation
RO.GRUP_3
Total
Count % within RO.GRUP_3 LEBIH 4 MACAM Count % within RO.GRUP_3 Count % within RO.GRUP_3 4 MACAM
RO.GRUP_4 LEBIH 4 4 MACAM MACAM 63 8 88.7% 11.3% 5 0 100.0% .0% 68 8 89.5% 10.5%
Total
71 100.0% 5 100.0% 76 100.0%
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
101
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
Value .630b .002 1.153
a
1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .427 .968 .283
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.564
.431
1
.621
Exact Sig. (2-sided)
76
a. Computed only for a 2x2 table
b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 53.
Risk Estimate
For cohort RO. GRUP_4 = 4 MACAM N of Valid Cases
95% Confidence Interval Upper Lower
Value
.964
.817
.887
76
Biaya Obat (BO) sebelum dan setelah kebijakan BO.GRUP_3 * BO.GRUP_4 Crosstabulation
BO.GRUP_4 KECIL SEDANG CUKUP KECIL Count BO. 2 4 1 GRUP_3 % within BO.GRUP_3 25.0% 50.0% 12.5% SEDANG Count 22 15 3 % within BO.GRUP_37.0% 51.2% 34.9% CUKUP Count 14 7 3 % within BO.GRUP_3 56.0% 28.0% 12.0% Count Total 38 26 7 % within BO.GRUP_39.2% 50.0% 34.2%
BESAR 1 12.5% 3 7.0% 1 4.0% 5 6.6%
Total 8 100.0% 43 100.0% 25 100.0% 76 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 3.290a 3.400
.041
df
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .772 .757
1
.839
76
a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .53.
Risk Estimate Odds Ratio for BO. GRUP_3 (KECIL / SEDANG)
Value a
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
102
Analisis Multivariat Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Outcome Terapi dengan analisis regresi logistik menggunakan metode Backward Stepwise (conditional) Rawat Inap sebelum kebijakan Case Processing Summary
Unweighted Cases Selected Cases
a
Percent 100.0 .0 100.0 .0 100.0
N
Included in Analysis Missing Cases Total
47 0 47 0 47
Unselected Cases Total
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value BELUM SEMBUH SEMBUH
Internal Value 0 1
Block 0: Beginning Block a,b
Classification Table
Predicted OT1
Step 0
Observed OT1
BELUM SEMBUH
BELUM SEMBUH SEMBUH
Percentage Correct
SEMBUH 21 26
0 0
.0 100.0 55.3
Overall Percentage
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation
Step 0
Constant
B .214
S.E. .293
Variables not in the Equation Step 0
Variables
U1 DKI1 JK1 ST1 P1 D1 LD1 SA1 BO21
df
Wald .530
Sig. .467
1
Exp(B) 1.238
a
Score .406 .031 4.309 1.634 5.709 .176 2.170 6.101 3.949
df
1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sig. .524 .860 .038 .201 .017 .675 .141 .014 .047
a. Residual Chi-Squares are not computed because of redundancies.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
103
Block 1: Method = Backward Stepwise (Conditional) Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square
Step 1
Step 2
a
Step 3
a
Step 4
a
Step 5
a
Step 6
a
Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step Block Model
df
Sig. 9 9 9 1 8 8 1 7 7 1 6 6 1 5 5 1 4 4
29.862 29.862 29.862 -.165 29.697 29.697 -.380 29.317 29.317 -.690 28.627 28.627 -1.594 27.032 27.032 -2.144 24.888 24.888
.000 .000 .000 .685 .000 .000 .537 .000 .000 .406 .000 .000 .207 .000 .000 .143 .000 .000
a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.
Model Summary Step 1 2 3 4 5 6
-2 Log likelihood 34.761a 34.926a 35.306a 35.996a 37.590a 39.735a
Cox & Snell R Square .470 .468 .464 .456 .437 .411
Nagelkerke R Square .629 .627 .621 .611 .585 .550
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Table
a
Predicted OT1
Step 1
Observed OT1
Step 2
Overall Percentage OT1
Step 3
Overall Percentage OT1
Step 4
Overall Percentage OT1
Step 5
Overall Percentage OT1
Step 6
Overall Percentage OT1
BELUM SEMBUH SEMBUH
BELUM SEMBUH
15 3
SEMBUH
6 23
BELUM SEMBUH SEMBUH
16 3
5 23
BELUM SEMBUH SEMBUH
16 3
5 23
BELUM SEMBUH SEMBUH
16 4
5 22
BELUM SEMBUH SEMBUH
16 5
5 21
BELUM SEMBUH SEMBUH
15 5
6 21
Overall Percentage
Percentage Correct
71.4 88.5 80.9 76.2 88.5 83.0 76.2 88.5 83.0 76.2 84.6 80.9 76.2 80.8 78.7 71.4 80.8 76.6
a. The cut value is .500
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
104
Variables in the Equation Wald S.E.
B Step a 1
Step a 2
Step a 3
Step a 4
Step a 5
Step a 6
U1 DKI1 JK1 ST1 P1 D1 LD1 SA1 BO21 Constant U1 DKI1 JK1 ST1 P1 LD1 SA1 BO21 Constant U1 DKI1 JK1 ST1 P1 SA1 BO21 Constant U1 JK1 ST1 P1 SA1 BO21 Constant JK1 ST1 P1 SA1 BO21 Constant JK1 ST1 P1 BO21 Constant
-.091 -.354 -3.561 2.684 2.039 -.057 -.028 .149 .000 -2.961 -.085 -.339 -3.448 2.504 1.991 -.029 .152 .000 -3.291 -.102 -.286 -3.411 2.660 1.867 .156 .000 -3.129 -.095 -3.005 2.490 1.745 .187 .000 -4.376 -2.759 1.818 1.436 .182 .000 -6.418 -2.869 2.060 1.584 .000 -3.183
.087 .377 1.393 1.282 .808 .140 .047 .140 .000 3.728 .084 .370 1.342 1.200 .787 .048 .140 .000 3.615 .082 .354 1.338 1.204 .730 .137 .000 3.564 .079 1.173 1.181 .671 .132 .000 3.171 1.104 .920 .557 .127 .000 2.734 1.061 1.037 .562 .000 1.397
1.111 .883 6.536 4.385 6.362 .166 .349 1.136 2.210 .631 1.014 .839 6.604 4.354 6.398 .365 1.185 2.299 .829 1.526 .654 6.501 4.883 6.530 1.298 3.018 .771 1.429 6.566 4.444 6.760 2.025 2.834 1.905 6.252 3.904 6.647 2.033 2.392 5.510 7.307 3.945 7.935 2.693 5.192
Exp(B)
Sig.
df 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
.292 .347 .011 .036 .012 .684 .555 .286 .137 .427 .314 .360 .010 .037 .011 .546 .276 .129 .363 .217 .419 .011 .027 .011 .255 .082 .380 .232 .010 .035 .009 .155 .092 .168 .012 .048 .010 .154 .122 .019 .007 .047 .005 .101 .023
.913 .702 .028 14.642 7.684 .945 .973 1.161 1.000 .052 .919 .713 .032 12.232 7.325 .972 1.164 1.000 .037 .903 .751 .033 14.297 6.466 1.169 1.000 .044 .909 .050 12.059 5.728 1.206 1.000 .013 .063 6.157 4.206 1.199 1.000 .002 .057 7.846 4.873 1.000 .041
a. Variable(s) entered on step 1: U1, DKI1, JK1, ST1, P1, D1, LD1, SA1, BO21.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
105
Model if Term Removed
Variable Step 1
U1 DKI1 JK1 ST1 P1 D1 LD1 SA1 BO21 U1 DKI1 JK1 ST1 P1 LD1 SA1 BO21 U1 DKI1 JK1 ST1 P1 SA1 BO21 U1 JK1 ST1 P1 SA1 BO21 JK1 ST1 P1 SA1 BO21 JK1 ST1 P1 BO21
Step 2
Step 3
Step 4
Step 5
Step 6
a.
a
Change in -2 Log Likelihood
Model Log Likelihood -18.036 -17.864 -22.670 -21.842 -24.000 -17.463 -17.565 -17.976 -18.969 -18.055 -17.918 -22.648 -22.278 -24.008 -17.656 -18.086 -19.103 -18.567 -18.004 -22.725 -22.943 -24.071 -18.338 -19.923 -18.817 -22.725 -23.270 -24.131 -19.106 -20.045 -22.982 -23.044 -23.793 -19.888 -20.351 -24.781 -24.723 -26.282 -21.705
Sig. of the Change
df
.252 .325 .001 .003 .000 .685 .543 .275 .075 .277 .340 .001 .002 .000 .535 .264 .070 .176 .402 .001 .001 .000 .242 .033 .201 .002 .001 .000 .137 .043 .004 .004 .002 .139 .078 .002 .002 .000 .055
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1.312 .968 10.580 8.924 13.239 .165 .370 1.190 3.176 1.184 .909 10.371 9.629 13.091 .386 1.246 3.280 1.827 .701 10.144 10.580 12.836 1.369 4.540 1.638 9.453 10.544 12.265 2.215 4.095 8.374 8.498 9.995 2.186 3.112 9.827 9.711 12.830 3.675
Based on conditional parameter estimates
Variables not in the Equation
Step 2
a
Step 3
b
Step 4
c
Step 5
d
Step 6
e
D1
D1 LD1
Overall Statistics
Variables
Overall Statistics Variables
Overall Statistics Variables
Overall Statistics
a.
Variable(s) removed on step 2: D1.
b.
Variable(s) removed on step 3: LD1.
DKI1 D1 LD1
U1 DKI1 D1 LD1
U1 DKI1 D1 LD1 SA1
Sig.
df
Score Variables Overall Statistics Variables
.167 .167 .183 .365
1 1 1 1
.683 .683 .669 .546
.550
2
.759
.674 .132 .171 1.189 1.462 .526 .025 .623 2.620 1.467 1.178 .020 .504 2.121 4.874
1 1 1 3 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 5
.412 .716 .679 .756 .227 .468 .874 .430 .623 .226 .278 .889 .478 .145 .431
c. Variable(s) removed on step 4: DKI1.
d.
Variable(s) removed on step 5: U1.
e.
Variable(s) removed on step 6: SA1.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
106
Rawat Inap setelah kebijakan Case Processing Summary
Unweighted Cases Selected Cases
a
Percent 100.0 .0 100.0 .0 100.0
N
Included in Analysis Missing Cases Total
47 0 47 0 47
Unselected Cases Total
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Internal Value
Original Value BELUM SEMBUH SEMBUH
0 1
Block 0: Beginning Block Classification Table
a,b
Predicted OT2
Step 0
Observed OT2
BELUM SEMBUH
BELUM SEMBUH SEMBUH
0 0
SEMBUH 14 33
1
Sig. .007
Percentage Correct .0 100.0 70.2
Overall Percentage
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Variables in the Equation Step 0
Constant
B
.857
S.E. .319
Wald 7.227
df
Exp(B) 2.357
Variables not in the Equationa Step 0
Variables
U2 DKI2 JK2 ST2 P2 D2 LD2 SA2 BO22
Score 1.446 .090 .690 .260 .490 .914 1.496 7.137 3.114
df
1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sig. .229 .764 .406 .610 .484 .339 .221 .008 .078
a. Residual Chi-Squares are not computed because of redundancies.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
107
Block 1: Method = Backward Stepwise (Conditional) Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Step 2
a
Step 3
a
Step 4
a
Step 5
a
Step 6
a
Step 7
a
Step 8
a
Step 9
a
a.
Chi-square
Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step Block Model Step Block Model
14.092 14.092 14.092 -.002 14.090 14.090 -.554 13.536 13.536 -.502 13.034 13.034 -.558 12.477 12.477 -.542 11.934 11.934 -1.157 10.777 10.777 -.716 10.061 10.061 -2.121 7.940 7.940
df
Sig. 9 9 9 1 8 8 1 7 7 1 6 6 1 5 5 1 4 4 1 3 3 1 2 2 1 1 1
.119 .119 .119 .962 .079 .079 .457 .060 .060 .479 .042 .042 .455 .029 .029 .461 .018 .018 .282 .013 .013 .398 .007 .007 .145 .005 .005
A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.
Model Summary Step 1 2 3 4 5 6 7 8 9
-2 Log likelihood 43.158a 43.161a 43.714a 44.217b 44.774b 45.317b 46.474b 47.190b 49.311b
Cox & Snell R Square .259 .259 .250 .242 .233 .224 .205 .193 .155
a.
Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
b.
Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Nagelkerke R Square
.368 .368 .355 .344 .331 .318 .291 .274 .221
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
108
Classification Tablea
Predicted
Step 1
Observed OT2
Step 2
Overall Percentage OT2
Step 3
Overall Percentage OT2
Step 4
Overall Percentage OT2
Step 5
Overall Percentage OT2
Step 6
Overall Percentage OT2
Step 7
Overall Percentage OT2
Step 8
Overall Percentage OT2
Step 9
Overall Percentage OT2
BELUM SEMBUH SEMBUH
OT2 BELUM SEMBUH SEMBUH 8 4
6 29
BELUM SEMBUH SEMBUH
8 4
6 29
BELUM SEMBUH SEMBUH
7 3
7 30
BELUM SEMBUH SEMBUH
7 4
7 29
BELUM SEMBUH SEMBUH
7 4
7 29
BELUM SEMBUH SEMBUH
8 2
6 31
BELUM SEMBUH SEMBUH
6 2
8 31
BELUM SEMBUH SEMBUH
6 2
8 31
BELUM SEMBUH SEMBUH
4 2
10 31
Percentage Correct
Overall Percentage
57.1 87.9 78.7 57.1 87.9 78.7 50.0 90.9 78.7 50.0 87.9 76.6 50.0 87.9 76.6 57.1 93.9 83.0 42.9 93.9 78.7 42.9 93.9 78.7 28.6 93.9 74.5
a. The cut value is .500
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
109
B Step a 1
Step a 2
Step a 3
Step a 4
Step a 5
Step a 6
Step a 7
Step a 8
Step a 9
U2 DKI2 JK2 ST2 P2 D2 LD2 SA2 BO22 Constant U2 DKI2 JK2 ST2 P2 D2 LD2 SA2 Constant U2 DKI2 JK2 ST2 D2 LD2 SA2 Constant U2 DKI2 ST2 D2 LD2 SA2 Constant U2 ST2 D2 LD2 SA2 Constant ST2 D2 LD2 SA2 Constant ST2 LD2 SA2 Constant LD2 SA2 Constant SA2 Constant
.061 .270 .762 -.946 -.319 .162 -.022 .303 .000 -6.614 .061 .275 .747 -.944 -.311 .162 -.020 .299 -6.590 .074 .332 .686 -.893 .145 -.019 .284 -7.329 .064 .233 -.750 .133 -.024 .245 -5.684 .041 -.616 .116 -.027 .256 -4.496 -.539 .112 -.028 .279 -3.642 -.397 -.030 .273 -3.255 -.028 .258 -3.185 .242 -3.762
Variables in the Equation Wald S.E.
.080 .378 1.046 .591 .455 .123 .047 .154 .000 4.196 .079 .364 .999 .588 .420 .122 .023 .129 4.161 .074 .354 .995 .583 .115 .022 .127 4.001 .070 .315 .526 .114 .021 .111 2.966 .058 .486 .109 .020 .112 2.396 .482 .109 .021 .109 2.026 .457 .021 .108 1.976 .020 .102 1.907 .099 1.847
.581 .509 .530 2.563 .492 1.737 .222 3.843 .002 2.485 .606 .570 .559 2.572 .549 1.760 .785 5.352 2.508 .993 .880 .476 2.345 1.593 .743 4.994 3.355 .832 .548 2.033 1.373 1.271 4.898 3.672 .484 1.605 1.145 1.802 5.256 3.522 1.250 1.057 1.763 6.594 3.230 .756 2.068 6.419 2.712 1.986 6.428 2.791 6.017 4.148
df
Sig. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
.446 .476 .466 .109 .483 .187 .638 .050 .962 .115 .436 .450 .455 .109 .459 .185 .376 .021 .113 .319 .348 .490 .126 .207 .389 .025 .067 .362 .459 .154 .241 .260 .027 .055 .487 .205 .285 .179 .022 .061 .263 .304 .184 .010 .072 .385 .150 .011 .100 .159 .011 .095 .014 .042
Exp(B) 1.063 1.310 2.142 .388 .727 1.176 .978 1.354 1.000 .001 1.063 1.316 2.111 .389 .733 1.176 .980 1.348 .001 1.077 1.393 1.987 .409 1.156 .981 1.328 .001 1.066 1.262 .472 1.142 .977 1.277 .003 1.041 .540 1.124 .973 1.292 .011 .583 1.118 .973 1.322 .026 .672 .970 1.313 .039 .973 1.294 .041 1.274 .023
a. Variable(s) entered on step 1: U2, DKI2, JK2, ST2, P2, D2, LD2, SA2, BO22.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
110
Model if Term Removed
Variable Step 1
Step 2
Step 3
Step 4
Step 5
Step 6
Step 7
Step 8
Step 9
U2 DKI2 JK2 ST2 P2 D2 LD2 SA2 BO22 U2 DKI2 JK2 ST2 P2 D2 LD2 SA2 U2 DKI2 JK2 ST2 D2 LD2 SA2 U2 DKI2 ST2 D2 LD2 SA2 U2 ST2 D2 LD2 SA2 ST2 D2 LD2 SA2 ST2 LD2 SA2 LD2 SA2 SA2
Model Log Likelihood -21.906 -21.838 -21.863 -22.946 -21.833 -22.613 -21.685 -24.278 -21.580 -21.926 -21.876 -21.880 -22.942 -21.860 -22.638 -22.003 -25.314 -22.468 -22.324 -22.110 -23.104 -22.766 -22.249 -25.354 -22.616 -22.389 -23.117 -22.889 -22.789 -25.426 -22.661 -23.162 -23.024 -23.340 -26.036 -23.262 -23.243 -23.636 -27.536 -23.597 -24.425 -27.977 -24.659 -28.084 -28.770
Change in -2 Log Likelihood .654 .518 .568 2.734 .507 2.068 .212 5.397 .002 .691 .591 .598 2.722 .559 2.115 .846 7.468 1.222 .934 .506 2.493 1.818 .784 6.993 1.015 .561 2.017 1.562 1.362 6.635 .548 1.549 1.274 1.907 7.297 1.207 1.169 1.955 9.755 .720 2.375 9.481 2.129 8.979 8.229
a
Sig. of the Change
df 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
.419 .472 .451 .098 .476 .150 .645 .020 .962 .406 .442 .439 .099 .455 .146 .358 .006 .269 .334 .477 .114 .178 .376 .008 .314 .454 .156 .211 .243 .010 .459 .213 .259 .167 .007 .272 .280 .162 .002 .396 .123 .002 .145 .003 .004
a. Based on conditional parameter estimates
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
111
Variables not in the Equation
Step 2
a
Step 3
b
Variables Overall Statistics Variables
Step 4
c
Variables
Step 5
d
Variables
Step 6
e
Variables
Step 7
f
Variables
Step 8
g
Variables
Step 9
h
Variables
BO22 P2 BO22 JK2 P2 BO22 DKI2 JK2 P2 BO22 U2 DKI2 JK2 P2 BO22 U2 DKI2 JK2 P2 D2 BO22 U2 DKI2 JK2 ST2 P2 D2 BO22 U2 DKI2 JK2 ST2 P2 D2 LD2 BO22
i
Score .002 .002 .557 .053 .482 .464 .153 .554 .138 .739 .016 .498 .107 .180 1.009 .018 .405 .034 .130 .564 1.092 .002 .196 .004 .019 .801 .433 .655 .000 .226 .142 .159 .503 .491 1.019 2.361 1.732
df
Sig. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
.962 .962 .455 .818 .488 .496 .696 .457 .710 .390 .898 .481 .744 .672 .315 .894 .525 .855 .719 .453 .296 .962 .658 .947 .892 .371 .511 .418 .992 .634 .707 .690 .478 .483 .313 .124 .188
a. Variable(s) removed on step 2: BO22. b. Variable(s) removed on step 3: P2. c. Variable(s) removed on step 4: JK2. d. Variable(s) removed on step 5: DKI2. e. Variable(s) removed on step 6: U2.
f. Variable(s) removed on step 7: D2. g. Variable(s) removed on step 8: ST2. h. Variable(s) removed on step 9: LD2. i. Residual Chi-Squares are not computed because of redundancies.
Universitas Indonesia
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
TABEL
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Tabel 4.1. Data Rawat Inap Sebelum Kebijakan (RANAP PRE) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
KP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
U 37 33 30 30 51 33 21 22 48 28 25 25 31 30 39 39 23 42 26 28 28 36 39 39 42 35 35 34 21 33 27 51 31 34 24 32 33 39 39 39 23 31 34 24 26 22 28
DKI 4 4 2 2 1 4 0 2 0 3 2 2 2 3 1 1 4 0 1 0 0 1 4 4 4 3 2 0 4 4 4 4 4 0 4 2 3 1 2 0 4 2 2 0 4 1 4
JK
ST
P
D
LD
SA
SAK
RO
BO1
BO2
0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1
0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 3 0 3 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2
2 1 2 2 0 1 2 2 1 2 0 0 2 0 2 2 2 2 1 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 1 1 2 2 2 2 1 1 4 0 3 2 0 0 1 2
0 0 9 9 9 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 3 9 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 4 5 9
69 21 20 70 36 21 20 27 32 12 34 34 36 68 31 31 59 104 14 63 63 49 30 30 32 15 59 16 11 27 30 27 25 30 10 29 56 25 47 25 20 42 56 14 30 19 73
20 15 16 23 17 22 25 16 18 23 21 21 27 17 23 23 20 25 20 17 17 24 15 22 26 18 22 23 15 23 23 20 16 17 16 16 17 20 15 23 21 22 23 23 21 17 18
26 24 24 26 24 26 32 22 20 32 24 24 39 27 26 26 25 26 22 23 23 27 24 24 39 24 24 25 23 26 24 26 27 25 27 27 25 24 24 26 24 25 26 24 24 25 26
44 53 30 43 53 51 53 53 1 26 13 48 50 44 49 20 27 13 19 1 17 55 17 24 53 24 18 40 17 51 17 57 20 50 55 9 51 17 50 16 5 2 29 13 38 50 51
419370 555762 424858 416528 436958 377178 436958 436958 7070 307692 497924 687666 367462 419370 143462 240786 314566 497924 237566 7070 231070 552920 231070 304850 436958 304850 233912 311080 231070 377178 231070 562636 240786 367462 552920 300566 377158 231070 367462 228256 226786 9912 412244 497924 306236 367462 377158
2066895 833643 606940 2082640 1123606 565767 624226 842705 16160 263736 1209244 1670046 944902 2036940 317666 533169 1325671 3698864 237566 31815 1039815 1935220 495150 653250 998761 326625 985772 355520 181555 727415 495150 1085084 429975 787419 394943 622601 1508632 412625 1233622 407600 323980 29736 1648976 497924 656220 498698 1966610
60
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Tabel 4.2. Data Rawat Inap Setelah Kebijakan (RANAP POST) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
KP 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
U 31 28 25 31 30 39 23 27 32 26 26 42 31 26 28 36 36 27 31 24 25 35 33 36 36 36 38 26 32 37 31 26 58 59 36 35 23 23 31 38 28 51 29 31 28 25 31
DKI 2 3 2 2 3 1 4 4 3 1 1 0 1 4 0 1 1 4 4 3 4 2 0 2 2 3 1 3 3 1 4 1 1 4 2 4 3 3 4 4 4 1 2 4 4 4 1
JK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0
ST 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 3 0 0 0 0 2 1 0 0 3 0 0
P 2 2 0 2 0 2 2 1 1 1 1 2 2 0 2 2 2 2 2 4 1 2 2 2 1 0 2 2 4 2 2 1 0 0 2 0 2 2 2 0 2 0 2 2 2 0 4
D 9 9 9 0 0 0 0 0 9 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 9 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 1 0 0 0 0 9 0 9 9 0 0 9 9 9
LD 12 29 27 42 53 65 62 29 48 40 40 108 28 28 18 31 31 19 47 13 29 24 28 56 20 25 20 58 19 23 15 28 12 22 23 20 29 29 10 26 21 22 30 25 20 15 25
SA 26 24 27 27 19 27 15 21 22 16 16 21 19 17 20 25 25 13 20 23 20 23 11 25 18 16 16 15 26 15 17 20 20 22 26 21 12 16 17 30 19 20 18 20 19 17 16
SAK 40 25 31 39 25 30 23 28 26 24 24 24 25 27 25 27 27 23 26 24 26 24 26 33 27 24 21 24 33 21 27 25 25 26 33 27 26 26 27 32 25 26 24 26 24 22 25
RO 49 4 9 2 18 1 34 22 44 7 20 50 9 51 1 43 24 53 43 43 5 1 47 17 5 17 17 34 32 53 41 9 4 38 31 50 17 39 54 24 26 18 18 43 18 53 53
BO1 143462 83692 300566 9912 233912 7070 502208 303604 419370 247100 240786 367462 300566 377158 7070 416528 304850 436958 416528 416528 226786 7070 487410 231070 226786 231070 231070 502208 486024 436958 348340 300566 83692 306236 460586 367462 231070 307888 444280 304850 307692 233912 233912 416528 233912 436958 436958
61
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
BO2 122967 173362 579663 29736 885524 32825 2224064 628894 1437840 706000 687960 2834707 601132 754316 9090 922312 675025 593014 1398344 386776 469771 12120 974820 924280 323980 412625 330100 2080576 659604 717860 373221 601132 71736 481228 756677 524946 478645 637768 317343 566150 461538 367576 501240 743800 334160 468169 780282
Tabel 4.3. Data Rawat Jalan Sebelum Kebijakan (RAJAL PRE) NO
KP
U
DKI
JK
ST
P
D
RO
BO
1
3
37
4
0
0
2
0
9
300566
2
3
33
4
0
0
1
0
27
314566
3
3
31
2
0
0
2
9
22
303604
4
3
31
2
0
0
2
9
3
16786
5
3
51
1
1
1
0
9
5
226786
6
3
33
4
0
1
1
0
20
240786
7
3
21
0
1
0
2
0
17
231070
8
3
21
0
1
0
2
0
43
416528
9
3
21
0
1
0
2
0
28
386806
10
3
48
0
1
1
1
0
9
300566
11
3
28
3
0
0
2
9
17
231070
12
3
25
2
0
0
0
9
20
240786
13
3
25
2
0
0
0
9
13
497924
14
3
39
1
0
0
2
0
1
7070
15
3
39
1
0
0
2
0
17
231070
16
3
23
4
0
0
2
0
5
226786
17
3
26
1
1
1
1
9
9
300566
18
3
28
0
1
0
2
0
1
7070
19
3
28
0
1
0
2
0
17
231070
20
3
36
1
0
0
2
0
43
416528
21
3
27
4
1
0
2
0
17
231070
22
3
27
4
1
0
2
0
9
300566
23
3
42
4
0
1
2
0
17
231070
24
3
35
3
1
0
2
0
17
231070
25
3
35
2
0
0
2
3
5
226786
26
3
34
0
1
1
2
0
24
304850
27
3
21
4
0
0
2
0
24
304850
28
3
27
4
0
0
2
0
20
240786
29
3
31
4
0
0
1
0
3
16786
30
3
39
1
0
1
1
0
2
9912
31
3
39
2
0
0
1
0
17
231070
32
3
39
0
0
0
4
0
16
228256
33
3
23
4
0
0
0
0
20
240786
34
3
31
2
0
0
3
9
20
240786
35
3
22
1
0
0
1
5
18
233912
36
3
31
4
0
0
2
0
20
240786
37
3
24
3
0
0
4
0
17
231070
62
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Tabel 4.3. (Sambungan) ST
P
D
RO
BO
2
JK 1
0
1
0
27
314566
36
3
0
0
0
0
18
233912
3
37
1
1
0
2
0
5
226786
41
3
31
4
0
0
2
0
41
348340
42
3
37
4
0
0
2
6
9
300566
43
3
28
4
0
0
1
0
17
231070
44
3
25
0
0
0
2
0
18
233912
45
3
30
2
0
0
1
9
18
233912
46
3
27
1
0
0
1
0
2
9912
47
3
22
1
0
0
0
9
9
300566
48
3
21
0
1
0
1
0
5
226786
49
3
24
1
0
0
1
0
3
16786
50
3
20
1
0
1
0
9
2
9912
51
3
24
0
1
3
1
0
20
240786
52
3
41
4
0
0
2
5
29
412244
53
3
44
1
1
1
0
0
26
307692
54
3
40
4
1
3
1
9
32
486024
55
3
40
4
1
3
1
9
20
240786
56
3
31
4
1
0
2
0
17
231070
57
3
31
4
1
0
2
0
5
266786
58
3
31
4
1
0
2
0
9
300566
59
3
31
3
1
0
2
0
18
233912
60
3
27
2
0
0
2
0
18
233912
61
3
27
3
0
0
2
0
17
231070
62
3
33
1
1
0
2
0
5
226786
63
3
34
0
0
1
0
9
18
233912
64
3
22
1
0
0
1
5
18
233912
65
3
31
4
0
0
2
0
20
240786
66
3
24
1
0
0
4
0
17
231070
67
3
36
0
1
0
1
0
27
314566
68
3
36
1
0
0
0
0
18
233912
69
3
37
1
1
0
2
0
5
226786
70
3
31
0
0
0
2
0
41
348340
71
3
36
1
0
0
2
0
43
416528
72
3
27
4
1
0
2
0
17
231070
73
3
27
4
1
0
2
0
9
300566
74
3
42
4
0
1
2
0
17
231070
75
3
27
4
1
0
2
0
17
231070
76
3
27
4
1
0
2
0
9
300566
NO
KP
U
DKI
38
3
36
39
3
40
63
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Tabel 4.4. Data Rawat Jalan Setelah Kebijakan (RAJAL POST) NO
KP
U
DKI
JK
ST
P
D
RO
BO
1
4
37
4
0
0
2
0
9
300566
2
4
33
4
0
0
1
0
24
304850
3
4
31
2
0
0
2
9
33
499310
4
4
31
2
0
0
2
9
4
83692
5
4
51
1
1
1
0
9
17
231070
6
4
33
4
0
1
1
0
20
240786
7
4
33
4
0
1
1
0
26
307692
8
4
33
4
0
1
1
0
9
300566
9
4
21
0
1
0
2
0
28
386806
10
4
21
0
1
0
2
0
13
497924
11
4
21
0
1
0
2
0
5
226786
12
4
22
2
1
0
2
0
5
226786
13
4
48
0
1
1
1
0
9
300566
14
4
28
3
0
0
2
9
17
231070
15
4
28
3
0
0
2
9
4
83692
16
4
25
2
0
0
0
9
13
497924
17
4
31
2
0
0
2
0
2
9912
18
4
39
1
0
0
2
0
17
231070
19
4
23
4
0
0
2
0
9
300566
20
4
27
4
0
0
1
0
17
231070
21
4
32
3
0
0
1
9
17
231070
22
4
42
0
0
1
2
3
3
16786
23
4
42
0
0
1
2
3
17
231070
24
4
31
1
0
0
2
0
17
231070
25
4
31
1
0
0
2
0
13
497924
26
4
26
4
0
0
0
0
5
226786
27
4
26
4
0
0
0
0
13
497924
28
4
26
1
1
1
1
9
14
518560
29
4
26
1
1
1
1
9
36
683382
30
4
28
0
1
0
2
0
17
231070
31
4
36
1
0
0
2
0
24
304850
32
4
27
4
1
0
2
0
9
300566
33
4
39
4
1
0
3
0
9
300566
34
4
42
4
0
1
2
0
17
231070
35
4
35
3
1
0
2
0
17
231070
36
4
35
2
0
0
2
3
5
226786
37
4
34
0
1
1
2
0
36
683382
64
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Tabel 4.4. (Sambungan) JK
ST
P
D
RO
BO
33
DKI 4
0
0
3
0
9
278208
4
51
4
1
3
1
9
12
410186
40
4
51
4
1
3
1
9
9
300566
41
4
31
4
0
0
1
0
20
240786
42
4
34
0
1
3
2
0
20
240786
43
4
34
0
1
3
2
0
38
306236
44
4
24
4
0
0
2
0
17
231070
45
4
24
4
0
0
2
0
47
487410
46
4
32
2
0
0
2
0
24
304850
47
4
33
3
0
0
2
0
20
240786
48
4
39
1
0
1
1
0
22
303604
49
4
39
2
0
0
1
0
43
416528
50
4
39
2
0
0
1
0
17
231070
51
4
23
4
0
0
0
0
27
314566
52
4
31
2
0
0
3
9
45
426244
53
4
34
2
0
0
2
0
32
486024
54
4
24
0
1
0
0
0
15
192528
55
4
26
4
0
0
0
4
17
231070
56
4
22
1
0
0
1
5
47
487410
57
4
24
3
0
0
4
0
43
416528
58
4
24
3
0
0
4
0
24
304850
59
4
25
4
0
0
1
0
27
314566
60
4
35
2
0
0
2
1
1
7070
61
4
33
0
1
0
2
9
47
487410
62
4
36
2
1
0
2
0
1
7070
63
4
36
2
1
0
1
0
27
314566
64
4
36
3
0
0
0
0
17
231070
65
4
38
1
1
1
2
0
9
300566
66
4
26
3
0
0
2
0
9
300566
67
4
32
3
0
0
4
0
29
412244
68
4
37
1
1
0
2
0
5
226786
69
4
31
4
0
0
2
0
41
348340
70
4
26
1
0
0
1
9
9
300566
71
4
58
1
0
1
0
0
4
83692
72
4
36
2
0
0
2
0
20
240786
73
4
23
3
1
0
2
0
34
502208
74
4
31
4
0
0
2
9
26
307692
75
4
38
4
0
0
0
0
34
502208
76
4
28
4
1
2
2
9
24
304850
NO
KP
U
38
4
39
65
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
KP
KETERANGAN Kode Pasien
U
Usia
DKI
Wilayah Domisili
JK
Jenis Kelamin
ST
Status
P
Pendidikan
D
DIAGNOSA
LD
Lama Dirawat
SA
Skor Awal
SAK
Skor Akhir
RO
Rejimen Obat
BO
Biaya Obat BO1 = 14 Hari BO2 = selama dirawat
NO 1 2 3 4 0 1 2 3 0 1 2 3 4 0 1 0 1 2 3 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 8 9 0 1 2 3 0 1 2 3 4 0 1 0 1 0 1 2 3
KATEGORI Ranap Pre Ranap Post Rajal Pre Rajal Post 20 - 29 tahun 30 - 39 tahun 40 - 49 tahun 50 - 60 tahun PUSAT UTARA TIMUR SALATAN BARAT Laki-Laki Perempuan Tidak menikah Menikah Duda Janda Tidak Sekolah SD SLTP SLTA PT Schizophrenia paranoid Schizophrenia hebephrenik Schizophrenia katatonik Schizophrenia tak terinci Depresi pasca-schizophrenia Schizophrenia residual Schizophrenia simpleks Schizophrenia lainnya Schizophrenia YTT (Yang tidak tergolongkan) < 21 hari 21 - 40 hari 41 – 60 hari > 60 hari Buruk = 1 – 8 Kurang = 9 – 16 Sedang = 17 – 24 Baik = 25 – 32 Baik Sekali = 33 – 40 Belum sembuh = 1 – 24 Sembuh = 25 - 40 ≤ 4 Macam Obat; No.. 1 - 36 > 4 Macam Obat; No. 37 - 57 Kecil = ≤ Rp. 100.00,Sedang = Rp. 100.001 – Rp. 300.000,Cukup = Rp. 300.001 – Rp. 500.000,Besar = > Rp. 500.000,-
66
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Tabel 4.5. Sampel Penelitian
PRE
No
Sampel
PRE
(%)
POST
(%)
TOTAL
(%)
1
RANAP
47
19.11
47
19.11
94
38.2
2
RAJAL
76
30.89
76
30.89
152
61.8
Total
123
50.0
123
50.0
246
100.0
=
Data rekam medik yang diambil sebelum kebijakan INA-DRG melalui penurunan lama dirawat diberlakukan
POST = Data rekam medik yang diambil setelah kebijakan INA-DRG melalui penurunan lama dirawat diberlakukan
67
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Tabel 4.6
Karakteristik pasien schizophrenia yang menerima rejimen psikotropika dari 1 Juni 2008 sampai 25 Oktober 2008 dan 5 Nopember 2008 sampai 30 Maret 2009
KARAKTERISTIK
USIA (U) 20 - 29 TAHUN 30 - 39 TAHUN 40 - 49 TAHUN 50 - 59 TAHUN
DOMISILI JAKARTA PUSAT JAKARTA UTARA JAKARTA TIMUR JAKARTA SELATAN JAKARTA BARAT
JENIS KELAMIN (JK) LAKI-LAKI PEREMPUAN
STATUS (S) TIDAK MENIKAH MENIKAH DUDA JANDA
PENDIDIKAN (P) TDK SKLH SD SLTP SLTA PT
DIAGNOSA (D) F20.0 S. paranoid F20.1 S. hebephrenik F20.3 S. tak terinci F20.4 Depresi pascaF20.5 S residual F20.6 S. simpleks F20.9 S YTT
LAMA DIRAWAT (LD) < 21 HARI 21 – 40 HARI 41 – 60 HARI > 60 HARI
RANAP POST PRE % n % n
RAJAL POST PRE % n % n
17 25 3 2 47
36.17 53.19 6.38 4.26 100
19 24 1 3 47
40.43 51.06 2.13 6.38 100
33 35 7 1 76
43.42 46.05 9.21 1.32 100
28 40 4 4 76
9 7 11 4 16 47
19.15 14.89 23.40 8.51 34.04 100
3 12 8 9 15 47
6.38 25.53 17.02 19.15 31.91 100
14 19 10 6 27 76
18.42 25.00 13.16 7.89 35.53 100
32 15 47
68.09 31.91 100
31 16 47
65.96 34.04 100
46 30 76
36 8 1 2 47
76.60 17.02 2.13 4.26 100
39 5 1 2 47
82.98 10.64 2.13 4.26 100
7 9 26 4 1 47
14.89 19.15 55.32 8.51 2.13 100
10 7 27 0 3 47
35 0 2 1 1 0 8 47
74.47 0.00 4.26 2.13 2.13 0.00 17.02 100
11 22 7 7 47
23.40 46.81 14.89 14.89 100
TOTAL
n
%
36.84 52.63 5.26 5.26 100
97 124 15 10 246
39.43 50.41 6.10 4.07 100
12 13 15 11 25 76
15.79 17.11 19.74 14.47 32.89 100
38 51 44 30 83 246
15.45 20.73 17.89 12.20 33.74 100
60.53 39.47 100
51 25 76
67.11 32.89 100
160 86 246
65.04 34.96 100
62 11 0 3 76
81.58 14.47 0.00 3.95 100
57 14 1 4 76
75 18.42 1.32 5.26 100
194 38 3 11 246
78.86 15.45 1.22 4.47 100
21.28 14.89 57.45 0.00 6.38 100
10 19 43 1 3 76
13.16 25.00 56.58 1.32 3.95 100
10 19 41 3 3 76
13.16 25.00 53.95 3.95 3.95 100
37 54 137 8 10 246
15.04 21.95 55.69 3.25 4.07 100
32 2 1 0 0 0 12 47
68.09 4.26 2.13 0.00 0.00 0.00 25.53 100
57 0 1 0 3 1 14 76
75 0 1.32 0 3.95 1.32 18.42 100
54 1 3 1 1 0 16 76
71.05 1.32 3.95 1.32 1.32 0.00 21.05 100
178 3 7 2 5 1 50 246
72.36 1.22 2.85 0.81 2.03 0.41 20.33 100
14 24 6 3 47
29.79 51.06 12.77 6.38 100
25 46 13 10 94
26.60 48.94 13.83 10.64 100
68
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
lanjutan
Tabel 4.6. (Sambungan)
KARAKTERISTIK
SKOR AWAL (SA) BURUK KURANG SEDANG BAIK BAIK SEKALI
SKOR AKHIR (SAK) BURUK KURANG SEDANG BAIK BAIK SEKALI
OUTCOME TERAPI (OT) BELUM SEMBUH SEMBUH
REJIMEN OBAT GRUP ≤ 4 MACAM OBAT > 4 MACAM OBAT
REJIMEN OBAT 17 53 51 50 18 43 1 9 20 5 BIAYA OBAT (BO) 14 HR KECIL = < 100000 SEDANG = 100001 – 300000 CUKUP = 300001 – 500000 BESAR = > 500000
BO RWT INAP KECIL = < 100000 SEDANG = 100001 – 300000 CUKUP = 300001 – 500000 BESAR = > 500000
RANAP POST PRE % n % n
RAJAL POST PRE % n % n
TOTAL
n
%
0 9 34 4 0 47
0.00 19.15 72.34 8.51 0.00 100
0 12 25 10 0 47
0.00 25.53 53.19 21.28 0.00 100
0 21 59 14 0 94
0.00 22.34 62.77 14.89 0.00 100
0 0 21 24 2 47
0.00 0.00 44.68 51.06 4.26 100
0 0 14 28 5 47
0.00 0.00 29.79 59.57 10.64 100
0 0 35 52 7 94
0.00 0.00 37.23 55.32 7.45 100
21 26 47
44.68 55.32 100
14 33 47
29.79 70.21 100
35 59 94
37.23 62.77 100
24 23 47
51.06 48.94 100
29 18 47
61.70 38.30 100
71 5 76
93.42 6.58 100
68 8 76
89.47 10.53 100
192 54 246
78.05 21.95 100
5 5 4 4 1 1 2 1 0 0
10.64 10.64 8.51 8.51 2.13 2.13 4.26 2.13 0.00 0.00
4 4 1 2 4 4 3 3 0 0
8.51 8.51 2.13 4.26 8.51 8.51 6.38 6.38 0.00 0.00
16 0 0 0 9 3 2 9 9 8
21.05 0.00 0.00 0.00 11.84 3.95 2.63 11.84 11.84 10.53
14 0 0 0 0 2 2 11 5 5
18.42 0.00 0.00 0.00 0.00 2.63 2.63 14.47 6.58 6.58
39 9 5 6 14 10 9 24 14 13
15.85 3.66 2.03 2.44 5.69 4.07 3.66 9.76 5.69 5.28
3 12 27 5 47
6.38 25.53 57.45 10.64 100
6 13 26 2 47
12.77 27.66 55.32 4.26 100
8 43 25 0 76
10.53 56.58 32.89 0.00 100
7 26 38 5 76
9.21 34.21 50.00 6.58 100
24 94 116 12 246
9.76 38.21 47.15 4.88 100
3 3 12 29 47
6.38 6.38 25.53 61.70 100
5 2 13 27 47
10.64 4.26 27.66 57.45 100
8 5 25 56 94
8.51 5.32 26.60 59.57 100
69
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Tabel 4.7. Profil Rejimen Obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat inap KEBIJAKAN
NAMA OBAT
DOSIS
Risperidone 2 mg
2x1
Haloperidol 5 mg
2x1
Triheksifenidyl 2 mg
2x1
Klopromazine 100 mg
1x1
Risperidone 2 mg
2x1
Triheksifenidyl 2 mg
2x1
Klozapine 25 mg
1x1
Haloperidol Inj. 5 mg/ ml
II x 1 (3 hr)
Diazepam Inj. 5 mg/ml
II x 1 (3 hr)
Risperidone 2 mg
2x1
Trifluoperazine 5 mg
2x1
Triheksifenidyl 2 mg
2x1
Klopromazine 100 mg
1x1
Haloperidol Inj. 5 mg/ ml
II x 1 (3 hr)
Diazepam Inj. 5 mg/ml
II x 1 (3 hr)
Risperidone 2 mg
2x1
Haloperidol 5 mg
2x1
Triheksifenidyl 2 mg
2x1
Klopromazine 100 mg
1x1
Haloperidol Inj. 5 mg/ ml
II x 1 (3 hr)
Diazepam Inj. 5 mg/ml
II x 1 (3 hr)
Risperidone 2 mg Haloperidol 5 mg Triheksifenidyl 2 mg Klopromazine 100 mg Risperidone 2 mg Triheksifenidyl 2 mg Klozapine 25 mg Haloperidol Inj. 5 mg/ ml Diazepam Inj. 5 mg/ml Risperidone 2 mg Haloperidol 5 mg Triheksifenidyl 2 mg Klopromazine 100 mg Risperidone 2 mg Haloperidol 5 mg Triheksifenidyl 2 mg Klopromazine 100 mg Setraline 50 mg
2x1 2x1 2x1 1x1 2x1 2x1 1x1 II x 1 (3 hr) II x 1 (3 hr) 2x1 3x1 3x1 1x1 2x1 2x1 2x1 1x1 1x1
NO. RO
17
53
SEBELUM
51
50
17
53 SETELAH
18
43
70
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Tabel 4.8. Profil Rejimen Obat sebelum dan setelah kebijakan di rawat jalan KEBIJAKAN
NO. RO
17
9
SEBELUM
18
20
17
9
NAMA OBAT
DOSIS
Risperidone 2 mg
2x1
Haloperidol 5 mg
2x1
Triheksifenidyl 2 mg
2x1
Klopromazine 100 mg
1x1
Risperidone 2 mg
2x1
Triheksifenidyl 2 mg
2x1
Klozapine 25 mg
1x1
Risperidone 2 mg
2x1
Haloperidol 5 mg
3x1
Triheksifenidyl 2 mg
3x1
Klopromazine 100 mg
1x1
Risperidone 2 mg
2x1
Trifluoperazine 5 mg
2x1
Triheksifenidyl 2 mg
2x1
Klopromazine 100 mg
1x1
Risperidone 2 mg
2x1
Haloperidol 5 mg
2x1
Triheksifenidyl 2 mg
2x1
Klopromazine 100 mg
1x1
Risperidone 2 mg
2x1
Triheksifenidyl 2 mg
2x1
Klozapine 25 mg
1x1
Risperidone 2 mg
2x1
Trifluoperazine 5 mg
2x1
Triheksifenidyl 2 mg
2x1
Klopromazine 100 mg
1x1
Risperidone 2 mg
2x1
Triheksifenidyl 2 mg
2x1
Klopromazine 100 mg
1x1
SETELAH
20
5
71
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Tabel 4.9. Hubungan antara Rejimen Obat dengan Outcome Terapi Outcome Terapi
TOTAL
Rejimen Obat
Sebelum
Setelah
Sig.
SEMBUH
BELUM SEMBUH
Kebijakan
n
%
n
%
n
%
4 macam
15
62.50
9
37.50
24
100
Lebih 4 macam
6
26.09
17
73.91
23
100
21
44.68
26
55.32
47
100
4 macam
9
31.03
20
68.97
29
100
Lebih 4 macam
5
27.78
13
72.22
18
100
14
29.79
33
70.21
47
100
0.027
1.000
Tabel 4.10. Perbedaan varian antara sebelum dan setelah kebijakan di Rawat Inap Variabel
Sig.
Keterangan
Rejimen Obat
0.853
Ho diterima
Lama Dirawat
0.910
Ho diterima
Skor Awal
0.529
Ho diterima
Skor Akhir
0.789
Ho diterima
Biaya Obat 14 Hari
0.443
Ho diterima
Biaya Obat
0.698
Ho diterima
Tabel 4.11. Perbedaan varian antara sebelum dan setelah kebijakan di Rawat Jalan Variabel
Sig.
Keterangan
Rejimen Obat
0.427
Ho diterima
Biaya Obat 14 Hari
0.772
Ho diterima
72
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Tabel 4.12. Hasil Analisis Regresi Logistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi Outcome Terapi di Rawat Inap Sebelum Kebijakan Analisis tahap ke-
Variabel yang diikutsertakan dalam persamaan
1
Usia
Domisili
Jenis Kelamin
Status
Pendidikan
Diagnosis
Lama Dirawat
Skor Awal
Biaya Obat
2
Usia
Domisili
Jenis Kelamin
Status
Pendidikan
Lama Dirawat
Skor Awal
Biaya Obat
3
Usia
Domisili
Jenis Kelamin
Status
Pendidikan
Skor Awal
Biaya Obat
4
Usia Jenis Kelamin
Sig.
0.29 2 0.34 7 0.01 1 0.03 6 0.01 2 0.68 4 0.55 5 0.28 6 0.13 7 0.31 4 0.36 0 0.01 0 0.03 7 0.01 1 0.54 6 0.27 6 0.12 9 0.21 7 0.41 9 0.01 1 0.02 7 0.01 1 0.25 5 0.08 2 0.23 2 0.01
Variabel yang dikeluarkan setelah analisis
Diagnosis
Lama Dirawat
Domisili
Usia
73
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Status
Pendidikan
Skor Awal
Biaya Obat
5
Jenis Kelamin
Status
Pendidikan
Skor Awal
Biaya Obat
6
Jenis Kelamin
Status
Pendidikan
Biaya Obat
0 0.03 5 0.00 9 0.15 5 0.09 2 0.01 2 0.04 8 0.01 0 0.15 4 0.12 2 0.00 7 0.04 7 0.00 5 0.10 1
Skor Awal
Tabel 4.13. Hasil Analisis Regresi Logistik untuk faktor-faktor yang mempengaruhi Outcome Terapi di Rawat Inap Setelah Kebijakan Analisis tahap ke-
1
2
Variabel yang diikutsertakan dalam persamaan Usia Domisili Jenis Kelamin Status Pendidikan Diagnosis Lama Dirawat Skor Awal Biaya Obat Usia Domisili Jenis Kelamin Status Pendidikan
Sig.
0.446 0.476 0.466 0.109 0.483 0.187 0.638 0.050 0.962 0.436 0.450 0.455 0.109 0.459
Variabel yang dikeluarkan setelah analisis Biaya Obat
Pendidikan
74
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.
Diagnosis Lama Dirawat
3
4
5
6
7
8
9
0.185 0.376 0.0.2 1 0.319 0.348 0.490 0.126 0.207 0.389 0.025 0.362 0.459 0.154 0.241 0.260 0.027 0.487 0.205 0.285 0.179 0.022 0.263 0.304 0.184 0.010 0.385 0.150 0.011 0.159 0.011 0.014
Skor Awal Usia Domisili Jenis Kelamin Status Diagnosis Lama Dirawat Skor Awal Usia Domisili Status Diagnosis Lama Dirawat Skor Awal Usia Status Diagnosis Lama Dirawat Skor Awal Status Diagnosis Lama Dirawat Skor Awal Status Lama Dirawat Skor Awal Lama Dirawat Skor Awal Skor Awal
Jenis Kelamin
Domisili
Usia
Diagnosis
Status
Lama Dirawat
75
Evaluasi rejimen..., Magdalena Niken Oktovina, FMIPA UI, 2009.