UNIVERSITAS INDONESIA
RANCANGAN INTERVENSI SUPPORT GROUP DALAM PENYESUAIAN PASCA-PERCERAIAN PADA PEREMPUAN MADURA
Support Group Intervention Design in Adjustment to Divorce to the Maduranese Women
TESIS
YAN ARIYANI 0806437866
FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI DEPOK AGUSTUS 2012
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
RANCANGAN INTERVENSI SUPPORT GROUP DALAM PENYESUAIAN PASCA-PERCERAIAN PADA PEREMPUAN MADURA
Support Group Intervention Design in Adjustment to Divorce to the Maduranese Women
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi
YAN ARIYANI 0806437866
FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI KEKHUSUSAN KLINIS DEWASA DEPOK AGUSTUS 2012 ii
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh: Nama : NPM : Program Studi : Judul Tesis :
Yan Ariyani 0806437866 Magister Profesi Psikologi Kekhususan Klinis Dewasa Rancangan Intervensi Support Group dalam Penyesuaian Pasca-Perceraian pada Perempuan Madura
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi pada Program Studi Magister Profesi Psikologi Kekhususan Klinis Dewasa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Dra. Sugiarti, M.Kes NIP. 19671223 199303 2 001
__________________
Pembimbing II
: Dra. Yudiana Ratna Sari, M.Si. NIP. 19670919 199403 2 003
__________________
Penguji
: Dra. Ina Saraswati, M.Si. NIP. 19581219 199203 2 002
__________________
Nathanael Sumampouw, M.Psi. NIP. 0808050301
__________________
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 8 Agustus 2012 Ketua Program Pascasarjana,
Dekan Fakultas Psikologi UI,
Dra. Dharmayati Utoyo Lubis, M.A., Ph.D. NIP. 19510327 197603 2 001
Dr. Wilman Dahlan Mansoer, M.Org.Psy. NIP. 19490403 197603 1 002
iii
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Yan Ariyani NPM : 0806437866 Program Studi : Magister Profesi Psikologi Kekhususan Klinis Dewasa Judul Tesis : Rancangan Intervensi Support Group dalam Penyesuaian Pasca-Perceraian pada Perempuan Madura Menyatakan bahwa Tesis ini adalah hasil karya sendiri. Apabila saya mengutip dari karya orang lain, maka saya akan mencantumkan sumbernya sesuai ketentuan yang berlaku. Saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, apabila terbukti melakukan tindakan plagiat. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Depok, 1 Agustus 2012
Yan Ariyani NPM. 0806437866
iv
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS (Hasil Karya Perorangan)
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis Karya
: : : : :
Yan Ariyani 0806437866 Magister Profesi Psikologi Kekhususan Klinis Dewasa Psikologi Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Rancangan Intervensi Support Group dalam Penyesuaian Pasca-Perceraian pada Perempuan Madura” beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, mendistribusikan, dan menampilkan/mempubikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah ini menjadi tanggung jawab saya pribadi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 1 Agustus 2012 Yang menyatakan,
Yan Ariyani NPM. 0806437866 v
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya atas kemurahan hati-Nya lah peneliti dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka akan sulit untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan banyak terima kasih kepada: 1.
Mbak Dra. Sugiarti, M.Kes. dan Mbak Dra. Yudiana Ratnasari, M.Si. sebagai pembimbing tesis yang banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, kritik, dan dukungan semangat kepada peneliti.
2.
Ibu Dra. Siti Dharmayati Bambang Utoyo, M.A., Ph.D., Ibu Dra. Tjut Rifameutia Umar Ali, M.A., dan Ibu Dra. Erniza Miranda Madjid, M.Si. atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk menyelesaikan tesis ini.
3.
Penguji Tesis (Ibu Dra. Ina Saraswati, M.Si. dan Mas Nathanael Sumampouw, M.Psi.), Pembimbing Laporan (khususnya Mas Drs. Budi Hartono, M.Si. dan Ibu Dra. Erida Rusli, M.Si.) dan seluruh dosen di Magister Profesi Psikolog Kekhususan Klinis Dewasa yang telah mentransfer ilmunya kepada peneliti. Juga Mbak Fitri, Mbak Minah dan Mas Somad yang membantu tugas administrasi.
4.
Kepada kedua belas orang subyek penelitian, yaitu RN, RH, H, N, Y, D, T, J, K, S, A, dan I yang telah menyediakan waktu untuk diwawancara oleh peneliti dan mengikuti FGD.
5.
Orang tua, Drs. H. Moh. Arifin (Alm.) dan Hj. Muhani, S.Pd. (Alm) yang telah mendidik dan menyayangi peneliti dan kakak-adik (Yayak, Ita, dan Dhini) sehingga menjadi seperti sekarang. Teriring doa dan rindu kami, semoga papa dan mama bahagia di sisi Allah SWT dan senantiasa mendoakan kami anak-anaknya dari ‘sana’.
6.
Suami, M. Tojjib, SS. yang telah menjadi bagian dari kehidupan baru peneliti. Semoga ketulusan, kepercayaan, dan saling dukung itu selalu menjadi dasar pijakan kita menuju keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
7.
Teman-teman S2 Klinis Dewasa yang selalu membantu dan mendukung penyelesaian kuliah dan tugas-tugas (Alm. Ade, Nadmar, Mas Cahyo, Mbak
vi
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
Dyah, Melvi, Maya, Simuk, Alda, dan semuanya). Terima kasih atas kebersamaan yang indah selama ini. 8.
Teman seperjuangan: Icut, Echa, dan Gia yang saling mengingatkan di saat ‘jatuh’.
9.
Civitas akademika Universitas Trunojoyo Madura.
10. Keluarga besar Pondok Destina, Ibu kos, Tante Ita, Mas Sano, Mbak Vina, Mbak Dewi, Danar, Saumi, dan Ana atas suka duka yang kita lalui bersama. 11. Sahabat: Kak Ali, Ulfa Mahmudah, Ade Puspita, Mbak Devi, Mbak Dinara, Mbak Mut, Mas Bangun, Mbak Ekna, dan Yoyonk atas perhatian dan kesediaannya menjadi pendengar yang baik.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga untuk pihak-pihak lain yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu atas kontribusinya, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penelitian ini. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu peneliti menanti saran dan kritik yang membangun melalui
[email protected].
Depok, Agustus 2012 Yan Ariyani
vii
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Yan Ariyani : Magister Profesi Psikologi Kekhususan Klinis Dewasa : Rancangan Intervensi Support Group dalam Penyesuaian Pasca-Perceraian pada Perempuan Madura
Perempuan Madura yang bercerai menghadapi tekanan psikologis yang lebih berat karena adanya konsepsi budaya yang membuat mantan suami merasa masih turut andil dalam kehidupan mantan istrinya. Belum lagi penyesuaian terhadap perceraian itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab perceraian pada perempuan Madura, permasalahan yang dihadapi, dan bentuk penyesuaian yang selama ini mereka hadapi, serta membuat rancangan program support group yang tepat agar perempuan Madura bisa menghadapi kehidupan pasca-perceraian dengan lebih baik. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif terhadap 12 responden, yaitu 2 responden melalui wawancara mendalam dan 10 responden melalui FGD. Hasilnya, faktor penyebab perceraian disebabkan karena kurangnya komunikasi, suami yang tidak peduli terhadap anak, kepribadian suami yang kurang matang, ekonomi sulit, adanya pihak ketiga, dan adanya faktor magis. Masalah yang dihadapi adalah menjalani proses hukum, emosi diri, pemenuhan kebutuhan ekonomi, perebutan hak asuh, peran orang tua tunggal, menghadapi pandangan orang lain, jatuhnya harga diri, penerimaan terhadap perceraian dan status janda, kesulitan memulai hubungan baru dan masalah keterlibatan mantan suami. Upaya penyesuaian dilakukan sesuai dengan permasalahan dan belum efektif bagi sebagian responden, terutama yang belum menikah kembali. Dengan demikian permasalahan psikologis yang dihadapi para responden dalam penyesuaian pasca-perceraian, yaitu: withdrawal; tekanan psikologis dalam menghadapi keterlibatan bahkan ancaman dari mantan suami, tidak memiliki otonomi/ kebebasan yang seharusnya, perasaan sedih, kehilangan, marah, kesal, benci, sakit hati, ketidakberdayaan/ keterpurukan, bahkan putus asa; tidak percaya diri dan turunnya harga diri; kompleksitas permasalahan menjadi orang tua tunggal; pendampingan terhadap anak; pikiran dan dorongan untuk dendam, serta penerimaan akan status janda. Rancangan program support group difokuskan pada aspek permasalahan dalam penyesuaian terkait keterlibatan mantan suaminya dan peran sebagai orang tua tunggal. Terdiri dari lima sesi, yaitu: 1. Pembentukan Support Group, 2. Psikoedukasi tentang perceraian dan penyesuaian pasca-perceraian, 3. Mengenal dan Menghadapi mantan suami, 4. Menjadi orang tua tunggal, 5. Menjadi pendamping anak yang bermasalah dengan perceraian orang tua.
Kata kunci: Support Group, Penyesuaian, Pasca-Perceraian, Perempuan, Madura, Rancangan Intervensi
viii
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
ABSTRACT Name Study Program Title
: Yan Ariyani : Master in Adult Clinical Psychology : Support Group Intervention Design in Adjustment to Divorce to Maduranese Woman
Madura Woman who is divorced will face a harder psychological pressure because there is still a cultural conception that makes an ex-husband is yet to take a part in his ex-wife’s living. Excluding, the adaptation to that divorce itself. The objective of this research is to discover the cause of the divorce of Madura woman, the problem that is taken, the form of adapting that they has taken so far, and also making a program design of support group precisely so that Madura woman can live their post-divorce lives better. This research was conducted qualitatively with 12 respondents, which is that, by thoroughly deepth interview with 2 respondents, and by FGD with the rest of them. The result, the factors that is causing the divorce is the lack of communication, husband abandoning the children, the immature personality of husband, poverty, cheating, and magical factors. The problem that must be taken are; undertaking law procedures, self emotion, fulfilling the needs, retrieving the right of custody, the role of single parent, receiving people adjustment, indignity, accepting the fact of divorce and having the status of being widow, the difficulties of making a new relationship, and the problem of ex-husband interfere. The effort of adapting was conducted due to the problems and it was not effective yet to some respondents, especially those who were not re-married. Therefore, it must be designed a program that must be focused on one of aspects of problems in adapting, which is involving her ex-husband. Program of Support Group which was designed consists of 5 sections, they are; 1. The form of Support Group2. Psycho-education on divorce and Post-divorce adaptation, 3. Behaving toward ex-husband, 4. Being a single parent, and 5. A companion children with problems of his parents' divorce. Kata kunci: Support Group, Adjusment to Divorce, Madura, Woman, Intervention Design
ix
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................................... UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ ABSTRAK ..................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB I 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
i iii iv v vi viii x xii xv
PENDAHULUAN .......................................................................... Latar Belakang................................................................................. Permasalahan Penelitian .................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................. Manfaat Penelitian ........................................................................... Sistematika Penulisan ......................................................................
1 1 8 8 8 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Perceraian ...................................................................................... 2.1.1 Definisi Perceraian .............................................................. 2.1.2 Penyebab Perceraian ........................................................... 2.1.3 Penyesuaian terhadap Perceraian ......................................... 2.1.4 Penyesuaian yang Positif terhadap Perceraian..................... 2.2 Gambaran Budaya Madura terkait Pernikahan dan Perceraian ....... 2.3 Support Group ................................................................................. 2.3.1 Karakteristik Support Group .............................................. 2.3.2 Langkah-langkah Pembentukan Support Group .................
10 10 10 10 11 13 14 17 18 20
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 3.1 Metode Penelitian ............................................................................ 3.2 Subjek Penelitian ............................................................................. 3.2.1 Prosedur Penentuan Subjek Penelitian ................................ 3.2.2 Kriteria Subjek Penelitian .................................................... 3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 3.3.1 Wawancara mendalam dengan pedoman umum wawancara 3.3.2 Focus Group Discussion (FGD) .......................................... 3.4 Metode Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 3.4.1 Tahap Persiapan ................................................................... 3.4.2 Tahap Pelaksanaan ............................................................... 3.5 Metode Pencatatan Penelitian.......................................................... 3.6 Analisis Data ................................................................................... 3.7 Menyusun Rancangan Intervensi ....................................................
23 23 23 23 24 24 24 25 26 26 27 28 28 29
x
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA ................................. 30 4.1 Subjek 1 ........................................................................................... 30 4.1.1 Data Pribadi ......................................................................... 30 4.1.2 Genogram ............................................................................ 30 4.1.3 Observasi Umum ................................................................. 31 4.1.4 Anamnesa ............................................................................ 31 4.2 Subjek 2 ........................................................................................... 36 4.2.1 Data Pribadi ......................................................................... 36 4.2.2 Genogram ............................................................................ 37 4.2.3 Observasi Umum ................................................................. 37 4.2.4 Anamnesa ............................................................................ 38 4.3 Asesmen Berdasarkan Wawancara Mendalam................................ 44 4.4 Asesmen Hasil FGD ........................................................................ 64 4.4.1 Asesmen Hasil FGD terhadap Perempuan yang Bercerai dan Belum Menikah Kembali ..................................................... 64 4.4.2 Asesmen Hasil FGD terhadap Perempuan yang Bercerai dan Sudah Menikah Kembali ..................................................... 87 4.5 Kesimpulan Hasil Asesmen berdasarkan Wawancara dan FGD ..... 115 4.6 Kesimpulan Permasalahan Psikologis berdasarkan Wawancara dan FGD ................................................................................................. 118 BAB V
RANCANGAN INTERVENSI .....................................................
120
BAB VI KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN .................................. 6.1 Kesimpulan Hasil Penelitian ........................................................... 6.1.1 Faktor Penyebab Perceraian ................................................ 6.1.2 Masalah-masalah yang Dihadapi Pasca-Perceraian ............. 6.1.3 Bentuk-bentuk Penyesuaian yang Mereka Lakukan terhadap Permasalahan Pasca-Perceraian ........................................... 6.1.4 Bentuk Rancangan Support Group ...................................... 6.2 Diskusi ............................................................................................. 6.2.1 Diskusi Hasil Penelitian ....................................................... 6.2.2 Keterbatasan Penelitian ....................................................... 6.3 Saran ................................................................................................ 6.3.1 Saran Metodologis ............................................................... 6.3.2 Saran Praktis ........................................................................
131 134 134 134 137 138 138 139
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
140
xi
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
130 130 130 130
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18 Tabel 4.19 Tabel 4.20 Tabel 4.21 Tabel 4.22 Tabel 4.23 Tabel 4.24 Tabel 4.25 Tabel 4.26 Tabel 4.27 Tabel 4.28 Tabel 4.29 Tabel 4.30 Tabel 4.31 Tabel 4.32 Tabel 4.33 Tabel 4.34 Tabel 4.35 Tabel 4.36 Tabel 4.37 Tabel 4.38 Tabel 4.39 Tabel 4.40
Angka Perceraian di Kabupaten Bangkalan ............................... Tahap Penyesuaian Perceraian.................................................... Penyesuaian Positif terhadap Perceraian .................................... Jadwal Pelaksanaan Pengambilan Data ...................................... Faktor Penyebab Perceraian........................................................ Emosi yang Muncul .................................................................... Ekspresi Emosi ........................................................................... Upaya Mengatasi atau Mengurangi Reaksi Emosi ..................... Perlu Tidaknya Bercerai Secara Hukum ..................................... Kesulitan dalam Urusan Legal .................................................... Upaya Mengatasi Kesulitan Urusan Legal ................................. Yang Memenuhi Kebutuhan Ekonomi setelah Perceraian ......... Upaya Memenuhi Kebutuhan Ekonomi ..................................... Kesulitan Ekonomi ..................................................................... Hak Asuh atas Anak ................................................................... Pembagian Peran Baru (Ayah – Ibu) – Anak ............................. Menjadi Orang Tua Tunggal ...................................................... Pendampingan terhadap Anak ................................................... Pandangan atau Reaksi Orang di Sekitar .................................... Yang Berperan Memberi Dukungan .......................................... Bentuk Dukungan ...................................................................... Sikap terhadap Perceraian .......................................................... Harga Diri setelah Bercerai ........................................................ Penerimaan akan Perceraian ...................................................... Menyandang Status Janda ........................................................... Hubungan Baru dengan Lawan Jenis.......................................... Faktor yang Mendukung Penyesuaian ....................................... Faktor yang Menghambat Penyesuaian ..................................... Keterpurukan dan Momen Kebangkitan ..................................... Harapan ...................................................................................... Faktor Penyebab Perceraian ....................................................... Emosi yang Muncul ................................................................... Ekspresi Emosi .......................................................................... Upaya Mengatasi atau Mengurangi Reaksi Emosi ..................... Perlu Tidaknya Bercerai Secara Hukum ..................................... Kesulitan dalam Urusan Legal ................................................... Upaya Mengatasi Kesulitan Urusan Legal ................................ Yang Memenuhi Kebutuhan Ekonomi setelah Perceraian ........ Upaya Memenuhi Kebutuhan Ekonomi ..................................... Kesulitan Ekonomi ..................................................................... Hak Asuh atas Anak .................................................................. Pembagian Peran Baru (Ayah – Ibu) – Anak ............................. Menjadi Orang Tua Tunggal ...................................................... Pendampingan terhadap Anak ................................................... xii
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
4 12 13 28 44 47 48 48 49 50 50 51 51 52 53 53 53 51 56 56 56 57 58 58 59 59 60 61 62 63 69 71 72 72 73 73 74 75 75 76 77 77 78 78
Tabel 4.41 Tabel 4.42 Tabel 4.43 Tabel 4.44 Tabel 4.45 Tabel 4.46 Tabel 4.47 Tabel 4.48 Tabel 4.49 Tabel 4.50 Tabel 4.51 Tabel 4.52 Tabel 4.53 Tabel 4.54 Tabel 4.55 Tabel 4.66 Tabel 4.57 Tabel 4.58 Tabel 4.59 Tabel 4.60 Tabel 4.61 Tabel 4.62 Tabel 4.63 Tabel 4.64 Tabel 4.65 Tabel 4.66 Tabel 4.67 Tabel 4.68 Tabel 4.69 Tabel 4.70 Tabel 4.71 Tabel 4.72 Tabel 4.73
Pandangan atau Reaksi Orang di Sekitar ................................... Yang Berperan Memberi Dukungan .......................................... Bentuk Dukungan ...................................................................... Sikap terhadap Perceraian .......................................................... Harga Diri setelah Bercerai ........................................................ Penerimaan akan Perceraian ...................................................... Menyandang Status Janda .......................................................... Hubungan Baru dengan Lawan Jenis ......................................... Faktor yang Mendukung Penyesuaian ....................................... Faktor yang Menghambat Penyesuaian ..................................... Faktor Penyebab Perceraian ....................................................... Emosi yang Muncul ................................................................... Ekspresi Emosi .......................................................................... Upaya Mengatasi atau Mengurangi Reaksi Emosi ..................... Perlu Tidaknya Bercerai Secara Hukum .................................... Kesulitan dalam Urusan Legal ................................................... Upaya Mengatasi Kesulitan Urusan Legal ................................. Yang Memenuhi Kebutuhan Ekonomi setelah Perceraian ........ Upaya Memenuhi Kebutuhan Ekonomi ..................................... Kesulitan Ekonomi ..................................................................... Hak Asuh atas Anak .................................................................. Pembagian Peran Baru (Ayah – Ibu) – Anak ............................. Kehadiran dan Peran Ayah/Ibu Tiri ........................................... Pendampingan terhadap Anak ................................................... Pandangan atau Reaksi Orang di Sekitar .................................... Yang Berperan Memberi Dukungan .......................................... Bentuk Dukungan ...................................................................... Sikap terhadap Perceraian .......................................................... Harga Diri setelah Bercerai ........................................................ Penerimaan akan Perceraian ....................................................... Hubungan Baru dengan Suami Sekarang ................................... Faktor yang Mendukung Penyesuaian ........................................ Faktor yang Menghambat Penyesuaian ......................................
xiii
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
79 80 80 81 81 82 82 83 84 85 91 95 97 98 99 100 100 101 102 103 103 104 105 106 108 109 109 110 111 111 112 113 115
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Umum Wawancara Mendalam ................................... Lampiran 2 Pedoman untuk Focus Group Discussion (FGD) .......................
xiv
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
1 3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Julaikah (Radar Madura, Jawa Pos Group, 5 September 2011) baru-baru
ini memberitakan peristiwa pembunuhan yang menimpa pasangan suami istri (Pasutri) di Desa Batah Barat, Kecamatan Kwanyar pada 4 September 2011. “…Saat tidur lelap sesudah azan subuh, Slamet, 30, dan istrinya Maya, 25, dibacok dua orang. Akibatnya Slamet meninggal dunia dan Maya harus menjalani perawatan di RS dr Soetomo Surabaya. Ketika azan subuh berkumandang, dia mengaku masih tidur dengan suaminya. Tiba-tiba ada dua orang pria masuk ke dalam kamar dan langsung membacok suaminya yang berada di samping kirinya. Melihat suaminya tak berdaya, Maya mengaku mencoba memeluk pria yang menikahinya setahun yang lalu. Tetapi Maya justru ikut kena bacok oleh kedua pelaku tersebut. Maya juga mengaku mengenali salah satu pelaku tersebut. Pria itu tak lain adalah mantan suaminya yang memang sudah mengancam akan membunuh Slamet”.
Kasus Maya ini menunjukkan bahwa posisi mantan istri di masyarakat Madura, belum bisa bebas sepenuhnya meski sudah bercerai. Mantan suami terkadang masih berusaha melibatkan diri dalam kehidupan mantan istrinya, sehingga mantan istri mengalami tekanan, baik secara psikologis maupun tekanan sosial budaya dalam menghadapi masa-masa pasca perceraian. Melepaskan diri dari tekanan-tekanan tersebut menjadi kendala tersendiri bagi perempuan Madura. Menurut Wiyata (2006), kejadian seperti yang dihadapi Maya tidak terlepas
dari
adanya
konsepsi
di
masyarakat
Madura
bahwa
untuk
mempertahankan harga diri, laki-laki Madura lebih memilih melakukan carok, yaitu suatu tindakan atau upaya pembunuhan menggunakan senjata tajam – pada umumnya celurit – yang dilakukan oleh orang laki-laki terhadap laki-laki lain yang dianggap telah melakukan pelecehan terhadap harga diri, terutama berkaitan dengan masalah kehormatan istri sehingga membuat malo (terhina). Hasil dari penelitian Wiyata (2006), perempuan Madura dipandang sebagai sosok yang dihargai dan harus dilindungi karena berkaitan dengan kehormatan dan martabat keluarga. Hal itu terbukti dari banyaknya kasus carok yang terjadi di Madura bermotif gangguan terhadap istri sebesar 60,4%, kemudian karena salah paham (16,9%), dan sisanya berkaitan masalah tanah atau warisan, utang piutang, serta masalah lain di luar itu.
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
2
Dengan alasan menjaga kehormatan itu pula, setelah perceraian pun mantan suami masih intervensi pada kehidupan mantan istrinya. Tidak sedikit di antara mereka masih merasa punya andil ketika mantan istrinya memilih calon suami baru. Terkadang mereka menyuruh seseorang untuk membuntuti dan mengamati gerak-gerik mantan istrinya, terutama dalam hal berhubungan dengan laki-laki lain. Jika istri memiliki kedekatan atau menjalin kasih dengan orang lain, maka mantan suami tidak segan-segan mendekati bahkan menantang orang tersebut (Rozaki, 2004). Upaya mantan suami untuk tetap terlibat dalam kehidupan mantan istrinya bisa dialami oleh berbagai kalangan di masyarakat Madura, mulai dari rakyat biasa, kiai hingga blater, dua sosok pemimpin infromal di masyarakat Madura. Kiai adalah guru yang mendidik dan mengajarkan pengetahuan agama yang memberikan tuntunan dan pedoman dalam menjalani kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan orang blater adalah orang yang memiliki kepandaian dalam hal olah kanuragan, terkadang disertai pula degan ilmu kekebalan dan kemampuan magis yang menambah daya karismatis lainnya. Blater bagi warga Madura diapresiasi dalam dua peran berbeda. Di satu sisi, blater dicitrakan sebagai sosok yang memberikan perlindungan secara fisik terhadap masyarakat, dipersepsikan memiliki perangai yang halus, sopan, dan menghargai orang lain. Di sisi yang lain adalah blater tidak menjalankan fungsi sosial seperti di atas, yang biasa disebut sebagai bajingan (Rozaki, 2004). Jadi, blater adalah seorang pelindung dan bajingan sekaligus dalam satu sosok. Hasil penelitian Rozaki, di kalangan kiai, selain adanya praktek poligami, ada hal unik lainnya, yaitu bila kiai menceraikan istrinya, tidak ada satu pun dari anggota masyarakat yang berani untuk mengawininya, kecuali mereka yang tingkat atau status kekiaiannya lebih tinggi dari kiai yang menceraikannnya. Anehnya, baik kiai tersebut maupun warga masyarakat, seolah tidak rela kalau ada orang yang berani mengawini perempuan (janda) mantan kiai. Alasan mengapa kiai dan juga para santrinya tidak senang pada lelaki yang akan mengawini janda kiai adalah karena mereka merasa khawatir rahasia, terutama kelemahan yang dimiliki kiai yang sudah diketahui oleh bekas istri tersebut bocor atau diketahui oleh suami barunya. Guna menutupi kemungkinan terbongkarnya aib itu, si janda
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
3 tadi terus “dijaga” kesendiriannya. Alasan lainnya adalah karena kiai itu figur yang sangat yang sangat dihormati oleh masyarakat. Sebagai bentuk penghormatan atas diri sang kiai tentunya sangat tidak pantas mengambil sesuatu yang pernah menjadi miliknya, kecuali telah memperoleh restu darinya. Sementara di kalangan blater, poligami menunjukkan kejagoannya, semakin banyak istri yang dimiliki oleh seorang blater menunjukkan kemampuan dirinya, dalam memberikan perlindungan secara materi maupun non materi. Mereka juga tidak ingin bekas istrinya dikawini oleh orang lain. Bahkan kalau ada orang yang berani mendekati saja, biasanya si lelaki itu akan mendapat ancaman carok. Hanya lelaki yang berani dan tangguh yang mampu melakukannya, dan melepaskan diri dari teror sang mantan suami itu. Ada dua cara bagi mereka untuk dapat mengawini mantan istri blater. Pertama, memperoleh izin dari mantan sang suami yang blater tersebut. Kedua, mereka yang memiliki keberanian dan kapasitas keblateran atau kejagoannya dapat menandingi atau mengimbangi mantan suami sebelumnya. Sedangkan di kalangan masyarakat biasa, salah satu hasil penelitian Bousma (1989) mengisahkan tentang pembunuhan yang dilakukan Sura terhadap Hassan. Hassan, ketua hansip Desa Beru, sejak beberapa lama mempunyai hubungan dengan seorang perempuan yang sudah dijatuhi talak oleh suaminya, tetapi belum resmi diceraikan. Setelah beberapa waktu dia hamil. Sura, bekas suaminya merasa sangat terhina. Dalam sebuah remoh yang dihadiri oleh keduanya, Sura mencoba menantang Hassan untuk carok. Akan tetapi Hassan waspada dan membawa pistol. Hassan dan teman-temannya tidak memberikan kesempatan kepada Sura untuk mendekati dia. Tetapi beberapa hari kemudian, ketika Hassan pergi ke pasar sendirian, dia dicegat oleh Sura dan teman-temannya dan dicincang dengan pisau. Alasan carok ini ialah kenyataan bahwa Sura merasa sangat terhina oleh hubungan yang dilakukan oleh Hassan dengan bekas istrinya. Selama seorang istri belum dicerai secara resmi oleh suaminya, hubungan antara dengan laki-laki lain dianggap sebagai perbuatan zina. Sura yang menganggap kehormatan dirinya digerogoti, harus mempertahankan martabatnya dan berusaha untuk menantang lawannya dalam sebuah remo (sebuah tradisi penyelenggaraan pertemuan
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
4
antarpara jago dan blater). Tetapi usaha untuk menghabisi lawannya di muka umum itu tidak berhasil. Beberapa hari kemudian dia berhasil membunuh Hassan dan dengan itu dia merasa telah mempertahankan kehormatan diri dan martabatnya sebagai lelaki: “Lebih baik putih mata daripada putih tulang”. Kasus perceraian di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, hingga sekarang masih tinggi. Dalam sehari, empat orang wanita resmi menjanda. Dari data Pengadilan Agama Bangkalan yang dirilis Radar Madura (Jawa Pos Group, 12 Februari 2009) mencatat 105 perkara sudah didaftarkan pada bulan Januari 2009. Lima perkara diantaranya merupakan isbat nikah, dan sisanya 100 perkara cerai gugat dan cerai talak. Bahkan sampai 11 Februari 2009, perkara yang masuk bertambah sebanyak 46 perkara. Angka ini cukup signifikan jika dibandingkan dengan data tahun sebelumnya, yaitu pada Januari 2008 yang tercatat hanya 80 perkara dalam satu bulan. Sebagai perbandingan, data bulan Januari 2010, angka tersebut meningkat lagi hingga 133 perkara dalam satu bulan. Tabel 1.1 Angka Perceraian di Kabupaten Bangkalan 2009 CERAI CERAI DITERIMA DITERIMA TALAK GUGAT JANUARI 105 38 24 133 FEBRUARI 87 42 32 79 MARET 78 50 29 95 APRIL 69 26 38 94 MEI 100 44 26 70 JUNI 92 46 31 100 JULI 75 29 26 78 AGUSTUS 89 32 28 74 SEPTEMBER 52 22 18 89 OKTOBER 113 37 26 130 NOVEMBER 89 43 24 111 DESEMBER 76 37 26 113 JUMLAH 1025 446 328 1166 Sumber: Data Pengadilan Agama Kabupaten Bangkalan (2011) BULAN
2010 CERAI TALAK 32 44 44 38 41 31 35 35 24 30 39 34 427
CERAI GUGAT 28 41 34 37 36 32 35 25 24 34 40 36 402
Masyarakat Bangkalan yang merupakan bagian masyarakat Madura yang dikenal dengan penganut agama Islam yang kuat, ternyata tingkat perceraiannya cukup tinggi. Bagi masyarakat Bangkalan atau pada umumnya orang Madura yang menjunjung tinggi Islam sebagai agama mereka, pilihan untuk bercerai itu Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
5
merupakan pilihan terakhir daripada membawa kemudharatan (keburukan) yang lebih parah lagi. Pilihan ini juga pilihan sulit, mengingat perceraian sering diindikasikan sebagai ketidakberhasilan keluarga, terutama suami dalam membina rumah tangganya. Akibatnya, suami akan merasa malu dan terhina dijadikan bahan gunjingan orang di sekitarnya. Meski pilihan terakhir, tetap masih banyak orang Madura yang memilih bercerai. Pasca perceraian, selain menghadapi tekanan psikologis, sosial, dan budaya, perempuan Madura menghadapi tekanan-tekanan yang lain, karena hidup tetap harus terus berlanjut. Sebagai perempuan yang bercerai, ia harus melakukan banyak
penyesuaian
terkait
status
barunya
tersebut.
Goode
(1991)
mengidentifikasi beberapa perubahan yang akan terjadi dan memerlukan penyesuaian kembali ketika seseorang mengalami perceraian, yaitu (1) penghentian kepuasan seksual, (2) hilangnya persahabatan, kasih sayang atau rasa aman, (3) hilangnya model peran dewasa untuk diikuti oleh anak-anak, (4) penambahan dalam beban rumah tangga bagi pasangan yang ditinggalkan, terutama dalam menangani anak-anak, (5) penambahan dalam persoalan ekonomi, (6) pembagian kembali tugas-tugas rumah tangga dan tanggung jawabnya. Papalia, Stern, Feldman, & Camp (2007) juga memaparkan beberapa penyesuaian yang harus dilakukan oleh seseorang yang mengalami perceraian, diantaranya adalah penyesuaian bahwa ia tidak lagi menjadi istri seseorang, perselisihan dengan mantan suami, kesulitan ekonomi, tidak adanya dukungan emosional, dan juga harus keluar dari rumahnya. Selain itu, perceraian dapat memunculkan perasaan gagal, bersalah, permusuhan, terus menyalahkan diri sendiri, serta mengakibatkan depresi, sakit, dan bahkan kematian. Perceraian juga memberikan dampak yang lebih berkepanjangan terutama pada orang-orang yang tidak mempunyai inisiatif untuk bercerai atau yang tidak menikah kembali. Perempuan juga dinilai mengalami dampak lebih berat dibandingkan laki-laki, baik secara psikis maupun materi. Jika pada umumnya perempuan yang bercerai menghadapi permasalahanpermasalahan seperti yang disampaikan Goode (1991) dan Papalia, Stern, Feldman, & Camp (2007), lain halnya dengan perempuan Madura yang juga harus menyesuai diri dengan konsepsi budaya yang telah terbentuk. Mereka harus
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
6
menghadapi persoalan terkait keterlibatan mantan suaminya pasca-perceraian mereka. Sementara ini, penyesuaian yang selama ini dilakukan oleh perempuan Madura cenderung ke arah upaya mengatasi kebutuhan secara ekonomi, seperti bekerja untuk kebutuhan rumah tangga yang harus ia tanggung sendiri dan juga menjadi orangtua tunggal yang baik untuk anaknya. Sedangkan jika berkaitan dengan pengaruh mantan suaminya, mereka justru cenderung pasif dan tidak berbuat banyak. Salah satu contoh kepasifan itu seperti yang disampaikan Rozaki (2004), perempuan yang diceraikan oleh sang kiai umumnya menjadi janda selamanya, kecuali perempuan itu keluar dari Madura, dan tidak pulang lagi dalam waktu yang cukup lama. Pilihan lainnya adalah menahan diri untuk tidak menjalin hubungan dengan laki-laki lain sampai dengan mantan suami menikah terlebih dahulu dengan wanita lainnya. Hal ini berdasarkan pengamatan penulis selama ini bahwa mantan suami yang telah menikah kembali akan mengurangi keterlibatannya dalam kehidupan mantan istrinya, sehingga peluang untuk menjalin hubungan baru dengan lawan jenis akan lebih mudah. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa penting untuk mengetahui gambaran penyesuaian pasca-perceraian pada perempuan Madura karena sejauh ini belum ada studi yang mengangkat tema tersebut. Penyesuaian yang tepat dalam menghadapi perceraian sangat diperlukan oleh seseorang yang mengalami perceraian demi bangkit dari keterpurukan berkepanjangan. Hal ini dikarenakan meskipun rata-rata anak-anak dan orang dewasa yang bercerai dan menikah kembali mungkin menghadapi tekanan lebih jauh dan menunjukkan lebih banyak masalah dalam hubungan keluarga dan penyesuaian pribadi daripada keluarga yang tidak bercerai, namun mereka harus tangguh dan mampu mengatasi situasi kehidupan baru mereka (Hetherington, 2003). Hasil penelitian ini nantinya akan digunakan untuk membuat rancangan Support Group yang tepat bagi mereka sehingga mereka bisa melanjutkan kehidupan mereka dengan lebih baik. Support Group merupakan jenis terapi psikologis yang dilakukan dengan sekelompok orang, bukan sesi perorangan yang memiliki persamaan permasalahan untuk mengatasi permasalahannya secara
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
7
bersama-sama dengan cara memberikan dukungan emosional dan informasi (Kurtz,1997). Keuntungan terbesar dari Support Group untuk permasalahan ini adalah pertama, membantu para responden menyadari bahwa dia tidak sendirian; bahwa ada orang lain yang memiliki masalah yang sama. Hal ini seringkali dianggap sebagai anugerah dan bantuan besar untuk orang tersebut (Corey, dkk, 2001). Selama ini, perempuan Madura yang bercerai cenderung memilih untuk menarik diri dari komunitasnya dan menghindari pertemuan-pertemuan dengan orangorang di sekitarnya. mereka menjadi termarjinalkan dari komunitasnya. Mereka yang terbiasa dengan pengajian-pengajian rutin di kampung, akan lebih memilih untuk tidak bergabung lagi dengan kelompok pengajiannya. Kedua, keterlibatan dalam support group juga dapat membantu mengembangkan keterampilan baru dalam berhubungan dengan orang lain. Dinamika kelompok yang terbentuk di dalamnya merupakan cermin masyarakat pada umumnya, dan belajar berinteraksi dengan anggota lain dari kelompok dapat membantu kita dalam hubungan dengan pihak di luar kelompok. Ketiga, anggota kelompok yang memiliki masalah yang sama dapat mendukung satu sama lain, dan mungkin menawarkan saran untuk mengatasi masalah tertentu yang tidak terpikirkan sebelumnya (Corey, dkk, 2001). Jika umumnya setelah bercerai seseorang mendapatkan kembali otonomi dirinya, pada perempuan Madura tidak demikian. Mereka semakin tertekan dan terusik otonominya ketika mantan suami masih berusaha mengikuti perkembangan mereka dan bahkan mengancam dirinya. Keberadaan support group setidaknya bisa membantu menggalang kekuatan bahwa mereka bisa menghadapi situasi ini secara bersama-sama dan mengurangi beban permasalahan mereka. Pemecahan terhadap masalah ini diharapkan dapat diperoleh dari sesi-sesi yang akan dijalani. Akhirnya, perempuan Madura yang bercerai diharapkan dapat menemukan bentuk-bentuk penyesuaian yang tepat dalam menghadapi permasalahan pascaperceraian. Orang dapat dikatakan mampu melakukan penyesuaian terhadap perceraian dengan baik jika seseorang itu menjadi relatif bebas dari tanda-tanda atau gejala fisik dari penyakit mental, menjadi dapat berfungsi secukupnya dalam tanggung jawab sehari-hari di rumah, keluarga, pekerjaan, dan saat santai; dan
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
8
dapat mengembangkan identitas yang independen yang tidak terikat akan status perkawinan (Kitson & Morgan dalam Bird & Melville, 1994).
1.2
Permasalahan Penelitian
1.
Faktor apa saja yang menjadi penyebab perceraian pada perempuan Madura?
2.
Apa saja masalah-masalah yang dihadapi perempuan Madura pasca perceraian?
3.
Bagaimana bentuk-bentuk penyesuaian yang mereka lakukan terhadap masalah-masalah tersebut?
4.
Bagaimana bentuk rancangan program Support Group yang tepat dalam penyesuaian pasca perceraian pada perempuan Madura?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab perceraian, masalah-
masalah yang dihadapi, dan bentuk penyesuaian yang selama ini mereka lakukan dalam menghadapi perceraiannya. Selain itu, membuat rancangan program Support Group yang tepat agar perempuan Madura bisa menghadapi kehidupan pasca-perceraian dengan lebih baik lagi.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu perempuan Madura
dalam menemukan bentuk-bentuk penyesuaian yang tepat dalam menghadapi kehidupan pasca-perceraiannya. Selain itu, diharapkan agar bisa dijadikan salah satu referensi oleh orang-orang yang mengalami permasalahan serupa atau acuan bagi praktisi-praktisi yang menangani kasus serupa.
1.5
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I
Pendahuluan Bab I ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
9
Bab II
Tinjauan Pustaka Pada Bab II dijelaskan mengenai teori penyesuaian terhadap perceraian, gambaran budaya Madura kaitannya dengan pernikahan dan perceraian, serta program Support Group yang akan digunakan untuk menganalisis dan menjawab permasalahan.
Bab III Metode Penelitian Bab III menguraikan metode yang digunakan dalam penelitian. Bab ini berisi tentang metode penelitian, karakteristik subyek penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian, serta gambaran rencana intervensi yang akan digunakan. Bab IV Analisis dan Interpretasi Data Pada Bab IV disajikan uraian pelaksanaan dan hasil dari asesmen awal yang berasal dari wawancara, observasi, dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil dari ketiga hal tersebut kemudian dielaborasi dan diinterpretasikan. Bab V Rancangan Intervensi Bab ini berisi rancangan intervensi yang diusulkan untuk menjawab permasalahan yang diperoleh dari hasil penelitian. Bab VI Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Bab VI menjelaskan tentang uraian mengenai jawaban masalah penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian dan saran yang relevan yang berhubungan dengan penelitian.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori perceraian, penyesuaian terhadap perceraian, perempuan Madura dan perceraian, serta support group yang akan digunakan untuk menganalisis dan menjawab permasalahan.
2.1
Perceraian
2.1.1
Definisi Perceraian Paul Bohannan (1970, dalam Olson & DeFrain, 2006) menjelaskan proses
perceraian sebagai perjalanan berliku yang melalui “Six Station”. Stasiun atau pengalaman tersebut, terkadang saling tumpang tindih, terjadi dalam urutan yang berbeda, dan berbeda pada setiap individu. Enam pengalaman tersebut adalah: 1.
Emotional Divorce. Rusaknya perkawinan dan ikatan, serta komunikasi, yang berganti dengan perasaan terasing.
2.
Legal Divorce. Berakhirnya pernikahan secara hukum.
3.
Economic Divorce. Pembagian uang dan harta benda serta pembentukan dua unit ekonomi yang terpisah.
4.
Coparental Divorce. Keputusan tentang perwalian anak, orang tua tunggal, dan kewajiban berkunjung.
5.
Community Divorce. Perubahan hubungan dengan teman dan anggota komunitas/ masyarakat.
6.
Psychological Divorce. Memperoleh kembali otonomi individu.
2.1.2
Penyebab Perceraian Whisman, Dixon, dan Johnson (1997 dalam Olson & DeFrain, 2006)
menyebutkan faktor kurangnya komunikasi pada pasangan merupakan faktor utama yang menyebabkan perceraian dalam pernikahan. Faktor lain yang disebutkannya adalah manajemen keuangan yang buruk, hilangnya perasaan cinta, faktor anak, permasalahan pribadi, dan adanya perselingkuhan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Amato & Previti (2003, dalam Olson & DeFrain, 2006) menyatakan bahwa perceraian disebabkan oleh adanya
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
11
perselingkuhan dan konsumsi minuman keras dan juga narkoba. Sedangkan hasil penelitian Schoen, White, dan Techman
(dalam Papalia,
dkk,
2007)
mengungkapkan bahwa faktor personal yang menyebabkan kemungkinan perceraian adalah karena adanya „kumpul kebo‟, pernikahan usia muda, hamil di luar nikah, tidak mempunyai anak, adanya anak tiri, dan perceraian orang tua.
2.1.3
Penyesuaian terhadap Perceraian Proses perceraian merupakan peristiwa stres dan bahkan traumatis bagi
sebagian orang. Masa tersulit bagi mereka adalah di saat mereka harus memutuskan untuk bercerai. Setelah bercerai, umumnya mereka merasa lebih baik dalam hal kepemilikan (properti atau harta benda), dan pada umumnya mereka merasa kehidupan mereka lebih baik dibandingkan selama pernikahan. Setelah perceraian, sebagian orang akan menarik diri dari pergaulan untuk sesaat, namun akan kembali kemudian setelah perasaan mereka membaik (Olson & DeFrain, 2006). Lebih lanjut Kaslow & Schwartz (dalam Bird & Melville, 1994) menguraikan perasaan-perasaan dan tindakan-tindakan yang dilakukan sesuai dengan permasalahan yang ada didasarkan pada tahapan perceraian Bohannan, sebagai berikut: Tabel 2.1 Tahap Penyesuaian Perceraian Tahap Perceraian
Perasaan
Tindakan dan Tugas
Sebelum Perceraian: masa pertimbangan (yang mendalam) & putus asa Kecewa Menghindari pokok Emotional persoalan Tidak puas Mengasingkan diri Merajuk dan/atau menangis Gelisah Konfrontasi dengan pasangan Tidak percaya Bertengkar Putus Asa Menolak Takut Menarik diri (jasmani & rohani) Kesedihan Perasaan yang bertentangan Menganggap segala sesuatu baik Terkejut Kehampaan Berusaha mendapatkan kasih sayang kembali Marah Kacau Bertanya ke teman, saudara, atau pakar agama untuk Kekurangan nasihat Harga diri rendah Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
12
Kehilangan Berunding Tertekan Tidak terpengaruh Selama Perceraian: masa keterlibatan secara hukum Marah Mengancam Legal Putus asa Merusak diri sendiri Kasihan kepada diri sendiri Konsultasi ke pengacara atau mediator Merasa tidak berdaya Bingung Pisah secara jasmani Marah/ Geram Menuntut perceraian sah Economic Sedih/ Pilu Persiapan masalah ekonomi Persiapan pemeliharaan anak Kesepian Duka cita & berkabung Coparental Bebas/ lega Menceritakan pada sanak keluarga & teman-teman Ingin membalas dendam Ragu-ragu Masuk kerja kembali (bagi perempuan yang tidak bekerja) Merasa berkuasa untuk menentukan pilihan Memutuskan perceraian Setelah perceraian: masa eksplorasi dan keseimbangan kembali Optimis Mulai mencari teman baru Community Kepasrahan Melakukan kegiatan baru Kegembiraan Menyeimbangkan antara kehidupan baru dan kegiatan Keingintahuan rutin dengan anak Penyesalan Kesedihan Mencari hobi baru dan mungkin pekerjaan baru Penerimaan Mendapatkan identitas diri Psychological Percaya diri Menyelesaikan masalah psikis/ batin perceraian Goode (1991) mengidentifikasi beberapa perubahan yang akan terjadi dan memerlukan penyesuaian kembali ketika seseorang mengalami perceraian, yaitu (1) Penghentian kepuasan seksual, (2) Hilangnya persahabatan, kasih sayang atau rasa aman, (3) Hilangnya model peran dewasa untuk diikuti oleh anak-anak, (4) Penambahan dalam beban rumah tangga bagi pasangan yang ditinggalkan, terutama dalam menangani anak-anak, (5) Penambahan dalam persoalan ekonomi, (6) Pembagian kembali tugas-tugas rumah tangga dan tanggung jawabnya. Papalia, Stern, Feldman, & Camp (2007) juga memaparkan beberapa penyesuaian yang harus dilakukan oleh seseorang yang mengalami perceraian, Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
13
diantaranya adalah penyesuaian bahwa ia tidak lagi menjadi istri seseorang, perselisihan dengan mantan suami, kesulitan ekonomi, tidak adanya dukungan emosional, dan juga harus keluar dari rumahnya. Selain itu, perceraian dapat memunculkan perasaan gagal, bersalah, permusuhan, terus menyalahkan diri sendiri, serta mengakibatkan depresi, sakit, dan bahkan kematian. Perceraian juga memberikan dampak yang lebih berkepanjangan terutama pada orang-orang yang tidak mempunyai inisiatif untuk bercerai atau yang tidak menikah kembali. Perempuan juga dinilai mengalami dampak lebih berat dibandingkan laki-laki, baik secara psikis maupun materi.
2.1.4
Penyesuaian yang Positif terhadap Perceraian Orang dapat dikatakan mampu melakukan penyesuaian terhadap
perceraian dengan baik jika seseorang itu menjadi relatif bebas dari tanda-tanda atau gejala fisik dari penyakit mental, menjadi dapat berfungsi secukupnya dalam tanggung jawab sehari-hari di rumah, keluarga, pekerjaan, dan saat santai; dan dapat mengembangkan identitas yang independen yang tidak terikat akan status perkawinan (Kitson & Morgan dalam Bird & Melville, 1994). Sesorang dapat menyesuaikan diri dengan cepat atau lambat, tergantung pada lingkungannya, baik itu lingkungan rumah, kantor, keluarga besar, jaringan sosial, dan sebagainya. Veevers (dalam Bird & Melville, 1994) mengungkapkan beberapa indikator penyesuaian yang positif sebagai berikut:
Tabel 2.2 Penyesuaian Positif terhadap Perceraian Faktor Penyesuaian Pandangan terhadap perceraian Kepribadian Usia Kehidupan perkawinan Lama perkawinan Lama waktu berpisah Permulaan Kedekatan Mantan pasangan
Indikator Penyesuaian Positif Mendefinisikan perceraian sebagai hal yang normal dibandingkan sebagai hal yang abnormal atau kesalahan pribadi Mempunyai sifat yang memperbesar kemampuan mengatasi: penghargaan diri, kekuatan ego, dan lain-lain. Menjadi relatif muda dibanding tua Meninggalkan perkawinan yang sangat menimbulkan konflik atau kasar/kejam Memiliki perkawinan yang singkat Memiliki masa berpisah yang lama Lebih baik yang menceraikan dibandingkan yang diceraikan Memiliki rasa kasih sayang yang rendah ke mantan pasangan Memiliki kepuasan hubungan dengan mantan pasangan Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
14
Penghasilan Pendidikan Peran jender Jaringan sosial Mobilitas geografis Support group Hubungan dengan lawan jenis
2.2
Memiliki akses atau kesempatan pendapatan yang cukup Memiliki pendidikan yang lebih tinggi Memiliki peran jender dan atau peran dalam perkawinan yang tidak tradisional atau modern Memiliki kesempatan menemukan jaringan sosial yang mendukung Dapat bebas bepergian (khusus perempuan) Memiliki kesempatan bergabung dalam kelompok yang memiliki permasalahan yang sama Memiliki hubungan atau kasih sayang yang romantis dengan seseorang
Gambaran Budaya Madura terkait Pernikahan dan Perceraian Rozaki (2004) mengungkapkan hasil penelitiannya tentang kiai dan blater.
Tradisi keberagaman kiai yang cukup menonjol di Madura adalah kebiasaan kiai beristri lebih dari satu. Tradisi poligami ini selain memang khas masyarakat paternalistik, juga bersumber dari penafsiran keagamaan -yang bias genderterhadap ayat al-Qur‟an yang membolehkan lelaki kawin lebih dari satu, bahkan sampai dengan empat orang. Namun, tidak semua kiai di Madura melakukan praktek poligami. Hanya kiai yang benar-benar memiliki kharisma kuat di tengah masyarakat serta kiai yang memiliki kekayaan secara ekonomi. Bila terdapat kiai yang tidak memiliki satu dari keduanya, apakah itu kharisma yang kuat atau kekayaan materi, poligami biasanya menjadi gunjingan, sinisme, atau cibiran masyarakat. Yang tidak kalah uniknya dari praktek poligami ini adalah bila kiai itu menceraikan istrinya, tidak ada satupun dari anggota masyarakat yang akan berani untuk mengawininya. Kecuali mereka yang tingkat atau status kekiaiannya lebih tinggi dari kiai yang menceraikannnya. Anehnya, baik kiai yang menceraikan si istri maupun juga warga masyarakat, seolah tidak rela kalau ada orang yang berani mengawini perempuan (janda) mantan kiai. Di sinilah kemudian perempuan yang diceraikan oleh sang kiai umumnya menjadi janda selamanya, kecuali perempuan itu keluar dari Madura, dan tidak pulang lagi dalam waktu yang cukup lama (Rozaki, 2004). Biasanya argumen yang digunakan mengapa kiai dan juga para santrinya tidak senang pada lelaki yang akan mengawini janda kiai adalah karena mereka (kiai dan masyarakat) merasa khawatir rahasia, terutama kelemahan yang dimiliki Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
15
kiai yang sudah diketahui oleh bekas istri tersebut bocor atau diketahui pula oleh suami barunya. Guna menutupi kemungkinan terbongkarnya aib itu, si janda tadi terus “dijaga” kesendiriannya. Argumen pembenaran lainnya yang biasanya sering digunakan adalah karena kiai itu figur yang sangat yang sangat dihormati oleh masyarakat. Sebagai bentuk penghormatan atas diri sang kiai tentunya sangat tidak pantas mengambil sesuatu yang pernah menjadi miliknya, kecuali telah memperoleh restu darinya. Bahkan santri, sebut saja namanya Khairuddin, yang saya temui di salah satu pesantren di Madura, menganologikan dalam konteks ini dengan bekas atau mantan istri Rasulullah, yang seusai beliau wafat tidak pernah ada dari sahabat yang mempersuntingnya sebagai istri. “Kiaeh paneka panutan oreng madure, langka nyamanah mun ngalak binena mantan kiaeh, kacuali olle edih, padenah sa ampon Rasul sedeh, tade’ kan sohabat se ngabine rajah epon?” (Kiai itu panutan orang Madura, tidak sopan namanya kalu berani mempersunting Seorang istri dari mantan istri kiai, kecuali memperole izin darinya, seperti Ketika Rasulullah wafat, tidak ada dari para sahabat Nabi yang menikahinya.) Sementara dari sisi janda sendiri muncul pandangan lain dan tidak kalah uniknya, seorang janda kiai yang pernah saya temui mengatakan demikian: “Saya bahagia pernah kawin dengan seorang kiai, sebab hal ini jalan kebahagiaan di akhirat nanti, karena saya akan tetap menjalaninya walau harus tetap hidup menjanda, mungkin ini ujian di dunia yang harus saya lalui.” Pernyataan ini sebenarnya menunjukkan, betapa hegemoni agama tentang poligami telah merasuk dalam struktur kognisi dan alam bawah sadar perempuan, sehingga ia tidak mampu melihat secara lebih kritis atas praktek poligami yang telah membelenggu dirinya dengan imaji dan janji-janji kebahagiaan di akhirat. Mungkin faktanya akan berbicara lain, seandainya perempuan tersebut memiliki instrumen pengetahuan agama secara lebih kritis, maka ia akan melakukan counter wacana atas penafsiran teks agama yang membelenggu kehidupan sosialnya (Rozaki, 2004). Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
16
Selain itu, dalam tradisi keblateran, para blater senang sekali mempersunting istri lebih dari seorang. Bahkan banyaknya istri yang dimiliki oleh seorang blater, dapat menunjukkan kemampuan dirinya, dalam memberikan perlindungan secara materi maupun non materi. Tidak jarang dalam konteks mempersunting istri lebih dari seorang ini dilekatkan pula dengan ciri jagoanisme blater. Apalagi bila dalam memperoleh istri tersebut dengan cara merebut istri atau tunangan orang lain. Hal demikian ini memang akan menimbulkan konflik yang seringkali diakhiri dengan carok. Bila dalam proses konflik dan ketegangan itu nantinya seorang yang merebut istri atau tunangan orang tersebut mampu mengatasi permasalahan, maka kapasitas sebagai seorang jago akan bertambah kuat, begitu juga pengaruh sosialnya di tengah masyarakat. Dalam konteks mempersunting istri ini, kaum blater juga memiliki pandangan keberagaman, bahwa poligami tidak boleh lebih dari empat orang istri. Sebab kalau melebihi empat orang dianggap melanggar ketentuan agama (Islam) yang diyakininya. Di kalangan kaum blater juga muncul etika keperempuanan yang cenderung mengeksploitasi hak-hak sosial kaum perempuan. Misalnya, blater tidak ingin bekas istrinya dikawini oleh orang lain. Bahkan kalau ada orang yang berani mendekati mantan istrinya saja, biasanya si lelaki itu akan mendapat ancaman carok. Hanya lelaki yang berani dan tangguh yang mampu melakukannya, dan melepaskan diri dari teror sang mantan suami itu. Hanya dua cara bagi mereka yang dapat mengawini mantan istri blater. Pertama, setelah sebelumnya memperoleh izin dari mantan sang suami yang blater tersebut. Kedua, mereka yang memiliki keberanian dan kapasitas keblateran atau kejagoannya dapat menandingi atau mengimbangi mantan suami sebelumnya. Dalam konteks mempersunting istri lebih dari seorang ini, terdapat hal yang menarik untuk diperbandingkan antara tradisi kekiaian dan keblateran ini. Umumnya tradisi poligami ini hanya dilakukan mereka yang termasuk kategori blater rajeh (blater besar), dan kiai rajeh, sedangkan untuk kiai dan blater kene’ (blater kecil) jarang sekali melakukan praktek poligami. Dalam konteks poligami ini, motivasi para blater lebih didasarkan pada legitimasi kultural. Dalam arti, seorang blater yang terpandang, akan semakin memiliki ketenaran atau nama
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
17
besar, bila mempersunting lebih dari satu, dan antarsesama istrinya harmonis satu dengan yang lain. Praktek poligami di kalangan blater adalah simbol kejantanan, keperkasaan dan dapat memperkuat identitas diri kesatriaan seseorang. Dalam konteks ini, praktek poligami lebih bernuansa kultural, dibandingkan dengan motif tektualitas agama sebagaimana yang sering dipraktekkan para kiai.
2.3
Support Group Kurtz (1997) mengungkapkan bahwa Support Group bertujuan untuk
memberikan dukungan emosional dan informasi kepada orang-orang yang memiliki permasalahan yang sama. Kelompok tersebut biasanya difasilitasi oleh seorang profesional dan dihubungkan dengan agen-agen sosial atau yang lebih besar, organisasi formal. Perubahan tingkah laku dan sosial merupakan tujuan subordinat dari dukungan emosional dan edukasi yang dilakukan. Pertemuan biasanya tidak terstruktur dan program kelompok biasanya tidak menyangkut ideologi. Support group merupakan sumber informal yang berupaya untuk menyediakan komponen penyembuhan untuk berbagai masalah dan tantangan. Dukungan informal dari luar keluarga, seperti teman atau profesional, dapat memberikan pemahaman yang lebih besar karena lebih banyak kesamaan (mengalami peristiwa hidup yang sama), memberi kesempatan untuk berempati, altruisme, dan rasa kebersamaan bagi peserta. Aspek penting yang dipelajari dari pengalaman bergabung bersama support group adalah belajar cara-cara baru untuk menghadapi tantangan, perubahan, dan mempertahankan perilaku baru (Kurtz, 1997). Miller (1998) mendefinisikan support group sebagai sekelompok orang yang berkumpul secara sukarela secara teratur untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan berbagi tentang permasalahan yang sama. Support Group merupakan jenis terapi psikologis yang dilakukan dengan sekelompok orang, bukan sesi perorangan. Keuntungan terbesar dari Support Group adalah membantu pasien menyadari bahwa dia tidak sendirian; bahwa ada orang lain yang memiliki masalah yang sama. Hal ini seringkali dianggap sebagai Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
18
anugerah dan bantuan besar untuk orang tersebut. Berada dalam support group juga dapat membantu mengembangkan keterampilan baru dalam berhubungan dengan orang lain. Dinamika kelompok yang terbentuk di dalamnya merupakan cermin masyarakat pada umumnya, dan belajar berinteraksi dengan anggota lain dari kelompok dapat membantu kita dalam hubungan dengan pihak di luar kelompok. Selain itu, anggota kelompok yang memiliki masalah yang sama dapat mendukung satu sama lain, dan mungkin menawarkan saran untuk mengatasi masalah tertentu yang tidak terpikirkan sebelumnya (Corey, dkk, 2001). Support Groups bervariasi, tetapi format dasarnya adalah sekelompok kecil pasien (mungkin tidak lebih dari sepuluh) bertemu secara teratur untuk mendiskusikan perasaan mereka dan masalah dan saling mendukung. Sesi ini dipandu oleh seorang terapis profesional yang secara khusus terlatih dalam terapi kelompok. Terapis bertindak sebagai moderator dan mungkin menyarankan "tema" atau topik untuk diskusi kelompok. Kadang-kadang, terapis akan memungkinkan anggota kelompok untuk memilih topik untuk sesi (Corey, dkk, 2001). Kekuatan terapeutik support group antara lain adalah memberikan kesempatan untuk membantu orang lain (altruisme), belongingness (perasaan memiliki), universalitas (ada orang lain yang berjuang dengan tantangan dan permasalahan
serupa),
interpersonal,
pembelajaran,
bimbingan,
katarsis,
identifikasi, pemahaman diri, pembangkitan secara berangsur-angsur, dan faktor eksistensial (seperti mencari makna yang lebih besar dalam kehidupan). Masingmasing faktor secara langsung berhubungan dan saling mendukung bahwa anggota memberi dan menerima satu sama lain (Kurtz, 1997).
2.3.1 Karakteristik Support Group Kurtz (1997) menjabarkan beberapa karakteristik support group, sebagai berikut: 1.
Keanggotaan. Support group dibentuk untuk dan dari suatu komunitas atau demografis tertentu atau dengan penyakit yang sama. Misalnya, support group penderita diabetes, penyakit jantung, stroke, kanker, dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
19
2.
Terbuka vs Tertutup. Kelompok terbuka biasanya memungkinkan anggota baru untuk bergabung kapan saja dan cenderung memiliki kebijakan yang fleksibel tentang partisipasi anggotanya. Anggota dapat berpartisipasi sesuai dengan kenyamanan mereka tanpa harus menghadiri setiap pertemuan. Sedangkan kelompok tertutup tidak mengizinkan anggota baru untuk bergabung setelah kelompok mencapai kapasitas keanggotaan maksimum (biasanya dua belas individu per kelompok). Kelompok tertutup biasanya dirancang untuk anggota yang menghadiri setiap sesinya.
3.
Waktu terbatas vs Jangka panjang. Kelompok waktu terbatas dapat berlangsung dari beberapa minggu hingga beberapa bulan, tergantung pada model programnya. Sedangkan kelompok jangka panjang berlangsung dalam waktu yang tidak terbatas.
4.
Fasilitasi. Support group dapat secara eksklusif dipimpin oleh pemimpin sebaya atau profesional, seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, perawat, dan lain-lain sebagai fasilitatornya. Fasilitator dapat menawarkan pengalaman dan perspektif yang berbeda dan mungkin memiliki keahlian yang dapat melengkapi.
5.
Frekuensi pertemuan. Jadwal pertemuan bervariasi tergantung model programnya, tetapi setidaknya memenuhi pertemuan sebulan sekali. Frekuensi ditentukan berdasarkan pada kebutuhan klien dan sumber daya yang tersedia.
6.
Struktur dan sistem administrasi. Kualitas program yang baik memiliki sistem administrasi dan operasional di tempat yang kondusif dan memberikan pelayanan yang efektif dan berkelanjutan. Perencanaan yang jelas tujuan, harapan, pengawasan yang tepat, mekanisme evaluasi yang kuat, dan komunikasi yang baik akan membuat support group sukses.
7.
Kebijakan dan prosedur. Selain deskripsi misi organisasi dan lingkup kerja, kebijakan organisasi tertulis dan prosedur harus dimasukkan dalam orientasi anggota support group. Kebijakan-kebijakan dan prosedur harus mencakup hak-hak dan tanggung jawab anggota, perjanjian kerahasiaan, persetujuan klien, penyandang dana, file informasi anggota, dan kebijakan personal.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
20
8.
Evaluasi dan jaminan kualitas. Tujuan menyeluruh dari support group adalah untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup anggota. Program evaluasi bertujuan memberikan informasi sistematis terus menerus, yang dapat digunakan untuk memperkuat desain program dan menilai sejauh mana klien telah diubah dengan berpartisipasi dalam program ini. Selain untuk menunjukkan bahwa proyek bekerja, evaluasi juga dapat meningkatkan cara kerjanya, mengarah ke program yang lebih efektif, lebih besar peluang belajar, dan pengetahuan yang lebih baik dari apa yang berhasil dan mengapa berhasil.
2.3.2
Langkah-langkah Pembentukan Support Group Beberapa langkah yang perlu diperhatikan dan dilakukan dalam
membentuk support group (Kurtz, 1997; Miller, 1998), antara lain: 1.
Merumuskan topik yang akan dibicarakan bersama dalam kelompok. Bisa terkait masalah medis, gangguan mental, kehilangan, ketidakmampuan, kecanduan, isu-isu keluarga, serta pengalaman hidup lainnya yang dapat dibagi dengan orang lain.
2.
Memutuskan orang-orang yang dapat bergabung dalam kelompok. Pada awalnya biasanya dimulai daeri orang-orang terdekat yang mempunyai masalah yang sama. Selanjutnya, partisipan diperluas ke orang lain.
3.
Mempertahankan fokus kelompok. Lebih baik jika fokus pada satu atau dua aktivitas. Beberapa alternatif aktivitas yang dapat dipilih di antaranya adalah berbagi perasaan dan pengalaman, saling tukar informasi dan sumber kekuatan, mendiskusikan cara baru untuk menyelesaikan masalah, mencari jalan untuk mengurangi stres dan kecemasan
4.
Memulai dan mencoba langkah awal mulai dari yang kecil. Jumlah orang dalam kelompok sangat berpengaruh terhadap efektivitas kelompok. Perlu memperhatikan keterlibatan anggota dalam kegiatan kelompok.
5.
Memberi nama kelompok. Nama sebaiknya mendefinisikan tujuan ataupun keberminatan kelompok. Sebaiknya nama kelompok dibuat menarik dan mudah dipahami orang lain.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
21
6.
Mendefinisikan hubungan kelompok dengan seorang profesional. Terkadang kelompok merasa tidak dapat mengikuti jalannya kelompok tanpa seorang profesional yang membantu. Seorang yang benar-benar profesional adalah mereka yang juga memiliki masalah, namun mereka menjadi lebih kuat dan sehat dengan belajar untuk saling membantu seperti halnya anggota kelompok. Seorang profesional sebaiknya yang dapat membantu menjadi narasumber, misalnya seorang dokter, perawat, pendidik, konselor yang dapat berperan sebagai pembicara tamu, meluaskan pandangan kelompok, dan memberikan informasi-informasi teknis yang diperlukan.
7.
Mempertahankan anonimitas dan kerahasiaan. Anonim dan kerahasiaan pada support group sangat tergantung pada topik yang ada. Misalnya pada kelompok survivor, terkadang mereka tidak perlu memberikan identitas secara mendetail. Kerahasiaan merupakan cara praktis untuk menjaga privasi yang terjadi dalam kelompok, oleh karena itu perlu menekankan pada kelompok, harapan untuk menjaga kerahasiaan.
8.
Pertimbangkan
apakah
kelompok
memiliki
kebutuhan
nyata
untuk
mengumpulkan uang. Ada berbagai cara dilakukan untuk menutupi kebutuhan kelompok, ada kelompok yang secara nyata memang tidak menuntut adanya pembayaran dalam proses kelompok. Anggota kelompok hanya diminta untuk menyediakan tempat ataupun fasilitas lain. Ada kelompok yang mencari dana dengan menjual sesuatu yang unik atau mengadakan iuran yang ringan atau dapat bantuan dana dari institusi tertentu. 9.
Incorporation. Beberapa kelompok terbentuk, ada yang dikelola seperti sebuah organisasi tapi ada juga yang dikelola tanpa sistem organisasi (biasanya kecil dan informal). Pengelolaan secara organisasi perlu melibatkan orang-orang yang tahu untuk mengembangkan kelompok.
10. Memutuskan
bagaimana
pertemuan
dilakukan.
Pertemuan
kelompok
diputuskan bersama dalam kelompok, sesuai kebutuhan kelompok, bisa satu kali dalam seminggu, sebulan, atau hanya beberapa kali pertemuan dalam setahun.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
22
11. Mempersiapkan daftar aktivitas yang mungkin dilakukan, termasuk membaca literatur yang berkaitan dengan kelompok atau mengunjungi anggota kelompok lainnya dalam rangka memberi dukungan ataupun bertukar pikiran. 12. Berpikir untuk saling membantu. Sejak awal memberikan kesempatan pada setiap anggota kelompok untuk dapat berkontribusi dalam kelompok dan merasakan adanya penghargaan. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah membicarakan dengan semua anggota tentang program dan ide-ide yang ada, memberikan tugas secara bergiliran di antara anggota, memutuskan hal-hal penting secara bersama di dalam kelompok.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pertimbangan bahwa suatu peristiwa mempunyai arti atau makna tertentu yang tidak dapat diungkap dengan angka atau secara kuantitatif. Pemahaman sangat diperlukan untuk menggali aspek subjektif, sehingga peneliti mengerti apa dan bagaimana suatu peristiwa tertentu berarti dan bermakna bagi kehidupan seseorang. Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2000) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya sendiri dan dalam peristilahannya. Landasan berpikir yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah pada makna-makna yang terdapat dibalik tindakan-tindakan berpola. Poerwandari (2005) menjelaskan bahwa pendekatan kualitatif berguna dalam memahami manusia dalam segala kompleksitasnya sebagai manusia subjektif dan peneliti juga dapat mempelajari hal tertentu secara lebih mendalam dan rinci tentang yang dirasakan individu mengenai topik yang diangkat.
3.2
Subjek Penelitian
3.2.1
Prosedur Penentuan Subjek Penelitian Penentuan subjek penelitian pada penelitian ini menggunakan prosedur
pengambilan sampel kasus tipikal (Poerwandari, 2005). Kasus yang diambil adalah kasus yang dianggap mewakili kelompok ‘normal’ dari fenomena yang diteliti. Dalam pendekatan ini suatu objek atau lokasi penelitian dipilih bukan karena ciri-cirinya yang ekstrim atau sangat berbeda, melainkan justru karena objek atau lokasi tersebut secara tipikal mewakili fenomena yang diteliti. Jumlah subjek disesuaikan dengan pertimbangan kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian, tidak diarahkan pada jumlah responden yang besar (Sarantakos dalam Poerwandari, 2005).
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
24
3.2.2
Kriteria Subjek Penelitian Beberapa kriteria umum dan pertimbangann dalam penentuan subjek
penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Perempuan. Perempuan dinilai mengalami dampak lebih berat dibandingkan laki-laki, baik secara psikis maupun materi (Papalia, Stern, Feldman, & Camp, 2007).
2.
Suku bangsa Madura. Perempuan Madura dipandang sebagai sosok yang dihargai dan harus dilindungi karena berkaitan dengan kehormatan dan martabat keluarga. Mengganggu perempuan Madura, meskipun telah dicerai, tetap dianggap sebagai mengusik harga diri mantan suaminya.
3.
Rentang usia 20 – 40 tahun. Usia ini merupakan usia produktif seseorang, dimana mereka semestinya memenuhi tugas perkembangan mereka, yaitu membina hubungan pertemanan yang intim dan penuh dengan dukungan, membentuk hubungan romantis yang serius, serta menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga dengan segala permasalahnnya (Papalia, Stern, Feldman, & Camp, 2007). Selain itu, usia ini juga merupakan usia terbanyak seseorang mengalami perceraian (Olson & DeFrain, 2006).
4.
Bercerai, setelah 1 hingga 15 tahun menikah. Data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa 43% dari pernikahan pertama mengalami perpisahan dalam 15 tahun. Satu dari tiga pernikahan tersebut berakhir dalam 10 tahun dan satu dari lima pernikahan tersebut berakhir dalam 5 tahun (Olson & DeFrain, 2006).
5.
Mempunyai sedikitnya 1 anak dari hasil pernikahannya. Anak menurut Papalia, Stern, Feldman, & Camp (2007) sering juga menjadi pertimbangan khusus bagi seseorang untuk memutuskan apakah mereka akan bercerai atau tidak demi anak-anak mereka.
3.3
Metode Pengumpulan Data
3.3.1
Wawancara mendalam dengan pedoman umum wawancara Poerwandari (2005) mendefinisikan wawancara sebagai percakapan dan
tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Banister, dkk (dalam Poerwandari, 2005) mengatakan bahwa wawancara dilakukan bila peneliti
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
25
bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman umum wawancara. Peneliti dalam melakukan wawancara sebelumnya membuat kerangka dan garis-garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan dalam wawancara. Panduan wawancara dibuat berdasarkan teori penyesuaian terhadap perceraian yang dikemukakan oleh Paul Bohannan (dalam Olson & DeFrain, 2006). Penyesuaian terhadap perceraian meliputi enam hal, yaitu: Emotional Divorce, Legal Divorce, Economic Divorce, Coparental Divorce, Community Divorce, dan Psychological Divorce Panduan wawancara yang akan digunakan terdapat dalam Lampiran 1.
3.3.2
Focus Group Discussion (FGD) Focus Group Discussion (FGD) merupakan alternatif wawancara semi
terstruktur. FGD adalah bentuk wawancara kelompok yang menggunakan interaksi antarpartisipan sebagai sumber data (Willig, 2001). Peneliti mengambil peran sebagai moderator yang tugasnya mengenalkan anggota kelompok ke anggota lainnya, menjelaskan fokus materi apa yang dibicarakan dalam kelompok, serta mengendalikan diskusi. Mengendalikan diskusi dalam arti mengembalikan pembahasan ke topik yang sedang dibahas jika diskusi terlalu melebar atau keluar dari fokusnya, mendorong anggota kelompok untuk merespon isu yang disampaikan
teman
lainnya,
atau
mengidentifikasi
kesepakatan
dan
ketidaksepakatan dalam kelompok. Moderator juga memberikan batasan waktu untuk diskusi, termasuk memulai dan mengakhiri sesi. Pedoman untuk FGD terdapat dalam Lampiran 2.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
26
3.4
Metode Pelakasanaan Penelitian
3.4.1
Tahap Persiapan Persiapan penelitian dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan
sumber data yang berkaitan dengan topik penelitian. Informasi tersebut diperoleh dari beberapa sumber, seperti buku, jurnal ilmiah, dan hasil penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian. Informasi yang diperoleh dituangkan ke dalam bentuk proposal penelitian tesis. Peneliti kemudian mengajukan proposal tersebut kepada dua orang pembimbing tesis. Penelitian di lapangan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari pembimbing. Selama persiapan, peneliti berusaha mendapatkan informasi dari beberapa informan tentang subjek atau responden yang sesuai dengan kriteria subjek penelitian. Peran informan di sini sangat penting dalam menjembatani hubungan peneliti dengan subjek. Mengingat topik yang dibahas sangat sensitif dan berkaitan dengan aib, maka ada beberapa subjek yang menolak untuk dimintai informasi atau dijadikan subjek penelitian. Subjek penelitian yang kemudian bersedia untuk diteliti adalah orang-orang yang memiliki kedekatan secara personal dengan informan. Kesulitan peneliti terutama dalam mencari subjek atau responden untuk FGD. Subjek yang bekerja di instansi tertentu cenderung akan menolak untuk dijadikan subjek penelitian jika diminta secara langsung oleh peneliti jika mereka mengetahui bahwa mereka akan bertemu dengan subjek lainnya, sehingga peneliti kemudian meminta bantuan kepada kepala di instansi tersebut untuk menggunakan stafnya dalam penelitian. Meski awalnya keberatan, cara ini mempermudah peneliti untuk mendekati dan menjelaskan kepada mereka sehingga mereka bisa bersedia diajak bergabung dalam FGD. Selain itu, peneliti juga mendapatkan tambahan subjek lainnya dari subjek yang sudah bersedia sebelumnya. Cara ini juga mempermudah karena yang mengajak untuk bergabung adalah orang yang mengalami nasib serupa dirinya. Dari 24 orang yang sudah dihubungi oleh peneliti, tersisa 4 orang yang bersedia diwawancara secara mendalam, 7 orang bersedia hadir dalam FGD1 (untuk perempuan yang bercerai tetapi belum menikah kembali), dan 6 orang juga
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
27
bersedia hadir dalam FGD2 (untuk perempuan yang bercerai dan sudah menikah kembali), serta 7 orang sisanya menyatakan keberatan untuk dimintai keterangan terkait penyesuaian pasca perceraian. Momen pertemuan dengan para subjek dimanfaatkan untuk membina rapport dan juga mengatur jadwal wawancara dan FGD. Pada saat hari H pengambilan data, hanya 3 subjek yang bisa diwawancarai (1 orang membatalkan janji), 5 subjek hadir dalam FGD1 (2 orang tidak hadir karena berubah pikiran), 5 subjek hadir dalam FGD2 (1 orang juga tidak hadir dengan alasan sakit).
3.4.2
Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan terbagi menjadi 3, yaitu: 1) wawancara mendalam
(indepth interview) terhadap 3 subjek, 2) FGD1 (Focus Group Discussion) terhadap 5 perempuan yang bercerai dan belum menikah kembali, serta 3) FGD2 terhadap 5 perempuan yang bercerai dan telah menikah untuk kedua kalinya. Untuk keperluan wawancara dan FGD, peneliti sebelumnya menjelaskan kepada subjek tersebut tentang prosedur pelaksaan pengambilan data yang akan dilakukan peneliti terhadap mereka, seperti tentang perencanaan jadwal pertemuan dengan masing-masing subjek, kehadiran dalam FGD, anonimitas, dan juga pengisian lembar identitas dan pernyataan kesediaan menjadi subjek atau responden penelitian. Wawancara mendalam dilakukan terhadap subjek RN, RH, dan IL. Masing-masing direncanakan 2 atau 3 kali pertemuan, namun realisasinya hanya 2 kali pertemuan untuk masing-masing subjek. Subyek IL kemudian mengundurkan diri dan tidak melanjutkan pertemuan karena alasan yang tidak jelas. Sebagai bahan asesmen, peneliti melakukan anamnesa sesuai dengan topik penelitian. Peneliti juga melakukan observasi harian kepada subjek yang diwawancara dan observasi umum pada peserta FGD. FGD1 yang dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2011 pukul 15.30 WIB dihadiri oleh H, N, Y, D, dan T, sedangkan FGD2 yang dilaksanakan di hari yang sama pada pukul 19.00 WIB dihadiri oleh J, K, S, A, dan I. Jadwal pelaksanaan pengabilan data disajikan dalam Tabel 3.1:
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
28
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Pengambilan Data No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 3.5
Tanggal 18 Desember 2011 19 Desember 2011 20 Desember 2011 22 Desember 2011 22 Desember 2011 22 Desember 2011 23 Desember 2011
Kegiatan Wawancara Subjek RH (1) Wawancara Subjek IL (1) >> mengundurkan diri Wawancara Subjek RN (1) Wawancara Subjek RH (2) FGD1 (sore), Responden H, N, Y, D, dan T FGD2 (malam), Responden J, K, S, A, dan I Wawancara Subjek RN (2)
Metode Pencatatan Penelitian Penelitian ini menggunakan alat bantu berupa alat rekam (voice recorder)
dan alat tulis. Alat bantu tersebut digunakan untuk memudahkan pencatatan hasil asesmen dengan subjek agar dapat memperoleh hasil yang akurat dan lengkap dalam menganalisis data. Peneliti akan memberikan penjelasan dan meminta persetujuan subjek mengenai penggunaan alat bantu tersebut sehingga subjek memahami dan tidak merasa keberatan akan hal itu.
3.6
Analisis Data Setelah proses asesmen selesai dilaksanakan, peneliti akan melakukan
analisis dari hasil yang diperoleh, yaitu dengan: 1.
Membuat transkrip wawancara. Peneliti akan membuat verbatim berdasarkan hasil wawancara dari masingmasing subyek.
2.
Mengidentifikasi tema-tema yang muncul. Verbatim yang telah dibuat tersebut akan dikoding ke dalam tema-tema tertentu, yang sesuai dengan landasan teori yang digunakan.
3.
Membuat anamnesis. Setelah tema-tema telah selesai dibuat, peneliti akan membuat hasil wawancara tersebut dalam bentuk anamnesa untuk masing-masing subyek.
4.
Membuat observasi umum dan observasi harian. Peneliti juga akan membuat hasil observasi harian dan observasi umum bagi masing-masing subyek.
5.
Membuat analisis intrakasus. Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
29
6.
3.7
Membuat analisis interkasus.
Menyusun Rancangan Intervensi Setelah diperoleh mengenai kesimpulan umum mengenai penyesuaian
pasca perceraian dari hasil analisis dua orang subyek dan sepuluh responden FGD, maka peneliti akan mulai menyusun rancangan Support Group yang sesuai dengan kesimpulan umum.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
BAB 4 ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
Pada bab IV ini dijelaskan mengenai hasil dari asesmen awal, yang berisi data pribadi, observasi umum, observasi harian, anamnesa dari ketiga subjek, serta analisis intrakasus dan analisis interkasus. Selain itu, berisi data pribadi responden FGD, observasi umum, serta analisis interkasusnya.
4.1
Subjek 1
4.1.1
Data Pribadi
Nama Tempat/ Tanggal Lahir Anak ke…. /dari….. Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Menikah I pada Nama Suami (Usia) Pekerjaan Nama Anak (Usia) Bercerai pada Nama Orangtua: Ayah Ibu Perkiraan Sosek 4.1.2
: : : : : : : : : : : : : :
RN Bangkalan, 7 April 1986 (25 tahun) 4 dari 4 bersaudara Islam SMA Honorer Pemda 23 April 2007 BI (27 tahun) Swasta (Pelayaran Domestik) TM (4 tahun) 17 September 2011 S K Menengah
Genogram
Ayah
Ayah
Ibu
Ibu
BI
RN 38 tahun
TM
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
31
4.1.3
Observasi Umum RN adalah seorang perempuan yang memiliki bentuk tubuh proporsional
dengan tinggi badan sekitar 160 cm dan berat badan sekitar 50 kg. Rambutnya yang hitam bergelombang terurai sebatas bahu. Ia menyisirnya dengan cukup rapi. Ia memiliki kulit sawo matang yang cenderung gelap dengan bentuk wajah persegi. Matanya tidak tampak cerah, meski ia terlihat baru saja merapikan riasan di wajahnya. Selama dua kali bertemu peneliti, pertama kali bertemu ia menggunakan seragam dinasnya karena ia hanya bersedia ditemui di tempat piketnya yaitu di depan stadion. Seragam yang ia kenakan berwarna hijau, berupa atasan kemeja berlengan panjang dengan dua kantong di bagian dada dan terdapat papan nama dan lambing kesatuan di atas kantong kanannya. Bagian bawah seragamnya berupa celana yang juga memiliki kantong di sisi kanan dan kiri pahanya. Ikat pinggang berwarna hitam tampak menyatukan bagian atas dan bawah seragam sehingga tampilan RN menjadi rapi. Sepatu yang ia kenakan setinggi mata kaki dan berwarna hitam mengkilap. Secara keseluruhan ia tampil rapi, bersih dan terkesan tomboy. Saat pertemuan kedua, penampilannya cenderung casual dengan kemeja kotak-kotak dan celana jeans. Secara fisik, RN tidak memiliki masalah fisik yang tampak. Cara bicara RN cukup keras, tegas, dan juga jelas. Ia dapat menjawab pertanyaan peneliti sesuai dengan isi pertanyaannya. Ia cenderung serius dan juga ramah. Ia juga terbuka dalam menceritakan dirinya dan tidak mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kisah yang ia alami. Ia dapat menjaga kontak mata dengan peneliti meskipun kadang harus menebar pandangan ke sekeliling sembari melakukan tugas jaganya. Ia bertugas bersama dua rekan lainnya dan temannya itu memilih menjauh dari RN ketika peneliti datang menemuinya. Selama pertemuan, RN sangat kooperatif dengan peneliti.
4.1.4
Anamnesa RN kini berusia 25 tahun. Dia anak bungsu dari empat bersaudara
pasangan suami istri S (ayah) dan K (ibu). RN adalah satu-satunya anak perempuan, tiga saudaranya laki-laki. Dari kecil hingga sekarang dia tinggal di sebuah kampung nelayan di sebuah kelurahan di Kecamatan Kota Bangkalan.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
32
Sejak kecil RN dan tiga saudaranya tinggal bersama kakek dan neneknya. Ayah dan ibunya bekerja di luar negeri menjadi TKI sejak RN berusia 1 tahun. Ayahnya bekerja di Malaysia, sedangkan ibunya di Arab Saudi. Selama kedua orang tuanya di luar negeri, dia hanya mendapatkan kasih sayang dari neneknya. Saat RN berusia 2 tahun, kekeknya meninggal. Praktis RN tinggal dan diasuh neneknya yang mengandalkan kiriman uang dari dua orang tua RN. Nenek RN mengasuh cucunya dengan kasih sayang. RN merasa sangat dekat dengan neneknya. Dia merasakan neneknya seperti orang tuanya sendiri. Bahkan, dia menganggap neneknya lebih berharga dibanding orang tuanya. Sedangkan kedua orang tuanya datang dan pergi. Ayahnya pulang 1 sampai 2 tahun sekali, lalu berangkat lagi ke Malaysia. Sedangkan ibunya pulang kampung lebih lama lagi. RN masih ingat selama 8 tahun ibunya tidak pernah pulang dari Arab Saudi. Jadi ketika bertemu ibunya, RN sudah besar. Karena ayah dan ibunya tidak pulang kampung dalam waktu yang cukup lama, RN merasa tidak punya orang tua. Perasaan ini muncul karena dia tidak merasakan kasih sayang orang tua, sementara teman-temannya berkumpul dan mendapatkan kasih sayang dari orang tua mereka. Saat ibunya datang dari Arab Saudi, RN menyambutnya dengan biasabiasa saja. Tidak ada rasa rindu atau kasih sayang kepada ibunya. Meskipun ibunya sering kali menelepon, bahkan hampir tiap hari namun RN tidak merasakan kedekatan sama sekali. Sebaliknya, neneknya sangat berarti bagi RN. Perempuan itu yang mendidiknya dengan kasih sayang dan mengajari hal yang benar. Neneknya yang menggajari dia mencuci, memasak, dan hidup mandiri sejak SD. Satu lagi, dia tidak pernah dimarahi oleh neneknya. Kebersamaan itu berakhir juga. Nenek RN meninggal saat RN di kelas VI SD. RN masih ingat, saat itu masa lulusan SD. Hal yang masih dikenang oleh RN, meski neneknya tidak mempunyai banyak uang, ia selalu berusaha memenuhi kebutuhan RN dan saudara-saudaranya. Neneknya adalah seorang penjahit dan berusaha terus menjahit baju orang untuk mendapatkan tambahan uang untuk diberikan kepada RN. Mau tidak mau neneknya harus tetap bekerja karena uang kiriman uang dari orang tua RN kadang tidak cukup dan kadangkala datang
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
33
terlambat. Selain itu, uang kiriman tersebut juga untuk biaya hidup tiga saudara RN lainnya. Setelah neneknya meninggal, RN tidak tinggal bersama ayahnya. Dia memilih tinggal bersama saudara neneknya. Dia tidak mau tinggal bersama ayahnya karena merasa tidak betah. Sejak kecil ia terbiasa hidup dengan neneknya dan terpisah dari orang tuanya. Baru setelah saudara neneknya meninggal, dia ikut tinggal bersama ayahnya. Saat itu ayah RN tidak lagi bekerja di Malaysia. Dia memulai usaha membuat jaring ikan dan perahu. Kadang ayahnya menangkap ikan di laut. Namun setelah dua kali tenggelam, ayahnya tidak pernah pergi menangkap ikan lagi. Apalagi, kini usia ayahnya sudah 70 tahun dan sakit-sakitan. Sementara ibunya yang kini berusia 65 tahun belum pernah pulang lagi. Setelah lulus SD, RN melanjutkan ke SMP. Lulus SMP dia masuk SMA. Lulus SMA, dia sempat mengganggur. Kemudian dia bertemu dengan BI, pemuda dari kelurahan sebelah di Kecamatan Kota Bangkalan yang bekerja di kapal. Dari pertemuan itu berlanjut ke pacaran. Mereka pacaran selama setahun. Masa-masa pacaran BI menujukkan sikap yang baik. Setelah setahun 2 bulan lulus SMA, pada April 2007 keduanya menikah. Tak lama RN hamil, lalu lahirlah TM. Hubungan RN dan BI mulai berubah ketika BI suka keluyuran dan mabukmabukan. BI juga suka main judi. Menurut RN, BI menjadi seperti itu karena terpengaruh temannya. Saat ini ia sudah ketagihan judi, mabuk-mabukan, dan bahkan main perempuan. Uang mereka sudah habis dipakai untuk berjudi dan barang di rumahnya habis dijual oleh BI. Begitu juga uang simpanan dari hasil bekerja di kapal barang antarpulau di dalam negeri habis untuk judi dan BI tidak menyisakan sedikitpun untuk anaknya. Pada awal-awal pernikahan hingga TM lahir, BI menunjukkan sikap yang baik. Perubahan sikap dan perilaku BI membuat RN jengkel dan marah. Bahkan juga membuat malu keluarganya, karena ternyata BI suka berhutang. RN sering ditagih teman BI terkait utang suaminya itu. RN berkali-kali mengingatkan BI agar berubah, berhenti berjudi, keluyuran, dan mabuk-mabukan. Tapi peringatan itu tidak digubris. BI tetap saja gemar berjudi, keluyuran, dan mabuk-mabukan. RM pernah mendatangi tempat
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
34
BI mabuk-mabukan, di sebuah warung dekat sungai di utara Kota Bangkalan. Saat datang di warung itu, BI muncul dari pintu. Di dalam warung ada beberapa cewek. RN nekat mendatangi warung itu karena selama beberapa hari BI tidak pulang. RN juga ingin mempermalukan BI di depan teman-temannya dan ingin menunjukkan bahwa BI sudah mempunyai keluarga dan sudah tidak pantas lagi jika masih mabuk-mabukan. RN melabrak BI di depan teman-temannya. RN menganggap cara ini cukup berhasil karena BI kemudian mau pulang bersama RN karena malu. Puncak kekesalan RN pada adalah bulan puasa lalu. Saat orang-orang pada tarawih, BI malah mabuk-mabukan di rumah. Apalagi, BI memang tidak pernah puasa. Sebelum peristiwa memalukan itu, BI menggadaikan sepeda motor RN. Padahal, itu sepeda motor kreditan. Baru satu tahun tiga bulan RN mengangsur. Awalnya BI mengaku kepada RN dia kena tilang polisi, tetapi akhirnya ketahuan juga jika sepeda motor itu digadaikan BI ke temannya untuk bermain judi. Debt collector pun mendatangi RN untuk menarik sepeda motor yang tidak dibayar kreditannya itu. RN dan BI hampir tiap hari bertengkar. Masalah yang sering muncul adalah soal uang belanja dan ketidakjujuran BI. BI lebih mementingkan berfoyafoya, mabuk-mabukan, berjudi, dan nyawer kepada penyanyi di pentas dangdut daripada memberi uang belanja kepada istrinya. Dua tahun RN dan BI berpisah. Penyebabnya adalah BI tidak mau berubah dan memperbaiki keadaan. RN malu kepada tetanggga karena kelakuan suaminya itu. Dia sudah bertekad bulat untuk bercerai dengan suaminya. Dia mempunyai sifat keras karena ajaran dari ayahnya. Sifat ini tertanam karena ayahnya mendidik dia seperti mendidik saudara-saudara laki-lakinya. RN telah empat kali mempertahankan pernikahannya demi anak dan keluarganya. Dia sudah menikah ulang sebanyak dua kali ke kiai dengan harapan BI berubah. Tapi harapannya tak terwujud. RN menyadari konsekuensi jika bercerai dengan suaminya. Keputusan bulat dia ambil setelah mendapat petunjuk usai
shalat malam. Dia juga konsultasi dengan guru spiritualnya untuk
memantapkan langkahnya. Keluarganya juga mendukung, karena sudah lelah menasihati suaminya. Keluarganya angkat tangan dan menyerahkan keputusan
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
35
kepada RN. Mertuanya juga tidak keberatan jika RN pisah dengan BI. Keluarga BI mengetahui jika BI suka berjudi dan mabuk-mabukan. Bahkan, banyak barang di rumah orang tuanya dijual pula oleh BI. RN harus membiayai hidup dirinya dan anaknya sendiri. Dia mengandalkan gaji dan komisi sebagai tenaga honorer di Pemerintah Kabupaten Bangkalan. Honor yang dia terima per bulan Rp 550 ribu, ditambah uang lauk pauk Rp 300.000, jadi Rp 850.000. Kadang dia dapat bonus Rp 100.000 per bulannya. Selama ini RN memang jarang diberi uang belanja oleh BI. Jadi dia sudah biasa hidup dengan uang penghasilannya sendiri. Dia juga sering ditinggal berlayar oleh BI selama 5 bulan, 5 bulan kemudian berangkat lagi. Karena BI suka berjudi dan mabuk-mabukan, uang hasil kerja di kapal habis untuk kegiatan maksiatnya itu. Dia tidak peduli lagi terhadap istri dan anaknya. Pernah BI mengirim uang Rp 12.000.000 ke RN. Tapi uang itu kemudian habis dipakai sendiri dalam waktu 2 bulan. RN tidak mau lagi seandainya diajak rujuk lagi. Apalagi, sudah empat kali dia rujuk-cerai. Menurut agama, sudah tidak sah jika rujuk lagi. BI memang pernah mengancam akan menceraikan RN, tapi ancaman itu tak ditanggapi. Malah RN yang kemudian mengajukam talak. Selama mengurus perceraian di Pengadilan Agama (PA) Bangkalan RN merasakan proses yang rumit dan berbelit-belit. Dia mengalami sekali sidang dan BI langsung banding. Dengan banding itu, proses hukum yang dijalani akan lebih lama. Padahal, RN ingin segera masalahnya cepat selesai. Dia tidak ingin berlama-lama berurusan dengan BI lagi. Selama proses perceraian itu, RN memikirkan nasib anaknya, karena belum jelas siapa yang berhak mengasuh TM. RN masih memperbolehkan BI untuk membawa TM. Tapi dia yakin BI tidak bisa mendidik anaknya, karena masih suka keluyuran. TM sendiri mengatakan ayahnya jahat, karena sering memarahi dan bertengkar dengan ibunya. Tapi RN mengatakan kepada anaknya tidak boleh berkata bahwa ayahnya jahat. Sebaliknya BI selalu menjelek-jelekkan RN di depan TM, misalnya ia diminta ikut jika ibunya jalan dengan laki-laki lain. Jika RN ditelepon teman
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
36
kantor, TM menyilangkan tangannya di leher ibunya, tanda digorok. Kata TM, hal seperti itu disuruh ayahnya. Tapi, TM mengaku sayang sama ibunya. Dia tidak mau ikut ayahnya, karena ayahnya dinilai jahat dan sering marah kepadanya. BI selalu mengawasi RN. Dia sempat mengancam RN karena facebook-an dengan cowok-cowok. BI juga mengancam membunuh RN jika ketahuan bersama cowok lain. BI mengatakan akan membunuh keduanya.
BI juga sering
menjemput dan membawa anaknya ke tempat RN piket. Itu dilakukan agar RN malu dengan menujukkan telah punya anak. Meski sudah bercerai, RN tidak mau buru-buru kawin lagi. Dia masih ingin sendiri dulu. Jika mau menikah lagi, dia akan memilih laki-laki yang baik, jangan sampai salah pilih lagi untuk kedua kalinya. Dia akan mencari laki-laki yang sayang kepada anaknya dan menerima mereka apa adanya.
4.2
Subjek 2
4.2.1
Data Pribadi
Nama Tempat/ Tanggal Lahir Anak ke…. /dari….. Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Menikah I pada Nama Suami (Usia) Pekerjaan Nama Anak (Usia) Bercerai pada Nama Orangtua: Ayah Ibu Perkiraan Sosek
: : : : : : : : : : : : : :
RH Bangkalan, 10 Mei 1975 (36 tahun) 2 dari 3 bersaudara Islam SD Swasta (Pramuniaga di Pasar) 2003 SU (31 tahun) TKI di Malaysia AN (7 tahun) 2011 SR AR Bawah
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
37
4.2.2
Genogram
Ibu
Ayah
Ayah
Ibu
SU
RH
38 tahun
AN
4.2.3
Observasi Umum RH adalah seorang perempuan dewasa muda yang memiliki bentuk tubuh
yang cenderung gemuk dengan berat badan sekitar 70 kg dan tinggi badan 150 cm. Ia memiliki bentuk wajah yang bundar dengan tahi lalat di keningnya tepat di antara kedua alisnya, dan hidungnya kurang mancung. Dia mempunyai rambut hitam agak ikal yang panjangnya sebatas bahu. Dia sering menyisir rambut depannya ke belakang dengan jepit sisir (sirkam) warna keemasan. Kulitnya sawo matang cenderung gelap. Dari awal perbincangan, ia mengatakan akan menyampaikan bahwa ia akan membuka semua cerita tentangnya tanpa ada yang berusaha ditutupinya karena selama ini ia memang tidak pernah menceritakan tentang hal itu pada orang lain. Secara umum, selama wawancara berlangsung RH nampak bersemangat ketika menjawab semua pertanyaannya. Ia lebih lancar menceritakan dengan bahasa Madura meskipun sesekali ia berusaha berbahasa Indonesia. Ia menjawab semua pertanyaannya dengan panjang, bahkan dapat dikatakan malam itu dia yang banyak bicara. Cara bicaranya pun cukup tegas dan jelas.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
38
4.2.4
Anamnesa RH (36 tahun) merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan
SR dan AR. Saudara tertuanya laki-laki dan kini bekerja swasta di Surabaya. Kakak RH sudah menikah dan mempunyai anak. Sedangkan adiknya perempuan yang kini tinggal bersama RH. Adiknya juga sudah menikah dan kini masih tinggal satu rumah dengan RH. Masa kecil RH dilalui di sebuah kampung di salah satu kelurahan di Kecamatan Kota Bangkalan. Keluarga RH tergolong keluaga kurang mampu. Ayahnya hanya penjaga toko emas dengan gaji pas-pasan. Ibunya tidak bekerja, hanya seorang ibu rumah tangga. Mereka hidup di sebuah rumah kontrakan yang terbuat dari kayu dan gedek. Setelah perekonomian keluarga mereka membaik, keluarga RH pindah ke rumah kontrakan yang lain, masih di kampung yang sama. Jaraknya tidak jauh, sekitar 100 meter sebelah selatan rumah lama. Kali ini rumahnya lebih bagus. Bagian depannya tembok. Bagian belakang separo tembok, separo gedek. Mereka menempati rumah yang lebih layak. Di rumah ini ibu RH buka warung kecil-kecilan untuk membantu perekonomian keluarganya. Masa kanak-kanak dilalui RH dengan bermain, sekolah, dan mengaji. Masa sekolahnya dilalui dengan lancar oleh RH. Ayahnya sangat memperhatikan sekolah dan mengaji anak-anaknya. Ayahnya ingin anak-anaknya pintar dan bisa mengaji dengan baik. Bahkan, karena keinginananya yang besar agar anakanaknya sekolah, ayah RH mengantar anak-anaknya ke sekolah. Ayahnya juga cukup telaten membujuk RH untuk tetap sekolah saat ia malas berangkat ke sekolah. Begitu pula dengan mengaji, RH dan saudaranya wajib mengaji dan belajar agama pada kiai kampung tiap malam. Ayahnya pernah bilang pada RH, ia tidak ingin kelak setelah dia meninggal, anak-anaknya menuntut dan menyalahkan dirinya karena tidak disekolahkan. Namun, ayah RH mulai sakit-sakitan. Dia punya penyakit darah tinggi. Pekerjaan sebagai pramuniaga tidak maksimal. Ibu RH harus lebih bekerja keras lagi untuk menopang kebutuhan hidup keluarganya. Akhirnya, takdir memisahkan mereka. Musibah datang saat RH kelas VI SD, pada tahun 1988. Ayahnya meninggal karena penyakit darah tingginya. Sejak itu gantungan hidup keluaga RH tidak ada lagi. RH bersama ibu, kakak, dan adiknya harus berusaha sendiri
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
39
setelah tulang punggung telah tiada. Ibu RH harus bekerja keras. Kakak lakilakinya juga harus bekerja. RH pun segera menyelesaikan SD-nya. Setelah lulus SD, dia langsung bekerja. Adik perempuannya saja yang tidak bekerja karena masih kecil. Setelah lulus SD, RH bekerja sebagai pramuniaga di sebuah toko kain di Pasar Baru Bangkalan. Hasil dari kerjanya tidak seberapa. Uang yang dia peroleh diberikan kepada ibunya untuk menambah uang belanja kebutuhan sehari-hari. Ibu RH buka warung kecil-kecilan di rumah. Hasilnya dari jualan rujak manis, es, dan makanan ringan untuk anak-anak itu tidak seberapa. Tahun-tahun awal sejak kematian kepala keluarga membuat keluarga mereka hidup prihatin. Kondisi ekonomi keluarga RH sulit bangkit. Ibunya beralih jualan singkong, ubi, dan lain-lain di pasar. RH sendiri tetap jadi pramuniaga toko. Kakak laki-laki RH bekerja di Surabaya. Penghasilannya juga tidak mampu mengangkat kondisi ekomoni keluarga. Mereka hidup pas-pasan. Hari demi hari, bulan demi bulan dilewati RH, hingga 15 tahun dia masih menjadi parmuniaga toko di pasar. Pertemuan dengan SG terjadi di pasar. Usia keduanya terpaut cukup jauh, lima tahun. Saat itu RH berusia 28 tahun, sedangkan SG lebih muda lima tahun darinya, yaitu berusia 23 tahun. Dari sering bertemu, akhirnya mereka saling jatuh cinta. Menurut RH, SG bukanlah teman dekat yang pertama. RH punya banyak teman laki-laki, hanya sebagai teman biasa. Dia menjalani hubungan serius hanya dengan SG, pria asal sebuah desa di pantai utara Kabupaten Bangkalan. Masa pacaran RH dan SG cukup singkat, hanya lima bulan. Keduanya memutuskan untuk menikah pada tahun 2003. Mereka menikah resmi di KUA Bangkalan, dengan disaksikan orang tua, saudara, kerabat, dan tetangga. Saat menikah, SG tidak punya pekerjaan tetap. Dia hanya bekerja serabutan. Sementara RH tetap pada perkerjaannya sebagai pramuniaga. Bulan pertama hingga bulan kedua, kondisi kehidupan pasangan RH dan SG berjalan normal-normal saja. Keduanya tinggal di rumah orang tua RH. Di sana juga ada adik perempuan RH. RH pun hamil anak pertamanya. Di saat istrinya hamil, SG lebih banyak menganggur. Dia memang jadi pengayuh becak, tapi tidak lama. Kemudian menganggur lagi. Karena itu, RH yang lebih banyak
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
40
menopang kebutuhan keluarga. RH tidak pernah minta uang belanja. Kondisi ini mulai memunculkan benih-benih percekcokan. Apalagi, sifat asli SG mulai kelihatan. Dia suka main perempuan. RH kemudian melahirkan anak perempuan. Dia dan suaminya memberi nama AN. Dilihat dari fisiknya, AN lebih mirip ayahnnya. Kulitnya agak hitam seperti ayahnya. Sejak AN lahir, RH dan SG tambah sering cekcok. Bahkan, hampir tiap hari keduanya adu mulut. Puncaknya saat AN umur 10 bulan. RH masih ingat betul, saat itu malam ke-27 bulan Ramadhan. Malam itu RH melihat langsung suaminya naik sepeda motor membonceng perempuan lain. RH sudah tidak sabar dengan kelakuan suaminya. Malam itu juga RH minta SG memilih: dirinya atau perempuan itu. Ternyata, SG lebih memilih perempuan itu dan pergi meninggalkan RH. SG mengaku tidak sakit hati atau cemburu terhadap suaminya. Ia hanya merasa lelah diperlakukan seperti itu terus oleh suaminya. Sebelumnya RH sudah melihat sifat asli SG yang suka main perempuan, namun selama ini ia berusaha menyimpan cerita perselingkuhan suaminya itu agar keluarga tidak mengetahuinya. Dia juga tidak ingin percekcokannya didengar tetangga. Dia merasa malu jika konflik di rumah tangganya didengar keluarga dan tetangganya. Pernikahan RH dan SG hanya bertahan 1 tahun 6 bulan. Tapi perceraian mereka belum resmi. RH pun tak kuasa menahan perasaannya. Tangisnya meledak. Dia lalu masuk kamar dan membungkus semua pakaian SG. Malam itu juga dia mengusir suaminya itu dari rumah. Ibu RH juga marah dan meminta SG tidak kembali lagi ke rumah mereka. Hingga sekarang, RH mengaku ketakutan pada malam ke-27 Ramadhan. Setiap tahun di hari itu, ingatan akan peristiwa lalu muncul, dan timbul perasaan kesal dan marah. Sejak pergi meninggalkan rumah, RH jarang berkomunikasi dengan SG. Dia juga tidak tahu detail kabar suaminya. Kemudian dia mendengar SG berangkat ke Malaysia, menjadi TKI dengan jalur illegal. Di negeri jiran itu dia ditampung ibunya yang sudah lama bekerja di sana. SG berangkat ke Malaysia pada tahun 2004. Selama 7 tahun (2004 – 2011), SG hanya mengirim uang dua kali ke RH. Itu pun jumlahnya kecil, hanya Rp 150.000, dikirim dalam dua tahap. Pertama
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
41
kali dia mengirim uang Rp 100 ribu ke RH dengan menitipkan ke temannya yang pulang dari Malaysia. Kiriman kedua lebih kecil lagi, hanya Rp 50.000, juga dititipkan ke temannya. Tidak ada kiriman lagi setelah itu. Padahal, anaknya AN yang mulai tumbuh dan sekolah sedang membutuhkan biaya yang cukup besar. RH tidak mengeluh meski tidak pernah lagi dikirim uang oleh SG. Dia hanya malu jika ditanya kerabat, tetangga atau temannya soal kiriman uang dari SG. Apalagi, suaminya bekerja di Malaysia. RH terkadang mengaku mendapat kiriman uang dari suaminya, padahal uang tersebut merupakan hasilnya mengikuti arisan. Alasan RH menjawab seperti itu karena dia malu jika ketahuan tidak pernah dikirim uang oleh suaminya. RH pernah mendapat kabar bahwa SG kawin lagi di Malaysia dari sepupunya yang juga bekerja di sana. Baginya itu kabar biasa saja karena dia tahu SG memang suka perempuan. Satu hal yang membuatnya kesal adalah ketika ibu SG menceritakan bahwa SG sudah menikah lagi dan menjadi kaya setelah berpisah dengan RH. Ia kesal karena ibunya terkesan membuatnya menyesal telah meninggalkan SG yang sudah menjadi kaya. RH berusaha sabar dan menjalani kehidupan ini dengan tidak berlbih-lebihan. RH menjalani hidup sehari-harinya setelah ditinggal SG dengan tetap bekerja di pasar dan membesarkan anaknya. Penghasilan tiap bulannya mencapai Rp 900 ribu. Gaji bulanan dari majikannya hanya Rp 150 ribu. Komisi harian yang dia peroleh antara Rp 15.000 sampai Rp 25.000. Besaran komisi harian bergantung ramai atau sepinya pembeli kain, baju, celana, dan lainnya di tokonya. Jika ramai pembeli, dia bisa mendapat Rp 25.000. Uang dari pekerjaan di toko itulah yang ia pakai untuk biaya hidup dirinya dan anaknya. Dia juga menyisihkan sebagian uang untuk arisan. Dia berusaha untuk menabung untuk persiapan sekolah anaknya. Dia ingin anaknya sekolah hingga tinggi. Sehari-hari RH lebih senang berada di pasar daripada di rumah. Terlalau lama di rumah, membuatnya malu dan malas sendiri mendengar gunjingan tetangganya. Ibunya selalu mengingatkan RH untuk tidak nabeng caca (mengejar kata, Madura, Red. Maknanya, banyak bicara). RH bekerja di pasar dari pagi hingga sore. Selama bekerja, anaknya diasuh oleh neneknya. Pada malam harinya RH menemani anaknya belajar. Setelah itu dia tidur. Besok paginya bangun dan
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
42
berangkat lagi ke pasar hingga sore. Setelah ibunya meninggal pada tahun 2010, anaknya dititipkan pada adiknya yang tinggal satu rumah dengannya. Pada awalnya RH ada keinginan rujuk dengan SG dengan pertimbangan demi AN, anaknya. Dia kemudian kecewa karena seringkali dibohongi oleh SG. SG pernah menelepon dan berjanji akan datang, namun setelah didatangi ke tempat yang dijanjikan, SG tidak ada. Pernah juga dia telepon sudah mengirimkan uang melalui rekening bank milik tetangganya, namun setelah dicek ternyata tidak ada transfer sama sekali. RH mengaku sangat malu terhadap tetangganya itu. Perasaan ini ia pendam dan tutupi. Ibu dan keluarganya tidak diberitahu. SG juga sering telepon RH mengatakan hendak pulang dan beralasan mau menengok anaknya. RH tidak bisa melarang jika SG mau menjenguk anaknya karena bagaimana pun ia tetap ayah dari anaknya. Alasan-alasan seperti itu yang sering dipakai SG untuk datang ke rumah RH dan berupaya rujuk. Pernah juga SG beralasan ingin kembali pada RH karena istrinya yang baru banyak menuntut soal uang, sementara RH selama ini tidak pernah menuntut uang kepada suaminya. Kebohongan demi kebohongan ini yang membuat RH tidak ingin rujuk lagi. Bagi RH, tujuh tahun merupakan masa penantian yang cukup lama untuk berharap SG yang tak kunjung datang dan memberikan kepastian kepadanya. Sementara AN, anak SG dengan RH, sampai sekarang tidak pernah bertemu ayahnya. AN pernah menanyakan dimana ayahnya, namun RH mengatakan bahwa laki-laki yang meneleponnya setiap pagi itu adalah ayah AN, padahal laki-laki tersebut adalah teman dekat RH saat ini. Ada orang lain yang kemudian memberitahu AN bahwa ayahnya bernama SG, sehingga RH menjelaskan bahwa SG memang ayahnya yang sama seperti di lirik lagu Bang Toyyib yang tak pulang-pulang. Pada 2010 SG kembali telepon ke RH mangabarkan mau pulang ke rumah RH. Tapi, kali ini RH memastikan akan menggugat cerai. Dia menolak SG datang ke rumahnya. Apalagi SG tidak punya rumah lagi, setelah ayahnya meninggal karena selama ini kalau pulang dari Malaysia, dia tinggal di rumah ayahnya. RH berkeyakinan SG pulang kepadanya hanya untuk menumpang tidur. RH kemudian mengurus surat cerai tanpa sepengetahuan SG. Dia mengurus di Pengadilan Agama Bangkalan dibantu kerabatnya. Dia bertekad
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
43
mengurus perceraiannya setelah mempunyai uang Rp 400 ribu. RH mengaku tidak begitu sulit mengurus proses perceraiannya, karena dibantu oleh kenalannya di PA. Biayanya pun lebih murah dibanding dengan lainnya. RH kemudian dapat surat resmi bercerai dari SG dari pengadilan agama. Ia merasa lega karena penantian itu berakhir dan ia bisa memulai kembali kehidupan barunya setelah ini. Ia juga khawatir jika suatu saat mantan suaminya datang, ia bingung bagaimana harus menjelaskan tentang status perceraian mereka karena SG digugat cerai (taklik) tanpa sepengetahuan SG.
4.3
Asesmen Berdasarkan Wawancara Mendalam Tabel 4.1 Faktor Penyebab Perceraian Faktor Penyebab Perceraian
Responden
RN
Karena dia suka keluyuran itu Mbak. Lebih mementingkan teman daripada keluarga. Keluyuran dari jam tujuh pagi sampai jam sepuluh malam. Dia seperti itu karena pengaruh dari lingkungan luar sana. Dia suka judi, keluar malam, minum begitu. Dulu dia ga gitu, baik. Dulu baik, ga pernah keluyuran, mementingkan keluarga, bukan teman. Kalau sekarang lebih mementingkan teman daripada keluarga. Sampai puncaknya, ya akhirnya saya memilih pisah. Gara-gara sepeda motor, sepeda motor kreditan punyaku dijual. Digadaikan buat main judi. Ya, masalahnya saya dicari dealer ke sini. Terus, dia bilang kena tilang. Akhirnya terbongkar digadaikan
Suami berubah Suami banyak menghabiskan uang, berfoya-foya, judi, minum minuman keras Suami suka berbohong Suami mementingkan dirinya sendiri Suami tidak mempedulikan anaknya Suami menuduh orang tua ikut campur Suami selingkuh Suami menuduh istri jual diri dan selingkuh
Selain itu, setiap hari tengkar garagara ga memegang anaknya, ya ga peduli. Masalah uang belanja, dia juga ga jujur gitu, (berdehem) mementingkan diri-sendiri. Saya minta uang belanja dia ga punya. Kalau foya-foya dia Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
44
punya, ya untuk minum, untuk nyawer. Dia sering menjelek-jelekkan aku Mbak. Kalau telepon diangkat, dia bilang ”Lagi ngapain? Lagi jual diri ya?” Kesel tuh Mbak. Orang tua kamu tuh sering ikut campur tentang urusan rumah tangga, padahal orang tua saya ga ikut-ikut. Dulu waktu di luar negeri pernah cewek yang mengangkat teleponnya, dia mengaku pacarnya BI, mbak.. ada fotonya di sepupunya dia, bukan Cuma satu, tapi dua. Tiap hari memang sudah ada percekcokan. Masalah perempuan Mbak. Bukan uang. Pernah di bulan puasa suami saya boncengan sama perempuan. Saya tidak marah. Saya sampai bilang gini, SG, mau pilih siapa, saya atau dia. Saya pilih dia dik, katanya. Tapi dia sering datang, Mbak. Orang itu nglemes, alasannya ingin nengok anak. Ada saja alasannya. Anak saya umur 10 bulan, suami berangkat ke Malaysia. Saudaranya ngomong, di Malaysia dia kawin lagi.
RH
Suami selingkuh Suami tidak menafkahi Sering terjadi pertengkaran Suami tidak juga berubah lebih baik Suami suka berbohong Tapi aib itu saya pendam. Kalau Suami suka ditanya sudah dikirim uang? Saya mempermainkan istri jawab iya. Saya malu Mbak sama Mertua jahat dan tetangga. Tapi sebenarnya tidak pernah melindungi anak meski dikirim uang. Hanya Rp 150 ribu. salah Bayangkan Mbak tujuh tahun. Pernah saya dapat rezeki, dapat arisan Rp 1 juta. Saya bilang sama orang tua dikirimin suami. Orang tua tidak tahu saya tidak pernah dikirimin uang. Saya tunggu setahun, dua tahun, siapa tahu dikirimin uang, siapa tahu berubah. Ternyata tidak berubah Mbak. Pernah Mbak saya ditipu sampai malu Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
45
sama teman. Dia telepon katanya sadah di pasar. Maklum sudah 7 tahun tidak bertemu. Sudah cukup kangennya. Saya datangi, tapi dia tidak ada. Dia bilang nanti malam mau pulang, langsung ke rumah saya. Saya Mbak dengan anak menunggu suami, ternyata saya ditipu. Bapak mertua itu juga jahat, wong dia menampung anaknya bawa perempuan lain, Mbak. Kesimpulan: Faktor penyebab perceraian RN dengan suaminya disebabkan oleh perubahan pada diri suami yang awalnya baik, cinta, dan perhatian kepada istri dan anak kemudian menjadi sebaliknya. Suami lebih senang menghabiskan uang untuk berfoya-foya, main judi, minum minuman keras, suka berbohong, mementingkan dirinya sendiri, tidak mempedulikan anaknya, menuduh orang tua RN ikut campur urusan rumah tangga, ia berselingkuh, dan menuduh istri jual diri dan selingkuh. Sedangkan RH bercerai dengan suaminya karena suaminya selingkuh, tidak menafkahi, tidak berubah lebih baik, suka berbohong, suka mempermainkan istri, dan mertua RH yang jahat dan melindungi anaknya yang salah.
Tabel 4.2 Emosi yang muncul Responden
RN
Emosi yang muncul Saya ga pernah marah, asalkan anaknya dibawa saya. Pernah mbak anak saya dibawa kabur selama 3 hari. Bingung mbak, kacau balau mbak. Sedih begitu, kan biasa Kebingungan karena sama saya. anak dibawa suami Kalau perasaan bersalah ga ada.. Ini Sedih lebih tenang.. Sakit hati Tidak pernah senang Sudah terlalu sakit.. Lahir batin disiksa Malu punya suami begitu. Pikiran selalu dikasih masalah. banyak hutang Ga ada senang-senangnya. Ya malu Sedikit kehilangan mbak punya suami kayak begitu, sering ga tahu diri, punya hutang ga bayar. Kalau kehilangan, (berdehem) iya ada dikit (tertawa).. Biasanya kalau ada dia Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
46
curhat mbak. Sekarang ga ada dia.. Tapi kalau saya lihat suami, saya tidak punya perasaan marah, biasa. Tidak tahu. Cuma malu sama orang. Saya tidak juga merasa kehilangan. Saya pernah kesal sama mertua. Dia bilang sekarang suami saya sudah kaya. Saya bilang tidak apa-apa, saya juga tidak akan minta-minta. Memang dia kaya. Tapi kok ya tidak ingat sama anaknya.
RH
Saya malu sama jum (tetangga), suami saya minta nomor rekening. Katanya, dik saya kirim uang. Pakai ke nomor rekening jum. Saat dicek ke bni, kok tidak ada. Ternyata dia bohong. Kalau ingat itu, saya kesal. Dia hanya janji- Malu sama orang janji saja. Malu mbak kalo dibohongin Kesal terhadap mertua terus. Ada ketakutan saat Tiap puasa malam ke 27, saya takut, Ramadhan saya masih ingat terus. Saya trauma mbak. Pada malam itu kejadian saya suruh dia memilih, saya atau dia. Dia jawab milih perempuan itu. Aduh mbak, masih trauma. Kejadian itu saja yang tidak saya lupakan. Tapi dulu memang saat bulan puasa atau lebaran tidak pernah pulang ke rumah suami. Pernah pada malam takbiran dia tidak pulang, saya tanya, kamu di mana? Dia bilang, saya ada di alun-alun dik. Saya tidur di alun-alaun, kenapa tidur di sana? Dia bilang tidak apa-apa. Saya tidak tanyatanya lagi, meski ke ibu mertua. Ibu itu bilang suami saya boncengan dengan perempuan lain. Saya jawab, biarin saja.
Kesimpulan: Emosi yang muncul dari RN ketika mengalami kejadian itu dia sedih, sakit hati, tidak pernah senang, sedikit kehilangan, dan kebingungan karena anak dibawa suami. RN kebingungan saat suami membawa kabur anaknya tiga hari. Saat itu dia merasa kacau balau dan sedih. Sedangkan RH merasa malu kepada tetangga akibat prilaku suaminya. Dia juga kesal kepada mertuanya yang jahat dan melindungi anaknya yang membawa perempuan lain ke rumah Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
47
mertuanya itu. RH juga mengalami ketakutan saat Ramadhan tiba, terutama pada tanggal 27 Ramadhan saat dia mendapati suaminya berselingkuh dan lebih memilih perempuan itu.
Tabel 4.3 Ekspresi Emosi Responden
RN
RH
Ekspresi Emosi Kalau dia marah, saya bilang, Ga usah ngurusin, aku bukan istrimu! Kata siapa kamu bukan istriku? Kamu masih Memarahi suami sah istriku. Yah begitulah. Sudah ga bisa dipertahankan, sudah keterlaluan. Jika ingat pada wajahnya, apalagi saat itu anak minta uang, saya marah. Itu kalau pas anak saya nakal teringat Terkadang marah pada pada bapaknya. Duh kah….anak terhadap anak saat dia ini. Terus ingat pada bapaknya. Ya nakal kesel Mbak. Tapi sekarang tidak lagi. Anaknya tidak begitu nakal lagi. Ya kasihan Mbak.
Kesimpulan: RN mengekspresikan emosinya kepada suami dengan memarahi balik
suaminya
itu
jika
suaminya
marah.
Sedangkan
RH
terkadang
mengekspresikan emosinya dengan marah kepada anaknya saat dia nakal karena RH jadi teringat wajah mantan suaminya itu. Ketika anaknya besar dan tidak nakal lagi, RH jarang marah malah dia kasihan kepada anaknya.
Tabel 4.4 Upaya mengatasi atau mengurangi reaksi emosi Upaya mengatasi atau mengurangi reaksi emosi
Responden
RN
RH
Kadang juga menangis.. mempertanyakan, kok bisa begitu, kok bisa tega begitu Mbak. Padahal saya sudah jalan baik-baik, ga selingkuh. Lebih baik saya diam saja. Lebih baik seperti ini saja. Lebih tenang.. Tidak ada pelampiasan. Ya dampaknya ke diri sendiri saja. Soalnya anak saya masih kecil. Ya maunya marah ke siapa? Ya ke diri sendiri. Menangisi diri sendiri. Meratapi nasib sendiri.
Menangis Merenung Diam Menangis dan meratapi nasib Tidak membuat masalah semakin ramai Mengatakan pada mantan suami kalau sudah menikah lagi Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
48
Tentang perselingkuhannya, saya bilang tidak usah ramai-ramai. Saya malu Mbak, malu sama tetangga. Takut didengar tetangga. Ya, saya tutupi terus. Sebelumnya sering telepon, ingin bicara sama saya. Tapi kemudian dikasih tahu jangan telepon-telepon lagi, kasihan istrimu, jangan diganggu. Dia tanya kenapa. Lalu dikatakan istrimu sudah kawin. Sejak itu tidak telepon lagi. Kesimpulan: Dalam upaya mengatasi atau mengurangi reaksi emosi, RN melampiaskan dengan menangis dan merenung. Dia menangis dan bertanya di dalam hati kenapa suaminya tega menyakiti hatinya. Padahal dia merasa sudah bertindak dan bersikap baik. Sedangkan RH dalam upaya mengatasi atau mengurangi reaksi emosi dengan diam, menangis dan meratapi nasib, tidak membuat masalah semakin ramai, dan mengatakan kepada mantan suami kalau sudah menikah lagi demi menghindari kontak.
Tabel 4.5 Perlu Tidaknya Bercerai Secara Hukum Responden
RN
RH
Perlu tidaknya bercerai secara hukum.. Alasan.. Ya perlu, mbak.. Sudah empat kali Mbak saya rujuk cerai. Sudah ga sah Perlu, karena sudah kalau mau balik lagi menurut agama. beberapa kali ditalak Dia ga mau nanggapin, ya udah saya yang mengajukan gugatan cerai. Saya menggugat cerai duluan Mbak. Saya ambil resiko, kok pas langsung dipanggil langsung sampai ke Perlu, terlalu lama pengadilan. menunggu dalam Saya taklik karena orangnya tidak ada. ketidakpastian Taklik/ghoib, hilang, tidak ada. Suami tidak juga Orangnya ada, tapi tidak dihadirkan. berubah Saya menunggu satu tahun, dua tahun, sampe 7 tahun, ditunggu lama dia tetap begitu.
Kesimpulan: Proses perceraian secara hukum dianggap perlu oleh RN. Apalagi dia sudah empat kali rujuk cerai dan itu tidak sah menurut agama kalau masih
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
49
berkumpul dengan suami. RN mengajukan gugatan cerai karena suami tidak menaggapi saat dirinya minta cerai. Sedangkan RH juga menyatakan perlu proses perceraian secara hukum karena dia memang terlalu lama menunggu, tujuh tahun dalam ketidakpastian, dan suami tidak juga berubah.
Tabel 4.6 Kesulitan dalam urusan legal Kesulitan dalam urusan Legal
Responden
RN
RH
Ya rumit Mbak, berbelit-belit. Rumitnya masih ditanyain itu, ditanyain itu, masih banding. Suami mengajukan banding, jadi prosesnya agak lama.. Dia ga mau diceraikan. Alasannya dia masih Rumit, berbelit-belit sayang. Saya sudah empat kali Mbak Suami mengajukan mempertahankan demi anak, demi banding karena tidak keluarga. Bahkan saya sudah menikah ingin diceraikan ulang dua kali ke pak kiai. Ya, siapa tahu berubah, tapi tetap. Bahkan pak RT dan pak RW tanda tangan perjanjian itu, dia masih tetap saja. Biaya besar, kata orang perlu 2 juta-an. Biaya besar
Kesimpulan: Selama mengurus proses perceraian secara legal RN mengalami kesulitan. Proses berjalan rumit dan berbelit-belit serta lama setelah suami mengajukan banding karena tidak ingin diceraikan. Suaminya beralasan masih sayang terhadap RN. Sedangkan RH menjalani proses yang tidak berbelit dan berlangsung singkat, hanya saja kendala biaya yang menjadi masalah utamanya.
Tabel 4.7 Upaya Mengatasi Kesulitan Urusan Legal Responden RN
RH
Upaya mengatasinya Ya ga ada, mbak.. Masalahnya saya ingin cepat-cepat selesai. Ga ingin berurusan dengan dia lagi. Awalnya dibiarin saja soalnya, pertama saya tidak punya uang. Sekarang sudah punya dari ngumpulin uang sedikit demi sedikit. Saya kan punya orang dalam, cuma Rp 490 ribu. Ya saya ditolong Mbak. Saya sudah lega. Tapi masih pegang surat yang kecil, bukan yang besar.
Tidak ada upaya, tapi ingin segera selesai Membiarkan Mengumpulkan uang untuk mengajukan gugatan cerai Dibantu saudara dan pegawai PA
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
50
Nanti ada surat dari pengadilan agama. Sekarang saya pegang surat dari pengadilan, tapi yang kecil. Kesimpulan: RN tidak melakukan upaya untuk mengatasi kesulitan urusan legal perceraiannya, tapi dia ingin proses itu segera selesai karena ia tidak ingin berurusan dengan suaminya lagi. Sedangkan RH berusaha mengumpulkan uang untuk mengajukan gugatan cerai dan dia dibantu saudara dan pegawai Pengadilan Agama.
Tabel 4.8 Yang Memenuhi Kebutuhan Ekonomi setelah Perceraian Siapa yang memenuhi kebutuhan ekonomi setelah perceraian
Responden
RN
RH
Saya kan kerja.. Kadang kan sama saudara dikasih uang. Sama ibu dikirimin Mbak Saya bekerja di pasar tiap hari dapat Rp 20 ribu, Rp 15 ribu atau Rp 25 ribu. Bayaran bulanan Rp 150 ribu. Kadang anak saya diberi uang oleh ibu gurunya. Tiap bulan Rp 10 ribu, Rp 15 ribu.
Diri sendiri Ibu
Diri sendiri Guru anaknya
Kesimpulan: Setelah bercerai, untuk kebutuhan ekonomi keluarganya RN berusaha memenuhi sendiri dan juga dibantu ibunya. Begitu pula RH yang mengupayakan sendiri kebutuhan rumah tangganya. Kadangkala guru anaknya memberi uang untuk anak RH.
Tabel 4.9 Upaya Memenuhi Kebutuhan Ekonomi Responden
RN
RH
Upaya memenuhi kebutuhan ekonomi Yaa, kerja aja,mbak.. Honor Rp 550 ribu, LP Rp 300 ribu. Lain bonus itu Bekerja di Pemkab Mbak. Kadang dapat Rp 100 ribu. Menabung uang yang Kiriman dari ibu ditabung, buat beli dikirimkan ibunya beras. Kan TM masih menyusu. Biaya bapak yang sakit, biaya listrik. Saya lebih banyak di pasar. Kurang Bekerja di pasar dan memperhatikan sekolah anak. Lebih apa saja yang disuruh banyak di pasar. Pendapatan tiap hari orang
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
51
tidak tentu. Kalau sepi dapat Rp 10 ribu. Kadang Rp 15 ribu. Kalau tidak ada upah harian itu tidak cukup. Saya berusaha tetap kerja di pasar. Kalau masa-masa preman hasilnya lumayan. Misalnya masa masuk sekolah. Misalnya kurang seminggu, hasilnya lumayan. Uang yang saya peroleh saya simpan. Sedikit demi sedikit saya simpan. Itu untuk jaga-jaga jika pasar lagi sepi. Karena ingin membiayai anak, perkerjaan apapun saya kerjakan. Disuruh orang saya kerjakan. Selama ini anak saya tidak menikmati uang bapaknya. Kesimpulan: Upaya yang dilakukan RN untuk memenuhi kebutuhan ekonominya dengan bekerja di Pemkab Bangkalan dan menabung uang yang dikirim ibunya. Sedangkan RH bekerja di pasar dan upah dari tetangganya yang menggunakan tenaganya.
Tabel 4.10 Kesulitan Ekonomi Mengalami kesulitan atau tidak? Mengapa?
Responden
RN
RH
Bahkan harta keluarganya habis sama dia Mbak. Gara-gara main judi. Walaupun dia berlayar ga dapat apa- Semua harta apa Mbak. Habis semua, emas habis dihabiskan suami, dijual. ATM mau minta seratus ribu ga tidak punya apa-apa ada. Padahal mengambilnya seratus ribu, bukan satu juta. Misalnya masa anak kenaikan kelas, dia tidak pernah kirim uang. Saya tidak Kekurangan biaya mengharap itu lagi, biarkan saja, sekolah anak biarkan apa yang terjadi nanti sajalah.
Kesimpulan: RN mengalami kesulitan ekonomi sejak bercerai dengan suaminya. Semua hartanya dihabiskan suami untuk judi dan main perempuan, sehingga dia tidak mempunyai apa-apa lagi. Sedangkan RH mengalami kesulitan untuk membiayai sekolah anaknya. Saat anaknya kenaikan kelas, mantan suaminya tidak mengirim uang.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
52
Tabel 4.11 Hak Asuh atas Anak Responden
Hak asuh atas anak Hak asuh anak ada di saya, tapi kadang Anak ikut ibu dijemput ayahnya Anak ya pasti ikut say, mbak.. Anak ikut ibu
RN RH
Kesimpulan: Untuk hak asuh, RN mendapatkan hak asuh atas anaknya. Tapi kadang anaknya dijemput dan dibawa ayahnya. RN memberi waktu kepada mantan suaminya untuk bersama dan berkumpul dengan anaknya. Sedangkan RH memang mengasuh anaknya asuh sejak bayi. Ayahnya meninggalkan RH saat anaknya berumur 10 bulan, tetapi RH tidak melarang mantan suaminya jika ingin betemua anaknya. Tabel 4.12 Pembagian Peran Baru (Ayah – Ibu) – Anak Responden
RN
RH
Pembagian peran baru (ayah – ibu) – anak Anak bebas kalau mau pergi sama ayahnya. Tapi harus dikembalikan.. Dia ga mungkin mau rawat anaknya. Ga Ayah bebas bermain mungkin, dia ga mungkin siap untuk dengan anak, tapi harus mendidik anaknya karena kerjaannya kembali suka keluyuran. Siapa yang pegang anak. Saya juga berdoa dia tidak kembali ke sini lagi. Tapi kalau mau nengok Tidak melarang ayah anaknya, ya tidak apa-apa, wong dia menemui anak anaknya. Kalau dilarang saya keliru.
Kesimpulan: Untuk pembagian peran dengan mantan suami terkait anak, RN memberikan kebebasan kepada mantan suaminya untuk bermain dengan anaknya, tapi si anak harus dikembalikan ke ibunya. Sedangkan RH tidak melarang mantan suaminya bertemua dengan anaknya, tapi dia tidak berharap mantan suami datang ke rumahnya. Kalau hanya sekedar menengok anaknya dia tidak akan melarang.
Tabel 4.13 Menjadi Orang Tua Tunggal Responden RN
Menjadi orang tua tunggal Ada kesulitan menjadi orang tua Mengalami kesulitan
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
53
RH
tunggal.. Anak kan masih kecil, dia karena anak masih merekam. Bapaknya kan suka keluar, kecil ga mentingin anak. Dia bilang bapak penjahat ya ma, begitu. Jahat suka marahin mama Ya merangkap semuanya. Ya kini sudah biasa Mbak, sudah biasa ditinggal. Jadi bapak, ya juga jadi ibu. Kalau pas ada Mauludan, saya kasihan anak Mbak. Merangkap tugas ibu Kan banyak orang (bapak-bapak) dan ayah pegang balon, saya ajak anak saya Berusaha memenuhi masuk ke rumah. Sampai-sampai saya kebutuhan anak belikan balon di pasar. Jadi kalau ada tahlilan rasanya ngenes. Terpaksa saya siapkan balon. Kalau tidak ada, dia akan menangis.
Kesimpulan: RN mengalami kesulitan menjadi orang tua tunggal karena anaknya masih kecil dan merekam serta menangkap bahwa ayahnya jahat karena sering memarahi ibunya. Sedangkan RH merangkap peran sebagai ibu sekaligus ayah yang memenuhi kebutuhan anak sendirian karena mantan suaminya tidak pernah lagi memberi uang untuk anaknya
Tabel 4.14 Pendampingan terhadap Anak Responden
RN
RH
Pendampingan terhadap anak Kalo anak saya bilang bapaknya jahat, ya saya bilang, itu bapaknya TM, jangan begitu, dosa, nanti dimarahi Memberitahu untuk Allah. tidak membenci ayahnya Tapi kalau bapaknya ga Mbak. Saya selalu dijelek-jelekkan. Pokoknya anak saya harus mengaji dan Anak harus mengaji belajar. dan belajar Jika anak Anak pernah tanya, mamak saya mempertanyakan anaknya siapa? Ya anaknya saya nak. ayahnya, dijelaskan Apa saya punya bapak? Ya, kamu bahwa ayahnya tidak punya bapak. Sekarang di mana pernah pulang mamak? Itu dia kata saat saya ada Kadangkala ibu telepon jam 7. Anak saya bilang, kata menjelaskan kalau orang saya anaknya SG. Anak saya ayahnya sudah tiada terus tanya. Nah, kalo ada lagu Bang
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
54
Toyib, saya bilang, SG itu kayak itu, tak pernah pulang-pulang. Saya kasihan pada anak saya Mbak. Memang dia tidak tahu bapaknya. Sekarang anak saya 7 tahun. Kalau dia ditanya bapaknya, jawab Bang Toyib. Pas tajin pedis (Muharram, dalam bulan Islam) tanggal 1, ada telepon, mana anak saya? Memang anak itu tidak pernah mau terima telepon. Tapi saat itu dia terima. Saya ini bapak kamu. Bukan. Di mana kamu sekarang? Saya sedang sakit. Saya sekolah tidak minta sama kamu, tapi sama mamak. Kok anak saya bilang begitu. Saya terharu (taceggen). Kasihan kalau ada lagu Bang Toyib. Anak saya bilang, tuh Bang Toyib, SG. Dia tidak bilang bapak, tapi SG. Suami saya ke anaknya juga sering bohong. Pernah bilang, nanti saya beliin kulkas, tapi tidak beliin. Saat itu saya biarin saja, karena masih ada keinginan untuk rujuk. Saat itu ibu saya masih hidup. Anak saya bilang, mamak mau dibeliin kulkas sama SG. Juga dia tanya, mak bapak saya itu mati ya. Saya jawab ya begitu. Tapi dulu waktu masih ingin rujuk saya bilang bapak bekerja di Malaysia. Saya kasihan Mbak. Tapi sekarang saya bilang sudah tidak ada. Ya dibilang hidup, dia mati. Dibilang mati, dia hidup. Kesimpulan: RN yang mengasuh dan mendampingi anaknya tetap berupaya memberi tahu anaknya agar tidak membenci ayahnya. Jika anaknya mengatakan bahwa ayahnya jahat, dia melarangnya dan mengatakan jika anaknya bilang begitu kepada ayahnya akan dimarahi Allah. Sedangkan RH mengharuskan anaknya mengaji dan belajar. Setiap pulang dari pasar dia menyempatkan melihat anaknya mengaji dan pada malam hari menemani anaknya belajar. Jika anaknya menanyakan siapa bapaknya, RH menjawab bahwa ayahnya ada, tapi tidak pernah pulang. terkadang dia mengatakan kepada anaknya bahwa ayahnya meninggal karena kasihan kepadanya anaknya. Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
55
Tabel 4.15 Pandangan atau Reaksi Orang di Sekitar Pandangan atau reaksi orang di sekitar
Responden
RN
RH
Keluarga sudah ga ingin tahu karena sudah banyak ikut campur, sehingga Keluarga tidak campur sudah capai yang mau nasehatin suami tangan saya. Sudah angkat tangan semua Sepulang dari kelurahan mencari saya. Dibilang ke pengadilan. Lho ada apa? Orang yang tahu, Dia mau talak. Orang-orang akhirnya malah mendukung dan tahu. Tapi nggak apa-apa, kamu nggak menguatkan salah, jangan takut.
Kesimpulan: Pandangan atau reaksi orang sekitar RN, keluarganya tidak mau ikut campur lagi karena sudah banyak ikut campur dalam masalah rumah RN sebelumnya. Sedangkan RH merasa mendapat dukungan dari orang-orang sekitar yang mengetahui permasalahan yang ia alami. Mereka mendorong agar RH menceraikan suaminya.
Tabel 4.16 Yang Berperan Memberi Dukungan Yang berperan memberi dukungan
Responden
RN
RH
Saya sudah sholat malam, petunjuknya begitu Orang tua.. Terus ada guru spiritual Mertua juga Keluarga besar, juragan dan temanteman..
Sholat malam Orang tua Guru spiritual Mertua
Keluarga besar Juragan Teman-teman
Kesimpulan: Orang yang berperan memberikan dukungan terhadap RN adalah orang tua, guru spitual, dan mertuanya. Selain itu dia salat malam mohon pentunjuk dari Allah. Dia mendapatkan petunjuk untuk menceraikan suaminya. Sedangkan RH mendapat dukungan dari keluarga, juragan, dan teman-temannya.
Tabel 4.17 Bentuk Dukungan Responden RN
Bentuk Dukungan Suami dijemput sama keluarga saya, Keluarga menjemput
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
56
RH
tapi setelah itu bertengkar dan pulang seenaknya saja. Kayak bagaimana ya, ngelunjak gitu. Setelah saya cerai, anak saya dijaga ayah saya kalau saya sedang kerja.. Bapak juga nasehatin, ya wes semoga punya jodoh yang lain nanti, yang lebih baik dari dia. Kemarin saat punya masalah, ibu saya bilang, kamu harus tegar walaupun anaknya diambil sama suaminya. Kasih saja biar kamu tenang. Guru ngaji di depan rumah. Dia memberi doa-doa biar bisa tenang, kasihan anak saya katanya. Mertua bilang, ya sudah kalau ga mampu jangan dipaksakan. Terserah kamu saja. Mertua kasihan sama saya Mbak, karena suami suka begitu. Banyak Mbak. Saya kadang cerita sama juragan dan dia bilang, sudah biarkan saja, mau bagaimana lagi? Kadang teman juga bilang, mungkin kalah sama dia soal uang. Paling-paling dia kalah nyawanya. Cacing di dalam tanah saja bisa hidup, apalagi manusia. Yang mendukung saya teman-teman, keluarga. Juga paman dan sepupu saya di kampung Temor Pasar. Sepupu saya bilang, sudah jangan dipikirkan lagi Dik, makan saja yang bisa dimakan.
suami untuk memperbaiki hubungan Ayah menjaga anak dan menasehati Ibu menguatkan Guru ngaji member doa-doa biar tenang Mertua mendukung
Juragan menguatkan Teman menguatkan Saudara menasehati
Kesimpulan: Bentuk dukungan yang diberikan kepada RN di antaranya adalah dengan menjemput suami untuk memperbaiki hubungan, ayahnya membantu menjaga anak RN dan menasehati, ibunya menguatkan, guru ngajinya memberi doa-doa agar dia tenang, dan mertuanya mendukung keputusan untuk berpisah. Sedangkan bentuk dukungan yang didapat RH diperoleh dari juragan dan temantemannya yang menguatkan dan keluarganya yang selalu menasehati.
Tabel 4.18 Sikap terhadap Perceraian Responden RN
Sikap terhadap perceraian Kalo yang saya alami, mending Mending bercerai demi mengalami perceraian, mbak.. anak Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
57
RH
bukannya ga mau mau mempertahankan.. Saya sudah empat kali Mbak mempertahankan demi anak, demi keluarga. Bahkan saya sudah menikah dua kali ke pak kiai.. kadang kan orang mudah bilang rujuk. Kan mereka ga mengalami sakitnya. Buat saya, perceraian tu adalah yang Perceraian adalah jalan terbaik terbaik
Kesimpulan: Sikap RN terhadap perceraiannya, dia memang memilih bercerai demi anak. Apalagi dia sudah empat kali cerai-rujuk demi anak dan keluarga. Bahkan, dia sudah menikah ulang dua kali. Sedangkan RH menilai perceraian adalah jalan yang terbaik.
Tabel 4.19 Harga Diri setelah Bercerai Responden RN RH
Harga diri setelah bercerai Baik-baik aja.. Ga ada rasa malu sama Tidak malu karena sekali, bukan saya yang salah. merasa tidak salah Tapi saya malu sama tetangga. Itu saya Malu terhadap tetangga dipendam. Cuma keluarga yang tahu.
Kesimpulan: Setelah bercerai, RN merasa tidak malu karena merasa dia tidak salah atas perceraiannya. Dia terpaksa bercerai karena suaminya tidak memperbaiki kelakuan buruknya. Sedangkan RH merasa malu terhadap tetangga. Tapi rasa malu itu dia pendam dan hanya keluarga yang tahu.
Tabel 4.20 Penerimaan akan Perceraian Responden RN
RH
Mending cerai daripada seperti ini terus.. kalau cerai lebih tenang, daripada menyakitkan hati. Aduh....kok bisa begini ya nasibku? Mungkin pertamanya gagal, mungkin yang kedua kalinya nggak.
Penerimaan akan perceraian Bisa menerima perceraian karena membuat lebih tenang Kadang mempertanyakan, namun berharap berikutnya tidak gagal lagi
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
58
Kesimpulan: RN menerima perceraiannya karena membuat kehidupannya lebih baik. Dia memilih bercerai daripada menanggung sakit hati terus-menerus. Sedangkan RH kadang masih tidak percaya dia akhirnya bercerai, tapi ia berharap berikutnya tidak gagal lagi.
Tabel 4.21 Menyandang Status Janda Responden
RN
RH
Menyandang status janda Ga masalah.. Karena ga malu Mbak, bukan saya yang salah. Kan biasanya imagenya janda jelek di mata masyarakat. Satu kampung sudah tahu sifat suami saya kayak itu. Jadi, ga ada Tidak malu dengan rasa malu sama sekali. status janda Kadang ada orang iseng itu Mbak, Marah jika ada yang ngerjain. Dikira imagenya janda kan menganggap murahan mau begitu Mbak. Ada yang ngajak keluar malam, dugem, dan memberikan kehangatan. Makanya kalo ada nomor ga dikenal telepon, saya marahin.. Lebih baik seperti sekarang saja. Ntar kalau dia datang aduh…..malah bikin Tidak masalah, sakit hati saja. Lebih baik saya tidur daripada sakit hati sendiri saja (tertawa).
Kesimpulan: Menyandang status janda bagi RN tidak membuatnya malu. Tapi dia akan marah jika dianggap perempuan murahan. Dia menganggap tak masalah dengan satus barunya itu karena satu kampung sudah tahu permasalahan mereka. Sedangkan RH mengangap tidak masalah dengan satus jandanya daripada dia sakit hati. Dia merasa lebih baik dengan kondisinya sekarang.
Tabel 4.22 Hubungan Baru dengan Lawan Jenis Responden
RN
RH
Hubungan baru dengan lawan jenis Sekarang sendiri dulu. Seleksi mana yang baik baru (berdehem) cari papa Masih ingin sendiri, baru buat anakku (tertawa), Cari yang belum memulai lebih sayang ke anak dan menerima apa hubungan baru adanya begitu Mbak. Belum ada rencana menikah. Tapi kalo Belum ingin menikah ada rezeki dari timur, saya tidak kembali
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
59
menolak atau menerima. Sebatas dekat dengan teman Kalau teman sih punya. Hanya teman. Berharap menemukan Kalu diajak keluar ayuk. Kan hanya orang yang tepat teman Mbak. Kalau pacar saya tidak punya, tapi kalau teman banyak. Semuanya biasa-bisa saja, teman. Ya kalo nikah ya mikir Mbak. Saya kan bukan malaikat Mbak (tertawa). Kalau memang ada dari barat atau timur ayuk, asal bisa jadi panutan dunia akhirat. Kalau sekarang saya mikir Mbak, yang bisa jadi panutan dunia akhirat. Tidak hanya dunianya, juga ke akhirat bisa diikuti. Maksudnya, bisa menafkahi lahir dan batin. Ya bisa menafkahi, juga bisa memberi nasihat jika saya salah, menuntun ke yang benar. Kesimpulan: Soal hubungan dengan lawan jenis, RN masih ingin sendiri dan belum memulai dengan pria lain. Jika akan memulai hubungan dengan pria, dia akan menyeleksi pria yang sayang dan baik untuk dirinya dan anaknya, serta menerima apa adanya. Sedangkan RH belum ingin menikah kembali. Selama ini dia sebatas dekat dengan teman prianya. Dia berharap menemukan orang yang tepat untuk menjadi jodohnya yang bisa menjadi panutan dunia akhirat, bisa menafkahi lahir dan batin, serta menuntun ke jalan yang benar.
Tabel 4.23 Faktor yang Mendukung Penyesuaian Responden
RN
RH
Faktor yang mendukung penyesuaian Nasihat penasehat spiritual itu, mbak.. Kamu lebih dekat ke Allah, maka kamu Nasihat orang di lebih tenang. Sabar saja, siapa tahu sekitar dapat yang lebih baik dari dia. Kesibukan bekerja Selain itu karena anak, orang tua, saya mempunyai pekerjaan sendiri. Ada dukungan keluarga besar, juragan, Dukungan keluarga dan teman-teman.. Kalau di pasar saya besar dan lingkungan seneng Mbak. Banyak teman di sana. kerja Banyak teman yang muda-muda di
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
60
sana, jadi perasan sumpek hilang. Kalo sibuk bekerja kan ga sempat mikirin itu. Kesimpulan: Faktor yang mendukung penyesuaian RN adalah nasihat dari orang yang ada di sekitarnya dan kesibukan bekerja. Selain itu, nasihat dari guru spiritualnya untuk lebih dekat kepada Allah agar RN lebih tenang. Sedangkan RH mendapat dukungan dari keluarga besarnya, juragan, dan teman-temannya. Dia merasa senang jika berada di pasar karena banyak teman, sehingga rasa sumpeknya bisa hilang.
Tabel 4.24 Faktor yang Menghambat Penyesuaian Faktor yang menghambat penyesuaian
Responden
RN
Dia sering menjelek-jelekkan aku Mbak. Kalau telepon diangkat, dia bilang ”Lagi ngapain? Lagi jual diri ya?” Kesel tuh Mbak. Orang tua kamu tuh sering ikut campur tentang urusan rumah tangga, padahal orang tua saya ga ikut-ikut. Ke anak saya, dia bilang, kalau mamanya bareng cowok, ikut ya. Kalau ada telepon tuh Mbak, dari teman kantor, digorok pakai tangannya ke saya begini (sambil memperagakan). Apa kamu nak? Disuruh bapak ke mama, ya dikasih tahu yang jelek-jelek. Dia kayaknya berusaha cari tahu tentang saya.. Dia pernah ngancam, Awas ya aku tahu kamu facebookan sama cowok-cowok. Kalau sampai kamu ketahuan sama cowok, aku bunuh kalian berdua, gitu Mbak. Kalau saya piket, anaknya dibawa ke saya. Biar malu gitu Mbak. Saya ga malu. Dia berpikir ada orang kantor yang deketin saya. Kalau ke kantor kan dandan. Punya cowok ya di kantor? Anak kadang dibuat pancingan tuh, seakan dibuat sandera. Dibawa lari lima hari. Terus saya cari dia, terus mau bicara apa? Saya takut dijebak Mbak dibawa ke kamar lagi bagaimana
Tuduhan ‘jual diri’ dan tuduhan keterlibatan orang tua RN Mantan suami mengajari anak untuk membuntuti dan mengancam ibunya Mantan suami mengancam akan membunuh jika RN berhubungan dengan pria lain Anak dijadikan sandera
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
61
RH
Mbak. Saya merasa tidak kerasan di rumah, lebih baik di pasar saja. Ya sumpek saja. Lingkungan rumah Trauma itu ada Mbak. Kadang saya membuat sumpek sama orang laki-laki takut. Kadang Takut memulai berani. Kadang untuk berkeluarga lagi hubungan baru takut. Takut tidak harmonis lagi. Trauma memang ada Mbak, takut itu Mbak.
Kesimpulan: Faktor yang menghambat penyesuaian terhadap perceraiannya adalah RN terus menerus dituduh menjual diri dan orang tuanya selalu ikut campur urusan rumah tangga mereka. Mantan suaminya juga mengajari anaknya untuk membuntuti ibunya dan mengancam jika ibunya dekat dengan pria lain dan bahkan secara pribadi, mantan suaminya juga mengancam akan membunuh istri dan pasangan barunya nanti. Anak kerap dijadikan sandera untuk melemahkan pertahanan RN. Sedangkan bagi RH, lingkungan rumah adalah salah satu yang membuatnya tidak nyaman. Selain itu, adanya ketakutan akan kegagalan untuk memulai hubungan baru dengan pria lainnya.
Tabel 4.25 Keterpurukan dan Momen Kebangkitan Keterpurukan dan Momen Kebangkitan
Responden Dua tahun saya terpuruk, sudah dua tahun pisah sama suamiku tapi dia ga mau berubah Mbak. Sampai malu Mbak tengkar terus sampai didengar tetangga.
RN
Bangkitnya waktu pisah Mbak, waktu bulan Ramadhan, sudah tidak terpuruk Terpuruk selama 2 lagi. Saya mencoba tegar saja, menjadi tahun wanita kuat. Awalnya kan di bulan Bangkit setelah Ramadhan. Waktu tarawih, di rumah ga berpisah ada orang, malah dia mabuk-mabukan. Kan sudah puncaknya itu Mbak. Suamiku itu memang ga beres, puasa ga pernah. Karena gak pulang-pulang Mbak. Niat saya ingin mempermalukan dia ke teman-temannya, sudah punya keluarga kok masih begitu. Saya labrak
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
62
RH
di depan temannya Saya nggak merasa hancur sama suami. Menurut lebih baik dia nggak kelihatan Tidak merasa terpuruk mata. Sudah biasa ditinggalkan.
Kesimpulan: RN merasa terpuruk setelah dua tahun suaminya tidak berusaha untuk berubah, namun RN merasa bisa bangkit kembali setelah resmi berpisah dari suaminya. Sedangkan RH tidak merasa terpuruk dengan perceraian yang ia alami.
Tabel 4.26 Harapan Responden RN RH
Harapan Cuma ingin membahagiakan anak, Bisa membahagiakan membesarkan anak. Dia ga mungkin anak kekurangan kasih sayang dari saya. Saya ingin anak saya seperti anak-anak Bisa menyekolahkan lainnya, kalau bisa sampai kuliah anak hingga kuliah
Kesimpulan: RN dan RH keduanya memiliki harapan yang sama, yaitu mereka ingin membahagiakan anaknya dan menyekolahkannya hingga ke jenjang perkuliahan.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
63
4.4
Asesmen Hasil FGD FGD dilakukan sebanyak dua kali terhadap dua kelompok berbeda. FGD1
merupakan diskusi kelompok terarah yang pesertanya terdiri dari perempuan yang telah bercerai dan belum menikah kembali. Kelompok kedua, yaitu FGD2 merupakan diskusi kelompok terarah yang pesertanya terdiri dari perempuan yang telah bercerai dan memilih untuk menikah kembali. Pembahasan berikut akan memaparkan hasil asesmen terhadap dua kelompok tersebut.
4.4.1 Asesmen Hasil FGD Terhadap Perempuan yang Bercerai dan Belum Menikah Kembali Gambar 4.1 merupakan skema posisi duduk peserta FGD1
Peneliti 1 Subjek H
5 Subjek T
Meja
2 Subjek N
Note Taker
4 Subjek D
3 Subjek Y
Gambar 4.1 Skema Posisi saat FGD1 Berlangsung
IDENTITAS RESPONDEN FGD 1 (1) Nama : H Tempat/ Tanggal Lahir : Bangkalan, 1 Juli 1987 (24 tahun) Anak ke…. /dari….. : 2 dari 2 bersaudara Agama : Islam Pendidikan Terakhir : SD Kelas 3 Pekerjaan : Swasta (Pekerja di Warung) Menikah I pada : 2008 Nama Suami (Usia) : HR Pekerjaan : Swasta (Pelayaran Domestik) Nama Anak (Usia) : RA (3,5 tahun) Bercerai pada : 2011 Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
64
Nama Orangtua: Ayah Ibu Perkiraan Sosek
: HL : MR : Bawah
Observasi Umum H memiliki berat badan sekitar 60 kg dan tinggi badan sekitar 170 cm. Wajahnya lonjong dan kulitnya berwarna sawo matang. Rambutnya pirang panjang dan diikat dengan pengikat rambut berwarna biru muda. B memakai kemeja tanpa lengan berwarna biru muda dan merah dengan motif bergaris dan memakai celana ketat selutut berwarna kuning muda. Ia juga mengenakan jaket yang kemudian ia lepass ketika diskusi akan dimulai. Dia memakai kalung emas dan membawa dompet kecil berwarna merah muda. H datang lebih awal daripada responden yang lainnya. Gaya jalannya tegap, dan gaya duduknya cenderung asal-asalan. Pada proses diskusi, dia dapat menjawab pertanyan dengan baik dengan nada yang tinggi. Tetapi dia kurang fasih
dalam
berbicara
berbahasa
Indonesia,
sehingga
dia
kebanyakan
menggunakan bahasa Madura. Dia menjawab pertanyaan sambil memainkan tisu yang dipegangnya dengan cara melipat-lipatnya. Ketika diberikan pertanyaan tentang hubungan dengan pria dia bersikap biasa saja, tidak seperti responden lainnya. Dia sering mengajak bicara responden yang lainnya ketika proses diskusi sehingga beberapa kali peneliti harus menegurnya untuk mendengarkan teman lainnya yang sedang berbicara. Akibatnya peneliti kesulitan untuk mendengarkan jawaban dari responden lainnya.
IDENTITAS RESPONDEN FGD 1 (2) Nama Tempat/ Tanggal Lahir Anak ke…. /dari….. Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Menikah I pada Nama Suami (Usia) Pekerjaan Nama Anak (Usia) Bercerai pada Nama Orangtua: Ayah
: : : : : : : : : : : :
N Bangkalan, 26 September 1982 (29 tahun) 1 dari 2 bersaudara Islam SMA Honorer Pemda 2003 MD (30 tahun) Swasta (Pelayaran Internasional) AS (7 tahun) 2006 MD Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
65
Ibu Perkiraan Sosek
: NH : Menengah
Observasi Umum N merupakan ibu muda yang memiliki postur tubuh yang ideal dengan tinggi badan sekitar 155 cm dan berat badan 50 kg. Dia juga berkulit kuning langsat dan bentuk muka yang lonjong dengan tahi lalat di bawah mata sebelah kiri. Rambutnya panjang, lurus, dan berwarna hitam. Dia memakai baju berwarna merah tua dengan dalaman tank top berwarna hitam dan memakai celana panjang berwarna coklat. Dia memakai 2 cincin di kedua jari telunjuknya. Cincin yang berada di jari telunjuk kanannya bermotif kupu-kupu sedangkan cincin di jari telunjuk sebelah kiri tidak bermotif. Pada proses tanya jawab dimulai N dapat menjawab pertanyaan dengan lancar dan tenang. Dia dapat menjawab pertanyaan dengan terbuka dan tidak jarang dia bercanda dengan teman responden yang berada di sebelahnya. Pada awal proses diskusi gaya duduknya tegap tetapi seiring lamanya proses diskusi berlangsung, dia mengubah gaya duduknya dengan tangan kanannya disandarkan ke tempat duduk yang berada disebelah kanannya. Pada saat dia diberikan pertanyaan tentang hubungan baru dengan orang lain dia terlihat bersemangat dan nada suaranya mulai berubah yang tadinya cenderung diatur menjadi agak keras. Tidak jarang dia memainkan HPnya ketika proses tanya jawab berlangsung.
IDENTITAS RESPONDEN FGD 1 (3) Nama Tempat/ Tanggal Lahir Anak ke…. /dari….. Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Menikah I pada Nama Suami (Usia) Pekerjaan Nama Anak (Usia) Bercerai pada Nama Orangtua: Ayah Ibu Perkiraan Sosek
: : : : : : : : : : : : : :
Y Bangkalan, 11 Juli 1980 (31 tahun) 1 dari 1 bersaudara Islam SMK Honorer Pemda 2005 MU Swasta -2006 IS SW Menengah
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
66
Observasi Umum Y adalah salah satu responden yang mempunyai berat badan kira-kira 60 kg dan tinggi badan 160 cm. Rambutnya hitam lurus pendek bebatas leher dan bentuk wajah yang lonjong. Dia juga memakai anting. Dia memiliki warna kulit cenderung gelap dan ada tanda luka yang mengering dan berukuran lumayan besar di pergelangan tangan kirinya. Dia memakai baju warna kuning pendek dan memakai celana jeans berwarna biru dan juga membawa dompet kecil berwarna ungu. Selama proses diskusi berlangsung, Y terlihat sangat pasif. Dia hanya menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti dengan senyum dan jawaban yang sangat singkat. Peneliti dan teman-teman responden lainnya sudah memberikan semangat terhadap Y agar dia dapat menceritakan pengalaman hidupnya dengan panjang lebar. Tetapi hal tersebut tidak membawa banyak perubahan terhadap Y. Dia selalu memainkan gantungan kunci sepeda motornya pada waktu dia diberikan pertanyaan oleh peneliti. Pada saat diskusi dimulai, gaya duduk Y tegap, hal itu terus berlangsung sampai proses wawancara berakhir.
IDENTITAS RESPONDEN FGD 1 (4) Nama : D Tempat/ Tanggal Lahir : Bangkalan, 20 Februari 1984 (27 tahun) Anak ke…. /dari….. : 1 dari 1 bersaudara Agama : Islam Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan : Honorer Pemda Menikah I pada : 2006 Nama Suami (Usia) : AT Pekerjaan : PNS Nama Anak (Usia) : SO (meninggal usia 5 bulan) Bercerai pada : 2008 Nama Orangtua: Ayah : SJ Ibu : PN Perkiraan Sosek : Menengah Observasi Umum D termasuk salah satu responden yang mempunyai postur tubuh yang ramping di antara responden yang lain. Dengan tinggi badan sekitar 160 cm dan berat badan 45 kg. Ia memakai kaos panjang warna abu-abu dan kaos itu ketat di Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
67
badannya. Ia memakai celana pensil warna gelap dan kaosnya dimasukkan kedalam celana. Ia juga memakai sabuk berwarna krem dan hitam. Dia memiliki rambut lurus panjang berwarna coklat tua, dan sepertinya tampak terawat dengan baik. Warna kulitnya sawo matang dengan bentuk wajah yang bulat dan bibirnya agak tebal, hidungnya kurang mancung dan mempunyai tanda tahi lalat di pipi kirinya. Dia memakai softlens berwarna biru. Kuku jari-jarinya pun panjang terawat. Secara keseluruhan ia tampak sangat menjaga penampilannya. Selama diskusi berlangsung, dia menjawab semua pertanyaan dengan lancar dan nada suaranya pun kadang cempreng dan kadang menggunakan suara rendah. Sesekali ia menjawab pertanyaan menggunakan bahasa Madura. Selama diskusi dia banyak melontarkan jawaban-jawaban dengan gaya candaan namun serius. Dapat dikatakan D termasuk orang yang periang di antara responden yang ada, bahkan dia sering menyemangati teman respondennya (Y) yang masih belum bisa terbuka. D orangnya cenderung terbuka dalam bercerita. Ketika menjawab pertanyaan D kadang-kadang menggerakkan kakinya yang ada di bawah meja, tak jarang dia menyilangkan kakinya, dan posisi tangannya pun juga banyak bergerak. Kadang dia melipat tangan di dadanya tapi dia juga tak jarang menggerakkan tangan dan telunjuknya ketika bercerita.
IDENTITAS RESPONDEN FGD 1 (5) Nama Tempat/ Tanggal Lahir Anak ke…. /dari….. Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Menikah I pada Nama Suami (Usia) Pekerjaan Nama Anak (Usia) Bercerai pada Nama Orangtua: Ayah Ibu Perkiraan Sosek
: : : : : : : : : : : : : :
T Bangkalan, 10 September 1982 (29 tahun) 3 dari 4 bersaudara Islam S1 PNS 2004 EH Swasta RE (6 tahun) 2008 ZF NH Menengah
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
68
Observasi Umum T adalah ibu muda yang memiliki berat badan sekitar 45 kg dan tinggi badan 150 cm, dia memiliki postur tubuh yang ideal untuk orang seusianya. Hari itu penampilannya sangat simpel, dia memakai baju warna ungu motif garis-garis, dengan celana pensil berwarna hitam dan dia memakai jilbab berwarna hitam. Dia memiliki warna kulit kuning langsat, bentuk wajahnya oval, dan dia memiliki kuku yang panjang dan terawat. Ia juga tampak menjaga penampilannya dengan baik. Sebelum wawancara dimulai, dia terlihat aktif dalam berbicara dengan teman-teman respondennya bahkan dia sering bercanda dan nada suaranya pun keras seakan-akan hari itu dia senang. Tapi pada saat pertama kali dia menjawab pertanyaan, T tampak gugup dan jawabannya pun singkat, nada suaranya rendah dan lemah, serta mimik mukanya pun berubah, kelihatannya dia masih ragu-ragu dengan jawabannya, tapi kadang dia tersenyum dan tertawa saat menjawab. Ketika menjawab terkadang dia sering berhenti di pertengahan ketika ada gangguan (ketika teman-tamannya bercanda atau tertawa). Tapi setelah lamakelamaan dia mulai lancar menjawab ketika ditanya bahkan kadang dia bercerita panjang lebar dengan mimik yang serius. Selama wawancara berlangsung T sering merubah posisi duduknya, kadang dia duduk tegap dengan menyilangkan kedua lututnya, dan tak jarang dia menyandarkan bahunya ke kursi sambil menggerak-gerakkan kakinya di bawah meja, sesekali dia merubah posisi duduknya menjadi miring menghadap ke Utara dengan meluruskan kedua kakinya. Tangannya pun juga begitu, selalu bergerakgerak dan memainkan HP ketika menjawab pertanyaan sambil sesekali mengusap keningnya dengan tisu.
Asesmen Berdasarkan FGD Terhadap Perempuan Bercerai Yang Belum Menikah Kembali Tabel 4.27 Faktor Penyebab Perceraian Responden 1–H
Faktor Penyebab Perceraian A itu di kapal itu, maen perempuan.. Suami jarang pulang Suruh nikah, disuruh tanggung jawab Suami selingkuh Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
69
2–N
3–Y
4–D
5–T
karena sudah tidurin anaknya orang Emang ga bisa dipertahankan apa ya dia kayak ya suka keluar, suka maen, suka temen-temenan.. Sepertinya…ya selingkuh lah. Ya dianggap selingkuh ya enggak.. Cuma kalau dia ke surabaya tu sering mampir-mampir.. Saya ga pernah dikasih uang karena uangnya sudah ia habiskan sama teman2nya.. Selain itu kayaknya aku kena gunaguna, mbak.. Seminggu setelah nikah aja suka, setelah itu saya sama sekai ga suka sama dia Mantan pacar suami berusaha mendekati lagi.. Sama orang tuanya disuruh cerai.. Orang tuanya dari awal memang ga suka sama saya.. Mantan pacarnya masih keluarganya dia.. Orangtuanya lebih mendukung dia untuk menikah dengan mantannya itu.. Saya ditinggalkan.. Sampe sekarang dia nikah sama mantannya itu.. Suami diam aja dengan keputusan orang tuanya Idem.. Keterlibatan orang tua suami.. Keluarga suami itu ga suka dengan saya, jadi ada keluarganya yang suka lapor sama oran tuanya tentang kejekan saya.. Padahal anaknya suka main sama teman2nya.. Suka judi, minum.. Pihak ketiga dari keluarga yang lakilaki.. Keterlibatan ibunya terlalu dominan ke rumah tangga kami.. Suami berlayar ke luar negri dan pulangnya satu tahun sekali. Ketika datang, pulangnya ke rumah ibunya.. Kalau emang dewasa, kan pulang ke istrinya.. Dia juga ga pernah megang anaknya.. Dia langsung ke ibunya.. Aku juga ga pernah dikasih nafkah.. Gini mbak, kan kalau masalah keuangan itu suami saya agak pelit. Tapi kalau ke keluarganya nggak. Ya itu mbak kalu saya minta uang dia bilangnya ga ada, tapi kalau keluarganya minta ada. Terus itu sampai-sampai saya pinjem sana-sini. Kalau dia ngasih harus ada itu bukti
Suami masih suka berteman Suami selingkuh Suami tidak menafkahi Istri merasa digunaguna
Suami kembali ke mantan pacarnya Mertua tidak menyukai menantunya Orang tua terlalu ikut campur Suami terlalu menurut orang tuanya Keterlibatan orang tua suami besar Suami masih suka berteman, main judi, minum minuman keras
Ibu mertua terlalu terlibat urusan rumah tangga Kurang komunikasi dan jarang bertemu Suami kurang dewasa Suami kurang peduli terhadap anak Suami terlalu pelit dalam urusan keuangan
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
70
beli apa beli apa. Sampai sampai sisasisa pembelian itu harus ada kembaliannya Kesimpulan: Faktor penyebab perceraian pada responden FGD yang belum menikah kembali adalah karena suami jarang pulang, kurangnya komunikasi dan pertemuan dengan istri, kurangnya kepedulian terhadap anak, dan suami yang tidak menafkahi. Suami lebih mementingkan pertemanannya di luar rumah dibandingkan dengan keluarganya. Mereka umumnya suka main judi dan minum minuman keras. Faktor lainnya adalah karena suami berselingkuh atau kembali kepada mantan pacar. Faktor pribadi suami dan keluarganya juga menjadi pemicu perceraian. Sebagian responden menganggap suami kurang dewasa, terlalu menurut orang tuanya, sehingga memungkinkan keterlibatan orang tua suami yang terlalu besar untuk turut campur urusan rumah tangga anak mereka. Beberapa responden menyatakan bahwa mertua mereka tidak suka kepada menantunya. Selain itu, suami yang terlalu pelit dalam hal keuangan, bisa menjadi salah satu penyebab perceraian. Faktor magis seperti hilangnya khasiat guna-guna (yang mungkin dilakukan oleh suami) juga menjadi penyebab istri tidak mencintai lagi suaminya sehingga memilih bercerai dengan suami.
Emotional Divorce Aspek penyesuaian yang berkaitan dengan faktor emosional dipaparkan dalam beberapa tabel berikut: Tabel 4.28 Emosi yang muncul Responden 1–H
2–N
3–Y 4–D
Emosi yang muncul Marah Awalnya marah dan kesal mbak.. Kesal Aku sih gak pernah kesal abisnya gak pernah ketemu sih. Emang pertemuan aku sama dia sih singkat ya jadi..... Pacaran pertama sebulan, tunangan Tidak ada kekesalan sebulan, sebulan jadi.. Anakku umur 7 bulan kami cerai.. Trus suamiku tu menghilang ga ada kabar.. Jadi sampe sekarang ga ada kesal ato gimana.. Sakit hati, mbak.. Sakit hati Kami satu kantor.. Ya berusaha biasa Tidak ada rasa aja.. Tapi setelah dia nikah lagi.. Makin Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
71
ga ada rasa aja.. Ya sakit hati, mbak.. Dia lebih mengutamakan ibu atau keluarganya, Sakit hati sedangkan saya banyak dibiarkan.. Ga Kecemburuan diperhatikan.. Kalo ibunya yang mau, selalu dituruti
5–T
Kesimpulan: Emosi yang mucul pada responden yaitu adanya rasa marah, kesal, sakit hati dan cemburu. Sebagian responden tidak merasa kesal karena selama berumah tangga memang jarang bertemu dengan suaminya. Responden lainnya malah tidak ada rasa sama sekali, terlebih ketika mantan suaminya sudah nikah lagi.
Tabel 4.29 Ekspresi Emosi Responden
Ekspresi Emosi Bingung Saya ga tau harus ngapain, mbak.. Cenderung 1–H Biarin aja.. membiarkan Tidak ada Tidak ada 2–N Ya biasa aja.. Biasa saja 3–Y Berusaha baik-baik Berusaha baik-baik aja.. 4–D saja Kadang nangis kalo lagi sendiri, mbak.. Menangis 5–T Kesimpulan: Ekspresi emosi yang muncul pada responden berbeda-beda. Ada yang bingung dan menangis. Responden lainnya cenderung membiarkan saja, tidak mengungkap ekspresi, biasa saja, dan berusaha baik-baik saja.
Tabel 4.30 Upaya mengatasi atau mengurangi reaksi emosi Responden 1–H 2–N 3–Y 4–D 5–T
Upaya mengatasi atau mengurangi reaksi emosi Berpikir bahwa dia Mikir kalo itu ayahnya anakku ya adalah ayah dari berusaha biasa aja.. Ga kesal, mbak.. anaknya Menganggap tidak ada Ga terlalu masalah mbak.. masalah (diam saja..) Menganggap tidak ada Biasa aja.. Ga ada masalah.. masalah Saya diam aja, mbak.. Dipendam Diam sendiri, ga pernah saya ceritakan sama Memendam cerita orang lain.. Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
72
Kesimpulan: Upaya untuk mengatasi atau mengurangi reaksi emosi dilakukan oleh sebagian responden dengan cara berpikir bahwa mantan suami adalah ayah dari anaknya dan berusaha biasa saja terhadap hal itu. Responden lainnya menganggap tidak ada masalah, berusaha memendam cerita, dan memilih untuk diam saja.
Tabel 4.31 Perlu Tidaknya Bercerai Secara Hukum Perlu tidaknya bercerai secara hukum.. Alasan..
Responden 1–H
2–N 3–Y 4–D
5–T
Dari perusahaannya, dia harus cerai sama saya kalo dia memilih nikah sama Terpaksa perempuan itu.. Dia yang menggugat Digugat cerai suami cerai saya.. Perlu Perlu.. Ga bisa dipaksakan juga karena Cinta tidak bisa memang ga cinta.. Daripada statusnya dipaksakan digantungkan.. Ditinggal gitu aja.. Daripada tidak ada kejelasan status Dia yang menggugat cerai saya Digugat cerai suami Kami sepakat mengakhirinya baik- Perlu baik.. Jadi langsung dibawa ke Berdasarkan pengadilan agama kesepakatan bersama Perlu karena ini demi si kecil juga. Ya meskipun..ya itu tadi meskipun dia Perlu datang, dia ga pernah pegang Demi anak anaknya.. Mending pisah
Kesimpulan: Perceraian secara hukum bagi sebagian responden dianggap perlu. Hal itu demi mendapatkan status hukum yang pasti dan mendapatkan kejelasan nasib anak mereka. Ada pasangan yang memilih jalur hukum karena sudah kesepakatan bersama membawa proses perceraiannya ke Pengadian Agama. Sebagian lagi responden mengaku terpaksa bercerai melalui proses hukum karena digugat cerai oleh suaminya.
Tabel 4.32 Kesulitan dalam urusan legal Responden 1–H
Kesulitan dalam urusan Legal Nggak, mbak.. tau-tau saya dipanggil Mudah sidang, terus selesai..
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
73
2–N
3–Y 4–D
5–T
Ya udah terus dari pihak sana bilang kalau dari sini gak mungkin nyerai, Pihak suami tidak mau karna kan gak ada biaya. Ya udah menceraikan karena kalau masalah biayanya dari pihak tidak ada biaya saya. Pas gugat cerai. Ga mengalami Membayar pegawai PA kesulitan di pengadilan karena sudah biar terima beres dipasrahkan ke pegawai pengadilan agama Biasa aja mbak.. Biasa saja Tidak ada kesulitan Tidak ada kesulitan.. Paling cemas aja Cemas karena ini hal karna baru pertama kali ikut sidang.. pertama Dia dia cuma tanyak kenapa masalahnya kok bisa kayak gini. Terus Suami apa nggak ada cara yang terbaik mempertanyakan supaya sayang sama anaknya gitu. alasan cerai Masalahnya apa?
Kesimpulan: Selama menjalani proses hukum di Pengadilan Agama, ada yang mengalami kesulitan, kemudahan, dan ada yang menganggap biasa saja. Responden yang mengalami kesulitan dalam proses sidang karena suaminya tidak mau menceraikan karena tidak mempunyai biaya. Ada kesulitan yang disebabkan suami tidak mau menceraikan karena alasan istri ingin bercerai masih tidak bisa diterimanya. Ada juga responden yang kesulitannya disebabkan ia cemas karena proses pengadilan adalah pengalaman pertama baginya.
Tabel 4.33 Upaya Mengatasi Kesulitan Urusan Legal Responden 1–H 2–N 3–Y
4–D
Ikuti sidang itu aja, mbak.. Pihak saya akhirnya yang menggugat.. Ya dipasrahkan ke orang pa itu, mbak.. Bayar 1 juta sudah terima beres, mbak.. ga ada.. biasa aja.. Kalau masalahku itu mbak kalau di pengadilan agama itu asalkan kedua belah pihak itu bersedia itu proses mudah kecuali bila kedua belah pihak itu ada yang nolak atau salah satunya itu..itu di persulit.. Kalo aku kan sepakat untuk pisah, jadi mudah.. Sama2 egois, pengen pisah ya udah pisah.. Apalagi ada pihak orang tua dia yang semakin mendukung untuk pisah..
Upaya mengatasinya Mengikuti prosedur Membayar pegawai PA biar terima beres Tidak ada
Mengikuti prosedur Kedua pihak setuju, proses lebih mudah
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
74
5–T
Ya pisah.. Saya nitip bereskan ke orang „dalam‟ jadi terima beres.. bayar sekitar 1 juta Membayar pegawai PA juga, tapi saya ga tau.. ayah saya yang biar terima beres uruskan..
Kesimpulan: Upaya untuk mengatasi kesulitan dalam urusan legal tersebut dilakukan dengan mengikuti prosedur yang ada atau membayar pegawai Pengadilan Agama agar bisa terima beres. Yang lebih mempermudah adalah jika kedua pihak sama-sama setuju, sehingga kesepakatan untuk mengajukan perceraian sudah ada sebelumnya. Namun ada responden yang tidak melakukan upaya apa pun, dia hanya mengikuti persidangan itu dengan keterpaksaannya.
Tabel 4.34 Yang Memenuhi Kebutuhan Ekonomi setelah Perceraian Responden 1–H
Saya sama umi.. Kalo untuk susunya anak, dapat tiap dari bapaknya
2–N
Saya sendiri sama minta orang tua, mbak.. Ditanggung sendiri Dipenuhi sendiri.. Kalo kurang ya pasti kurang
3–Y 4–D 5–T
Saya dan orang tua..
Siapa yang memenuhi kebutuhan ekonomi setelah perceraian Orang tua Mantan suami untuk kebutuhan anak Diri sendiri Orang tua Diri sendiri Diri sendiri Orang tua Diri sendiri Orang tua
Kesimpulan: Pihak yang memenuhi kebutuhan ekonomi setelah perceraian adalah diri sendiri. Jika mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka seluruhnya, mereka dibantu oleh orang tua mereka. Ada juga mantan suami yang hanya membantu kebutuhan anak mereka.
Tabel 4.35 Upaya Memenuhi Kebutuhan Ekonomi Responden
1–H
Upaya memenuhi kebutuhan ekonomi Iya sebelum bercerai ada di rumah, sudah…sudah..pisah biar ga pusing ada di rumah biar ga kepikiran jauh, Bekerja di warung hiburan aja di terminal, bantu umi di warung.. Ikut kerja sama dia.. Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
75
2–N 3–Y 4–D
5–T
Dari hasil kerjaan sama ngutang, mbak.. Hutang sana-sini.. Ga cukup kalo ngandalin honor aja.. Kalo ga ada hutang, ga semangat kerja, mbak.. Dari sebelum nikah memang sudah bekerja Dapat gaji dari kerjaan itu, mbak.. Trus ditambah orang tua.. Gali lubang tutup lubang.. Hidup tanpa hutang bagai taman tak berbunga, hahaha.. Sebelumnya sudah kerja, jadi memang ada honor sendiri.. Dibantu orang tua juga mbak..
Honor kerja Hutang Honor kerja Honor kerja Bantuan orang tua Hutang Honor kerja Bantuan orang tua
Kesimpulan: Upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi adalah dengan bekerja. Mayoritas responden bekerja sebagai tenaga honorer di Pemda dengan penghasilan yang tidak terlalu besar, sebagian bekerja di warung. Selain itu, mereka terpaksa berhutang atau meminta bantuan orang tua karena honor yang mereka peroleh tidak mencukupi kebutuhan harian mereka.
Tabel 4.36 Kesulitan Ekonomi Mengalami kesulitan atau tidak? Mengapa?
Responden 1–H 2–N 3–Y 4–D 5–T
Yaaa.. Seadanya aja mbak.. Makan ya ikut umi.. Sama aja, mbak.. Toh kalo ada suami dulu saya juga ga dikasih nafkah.. Dia habiskan sendiri.. Dijalani aja.. Biasa aja, mbak.. Ya.. kalo kurang kan selalu kurang, mbak.. namanya juga manusia.. pengen ini.. itu.. Untungnya orang tua sangat mendukung, jadi ga terlalu bermasalah..
Seadanya Sama saja Waktu suami ada juga tidak dinafkahi Biasa saja Kesulitan Manusia tidak pernah puas Tidak terlalu kesulitan Didukung orang tua
Kesimpulan: Setelah perceraian, responden merasa tidak ada perbedaan tingkat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga karena selama menikah pun suami mereka tidak memberikan nafkah, jadi mereka terbiasa memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Mereka yang tidak terlalu mengalami kesulitan ekonomi karena mereka masih didukung orang tua dan tinggal bersama orang tua.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
76
Responden yang mengalami kesulitan ekonomi biasanya dikarenakan banyaknya keinginan, sehingga selalu kekurangan uang.
Tabel 4.37 Hak Asuh atas Anak Responden
Hak asuh atas anak Aku yang megang hak asuhnya.. Kalo ga gugat yang seperti itu Kalau ga ada kabarnya, mbak.. Sampai sekarang dia menghilang ya ga ada kabar.. Masa‟ mau dikasih ke keluarganya? Ya mending kumpul dengan saya --tidak memiliki anak-Anakku meninggal pas dia umur 5 bulan, jadi ga ada masalah terkait itu.. Setelah ketok palu, besoknya meninggal.. Anak ikut saya, mbak..
1–H
2–N 3–Y 4–D 5–T
Anak ikut ibu
Anak ikut ibu Tidak memiliki anak Anak meninggal Anak ikut ibu
Kesimpulan: Untuk hak asuh atas anak, ibu mendapatkan hak asuh secara legal atas putusan Pengadilan Agama. Selain itu anak lebih baik ikut ibunya karena ayahnya tidak diketahui keberadaannya. Tabel 4.38 Pembagian Peran Baru (Ayah – Ibu) – Anak Pembagian peran baru (ayah – ibu) – anak
Responden
1–H
2–N 3–Y 4–D 5–T
Ya kalau anak saya ya mau tidur sama ayah “aku nanti di rumah embah ya ma ya sama ayah.” Iya gitu. Iya kalau libur bareng sama ayahnya di rumah embah. Dirumahnya embah kan dekat cuma satu kampung lain rt.. Kalau setiap bulan dapat gaji, kasih anaknya Dia ga ada kabar mbak. Kadang anak saya kalau ditanya, mana ayahnya dek? “ga ada ma digigit macan”. Bukan aku yang mengajari, kadang saudara.. --tidak memiliki anak---tidak memiliki anak-Sampe sekarang pun anaknya sangat membenci ayahnya.. Dia pernah melihat bapaknya memukul ibunya
Ibu mengasuh anak Anak ikut ayahnya saat liburan Ayah menafkahi anak
Ayah menghilang
Anak membenci ayahnya Ayah dianggap tidak Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
77
Tapi lama kelaman mungkin dia mengerti. Terus waktu ada yang ngomong tentang ayahnya dia pasti jawab “ga ada” udah meninggal gitu padahal ga ada kasih tau, dia cuma ngomong sendiri gitu loh. Mungkin apa ya kejengkelan dia gitu. Kan ga pernah telfon, ga pernah apa gitu
ada
Kesimpulan: Setelah bercerai, muncul pembagian peran baru bagi ayah dan ibu pada anaknya. Peran itu berupa ibu yang mengasuh anaknya sendirian tanpa suami. Namun ayah masih bisa bertemu dan berkumpul dengan anaknya berdasarkan kesepakatan, seperti anak berkumpul dengan ayahnya ketika si anak liburan sekolah. Si ayah juga bertanggung jawab pada nafkah anaknya. Ada juga ibu yang harus mengasuh anaknya sendirian karena mantan suaminya menghilang atau si anak tidak lagi menganggap ayahnya ada karena kebencian mereka.
Tabel 4.39 Menjadi Orang Tua Tunggal Responden 1–H 2–N 3–Y 4–D 5–T
Menjadi orang tua tunggal Sulit, juga mbak.. Dia sering tanya Sulit karena anak bapaknya.. Pengen sama-sama butuh ayahnya ada bapaknya.. Sulit, mbak.. Sulit --tidak memiliki anak---tidak memiliki anak-Jungkir balik mbak. Kan bisaanya Sulit karena harus berdua sekarang sendiri, gajinya pasditanggung seorang pasan diri
Kesimpulan: Peran ibu yang menjadi orang tua tunggal dirasakan oleh mereka sebagai kesulitan karena harus menanggung kebutuhan keluarga sendiri, apalagi jika gajinya pas-pasan. Si ibu juga kesulitan mengasuh anaknya karena si anak selalu menanyakan ayahnya dan masih membutuhkan figur ayahnya.
Tabel 4.40 Pendampingan terhadap Anak Responden 1–H
Pendampingan terhadap anak Kalo saya kemana-mana, anak saya Anak selalu ikut bawa.. Ya dia kan kalo libur ikut kemana pun ibu pergi
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
78
2–N 3–Y 4–D 5–T
bapaknya, ya ga pa-pa mbak.. Soalnya Saat liburan, anak ikut bapaknya itu masih sopan.. ayahnya Dia juga ga pernah nanya-nanya Cenderung ayahnya, jadi biarkan aja, mbak.. Nanti membiarkan selama kan kalau sudah besar cari sendiri.. anak tidak menanyakan --tidak memiliki anak---tidak memiliki anak-Kadang kalo dia menganggap ayahnya Berusaha menjelaskan mati itu, saya jelaskan bahwa ayahnya jika ayahnya ada dan masih ada. Dan sampai kapanpun dia ayahnya tetap ayahnya tetap adalah ayahnya
Kesimpulan: Pendampingan yang dilakukan ibu terhadap anaknya, di antaranya dilakukan oleh responden dengan cara selalu membawa anaknya ke mana pun pergi. Ibu juga berusaha menjelaskan kepada anaknya bahwa ayahnya masih ada dan ayahnya tetap ayahnya, sehingga anak tidak menyimpan kebencian terhadap ayah mereka. Jika si anak tidak menanyakan tentang ayahnya, si ibu cenderung membiarkan. Selain itu responden berusaha agar anaknya bisa bertemu dengan ayahnya ketika liburan sekolah.
Tabel 4.41 Pandangan atau Reaksi Orang di Sekitar Responden 1–H
2–N
3–Y
4–D 5–T
Pandangan atau reaksi orang di sekitar Biasa aja, banyak yang mengalami hal serupa Tetangga membicarakan Orang tua tidak bisa terima jika dibicarakan orang
Aku ngeliatnya biasa aja, banyak yang seperti saya mbak.. Kalo tetangga ga ada habisnya ngomongin, mbak.. Janda ga ada benernya.. Saya masa bodoh aja.. Ya ga enak lah.. Orang tua sering ga terima kalo digitukan.. Nggak, mbak.. Tetangga ya melihatnya Tetangga dan teman biasa aja.. Teman di kantor juga udah bersikap biasa biasa.. Janda kan image-nya pengganggu rumah tangga orang.. Padahal kan kita Dianggap pengganggu ga ganggu, merekanya aja yang ganggu rumah tangga orang kita.. Sama, orang-orang mikirnya semua Dianggap pengganggu begitu rumah tangga orang
Kesimpulan: Perceraian memunculkan pandangan dan reaksi dari tetangga atau orang sekitar, baik negatif dan positif. Mereka yang berpandangan negatif
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
79
mengganggap janda sebagai penggangu rumah tangga orang dan menjadi bahan gunjingan. Sebagian responden mengaku orang tuanya tidak bisa menerima jika anaknya dibicarakan orang. Ada juga responden yang menganggap biasa pandangan negatif itu karena banyak yang mengalami hal serupa. Yang lebih parah adalah ada masyarakat yang menganggap bahwa janda akan mengganggu rumah tangga orang lain. Mereka yang berpandangan positif malah bersikap biasa saja terhadap perceraian mereka.
Tabel 4.42 Yang Berperan memberi Dukungan Responden 1–H 2–N 3–Y 4–D
Umiku, kakak iparku.. Orang tua, sama teman Teman ato sahabat di kantor Orang tua dan teman
5–T
Orang tua, kakak, dan teman
Yang berperan memberi dukungan Ibu dan saudara Orang tua dan teman Teman Orang tua dan teman Orang tua, saudara, dan teman
Kesimpulan: Orang-orang yang berperan memberikan dukungan terhadap perceraian responden adalah orang tua, saudara, dan teman.
Tabel 4.43 Bentuk Dukungan Responden 1–H 2–N 3–Y 4–D
5–T
Bentuk Dukungan Yaa.. Paling berusaha mendinginkan Mendinginkan suasana suasana.. Ngingatkan kalo pergi sama cowok Mengingatkan sola mesti hati-hati, jangan sering ganti etika pasangan, ga enak dilihat orang.. Mengingatkan untuk Ingatkan, jangan sedih.. Sabar tidak sedih dan selalu sabar Mereka menyerahkan semuanya Mendukung apa pun padaku, terserah aku mau gimana, keputusan responden mereka selalu mendukung Memindahkan tempat Mereka membantu memindahkan saya kerja, biar lebih dari tempat kerja lama dan bantu nyaman kebutuhan sehari-hari Membantu kebutuhan sehari-hari
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
80
Kesimpulan: Bentuk dukungan yang diberikan oleh orang tua maupun teman berupa mendinginkan suasana, mengingatkan soal etika, dan mengingatkan untuk tidak sedih dan selalu sabar. Ada juga orang tua responden yang sengaja memindahkan tempat kerja anaknya agar lebih nyaman, dan membantu kebutuhan sehari-hari. Ada juga keluarga yang mendukung apa pun keputusan responden.
Tabel 4.44 Sikap terhadap Perceraian Sikap terhadap perceraian
Responden
1–H
2–N 3–Y 4–D 5–T
Dia kan lebih milih perempaun itu, mbak.. Mau gimana lagi.. Saya sebenarnya masih kasian sama dia, tapi orang tua ga setuju kalo saya masih sama dia.. Sebenarnya eman, demi anak, mbak.. tapi mau gimana lagi.. Hmm.. (diam, tidak mau berkomentar) Cukup sekali (menyanyi).. yang kayak gini.. Yaaa.. siapa yang mau cerai, mbak.. ga nyangka aja bakal seperti ini..
Pasrah
Pasrah Berharap hanya terjadi sekali ini saja Tidak menyangka akan bercerai
Kesimpulan: Pada dasarnya sikap responden sendiri terhadap perceriaan, ada yang pasrah dan berharap hanya terjadi sekali. Ada respoden yang tidak menyangka akan bercerai karena sebelumnya tidak ada yang pernah mempunya niatan untuk bercerai.
Tabel 4.45 Harga Diri setelah Bercerai Responden 1–H 2–N 3–Y 4–D 5–T
Harga diri setelah bercerai Cenderung Biarin aja lah, mbak.. membiarkan Sempat merasa malu, tapi kalo Merasa malu sekarang cuek aja.. Hmm.. (diam, tidak mau berkomentar) I‟m single and I‟m very happy.. ya gitu, Berusaha tetap bahagia mbak.. dengan status sekarang Saya jadi ga mau ketemu orang-orang atau cerita tentang masalah saya.. Menarik diri malas mbak.. mending mereka ga tau.. untungnya sekarang di kantor baru kan Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
81
ga semua tau.. Kesimpulan: Perceraian telah mengubah harga diri mereka, sehinga ada yang merasa malu bahkan hingga menarik diri dengan tidak mau bertemu dengan orang lain. Namun ada yang cuek saja dan ada responden yang berusaha tetap bahagia dengan status barunya itu.
Tabel 4.46 Penerimaan akan Perceraian Responden 1–H 2–N 3–Y 4–D 5–T
Penerimaan akan perceraian Saya pasrah aja.. Pasrah Bersyukur menjanda, jadi bisa mencoba Bersyukur yang lain lagi.. Pasrah aja mbak Pasrah Karena ini disepakati bersama, ya udah Bisa menerima karena jalan masing-masing.. ini keputusan bersama Berusaha menjalani Yaaa.. dijalani aja yang ada sekarang.. saja
Kesimpulan: Penerimaan responden akan perceraian berbeda-beda, ada yang pasrah dan bersyukur. Ada responden yang bisa menerima perceraian karena merupakan keputusan bersama dan berusaha menjalani kehidupan selanjutnya. Tabel 4.47 Menyandang Status Janda Responden
1–H
2–N
3–Y 4–D
Banyak kok orang yang menjanda.. Bukan saya aja.. Ga enaknya kalo tidur sendirian, kalo anak pengen tidur bareng sama ayahnya ya bingung.. Begini lah nasib janda, mbak.. Biasa, kalo di kampung meski menjandanya baik-baik aja ya tetap dianggap ga baik-baik.. Tapi saya ga kepikiran sama omongan orang, nanti stress sendiri.. Paling-paling orang tua yang ngingetin.. Biasa aja, mbak.. Janda itu kan masalah.. Tapi ya mau gimana lagi? Yang penting berusaha menjadi janda yang baik.. Cuek bebek
Menyandang status janda Biasa saja karena banyak orang menjanda Harus tidur sendiri Anak sering menanyakan ayahnya Orang selalu menganggap tidak baik Biasa saja Janda adalah masalah Berusaha menjadi janda yang baik Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
82
5–T
aja kalo orang yang ngomongin.. Sama.. Bukan masalah, tapi mau Dijalani saja gimana lagi.. Ya dijalani..
Kesimpulan: Responden yang telah menyandang satus janda menganggap biasa saja status barunya tersebut karena banyak orang menjanda dan berusaha menjadi janda yang baik, dan terus menjalani kehidupan ke depan. Hanya saja, sebagai janda dia harus tidur sendiri dan sewaktu-waktu harus siap menjawab anaknya yang menanyakan tentang ayahnya. Para janda ini juga harus menghadapi pandangan orang yang menganggap janda tidak baik dan menjadi masalah.
Tabel 4.48 Hubungan Baru dengan Lawan Jenis Responden
1–H
2–N
3–Y
4–D
Kalo ada jodoh, ya pengen nikah lagi.. Tapi sekarang belum punya, mbak.. Takut ga sayang sama anakku.. Ada yang suka sama saya, tapi saya masih malas buka lembaran baru.. Kadang saya masih kasian sama mantan suami, tapi kalo orang tua saya ga setuju.. Pengennya cepat2 punya pasangan lagi, biar ga jadi gunjingan orang.. Kebanyakan orang tua laki-lakinya yang ga setuju.. Kalo bisa ga dapat janda.. Gitu mbak.. Belum ada pilihan yang sreg.. Aku juga kadang mundur duluan, kadang ga cocok, kurang dewasa, ga terima aku yang janda.. Sekarang ada yang lagi dekat, sejauh ini ya masih cocok.. Percaya ga percaya, kayaknya diguna-guna, mbak.. Masa‟ jelek ya ga jelek, mbak.. Masa‟ ga laku-laku? Takut kejadian seperti itu, mbak.. Belum berani.. Ada sih ada.. Di satu pihak, keluarga cowok masih melihatnya saya janda, jadi sulit.. Meski saya ga punya anak, mereka sulit menerima.. Kesulitan masih ada.. Yang perjaka masih pengen yang perawan, apa ga ada yang lain? Yang duda banyak anaknya, yang
Hubungan baru dengan lawan jenis Ada keinginan menikah lagi Khawatir pasangan baru tidak sayang anak Saat ini masih malas memulai Masih berharap mantan suami
Ingin segera punya pasangan baru demi menghindari gunjingan Kesulitan mencari pasangan dengan status yang ada Kesulitan karena merasa diguna-guna
Masih takut mengalami kejadian yang sama Kesulitan mencari pasangan dengan status yang ada
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
83
5–T
punya istri belum pisah sama istrinya, tapi saya ga mau.. Ada yang lagi dekat.. Kalo aku suka Kesulitan mencari sama seseorang, salah satunya pasangan dengan status „mental‟, satunya suka, satunya nggak.. yang ada Sebaliknya seperti itu.. Kayak Kesulitan karena „disangkal‟ (diguna-guna), jadi ga bisa merasa diguna-guna klop sama orang..
Kesimpulan: Meskipun status janda, sebagian responden tetap ingin menjalani hubungan dengan lawan jenisnya. Mereka ingin menikah lagi atau masih berharap kembali dengan mantan suami. Keinginan untuk segera menikah lagi ini untuk menghindari gunjingan. Namun mereka masih punya perasaan khawatir pasangan barunya tidak bisa menyayangi anak mereka dan takut mengalami kejadian yang sama untuk kedua kalinya. Sebaliknya, ada responden yang masih malas memulai untuk menjalin hubungan dengan lelaki karena orang tua tidak setuju. Dengan satus janda yang mereka sandang, mereka mengaku kesulitan mencari pasangan. Salah satu sebab lainnya adalah mereka merasa diguna-guna, sehingga selalu ditolak atau tidak pernah cocok dengan orang lain.
Tabel 4.49 Faktor yang Mendukung Penyesuaian Responden 1–H 2–N 3–Y 4–D
5–T
Faktor yang mendukung penyesuaian Dukungan orang tua Tidak memikirkan perceraian Dukungan orang tua Dukungan orang tua
Dukungan orang tua.. Ga terlalu mikir tentang perceraiannya.. ada orang tua juga yang selalu ngingetin.. Orang tua sangat mendukung.. Kayaknya gaya yang agak cuek ini lumayan membantu, mbak.. suka Bersikap cuek dan becandaan.. jadi ga terlalu mikir ke banyak bercanda situ-situ.. “jangan menyerah” (menyanyi..) Pindah tempat kerja.. Karena rumah Tidak menyerah mertua di depan kantor lama, daripada Pindah tempat kerja saya sakit hati.. Ya mending menjauh..
Kesimpulan: Faktor yang mendukung penyesuaian responden menjalani kehidupan sebagai janda adalah orang tua, berusaha tidak memikirkan perceraian yang telah terjadi, bersikap cuek, banyak bercanda, dan bahkan pindah tempat Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
84
kerja karena kantor lama dekat dengan rumah mantan suami. Mereka juga tidak menyerah pada keadaan.
Tabel 4.50 Faktor yang Menghambat Penyesuaian Faktor yang menghambat penyesuaian
Responden 1–H 2–N 3–Y 4–D 5–T
Kadang kalo itu mbak.. ingat kejadian waktu dia milih kawin sama perempuan itu.. saya kesal.. Kalo tetangga ga ada baiknya.. Bisanya cuma jelek-jelakkan orang --tidak mau berkomentar-Omongan tetangga, mereka selalu menganggap kami pengganggu.. Tetangga..
Ingat kejadian masa lalu Gunjingan tetangga Gunjingan tetangga Gunjingan tetangga
Kesimpulan: Faktor yang menghambat penyesuaian karena mereka selalau ingat kejadian masa lalu. Selain itu mereka tidak tahan dengan gunjingan tetangga yang menganggap janda penggangu rumah tangga orang lain.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
85
4.4.2 Asesmen Hasil FGD Terhadap Perempuan yang Bercerai dan Sudah Menikah Kembali Gambar 4.2 merupakan skema posisi duduk peserta FGD2
Peneliti 1 Subjek J
5 Subjek I
Meja
2 Subjek K
3 Subjek S
4 Subjek A
Note Taker
Gambar 4.2 Skema Posisi saat FGD2 Berlangsung
IDENTITAS RESPONDEN FGD2 (1) Nama : J Tempat/ Tanggal Lahir : Bangkalan, 10 Oktober 1975 (36 tahun) Anak ke…. /dari….. : 1 dari 7 bersaudara Agama : Islam Pendidikan Terakhir : SD Pekerjaan : TKW Menikah I pada : 1993 Nama Suami (Usia) : SK (36 tahun) Pekerjaan : Swasta (Blater) Nama Anak (Usia) : WZ (17 tahun) Bercerai pada : 2009 Menikah II pada : 2010 Nama Suami (Usia) : C Pekerjaan : TKI (Perusahaan Minyak) Nama Anak (Usia) : A (4 tahun) hasil adopsi Nama Orangtua: Ayah : BN Ibu : ST Perkiraan Sosek : Menengah
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
86
Observasi Umum J memiliki berat badan kira-kira 50 kg dan tinggi badan kira-kira 160 cm. Wajahnya lonjong dan kulitnya berwarna kuning langsat. Ia mengenakan gamis berwarna hitam dengan motif bunga-bunga berwarna merah muda dan memakai kerudung panjang berwarna hitam. Ia juga mengenakan kacamata dengan bingkai berwarna hitam. Pada saat proses diskusi berlangsung, J dengan mampu menjawabnya dengan lancar. Kemampuan berbahasa Indonesianya cukup bagus dan sekali-kali ia
menyelipkan
kata-kata
dzikir,
seperti
Alhamdulillah,
Astaghfirullah,
Subhanallah dan sebagainya. Ketika proses tanya jawab berlangsung dia sering menanyakan soal anak ke responden lainnya. Dan ketika membahas tentang hubungannya dengan anak, dia menjawabnya dengan suara yang pelan dan sering menghela nafasnya. Berbeda dengan saat ia menceritakan tentang hal lainnya, ia tampak sangat bersemangat.
IDENTITAS RESPONDEN FGD2 (2) Nama Tempat/ Tanggal Lahir Anak ke…. /dari….. Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Menikah I pada Nama Suami (Usia) Pekerjaan Nama Anak (Usia) Bercerai pada Menikah II pada Nama Suami (Usia) Pekerjaan Nama Anak (Usia) Nama Orangtua: Ayah Ibu Perkiraan Sosek
: : : : : : : : : : : : : : :
K Bangkalan, 2 Agustus 1976 (35 tahun) 1 dari 6 bersaudara Islam SD Pembantu Rumah Tangga 1994 AB (38 tahun) Swasta (Serabutan) FS (16 tahun) 1997 1999 MW Swasta (Tukang Kayu) 1. IF (10 tahun) 2. AA (2,5 tahun) : MS : SR : Bawah
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
87
Observasi Umum K memiliki berat badan kira-kira 70 kg dan tinggi badan kira-kira 160 cm. Kulitnya cenderung gelap dan bentuk muka bundar dengan tahi lalat di bawah mata sebelah kiri. Hidungnya agak besar dan bibirnya agak tebal. Dia memakai jilbab berwarna biru muda dan memakai kaos berwarna hijau tua dengan celana panjang berwarna hitam. Pada proses wawancara K kurang begitu aktif. Dia dapat menjawab pertanyaan dengan lancar tapi tidak panjang lebar. Posisi duduknya santai dengan punggungnya disandarkan ke belakang dan tangan kirinya disandarkan ke kursi disebelahnya. Ketika dia menjawab pertanyaan, tangannya dimain-mainkan.
IDENTITAS RESPONDEN FGD2 (3) Nama : S Tempat/ Tanggal Lahir : Bangkalan, 2 Agustus 1976 (35 tahun) Anak ke…. /dari….. : 6 dari 6 bersaudara Agama : Islam Pendidikan Terakhir : SMA Pekerjaan : Swasta (Pegawai Counter Handphone) Menikah I pada : 1997 Nama Suami (Usia) : TA (35 tahun) Pekerjaan : Pengangguran Nama Anak (Usia) : UW (13 tahun) Bercerai pada : 1997 Menikah II pada : 2006 Nama Suami (Usia) : MA Pekerjaan : Swasta (Pegawai Counter Handphone) Nama Anak (Usia) : 1. PA 2. FA (2,5 tahun) 3. RA Nama Orangtua: Ayah : MR Ibu : SF Perkiraan Sosek : Menengah Observasi Umum S memiliki berat badan 50 kg dan tinggi badan 150 kg. Wajahnya berbentuk oval dan rambutnya berwarna hitam dengan potongan rambut pendek seperti laki-laki. Kulitnya berwarna kuning langsat. Ia memakai kaos berwarna kuning dengan bawahan celana jeans berwarna biru. S mempunyai postur tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan responden lainnya. Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
88
Ketika diberi pertanyaan, dia dapat menjawabnya dengan lancar, terbuka, dan dengan suara yang keras. Dia juga sering menggunakan cara yang kocak dan ekspresi wajah yang lucu dalam menjawab, sehingga responden lainnya tertawa. Tangannya digerakkan saat dia menjelaskan sesuatu. Gaya duduknya santai dan cenderung banyak bergerak.
IDENTITAS RESPONDEN FGD2 (4) Nama Tempat/ Tanggal Lahir Anak ke…. /dari….. Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Menikah I pada Nama Suami (Usia) Pekerjaan Nama Anak (Usia) Bercerai pada Menikah II pada Nama Suami (Usia) Pekerjaan Nama Anak (Usia) Nama Orangtua: Ayah Ibu Perkiraan Sosek
: : : : : : : : : : : : : : : : : :
A Bangkalan, 5 Mei 1981 (30 tahun) 1 dari 4 bersaudara Islam SMA Honorer Pemda 2004 AY Swasta AK (8 tahun) 2004 2006 AR Honorer Pemda AM (2,5 tahun) NR SL Menengah
Observasi Umum A adalah seorang perempuan yang memiliki bentuk postur tubuh yang lumayan besar dengan berat badan kira-kira 60 kg dan tinggi badan 150 cm. Dia memiliki warna kulit sawo matang. Bentuk wajahnya bundar dan salah satu gigi depannya ada yang patah. Di tangan kirinya terdapat gelang rantai emas dan dua cincin di jari manis dan jari tengahnya. Hari itu dia memakai kemeja kotak-kotak besar berwarna hitam, hijau, merah, dan biru yang ia padukan dengan jilbab berwarna biru. Ia mengenakan celana pensil berwarna abu-abu. Dia juga membawa dompet berwarna gelap yang selalu ia pegang. A adalah responden yang datangnya terlambat, sehingga saat sesi perkenalan ia tampak terengah-engah memperkenalkan dirinya. Selama proses tanya jawab berlangsung, awalnya A menjawab tanpa senyum bahkan sesekali
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
89
tatapan matanya menghadap ke bawah, ketika dia menjawab pertanyaan terkadang dia jawab dengan penuh emosi dengan nada suara yang jelas namun berat. Masih tampak kebencian di wajahnya atas kejadian yang dia alami. Tapi kadang dia menjawab pertanyaan dengan senyum sinis dan tertawa. Ia menjawab dengan menggunakan bahasa campuran antara bahasa Madura dan bahasa Indonesia, dan dia tidak mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan bahkan dia termasuk orang yang terbuka dalam menceritakan kisahnya. Posisi duduknya kadang tegap dan juga kadang bersandar ke belakang dengan posisi kaki diluruskan ke bawah meja, kakinya tidak berhenti bergerak-gerak. Sesekali dia juga ikut bercanda dengan responden lainnya.
IDENTITAS RESPONDEN FGD2 (5) Nama Tempat/ Tanggal Lahir Anak ke…. /dari….. Agama Pendidikan Terakhir Pekerjaan Menikah I pada Nama Suami (Usia) Pekerjaan Nama Anak (Usia) Bercerai pada Menikah II pada Nama Suami (Usia) Pekerjaan Nama Anak (Usia) Nama Orangtua: Ayah Ibu Perkiraan Sosek
: : : : : : : : : : : : : : : : : :
I Bangkalan, 12 Juli 1984 (27 tahun) 1 dari 5 bersaudara Islam SMA Honorer Pemda 2004 MA (28 tahun) Swasta DI (6 tahun) 2007 2009 JF Swasta -MS SH Menengah
Observasi Umum I adalah seorang perempuan yang mempunyai postur tubuh yang gemuk dengan berat badan kira-kira 65 kg dan tinggi badan 155 cm. Dia memakai kaos berlengan panjang berwarna ungu gelap dipadu dengan celana kain berwarna hitam serta memakai kerudung berwarna hitam. Warna kulitnya tampak agak gelap dengan perpaduan busana yang ia kenakan. Bentuk wajahnya oval dan
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
90
memakai kaca mata. Dia mempunyai bibir yang agak tebal dan hidung yang agak besar. Malam itu penampilannya terlihat rapi. Sebelum diskusi dimulai, I mengaku fisiknya sedang dalam keadaan tidak fit karena kurang enak badan dan pusing. Dia selalu megang kepalanya dengan tangan kanannya dan wajahnya tampak tidak bersemangat. Selama awal diskusi, dia selalu memegang kepala dengan tangan kanannya, akan tetapi setelah proses diskusi berlangsung agak lama, dia sudah tak terlihat loyo lagi bahkan dia bisa menjawab semua pertanyaannya dengan jelas tak jarang dia ikut tertawa ketika teman-teman respondennya bergurau dan tertawa. I termasuk orang yang aktif dalam berkomunikasi dan dia juga termasuk orang yang terbuka
dalam
menceritakan dirinya dan tidak mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kisah yang ia alami. Ketika dia bercerita kadang rasa benci dan emosinya mulai terlihat nampak dan itu bisa dilihat dari nada suaranya mulai meninggi dan keseriusannya dalam bercerita. Ketika wawancara selesai dia mengatakan bahwa kepalanya sudah tidak sakit lagi karena dari tadi banyak tertawa dan rasa sakitnya hilang dengan sendirinya. Tatapan mata I lebih sering ke depan dan sesekali dia melihat ke sampingnya, tetapi ketika dia ditanya, dia langsung menghadap ke arah peneliti. Tangan dan kakinya pun sering bergerak-gerak. Terkadang dia mengusap keningnya dengan tisu.
Asesmen Berdasarkan FGD Terhadap Perempuan Bercerai Yang Sudah Menikah Kembali
Tabel 4.51 Faktor Penyebab Perceraian Faktor Penyebab Perceraian
Responden
1–J
2–K
Kalau saya gak, justru bebas semuanya bebas. Cuma suami selingkuh, karena dari pergaulan dia gitu aja. kalau saya gak pacaran, bertemu ya singkat lah, kan kalau dulu waktu saya dijodohin ya udah.. mau.. ya cemburu, suka mukul gitu ya kalau main ke tetangga suka mukul, cuma gitu tok
Suami selingkuh Suami suka judi
Suami pencemburu Suami suka memukul Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
91
3–S
4–A
kalau suka ngumpul-ngumpul gitu gak boleh hihihi... (ketawa) banyak kalau saya mbak.... dia main serong, trus suka mukul... trus dia apa.. obat itu lho mbak.. narkoba ya.. itu wis.. dia gak kerja mbak ya.. kan semua dari mertua.. ya.. itu.. dan lagian dia mukul-mukul yaa wes, semenjak dia kena narkoba itu mbak... dulu kan masih baru-barunya sabusabu, mbak.. jadi dia pengennya aku ikutan seperti dia.. ngajak nyabu juga.. saya ga mau.. Masalahnya ga cuma sampai disitu, ya terus berlanjut, gak tahan sampai satu tahun, kasian anak masih kecil-kecil, dah gak kuat yowes pergi lagian masih muda pasti laku gitu.. hehe.. dulu tu cinta mati dari SMP hehe (ketawa).. sekalinya ketemu sama oarng.. pacaran.. eh ternyata ga beres.. selain itu dia bawa pulang perempuan ke rumah.. dia tidur sama perempuan itu di loteng.. jam 2 malam dia minta bukakan pintu sama saya.. di atas dia sama perempuan lain.. di lantai bawah, saya sholat tahajud.. memang ga saya tegur ato apa karena memang saya sudah capek seperti itu terus.. saya sudah pasrah.. saya sudah ga tahan hidup seperti itu.. besok paginya saya minta jemput ke kakak.. sekarang ya dia nikah sama perempuan yang itu, mbak.. sama mbak suka mukul, kalau masalah fasilitas dia minta ummi sama abah, bensin juga minta ummi sama abah, sampai-sampai adiknya itu juga ikutan. ya bayangkan mbak saya mulai dari hamil satu bulan sampai anak saya berumur satu setengah tahun belum pernah dijenguk. Ya.. cuma sekarang ini.. sekarang dia sudah kelas dua SD, mbak
Suami selingkuh Suami suka memukul Suami konsumsi narkoba Suami tidak mandiri (tidak bekerja, masih tergantung sama orang tua)
Suami suka memukul Suami tidak mandiri (tidak bekerja, masih tergantung sama orang tua) Suami tidak mengakui kehamilan istri
pernah dia tiba-tiba pulang ke rumah orang tuanya.. ayah saya tanya.. dia mau pulang ya? Saya bilang, biarin aja, Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
92
pak.. lha wong ga diusir ya pengen pulang sendiri.. biarin aja.. ternyata ke orang tuanya ngaku kalo dia diusir sama saya.. diusir gimana, coba? Kalo memang diusir kan sudah saya bawakan tu baju-bajunya semua.. lha wong bajunya masih ada di tempat saya semua.. Kalau saya hamil itu gak diakuin ya kalau saya pertama masalahnya mukul kedua sering pulang.. kan rumahnya deket, di sini sama cokro, heem.. kalau saya kerja.. diakan kerja swasta ya.. ya kalau berangkat jam 7 pulangnya jam 1. Dia setelah kerja gak langsung pulang ke rumah, tapi langsung ke rumah orang tuanya. Dia kalau bangun pulang ke rumahnya, pokoknya kalau gak kerja pulang ke rumahnya, baru kalau mau tidur pulang ke saya. Ya itulah dia, cuma itu.
5–I
Suami sering memukul Saya kan kerja.. Suami tidak mandiri Sebenarnya kalau emang gak ada (tidak bekerja, masih teman gak ada apa, yang namanya tergantung sama orang sudah berumah tangga harus pulang ke tua) rumah, maaf meskipun ngumpul dengan Suami tidak menafkahi orang tua pun juga harus pulang ke Suami menuduh istri rumah gitu. dihamili ayahnya sendiri Dia kan waktu menikah dapat satu Suami menuduh istri bulan dia pulang..., pulang, langsung telah mengusirnya tak jemput. kan gak enak ya... manten Suami menuduh istri baru gak pulang. Sebenarnya sama selingkuh orang tua gak boleh, maaf.. karena apa, karena laki-laki kalo dijemput seorang istri tu biasanya akan terus-terus seperti itu, tapi kenyataan itu benar mbak. Dapat tiga bulan dia kambuh lagi, dia pulang tanpa alasan, alasannya cuma masalah biasa aja sebenarnya. ya dia ngomongnya gak betah. Dia mau ngontrak, tapi ya maaf ngontrak kalau ekonominya tidak cukup mau make‟ apa? ya saya ngomong sabar.. Kalau mo ngontrak ayuk tapi makai uangnya Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
93
sapa? sedangkan gaji saya cuma sedikit. Mau gak mau harus ngumpul dulu. Kita harus sabar. Kan sepertinya harus seperti itu, tapi kenyataan gak sepert itu ya sudah... Saya herannya hamil empat bulan ditinggal juga, itu tiga kali berturutturut. Dia balik ke saya anaknya umur enam bulan. Sudah seperti itu saya yang minta maaf. Ya sudah, gini aja,, saya kayaknya tida bisa terus-terusan ngejalani kayak gitu. Saya ngerasa dibuat mainan. Ya sudah bercerai aja. Dia (menunjuk responden 3) masih enak mbak, orang tuanya masih mau bertanggung jawab, kalau dia, orang tua gak, sampai sekarang orang tuanya pun gak ngasih nafkah. Ketika dia pulang ke rumahnya dia juga bilang gitu (diusir saya), ketika saya jemput dia ke rumahnya.. kata ibu (mertua) “kenapa suaminya diusir?” tunggu dulu bu.. kalau saya ngusir dia pasti bajunya juga disuruh bawa, kalau bajunya gak dibawa berati saya gak ngusir (dalam bahasa madura halus) “ seakan-akan saya yang ngusir, padahal saya gak ngusir. Dia cerita karena dia cemburu gara-gara saya dandan, pada waktu itu dia masuk malam, saya pulang kantor trus dandan trus saya bilang gini “entar habis saya sholat mahgrib saya mo makan keluar trus jam setengah tujuh dia dateng dia kan kerja di PKPN wartel trus dia tanya“ dari mana kamu kok sudah cantik ? ya... saya nunggu sampeyan mo makan di luar mas” trus dia bilang “paling kamu habis ketemuan dengan laki-laki lain,” Astaghfirullohhal adzim... Selain itu saya itu dianggap tu hamil sama orang tua saya. selama saya hamil, ketika mau melahirkan mau di kasih nama siapa mas? Udah yang Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
94
ngasih nama jangan bapaknya, tapi kakeknya aja. Wes disangka orang tua saya yang menghamili saya. kalau kataku pikirannya tuh kemana kok bisa ngomong aku dihamili keluargaku sendiri. Bahkan itu ada surat-surat yang nuduh kalo ayah anak saya tu ayah saya sendiri.. nanti saya tunjukkan surat-surat itu..
Kesimpulan: Ada banyak faktor penyebab perceraian dari sisi suami, diantaranya karena suami selingkuh, suka judi, suka memukul, pencemburu, mengkonsumsi narkoba, tidak mandiri dan tidak bekerja, tidak menafkahi, menuduh istri selingkuh, tidak mengakui kehamilan istrinya, menuduh istri mengusir, hingga suami menuduh istri dihamili ayah kandungnya. Suami selingkuh akibat pengaruh lingkungan pergaulannya, bahkan responden memergoki suaminya tidur bersama perempuan lain.
Tabel 4.52 Emosi yang muncul Responden
1–J
Emosi yang muncul ya jelas lah.. kehilangan itu yaa.. jadi antara cinta dan benci sama itu, sama.. tapi itu dulu Kalau aku diceraikan di depan anak perempuan itu. Wes kamu pulang sana, kamu bukan istri saya. nanti yang mengantar kamu biar orang tuaku atau kakakku yang mengantarkan surat ceraimu. saya tanya kenapa? Apa mungkin kamu pikir aku disetubuhi oleh bapakmu? Saya marah!! Sampai matipun gak akan aku beri maaf kalau seperti itu. Sesungguhnya masih sakit kalau sampai sekarang. Jujur ya kalau inget itu masih dendam, tapi mikir lagi itu temen saya apa tidak? Pernah jadi temen baik Dia kan teman saya, dia kan saya anggap adik saya. Masa‟ adik saya yang mau sama suami saya. Mikirnya saya gitu, makan tidur pokoknya bareng sama saya. Ya seperti itu kalau di belakang saya. waduh sakit, mungkin
Kehilangan Cinta namun benci Kemarahan Sakit hati Dendam
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
95
2–K
3–S
4–A
5–I
sampeyan gak ada yang sesakit saya. Ya saya ga terimanya karena dipukuli itu, tapi ya sudah.. Stress.. stress.. Waktu suami mau nikah saya bilang ke mertua saya, tolong halangi dia mau nikah nanti. E… mertua bilang ga mungkin.. padahal di rumah perempuan itu sudah lengkap semua mau nikah. Makanya aku juga benci dan kesal sekali sama mertuaku.. setelah cerai, mertua bilang ini kalo rumah itu punyanya.. Minta kompor gas satu aja gak dikasih. aku gak bawa uang sepeser pun. Ibunya juga kayak gitu, sungguh ini gak bohong. Sampai gas itu aku beli sendiri.. Dari nol lagi Lain mbak kalau saya mbak, saya inikan masih dapat dua bulan. Kalau saya hamil itu gak diakuin, benci mbak, cepet ngelupain namanya pokoknya kalo saya dendam banget sama dia.. Kalo saya ga ada dendam yang gimana.. dari saya hamil 4 bulan sampe anak ini umur 6 bulan dia baru balik.. kalo sekarang dia mau bawa anaknya mau dibawa main atau apa, ya silakan dibawa, tapi harus bilang sama saya dan dikembalikan dengan selamat.. semoga saya dijauhkan dari dendam.. kalo soal sakit hati ya ada.. tapi setelah pisah saya juga bilang sama dia.. meskipun kita cerai, kita bersaudara.. saya juga nyapa: kabar baik, mas? Ya gitu..
Tidak terima atas KDRT suami
Benci sama suami Benci sama mertua
Benci dan dendam kepada suami
Sakit hati Berusaha tidak dendam
Kesimpulan: Emosi yang muncul dari responden setelah perceraian berupa rasa kehilangan, cinta namun benci, marah, sakit hati, dendam, tidak terima atas KDRT yang dilakukan suami, benci kepada mertua, tapi ada juga yang berusaha tidak dendam. Perasaan benci, marah, sakit hati, dan dendam bisa muncul bersamaan karena perlakuan suami yang tidak menghargai istri lagi dan suami tidak mengakui jabang bayi di kandungan istrinya.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
96
Tabel 4.53 Ekspresi Emosi Responden
1–J
2–K 3–S
4–A
5–I
Ekspresi Emosi sama kalau saya juga gitu mbak.. (sama dengan responden 5) Kalau lihat laki-laki tuh pengen tak heeeem (sambil menggerakkan kedua tangan seperti gerakan memeras baju)…. Duh kalau aku, aku kan terlanjur benci ya. Suamiku orang blater ya, terus aku datangi ke tempatnya ngadu ayam. Terus kata orang dek kamu ngapain ke sini mungkin mau ngadu ayam ya, mungkin punya uang satu juta ya katanya. Berapa pak, satu juta? Satu juta itu Cuma bedaknya saya kak.. saya benci sama dia, kan kita sudah menempuh kehidupan masing-masing. Cuma yang namanya manusia ya penasaran ya Ya mau ngapain juga.. paling ya diam aja.. Kalo dulu ya paling nangis kalo lagi sendiri, mbak.. mau marah ke dia ato mertua ya percuma juga.. ya... seumpanya dijemput gak boleh masuk ke halaman itu. Kalau dia masuk pas kelihatan saya, saya pasti bilang “saya kan dah bilang kamu gak boleh masuk ke kampung halaman ini, karena itu najis buat kamu“ tak gitu kan mbak.. ya mertua yang jemput. Ketika pas pulang sekolah kalau gak dijemput sama dia yang jemput, saya jemput ke dia trus saya bilang “awas pecah ya kacanya“ Ketika anak saya dibelikan sesuatu sama saya gak boleh mbak, suruh kembalikan, sama neneknya di suruh bawa. Biarin... Soalnya saya masih dendam mbak kalau saya gak mbak moga dijauhin dari dendam. Kalau saya ketemu dengan dia di jalan kadang saya nyapa. Kalau untuk sakit hati ada, tapi kalau untuk balas dendam moga aja gak ada.
Ingin memukul mantan suami
Diam Menangis
Memarahi mantan suami Melarang anak menerima pemberian ayah dan neneknya
Menyapa seperti biasa
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
97
Kesimpulan: Ekspresi emosi yang muncul dari responden ketika mengalami perasaan benci, sakit hati, hingga dendam berbeda-beda. Ada yang ingin memukul mantan suaminya, menangis, memarahi mantan suaminya, hingga melarang anak menerima pemberian ayah dan neneknya. Namun ada yang mengekspresikan emosinya dengan diam dan menyapa seperti biasanya.
Tabel 4.54 Upaya mengatasi atau mengurangi reaksi emosi Upaya mengatasi atau mengurangi reaksi emosi
Responden
1–J
2–K 3–S 4–A
5–I
kalau saya gak mbak karena nikahnya dah dapat tujuh tahun mbak, jadi susah senang dilewati bersama gitu. Ya antara benci dan sayangnya itu seimbang. Cuma masak mo begini terus, ya lambat laun saya mulai berfikir masak cuma mo berpacu sama orang ini aja. Ya gimana untuk saya ke depannya itunya saya itu gitu. Saya ke Arab dalam rangka kabur, jauh dari masalah, biar ga ingat-ingat terus itu, mbak.. Sama, setelah cerai saya juga pergi ke Arab.. biar ga ingat-ingatan lagi sama itu.. mencari kesibukan, jalan kesana kemari mbak Kalo saya, langsung saya marahi kalo dia dekat-dekat sama saya.. sampe sekarang saya masih belum bisa hilangkan dendam saya.. Alhamdulillah kalo dendam semoga ga sampe seperti itu, mbak.. Karena menurut saya meskipun kita cerai kita tetap saudara, ya kalau ketemu saya tegur sapa dengan dia “mas gimana kabarnya?”
Memikirkan masa depan Pergi jauh Sibuk dengan pekerjaan
Pergi jauh Sibuk dengan pekerjaan Mencari kesibukan Menghindari kontak dengan mantan suami
Berusaha berpikir bahwa dia adalah saudara
Kesimpulan: Upaya untuk mengatasi atau mengurangi reaksi emosi yang dilakukan responden dengan memikirkan masa depan, pergi jauh, menyibukkan diri dengan pekerjaan, mencari kesibukan, menghindari kontak dengan mantan suami, dan berusaha berpikir bahwa dia adalah saudara. Responden tidak mau
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
98
memikirkan lagi masa lalunya dan tidak memikirkan satu orang saja, tapi harus menata kehidupan masa depannya.
Tabel 4.55 Perlu Tidaknya Bercerai Secara Hukum Responden 1–J
2–K
3–S
4–A
5–I
Perlu tidaknya bercerai secara hukum.. Alasan.. Kalau saya, saya yang milih untuk Perlu, istri yang bercerai. Saya bayar pengacara. menggugat Cerai biasa.. Emang dari sana (waktu di Surabaya) langsung, suami pulang langsung.. Suami langsung dipanggil ke Warga yang pengadilan. Pulang sekarang, besok melaporkan untuk langsung disidang.. Karna dia itu bercerai sering mukul, makanya dilaporkan warga sama pak Lurah.. saya tinggal ikut sidang, ya diputus cerai.. Saya yang minta cerai karena ga kuat Saya yang menggugat hidup seperti ini terus.. Kalo saya, yang ingin cerai ya saya sendiri bak. Pokoknya aku pisah gitu mbak. Kalau kata aba saya, ayo An, Perlu, istri yang kalau kamu mau bersama, ya udah menggugat bersama, aku yang mau pindah. Kalau gak salah hamil 2 bulan sampai setengah tahun. Kalau saya enggak, memang perjanjian sebelum pulang. Mas, kalau posisinya mas kayak begini mending kita jadi saudara ya. Oke, perjanjian itu ya kataku gitu. Tapi ternyata perlakuannya tetep, saya nagih janji. Kalau mas gak mau ceraikan saya, saya yang akan ceraikan. Gimana? Gak saya gak mau. Tak teruskan ya, orang saya gak kuat ya terus… sampai satu minggu saya Perlu, istri yang desak terus. Akhirnya dia bilang, ya meminta cerai, suami udah ma kalau ini memang jalan yang yang menggugat terbaik buat kita ya sudah saya yang akan daftar aja. ya sudah. lucu lo dia waktu daftar kan dia di tanya masalahnya apa? Kalau pulang gak dapet nasi. Ya masak aku gak tertawa kan aku mesti dapet surat panggilan. Tak liat isinya, itu ada tiga. Satu,,gak nuruti keinginan suami. Dua, kalau pulang gak pernah dapat nasi, katanya Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
99
gak pernah di hidangkan nasi. Jadi selama dia anu gak pernah dapat makan ya itu alasannya. Jangankan saya yang tertawa hakimnya aja tertawa. Yang ketiga saya lupa.. Mungkin gak mau ditidurin Kesimpulan: Responden menganggap perlu jalur legal, bahkan ada yang bayar pengacara, agar mendapat kepastian status perceraiannya. Rata-rata responden yang mengajukan gugat cerai. Mereka beralasan tidak kuat dengan sikap suaminya yang suka memukul, suami tidak peduli dengan istrinya yang sedang hamil, dan suami ingkar dari kesepakatan untuk menceraikan istrinya. Ada juga suami yang akhirnya mendaftarkan perceraian ke pengadilan agama karena desakan istrinya.
Tabel 4.56 Kesulitan dalam urusan legal Responden 1–J 2–K 3–S 4–A 5–I
Kesulitan dalam urusan Legal Tidak ada kesulitan Tidak ada kesulitan Prosesnya gampang, langsung diputus Tidak ada kesulitan cerai Cenderung mudah, tinggal diatur sama Tidak ada kesulitan pegawainya.. Ga ada masalah Tidak ada kesulitan Tidak ada masalah, karena yang akhirnya ngajukan cerainya dia.. meski Tidak ada kesulitan saya yang minta.. kalo dia yang ajukan, lebih mudah
Kesimpulan: Semua responden mengaku tidak mengalami kesulitan ketika menjalani proses persidangan di Pengadilan Agama. Proses perceraian gampang dan tidak berbelit-belit, hakim langsung memutuskan. Selain itu prosesnya cenderung gampang karena dibantu oleh pegawai Pengadilan Agama.
Tabel 4.57 Upaya Mengatasi Kesulitan Urusan Legal Responden 1–J 2–K 3–S
Kalo pake pengacara, tinggal terima beres aja Tidak ada.. gampang.. Kalo aku kerjasama dengan jaksa dan
Upaya mengatasinya Meminta bantuan pengacara Tidak ada Kerjasama dengan Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
100
4–A 5–I
suamiku, jadi anak bisa ikut aku.. bisa jaksa dan suami aja sih rebutan, tapi bakalan lama prosesnya.. Tidak ada Tidak ada Ya diterima aja.. Tidak ada
Kesimpulan: Untuk mengatasi proses hukum di pengadilan agama agar lancar, responden melakukan upaya berbeda. Ada yang memekai jasa pengacara aga proses lebih dan dia tinggal terima beres. Responden lain bekerja sama dengan jaksa dan suaminya terkait hak asuh anak sehingga tidak terjadi rebutan di persidangan dan hakim cepat menjatuhkan putusan. Sementara responden mengikuti saja proses sidang hingga jatuh vonis.
Tabel 4.58 Yang Memenuhi Kebutuhan Ekonomi setelah Perceraian Siapa yang memenuhi kebutuhan ekonomi setelah perceraian
Responden
1–J
2–K 3–S
4–A
5–I
Kalau saya pasti ngasih mbak.. lho kadang bapaknya itu sms ini minta buat anaknya waktu saya di Saudi itu, halah kata saya...... ini gimana gitu ayahnya kok tidak mau berusaha, sedangkan anaknya sudah dewasa gitu kan Dibantu orang tua.. saya sendiri cari kerja di Arab.. setelah itu pulang, kerja ikut orang.. Sampe sekarang.. meski sudah pisah.. mertua masih kasih buat anak saya.. Setelah bercerai saya kerja mbak.. Kalau lebaran ya mbak cuma dikasih lima puluh ribu.... Sampe anakku itu nanyak ke ayahnya (suami yang sekarang) “yah buat apa uang uang segini?“ trus ayahnya bilang “gak apa-apa nak, walaupun ayah sekarang THL tapi ayah bisa membelikan kamu baju“. Itu mbak kata suami saya yang sekarang. Kalau masalah biaya, masih dibantu dari ummi saya mbak semuanya Sepeser pun dia ga kasih uang sama saya.. Dia habis cerai hilang total, tapi ya biasanya kalau hari raya biasanya kan ngasih uang, tapi kan kalau zakat
Diri sendiri
Diri sendiri Orang tua Diri sendiri Mertua
Diri sendiri Orang tua Suami baru
Diri sendiri
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
101
itu wajib, ya mau gak mau dia harus ngasih kan, mbak. Kalau zakat tiap tahun cuma. Kalau masalah nafkah dia gak pernah mau ngasih kalo sekarang.. ya apa lagi...kan yang wajib sama anak, kan ada ikatan anak. Kalau saya gak ada urusan Padahal dia lho mbak pelayar.. Dikemanakan uang itu mbak ? Kalau masalah biaya itu dari saya sendiri, gak pernah sepersen pun ada uang masuk dari dia Kesimpulan: Untuk pemenuhan kebutuhan ekomomi keluarga setelah perceraian semua responden memenuhi kebutuhannya sendiri. Sebagian responden masih mendapat sokongan uang dari orang tua, mertua, dan suami baru.
Tabel 4.59 Upaya Memenuhi Kebutuhan Ekonomi Upaya memenuhi kebutuhan ekonomi
Responden 1–J
2–K
3–S
4–A 5–I
Kalo saya melarikan diri.. berangkat ke Arab.. jadi TKW Aku juga setelah cerai langsung berangkat.. umroh terus menetap di sana jadi pembantu rumah tangga di sana.. delapan bulan, saya kembali.. karena illegal, setelah itu ikut orang.. setelah nikah lagi, suami yang biayai kebutuhan Saya kerja, tapi ya gak terlalu ekstra. Ada santunan juga dari mertua.. untu anak saya.. apalagi kalo minta.. pasti dikasih.. Setelah kawin, saya memang kerja mbak.. setelah itu baru mengalami cerai itu.. Saya memang kerja dari sebelum nikah sama dia, jadi ga ada kesulitan
Bekerja di luar negeri
Bekerja di luar negeri Dibantu suami sekarang
Bekerja Santunan dari mertua Bekerja Bekerja
Kesimpulan: Setelah bercerai dan hidup sendiri, upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga semua responden bekerja. Selain bekerja, juga mendapatkan bantuan dari orang tua dan suami baru.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
102
Tabel 4.60 Kesulitan Ekonomi Responden 1–J 2–K
3–S 4–A 5–I
Mengalami kesulitan atau tidak? Mengapa? Karena saya langsung berangkat ke Tidak, karena langsung Arab, ya ga kerasa kesulitan mbak.. bekerja Dulunya kan saya ga kerja, jadi kerasa Kesulitan, karena biasa berat waktu harus kerja sendiri cari dinafkahi suami uang Setidaknya waktu nikah kan semua terjamin dari mertua meskipun suami Kesulitan, karena ga kerja, tapi setelah cerai kan yang mendadak harus ditanggung mertua kan anak saya saja.. mengatasi seorang diri jadi sempat merasa kesulitan lah.. Ya iya lah mbak.. Kesulitan Cukup gak cukup ya harus dicukupi. Berusaha cukup Kalau sudah kayak gitu. dengan yang sudah ada
Kesimpulan: Sebagian besar responden merasa kesulitan untuk memenuhi biaya hidup setelah bercerai. Hanya mereka yang sudah bekerja yang tidak mengalami kesulitan. Mereka yang kesulitan karena sebelumnya tidak bekerja, sehingga terasa berat saat harus kerja sendiri mencari uang. Responden lain menjalani hidup seadanya sesuai dengan penghasilan yang diperoleh dari bekerja, uang yang ada dicukup-cukupkan.
Tabel 4.61 Hak Asuh atas Anak Responden
1–J
2–K 3–S 4–A 5–I
Hak asuh atas anak Kalo saya, anak ikut ayahnya.. anak saya kan dikasih milih, dia mau ikut siapa.. tapi dia milih ikut bapaknya di Sampang karena teman-temannya semua ada di sana.. kan waktu nikah saya tinggal di sana.. makanya ketika cerai dan saya ajak pindah ke Bangkalan, dia ga mau.. ya sudah, ga apa-apa sama bapaknya.. Anak ikut saya.. bapaknya ga tau ke mana Anakku ya ikut aku, mbak.. tapi dia boleh ikut siapa aja semau dia.. Kalo saya ya pasti ikut saya.. jangan sampe dia naik banding.. habis dia!! Anak ikut saya
Ikut ayahnya
Ikut ibu Ikut ibu Ikut ibu Ikut ibu
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
103
Kesimpulan: Untuk hak asuh anak setelah bercerai, kebanyakan anak ikut ibunya. Latar belakang anak ikut ibunya karena ayahnya tidak jelas keberadaannya, anak memilih ikut ibunya tapi tetap boleh sewaktu-waktu ikut ayahnya, dan ibu tidak mau anak ikut ayahnya karena sejak hamil tidak diakui ayahnya bahkan mengancam mantan suami jika merebut anaknya. Anak yang ikut ayahnya karena memang pilihan dari anak sendiri dan ibunya mau menerima pilihan anaknya. Sejak awal anak diminta memilih apakah ikut ibu atau ayahnya. Tabel 4.62 Pembagian Peran Baru (Ayah – Ibu) – Anak Pembagian peran baru (ayah – ibu) – anak
Responden
1–J
2–K
3–S
4–A
Kalu saya sih yang penting komunikasi ya. Kan anak sudah tahu kalau saya jauh. Jadi biar anak tu merasa dekat dengan ibu setiap hari lah pasti saya telpon. Saya kasih pengertian lah. Anak saya ga pernah Tanya bapaknya.. ga tau juga dia dimana.. Anak saya gak begitu terikat.. Pulang ke saya iya, ke ayahnya iya. Gak harus pulang, kasihan dianya.. terserah dia mau pulang ke mana.. Malah pernah seminggu ada di saya. Malah sekarang 2 minggu gak pulang. Cuma ya telpon. Ma punya uang ni, ma. Kalo gak punya, makanya ke saya. Ayahnya selalu nuruti maunya kalo butuh apa-apa.. kalo ayahnya sakit, kadang di suruh ke sana.. ya... kalo liburan, bapaknya ingin bertemu anaknya, ya dibawa ke sana.. seumpanya bapaknya jemput gak boleh masuk ke halaman itu. Kalau dia masuk pas kelihatan saya, saya pasti bilang “saya kan dah bilang kamu gak boleh masuk ke kampung halaman ini, karena itu najis buat kamu“ tak gitukan mbak.. ya mertua yang jemput. Ketika pas pulang sekolah kalau gak dijemput sama dia yang jemput, saya jemput ke dia trus saya bilang “awas pecah ya kacanya“
Ibu setiap hari telepon Ibu memberi pengertian kepada anak Anak tidak pernah menanyakan ayahnya Anak bebas tinggal dengan ayah atau ibunya Ayahnya menuruti kebutuhan anaknya Anak terkadang memberi uang ibunya
Mertua menjemput anak untuk dipertemukan dengan ayahnya
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
104
5–I
kalau saya dari umur 4 bulan sampai umur 6 bulan dia baru balik... tapi saya terus terang justru gak ada dendam gak ada apa, meskipun dia main ke rumah gak apa-apa. Meskipun dia mau minjam anaknya gak apa-apa asal dia harus ngomong baik-baik, dia pamit mo bawa anaknya jalan-jalan atau mo beli apa, gak apa-apa asal dia mengembalikan Ayahnya bisa bertemu anaknya dengan selamat anak kapan saja asalkan ijin baik-baik Kalau saya sih bebas mbak, kalau dia ingin berkomunikasi silahkan. Saya gak pernah melarang dia berkomunikasi dengan putranya, tapi dianya aja yang menjauh, gitu aja. Kalau saya bebas, silahkan bawa. Kalau memang dia bawa, silahkan pamit, saya pinjem mau bawa, silahkan. Pokoknya anaknya mau.
Kesimpulan: Pembagian peran baru dilakukan responden dengan mantan suaminya setelah bercerai. Bagai anak yang ikut ibunya maka ibu memberikan kebebasan untuk berkomukasi dengan ayahnya, baik bertemu, berkumpul, jalanjalan, dan tinggal beberapa hari dengan ayahnya. Namun untuk membawa anaknya ada syaratnya, yakni harus minta ijin dulu. Responden lain tidak mengikat anaknya untuk bertemu ayah atau kakek dan neneknya, karena kasihan kepada anaknya. Beda halnya dengan ibu yang merasa anaknya tidak diakui mantan suaminya, dia sangat menjaga ketat anaknya dari ayahnya.
Tabel 4.63 Kehadiran dan Peran Ayah/ Ibu Tiri Responden 1–J 2–K 3–S 4–A
Kehadiran dann Peran Ayah/ Ibu Tiri Paling sesekali suami saya telpon anak Ayah tiri telepon anak saya.. dia yang selalu ingatkan biar Ayah tiri ingatkan istri saya ga lupa untuk telpon anak saya.. untuk telepon anak Suami saya yang selalu antarkan anak Ayah tiri sangat ke sekolah atau ke rumah temannya.. memperhatikan anak dia sangat memperhatikan anak saya.. Anak saya lebih deket sama suami saya Anak lebih dekat yang sekarang. Minta antar kemanadengan ayah tirinya mana, minta duit, jalan-jalan sama dia.. Kalau anak saya mbak. Ke satunya Anak bingung ayahnya Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
105
bilang bapak. Bapaknya, bapak Y. Ayah ada dua A, ayah satpol PP. Kalau ditanyain, Anak membedakan bapaknya sudah berangkat? Ayah kerja ayah untuk ayah tiri di satpol PP, bapak kerja. Bingung, dan bapak untuk ayah hahaha.. Itulah korbannya anak kalau kandungnya bercerai. Anak tidak suka Kalo ke keluarga mantan suami saya terhadap ibu tirinya itu, anak saya Tanya: Ma, mama R (ibu tiri), kok diam terus ma? Anak saya ga mau kalau dipanggil sama ibu tirinya itu. Enggak, enggak, dia bukan mamaku. Dia mama tiriku. Tapi sama saya dijelaskan mbak. Kan pernah sama tantenya disangka dikasih tahu saya mbak. Saya gak pernah ngasih tahu.
5–I
Ayahnya ini sangat sayang sama dia, dari awal dia memang sudah saya tanya, lebih sayang sama siapa, dia Ayah tiri sayang anak jawab sayang sama anak saya.. saya lega..
Kesimpulan: Kehadiran ayah tiri tidak menimbulkan masalah dan diterima oleh responden dan anaknya. Bahkan ayah tiri bisa menggantikan peran ayah sebenarnya, dekat dan sayang dengan anak, bisa lebih dekat anak dibanding ayah kandungnya. Namun ada anak yang bingung karena punya dua ayah. Kebingungan anak bertambah karena ibunya membatasi bertemu dengan ayahnya sedangkan ayah tirinya sangat perhatian.
Tabel 4.64 Pendampingan terhadap Anak Responden
1–J
Pendampingan terhadap anak Kalau saya sama kayak ini (responden 3). Paling udah ngerti bapaknya kayak gitu kan lebih banyak sama bapaknya dari pada saya. Anak dianggap Kasian ke anaknya itu umpamanya mengerti ayahnya nanti ada orang (cowok) mau kan Ibu memberi pastinya orang tua cowok nanya “itu pengertian keadaan bapaknya kerja apa?” kan pasti gitu, ayahnya kasian sama anaknya minder karena bapaknya kerjaannya cuma seperti itu terus. Suami saya itu senangnnya Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
106
2–K
3–S
4–A
5–I
nyabu, senangnya „main‟ gitu.. Paling-paling saya kasih pengertian bahwa ayahnya memang seperti itu.. Anaknya ga pernah tanya.. ya saya juga ga perlu jelaskan.. anak-anak kan awalnya juga ikut orang tua saya waktu saya ke Arab.. Saya gak pernah jelasin bapaknya kayak gimana. Soalnya dia sudah cukup besar. Biarin wes terserah, wes besar kan wes mengerti ngapain. Bapaknya gak ngasih, terus dia cerita. Kalo saya bilang bapaknya baik, pasti dia bilang: Loh udah gila mama ini. Lha, dia tau bapaknya seperti apa.. Saya berusaha jelaskan bahwa ada ayah tiri yang sekarang tinggal bersama saya, juga ada ibu tiri yang tinggal bersama bapaknya.. kalau saya gini, saya pancing. Cong ayahnya sapa cong? Ayah saya yang dulu tuh ayah A, kalau yang sekarang ayah J. Oh iya.. ya sudah gitu aja. Kan pernah nanya gini. Ee.. mama kenapa kok ayah A ada di sana? Ya, ayah A masih kerja nak. Terus, kok pisah ma? Terus pertanyaannya itu buat saya nangis. Terus kok pisah mama sama ayah? Mama kok sekarang sama ayah J? Iya dia tanya gitu mbak. Iya ayahnya gak kerasan ada di sini nak, jadi ayah pulang ke rumahnya mbah, gitu saya. Ya udah gitu aja penjelasan saya.
Ibu tidak beri penjelasan ke anak
Anak dianggap mengerti ayahnya
Berusaha jelaskan ayah dan ibu tirinya
Berusaha jelaskan ayah kandung dan ayah tirinya
Kesimpulan: Ketika anak ikut ibunya, pendampingan terhadap anaknya dilakukan ibu dengan sedikit melibatkan atau tanpa ayahnya. Karena itu ibu berperan untuk menjelaskan sosok ayah kandungnya kepada sang anak. Tapi bagi ibu yang tidak tahu keberadaan mantan suaminya tidak banyak memberikan penjelasan kepada anak soal ayahnya. Ibu yang memberikan pengertian tentang sosok ayahnya karena kasihan kepada anaknya jika nantinya anak menjalin hubungan dengan lawan jenis dan ditanya tentang ayahnya bisa memberikan kepada kekasihnya serta orang tua kekasihnya. Ibu juga memberikan penjelasan menengai ayah atau ibu tirinya. Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
107
Tabel 4.65 Pandangan atau Reaksi Orang di Sekitar Pandangan atau reaksi orang di sekitar
Responden
1–J
2–K 3–S
4–A
5–I
Kalo tetangga, syukurin! Gitu. Yang namanya mulut tu dimana-mana sama.. usil.. Kalau saya pernah pulang bawa orang Arab. Wauw orang Arab yang dibawa. Tapi ya EGP. Loe loe gue gue. Padahal itu kan sponsor saya. Orang tu bilang itu suaminya. Masuk kanan keluar kiri. Nanti kalau sumpamanya kita bisa beli ini atau apa, duh itu dari suaminya. Aduh dia dapet anu tu, rasakan. Huh dapat minjem kali dia Malah tetangga yang dukung saya untuk cerai.. Mereka kasian sama saya karena dipukuli terus sama suami.. Sama aja, dimana-mana orang itu ngomongin.. Kalo aku malah bu de ku sendiri yang jadi mata-mata buat dia.. Saya nih mbak sampai sekarang sampai nikah 2 kali, tetangganya tetap begitu. Saya pernah keluar sama anak yang masih muda, mbak.. haduh.. itu langsung dibilang suka ganti-ganti pacar.. Bahkan waktu saya mau nikah, ada tetangga yang niat banget datang ke rumah mantan suami, ngasih tau kalau saya tu suka „dukunin‟ orang..siapa coba yang saya „dukunin‟? Waktu aku nikah lagi, suami saya kan gak kerja. Waktu masuk ke THL mbak, kan pakai sepeda GL yang nyaring bunyinya tu, tetangga bilang: kalau manten sekarang ganti plat putih Tetanggaku tu.. jadi ikut cari-cari informasi tentang aku..apa aku punya suami.. kerjaan suamiku apa.. yaa.. buat aku sih ga masalah, silakan buka aja.. memang kerjaan saya seprti itu.. dia mau tau ya silakan.. bu de juga malah kasih informasi ke dia..
Tetangga usil, suka membicarakan
Tetangga yang dukung untuk cerai Tetangga suka membicarakan
Ada saudara yang jadi mata-mata untuk mantan suami Tetangga suka membicarakan Responden dituduh main dukun
Tentangga mencari informasi tentang suami Ada saudara yang jadi mata-mata untuk mantan suami
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
108
Astaghfirullahalazim.. saya punya salah apa ya sama mereka kok sampe seperti itu.. Kesimpulan: Pandangan atau reaksi warga sekitar tentang perceraian masih cenderung negatif. Orang yang bercerai masih menjadi bahan pembicaraan dan mulut mereka usil. Apalagi jika perempuan tersebut bersama lelaki yang bukan saudaranya akan menjadi gunjingan. Namun ada tetangga yang peduli dengan nasib responden. Mereka mendukug responden untuk cerai dengan suaminya karena kasihan sering dipukuli. Ada juga saudaranya yang menjadi mata-mata dari mantan suami dan memberi informasi kepada mantan suami.
Tabel 4.66 Yang Berperan memberi Dukungan Yang berperan memberi dukungan
Responden 1–J 2–K 3–S 4–A 5–I
Ya sama lah, dari keluarga, temanteman. Orang tua Kakak dan orang tua Orang tua Keluarga
Keluarga dan teman
Orang tua Saudara dan orang tua Orang tua Keluarga
Kesimpulan: Mereka yang memberikan dukungan kepada responden adalah orang tua, keluarga, saudara, dan teman.
Tabel 4.67 Bentuk Dukungan Responden 1–J 2–K
3–S
4–A
Bentuk Dukungan Keluarga yang membuat saya tegar.. Keluarga membuat tegar Untungnya orang tua ada, mbak.. Orang tua bantu mereka bilang, biar kamu urus anakmu mengurus anak sendiri.. nanti tak bantu.. Ya dia bilang kalau misalnya gak kuat ya taruh aja. Ya seperti orang memikul sesuatu, kalau terlalu berat ya ditaruh.. capek.. sebenarnya ya sudah ga pengen Orang tua mendorong lagi.. untuk menikah lagi Tapi kan bener juga.. Orang tua bilang.. kamu kan masih muda, sudah.. nikah lagi aja.. Semua kebutuhan saya dipenuhi sama Orang tua penuhi Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
109
5–I
orang tua saya, mbak.. semua kebutuhan Kalau saya ya dipasrahkan ke saya semua. Kalau kamu memang gak sanggup kenapa ya harus dipikul lagi. ya seperti katanya mbak. Semua keluarga yang mendukung. Kalau keluarga itu masih bisa. Orang Orang tua dan keluarga tua laki-laki saya sudah mau balik ke memasrahkan semua saya tu sudah gak mau. Kalau keluarga pada saya yang lain, sudah kasih kesempatan saja, sapa tahu bisa berubah. Tapi akhirnya di tengah jalan gak bisa. Ya sudah pasrahkan ke saya lagi.
Kesimpulan: Bentuk dukungan yang diberikan dengan membantu mengurus anak, mendorong untuk menikah lagi, memenuhi kebutuhan ekonomi, dan mendorong agar selalu tegar. Di awal-awal bercerai orang tua mendorong agar responden mengasuh anak dan berjanji akan membantu mengurus cucunya, bahkan semua kebutuhan responden dan anaknya dipenuhi oleh orang tunya. Tidak hanya soal materi, orang tua mendorong anaknya untuk menikah lagi karena masih muda. Ada orang tua responden yang memasrahkan semua keputusan kepada responden. Semua keluarga mendukung, tapi keputusan tetap di tangan responden.
Tabel 4.68 Sikap terhadap Perceraian Responden
1–J
Kalo perempuan bercerai dikira perempuannya yang bermasalah Mudah-mudahan dijauhkan lah cukup satu kali..
2–K
Mudah-mudahan dijauhkan dari cerai
3–S
Kalau saya harapannya tidak sampai terulang lagi moga-moga ga terulang kembali
4–A 5–I
Perceraian tu kalo bisa cukup satu kali ini aja, jangan sampe terulang.. kalo laki-laki kan kadang bisa sampe 2 atau
Sikap terhadap perceraian Perceraian dianggap perempuannya bermasalah Cukup satu kali mengalami perceraian Cukup satu kali mengalami perceraian Tidak ingin terulang lagi Tidak ingin terulang lagi Perceraian cukup satu kali bagi perempuan, kalau laki-laki bisa 2
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
110
3 kali.. jangan sampe seperti kita ini.. kalo perempuan itu kan menikah berkali-kali dikira nakal..
atau 3 kali
Kesimpulan: Sikap responden terhadap perceraian, mereka hanya ingin satu kali bercerai selama hidup. Mereka tidak ingin nasib yang dialami terulang lagi pada pernikahan kedua. Apalagi kalau perempuan bercerai dikira perempuan yang bermasalah. Perceraian kalau bisa cukup satu kali ini, meskipun laki-laki bisa sampai 2 atau 3 kali menikah.
Tabel 4.69 Penerimaan akan Perceraian Responden 1–J 2–K
3–S
4–A 5–I
Penerimaan akan perceraian Awalnya aja yang ngerasa masalah, Awalnya merasa tapi kalo sekarang kan ya sudah dengan bersalah, sekarang yang baru.. sudah ga ada masalah tidak ada masalah Ya pasrah saja, daripada saya dipukul Pasrah terus kan mending cerai Sama mbak.. mending saya cerai daripada saya tiap hari liat dia tidur sama perempuan lain, suka nyabu.. Lebih tenang kerjanya ga ada.. meskipun dulu uang ada, tapi saya ga bisa menikmatinya Haduuuh.. ga usah ditanya mbak.. sekarang saya jauh lebih bahagia Lebih bahagia dibandingkan dulu.. Karena saya yang mau, ya dijalani saja.. ini jauh lebih baik mbak.. kalo ga Jauh lebih baik gini saya tersiksa terus
Kesimpulan: Pada masa awal-awal perceraian mereka merasakan masalah, tapi sekarang setelah bersama dengan suami baru tidak ada masalah lagi. Mereka merasa lebih tenang, bahagia, dan jauh lebih baik setelah bercerai.
Tabel 4.70 Menikah Kembali Responden
1–J
Menikah kembali Saya lama menjanda.. meskipun banyak yang mendekat, tapi ketemu yang tajir.. ya asyik.. setelah pisah 10 tahun, saya 10 tahun memutuskan untuk menikah.. soalnya saya kan lama di Arab, jadi saya juga ga tau sebenarnya status dia di Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
111
2–K 3–S 4–A 5–I
Indonesia tu seperti apa.. jadi saya ga berani.. Menikah lagi setelah 2 tahun.. Saya menikah setelah 3 tahun bercerai.. 2 tahun setelah pisah, saya menikah.. Saya cerai setelah 2 tahun menikah, menikah lagi setelah 2 tahun menjanda
2 tahun 3 tahun 2 tahun 2 tahun
Kesimpulan: Responden menikah lagi setelah beberapa tahun menjanda. Ada yang sudah menjanda 10 tahun, 3 tahun, dan 2 tahun. Responden yang menikah lagi setelah 10 tahun menjanda memutuskan tidak menjanda lagi setelah bertemu dengan pria yang menurutnya tepat karena sebelumnya ia tidak berani menjalin hubungan dengan orang yang tidak jelas statusnya.
Tabel 4.71 Hubungan Baru dengan Suami Sekarang Hubungan baru dengan lawan jenis
Responden
1–J
2–K 3–S
4–A
Kalau suami saya cuek ya. Saya ga tau masa lalu yang penting ga mempersalahkan tentang kamu gimanalah dulunya. Yang penting kita sekarang saling menghormati dan menghargai Kalau saya kan ga bertemu sama suami, Cuma ya…gimana ya kita menilailah. Dari kita mendengarkan dia, raut wajahnya kan lain. jadi kita harus ngerti loh. Ooo… orang saya pernah di smsin dalam rumah tangga tu harus saling menghargai Untuk sekarang tu sama suami harus ngomong yang ga disuka dari saya kamu tu apa? Jadi terbuka. Kalau saya minta terbuka sama suami yang sekarang gitu Ya.. saya cinta lah sama dia.. dia ga pernah mukul.. dia kasih saya nafkah.. Kalo sama yang sekarang tu enak, mbak.. meskipun dia pulang pagi atau ga pulang, saya ga khawatir.. samasama ngetiin aja.. ga pake‟ ruwet.. Meski awal menikah sama saya dia ga kerja, tapi orangnya mau kerja jadi THL.. dia mau menghidupi saya dan
Suami tak peduli masa lalu Saling menghormati dan menghargai Saling terbuka
Istri mencintai suami Suami menafkahi istri Istri tidak khawatir Saling mengerti Tidak ruwet Suami memberi nafkah Suami sayang anak
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
112
5–I
anak saya.. dia juga sayang sama anak saya.. Ya setelah saya menikah dan mendapat perhatian orang itu mbak.. baru dia menghilang.. kalau saya dari awal kenalan dengan suami saya yang sekarang tu tanya mas kamu lebih sayang saya apa anak saya? kalau dia jawab saya, saya ga teruskan ternyata dia memilih anak saya, “saya sayang sama anak kamu” y awes saya teruskan. Suami sayang anak kalau aku terus terang kalau aku Istri jaga perasaan bersama suami aku ga pernah nyapa(ke suami mantan suami) ya takutnya perasaan. Suami tak peduli masa Tapi kalau ga bersama suami saya lalu tetap nyapa kalau saya cerita ini kehidupan lama aku kalau kamu tidak suka ya ga apaapa. Tapi ternyata beliau berkata “sudah itu masalah kamulah” ya akhirnya kita ngumpul.dan sekarang setelah kita kumpul saya ga mau tau urusan kamu yang dulu dan kamu jangan pernah cerita masa lalumu gitu kalau saya.
Kesimpulan: Setelah memutuskan menghakhiri status janda dan menikah dengan pria lain akan membetuk hubungan baru dengan suaminya yang baru. Hubungan itu berupa saling menghormati dan menghargai, saling terbuka, istri mencintai suami, suami menafkahi istri, istri tidak khawatir lagi, saling mengerti, tidak ruwet, suami sayang anak, istri menjaga perasan suami, dan suami suami tak peduli masa lalu istrinya. Suami mengubur masa lalu istrinya yang terpenting ke depan saling menghormati dan menghargai.
Tabel 4.72 Faktor yang Mendukung Penyesuaian Responden
1–J
Faktor yang mendukung penyesuaian memperbanyak istikfar,itu aja biar jauh Banyak beribadah dari hasut banyak membaca al-falaq Sibuk bekerja gitu ajakan. Ya itu perbanyak istikfar.. Bersikap cuek Ya setelah setahun ya sudah saya kerja
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
113
2–K
3–S
4–A
5–I
di sana sibuk, sudah sedikit-sedikit lupa. Pas ketemu orang baik.. terus apa ya temen ada, ada seseorang yang perhatian sama kita. Kan kita butuh sedikit ini ya sudah. Bersikap cuek juga salah satu cara biar ga terlalu ke sana.. banyak juga teman yang mendukung.. banyak beribadah.. jadi bikin lebih tenang.. Ya orang tua, mereka yang jagain anak saya.. nyuruh saya sabar.. Cari kesibukan dengan kerjaan.. biar ga kepikiran ke sana.. Beruntung aku punya suami lagi.. dia baik.. apalagi masih ting-ting, hahahaha (tertawa).. kalo mas ini ya ngertiin aku banget.. dia ke anakku deket.. malah lebih deket sama bapak yang ini dibandingkan bapaknya sendiri.. Jalan-jalan ke mana-mana.. Setelah menikah lagi, mbak.. setidaknya jadi lebih tenang.. apa-apa dipikir barsama.. ga ruwet sendiri.. untungnya dia ngertiin aku banget.. Ya keluarga itu.. kalo mereka ga dukung, mungkin saya akan merasa sendirian menghadapinya..
Dukungan orang tua
Sibuk bekerja Suami baik dan pengertian Suami dekat anak
Suami pengertian Semua dipikir bersama Keluarga
Kesimpulan: Faktor yang mendukung penyesuaian responden dengan banyak beribadah, sibuk bekerja, bersikap cuek, mendapat dukungan orang tua, suami yang baik dan pengertian, suami dekat anak, suami pengertian, semua dipikir bersama, dan mendapat dukungan keluarga. Responden lebih giat beribadah agar hidupnya lebih tenang. Agar tidak ingat masa lalunya responden menyibukkan diri dalam pekerjaannya. Kenangan masa lalu semakin menghilang setelah responden menikah lagi dan mendapatkan suami yang baik, pengertian, dan sayang kepada anak. Faktor orang tua dan keluarga sebagai pendukung penyesuaian setelah perceraian karena orang tua membantu manjaga dan mengasuh anak serta selalu menasihati untuk selalu sabar. Dukungan keluarga penting karena tanpa dukungan mereka responden tidak akan mampu menghadapi kehidupan pasca perceraian.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
114
Tabel 4.73 Faktor yang Menghambat Penyesuaian Responden 1–J 2–K 3–S 4–A 5–I
Faktor yang menghambat penyesuaian walaupun kita jalan kesana-kemari Kebencian masih pada dasarnya tu di hati tetap melekat di hati Biasa aja.. ga terlalu dipikirkan yang Biasa saja seperti itu.. Kalo lagi sendiri sering ingat, mbak.. Teringat suami makanya jadi sedih.. mesti nangis aku sebelumnya mbak, mesti ingat, ingat yang dulu Mungkin kekesalan dan kebencian saya Kebencian terhadap ke dia itu, mbak.. kok sampe sekarang mantan suami saya benciiii banget sama dia.. Cerita ke orang malah ceritaku yang Mantan suami suka dibalik.. ya gitu itu orang kalo tau.. membalik cerita
Kesimpulan: Faktor-faktor yang menghambat penyesusaian karena kebencian yang masih melekat di hati, teringat suami sebelumnya, dan mantan suami suka membalik cerita. Ketika responden ingat tentang sakit hatinya di masa lalu melampiaskan dengan menangis. Kekesalan dan kebencian kepada matan suami masih melekat sampai sekarang. Faktor penghambat lainnya mantan suami membalikkan cerita dan menjelek-jelekkan mantan istrinya.
4.5
Kesimpulan Hasil Asesmen berdasarkan Wawancara dan FGD Faktor penyebab perceraian pada responden adalah karena suami jarang
pulang, kurangnya komunikasi dan pertemuan dengan istri, kurangnya kepedulian terhadap anak, dan suami yang tidak menafkahi. Suami lebih mementingkan pertemanannya di luar rumah dibandingkan dengan keluarganya. Mereka umumnya suka main judi dan minum minuman keras. Faktor lainnya adalah karena suami berselingkuh atau kembali kepada mantan pacar. Faktor pribadi suami dan keluarganya juga menjadi pemicu perceraian. Sebagian responden menganggap suami kurang dewasa, terlalu menurut orang tuanya, sehingga memungkinkan keterlibatan orang tua suami yang terlalu besar untuk turut campur urusan rumah tangga anak mereka. Beberapa responden menyatakan bahwa mertua mereka tidak suka kepada menantunya. Selain itu, suami yang terlalu pelit dalam hal keuangan, bisa menjadi salah satu penyebab perceraian.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
115
Faktor magis seperti hilangnya khasiat guna-guna (yang mungkin dilakukan oleh suami) juga menjadi penyebab istri tidak mencintai lagi suaminya sehingga memilih bercerai dengan suami. Emosi yang mucul pada responden yaitu adanya rasa marah, kesal, sakit hati, sedih, kehilangan, cemburu, dan juga ketakutan. Sebagian responden tidak merasa kesal karena selama berumah tangga memang jarang bertemu dengan suaminya. Responden lainnya malah tidak ada rasa sama sekali, terlebih ketika mantan suaminya sudah nikah lagi. Ekspresi emosi yang muncul pada responden berbeda-beda. Ada yang memarahi suaminya, bingung dan menangis. Responden lainnya cenderung membiarkan saja, tidak mengungkapkan ekspresi, biasa saja, dan berusaha baik-baik saja. Upaya untuk mengatasi atau mengurangi reaksi emosi dilakukan oleh sebagian responden dengan cara merenung dan berpikir bahwa mantan suami adalah ayah dari anaknya atau menganggap bahwa mantan suami seperti saudara dan berusaha biasa saja terhadap hal itu. Responden lainnya menganggap tidak ada masalah, berusaha memendam cerita, dan memilih untuk diam saja. Selain itu, responden mengatasinya dengan dengan menata masa depan, pergi jauh, menyibukkan diri dengan pekerjaan, mencari kesibukan, dan menghindari kontak dengan mantan suami. Perceraian secara hukum bagi sebagian responden dianggap perlu. Hal itu demi mendapatkan status hukum yang pasti dan mendapatkan kejelasan nasib anak mereka. Ada pasangan yang memilih jalur hukum karena sudah kesepakatan bersama membawa proses perceraiannya ke Pengadian Agama. Sebagian lagi responden mengaku terpaksa bercerai melalui proses hukum karena digugat cerai oleh suaminya. Selama menjalani proses hukum di Pengadilan Agama, ada yang mengalami kesulitan, kemudahan, dan ada yang menganggap biasa saja. Responden yang mengalami kesulitan dalam proses sidang karena suaminya tidak mau menceraikan, biasanya dikarenakan tidak mempunyai biaya atau suami tidak mau menceraikan istrinya. Ada juga responden yang kesulitannya disebabkan ia cemas karena proses pengadilan adalah pengalaman pertama baginya. Upaya untuk mengatasi kesulitan dalam urusan legal tersebut dilakukan dengan mengikuti prosedur yang ada atau membayar pegawai Pengadilan Agama agar bisa terima beres. Yang lebih mempermudah adalah jika kedua pihak sama-sama
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
116
setuju, sehingga kesepakatan untuk mengajukan perceraian sudah ada sebelumnya. Namun ada responden yang tidak melakukan upaya apa pun, dia hanya mengikuti persidangan itu dengan keterpaksaannya. Pihak yang memenuhi kebutuhan ekonomi setelah perceraian adalah diri sendiri. Jika mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka seluruhnya, mereka dibantu oleh orang tua mereka. Ada juga mantan suami yang hanya membantu kebutuhan anak mereka. Upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi adalah dengan bekerja. Mayoritas responden bekerja sebagai tenaga honorer di Pemda dengan penghasilan yang tidak terlalu besar, sebagian bekerja di warung. Selain itu, mereka terpaksa berhutang atau meminta bantuan orang tua karena honor yang mereka peroleh tidak mencukupi kebutuhan harian mereka. Setelah perceraian, responden merasa tidak ada perbedaan tingkat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga karena selama menikah pun suami mereka tidak memberikan nafkah, jadi mereka terbiasa memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Mereka yang tidak terlalu mengalami kesulitan ekonomi karena mereka masih didukung orang tua dan tinggal bersama orang tua. Responden yang mengalami kesulitan ekonomi biasanya dikarenakan banyaknya keinginan, sehingga selalu kekurangan uang. Untuk hak asuh atas anak, ibu mendapatkan hak asuh secara legal atas putusan Pengadilan Agama. Selain itu anak lebih baik ikut ibunya karena ayahnya tidak diketahui keberadaannya. Setelah bercerai, muncul pembagian peran baru bagi ayah dan ibu pada anaknya. Peran itu berupa ibu yang mengasuh anaknya sendirian tanpa suami. Namun ayah masih bisa bertemu dan berkumpul dengan anaknya berdasarkan kesepakatan, seperti anak berkumpul dengan ayahnya ketika si anak liburan sekolah. Si ayah juga bertanggung jawab pada nafkah anaknya. Ada juga ibu yang harus mengasuh anaknya sendirian karena mantan suaminya menghilang atau si anak tidak lagi menganggap ayahnya ada karena kebencian mereka. Peran ibu yang menjadi orang tua tunggal dirasakan oleh mereka sebagai kesulitan karena harus menanggung kebutuhan keluarga sendiri, apalagi jika gajinya pas-pasan. Si ibu juga kesulitan mengasuh anaknya karena si anak masih kecil dan selalu menanyakan ayahnya dan masih membutuhkan figur ayahnya.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
117
Pendampingan yang dilakukan ibu terhadap anaknya, di antaranya dilakukan oleh responden dengan cara selalu membawa anaknya ke mana pun pergi. Ibu juga berusaha menjelaskan kepada anaknya bahwa ayahnya masih ada dan ayahnya tetap ayahnya, sehingga anak tidak menyimpan kebencian terhadap ayah mereka. Jika si anak tidak menanyakan tentang ayahnya, si ibu cenderung membiarkan. Selain itu responden berusaha agar anaknya bisa bertemu dengan ayahnya ketika liburan sekolah. Perceraian memunculkan pandangan dan reaksi dari tetangga atau orang sekitar, baik negatif dan positif. Mereka yang berpandangan negatif mengganggap janda sebagai penggangu rumah tangga orang dan menjadi bahan gunjingan. Sebagian responden mengaku orang tuanya tidak bisa menerima jika anaknya dibicarakan orang. Ada juga responden yang menganggap biasa pandangan negatif itu karena banyak yang mengalami hal serupa. Yang lebih parah adalah ada masyarakat yang menganggap bahwa janda akan mengganggu rumah tangga orang lain. Mereka yang berpandangan positif malah bersikap biasa saja terhadap perceraian mereka. Orang-orang yang berperan memberikan dukungan terhadap perceraian responden adalah orang tua, saudara, guru spiritual, dan teman. Bentuk dukungan yang diberikan oleh orang tua maupun teman berupa mendinginkan suasana, mengingatkan soal etika, dan mengingatkan untuk tidak sedih dan selalu sabar. Ada juga orang tua responden yang sengaja memindahkan tempat kerja anaknya agar lebih nyaman, dan membantu kebutuhan sehari-hari. Ada juga keluarga yang mendukung apa pun keputusan responden. Ada juga guru ngajinya yang memberi doa-doa agar dia tenang, dan mertuanya mendukung keputusan untuk berpisah. Teman-teman sangat berperan dalam memberikan kekuatan dan nasihat untuk tetap tegar dan bersabar. Pada dasarnya sikap responden sendiri terhadap perceriaan, ada yang pasrah dan berharap hanya terjadi sekali. Ada respoden yang tidak menyangka akan bercerai karena sebelumnya tidak ada yang pernah mempunyai niatan untuk bercerai. Namun mereka melakukannya demi anak atau memperbaiki keadaan. Perceraian telah mengubah harga diri mereka, sehinga ada yang merasa malu bahkan hingga menarik diri dengan tidak mau bertemu dengan orang lain.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
118
Namun ada yang cuek saja dan ada responden yang berusaha tetap bahagia dengan status barunya itu. Penerimaan responden akan perceraian berbeda-beda, ada yang pasrah dan bersyukur. Ada responden yang bisa menerima perceraian karena merupakan keputusan bersama dan berusaha menjalani kehidupan selanjutnya, ada pula yang memilih bercerai daripada menanggung sakit hati terus-menerus. Responden yang telah menyandang satus janda menganggap biasa saja status barunya tersebut karena banyak orang menjanda dan berusaha menjadi janda yang baik, dan terus menjalani kehidupan ke depan. Hanya saja, sebagai janda dia harus tidur sendiri dan sewaktu-waktu harus siap menjawab anaknya yang menanyakan tentang ayahnya. Para janda ini juga harus menghadapi pandangan orang yang menganggap janda tidak baik dan menjadi masalah. Meskipun status janda, sebagian responden tetap ingin menjalani hubungan dengan lawan jenisnya. Mereka ingin menikah lagi atau masih berharap kembali dengan mantan suami. Keinginan untuk segera menikah lagi ini untuk menghindari gunjingan. Namun mereka masih punya perasaan khawatir pasangan barunya tidak bisa menyayangi anak mereka dan takut mengalami kejadian yang sama untuk kedua kalinya. Sebaliknya, ada responden yang masih malas memulai untuk menjalin hubungan dengan lelaki karena orang tua tidak setuju. Dengan satus janda yang mereka sandang, mereka mengaku kesulitan mencari pasangan. Salah satu sebab lainnya adalah mereka merasa diguna-guna, sehingga selalu ditolak atau tidak pernah cocok dengan orang lain. Faktor yang mendukung penyesuaian responden menjalani kehidupan sebagai janda adalah dukungan orang tua, keluarga besar, dan juga teman. Selain itu, berusaha tidak memikirkan perceraian yang telah terjadi, bersikap cuek, banyak bercanda, dan bahkan menghindari hubungan dengan mantan suami. Mereka juga berusaha untuk tidak menyerah pada keadaan. Faktor yang menghambat penyesuaian karena mereka selalu ingat kejadian masa lalu. Selain itu mereka tidak tahan dengan gunjingan tetangga yang menganggap janda penggangu rumah tangga orang lain.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
119
4.6
Kondisi Psikologis berdasarkan Wawancara dan FGD Beberapa permasalahan psikologis yang dihadapi para responden dalam
penyesuaian pasca-perceraian, yaitu: 1.
Withdrawal; menarik diri dari lingkungannya.
2.
Tekanan psikologis dalam menghadapi keterlibatan bahkan ancaman dari mantan suami.
3.
Tidak memiliki otonomi/ kebebasan yang seharusnya pasca bercerai dengan suaminya.
4.
Perasaan sedih, kehilangan, marah, kesal, benci, sakit hati, ketidakberdayaan/ keterpurukan, bahkan putus asa.
5.
Tidak percaya diri dan turunnya harga diri.
6.
Kompleksitas permasalahan menjadi orang tua tunggal dan pendampingan terhadap anak.
7.
Pikiran dan dorongan untuk dendam.
8.
Penerimaan akan status janda.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
BAB 5 RANCANGAN INTERVENSI
Bab V ini berisi tentang rancangan intervensi berupa Support Group berdasarkan hasil penyesuaian terhadap perceraian pada perempuan Madura. Rancangan intervensi dikembangkan dari hasil anamnesis dan FGD yang diperoleh dalam penelitian. Berdasarkan kondisi psikologis responden yang diperoleh dari hasil anamnesis dan FGD (pada Bab IV), peneliti berusaha memfokuskan rancangan intervensi ini ke dalam penyesuaian terkait hubungan dengan mantan suami dan peran baru sebagai orang tua tunggal. Program Support Group yang dirancang untuk penyesuaian terhadap perceraian terdiri dari lima sesi, masing-masing dua jam. Treatment difokuskan pada aspek psikologis dan emosional dari perceraian ddua aspek tersebut. Sesi tersebut terdiri dari : 1. Pembentukan support group, 2. Psikoedukasi tentang Perceraian dan Penyesuaian Pasca-Perceraian, 3. Mengenal dan Menghadapi Mantan Suami, 4. Menjadi Orang Tua Tunggal, 5. Menjadi Pendamping Anak yang Bermasalah dengan Perceraian Orang Tua.
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
121
SESI I : PEMBENTUKAN SUPPORT GROUP TUJUAN : Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu:
Mengenal masing-masing anggota
Menciptakan proses pembentukan kelompok yang kondusif
Memahami manfaat support group dalam mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan penyesuaian pasca-perceraian
Melakukan koordinasi dalam mencapai tujuan bersama
Menyamakan persepsi dan visi
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
122
Topik Perkenalan/ pencairan Menjelaskan tujuan pertemuan
Kegiatan Fasilitator Memperkenalkan diri dan memperkenalkan asisten/ pendamping Menjelaskan tujuan pertemuan
Penyampaian tujuan dan maksud pembentukan support group
Menggali pengetahuan anggota tentang manfaat support group Mendengarkan uraian peserta dan mengendalikan diskusi Mendengarkan uraian peserta dan mengendalikan diskusi
Pembentukan komitmen kelompok
Mengidentifikasi pro dan kontra di antara kelompok tentang support group Mengumpulkan masukanmasukan untuk menguatkan komitmen Membuat kesepakatan bersama Memfasilitasi pemilihan pemimpin kelompok
Peserta Mendengarkan uraian fasilitator
Metode
Waktu
Permainan Interaktif antaranggota kelompok dengan fasilitator Dialog interaktif
20 menit
Lembar informed consent Kertas Alat tulis
35 menit
Kertas Alat tulis
35 menit
Kertas Alat tulis
Mendengarkan uraian fasilitator Anggota saling memperkenalkan diri Mendengarkan dan menjawab pertanyaan fasilitator Diskusi/ dialog interaktif tentang support group yang dibentuk Testimoni dari peserta yang sudah mampu melewati masa-masa penyesuaian pasca-perceraian dengan baik Diskusi/ dialog interaktif tentang Musyawarah support group yang dibentuk mufakat
Alat Bantu
Memberikan masukan-masukan Membuat kesepakatan bersama Pemilihan pemimpin kelompok
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
123
SESI II PSIKOEDUKASI TENTANG PERCERAIAN dan PENYESUAIAN PASCA-PERCERAIAN TUJUAN : Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu:
Memahami informasi yang relevan terkait status perceraian mereka
Mengenali faktor-faktor penyebab perceraian
Mengenali faktor pemicu perceraian
Mengenali berbagai macam perubahan dan penyesuaian terhadap perceraian
Memahami berbagai reaksi individu terhadap stres akibat perceraian
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
124
Topik Pengantar
Pengenalan Masalah
Kegiatan Fasilitator Menjelaskan tujuan pertemuan sesi kedua dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan Memberikan informasi yang relevan berkaitan dengan status perceraian mereka Mendengarkan uraian peserta dan mengendalikan diskusi Mendengarkan uraian peserta dan mengendalikan diskusi Mendengarkan uraian peserta dan mengendalikan diskusi
Penutup
Mendengarkan uraian peserta dan mengendalikan diskusi Memaparkan kesimpulan hasil diskusi
Metode Peserta Refleksi efektivitas kegiatan sesi I Interaktif antar peserta dan fasilitator Mendengarkan uraian fasilitator Interaktif antar peserta dan fasilitator Review singkat tentang masa lalu untuk mengenali faktor-faktor yang mungkin berkontribusi terhadap perceraian Memaparkan faktor-faktor Diskusi pencetus perceraian Mendiskusikan perubahan yang Diskusi terjadi akibat perceraian dan penyesuaian yang selama ini dilakukan Mendiskusikan reaksi individu Diskusi terhadap stres akibat perceraian Mendengarkan uraian fasilitator Presentasi singkat
Waktu
Alat Bantu
10 menit
30 menit
Kertas Alat tulis
20 menit 20 menit
20 menit 5 menit
Power point
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
125
SESI III MENGHADAPI MANTAN SUAMI TUJUAN : Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu:
Mengenali permasalahan berkaitan dengan hubungan terhadap mantan suami
Mengenali reaksi yang selama ini dilakukan dan bagaimana efektivitasnya
Mengenal berbagai karakter laki-laki Madura dan konteks budayanya
Memahami beberapa alternatif cara menghadapi mantan suami
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
126
Topik Pengantar
Laki-laki Madura dan karakteristiknya
Pemecahan masalah Penutup
Kegiatan Fasilitator Menjelaskan tujuan pertemuan sesi ketiga dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
Peserta Refleksi efektivitas kegiatan sesi II
Menggali permasalahan berkaitan dengan hubungan terhadap mantan suami Menggali reaksi yang selama ini dilakukan dalam menghadapi mantan suami dan efektivitasnya Menggali pengetahuan tentang karakteristik laki-laki Madura dan konteks budaya Menggali berbagai alternatif cara menghadapi mantan suami
Menjawab pertanyaan fasilitator
Memaparkan kesimpulan hasil diskusi
Memaparkan reaksi yang selama ini dilakukan Menguraikan pengetahuan tentang karakteristik laki-laki Madura Mengungkapkan berbagai pemecahan masalah terkait cara menghadapi mantan suami Mendengarkan uraian fasilitator
Metode
Waktu
Interaktif antar peserta dan fasilitator Interaktif antar peserta dan fasilitator
10 menit
30 menit
Alat Bantu
Kertas/ flowchart Alat tulis
30 menit Diskusi
45 menit
Presentasi singkat
5 menit
Power point
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
127
SESI IV MENJADI ORANG TUA TUNGGAL TUJUAN : Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu:
Mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang peran baru sebagai orang tua tunggal.
Mengidentifikasi permasalahan yang dihadai dalam perannya sebagai orang tua tunggal.
Menemukan alternatif pemecahan masalah terkait peran sebagai orang tua tunggal.
Pengantar
Kegiatan Fasilitator Peserta Menjelaskan tujuan pertemuan Refleksi efektivitas kegiatan sesi sesi keempat dan kegiatanIII kegiatan yang akan dilakukan
Menjadi orang tua tunggal
Menggali pemahaman tentang peran orang tua tunggal
Memaparkan pemahaman tentang peran yang ia ketahui
Menggali permasalahanpermasalahan yang dihadapi dalam perannya sebagai orang tua tunggal Menggali berbagai alternatif cara pemecahan masalah terkait peran sebagai orang tua tunggal Memaparkan kesimpulan hasil diskusi
Memaparkan permasalahan yang dihadapi
Topik
Pemecahan masalah Penutup
Mengungkapkan berbagai pemecahan masalah terkait peran sebagai orang tua tunggal Mendengarkan uraian fasilitator
Metode
Waktu
Interaktif antar peserta dan fasilitator Interaktif antar peserta dan fasilitator
10 menit
Diskusi
45 menit
Presentasi singkat
5 menit
30 menit
Alat Bantu
Kertas/ flowchart Alat tulis
Power point
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
128
SESI V MENJADI PENDAMPING ANAK YANG BERMASALAH DENGAN PERCERAIAN ORANG TUA TUJUAN : Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu:
Mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang peran baru sebagai orang tua tunggal.
Mengidentifikasi permasalahan yang dihadai dalam perannya sebagai orang tua tunggal.
Menemukan alternatif pemecahan masalah terkait peran sebagai orang tua tunggal.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
129
Topik Pengantar
Narasumber: Anak yang bermasalah Menjadi orang tua tunggal
Pemecahan masalah
Penutup
Kegiatan Fasilitator Menjelaskan tujuan pertemuan sesi kelima dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
Peserta Refleksi efektivitas kegiatan sesi IV
Menghadirkan narasumber yang membahas Anak yang Bermasalah dengan perceraian orang tuanya Menggali permasalahan anak
Mendengarkan
Menggali cara-cara pendampingan yang selama ini dilakukan Menggali berbagai alternatif cara pendampingan yang tepat terhadap anak yang bermasalah dengan perceraian orang tua Memaparkan kesimpulan hasil diskusi
Memaparkan permasalahan yang dihadapi
Memaparkan permasalahan anak
Mengungkapkan berbagai cara pendampingan yang tepat terhadap anak yang bermasalah dengan perceraian orang tua Mendengarkan uraian fasilitator
Metode
Waktu
Alat Bantu
Interaktif antar peserta dan fasilitator Ceramah
10 menit
30 menit
Power point
Interaktif antar peserta, narasumber dan fasilitator
30 menit
Kertas/ flowchart Alat tulis
Diskusi
45 menit
Presentasi singkat
5 menit
Power point
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
BAB 6 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Bab VI ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian, diskusi hasil penelitian dan rancangan intervensi. Selain itu, di dalam bab ini juga diajukan saran-saran yang dapat digunakan untuk menyempurnakan hasil penelitian di masa mendatang, agar kekurangan-kekurangan yang terdapat pada penelitian ini dapat dihindari.
6.1
Kesimpulan Hasil Penelitian
6.1.1
Faktor penyebab perceraian Beberapa faktor yang menjadi penyebab perceraian pada responden
adalah: 1.
Kurangnya komunikasi. Minimnya pertemuan dan intensitas komunikasi dengan istri membuat pasangan tidak mengerti satu sama lain.
2.
Suami juga tampak kurangnya peduli terhadap anaknya.
3.
Faktor kepribadian suami, seperti suami yang kurang dewasa, terlalu menurut orang tuanya, dan tidak mau tahu persoalan yang dihadapi keluarga.
4.
Ekonomi. Kurangnya tanggung jawab suami dalam hal menafkahi keluarga atau suami terlalu pelit dalam hal keuangan.
5.
Adanya pihak ketiga. Suami berselingkuh atau kembali kepada mantan pacar dan keterlibatan keluarga yang terlalu dominan. Suami juga lebih mementingkan
pertemanannya
di
luar
rumah
dibandingkan
dengan
keluarganya. Mereka umumnya suka main judi dan minum minuman keras. 6.
Faktor magis seperti hilangnya khasiat guna-guna (yang mungkin dilakukan oleh suami) juga menjadi penyebab istri tidak mencintai lagi suaminya sehingga memilih bercerai dengan suami.
6.1.2
Masalah-masalah yang dihadapi pasca-perceraian Permasalahan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh responden pasca-
perceraian adalah sebagai berikut:
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
131
1.
Menjalani proses hukum demi mendapatkan status hukum yang pasti dan mendapatkan kejelasan nasib anak mereka. Kesulitan dalam proses sidang biasanya terjadi karena suaminya tidak mau menceraikan, baik dikarenakan tidak mempunyai biaya atau suami tidak mau menceraikan istrinya. Ada juga responden yang mengalami kesulitan akibat cemas menghadapi proses pengadilan karena hal itu merupakan pengalaman pertama baginya.
2.
Menghadapi emosi diri yang berkecamuk, seperti adanya rasa marah, kesal, sakit hati, sedih, kehilangan, cemburu, dan juga ketakutan. Kadangkala hal tersebut diekspresikan dengan memarahi mantan suaminya, bingung dan menangis.
3.
Pemenuhan kebutuhan ekonomi setelah perceraian.
4.
Perebutan hak asuh anak.
5.
Menjalankan peran sebagai orang tua tunggal dirasakan oleh mereka sebagai kesulitan karena harus menanggung kebutuhan keluarga sendiri, apalagi jika penghasilan mereka pas-pasan. Si ibu juga kesulitan mengasuh anaknya karena si anak masih kecil dan selalu menanyakan ayahnya dan masih membutuhkan figur ayahnya.
6.
Menghadapi pandangan dan reaksi dari tetangga atau orang sekitar, terutama yang negatif. Mereka yang berpandangan negatif mengganggap janda sebagai penggangu rumah tangga orang dan menjadi bahan gunjingan. Sebagian responden mengaku orang tuanya tidak bisa menerima jika anaknya dibicarakan orang. Yang lebih parah adalah ada masyarakat yang menganggap bahwa janda akan mengganggu rumah tangga orang lain.
7.
Perceraian telah mengubah harga diri mereka, sehinga ada yang merasa malu bahkan hingga menarik diri dan tidak mau bertemu dengan orang lain.
8.
Penerimaan akan perceraian dan status baru sebagai janda. Ada sebagian responden yang belum bisa menerima perceraian yang mereka hadapi, apalagi harus menerima status janda.
9.
Kesulitan memulai atau menjalani hubungan dengan lawan jenisnya. Mereka masih punya perasaan khawatir pasangan barunya tidak bisa menyayangi anak mereka dan takut mengalami kejadian yang sama untuk kedua kalinya. Sebaliknya, ada responden yang masih malas memulai untuk menjalin
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
132
hubungan dengan lelaki karena orang tua tidak setuju. Dengan satus janda yang mereka sandang, mereka mengaku kesulitan mencari pasangan. Penyebabnya antara lain adalah mereka merasa diguna-guna, sehingga selalu ditolak atau tidak pernah cocok dengan orang lain. Selain itu, mantan suami terkadang masih ikut memantau siapa yang menjadi calon suami dari mantan istrinya. 10. Keterlibatan mantan suami. Beberapa mantan suami responden tampak tidak senang jika mantan istrinya menjalin hubungan baru dengan lawan jenis. Mantan suami cenderung membuntuti atau mengancam mantan istrinya atau pacarnya, baik itu ancaman membunuh atau merusak hubungan pasangan tersebut. Ada juga mantan suami yang menghasut anak mereka untuk memata-matai dan mengancam ibunya jika ibunya menjalin hubungan dengan pria lain.
6.1.3
Bentuk-bentuk
penyesuaian
yang
mereka
lakukan
terhadap
permasalahan pasca-perceraian 1.
Upaya untuk mengatasi kesulitan dalam urusan legal dilakukan dengan mengikuti prosedur yang ada atau membayar pegawai Pengadilan Agama agar bisa terima beres. Yang lebih mempermudah adalah jika kedua pihak sama-sama setuju, sehingga kesepakatan untuk mengajukan perceraian sudah ada sebelumnya. Namun ada responden yang tidak melakukan upaya apa pun, dia hanya mengikuti persidangan itu dengan keterpaksaannya.
2.
Upaya untuk mengatasi atau mengurangi reaksi emosi dilakukan dengan cara merenung dan berpikir bahwa mantan suami adalah ayah dari anaknya atau menganggap bahwa mantan suami seperti saudara dan berusaha biasa saja terhadap hal itu. Ada kalanya mereka menganggap tidak ada masalah, berusaha memendam cerita, dan memilih untuk diam saja. Selain itu, mereka berusaha mengatasinya dengan dengan menata masa depan, pergi jauh, menyibukkan diri dengan pekerjaan, dan menghindari kontak dengan mantan suami.
3.
Upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi pasca-perceraian dilakukan dengan bekerja. Jika mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
133
seluruhnya, mereka dibantu oleh orang tua mereka. Ada juga mantan suami yang hanya membantu kebutuhan anak mereka. Selain itu, mereka terpaksa berhutang karena honor yang mereka peroleh tidak mencukupi kebutuhan harian mereka. 4.
Untuk hak asuh atas anak, mayoritas ibu mendapatkan hak asuh secara legal atas putusan Pengadilan Agama. Selain itu anak lebih baik ikut ibunya karena ayahnya tidak diketahui keberadaannya. Setelah bercerai, muncul pembagian peran baru bagi ayah dan ibu pada anaknya. Peran itu berupa ibu yang mengasuh anaknya sendirian tanpa suami. Namun ayah masih bisa bertemu dan berkumpul dengan anaknya berdasarkan kesepakatan, seperti anak berkumpul dengan ayahnya ketika si anak liburan sekolah. Si ayah juga bertanggung jawab pada nafkah anaknya. Ada juga ibu yang harus mengasuh anaknya sendirian karena mantan suaminya menghilang atau si anak tidak lagi menganggap ayahnya ada karena kebencian mereka.
5.
Upaya untuk menjalani peran sebagai orang tua tunggal adalah dengan melakukan pendampingan terhadap anaknya. Di antaranya dilakukan dengan cara selalu membawa anaknya ke mana pun mereka pergi. Ibu juga berusaha menjelaskan kepada anaknya bahwa ayahnya masih ada dan ayahnya tetap ayahnya, sehingga anak tidak menyimpan kebencian terhadap ayah mereka. Jika si anak tidak menanyakan tentang ayahnya, si ibu cenderung membiarkan. Selain itu responden berusaha agar anaknya bisa bertemu dengan ayahnya ketika liburan sekolah.
6.
Berbagai pandangan negatif dapat dilalui dengan adanya dukungan dari orang-orang terdekat. Ada orang tua, saudara, guru spiritual, dan teman. Bentuk dukungan yang mereka berikan adalah dengan mendinginkan suasana, mengingatkan soal etika, dan mengingatkan untuk tidak sedih serta selalu sabar. Ada juga orang tua responden yang sengaja memindahkan tempat kerja anaknya agar lebih nyaman. Ada juga guru ngajinya yang memberi doa-doa agar dia tenang.
7.
Untuk menyelamatkan harga diri mereka, kadangkala mereka memilih bersikap cuek dan berusaha mencari kebahagiaan dengan status barunya itu.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
134
8.
Pada dasarnya sikap responden sendiri terhadap perceraian, ada yang pasrah dan berharap hanya terjadi sekali. Ada respoden yang tidak menyangka akan bercerai karena sebelumnya tidak ada yang pernah mempunyai niatan untuk bercerai. Namun mereka menghibur diri dengan dalih melakukannya demi anak atau memperbaiki keadaan daripada menanggung sakit hati terusmenerus. Berkaitan dengan status jandanya, mereka menganggap biasa saja status barunya tersebut karena banyak orang lain yang menjanda. Selain itu mereka berusaha menjadi janda yang baik, dan terus menjalani kehidupan ke depan. Hanya saja, sebagai janda dia harus tidur sendiri dan sewaktu-waktu harus siap menjawab anaknya yang menanyakan tentang ayahnya. Para janda ini juga harus menghadapi pandangan orang yang menganggap janda tidak baik dan menjadi masalah.
9.
Dalam memulai hubungan baru dengan lawan jenis, mereka sangat berhatihati. Mereka berusaha mencari sosok pria yang bisa menerima mereka apa adanya, bisa menerima kehadiran anaknya dan juga siap menghadapi pandangan negatif orang lain. Selain itu, mereka juga membutuhkan sosok pasangan baru yang dapat menjaga mereka dari ancaman mantan suami.
10. Sejauh ini, belum ada upaya yang dilakukan untuk mengatasi keterlibatan suami terhadap pilihan pasangan hidup mantan istrinya karena suami sering berdalih demi anak mereka. Secara umum, faktor yang menghambat penyesuaian karena mereka selalu ingat kejadian masa lalu yang membuat mereka kesal dan marah terhadap mantan suaminya. Masalah yang sering muncul, terutama pada perempuan yang belum menikah kembali adalah hubungan yang buruk dengan mantan suami. Selain itu mereka tidak tahan dengan gunjingan tetangga yang menganggap janda pengganggu rumah tangga orang lain. Sedangkan faktor yang mendukung penyesuaian responden menjalani kehidupan sebagai janda adalah dukungan orang tua, keluarga besar, dan juga teman. Selain itu, berusaha tidak memikirkan perceraian yang telah terjadi, bersikap cuek, banyak bercanda, dan bahkan menghindari hubungan dengan mantan suami. Mereka juga berusaha untuk tidak menyerah pada keadaan. Faktor lainnya adalah mantan suami yang sudah menikah kembali akan membuat situasi
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
135
lebih nyaman karena mengurangi dampak ancaman atau upaya memata-matai mantan istrinya karena mereka sudah sibuk dengan rumah tangga barunya.
6.1.4
Kondisi Psikologis berdasarkan Wawancara dan FGD Beberapa permasalahan psikologis yang dihadapi para responden dalam
penyesuaian pasca-perceraian, yaitu: 1.
Withdrawal; menarik diri dari lingkungannya.
2.
Tekanan psikologis dalam menghadapi keterlibatan bahkan ancaman dari mantan suami.
3.
Tidak memiliki otonomi/ kebebasan yang seharusnya pasca bercerai dengan suaminya.
4.
Perasaan sedih, kehilangan, marah, kesal, benci, sakit hati, ketidakberdayaan/ keterpurukan, bahkan putus asa.
5.
Tidak percaya diri dan turunnya harga diri.
6.
Kompleksitas permasalahan menjadi orang tua tunggal dan pendampingan terhadap anak.
7.
Pikiran dan dorongan untuk dendam.
8.
Penerimaan akan status janda.
6.1.4
Bentuk rancangan program Support Group Program Support Group yang dirancang untuk penyesuaian terhadap
perceraian terdiri dari lima sesi, masing-masing dua jam. Treatment difokuskan pada aspek fisik, psikologis dan emosional dari perceraian. Sesi tersebut terdiri dari : 1. Pembentukan support group, 2. Psikoedukasi tentang Perceraian dan Penyesuaian Pasca-Perceraian, 3. Mengenal dan Menghadapi Mantan Suami, 4. Menjadi Orang Tua Tunggal, 5. Menjadi Pendamping Anak yang Bermasalah dengan Perceraian Orang Tua.
6.2
Diskusi
6.2.1
Diskusi Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian ini, diperoleh beberapa faktor yang menjadi
penyebab perceraian pada responden, yaitu kurangnya komunikasi suami dengan
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
136
istri; kurangnya kepedulian suami terhadap anak; faktor ekonomi, seperti kurangnya tanggung jawab suami dalam hal menafkahi keluarga; adanya pihak ketiga (baik itu selingkuh, orang tua, atau suami lebih mementingkan pertemanannya di luar rumah dibandingkan dengan keluarganya); faktor kepribadian suami yang kurang dewasa, dan juga adanya unsur magis yang merubah perasaan istri. Whisman, Dixon, dan Johnson (1997 dalam Olson & DeFrain, 2006) juga mendapati hal yang sama dalam faktor kurangnya komunikasi pada pasangan dan hal tersebut merupakan faktor utama dalam penelitian mereka. Faktor lain dalam penelitian mereka yang mendukung hasil penelitian ini adalah manajemen keuangan yang buruk, hilangnya perasaan cinta, faktor anak, permasalahan pribadi, dan adanya perselingkuhan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Amato & Previti (2003, dalam Olson & DeFrain, 2006) mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa perceraian disebabkan oleh adanya perselingkuhan dan konsumsi minuman keras. Di sisi lain hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Schoen, White, dan Techman (dalam Papalia, dkk, 2007) yang mengungkapkan bahwa faktor personal yang menyebabkan kemungkinan perceraian justru karena adanya ‘kumpul kebo’, pernikahan usia muda, hamil di luar nikah, tidak mempunyai anak, adanya anak tiri, dan perceraian orang tua. Berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, responden mengalami semua station yang disampaikan oleh Bohannan (1970, dalam Olson & DeFrain, 2006), baik itu masalah hukum, emosional, ekonomi, pengasuhan anak, berkaitan dengan pandangan masyarakat, juga masalah psikologis. Penyesuaian yang dilakukan pun didasarkan pada permasalahan tersebut. Responden mau tidak mau harus menjalani proses hukum demi mendapatkan status hukum yang pasti dan mendapatkan kejelasan nasib anak mereka. Kesulitan dalam proses sidang biasanya terjadi karena suaminya tidak mau menceraikan atau adanya kecemasan menghadapi proses pengadilan karena hal itu merupakan pengalaman pertama baginya. Belum lagi mereka harus menghadapi emosi diri yang berkecamuk, seperti adanya rasa marah, kesal, sakit hati, sedih, kehilangan, cemburu, dan juga ketakutan. Pemenuhan kebutuhan ekonomi setelah perceraian dilakukan dengan memulai usaha atau bekerja demi memperoleh penghasilan.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
137
Perebutan hak asuh anak cenderung dimenangkan oleh ibu karena di Indonesia, pengasuhan anak di bawah usia 17 tahun ada di tangan ibunya. Menjalankan peran sebagai orang tua tunggal dirasakan oleh mereka sebagai kesulitan terutama karena harus menanggung kebutuhan keluarga sendiri, apalagi jika penghasilan mereka pas-pasan. Grall (2003 dalam Williams, dkk, 2006) membenarkan bahwa hanya 59% saja pemegang hak asuh yang mendapatkan dukungan dana dari mantan suaminya. Selain itu, si ibu juga kesulitan mengasuh anaknya karena si anak masih kecil dan selalu menanyakan ayahnya dan masih membutuhkan figur ayahnya. Mayoritas yang terjadi pada responden penelitian, termasuk pada tipe sole custody, dimana anak tinggal bersama salah satu orang tua yang memperoleh hak asuh atasnya, dan orang tua lainnya hanya memiliki hak kunjungan saja (Williams, dkk, 2006). Konsensus budaya: menghadapi pandangan dan reaksi dari tetangga atau orang sekitar, terutama yang negatif. Mereka yang berpandangan negatif mengganggap janda sebagai penggangu rumah tangga orang dan menjadi bahan gunjingan. Sebagian responden mengaku orang tuanya tidak bisa menerima jika anaknya dibicarakan orang. Yang lebih parah adalah ada masyarakat yang menganggap bahwa janda akan mengganggu rumah tangga orang lain. Penyesuaian yang cenderung mereka lakukan adalah berusaha menjauh dari lingkungan asal mereka, misalnya dengan menjadi pekerja di daerah lain untuk waktu yang cukup lama. Cara ini sesuai dengan yang hasil penelitian Rozaki (2004) karena dengan cara keluar dari Madura, dia bisa memulai kehidupan barunya dengan laki-laki lain. Perceraian telah mengubah harga diri mereka, sehinga ada yang merasa malu bahkan hingga menarik diri dan tidak mau bertemu dengan orang lain. Terkait penerimaan akan perceraian dan status baru sebagai janda, ada sebagian responden yang belum bisa menerima perceraian yang mereka hadapi, apalagi harus menerima status janda. Broody (1999 dalam Williams, dkk, 2006) mengkategorikan penerimaan ini dalam tahap denial, yaitu ketidakmampuan dalam menerima bahwa perpisahan lebih baik. Sebagian yang masih menyimpan kemarahan masuk dalam tahap anger and depression dan yang bisa menerima
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
138
perceraian tersebut dianggap masuk ke dalam tahapan acceptance and forgiveness. Kesulitan memulai atau menjalani hubungan dengan lawan jenisnya. Mereka masih punya perasaan khawatir pasangan barunya tidak bisa menyayangi anak mereka dan takut mengalami kejadian yang sama untuk kedua kalinya. Sebaliknya, ada responden yang masih malas memulai untuk menjalin hubungan dengan lelaki karena orang tua tidak setuju. Dengan satus janda yang mereka sandang, mereka mengaku kesulitan mencari pasangan. Penyebabnya antara lain adalah mereka merasa diguna-guna, sehingga selalu ditolak atau tidak pernah cocok dengan orang lain. Selain itu, mantan suami terkadang masih ikut memantau siapa yang menjadi calon suami dari mantan istrinya. Meskipun tidak semua, menurut Rozaki (2004) kebanyakan istri blater merasa kesulitan untuk menikah lagi karena mereka cenderung akan tetap mengikuti gerak-gerik mantan istrinya terutama kaitannya dengan laki-laki lain. Bagaimana pun menikah kembali bisa memberikan harapan baru bagi masing-masing pasangan (Johnson dalam Papalia, dkk, 2007).
6.2.2
Keterbatasan Penelitian Dalam pembuatan dan proses penelitian ini, penulis menemui beberapa
hambatan dan permasalahan yang muncul dalam proses pengambilan data asesmen. Hal ini penulis paparkan agar tidak terjadi hal serupa di masa yang akan datang. Dalam menentukan subjek penelitian, penulis menggunakan teknik snowbolling dimana penulis menghubungi pihak-pihak yang mengetahui subjek sesuai kriteria yang telah penulis susun. Namun, kesulitan terjadi karena tidak semua subjek bersedia menjadi responden penelitian ini dengan alasan tidak ingin mengungkap aib yang mereka alami, terutama subjek yang bekerja pada instansi pemerintah. Sebagian lagi bersedia dengan sukarela karena menganggap hal ini dapat memberikan pelajaran bagi orang-orang lain yang mengalami atau belum mengalami masalah serupa. Kesulitan itu kemudian diatasi dengan menghubungi kepala kantor tempat subjek bekerja, dengan demikian kepala kantor tersebut memerintahkan subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
139
Kekurangan berikutnya adalah peneliti tidak menggunakan alat ukur tingkat penyesuaian terhadap perceraian, sehingga kurang bisa menggali secara obyektif tingkat penyesuaian mereka terhadap perceraian. Untuk penelitian selanjutnya bisa menggunakan alat bantu The Fisher Divorce Adjustment Scale jika memungkinkan. Dalam proses FGD, penulis menemukan bahwa ada perbedaan tingkat penyesuaian terhadap perceraian. Responden yang bercerai dan belum menikah ternyata memiliki masalah penyesuaian yang lebih berat dibandingkan dengan responden yang sudah menikah kembali. Responden yang sudah menikah kembali mayoritas merupakan individu yang lebih dewasa menghadapi persoalan dan memiliki dukungan tambahan dari suaminya dibandingkan responden yang belum menikah kembali. Responden yang belum menikah cenderung sangat emosional dalam menghadapi masalah mereka. Sementara itu, dalam proses pembuatan modul Support Group, peneliti juga mengalami keterbatasan. Berdasarkan berbagai data yang diperoleh dari penelitian, penulis berusaha merancang sebuah modul yang diharapkan akan sesuai dengan permasalahan para partisipan dan responden. Penulis berusaha menganalisa berdasarkan data yang diperoleh dan mendapatkan beberapa hal yang mungkin menjadi permasalahan utama para partisipan dan responden, dan beberapa permasalahan utama ini memang penulis lihat cukup penting untuk diatasi. Namun, sangat disayangkan peneliti tidak bisa melakukan uji coba terhadap rancangan intervensi support group yang telah disusun pada bab lima. Hal ini dikarenakan penulis memiliki keterbatasan waktu untuk melakukan sesi tersebut. Penulis sempat berharap, apabila sempat melakukan uji coba, maka penulis akan bisa melihat keefektifan dari program/ modul dan melakukan perbaikan apabila ada kekurangan di beberapa hal serta dapat membantu mengatasi permasalahan psikologis yang mereka hadapi.
6.3
Saran Penulis berharap modul ini bisa digunakan secara umum oleh kelompok
dukungan (support group) dalam rangka penyesuaian pasca-perceraian pada perempuan Madura ataupun orang-orang yang mengalami permasalahan serupa
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
140
nantinya. Selain itu, pada pelaksanaan sesi, penulis berharap agar ada keterlibatan responden yang sudah menikah lagi untuk berbagi dalam sesi bersama responden yang belum menikah, sehingga mereka bisa mempelajari pola penyesuaian yang mungkin tepat untuk mereka lakukan. 6.3.1
Saran Metodologis Terdapat beberapa saran metodologis yang diberikan peneliti yang dapat
berguna bagi penelitian selanjutnya, yaitu: 1.
Peneliti selanjutnya bisa melakukan penelitian dengan jumlah partisipan yang lebih besar dan dengan karakteristik yang beragam. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh akan lebih luas, dan akan bisa memudahkan peneliti untuk membuat sebuah rancangan yang bisa diberikan kepada semua perempuan yang mengalami permasalahan serupa.
2.
Melakukan uji coba rancangan yang sudah dibuat untuk mengetahui tingkat keefektifan dan kepentingan dari materi-materi yang diberikan, dan waktu yang sudah ditentukan. Selain itu, dengan melakukan uji coba, peneliti selanjutkan akan bisa memperbaiki rancangan supaya semakin sempurna.
3.
Melakukan penelitian dengan rentang waktu yang lebih panjang agar penerapan dari rancangan akan bisa dilakukan, dikaji, diperbaiki, dan disempurnakan untuk mendapatkan program support group yang sesuai.
4.
Melakukan follow up setelah memberikan rancangan modul untuk mengetahui dampak dan efek dari modul yang sudah dibuat. Dengan jangka waktu yang lama, maka pembuatan dari modul ini akan semakin baik, sehingga modul yang dihasilkan juga akan lebih baik lagi dalam menjawab permasalahan yang dihadapi.
6.3.2
Saran Praktis Terdapat beberapa saran praktis yang dapat diberikan peneliti, yaitu:
1.
Apabila modul ini memang sudah sesuai, diharapkan akan bisa diterapkan pada perempuan Madura yang sedang melakukan penyesuaian pascaperceraian.
2.
Penulis juga berharap agar materi, teori, dan teknik yang diberikan akan dapat terus dipraktikkan oleh para peserta/ responden agar berguna dalam waktu jangka panjang.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
141
3.
Diharapkan modul ini juga akan bisa membantu peserta/ responden dan para praktisi untuk bisa membantu dalam penyesuaian pasca perceraian dengan support group.
4.
Responden dapat mengajak dan membantu orang-orang di sekitarnya yang mengalami permasalahan serupa untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan bergabung dalam support group.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
142
DAFTAR PUSTAKA
Bird, G. W & Melville, K. 1994. Families and Intimate Relationship. New York: McGraw-Hill. Bousma, E. T. 1989. Kekerasan di Masyarakat. Dalam Huub de Jonge (Ed.). Agama, kebudayaan, dan ekonomi: Studi-studi interdisipliner masyarakat Madura. Jakarta: Rajawali. Committee on the Family Group for the Advancement of Psychiatry. 1981. Divorce, Child Custody, and the Family. California: Josey-Bass Publisher. Corey, M. S.; Corey, G.; & Corey, C. 2001. Groups: Process and Practice. California: Brooks/Cole. Goode, W. J. 1991. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Radar Jaya Offset. Hetherington, E. M. 2003. Social Support and The Adjustment of Children in Divorced and Remarried Families. SAGE Publications. Vol 10 (2): 217236. Julaikah, N. (2011, September 5). Pasutri dibacok saat tidur: Suami tewas penuh luka. Radar Madura (Jawa Pos Group), hal. 26. Kurtz, L. F. 1997. Self-Help and Support Groups: A Handbook for Practitioners. California: SAGE Publications, Inc. Miller, J. E. 1998. Effective Support Groups: How to Plan, Design, Facilitate, and Enjoy Them. Indiana: Willowgreen Publishing. Olson, D. H. L. & DeFrain, J. D. 2006. Marriages and Families: Intimacy, Diversity, and Strengths. (5th ed.). New York: McGraw-Hill. Papalia, D. E., Stern, H. L., Feldman, R. D., & Camp, C. J. 2007. Adult Development and Aging. 3rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies. Rozaki, A. (2004). Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater Sebagai Rezim Kembar di Madura. Yogyakarta: Pustaka Marwa.
Vucalovich, D. & Caltabiano, N.. 2008. The Effectiveness of a Community Group Intervention Program on Adjusment to Separation and Divorce. Journal of Divorce & Remarriage. Vol. 48 (3/4), 145-168. Williams, B. K; Sawyer, S. C; & Wahlstrom, C. M. 2006. Intimate Relationships: A Practical Introduction. Boston: Pearson. Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
143
Willig, C. 2001. Introduction qualitative research in psychology: Adventures in theory and method. Buckingham: Open University Press. Wiyata, A. L. 2006. Carok: Konflik kekerasan dan harga diri orang Madura. Yogyakarta: LKiS. Zarnuji. (2009, Februari 12). Sehari empat janda baru: Perceraian didominasi perantau. Radar Madura (Jawa Pos Group). hal. 37. Angka perselingkuhan melonjak: Setiap bulan 10 pasangan cerai. (2009, Mei 1). Surya.co.id. http://www.surya.co.id/2009/05/01/angka-perselingkuhanmelonjak-setiap-bulan-10-pasangan-cerai.html. Sjafriani, R. (2010, Maret 26). Perceraian akibat perselingkuhan makin tinggi di http://www.republika.co.id/berita/breakingJakarta. Republika.co.id. news/metropolitan/10/03/26/108257-perceraian-akibat-perselingkuhanmakin-tinggi-di-jakarta. Supriadi, I. (2011, Desember 11). Gereja Katolik hadapi problem tingginya selingkuh dan perceraian. suarajihadislam.blogspot.com. http://suarajihadislam.blogspot.com/2011/11/gereja-katolik-hadapiproblem-tingginya.html.
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
LAMPIRAN 1
Pedoman Umum Wawancara Mendalam Aspek Penyesuaian Perceraian 1. Emotional
Pertanyaan 1. Perasaan apa yang muncul ketika harus bercerai? 2. Apa ada perasaan bersalah, marah, kehilangan, penolakan, dan kesedihan? Seperti apa? Bagaimana mengatasinya? 3. Bagaimana perasaan terhadap mantan suami? 4. Bagimana hubungan dengan mantan suami? 5. Sejauh mana keterlibatan mantan suami pasca bercerai? 6. Bagaimana mengatasi keterlibatan tersebut sejauh ini?
2.
Legal
1. Apakah Anda bercerai secara hukum atau tidak? Jika tidak, mengapa? apakah ada rencana untuk memproses secara hukum? Jika iya, lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya.. 2. Bagaimana perasaan Anda menghadapi proses hukum perceraian? 3. Bagaimana pengaruh proses hukum terhadap aktivitas dan kehidupan Anda? 4. Bagaimana penilaian Anda terhadap keputusan pengadilan? (sudah tepat/ tidak? Mengapa?)
3.
Economic
1. Siapa yang memenuhi kebutuhan ekonomi setelah perceraian? 2. Bagaimana upaya untuk memenuhinya? 3. Apakah mengalami kesulitan dalam pemenuhannya? Mengapa? 4. Bagaimana perasaan Anda ketika harus memenuhi kebutuhan tersebut sendiri? 5. Apa saja kebutuhan yang harus dipenuhi? Untuk siapa saja?
4.
Coparental
1. 2. 3. 4. 5.
Siapa yang mempunyai hak asuh atas anak? Apa hal tersebut sudah tepat? Mengapa? Bagaimana pembagian peran baru (ayah-ibu) – anak? Bagaimana reaksi anak terhadap perceraian? Bagaimana upaya untuk menjelaskan dan mendampingi anak? 6. Bagaimana pandangan Anda terhadap anak? 7. Bagaimana perasaan menjadi single parent / jauh dari anak?
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
2
5.
Community
1. Bagaimana pandangan atau reaksi orang di sekitar Anda (orang tua, saudara, keluarga mantan suami, teman, tetangga) terhadap perceraian Anda? 2. Bagaimana bentuk dukungan mereka terhadap perceraian Anda? 3. Siapa yang berarti dalam proses penyesuaian perceraian? 4. Bagaimana keterlibatan Anda dalam kegiatan masyarakat?
6.
Psychological
1. 2. 3. 4.
7. 8. 9.
Berapa lama Anda merasa terpuruk akibat perceraian ini? Hal apa yang membuat Anda bangkit dari keterpurukan tersebut? Faktor apa saja (internal dan eksternal) yang menghambat dan mendukung penyesuaian terhadap perceraian?
Bagaimana sikap Anda menghadapi perceraian? Bagaimana self-esteem Anda pasca bercerai? Bagaimana penerimaan Anda akan perceraian? Bagaimana perasaan Anda menyandang status janda? (Image janda?) 5. Apakah sudah menjalin kedekatan dengan lawan jenis?
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012
3
LAMPIRAN 2
Pedoman untuk Focus Group Discussion (FGD) Aspek Penyesuaian Pedoman Perceraian 1. Emotional Loss, Anger, Grief, Guilt, Rejection 1. Apakah mengalami? Seperti apa? Bagaimana mengatasinya? 2. Bagaimana keterlibatan mantan suami? 2.
Legal
1. Perlu tidaknya bercerai secara hukum? 2. Manfaat?
3.
Economic
1. Siapa yang memenuhi kebutuhan ekonomi setelah perceraian? 2. Bagaimana upaya untuk memenuhinya? 3. Apakah mengalami kesulitan dalam pemenuhannya? Mengapa?
4.
Coparental
1. Siapa yang mempunyai hak asuh atas anak? 2. Bagaimana pembagian peran baru (ayah-ibu) – anak? 3. Bagaimana perasaan menjadi single parent / jauh dari anak? 4. Bagaimana pendampingan terhadap anak?
5.
Community
1. Bagaimana pandangan atau reaksi orang di sekitar Anda (orang tua, saudara, keluarga mantan suami, teman, tetangga) terhadap perceraian Anda? 2. Bagaimana bentuk dukungan mereka terhadap perceraian Anda?
6.
Psychological
1. 2. 3. 4. 5.
Bagaimana sikap Anda menghadapi perceraian? Bagaimana self-esteem Anda pasca bercerai? Bagaimana penerimaan Anda akan perceraian? Bagaimana perasaan Anda menyandang status janda? Apakah sudah menjalin kedekatan dengan lawan jenis?
Universitas Indonesia
Rancangan intervensi..., Yan Ariyani, Program Studi Magister Profesi Psikologi, 2012