KESALAHAN PENERAPAN HUKUM TERHADAP KASUS JAGUNG DI KEDIRI (STUDI TERHADAP PENERAPAN UU NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN UU NOMOR 12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DALAM PUTUSAN PN KEDIRI NOMOR 516/PID.B/2005/PN.KDI)
SKRIPSI
BETSY YOSIA SILABAN 0504000437
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM ILMU HUKUM DEPOK JANUARI 2009
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
KESALAHAN PENERAPAN HUKUM TERHADAP KASUS JAGUNG DI KEDIRI (STUDI TERHADAP PENERAPAN UU NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN UU NOMOR 12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DALAM PUTUSAN PN KEDIRI NOMOR 516/PID.B/2005/PN.KDI)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum
BETSY YOSIA SILABAN 0504000437
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KEKHUSUSAN PRAKTISI HUKUM DEPOK JANUARI 2009
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama NPM Tanda Tangan Tanggal
: Betsy Yosia Silaban : 0504000437 : : Januari 2009
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : Betsy Yosia Silaban : 0504000437 : Ilmu Hukum : Kesalahan Penerapan Hukum Terhadap Kasus Jagung Di Kediri (Studi Terhadap Penerapan UU Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman Dan UU Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman Dalam Putusan PN Kediri Nomor 516/PID.B/2005/PN.KDI)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI Pembimbing I :
Prof.Dr.Agus Sardjono S.H.,M.H
(………………….....)
Pembimbing II:
Brian Amy Prastyo S.H.,M.L.I
(…………………….)
Penguji
:
Dr.Freddy Haris, S.H., LL.M
(.................................)
Penguji
:
Edmon Makarin S.Kom.,S.H.,LLM (.................................)
Penguji
:
Henny Marlyna S.H.,M.H.,M.L.I
(.................................)
Ditetapkan di : Tanggal
:
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa, hanya karena Kasih dan Karunia-Nya maka pada akhirnya saya dapat menyelesaikan pendidikan saya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan sebagai bukti nyata kelulusan adalah selesainya karya tulis ilmiah ini yang berjudul, “Kesalahan Penerapan Hukum Terhadap Kasus Jagung Di Kediri (Studi Terhadap Penerapan UU Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan UU Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem
Budidaya
Tanaman
516/PID.B/2005/PN.KDI”.
Dalam
Penyusunan
Putusan skripsi
PN ini
Kediri ditujukan
Nomor untuk
menyelesaikan pendidikan hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia serta untuk memperoleh gelar sarjana hukum. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: (1) Prof. Dr. Agus Sarjono, S.H., M.H., dan Bapak Brian A. Prasetyo, S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi penulis. Terimakasih atas waktu yang telah diluangkan selama bimbingan serta masukan dan kritik yang sangat berharga yang disampaikan kepada penulis selama penulisan skripsi ini; (2) Ibu Sulaikin Lubis, S.H., M.H., selaku Penasihat Akademik penulis, atas bimbingan dan perhatiannya dalam bidang akademik selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Depok; (3) Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H., Ketua Jurusan Bidang Studi Hukum Keperdataan dan Hukum Ekonomi, yang telah memberikan petunjuk dan persetujuan terhadap skripsi penulis; (4) Ibu Dwi Pudi Astuti, S.H., M.M., Ibu Heni Rayhani Yusuf, Ani Purwati, Bapak Purwandono, Ibu Marike Paat, S.H., Ir. Munandar, M.M., atas bahanbahan, informasi, dan bantuan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini; (5) A. M. Silaban (Papi) dan N. Sihombing (Mami) yang teramat penulis Kasihi. Terimakasih atas Doa yang tiada hentinya dipanjatkan oleh Papi dan Mami, juga Pengertian serta Perhatian yang diberikan kepada penulis;
iv Silaban, FHUI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia
(6) Marya Onny Silaban, S.Sos. (Kakak),
F. Richard Silaban, S.H., M.H.
(Abang), Rosalin Tri Nova Silaban (Kakak), Pance Maruli Tua Silaban (Adik) dan Donna Agustina Siregar (Ka Mampu). Terimakasih atas Doa, serta Perhatian yang diberikan kepada penulis; (7) Denny Petrus Napitupulu Terimakasih atas Doa serta dukungannya selama penulis mengerjakan skripsi. (8) Teman-teman Fakultas Hukum 2004, khususnya teman-teman terdekat penulis selama berkuliah di FH Arimbi Novitasari, Aristo Pangaribuan, Dessy Christine, Donni Taufiq, Dwimas, Erlina Purnamasari, Evi Anastasya Pakpahan, Franky Boas, Gidion Justinus, Gofar Tobing, Ika Ratnasari, Johanes Roberto, Julius Ibrani’03, Kasiati Sulistio, Laura Anastasya Youningsih Marpaung, Lita Analistya, Maharani Debora, Maria iola Sinulingga, Theopita Indica Tampubolon, Wahyu Antono yang selalu memberi semangat dan dukungan selama penulis mengerjakan skripsi; (9) Teman-teman Penulis Amoy, Corey, Febby Oktavia, Indiet, Ni putu Kenak Nitiyani, Rani Cacat, Rotua Marito Hutagalung yang selalu memberikan keceriaan, semangat dan dukungan yang sangat berarti; (10)
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan moriil dan doa yang sangat bermanfaat bagi kemajuan penulis. Rasa terima kasih tak terhingga atas segala dukungan dan Doa yang diberikan selama ini kepada penulis.
Depok, Januari 2009
Penulis
iv Silaban, FHUI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Betsy Yosia Silaban
NPM
: 0504000437
Program Studi : Ilmu Hukum Fakultas
: Hukum
Jenis karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : KESALAHAN PENERAPAN HUKUM TERHADAP KASUS JAGUNG DI KEDIRI (STUDI TERHADAP PENERAPAN UU NO. 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN UU NO. 12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DALAM PUTUSAN PN KEDIRI NOMOR 516/PID.B/2005/PN.KDI) Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Pada tanggal: Yang menyatakan (Betsy Yosia Silaban)
Kesalahan penerapan..., Betsy vi Yosia Silaban, FHUI, 2009
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................ LEMBAR PENGESAHAN……………………………………….. KATA PENGANTAR …………………………………………..... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .….. ABSTRAK …………………………….…………………………. DAFTAR ISI…………………………….……………………....... 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………….……………………….. 1.2 Pokok Permasalahan……………….…………………….... 1.3 Tujuan Penelitian………………….………………………. 1.4 Manfaat Penelitian….…………….……………….............. 1.5 Batasan Penelitian ….....……………................................... 1.6 Model Operasional Penelitian ............…………………….. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Varietas Tanaman............................................ 2.1.1 Konvensi Internasional Terkait.................................. 2.1.1.1 Persetujuan TRIPs .............................................. 2.1.1.2 Konvensi Keanekaragaman Hayati ..................... 2.1.1.3 Traktat FAO (Food and Agriculture Organization)........ 2.1.1.4 Union For The Protection of Plant Varieties Dan Plant Breeders’ Rights ...................................... 2.1.2 Hak Perlindungan Varietas Tanaman............................... 2.1.3 Prosedur Perlindungan Varietas Tanaman....................... 2.1.4 Permohonan Hak PVT..................................................... 2.1.5 Pengalihan Hak PVT....................................................... 2.1.6 Berakhirnya Hak PVT..................................................... 2.2 Sistem Budidaya Tanaman 2.2.1 Pembentukan UU No. 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman .......................................................... 2.2.2 Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas.... 2.2.2.1 Pengujian ...................................................................... 2.2.2.2 Penilaian ....................................................................... 2.2.2.3 Pelepasan ...................................................................... 2.2.2.4 Pemeberian Nama ......................................................... 2.2.2.5 Penarikan Varietas ........................................................ 2.2.3 Sertifikasi Benih ................................................................. 2.2.4 Prosedur Perolehan Sertifikat Benih .................................. 2.2.5 Peredaran Benih .................................................................
i ii iii iv vi vii ix 1 6 7 7 7 8
10 10 11 13 15 16 19 20 21 24 27
29 30 30 31 32 35 36 36 38 40
3. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 42
UNIVERSITAS INDONESIA Kesalahan penerapan..., Betsy ix Yosia Silaban, FHUI, 2009
4. KESALAHAN PENERAPAN HUKUM TERHADAP KASUS JAGUNG DI KEDIRI 4.1 Kasus Posisi ................................................................................... 49 4.2 Dakwaan ........................................................................................ 54 4.3 Analisis Putusan ............................................................................ 55 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 65 5.2 Saran ............................................................................................... 66
DAFTAR REFERENSI ............................................................................ xi LAMPIRAN
UNIVERSITAS INDONESIA Kesalahan penerapan..., Betsy ix Yosia Silaban, FHUI, 2009
ABSTRAK
Nama : Betsy Yosia Silaban Program Studi : Ilmu Hukum Judul : Kesalahan Penerapan Hukum Terhadap Kasus Jagung Di Kediri (Studi Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan UndangUndang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman Dalam Putusan PN Kediri Nomor 516/PID.B/2005/PN.KDI) Keberadaan undang-undang perlindungan varietas tanaman dan undangundang sistem budidaya tanaman merupakan suatu peraturan yang sangat penting untuk mendorong dan memberi peluang kepada dunia usaha untuk meningkatkan perannya dalam aspek pembangunan pertanian. Peraturan ini memberikan perlindungan kepada para pemulia tanaman untuk menghasilkan dan mengembangkan varietas baru, juga untuk mendorong terciptanya varietas unggul baru serta pengembangan industri perbenihan. Berkenaan dengan keberadaan kedua peraturan perundang-undangan tersebut terdapat suatu kasus yang menimpa petani jagung di Kediri, Jawa Timur. Oleh karenanya, skripsi ini memaparkan serta menganalisis mengenai kekeliruan penerapan hukum yang terjadi pada petani jagung di Kediri, Jawa Timur. Dalam hal ini, Pengadilan Negeri Kediri tidak memuat pertimbangan hukum yang tepat terhadap kasus Budi Purwo Utomo dan PT BISI Tbk. Untuk membahas hal tersebut secara komprehensif, maka tipologi penulisan skripsi ini adalah penelitian kasus. Agar terciptanya penulisan karya ilmiah yang mengandung nilai ilmiah dalam pembahasan juga pemecahan permasalahan, maka skripsi ini menggabungkan dua pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Kata Kunci : Perlindungan Varietas Tanaman, Sistem Budidaya Tanaman
Kesalahan penerapan..., Betsyvii Yosia Silaban, FHUI, 2009Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name Major Title
: Betsy Yosia Silaban : Law : The Law Misimplementation on Kediri’s Corn Case (The Study on the Implementation of the Law No. 29 Year 2000 on Plant Variety Protection and the Law No. 12 Year 1992 on Cultivation System in the Judgment’s of Kediri’s First District Court No. 516/PID.B/2005/PN.KDI)
The existence of the Law on Plant Varieties Protection and the Law on Cultivation System is important in order to promote and provide business community an opportunity to enhance its role in developing agriculture. The regulations provide a protection to plant breeders in promoting and developing new and high yielding varieties, and to enhance breeding industries. This thesis elaborates the misimplementation of the Plant Varieties Protection Act and the Cultivation System Act on Corn Plantation in Kediri, East Java. In this sense, Kediri’s First District Court did not include an appropriate legal consideration of Budi Purwo Utomo v. PT BISI Tbk. case. The method used in this thesis is a case study. In order to achieve an academic goal, this thesis combines two approaches, notably law and case approaches. Key Word : Plant Varieties Protection, Cultivation System
Kesalahan penerapan..., Betsyvii Yosia Silaban, FHUI, 2009Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya hayati yang sangat beragam dan sering dinyatakan sebagai negara yang memiliki megabiodiversity. 1 Keanekaragaman hayati merupakan sumber plasma nutfah dan dapat dimanfaatkan untuk menciptakan varietas unggul masa depan yang sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi sektor pertanian pada khususnya
dan
pembangunan
nasional
pada
umumnya.
Tingginya
keanekaragaman plasma nutfah 2 memiliki aspek yang sangat penting untuk
1
Eko Kuswanto, “Bioimperialisme : Ancaman Terhadap Keragaman Hayati Indonesia,”
, 17 Agustus 2008. Indonesia adalah salah satu pusat keragaman hayati terkaya di dunia (mega biodiversity). Kepulauan indonesia yang terdiri lebih dari 17.000 pulau, merupakan tempat tinggal bagi flora dan fauna dari dua tipe yang berbeda asal usulnya. Bagian barat merupakan kawasan Indo-Malayan, sedang bagian timur termasuk kawasan Pasifik dan Australia. Meskipun daratannya hanya mencakup 1,3% dari seluruh daratan di bumi, Indonesia memiliki hidupan liar flora dan fauna yang spektakuler dan unik. Indonesia juga memiliki keragaman hayati yang mengagumkan: 10% dari spesies berbunga yang ada di dunia, 12% dari spesies mamalia dunia, 16% dari seluruh spesies reptil dan amfibi, 17% dari seluruh spesies burung, dan 25% dari semua spesies ikan yang sudah dikenal manusia. Saat ini meskipun sebagian besar dari hutan sudah punah, Indoensia tetap memiliki kawasan hutan hujan tropis yang terbsar di Asia Pasifik, yakni diperkirakan 1.148.400 km². Hutan Indonesia dikenal sebagai hutan yang paling kaya akan spesies palem (447 spesies, 225 diantaranya tidak terdapat di bagian dunia yang lain), lebih dari 400 spesies dipterocarpaceae (jenis kayu komersial yang paling berharga di Asia Tenggara), dan diperkirakan mengandung 25.000 spesies tumbuhan berbunga. Indonesia juga kaya akan hidupan liar: terkaya di dunia untuk mamalia (515 spesies, 26% diantaranya endemik), terkaya akan kupu-kupu swalowtail (121 spesies, 44% diantaranya endemik), ketiga terkaya di dunia akan reptil (ada lebih dari 600 spesies), keempat terkaya akan burung (1519 spesies, 28% diantaranya endemik), kelima untuk amfibi (270 spesies), dan ketujuh untuk tumbuhan berbunga. Hasil investigasi mengindikasikan bahwa sekitar 40 juta penduduk Indonesia, tergantung pada keragaman hayati secara langsung untuk hidupnya. Dari jumlah ini, 12 juta orang merupakan masyarakat adat yang tinggal disekitar dan di dalam hutan. 2 Ibid. Pengawasan dan penerapan hukum oleh aparat pemerintah harus lebih kuat sehingga penjarahan plasma nutfah tidak terjadi. Menurut Herwasono Soedjito, biolog dari LIPI, koleksi plasma nutfah mangga Indonesia justru berada di Puerto Rico, tanpa diketahui bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Pemerintah, industri, dan ilmuwan Indonesia harus menghargai
1
Universitas Indonesia
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
2
dipertahankan dan dimanfaatkan. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia adalah bercocok tanam (petani). 3 Dengan kekayaan alam yang Indonesia miliki, maka Indonesia menjadi salah satu negara agraris. Sehingga sektor pertanian dalam hal ini menjadi sangat penting. Hal ini jelas terlihat bahwa dalam dua tahun terakhir ini, Indonesia mampu meningkatkan produksi beras. Pada tahun 2007 produksi padi mencapai sebesar 57,16 juta ton atau meningkat 4,96% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 berdasar ramalan BPS, produksi beras akan mencapai 59,88 juta ton, produksi jagung akan mencapai 14,85 juta ton dan produksi kedelai akan naik 22% dari 2007. 4 Dengan demikian, Indonesia akan mempertahankan ketahanan pangan untuk mewujudkan swasembada pangan atas komoditas utama seperti padi, jagung, kedelai dan daging. 5 Sebagai suatu negara yang agraris maka pemerintah telah membuat suatu peraturan guna mendukung dan memajukan dunia pertanian di Indonesia. Tidak hanya memajukan pertanian saja akan tetapi peraturan yang ada, turut memajukan para petani yang terjun langsung di dalam pertanian. Dunia pertanian tidak terlepas dari adanya keberadaan benih. Dengan adanya benih maka roda kehidupan dalam dunia pertanian pun akan terus berjalan dan berkembang. Pengembangan pembenihan tidak serta merta tercipta begitu saja. Seiring dengan waktu dan perkembangan zaman, maka pengembangan dalam pembenihan pun ikut berkembang guna menghasilkan sebuah bibit yang unggul. Dalam perolehan bibit yang unggul sehingga tercipta hasil panen yang baik dan meningkat, maka hasil upaya dan kerja keras pemulia tanaman yang menghasilkan benih perlu dilindungi. Untuk itu pemerintah membentuk suatu peraturan yang tertuang di dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang pengetahuan masyarakat asli dari berbagai suku serta mengakui sumbangan mereka terhadap pelestarian plasma nutfah. 3 Lihat, Desirre Zuraida dan Jufrina Rizal, Masyarakat dan Manusia Dalam Pembangunan (Pokok-pokok Pemikiran Selo Sumardjan), (Jakarta : PT Pustaka Sinar Harapan, 1993), hal.97. Masyarakat Indonesia dapat dikelompokan kedalam golongan yang masih hidup secara tradisional (masyarakat peramu) diperkirakan berjumlah tidak lebih dari 5%. Sementara masyarakat yang termasuk golongan yang mengandalkan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mencapai angka tertinggi yaitu sekitar 60%. Kemudian golongan industri (termasuk industri kecil dan kerajinan) kurang lebih berjumlah 30%, dan golongan informasi atau pos industri berjumlah kurang dari 5%. Walaupun masyarakat yang mengandalkan pertanian sekitar 60%. 4 Rarasati Syarief, Presiden Imbau Reformasi Pertanian, Seputar Indonesia, (20 Juli 2008) : 5. 5 Ibid.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
3
Sistem Budi Daya Tanaman dan Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Sebelum terbentuknya Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, sejak tahun 1990 Indonesia sudah melakukan perlindungan varietas tanaman dengan diterbitkannya Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada tahun 1992, terbit Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman dan Undang-undang No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tanaman. Kesemua peraturan ini mengatur mengenai varietas tanaman secara parsial. Dalam kebijakan Hak Kekayaan Intelektual Nasional, Indonesia telah turut serta dalam komunitas global, dengan ikut meratifikasi persetujuan WTO (Agreement Establishing the World Trade Organization) melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1994. Sehingga, Indonesia terkait dengan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh WTO, termasuk kesepakatan TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights) yakni standar internasional yang harus dipakai dengan Hak Kekayaan Intelectual dan mengharuskan Indonesia harus menyesuaikan Undangundang Hak Kekayaan Intelektual dengan standar-standar yang ditetapkan TRIPs. 6 Kesepakatan TRIPs memberikan waktu empat sampai dengan enam tahun kepada negara berkembang untuk menyesuaikan diri dengan kesepakatan TRIPs. Oleh karena itu sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut maka Indonesia pada tanggal 20 Desember tahun 2000 mengundangkan Undang-undang No.29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Dengan adanya regulasi yang dibuat oleh pemerintah yang didasarkan oleh keikutsertaan Indonesia dalam organisasi internasional yakni WTO dan adanya nota kesepakatan TRIPs, kedua Undang-undang Sistem Budidaya Tanaman dan Undang-undang Perlindungan Varietas Tanaman di Indonesia memiliki peran penting dalam dunia pertanian. Khususnya dalam bidang perbenihan. Di dalam Undang-undang Sistem Budidaya Tanaman sebagai bagian dari pertanian pada hakekatnya adalah sistem pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam nabati melalui kegiatan manusia yang dengan modal, teknologi, 6
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelaktual, (Tangerang : Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, 2003), hal. 3.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
4
dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik. Oleh karena itu sistem budaya tanaman dikembangkan dengan berdasarkan asas manfaat, lestari dan berkelanjutan. Benih tanaman, sebagai sarana produksi utama dalam budidaya tanaman perlu dijaga mutunya, sehingga mampu menghasilkan produksi dan mutu hasil sebagaimana yang diharapkan. Oleh karenanya, perlu diselenggarakan kegiatan pengumpulan plasma nutfah dan pemuliaan tanaman maupun kegiatan lain yang berkaitan dengan upaya untuk menemukan jenis baru serta varietas unggul. Untuk mendorong terlaksananya hal tersebut maka kepada para penemunya dapat diberikan penghargaan oleh pemerintah serta pemberian hak untuk memberi nama pada temuannya. Penghargaan tersebut dapat pula diberikan kepada pemilik tanaman yang tanamannya memiliki keunggulan tertentu. Apabila didalam negeri belum terdapat varietas unggul tertentu, maka pemerintah untuk sementara dapat mengintroduksi varietas unggul tersebut dari luar negeri. Dan untuk menjamin bahwa varietas baru hasil pemuliaan tanaman maupun introduksi dari luar negeri benar-benar unggul, maka sebelum diedarkan perlu diadakan pengujian untuk kemudian apabila hasilnya memenuhi persyaratan yang ditentukan, pemerintah melepas varietas tersebut untuk diedarkan. Suatu varietas yang telah dilepas, benihnya dinyatakan sebagai benih bina, dalam pengertian produksi dan peredarannya perlu diatur dan diawasi. Mekanisme pengawasan dan pembinaan yang efektif untuk dapat menjamin benih bermutu, adalah melalui sertifikasi benih. Undang-undang Perlindungan Varietas Tanaman pada hakekatnya adalah memberikan penghargaan dengan memberikan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual dalam menghasilkan varietas tanaman, termasuk dalam menikmati manfaat ekonomi dan hak-hak pemulia lainnya. Dengan adanya perlindungan semacam ini, maka akan mendorong semangat dan kreativitas para peneliti di bidang pemuliaan tanaman, meningkatkan hasil penelitiannya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian Indonesia yang memiliki daya saing tinggi di pasar global. Pemberian perlindungan varietas tanaman juga dilaksanakan untuk mendorong dan memberi peluang kepada dunia usaha untuk meningkatkan
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
5
perannya dalam berbagai aspek pembangunan pertanian. Hal ini semakin penting mengingat penciptaan suatu varietas unggul di Indonesia saat ini masih lebih banyak dilakukan oleh lembaga penelitian pemerintah. Perlindungan yang diberikan ini tidak dimaksudkan untuk menutup peluang bagi petani kecil memanfaatkan varietas baru untuk keperluannya sendiri, serta dengan tetap melindungi varietas lokal bagi kepentingan masyarakat luas. Keberadaan Undang-undang Perlindungan Varietas Tanaman menjadi sangat penting karena belum ada peraturan yang secara komprehensif mengatur mengenai pemanfaatan keanekaragaman hayati berupa plasma nutfah melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan varietas unggul baru yang bermanfaat bagi kesejahteraan petani dan masyrakat luas. Undang-undang ini pun memberi perlindungan pada usaha untuk menghasilkan dan mengembangkan varietas baru. Undang-undang ini pun diharapkan untuk dapat memberikan landasan hukum yang kuat bagi upaya mendorong terciptanya varietas unggul baru dan pengembangan industri perbenihan. Undang-undang ini dilandasi dengan prinsip-prinsip dasar yang mempertemukan keseimbangan kepentingan umum dan pemegang hak PVT. Berkenaan dengan keberadaan dari kedua undang-undang ini yakni UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, terdapat kasus yang menarik untuk di cermati. Kasus ini terjadi di Kediri, Jawa Timur, yang melibatkan satu perusahaan agro bisnis besar yaitu PT BISI dan seorang petani di Kediri, bernama Budi Purwo Utomo. PT BISI, sebuah anak perusahaan Charoen Pokphand di Thailand, konglomerasi usaha input pertanian terbesar di Asia. 7 Kegiatan PT BISI yang utama adalah budidaya bibit-bibit dan pasar sayur serta berbagai biji-bijian, jagung dan beras. Fasilitas produksi benih berlokasi di Desa Sumber Agung Kecamatan Ploso Klaten Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Indonesia. 8 PT BISI mengajukan klaim atas petani di Kediri yang bernama Budi Purwo Utomo dengan
7
Paten Benih Seret Petani Jagung Ke Pengadilan, , 20 September 2008. 8 ”PT BISI Internasional Tbk,” , 12 Oktober 2008.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
6
dasar tuntutan telah melakukan pemalsuan sertifikasi atas benih jagung PT BISI. Mengingat adanya berbagai kejanggalan dalam putusan atas kasus ini, maka penulis memandang perlu melakukan penelitian lebih lanjut atas aspek-aspek hukum yang terkait.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka perumusan masalah didalam penelitian ini adalah : 1. Apakah telah terjadi pelanggaran atas Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman dalam kegiatan yang dilakukan oleh Budi? 2. Apakah putusan PN Kediri di bagian ”menimbang” yang menyatakan bahwa hasil persilangan tanaman jagung yang dilakukan oleh PT BISI telah mendapatkan Perlindungan Varietas Tanaman sesuai UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman telah tepat?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui dan mengkaji prosedur perolehan hak atas Perlindungan Varietas Tanaman berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Mengkaji penerapan hukum dan memaparkan analisa terhadap kasus benih jagung di Kediri yang diterapkan oleh aparat penegak hukum.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini ialah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai Perlindungan Varietas Tanaman. Walaupun sudah delapan tahun keberadaan Undang-undang No. 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman ini hadir, masih banyak masyarakat Indonesia merasa ”asing” terhadap eksistensi undang-undang ini.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
7
2. Memberikan informasi kepada pembaca bahwa UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman tidak termasuk ke dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual. 3. Penelitian ini kiranya bermanfaat kepada pembaca maupun masyarakat yang memiliki permasalahan terkait Perlindungan Varietas Tanaman, dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan tambahan bagi pembaca.
1.5 Batasan Penelitian Agar dalam penelitian ini pembahasan tidak terlalu meluas, maka penulis mengadakan pembatasan pembahasan didalam penelitian ini. Mula-mula penulis mendeskripsikan bahwa sektor pertanian Indonesia sangat penting. Penelitian ini pun akan mengemukakan mengenai Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Kemudian dilanjutkan dengan membahas mengenai ruang lingkup di dalam UU No. 12 Tahun 1992 dan peraturan pelaksana yang terkait seperti Peraturan Menteri mengenai Sertifikasi yang dijadikan dasar dalam pemberian hukuman kepada petani Budi Purwo Utomo (studi kasus). Kemudian pembahasan akan dilanjutkan mengenai UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (analisis putusan). Selain itu, dalam penelitian ini akan diberikan informasi-informasi terkait mengenai PT BISI juga mengenai kota Kediri yang tidak hanya terkenal dengan perusahaan rokok terbesar di Indonesai akan tetapi Kediri merupakan lumbung jagung nasional di Indonesia.
1.6 Model Operasional Penelitian Penelitian ini mengenai Perlindungan Varietas Tanaman, maka istilahistilah di bidang ilmu hayati dan pertanian tidak dapat dihindari akan sering muncul. Oleh karenanya diperlukan definisi dari istilah-istilah yang akan digunakan :
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
8
1. Benih
adalah
tanaman
atau
bagiannya
yang
digunakan
untuk
memperbanyak dan atau mengembangbiakan tanaman. 2. Bioteknologi adalah penggunaan teknologi yang menggunakan sistemsistem hayati makhluk hidup atau derivatifnya untuk membuat atau memodifikasi produk-produk atau proses-proses untu penggunaan khusus. 3. Lisensi adalah ijin yang diberikan oleh pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan seluruh atau sebagian hak Perlindungan Varietas Tanaman. 4. Pemulia Tanaman adalah satu atau lebih dari satu orang secara bersamasama dan atau badan hukum yang melaksanakan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas baru. 5. Pemuliaan Tanaman adalah rangkaian kegiatan penelitian dang pengujian sesuai dengan metode baku untuk menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas yang dihasilkan. 6. Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia tanaman dan atau pemegang PVT tanaman atas varietas tanaman yang dihasilkannya untuk selama jangka waktu tertentu menggunakan sendiri varietas tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya. 7. Royalti adalah kompensasi bernilai ekonomis yang diberikan kepada pemegang HakPerlindungan Varietas Tanaman dalam rangka pemberian lisensi. 8. Sistem Budidaya Tanaman adalah sistem pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam nabati melalui upaya manusia yang dengan modal, teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik. 9. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan. 10. Varietas Tanaman yang selanjutnya disebut dengan Varietas adalah sekolompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
9
ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN 2.1.1 Konvensi Internasional Terkait Kesadaran nasional akan pentingnya menjadi bagian dari komunitas HaKI internasional tidak hanya diawali dengan keikutsertaan Indonesia menjadi anggota WTO. Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaan Indonesia pertama kali dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the Worl Intellectual Property Organization pada tahun 1979 melalui keputusan Preseiden Nomor 24 Tahun 1979 yang kemudian diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997. 9 Pembentukan Undang-undang No. 29 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman tidak terlepas dari keikutsertaan Indonesia yang menjadi salah satu negara WTO yang ditandai dengan meratifikasi Agreement Establishing The World Trade Organization (perjanjian WTO) melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994. 10 Konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO adalah munculnya kewajiban untuk menyelaraskan ketentuan hukum nasional dan melakukan pembentukan undang-undang yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan dalam perjanjian WTO, termasuk perjanjian TRIPs. Dalam kerangka tersebutlah, maka pemerintah membentuk Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Namun demikian, sebelum masuk kepada pembahasan lebih lanjut mengenai Perlindungan Varietas Tanaman, berikut ini akan dipaparkan tentang
9
Abdul Bari Azed, Kompilasi Konvensi Internasional HKI Yang Diratifikasi Indonesia, (Jakarta : Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2006), vi. 10 Ibid., hal. 4.
10
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
11
konvensi Internasional yang relevan terkait pembentukan UU No. 29 Tahun 2000. 11 1. Persetujuan TRIPs 2. Konvensi mengenai keanekargaman Hayati (Convention Biodiversity) 3. Traktat FAO 4. Union pour la Protection des Obtentitous Vegetables (UPOV), yang dikenal dengan ”International Union for the Protection of New Varieties of Plants”, yang memasukan Hak-hak Pemulia Tanaman (Plants Breeder’s Rights).
2.1.1.1 Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) Ditingkat internasional, upaya untuk melindungi Haki berdasarkan pendekatan dari sudut perdagangan telah dilakukan sejak tahun 1979 melalui negosiasi perdagangan internasional. Setelah bernegosiasi di beberapa putaran, impian untuk melindungi Haki dalam perdagangan internasional berhasil diwujudkan dalam Putaran Uruguay (Uruguay Round) pada bulan April 1994. melalui putaran tersebut, beberapa dokumen penting di bidang perdagangan
internasional,
termasuk
kesepakatan
untuk
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) berhasil diluncurkan.
mendirikan 12
Salah satu
dokumen penting adalah perjanjian tentang Aspek-aspek Hak Kekayaan Intelektual atau lebih dikenal dengan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). TRIPs adalah landasan utama yang mengikat negara-negara WTO untuk melindungi HaKI secara internasional. Secara umum TRIPs berisi ketentuan-ketentuan umum dan prinsip-prinsip dasar, standar-standar mengenai kegunaan, lingkup dan penggunaan HaKI, penegakan atas HaKI, pengambilalihan dan pemeliharaan atas HaKI serta pencegahan dan penyelesaian sengketa, ketentuan peralihan, pengaturan institusional serta ketentuan penutup. Salah satu persyaratan penting
11
Cita Citrawinda Priapantja, Haki Tantangan Masa Depan, (Badan Penerbit FHUI, 2003),
12
Tim Lindsey, ed., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar (Bandung : Alumni, 2005),
102. hal. 76.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
12
persetujuan TRIPs adalah adanya keharusan di negara anggota untuk memberikan paten pada invensi-invensi disemua bidang teknologi, asalkan invensi tersebut baru, memiliki langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. Pasal 27 ayat (2) Persetujuan TRIPs menetapkan : “Members may exclude from patentability inventions, the prevention within their territory of the commercial exploitation of which is necessary to protect order public or morality, including to protect human, animal or plant life or health or to avoid serious prejudice to the environment, provided that such exclusion is not made merely because the exploitation is prohibited by their law.” “Para anggota dapat dikecualikan dari penemuan yang dapat dipatenkan, pencegahan eksploitasi komersial yang penting atau dibutuhkan untuk melindungi ketertiban umum atau moralitas, termasuk untuk melindungi manusia, binatang atau kehidupan tumbuh-tumbuhan atau kesehatan atau untuk menghindari dampak buruk bagi lingkungan, dimana pengecualian tersebut tidak dibuat hanya untuk pengeksploitasian oleh hukum negara anggota.” Pasal 27 ayat (3) Persetujuan TRIPs menetapkan : “Members may also exclude from patentability: (a) diagnostic, therapeutic and surgical methods for the treatment of humans or animals; (b) plants and animals other than micro-organisms, and essentially biological processes for the production of plants or animals other than non-biological and microbiological processes. However, members shall provide for the protection of plant varieties either by patents or by an effective sui generis system or by any combination thereof.” “Para anggota dapat dikecualikan juga dari patentability: (a) diagnostic therapeutic dan metode pembedahan untuk penanganan/pengobatan manusia atau binatang; (b) tumbuh-tumbuhan dan binatang selain mikroorganisme, dan prosesproses esensial biologis untuk produksi tumbuh-tumbuhan atau binatang selain non-biologis dan proses mikrobiologis . Biar bagaimanapun, para anggota harus menyediakan perlindungan bagi varietas tanaman baik melalui paten atau melalui sistem sui generis yang efektif atau melalui kombinasi keduanya.” Sebagai akibat dari disetujuinya Putaran Uruguay, setiap anggota WTO yang telah menandatangani perjanjian TRIPs diwajibkan untuk menyesuaikan perundang-undangan domestiknya di bidang HaKI dengan standar minimum yang telah diatur di dalam TRIPs. Negara-negara anggota harus menyesuaikan
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
13
jangka waktu perlindungan dengan standar TRIPs dan Negara anggota juga harus membuat peraturan hukum tentang ke tujuh cabang Haki seperti yang tercantum di dalam TRIPs. Salah satunya adalah Varietas Tanaman (Plant Varieties).
Indonesia
telah
memilih
mengatur
tersendiri
dengan
memberlakukan Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Salah satu penghargaan adalah memberikan perlindungan hukum atas HaKI dalam menghasilkan varietas tanaman, termasuk dalam menikmati manfaat ekonomi dan hak-hak pemulia lainnya. Perlindungan ini akan mendorong semangat dan kreativitas di bidang pemuliaan tanaman, sehingga dapat dihasilkan penemuan berbagai varietas unggul yang sangat diperlukan masyarakat.
2.1.1.2 Convention on Biological Diversity Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) adalah perjanjian internasional mengenai keanekaragaman hayati dengan lingkup global dan komprehensif. Konvensi Keanekaragaman Hayati ditandatangani pada tanggal 5 Juni 1992 selama KTT Bumi di Rio (Konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan). Berlaku efektif pada tanggal 29 Desember 1993 dan telah diratifikasi oleh 174 negara, termasuk Indonesia. Konvensi ini bertujuan untuk memajukan konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan bersama secara adil yang ditimbulkan atas pemanfaatan sumber daya genetik. Konvensi ini juga menegaskan hak-hak kedaulatan negara atas sumber daya alam keanekaragaman hayati yang kita miliki. Konvensi ini mengakui bahwa negara-negara (sesuai dengan piagam PBB dan prinsip hukum internasional) mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam keanekaragaman hayati secara berkelanjutan, sejalan dengan keadaan lingkungan serta sesuai dengan kebijakan pembangunan dan tanggung jawab masing-masing negara, sehingga tidak merusak lingkungan. Pokok dari konvensi ini adalah Pasal 3 yang mengakui bahwa negaranegara memiliki hak yang berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber biologis dan genetik milik mereka. Ketentuan ini berangkat dari pikiran sebelumnya mengenai sumber-sumber ini sebagai, ”common heritage of
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
14
mankind”, yang membolehkan siapa saja yang memanfaatkannya. Pasal 8 huruf (j) Konvensi Keanekaragaman Hayati menghendaki negara anggota dari Konvensi
Keanekaragaman
Hayati tunduk pada perundang-undangan
nasionalnya untuk : ”menghormati, melindungi, dan mempertahankan pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktik-praktik masyarakat asli dan lokal yang mencerminkan gaya hidup berciri tradisonal, sesuai dengan konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati dan memajukan penetapannya secara lebih luas dengan persetujuan dan keterlibatan pemilik pengetahuan inovasi-inovasi dan praktik-praktik tersebut semacam itu mendorong pembagian yang adil keuntungan yang dihasilkan dari pendayagunaan pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktik-praktik semacam itu.” Pasal 8 tersebut secara eksplisit mengakui kontribusi masyarakat asli dan setempat terhadap konservasi keanekaragaman hayati yang menghendaki agar menghormati dan mendukung penegtahuan mereka, inovasi-inovasi dan praktik-praktik dan menegaskan hak-hak penduduk asli mengenai pengetahuan yang dimilikinya dan pasal ini juga menghendaki adanya pembagian keuntungan yang adil. Sebagai kerangka perjanjian, ketentuan-ketentuan dalam CBD lebih diwujudkan sebagai tujuan-tujuan dan kebijakan daripada kewajiban. Masingmasing
negara
dapat
menentukan
bagaimana
yang
terbaik
mengimplementasikan CBD pada tingkat nasional. Pada pokoknya, CBD memberikan hak kepada negara-negara berkembang untuk mengawasi akses terhadap sumber daya genetik mereka, membolehkan negara-negara berkembang menggunakan sumber daya genetik sebagai suatu cara untuk memulihkan keseimbangan antara negara-negara berkembang dengan negaranegara industrialis. Kondisi ini dilakukan dalam bentuk perjanjian antara perusahaan atau institusi pemerintah dan negara berkembang, dimana mereka setuju untuk memberikan pembagian keuntungan yang adil dan memadai kepada negara berkembang tersebut apabila dilakukan dan negara berkembang menyadari akan haknya. Menentukan kebijakan dari sistem ini secara logistik tidaklah
mungkin
dan
dapat
menimbulkan
lagi
masalah
daripada
menyelesaikannya. Negara paling terbelakang tidak memiliki ahli-ahli untuk
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
15
negosiasi kontrak, dan juga pada banyak kasus tidak memiliki kemampuan untuk memahami nilai dari sumber-sumber alam yang dipersoalkan
2.1.1.3 Traktat FAO (UN Food and Agriculture Organization-FAO) Farmers’ Rights (UN FAO) lebih menekankan kepada mencari pengakuan bagi para petani terhadap upaya-upaya mereka dalam mengembangkan dan melestarikan keanekaragaman genetik. Diawali sebagai suatu konsep yang diperdebatkan pada tahun 1979 dalam United Nation Food and Agriculture Organization-FAO, isu mengenai hak para petani menemukan caranya sendiri pada resolusi Konferensi FAO-4/1989, 5/1989 dan 3/1991. Resolusi ini dirundingkan oleh Komisi mengenai Sumber Daya Tanaman Genetik dan dengan suara bulat diadopsi oleh lebih dari 160 negara pada tahun 1989 dan tahun 1991. 13 Komisi tersebut menegaskan hak-hak para petani sebagai hak yang timbul karena kontribusi para petani di masa lalu, sekarang ini dan masa yang akan datang dalam melestarikan, mengembangkan dan membuat tersedianya sumber daya tanaman genetik, terutama sekali mereka yang berada di pusat-pusat asal/aneka ragam. 14 Hak-hak ini diberikan dalam masyarakat internasional sebagai wakil bagi generasi para petani masa sekarang ini dan masa depan dengan maksud untuk memastikan manfaatmanfaat yang penuh bagi para petani untuk membantu kelanjutan dari kontribusi petani di masa lalu. Petani memainkan peranan yang penting terutama dalam hal melindungi sumber daya tanaman genetik secara keseluruhan. Oleh karena itu, petani dapat dikategorikan sebagai salah satu pemegang pengetahuan tradisonal meskipun tidak semua pemegang pengetahuan tradisional adalah petani. 15 13
Ibid., hal. 110. Penjelasan umum pada Undang-undang Perlindungan Varietas Tanaman, UU No. 29 Tahun 2000. 15 Article 10 (1) The International Undertaking for Plant Genetic Resources, “The Contracting Parties recognize the enormous contribution that the local and indigenous communities and farmers of all region in the world, particularly those in the centers of origin and crop diversity, have made and continue to make for the conservation and development of plant genetic resources which constitute the basis for food and agri-arts production throughout the world.” Pasal 10 (1) Komunitas Internasional melaksanakan tanggung jawab bagi Sumber-sumber Tanaman Genetik, “Negara peserta mengakui kontribusi yang sangat besar bahwa komunitas lokal dan asli (pribumi) dan para petani dari setiap wilayah dunia, khususnya mereka yang berada di 14
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
16
2.1.1.4 The International Union for the Protection of Plant Varieties (UPOV) 16 dan Plant Breeders’ Rights Perlindungan varietas tanaman dikembangkan oleh perkumpulan yang disebut dengan The International Union for the Protection of Plant Varieties (UPOV). 17 Jangkauan pengaturan perlindungan varietas tanaman meliputi pemberian hak kepada pemulia sehubungan dengan varietas tanaman yang dihasilkan yang mempunyai ciri baru, unik, stabil, seragam dan diberi nama. Hak-hak pemulia tanaman (Plant Breeders’ Right) 18 , yaitu : a. Syarat
dari
hak
pemulia
sebelumnya
untuk
memproduksi
atau
memperbanyak benih dan hasil penen yang digunakan untuk propagansi. b. Menjual atau memperdagangkan secara komersial varietas berupa benih.
pusat keaslian tanaman atau keberagaman tanaman, telah membuat dan melangsungkan konservasi (perlindungan) dan pengembangan bagi sumber-sumber tumbuhan genetik yang merupakan dasar atau basis bagi makanan dan produksi agri-arts di seluruh dunia.” Article 10 (2) “The Contracting Parties agree that the responsibility for realizing Farmers’ Rights, as they relate to Plant Genetic Resources for Food and Agriculture, rests with national governments. In accordance with their needs and priorities, each Party should, as appropriate, and subject to its national legislation, take measures to protect and promote Farmers’ Rights, including: (a) protection of traditional knowledge relevant to plant genetic resources for food and agriculture; (b) the right to equitably participate in sharing benefits arising from the utilization of plant genetic resources for food and agriculture; (c) the right to participate in making decisions, at the national level, on matters related to the conservation and sustainable use of plant genetic resources for food and agriculture.” Pasal 10 (2) “Negara peserta menyetujui bahwa kewajiban untuk merealisasikan Hak-hak Petani, sebagaimana mereka terkait dengan Sumber-sumber Tanaman Genetik untuk Makanan dan Pertanian, diwadahi/diperhatikan oleh pemerintah nasional. Didasarkan dengan kebutuhan dan prioritas mereka, setiap peserta sebaiknya, secara layaknya, dan subjek perundang-undangan nasional, mengambil langkah untuk melindungi dan menegakan/memajukan Hak-hak Petani, termasuk : (a) perlindungan pengetahuan tradisonal yang terkait dengan sumber-sumber tumbuhan genetik untuk makanan dan pertanian; (b) hak yang sama untuk berpartisipasi dalam pembagian keuntungan yang timbul dari penggunaan (utilisasi) sumber tanaman genetik untuk makanan dan pertanian; (c) hak untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan, dalam tingkat nasional, dalam hal yang terkait dengan perlindungan dan keberlanjutan pemakaian sumber tanaman genetik untuk makanan dan pertanian.” Article 10 (3) “Nothing in this Article shall be interpreted to limit any rights that farmers have to save, use exchange and sell farm-saved seed/propagating material, subject to national law and as appropriate.” Pasal 10 (3) “Tidak satupun dalam pasal ini yang diinterpretasikan untuk membatasi hak apapun, yaitu bahwa para petani harus menyimpan/memelihara, melakukan penukan dan menjual bibit simpanan (peliharaan) pertanian/ menyebarkan bahan, subjek yang layak/semestinya bag hukum nasional.” 16 http://www.upov.int/, 2008. Ditandatangani tahun 1961 dan berlaku tahun 1968 dengan revisi tahun 1972, 1978 dan 1991. UPOV berpusat di Genewa, Switzerland. 17 Membership of UNCTAD. www.unctad.org/trade_env/upov.pdf, 2008. Sampai dengan tanggal 24 September 2000 beranggotakan 46 negara. 18 Citrawinda Priapantja, Haki Tantangan Masa Depan, 109.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
17
c. Menawarkan varietas berupa benih dan hasil panen yang digunakan untuk propagansi untuk dijual. d. Pemasaran dari bahan tersebut dan penggunaan varietas tanaman baru yang berulangkali untuk produksi secara komersial dari varietas baru yang lain.
Demi
kepentingan
umum,
negara-negara
anggota,
bebas
untuk
menerapkan pembatasan-pembatasan yang berlaku untuk menjamin bahwa para pemulia mendapatkan insentif. Selama ini dan juga masa yang akan datang, keberhasilan dunia pertanian sangat ditentukan antara lain oleh keunggulan varietas tanaman yang dipakai, yang memiliki potensi hasil panen tertentu sesuai dengan karakteristik varietas tanaman tersebut. Upaya peningkatan produktivitas sangat dipengaruhi oleh keunggulan varietas tanaman yang dipakai, yang memiliki potensi hasil panen tertentu sesuai dengan karakteristik varietas tanaman
tersebut.
Upaya
peningkatan
produktivitas sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam memperbaiki potensi genetik varietas tanaman. Dengan demikian, kegiatan yang dapat menghasilkan varietas tanaman yang lebih unggul perlu didorong melalui pemberian insentif bagi orang atau badan usaha yang bergerak di bidang pemuliaan tanaman yang menghasilkan varietas baru. Sehingga mampu memberikan nilai tambah lebih besar bagi pengguna. Salah satu penghargaan yang dipromosikan adalah memberikan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual dalam menghasilkan varietas tanaman, termasuk dalam menikmati manfaat ekonomi dari pemulia lainnya. Perlindungan semacam itu akan mendorong semangat dan kreativitas di bidang pemuliaan tanaman, sehingga dapat dihasilkan penemuan berbagai varietas unggul yang sangat diperlukan masyarakat. 19
Secara fundamental, tidak terlihat adanya kontradiksi atau konflik yang terlihat jelas diantara berbagai konvensi yang telah di jelaskan sebelumnya.
19
Ibid.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
18
Isu-isu utama mengenai pokok masalah yang diatur dalam tiap konvensi adalah sebagai berikut : 1. Persetujuan TRIPs menguraikan syarat-syarat minimum bagi invensi yang dapat diberi paten. 2. CBD menguraikan langkah-langkah bagi konservasi keanekaragaman hayati. 3. Traktat FAO (Food and Agriculture Organization) mencari pengakuan bagi para petani terhadap upaya-upaya mereka dalam mengembangkan dan melestarikan keanekaragaman genetik. 4. UPOV
dimaksudkan
untuk
memajukan
invensi-invensi
dalam
perkembangbiakan tanam-tanaman.
Di Indonesia, perlindungan varietas tanaman telah dimulai sejak tahun 1990 dengan diterbitkannya Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang ini lebih melihat dari sudut lingkungan. Bukan dari sudut Hak Kekayaan Intelektualnya atau pertanian. Oleh karena itu, undang-undang ini lebih sering dibicarakan dalam pembahasan mengenai lingkungan hidup. Pada tahun 1992 terbit Undang-undang 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Undang-undang No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan dan Tanaman. Kesemua peraturan ini mengatur mengenai varietas tanaman secara parsial. Didalam Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pasal 11 dinyatakan bahwa, ”Setiap orang atau badan hukum dapat melakukan pemuliaan tanaman.” 20 Dengan demikian, peluang terbuka bagi siapa saja tanpa terkecuali. Pemuliaan tanaman dapat dan boleh dilakukan oleh setiap badan hukum maupun perorangan. Dari hasil pemuliaan oleh pemulia tanaman, mereka memperoleh pengahargaan dari kegiatan pemuliaan tanaman tersebut, secara jelas dinyatakan di dalam pasal 55 UU 12 Tahun 1992, “Kepada penemu jenis baru dan / atau varietas unggul, dapat diberikan memperoleh penghargaan oleh pemerintah serta mempunyai hak memberi nama kepada penemuannya.” 20
Indonesia, Undang-undang Sistem Budidaya Tanaman, UU No. 12 Tahun 1997, LN No. 46 Tahun 1992, TLN. No. 3478.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
19
Pada tahun 2000 telah terbit suatu peraturan yakni Undang-undang No. 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman. 21
Peraturan ini
memberikan penghargaan kepada individu ataupun badan usaha yang bergerak di bidang pemuliaan tanaman dalam menghasilkan varietas tanaman yang baru, unik, sragam dan stabil. Salah satu dari penghargaan tersebut adalah memberikan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual dalam menghasilkan varietas tanaman, termasuk dalam menikmati manfaat ekonomi dan hak-hak pemulia lainnya. Dengan adanya perlindungan semacam ini akan mendorong semangat dan kreativitas di bidang pemuliaan tanaman, sehingga dapat dihasilkan penemuan berbagai varietas unggul yang sangat diperlukan masyarakat.
2.1.2 Hak Perlindungan Varietas Tanaman Hak perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak perlindungan varietas tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu. Dari pemuliaan tanaman maka dihasilkan suatu varietas yang baru dan kemurnian dari varietas yang dihasilkan pun dapat dipertahankan. Perlindungan Varietas Tanaman diberikan kepada varietas dari jenis atau spesies tanaman yang 22 : 1.
Baru. Varietas dianggap baru apabila pada saat penerimaan permohonan hak PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah diperdagangkan tetapi tidak lebih dari setahun, atau telah diperdagangkan di luar negeri tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman semusin dan enam tahun untuk tanaman tahunan.
2.
Unik. Varietas dikatakan unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat penerimaan permohonan hak PVT.
21
Indonesia, Undang-undang Perlindungan Varietas Tanaman, UU No. 29 Tahun 2000, LN No. 241 Tahun 2000, TLN No. 4043. Disahkan pada tanggal 20 November 2000. 22 Buku Panduan Permohonan Perlindungan Varietas Tanaman Bagi Sivitas Akademika IPB (Bogor : Kantor Hak Kekayaan Intelektual Institut Pertanian Bogor, 2005), 6.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
20
3.
Seragam. Varietas dianggap seragam apabila sifat-sifat utama atau penting pada varietas tersebut terbukti seragam meskipun bervariasi sebagai akibat dari cara tanam dan lingkungan yang berbeda-beda.
4.
Stabil. Suatu varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah ditanam berulang-ulang, atau untuk yang diperbanyak melalui siklus perbanyakan khusus, tidak mengalami perubahan pada setiap akhir siklus tersebut. Varietas yang apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan adalah varietas tersebut tetap stabil di dalam proses perbanyakan benih (propagasi) dengan menggunakan metode tertentu.
5.
Diberi nama. Varietas yang dapat diberikan PVT adalah varietas yang diberi penamaan yang mana selanjutnya menjadi nama dari varietas tersebut.
2.1.3 Prosedur Perlindungan PVT Untuk mendapatkan suatu perlindungan, PVT pun harus didaftarkan. Pendaftaran perlindungan PVT dilakukan di Kantor PVT yang berada di bawah Departemen Pertanian. 23 Adapun ketentuan dalam mengajukan permohonan PVT adalah sebagai berikut : 1.
Pemohon wajib menyampaikan surat permohonan dengan membayar biaya yang telah ditetapkan.
2.
Surat permohonan hak PVT tersebut, sekurang-kurangnya memuat : a. Tanggal, bulan dan tahun surat permohonan; b. Nama lengkap dan alamat pemohon; c. Nama lengkap dan kewarganegaraan pemulia serta nama ahli waris yang ditunjuk; d. Nama varietas; e. Deskripsi varietas yang mencakup asal-usul atau silsilah, ciri-ciri morfologi dan sifat penting lainnya; f. Gambar dan/atau foto yang disebut dalam deskripsi, yang diperlukan untuk memperjelas deskripsinya.
3.
Dalam hal permohonan hak PVT diajukan oleh :
23
Buku Panduan Permohonan Perlindungan Varietas Tanaman Bagi Sivitas Akademika IPB,
7.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
21
a. Orang atau badan hukum selaku konsultan PVT harus disertai surat kuasa khusus dengan mencantumkan nama dan alamat lengkap kuasa; b. Ahli waris harus disertai dokumen bukti ahli waris; atau c. Penerima lebih lanjut hak atas varietas yang bersangkutan disertai bukti penerimaan hak. 4.
Dalam hal yang dimohonkan PVT adalah varietas transgenik, maka deskripsinya harus juga mencakup uraian mengenai penjelasan molekuler varietas yang bersangkutan dan stabilitas genetik dari sifat yang diusulkan, sistem reproduksi tetuanya, keberadaan kerabat lainnya, kandungan senyawa yang dapat mengganggu lingkungan dan keseatan manusia serta cara pemusnahannya apabila terjadi penyimpangan, dengan disertai surat pernyataan aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia dari instansi yang berwenang;
5.
Setiap permohonan hak PVT hanya dapat diajukan untuk satu varietas.
2.1.4 Permohonan Hak PVT Permohonan Hak PVT diajukan secara tertulis. Dengan mengisi form yang telah ditentukan dan dengan mencantumkan syarat-syarat dalam lampiran permohonan. Syarat-syarat tersebut antara lain mengenai identitas pemohon, deskripsi varietas yang disertai foto atau gambar yang memperjelas deskripsi varietas. Dalam hal varietas yang akan didaftarkan merupakan varietas transgenik 24 , maka deskripsinya harus mencakup uraian yang lebih jelas mengenai penjelasan molekuler varietas, sistem reproduksi tetuanya, keberadaan kerabat lainnya, kandungan senyawa yang dapat mengganggu lingkungan dan kesehatan manusia serta cara pemusnahannya apabila terjadi. Khusus mengenai varietas transgenik juga diperlukan surat pernyataan aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia dari instansi yang berwenang.
24
Varietas Transgenik adalah varietas yang dihasilkan melalui teknik rekayasa genetika. Mengingat varietas transgenik dalam proses pembuatannya mungkin menggunakan bahan atau bagian dari organisme yang dalam bentuk asalnya memiliki resiko berbahaya bagi lingkungan, termasuk sumber daya hayati, dan kesehatan manusia, maka varietas transgenik perlu dikaji terlebih dahulu potensi bahayanya oleh instansi yang berwenang sebelum digunakan secara luas oleh masyarakat. Hasil pemeriksaan tersebut perlu disertakan pada berkas permohonan hak PVT untuk suatu varietas transgenik.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
22
Pelaksanaan permohonan PVT dapat dilakukan sendiri atau dapat menggunakan jasa Konsultan PVT (khusus bagi pemohon yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan yang tidak berkedudukan tetap harus menggunakan jasa Konsultan PVT). Pengaturan lebih lanjut mengenai Konsultan PVT ini diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 446/Kpts/HK.310/7/2004 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Konsultan Perlindungan Varietas Tanaman. Adapun prosedur perlindungan yang harus dilalui dalam perolehan Hak PVT dapat digambarkan sebagai berikut :
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
23
Gambar i
: Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Sumber
: Buku Panduan Permohonan Perlindungan Varietas Tanaman (IPB-Bogor)
PERMOHONAN
PERSYARATAN • Biasa (Ps. 11 dan 12) • Hak Prioritas (Ps. 14)
DILENGKAPI ? • ≤ 3 Bulan • + 3 Bulan (maks) Ps.16
TIDAK
DIPENUHI TANGGAL PENERIMAAN (Ps. 15)
PEMERIKSAAN PERSYARATAN (Ps. 24)
≤ 13 Bulan
MEMENUHI KETENTUAN Ps. 11 DAN/ATAU Ps.14
YA
≤ 6 Bulan (Biasa)
TIDAK
DIANGGAP DITARIK KEMBALI (Ps. 18)
PERMOHONAN DAPAT DITARIK KEMBALI
≤ 12 Bulan (Hak Prioritas)
≤ 19 Bulan PENGUMUMAN 6 bulan (Ps. 25)
PANDANGAN DAN KEBERATAN (Ps. 28)
SANGGAHAN DAN PENJELASAN (Ps. 28)
≤ 1 Bulan PERMOHONAN PEMERIKSAAN SUBSTANSI (Ps. 29)
PEMERIKSAAN SUBSTANSI (BUSS) 24 Bulan (Ps. 30)
TIDAK
TIDAK JELAS/LENGKAP ? (Ps. 32)
PENOLAKAN
TIDAK
≤ 3 Bulan PERMOHONAN BANDING (Ps. 36)
MEMENUHI SYARAT?
YA
YA PEMBERIAN SERTIFIKAT PVT (Ps. 34)
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
24
2.1.5 Pengalihan Hak PVT Hak PVT pada dasarnya dapat beralih atau dialihkan kepada subjek hukum lain. Berdasarkan pasal 40 ayat (1) UU No. 29 Tahun 2000 hak PVT dapat beralih karena : (a) pewarisan; (b) hibah; (c) wasiat; (d) perjanjian dalam bentuk akta notaris; dan (e) sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang. Pengalihan hak PVT butir (a), (b) dan (c) harus disertai dengan dokumen PVT 25 (berikut hak lain yang berkaitan dengan itu). Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan pada Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT dan dengan membayar biaya sebesar Rp. 150.000,00. 26 Pengalihan hak PVT tidak menghapus hak pemulia untuk tetap dicantumkan nama dan identitas lain yang terkait dengan pemulia di dalam Sertifikat hak PVT yang bersangkutan serta hak memperoleh imbalan. Oleh karenanya terdapat hak moral (moral rights) didalam kepemilikan hak PVT. Pemegang hak PVT berhak memberi lisensi kepada orang atau badan hukum berdasarkan surat perjanjian lisensi. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak PVT kepada orang atau badan hukum untuk menggunakan seluruh atau sebagian hak PVT. Berbeda dengan pengalihan hak PVT dimana pemilikan hak juga beralih, pemberian lisensi melalui perjanjian pada dasarnya hanya pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari hak PVT dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu pula. Kepemilikan hak PVT tetap berada pada pemegangnya tidak dialihkan kepada pemegang lisensi. Dengan demikian, pemegang lisensi tersebut tidak boleh memberikan lisensi kepada pihak lain. Kecuali diperjanjikan lain, maka pemegang hak PVT tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainnya. Kecuali jika diperjanjikan lain, maka lingkup lisensi meliputi satu atau beberapa kegiatan, berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Oleh karena pemegang hak PVT berhak memberi lisensi kepada pihak ketiga, maka apabila terjadi perjanjian lisensi, harus dinyatakan secara tegas dalam perjanjian, apa saja hak yang berpindah kepada
25
Yang dimaksud dengan peralihan hak karena sebab lain yang dibenarkan oleh undangundang misalnya pengalihan hak PVT melalui putusan pengadilan. 26 Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 443/Kpts/KU.330/7/2004 Tentang Biaya Pengelolaan Hak Perlindungan Varietas Tanaman.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
25
pihak ketiga selama jangka waktu sesuai dalam perjanjian lisensi. Apabila pemegang hak PVT ingin memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya maka hak yang diberikan harus berbeda dengan hak-hak yang sudah diberikan kepada pemegang lisensi sebelumnya. Dan pemegang hak PVT tersebut harus memberitahukan mengenai adanya pemberian lisensi baru kepada pihak lain. Oleh karenanya, perjanjian lisensi harus dicatatkan pada kantor PVT dan dimuat dalam Daftar Umum PVT dengan membayar sebesar Rp. 1.000.000,00. Setiap orang atau badan hukum, setelah lewat jangka waktu 36 bulan terhitung sejak tanggal pemberian hak PVT, dapat mengajukan permintaan lisensi wajib kepada Pengadilan Negeri untuk menggunakan hak PVT yang bersangkutan. Lisensi Wajib adalah lisensi yang diberikan oleh pemegang hak PVT kepada pemohon berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Lisensi wajib bersifat terbuka (non exclusive) yaitu hak PVT tersebut dapat dilisensikan kepada lebih dari satu pihak baik berdasarkan jangka waktu, jenis kegiatan atau lokasi. Permohonan lisensi wajib hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa : a. hak PVT yang bersangkutan tidak digunakan di Indonesia b. hak PVT telah digunakan dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat. Selain alasan tersebut diatas, lisensi wajib dapat diberikan apabila : a. pemohon dapat mengajukan bukti yang meyakinkan bahwa yang bersangkutan mempunyai kemampuaan dan fasilitas untuk menggunakan sendiri hak PVT tersebut serta telah berusaha mengambil langkah-langkah untuk mendapatkan lisensi dari pemegang hak PVT atas dasar persyaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak berhasil. b. Pengadilan Negeri menilai bahwa hak PVT tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dan bermanfaat bagi masyarakat.
Pelaksanaan lisensi wajib disertai dengan pembayaran royalti oleh pemegang wajib lisensi wajib kepada pemegang hak PVT. Besarnya royalti yang harus dibayarkan dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh Pengadilan Negeri.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
26
Penetapan besarnya royalti dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim digunakan dalam perjanjian lisensi PVT atau perjanjian lain yang sejenis. 27 Pengadilan Negeri tidak serta merta menetapkan Lisensi wajib. Oleh karenanya, di dalam putusan Pengadilan Negeri mengenai pemberian lisensi wajib dicantumkan mengenai 28 : 1. Alasan pemberian lisensi wajib; 2. Bukti termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk dijadikan jangka waktu lisensi wajib; 3. Jangka waktu lisensi wajib; 4. Besarnya royalti yang harus dibayarkan pemegang lisensi wajib kepada pemegang hak PVT dan tata cara pembayarannya; 5. Syarat berakhirnya lisensi wajib dan hal yang dapat membatalkannya; 6. Lisensi wajib semata-mata digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri; 7. Lain-lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan pihak yang bersangkutan secara adil. Yang dimaksud dengan ‘lain-lain yang diperlukan’ diantaranya adalah fakta-fakta yang terungkap di dalam proses peradilan.
Pemegang lisensi wajib, berkewajiban mencatatkan lisensi wajib yang diterimanya pada kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT. Lisensi wajib yang telah dicatatkan, secepatnya diumumkan oleh kantor PVT dalam Berita Resmi PVT. Biaya pencatatan perjanjian lisensi wajib sebesar Rp. 1.000.000,00. 29 Lisensi wajib baru dapat dilaksanakan setelah dicatatkan dalam Daftar Umum PVT dan pemegangnya telah membayar royalti. Pengadilan Negeri dapat membatalkan putusan pembatalan lisensi wajib, selambat-lambatnya 14 hari sejak tanggal putusan. Dan Pengadilan Negeri menyampaikan salinan putusan tersebut kepada kantor PVT dan diumumkan
27
H. OK. Saidin, S.H., M.Hum, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), cet. 4 (Jakarta : Rajawali Pers, 2004), 438. 28 Ibid., 439. 29 Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 443/Kpts/KU.330/7/2004 Tentang Biaya Pengelolaan Hak Perlindungan Varietas Tanaman.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
27
dalam Berita Resmi PVT.
Adapun alasan-alasan yang dapat dikemukakan
pemegang hak PVT sehingga membatalkan putusan lisensi wajib adalah : 1. Alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian lisensi wajib tidak ada lagi; 2. Penerima lisensi wajib ternyata tidak melaksanakan lisensi wajib tersebut atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera melaksanakannya. 3. Penerima lisensi wajib tidak lagi menaati syarat dan ketentuan lainnya, termasuk kewajiban membayar royalti. Lisensi wajib berakhir karena : 1. Selesainya jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberiannya; 2. Dibatalkan atau dalam hal pemegang lisensi wajib menyerahkan kembali lisensi yang diperolehnya kepada kantor PVT sebelum jangka waktu tersebut berakhir.
Kantor PVT wajib untuk mencatat mengenai berakhirnya lisensi wajib dalam buku Daftar Umum PVT, mengumumkan dalan Berita Resmi PVT, dan memberitahukannya secara tertulis kepada pemegang hak PVT serta Pengadilan Negeri yang memutuskan pemberiannya. Batal atau berakhirnya lisensi wajib berakibat pulihnya pemegang hak PVT atas hak yang bersangkutan. Lisensi wajib tidak dapat dialihkan kaecuali jika dilakukan bersamaan dengan pengalihan kegiatan atau bagian kegiatan usaha yang menggunakan hak PVT yang bersangkutan atau karena pewarisan. Lisensi yang beralih tetap terikat oleh syarat pemberiannya dan dicatat dalam Daftar Umum PVT.
2.1.6 Berakhirnya Hak PVT Sebagai suatu hak yang diberikan oleh Negara, maka hak PVT pun memiliki jangka waktu. Hak PVT berakhir karena : 1. Berakhirnya jangka waktu Hak PVT berakhir dengan berakhirnya jangka waktu perlindungan varietas. Kantor PVT mencatat berakhirnya hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
28
2. Pembatalan Pembatalan hak PVT dilakukan oleh kantor PVT. Hak PVT dibatalkan apabila setelah hak diberikan ternyata : 3
syarat-syarat kebaruan dan/atau keunikan tidak dipenuhi pada saat pemberian hak PVT;
4
syarat-syarat keseragaman dan/atau stabilitas tidak dipenuhi pada saat pemberian hak PVT;
5
hak PVT telah diberikan kepada pihak yang tidak berhak.
Hak PVT tidak dapat dibatalkan dengan alasan-alasan di luar alasan-alasan yang telah ditetapkan. Dengan dibatalkannya hak PVT, maka semua akibat hukum yang berkaitan dengan hak PVT hapus terhitung sejak tanggal diberikannya hak PVT, kecuali apabila ditentukan lain dalam putusan Pengadilan Negeri. Kantor PVT mencatat putusan pembatalan hak PVT dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT.
3. Pencabutan Pencabutan dilakukan oleh kantor PVT. Pencabutan dilakukan atas dasardasar : -
pemegang hak PVT tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu enam bulan;
-
syarat/ciri-ciri dari varietas yang dilindungi sudah berubah atau tidak sesuai lagi dengan ketentuan dalam pasal 2 UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
-
pemegang hak PVT tidak mampu menyediakan dan menyiapkan contoh baenih varietas yang telah mendapatkan hak PVT;
-
pemegang hak PVT tidak menyediakan benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT;
-
pemegang hak Pvt mengajukan permohonan pencabutan hak PVT-nya serta alasannya secara tertulis kepada kantor PVT. Dengan dicabutnya hak PVT, hak PVT berakhir terhitung sejak tangal
pencabutan hak tersebut. Kantor PVT mencatat putusan pencabutan hak PVT
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
29
dalam Daftar Umum PVT dan mengumumkannya dalam Berita Resmi PVT. Dalam hal hak PVT dicabut, apabila pemegang hak PVT telah memberikan lisensi maupun lisensi wajib kepada pihak lain dan pemegang lisensi tersebut telah membayar royalti secara sekaligus kepada pemegang hak PVT, pemegang hak PVT berkewajiban mengembalikan royalti dengan memperhitungkan sisa jangka waktu penggunaan lisensi maupun lisensi wajib.
2.2 SISTEM BUDIDAYA TANAMAN 2.2.1 Pembentukan UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Dengan Keputusan Presiden No. 27 Tahun 1971, pemerintah membentuk Badan
Benih
Nasional
(BBN)
yang
berkedudukan
di
bawah
dan
bertanggungjawab kepada Menteri Pertanian. 30 BBN terdiri dari sekretariat, tim penilai dan pelepas varietas, serta tim pembinaan, pengawasan dan sertifikasi. Dengan demikian BBN memiliki fungsi sebagai berikut : 1. merencanakan dan merumuskan peraturan-peraturan untuk membina produksi dan pemasaran benih; 2. mengajukan
pertimbangan-pertimbangan
kepada
Menteri
tentang
persetujuan, pelepasan, atau penarikan varietas; 3. melakukan pengawasan produksi dan pemasaran benih. Dalam melaksanakan fungsinya, BBN 31 berhasil menyusun komponen perbenihan di dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Undang-undang ini menjadi dasar hukum bagi Sistem Perbenihan Nasional. Undang-undang ini mengatur antara lain mengenai keharusan pelepasan varietas sebelum diedarkan, sertifikasi benih serta pengawasan pemerintah dalam pengadaan dan peredaran benih bina. 32 Sistem budidaya tanaman sebagai bagian dari pertanian pada hakekatnya adalah sistem pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam nabati melalui 30
Janrachman, Konsepsi Revitalisasi Sistem Perbenihan Tanaman, http://www.puslittan.bogor.net/, 21 September 2008. 31 Badan Benih Nasional (National Seeds Board) adalah badan yang mengkoordinir pelepasan benih. 32 Untuk melaksanakan Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, telah disusun Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
30
kegiatan manusia yang dengan modal, teknologi dan sumber daya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik. Oleh karenanya, sistem budidaya tanaman sebagai bagian pertanian berasaskan manfaat, lestari dan berkelanjutan. Dengan demikian, penyelenggaraan sistem budidaya tanaman ini harus memberikan manfaat bagi kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga sistem budidaya tanaman dapat dilaksanakan secara berkesinambungan dan dinamis.
2.2.2 Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas Telah dinyatakan bahwa keberadaan dari Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman adalah mengatur mengenai pelepasan varietas dan juga mengenai sertifikasi benih. Dalam hal mengenai pelepasan suatu varietas, terdapat peraturan pelaksana dari Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman ini, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman. Dalam peraturan ini hanya mengatur mengenai Pengujian dan Pelepasan Varietas. Dengan adanya perkembangan standarisasi terkait varietas atau benih maka terbit Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/2008 Tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas. Peraturan ini lebih jelas terkait dengan varietas yang hendak melakukan permohonan sertifikasi maupun pelepasan varietas. Pelaksanaan pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas ini dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi kesimpang siuran terhadap varietas yang beredar dan varietas tersebut memiliki keunggulan sehingga tidak merugikan masyarakat.
2.2.2.1 Pengujian Suatu varietas hasil pemuliaan di dalam negeri yang diusulkan untuk dilepas harus melalui uji adaptasi bagi tanaman semusim atau uji observasi bagi tanaman tahunan. Uji adaptasi adalah kegiatan uji lapangan terhadap tanaman di
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
31
beberapa agroekologi bagi tanaman semusim, untuk mengetahui keunggulan dan interaksi varietas terhadap lingkungan. Uji Observasi adalah kegiatan uji lapangan terhadap tanaman untuk mengetahui sifat-sifat unggul dan daya adaptasi varietas terhadap lingkungan pada beberapa agroekologi. Uji adaptasi dan uji observasi ini selain dapat dilakukan di lokasi sentra produksi dapat juga dilakukan di tempat target pengembangan varietas yang dimaksud atau dapat dilakukan di laboratorium dengan jumlah unit pengujian yang mana disesuaikan dengan jenis tanamannya. Uji adaptasi maupun uji observasi ini diselaraskan dengan syarat dari varietas yang dapat diberi PVT, yang meliputi unsur kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan. Uji adaptasi dan uji observasi dilakukan oleh suatu lembaga atau institusi yang memiliki satu orang pemulia (bukan pengusul), dua orang agronomis berpengalaman dalam melakukan pengujian dan tiga orang petugas lapangan. Selain itu, tersedianya sarana maupun prasarana untuk melaksanakan uji adpatasi dan/atau uji observasi. 33 Penyelenggara sebelum mengajukan uji adaptasi maupun uji observasi, harus melaporkan terlebih dahulu kepada Badan Benih Nasional. Laporan dari pihak penyelenggara akan ditindak lanjuti oleh Badan Benih Nasional untuk mendatangkan Tim Penilai dan Pelepas Varietas untuk melakukan supervise ke lokasi pengujian. Dari penyelenggaraan uji adaptasi maupun uji observasi tersebut akan dinilai oleh Badan Benih Nasional (BBN) dan dibantu oleh Tim Penilai dan Pelepas Varietas.
2.2.2.2 Penilaian Hasil uji adaptasi maupun uji observasi yang dilakukan oleh penyelenggara terhadap benih yang diusulkan untuk dilepaskan tersebut kemudian oleh pihak penyelenggara dilampirkan didalam dokumen usulan pelepasan varietas dan akan dievaluasi juga dinilai oleh Tim Penilai dan Pelepas Varietas. Setelah dilakukan evaluasi oleh tim maka dilaporkan kepada Badan Benih Nasional yang diajukan sebagai bahan pertimbangan usulan pelepasan varietas 33
Peraturan Menteri Pertanian No. 37/Permentan/OT. 140/8/2006 Tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas, ps. 5 ayat (2).
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
32
kepada Menteri Pertanian. Evaluasi yang dimaksud dalam hal ini meliputi penilaian terhadap : - Keunggulan varietas yang terdiri dari : (a) daya hasil; (b) ketahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan utama; (c) ketahanan terhadap cekaman lingkungan; (d) kecepatan berproduksi; (e) mutu hasil tinggi dan/atau ketahanan simpan; (f) toleransi benih terhadap kerusakan mekanis; (g) tipe tanaman; (h) keindahan dan/atau nilai ekonomi; (i) batang bawah untuk perbanyakan klonal, harus mempunyai perakaran yang kuat, ketahanan terhadap hama/penyakit dan kompatibilitas. - Kesesuaian yang meliputi : (a) sejarah; (b) kebenaran silsilah; (c) deskripsi; dan (d) metoda pemuliaan.
2.2.2.3 Pelepasan Calon varietas yang hendak dilepas Menteri Pertanian dapat diperoleh melalui pemuliaan tanaman di dalam negeri, introduksi 34 , hibrida atau rekayasa genetika 35 . Varietas yang sudah dilepas sebagai varietas unggul, tingkat manfaat dan kelayakannya dievaluasi secara berkala oleh Badan Benih Nasional. Calon varietas dapat dilepas apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : - Silsilah tanaman yang meliputi asal usul, nama-nama tetua, daerah asal, nama pemilik atau penemu, perkiraan umur bagi tanaman tahunan atau lama penyebaran bagi tanaman semusim yang telah berkembang di masyarakat (varietas lokal) dan metoda pemuliaan yang digunakan; - Tersedia deskripsi yang lengkap dan jelas, sehingga memungkinkan untuk identifikasi dan pengenalan varietas tersebut secara akurat; - Menunjukan keunggulan terhadap varietas pembanding; - Unik, seragam dan stabil; - Pernyataan dari pemilik bahwa benih penjenis (breeder seed) tersedia baik jumlah maupun mutu yang cukup untuk perbanyakan lebih lanjut; dan 34
Introduksi adalah pemasukan benih atau materi induk benih dari luar negeri untuk pertama kali. Introduksi dilakukan jika benih atau materi induk benih yang dimaksud tidak ada di wilayah Indonesia. 35 Rekayasa Genetika adalah memasukan sifat yang tidak dimiliki oleh tanaman tersebut sehingga menghasilakan varietas transgenik. Varietas transgenik proses pembuatannya bisa saja menggunakan bahan atau bagian dari organisme yang berbahaya. Olehkarenya diperlukan instansi yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan sebelum beredar di masyarakat.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
33
- Dilengkapi data hasil pengujian lapangan seluruh lokasi dan/atau laboratorium.
Untuk calon varietas yang diperoleh melalui introduksi, selain memenuhi persyaratan yang telah disebutkan diatas harus melampirkan izin dari pemilik varietas tanaman. Sedangkan untuk calon varietas hibrida perlu ditambahkan mengenai deskripsi tetua dari varietas tersebut. Terhadap calon varietas yang diperoleh melalui teknik rekayasa genetika, harus memenuhi ketentuan keamanan hayati selain dari syarat diatas. Berbeda dengan varietas lokal yang akan dilepas sebagai varietas unggul, harus memenuhi kriteria yang sudah ditentukan oleh undang-undang, yakni : - Merupakan varietas yang terdaftar pada kantor Perlindungan Varietas Tanaman; - Merupakan varietas yang sudah ditanam secara luas oleh masyarakat di suatu wilayah dan mempunyai keunggulan seperti yang telah dinyatakan sebelumnya; dan - Telah dibudidayakan lebih dari lima tahun untuk tanaman semusim atau lima tahun untuk tanaman tahunan.
Pemohon sebagai pemulia, penyelenggara pemuliaan atau pemilik calon varietas baik perorangan maupun institusi mengajukan permohonan pelepasan calon varietas yang telah diuji dengan disertai nama calon varietas secara tertulis kepada Menteri Pertanian melalui ketua lembaga Badan Benih Nasional dengan melengkapi lampiran yang dibutuhkan. Misalnya dalam permohonan pelepasan calon varietas yang diperoleh melalui teknik rekayasa genetika, maka lampiran yang harus ada adalah mengenai ketentuan yang menyatakan bahwa memiliki keamanan hayati. Berbeda dengan calon varietas hibrida induksi yang benihnya dapat diproduksi di Indonesia, maka dalam pelepasan nanti harus melampiri surat jaminan dari pengusul. 36 Adapun prosedur dalam pelepasan calon varietas ialah 37 : 36
Surat jaminan pengusul berisikan mengenai pernyataan pemohon bahwa setelah jangka waktu paling lama dua tahun sejak pelepasan, benih hibrida atau F1 akan diproduksi di dalam negeri. 37 Peraturan Menteri Pertanian No. 37/Permentan/OT.140/8/2006 Tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas, ps. 14 s.d ps. 15.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
34
- Dokumen permohonan pelepasan varietas yang telah lengkap disampaikan kepada Ketua Tim Penilai dan Pelepas Varietas. - Ketua Tim Penilai dan Pelepas Varietas kemudian mengundang pemohon untuk menyajikan hasil kajian kelayakan calon varietas di dalam sidang Tim Penilai dan Pelepas Varietas. - Dalam jangka waktu paling lama tujuh hari kerja terhitung sejak tanggal sidang yang dilakukan, maka ketua Tim Penilai dan Pelepas Varietas harus sudah menyampaikan hasil penilaian kelayakan calon varietas kepada Ketua Badan Benih Nasional. - Paling lama sepuluh hari kerja Badan Benih Nasional harus sudah selesai memeriksa kelengkapan dokumen yang telah diserahkan. - Bila ada kekurangan dalam dokumen, maka Badan Benih Nasional memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi dokumen. - Lewat dari tujuh hari pemohon tidak melengkapi kekurangan dokumen seperti yang dimaksud, maka permohonan ditarik kembali.
Hasil penilaian yang dilakukan oleh Ketua Badan Benih Nasional dapat berupa : - mengusulkan untuk pelepasan; - menyarankan perbaikan kepada pemohon untuk melengkapi data dan informasi; - melakukan sidang ulang dan ; - menolak.
Berdasarkan dari usulan Ketua Badan Benih Nasional, Menteri Pertanian dapat menerima ataupun menolak pelepasan calon varietas yang diusulkan tersebut. Dan terhadap varietas yang disetujui oleh Menteri Pertanian pelepasannya, maka diterbitkan Keputusan Menteri mengenai pelepasan varietas. Sedangkan kepada varietas yang pelepasannya ditolak, maka akan diberitahukan secara tertulis dengan disertai alasan penolakannya. Makna dari pelepasan dan beredarnya benih dimasyarakat adalah dua hal yang berbeda. Dinyatakan sebagai pelepasan bahwa benih yang hendak dilepas belum menjadi benih unggul, masih berupa galur (persilangan) yang masih dalam proses pengawasan maupun uji laboratorium sebelum menjadi varietas.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
35
Sedangkan benih dapat diedarkan ialah, benih yang dimaksud telah dilepas oleh Menteri Pertanian, benih yang bersertifikat dan yang paling penting adalah merupakan benih yang unggul.
2.2.2.4 Pemberian Nama Calon varietas sebelum dilakukan pelepasan, varietas tersebut harus diberi nama. Hal ini dilakukan untuk dapat membedakan dari varietas-varietas lain yang telah dilepas terlebih dahulu. Penamaan terhadap varietas pun tidak sembarangan. Ketentuan dalam pemberian nama terhadap calon varietas yang hendak dilepas hampir sama dengan pemberian nama terhadap varietas yang hendak memperoleh Hak Perlindungan Varietas Tanaman. Untuk varietas yang telah terdaftar pada Kantor Pusat Perlindungan Varietas Tanaman, nama yang diusulkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam pendaftaran. Adapun penamaan calon varietas harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : -
mencerminkan identitas varietas yang bersangkutan;
-
tidak menimbulkan kerancuan karakteristik, nilai atau identitas suatu varietas;
-
tidak menggunakan nama varietas yang sudah ada;
-
tidak menggunakan nama orang terkenal, kecuali seizin yang bersangkutan atau ahli warisnya;
-
tidak menggunakan nama alam yaitu sungai, laut, teluk, danau, waduk, gunung, planet dan batu mulia;
-
tidak menggunakan nama lambang Negara;
-
tidak menggunakan merek dagang untuk barang dan jasa yang dihasilkan dari bahan propagasi seperti : benih atau bibit, atau bahan yang dihasilkan dari varietas lain, jasa transportasi atau penyewaan tanaman.
Syarat penamaan tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : -
jumlah huruf tidak lebih dari 30 (tiga puluh);
-
tidak ditafsirkan sebagai memperbesar nilai sesungguhnya dari varietas tersebut, misalnya ‘terbaik’, ‘paling enak’ atau ‘wangi sekali’;
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
36
-
tidak menggunakan kata-kata yang dilarang, seperti : persilangan, hibrida, kelompok, bentuk, mutan, bibit, starin, varietas, atau bentuk jamak dari katakata tersebut, seperti : “yang diperbaiki” atau “yang ditransformasi”.
-
tidak menggunakan tanda baca apapun, seperti ‘titik’, ‘titik dua’ atau ‘koma’.
-
tidak menggunakan nama jenis atau spesies atau nama botani untuk penggunaan kata tunggal.
Penamaan varietas yang sudah dilepas, dapat diganti. Akan tetapi penggantian nama tersebut harus diajukan kepada Menteri Pertanian melalui Badan Benih Nasional beserta dengan alasannya. Varietas yang sudah dilepas oleh Menteri dapat diperdagangkan dan harus mencantumkan nama varietas sesuai dengan keputusan pelepasannya.
2.2.2.5 Penarikan Varietas Suatu varietas yang sudah dilepas dan sudah mendapat Keputusan dari Menteri Pertanian mengenai pelepasan varietas pun dapat dilakukan penarikan varietas. Suatu varietas yang terhadapnya dilakukan penarikan, jika varietas tersebut tidak memberikan manfaat dan/atau tidak memenuhi kelayakan. Yang dimaksud dengan tidak memberikan manfaat dan/atau tidak memenuhi kelayakan, apabila : -
varietas tersebut menyebarkan hama dan/atau penyakit baru yang berbahaya; dan
-
menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan/atau lingkungan hidup.
2.2.3 Sertifikasi Benih Sertifikasi benih adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap benih yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi melalui pemeriksaan lapangan, pengujian laboratorium dan pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan. Adapun tujuan dari sertifikasi adalah : -
menjaga kemurnian varietas;
-
memelihara mutu benih;
-
memberikan jaminan kepada pengguna benih; dan
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
37
-
memberikan legalitas kepada produsen benih.
Sertifikasi diselenggarakan oleh instansi pemerintah yakni Badan Pengawas Sertifikasi Benih. Badan Pengawas Sertifikasi Benih yang melakukan sertifikasi harus melaporkan kegiatannya secara berkala kepada Gubernur dengan tembusan disampaikan kepada Direktorat Jendral Perbenihan. Hasil sertifikasi terhadap benih yang telah memenuhi persyaratan, maka diterbitkan sebuah sertifikat. Sertifikat adalah keterangan tentang pemenuhan atau telah memenuhi persyaratan mutu yang diberikan oleh lembaga sertifikasi pada kelompok benih yang disertifikasi atas permintaan produsen benih. Sertifikasi dapat dilakukan melalui : a. Pengawasan pertanaman dan/atau uji laboratorium Sertifikasi ini diawasi oleh Badan Pengawas Sertifikasi Benih (BPSB). BPSB berada di bawah Departemen Pertanian. b. Sistem manajemen mutu Sistem manajemen mutu adalah suatu cara pengendalian mutu dengan menerapkan sistem manajemen mutu dalam proses produksi barang dan jasa. Sistem manajemen mutu dapat diselenggarakan oleh perorangan maupun oleh badan hukum atau instansi pemerintah dengan ruang lingkup sertifikasi yang terakreditasi. Produsen benih yang memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu yang berlaku, diterbitkan sertifikat sistem manajemen mutu. Produsen benih yang telah memperoleh sertifikat sistem manajemen mutu, secara berkala harus melaporkan kegiatannya kepada Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM), dengan tembusan kepada Instansi Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih setempat dan Direktur Jendral melalui Direktur Perbenihan yang bersangkutan. Pada sertifikasi ini, yang disertifikasi adalah mutu 38 dari benih atau varietas tersebut. Sistem Manajemen Mutu disebut juga dengan Sertifikasi Mendiri. Sertifikasi mandiri ini hanya diberikan kepada badan hukum atau perorangan yang telah diakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) berdasarkan dengan
38
Mutu dengan Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu ini adalah ISO 9001-2000.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
38
SK Menteri. Sertifikasi mandiri ini akan dilakukan audit setiap 6 (enam) bulan sekali. 39 c. Sertifikasi produk/benih Sertifikasi produk adalah proses penandaan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap barang dan jasa yang telah memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu dan mutu produk. Produsen benih yang telah memperoleh sertifikat produk, secara berkala harus melaporkan kegiatannya secara berkala kepada Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu dan Lembaga Sertifikasi Benih setempat dan Direktur Jendral melalui Direktur Perbenihan yang bersangkutan. Lembaga sertifikasi ini adalah Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro). LSPro sampai dengan saat ini pada prakteknya belum ada. Hal ini dikarenakan Sertifikasi yang diawasi oleh BPSB maupun Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu tidak menggunakan ”SNI” pada pproduknya, produk tersebut masih laku dan masyarakat tetap membeli.
2.2.4 Prosedur Perolehan Sertifikat Benih Adapun prosedur dalam perolehan sertifikat benih, ada langkah-langkah yang harus dilakukan, yakni : 1. Untuk mendapatkan sertifikat, produsen benih mengajukan permohonan secara tertulis kepada instansi pemerintah (dengan formulir yang sudah disediakan) dan dilengkapi dengan persyaratan antara lain : Penguasaan dan peta lahan yang akan digunakan untuk memproduksi benih a. Kepemilikan atau penguasaan benih sumber/pohon induk yang berlabel; b. Perencanaan tanam; dan c. Penguasaan fasilitas sesuai dengan jenis tanaman yang diusahakan 2. Permohonan diajukan paling lambat sepuluh hari sebelum tabur/tanam atau sesuai dengan jenis tanamannya. Satu permohonan hanya berlaku 39
Audit yang dilakukan oleh LSSM umumnya dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali. Terdapat pengecualian, jika ada laporan dari masyarakat terkait dengan produk yang telah disertifikasi, maka pihak LSSM akan segera melakukan audit. Yang diaudit adalah sistem mutu produk tersebut, yakni ISO 9001-2000 juga dokumen-dokumen. Jika telah dilakukan audit dan ternyata tidak sesuai dengan ISO maka, sertifikasi tersebut akan dicopot.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
39
untuk satu unit sertifikasi, yang terdiri atas satu lokasi atau beberapa lokasi untuk satu varietas dan satu kelas benih. 3. Pemohon sertifikasi bila berjumlah lebih dari dua orang, badan hukum atau instansi pemerintah, atau lebih yang bekerja sama, permohonan dapat ditandatangani oleh satu orang saja atas nama seluruhnya. Permohonan dapat dialihkan kepada pihak lain berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan dilaporkan kepada institusi penyelenggara sertifikasi yang bersangkutan. 4. Untuk memperoleh sertifikat sistem manajemen mutu, produsen benih mengajukan permohonan secara tertulis kepada Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu. 5. Untuk memperoleh sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI), produsen benih mengajukan permohonnan secara tertulis kepada Lembaga Sertifikasi Produk.
Perolehan sertifikasi oleh produsen benih dilalui dengan melakukan berbagai macam kegiatan. Sehingga dalam pemberian sertifikasi tidak mudah. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam sertifikasi benih adalah : a. Pemeriksaan lapangan Dalam pemeriksaan lapangan dilakukan terhadap dokumen, pertanaman, peralatan dan pengangkutan. Untuk mendapatkan kebenaran dan kepastian data yang ada di lapangan oleh penyelenggara sertifikasi, maka pengawas benih harus melakukan pemeriksaan sebelum benih ditanam/disebar. Untuk pemeriksaan pertanaman dilakukan atas permintaan produsen benih bina kepada penyelenggara sertifikasi paling lambat tujuh hari kerja sebelum pelaksanaan pemeriksaan pertanaman dilakukan. Benih bina adalah benih dari varietas unggul yang produksi dan peredarannya diawasi dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian. Hasil pemeriksaan pertanaman yang dilakukan oleh penyelenggara sertifikasi disampaikan kepada produsen benih paling lambat tujuh hari kerja setelah selesai pemeriksaan. Hasil pemeriksaan bisa dinyatakan lulus dan tidak lulus. Bila pertanaman suatu areal sertifikasi dinyatakan tidak lulus, maka :
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
40
-
Paling lambat dua hari , laporan hasil pemeriksaan pertanaman harus disampaikan kepada produsen;
-
Bila sebagian hanya sebagian yang tidak lulus, maka didalam laporan harus mencantumkan bagian-bagian yang tidak lulus disertai dengan alasan.
Pemeriksaan peralatan dilakukan sebelum alat digunakan. Pemeriksaan peralatan meliputi kebersihan dan/atau kesesuaian alat tanam, panen, angkut, pengolahan dan alat penyimpanan benih. b. Pengujian laboratorium Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui mutu fisik dan fisiologi kelompok calon benih. c. Pelabelan - Benih bina yang telah lulus sertifikasi dan akan diedarkan, wajib diberikan label. Label tersebut bertuliskan “BENIH BERSERTIFIKAT” dan berbahasa Indonesia. Terhadap benih bina yang diberi perlakuan dengan fungisida, insektisida atau bahan kimia lainnya pada kemasan diberi keterangan tambahan yang memuat : nama umum dari bahanbahan yang digunakan; - Tanda
peringatan
yang
jelas
“JANGAN
DIMAKAN
ATAU
DIBERIKAN PADA TERNAK.” Label dibuat oleh produsen benih dengan menggunakan nomor seri label dari penyelenggara sertifikasi.
2.2.5 Peredaran Benih Dalam mengedarkan benih, maka calon pengedar benih harus mendaftar dan mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikota setempat melalui Dinas yang tugas pokoknya membidangi perbenihan tanaman. Surat permohonan tersebut berisikan tentang pernyataan untuk dapat mengedarkan benih dan melampirkan persyaratan-persyaratan 40 , yakni : - identitas dan alamat domisili yang jelas dan benar; 40
Setelah permohonan diterima maka calon pengedar benih bina diberikan tanda daftar pengedar benih bina.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
41
- jenis dan jumlah benih yang akan diedarkan dan ; - fasilitas dan kapasitas penyimpanan yang dimiliki. Sebagai pengedar benih bina dan untuk dapat mengedarkan benih, maka pengedar benih bina berkewajiban untuk : a. mematuhi peraturan perundang-undangan perbenihan yang berlaku; b. memiliki atau menguasai fasilitas penyimpanan; c. menjaga mutu benih bina yang diedarkan; d. memiliki catatan dan menyimpan data benih bina yang diedarkan selama satu tahun bagi tanaman semusim dan lima tahun untuk tanaman tahunan; e. melaporkan jumlah benih bina yang diedarkan kepada instansi yang berwenang dengan tembusannya kepada Bupati/Walikota dan Direktur Jenderal setempat; f. memberikan keterangan yang diperlukan oleh Pengawas Benih Tanaman; g. melaporkan setiap terjadi perubahan data : (i) identitas dan alamat domisili yang jelas dan benar; (ii) jenis dan jumlah benih yang akan diedarkan; dan (iii)fasilitas dan kapasitas penyimpanan yang dimiliki; h. mendaftar ulang pada setiap akhir tahun.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukan sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu objek yang mudah terpegang di tangan. Yang dicari dalam hal ini adalah pengetahuan yang benar, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu. Untuk dapat menjawab suatu pertanyaan seseorang harus mempunyai pengetahuan tentang hal yang ditanyakan di dalam pokok permasalahan. Apabila jawaban dan pengetahuan itu belum didapat, maka seseorang yang ingin menjawabnya harus mencari jawaban (pengetahuan) itu terlebih dahulu. Untuk memperoleh jawaban yang terdapat di dalam pokok permasalahan, maka diperlukan kajian ilmu hukum. Dalam penelitian ini, kajian ilmu hukum yang digunakan penulis adalah kajian ilmu hukum normatif. 41 Penulis menggunakan kajian ilmu hukum normatif dikarenakan bahan penelitian yang digunakan penulis adalah bahan-bahan hukum. Sehingga, dengan kajian ilmu hukum normatif ini, penulis dapat membuktikan apakah penormaan yang dituangkan di dalam suatu ketentuan hukum positif di dalam praktik hukum telah sesuai dengan prinsip hukum yakni menciptakan keadilan. Sebagai ilmu normatif (ilmu tentang norma), ilmu hukum mengarahkan refleksinya kepada norma dasar yang diberi bentuk konkret dalam norma-norma yang ditentukan dalam bidang-bidang tertentu, misalnya bagaimana pola hidup bersama antarmanusia yang didasarkan atas norma keadilan. Norma-norma
41
Dr. Johnny Ibrahim, S.H., M. Hum., Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet. II, (Malang : Bayumedia, 2006), hal. 46. Penelitian hukum tidak mengenal penelitian lapangan karena yang diteleliti adalah bahan-bahan hukum sehingga dapat dikatakan sebagai; library based, focusing on reading and analysis of the primary and secondary materials. Dengan demikian, lebih tepat digunakan istilah Kajian Ilmu Hukum.
42 Silaban, FHUI, 2009Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia
43
tersebut pada gilirannya akan dijelmakan dalam peraturan-peraturan konkret bagi suatu masyarakat tertentu. 42 Ilmu hukum normatif bertujuan untuk mengubah keadaan atau menawarkan penyelesaian terhadap suatu masalah konkret. 43 Tipologi penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian kasus. 44 Nilai ilmiah suatu pembahasan dan pemecahan terhadap legal issue yang diteliti sangat tergantung kepada cara pendekatan (approach) yang digunakan. Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah : -
Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) 45 Suatu
penelitian
normatif
tentu
harus
menggunakan
pendekatan
perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Dengan pendekatan perundang-undangan ini, penulis mempergunakan peraturan-peraturan terkait mengenai objek penelitian penulis. Adapun peraturan yang digunakan sebagai acuan bagi penulis adalah Undangundang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman beserta peraturan pelaksananya. -
Pendekatan Kasus (Case Approach) 46 Pendekatan kasus (case approach) bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Terutama mengenai kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam putusan hakim terhadap perkara yang menjadi fokus penelitian penulis. Kasus tersebut dipelajari untuk memperoleh gambaran 42
Ibid., hal. 49. Hans Kelsen memberikan ulasan tentang pentingnya keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat yang hanya dapat dicapai melalui pranata hukum untuk dipatuhi bersama, antara lain menentukan apa saja yang dapat dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan 43 Penelitian yang dilakukan penulis adalah menganalisis mengenai penyelarasan norma yang tertuang di dalam hukum positif terhadap suatu permasalahan yang konkret (PT BISI vs Budi Purwo Utomo). 44 Bambang Sunggono, S.H., M.S., Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta : Grafindo Persada, 2007), hal. 36. Peneltian ini pada umumnya untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu individu, kelompok, institusi, atau masyarakat tertentu, tentang latar belakang, keadaan/kondisi, faktor-faktor, atau interaksi-interaksi (sosial) yang terjadi di dalamnya. 45 Ibrahim, hal. 302. Analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan statute approach akan lebih akurat bila dibantu dengan satu atau lebih pendekatan lain yang cocok, guna memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi masalah hukum yang dihadapi. 46 Ibid., hal. 321.
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009Universitas Indonesia
44
terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum. Kasus dalam penelitian ini adalah adanya konflik antara PT BISI dengan seorang petani di Kediri bernama Budi Purwo Utomo. Kasus ini telah diputus oleh hakim. Fokus penelitian penulis ini adalah putusan hakim terhadap kasus PT BISI vs Budi Purwo Utomo. Dengan menggunakan penggabungan kedua pendekatan ini, maka terdapat sinkronisasi yang dilakukan penulis. Aturan-aturan hukum (peraturan) yang mengatur mengenai Perlindungan Varietas Tanaman dan peraturan mengenai Sistem Budidaya Tanaman juga peraturan pelaksana yang terkait dijadikan dasar dalam melakukan analisis kasus yang telah diputus tersebut. Dengan adanya penggabungan pendekatan penelitian ini, maka hasil analisis ini kiranya dapat digunakan pula untuk bahan masukan dalam eksplanasi hukum.
Penelitian yang dilakukan didalam penulisan ini adalah penelitian tentang Putusan Hakim dengan Nomor Putusan 516/PID.B/2005/PN.KEDIRI yang terindikasi terdapat kesalahan penerapan undang-undang di dalam putusannya. Penelitian ini akan menjawab permasalahan hukum, apakah benar telah terjadi suatu kesalahan penerapan undang-undang di dalam putusan hakim tersebut. Untuk menjawab permasalahan hukum ini, penulis juga melihat konsep-konsep masalah yang terkait dengan perkara di Kediri, Jawa Timur. Konsep ini terkait dengan apakah Perlindungan Varietas Tanaman itu serta ruang lingkup dari pengaturan Perlindungan Varietas Tanaman; apakah yang dimaksud dengan Sistem Budidaya Tanaman, bagaimana pengaturannya di dalam praktek serta ruang lingkup dari Sistem Budidaya Tanaman. Tidak hanya membahas dari undang-undangnya saja yakni Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, penulis juga akan melihat peraturan-peraturan pelaksana dari undang-undang tersebut seperti Keputusan Menteri Pertanian.
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009Universitas Indonesia
45
Untuk memahami hal-hal tersebut, penelitian dilakukan dengan mengkaji beberapa dokumen, yakni perundang-undangan 47 baik Undang-undang No. 29 Tahun 2000, Undang-undang No. 12 Tahun 1992 maupun putusan pelaksananya dari undang-undang tersebut seperti Keputusan Menteri. Tidak hanya dengan menggunakan bahan-bahan berupa undang-undang saja, penulisan penelitian membutuhkan data tambahan lain, agar analisis hukum yang dihasilkan lebih komprehensif dan akurat. Adapun data tambahan tersebut adalah : 1. Buku, disertasi atau tesis 48 Buku digunakan sebagai sumber informasi bagi penulis didalam penelitian ini. Dengan informasi yang didapatkan dari buku-buku maka penulis menuangkan teori yang didapat didalam analisis hukum. Salah satu buku yang digunakan adalah karangan O.K. Saidin yang digunakan penulis sebagai teori di dalam Bab 2 Tinjauan Pustaka. Peranan buku sangat membantu penulis di dalam melakukan analisis kasus. Selain buku, penulis menggunakan data sekunder lainnya yakni Tesis. Tesis yang digunakan penulis karya dari Marla Regina Wongkar, Universitas Indonesia dengan judul tesis Perlindungan Hak Kekyaan Intelektual Bagi Sumber Daya Hayati. Tesis karya Marla Regina Wongkar ini membantu penulis terkait dengan dibentuknya Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. 2. Surat Kabar 49 Surat Kabar yang digunakan penulis sebagai tambahan informasi yang mendukung data penelitian terkait tentang reformasi pertanian, subsidi yang dilakukan pemerintah terkait pertanian pangan Indonesia. Dengan bahan dari
47
Sunggono, hal. 113. Di dalam penelitian hukum, digunakan data sekunder yang memiliki kekuatan mengikat. Perundang-undangan merupakan bahan hukum primer. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. 48 Prof. Dr. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta : Grafindo Persada, 2007), hal. 29. Buku merupakan bahan/sumber primer. Bahan/sumber primer adalah bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai suatu gagasan (ide). 49 Ibid., hal. 28. Merupakan bentuk bahan pustaka yang digolongkan ke dalam suatu bahan pustaka yang berupa Terbitan Berkala/Terbitan Berseri. Bahan ini merupakan terbitan yang direncanakan untuk diterbitkan terus dengan frekuensi tertentu.
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009Universitas Indonesia
46
surat kabar, menambah wawasan juga membantu penulis terhadap data dari produktifitas pertanian program pangan. 3. Putusan Pengadilan 50 Adanya putusan pengadilan PN Kediri sebagai bahan acuan bagi penulis dalam melakukan analisis terkait penerapan hukum di dalamnya. Dengan putusan pengadilan terdapat kasus yang konkret terjadi didalam masyarakat. Sehingga, dari data yang telah dipaparkan diatas analisis ini dapat mengungkapkan kebenaran ilmiah. Sesuai dengan tujuan penulis dalam melakukan penelitian. 51 4. Kompilasi Konvensi Internasional 52 Fungsi dari bahan Kompilasi Konvensi Internasional ini sama dengan bahan sebelumnya, yakni membantu penulis didalam perolehan informasi yang mendukung terciptanya karya tulis ilmiah ini. Adapun kompilasi konvensi internasional yang digunakan salah satu sumbernya adalah karangan Abdul Bari Azed dengan judul Kompilasi Konvensi Internasional HKI Yang Diratifikasi Indonesia. 5. Internet, Vidio dan Wawancara 53 Internet dijadikan penulis sebagai perolehan data tambahan dalam pengumpulan informasi mengenai kapan dan bagaimana PT BISI terbentuk, selain itu dengan adanya internet penulis juga dapat memaparkan mengenai Kota Kediri itu sendiri. Dengan adanya internet membantu penulis dalam penulisan karya ilmiah karena dapat diakses kapan dan dimana saja. Penulis dalam membuat karya ilmiah, tidak turun langsung ke lapangan (field research), yakni ke Kota Kediri, maka vidio sebagai bahan pustaka nonbuku pun memiliki peran yang sama dengan data sebelumnya. Ada beberapa vidio yang dijadikan penulis sebagai acuan dalam melakukan analisis. Vidio tersebut menggambarkan situasi lahan pertanian jagung di Kediri berikut 50
Sunggono, hal. 114. Putusan Pengadilan termasuk ke dalam data sekunder merupakan bahan hukum primer. 51 Penelitian dilakukan untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang objek dianalisis. 52 Ibid. 53 Soekanto dan Sri Mamudji, hal. 29. Merupakan bentuk bahan pustaka digolongkan ke dalam Bahan Non-Buku. Bahan non-buku dapat berupa bahan pustaka tercetak atau bahan pustaka yang tidak tercetak.
yang yang
yang yang
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009Universitas Indonesia
47
komentar para petani yang menggunakan benih jagung Hibrida PT BISI juga benih hasil persilangan Budi Purwo Utomo. Penulis juga memperoleh informasi lain dari vidio yang berisikan komentar Prof. Dr. Agus Sardjono, S.H., M.H, Pakar Hukum Hak Kekayaan Intelektual terkait dengan Perlindungan Varietas Tanaman. Wawancara dilangsungkan oleh penulis di beberapa tempat dan oleh narasumber yang memiliki kompetensi di bidangnya. Wawancara dilakukan di LSM Konphalindo bersama Bapak Purwandono sebagai Direktur Eksekutif Konphalindo dan Ani Purwati sebagai Staff Media Informasi Konphalindo dan Ibu Dwi Pudi Astuti, S.H., M.M selaku Kepala Bidang Pelayanan Hukum Pusat Perlindungan Varietas Tanaman, Departemen Pertanian. Wawancara juga dilakukan dengan Ibu Heni Rayhani Yusuf, Kepala Bagian Penilaian Varietas dan Pengawasan Benih
Direktorat Jendral Tanaman Pangan
Direktorat Perbenihan. Selain itu wawancara dilakukan bersama dengan Ibu Marike Paat, S.H dan Ir. Munandar, M. M sebagai Kepala Seksi Pengawasan Mutu Benih Direktorat Perbenihan. Dengan dilakukannya wawancara bersama para narasumber, data yang didapatkan menjadi lebih akurat. Misalnya, data yang dilampirkan dalam karya tulis ilmiah ini, diperoleh dari Direktorat Perbenihan mengenai Pelepasan benih yang dilakukan oleh PT BISI. Sehingga dengan data ini maka penulis mengutarakan kebenaran ilmiah PT BISI dan kaitannya dengan pemegang Hak Perlindungan Varietas Tanaman.
Setelah bahan, data yang mendukung terkumpul dan analisis telah dilakukan, maka untuk memahami lebih lanjut mengenai permasalahan hukum yang menjadi objek penelitian penulis, dilanjutkan dengan melakukan suatu perbandingan. Perbandingan yang dimaksud yaitu norma yang terdapat dalam pertimbangan hukum putusan pengadilan di rujuk dengan norma per-Undangundangan. Hal merujuk ini khususnya berkenaan dengan sertifikasi dan pemilikan hak Perlindungan Varietas Tanaman yang kemudian dibandingkan dengan
peraturan
perundang-undangan,
buku-buku,
hasil
wawancara,
pendapat para sarjana hukum maupun vidio.
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009Universitas Indonesia
48
Penelitian hukum bertujuan untuk mempelajari suatu permasalahan hukum. 54 Dengan demikian, yang menjadi objek penelitian penulis yakni apakah betul telah terjadi kesalahan penerapan hukum di dalam Putusan Pengadilan
Negeri
Kediri,
Jawa
Timur,
dengan
Nomor
Putusan
516/PID.B/2005/PN.KEDIRI. Dengan penelitian hukum ini maka kegiatan ilmiah penulis diharapkan dapat mengungkapkan kebenaran hukum, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
54
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 43.
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009Universitas Indonesia
BAB 4 ANALISA
4.1 POSISI KASUS Kediri adalah sebuah kota kabupaten di propinsi Jawa Timur. Letaknya berbatasan dengan kabupaten Nganjuk di bagian barat, di bagian timur berbatasan dengan kabupaten Malang, di bagian utara berbatasan dengan kabupaten Jombang, di sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Blitar. Pembangunan di kabupaten Kediri termasuk pesat, didukung dengan sumber daya alam yang subur, baik tanah pertaniannya maupun dari segi kelancaran pengairannya. 55 Sumber daya manusia, petani di kabupaten Kediri merupakan petani yang mudah mengadopsi hal-hal baru dan berani untuk mencoba hal baru tersebut dengan mempraktekkan di lahan pertaniannya. Dengan daya dukung tersebut, mata pencaharian penduduknya adalah 90% bertani. 56 Lahan pertanian di sebagian besar kabupaten Kediri adalah sawah dengan pengairan teknis, setengah teknis dan sebagian lainnya merupakan tegalan. 57 Pola tanam pertanian yang diterapkan sebagai pola tanam tahunan adalah 80% Padi - Padi - Jagung dan 20% Padi - Jagung - Jagung. Dengan pola tanam tersebut kabupaten Kediri mampu menyumbangkan produksi jagung yang cukup berarti, khususnya di wilayah Jawa Timur dan umumnya di tingkat Nasional. Jawa Timur menempati peringkat kedua (58%)
55
Pengairan adalah pekerjaan yang berhubungan dengan penyediaan air untuk pertanian dengan bendungan atau terusan. 56 “Kediri Sebagai Lumbung Jagung Nasional,” http://www.tanindo.com/abdi5/hal.43.01 htm, 12 Oktober 2008. 57 Tegalan adalah tanah yang luas serta rata (yang ditanami palawija) dengan tidak mempergunakan sistem pengairan atau irigasi dan bergantung pada hujan.
49
Universitas Indonesia
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
50
setelah propinsi Jawa Tengah (50%), ditinjau dari segi areal tanaman jagung hibrida yang meningkat pada tahun 2006. 58 PT BISI International Tbk. dahulu bernama PT Benihinti Suburintani, didirikan di Indonesia pada tanggal 22 Juni 1983 dalam rangka Undang-undang Penanaman modal Asing No. 1 Tahun 1967 berdasarkan akta notaris Drs. Gde Ngurah Rai, S.H., No. 35. Berdasarkan akta notaris No. 17 tanggal 3 Oktober 2006, yang dibuat dihadapan Dr. Fulgensius jimmy H.L.T., S.H., M.H., M.M., Notaris di Jakarta, pemegang saham menyetujui perubahan nama perusahaan dari PT Benihinti Suburintani menjadi PT BISI International. 59 PT BISI termasuk dalam kelompok perusahaan Charoen Pokphand. PT BISI memulai aktivitas operasi pada tahun 1983. Kegiatan usaha perusahaan meliputi pembibitan dan perdagangan benih jagung, sayuran dan padi. Perusahaan berkantor pusat di Jl. Surabaya Mojokerto Km. 19, Sidoarjo dengan lokasi pabrik di Pare, Kediri. 60 Dalam menjalankan usahanya, Perusahaan mengadakan perjanjian kerja sama dengan para petani, dimana petani akan memasok kebutuhan benih komersial bagi Perusahaan. Sehubungan dengan perjanjian tersebut, Perusahaan akan menyediakan benih induk untuk ditanam oleh para petani untuk menghasilkan benih komersial. Perusahaan akan membeli hasil dari benih induk yang ditanam dalam bentuk gelondongan dengan harga Rp. 1200 / Kg (sebanding dengan 6 ons jagung pililan). Dalam setiap jenis kerjasama, PT. BISI selalu menugaskan Pengawas Pekerja Lapangan (PPL) untuk mengawasi proses produksi dan menilai hasil produksi. Jika ada ketidakberhasilan penangkaran (ada bunga jagung betina yang tidak dipotong) maka jagung di areal tersebut akan dikenai potongan harga Rp. 500 / Kg-nya. 61 Budi Purwo Utomo bin S. Soewono, petani dari Desa Turus Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri, adalah putra seorang pegawai Dinas Pertanian 58
”Gambaran Umum Ekonomi Jagung di Indonesia,” http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satu, 24 November 2008. 59 “PT BISI International Tbk dan Anak Perusahaan,” http://202.155.2.90/corporate_actions/new_info_jsx/jenis_informasi/01_laporan_keuangan/, 17 November 2008. 60 Ibid. 61 Petani Benih Melawan Kapitalisme Global, (Kediri: 2006), hal. 3.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
51
Kabupaten Kediri. Lahir pada tahun 1974 dan tinggal di Desa Turus Kecamatan Gampengrejo. Pendidikan terakhirnya Fakultas Hukum Universitas Jember. Pengetahuan mengenai persilangan tanaman tidak hanya dipelajari dari Buku Pemuliaan Tanaman I karya RW. Allard (penerbit : Bina Aksara) akan tetapi pengetahuan itu pun didapatnya dari pengalaman orang tuanya. Dari pengetahuan tersebut, Budi memulai mencoba persilangan dari benih yang ada pada saat panen jagung datang. Kemudian ia mulai menyeleksi jagung hasil panen tersebut berdasarkan ciri buah yang ia anggap bervariasi. Dari hasil seleksi tersebut, ia menggolongkan 2 jenis buah jagung yang menurut Budi, jika disilangkan akan membuat hasil baru dari penggabungan 2 sifat induknya, yaitu bertongkol besar dengan biji pipih besar, berbaris rapat dan berpohon besar kokoh tinggi, berdaun pendek besar berdiri, dimana kategori ini menurut Budi diasumsikan sebagai jenis jagung jantan. Asumsi selanjutnya adalah jagung bertongkol agak kecil dengan biji bulat, berbaris renggang dan berpohon kecil rendah, berdaun kecil panjang melengkung, yang menurut Budi ini adalah kategori jagung betina. Namun sebenarnya kedua jenis tersebut bisa dibolak-balik sesuai dengan keinginan kita. Dengan menyilangkan kedua jagung itu, menurutnya kedua sifat akan bersatu dan menghasilkan campuran dengan ciri tongkol besar, biji besar, barisan rapat, batang kokoh, daun besar melengkung. Kedua jagung yang telah diidentifikasi oleh Budi tersebut kemudian disilangkan dilahannya sendiri yang berada dirumahnya. Budi berhasil memperoleh jagung sesuai dengan yang diharapkannya. Menurut teori yang didapatkan Budi dari buku yang ia baca, maka dinyatakan bahwa ada beberapa cara pemuliaan tanaman. Adapun teori cara pemuliaan tanaman tersebut adalah dengan sistem tanam 1 (satu) baris jagung jantan dan 4 (empat) baris jagung betina, begitu seterusnya. Ketika jagung berumur 60-65 hari atau masa berbunga, pada jagung betina yang ditanam 4 (empat) baris tadi bunga jantan atau bunga atasnya dicabut, dan pada jagung jantan yang 1 (satu) baris tetap dibiarkan. Untuk pengairan dan pemupukan tidak ada yang istemewa, tetap dilakukan seperti biasanya. Dari proses ini dihasilkan
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
52
jagung campuran dari kedua induk tadi. Persilangan yang dilakukan oleh Budi adalah benih jagung yang jika di panen menghasilkan jagung dan dapat dibenihkan lagi. Berbeda dengan benih jagung hibrida milik PT BISI. Jagung Hibrida milik PT BISI adalah benih jika berhasil di panen dan tidak dapat dibenihkan lagi. Hal inilah yang mengakibatkan ketergantungan pihak petani Kediri termasuk Budi untuk terus membeli beni milik PT BISI dengan harga Rp. 30.000,00/kg sampai Rp. 45.000,00/kg. Setelah berhasil dengan percobaan pembenihan jagung di rumahnya, maka ia mulai menyewa lahan di daerah Ngantru Tulungagung untuk mengadakan percobaan pembenihan jagung. Maka ia meminta Heru, petani asal Tulungagung untuk menggarap lahannya, karena rumah Budi dan lahan memiliki jarak yang jauh. Budi meminta kompensasi agar Heru menjual hasil panen tersebut kepadanya dengan harga Rp. 1.500,00/kg dalam bentuk jagung gelondongan basah. Saat tanam sampai dengan cabut bunga tidak bermasalah, sampai akhirnya sebelum jagung memulai masa panen, karyawan PT BISI meng-klaim bahwa tanaman jagung milik Budi merupakan milik PT BISI yang telah mempunyai sertifikat, dan melanggar hak sertifikasi milik PT BISI. Pada tanggal 12 Oktober 2004, Budi dilaporkan telah melakukan sertifikasi terhadap produksi benih milik PT BISI dan dianggap telah melakukan penangkaran. Proses persidangan berlangsung di Pengadilan Negeri Tulungagung. Budi Purwo Utomo didakwa telah melakukan usaha Budidaya Tanaman tanpa ijin sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 48 ayat (1) UU No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Budi diancam pidana dalam pasal 61 ayat (1) huruf d jo. Pasal 48 (1) UU No. 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman. Pasal 61 ayat (1) huruf d UU No. 12 Tahun 1992 berbunyi : “ Barang siapa dengan sengaja melakukan sertifikasi tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).” Pasal 48 (1) UU No. 12 Tahun 1992 berbunyi :
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
53
“Perorangan warga negara indonesia atau badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), yang melakukan usaha budidaya tanaman tertentu diatas skala tertentu wajib memiliki ijin.” Pada proses peradilan di Pengadilan Negeri Tulungagung dengan Nomor Putusan 516/PID.B/2005/PN.Tulungagung, hakim menjatuhkan putusan dengan amar putusan yang berbunyi : -
Menyatakan bahwa Terdakwa Budi Purwo Utomo bin Sugito Joewono telah terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan Tindak Pidana;
-
Melepaskan Terdakwa dari segala Tuntutan Hukum;
-
Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
-
Memerintahkan agar barang bukti berupa, 3 (tiga) batang tanaman jagung jantan dan
3 (tiga)
batang tanaman jagung betina,
dikembalikan kepada Terdakwa; dan -
Membebankan biaya perkara kepada Negara.
Setelah masa peradilan di PN Tulungagung selesai, karena meliputi 2 wilayah hukum, yaitu Kabupaten Kediri (rumah Budi) dan Kabupaten Tulungagung, Budi masih harus menghadapi proses peradilan di PN Kabupaten Kediri. Kasus di Kediri bermula saat proses persidangan di Pengadilan Negeri Tulungagung, Budi memberikan benih kepada petani Djumidi dari Desa Jabang Kecamatan Kras Kediri, yaitu Dawam, Kusen dan Slamet dengan bantuan Djumidi. Jika persilangan berhasil maka Budi akan membeli dari Djumidi dengan harga Rp. 1.500,00/kg gelondongan basah. Selama Juli-September 2005 Budi dikenai wajib lapor ke Kejaksaan Negeri Kediri. Pada tanggal 27 September 2005, Budi bersidang untuk pertama kalinya di Pengadilan Negeri Kediri. Pada hari Jumat tertanggal 13 Januari 2006, Suharto, S.H., M.Hum sebagai Hakim Ketua, Moestofa, S.H., M.H., dan Saiful Arif, S.H., M.H., masing-masing sebagai hakim anggota, menyatakan Putusan dengan Nomor. 516/PID. B/2005/PN.Kediri :
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
54
-
Menyatakan terdakwa Budi Purwo Utomo, S.H bin Sugito Joewono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : Turut serta dengan sengaja melakukan Sertifikasi Tanpa Ijin.
-
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama : 6 (enam) bulan.
-
Menetapkan terdakwa tidak perlu menjalani pidana tersebut kecuali apabila dalam masa percobaan selama 1 (satu) tahun, terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana lain.
-
Menyatakan barang bukti berupa : foto-foto lahan tanaman jagung milik petani tetap terlampir dalam berkas perkara.
-
Menetapkan supaya Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah).
4.2 DAKWAAN Terdakwa Budi Purwo Utomo, S.H didakwa melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Rumusan dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan No. Reg. Perkara : PDM-800/KDIRI/0705, adalah sebagai berikut : “Terdakwa melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja melakukan sertifikasi tanpa ijin dalam hal melakukan pembenihan jagung varietas BISI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) UU RI No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.” Pasal 14 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman: “Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), dilakukan oleh Pemerintah dan dapat pula dilakukan oleh perorangan atau badan hukum berdasarkan izin.” Ancaman pidananya didasarkan pada pasal 55 ayat (1) KUHP jo Pasal 61 ayat 1 huruf (b) UU RI No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
55
Pasal 55 ayat (1) KUHP berbunyi : “Dipidana sebagi pelaku tindak pidana, (i) mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan tindak pidana itu.”
4.3 ANALISIS PUTUSAN Berdasarkan kasus posisi yang telah dipaparkan diatas, ada beberapa hal yang dijadikan dasar bahwa PT BISI yang memang bukan pemegang hak PVT atas persilangan tanaman jagung yang dilakukannya begitupun mengenai terdakwa Budi Purwo Utomo, S.H memang tidak melakukan sertifikasi sesuai dengan yang didakwakan. Berikut akan dipaparkan mengenai kepemilikan pemegang Hak PVT PT BISI dan dakwaan mengenai sertifikasi yang tidak beralasan. Pada pertimbangan hakim yang tercantum pada Nomor Putusan 516/PID.B/2005/PN.KEDIRI, halaman 33 menyatakan : “Menimbang, bahwa hasil persilangan tanaman jagung FS4 dan FS9 menghasilkan Jagung HIBRIDA BISI 2 yang merupakan jenis jagung unggul yang telah memperoleh sertifikasi dari Departemen Pertanian dan varietas tanaman jagungnya telah dilepas oleh Menteri Pertanian/ Pemerintah untuk diedarkan dan karenanya juga mendapatkan Hak Perlindungan Varietas Tanaman (Hak PVT) sesuai dengan Undangundang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.” Pendapat hakim yang menyatakan bahwa PT BISI merupakan pemegang Hak PVT atas varietas jagung, terdapat juga pada halaman 25 pada point 16, “ Bahwa benih tanaman jagung milik BISI telah didaftarkan dan disertifikasi oleh Departeman Pertanian dan mendapatkan Perlindungan berdasarkan Undangundang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Undangundang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.” Dengan demikian menurut hakim, dengan telah dilakukannya pelepasan varietas tanaman jagung oleh Menteri Pertanian, maka secara otomatis PT BISI mendapatkan Hak Perlindungan Varietas berdasarkan UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Pertimbangan hakim yang tertuang didalam nomor putusan 516/PID.B/2005/PN.KEDIRI adalah salah. Penulis akan
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
56
menguraikan analisis kasus ini sesuai dengan peraturan yang mengaturnya dan akan dikaitkan dengan pembahasan teori yang telah dipaparkan pada Bab 2 Penelitian ini.
A. Pelepasan Varietas Tidak Serta Merta Menyatakan PT BISI Sebagai Pemegang Hak PVT Suatu varietas yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian bukan berarti telah mendapatkan perlindungan hak sesuai dengan UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Dilakukannya pelepasan terhadap varietas jagung milik PT BISI oleh Menteri Pertanian dan perolehan hak PVT terhadap varietas BISI adalah dua hal yang sangat berbeda. Dari segi perolehan permohonan pelepasan varietas oleh Menteri Pertanian maupun pengajuan hak PVT pun berbeda. Pelepasan 62 varietas oleh Menteri Pertanian, maka varietas tersebut dapat diedarkan 63 . Dilepas oleh Pemerintah adalah pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan menjadi varietas unggul dan dapat disebarluaskan setelah memenuhi persyaratan. Persyaratan tersebut dilihat dari silsilah, metoda pemuliaan, hasil uji adaptasi, rancangan dan analisa percobaan, diskripsi, serta ketersediaan benih dari varietas yang bersangkutan pada saat dilepas. Dengan dilepasnya benih maka benih tersebut dinyatakan sebagai benih yang unggul atau varietas unggul. Pelepasan hanya menitikberatkan pada benih tersebut akan dapat beredar dimasyarakat jika sudah dilepas oleh menteri Pertanian. Sedangkan PVT adalah hak khusus yang diberikan oleh negara kepada pemulia tanaman untuk dapat menggunakan sendiri hasil varietas hasil pemuliaannya. Berbeda dengan Perlindungan Varietas Tanaman, syarat suatu varietas dapat diberi PVT berdasarkan UU No. 29 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (2) varietas atau tanaman adalah baru. Baru dalam hal ini ialah varietas pada saat penerimaan
62
Proses persilangan (berupa galur) sebelum menjadi varietas. Dengan adanya pelepasan oleh Menteri Pertanian maka varietas tersebut dinyatakan sebagai varietas unggul. 63 Kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran benih bina (benih unggul bersertifikat) di dalam negeri baik untuk maupun tidak diperdagangkan.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
57
permohonan hak PVT, varietas tersebut belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah diperdagangkan tetapi tidak lebih dari setahun. Untuk Jagung Hibrida BISI 2 yang merupakan persilangan dari FS 4 dan FS 9, sudah tidak dapat mengajukan permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman. Hal ini dikarenakan, Jagung Hibrida BISI 2 telah dilepas pada tahun 1995 (data akan dilampirkan). 64 Dengan demikian, jangka waktu yang telah ditetapkan oleh UU No. 29 Tahun 2000 tentang PVT pada pasal 2 ayat (1) dalam kasus ini tidak terpenuhi untuk mendapatkan perlindungan hak PVT. Sudah sepuluh tahun (1995-2005), melebihi jangka waktu satu tahun untuk jagung hibrida mengajukan permohonan hak PVT. Dari segi “kebaruan” yang merupakan salah satu syarat dari pengajuan permohonan PVT 65 sudah tidak terpenuhi. Sehingga, tidak ada dasar bagi hakim menyatakan bahwa PT BISI pemegang hak PVT atas benih Jagung Hibrida, karena syarat dari pengajuan hak PVT suatu varietas tersebut secara terpadu menjadi satu kesatuan harus memenuhi syarat yang telah dipersyaratkan oleh undang-undang. Seharusnya hakim sebelum menyatakan bahwa PT BISI pemegang Hak PVT, melakukan cross check dengan peraturan perundangundangan yang mengaturnya yakni UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
B. Pembuktian PT BISI Merupakan Pemegang Hak PVT Selain harus dilihat dari unsur BUSS, hal terutama yang harus dilakukan oleh pihak PT BISI adalah dengan meyakinkan hakim bahwa memang benar PT BISI merupakan pemegang sah hak PVT atas Varietas Jagung Hibrida. Maka
64
Wawancara dengan Ibu Heni Rayhani Yusuf, Kasubdit Penilaian Varietas dan Pengawasan Mutu Benih, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Perbenihan, Pasar Minggu. Wawancara dilakukan pada hari Senin, 7 Juli 2008, pada pukul 14.00 WIB 65 Syarat pengajuan permohonan hak PVT, varietas tersebut harus baru, unik, seragam, stabil (BUSS) dan diberi nama.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
58
perlu dibuktikan dengan adanya kepemilikan Sertifikat atau Tanda Bukti Hak PVT. 66 Keyakinan hakim dengan menyatakan bahwa PT BISI merupakan pemegang hak PVT atas jagung hibrida BISI 2 harus dibuktikan dengan adanya sertifikat pemegang hak PVT. Dengan ada bukti sertifikat tersebut maka tepat bagi hakim untuk menggunakan Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Pasal 71 UU No. 29 Tahun 200 tentang Perlindungan Varietas Tanaman : “Barangsiapa dengan sengaja melakukan salah satu kegiatan yang meliputi : (a) memproduksi atau memperbanyak benih; (b) menyiapkan untuk tujuan propagasi; (c) mengiklankan; (d) menawarkan; (e) menjual atau memperdagangkan; (f) mengekspor; (g) mengimpor; (h) mencadangkan untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam butir a, b, c, d, e, f dan g tanpa persetujuan pemegang Hak PVT, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).” Pasal 73 UU no. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman : “Barangsiapa dengan sengaja : (a) menggunakan sebagian hasil panen dari varietas yang dilindungi; (b) penggunaan varietas yang dilindungi untuk kegiatan penelitian, pemuliaan tanaman, dan perakitan varietas baru; dan (c) penggunaan oleh Pemerintah atas varietas yang dilindungi dalam rangka kebijakan pengadaan pangan dan obat-obatan untuk tujuan komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Penulis akan memaparkan tidak digunakannya UU Perlindungan Varietas Tanaman kepada Terdakwa. Perolehan sertifikat pemegang hak PVT harus mengikuti serangkaian prosedur permohonan hak PVT (bagan dapat dilihat pada A.1 halaman 23). Setelah seluruh serangkaian permohonan hak PVT terpenuhi, maka diterbitkan suatu Sertifikat PVT. 67 Sertifikasi yang diterbitkan oleh Pusat
66
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Hukum Acara Perdata Indonesia, cet. VII, (Yogyakarta : Liberty, 2006), hal. 149. Sertifikat adalah akta yang digunakan sebagai alat bukti yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak kepemilikan. 67 Sertifikat yang diterbitkan oleh Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (PPVT), hanya diperuntukan kepada satu varietas saja. Sehingga jika suatu badan hukum atau perseorangan mengajukan permohonan hak PVT untuk 50 varietas, maka sertifikat yang diterbitkan pun sebanyak 50 buah sertifikat.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
59
Perlindungan Varietas Tanaman (PPVT) tidak hanya sekedar sertifikat dan bukan juga sertifikat yang mudah untuk ditiru. Sertifikat pemegang hak PVT ini dipesan khusus untuk menghindari adanya pemalsuan sertifikat oleh oknum-oknum tertentu. Untuk mengetahui apakah sertifikat PVT ini asli atau palsu, maka dibutuhkan alat untuk memastikan keasliannya. Sertifikat kepemilikan hak PVT dipesan secara khusus oleh PPVT kepada Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI). 68 Pada tahapan-tahapan selanjutnya, PPVT akan mengirimkan blanko untuk memintakan persetujuan benih yang dimohonkan PVT, terkait penyimpanan benih, PPVT yang akan melakukan penyimpanan sample benih ataukah badan hukum atau perseorangan (pemohon). 69 Dengan demikian, tidak adanya bukti berupa sertifikat yang meyakinkan bahwa PT BISI merupakan pemegang hak PVT, hal ini dapat pula dijadikan dasar yang kuat bahwa pertimbangan hakim tersebut adalah salah dan tidak fundamental. Bahwa telah dijelaskan sebelumnya pelepasan dan Perlindungan Varietas Tanaman adalah kedua hal yang berbeda. Berdasarkan teori yang ada bahwa telah dilakukannya pelepasan oleh Menteri Pertanian terhadap jagung hibrida BISI 2 bukan merupakan dasar bagi hakim menyatakan PT BISI pemegang hak PVT. Pelepasan benih oleh Menteri Pertanian mengakibatkan benih tersebut dapat diedarkan. PT BISI bukan pemegang hak PVT atas benih jagung hibrida BISI 2. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kepala Bidang Pelayanan Hukum Departemen Pertanian, Dwi Pudi Astuti, Kamis, 24 Juli 2008, Beliau menyatakan bahwa PT BISI masih belum mendaftarkan atau memohonkan hak PVT-nya terhadap varietas Jagung Hibrida PT BISI, yakni BISI 2 yang disengketakan. 68
Wawancara dengan Ibu Dwi Pudi Astuti, S.H., M.M., Kepala Bidang Pelayanan Hukum, Departemen Pertanian, Ragunan-Jakarta Selatan. Wawancara dilakukan pada hari Kamis, 24 Juli 2008 pada pukul 14.00 WIB. Pada tahun 2006 satu buah sertifikat yang dipesan oleh PPVT kepada PERURI seharga Rp. 150.000,00. Setiap tahunnya, pemegang hak PVT mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1.500.000,00 untuk sertifikasi. 69 Jika badan hukum atau perseorangan memilih untuk melakukan penyimpanan terhadap benih yang dimohonkan, pihak PPVT akan tetap melakukan pengecekan terhadap benih yang disimpan.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
60
Dengan demikian, hal ini pun menjadikan dasar yang kuat bahwa pertimbangan hakim adalah salah. Hakim tidak berdasar menyatakan bahwa PT BISI pemegang hak PVT. Oleh karenanya, hakim tidak menggunakan UU Perlindungan Varietas Tanaman. Menurut penulis, hakim kurang memiliki pengetahuan yang terkait pelepasan benih, sertifikasi maupun PVT. Sebagai seorang hakim seharusnya lebih banyak menggali permasalahan hukum yang dihadapi dan selalu mengaitkan dengan peraturan perundang-undangan maupun peraturan pelaksananya.
C. Kepemilikan Hak PVT Tidak Dengan Bukti Sertifikasi Benih Berdasarkan pembahasan teori yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, sertifikasi benih dapat dilakukan oleh Pemerintah, 70 badan hukum maupun perseorangan. Didalam PP No. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman tidak diatur lebih jelas mengenai sertifikasi maupun tahapan dari sertifikasi. 71 Untuk itu penulis mengacu pada Permentan No. 39 Tahun 2006 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina, sebagai tambahan pelengkap analisis. Dalam amar putusan, hakim menyatakan bahwa, “Terdakwa Budi Purwo Utomo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : turut serta dengan sengaja melakukan sertifikasi tanpa ijin.” Fokus utama dari adanya putusan ini terletak pada, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan sertifikasi tanpa ijin. Untuk memastikan Budi Purwo Utomo telah melakukan sertifikasi, penulis akan menguraikan mengenai sertifikasi kemudian akan menghubungkannya dengan teori dan pembahasan kasus.
70
Balai Pengawasan Sertifikasi Benih (BPSB) Tanaman Pangan dan Hortikultura. BPSB merupakan lembaga pemerintah yang berada di bawah Dinas Pertanian dan terdapat petugas BPSB pada tiap-tiap kabupaten. Dikarenakan adanya otonomi daerah (OTDA),maka nama dari BPSB di masing-masing daerah berbeda-beda. BPSB di Jawa Timur bernama BPSB TPH Propinsi Jawa Timur. 71 Pasal 2 PP No. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman , ”Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
61
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan, pengujian, dan pengawasan 72 serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan. Tahapan-tahapan ini dilakukan untuk memperoleh varietas unggul yang mana jika beredar dimasyarakat, tidak merugikan konsumen. Jika varietas telah melalui tahapan tersebut berhasil, maka dilakukan pelepasan oleh Menteri Pertanian berdasarkan pemohon. 73 BISI 2 (hasil persilangan dari FS 4 dan FS 9) merupakan benih bina, karena BISI 2 telah dilepas sejak tahun 1995 dan telah diedarkan luas pada masyarakat. Dengan telah beredarnya benih jagung hibrida BISI 2, maka dapat dinyatakan bahwa telah dilakukannya sertifikasi terhadap jagung hibrida BISI 2. PT BISI merupakakan suatu perusahaan perbenihan yang sudah terakreditasi sehingga dalam melakukan pengedaran benih, PT BISI dapat melakukan sertifikasi sendiri (sertifikasi mandiri). PT BISI dinyatakan sebagai badan hukum yang telah terakreditasi oleh Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) Benih Tanaman Pangan Hortikultura. 74 Akan tetapi, untuk pelepasan benih harus tetap dilakukan oleh Menteri Pertanian. Pada bab sebelumnya telah dinyatakan sertifikasi dapat melalui : -
Pengawasan pertanaman dan/atau uji laboratorium, yakni oleh BPSB;
-
Sistem Manajemen Mutu; PT BISI dilakukan melalui Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu. Berdasarkan dengan sistem manajeman mutu ini, maka yang disertifikasi PT BISI adalah hanya mutu dari benih tersebut. Mutu yang dimaksud adalah harus sesuai dengan ISO 9001-2000. Walaupun PT BISI melakukan sertifikasi mandiri terkait peredaran benih dimasyarakat, terhadap peredarannya tetap dilakukan
72
Penjelasan lebih lanjut mengenai tahapan sertifikasi dapat dilihat pada Bab 2.2.4 Tentang Prosedur Perolehan Sertifikat Benih. 73 Benih yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian selanjutnya akan disebut dengan benih bina. Benih bina adalah benih dari varietas unggul yang produksi dan peredarannya diawasi. 74 Hasil Wawancara dengan Kepala Seksi Pengawasan Mutu Benih, Ir. Munandar, M.M. Wawancara dilakukan pada tanggal 18 November 2005 pada pukul 13.30 WIB. Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu (LSSM) Benih Tanaman Pangan Hortikultura berkedudukan di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Perbenihan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Lembaga ini adalah lembaga yang independent, tidak berada di bawah Departemen Pertanian.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
62
pengawasan. Pengawasan ini dilakukan oleh LSSM Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, yang melakukan audit setiap 6 bulan sekali. -
Sertifikasi produk atau benih (ditandai dengan “Standar Nasional Indonesia); Untuk sertifikasi produk atau benih, sampai dengan saat ini belum ada badan hukum ataupun perseorangan yang menggunakan tahapan sertifikasi melalui ini. Benih yang beredar di masyarakat, walau tidak mencantumkan “SNI”, masyarakat tetap membeli benih tersebut.
Sertifikasi dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kemurnian dari varietas; memelihara mutu benih; memberikan jaminan kepada pengguna benih; dan memberikan legalitas kepada produsen benih. Sehingga masyarakat akan aman dalam menggunakan benih yang beredar. Sertifikasi Benih BISI 2 melalui Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu tidak menunjukan bahwa PT BISI sebagai pemegang Hak Perlindungan Varietas Tanaman. Telah dijelaskan diatas bahwa pembuktian bahwa PT BISI sebagai pemegang hak PVT adalah dengan Sertifikat PVT, yang hanya diterbitkan oleh Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Tahapan untuk melakukan sertifikasi (pemeriksaan lapangan, uji laboratorium dan perlabelan) memerlukan biaya yang relatif tinggi. 75 Bagi Budi Purwo Utomo, S.H, yang berprofesi sebagai petani di Kediri, untuk melakukan ketiga tahapan tersebut sangat jauh dari kenyataan. Penghasilan Budi sebagai seorang petani sangatlah jauh dalam melakukan proses sertifikasi yang telah disebutkan. Hal ini mungkin bagi Terdakwa untuk dilakukan, jika Terdakwa sebagai petani maupun pemulia, kemudian melakukan kerjasama dengan suatu perusahaan besar (misal PT BISI). Kerjasama ini dilakukan untuk membantu pemulia memenuhi persyaratan-persyaratan yang tertuang didalam peraturan. Seharusnya,
Jaksa
Penuntut
Umum sebelum memutuskan
untuk
menyatakan dakwaan bahwa Budi Purwo Utomo dengan sengaja telah melakukan sertifikasi dalam hal pembenihan jagung melakukan cross check dengan peraturan
75
Pasal 35 ayat (4) PP No. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman, menyatakan bahwa jika badan hukum maupun perseorangan yang hendak melakukan sertifikasi harus memiliki tenaga ahli, sarana maupun prasarana dalam pemeriksaan dan pengujian benih/varietas.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
63
pelaksananya. Dalam pasal 18 PP No. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman, pada tahapan awal varietas sebelum dinyatakan sebagai varietas unggul maka dilakukan uji adaptasi dan uji observasi. Uji adaptasi dan uji observasi varietas dilakukan pada 16 lokasi dan dalam 2 musim. 76 Persyaratan ini sangat sulit terpenuhi oleh seorang Budi Purwo Utomo. Dikarenakan unsur-unsur maupun hal-hal yang terkait dengan dilakukannya sertifikasi yang telah dikemukakan oleh penulis tidak terpenuhi, maka benar adanya terdapat kesalahan penerapan hukum dalam perkara Budi Purwo Utomo.
D. Penangkaran Benih Tidak Termasuk Dalam Sertifikasi Benih Didalam pertimbangan hakim (halaman 34), hakim menyatakan, “Menimbang, bahwa oleh karena itu perbuatan penangkaran benih jagung atau memproduksi jagung hibrida yang dilakukan oleh Terdakwa yang bekerja sama dengan para saksi tersebut merupakan bagian dari kegiatan Sertifikasi.” Merupakan sesuatu kekeliruan menyatakan bahwa suatu penangkaran benih atau produksi jagung yang dilakukan oleh Budi Purwo Utomo merupakan bagian dari kegiatan Sertifikasi. Dinyatakan sertifikasi apabila melakukan kegiatan sebagai berikut : - pemeriksaan terhadap : kebenaran benih sumber atau pohon induk; petanaman dan pertanaman; isolasi tanaman agar tidak terjadi persilangan liar; alat panen dan pengolahan benih; tercampurnya benih. - pengujian laboratorium untuk menguji mutu benih yang meliputi mutu genetis, fisiologis dan fisik. - pengawasan pemasangan label. Kegiatan sertifikasi diatas tidak jauh berbeda dengan Peraturan Menteri pasal 24 No. 39 Tahun 2006 dinyatakan secara jelas, dinyatakan sebagai sertifikasi adalah kegiatan yang meliputi: 77 - Pemeriksaan lapangan;
76
Hal ini diatur lebih lanjut didalam Lampiran Permentan 37/Permentan/OT.140/8/2006. 77 Penjelasan lanjutan dapat dilihat dalam Bab 2.2 Sistem Budidaya Tanaman.
No.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
64
- Pengujian laboratorium; - Perlabelan Sebelum melakukan kegiatan yang telah disebutkan diatas, pemohon (dalam hal ini Terdakwa Budi Purwo Utomo) harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada BPSB TPH Jawa Timur, dengan formulir yang sudah disediakan (bentuk formulir akan dilampirkan). Pengajuan permohonan secara tertulis tidak dilakukan Terdakwa sehingga kegiatan sertifikasi diatas tidak memungkinkan bagi Terdakwa untuk melakukannya. Jika Terdakwa melakukan permohonan, maka seharusnya formulir yang diajukan oleh Terdakwa akan dijadikan sebagai bukti bahwa Terdakwa telah melakukan pengajuan sertifikasi. Dari tahapan awal (pengajuan permohonan) sampai kegiatan sertifikasi diatas, kesemua unsur maupun salah satu unsur kegiatan sertifikasi tidak terpenuhi oleh Terdakwa. Maka hal ini dapat dijadikan dasar yang kuat bahwa pertimbangan hakim salah. Penangkaran benih bukan merupakan kegiatan dari sertifikasi dimana pada akhirnya menerbitkan suatu sertifikat. Berdasarkan penjelasan diatas maka benar adanya baik di dalam pertimbangan maupun dalam putusan hakim, bahwa hakim telah salah di dalam penerapan hukum. Adanya putusan hakim ini menimbulkan pemikiran bahwa hakim tidak menciptakan hukum yang tidak berpihak, netral dan objektif. Terciptanya putusan hakim ini dapat dilihat bahwa terdapat kurangnya pemahaman isi dari undang-undang oleh hakim terhadap kasus Budi Purwo Utomo. Berdasarkan penelitian penulis dan dari data-data yang telah diperoleh, baik isi di dalam pertimbangan hakim (khususnya pada halaman 33) maupun dalam putusan hakim tidak memiliki dasar atau landasan hukum yang kuat. Dengan adanya putusan hakim seperti ini, terlihat adanya penurunan kualitas penegakan hukum. Hal ini sangat terasa justru pada saat rakyat dan pemerintah ingin dan berkehendak untuk menegakan hukum secara konstisten dan konsekuen. Terhadap kasus hukum Budi Purwo Utomo yang telah diputus pengadilan dan telah dipublikasikan, ternyata kualitas dari segi hukum sangat merosot sehingga bukan menyelesaikan perkara tetapi justru menimbulkan perkara baru.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pertimbangan PN Kediri yang menyatakan bahwa hasil persilangan tanaman jagung Bisi-2 oleh PT BISI yang telah mendapatkan Hak Perlindungan Varietas Tanaman sesuai dengan UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman adalah salah. Bisi-2 sebagai hasil persilangan yang dilakukan oleh PT BISI benar telah memperoleh Sertifikasi dalam pelepasan varietas sesuai dengan UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Akan tetapi, Sertifikasi yang dimaksud dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman tidak serta
merta
memperoleh
Hak
Perlindungan
Varietas
Tanaman.
Kepemilikan Hak PVT dibuktikan dengan adanya kepemilikan Sertifikasi PVT yang dikeluarkan oleh Kantor PPVT yang berada dibawah Departemen Pertanian. Pelepasan benih untuk beredar di masyarakat harus dilepas oleh Menteri Pertanian. PT BISI merupakan suatu perusahaan perbenihan yang sudah terakreditasi oleh LSSM. Terakreditasinya PT BISI maka perusahaan perbenihan ini melakukan sertifikasi mandiri. 2. Berdasar pada Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, dalam melakukan sertifikasi benih berdasar pada tuntutan Jaksa, tidak terdapat pelanggaran didalamnya yang dilakukan oleh Budi purwo Utomo. Unsur-unsur yang dimaksud didalam sertifikasi tidak terbukti. Sehingga tidak berdasar tuntutan Jaksa dalam penggunaan UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Begitupun berdasar pada UU No. 29 Tahun 2000 tentang PVT, karena terhadap benih
65 Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
Universitas Indonesia
66
Bisi-2 belum dimintakan Hak PVT oleh PT BISI. Dengan demikian, jelas tidak terdapat pelanggaran didalam kedua peraturan ini.
5.2 Saran 1. Petani sebagai pemulia tanaman sebaiknya melakukan konsultasi dengan BPSB (Badan Pengawas Sertifikasi Benih) ketika dalam persilangan yang dilakukan ternyata menciptakan suatu varietas baru. Dengan dilakukannya konsultasi maka petani sebagai pemulia tanaman dapat dibimbing dan diarahkan untuk mengikuti prosedur yang telah ada. 2. Sebagai Perusahaan Pemulia Tanaman seperti PT BISI yang memiliki kapasitas untuk melakukan prosedur dalam melakukan sertifikasi benih maupun permohonan sebagai pemegang Hak PVT, alangkah baiknya melakukan kerjasama dengan petani. Kerjasama yang dilakukan pun jelas adanya (diatas hitam dan putih) dan tidak sewenang-wenang terhadap petani. 3. Departemen Pertanian sebaiknya lebih merangkul para petani yang berada di daerah untuk semkain giat dalam melakukan pemuliaan. Memberikan penyuluhan di bidang pertanian, memberikan bekal pengetahuan mengenai undang-undang yang ada, sehingga tidak semakin banyak petani tersangkut permasalahan hukum yang sama maupun permasalahan lainnya akibat dari produk hukum yang tidak mereka ketahui. 4. Dengan semakin banyaknya kasus yang dialami petani di Kediri, Jawa Timur sebaiknya Direktorat Jendral HKI pun ikut ambil bagian dalam pemecahan kasus yang terkait PVT. 5. Polisi, Jaksa dan Hakim sebagai aparat penegak hukum sebaiknya membekali pengetahuannya dengan baik sesuai dengan perkara yang dihadapi dan/atau terhadap peristiwa yang terjadi di masyarakat. Melakukan kerjasama dengan PPNS (Pejabat Pegawai Negeri Sipil), misal pada kasus petani di Kediri, Jawa Timur. Sehingga terdapat sinkronisasi hukum didalam praktiknya.
Universitas Indonesia Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
DAFTAR REFERENSI
Buku _____. Buku Panduan Permohonan Perlindungan Varietas Tanaman Bagi Sivitas Akademika IPB. Bogor : Kantor Hak Kekayaan Intelektual Istitut Pertanian Bogor, 2005. _____. Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Tangerang : Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, 2003. Azed, Abdul Bari. Kompilasi Konvensi Internasional HKI Yang Diratifikasi Indonesia. Jakarta : Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2006. Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta : Sinar Grafika, 2005. Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Cet. II. Malang : Bayumedia, 2006. Lindsey, Tim. ed. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung : Alumni, 2005. Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Cet. VII. Yogyakarta : Liberty, 2006. Priapantja, Cita Citrawinda. Haki Tantangan Masa Depan. Badan Penerbit FHUI, 2003. Saidin, OK. Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Cet. IV. Jakarta : Rajawali Pers, 2004. Samekto, Adji. Justice Not For All – Kritik Terhadap Hukum Modern Dalam Perspektif Studi Hukum Kritis. Yogyakarta : Lengge Printika, 2008. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : Grafindo Persada, 2007. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press, 1986. Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Cet. V. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004.
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Grafindo Persada, 2007. Turabian, Kate. L. A Manual For Writers Of Term Papers, Theses, and Dissertations. 6th ed. University of Chicago : The University Of Chicago Press Chicago and London, 1966. Zuraida, Desirre dan Jufrina Rizal. Masyarakat dan Manusia Dalam Pembangunan (Pokok-pokok Pemikiran Selo Sumardjan). Jakarta : PT Pustaka Sinar Harapan, 1993.
Internet ”Gambaran Umum Ekonomi Jagung Di Indonesia.” . 24 November 2008. “International Union For the Protection Of New Varieties Of Plants.” . 2008. ”Kediri
Sebagai Lumbung Jagung Nasional.” . 12 Oktober 2008
“Membership of UNCTAD.” . 2008. “Paten
Benih Seret Petani Jagung Ke Pengadilan.” . 20 September 2008.
“PT BISI Internasional Tbk.” . 12 Oktober 2008. ”PT
BISI Internasional Tbk dan Anak Perusahaan.” . 17 November 2008.
Janrachman. ”Konsepsi Revitalisasi Sistem Perbenihan . 21 September 2008.
Tanaman.”
Kuswanto, Eko. ”Bioimperialisme : Ancaman Terhadap Keragaman Hayati Indonesia.” . 17 Agustus 2008.
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
Kamus Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. III. Ed.1. Jakarta : Balai Pustaka, 1990. Shadily, Hasan dan M. Echols. Kamus Inggris-Indonesia. Cetk. XXIV. Jakarta : PT Gramedia, 1997.
Majalah Harian Anjungroso, Fajar. ” Dari Ruang Sidang Ke Lahan Pertanian.” Sinar Indonesia. (29 Juli 2008) : 44. Syarief, Rarasati. “Presiden Imbau Reformasi Pertanian.” Sinar Indonesia. (20 Juli 2008) : 5.
Makalah Yuhassarie, Emmy. ”Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya.” Makalah disampaikan Kerjasama Antara MA RI dan Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta : 10-11 Februari 2004.
Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Keputusan Menteri Pertanian Tentang Syarat dan Tata Cara Permohonan dan Pemberian Hak Perlindungan Varietas Tanaman. Kepmentan. No. 442/Kpts/HK.310/7/2004. Indonesia. Keputusan Menteri Pertanian Tentang Biaya Pengelolaan Hak Perlindungan Varietas Tanaman. Kepmentan No. 443/Kpts/KU.330/7/2004. Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Perbenihan Tanaman. PP No. 44 Tahun 1995. Indonesia. Peraturan Menteri Pertanian Tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas. Permentan No. 37/Permentan/OT.140/8/2006. Indonesia. Peraturan Menteri Pertanian Tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina. Permentan No. 39/Permentan/OT.140/2006. Indonesia. Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman. UU No. 12 Tahun 1992. LN No. 46 Tahun 1992, TLN No. 3478.
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009
Indonesia. Undang-Undang Perlindungan Varietas Tanaman. UU No. 29 Tahun 2000. LN. No. 241 Tahun 2000, TLN No. 4043.
Tesis Wongkar, Marla Regina. ”Perlindungan Hak Kekyaan Intelektual Bagi Sumber Daya Hayati,” Tesis Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.
Vidio Sardjono, Agus. Undang-Undang Perlindungan Varietas Tanaman. Files Tube Video. 14 Oktober 2008.
Wawancara Ani Purwati. Staff Media Informasi Konphalindo (Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia). Jakarta : Pasar Minggu. 2008. Bapak Purwandono. Direktur Eksekutif Konphalindo (Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia). Jakarta : Pasar Minggu. 2008. Ibu Dwi Pudi Astuti. Kepala Bidang Pelayanan Hukum Departemen Pertanian. Jakarta Selatan : Ragunan. Kamis, 24 Juli 2008. 14.00 WIB. Ibu Heni Rayhani Yusuf. Kasubdit Penilaian Varietas dan Pengawasan Mutu Benih Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Direktorat Perbenihan Pasar Minggu. Jakarta : Pasar Minggu. Senin, 7 Juli 2008. 14.00 WIB. Ir. Munandar., M. M., Kepala Seksi Pengawasan Mutu Benih. Direktorat Perbenihan Pasar Minggu. Jakarta : Pasar Minggu. Selasa, 18 November. 13.30 WIB.
Kesalahan penerapan..., Betsy Yosia Silaban, FHUI, 2009