TUGAS AKHIR STUDI ANALISA PENGIRIMAN NEWS MATERIAL (NEWS FEEDING) MELALUI JARINGAN 3G/UMTS Di PT. TELEVISI TRANSFORMASI INDONESIA (TRANSTV)
Diajukan untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian sarjana Untuk mencapai gelar Sarjana Teknik
Oleh : NURHARIADI WIBOWO NIM : 41405110062
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA Maret 2007
Lembar Pengesahan “STUDI ANALISA PENGIRIMAN NEWS MATERIAL (NEWS FEEDING) MELALUI JARINGAN 3G/UMTS Di PT. TELEVISI TRANSFORMASI INDONESIA (TRANSTV)”
Diajukan untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian sarjana untuk mencapai gelar kesarjanaan disusun oleh : Nama
: Nurhariadi Wibowo
NIM
: 41405110062
Telah diperiksa dan disetujui oleh
Koordinator TA
Pembimbing TA
(Yudhi Gunardi, ST, MT)
(Ir. Said Attamimi, MT)
Mengetahui Ketua Jurusan Teknik Elektro
(Ir. Budi Yanto Husodo, M.Sc)
Surat Pernyataan Dengan ini saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Nurhariadi Wibowo
NIM
: 41405110062
Fakultas
: Teknologi Industri
Program Studi : Teknik Elektro Peminatan
: Teknik Telekomunikasi
Menyatakan :
Bahwa Tugas Akhir ini dibuat dan diselesaikan secara mandiri dan bukan hasil saduran karya orang lain serta hanya menggunakan literatur yang ada. Jika terbukti tidak sesuai dengan yang tersebut di atas, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku.
Jakarta, Maret 2007
(Nurhariadi Wibowo)
ABSTRAK
Perkembangan kecepatan transfer data melalui arsitektur jaringan 3G/UMTS, diharapkan dapat men-support kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan broadcasting, khususnya di bidang pemberitaan televisi. Jaringan 3G/UMTS dapat digunakan sebagai salah satu cara alternatif untuk mengirimkan materi-materi berita dari lokasi berita ke kantor pusat pemberitaan televisi..
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir kami ini dengan judul :
“STUDI ANALISA PENGIRIMAN NEWS MATERIAL (NEWS FEEDING) MELALUI JARINGAN 3G/UMTS Di PT. TELEVISI TRANSFORMASI INDONESIA (TRANSTV) “
Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan akademik untuk menyelesaikan kuliah
Program Sarjana di Universitas Mercubuana, Program
Studi Teknik Elektro, Peminatan Jurusan Teknik Telekomunikasi. Kami menyadari bahwa buku ini jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat membangun senantiasa kami nantikan. Harapan kami semoga apa yang telah kami tuangkan dalam buku ini dapat bermanfaat bagi kami dan rekanrekan mahasiswa khususnya dan seluruh pembaca umumnya.
Jakarta, Maret 2007
Penyusun
v
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, kami banyak menerima bantuan baik materiil maupun spirituil dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati kami menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesarbasarnya kepada : 1. Allah SWT atas segala karunia-Nya telah memberikan kekuatan dan kemampuan pada kami untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Kedua orang tuaku yang telah memberikan dorongan baik material maupun spiritual yang tidak akan putus-putusnya kepadaku. Semoga kelulusanku ini menjadi buah baktiku kepada keduanya. 3. Istriku yang tercinta dan buah hatiku tersayang terima kasih atas segala nasehat, dukungan, cinta, doa dan pengertiannya selama pengerjaan Tugas Akhir ini. Semoga kelulusanku ini menjadi hadiah yang paling indah sebagai tanda kasihku kepada keduanya. 4. Bapak Dr. Ir. H. Suharyadi, MS selaku Rektor Universitas Mercubuana. 5. Bapak Ir. Yenon Orsa, MT selaku Direktur PKSM Universitas Mercubuana. 6. Bapak Ir. Yuriadi Kusuma, M.Eng, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercubuana 7. Bapak Dr. Budiyanto Husodo, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Teknik Elektro, Universitas Mercubuana 8. Bapak Ir. Yudhi Gunardi, MT, selaku Koordinator Tugas Akhir Program Studi Teknik Elektro, Universitas Mercubuana. 9. Bapak Ir. Said Attamimi, MT selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan pengetahuannya kepada kami serta memberikan dorongan semangat kepada kami agar kami dapat menyelesaikan proyek akhir ini tepat pada waktunya. 10. Seluruh Dosen Universitas Mercubuana khususnya Bpk. Ir Bambang Hutomo, Bc TT, orang tua kami, yang telah banyak memberikan
vi
ilmunya, bimbingannya dan dorongan semangat kepada kami. Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan anda sekalian. 11. Rekan-rekan mahasiswa Program Kuliah Sabtu-Minggu (PKSM) angkatan ke-7 Program Studi Teknik Elektro dan semua rekan-rekan mahasiswa Universitas Mercubuana terima kasih atas semua bantuan dan dukungan, baik yang bersifat material maupun spiritual. 12. Rekan-rekan dan semua atasanku di Departemen Transmisi TransTV, khususnya sahabat terbaikku Angga Lingga Hermawan terima kasih atas semua bantuan dan dukungan, baik yang bersifat material maupun spiritual serta pengertiannya selama pengerjaan Tugas Akhir ini. 13. Mas Aun Abdul Wadud terima kasih telah banyak membantu kami dalam memberikan pengetahuannya, konsultasi 3G-nya, pinjaman printernya, dorongan moril dan mengusahakan untuk mengadakan Trial 3G bersama PT Excelcomindo Pratama. Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan Anda 14. Seluruh karyawan PT. Excelcomindo Pratama, khususnya Bpk Erikson dan teman-teman bagian Product Sales Engineering dan Bussiness Solution yang telah membantu dalam mengadakan Trial 3G ini. Terima kasih atas segala fasilitas, kesempatan trial 3G dan kerjasamanya. Semoga kerjasama ini dapat berlanjut diantara kedua pihak di masa mendatang 15. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuannya sampai terselesaikannya Tugas Akhir ini Jakarta, Maret 2007
Penyusun
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
........................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................
ii
SURAT PERNYATAAN …... ........................................................... iii ABSTRAK ........................................................................................ iv KATA PENGANTAR ........................................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................. vi DAFTAR ISI ...................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xi DAFTAR TABEL .............................................................................. xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...............................................................................................
1
1.2. Tujuan Penelitian ..............................................................................................
2
1.3. Gambaran Umum Sistem .................................................................................
3
1.4. Batasan Masalah ............................................................................................
3
1.5. Metodologi Pembahasan ................................................................................
4
1.6. Sistimatika Pembahasan
4
BAB II
................................................................................
TEORI PENUNJANG
2.1. Sinyal Video Dalam Dunia Broadcasting .........................................................
6
2.1.1. Karakteristik Sinyal Video ...................................................................
7
2.1.2. Component dan Composite................................................................... 10
viii
2.2. Digital Broadcasting
................................................................................... 12
2.2.1. Sinyal PCM (Pulse Code Modulation) ................................................ 13 2.2.2. Proses Konversi Sinyal Analog ke Digital ........................................... 15 2.2.3. Dasar – Dasar Kompresi Sinyal Video ................................................. 18 2.2.4. Video MPEG .... .................................................................................. 23 2.2.5. Beberapa Standar Teknologi Kompresi Video ..................................... 28 2.3. Perkembangan Teknologi Selluler .................................................................... 31 2.3.1. Sistem Selluler Generasi Pertama ....................................................... 31 2.3.2. Sistem Selluler Generasi Kedua ......................................................... 31 2.3.3. Sistem Selluler Generasi Ketiga ......................................................... 32
BAB III
IMPLEMENTASI SISTEM
3.1. Proses Pengolahan Materi Berita ........ ............................................................ 34 3.1.1. Recording ........................ ................................................................... 35 3.1.2. Capturing ................ ............................................................................ 37 3.1.3. Exporting Video dari Adobe Premier 6.x ............................................. 41 3.2. Sistem Transfer Materi Berita melalui Jaringan 3G/UMTS ............................ 46 3.2.1. Proses Transfer Materi Berita dari Handset ke FTP Server.................. 47 3.2.2 Proses Koneksi ke Remote FTP Server .............................................. 50 3.2.3 Proses Transfer File ............. ............................................................... 51 3.3. Proses Transfer Materi Berita melalui SNG .................................................... 54 3.3.1. Sistem Satellite News Gathering (SNG)............................................... 55 3.3.2. Instalasi SNG .... .................................................................................. 57 3.3.3. Proses Broadcast Materi Berita ............................................................ 60 3.3.4. Proses Feeding Materi Berita................................................................ 61
ix
BAB IV
PENGUKURAN DAN ANALISA
4.1. Tujuan Pengukuran ......................................................................................... 62 4.2. Peralatan yang Digunakan .............................................................................. 62 4.3. Hasil Pengukuran dan Analisa .......................................................................... 63 4.3.1. Proses Pengukuran Kualitas Sinyal Video (PSNR).............................. 63 4.3.2. Hasil Pengukuran dan Analisa Kualitas Sinyal Video ......................... 64 4.3.3. Hasil Pengukuran dan Analisa Waktu Transfer File Video.................. 68 4.4. Perbandingan Performansi Transfer Video melalui 3G/UMTS dan SNG ........ 74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 76 5.2. Saran ...................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR WEBSITE LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 2.1. Garis-garis scanning field ganjil dan field genap.........................
8
2. Gambar 2.2. Sinyal Composite Video ……………………. ........................... 12 3. Gambar 2.3 Sinyal PCM ……… ................................................................... 14 4. Gambar 2.4. Proses Konversi Sinyal Analog ke Digital ……… ..................... 15 5. Gambar 2.5. Level-Level Kuantisasi …………………. ................................. 17 6. Gambar 2.6. Pixel-pixel yang membentuk sebuah frame gambar .................. 24 7. Gambar 2.7. Sample Block berupa matrix pixel 8 x 8 ...................................... 24 8. Gambar 2.8. Kerangka 3 Dimensi Format 4:4:4 ............................................... 26 9. Gambar 2.9. Kerangka 3 dimensi format 4:2:2 dan format 4:1:1 ..................... 27 10. Gambar 2.10. Evolusi Sistem Seluler Generasi Ketiga..................................... 33 11. Gambar 3.1. Beberapa Contoh Professional Camcorder ………….. .............. 35 12. Gambar 3.2. Kaset MiniDV ………………... ................................................. 36 13. Gambar 3.3. Perbandingan Kaset MiniDV dan DVCPRO ............................... 37 14. Gambar 3.4 Kabel firewire dan port DV Out pada sebuah camcorder ............ 38 15. Gambar 3.5 Kotak Dialog DV Device Control Options .................................. 39 16. Gambar 3.6 Window Movie Capture
.......................................................... 40
17. Gambar 3.7. Proses Pengambilan Sebuah Clip................................................. 41 18. Gambar 3.8. Proses Konversi dari .AVI ke Format Window Media ................ 42 19. Gambar 3.9. Proses Konversi dari .AVI ke Format Real Media....................... 43 20. Gambar 3.10. Window Adobe MPEG Export Settings .................................... 45 21. Gambar 3.11. Window Advanced MPEG Settings........................................... 45 22. Gambar 3.12. Proses Transfer Materi Barita Melalui Jaringan 3G/UMTS ...... 46 23. Gambar 3.13. Proses Transfer Materi Melalui Handset ke FTP Server............ 47 24. Gambar 3.14. Setting Handset 3G sebagai modem pada PC/laptop ................. 49 25. Gambar 3.15. PCMCIA Card 3G yang terpasang pada sebuah laptop ............. 49 26. Gambar 3.16. Windows FTP Server ………….. ............................................. 51 27. Gambar 3.17. Proses transfer data ketika upload file melalui FTP Server ....... 53
xi
28. Gambar 3.18. Skema Diagram Satellite News Ghatering System .................... 54 29. Gambar 3.19. Blok Diagram SNG ……………. ............................................. 55 30. Gambar 3.20. Monitoring Kualitas Sinyal RF dari Satelit................................ 56 31. Gambar 3.21. Perangkat Downlink dalam News Feeding ................................ 57 32. Gambar 3.22. Instalasi Parabola pada SNG truck............................................. 58 33. Gambar 3.23. HPA dalam keadaan ON. Tombol Transmit diaktifkan (lingkaran merah) ………………………………………… ............................................. 59 34. Gambar 3.24. Carrier Uplink SNG yang termonitor pada spectrum analyzer .. 60 35. Gambar 4.1. Software YUV Tool System untuk menghitung PSNR ............... 63 36. Gambar 4.2. Window PSNR Calculation dan contoh hasil perhitungan PSNR …………………………………………………. ................................. 64 37. Gambar 4.3. Waktu transfer file (dilingkari) dalam proses upload file …. ..... 71 38. Gambar 4.4. Aliran data IP Packet Flow dari transfer materi berita secara ideal ……………………………………………………………… ..... 73
xii
DAFTAR TABEL 1. Tabel 2.1. Nilai-nilai kuantisasi untuk sinyak diskrit x(n) dan error kuantisasinya .......................................... ................................................ 17 2. Tabel 3.1. Beberapa Contoh Format MPEG ………………. ........................... 44 3. Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Kualitas Sinyal Video Format Windows Media …………………………… .................................................................. 65 4. Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Kualitas Sinyal Video Format Real Media......... 65 5. Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Kualitas Sinyal Video Format MPEG-2 Low Bit Rate …………………………………………… ............................... 66 6. Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Kualitas Sinyal Video Tanpa Kompresi ............. 66 7. Tabel 4.5. Hasil Pengukuran Kualitas Sinyal Video MPEG-2 SNG ................ 67 8. Tabel 4.6. Hasil Pengukuran Waktu Transfer Video Format Windows Media 68 9. Tabel 4.7. Hasil Pengukuran Waktu Transfer Video Format Real Media ........ 69 10. Tabel 4.8. Hasil Pengukuran Waktu Transfer Video Format MPEG-2 Low Bit Rate ……………………… ............................................................... 69 11. Tabel 4.9. Perbandingan Performansi Sistem dengan Beberapa Parameter Terukur ……………………………………………………………. .............. 74 12. Tabel 4.10. Perbandingan Performansi Sistem dari Beberapa Parameter Kualitatif …………………………………… ................................................. 75
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pengiriman materi-materi berita dari daerah/sites ke kantor pusat selama ini dilakukan dengan beberapa teknik. Untuk berita-berita yang tidak real time dapat dilakukan dengan cara antara lain : korespondensi materi melalui jalur packet messenger, artinya wartawan / koresponden daerah mengirim materi kaset rekaman liputan melalui jalur distribusi logistik di bandara. Yang kedua dilakukan melalui teknik Satelit News Gathering (SNG) yaitu dengan menyewa alokasi frekuensi (broadband) pada transponder satelit untuk mengirimkan materi-materi berita, baik materi yang non real time maupun materi yang real time (news live) melalui Stasiun Bumi Bergerak di lokasi berita/site. Cara kedua ini lebih terjamin dari segi quality, kecepatan akses berita, dan reliability dan selama ini dimplementasikan oleh PT. Televisi Transformasi Indonesia (TransTV). Untuk alasan-alasan tertentu, pemakaian Satelit News Gathering (SNG) sering dibatasi untuk event-event yang dianggap mempunyai news value yang tinggi karena tingginya biaya penyewaan transponder satelit sehingga cara pertama sering digunakan dalam pengiriman materi-materi berita yang non real time meskipun kurang efisien, terutama dalam kecepatan akses berita. Di sisi lain dengan perkembangan kecepatan transfer data melalui arsitektur jaringan 3G/UMTS, diharapkan dapat men-support kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan broadcasting/media, khususnya di bidang pemberitaan televisi. Arsitektur jaringan 3G/UMTS nantinya dapat digunakan sebagai salah satu alternatif media transmisi materi-materi berita televisi dari lokasi (sites) ke kantor pusat (ruang editing/control room).
Hal 1
Dengan sistem baru ini diharapkan pengiriman news material bisa lebih optimal dalam hal quality, speed, reliability, dan biaya yang dikeluarkan. Sebagai pembanding dalam studi analisa ini adalah pengiriman news material melalui media transmisi satelit (Satelit News Gathering) yang selama ini telah diimplementasikan oleh PT. Televisi Transformasi Indonesia (TransTV). Penelitian ini akan difokuskan pada masalah pengiriman news material (News Feeding) yang non real time. Dengan penyesuaian tertentu dan perkembangan teknologi
3G
di
Indonesia
yang
akan
mengimplementasikan
teknologi
HSUPA/HSDPA (High Speed Uplink Packet Acces/High Speed Downlink Packet Access) di masa mendatang, metode yang digunakan diharapkan dapat juga dimanfaatkan untuk sistem pengiriman news material secara real time (live) dari sites ke kantor pusat (ruang editing/control room) TransTV dan akses intenet broadband bagi koresponden-koresponden daerah sehingga dapat meningkatkan produktifitas dalam hal pemberitaan televisi. Penelitian yang dilakukan ini adalah salah satu tahap awal yang sangat penting di dalam proses pengiriman news material, baik secara non real time maupun secara real time (live). Bidang penelitian juga berkaitan dengan pemilihan penggunaan teknik kompresi video yang paling mendekati level news quality dengan ukuran file seminimal mungkin untuk keperluan efisiensi transmisi data melalui jaringan seluler 3G/UMTS serta pemilihan penggunaan arsitektur sistem yang paling efektif yang berkaitan dengan hal ini.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem transfer materi berita (news feeding) melalui jaringan 3G/UMTS dapat bekerja sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan dalam proses pemberitaan televisi dalam hal kualitas sinyal video, kecepatan dan waktu transfer materi berita serta efektifitas dan kehandalan dalam penerapannya.
Hal 2
Disamping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan perbandingan performansi antara sistem transfer materi berita melalui jaringan 3G/UMTS dan sistem transfer materi berita yang selama ini telah diimplementasikan oleh PT Televisi Transformasi Indonesia (TransTV) yaitu sistem SNG (Satellite News Ghatering).
1.3 Gambaran Umum Sistem Pengiriman news material (News Feeding) dapat dirumuskan sebagai berikut: dengan masukan berupa news material dari kamera broadcast kemudian diubah ke dalam bentuk file melalui proses capturing. Setelah melalui proses preediting, hasil capturing diubah dalam bentuk file kompresi di lokasi (sites) untuk kemudian ditransmisikan melalui jaringan 3G/UMTS. Di sisi penerima, file kompresi diubah kembali menjadi file hasil capturing seperti semula untuk kemudian diedit kembali dan diolah oleh TV News Control Room menjadi sebuah program siaran/berita TV.
1.4 Batasan Masalah Pada sistem pengiriman news material (News Feeding)
ini diberikan
pembatasan masalah sebagai berikut: •
Metode
pengiriman
news
material
(News
Feeding)
yang
dilakukan
menggunakan jaringan 3G/UMTS sebagai media transfer datanya dan menggunakan pola pengiriman dari Handset 3G ke FTP Server. •
Audio Video yang dikirimkan berupa file kompresi dan transmisi data dilakukan non real time (non live)
•
Kualitas Video yang dihasilkan melalui teknik kompresi mengacu kepada news quality bukan pada broadcast quality.
•
Pengujian dilakukan pada bulan Oktober 2006 yang dilakukan sebagai bentuk kerjasama penulis dengan PT. Excelcomindo Pratama.
Hal 3
1.5 METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari langkah-langkah berikut: •
Melakukan studi kepustakaan terhadap berbagai referensi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Topik-topik yang akan dikaji antara lain meliputi: teknik transfer materi dari kamera broadcast ke PC/notebook (audio video capturing), pemilihan teknik kompresi yang tepat, dan pengolahan materi (video editing).
•
Merancang arsitektur sistem pengiriman news material (news feeding)
•
Menyiapkan FTP server dengan IP public static untuk mendukung unjuk kerja dari sistem
•
Melakukan pengujian unjuk kerja sistem dari beberapa teknik kompresi yang telah ditentukan. Unjuk kerja pada sistem pengiriman news material diukur melalui parameter kualitas sinyal video, kecepatan dan waktu transfer materi berita serta efektifitas dan kehandalan dalam penerapannya.
•
Melakukan analisa dari unjuk kerja sistem dengan memberikan perbandingan hasil unjuk kerja dengan sistem pengiriman news material melalui teknik Satellite News Ghatering (SNG).
1.6 SISTEMATIKA PEMBAHASAN Sistematika pembahasan Tugas Akhir dengan judul : “STUDI ANALISA PENGIRIMAN NEWS MATERIAL (NEWS FEEDING) MELALUI JARINGAN 3G/UMTS Di PT. TELEVISI TRANSFORMASI INDONESIA (TRANSTV) “
adalah sebagai berikut :
Hal 4
− BAB I
: PENDAHULUAN
Akan diuraikan tentang latar belakang, tujuan, batasan masalah, serta sistematika pembahasan masalah yang digunakan. − BAB II : TEORI PENUNJANG Berisi teori - teori yang berkaitan dengan proses pembuatan Tugas Akhir ini, diantaranya adalah pembahasan tentang dasar-dasar dalam dunia broadcasting meliputi : sinyal video beserta karakteristiknya, pengolahan sinyal video, kelebihan sistem video digital broadcasting dibandingkan dengan sistem analog, dan proses konversi sinyal video analog ke sinyal digital. Selain itu dalam bab ini juga akan diuraikan mengenai teori dasar kompresi sinyal video, pembentukan kompresi MPEG dan serta beberapa teknologi kompresi video yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian/analisa mengenai pengiriman news material dengan beberapa teknik kompresi video tersebut melalui jaringan seluler 3G/UMTS. − BAB III : PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI Membahas mengenai perencanaan sistem pengiriman news material secara non real time dari berberapa teknologi kompresi sinyal video dengan menggunakan jaringan seluler 3G/UMTS sebagai media transfer datanya dan menggunakan pola pengiriman dari Handset 3G ke FTP Server. − BAB IV : PENGUJIAN DAN ANALISA Melakukan analisa dari unjuk kerja sistem pengiriman news material melalui jaringan 3G/UMTS dengan memberikan perbandingan hasil unjuk kerja sistem pengiriman news material melalui teknik Satellite News Ghatering (SNG). − BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan-pembahasan yang ada serta saran–saran untuk pengembangan dan penyempurnaan sistem selanjutnya.
Hal 5
BAB II TEORI PENUNJANG Pada bab ini akan diuraikan mengenai dasar-dasar dalam dunia broadcasting meliputi : sinyal video beserta karakteristiknya, pengolahan sinyal video, kelebihan sistem video digital broadcasting dibandingkan dengan sistem analog, dan proses konversi sinyal video analog ke sinyal digital. Selain itu dalam bab ini juga akan diuraikan mengenai teori dasar kompresi sinyal video, pembentukan kompresi MPEG serta beberapa teknologi kompresi video yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian dan analisa mengenai pengiriman news material dengan beberapa teknik kompresi video tersebut melalui jaringan seluler 3G/UMTS. Sedangkan pembahasan terakhir di dalam bab ini akan diuraikan mengenai perkembangan sistem seluler sampai adanya teknologi seluler generasi ketiga (3G).
2.1 Sinyal Video dalam Dunia Broadcasting1. Video adalah teknologi yang mencakup kegiatan-kegiatan yang memanipulasi obyek-obyek gambar bergerak diantaranya : Capturing, Recording, Processing, Transmitting, dan Reconstructing . Dalam teknologi video biasanya digunakan film celluloid , sinyal-sinyal elektronika analog dan juga media digital. Teknologi video biasanya mengacu pada beberapa format penyimpanan untuk gambar-gambar bergerak, diantaranya format data video digital misalnya format DVD, QuickTime dan MPEG-4, dan format video tape analog seperti VHS dan Betamax. Sinyal video dapat disimpan dan ditransmisikan dalam berbagai macam media fisik dan berbagai teknik transmisi baik analog maupun digital. Kualitas video ditentukan oleh metode capturing dan format penyimpanan yang digunakan. Digital Television (DTV) adalah teknologi video yang relatif baru dengan kualitas yang jauh lebih tinggi dari teknologi televisi yang konvensional dan 1.
http://en.wikipedia.org/wiki/video
Hal 6
sekarang ini telah menjadi standar bagi dunia televisi broadcast. Bahkan baru-baru ini telah dirilis 3D-video, sebuah teknologi video tiga dimensi diperkenalkan pada akhir abad ke-20, dimana 6 sampai dengan 8 kamera digunakan dengan tingkat kedalaman gambar yang tinggi menghasilkan gambar yang benar-benar real (hidup) untuk menangkap sebuah obyek tiga dimensi. Format 3D-Video terdapat dalam MPEG-4 part 16 Animation Framework eXtension (AFX).
2.1.1 Karakteristik Sinyal Video
Frame Rate Frame rate adalah banyaknya gambar diam (still picture) per satuan waktu video, biasanya dalam satuan fps (frame per sekon). Untuk kamera mekanik yang konvensional frame rate-nya adalah 6-8 fps sedangkan untuk kamera digital profesional terbaru mempunyai frame rate lebih dari 120 fps. Standar televisi analog PAL dan SECAM mempunyai frame rate 25 fps sedangkan NTSC menggunakan frame rate 29.97 fps. Film biasanya menggunakan frame rate 24 fps. Untuk menghasilkan sebuah ilusi dari sebuah gambar yang bergerak minimum frame rate yang dibutuhkan adalah 10 fps.
Interlacing Interlacing atau teknik berjalin adalah sebuah teknik yang digunakan untuk menghasilkan kualitas visual yang bagus dalam keterbatasan bandwidth yang sempit dan juga untuk mengatasi gangguan flicker (gambar berkedip-kedip). Satu frame video pada dasarnya terdiri dari garis-garis scanning. Garis-garis scanning horisontal dari tiap-tiap interlaced frame terbagi dalam 2 field yaitu : field ganjil yang digunakan untuk scanning garis-garis scanning ganjil dan field genap yang digunakan untuk scanning garis-garis scanning ganjil. Sistem PAL, SECAM dan NTSC juga menggunakan format interlacing. Sistem PAL menggunakan format video 576i/50 artinya sistem ini mempunyai 576 garis scanning intelacing dalam 50 field per sekon (25 fps)
Hal 7
Field Genap
Field Ganjil
Gambar 2.1. Garis-garis scanning field ganjil dan field genap
Resolusi Video Ukuran dari sebuah gambar video dihitung dalam satuan pixel untuk video digital atau dari banyaknya garis-garis scanning horisontal untuk video analog. Dalam Standard-Definition
Television
720/704/640×480i60
untuk
(SDTV),
sistem
NTSC
digunakan
resolusi
gambar
resolusi
gambar
sedangkan
768/720×576i50 digunakan untuk sistem PAL dan SECAM. Sedangkan HighDefinition Televisions (HDTV) mempunyai kemampuan resolusi gambar sampai 1920×1080p60 artinya 1920 pixel di-scanning dalam garis-garis scan 1080, bersifat progressive pada 60 frames per second. Untuk 3D-Video, resolusi gambar dihitung dalam satuan voxel (volume pixel element) sebagai bentuk tiga dimensi dari pixel, misalnya resolusi voxel 512×512×512 sekarang digunakan dalam 3Dvideo yang paling sederhana yang dapat dilihat pada layar PDA.
Aspect Ratio Aspect ratio adalah sebuah perbandingan yang menggambarkan dimensi-dimensi layar video dan elemen-elemen gambar video. Secara traditional, aspect ratio untuk layar televisi adalah 4:3 atau 1.33:1. Sedangkan High Definition Televisions (HDTV) menggunakan aspect ratio 16:9 atau 1.78:1 (video layar lebar).
Hal 8
Colour space dan bit per pixel Colour model name menggambarkan representasi warna dari video. YIQ digunakan dalam sistem televisi NTSC. Ini berhubungan erat dengan skema warna YUV dalam sistem televisi PAL dan skema YDbDr dalam sistem SECAM. Jumlah perbedaan warna yang dapat diwakili oleh sebuah pixel tergantung dari jumlah bit per pixel (bpp). Secara umum untuk mengurangi bit per pixel dalam video digital digunakan cara chroma subsampling misalnya : format 4:4:4, 4:2:2, dan 4:2:0. Kualitas Video2.
Kualitas video dapat dihitung dengan dua cara yaitu dengan satuan seperti PSNR atau dengan cara subjective video quality melalui penelitian para ahli. PSNR atau peak signal-to-noise ratio adalah perbandingan antara power sinyal maksimum dan power noise yang menyebabkan fidelity dari representasinya. Satuannya adalah Desibel (dB). PSNR secara umum digunakan untuk menghitung kualitas rekonstruksi dalam kompresi gambar. Secara sederhana didefinisikan melalui Mean Squared Error (MSE) dimana untuk dua m×n gambar-gambar monochrome I and K, salah satunya adalah dianggap sebagai noisy approximation dari gambar yang lain dan didefinisikan sebagai:
Sedangkan PSNR didefinisikan sebagai :
Dimana MAXI adalah nilai maksimum pixel dari sebuah gambar. Untuk pixel-pixel yang diwakili oleh 8 bit per sample nilainya adalah 255. Secara umum ketika sampling dengan menggunakan PCM linear dengan B bit per sample nilai MAXI 2.
http://en.wikipedia.org/wiki/video signal quality
Hal 9
adalah 2B-1. Untuk gambar-gambar berwarna dengan 3 nilai RGB per pixel, definisi PSNR adalah sama sedangkan MSE-nya dibagi 3. Biasanya nilai-nilai untuk PSNR dalam kompresi gambar adalah 30 sampai dengan 40 dB.
Bit rate Istilah bit rate hanya dikenal dalam video digital. Bit rate adalah kecepatan transformasi isi informasi di dalam sinyal video digital, satuannya bit per sekon (bit/s). Bit rate yang tinggi biasanya kualitas video-nya lebih baik. Sebagai contoh VideoCD mempunyai bit rate sekitar 1 Mbit/s mempunyai kualitas lebih rendah daripada DVD dengan bit rate sebesar 5 Mbit/s. Sedangkan HDTV mempunyai kualitas yang lebih tinggi dari keduanya dengan bit rate sekitar 20 Mbit/s.
2.1.2 Component dan Composite Analog Component Video Sinyal-sinyal video analog yang mengandung informasi tentang warna terbentuk dari komponen warna Red, Green dan Blue (RGB). Bentuk sederhana dari RGB terdiri dari sinyal-sinyal diskrit Red, Green dan Blue yang dikirimkan melalui 3 kabel koaksial. Beberapa tipe component video tidak menggunakan tipe RGB melainkan dalam bentuk component luminance dan chrominance. Luminance mengandung
informasi tingkat brightness dari sebuah gambar sedangkan
chrominance mengandung informasi warna. Dalam sistem televisi PAL digunakan format kode warna YUV sedangkan dalam NTSC menggunakan format YIQ. Pada dasarnya kedua format ini adalah sama. Secara matematis konversi dari RGB ke YUV 3. adalah : Y = 0.3 R + 0.59 G + 0.11 B U = m(B-Y) V = m(R-Y)
3
Richards Brice, Newnes Guide to Digital Television, 1st Edition, USA, 2000, hal 28
Hal 10
Digital Component Video Digital component video seperti halnya analog component video terdiri dari 3 sinyal informasi yang berbeda yaitu : luminance (Y), dan dua informasi chrominance yaitu Cb dan Cr. Konversi dari RGB ke YCrCb juga sama halnya pada analog component video yaitu : Y = 0.3 R + 0.59 G + 0.11 B Cr = m(B-Y) Cb = m(R-Y) Digital component video biasanya mengacu pada perbandingan 4:2:2. Ini berarti perbandingan pixel antara informasi luminance (Y), Cb (blue-luminance signal) dan Cr (red-luminance signal) adalah 4:2:2. Susunan ini biasanya digunakan pada format DVD. Angka-angka perbandingan itu biasanya juga mewakili jumlah bit relatif (tetapi bukan jumlah sesungguhnya) yang digunakan untuk membawa 3 sinyal informasi pada tiap pixel. Susunan lainnya adalah format 4:1:1 yang biasanya digunakan pada versi (digital) dari format DV/miniDV dalam camcorder untuk sistem televisi NTSC. Sedangkan sistem PAL dan SECAM menggunakan format 4:2:0. Sistem ini merupakan kelebihan dari sistem warna PAL dimana untuk tiap 4 pixel luminance, 2 pixel informasi warna yaitu Cb dan Cr dikodekan secara bergantian. Hal ini dapat menghemat bandwidth transmisi dengan hasil yang efisien bila dibandingan dengan sistem NTSC.
Composite Video Composite video adalah format dari sebuah sinyal televisi analog (sinyal gambar saja) sebelum dikombinasikan dengan sinyal suara dan dimodulasi dalam sinyal RF carrier. Composite video biasanya juga digunakan dalam sistem televisi PAL, NTSC dan SECAM, dimana sinyal ini adalah perpaduan dari 3 sinyal component video Y,U, dan V dengan pulsa-pulsa sinkronisasi.
Hal 11
Gambar 2.2. Sinyal composite video
2.2 Digital Broadcasting Dewasa ini dalam dunia pertelevisian proses digitalisasi sinyal-sinyal analog digunakan untuk transmisi dan distribusi informasi. Ini sudah menjadi suatu keharusan karena sinyal informasi yang masih berupa sinyal analog sangat rentan terhadap kerusakan dan gangguan di jalur transmisinya. Secara garis besar dalam sistem digitalisasi pertelevisian prosesnya adalah sebagai berikut: Pertama, gambar yang ditangkap oleh sistem optik di kamera diubah menjadi sinyal-sinyal listrik yang bersifat analog. Setelah diubah ke dalam bentuk digital kemudian dikirimkan ke perangkat-perangkat lainnya untuk proses selanjutnya (pre-editing,production,post-production). Proses selanjutnya adalah sinyal-sinyal tersebut ditransmisikan dalam bentuk data digital ke satelit broadcast. Oleh sistem antenna terrestrial sinyal-sinyal digital tersebut dipancarkan ke penerima televisi dalam bentuk sinyal-sinyal analog VHF atau UHF. Proses digitalisasi dilakukan agar gambar yang dihasilkan mendekati identik antara gambar yang ditangkap oleh kamera dengan yang ditampilkan pada layar televisi. Dalam proses digitalisasi ini dapat kita nyatakan bahwa input dan output sinyal dari sistem televisi pada kamera dan pada penerimanya tetap dianggap sinyal analog.
Hal 12
Beberapa pertimbangan teknis mengapa digitalisasi menjadi pilihan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Sinyal analog sangat rentan terhadap degradasi akibat adanya crosstalk, distorsi linear dan non linear dan sebagainya yang kesemuanya terakumulasi dan memperburuk kualitas sinyal video dan hal itu sangat sulit untuk diperbaiki. Sementara sinyal digital terdiri dari rentetan pulsa-pulsa digital bertegangan tetap sehingga lebih tahan terhadap media transmisi maupun rangkaian internalnya. 2. Penerapan kode Forward Error Correction (FEC) akan menjamin keutuhan sinyal sampai di sisi penerima. Penyimpanan, penundaan dan manipulasi sinyal lebih mudah dilakukan daripada sistem analog. 3. Beberapa stream digital dapat disisipkan dengan teknik multiplex sehingga dapat menghemat bandwidth transmisi, menghemat penyimpanan dan memudahkan pemrosesan sinyal-sinyal tambahan yang berhubungan dengan sinyal video tersebut. 4. Penggabungan sistem komputerisasi ke dalam sistem digitalisasi televisi menjadi nilai tambah bagi kemudahan pemrosesan dan manipulasi sinyalsinyal video digital. 5. Bandwidth dapat dipersempit dengan cara kompresi dan pengurangan elemenelemen gambar yang berulang dan terprediksi.
2.2.1. Sinyal PCM (Pulse Code Modulation) Pulse Code Modulation (PCM) adalah representasi digital dari sebuah sinyal analog dimana magnitudo sinyal dicuplik secara teratur pada interval-interval yang seragam, kemudian dikuantisasi ke dalam kumpulan kode-kode dalam bentuk digital (biasanya berbentuk kode biner). Sebuah sinyal PCM diperlihatkan pada gambar 2.3. Untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital, sinyal analog tersebut terlebih dahulu harus mengalami proses pencuplikan (sampling) dan kuantisasi.
Hal 13
Semakin baik proses sampling dan kuantisasi maka semakin baik pula kualitas sinyal digital yang dihasilkan.
Gambar 2.3. Sinyal PCM Kualitas sampling ditentukan oleh seberapa sering suatu perangkat (misalnya konverter analog ke digital ) mencuplik sinyal analog. Nilai sampling ini seringkali ditetapkan dengan frekuensi sampling seperti 48 KHz untuk sinyal audio dan 13.5 MHz untuk sinyal video. Nilai ini biasanya dua kali lebih besar dari frekuensi tertinggi sinyal aslinya (sesuai dengan syarat sampling Nyquist). Penggunaan frekuensi sampling untuk video component sebesar 13.5 MHz telah ditetapkan oleh ITU-R BT.601 sebagai standar, sementara frekuensi sampling untuk audio sebesar 44.1 KHz dan 48 KHz telah distandarisasi oleh AES/EBU. 4. Kualitas kuantisasi ditentukan oleh seberapa banyak bit yang digunakan untuk encoding. Untuk gambar televisi biasanya digunakan 8 atau 10 bit per sample. Untuk suara digunakan 16, 20 dan 24 bit per sample. Semakin banyak jumlah bit per sample yang digunakan maka semakin baik resolusi sinyal yang dihasilkan. Kesalahan kuantisasi terjadi karena jumlah bit yang terbatas sehingga nilai-nilai tertentu dipaksakan masuk ke level kuantisasi tertentu.
4.
http://en.wikipedia.org/wiki/video signal sampling
Hal 14
2.2.2. Proses Konversi Sinyal Analog ke Digital Sampling Langkah pertama dalam proses konversi sinyal analog ke digital adalah pencuplikan (sampling) sinyal input analog. Jika proses sampling cukup baik dan inputnya memenuhi kriteria khusus, informasi yang dihasilkannya akan sempurna. x(t)
Sinyal kontinyu
x(n)
Blok Sampling
Blok Kuantisasi
xε (n)
Blok Pengkodean
101011
x(nT)
Sinyal diskrit bernilai kontinyu
Sinyal diskrit bernilai diskrit
Sinyal digital (biner)
Gambar 2.4. Proses Konversi Sinyal Analog ke Digital Pada proses sampling ini sinyal analog yang kontinyu diubah menjadi sinyal diskrit dengan cara dicuplik dengan waktu pencuplikan yang tetap. Kita sebut periode sampling / TS . Keluaran dari proses sampling adalah sinyal diskrit. Sebagai contoh bila x(t) adalah fungsi sinusoida, x(t) = A cos (2 π Ft + θ) maka sinyal hasil sampling adalah : x(n TS) = A cos (2 π F n TS + θ ) x(n) = x(n TS) = A cos (2 π F n /FS + θ ) = A cos (2 π (F /FS ) n + θ ) = A cos (2 π f n + θ )
Maka :
F f = FS
Dimana : f = frekuensi sinyal diskrit hasil sampling F = frekuensi sinyal analog sebelum disampling FS = frekuensi sampling
Hal 15
Aliasing Aliasing adalah sebuah efek yang menyebabkan dua atau lebih sinyal kontinyu yang menjadi alias antara yang satu dengan yang lainnya ketika disampling. Aliasing juga mengacu pada distorsi yang disebabkan oleh sebuah sinyal diskrit hasil sampling ketika direkontruksi kembali maka akan muncul sebagai alias dari sinyal aslinya. Aliasing tentu saja tidak dikehendaki karena ketika sinyal-sinyal diskrit tersebut direkonstruksi maka kita tidak mengetahui sinyal hasil rekontruksi itu berasal dari sumber yang mana. Alias dari sinyal x(t) = A cos 2 π Ft adalah : xn (t) = A cos 2 π (F + FS k) t dimana: k bilangan bulat = kelipatan dari frekuensi sampling
Syarat agar tidak terjadi aliasing adalah frekeunsi sampling minimal harus dua kali frekuensi sinyal analog yang akan disampling :
FS ≥ 2F Inilah yang dinamakan Theorema Nyquist (Nyquist–Shannon sampling theorem)
Kuantisasi Langkah kedua dalam konversi sinyal analog ke digital adalah proses yang disebut kuantisasi. Keluaran dari blok sampling adalah sinyal diskrit yang bernilai kontinyu. Proses selanjutnya adalah mengubah sinyal diskrit kontinyu tersebut menjadi sinyal diskrit yang bernilai diskrit yaitu dengan cara memberikan nilai dengan beberapa tingkatan/level amplitudo sinyal. Jarak antara dua tingkatan yang berdekatan disebut resolusi ( = ∆ ). Langkah ini disebut kuantisasi. Nilai sinyal diskrit keluaran blok sampling diubah ke tingkatan terdekat pada tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Ada dua cara mengubah nilai sinyal diskrit bernilai kontinyu yaitu : pembulatan ke atas dan pembulatan ke bawah. Cara
Hal 16
pembulatan ke atas yaitu jika nilai sinyal diskrit di atas titik tengah antara 2 tingkatan maka akan didefinisikan masuk ke tingkatan di atasnya. Sedangkan untuk pembulatan ke bawah semua nilai diantara 2 tingkatan dimasukkan ke tingkatan di bawahnya. Misalkan diketahui keluaran sinyal diskrit hasil sampling adalah :
{
X(n) =
0.9n , untuk n ≥ 0 0 , untuk n < 0
Sinyal tersebut dikuantisasi dengan ∆ = 0.1
(0.9)
0.9 (0.81)
0.8
(0.729)
0.7
(0.6561) (0.59049)
0.6
(0.53144)
0.5
(0.4782969)
0.4 0.3 0.2 0.1 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 2.5 Level-level kuantisasi
Tabel 2.1. Nilai-nilai kuantisasi untuk sinyak diskrit x(n) dan error kuantisasinya x(n)
x(n)
bulat bawah
bulat atas
1
1.0
1.0
0.0
1
0.9
0.9
0.9
0.0
2
0.81
0.8
0.8
- 0.01
n
x(n)
0
eε = x
ε
(n) – x(n) bulat atas
Hal 17
3
0.729
0.7
0.7
- 0.029
4
0.6561
0.6
0.7
0.0439
5
0.59049
0.5
0.6
0.00951
eε = adalah koefisien error kuantisasi (untuk pembulatan ke atas) Jika : ∆ adalah resolusi, L adalah banyaknya tingkatan, Xmax adalah nilai X(n) maksimum dan Xmin adalah nilai X(n) minimum maka :
L = ∆ =
[ [
] +1 ]
Xmax – Xmin_ ∆ Xmax – Xmin_ L-1
eε ≤ ∆/2 Pengkodean Langkah terakhir dari konversi sinyal analog ke digital adalah pengkodean (coding). Keluaran dari blok kuantisasi dinyatakan dalam bilangan biner. Tiap tingkatan harus dikodekan secara unik. Jika b adalah banyaknya bit minimum yang harus disediakan dan L adalah banyaknya tingkatan/level kuantisasi maka:
2b ≥ L
2.2.3. Dasar-Dasar Kompresi Sinyal Video Kompresi sinyal video mengacu pada pengurangan/pemampatan data yang digunakan untuk mewakili informasi video tanpa mengurangi secara berlebihan terhadap kualitas dari sinyal video tersebut. Suatu sinyal video digital membutuhkan kecepatan data yang tinggi (bandwidth yang sangat besar) terlebih untuk gambar berkualitas tinggi, data yang
Hal 18
digunakan untuk mewakili informasi sinyal video tersebut tentunya lebih besar. Ini membutuhkan spesifikasi perangkat yang memiliki bit rate yang tinggi dan bandwidth yang sangat besar ketika sinyal tersebut ditransmisikan. Akan tetapi sebagian data pada sinyal video tersebut tidak dibutuhkan untuk membentuk kualitas persepsi yang baik karena dapat dengan mudah diperkirakan. Sebagai contoh frame demi frame yang membentuk sebuah film sangat jarang berganti secara tiba-tiba (biasanya membentuk suatu gradasi yang smooth untuk gambar yang bergerak). Apalagi sinyal video mengandung informasi yang berulang-ulang terutama untuk obyek-obyek yang diam. Inilah yang membuat kompresi data bekerja dengan baik terhadap sinyal video. Kompresi sinyal video dapat membuat ukuran file video jauh lebih kecil dengan kehilangan persepsi yang kecil dalam kualitasnya. Sebagai contohnya DVD menggunakan standar video coding MPEG-2 yang dapat membuat ukuran file 15 sampai 30 kali lebih kecil dari sinyal aslinya, dengan kualitas video yang tinggi. Akan tetapi di sisi lain penggunaan teknik kompresi yang kurang tepat dapat membuat gambar yang terlihat jelek atau dapat pula kapasitas datanya justru lebih besar.
Teori Dasar Kompresi Sinyal video pada dasarnya adalah pixel-pixel berwarna 3 dimensi, dimana 2 dimensi mewakili sumbu vertikal-horisontal untuk gambar-gambar bergerak dan 1 dimensi lainnya mewakili domain waktu. Sebuah frame adalah sebuah kumpulan dari semua pixel-pixel dalam domain waktu tertentu. Pada dasarnya sebuah frame adalah sama dengan sebuah still picture (gambar diam). 5. Data video berisi data spasial dan data perulangan temporal (temporal redundancy). Kemiripan-kemiripannya ini selanjutnya dapat dikodekan dengan mengindentikkan perbedaan-perbedaan kecil diantara sebuah frame (spatial) dan atau diantara frame-frame (temporal). Spatial encoding tersebut dapat dilakukan karena pada kenyataannya mata manusia tidak dapat membedakan perbedaan yang sangat kecil dalam warna (chrominance) tetapi lebih peka terhadap perubahan brightness 5.
Richards Brice, Newnes Guide to Digital Television, 1st Edition, USA, 2000, hal 91
Hal 19
(luminance) sehingga informasi warna-warna yang identik pada pixel-pixel gambar cukup diwakili suatu data. Cara yang sama digunakan dalam gambar-gambar dengan kompresi JPEG. Sedangkan kompresi temporal redundancy yaitu hanya perubahan dari frame ke frame tersebut yang dikodekan, dan sejumlah pixel-pixel yang identik pada frame-frame tersebut cukup diwakili oleh suatu data.
Kompresi Lossless dan kompresi Lossy Ada dua macam kompresi data, yaitu lossless dan lossy. Perbedaan antara keduanya sebenarnya mudah dimengerti dari definisi dua kata tadi. Lossless compression berarti bahwa pada suatu data yang dikompres maka tidak akan kehilangan informasi di dalamnya, sementara pada lossy compression maka akan kehilangan informasi yang ada ketika suatu data dikompres. Secara lebih jelas bisa dikatakan bahwa jika kita men-dekompres informasi yang dikompres dengan menggunakan teknik lossless compression maka kita akan mendapatkan semua informasi sama persis seperti ketika informasi tersebut belum dikompres. Jika dibandingkan secara bit per bit, maka semuanya akan nampak sama persis dan tepat. Ini akan sangat berbeda jika kita menggunakan teknik lossy compression, dimana kita akan kehilangan informasi ketika suatu informasi didekompres.
6.
Jika kita lakukan perbandingan informasi asli dengan informasi hasil
dekompresi dengan lossy compression, maka akan nampak perbedaan yang terkadang sangat signifikan. Dalam kehidupan sehari-hari kita sadari ataupun tidak, maka sebenarnya kita sudah menggunakan secara tidak langsung kedua jenis teknologi kompresi data tadi. Sebagai contoh, kita mengirimkan dokumen .DOC kepada rekan kita, dan karena ukurannya besar maka kita menggunakan Winzip untuk mengkompres agar bisa lebih cepat bila dikirimkan melalui e-mail. Ini berarti kita sudah melakukan kompresi data dengan teknik lossless compression. Sementara itu, jika kita mempunyai kamera digital maka secara tidak langsung kita sudah menggunakan teknik lossy 6.
Richards Brice, Newnes Guide to Digital Television, 1st Edition, USA, 2000, op.cit hal 95-96
Hal 20
compression, karena gambar di kamera digital biasanya disimpan dengan format .JPG dan lain sebagainya. Sementara itu, foto merupakan suatu bentuk data yang agak berbeda dibandingkan dokumen di atas. Untuk dokumen foto maka kita bisa menggunakan lossy compression untuk menghemat ukuran file-nya. Kompresi pada foto bisa diatur sedemikian rupa dan hal tersebut akan mempengaruhi kualitas gambar fotonya. Sebagai contoh, jika kompresi semakin tinggi maka otomatis kualitas gambar semakin berkurang dan ukuran file gambar juga kecil. Sedangkan jika kita gunakan kompresi yang rendah, maka kualitas gambar semakin bagus tetapi ukuran file gambar akan lebih besar daripada kompresi yang pertama. Ketika sebuah kompresi lossless digunakan dalam transmisi video (pada kenyataannya jarang digunakan) ukuran file-nya hampir sama besar dan atau mempunyai bit rate yang hampir sama dengan sinyal aslinya. Sebagai konsekuensinya semua perangkat dalam sistem lossless harus dapat berjalan dengan kecepatan data yang tinggi untuk dapat menangani sinyal video tersebut. Ini sama saja dengan menghilangkan tujuan dari teknik kompresi data yang menghendaki kecepatan data yang lebih rendah dengan kualitas yang identik Sehingga dalam prakteknya untuk mentransmisikan sinyal video digunakan kompresi lossy Kompresi Intraframe dan Interframe 7. Karena informasi gambar banyak mengandung perulangan (redundancy), TV digital tidak mengirimkan sebanyak 25 frame per detik tetapi hanya mengirimkan satu frame referensi, selanjutnya mengirimkan kode-kode perbedaan yang terjadi antara frame-frame yang berurutan karena bagian frame yang masih sama merupakan redundancy yang boleh dibuang. Kesalahan dapat terjadi pada bagian yang bergerak cepat, dimana bagian itu masuk pada frame berikutnya. Jika parameter kompresi dipilih dengan benar metode pembuangan informasi yang berulang ini tetap akan menghasilkan informasi gambar yang berkualitas tinggi. Pembuangan temporal
7.
http://en.wikipedia.org/wiki/video compression
Hal 21
redundancy ini terjadi dari frame ke frame berikutnya sehingga disebut kompresi interframe. Teknik ini lebih cepat dan ukuran filenya lebih kecil daripada kompresi intraframe dan lebih sesuai untuk video yang langsung di-play back
(diputar)
sedangkan hal ini akan menimbulkan masalah yang besar ketika hasil kompresi interframe ini diedit ulang. Karena secara prinsip kompresi interframe mengkopi data identik dari satu frame ke frame lainnya, sehingga ada informasi yang dihilangkan (cut out) dan selanjutnya informasi yang hilang tidak dapat direkonstruksi kembali. Ketika diedit ulang hasil kompresi interframe akan tampak perubahan yang kasar/kaku, khususnya untuk obyek-obyek yang bergerak. Beberapa format video seperti DV mengkompresi tiap frame secara independen seolah-olah semua frame tersebut tampak seperti gambar-gambar diam yang saling tidak berhubungan satu sama lainnya. Teknik ini dinamakan kompresi intraframe. Kompresi intraframe bekerja dengan mengidentikkan informasiinformasi yang sama pada sebuah frame seperti kesamaan dalam hal warna, bentuk, brightness dan sebagainya dalam satu kode. Sedangkan perubahan-perubahan yang terdapat dalam frame tersebut dikodekan tersendiri. Misalnya gambar langit, rumput, gunung dan sebagainya mempunyai daerah warna dan brightness yang sama (spatially correlated) dan cenderung tidak bergerak pada gambar TV. Sebagai pengganti untuk setiap pixel dari 576 garis yang mengandung informasi gambar langit hanya dikirimkan sebuah kode untuk mewakili elemen yang pertama dan yang lainnya hanya diperintahkan untuk mengirim beberapa kali untuk menandai batas gambar langit. Dengan cara ini penurunan bit rate dapat dilakukan secara drastis. Keuntungan lainya adalah pengeditan pada hasil kompresi intraframe hampir semudah mengedit sinyal video aslinya yang belum dikompresi
Hal 22
Statistical Redundancy Pada dasarnya mata manusia tidak dapat menangkap perubahan yang cepat pada gambar, baik itu perubahan detail gambar sesaat, sedikit perubahan warna dan sebagainya. MPEG (Motion Picture Expert Group) memanfaatkan kelemahan mata manusia ini dengan cara pembuangan informasi yang berulang dan memprediksi informasi gambar selanjutnya. Hal ini dapat dilakukan karena gambar diberikan 25 kali tiap detiknya. Jika pada suatu tayangan terdapat gambar yang bergerak, gambar tersebut pasti bergerak ke arah tertentu. Arah dan kecepatan gerak dari gambar tersebut dapat diprediksi secara matematis untuk frame selanjutnya. Sehingga informasi gambar tersebut tidak lagi dikirimkan tetapi cukup informasi gerakan saja yang dikirimkan.
2.2.4. Video MPEG Pembentukan Video MPEG Pada bagian ini akan diuraikan mengenai pembentukan Video MPEG yang merupakan standar utama dalam teknik kompresi sinyal video broadcast. Untuk sistem televisi analog, beberapa stasiun televisi di dunia telah menggunakan standar MPEG-1 dalam kompresi sinyal videonya. Sedangkan untuk sistem digital broadcast, kompresi sinyal video menggunakan standar MPEG-2 sebagai standar digital broadcast. Televisi analog mengirimkan gambar secara terus menerus, untuk sistem PAL 625 garis per frame, 25 frame per detik, meskipun gambar yang dikirimkan untuk tiap frame adalah gambar diam. Sementara pada sistem televisi digital, gambar dibagibagi ke dalam segmen-segmen yang berisi elemen-elemen gambar terkecil disebut pixel. Pixel tersebut terbentuk dari bit stream yang mengandung informasi tentang posisi koordinat pixel pada gambar serta level luminance dan chrominance.
Hal 23
Gambar 2.6. Pixel-pixel yang membentuk sebuah frame gambar Segmentasi dari sebuah tayangan dimulai dari sebuah sample block/pixel block berupada matrix 8 x 8 yang mempunyai nilai referensi dalam bentuk time domain. Bentuk time domain yang sangat informatif ini menyatakan informasi level luminance dan chrominance setiap pixel. Sample block ini mempresentasikan area dari sebuah tayangan. Penerima televisi digital melakukan decoding pixel demi pixel dari informasi digital ini untuk membentuk frame yang lengkap dengan hasil yang mendekati sempurna. 8.
Gambar. 2.7. Sample Block berupa matrix pixel 8 x 8
8.
Mauri Kangas 2002 MPEG-1,2.ppt/24.02.2002/Mauri Kangas
Hal 24
Televisi berwarna menggabungkan tiga warna dasar RGB (Red, Green, Blue) dengan komposisi tertentu akan menghasilkan warna-warna lain, dengan informasi luminance Y : EY = 0.3 ER + 0.59 EG + 0.11 EB Konversi sinyal televisi digital dari sinyal televisi analog dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : •
Composite Coding Digitalisasi sinyal analog composite dengan sub-nyquist sampling akan menghasilkan bit stream yang masih mengandung sifat-sifat sinyal input dimana terdapat pengulangan (sequence) dari field tayangan.
•
Component Coding Sebelum encoding, sinyal analog composite diuraikan terlebih dahulu menjadi informasi luminance, chrominance CR dan chrominance CB. Dengan demikian terdapat color coding yang independen sehingga memungkinkan banyak option dalam proses digitalisasi.
Component Coding lebih banyak dipergunakan dalam proses digitalisasi, meskipun membutuhkan data rate yang lebih besar. Component coding menawarkan kualitas yang baik dan dapat dilakukan penyesuaian bit rate sesuai dengan kebutuhan. Sebagai konsekuensi dari konversi sinyal analog ke sinyal digital, model video digital mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi spatial dan dimensi temporal. Sampling dilakukan pada bidang spatial pada posisi yang sama setiap line-nya dan pada bidang temporal untuk masing-masing field. Kerangka sample yang digunakan adalah kerangka tiga dimensi rekomendasi dari ITU-R BT. 601. Kerangka yang paling banyak digunakan adalah kerangka dengan format [4:4:4] dan format [4:2:2] seperti pada gambar 2.8. dan gambar 2.9. Untuk kualitas yang lebih rendah digunakan format [4:1:1].
Hal 25
FORMAT 4:4:4
Gambar 2.8. Kerangka 3 Dimensi Format 4:4:4
Pada titik sample pertama dalam garis scanning, semua komponen luminance dan chrominance disampling, sedangkan pada titik sample ke-2, ke-3 dan ke-4 hanya komponen luminance saja yang disampling. Kemudian pada titik sample ke-5 dilakukan lagi sampling lengkap pada komponen luminance dan chrominance, demikian seterusnya sampai dengan titik terakhir dari garis scanning tersebut. Disini terlihat arti dari format [4:1:1] tersebut dan perbandingan kualitasnya dengan format [4:4:4] dan format [4:2:2]. Pengurangan sample chrominance pada format [4:2:2] merupakan reduksi bit rate sementara kualitasnya masih layak dalam dunia broadcast.
Hal 26
FORMAT 4:2:2
FORMAT 4:1:1
Gambar 2.9. Kerangka 3 dimensi format 4:2:2 dan format 4:1:1 Sampling hanya dilakukan pada sinyal yang mengandung informasi gambar seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.9. Untuk sinyal video analog PAL composite 625/50, periode garis scanning-nya adalah sebesar 64 µs dimana frekuensi garis scanning horisontal-nya sebesar 15625 Hz. Jumlah sample Y per total garis dapat dihitung dengan formula : Y = Fs /fH = 13.5 MHz / 15625 Hz = 864 sample Dimana : Fs = frekeunsi sampling video sebesar 13.5 MHz fH = frekuensi scanning horisontal Dengan cara yang sama, untuk standar NTSC/60 diperoleh sample Y sebanyak 858 (0-857). Untuk pengambilan sample chrominance, frekuensi samplingnya setengah dari frekuensi luminance sehingga masing-masing sample CB dan CR berjumlah 429 (0-428 untuk 525/60) dan 432 (0-431untuk 625/50). Jika seluruh sample digunakan dalam tiap detiknya digunakan maka sample rate yang dibutuhkan
Hal 27
adalah sebesar 13.5 MHz. Sample Y ditambah dengan 2 x 6.5 M sample CB + CR diperoleh sample rate sebesar 27 M sample/s.
2.2.5. Beberapa Standar Teknologi Kompresi Video 9. MPEG singkatan dari Moving Picture Experts Group. Pada awalnya MPEG adalah sebuah kelompok kerja ISO/IEC yang didirikan pada tahun 1988 untuk mengembangkan standar-standar bagi format audio video digital. Pada saat ini dalam perkembangannya telah ada 5 standar MPEG yang telah digunakan. Tiap-tiap standar kompresi didesain untuk aplikasi-aplikasi khusus dan bit rate tertentu. Kelima standar MPEG tersebut adalah :
MPEG-1 Didesain untuk bit rate 1.5 Mbit/sec. Merupakan standar bagi kompresi gambargambar bergerak dan audio. Didasarkan pada aplikasi-aplikasi video CDROM dan merupakan sebuah standar untuk video yang amat popular di internet. MPEG1 ditransmisikan dalam bentuk file-file .mpg dan kualitas videonya setara dengan VHS, tetapi jika source videonya bagus dengan bit rate yang cukup, kualitasnya melebihi VHS. Dalam perkembangannya, level 3 dari MPEG-1 adalah standar yang paling popular untuk kompresi audio digital dan dikenal dengan MP3. MPEG-1 merupakan standar kompresi untuk VideoCD dan merupakan format video yang paling popular dipergunakan di Asia.
H.261 H.261 adalah standar ITU yang didesain untuk komunikasi dua arah melalui kabel ISDN
(video
conferencing)
dan
mendukung
kecepatan
data
64Kbit/s.
Algoritmanya didasarkan pada DCT dan diimplementasikan dalam perangkat keras atau perangkat lunak. H.261 ini menggunakan teknik kompresi interframe dan intraframe. H.261 mendukung resolusi CIF dan QCIF.
MPEG-2 Secara teknis MPEG-2 part 2 dimasukkan oleh ITU sebagai standar kompresi
9.
http://en.wikipedia.org/wiki/video codecs
Hal 28
H.262. MPEG-2 ini didesain untuk bit rate antara 1.5 sampai dengan 15 Mbit/sec. Dipergunakan sebagai standar bagi Digital Broadcast Television dan format DVD. Perbedaan yang paling mencolok dari MPEG-1 adalah MPEG-2 dapat menangani kompresi interlaced video secara efisien. Skala MPEG-2 juga sangat baik untuk resolusi dan bit rate format HDTV.
H.263 H.263 merupakan standar ITU yang dikembangkan berdasarkan H.261 dengan perbaikan pada kualitas sinyal video melalui modem. H.263t mendukung resolusi CIF, QCIF, SQCIF, 4CIF dan 16CIF.
MPEG-4 MPEG-4 part 2 merupakan standar untuk kompresi multimedia dan Web. MPEG4 didesain sebagai kompresi berdasarkan obyek dan biasanya dipergunakan bersama-sama dengan VRML (Virtual Reality Modeling Language). Obyekobyek individual dalam sebuah scene masing-masing dipisahkan tersendiri untuk kemudian bersama-sama dikompresi menghasilkan file MPEG-4. Hasilnya adalah kompresi yang sangat efisien, scalable dari bit rate yang rendah sampai bit rate yang sangat tinggi. Ini juga memberikan kesempatan kepada para pengembang aplikasi multimedia untuk mengontrol obyek secara bebas dalam sebuah scene sehingga terkesan lebih interaktif. MPEG-4 Part 10 Secara teknis oleh ITU dimasukkan sebagai standar kompresi H.264. Standar baru ini merupakan standar teknologi kompresi yang saat ini gencar dikembangkan oleh ITU dan MPEG untuk kebutuhan multimedia dengan berbagai aplikasi yang luas. Standar ini memperbaiki kualitas dari standar MPEG2 part 2 dan baru-baru ini diadopsi ke dalam produk-produk perusahaan multimedia seperti PlayStation Portable, iPod, Nero Digital product suite, Mac OS X v10.4, dan juga HD DVD/Blu-ray Disc
Hal 29
MPEG-7 Standar ini saat ini masih sedang dikembangkan dan juga berbasis penggunaan pada aplikasi-aplikasi multimedia (Multimedia Content Description Interface). Ketika dirilis nantinya para ahli pengembang MPEG berharap bahwa MPEG-7 akan dapat menjadi sebuah framework bagi multimedia content menyediakan informasi-informasi tentang content manipulation, filtering dan personalization juga integritas dan keamanan dari content tersebut. Kebalikan dari standar-standar MPEG sebelumnya yang merupakan actual content, MPEG-7 mewakili informasi-informasi tentang content tersebut.
MPEG-21 Standar ini baru saja dirilis, dinamakan juga sebagai Multimedia Framework. MPEG-21 menggambarkan elemen-elemen yang dibutuhkan untuk membangun sebuah infrastruktur bagi pengiriman dan kebutuhan multimedia content dan bagaimana mereka berhubungan satu sama lainnya.
DivX® DivX® adalah salah satu nama merk terpopular dari teknologi kompresi sinyal video. Dengan teknologi Video DivX®, anda dapat melakukan kompresi tape VHS ke ukuran 1/100 dari ukuran aslinya, atau melakukan kompresi DVD ke 1/10 dari nilai aslinya. Kompresi Video DivX® begitu efisien sehingga dapat memasukan semua data DVD ke dalam bentuk data CD tanpa merasa kehilangan dari segi kualitas videonya.
Windows Media Video (WMV) Windows Media Video (WMV) adalah teknologi kompresi video yang dikembangkan oleh Microsoft sebagai bagian dari Windows Media framework. Codec ini terutama dikembangkan untuk aplikasi-aplikasi streaming yang memiliki bit rate yang rendah. Saat ini Windows Media Video version 9 diakui sebagai standar oleh SMPTE sedangkan versi-versi sebelumnya tidak diakui sebagai standar kompresi video.
Hal 30
2.3. Perkembangan Teknologi seluler Tujuan sistem komunikasi bergerak adalah menyediakan bermacam-macam layanan komunikasi untuk setiap orang, setiap waktu dan sembarang tempat. Layanan-layanan tersebut seperti data dengan kecepatan tinggi, kualitas video dan multimedia sebaik sinyal suara. Teknologi yang dibutuhkan untuk memenuhi tantangan ini pada saat ini dikenal sebagai sistem selular generasi ketiga (3G). Sistem generasi pertama berupa sistem komunikasi bergerak analog yang didesain untuk melayani komunikasi suara. Sistem selular generasi kedua berupa sistem komunikasi digital yang juga melayani komunikasi suara. Pada sistem generasi ketiga (3G) komunikasi digital tidak hanya untuk suara tetapi telah berorientasi pada layanan multimedia.
2.3.1 Sistem seluler generasi pertama Sistem seluler generasi pertama umumnya menggunakan teknik modulasi frekuensi (FM) analog. Advance Mobile Phone System (AMPS) merupakan sistem generasi pertama yang terkemuka. AMPS dikembangkan oleh Bell Telephone System. AMPS mempergunakan teknologi FM untuk transmisi suara dan pensinyalan digital untuk mengontrol informasi. Sistem generasi pertama yang lain sebagai berikut: •
Narrowband AMPS (NAMPS)
•
Total Access Cellular System (TACS)
•
Nordic Telephone System (NMT-900)
Semua sistem selular generasi pertama mempergunakan Frequency Division Multiple Access (FDMA) dengan tiap kanal menunjukkan pita frekuensi yang unik dalam kelompok sel.
2.3.2 Sistem seluler generasi kedua Sistem generasi kedua menggunakan teknik kompresi dan pengkodean teknologi digital (suara dan data dikodekan sebagai digital bit stream). Semua sistem generasi kedua mempergunakan skema modulasi digital. Multiple akses seperti Time
Hal 31
Divison Multiple access (TDMA) dan Code Division Multiple Access (CDMA) dipergunakan disamping FDMA. Selain itu pada sistem seluler 2G juga ditambahkan service-service baru seperti SMS (Short Messaging Service). Aplikasi sistem seluler generasi kedua antara lain: • United States Digital Cellular (USDC) standar IS-54 dan IS-136 • Global Sistem for Mobile Communications (GSM) • iDEN • DECT dan PHS • Pacific Digital Cellular (PDC) • CDMAOne Sebelum menuju ke sistem seluler generasi ketiga, teknologi transisi dari teknologi 2G ke 3G yaitu GPRS (General Packet Data Services) yang dianggap sebagai generasi 2.5G yang memungkinkan transmisi data multimedia pada bit rate 115 Kbps. Untuk memperbaiki kecepatan pengiriman data pada GPRS dikembangkan teknologi EDGE (Enhanced Data rates for GSM Evolution) dengan bit rate 384 kbps yang dianggap sebagai generasi 2.75G. Beberapa kalangan menganggap teknologi EDGE sudah memasuki era generasi seluler ketiga.
2.3.3 Sistem seluler generasi ketiga Sistem seluler generasi ketiga didesain untuk menyediakan layanan pita lebar seperti akses internet kecepatan tinggi, transmisi video dan gambar berkualitas sebaik jaringan tetap. Syarat utama sistem seluler generasi ketiga adalah: •
Kualitas suara sebaik PSTN.
•
Mendukung data kecepatan tinggi. (secara teoritis 384 kbps ketika sedang bergerak dan 2 Mbps dalam keadaan diam)
•
Efisien dalam penggunaan spektrum radio.
•
Mendukung bermacam-macam perangkat komunikasi bergerak.
Hal 32
•
Sesuai dengan jaringan yang sudah ada dan fleksibel terhadap layanan dan teknologi baru.
•
Berbasis pada teknologi IP architecture Gambar 2.10 menunjukkan evolusi sistem seluler dari generasi ke generasi.
Gambar 2.10. Evolusi Sistem Seluler Generasi Ketiga 10.
10.
U.S. Bancorp Pipper Jaffray
Hal 33
BAB III IMPLEMENTASI SISTEM Pada bagian awal dari bab ini akan diuraikan mengenai proses dasar pengolahan materi berita yang berkaitan dengan pelaksanan Tugas Akhir ini meliputi: proses recording dan peralatan yang dibutuhkan dalam proses tersebut, proses capturing dengan menggunakan software adobe premier 6.x, dan proses kompresi file video dengan beberapa tool video codec. Selain itu dalam bab ini juga akan diuraikan mengenai proses transfer materi berita menggunakan jaringan 3G/UMTS dari handset ke FTP server kantor pemberitaan televisi. Di bagian akhir bab ini juga diuraikan teknik pengiriman materi berita melalui teknologi Satellite News Gathering (SNG) yang selama ini telah diterapkan oleh PT Televisi Transformasi Indonesia (TransTV).
3.1. Proses Pengolahan Materi Berita Untuk dapat digunakan sebagai materi dalam pemberitaan, hasil rekaman gambar video dari lokasi/site melalui proses pengolahan yang panjang. Selama ini proses dimulai dari pengambilan gambar dengan camcorder di lokasi. Transfer materi berita dari lokasi ke kantor pusat pemberitaan dilakukan dengan berbagai teknik yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Kemudian hasil rekaman materi ditransfer ke dalam format digital (digitasi) untuk proses pengeditan. Hasil proses pengeditan yang telah siap digunakan disimpan ke server news untuk kemudian diolah oleh news control room menjadi berita. Pembahasan mengenai proses pengolahan materi berita selanjutnya difokuskan menjadi 3 hal pokok yang berkaitan dengan pelaksanan Tugas Akhir ini yaitu : proses recording, capturing dan kompresi video yang masing-masing akan diuraikan dalam bab ini.
Hal 34
3.1.1. Recording Camcorder Untuk merekam sebuah kejadian/event di lokasi sumber berita dibutuhkan sebuah camcorder dan media penyimpan (video cassete). Camcorder adalah sebuah peralatan elektronik portable (biasanya adalah sebuah kamera digital) yang merekam gambar-gambar video dan audio ke dalam media penyimpan. Camcorder terdiri dari kamera dan recorder dalam satu unit, sehingga dari sinilah nama tersebut berasal.
Sony DSR-PD 150
Panasonic AG-DVC 15
Sony DSR-PD 170
Panasonic AJD-400
Gambar 3.1. Beberapa contoh professional camcorder dengan 3-CCD Camcorder terdiri dari 3 komponen utama yaitu : Lensa, imager dan recorder. Lensa bertugas mengumpulkan dan memfokuskan cahaya ke sebuah imager. Lensa adalah komponen pertama dalam camcorder, biasanya memiliki beberapa parameter yang bisa diatur menurut kebutuhan (adjustments) secara otomatis/elektronis maupun manual, diantaranya adalah aperture / iris, untuk mengontrol banyaknya cahaya yang
Hal 35
masuk ke dalam lensa, zoom untuk memperbesar dan memperkecil gambar obyek, dan shutter-speed, untuk mengatur kecepatan penangkapan gambar dalam obyekobyek yang bergerak. Bagian yang kedua adalah imager. Imager biasanya menggunakan charge-coupled device (CCD) atau sensor CMOS pada camcorder modern, yang pada awalnya digunakan vidicon tubes, berfungsi mengubah cahaya yang dipantulkan oleh sebuah gambar/obyek ke dalam sinyal-sinyal elektris. Dan bagian yang terakhir adalah recorder yang berfungsi untuk mengkodekan dan menyimpan sinyal video ke dalam bentuk media penyimpanan (kaset/file).
DV Cassette Digital video (DV) adalah sebuah format video digital yang pertama kalinya diperkenalkan pada tahun 1994 dan dalam bentuk format kaset yang lebih kecil dinamakan MiniDV telah menjadi standar bagi produksi home & semiprofessional video. Terkadang juga digunakan secara profesional dalam pembuatan film dan Electronic News Gathering (ENG).
Gambar 3.2. Kaset MiniDV
Ada beberapa varian untuk standar DV untuk penggunaan secara profesional, diantaranya adalah format DVCAM yang dikembangkan oleh Sony dan format DVCPRO yang dikembangkan oleh Panasonic. Versi High-Definition dari DV juga telah dikembangkan dinamakan HDV yang secara teknis sangat berbeda dengan format DV yang lainnya karena menggunakan format kompresi MPEG-2, resolusi
Hal 36
dan kualitas gambarnya lebih tinggi dan penggunaannya lebih ditujukan ke HDTV (High-Definition Television).
DVCPRO
MiniDV
Gambar 3.3. Perbandingan Kaset MiniDV dan DVCPRO Camcorder DV menggunakan track berukuran 10 micron jika merekam dalam mode SP (Short Periode) namun jika merekam dalam mode LP (Long Periode) track yang digunakan berukuran 6.7 micron sehingga dapat digunakan untuk merekam dalam waktu yang lebih panjang. Namun pita yang direkam dalam mode LP tidak dapat di-playback pada VTR DVCAM atau DVCPRO. DVCAM Sony menggunakan track pitch berukuran 15 micron sedangkan DVCPRO Panasonic menggunakan track pitch berukuran 18 micron
3.1.2. Capturing Koneksi DV Video Untuk dapat meng-capture DV video, komputer harus terhubung ke DV device dari sebuah camcorder dengan menggunakan port IEEE 1394 (yang dikenal sebagai firewire/iLink). Firewire adalah merk standar untuk komputer Apple yang kemudian dipakai oleh komputer-komputer IBM dan digunakan secara luas di dunia video
Hal 37
editing sedangkan Sony menamakannya iLink untuk produk yang sama tersebut. Keduanya saling compatible satu dengan yang lainnya. Langkah
pertama
dalam
meng-capture
DV
Video
adalah
dengan
menghubungkan camcorder ke port firewire pada komputer. Kabel firewire biasanya memiliki dua ujung yang berbeda. Ujung yang lebih kecil ukurannya adalah 4-pin connection dan di ujung yang lain adalah 6-pin connection. Ujung yang besar dari kabel tersebut dihubungkan ke port firewire di computer dan ujung satunya ke konektor DV out pada camcorder.
Gambar 3.4. Kabel firewire dan port DV Out pada sebuah camcorder
Kemudian camcorder diaktifkan, di-setting ke mode VTR atau mode playback dan kaset miniDV yang berisi materi berita diletakkan ke dalamnya. Untuk memastikan bahwa Adobe Premiere dapat berkomunikasi dengan camcorder, camcorder dihubungkan sebelum melakukan start Adobe Premiere. Ketika Adobe Premiere telah dibuka, secara otomatis akan mendeteksi camcorder yang telah terhubung dan dapat mengontrol VTR pada camcorder menggunakan layar monitor computer termasuk memilih klip-klip yang akan di-capture.
Hal 38
Logging dan Capturing Video menggunakan Adobe Premiere 6.x Sebelum memulai untuk meng-capture video dari kaset miniDV, dipastikan bahwa Adobe Premiere dapat berkomunikasi dengan camcorder. Langkah-langkah untuk capturing adalah sebagai berikut : 1. Membuka aplikasi Adobe Premiere. Di dalam menu pada bagian atas screen, Edit...Preferences...Scratch Disks and Device Control di-select. Meng-klik Options di bawah Device Control dan sebuah kotak dialog akan muncul. Gambar 3.5. adalah kotak dialog DV Device Options untuk memilih camcorder yang digunakan. 2. Memilih Device Brand dan Device Model sesuai dengan camcorder yang terhubung. Dalam hal ini digunakan camcorder Sony DSR-PD100. Kemudian meng-klik OK untuk menutup kotak dialog DV Device Control Options dan meng-klik OK untuk menutup kotak dialog Scratch Disk and Device Control.
Gambar 3.5. Kotak dialog DV Device Control Options 3. Adobe Premiere sekarang dapat berkomunikasi dengan camcorder. Sekarang pada menu di bagian atas screen File...Capture...Movie Capture di-klik. Muncul window Movie Capture seperti gambar 3.6. 4. Pada bagian kanan ada 2 tab yaitu: Logging and Settings. Sebelum memulai capturing, memilih Settings. Pada bagian Settings, tab ini mengijinkan kita untuk
Hal 39
mengganti device control dan scratch disk settings yang telah diset sebelumnya. Capture Location dipastikan menunjuk pada folder dimana media tersebut disimpan dan Device Control dipastikan matching dengan camcorder yang dipakai. Jika setting tidak sesuai, dapat meng-klik tombol Edit di tab Preferences untuk memperbaikinya.
Gambar 3.6. Window Movie Capture
5. Sekarang tab Logging di-klik untuk memulai pengambilan materi berita yang telah terekam pada kaset miniDV. Di bawah Reel Name diketik nama kaset miniDV yang di-capture, misalnya Siaga Poso1. Jika kita capture materi dari lebih dari 1 kaset dipastikan untuk update Reel Name ketika berganti kaset. 6. Selanjutnya kita dapat memulai capturing sebuah video clip dengan memulai play clip tersebut pada bagian materi yang ingin diambil dengan click pada tombol Record (tampak berupa tombol berwarna merah pada player control). Tomboltombol Play, Stop, Pause, Fast Forward and Rewind di bawah viewer window dapat digunakan untuk proses pengambilan video clip seperti pada gambar 3.7.
Hal 40
7. Kita dapat juga meng-capture clip dengan mengeset timecode yang menunjukkan bagian materi yang akan kita capture. Timecode adalah pedoman pewaktuan pada track yang ditambahkan pada materi film, video atau audio sebagai referensi waktu untuk proses editing, sinkronisasi dan identifikasi, terdiri dari jam, menit, detik,nomor frame. Timecode in dan timecode out diisi dengan menekan tombol Set In dan Set Out. Kemudian tombol Capture In/Out ditekan sekali untuk memulai capturing dan untuk mengakhirinya tombol ditekan tersebut sekali lagi.
Gambar 3.7. Proses Pengambilan Sebuah Clip
3.1.3. Exporting Video dari Adobe Premiere 6.x Setelah melalui proses capturing dan pre-editing di lokasi, sebelum materi berita dikirimkan ke kantor pusat pemberitaan melalui jaringan 3G/UMTS, perlu diubah ke dalam format file video yang lebih kecil. Adobe Premiere 6.5 telah dilengkapi dengan Adobe Encoder yang mendukung beberapa format file video terkompresi. Kita dapat melakukan export file dalam format Windows Media, Real
Hal 41
Media, Quicktime, beberapa jenis format MPEG dan berbagai format lainnya. Ukuran file-file ini lebih kecil dari file aslinya (video-uncompressed) dengan kualitas yang lebih rendah. Di dalam Tugas Akhir ini hanya dibatasi tiga format file video, yaitu : .wmv, .mpg dan .rm.
Export File Windows Media Menggunakan Adobe Premiere 6.x Langkah-langkah dalam proses export file .AVI ke dalam format .wmv adalah sebagai berikut : 1. Membuka sebuah video clip dari materi berita di Adobe Premiere. Dari menu File, select Export Clip. > Advanced Windows Media. 2. Window Advanced Windows Media ditunjukkan pada gambar 3.8. Pada bagian Profiles kita pilih Video for broadband PAL (384 Kbps). Property adalah keterangan dari file yang kita simpan, setelah mengisi Property selanjutnya kita isikan Destination yaitu lokasi dan nama dari file .wmv yang kita inginkan.
Gambar 3.8. Proses Konversi dari .AVI ke Format Window Media
Hal 42
Export File Real Media Menggunakan Adobe Premiere 6.x Langkah-langkah dalam proses export file .AVI ke dalam format .rm adalah sebagai berikut : 1. Membuka sebuah video clip dari materi berita di Adobe Premiere. Dari menu File, select Export Clip. > Advanced Real Media. 2. Window Advanced Real Media ditunjukkan pada gambar 3.9. Seperti pada window Advanced Window Media sebelumnya, kita isikan output setting yang diinginkan, informasi tambahan dan nama output file dari clip yang akan kita ubah formatnya dalam .rm
Gambar 3.9. Proses Konversi dari .AVI ke Format Real Media
Hal 43
Export File MPEG-2 Menggunakan Adobe Premiere 6.x MPEG adalah format video yang digunakan dalam pembuatan DVD, VCD, dan SVCD. MPEG mempunyai kualitas kompresi yang tinggi pada semua platformnya. Tabel 3.1. di bawah ini adalah beberapa contoh daftar format MPEG.
Tabel 3.1. Beberapa Contoh Format MPEG Video Disc Disc Picture Disc Format Standard Type
MPEG Type
VCD VCD SVCD SVCD DVD DVD
MPEG 1 MPEG 1 MPEG 2 MPEG 2 MPEG 2 MPEG 2
NTSC PAL NTSC PAL NTSC PAL
CD CD CD CD DVD DVD
MPEG Format (Standard) Frame Video Dimension Rate Bit-rate (pixels) (FPS) (Kbps) 352 x 240 29.97 1152 352 x 240 25 1152 480 x 480 29.97 2500 480 x 576 25 2500 720 x 480 29.97 6000 720 x 576 25 6000
Audio Bit-rate (Kbps) 224 224 224 224 224 224
Dalam Tugas Akhir ini digunakan format MPEG-2 DVD PAL(4x3) low bit rate, 720x576, 25 fps, average bit rate 3.2 Mbps. Adapun langkah-langkah dalam proses export file .AVI ke dalam format MPEG-2 menggunakan Adobe Premiere 6.x adalah sebagai berikut : 1. Membuka sebuah video clip dari materi berita di Adobe Premiere. Dari menu File, select Export Clip. > Adobe MPEG Encoder. Muncul window Adobe MPEG Export Settings seperti pada gambar 3.10. 2. Pada bagian MPEG Stream, kita pilih Advanced dan meng-klik tombol Edit sehingga muncul window Advanced MPEG Settings seperti pada gambar 3.11. Kemudian memilih format yang kita inginkan yaitu DVD PAL 4x3 Low Bit Rate. Kemudian meng-klik OK untuk kembali ke window Adobe MPEG Export Settings.
Hal 44
3. Pada window Adobe MPEG Export Settings nama file dan lokasi penyimpanan file diisi kemudian meng-klik tombol Export. Selanjutnya menunggu proses rendering untuk menciptakan file MPEG-2 dengan extension .m2v.
Gambar 3.10. Window Adobe MPEG Export Settings
Gambar 3.11. Window Advanced MPEG Settings
Hal 45
3.2. Sistem Transfer Materi Berita melalui Jaringan 3G/UMTS Sesuai dengan perencanaan sistem yang telah dibuat, file-file materi berita yang telah dikompresi tersebut akan dikirimkan dari lokasi sumber berita ke kantor pusat pemberitaan melalui arsitektur jaringan 3G/UMTS. Adapun gambaran umum dari sistem secara ideal ditunjukkan dengan gambar 3.12.
Gambar 3.12. Proses Transfer Materi Barita Melalui Jaringan 3G/UMTS
Pengiriman materi berita (news feeding) melalui aristektur 3G/UMTS dapat dirumuskan sebagai berikut: dengan masukan berupa materi berita dari camcorder di lokasi sumber berita kemudian diubah ke dalam bentuk file video/clip video melalui proses capturing. Setelah melalui proses pre-editing, hasil capturing diubah dalam bentuk file-file video terkompresi di lokasi untuk kemudian ditransmisikan melalui jaringan 3G/UMTS. Di sisi penerima, file-file kompresi tersebut diubah kembali
Hal 46
menjadi file hasil capturing seperti semula untuk kemudian melalui proses postediting dan diolah oleh TV news control room menjadi sebuah program siaran/berita Televisi. Secara ideal dalam sistem di atas, untuk memberikan performasi sistem yang maksimal, antara 3G Provider Core Network dan kantor pusat pemberitaan TV dihubungkan sebuah trunk leased line untuk menjamin kecepatan transfer dan tingkat keamanan data yang lebih handal. Dalam Tugas Akhir ini kita hanya mencoba melakukan proses transfer materi berita melalui handset ke FTP server.
3.2.1. Proses Transfer Materi Berita dari Handset ke FTP Server
3G Network
Line Internet LAN
3G Handset + Laptop di Lokasi Berita
Internet Gateway FTP Server Di Kantor Pusat
Gambar 3.13. Proses Transfer Materi Melalui Handset ke FTP Server
Hal 47
Proses transfer materi berita dari handset ke FTP server ditunjukkan pada gambar 3.13. Pada sistem tersebut, link antara 3G Network dan FTP server dari kantor pusat pemberitaan dihubungkan melalui jalur internet publik. Kecepatan transfer materi berita tergantung dari througput jaringan 3G/UMTS dan througput jaringan internet yang terhubung dengan FTP server. Pada saat ini salah satu provider 3G/UMTS memberikan garansi untuk upstream, througput yang ditawarkan up to 128 Kbps sedangkan untuk downstream-nya througput yang ditawarkan up to 384 Kbps sedangkan untuk HSDPA througput yang ditawarkan up to 2 Mbps.
Setup Handphone agar berfungsi sebagai Modem Agar handset 3G dapat dikenali oleh PC/laptop tempat kita menyimpan materi-materi berita yang akan ditransfer maka handset tersebut harus diinstal terlebih dahulu dan difungsikan sebagai modem. Setelah Handset 3G- PC terhubung via kabel data/InfraRED, kemudian install driver modem sehingga handset bisa dikenal dan digunakan sebagai modem oleh Windows. Berikut langkah-langkah instalasi driver agar handset 3G bisa digunakan sebagai modem pada WinXP/Win2k : 1. Meng-klik START, Settings -> Control Panel 2. Meng-klik dua kali icon Phone and Modem Options. Lalu meng-klik Tab Modems di bagian atas. Meng-klik Add.. untuk menambahkan modem baru. 3. Menghidupkan Option “Don't detect my modem..." kemudian meng-klik Next. Kemudian meng-klik Have Disk. 4. Browse ke file driver modem. Contoh pilih model Nokia N70 3G Packet Data Modem. Kemudian meng-klik Next. 5. Memilih Port dimana kabel data Handset 3G terhubung pada PC/laptop. Untuk mengetahui di COM-port berapa kabel data yang terhubung bisa diketahui pada Device Manager, bagian Ports (COM & LPT). 6. Jika muncul pesan warning Hardware Installation, Tombol continue Anyway di-klik.
Hal 48
7. meng-klik Finish untuk menyelesaikan proses instalasi handset 3G pada PC/laptop sebagai modem.
Gambar 3.14. Setting handset 3G sebagai modem pada PC/laptop Penggunaan PCMCIA Card 3G Sebagai modem Untuk koneksi dengan jaringan 3G/UMTS, disamping menggunakan handset 3G dapat juga menggunakan PCMCIA Card 3G yang dipasang pada PC/laptop. Saat ini
di
pasaran
telah
tersedia
PCMCIA
Card
yang
mendukung
HSDPA/3G/EDGE/GPRS/GSM sekaligus juga terintegrasi dengan WLAN/WiFi/WiMax. Produk yang juga digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah GlobeTrotter FUSION+ HSDPA.
Gambar 3.15. PCMCIA Card 3G yang terpasang pada sebuah laptop
Hal 49
3.2.2. Proses Koneksi ke Remote FTP Server Pada Tugas Akhir ini menggunakan FTP Server sebagai target yang dituju dalam pengiriman materi berita dari lokasi ke kantor pusat pemberitaan. Adapun Langkah-langkah koneksi ke Remote FTP Server adalah sebagai berikut : 1. Memastikan bahwa kita mempunyai cukup informasi untuk bisa melakukan koneksi ke remote FTP Server. Informasi-informasi itu antara lain : a) Nama server/host, contoh:ftp.transtv.co.id atau IP Address-nya b) Username/User login, contoh : transtv c) Password yang berhubungan dengan username tersebut d) Port Number dimana server FTP tersebut running Secara default adalah port 21. 2. Menekan tombol Select Protocol untuk memilih protocol seletion. Ada 3 pilihan untuk ini : a) FTP : Normal/unsecured FTP (default) b) FTP Over SSL (Implicit) : Secured FTP but deprecated c) FTP Over SSL (Explicit) : Secured FTP 3. Menekan tombol Select Address Input Box dan masukkan nama host/server yang ingin dikoneksi, 4. Menekan
tombol
Select
Login
Input
Box
dan
masukkan
username/login.Select Password Input Box dan masukkan password yang sesuai. 5. Menekan tombol Select Port Number Input Box dan masukkan nomor port FTP server. 6. Meng-lik tombol Go dan tunggu sampai terhubung dengan FTP Server. 7. Sebuah window koneksi baru terbuka. Connection Progress dapat dilihat pada “log” pane di bagian bawah window. Jika koneksi error maka akan ditunjukkan error messages pada “log” pane.
Hal 50
Address Input Box
Username Input Box
Password Input Box
Port Number Input Box
Root FTP Server
Log Pane Menunjukkan Status Connection Progress
Gambar 3.16. Windows FTP Server
3.2.3. Proses Tranfer File Proses tranfer file terdiri dari dua proses yaitu upload dan download. Proses pengiriman materi-materi berita dari lokasi ke FTP server dari kantor pusat pemberitaan disebut proses upload file sedangkan proses pengambilan materi-materi berita dari server FTP dinamakan proses download file. Serangkaian proses ini menggunakan jaringan 3G/UMTS sebagai media transfernya. Proses upload file dilakukan oleh koresponden di lokasi sumber berita ke server FTP. Proses upload file ini membutuhkan jaringan 3G/UMTS sebagai media transfer datanya yang menjadi pokok permasalahan dalam Tugas Akhir ini. Sedangkan proses download file dilakukan oleh koordinator koresponden daerah dari server FTP di kantor pusat pemberitaan televisi ke bagian news editor untuk proses
Hal 51
pengeditan. Kemudian materi-materi berita tersebut melalui proses post-editing sehingga siap menjadi bahan berita yang akan disiarkan kepada publik.
Langkah-langkah Upload File 1. Men-select menu FTP>Remote Browser untuk memunculkan window Remote Browser. 2. Men-select folder pada window Remote Browser tempat dimana kita ingin upload file. Window Remote Browser menunjukkan file-file dan folderfolder yang terdapat pada Remote FTP Server. Contoh : folder htpdocs. 3. Membuka window Local Browser tempat dimana kita meletakkan file-file yang akan di-upload. Window Local Browser menunjukkan file-file dan folder-folder yang terdapat pada komputer local/client. 4. Men-select folder di Local Browser dimana kita meletakkan file-file yang akan di-upload. File-file yang akan di-upload di-select. 5. Kemudian drag & drop file-file yang akan di-upload dari window Local Browser ke window Remote Browser. Setelah drag & drop proses transferring file segera dimulai. Proses transferring file dapat dilihat progress-nya pada status bar dan di log window dari Remote Browser
Langkah-langkah Download File 1. Men-select menu FTP>Remote Browser untuk memunculkan window Remote Browser. 2. Men-select folder pada window Remote Browser tempat dimana kita ingin download file. Window Remote Browser menunjukkan file-file dan folderfolder yang terdapat pada Remote FTP Server. Contoh : folder htpdocs. 3. Membuka window Local Browser tempat dimana kita ingin meletakkan filefile yang akan di-download. Window Local Browser menunjukkan file-file dan folder-folder yang terdapat pada computer local/client.
Hal 52
4. Men-select folder di Remote Browser dimana terletak file-file yang akan didownload. Men-select file-file yang akan di-download. 5. Kemudian drag & drop file-file yang akan di-download dari window Remote Browser ke window Local Browser. Setelah drag & drop proses transferring file segera dimulai. Proses transferring file dapat dilihat progress-nya pada status bar dan di log window dari Local Browser.
Gambar 3.17. Proses transfer data ketika upload file melalui FTP Server
Hal 53
3.3. Proses Transfer Materi Berita melalui SNG Sistem Satellite News Ghatering (SNG) sebenarnya berasal dari konsep Electronic News Gathering (ENG). ENG sendiri sebenarnya adalah sebuah konsep dimana sebuah gambar/video dari lokasi sumber berita yang diambil dari camcorder/kamera broadcast disiarkan secara langsung (live) oleh sebuah stasiun televisi dengan menggunakan sistem transmisi satelit broadcast. Sistem SNG selama ini telah diterapkan oleh PT Televisi Transformasi (TransTV).
Satelit Broadcast Uplink Stream
Downlink Stream
Satellite dish
Master Control Room
SNG Van
Receiver Satelit
Gambar 3.18. Skema Diagram Satellite News Ghatering System Dalam prakteknya SNG sering dimanfaaatkan sebagai media pengiriman berita televisi baik secara langsung (live) maupun secara tidak langsung (taping) karena dipandang sebagai sarana yang saat ini paling efektif dan dengan kualitas gambar/video yang sangat bagus meskipun biaya yang dikeluarkan untuk penyewaan alat dan alokasi transponder tidaklah sedikit. Melalui Tugas Akhir ini kita akan
Hal 54
membandingkan sampai sejauh mana parameter-parameter terukur seperti kualitas sinyal video dan kecepatan transfer data pengiriman materi berita dibandingkan dengan proses transfer materi berita melalui jaringan 3G/UMTS yang telah diuraikan sebelumnya.
3.3.1. Sistem Satellite News Gathering (SNG)
Gambar 3.19. Blok Diagram SNG Blok diagram dari sistem SNG ditunjukkan dalam gambar 3.19 di atas. Pada dasarnya pada bagian sistem pemancarnya (uplink) terdiri dari : 1. Modulator, yang berfungsi memodulasi sinyal-sinyal audio video ke dalam bentuk sinyal IF (Intermediate Frequency) menggunakan sistem modulasi digital QPSK (8-PSK). 2. Biasanya blok modulator ini dilengkapi dengan Encoder, yang berfungsi untuk mengkodekan sinyal audio video ke dalam bentuk sinyal video digital terkompresi untuk mengurangi bandwidth transmisinya. Untuk standar Digital Television System digunakan encoder MPEG-2. Dalam perkembangannya, saat ini telah digunakan encoder MPEG-4 yang kualitas video-nya hampir setara dengan MPEG-2 tetapi menghemat bandwidth sampai sepertiganya.
Hal 55
3. Up Converter, yang berfungsi untuk mengubah sinyal IF (Intermediate Frequency) menjadi sinyal RF (Radio Frequency). 4. HPA (High Power Amplifier), yang berfungsi untuk memperkuat sinyal RF sebelum ditransmisikan ke satelit broadcast. 5. Antenna Parabola, yang dilengkapi dengan LNA (Low Noise Amplifier) berfungsi untuk memancarkan dan menerima sinyal RF dari stasiun bumi bergerak ke satelit broadcast. Biasanya tipe antenna yang dipakai adalah antenna VSAT (Very Small Aperture Terminal) Sedangkan di bagian sistem penerimanya (downlink) terdiri dari : 1. LNB (Low Noise Block), yang berfungsi sebagai penguat sinyal di bagian sistem penerima 2. Satellite Receiver, yang berfungsi sebagai penerima sinyal RF dari satelit. 3. Decoder, yang berfungsi untuk men-decode sinyal video ke dalam bentuk sinyal aslinya. 4. Spectrum Analyzer, yang berfungsi untuk memonitor kualitas sinyal RF dari satelit.
Gambar 3.20. Monitoring kualitas sinyal RF dari satelit
Hal 56
Biasanya di dalam mobil SNG juga dilengkapi dengan sistem downlink dari satelit yang digunakan untuk memonitor kualitas sinyal RF yang ditransmisikan oleh sistem uplink-nya. Sistem downlink juga dimiliki oleh perangkat feeding di kantor pusat untuk menerima sinyal audio video yang dikirimkan melalui sistem uplink dari SNG yang berada di lokasi yang seperti terlihat pada gambar 3.21.
Gambar 3.21. Perangkat Downlink dalam News Feeding
3.3.2. Instalasi SNG SNG adalah sebuah perangkat stasiun bumi bergerak yang sangat mobile. Sebelum dapat digunakan sebagai stasiun bumi yang memancarkan sinyal RF ke satelit, dilakukan instalasi sistem yang meliputi instalasi perangkat antenna parabola, pointing ke satelit, cross-polarization, dan proses broadcast. Adapun langkah-langkah dalam instalasi SNG adalah sebagai berikut :
Instalasi Parabola dan Pointing ke Satelit 1. Memastikan antara pemancar dan satelit harus tidak ada halangan atau disebut juga Line of Sight (LOS).
Hal 57
2. Menggunakan GPS dalam menentukan koordinat lintang dan bujur dari lokasi mobil SNG. Masukkan koordinat lokasi ke software satmaster untuk menentukan elevasi, azimuth dan polarisasi dengan memperhatikan koordinat satelit yang akan digunakan. Contoh untuk satelit Telkom 1 terletak pada 108◦ BT. 3. Menggunakan kompas sebagai penunjuk arah utara. Arah utara digunakan sebagai pedoman untuk melakukan pointing ke satelit berdasarkan parameter azimuth, elevasi, dan sudut polarisasi. 4. Melalukan instalasi antena parabola seperti pada gambar 3.22. dengan menggunakan pedoman awal berupa sudut elevasi, azimuth, dan polarisasi yang telah diketahui sebelumnya.
Gambar 3.22. Instalasi Parabola pada SNG truck 5. Melakukan pointing parabola ke satelit (Telkom 1) dan memastikan signal strength dan signal quality yang maksimal dengan mengatur posisi azimuth, elevasi dan polarisasi.
Hal 58
Cross-Polarization 1. Mengaktifkan peralatan-peralatan uplink SNG yaitu : DSNG Encoder, Up Converter dan monitor video dan audio 2. Mengaktifkan UPS sebagai stabilizer power HPA (High Power Amplifier) minimal ½ jam sebelum transmit dan memastikan perangkat HPA sudah dalam keadaan standby. 3. Melakukan koordinasi dengan provider satelit untuk melakukan cross polarisasi agar mendapatkan alokasi frekuensi transponder 4. Mengeset frekuensi IF pada DSNG Encoder dan frekuensi RF pada UpConverter sesuai dengan alokasi transponder yang diizinkan oleh provider satelit. Contoh IF=70 MHz dan RF=6230 MHz. 5. Mengeset Modulator Output di DSNG Encoder pada posisi clean carrier 6. Menekan tombol Transmit pada HPA seperti pada gambar 3.23. 7. Mengikuti panduan provider satelit dan memastikan hasil crosspol >30 dB dan menekan tombol standby pada HPA jika sudah selesai dan posisikan kembali modulator output di DSNG Encoder pada posisi OFF.
Gambar 3.23. HPA dalam keadaan ON. Tombol Transmit diaktifkan (lingkaran merah)
Hal 59
3.3.3. Proses Broadcast Materi Berita 1. Mengecek input video dan audio dengan berkoordinasi dengan kru teknis di lapangan dan set video dan audio pada DSNG Encoder sesuai dengan input yang diberikan. 2. Melakukan koordinasi dengan provider satelit untuk izin penggunaan alokasi transponder. 3. Mengeset modulator output pada DSNG Encoder pada posisi modulation dengan terlebih dahulu mengeset IF dan RF sesuai dengan alokasi yg diizinkan oleh provider satelit. 4. Menekan tombol transmit pada HPA dan memastikan manual HPA switch pada posisi yang benar. 5. Melakukan monitoring di spectrum analyzer untuk melihat carrier uplink yang sudah termodulasi agar memastikan uplink sudah transmit seperti gambar 3.24. 6. Koordinasi dengan operator transmisi di kantor pusat untuk memastikan penerimaan video dan audio sudah sesuai dengan standar.
Gambar 3.24. Carrier Uplink SNG yang termonitor pada spectrum analyzer
Hal 60
3.3.4. Proses Feeding Materi Berita Proses feeding materi berita dilakukan setelah instalasi peralatan SNG di lokasi sumber berita telah siap untuk mengirimkan gambar ke kantor pusat. Proses feeding adalah proses transfer materi berita secara real time dari lokasi ke kantor pusat yang dikoordinasikan oleh operator transmisi di kantor pusat. Dalam prakteknya koresponden daerah menghubungi kantor PT Telkom di daerah yang memiliki perangkat stasiun bumi sehingga instalasi perangkat SNG tidak perlu dilakukan karena semuanya telah siap digunakan. Namun dalam event-event khusus terkadang dibutuhkan SNG mobile untuk mendukung proses siaran langsung televisi sehingga instalasi perangkat SNG harus dilakukan sebelumnya. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam proses feeding adalah sebagai berikut : 1. Setelah instalasi perangkat SNG telah siap untuk mengirimkan gambar, operator SNG di lapangan memberitahukan data-data downlink kepada operator feeding di kantor pusat. Data-data itu yaitu : nama satelit yang digunakan, polarisasi satelit, frekuensi yang digunakan, symbol rate dan FEC. 2. Operator feeding mengeset konfigurasi receiver satelit sesuai dengan data-data downlink yang diberikan oleh operator SNG di lokasi. 3. Operator feeding memastikan bahwa level power downlink pada level yang bagus. Contoh untuk receiver Barco Eb/No ± 11dB dan Tandberg Eb/No ± 7dB. Jika audio video telah diterima dilakukan adjustment untuk menjaga kualitas video dan audio. 4. Jika peralatan downlink sudah siap pihak news dipersilahkan untuk melakukan recording materi program yang dikirim dari lokasi sumber berita tersebut. 5. Selama proses feeding, operator feeding selalu memonitor kualitas sinyal carrier di transponder menggunakan perangkat spectrum analyzer.
Hal 61
BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA 4.1. Tujuan Pengukuran Pengujian dan pengukuran merupakan tahapan yang penting dalam proses pengerjaan Tugas Akhir. Dari hasil-hasil yang didapat, dilakukan perbaikan terhadap terhadap kinerja sistem, peralatan maupun komponen pendukung yang belum bekerja sesuai dengan standar yang ditentukan. Pengujian yang dilakukan meliputi pengukuran terhadap kualitas sinyal video dari beberapa format kompresi dan waktu yang diperlukan untuk proses transfer file materi berita melalui jaringan 3G/UMTS. Pengujian dan pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem yang direncanakan dapat bekerja sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Sehingga nantinya diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam pengiriman materi berita. Disamping itu pengujian dan pengukuran ini juga bertujuan untuk membandingkan antara hasil yang didapat dari proses transfer materi berita melalui jaringan 3G/UMTS dan proses transfer materi berita melalui sistem SNG (Satellite News Ghatering) dari segi kualitas sinyal video, kecepatan dan waktu transfer materi berita serta efektifitas dan kehandalan dalam penerapannya.
4.2. Peralatan yang digunakan Dalam pengukuran terhadap besaran-besaran yang ingin diketahui nilainya, maka diperlukan alat-alat bantu, yaitu : 1. Software YUV Tool System, untuk menghitung nilai kualitas sinyal video (PSNR) 2. Software SmartFTP, untuk menghitung bit rate dan waktu yang diperlukan dalam proses transfer file melalui jaringan 3G/UMTS
Hal 62
4.3. Hasil pengukuran dan Analisa 4.3.1. Proses Pengukuran Kualitas Sinyal Video (PSNR). Kualitas sinyal video ini salah satunya dapat dihitung dengan rumus PSNR. PSNR atau peak signal-to-noise ratio adalah perbandingan antara power sinyal maksimum dan power noise yang menyebabkan fidelity dari representasinya. Satuannya adalah Desibel (dB). Pada Tugas Akhir ini digunakan software untuk menghitung nilai PSNR dari suatu file video seperti yang ditunjukkan oleh gambar 4.1. Software ini menghitung nilai PSNR dari 3 komponen sinyal yaitu: Y(SNR_Y),U (SNR_U), dan V (SNR_V) pada tiap-tiap frame dari file video. Hasil akhirnya berupa nilai PSNR rata-rata.
Gambar 4.1. Software YUV Tool System untuk menghitung PSNR Langkah-langkah untuk menghitung PSNR adalah sebagai berikut : 1. Membuka Aplikasi YUV Tool System. Meng-klik icon PSNR pada toolbar atau meng-klik menu YUV Analyzer>PSNR maka akan muncul window PSNR Calculation seperti pada gambar 4.2.
Hal 63
2. Pada window PSNR Calculation diketik nama file .avi (sinyal asli) pada Load File 1. dan diketik nama file video terkompresi pada Load File 2. Kita dapat menggunakan tombol Browse untuk mencari file-file tersebut di folder penyimpanannya. 3. Menyimpan hasil kalkulasi PSNR dengan mengisi Report File. Hasil kalkulasi ini tersimpan dalam file .txt. Gunakan tombol Browse untuk penempatan file tersebut pada folder yang diinginkan. 4. Meng-klik tombol Start Calculation dan menunggu hasil kalkulasinya.
Gambar 4.2. Window PSNR Calculation dan contoh hasil perhitungan PSNR
4.3.2. Hasil Pengukuran dan Analisa Kualitas Sinyal Video Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, file video terkompresi yang digunakan dalam pengujian Tugas Akhir ini terdiri dari 3 macam format yaitu : format Windows Media (.wmv), Real Media (.rm) dan format MPEG-2 Low Bit Rate (.m2v). Ketiga format tersebut dipilih karena kualitas video yang dihasilkan dipandang masih layak untuk standar pemberitaan dan video codecs-nya relatif mudah ditemui di pasaran. Pada Tugas Akhir ini, untuk setiap format video masing-masing memiliki 6 buah contoh file video. Hasil pengukuran selanjutnya dibandingkan dengan sinyal
Hal 64
video aslinya (tanpa kompresi) dan sinyal video MPEG-2 High Bit Rate yang kualitas videonya mendekati standar sistem SNG.
Tabel 4.1: Hasil Pengukuran Kualitas Sinyal Video Format Windows Media Converter Format Video Frame Rate Bit Rate Resolusi Aspet Ratio
: Advanced Windows Media : Window Media for Broadband (PAL 384 Kbps) : 25 fps : 384 Kbps : 352 x 288 :4x3
No
Nama File Kompresi
1 2 3 4 5 6
Bom Bunuh Diri di Palu.wmv Mabes Polri Kirim Personil1.wmv Mabes Polri Kirim Personil2.wmv Mabes Polri Kirim Personil3.wmv Tibo Minta 16 Nama Ditangkap.wmv TNI AL Amankan Alat Berat.wmv PSNR Rata-Rata
Durasi (h:m:s) 0:01:14 0:01:17 0:01:04 0:01:08 0:00:27 0:01:06
File Size (KB) 3363 3528 2934 3116 1311 3028
PSNR Rata-Rata (dB) SNR_Y SNR_U SNR_V 38,05 37,89 37,97 37,55 37,56 38,01 37,79 37,87 37,79 36,84 36,84 37,21 37,59 37,67 37,63 37,64 37,42 37,65 37,58 37,54 37,71
Tabel 4.2: Hasil Pengukuran Kualitas Sinyal Video Format Real Media Converter Format Video Frame Rate Bit Rate Resolusi Aspet Ratio
No 1 2 3 4 5 6
: Advanced Real Media Export : Real Media 384 K DSL/Cable Modem : 25 fps : 384 Kbps : 784 x 576 :4x3
Nama File Kompresi Bom Bunuh Diri di Palu.rm Mabes Polri Kirim Personil1.rm Mabes Polri Kirim Personil2.rm Mabes Polri Kirim Personil3.rm Tibo Minta 16 Nama Ditangkap.rm TNI AL Amankan Alat Berat.rm PSNR Rata-Rata
Durasi (h:m:s) 0:01:14 0:01:17 0:01:04 0:01:08 0:00:27 0:01:06
File Size (KB) 3354 3373 2912 2961 1340 2978
PSNR Rata-Rata (dB) SNR_Y SNR_U SNR_V 34,75 34,59 34,72 33,52 33,54 33,74 33,66 33,76 33,66 32,76 32,76 33,08 33,62 33,71 33,68 33,52 33,41 33,55 33,64 33,63 33,74
Hal 65
Tabel 4.3: Hasil Pengukuran Kualitas Sinyal Video Format MPEG-2 Low Bit Rate Converter Format Video Frame Rate Bit Rate Resolusi Aspet Ratio
No 1 2 3 4 5 6
: Adobe MPEG Encoder : MPEG-2 DVD PAL Low Bit Rate : 25 fps : Variable Bit Rate; Average 3.2 Mbps ;Max 4.5 Mbps : 720 x 576 :4x3
Nama File Kompresi Bom Bunuh Diri di Palu.m2v Mabes Polri Kirim Personil1.m2v Mabes Polri Kirim Personil2.m2v Mabes Polri Kirim Personil3.m2v Tibo Minta 16 Nama Ditangkap.m2v TNI AL Amankan Alat Berat.m2v PSNR Rata-Rata
Durasi (h:m:s) 0:01:14 0:01:17 0:01:04 0:01:08 0:00:27 0:01:06
File Size (KB) 29187 30114 24712 26533 10884 25989
PSNR Rata-Rata (dB) SNR_Y SNR_U SNR_V 42,34 42,28 42,37 41,67 41,74 41,89 42,14 42,26 42,14 41,74 41,74 41,86 42,26 42,32 42,28 41,68 41,58 41,72 41,97 41,99 42,04
Tabel 4.4: Hasil Pengukuran Kualitas Sinyal Video Tanpa Kompresi Format Video : Microsoft DV (PAL) Standar PAL Video (4:3 Interlaced) Frame Rate : 25 fps Resolusi : 720 x 576 Aspet Ratio : D1/DV PAL 4 x 3 (1.067) Format Audio : PCM 48 KHz (16-bit Uncompressed)
No 1 2 3 4 5 6
Nama File Kompresi Bom Bunuh Diri di Palu.avi Mabes Polri Kirim Personil1.avi Mabes Polri Kirim Personil2.avi Mabes Polri Kirim Personil3.avi Tibo Minta 16 Nama Ditangkap.avi TNI AL Amankan Alat Berat.avi PSNR Rata-Rata
Durasi (h:m:s) 0:01:14 0:01:17 0:01:04 0:01:08 0:00:27 0:01:06
File Size (KB) 2268054 2368094 1966681 2085057 840587 2036226
PSNR Rata-Rata (dB) SNR_Y SNR_U SNR_V 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Hal 66
Tabel 4.5: Hasil Pengukuran Kualitas Sinyal Video MPEG-2 SNG Converter Format Video Frame Rate Bit Rate Resolusi Aspet Ratio
: Adobe MPEG Encoder : MPEG-2 DVD PAL High Bit Rate : 25 fps : Variable Bit Rate; Average 6.2 Mbps ;Max 8 Mbps : 720 x 576 :4x3
No
Nama File Kompresi
1 2 3 4
Bom Bunuh Diri di Palu_High.m2v Mabes Polri Kirim Personil1_High.m2v Mabes Polri Kirim Personil2_High.m2v Mabes Polri Kirim Personil3_High.m2v Tibo Minta 16 Nama Ditangkap_High.m2v TNI AL Amankan Alat Berat_High.m2v PSNR Rata-Rata
5 6
Durasi (h:m:s) 0:01:14 0:01:17 0:01:04 0:01:08
File Size (KB) 519172 600102 514692 516423
0:00:27 0:01:06
410772 515874
PSNR Rata-Rata (dB) SNR_Y SNR_U SNR_V 47,68 47,54 47,65 46,72 46,76 46,92 46,54 46,66 46,54 45,89 45,89 46,16 46,74 46,64 46,70
46,82 46,55 46,70
46,78 46,68 46,79
Dari hasil pengukuran kualitas sinyal video, nilai PSNR sinyal aslinya adalah 100 dB. Sinyal video hasil proses kompresi mempunyai kualitas yang tidak sama dengan sinyal aslinya (.avi) dan biasanya mengalami penurunan kualitas yang dapat dilihat dari nilai PSNR-nya. Semakin rendah bit rate sinyal kompresi maka kualitas semakin turun. Selain itu kualitas video juga ditentukan oleh resolusi dan aspect ratio, dimana semakin besar resolusi dan aspet ratio-nya semakin bagus kualitasnya. Kualitas sinyal video juga ditentukan oleh video codecs-nya. Dari hasil pengukuran PSNR rata-rata, hasil kompresi video codecs MPEG-2 memiliki kualitas yang lebih tinggi daripada Windows Media dan Real Media dengan konsekuensi ukuran file kompresi-nya menjadi lebih besar karena bit rate-nya lebih tinggi. Dari data-data di atas, hasil pengukuran untuk format Windows Media File (wmv) didapatkan nilai PSNR rata-rata 37,58 dB (SNR_Y), 37,54 dB (SNR_U) dan 37,71 dB (SNR_V). Untuk format Real Media (rm) didapatkan nilai PSNR rata-rata 33,64 dB (SNR_Y), 33,63 (SNR_U) dan 33,74 (SNR_V). Sedangkan dalam format
Hal 67
MPEG-2 low bit rate didapatkan nilai rata-rata PSNR 41,97 dB (SNR_Y), 41,99 (SNR_U) dan 42,04 (SNR_V). Kisaran nilai PSNR untuk streaming multimedia dari hasil pengukuran di atas adalah 33,64-41,97 dB (SNR_Y), 33,63-41,99 dB (SNR_U) dan 33,74-42,04 dB (SNR_V). Dalam konversi ke dalam skala MOS (Mean Opinion Scores) yang merupakan skala kualitas subyektif yang diatur dalam ITU-R BT.500-111. nilai PSNR ini sudah layak untuk ditayangkan dalam pemberitaan televisi (news quality)2.. Sedangkan sebagai pembanding, untuk kualitas broadcast yang diwakili oleh format MPEG-2 DVD PAL High Bit Rate nilai rata-rata PSNR yang terukur adalah 46,70 dB (SNR_Y), 46,70 dB (SNR_U) dan 46,79 dB (SNR_V).
4.3.3. Hasil Pengukuran dan Analisa Waktu Transfer File melalui 3G/UMTS
Tabel 4.6: Hasil Pengukuran Waktu Transfer Video Format Windows Media No
1 2 3 4 5 6
1. 2.
Nama File Kompresi
Durasi (h:m:s)
File Size (KB)
Bom Bunuh Diri di Palu.wmv 0:01:14 3363 Mabes Polri Kirim Personil1.wmv 0:01:17 3528 Mabes Polri Kirim Personil2.wmv 0:01:04 2934 Mabes Polri Kirim Personil3.wmv 0:01:08 3116 Tibo Minta 16 Nama Ditangkap.wmv 0:00:27 1311 TNI AL Amankan Alat Berat.wmv 0:01:06 3028 Transfer Time & Transfer Rate Rata-Rata
Transfer Time (detik) Teoritis Hasil
Transfer Rate (Kbps) Teoritis Hasil
210,19
408
128
65,94
223,88
441
128
64,00
183,38
301
128
77,98
194,75
297
128
83,93
81,94
146
128
71,83
189,25 180,57
263 309,33
128 128
92,10 75,96
ITU-R BT.500-11, Methodology for the subjective assessment of the quality of television pictures MSU Subjective Comparison of Modern Video Codecs : Correlation of objective metrics and subjective scores, CS MSU Graphics and Media Lab, Moscow, Januari 2006, hal 26
Hal 68
Tabel 4.7: Hasil Pengukuran Waktu Transfer Video Format Real Media No
1 2 3 4 5 6
Nama File Kompresi
Durasi (h:m:s)
File Size (KB)
Bom Bunuh Diri di Palu.rm 0:01:14 3354 Mabes Polri Kirim Personil1.rm 0:01:17 3373 Mabes Polri Kirim Personil2.rm 0:01:04 2912 Mabes Polri Kirim Personil3.rm 0:01:08 2961 Tibo Minta 16 Nama Ditangkap.rm 0:00:27 1340 TNI AL Amankan Alat Berat.rm 0:01:06 2978 Transfer Time & Transfer Rate Rata-Rata
Transfer Time (detik) Teoritis Hasil 209,63
395
Transfer Rate (Kbps) Teoritis Hasil 128
67,93
210,81
365
128
73,93
182
271
128
85,96
185,06
252
128
94,00
83,75
147
128
72,93
186,13 176,23
213 273.83
128 128
111,85 84,43
Tabel 4.8: Hasil Pengukuran Waktu Transfer Video Format MPEG-2 Low Bit Rate No
1 2 3 4 5 6
Nama File Kompresi
Durasi (h:m:s)
File Size (KB)
Bom Bunuh Diri di 0:01:14 29187 Palu.m2v Mabes Polri Kirim Personil1.m2v 0:01:17 30114 Mabes Polri Kirim Personil2.m2v 0:01:04 24712 Mabes Polri Kirim Personil3.m2v 0:01:08 26533 Tibo Minta 16 Nama Ditangkap.m2v 0:00:27 10884 TNI AL Amankan Alat Berat.m2v 0:01:06 25989 Transfer Time & Transfer Rate Rata-Rata
Transfer Time (detik) Teoritis Hasil
Transfer Rate (Kbps) Teoritis Hasil
1824,19
3155
128
74,01
1882,13
2362
128
101,99
1544,50
2410
128
82,03
1658,31
2868
128
74,01
680,25
1146
128
75,98
1624,31 1535,62
2363 2384
128 128
87,99 82,67
Seperti yang telah diuraikan dalam bab perencanaan dan implementasi, proses transfer file yang memanfaatkan jaringan 3G/UMTS adalah proses upload file dari lokasi pemberitaan ke server FTP di kantor pusat. Untuk saat ini salah satu operator 3G/UMTS yang bekerja sama dalam pengujian ini memberikan garansi throughput
Hal 69
transfer data untuk upstream up to 128 Kbps, yang berarti bahwa bandwidth jaringan dari node source ke node destination untuk upstream adalah 128 Kbps3. Sehingga secara teoritis waktu transfer data video (secara upstream) dapat dihitung sebagai berikut :
Waktu Transfer Data (teoritis ) =
Ukuran File Video ( KByte) × 8 bit 128 Kbps
Contoh : file video format windows media “Bom Bunuh Diri di Palu.wmv” memiliki ukuran file 3363 Kbyte. Secara teoritis waktu transfer data upstream untuk file tersebut adalah :
Waktu Transfer Data (teoritis ) =
3363 Kbyte × 8 bit = 210,19 det ik 128 Kbps
Dengan menggunakan software SmartFTP didapatkan data-data waktu transfer file ke server FTP ketika proses upload file tersebut selesai seperti terlihat pada gambar 4.3. Sehingga besarnya transfer rate dapat dihitung dari waktu yang dibutuhkan untuk proses transfer data dari lokasi berita ke server FTP di kantor pusat pemberitaan televisi Besarnya nilai transfer rate dapat dihitung sebagai berikut :
Transfer Rate ( Kbps) =
Ukuran File Video ( KByte) × 8 bit Waktu Transfer Data (det ik )
Contoh : file video format windows media “Bom Bunuh Diri di Palu.wmv” memiliki ukuran file 3363 Kbyte dan waktu tranfer yang dibutuhkan dalam proses upload file video dari lokasi berita ke server FTP di kantor pusat pemberitaan televisi adalah 408 detik. Maka transfer rate untuk file tersebut adalah :
3.
CDMA & UMTS System Overview Chapter 4, UMTS Core Network, Telecom Academy
Hal 70
Transfer Rate ( Kbps ) =
3363 KByte × 8 bit = 65,94 Kbps 408 det ik
Dari data-data hasil pengukuran transfer file video untuk format Windows Media File (wmv) didapatkan transfer rate rata-rata sebesar 75,96 Kbps. Transfer rate-nya bervariasi antara 64 Kbps-92,10 Kbps. Sedangkan untuk format Real Media (rm) didapatkan transfer rate rata-rata sebesar 84,43 Kbps. Transfer rate-nya bervariasi antara 67,93 Kbps-111,85 Kbps. Adapun hasil pengukuran transfer file video untuk format MPEG-2 Low Bit Rate didapatkan transfer rate rata-rata sebesar 82.67 Kbps. Transfer rate-nya bervariasi antara 74,01 Kbps-101,99 Kbps.
Gambar 4.3. Waktu transfer file (dilingkari) dalam proses upload file
Hal 71
Dari hasil pengukuran di atas, waktu transfer video ditentukan oleh ukuran file dan besarnya transfer rate dari jaringan 3G/UMTS. Transfer rate ini berubah-ubah dan dipengaruhi oleh besarnya throughput jaringan 3G/UMTS yang mana tergantung dari kapasitas penggunaan kanal-kanal dalam jaringan oleh para pelanggan 3G dalam waktu bersamaan. Semakin banyak pelanggan yang memakai dalam waktu bersamaan, maka transfer rate semakin turun tetapi minimal dibatasi sampai 64 Kbps untuk upstream sedangkan bandwidth jaringan (throughput) untuk upstream adalah 128 Kbps. Selain itu transfer rate juga dipengaruhi oleh latency / times, hal ini dikarenakan media transmisi dari nodeB ke RNC dalam jaringan 3G/UMTS dapat terdiri bermacam-macam media (microwave,fiber,dan lain-lain) yang memungkinkan adanya perbedaan bandwidth di sepanjang jalur dalam jaringan 3G/UMTS tersebut. Transfer rate tersebut juga dipengaruhi oleh kecepatan pada level access jalur inter-network antara GPRS Gateway Support Node (GGSN) dan jaringan data di kantor pusat. Dalam pengujian Tugas Akhir ini digunakan jaringan publik internet sebagai media transfer data dari GGSN provider 3G/UMTS ke server FTP di kantor pusat yang mana bandwidth jaringannya terbatas, untuk upstream up to 384 Kbps sedangkan untuk downstream up to 2 Mbps. Jika digunakan trunk leased line antara GGSN jaringan 3G/UMTS dengan kantor pusat maka bandwidth jaringan (thoughput) dapat dimaksimalkan tergantung kebutuhan. Selain itu dengan adanya private network tersebut akan dapat menjaga kerahasiaan lalu lintas informasi/data. Secara ideal untuk memberikan performasi sistem yang lebih baik seperti digambarkan dalam gambar 4.4. Dengan adanya teknologi HSUPA (High Speed Upload Packet Access) dengan throughput jaringan up to 2 Mbps maka akan memungkinkan proses upload data semakin cepat. Namun saat ini di Indonesia teknologi HSUPA belum dapat diterapkan karena keterbatasan insfrastruktur jaringan karena membutuhkan bandwidth yang sangat besar. Salah satu provider 3G/UMTS di Indonesia telah mengaplikasikan teknologi HSDPA (High Speed Download Paket Acess) dengan
Hal 72
garansi throughput jaringan up to 2 Mbps pada level downstream. Itupun masih terbatas di beberapa node jaringan 3G tertentu di Jakarta.
Upstream
Upstream
Trunk leased line
Upstream
Koresponden Daerah
Gambar 4.4. Aliran data IP Packet Flow dari transfer materi berita secara ideal
Dengan adanya teknologi HSUPA dan HSDPA yang menjadi titik awal menuju generasi 4G serta kesiapan insfrastruktur jaringan, backbone dan backhaul di Indonesia dengan bandwidth yang sangat besar (dalam gigabit) maka memungkinkan transfer data broadband dalam bandwidth yang sangat besar dengan bit rate yang tinggi sehingga transfer materi berita secara live dapat diaplikasikan apalagi ditunjang dengan adanya teknologi kompresi MPEG-4 yang memberikan kualitas video yang setara dengan MPEG-2 dengan bandwidth hanya sepertiganya.
Hal 73
4.4. Perbandingan Performansi Transfer Video melalui 3G/UMTS dan SNG Untuk memberikan gambaran yang utuh mengenai sistem baru yang diimplementasikan dalam Tugas Akhir ini maka diperlukan pembanding analisa berupa sistem transfer materi berita yang telah diterapkan selama ini oleh PT Televisi Transformasi Indonesia (TransTV) yaitu sistem Satellite News Ghatering (SNG). Melalui Tugas Akhir ini kita akan membandingkan sampai sejauh mana parameter-parameter terukur seperti kualitas sinyal video dan kecepatan transfer data dalam sistem pengiriman materi berita melalui jaringan 3G/UMTS dan sistem pengiriman materi berita melalui SNG dengan data-data yang telah diuraikan sebelumnya. Selain itu beberapa parameter kualitatif seperti reliability sistem dan efektifitas pengiriman materi berita juga akan diuraikan. Tabel perbandingan performansi kedua sistem tersebut diperlihatkan pada tabel 4.9 dan tabel 4.10.
Tabel 4.9: Perbandingan Performansi Sistem dengan Beberapa Parameter Terukur NO
PARAMETER TERUKUR
SISTEM 3G/UMTS
1 KUALITAS VIDEO Standar multimedia tetapi masih layak ditayangkan sebagai materi pemberitaan televisi PSNR terukur : 33 s/d 42 dB (nilai kisaran PSNR rata-rata untuk format Windows Media File, Real Media, dan MPEG-2 Low Bit Rate )
SISTEM SNG Standar digital video broadcast dengan sinyal video digital kualitas tinggi setara dengan DVD PSNR terukur : 45 s/d 47 dB (nilai kisaran PSNR rata-rata untuk format MPEG-2 High Bit Rate)
2
BIT RATE
Bit Rate 3G (Throughput) 4. : - Upstream : 128 Kbps - Downstream : 384 Kbps - HSDPA : 2 Mbps
3
VIDEO CODECS
- Berbagai macam video codecs MPEG-2 dan MPEG-4 seperti wmv, rm, mpg,m2v, mov, (sistem terbaru) divx, 3gp, 3gpp, dll
Bit Rate : - 1Mbps s/d 15 Mbps atau 50 Mbps (SDTV) 5.
Hal 74
4
DELAY SISTEM
Tergantung dari throughput jaringan (video streaming)
100 ms end to end (live broadcast)
Tabel 4.10: Perbandingan Performansi Sistem dari Beberapa Parameter Kualitatif NO
PARAMETER KUALITATIF
SISTEM 3G/UMTS
SISTEM SNG
1
RELIABILITY SISTEM
- Tergantung ada tidaknya jaringan 3G/UMTS di lokasi pemberitaan - Saat ini jaringan 3G/UMTS hanya terdapat di kota-kota besar tertentu di Indonesia
- Dapat digunakan sampai ke daerah pelosok (rural area) yang masih terjangkau truk SNG - Menggunakan satelit sebagai media transmisinya. Bandwidth besar dengan jangkauan luas
2
EFEKTIFITAS SISTEM
- Instalasi sistem sederhana, cepat,dan mudah serta dapat dikerjakan sendiri kurang dari 30 menit - Materi berita dapat diedit di lokasi berita (pre-editing) dan koresponden dapat memilih bagian-bagian clip materi berita yang diperlukan saja - Membutuhkan waktu kurang lebih 10-30 menit untuk transfer materi berita berdurasi 1 menit tergantung video codecs-nya (non real time)
- Instalasi sistem agak rumit dan memerlukan waktu sekitar 1 s/d 2 jam untuk instalasi antena parabola, pointing ke satelit, cross-polarization dan koordinasi antara kru di lokasi berita, provider satelit dan kru di kantor pusat pemberitaan televisi - Materi berita biasanya dikirimkan langsung (live) ke kantor pusat apa adanya tanpa proses pre-editing - Membutuhkan waktu 20 -30 menit untuk transfer materi berita berdurasi sama dengan waktu transfernya (real time)
3
BIAYA/ COST OPERASIONAL
Jauh lebih MURAH
MAHAL
4
BIAYA/ COST INSTALASI SISTEM
Lebih MURAH, karena hanya Lebih MAHAL, karena biasanya dibutuhkan handset 3G/PCMCIA equipment SNG dan equipment card 3G dan laptop bagi broadcast berharga sangat mahal koresponden di kota-kota besar yang terdapat jaringan 3G/UMTS
Hal 75
Dari kedua tabel tersebut di atas dapat dilihat perbandingan performansi antara kedua sistem. Kualitas sinyal video sistem SNG lebih bagus daripada kualitas sinyal video melalui jaringan 3G/UMTS yang dapat dilihat dari nilai PSNR-nya, karena sistem kompresi SNG yang menggunakan MPEG-2 High Bit rate lebih baik daripada sistem kompresi lainnya konsekuensinya membutuhkan bandwidth yang lebih besar. Kualitas video dari sistem SNG dikategorikan sebagai kualitas digital video broadcast sedangkan kualitas video hasil transfer materi melalui jaringan 3G/UMTS adalah kualitas video multimedia, namun kualitas video ini masih layak untuk ditayangkan sebagai materi dalam pemberitaan televisi. Karakteristik pemberitaan televisi yang lebih mementingkan news value dan kecepatan dalam pemberitaannya daripada kualitas video memungkinkan sistem pengiriman materi berita dapat diaplikasikan. Dari segi efektifitas sistem, sistem pengiriman materi berita melalui jaringan 3G/UMTS lebih efektif dalam hal instalasi dan operasionalnya. Proses instalasi sistem lebih sederhana, cepat dan mudah daripada sistem SNG, serta dapat dikerjakan oleh seorang koresponden di lokasi berita. Koresponden dapat melakukan proses preediting sehingga hanya bagian-bagian clip video yang penting saja dari materi kaset yang dikirimkan ke kantor pusat. Namun untuk saat ini dengan bit rate transfer jaringan 3G/UMTS yang ada belum dapat dilakukan proses live broadcasting seperti pada sistem SNG. Dalam hal reliabilitas, sistem pengiriman materi berita melalui jaringan 3G/UMTS untuk saat ini hanya dapat diimplementasikan di kota-kota besar yang memiliki jaringan 3G/UMTS saja dan tidak dapat diimplementasikan di lokasi pemberitaan yang jauh sampai ke pelosok daerah (rural area) seperti pada sistem SNG. Namun apabila diimplemetasikan, walaupun masih terbatas hanya di lokasilokasi tertentu yang memiliki jaringan 3G/UMTS, sistem pengiriman materi berita melalui jaringan 3G/UMTS dapat menghemat biaya operasional dalam pemberitaan televisi. 4. 5.
Cellullar Standards for Thirds Generation : The ITU’s IMT-2000 family ISO/IEC 13818-2 : 1995. Recommendation ITU-T H.262 (1995 E)
Hal 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Sistem pengiriman materi berita (news feeding) melalui jaringan 3G/UMTS yang diimplementasikan dalam Tugas Akhir ini dapat direalisasikan sebagai alternatif pengiriman berita dari lokasi berita ke kantor pusat pemberitaan televisi. 2. Sistem pengiriman materi berita (news feeding) melalui jaringan 3G/UMTS dapat bekerja sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan dalam proses pemberitaan televisi dalam hal kualitas sinyal video, kecepatan dan waktu transfer materi berita serta efektifitas dan kehandalan dalam penerapannya. 3. Dalam hal kualitas video, nilai PSNR untuk file video multimedia yang digunakan dalam percobaan ini berkisar antara 33 s/d 42 dB. Nilai PSNR file video materi berita ini sudah dianggap layak ditayangkan dalam pemberitaan televisi. 4. Sistem pengiriman materi berita (news feeding) melalui jaringan 3G/UMTS merupakan proses upload file dari lokasi berita ke FTP Server di kantor pusat pemberitaan televisi. Dalam percobaan transfer file yang memanfaatkan jaringan 3G/UMTS ini, data rate untuk upstream berkisar antara 64 s/d 112 Kbps.
5.2. Saran Sistem
pengiriman
materi
berita
melalui
jaringan
3G/UMTS
yang
diimplementasikan dalam Tugas Akhir ini masih memiliki keterbatasan-keterbatasan yang masih harus disempurnakan sehingga perlu diadakan optimalisasi baik di sisi perangkat keras, perangkat lunak maupun kinerja jaringan 3G/UMTS. Keterbatasanketerbatasan itu antara lain :
Hal 77
1. Jaringan 3G/UMTS di Indonesia pada saat ini belum terlalu luas dibandingkan dengan jaringan 2G/GSM yang telah dapat menjangkau daerah-daerah pelosok (rural area). 2. Kecepatan data transfer dan throughput jaringan 3G/UMTS untuk saat ini belum dapat mendukung siaran langsung dengan kualitas video broadcast. Untuk itu perlu dilakukan optimalisasi baik dari sisi perangkat, teknologi maupun infrastruktur jaringan di Indonesia. 3. Teknologi kompresi yang diujikan dalam Tugas Akhir ini hanya terbatas pada 3 format video codec saja sedangkan saat ini telah banyak dikembangkan video codec - video codec lainnya yang memungkinkan kualitas video yang lebih baik dengan bandwidth yang relatif lebih kecil. 4. Untuk kualitas video yang lebih bagus membutuhkan perangkat hardware dan software video codecs dengan tingkat kompresi data yang tinggi tetapi dengan bandwidth yang kecil. Untuk saat ini teknologi kompresi masih terus dikembangkan sehingga kualitas sinyal video masih dapat ditingkatkan 5. Untuk memberikan performasi sistem yang lebih baik dan menjaga kerahasiaan lalu lintas informasi/data maka perlu adanya
private network
antara GGSN provider 3G/UMTS dengan kantor pusat pemberitaan televisi.
Pengembangan dari sistem ini dapat dilakukan sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengiriman berita dari lokasi berita ke kantor pusat pemberitaan televisi dan pada akhirnya nanti diharapkan dapat mendukung proses pengiriman materi berita secara live.
Hal 78
DAFTAR PUSTAKA
1. Brice Richard, Newnes Guide To Digital Television, Newnes, Antony Rowe Ltd, Chippenham,Wiltshire, 2000. 2. Benson, K. Blair, and Jerry C. Whitaker, Television and Audio Handbook: For Engineers and Technicians, McGraw-Hill Book Company, New York, 1989. 3. Mauri Kangas 2002 MPEG-1,2.ppt/24.02.2002/Mauri Kangas 4. Turner Brough, Orange Marc, 3G Tutorial, Originally presented at Fall VON 2002 5. Ahlholm Mika, Wireless Evolution in Core & Radio Siemens, Hanoi, December 2005 6. Basic Concepts of WCDMA Radio Access Network, A White Paper from Ericsson, ©Ericsson Radio Systems AB 2001 7. 3G/UMTS Towards mobile broadband and personal Internet, A White Paper From UMTS Forum, October 2005 8. WCDMA & UMTS System Overview Chapter 4, UMTS Core Network, Telecom Academy, Copyright® 2004 9. Textronix A Guide to MPEG Fundamental and Protocol Analysis, Textronix, Copyright® 1997 10. Textronix A Guide to Digital Television System and Measurements, Textronix, Copyright® 2000 11. Textronix PAL System Television Measurements, Textronix, Copyright® 1997 12. Barco Saturn MKII DSNG Encoder, User and Service Manual, Copyright® 2000 13. ITU-R BT.500-11,Methodology for the subjective Assessment of the quality of television pictures
14. ITU-T Study Group 9 Contribution 80, Final Report from the Video Quality Experts Group on the Validation of Objective Models of Video Quality, June 2000. 15. A.N. Netravali and B.G. Haskell, Digital Pictures: Representation, Compression, and Standards (2nd Ed), Plenum Press, New York, NY (1995). 16. M. Rabbani and P.W. Jones, Digital Image Compression Techniques, Vol TT7, SPIE Optical Engineering Press, Bellvue, Washington (1991 17. Haskell, B., Puri, A., Netravali, A.: Digital Video: An Introduction to MPEG-2., Chapman & Hall, New York (1997) 18. Vatolin Dmitriy, Smirnov Maxim, MPEG-2 Video Decoders Comparison, CS MSU Graphics & Media Lab Video Group, May 2006 19. Vatolin Dmitriy, Parshin Alexander, Petrov Oleg, MSU Subjective Comparison of Modern Video Codecs, CS MSU Graphics & Media Lab Video Group, Januari 2006
DAFTAR WEBSITE 1. http://en.wikipedia.org, The Free Ensiklopedia 2. www.umts-forum.org, 3G/UMTS Towards mobile broadband and personal Internet, A white paper from UMTS Forum, October 2005 3. www.umts-forum.org, 3G/UMTS Towars Mobile Television, A white paper from UMTS Forum, January 2006 4. http://www.nmscommunications.com/3Gtutorial, Brough Turner & Marc Orange, 3G Tutorial, NMS Communication, 2002 5. http://www.aegis-systems.co.uk , John Burns, 3G MOBILE OVERVIEW, Aegis Systems Ltd, 2000 6. http://www.textronix.com/audio_video/ 7. http://www.compression.ru/video/ 8. www.compression.ru/video/quality_measure/info_en.html 9. www.compression.ru/video/quality_measure/subjective_metrics_info_en.html 10. www.nmss.com