UJI KEMAMPUAN PIPA ALUMUNIUM DAN TEMBAGA PADA REAKTOR DESALINASI ELEKTROGRAVITASI UNTUK MENURUNKAN KLORIDA CAPABILITY OF ALUMINUM PIPE AND COPPER PIPE ON THE REACTOR DESALINATION ELECTROGRAVITATION TO REDUCE CHLORIDE Nadia Rindayani Jurusan Teknik Lingkungan FTSP – ITS Email :
[email protected] Abstrak Air payau tidak dapat dimanfaatkan secara langsung karena memiliki rasa yang asin dan lengket pada permukaan kulit. Hal ini disebabkan karena kandungan klorida pada air payau bisa mencapai 10 g/l. Salah satu alternatif pengolahan air payau untuk menurunkan kandungan klorida yang perlu dikembangkan saat ini adalah dengan menggunakan metode desalinasi elektrogravitasi. Pada metode ini menggunakan pasangan pipa aluminium dan pipa tembaga untuk menurunkan kadar klorida. Dilakukan variasi konsentrasi klorida dari larutan artificial dengan kadar 1.000 ppm, 2.500 ppm dan 5.000 ppm. Variasi waktu kontak 6 jam, 12 jam dan 24 jam. Parameter yang diuji antara lain
konsentrasi klorida, kekeruhan, dan pH. Penurunan klorida optimum terjadi pada
konsentrasi klorida 1000 ppm dengan waktu kontak 24 jam pada waktu operasi reaktor 36 jam dengan efisiensi penyisihan klorida sebesar 26,2 %. Pada kapasitas optimum tersebut, terjadi peningkatan parameter pH dan kekeruhan. Hasil penurunan klorida terbaik tersebut akan digunakan dalam perlakuan dengan menggunakan sampel air payau. Air payau berasal dari sumur penduduk pada wilayah kali tanah kedinding kenjeran. Penurunan klorida yang terjadi sebesar 28,62 %. Kata Kunci : Desalinasi elektrogravitasi, air payau, klorida
Abstract Brackish water can not be used directly because it has a salty taste and stickiness on the skin surface. This is because the content of chloride in brackish water could reach 10 g / l. One alternative must be developed at this time for brackish water treatment to reduce chloride content using desalination electrogravitational method. This method is using a pair of aluminum and copper pipes to reduce chloride levels. In this experiment, variations chloride concentration were maid artificial from 1.000 ppm, 2.500 ppm to 5.000 ppm. Variation of contact times was 6 hours, 12 hours and 24 hours. Sampling was performed every 6 hours after the time of contact. The parameters tested include the concentration of chloride, turbidity, and pH. The optimum decrease of chloride occurs at 1.000 ppm chloride concentration with contact time of 24 hours at 36 hours of reactor operation with chloride removal efficiency of 26.2%. pH and turbidity parameters increase at optimum capacity. The highest eficiency removal of chloride in the treatment was using brackish water samples. Brackish water was taken from wells at kedinding Kenjeran. Chloride removal efficiency occurred at 28.62%. Keyword : electrograitational desalination, brackish water, chloride
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditengah lautan lepas merupakan daerah-daerah
yang miskin sumber air tawar sehingga timbul masalah pemenuhan kebutuhan air minum. Sumber air yang terdapat di daerah tersebut umumnya berkualitas buruk, salah satunya adalah air tanahnya yang payau atau asin. Hal ini disebabkan karena kandungan kadar garam yang tinggi . Fraksi terbesar dari bahan terlarut terdiri dari garam - garam organik yang berwujud ion-ion. Ion terbanyak pada air payau adalah klorida (Cl-) yang mencapai 1.000 -10.000 mg/l (Stuyzand, 2005). Salah satu alternatif yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dengan metode desalinasi elektrogravitasi. Prinsip utama metode desalinasi elektrogravitasi dalam menyisihkan kandungan garam adalah terbentuknya suatu medan elektrostatis yang terbentuk pada saat air payau/asin (bertindak sebagai elektrolit, mengandung ion-ion garam terlarut) berkontak dengan dua elektroda logam yang memiliki beda potensial listrik (Aul, 1969). Keuntungan utama dari penggunaan metode ini adalah kebutuhan energi yang relatif sedikit. Selain itu, metode ini juga dapat menghasilkan energi listrik. Produksi listrik dihasilkan dari proses kimia yang terjadi antar elektroda (Putra, 2010). Pada Tugas Akhir ini akan digunakan pasangan pipa aluminium dan pipa tembaga untuk menurunkan kadar klorida pada air garam artifisial dan air payau
1.2
Perumusan Masalah Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah :
1.
Bagaimana pengaruh antara konsentrasi klorida dan waktu kontak terhadap efisiensi penurunan klorida dengan menggunakan elektroda pipa aluminium dan tembaga?.
2.
Bagaimana pengaruh antara konsentrasi klorida dan waktu kontak terhadap kualitas akhir air sampel ditinjau dari parameter pH dan kekeruhan?.
3.
1.3
Berapa efisiensi removal klorida paling optimum dari setiap perlakuan?
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh antara konsentrasi klorida dan waktu kontak terhadap efisiensi penurunan klorida dengan menggunakan elektroda aluminium dan tembaga. 2. Menganalisis pengaruh antara konsentrasi klorida dan waktu kontak terhadap kualitas akhir air sampel ditinjau dari parameter pH dan kekeruhan. 3. Menentukan efisiensi removal klorida optimum pada setiap perlakuan
1.4
Teori
1.4.1 Sel Volta atau Sel Galvanis Sel galvanis menghasilkan energi yang disebabkan oleh hasil reaksi kimia. Pada sel galvanis katoda berfungsi sebagai penghantar listrik sehingga berkutub positip. Proses aliran elektron terjadi dari elektroda negatif ke elektroda positif dengan melewati media elektrolit yang berfungsi sebagai penghantar arus listrik sehingga reaksi yang terjadi adalah spontan. Reaksi pada kedua elektroda akan menjadi diskontinyu tanpa kehadiran elektrolit pada sel galvani sehingga tidak terdapat penghasilan energi listrik. Listrik yang dihasilkan oleh sebuah sel galvani muncul akibat adanya perbedaan potensial energi listrik pada kedua elektroda. Perbedaan potensial ini dikenal dengan potensial sel atau Gaya Gerak Listrik (GGL). Untuk melengkapi reaksi dalam sebuah sel galvani, dibutuhkan media transfer yaitu sebuah sirkuit luar sebagai jalur alir listrik. Prinsip reaksi ini adalah logam dengan potensial reaksi lebih negatif akan teroksidasi, menghasilkan kation, dan terlarut dalam larutan elektrolit. Kemudian elektron yang dihasilkan akan bermigrasi ke logam dengan potensial reaksi lebih positif melalui kawat. Dalam sel galvani, sistem elektroda dalam elektrolitnya merupakan sistem setengah sel sehingga bila dua jenis elektroda dihubungkan merupakan dua sistem setengah sel dengan reaksi berlangsung secara reduksi-oksidasi. Keduanya akan membentuk suatu sistem elektroda yang terdiri dari katoda dan anoda. Transfer elektron akan terjadi dari anoda menuju katoda berdasarkan potensial reduksinya (Achmad, 2001). Pada mekanisme sel galvanis ini dimungkinkan ada beberapa reaksi yang terjadi salah satu diantaranya adalah korosi.Kata korosi berasal dari bahasa latin “Corrodere” yang artinya perusakan logam atau berkaratAda empat komponen utama yang menjadi syarat korosi pada suatu logam dapat berlangsung. Keempat komponen tersebut adalah anoda, katoda, elektrolit dan hubungan listrik. a. Anoda Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektron-elektron dari atom logam netral untuk membentuk ion-ion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut atau biasa disebut dengan reaksi anoda. Dapat dinyatakan dengan persamaan : M Mz+ + zeAluminium dan paduannya mempunyai lapisan oksida yang melekat pada permukaan aluminium. Selaput oksida biasanya terbentuk pada permukaan logam yang kontak
dengan udara pada suhu kamar. Bila aluminium dimasukkan dalam larutan NaCl maka anion-anion Cl- akan cenderung menyerang selaput oksida pada permukaan logam, karena ion klorida merupakan ion yang termasuk dalam golongan asam kuat yang berkemampuan merusak lapisan oksida tersebut. Semakin besar kadar natrium klorida dalam larutan maka semakin besar pula kandungan ion klorida sehingga korosi akan semakin meningkat. b. Katoda Pada katoda biasanya tidak mengalami korosi. Terjadi dua reaksi penting dan umum yang mungkin terjadi pada katoda yang tergantung pada pH larutan. c. Elektrolit Elektrolit merupakan larutan yang dapat menghantarkan listrik yang berupa larutan asam, larutan basa atau garam. Larutan elektrolit empunyai peranan penting dalam korosi logam karena larutan ini menjadi perantara kontak listrik dengan anoda dan katoda. d. Hubungan listrik Anoda dan katoda harus ada hubungan kontak lisrik agar arus dalam sel korosi dapat mengalir. Selisih energi bebas dapat terjadi pada rangkaian sel galvanik ini. Selisih energi bebas merupakan perwujudan dari potensial listrik. Potensial listrik menggerakkan arus listrik yang berupa elektron-elektron yang dihasilkan dari oksidasi logam anoda. Semakin besar arus listrik yang mengalir semakin banyak logam anoda yang menjadi ion maka korosi yang terjadi juga semakin besar. 2.
METODOLOGI Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap kemampuan penyisihan kadar klorida
dengan menggunakan elektroda pipa aluminium dan pipa tembaga. Penelitian dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh variasi konsentrasi klorida dan waktu kontak terhadap penurunan konsentrasi klorida pada larutan. Sampel yang digunakan adalah sampel air garam artifisial dengan variasi konsentrasi klorida pada larutan yaitu 1.000 ppm, 2.500 ppm dan 5.000 ppm dan dengan variasi waktu kontak 6 jam, 12 jam, dan 24 jam. Selanjutnya waktu kontak dari penurunan klorida yang optimum akan digunakan pada percobaan dengan menggunakan sampel air payau. Parameter yang diukur pada air hasil olahan meliputi konsentrasi klorida, kekeruhan dan pH.
Gambar 1 Rangkaian Sistem Desalinasi Elektrogravitasi
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Percobaan Sistem Kontinyu Prinsip utama metode desalinasi elektrogravitasi ini adalah
menyisihkan kandungan
garam dalam air melalui suatu medan elektrostatis yang terbentuk pada saat air asin (bertindak sebagai elektrolit yang mengandung ion-ion garam terlarut) berkontak dengan dua elektroda logam yang memiliki beda potensial listrik serta dihubungkan oleh sebuah sirkuit luar. Pipa tembaga dan pipa aluminium pada reaktor ini difungsikan sebagai pasangan elektroda-elektroda logam yang dapat menimbulkan arus listrik. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas optimum dari penyisihan klorida yang dapat diolah oleh kedua elektroda. .
Ion-ion bermuatan yang berikatan dengan molekul-molekul air bila dilakukan pelarutan garam ke dalam air aquadest akan terdisosiasi menjadi Na+ dan Cl- dan akan menyebar secara acak diantara molekul-molekul air. Berapapun banyaknya garam yang digunakan untuk membuat larutan, banyak ion natrium akan selalu sama dengan dengan banyak ion klorida. Sesuai dengan persamaan +
2NaCl(aq) → 2Na
-
(aq)
+ 2Cl (aq)
Saat ion-ion bermuatan tersebut berkontak dengan elektroda maka akan timbul serangkaian reaksi reduksi-oksidasi yang menghasilkan pergerakan elektron dari elektroda negatif (anoda) menuju elektroda positif (katoda) melalui sirkuit luar, sebagaimana yang terjadi pada mekanisme kerja suatu sel Galvani. Ion-ion bermuatan tersebut akan bereaksi dengan kedua elektroda yang terdapat pada ruang proses reaktor desalinasi elektrogravitasi yang menghasilkan tegangan dan arus listrik. Beda potensial yang akan dihasilkan dari selisih energi bebas antara logam aluminium dan tembaga melalui reaksi redoks adalah sebagai berikut : Katoda
2H2O + 2e- → H2(g) + 2OH-
Anoda
Al(s) → Al
3+
EO = - 0,83
-
(aq)
EO = + 1,66
+ 3e
3+
2Al(s) + 6H2O(l) → 2Al
-
+ 3H2(g) + 6OH (aq)
Esel = + 0,83
Berdasarkan reaksi diatas dapat diketahui bahwa reaksi berlangsung secara spontan karena memiliki nilai potensial positif sebesar 0,83 volt. Namun, pada percobaan hanya dihasilkan voltase sebesar + 0,7 volt sesuai pada lampiran B-2 dengan kuat arus 0,04 mA. Hal ini disebabkan oleh pengaruh tahanan dan pengaruh polarisasi.
3.2
Analisis Terhadap Perubahan Klorida Klorida merupakan unsur dengan kandungan yang cukup tinggi di dalam air payau. Unsur
ini lazim digunakan sebagai acuan dalam proses penyisihan garam. Dalam proses desalinasi dengan metode desalinasi elektrogravitasi ini, konsentrasi klorida yang terlarut di dalam sampel dapat berkurang setelah melewati ruang proses karena ion Cl- yang berada pada larutan akan mengalami serangkaian reaksi ion kompleks.
Klorida ada yang menempel pada pipa aluminium dan ada yang terendapkan. Dalam kondisi netral, akan terbentuk beberapa layer pada permukaan aluminium. Diantaranya adalah lapisan garam ataupun dalam bentuk kristal CuCl, AlCl dan AgCl. Selanjutnya pipa aluminium akan digantikan oleh lapisan aluminium oksida di seluruh permukaan pipanya (Benedetti et all., 1995). Berdasarkan hasil analisa XRF, telah terbukti klorida akan berikatan dengan ion-ion yang teroksidasi dari alloy pada pipa alumunium. Kandungan-kandungan yang terdapat dalam flokflok yang terbentuk dapat diperoleh melalui uji XRF. Pengujian XRF ini dilakukan pada sampel dengan tingkat penurunan klorida tertinggi dengan konsentrasi klorida tertinggi yaitu pada sampel 1.000 ppm dengan waktu kontak 24 jam. Hasil Analisa terhadap efisiensi penurunan
Efisiensi Penurunan Klorida (%)
klorida dapat dilihat pada gambar 2 – gambar 4.
30 25 20 15
Td 6 jam
10
Td 12 jam
5
Td 24 jam
0 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Efisiensi Penurunan Klorida (%)
Gambar 2 Grafik Efisiensi Penurunan Klorida Pada Variasi Konsentrasi Klorida 1.000 ppm 30 25 20 15
Td 6 jam
10
12 jam
5
Td 24 jam
0 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Gambar 3 Grafik Efisiensi Penurunan Klorida Pada Variasi Konsentrasi Klorida 2.500 ppm
Efisiensi Penurunan Klorida (%)
30 25 20 15
Td 6 jam
10
Td 12 jam
5
Td 24 jam
0 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Gambar 4 Grafik Efisiensi Penurunan Klorida Pada Variasi Konsentrasi Klorida 5.000 ppm
Dari ketiga variasi tersebut, efisiensi penurunan paling besar terjadi pada waktu kontak selama 12 jam pada waktu operasi 30 jam. Hal ini menyimpulkan bahwa semakin lama waktu kontak air terhadap elektroda tidak selalu menghasilkan penurunan klorida yang optimum. Penurunan klorida ini sangat dipengaruhi besarnya konsentrasi NaCl didalamnya. Dari ketiga veriasi konsentrasi klorida dapat dilihat bahwa grafik cenderung akan mengalami kenaikan efisiensi removal kloridanya hingga waktu operasi berakhir. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya ion klorida yang teradsorpsi pada logam aluminium dan semakin banyak pula logam aluminium yang meluruh seiring dengan bertambahnya waktu operasi. Secara keseluruhan, peningkatan variasi konsentrasi NaCl dan waktu kontak akan mempengaruhi tingkat efisiensi penurunan klorida, dimana semakin tinggi konsentrasi NaCl akan menurunkan tingkat penurunan kloridanya. Efisiensi penurunan paling besar terjadi pada konsentrasi 1000 ppm dengan waktu kontak selama 24 jam pada waktu pengambilan sampel 36 jam yaitu sebesar 26,2 %. Hal ini terjadi karena waktu kontak ini memiliki kecepatan aliran paling kecil di antara waktu kontak lainnya, sehingga proses desalinasi dapat berlangsung lebih intensif (Putra, 2010). 3.3
Analisa pH pH yang digunakan pada sampel artificial berkisar antara 6,5 hingga 7. pH ini sudah
disesuaikan dengan pH air payau yang berkisar antara 6,5 hingga 8. Nilai pH dari air sampel yang diolah melalui proses desalinasi elektrogravitasi sangat menentukan dalam prosese pengolahannya. Hal ini dikarenakan pembentukan gas H2 yang terjadi pada katoda selama proses diiringi dengan lepasnya OH- ke dalam larutan, sesuai dengan persamaan berikut: 2H2O + 2e- → H2 + 2OH
(aq)
Oleh karena itu dilakukan analisa terhadap nilai pH sebelum proses berlangsung hingga waktu operasi reaktor desalinasi ini berakhir. 8,5
pH
8 7,5 td 6 jam
7
td 12 jam
6,5
td 24 jam
6 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Gambar 5 Grafik Perubahan pH Pada Variasi Konsentrasi Klorida 1.000 ppm
8
pH
7,5 7
Td 6 jam Td 12 jam
6,5
Td 24 jam
6 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Pengambilan Sampel (jam)
Gambar 6 Grafik Perubahan pH Pada Variasi Konsentrasi Klorida 2.500 ppm
8,5 8 pH
7,5 Td 6 jam
7
Td 12 jam
6,5
Td 24 jam
6 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Gambar 7 Grafik Perubahan pH Pada Variasi Konsentrasi Klorida 5.000 ppm
Peningkatan pH tidak terjadi secara konstan melainkan terjadi penurunan pH kembali setiap pertengahan waktu operasi. Secara teoritis, pada umumnya nilai pH yang dihasilkan setelah proses cenderung meningkat pada awal proses. Hal ini dikarenakan pada proses ini terbentuk ion ion OH- yang berasal dari reduksi air dari senyawa H2O. Penurunan pH ini disebabkan karena aluminium merupakan logam yang bersifat amfoter, dimana dapat menyebabkan larutan bersifat asam maupun basa. Selain itu penurunan pH ini disebabkan karena adanya proses pembentukan Al(OH)3 yang akan melepaskan H+ sehingga mempengaruhi perubahan pH pada larutan Peningkatan variasi konsentrasi NaCl memiliki pengaruh pada peningkatan karakteristik pH pada air hasil olahan. Semakin tinggi konsentrasi NaCl pada air baku, semakin tinggi perubahan nilai pH yang terjadi karena konsentrasi Na (Sodium) ikut meningkat dan menghasilkan senyawa NaOH dalam jumlah yang tinggi dibandingkan dengan konsentrasi klorida 1.000 ppm dan 2.500 ppm. 3.4
Analisa Kekeruhan Kekeruhan pada metode desalinasi elektrogravitasi ini menunjukkan kandungan partikel
yang tersuspensi di dalam sampel air. Peningkatan kandungan partikel tersuspensi yang terjadi akibat reaksi kimia, akan memberikan pengaruh pada peningkatan tingkat kekeruhan air tersebut. Pada reaksi ini akan menghasilkan ion Al3+. Ion tersebut akan berikatan dengan ion OH- yang menyebabkan terbentuknya senyawa Al(OH)3. Al(OH)3 merupakan koagulan yang biasanya digunakan untuk menurunkan kekeruhan air yang mengandung koloid (sumber). Kekeruhan berasal dari Al(OH)3 yang merupakan produk hasil reaksi antara elektroda aluminium dan tembaga pada reaktor desalinasi elektrogravitasi yang tidak terendap dengan sempurna sehingga akan ikut terbawa menuju outlet. Pembentukan Al(OH)3 secara kimia dituliskan sebagai berikut : Al Al3+ + 3eAl3+ + H2O AlOH+2 + H2O Al(OH)+2 + H2O
AlOH+2 + H+ Al(OH)+2 + H+ Al(OH)3 + H+
Senyawa Al(OH)3 ini merupakan presipitat berwarna putih bila tidak terflokulasi dengan senyawa Al(OH)3 lainnya. Berdasarkan grafik kelarutan dapat dilihat bahwa Al(OH)3 baru dapat diendapkan dengan sempurna pada pH diatas 7 hingga pH lebih kecil dari 13.
Senyawa Al(OH)3 yang dihasilkan oleh reaksi oleh Al3+ akan saling bergabung satu sama lain dan secara perlahan akan mengalami pengendapan setelah didiamkan selama 15 menit. Analogi ini sesuai jika diterapkan pada reaktor desalinasi elektrogravitasi karena pengamatan secara langsung pada reaktor tidak bisa dilakukan. Senyawa Al(OH)3 yang dihasilkan oleh reaksi tersebut akan terakumulasi di dalam ruang proses reaktor , kemudian akan saling bergabung dan terflokulasi sehingga densitas dan berat jenisnya membesar dan secara perlahan mengalami pengendapan akibat adanya gaya gravitasi hingga mencapai ruang di bawah elektroda dimana tidak ada lagi medan elektrostatis dan akan tertampung pada ruang lumpur. Namun karena adanya aliran yang melewati reaktor akan dimungkinkan Al(OH)3 tidak mengendap sempurna dan akan ikut terbawa menuju outlet.
Kekeruhan (NTU)
5 4 3 td 6 jam
2
td 12 jam 1
td 24 jam
0 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Gambar 8 Grafik Perubahan Kekeruhan Pada Variasi Konsentrasi Klorida 1.000 ppm
Kekeruhan (NTU)
5 4 3 Td 6 jam
2
Td 12 jam
1
Td 24 jam
0 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Gambar 9 Grafik Perubahan Kekeruhan Pada Variasi Konsentrasi 2.500 ppm
Kekeruhan (NTU)
6 5 4 3
Td 6 jam
2
Td 12 jam
1
Td 24 jam
0 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Pengambilan Sampel (jam)
Gambar 10 Grafik Perubahan Kekeruhan Pada Konsentrasi 5.000 ppm
Dari ketiga variasi konsentrasi dapat dilihat bahwa
diantara ketiga variasi tersebut
konsentrasi klorida 5.000 ppm yang menghasilkan kekeruhan yang paling tinggi. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi klorida maka proses oksidasi Al menjadi Al3+ semakin meningkat sehingga Al(OH)3 menjadi lebih banyak pada larutan.
Peningkatan kekeruhan
tertinggi umumnya terjadi pada waktu kontak 6 jam. Hal ini dikarenakan debit pengaliran yang lebih cepat dibandingkan waktu kontak 12 jam dan 24 jam. Sehingga proses pengendapan flok belum berjalan sempurna dan suspensi Al(OH)3 terbawa menuju saluran outlet. Peningkatan kekeruhan juga terjadi seiring dengan bertambahnya waktu pengambilan sampel. Hal ini dikarenakan oksidasi Al menjadi Al3+ terus terjadi hingga waktu operasi berakhir. 3.5
Analisa Terhadap Alumunium yang terlarut Dalam prosesnya, percobaan ini akan menghasilkan produk aluminium yang akan ikut
terlarut di dalam larutan garam. Analisa aluminium yang terbawa pada saluran outlet pada pembahasan kali ini hanya dikhususkan untuk konsentrasi yang menghasilkan penurunan klorida tertinggi. Hasil outlet yang akan diperiksa pada percobaan ini dilakukan pada konsentrasi 1.000 ppm waktu kontak 24 jam dengan waktu operasi 36 jam. Dari data yang diperoleh dari hasil analisis ICP menunjukkan bahwa alumunium terlarut yang berada pada air hasil proses sebesar 0,1525 mg/l. Masih adanya sisa alum yang terlarut ini terjadi karena adanya flok Al(OH)3 yang ikut terbawa menuju outlet. Ditinjau dari persyaratan PERMENKES No 492 tahun 2010 tentang syarat air minum. Kadar ini masih diijjinkan untuk dikonsumsi karena masih berada di bawah rentang batas minimal yang diperbolehkan yaitu 0,2 mg/l.
3.6
Percobaan Sistem Kontinyu dengan Air Payau Telah diperoleh hasil kapasitas penurunan klorida yang paling optimum pada percobaan
dengan menggunakan larutan artificial dari garam. Persentase penurunan klorida yang tertinggi terjadi pada waktu kontak 24 jam pada konsentrasi klorida 1.000 ppm. Persentase penurunan klorida optimum ini akan digunakan untuk diuji cobakan kembali pada air payau. Grafik hubungan efisiensi penurunan klorida dengan waktu pengambilan sampel pada air payau
Efisiensi Penurunan Klorida (%)
akan ditampilkan pada Gambar 11.
30 20 10
Air Payau
0 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Gambar 11 Grafik Efisiensi Penurunan Klorida Pada Air Payau
Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa penurunan klorida terjadi konstan terjadi hingga akhir operasi. Efisiensi penurunan klorida tertinggi terjadi pada waktu pengambilan sampel 36 jam dengan efisiensi removal klorida sebesar 28,26 %. Penurunan tertinggi mencapai hasil akhir sebesar 825 mg/l. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan hasil yang terjadi pada percobaan dengan menggunakan sistem air payau. Sehingga hal ini cukup membuktikan metode ini dapat digunakan untuk menurunkan klorida pada air payau walaupun removal yang dihasilkan belum optimal. Penurunan pada sampel air payau ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Klorida akan mengalami perubahan fase menjadi gas Cl2. Kemungkinan yang lain adalah klorida juga dapat mengendap karena akan berikatan dengan ion positif yang berada pada air payau dan membentuk senyawa yang akan terendapkan pada dasar reaktor. Mengenai perubahan pada pH yang terjadi pada air payau dapat dilihat pada Gambar 12.
9 8,5 pH
8 7,5
Air Payau
7 0
6
12
18
24
30
36
Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Gambar 12Grafik Perubahan pH Pada Air Payau
Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu operasi maka pH yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan adanya persamaan yang akan menghasilkan senyawa OH- yang menyebabkan larutan menjadi basa. Mengenai perubahan kekeruhan dapat dilihat pada gambar 10.
Kekeruhan (NTU)
30 20 10
Air Payau
0 0
6
12 18 24 30 36
Waktu Operasi (Jam)
Gambar 13 Grafik Perubahan Kekeruhan Pada Air Payau
Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa penurunan yang signifikan terjadi pada perubahan kekeruhan yang terjadi pada operasi 24 jam. Penurunan kekeruhan yang terjadi mencapai 58,67%. Kejadian ini berbeda dengan kejadian yang terjadi pada air garam. Kekeruhan pada air payau dapat diturunkan dengan menggunakan metode desalinasi elektrogravitasi. Penurunan kekeruhan disebabkan oleh pembentukan endapan Al(OH)3 bermuatan positif yang bereaksi dengan koloid bermuatan negatif yang ada didalam suspensi. Dalam rentang 7,0 < pH < 8,0, endapan Al(OH)3 bermuatan positif akan cenderung bereaksi dengan koloid bermuatan negatif di dalam larutan yang akan mengendap di dasar reaktor((Alaerts, 1984). Berbeda halnya dengan air garam yang tidak memiliki partikel koloid. Sehingga fenomena yang terjadi bukan penurunan kekeruhan melainkan perubahan kekeruhan yang semakin tinggi karena terbentuknya suspensi Al(OH)3.
4.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan Dari hasil analisa dan pembahasan dari penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut : 1. Semakin rendah konsentrasi klorida dan semakin lama waktu kontak serta waktu operasi, maka efisiensi removal yang didapatkan juga semakin besar. 2. Semakin besar konsentrasi klorida maka pH dan kekeruhan yang terjadi juga semakin besar. 3. Nilai efisiensi penurunan klorida terbesar pada masing-masing konsentrasi klorida sebagai berikut:
Pada konsentrasi klorida 1.000 ppm kapasitas efisiensi removal klorida terbesar adalah waktu kontak 24 jam pada waktu operasi 30 jam sebesar 26,2 %.
Pada konsentrasi klorida 2.500 ppm kapasitas efisiensi removal klorida terbesar adalah waktu kontak 24 jam pada waktu operasi 36 jam sebesar 15,7 %.
Pada konsentrasi klorida 5.000 ppm kapasitas efisiensi removal klorida terbesar adalah waktu kontak 12 jam pada waktu operasi 30 jam sebesar 11,4 %.
4.
Penurunan konsentrasi klorida optimum dengan air payau
pada metode desalinasi
elektrogravitasi ini hanya mencapai 28,26 % dengan hasil akhir berkisar 825 ppm. Hasil ini belum layak digunakan sebagai sumber air minum sesuai dengan persyaratan PERMENKES No 492 tahun 2010 yang mensyaratkan klorida minimal untuk air minum sebesar 250 mg/l. 4.2 1.
Saran Perlu dilakukan analisa terhadap penangkapan gas yang dimungkinkan terjadi di anoda dan di katoda.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap perubahan yang terjadi pada alumunium dan pada endapan yang dihasilkan.
3.
Perlu dilakukan pembuntuan pada pipa almuminium agar air tidak dapat melewati lubang tengah pipa sehingga reaksi yang terjadi pada larutan garam menjadi lebih efisien.
4.
Dilakukan rangkaian secara seri pada pipa tembaga dan pipa aluminium untuk memperbesar kuat arus, sehingga penurunan klorida yang terjadi lebih tinggi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Achmad, H. 1992. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Alaerts, G., dan Sumestri, S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional. Aul, A.H. 1969. Electrogravitational Desalination of Saline Water. U.S. Patent #3,474,014 (Cl.204150). Benedetty, A.V., Sumodjo, P.T.A., Nobe, K.,Cabot, P.L., dan Prouds, W. 1995. Electrochemical Studies Of Cooper, Copper-Aluminium and Copper-Aluminium-Silver Alloys : Impedance Result in 0,5 M NaCl. Electrochimica Acts. Hal. 2657-2668. Putra, D.G.B.P. 2010. Penentuan Waktu Detensi Optimum Dalam Proses Penyisihan Klorida Pada Reaktor Kontinyu Electro Gravitational Desalination. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Takeuchi, Y. 2008. Sel Volta
. Diakses tanggal 19 feb 2011.19.00