Uji Efektivitas Isolat Bakteri Indigenous Sampah Kota ... Syamsiyah et al.
UJI EFEKTIVITAS ISOLAT BAKTERI INDIGENOUS SAMPAH KOTA DAN DOSIS AKTIVATOR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS KOMPOS (Effectiveness of Indigenus Bacteria in The Composting Process of Garbage and Rice Straw) Jauhari Syamsiyah *, Retno Rosariastuti, Marlia Pangestuti Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta *Contact Author :
[email protected] ABSTRACT The purpose of this research is to find out of the effectiveness of Indigenous bacterium on time of decomposition and quality of litter of peanuts and rice straw compost. This research used Completely Randomized Design (CRD) from 2 factors. The First factor consist of 3 levels, litter of peanuts 75%+rice straw 25% (D1), litter of peanuts 50%+rice straw 50% (D2), litter of peanuts 25%+rice straw 75% (D3). Second factor consist of 3 levels, activator dose 0ml/kg (A0); 0,5 ml/kg (A1), and 1 ml/kg (A2). Data were analyzed with F Test or Kruskall-Wallis and continued with Duncan Multiple Range Test (DMRT) level 5% and Regression Test to know correlation among various variables. The result of this research is hows that the application of compost material and activators dose can decrease time of decomposition, in treatment combination D3A1 is the best quality compost with C Organik, C/N, Total NPK, and pH almost same with SNI in 60 days incubation. Keyword : Garbage, straw, litter of peanuts, compost, indigenous bacterium isolate PENDAHULUAN Pupuk merupakan bagian yang sangat penting dalam budidaya pertanian, terutama sejak diterapkannya program intensifikasi. Penggunaan pupuk kimia telah mengantarkan Indonesia berswasembada beras di tahun 1984. Namun demikian seringka terjadi kelangkaan pupuk dilapangan dan efek negatif yang ditimbulkan dari penggunaannya, maka pemerintah telah mencanangkan ada program pertanian organik dengan moto Go Organic 2010. Meskipun demikian banyak kendala yang dihadapi terutama dalam penyediaan pupuk organiknya. Oleh karenanya upaya untuk memproduksi pupuk organik dari bahan yang murah dan mudah diperoleh. Bahan yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik adalah sampah 64
rumah tangga, jerami padi. Keduanya mudah diperoleh di berbagi tempat. Selama ini penanganan sampah dilakukan dengan sederhana yaitu dibakar atau ditimbun saja. Apabila sampah dibakar maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun sampah yang terus menumpuk juga belum tentu dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai pupuk karena belum diketahui secara pasti tingkat dekomposisinya maupun hara yang terkandung di dalamnya. Pengomposan merupakan salah satu upaya mempercepat dekomposisi bahan organik (Rosmarkam dan Yuwono (2002), seperti sampah dan jerami padi. Dalam proses tersebut melibatkan berbagai mikrobia seperti bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Saat ini banyak
Sains Tanah - Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 9 (1) 2012
Uji Efektivitas Isolat Bakteri Indigenous Sampah Kota ... Syamsiyah et al.
aktivator yang tersedia dipasaran seperti stardec, EM4, namun penggunaan aktivator tersebut akan membutuhkan biaya tersendiri. Oleh karena itu perlu dikembangkan aktivator lain yang dapat digunakan dalam pengomposan. Salah satu yang dapat dimanfaatkan adalah aktivator mikrobia Indigenous yang dapat diisolasi dari sampah kota maupun air lindi di sekitar Tempat Pembuangan Akhir ( Sandi, 2006). Dari hasil isolasi pada penelitian sebelumnya ditemukan isolat berbagai isolat bakteri Indigenous dari sampah kota maupun air lindi disekitar tempat pembuangan akhir smpah kota. Namun belum ada langkah selanjutnya untuk menguji berapa besar peranan isolat tersebut dalam proses pengomposan. . Untuk itu penelitian ini dilakukan mengetahui keefektivan isolat dalam pengomposan BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Rumah Kompos dan Labortarium Biologi Tanah serta Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian. Universtitas Sebelas Maret Surakarta dari bulan November 2006-Pebruari 2007. Penelitian ini menggunakan percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu bahan kompos terdiri 3 taraf : D1 (Seresah kacang tanah 75%+jerami padi 25%), D2 (Seresah kacang tanah 50%+jerami padi 50%), D3 (Seresah kacang tanah 25%+jerami padi 75%) Faktor kedua yaitu dosis aktivator terdiri 3 taraf : A0 (Dosis aktivator 0 ml/kg),
A1 (Dosis aktivator 0,5 ml/kg), A2 (Dosis aktivator 1 ml/kg). Kombinasi perlakuan yang diperoleh adalah 9 dan tiap perlakuan diulang 3 kali. Sampah kota, jerami padi, dipotong dengan ukuran 3–5 cm kemudian dicampur dengan dedak dan di beri isolat sesuai dengan perlakuan. Isolat bakteri Indigenous yang digunakan merupakan hasil peneliaan sebelumnya. Selanjutnya bahan diinkubasi selama 60 hari. Selama inkubasi kelembahan dijaga dengan menambahkan air melalui penimbangan. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap beberapa kandungan N, P, K total, C organik, C/N dan C/P rasio kompos C populasi bakteri serta pH dan suhu kompos pada saat 0, 20, 40 dan 60 hari inkubasi. Uji F atau Uji Kruskal-wallis dengan taraf 5% digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Dilanjutkan uji DMR taraf 5% untuk membandingkan antar perlakuan dan Stepwise regression untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh menggunakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampah Kota dan Jerami Padi sebelum Pengomposan Kandungan C Organik, N total, K total dan P total lebih tergolong lebih tinggi dan diatas standar SNI, karena bahan-bahan tersebut masih segar, oleh karena itu perlu pengomposan agar dapat terdekomposisi dan menjadi pupuk yang siap dialkikasikan ke lapangan.
Sains Tanah - Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 9 (1) 2012
65
Uji Efektivitas Isolat Bakteri Indigenous Sampah Kota ... Syamsiyah et al.
Tabel 1. Karakteristik Sampah Kota dan Jerami Padi Parameter
Sampah
C-organik (%) 56,49 N total (%) 0,62 P Total (%) 0,08 K total (%) 0,23 C/N rasio 91,12 C/P rasio 706,12 pH H2O bahan 7,01 pH air 8,07
Jerami Padi 47,92 0,56 0,12 0,39 85,57 399,33 8 8,07
SNI 32% 0,4% 0,1% 0,2% 20 159,6 -
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium 2007
Nilai C/N dan C/P rasio sampah kota pada kondisi awal lebih tinggi dari jerami padi hal ini diduga berhubungan dengan komposisi sampah kota yang didominasi seresah berbagai sisa tanaman yang masih segar sehingga belum mengalami proses dekomposisi (Indriani, 2004). Besarnya pH pada bahan kompos dari sampah kota mendekati netral yaitu 7,01 dan 8 pada jerami padi, kondisi ini diduga akan sangat berpengaruh pada proses pengomposan, karena berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme pendekomposisi. Efektivitas Terhadap Waktu Dekomposisi Sampah Kota dan Jerami Padi. Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan dosis aktivator berpengaruh sangat nyata terhadap C/N (P 0,000) pada inkubasi 60 hari, karena dengan Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Terhadap C/N Inkubasi 60 Hari D1 D2 D3 Rata-rata A0 14,89 7,06 16,39 12,78 b A1 28,46 11,98 15,04 18,49 b A2 32,38 35,12 47,06 38,19 a Rata-rata 25,25 18,05 26,16 Sumber : Hasil Analisis Laboratorium 2007 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji DMR 5%.
66
penambahan isolat bakteri maka populasi bakteri yang semakin banyak semakin mempercepat pula proses penguraian bahan-bahan organik pada bahan kompos. Berdasarkan uji DMRT 5% mengenai pengaruh dosis aktivator terhadap C/N didapatkan hasil berbeda nyata antara perlakuan A0 dengan A2 dan semakin naik nilai reratanya berurutan dari perlakuan A0, A1, A2. Hal ini terjadi karena jumlah serta jenis mikroorganisme yang semakin banyak maka akan mampu mendekomposisi bahan organik pada bahan kompos dengan lebih cepat dalam rangka untuk mendapatkan sumber makanan yaitu C dan N sebagai bahan sintesis protein pada pembelahan sel mikroorganisme. Selain itu bakteri rhiobium yang mampu menambat N yang terdapat pada tanaman kacang tanah akan mampu menambah unsur N, dengan besarnya N total pada akhirnya C/N rasionya akan kecil karena dengan penambahan dosis aktivator yang lebih banyak maka akan lebih cepat mendekomposisi bahan organik dan menurunkan C/N sehingga perlakuan dosis aktivator berbeda sangat nyata. terhadap C/N. Selain C/N rasio faktor yang menjadi indikasi terhadap proses dekomposisi yang berlangsung adalah C/P rasio karena dalam pengomposan terdapat pula proses mineralisasi dan immobilisasi. Ketersediaan unsur fosfor dikendalikan oleh proses mineralisasi dan immobilisasi, disamping pembentukan fraksi organik, dan proses kelarutan, juga timbulnya bentuk fosfat anorganik. C/P rasio < 200 menunjukkan
Sains Tanah - Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 9 (1) 2012
Uji Efektivitas Isolat Bakteri Indigenous Sampah Kota ... Syamsiyah et al.
terjadi mineralisasi sedangkan C/P rasio >300 menunjukkan terjadi immobilisasi (Sylvia et al., 1998 ). Hasil analisis ragam pada inkubasi 60 hari menunjukkan perlakuan dosis aktivator sangat berpengaruh nyata terhadap C/P (P 0,000) pada inkubasi 60 hari. Penambahan isolat bakteri maka populasi bakteri akan semakin banyak dan semakin mempercepat pula proses penguraian unsur makro termasuk P. Perlakuan dosis aktivator juga memberikan rerata C/P yang berbeda nyata dengan hasil terbesar yaitu A1 yaitu 9,45 pada inkubasi 60 hari (Tabel 3.). Hal ini terjadi karena dengan penambahan dosis aktivator yang semakin besar maka mikroorganisme akan mampu mendekomposisi bahan oganik dalam jumlah besar yang diperlukan untuk perkembangbiakannya sesuai jumlah P total yang dipergunakan. Sedangkan C/P pada inkubasi 20 hari dan 40 hari tidak memberikan rerata hasil yang berbeda hal ini disebabkan penggunaan seresah kacang tanah dan jerami padi membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses pengomposan karena bahan yang tergolong cukup keras. Menurut Indriani (2004) ukuran bahan juga mempengaruhi kecepatan proses
pengomposan, bahan yang keras dicacah dengan ukuran kecil seperti seresah kacang tanah sedangkan untuk bahan yang tidak keras sebaiknya tidak dilakukan pencacahan yang terlalu kecil ukurannya karena bahan yang terlalu hancur akan mengandung banyak air dan kurang baik (kelembaban tinggi)
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap C/P Inkubasi 60 Hari
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap C Organik Inkubasi 60 Hari
D1 D2 D3 Rata-rata A0 3,39 1,59 3,50 2,83 b A1 6,98 2,69 3,41 4,36 b A2 8,83 8,12 11,41 9,45 a Rata-rata 6,40 4,13 6,11 Sumber : Hasil Analisis Laboratorium 2007 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji DMR 5%.
D1 D2 D3 Rata-rata A0 18,83 8,44 18,83 15,37 b A1 35,71 15,58 18,18 23,16 b A2 46,76 41,56 62,34 50,22 a Rata-rata 33,77 21,86 33,12 Sumber : Hasil Analisis Laboratorium 2007 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5%.
Kualitas Kompos Setelah Diberi Perlakuan Bahan Kompos dan Dosis Aktivator C Organik Kompos Pada pengomposan kadar C Organik merupakan indikator yang berpengaruh terhadap kualitas kompos. Perlakuan dosis aktivator memberikan pengaruh sangat nyata (P 0,000) terhadap C Organik kompos pada inkubasi 60 hari, karena dengan pemberian dosis aktivator yang berbeda-beda akan diperoleh jumlah populasi pendekomposisi yang berbedabeda pula. Sehingga, berpengaruh terhadap proses dekomposisi bahan organik dalam menghasilkan kadar C. Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa penggunaan bahan kompos dan interaksi antara bahan kompos dan dosis aktivator memberikan rerata C organik yang hampir sama, sedangkan pemberian dosis aktivator menghasilkan rerata C Organik yang berbeda nyata
Sains Tanah - Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 9 (1) 2012
67
Uji Efektivitas Isolat Bakteri Indigenous Sampah Kota ... Syamsiyah et al.
berdasarkan Uji DMR 5%. Rerata C organik dengan perlakuan A2 yaitu dosis aktivator 1 ml/ kg berbeda nyata dengan perlakuan A0 dan A1. Pada Tabel 4 terlihat bahwa C organik dengan hasil tertinggi hingga terendah berturut-turut A2, A1, A0. Hal ini disebabkan oleh dengan semakin banyak pemberian dosis aktivator yang diberikan maka populasi mikroorganisme juga semakin banyak, jumlah tersebut akan semakin bertambah setelah terjadi pembelahan sel selama berkembangbiaknya dengan mengambil unsur hara yang dibutuhkan dari penguraian bahan organik. Mikroorganisme yang banyak jumlahnya tersebut apabila mati maka jasadnya akan terombak, maka akan mampu menambah C organik pada kompos terutama pada akhir masa inkubasi. Rao (1994) melaporkan bahwa bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang paling banyak jumlahnya. Maka sifatnya akan berpengaruh terhadap dekomposisi bahan-bahan kompos, karena itu bakteri indigenous yang ditambahkan pada pengomposan juga akan berperan yakni dengan memanfaatkan karbon sebagai sumber makanan. Saat jumlah karbon masih melimpah pada awal inkubasi, maka populasi bakteri juga masih tinggi namun apabila karbon dalam bahan kompos telah dimanfaatkan oleh bakteri maka sumber makanan bagi bakteri akan habis dan populasi bakteri akan menurun. N Total Nitrogen dimanfaatkan mikro organisme dalam pembentukan sel 68
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Terhadap N Total Inkubasi 0 Hari D1 D2 D3 Rata-rata A0 0,59 0,70 0,24 0,51 b A1 0,75 0,52 0,35 0,54 ab A2 0,89 0,81 0,39 0,70 a Rata-rata 0,75 a 0,68 a 0,33 b Sumber : Hasil Analisis Laboratorium 2007 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5%.
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya (Sutanto, 2002). Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan bahan kompos berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap N total kompos pada inkubasi 0 hari dan 20 hari. Sesuai dengan pernyataan Menurut Sutedjo et al., (1991) sampah kota mengandung berbagai macam bahan organik, sehinggga nutrisi bagi bakteri akan lebih tersedia untuk menunjang aktivitas metabolismenya agar tidak terhambat. Oleh karena itu bahan kompos berpengaruh terhadap N total. Sedangkan dosis aktivator berpengaruh terhadap N total hanya pada inkubasi 0 hari (Tabel 5). Hasil uji DMR 5% menunjukkan bahwa perlakuan bahan kompos menghasilkan rerata N total pada inkubasi 0 hari dan 20 hari berbeda nyata sedangkan pada inkubasi 40 hari dan 60 hari hampir sama antar perlakuan. Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis yang diperoleh terjadi peningkatan dan penurunan nilai N total kompos yang kemudian mengalami kenaikan pada akhir masa inkubasi (60 hari). P Total Aktivitas mikroorganisme dalam proses dekomposisi akan menghasilkan P dalam bentuk anorganik (Hakim et al., 1986). P Total merupakan unsur sukar
Sains Tanah - Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 9 (1) 2012
Uji Efektivitas Isolat Bakteri Indigenous Sampah Kota ... Syamsiyah et al.
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Terhadap K Total Inkubasi 60 Hari D1 D2 D3 Rata-rata A0 16,74 15,19 13,22 15,05 A1 10,47 12,53 11,33 11,44 A2 15,19 14,51 12,45 14,05 Rata-rata 14,14 a 14,08 b 12,33 ab Sumber : Hasil Analisis Laboratorium 2007
Gambar 1. Pengaruh Interaksi Bahan Kompos dengan Pemberian Dosis Aktivator Terhadap P Total Kompos. larut namun juga diperlukan mikroorganisme yaitu untuk sintesis asam nukleat (Rosmarkam dan Yuwono 2002). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan kompos dan dosis aktivator serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap P total pada inkubasi 0 hari, 20 hari, 40 hari, dan 60 hari. Menurut Sutedjo (1996) dan Rao (1994), tidak semua fosfor dibebaskan sebagai fosfat, sejumlah tertentu diasimilasi oleh organisme untuk sintesa bahan sel yang baru sehingga nilainya termasuk cukup tinggi (Gambar 1.) berdasarkan standar kualitas kompos berdasar Standar Nasional Indonesia (SNI>0,10%) Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa semakin lama inkubasi nilai P total juga semakin meningkat. P total yang dihasilkan kompos cenderung naik turun dengan perolehan P total yang tertinggi yaitu pada perlakuan D2A1 inkubasi 60 hari. K Total Seperti halnya unsur hara yang lain, unsur K juga dimanfaatkan mikroorganisme untuk metabolisme sel (Sutedjo et al., 1991). Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan kompos pada inkubasi 60 hari
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji DMR 5%.
berpengaruh nyata (P 0,020) terhadap K total. Berdasar Uji DMR 5% menunjukkan bahwa bahan kompos menghasilkan rerata kadar K total berbeda nyata, dengan hasil tertinggi yaitu D1 (Seresah kacang tanah 75%+jerami padi 25%) 14,14%. Kalium dibutuhkan mikroorganisme tertentu dalam metabolisme sel. Beberapa unsur seperti kalium, dibutuhkan selama proses dekomposisi sisa tanaman, kira – kira dua pertiga unsur kalium dalam tanaman yang tidak mempunyai ikatan yang kuat dan pada keadaan tertentu menjadi bentuk dapat larut dalam air jadi bisa disimpulkan sekitar satu pertiga yang dilepaskan dari total jumlah kalium. Kondisi ini tidak lepas dari peran mikrobia dalam perombakannya (Alexander, 1977). Populasi Bakteri Bakteri dalam proses pengomposan berperan penting karena aktivitasnya dalam merombak bahan organik menjadi bentuk yang lebih mudah terserap tanaman. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan kompos, dosis aktivator, dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah populasi
Sains Tanah - Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 9 (1) 2012
69
Uji Efektivitas Isolat Bakteri Indigenous Sampah Kota ... Syamsiyah et al.
Tabel 7. Pengaruh Interaksi Bahan Kompos dengan Pemberian Dosis Aktivator Terhadap Jumlah Mikroba D1A0 D1A1 D1A2 D2A0 D2A1 D2A2 D3A0 D3A1 D3A2
0 HARI
20 HARI
560,0 117,3 1.485,7 4.339,3 162,7 350,0 418,7 116,7 4.296,0
623,3 1.853,3 603,3 288,3 435,0 1.130,0 1.166,7 1.196,7 3.466,7
40 HARI
60 HARI
924,0 575,7 703,3 435,0 480,0 735,7 482,7 783,3 503,3
616,7 329,0 208,0 67,3 128,0 133,0 339,0 205,0 723,3
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium 2007
mikroba. Hasil pengamatan populasi bakteri dapat dilihat pada tabel berikut: Selama masa inkubasi terjadi penurunan populasi bakteri. Hal ini berkaitan dengan fase yang terjadi selama proses dekomposisi. Fase pertama adalah fase mesofilik suhu 10o–45oC, pada fase ini mikroorganisme mulai merombak bahan menjadi lebih kecil sehingga akan mempercepat pengomposan. Sedangkan fase kedua adalah fase termofilik suhu 45o–65oC dimana mikroorganisme mulai merombak karbohidrat, protein dan sebagainya sehingga bahan akan cepat terdegradasi. Hanya mikroorganisme yang mampu bertahan dengan suhu tinggi yang dapat tetap hidup pada fase fase termofilik. Pada saat semua kandungan pada bahan telah terdegradasi maka populasi bakteri pada akhir pengomposan akan berkurang (Djuarnani et al., 2006). pH Kompos Hasil pengamatan menunjukkan selama proses dekomposisi pH berada pada kisaran netral hingga mendekati basa (>8). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dosis aktivator dan interaksi dosis dan bahan kompos tidak berpengaruh nyata sedangkan bahan 70
Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Terhadap pH Kompos Inkubasi 60 Hari D1 D2 D3 Rata-rata A0 8,01 8,27 8,36 8,22 A1 8,06 8,33 8,25 8,21 A2 8,24 8,40 8,33 8,33 Rata-rata 8,11 b 8,33 a 8,32 a Sumber : Hasil Analisis Laboratorium 2007 Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji DMR 5%.
kompos berpengaruh sangat nyata (P 0,001) terhadap pH kompos pada inkubasi 60 hari (Tabel 8.). pH sangat mempengaruhi proses-proses yang terjadi selama pengomposan karena pH berhubungan dengan aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme dapat hidup optimal pada kisaran pH 5,5 hingga 7,5 (Fauzi, 1991). Hasil Uji DMR 5% menunjukkan bahwa bahan kompos menghasilkan rerata pH basa dengan perakuan D2 dan D3 yang berbeda nyata dengan D1. Rerata pH pada sampah secara umum lebih kecil dibandingkan pada jerami. Hal ini dapat disebabkan oleh bahan dasar kompos yang digunakan serta pelepasan asam-asam organik selama proses dekomposisi berlangsung. Kualitas Kompos Terbaik Sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) Berdasar hasil pengamatan secara keseluruhan selama masa inkubasi maka perlakuan yang menghasilkan kompos dengan kualitas terbaik adalah dimana pada inkubasi ke 20 hari telah mencapai C/N rasio yang mendekati SNI yaitu 22,46. C/P rasio yang hampir mendekati SNI yaitu 171,07 baru tercapai pada inkubasi 40 hari dan terus menurun pada inkubasi 60 hari mencapai 94,13.
Sains Tanah - Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 9 (1) 2012
Uji Efektivitas Isolat Bakteri Indigenous Sampah Kota ... Syamsiyah et al.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kombinasi perlakuan yang paling sesuai atau mendekati dengan standar SNI adalah D3A1 (seresah kacang tanah 25% + jerami padi 75% dengan dosis aktivator 1 ml/ kg) pada masa inkubasi 60 hari. Hasilnya sebagai berikut: Paramete D3A1 SNI r C Organik 9,8≤SNI≤32 18,18 N Total SNI≥0,40 0,35 P Total SNI≥0,10 5,25 K Total SNI≥0,20 11,33 C/N 10≤SNI≤20 15,04 KL ≤50 57,53 pH 6,8-7,49 8,25 Saran Perlu dilakukan uji coba penambahan isolat bakteri indigenous pada pengomposan dengan bahan dasar yang berbeda yaitu selain sampah kota dan jerami padi. Perlu dilakukan uji coba aplikasi kompos tersebut pada tanaman agar dapat diketahui kualitasnya. DAFTAR PUSTAKA Alexander, M. 1977. Introduction To Soil Microbiology 2nd edition. Cornell University. Ithaca, New York.
Hakim, N., Bailey, H., M. Y Nyakpa., A.M Lubis., S.G Nugroho., M.A. Diha., dan G.B Hong. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. UNILA Press. Bandar Lampung. Indriani, Y. H., 2004. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta. Rao, S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman.. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Rosmarkam, A dan N. W Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Sandi, E. B. 2006. TPST Bojong : Selesaikan Permasalahan Sampah Jakarta. Diambil pada tanggal 14 Mei 2007 (http://www. Indobiogen.or.id/artikel). Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta. Sutedjo, M.M. Kartasapoetra dan Sastroatmijo. 1991. Mikrobiologi tanah. Rineka Cipta.Jakarta. _____. 1996. Pupuk dan Cara Pemupukan . Rineka Cipta. Jakarta. Sylvia, D.M., J.J. Fuhrmann, P.G. Hartel and D.A. Zuberer, 1998. Principel And Applications Of Soil Microbiology. Prentice Hall, Upper Saddie River. New Jersey.
Djuarnani, Nan, Kristian, dan Setiawan. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia. Jakarta. Fauzi, M., Anas dan Suprihatin. 1991. Bioteknologi Lingkungan. Pusat Antar Universitas. Bioteknologi IPB. Bogor.
Sains Tanah - Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 9 (1) 2012
71
Uji Efektivitas Isolat Bakteri Indigenous Sampah Kota ... Syamsiyah et al.
72
Sains Tanah - Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 9 (1) 2012