UJI AKTIVITAS EKSTRAK KARANG LUNAK Sarcophyton sp TERHADAP Staphylococcus aureus Andi Fatmawati Akademi Analis Kesehatan Muhammadiyah Makassar E-mail:
[email protected] Abstract: Sarcophyton sp. is one kind of soft corals are today widely studied bioactive content as raw material for making drugs. Some research indicates that extracts Sarcophyton sp. has many contain terpene compounds that function as antimicrobial, anticancer, antitumor, and anti-inflammantori. Research on Testing Activities Extract Coral Sarcophyton sp against Staphylococcus aureus has been done with the aim to determine the antimicrobial activity of extracts Soft Coral Sarcophyton sp against Staphylococcus aureus. Research conducted by the diffusion method, using iron cylinder diameter in the outer diameter of 6 mm and 8 mm, with an incubation period of 24 hours at 37 ° C. There are three test concentration of 5%, 10%, and 15% w / v, with the results of each inhibition zone average diameter: 8.91 mm, 9.92 mm and 11.18 mm. In this study a comparison is Tetracycline HCL is used as a positive control with a diameter of inhibition zone produced is 24.18 mm and Na.CMC 1% as a negative control. The results showed that the Soft Coral Sarcophyton sp extract can inhibit the growth of Staphylococcus aureus in consentration 5%, 10%, and 15% w / v. This study found that the higher concentration of the extract Soft Coral Sarcophyton sp has the higher of inhibitory power. The amount of concentration is directly proportional to the diameter of inhibition zone obtained. Keywords: Antibacteria, Soft Coral Sarcophyton sp, Staphylococcus aureus
1. PENDAHULUAN Kajian biota laut sebagai bahan baku industri merupakan suatu fenomena yang relatif baru. Perhatian tersebut terlihat sangat meningkat dalam kurun waktu sekitar 10 tahun terakhir ini, dengan ditemukannya senyawasenyawa baru yang mempunyai struktur dan aktivitas yang unik dari biota laut. Senyawa-senyawa tersebut sampai beberapa tahun terakhir ini bahkan telah dipilih untuk sintesis atau prasintesis, dan secara mendalam diteliti sifat biologinya baik dari sudut biomedik maupun ekologinya, dan sekarang ini penelitian biota laut telah berubah orientasinya ke arah potensi penggunaannya sebagai bahan baku obat atau bahan campuran dalam pembuatan obat. Terumbu karang termasuk karang lunak Sarcophyton sp. tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25°C tetapi
Al Kimia | 12
dapat mentoleransi suhu sebesar 36-40°C dan salinitas sebesar 32-35 ‰. Habitatnya harus berada pada rataan terumbu karang yang mendapatkan sinar matahari sehingga zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan karangnya mampu melakukan fotosintesis (Nybakken, 2000). Seperti namanya, karang lunak memiliki tubuh dengan struktur yang lunak namun lentur serta mempunyai tangkai yang melekat pada substrat yang keras terutama pada karang mati. Walaupun zat penyusun karang lunak dan karang keras sama yaitu zat kapur, tubuh karang lunak ini lebih lunak dan kenyal. Hal ini disebabkan karena karang lunak tidak memiliki kerangka kapur yang keras seperti halnya karang batu (Bayer, 1956). Karang merupakan binatang sederhana dengan makanan utama plankton dan mengandalkan proses metabolisme tubuh melalui satu lubang. Lubang ini berfungsi sebagai pintu masuk sekaligus pintu keluar makanan. Dalam hidupnya, hewan karang bersimbiosis mutualiasme dengan alga Zooxanthela. Simbiosis inilah yang menghasilkan kalsium karbonat sebagai cikal bakalnya karang keras. Alga ini pula yang menyebabkan terumbu karang berwarnawarni. Bentuk tubuhnya yang berongga menjadikan hewan ini dikategorikan sebagai Coelenterata (Haris, 2001). Karang lunak merupakan sumber yang kaya akan senyawa bioaktif seperti terpenoid, steroid, steroid glikosida, alkaloid, flavonoid, fenol, saponin, dan peptida. Hasil penelitian terakhir menyebutkan bahwa sekitar 50% ekstrak karang lunak menunjukan sifat racun pada ikan, selain itu banyak metabolik sekunder yang dihasilkan oleh karang lunak memiliki aktivitas biologi, seperti antifungi, sitotoksik, antineoplastik, antimikroba, inhibitor HIV dan antiinflammatori (Radhika, 2006). Menurut Coll dan Sammarco (1983), terpenoid merupakan senyawa kimia yang memiliki aroma atau bau yang harum. Senyawa terpen dapat digunakan dalam bidang farmasi sebagai antibiotika, anti jamur, dan senyawa anti tumor. Kegunaan senyawa terpen bagi karang lunak itu sendiri ialah sebagai penangkal terhadap serangan predator, media untuk memperebutkan ruang lingkup, dan membantu proses reproduksi. Sarcophyton sp. merupakan salah satu jenis karang lunak yang memproduksi senyawa kimia alami dan dikenal dengan istilah produk alami. Senyawa kimia alami tersebut berpotensi sebagai sumber obat alami. Hasil penelitian yang dilakukan Badria et al. (1998) dan Sawant et al. (2006) menunjukkan bahwa senyawa kimia aktif yang terdapat pada karang lunak Sarcophyton sp. menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri, antifungi, antitumor, neurotoksik, dan anti-inflamantori yang bermanfaat bagi industri farmasi.
Al Kimia | 13
Bakteri patogen merupakan bakteri yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Pemakaian antibiotik yang tidak tepat dan dosis yang terlalu berlebihan dapat menimbulkan resistensi pada bakteri. Resistensi pada bakteri menyebabkan bakteri lebih sulit dihambat dan dibunuh, sehingga perlu alternatif baru senyawa antibakteri dari alam yaitui salah satunya dari karang lunak. Staphylococcus merupakan sel gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Staphylococcus tumbuh dengan cepat pada beberapa tipe media dan dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacammacam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap. Beberapa Staphylococcus merupakan anggota flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia, yang lain ada yang menyebabkan supurasi dan bahkan septikemia fatal. Tiga tipe Staphylococcus yang berkaitan dengan medis adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan Staphyloccus saprophyticus (Jawetz, 2005). Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan ekstraksi karang lunak Sarcophyton sp dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak karang lunak Sarcophyton sp terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus, sehingga diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi kepada masyarakat dan dapat dikembangkan sebagai salah satu alternatif antibakteri. 2. METODE PENELITIAN Alat Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Scuba Diving, kamera underwater, plastik tahan panas, timbangan analitik, cool box, evaporator, shaker bath, kertas saring (Whatman), autoklaf, aluminium foil, cawan petri, gelas erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, inkubator, lampu spiritus, lemari pendingin, ose bulat, oven, penangas air, pipet tetes, pencadang, rak tabung, rotavapor, dan tabung reaksi. Bahan Es, metanol, sampel Sarcophyton sp., aquadest, biakan Staphylococus aureus, etanol 70%, kapas, kertas saring, Muller Hiton Agar (MHA), nutrien agar (NA), NaCl 0,9%, Na.CMC (natrium karboksil metil selulosa) 1%, dan tetrasiklin HCl.
Al Kimia | 14
Prosedur Kerja Koleksi dan preparasi sampel Pengambilan sampel karang yaitu pertama disiapkan semua alat selam, dan kantong plastik tahan panas, sampel karang diambil dari lokasi habitat alaminya dengan menggunakan alat selam. Karang lunak di potong kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Sampel tersebut ditransportasikan dalam keadaan dingin dengan menggunakan cool box yang diberi es. Sampel berupa karang lunak Sarcophyton sp dibersihkan dengan air mengalir lalu dipotong-potong kecil kemudian diangin-anginkan di tempat yang terlindung dari cahaya langsung hingga kering. Pembuatan ekstrak karang lunak Sarcophyton sp Karang lunak Sarcophyton sp yang telah dikeringkan kemudian ditimbang sebanyak 350 gram kemudian diekstraksi dengan etanol 70% sebanyak 450 mL. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dan dibiarkan selama 3 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk setiap hari. Setelah 3 hari, kemudian disaring ke dalam wadah penampungan kemudian dipisahkan antara ampas dan cairan penyari. Hasil ekstraksi yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor hingga menjadi ekstrak kental. Pembuatan larutan suspensi Na.CMC 1% Di timbang Na.CMC sebanyak 1 gram, kemudian aquadest sebanyak 50 mL dipanaskan, lalu dimasukkan Na.CMC sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen, lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL kemudian dicukupkan volumenya dengan aquadest hingga 100 mL. Pembuatan larutan konsentrasi Konsentrasi dibuat 5%, 10%, 15% b/v. Untuk pembuatan konsentrasi 5%, ditimbang 5 gram ekstrak karang lunak lalu dilarutkan dengan Na. CMC 1% sebanyak 100 mL, untuk konsentrasi 10%, 15% dilakukan cara yang sama dengan menimbang 10 gram dan 15 gram lalu dilarutkan dengan 100 mL Na.CMC 1%. Pembuatan larutan kontrol positif Larutan kontrol positif (Tetrasiklin HCl) di buat dalam 30 bpj dengan cara : Ditimbang 50 mg Tetrasiklin HCL dan dilarutkan dengan 100 ml air suling steril (500 bpj) sebagai larutan stok I, dipipet 2 ml larutan stok I dan
Al Kimia | 15
dicukupkan volumenya hingga 10 ml (100 bpj) sebagai larutan stok II, dipipet 3 ml larutan stok II dan di cukupkan volumenya hingga 10 ml (30 bpj). Pengujian aktivitas Sterilisasi alat Beberapa alat yang digunakan harus melalui tahap sterillisasi yang bertujuan untuk mematikan semua bentuk kehidupan mikroorganisme yang ada pada alat. Alat terlebih dahulu dicuci dengan menggunakan deterjen lalu dibilas dengan air suling. Alat-alat yang berupa gelas disterilkan dalam oven pada suhu 180oC selama 2 jam, sedangkan alat yang terbuat dari plastik disterilkan didalam otoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Alat alat logam disterilkan dengan cara pemijaran pada api bunzen selama 30 detik. Pembuatan medium nutrien agar Ditimbang medium Nutrien Agar sebanyak 7 gram, kemudian dilarutkan dengan air suling 250 mL dan dipanaskan diatas penangas air hingga semua bahan larut sempurna, diatur pH 7. Selanjutnya di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Pembuatan Medium Mueller Hinton Agar (MHA) Bahan medium Mueller Hinton Agar yang digunakan ditimbang, dilarutkan dalam air suling, kemudian dipanaskan supaya larut sempurna, ukur pHnya sampai 7,4. Sterilkan pada autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Peremajaan bakteri uji (Staphylococcus aureus) Bakteri uji yang berasal dari biakan murni, diambil satu ose menggunakan jarum ose bulat digoreskan pada medium NA (Nutrient agar) miring, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Pembuatan suspensi bakteri uji (Staphylococcus aureus) Biakan bakteri yang telah diremajakan pada agar miring dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC diambil sebanyak satu ose, kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi steril yang berisi larutan NaCl 0,9% sebanyak 5 ml dan di homogenkan. Pembuatan lempeng agar Medium Mueller Hinton Agar dituang secara aseptis ke dalam cawan petri steril sebanyak 15 mL dibiarkan memadat sebagai lapisan dasar (base layer), setelah itu dimasukkan suspensi bakteri uji masing-masing 0,5 mL ke
Al Kimia | 16
dalam 15 mL medium dan dituang di atas lapisan base layer dan dibiarkan setengah padat sebagai lapisan pembenihan atau seed layer, pencadang dengan diameter luar 8 mm dan diameter dalam 6 mm dan tinggi 10 mm dimasukan secara aseptis dengan menggunakan pinset steril pada permukaan medium, tiap cawan terdapat 5 pencadang dengan jarak satu dengan yang lainnya 2-3 cm dari pinggir cawan petri. Pengujian aktivitas antibakteri Larutan kontrol positif (Tetrasiklin HCl 30 bpj), larutan kontrol negatif (Na.CMC 1%) dan ekstrak Karang Lunak jenis Sarcophyton sp dengan kosentrasi 5%, 10%, dan 15% masing-masing dipipet 1 mL, diteteskan ke dalam pencadang sesuai dengan kosentrasinya, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dengan zona hambatan yang terbentuk. Zona hambatan yang terbentuk di ukur dengan menggunakan mistar geser atau jangka sorong. Pengamatan dan analisis data Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan dengan mengukur diameter hambatan setelah masa inkubasi selama 24 jam kemudian zona hambatan yang terbentuk di ukur dengan menggunakan alat jangka sorong. Data yang sudah dikumpulkan dari hasil pengamatan di analisis secara statistik menggunakan persamaan regresi linear. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian yang telah dilakukan mengenai aktivitas antimikroba dari ekstrak karang lunak Sarcophyton sp terhadap Staphyloccocus aureus diawali dengan ekstraksi yang secara harfiah artinya adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang menjadi sumber komponennya. Ekstraksi menggunakan pelarut dapat digolongkan menjadi dua cara, yaitu fase cair dan fase organik. Fase cair biasanya dilakukan dengan air sebagai pelarut, sedangkan cara fase organik dilakukan dengan pelarut organik. Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu, kemudian diikuti dengan melakukan pemisahan bahan yang telah diekstrak. Pada penelitian ini digunakan ekstraksi secara maserasi, yakni dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena adanya perbedaan kosentrasi antara larutan
Al Kimia | 17
zat aktif didalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan kosentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel. Tahap ekstraksi dilakukan dengan cara merendam sampel dalam larutan dengan atau tanpa pengadukan yang disebut dengan maserasi. Proses maserasi dilakukan selama 3x24 jam dengan pengadukan menggunakan water shaker bath, tujuannya agar terjadi tumbukan antara partikel yang dapat memperbesar kemungkinan pengikatan dan pemecahan sel sehingga komponen bioaktif dapat keluar dari jaringan dan larut dalam pelarut. Tahap selanjutnya, yaitu tahap pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan sampel karang lunak dari pelarut yang telah mengandung bahan aktif. Untuk memisahkan pelarut dari senyawa bioaktif yang terikat, maka dilakukan evaporasi dengan suhu 37 oC. Penggunaan suhu evaporator vakum yang tidak terlalu tinggi (30-40) oC bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan senyawa bioaktif. Setelah dilakukan ekstraksi, maka dilanjutkan dengan uji antibakteri terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus, dan diperoleh hasil pengukuran diameter hambatan seperti yang tertera pada Tabel 1 berikut:: Tabel 1. Hasil pengukuran diameter zona hambat dari ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp. Bakteri
Rep
Staphylococcus aureus
1 2 3
Jumlah Rata-Rata
Rata-Rata Diameter Hambatan (mm) 5% 10% 15% + 8,67 9,25 10,97 0 25,15 8,92 10,15 11,12 0 24,52 9,15 10,35 11,45 0 22,87 26,74 29,75 33,54 0 72,54 8,91 9,92 11,18 0 24,18
Keterangan: - : Kontrol negatif (Na. CMC 1%) + : Kontrol positif (Tetrasiklin 30 ppm) Penelitian ini dilakukan uji aktivitas ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococucs aureus pada masa inkubasi 24 jam. Metode yang digunakan adalah metode difusi dengan menggunakan pencadang yang diletakan pada medium Mueller Hiton Agar (MHA) yang kemudian di isi dengan ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp, Na.CMC 1%
Al Kimia | 18
sebagai kontrol negatif dan Tetrasiklin HCl sebagai kontrol positif. Metode ini digunakan untuk mengetahui besarnya diameter hambat yang terbentuk terhadap Staphylococcus aureus setelah masa inkubasi 24 jam. Larutan ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp akan berdifusi keluar untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada medium, yang ditunjukkan dengan adanya zona hambat yang terbentuk disekeliling pencadang yang ditandai dengan adanya daerah bening. Zona hambat yang terbentuk inilah yang kemudian di ukur diameternya. Hasil penelitian yang diperoleh dari ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp (tabel 1), menunjukkan rata-rata diameter zona hambatan terbesar terhadap Staphylococcus aureus adalah 11,18 mm untuk kosentrasi 15% b/v, lalu berturut-turut 9,92 mm untuk kosentrasi 10% b/v, dan 8,91 mm untuk konsentrasi 5% b/v, sedangkan kontrol positif (Tetrasiklin HCL) sebesar 24,18 mm.
26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 5%
10%
15%
Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Diameter Zona Hambat dengan Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp terhadapi Staphycoccus aureus Dari ke-3 kosentrasi yang digunakan 5%, 10%, dan 15% b/v ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp memperlihatkan terjadinya peningkatan diameter hambatan meskipun tidak sebesar Tetrasiklin HCL sebagai kontrol, dengan adanya kenaikan kosentrasi yang sesuai dengan persamaan regresi linear Y= 7,72 + 0,228x .
Al Kimia | 19
Terbentuknya daya hambat terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus diduga dipengaruhi oleh adanya komponen bioaktif yang terekstrak dari Sarcophyton sp yang bersifat sebagai antimikroba . Dari hasil penelitian diperoleh pula bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak Sarcophyton sp, maka semakin besar pula zona hambat yang dihasilkan. Peningkatan diameter hambatan dilihat pada grafik di atas (gambar 1). Menurut Khatab (2008) dalam Hardiningtyas (2009) senyawa bioaktif adalah senyawa kimia aktif yang dihasilkan oleh organisme melaluii jalur biosintetik metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh karang lunak memiliki keragaman yang tinggi dan struktur kimia yang unik. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya keanekaragaman organisme laut dan pengaruh lingkungan laut, yaitu salinitas, intensitas cahaya, arus, dan tekanan. Metabolit sekunder diproduksi oleh organisme pada saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhii dan digunakan dalam mekanisme evolusi atau strategi adaptasi lingkungan. Kompetisi ruang dan makanan yang kuat juga mendorong organisme laut menghasilkan metabolit sekunder. Menurut Davis Stout, suatu antibakteri dikatakan mempunyai aktivitas terhadap bakteri jika mempunyai ketentuan kekuatan sebagai berikut, luas daerah hambatan 20 mm atau lebih masuk kategori sangat kuat, daerah hambatan antara 10-20 mm masuk kategori kuat, daerah hambatan antara 510 mm masuk kategori sedang dan daerah hambatan 5 mm atau kurang masuk kategori lemah (Schlegel,1994). Berdasarkan pendapat di atas, maka zona hambat yang dihasilkan dari ekstrak karang lunak Sarcophyton sp terhadap S. aureus menunjukkan kategori kuat, pada konsentrasi 15% sebesar 11,18 mm, dan kategori sedang pada konsentrasi 10% dan 5% yang menunjukkan zona hambat sebesar 9,92 mm dan 8,91 mm. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wyndika Priyatmoko, hasil uji antibakteri ekstrak kasar karang lunak Sinularia sp. hasil transplantasi pada kedalaman 3 m dan 10 m yang diekstrak dengan menggunakan pelarut metanol menunjukkan bahwa ekstrak karang lunak Sinularia sp. pada kedalaman 10 m mempunyai aktivitas antibakteri yang terbaik karena mampu menghambat bakteri uji yang digunakan, yaitu S. aureus dan E. coli. Ekstrak Sinularia sp. hasil transplantasi ini mempunyai aktivitas antibakteri yang tergolong lemah (diameter zona hambat < 5 mm) yakni dengan diameter zona hambat 2 mm pada S. aureus dan 1,5 mm pada E. coli. Diameter zona hambat yang terbentuk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain mikroorganisme uji yang digunakan, medium kultur, metode uji dan kecepatan difusi (Branen,1993).
Al Kimia | 20
Terbentuknya diameter zona hambat ya n g b e s a r p a d a bakteri S. aureus, disebabkan karena bakteri S. aureus cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal ini karena struktur dinding sel bakteri S. aureus yang merupakan bakteri gram positif relatif lebih sederhana dibandingkan bakteri gram negatif, sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Perbedaan diameter zona hambat antara ekstrak dengan kontrol positif yang digunakan, disebabkan ekstrak Sarcophyton sp. masih merupakan ekstrak kasar yang masih banyak senyawa lain yang mempengaruhi kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan tetrasiklin adalah salah satu jenis antibiotik yang berspektrum luas, hal ini terbukti dari diameter zona hambat pada bakteri uji yang digunakan adalah 24,14 mm. Diduga aktivitas ini disebabkan oleh kemampuan tetrasiklin untuk menghilangkan ion-ion logam yang penting bagi mikroorganisme, seperti ion Mg, dan sasaran kerja dari antibiotik ini adalah pada ribosom, dengan mekanisme kerja yakni dengan cara menghalangi terikatnya RNA (RNA transfer aminoasil) pada situs spesifik di ribosom selama perpanjangan rantai peptide. Akibatnya sintesis protein juga mengalami hambatan (Pelzcar, 2005). Karang lunak menghasilkan senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk menghadapi serangan predator, media kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi, dan mencegah sengatan sinar ultraviolet. Karang lunak menghasilkan beberapa dari golongan senyawa hasil metabolit sekunder, antara lain alkaloid, steroid, flavonoid, fenol, saponin, dan peptide (Harper et.al (2001). Karang lunak Sarcophyton sp. dilaporkan memiliki kandungan senyawa bioaktif alkaloid, steroid, dan flavonoid . Struktur kimia dari senyawa flavonoid, yaitu flavonol, flavon, dan flavanon dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kimia Flavonol, Flavon, dan Flavanon (USDA, 2003)
Al Kimia | 21
4. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa a. Ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada kosentrasi 5%, 10% dan 15% b/v, masing-masing sebesar yaitu 8,91; 9,92 ; dan 11,18 mm , sedangkan kontrol positif (Tetrasiklin HCl) sebesar 24,18 mm. b. Pada penelitian ini ditemukan bahwa semakin tinggi kosentrasi ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp semakin tinggi pula daya hambatannya. Besarnya konsentrasi berbanding lurus dengan diameter zona hambatan yang diperoleh. Saran Dalam rangka pengembangan penelitian selanjutnya disarankan agar dilakukannya penelitian terhadap komponen kimia dalam ekstrak Karang Lunak Sarcophyton sp, dengan membandingkan kualitas dan kuantitas komponen kimia tersebut, terutama yang aktif sebagai anti bakteri. DAFTAR PUSTAKA Badria FA, Guirguis AN, Perovic S, Steffen R, Muller WEG, dan Schroder HC, 1998, Sarcophytolide: a new neuroprotective compound from S oft coral Sarcophyton glaucum, Toxicology, 131(3): 133-143. Branen AL, Davidson PJ., 1993, Antimicrobial in Foods, New York: Marcel Dekker. Coll JC, Sammarco PW., 1983, Terpenoid toxins of soft corals (Cnidaria, Octocorallia) their nature, toxicity and ecological significance, Toxicol Suppl 41(3): 69-72. Harper MK, Bugni TS, Copp BR, James JD, Lindsay BS, Richardson AD, Schnabel PC, Tasdemir D, Van Wagoner FM, Verbitski SM, Ireland d a n CM, 2001, Introduction to The Chemical Ecology of Marine Natural Products, Di dalam: McClintock JB, Baker BJ, editor, Marine Chemical Ecology, USA: CRC Press. Hardiningtyas, S.D, 2009, Aktivitas antibakteri ekstrak karang lunak Sarcophyton sp yang difragmentasi dan tidak difragmentasi di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Skripsi, Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Al Kimia | 22
Jawetz E, Melnick J, Adelberg E., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Medical Microbiology oleh Nugroho E, Maulany RF, Jakarta: EGC. Jawet E, 1998, Obat-obat Kemoteuratika, Basic and Clinical Pharmacology oleh Katzung BG, editor. Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI, Jakarta: ECG. Khatab RMA, Ali AE, El-Nomary B, Temraz TA, 2008, Screening For Antibacterial And Antifungal Activities Some Selected Marine Organisms Of The Suez Canal And Red Sea, Egypt J Exp Biol (Zool), 4(8): 223-228. Nybakken, J. W, 2000, Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Diterjemahkan oleh H. M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Jakarta: PT. Gramedia. Pelczar MJ, Chan ECS, 2005, Dasar-Dasar Mikrobiologi 2, Elements of Microbiology oleh Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, Jakarta: UI Press. Radhika P, 2006, Chemical Constituens And Biological Activities Of The Soft Coral Of Genus Cladlella: A Review, Biochemical Systematich and Ecological, 34: 781-789. Sawant S, Youssef D, Mayer A, Sylvester P, Wall V, Arant M, El-Sayed K, 2006, Anticancer And Anti-Inflamantory Sulphur-Containing Semisynthetic Derivatives Of Sarcophine, Chem, Pharm. Bull, 54(8): 1119-1123. Schlegel HG, Schmidt K, 1994, Mikrobiologi Umum, Baskara T, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. USDA, 2003, USDA Database for the Flavonoid Content of Selected Foods. U.S.Department of Agriculture, Marryland, USA.
Al Kimia | 23