UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS I SD PUTRA INDONESIA KECAMATAN GUNUNGANYAR KOTA SURABAYA Tutik Indawati PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya (email:
[email protected]) Abstrak: Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tentang benda langit yang paling pokok adalah kemampuan pemahaman konsep. Karena kemampuan pemahaman konsep benda langit yang dikuasai siswa merupakan dasar untuk mengerjakan soal-soal IPA pada materi tentang benda langit. Pendekatan pembelajaran yang direncanakan oleh guru yaitu pendekatan kontekstual , yang dapat menarik minat belajar siswa, karena merupakan hal yang baru bagi siswa, siswa lebih aktif dan bersemangat dalam proses pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan aktivitas guru dan siswa dalam pendekatankontekstual untuk meningkatkan kemampuan menentukan benda langit pada anak kelas I SD di SD Putra Indonesia Gununganyar Surabaya, mendeskripsikan hasil belajar siswa kelas I SD Putra Indonesia Gununganyar Surabaya. Metode yang digunakan adalah deskripsif kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas, yang dilakukan melalui empat tahap yaitu : perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan sebanyak dua siklus dan setiap siklusnya sebanyak dua pertemuan. Data penelitian diperoleh dari hasil observasi aktivitas guru dan siswa, tes dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu ; Aktivitas guru sebesar 61% menjadi 92,5%. Peningkatan aktivitas siswa pada siklus I yaitu 68,5% menjadi 86%. Peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 66% menjadi 88%. Pada siswa kelas I SD Putra Indonesia Gununganyar Surabaya. Kata Kunci: Pendekatan pembelajaran kontekstual, Ilmu Pengetahuan Alam,benda langit
Abstract: In the Natural Sciences learning about celestial bodies is the ability of understanding the most basic concepts. Because of the ability of understanding the concept of celestial bodies controlled by the students was the basis for work on the problems in the material science of celestial objects. Learning approach planned by the teacher that the contextual approach, which can attract student interest, because it is a new thing for students, more active and enthusiastic students in the learning process.The purpose of this study was to describe the activities of teachers and students in pendekatan kontekstual to improve the ability to determine the class of celestial bodies in children in elementary school I Gununganyar Putra Indonesia Surabaya, described the students' grade I Gununganyar SD Putra Indonesia Surabaya.The method used is quantitative deskripsif using action research design, conducted through four phases: planning, implementation, observation, and reflection. The research was carried out by two cycles, and each cycle by two meetings. Data were obtained from the observation of the activities of teachers and students, tests and documentation.The results showed an increase from cycle I to cycle II, namely: teacher activity by 61% to 92.5%. Increased activity of students in the first cycle is 68.5% to 86%. Improved student learning outcomes in the first cycle of 66% to 88%. In grade school I Gununganyar Putra Indonesia Surabaya. Keywords: contextual learning approach, the Natural Sciences, celestial objects
1
PENDAHULUAN Dunia pendidikan dalam ruang kelas merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dalam memahami sesuatu ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tersebut suatu hari akan berguna dalam bermasyarakat. Peserta didik yang dimaksud adalah siswa yang mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar sedangkan pendidik merupakan guru, yang memonitoring peserta didik dalam sebuah kelas. Seorang siswa dinyatakan tuntas belajar apabila telah mencapai daya serap tentang materi ajar minimal 75 % sementara itu di SD Putra Indonesia khususnya kelas I sebanyak 60% memahami materi yang telah di ajarkan searah dari guru sehingga potensi dan kemampuan siswa belum sepenuhnya tergali. Kendala yang ada dalam kelas mayoritas peserta didik belajar dalam kondisi yang monoton. Situasi tersebut disebabkan guru mengajar langsung dari buku paket dan lembar kerja siswa. Selama ini dalam pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA masih bersifat ceramah artinya guru berfungsi sebagai sumber informasi, sementara siswa hanya ditempatkan sebagai objek pasif yang menerima informasi. Metode ceramah adalah cara penyampaian materi pelajaran (informasi) dengan lisan dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas (Suyitno, 2004:2). Seharusnya dalam proses pembelajaran siswa tidak boleh pasif, tetapi harus aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Siswa dapat mengembangkan pemahamannya sendiri, sehingga potensi dan kemampuan siswa dapat tergali dan berkembang. Hal ini sesuai dengan paham konstruktivisme, artinya pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyongkonyong (Depdiknas, 2002:11). Dengan paham konstruktivisme, siswa diharapkan dapat membangun pemahaman sendiri dari pengalaman/pengetahuan terdahulu (Nurhadi, 2003:8). Dalam memperoleh informasi, siswa mempunyai kemampuan mengakses beragam informasi yang dapat digunakan untuk belajar. Guru lebih berfungsi sebagai fasilitator dalam
membekali kemampuan siswa menyeleksi informasi yang dibutuhkan. Informasi tidak memuat satu kebenaran tetapi informasi hanya memiliki makna dalam konteks waktu, tempat, permasalahan, dan bidang tertentu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas maka peneliti mencoba menerapkan salah satu model pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka digunakanlah salah satu strategi pembelajaran yaitu penerapan model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Menurut Nurhadi (2003:13) Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka seharihari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Contextual Teaching and Learning/CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Belajar akan lebih bermakna jika peserta didik akan mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan menghafalnya. Dalam kelas kontekstual, tugas guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi karena tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang saling bekerjasama. Johnson (2002) mengemukakan ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual yaitu melakukan hubungan yang bermakna (making meaniful connections), melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work), belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning), bekerjasama (collaborating),
2
berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thingking), mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual), mencapai standar yang tinggi (reacing nigh standars), menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment) (Nurhadi, 2003:13). Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran yang menggunakan model lain. Dalam pembelajaran kontekstual ada kerjasama antar siswa. Antara siswa dengan guru sebagai fasilitator dan motivator. Karakteristik yang kedua yaitu saling menunjang dalam kegiatan pembelajaran, menyenangkan dan tidak membosankan sehingga siswa lebih bergairah dalam belajar. Kelas kontekstual juga merupakan kelas yang terintegrasi, materi pembelajaran menggunakan berbagai sumber bukan satu sumber saja. “Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”, Depdiknas (2002:1). Peneliti berkeinginan untuk memperbaiki pembelajaran IPA pada pokok bahasan benda langit dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual. Selain harus memperhatikan berbagai hal atau faktor yang menarik perhatian belajar peserta didik, guru harus dapat mengelola kelas dan proses pembelajaran di kelas yang menarik perhatian belajar siswa. Usaha yang dapat dilakukan oleh guru ialah mengetahui, memahami, menguasai, dan menerapkan berbagai teori, metode, dan pendekatan tentang dinamika kegiatan dalam strategi belajar mengajar, dan berbagai pendekatan dalam proses belajar mengajar. Melalui penerapan berbagai teori, metode, pendekatan, dan model pembelajaran dalam proses belajar mengajar, maka aktivitas jiwa peserta didik dapat dipertinggi, sehingga perhatian peserta didik semata-mata tertuju pada bahan pelajaran yang dipelajari. Oleh karena itu
untuk menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus memiliki perhatian terhadap bahan belajar yang dipelajarinya. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka guru harus mendesain proses pembelajaran menjadi menarik, dan menarik minat belajar siswa serta meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mampelajari materi pelajaran di kelas. Dalam proses pembelajaran guru harus memilih, merencanakan, dan mengevaluasi proses belajar mengajar sebagai system yang terkait antara yang satu dengan yang lain. Selain itu guru juga harus selalu kreatif dalam membelajarkan peserta didik agar kegiatan pembelajaran dan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal dan maksimal. Anak pada hakikatnya memiliki potensi untuk aktif dan berkembang, sebagaimana pendapat dari Sujiono (2009: 90), yang mengatakan bahwa, anak adalah pembangun aktif pengetahuannya sendiri. Mereka membangun pengetahuan ketika berinteraksi dengan obyek benda, lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Hal ini perlu dipahami oleh para pendidik yang akan membantu para pendidik untuk mengenal kebiasaan-kebiasaan diantara siswa serta menentukan model pembelajaran yang tepat dan berpusat pada anak. Proses pembelajaran IPA harus menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung pada peserta didik untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar, yang pada akhirnya mereka mmenemukan sendiri konsep materi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Selain itu, pembelajaran IPA diarahkan untuk memberi pengalaman langsung dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan seharihari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk bagi lingkungan, di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi dan
3
masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran konstektual merupakan pembelajaran yang membantu siswa menghubungkan materi ajar dengan lingkungan nyata, dan mendorong siswa menghubungkan pengertian dan penerapan dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat dan warga Negara. Proses belajar secara alami, pemaduan materi ajar dengan kehidupan siswa sehari-hari dalam pembelajaran kontekstual sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah beserta penyelesaiannya.agar siswa mengerti makna belajar dan manfaatnya bagi kehidupan dan cara pencapaiannya. Dalam hal ini siswa sadar bahwa yang dipelajari berguna untuk bekal hidup dimasyarakat. Maka guru merupakan pengarah dan pembimbingnya. Teori belajar yang mendasari pembelajaran kontekstual antara lain sebagai berikut: (1) konstruktivisme berbasis pengetahuan (Knowledge Based Contructivism) baik intruksi langsung maupun kegiatan kontruktivis dapat sesuai dan efektif didalam pencapaian tujuan belajar siswa; (2) pembelajaran berbasis usaha/teori pertumbuhan kecerdasan (effortbased/inceremental theory of intellegence) peningkatan usaha seseorang untuk menghasilkan peningkatan kemampuan.Teori berlawanan dengan gagasan bahwa kecerdasan seseorang tidak dapat diubah; (3) sosialisasi (Socialization) anak-anak mempelajari standar , nilai-nilai dan pengetahuan kemasyarakatan dengan mengajukan pertanyaan dan menerima tantangan untuk menemukan solusi yang tidak segera terlihat. .Belajar adalah suatu proses sosial ,oleh karenanya faktor sosial dan budaya perlu diperhatikan selama perencanaan pengajaranPembelajaran Situasi (Situated; (4) learning)-Pengetahuan dan belajar dikondisikan dalam fisik tertentu dan konteks social; (5) pembelajaran Distibusi (Distributed Learning)_Pengetahuan mungkin dipandang sebagai pendistribusian dan penyebaran individu ,orang lain , dan berbagai benda bukan semata-mata sebagai suatu kekayaan
individual. Pendekatan Pengajaran Kontekstual Tujuan pembelajaran IPA di SD/MI secara umum seperti yang tersurat dalam latar belakang standar isi yang menyatakan: (1) pembelajaran IPA sebaiknya dilasanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah; (2) pembelajaran IPA di SD/MI ditekankan pada pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Rumusan tujuan pembelajaran IPA di SD/MI seperti di atas secara jelas dan tegas memberi informasi bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA tidak melalui pemindahan pengetahuan (istilah, fakta, konsep, prinsip, hukum/teori) dari guru kepada siswa, tetapi merupakan suatu kewajiban bahwa pembelajaran IPA harus melalui inkuiri ilmiah(penyelidikan), dan melalui penerapan konsep-konsep IPA dalam bentuk merancang dan membuat suatu karya. Dengan pembelajaran IPA seperti ini maka memberi kebermaknaan hasil belajar pada diri siswa dalam mejalani kehidupan di alam ini. Merupakan tugas utama seorang guru dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan di sekolah adalah mengembangkan strategi pembelajaran dan mengajar secara efektif. Pengembangan strategi ini bertujuan untuk menciptakan kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi kehidupan peserta didik, sehingga siswa dapat belajar dengan menyenangkan dan dapat meraih prestasinya secara memuaskan. Menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang berlangsung secara efektif, merupakan pekerjaan yang bersifat kompleks dan menuntut kesungguhan dari guru. Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana
4
(1995:134), proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan peserta didik dalam situasi pendidikan atau pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan. Wujud interaksi pengajaran menghendaki adanya pertimbangan yang kuat atas keunikan dan keragaman peserta didik. Seorang guru sudah tentu dituntut kemampuannya untuk menggunakan berbagai metode mengajar secara bervariasi. Pendekatan kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peran guru. Sehubungan dengan itu Pendekatan pengajaran kontekstual adalah sebagai berikut: (1) belajar Berbasis Masalah (Problem –Based Learning), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan dunia nyata sebaga konteksbagi siswa untk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah,serta memeroleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran; (2) pengajaran Autentik (Authentic Intructional), yakni pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna; (3) belajar Berbasis Proyek (Project – Learning); (4) suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topic pengajaran; (5) belajar Kooperatif (Cooperatif Learning); (6) memerlukan penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Suasana yang kurang termotivasi akan menjadi kendala serius dalam mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru harus menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencapai kondisi pembelajaran ke arah tujuan. Guru tidak bisa membawa kegiatan pembelajaran menurut kehendak hati mereka, dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan. Tujuan dan kegiatan pembelajaran tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponennya belum
dipenuhi. Salah satu komponen yang perlu dipenuhi adalah menentukan model pembelajaran yang kondusif. Kata kontekstual berasal dari kata Context yang berarti “hubungan, konteks, suasana dan keadaan konteks”. Sehingga pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual mengandung arti : yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks, yang membawa maksud, makna dan kepentingan. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari. Contextual Teaching and Learning yang umumnya disebut dengan pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (Meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Johnson, 2002 (Dalam Nurhadi, 2006). Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik diantaranya sebagai berikut: (1) melakukan hubungan yang bermakna; (2) melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan,; (3) belajar yang diatur sendiri; (4) bekerja sama; (5) berpikir kritis dan kreatif; (6) mengasuh dan memelihara pribadi siswa; (7) mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik. Dari pendapat tersebut karakteristik pembelajaran konstektual dapat diuraikan sebagai berikut: (1) siswa diharapkan aktif
5
dalam pembelajaran baik secara kelompok maupun individu; (2) siswa membuat hubungan di dalam sekolah dan di dalam kehidupan nyata sebagai bagian dari anggota masyarakat; (3) siswa belajar dan melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai; (4) siswa diharapkan mampu bekerja sama dalam kelompok maupun dalam pembelajaran di kelas; (5) siswa berpikir kritis dan kreatif agar dapat menganalisis, mensitensis, dan memecahkan masalah; (6) memberi bimbingan dan dukungan pada siswa; (7) siswa diharapkan mencapai standar pencapaian yang tinggi, dan menggunakan penilaian yang nyata dan sebenarnya dari apa yang telah diperoleh siswa dari lingkungannya. Teori belajar yang mendasari pembelajaran kontekstual antara lain sebagai berikut: (1) konstruktivisme berbasis pengetahuan (Knowledge Based Contructivism) baik intruksi langsung maupun kegiatan kontruktivis dapat sesuai dan efektif didalam pencapaian tujuan belajar siswa; (2) pembelajaran berbasis usaha/teori pertumbuhan kecerdasan (effortbased/inceremental theory of intellegence) peningkatan usaha seseorang untuk menghasilkan peningkatan kemampuan. Teori berlawanan dengan gagasan bahwa kecerdasan seseorang tidak dapat diubah; (3) sosialisasi (Socialization)Anak-anak mempelajari standar , nilai-nilai dan pengetahuan kemasyarakatan dengan mengajukan pertanyaan dan menerima tantangan untuk menemukan solusi yang tidak segera terlihat. .Belajar adalah suatu proses sosial ,oleh karenanya faktor sosial dan budaya perlu diperhatikan selama perencanaan pengajaran; (4) pembelajaran Situasi (Situated Learning)-Pengetahuan dan belajar dikondisikan dalam fisik tertentu dan konteks social; (5) pembelajaran Distibusi (Distributed Learning)_Pengetahuan mungkin
dipandang sebagai pendistribusian dan penyebaran individu , orang lain , dan berbagai benda bukan semata-mata sebagai suatu kekayaan individual. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Menurut Suyanto (dalam Depdiknas, 2006) menyatakan, “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajarandi kelas secara professional”. PTK dikatakan bersifat reflektif karena guru sebagai peneliti selalu memikirkan apa dan mengapa satu dampak tindakan terjadi di kelas. Dari pemikiran itu kemudian dicarikan pemecahannya. Pemecahan tersebut berupa tindakan-tindakan. Sebelum tindakan dilakukan harus ada perencanaan terlebih dahulu. Pada perencanaan inilah terletaknya perbedaan antara yang biasa dilakukan guru dengan PTK yang sebenarnya. Berdasarkan hal itu Depdiknas mengungkapkan bahwa PTK merupakan: (a) bentuk kajian yang sistematis, (b) dilakukan oleh pelaku tindakan atau guru, (c) dilakuakn untuk memperbeiki kondisi pembelajaran. Dalam penilitian ini merupakan penelitian tindakan kelas ( PTK ). Dasar pelaksanaan penelitian ini adalah perbaikan, baik terhadap proses maupun hasil perbaikan proses dilakukan dengan tindakan yakni memberikan perlakuan kepada kelas dengan melaksanakan pembelajaran IPA di kelas I SD Putra Indonesia Surabaya tentang bendalangit. Sedangkan hasil pembelajaran merupakan dampak dari proses yang telah dilakukan. Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) dan pelaksanaannya menggunakan siklus-siklus pembelajaran. Sesuatu yang kurang dari siklus pertama akan diperbaiki pada siklus berikutnya.
6
Dalam penelitian tindakan ini menggunakan guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian tindakan adalah praktisi (guru). Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan rancangan prosedur Penelitian Tindakan Kelas (classroom based action research. Yang dimulai dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan observasi serta refleksi, yang bersifat siklus. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Subyek penelitian ini dilakukan pada siswa kelas I SD Putra Indonesia Kecamatan Gununganyar Surabaya Tahun Pelajaran 20112012 dengan jumlah siswa 34. Laki-laki = 14, Perempuan = 20. Selanjutnya yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam interaksi belajar mengajar. Karakteristik siswa yang terdapat pada kelas sangat bervariasi. Kondisi sosial yang cenderung masyarakat menengah kebawah mempengaruhi perkembangan mental belajar anak. Lokasi penelitian : Kelas I SD Putra Indonesia Kec. Gununganyar Surabaya Tahun Pelajaran 2011-2012. Penelitian dilakukan pada bulan Mei -juni 2012. Dalam penelitian ini,peneliti menggunakan jenis penelitian action research, penggunaan metode kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas I SD Putra Indonesia kecamatan Gununganyar Surabaya Tahun pelajaran 2011-2012. Dengan harapan penelitian ini mampu mendorong guru memiliki kesadaran diri melakukan refleksi terhadap Aktivitas (praktik) pembelajaran
yang diselenggarakan (Me Niff. 1992,Hopkins,1983,1992). Penelitian yang akan dilakukan,diambil dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung. Kemudian dijadikan bahan dasar refleksi dari dalam penyusunan RPP yang akan dilakukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian pada silkus I dan II maka diperoleh beberapa temuan antara lain: (1) guru terlihat aktif dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual; (2) siswa terlihat begitu aektif dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, dari 31 siswa yang berhasil mengusai materi pembelajaran menjadi 34 siswa yang berhasil mengusai materi benda langit. Untuk lebih jelasnya maka dalam pembahasan ini akan dipaparkan sejauh mana aktivitas guru dan siswa serta hasil belajar siswa setelah menggunakan pendekatan kontekstual. Hasil penelitian siklus I dan II menunjukkan bahwa kegiatan guru telah mengalami peningkatan. Pada observasi siklus I aktivitas guru seperti mengadakan apersepsi membangkitkan skemata anak tentang benda langit dengan bertanya tentang pengertian benda langit, menjelaskan tentang benda langit, menjelaskan langkah-langkah pembelajaran kontekstual, membimbing siswa menentukan benda langit pada siang hari maupun malam hari, memberi kesempatan kepada siswa dalam menjawab, memberi tanggapan, pujian, dan reward terhadap hasil kerja siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kelompok, dan membuat kesimpulan materi pembelajaran. Semua aspek di atas mengalami peningkatan pada siklus II. Sehingga apabila dirata-rata persentase hasil aktivitas guru pada siklus I mencapai 68 %, sedangkan pada siklus II mencapai 92,5 %. Berarti mengalami peningkatan sebesar 38 %. Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh dari tindakan siklus I dan II terlihat bahwa aktivitas siswa juga mengalami peningkatan yang sangat maksimal karena pada awalnya siswa belum pernah
7
menggunakan dalam pembelajaran IPA dalam pembelajaran tentang benda langit. Pada saat pelaksanaan tindakan siklus I dang an II ada 9 aspek yang diamati oleh pengamat seperti yang dipaparkan di atas. Kesembilan aspek tersebut telah mengalami peningkatan yang maksimal. Dari kesembilan aspek tersebut aspek menjawab pertanyaan yang diajukan guru dan mendengarkan penjelasan guru mengalami peningkatan yang maksimal. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan kontekstual sangat membantu siswa dalam meningkatkan semangat untuk belajar. Siswa sangat tertarik dan senang sekali menjawab pertanyaan dari guru, mendengarkan penjelasan guru, dan mengerjakan latihan soal dengan menggunakan pendekatan kontekstual akan membantu siswa dalam meningkatkan daya ingat siswa dan pemahaman konsep menentukan benda langit siang hari maupun malam hari. Secara keseluruhan rata-rata hasil aktivitas siswa pada siklus I sebasar 68 %, sedangkan pada siklus II mencapai 86%. Peningkatan yang terjadi pada siklus II disebabkan kerena siswa sudah terbiasa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual dan sudah mengetahui manfaat media tersebut dalam pembelajaran, sehingga perhatian siswa tidak lagi terfokus pada media saja tetapi juga pada penjelasan guru. PENUTUP Simpulan Penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPA untuk materi benda langit dapat meningkatkan aktivitas guru, yaitu pada siklus I mencapai 68%, namun pada siklus II mencapai 92.5% sehingga terjadi peningkatan aktivitas guru sebesar 24,5%. Penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPA untuk materi benda langit dapat meningkatkan aktivitas siswa, yaitu pada siklus I mencapai 68%, namun pada siklus II mencapai 86% sehingga terjadi peningkatan aktivitas siswa sebesar 18 %
Penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPA untuk materi benda langit dapat meningkatkan hasil belajar, yaitu pada siklus I mencapai 66%, namun pada siklus II mencapai 88% sehingga terjadi peningkatan aktivitas siswa sebesar 22 %. Meskipun belum sepenuhnya tuntas tetapi hasil yang dicapai telah melebihi indikator keberhasilan penelitian yang ditetapakan sebesar 75%. Dengan demikian penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPA materi benda langit terbukti dapat meningkatkan aktivitas guru dan aktivitas siswa serta hasil belajar siswa. Saran Pihak pemerhati pendidikan atau pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. disarankan untuk lebih memperhatikan perkembangan dunia pendidikan anak serta memberikan sosialisasi tentang berbagai inovasi dalam pembelajaran khususnya pada pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Pihak guru disarankan untuk lebih mengembangkan pengetahuannya mengenai berbagai ilmu dalam dunia ilmu pengetahuan alam menerapkan belajar melalui pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran benda langit maupun pada pembelajaran lainnya. Pihak sekolah disarankan untuk memberikan apresiasi kepada guru agar lebih inovatif dan kreatif dalam pembelajaran IPA serta memperbanyak literatur di sekolah agar berguna bagi perkembangan pembelajaran guru maupun calon guru di sekolah dasar. Pihak peneliti disarankan untuk lebih mengembangkan penelitiannya terutama dalam pengajaran IPA di SD atau mengembangkan lagi pembelajaran melalui pendekatan Kontekstual pada materi-materi lain dalam pembelajaran sains sehingga menambah khasanah pendidikan IPA di Sekolah Dasar.
DAFTAR PUSTAKA Budi Wahyono Dan Setya Nurachmandani, 2008. “Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI kelas IV”. Jakarta, Pusat
8
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. BSNP. 2006. “Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan”. Jakarta: Depdiknas. BNSP. 2006. “Model Integrasi Kecakapan Hidup”. Jakarta: Depdiknas. BNSP. 2006. “Model Penilaian Kelas”. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2006. “Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah”. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2006. “Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah”. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Haryanto, 2004. “Sains Untuk SD Kelas 1”. Jakarta, Erlangga Julianto Dan Kawan-Kawan, 2011,”Teori Dan Implementasi Model-Model Pembelajaran Inovatif”. Surabaya, Unesa Universiti Press. M. Mursid dan Saekhan. CTL dalam PAI. (http://samrit-amq.blogspot.com. Diakses 18 Desember 2008) M. Toha Anggoro dkk, 2008.”Metode Penelitian”. Jakarta: Universitas Terbuka, Nanang Hanafiah, & Cucu Suhana, 2009,”Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung:Refika Aditama. Sri purwanti, 2008,”Ilmu Pengetahuan Alam 1, Jakarta, PT. Galaxy Puspa Mega,
Suryanti Dan Kawan-Kawan, 2009,”ModelModel Pembelajaran Inovatif, Surabaya: Unesa Unifersity Press, Syaiful Sagala, 2005.”Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung:Alfabeta, Tim Forum Prima, 2012.”Jendela Ilmu Pengetahuan Alam, Surabaya, Lentera Media Pustaka, Http://www.sekolahdasar.net/2011/12/karakter istik-pembelajaran-kontekstual.html di unduh 27 Februari 2012 Http:\kumpulan\PENGERTIAN KOGNITIF AFEKTIF PSIKOMOTORIK Memahami Pengertian Kognit.htm di unduh Senin 30 Apri.
9
10