Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN I 2015
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/Publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Divisi Advisory dam Pengembangan Ekonomi Daerah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Jenderal Sudirman No. 3 Makassar 90113, Indonesia Telepon: 0411 – 3615188/3615189 Faksimili: 0411 – 3615170
KATA PENGANTAR
Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Perekonomian Sulsel tumbuh 5,23% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan IV 2014 (7,71%; yoy). Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi utama Sulsel, yaitu pertanian dan industri pengolahan. Dari sisi kelompok pengeluaran, penurunan kinerja ekspor menjadi penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan laporan, sebesar 7,13% (yoy), dibandingkan dengan triwulan IV 2014 (8,61%, yoy). Dengan hasil evaluasi tersebut, perekonomian kedepan masih memiliki tantangan-tantangan yang memerlukan sinergi bersama, antara lain dalam hal peningkatan produktivitas untuk mendorong konsumsi domestik, investasi dan produksi industri berbasis sektor primer (hilirisasi), peningkatan produksi tanaman pangan beserta infrastruktur pendukung, serta kerjasama antar TPID untuk mengatasi gejolak harga. Dalam penyusunan laporan ini, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.
Makassar, Mei 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan
Mokhammad Dadi Aryadi Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
iii
VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.
iv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
III
DAFTAR ISI
V
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
TABEL INDIKATOR EKONOMI
5
1.
PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
11
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 1.2. SISI PENGELUARAN 1.3. SISI LAPANGAN USAHA
12 12 19
2.
KEUANGAN PEMERINTAH
29
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
STRUKTUR ANGGARAN PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA ANGGARAN APBD KABUPATEN/KOTA SE-SULSEL PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA INSTANSI VERTIKAL DI SULSEL PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB
30 30 33 34 35
3.
INFLASI DAERAH
37
3.1. 3.2. 3.3. 3.4.
INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA INFLASI MENURUT KOTAIHK DISAGREGASI INFLASI KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI
38 43 44 44
4.
SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
49
4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
50 53 56
5.
63
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
64 65
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
v
DAFTAR ISI
6.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
67
6.1. 6.2. 6.3. 6.4.
TENAGA KERJA PENDUDUK MISKIN RASIO GINI NILAI TUKAR PETANI
68 69 70 70
7.
PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
73
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 7.2. PROSPEK INFLASI 7.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN
74 78 81
LAMPIRAN
83
DAFTAR BOKS BOKS 1.A. KETERKAITAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP EKSPOR SULSEL
26
BOKS 3.A. KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI DI SULAWESI SELATAN
47
BOKS 4.A. PEMETAAN DAERAH POTENSIAL DALAM RANGKA IMPLEMENTASI LAYANAN KEUANGAN DIGITAL (LKD)
58
BOKS 4.B. MENGENAL KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
60
BOKS 7.A. KARAKTERISTIK EKSPOR RUMPUT LAUT SULSEL
82
vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi Gambaran Umum Perekonomian Sulawesi Selatan triwulan I 2015 tumbuhmelambat, searah dengan perlambatan ekonomi Nasional.
Perekonomian Sulsel tumbuh 5,23% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan IV 2014 (7,71%; yoy). Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi utama Sulsel, yaitu pertanian dan industri pengolahan. Dari sisi kelompok pengeluaran, penurunan kinerja ekspor menjadi penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Sementara itu, tekanan inflasi tercatat menurun di triwulan laporan, sebesar 7,13% (yoy), dibandingkan dengan triwulan IV 2014 (8,61%, yoy). Penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa seperti penurunan harga BBM bersubsidi, masuknya musim panen pada beberapa komoditas diperkirakan menjadi faktor pendorong penurunan tekanan inflasi. Selain itu, faktor cuaca yang membaik mempengaruhi pasokan komoditas dan distribusi barang lebih lancar. Kondisi sistem keuangan yang diwakili oleh indikator perbankan tetap menunjukkan penguatan dan tetap dalam risiko yang terjaga. Di sisi lain, sistem pembayaran menunjukan perlambatan. Beberapa indikator sistem pembayaran tunai dan non tunai menunjukan trend penurunan di awal tahun. Perekonomian kedepan masih memiliki tantangan-tantangan antara lain dalam hal peningkatan produktivitas untuk mendorong investasi dan produksi industri berbasis sektor primer (hilirisasi). Dari stabilitas harga dan ketahanan pangan, peningkatan produksi tanaman pangan beserta infrastruktur pendukung (waduk, irigasi), serta kerjasama antar TPID untuk mengatasi gejolak harga karena ketimpangan pasokan dan permintaan kiranya perlu diperkuat. Pola kebijakan seperti penentuan tarif batas atas angkutan dan penetapan harga eceran tertinggi untuk LPG sudah mulai diintrodusir oleh Pemerintah Daerah. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Sektor perdagangan dan konstruksi menjadi penahan pertumbuhan ekonomi
Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) di triwulan I 2015 melambat, searah dengan perlambatan ekonomi nasional. Pada triwulan pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 5,23% (yoy)lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 (7,71%; yoy). Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di sektor primer (sektor pertanian) dan sektor sekunder (sektor industri pengolahan). Yang mampu menahan laju perlambatan adalah pertumbuhan sektor sekunder lainnya (sektor konstruksi dan sektor perdagangan). Sementara di sisi pengeluaran, pelemahan terjadi sebagai dampak dari melemahnya kondisi lokal dan permintaan global yang belum pulih. Hal ini terindikasi dari perlambatan konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor. Hanya stimulus fiskal (konsumsi pemerintah), satu-satunya komponen yang masih kuat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Keuangan Pemerintah Realisasikan pendapatan maupun belanja fiskal daerah cenderung masih rendah
Persentase realisasi pendapatan maupun belanja keuangan daerah relatif masih belum optimal. Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2015 relatif sama dengan triwulan I 2014. Faktor pendorong adalah optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta kenaikan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sementara di sisi persentase realisasi belanja untuk APBD Provinsi, APBD Kabupaten Kota, maupun instansi vertikal, pada triwulan I 2015, cenderung lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014. Faktor penyebab adalah karena faktor pola awal tahun dan kendala teknis. Inflasi Daerah
Penurunan harga BBM dan terjaganya pasokan pangan mendorong penurunan inflasi di triwulan I 2015.
Tekanan inflasi di triwulan laporan menurun. Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 7,13% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2014 (8,61%, yoy) yang disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa seperti penurunan harga BBM bersubsidi, masuknya musim panen pada beberapa komoditas dan faktor cuaca yang membaik mempengaruhi pasokan komoditas dan distribusi barang lebih lancar. Melimpahnya pasokan ikan akibat membaiknya cuaca yang mendukung kegiatan penangkapan ikan juga menjadi salah satu penyebab menurunnya tekanan inflasi di triwulan laporan. Terkendalinya inflasi juga tidak terlepas dari kontribusi TPID. Kondisi perkembangan koordinasi pengendalian inflasi menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari sisi kerjasama dan koordinasi TPID di sepanjang periode laporan Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan
Intermediasi perbankan tetap tinggi, diiringi dengan risiko masih dalam batas aman
Kinerja perbankan cenderung meningkat. Dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan peningkatan yang lebih baik pada triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan aset bank umum didorong oleh peningkatan aset kelompok bank pemerintah. Sementara itu, kegiatan intermediasi masih tinggi tercermin dari rasio LDR sebesar 128,43% disebabkan penyaluran kredit lebih besar dibandingkan penghimpunan DPK, meskipun pada triwulan laporan akselerasi pertumbuhan DPK lebih tinggi daripada kredit. Sementara itu, risiko kredit perbankan secara umum masih terjaga dengan baik tercermin dari Rasio nonperforming loan (NPL) yang masih berada pada level aman, khususnya sektor rumah tangga. Kkualitas kredit UMKM dan korporasi perlu mendapatkan perhatian khususnya sektor pertambangan dan konstruksi dimana NPL pada triwulan laporan sudah melewati batas aman 5%. Di triwulan I 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi (bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya) pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp18,85, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan yaitusebesar 50,14%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing tercatat sebesar 0,82%, dan 1,78%.Di sisi lain, Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I 2015 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM tercatat tumbuh melambat sebesar 10,49% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya sebesar 12,11% (yoy).
2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Pada akhir tahun terjadi net inflow, berbeda dengan pola biasanya, kemungkinan terkait tekanan harga yang kuat di akhir tahun
Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada triwulan I 2015. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun. Sejalan dengan menurunnya pertumbuhan transaksi keuangan melalui RTGS, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga mengalami perlambatan di triwulan I 2015. Faktor musiman menunjukkan pengaruh terhadap pergerakan aliran uang kartal net inflow pada triwulan I 2015. Terjadi tren yang sama dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung inflow di awal tahun, yang berarti terjadi kegiatan penyetoran uang ke Bank Indonesia. Sementara itu, langkah Bank Indonesia dalam mewujudkan clean money policy juga senantiasa terus dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran dan kesejahteraan relatif tidak berubah signifikan
Kondisi kesejahteraan belum menunjukkan perubahan signifikan. Penyerapan tenaga kerja relatif baik, terpantau dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) Sulawesi Selatan yang mencapai 5,80% (dataFebruari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Februari 2013). Sementara tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga akhir Maret 2015 terpantau melemah dari triwulan I2015. Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel 9,5% atau relatif baik dibandingkan Sulampua maupun nasional. Prospek Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan I 2015 diperkirakan melemah dengan tingkat inflasi yang terkendali
Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,9% - 8,9% (yoy) dan 7,5% 8,5% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi), sementara ekspor luar negeri cenderung masih lemah. Di sisi lapangan usaha, hampir semua sektor meningkat, didukung oleh kebijakan pemerintah dan faktor musiman. Tekanan harga akhir tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali, dengan besaran masuk dalam rentang target inflasi nasional. Faktor yang mendorong adalah volatile food karena terkait peningkatan produksi bahan pangan. Namun demikian, perlu diwaspadai untuk tekanan dari sisi administered prices dan inflasi inti, masing-masing karena potensi harga minyak dunia dan peningkatan permintaan masyarakat
Rekomendasi kebijakan yang ditawarkan sebagai hasil kajian perkembangan ekonomi dan inflasi triwulan I 2015
Bank Indonesia menawarkan beberapa rekomendasi kebijakan untuk mendorong realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar serta untuk memperkuat peran Sulsel sebagai ‘simpul utama’ perekonomian Kawasan Timur Indonesia serta implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, antara lain: (1) Memperkuat konsumsi lokal dengan mendorong penggunaa penggunaan produk-produk lokal di setiap event yang dilaksanakan pemerintah, (2) Mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, melalui peningkatan kualitas SDM, peningkatan produksi sektor primer, hilirasi industri, dan peningkatan iklim investasi, (3) Percepatan stimulus fiskal yang berupa belanja rutin atau modal, secara tepat waktu dan tepat sasaran, (4) Mendorong dan memfasilitas komoditas ekspor yang masih mengalami peningkatan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sementara untuk mendukung kegiatan pengendalian harga yang telah mencapai banyak kemajuan dan prestasi, maka untuk penguatan ke depan kami menyarankan kepada pemerintah daerah, antara lain: (1) Mempercepat Rencana pembangunan infrastruktur pertanian (waduk, saluran irigasi, dan perluasan area tanam) untuk meningkatkan ketersediaan pasokan bahan makanan di Sulsel (2) Penguatan kelembagaan kelompok tani, pembiayaan (Koperasi), dan lembaga penjamin stok pangan (Bulog) untuk menjaga ketahanan pangan di provinsi Sulsel
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
TABEL INDIKATOR EKONOMI
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) 2012*
2013*
2014**
2015**
INDIKATOR I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
132.89 128.11 134.65 126.38 144.28 137.57 135.20 137.27 134.57 133.20
133.44 129.75 136.07 127.28 149.65 142.05 137.53 138.93 134.98 134.73
135.69 131.57 137.85 129.07 152.64 142.03 141.14 141.02 137.56 135.68
136.14 133.73 139.32 132.71 152.79 140.74 142.34 141.15 138.24 136.87
139.01 136.86 141.62 133.82 155.28 141.12 143.27 141.41 140.21 138.49
139.26 136.16 140.95 135.00 158.31 144.46 142.88 144.15 140.78 138.68
145.51 141.73 142.53 140.14 167.44 156.03 151.42 151.32 145.61 148.77
144.60 144.59 147.46 143.68 163.87 153.14 153.12 149.50 146.41 150.25
109.16 109.39 108.24 113.54 108.41 110.38 111.45 108.00 108.92 112.16
109.71 110.28 109.32 112.66 109.26 111.97 113.64 109.77 110.28 114.28
111.72 110.90 109.62 114.05 113.93 112.31 115.12 111.72 112.54 117.01
116.89 118.61 115.26 121.17 115.18 115.86 120.21 117.67 116.85 122.30
116.95 118.13 113.96 121.30 116.00 120.40 117.34 116.43 116.20 121.04
4.06 0.95 5.91 1.94 2.07 8.65 2.50 5.10 3.81 4.54
3.84 3.73 5.95 1.80 4.11 6.25 4.99 4.65 3.24 4.30
4.48 5.23 5.40 2.94 5.52 7.07 6.78 2.03 3.71 3.87
4.41 6.04 5.31 4.52 5.07 6.73 5.87 5.25 3.28 3.29
4.61 6.83 5.18 5.89 7.62 2.58 5.97 3.02 4.19 3.97
4.36 4.94 3.59 6.07 5.79 1.70 3.89 3.76 4.30 2.93
7.24 7.72 3.39 8.58 9.70 9.86 7.28 7.30 5.85 9.65
6.21 8.12 5.84 8.27 7.25 8.81 7.57 5.92 5.91 9.78
5.88 5.67 5.10 9.57 5.77 8.95 8.42 5.60 6.24 8.80
5.92 6.26 5.82 7.40 5.27 8.85 10.37 4.84 6.65 9.75
3.72 4.00 3.59 4.51 5.32 2.79 5.46 1.83 4.46 5.40
8.61 9.67 6.14 9.11 6.56 7.19 8.84 8.45 7.89 9.35
7.14 7.99 5.28 6.83 7 9.08 5.28 7.81 6.68 7.92
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2000 & SNA 1993 14,142 1. Pertanian 3,787 2. Pertambangan dan Penggalian 875 3. Industri Pengolahan 1,948 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 157 5. Konstruksi/Bangunan 841 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,509 7. Angkutan dan Komunikasi 1,436 8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 1,129
15,057 4,095 1,116 1,990 159 868 2,616 1,459 1,240
15,545 4,321 1,091 2,033 164 903 2,738 1,502 1,272
14,974 3,329 1,209 2,079 168 955 2,798 1,553 1,338
15,304 3,831 1,123 2,108 169 913 2,797 1,544 1,323
15,995 4,059 1,181 2,187 173 964 2,876 1,613 1,414
16,828 4,491 1,230 2,210 178 1,022 2,966 1,660 1,468
6,936 3,765 1,153 2,199 181 1,058 3,022 1,663 1,480
-
1,514
1,522
1,544
1,494
1,529
1,604
1,636 55,239 12,293 3,108 7,648 51 75 6,494 7,775 2,072 765 3,492 1,956 2,068 245 2,510 2,916 1,065 707
58,217 13,015 3,792 8,213 55 77 6,789 8,088 2,105 797 3,592 2,021 2,124 249 2,550 2,929 1,093 728
62,188 14,950 4,039 8,631 56 77 7,044 8,620 2,193 806 3,733 2,013 2,164 252 2,653 3,105 1,107 747
58,439 10,826 3,810 8,941 59 73 7,301 7,881 2,272 815 3,743 2,116 2,209 254 2,686 3,523 1,169 761
58483.6 12550.5 3542.59 8110.64 55.17 75.12 6924.4 8211.51 2146.48 809.84 3748.6 2135.69 2251.9 256.32 2571.68 3176.01 1143.69 773.39
MAKRO Indeks Harga Konsumen -
Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) -
Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara
9. Jasa-jasa
1,460
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) ***
14,142
15,057
15,545
14,974
15,304
15,995
16,828
16,157
9,586 4,070 4,755 4,269
9,767 4,797 5,323 4,830
9,984 4,557 5,659 4,655
10,142 3,387 6,158 4,713
10,136 4,666 5,322 4,820
10,336 5,153 5,634 5,128
10,675 4,323 6,169 4,339
10,852 4,052 6,176 4,923
35,255 21,026 14,794 15,497
37,975 23,641 14,295 17,694
38,926 24,033 15,704 16,474
42,129 17,449 16,429 17,658
37129.7 23506.7 13407.7 15560.5
Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
14,142 7.90
15,057 8.06
15,545 8.70
14,974 8.88
15,304 8.21
15,995 6.23
16,828 8.26
16,157 7.90
55,577
58,217
62,188
58,349 7.71
78,496
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton) Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Ribu Ton) Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta)
269.15 223.29 155.07 280.95 114.08
334.64 193.78 186.72 500.79 147.92
425.37 152.34 254.70 246.48 170.67
526.60 245.36 219.18 215.54 307.42
403.02 171.92 300.72 160.04 102.30
389.29 198.44 404.72 472.75 (15.43)
417.56 499.94 218.82 216.69 198.75
386.19 230.41 123.23 271.11 262.96
360.34 167.44 139.10 221.11 221.25
452.96 182.55 181.87 258.82 271.09
490.63 193.36 149.05 266.39 341.58
444.80 209.93 129.39 217.60 315.40
344.16 163.96 163.07 326.28 181.09
1. Konsumsi 2. Investasi 3. Ekspor 4. Impor
5.23
Sumber : BPS & Dirjen Bea Cukai Catatan: *) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007 **) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012 ***) Tahun 2014 menggunakan Tahun Dasar 2010
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
5
TABEL INDIKATOR EKONOMI
B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR) INDIKATOR
2012
2013
2014****
2015**** III
IV
II
III
IV
I
II
III
IV
BANK UMUM : Total Aset (Rp Miliar)
67,573
72,554
74,754
79,307
80,876
86,366
90,288
90,932
90,909
97,572
99,571
101,351
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
45,734 7,471 25,004 13,259
48,024 7,282 27,206 13,536
49,917 7,257 28,545 14,115
53,717 7,345 31,466 14,907
52,302 7,770 29,321 15,211
53,457 8,092 30,068 15,297
57,359 9,221 32,076 16,062
60,444 7,845 35,007 17,592
58,162 7,990 32,446 17,726
61,402 9,730 33,168 18,504
64,339 9,693 34,828 19,819
66,112 7,995 37,428 20,690
75,874 27,257 14,642 33,974 130.45%
79,336 29,062 15,467 34,807 129.21%
80,463 29,847 15,457 35,159 125.06%
83,560 31,442 16,241 35,877 126.39%
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi LDR
54,585 59,035 61,090 66,221 68,371 72,937 75,014 75,388 20,516 22,850 22,385 25,506 25,980 26,659 26,160 27,231 10,025 10,588 10,997 11,380 12,232 14,486 15,769 14,494 24,044 25,597 27,707 29,335 30,158 31,793 33,085 33,663 119.35% 122.93% 122.38% 123.28% 130.72% 136.44% 130.78% 124.72%
I
II
I
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Pertanian - Pertambangan - Industri pengolahan - Listrik, Gas, dan Air - Konstruksi - Perdagangan - Pengangkutan - Jasa Dunia Usaha - Jasa Sosial Masyarakat - Lain-lain
54,585 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007
59,035 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045
61,090 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781
66,221 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684
68,371 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065
72,937 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814
75,014 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096
75,388 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794
75,874 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043
79,336 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053
80,463 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408
83,560 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar)
I 104,945 66,420 10,154 34,147 22,118 85,304 32,776 16,482 36,045 128.43% 85,304 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 27,428 6,221 4,674 1,548 10,893 6,596 4,296 -
18,349
19,582
18,240
20,270
21,818
24,162
24,221
24,684
24,823
26,489
26,768
27,675
Kredit Mikro* (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
3,533 3,151 382 -
3,939 3,489 449 -
3,628 3,159 469 -
3,672 3,206 467 -
3,994 3,484 510 -
4,211 3,558 653 -
4,412 3,648 764 -
4,499 3,768 731 -
4,648 3,827 821 -
5,114 4,088 1,027 -
5,297 4,249 1,048 -
5,883 4,479 1,404 -
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
8,932 5,564 3,369 -
8,933 5,848 3,085 -
8,433 5,455 2,978 -
8,938 5,760 3,178 -
9,290 5,678 3,612 -
9,819 6,492 3,328 -
9,877 5,624 4,253 -
10,037 5,750 4,287 -
10,123 5,862 4,261 -
10,329 6,076 4,253 -
10,885 6,408 4,478 -
11,035 6,683 4,353 -
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi
5,884 4,759 1,125 -
6,710 5,478 1,232 -
6,180 4,833 1,347 -
7,660 5,644 2,016 -
8,534 6,186 2,349 -
10,132 7,205 2,927 -
9,932 6,872 3,060 -
10,148 7,278 2,870 -
10,052 7,079 2,972 -
11,046 7,822 3,224 -
10,586 7,680 2,906 -
10,757 7,802 2,954 -
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
3.05%
3.08%
2.87%
2.74%
2.94%
2.83%
2.91%
2.85%
3.14%
3.54%
3.57%
3.13%
3.36%
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%)
4.12%
4.23%
4.18%
3.96%
4.25%
3.95%
4.57%
4.38%
4.87%
4.98%
5.42%
4.81%
5.21%
BANK UMUM SYARIAH Total Aset (Rp Miliar)
3,377
3,689
3,977
4,524
4,802
5,085
5,420
5,576
5,586
5,580
5,619
5,906
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) Giro Tabungan Deposito
1,578 196 756 626
1,635 199 803 633
1,817 200 844 773
2,063 296 984 783
2,138 253 969 916
2,138 232 974 932
2,594 243 1,162 1,188
2,884 338 1,307 1,239
2,742 221 1,261 1,260
2,795 262 1,261 1,272
2,878 346 1,337 1,195
2,991 380 1,479 1,132
6,0000 3,187 547 1,488 1,1530
4,453 684 488 3,282 162.40%
4,869 776 670 3,423 174.20%
4,926 985 670 3,270 171.16%
5,141 1,135 825 3,181 171.91%
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi FDR
2,759 2,953 3,076 3,502 3,870 4,157 4,265 4,374 647 645 656 674 673 688 651 631 224 212 228 284 329 362 359 438 1,887 2,096 2,192 2,544 2,868 3,107 3,255 3,304 174.80% 180.63% 169.33% 169.77% 181.04% 194.41% 164.44% 151.65%
Catatan: * (
6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
10,313 7,488 2,825
5,239 1,292 865 3,081 164.36%
TABEL INDIKATOR EKONOMI
C. SISTEM PEMBAYARAN 2012*** INDIKATOR I
II
2013*** III
IV
I
II
2014*** III
IV
I
II
2015*** III
IV
I
KAS Inflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Outflow (Rp Miliar) Uang Kertas Uang Logam Pemusnahan Uang (Rp Miliar)
3,872 3,871 0.15 1,860 1,859 1.80 893
2,754 2,754 0.13 3,174 3,171 2.53 158
3,925 3,925 0.02 3,575 3,574 0.86 51
3,200 3,200 0.05 3,214 3,214 0.34 272
4,410 4,410 0.03 1,715 1,715 0.28 350
3,236 3,236 0.08 2,885 2,885 0.78 502
4,872 4,872 0.08 5,313 5,310 2.51 989
4,075 4,075 0.10 4,162 4,159 2.63 708
5,299 5,299 0.14 2,346 2,343 2.20 748
4,069 4,069 0.04 3,829 3,826 3.22 620
5,562 5,561 0.23 5,641 5,637 3.93 269
4,304 4,304 0.01 4,098 4,096 2.07 403
6,184 6,184 0.004 2,248 2,247 1.74 925
TRANSAKSI RTGS From / Outgoing (Rp Miliar) To / Incoming (Rp Miliar) From - To (Rp Miliar)
11,504 29,147 4,578
15,473 37,788 4,355
15,421 34,631 4,424
19,880 40,648 5,049
14,448 32,767 4,245
17,402 36,120 4,921
18,770 37,614 6,755
20,540 41,480 7,299
15,660 27,887 4,748
21,374 33,669 9,765
22,719 38,096 10,970
25,647 41,348 11,845
19,951 21,897 3,778
9,296 281,461
9,439 283,706
9,466 285,156
10,139 294,745
9,737 284,030
9,976 285,559
10,239 280,922
10,670 290,332
9,483 260,069
9,616 266,025
9,716 260,914
11,198 280,987
9,757 262,477
558 37,461 9 595
569 38,646 9 613
579 39,105 9 621
605 40,567 10 644
557 36,457 9 608
576 34,774 10 580
874 37,895 15 632
1,050 41,130 17 663
675 29,191 11 487
637 28,625 11 477
675 30,355 11 490
805 32,940 13 515
887 34,547 15 566
TRANSAKSI KLIRING Nominal Kliring* (Rp Miliar) Volume Kliring* (Lembar) Kliring Kredit Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) Volume Kliring Kredit (Lembar) RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) Kliring Debet Penyerahan Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) Volume Kliring Debet (Lembar) RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Debet (Lembar)
8,737
8,870
8,887
9,534
9,180
9,400
9,365
9,620
8,809
8,978
9,041
10,393
8,870
244,000
245,060
246,051
254,178
247,573
250,785
243,027
249,202
230,878
237,400
230,559
248,047
227,930
139
141
141
151
153
157
156
155
147
150
146
162
145
3,873
3,890
3,906
4,035
4,126
4,180
4,050
4,019
3,848
3,957
3,719
3,876
3,737
Kliring Debet Pengembalian Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) Volume Kliring Pengembalian (Lembar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar)
294
305
296
292
322
352
402
325
317
387
287
343
341
7,013
7,732
7,412
7,623
7,549
7,531
7,092
6,659
7,114
7,119
6,765
6,008
6,571
5
5
5
5
5
6
7
5
5
6
5
5
6
111
123
118
121
126
126
118
107
119
119
109
94
108
Cek/BG Kosong Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar)
208
234
208
206
221
259
307
251
230
328
231
270
239
5,563
6,349
6,033
6,020
5,904
6,187
5,674
5,411
5,695
5,832
5,313
4,552
5,185
3
4
3
3
4
4
5
4
4
5
4
4
4
88
101
96
96
98
103
95
87
95
97
86
71
85
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan **) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari ***) Angka sementara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
7
TABEL INDIKATOR EKONOMI
D. GRAFIK INDIKATOR
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010 Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah *) PDRB TD 2010 Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)
Kontribusi Pertumbuhan per Triwulan (%-yoy)
Kontribusi Pertumbuhan per Tahun (%-yoy)
14.00
14.00
12.00
12.00
10.00 8.00
8.40
7.71
6.00
8.39
10.00
8.87
8.13
8.04
7.63
7.57
7.56
6.00
5.23
4.00
8.00 4.00
2.00
2.00
0.00
0.00
-2.00
-2.00
-4.00
-4.00
-6.00
-6.00 2014-Q4
2015-Q1P
2015-Q2P
2015-Q3P Konsumsi
2015-Q4P Investasi
2011 Ekspor
2012 Impor
2013 PDRB
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
2014
2015P
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Laporan Bank, diolah
Inflasi dan BI Rate
Perbankan Sulsel (Ribu Orang) 1000
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
950
14% 12% 10%
900
Jumlah Penduduk Miskin
8%
850 6% 800
4%
750
2%
700
0% 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pengangguran Terbuka
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
9
TABEL INDIKATOR EKONOMI
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perekonomian Sulsel yang diukur berdasarkan PDRB di triwulan I 2015 mencapai Rp78.496 milyar (ADHB) atau Rp58.484 milyar (ADHK), tumbuh 5,23% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan IV 2014 (7,71%; yoy). Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi utama Sulsel, yaitu pertanian dan industri pengolahan. Dari sisi kelompok pengeluaran, penurunan kinerja ekspor menjadi penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan I 2015. Ekspor Sulsel di triwulan I 2015 tercatat mengalami kontraksi sebesar 9,37% (yoy) jauh menurun dibandingkan triwulan IV 2014 yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 14,73% (yoy). Konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB) yang menjadi peendorong utama ekonomi Sulsel juga mengalami perlambatan di triwulan I 2015.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
11
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.1. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulawesi Selatan (Sulsel) di triwulan I 2015 melambat, searah dengan perlambatan ekonomi nasional. Pada triwulan pelaporan, ekonomi Sulsel tumbuh sebesar 5,23% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 (7,71%; yoy). Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di sektor primer (sektor pertanian) dan sektor sekunder (sektor industri pengolahan). Sektor yang mampu menahan laju perlambatan adalah pertumbuhan sektor sekunder lainnya (sektor konstruksi dan sektor perdagangan). Sementara di sisi pengeluaran, menunjukkan kondisi lokal maupun yang terkait dengan global semuanya melemah, terindikasi dari perlambatan konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor. Tercatat hanya stimulus fiskal (konsumsi pemerintah), satu-satunya komponen yang masih kuat di triwulan I 2015.
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan
1.2. Sisi Pengeluaran Dari semua komponen permintaan, kontraksi dikomponen ekspor menjadi penyebab utama lesunya ekonomi Sulsel di periode laporan. Ditriwulan I 2015, ekspor tercatat mengalami kontraksi sebesar -9,37% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mampu tumbuh hingga 14,73% (yoy). Selain karena produksi di sektor primer yang melemah, permintaan dari negara mitra dagang juga masih rendah. Selain ekspor, komponen konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB) juga tercatat pengalami perlambatan. Konsumsi Rumah tangga tercatat mengalami perlambatan dari 5,49% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 5,32% (yoy) di triwulan I 2015. Komponen investasi mengalami perlambatan yang lebih dalam, dimana di triwulan I 2015 tercatat tumbuh 7,13% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar 9,03% (yoy). Konsumsi rumah tangga tertekan karena masih tingginya harga di semua kebutuhan dasar masyarakat (energi dan pangan). Sementara investasi, diperkirakan karena hanya faktor siklus awal tahun. Tabel 1.1. Pertumbuhan (yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)* Komponen 1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 5 Perubahan Inventori 6 Ekspor 7 Impor PDRB
Tahun Dasar 2000 Tahun Dasar 2010 2014 2015 I II III IV TOTAL I 6.63 6.36 6.2 5.49 5.92 5.32 14.66 15.04 15.41 4.93 11.26 -2.50 4.66 4.55 3.89 -2.92 1.88 6.99 11.48 8.39 5.32 9.03 9.4 7.13 -126.3 -47.60 -609 -18.99 -125.2 -175.33 14.6 11.56 7.62 14.73 11.85 -9.37 -9.32 -1.06 6.73 9.35 -1.64 0.41 8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.23
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara
1.2.1 Konsumsi Secara umum, konsumsi di triwulan I 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2014. Peningkatan konsumsi didorong oleh peningkatan konsumi pemerintah yang mampu tumbuh 6,99% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar -2,92% (yoy). Di sisi lain, konsumsi rumah tangga dan konsumi LNPRT mengalami penurunan dari 5,49% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 5,32% (yoy). Penurunan yang lebih dalam terjadi di komponen konsumsi LNPRT yang mengalami kontraksi -2,50% (yoy).
12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Konsumsi rumah tangga melambat di triwulan I 2015, disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat. Pemicu utama penurunan daya beli antara lain masih tingginya harga kebutuhan dasar masyarakat (harga bahan bakar minyak/BBM dan harga pangan). Sejak diterapkannya floating price system di bulan November 2014, volatilitas harga BBM berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi masyarakat. Hal ini terjadi mengingat peningkatan harga BBM, juga diikuti oleh second round effect(tarif angkutan umum dan harga di berbagai komoditas utama). Dengan peningkatan harga tersebut, inflasi triwulan I 2015 mencapai 7,13% (yoy), meskipun lebih rendah dari inflasi triwulan IV 2014 (8,61%, yoy).
Sumber: Pertamina, diolah Grafik 1.2. Perkembangan Harga BBM Bersubsidi
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3. Perkembangan Inflasi Sulsel
Perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut, terindikasi dengan penurunan indeks keyakinan konsumen, indeks penjualan eceran, dan kredit konsumsi. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Makassar pada periode triwulan laporan mengalalami penurunan, meskipun masih berada pada level optimis (> 100)(Grafik 1.6). Selain itu, pergerakan Indeks Penjualan Eceran, hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia, juga menunjukkan penurunan (Grafik 1.7). Perlambatan konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi dari perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi (Grafik 1.8).
Sumber: Survei Konsumen Grafik 1.4. Indeks Keyakinan Konsumen
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Konsumsi
Di sisi lain, konsumsi pemerintah menjadi pendorong peningkatan konsumsi di triwulan I 2015. Kenaikan konsumsi pemerintah ini didorong oleh peningkatan nominal realisasi APBD Sulsel. Di triwulan I 2015, realisasi belanja instansi vertikal di Sulsel (APBN) dan APBD Provinsi Sulsel tumbuh 6,70% (yoy), lebih tinggi dari realisasi di triwulan IV 2014 yang Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
13
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
mengalami kontraksi sebesar -0,82% (yoy). Peningkatan tersebut, terutama didorong oleh realisasi belanja APBN mencapai Rp2,084 triliun atau meningkat 15,2% (yoy) yang sebagian besar berasal dari belanja pegawai. 25
60%
Rp triliun
%, yoy 50%
20
40% 15
30%
10
20% 10%
5
0%
0
-10%
I
II
III
IV
2012
I
II
III
IV
2013
I
II
III
2014
IV
I 2015
p : perkiraan realisasi triwulan II (data historis)
Sumber: DJPbN, diolah Grafik 1.7. Realisasi APBD Sulsel
1.2.2 Investasi Trend perlambatan diawal tahun kembali terjadi di sektor investasi. Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menunjukan perlambatan pertumbuhan, yaitu dari 9,03% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 7,13% (yoy) di triwulan pelaporan. Penurunan juga terjadi di perubahan inventori, dimana di triwulan pelaporan komponen ini mengalami kontraksi sebesar -175,33% (yoy) lebih dalam dari kontraksi di triwulan IV 2014 yang mencapai 18,99% (yoy). Berkurangnya nilai dan jumlah proyek infrastruktur, mendorong perlambatan investasi di triwulan I 2015. Total nilai proyek yang dimulai di triwulan I 2015 mengalami kontraksi sebesar -62,61% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya, 1 menjadi senilai Rp988,71 miliar. Penurunan terjadi pada proyek infrastruktur yang diinisiasi oleh pemerintah dan pihak swasta untuk keperluan komersial. Penurunan investasi juga terkonfirmasi oleh penurunan impor barang modal sepanjang triwulan I 2015. Dirjen Bea Cukai Makassar mencatat penurunan laju impor barang modal yang signifikan, dari 91,22% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 9,01% (yoy) di triwulan I 2015.Beberapa proyek pemerintah dan swasta diperkirakan akan dimulai pada triwulan I 2015 senilai Rp981,11 miliar (turun 62,88% (yoy) dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat tumbuh 4,92% (yoy)). Pada triwulan I 2015, proyek pemerintah yang akan mulai berjalan diperkirakan mencapai Rp264 miliar dengan beberapa proyek besar seperti Perumahan Magnolia Residences, Jalan Batas Kabupaten Barru dan Kabupaten Marros, Jalan tepi pantai Bantaeng, Jalan Bau Massepe (batas Kota Pinrang), RSUD Sultan DG Radja Bulukumba dan Kantor pusat Pelindo Makassar. Selain itu, proyek swasta yang diperkirakan ada 38 proyek akan mulai berjalan ditriwulan I 2015 dengan total nilai proyek Rp264 miliar. Beberapa proyek besar yang dikelola oleh swasta tersebut antara lain Nipah Auto Mall di Makassar, Princewood Hotel, Bantaeng Smelter – Electrical Station, Perumahan Bukit Baruga , dan Pembangkit listrik Bolangi (150 KV).
Sumber: BCI Asia, diolah Grafik 1.8. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.9. Impor Barang Modal
1
Sumber : BCI Asia, 2015
14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Trend berbeda terjadi pada indikator pembiayaan, kredit untuk tujuan investasi tercatat mengalami percepatan pertumbuhan meski dalam rentang yang rendah. Pertumbuhan kredit investasi tercatat mengalami percepatan pertumbuhan dari 9,03% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 11,88% (yoy) di triwulan I 2015. Pertumbuhan kredit investasi infrastruktur diperkirakan didorong oleh investasi yang diinisasi oleh perorangan dan non lembaga keuangan.
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.10. Penyaluran Kredit Investasi
Sumber: BCI Asia, diolah Grafik 1.11. Trend Investasi Sulsel per Kelompok Inisiator Proyek
Di sisi lain, perubahan inventori di triwulan I 2015 juga mengalami penurunan yang salah satu penyebabnya adalah penurunan inventori nikel. Kontraksi perubahan inventory di periode pelaporan sebesar -175,33% (yoy) lebih dalam dibandingkan triwulan IV 2014 (-125,2%, yoy). Posisi inventory nikel, yang merupakan parameter perubahan stok, tercatat mengalami kontraksi sebesar -9,84% (yoy) lebih dalam dari kondisi di triwulan IV 2014 (-10,11%, yoy).
Sumber: Produsen, diolah Grafik 1.12. Perubahan Inventori Produsen Nikel
1.2.3 Ekspor dan Impor Ekspor Sulsel di triwulan I 2015 mengalami kontraksi sebesar -9,37% (yoy). Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan angka di triwulan IV 2014 yang mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,85% (yoy). Penurunan ekspor terjadi baik pada ekspor dengan tujuan luar negeri (LN) maupun dalam negeri (DN). Ekspor LN yang sebagian besar ditopang dari ekspor non migas, mengalami kontraksi sebesar -4,49% (yoy) turun tajam dibandingkan dengan triwulan IV 2014 (15,13%; yoy). Ekspor antar daerah juga mengalami penurunan di triwulan pelaporan, hal ini terlihat dari menurunnya volume muat barang dalam negeri di pelabuhan Makassar. Kantor administrasi pelabuhan mencatat kontraksi 15,17% (yoy) sepanjang triwulan I 2015 turun dibandingkan triwulan IV 2014 yang masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 13,24% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
15
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.13. Volume Ekspor Nonmigas
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.14. Volume Barang yang Dimuat
Penurunan ekspor di triwulan I 2015 tidak lepas dari penurunan kinerja industri pengolahan nikel di Sulsel. Berdasarkan data yang dirilis oleh produsen nikel terbesar di Sulsel, diketahui bahwa produksi dan penjualan nikel matte mengalami kontraksi di triwulan I 2015. Produksi nikel matte diperiode pelaporan mengalami kontraksi sebesar -10,12% (yoy) dan penjualan mengalami kontraksi sebesar -7,12% (yoy). Secara nominal, tingkat produksi dan nilai penjualan di triwulan I 2015 ini merupakan terendah dalam 2 tahun terakhir. Selain nikel, beberapa komoditas ekspor utama Sulsel juga mengalami penurunan ditriwulan I 2015. Tercatat ekspor rumput laut dan kayu olahan mengalami perlambatan. Biji kakao juga masih tercatat mengalami kontraksi meski tidak sedalam di periode sebelumnya. Salah satu penyebab turunnya nominal ekspor Sulsel adalah penurunan harga komoditas yang terjadi hampir di seluruh komoditas, termasuk harga Nikel dan Coklat yang menjadi komoditas unggulan ekspor Sulel.
Sumber: Produsen Nikel Matte Grafik 1.15. Produksi Nikel dalam Matte
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.16. Penjualan Nikel dalam Matte
Selain penurunan harga komoditas, belum pulihnya kondisi ekonomi negara tujuan ekspor menjadi penyebab penurunan kinerja ekspor Sulsel. Dari data yang dirilis oleh World Bank, kondisi ekonomi negara tujuan ekspor Sulsel masih belum menunjukan pemulihan yang berarti. Hal ini terlihat dari kinerja industri manufaktur para negara mitra dagang Sulsel yang menurun diperiode pelaporan. Tercatat hanya Korea Selatan yang menunjukan peningkatan signifikan, sedangkan Jepang, Tiongkok, Amerika Serikat, dan Zona Eropa menunjukan tendensi penurunan kinerja ekonomi.
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.17. Pertumbuhan Volume Ekspor Komoditas
16
Sumber: Bloomberg Grafik 1.18. Purchasing Managers Index
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Di sisi lain, Impor Sulsel di triwulan I 2015 juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor di periode pelaporan tercatat tumbuh sebesar 0,41% (yoy) membaik setelah ditriwulan sebelumnya mengalami kontraksi (1,64%, yoy). Peningkatan impor terkonfirmasi dari peningkatanvolume impor non migas luar negeri di triwulan I 2015. Dirjen Bea Cukai melaporkan peningkatan impor yang signifikan, dari -19,79% (yoy) menjadi 47,56% (yoy). Peningkatan impor tertahan oleh penurunan impor DN. Hal ini tercermin dari kontraksi volume bongkar muat barang dalam negeri di pelabuhan Makassar yang mencapai -3,13% (yoy) sepanjang triwulan I 2015.
Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.20. Volume Impor Nonmigas
Pada triwulan I 2015, struktur ekspor maupun impor luar negeri Sulsel relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan periode sebelumnya. Produk industri masih menjadi komoditas yang dominan dalam komposisi barang dari Sulsel yang dijual ke luar negeri yang diikuti komoditas pertanian. Sementara itu, impor bahan baku mencatat pangsa terbesar dari total nilai impor Sulsel di triwulan laporan yang kemudian diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi.
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.21. Pangsa Ekspor Menurut Komoditas
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.22. Pangsa Impor Menurut Kategori
Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor, sedangkan gandum kembali menjadi komoditas impor dengan pangsa terbesar. Pada triwulan IV 2014, komoditas nikel matte mengambil pangsa sebesar 61,56% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel. Selanjutnya, makanan olahan dan bahan nabati dengan pangsa terbesar yaitu masing-masing sebesar 11,63 dan 8,18%. Untuk impor luar negeri, komoditas yang tergolong hasil pertanian lainnya, termasuk didalamnya gandum, mengambil pangsa 26,83% pada triwulan I 2015 dan berada pada urutan teratas dalam struktur impor. Setelah gandum, komoditas yang tergolong hasil industri lainnya dan makanan ternak lainnya dengan pangsa impor yaitu masing-masing 15,71% dan 13,42%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
17
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Tabel 1.2. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Komoditas Nikel Makanan Olahan Bahan Nabati Udang Segar/Beku Biji Cokelat Kayu Olahan Ikan dan Lain-Lain Makanan Ternak Hasil Industri Lainnya Kopi
Nilai Ekspor Triwulan I 2015 (US$ Juta)
211,882,088 40,023,389 28,145,840 11,833,541 9,422,067 7,201,440 6,965,713 6,125,248 4,441,347 3,290,067
Sumber: Bea Cukai, diolah
Tabel 1.3. Peringkat Impor Menurut Komoditas Pangsa
Komoditas
61.56% 11.63% 8.18% 3.44% 2.74% 2.09% 2.02% 1.78% 1.29% 0.96%
Hasil Pertanian Lainnya Hasil Industri Lainnya Makanan Ternak Lainnya Kapal Laut dan Sejenisnya Besi/Baja Kendaraan Bermotor Roda 4 dan Lebih Alat Listrik Bahan Kimia Anorganik Kertas dan Barang Dari Kertas Produk Keramik
Nilai Impor Triwulan I 2015 (USD)
43,748,347 25,623,333 21,885,058 13,900,000 10,636,327 9,836,268 4,915,267 4,555,470 4,179,207 3,353,013
Pangsa
26.83% 15.71% 13.42% 8.52% 6.52% 6.03% 3.01% 2.79% 2.56% 2.06%
Sumber: Bea Cukai, diolah
Neraca perdagangan Sulsel kembali mengalami defisit di triwulan I 2015. Menurunnya kinerja ekspor menjadi pendorong penurunan neraca perdagangan Sulsel di triwulan pelaporan. Ekspor Sulsel mengalami kontraksi-9,37% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 11,85% (yoy). Dari sisi impor, terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar -1,64% (yoy) dibandingkan tahun 2013 (5,36%, yoy). Deaselerasi ekspor pada ditriwulan I 2015 yang dibarengi dengan akselerasi impor membuat defisit perdagangan atas dasar harga konstan (ADHK) menjadi lebih dalam dibandingkan dengan triwulan Iv 2014.
Sumber: BPS Grafik 1.23. Neraca Perdagangan Bersih PDRB
18
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.24. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.3. Sisi Lapangan Usaha Melambatnya perekonomian Sulsel di Triwulan I 2015 disebabkan oleh menurunnya kinerja di dua sektor ekonomi utama Sulsel, yaitu pertanian dan industri pengolahan. Sektor pertanian tercatat melambat dari 10,40% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 2,09% (yoy) di triwulan I 2015, sedangkan sektor industri pengolahan tercatat mengalami penurunan yang lebih dalam dari 15,20% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 6,05% (yoy) di triwulan I 2015. Di sisi lain, pertumbuhan di sektor konstruksi dan perdagangan menjadi penahan ekonomi Sulsel sehingga tidak terdeselerasi lebih lanjut. Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi* Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2000 1 2 3 4
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih
5 6
Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran
7
Pengangkutan dan Komunikasi
8
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
9
Jasa-jasa
PDRB
Tahun Dasar 2000 Tahun Dasar 2010 2014 2015 I II III IV TOTAL I A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 11.80 12.03 10.83 10.40 9.98 2.09 B Pertambangan dan Penggalian 8.34 2.54 -0.10 9.60 11.43 2.83 C Industri Pengolahan 3.51 8.03 10.27 15.20 9.45 6.05 8.87 11.75 10.73 D Pengadaan Listrik, Gas 15.00 10.56 7.52 E Pengadaan Air -1.20 2.13 0.58 F Konstruksi 7.98 7.40 5.75 5.10 6.14 6.63 8.28 9.15 11.41 G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.40 7.20 5.62 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 4.80 2.14 5.81 6.34 3.01 3.56 H Transportasi dan Pergudangan 5.60 7.77 3.60 J Informasi dan Komunikasi 6.60 5.75 7.34 11.23 7.38 4.57 K Jasa Keuangan 11.90 5.91 9.18 L Real Estate 9.00 7.97 8.88 6.72 6.10 6.97 M,N Jasa Perusahaan 7.40 6.76 4.77 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.70 1.03 2.47 P Jasa Pendidikan 3.10 4.65 8.90 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.30 10.23 7.41 R,S,T,U Jasa lainnya 9.40 7.57 9.42 PRDB 8.03 7.34 8.23 7.71 7.57 5.23 Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara
Bila dilihat dari andil terhadap PDRB, Lapangan Usaha pertanian masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan I 2015. Share sektor pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan mencapai 21,46 tertinggi dibandingkan 16 sektor ekonomi lainnya. Sektor lainnya yang menjadi tumpuan perekomian Sulsel adalah Industri Perdagangan, Pengolahan, dan Konstruksi. Ketiga sektor ini memiliki share terhadap total PDRB sebesar 14,04%, 13,87%, dan 11,84%. Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Grafik 1.25. SharePDRB Menurut Lapangan Usaha
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian Pergeseran musim tanam pada beberapa komoditas tanaman bahan makanan, sehingga terjadi penurunan produksi pada triwulan I 2015 dan berdampak pada melambatnya kinerja lapangan usaha pertanian secara keseluruhan. Lapangan usaha pertanian tercatat mengalami perlambatan dari 10,40% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi2,09% (yoy) ditriwulan I 2015. Keterbatasan pasokan dampak dari mundurnya musim tanam pada beberapa komoditas tabama seperti padi dan palawija lainnya diakhir tahun 2014 mengakibatkan penurunan yang besar pada sektor pertanian. Panen raya yang harusnya berlangsung mulai di bulan Maret 2015 mundur ke akhir April dan awal Mei 2015.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
19
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Perlambatan pertumbuhan juga dialami subsektor perikanan dampak dari cuaca di awal periode pelaporan dan adanya regulasi dari pemerintah terkait kegiatan penangkapan ikan. Saat ini pemerintah melalui kementrian kelautan dan perikanan telah menerbitkan empat kebijakan, yaitu permen no 56/PERMEN/KP/2014 tentang moratorium penghentian perizinan kapal eks asing, Permen No.57/PERMEN/KP/2014 tentang larangan transhipment dan penggunaan ABK asing, Permen No.1/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan dengan ukuran tertentu. dan Permen No.2/PERMEN/KP/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik. Tujuan dari keempat kebijakan ini adalah mengurangi praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) di wilayah RI, menjaga kelestarian sumber daya perikanan, membuka kesempatan kerja bagi nelayan lokal. Namun pada praktiknya, keempat kebijakan tersebut mengakibatkan penurunan kinerja perikanan hampir diseluruh wilayah KTI. Hal ini tercermin dari menurunnya hasil tangkapan ikan hampir diseluruh wilayah KTI, tidak terkecuali Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil liaison, dampak kebijakan lebih terasa bagi beberapa wilayah dengan sektor ekonomi utama di bidang perikanan, dimana beberapa perusahaan telah merumahkan sebagian dari karyawan akibat penurunan pendapatan. Khusus di Sulsel, penurunan kinerja perikanan juga terlihat dari masih terkontraksinya ekspor udang beku di triwulan I 2015.
Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan Grafik 1.26. Perkembangan Hasil Tangkapan Ikan
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.27. Volume Ekspor Udang
Subsektor Perkebunan masih mengalami kontraksi di triwulan I 2015. Penurunan pasokan setelah lewatnya masa panen ditambah produktivitas pohon kakao yang terus menurun dan memasuki masa replacement pohon kakao mengakibatkan tambahan tekanan di subsektor perkebunan. Selain itu, harga kakao di pasar global yang terus tumbuh melambat juga menambah tekanan produksi kakao pada triwulan laporan sehingga subsektor perkebunan tidak dapat melaju lebih cepat. Penurunan produksi kakao pada akhirnya menurunkan pasokan ke industri (saat ini daya serap Industri sekitar 80% produksi) dan ekspor. Program Dinas Perkebunan Sulsel berupa rehabilitasi, ekstensifikasi dan pembagian 1,2 juta bibit sambung pucuk diharapkan dapat menjadi sumber penguatan kembali produksi kakao Sulsel.
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.28. Volume Ekspor Biji Kakao
Sumber: World Bank Grafik 1.29. Harga Internasional Kakao
1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Lampangan usaha pertambangan dan penggalian mengalami perlambatan di triwulan I 2015. Lapangan usaha ini tercatat melambat dari 9,6% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 2,83% (yoy) di periode pelaporan. Dampak pelarangan ekspor bahan tambang mentah dan pelemahan harga komoditas diperkirakan masih menjadi penyebab utama penurunan
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
kinerja lapangan usaha pertambangan. Hampir seluruh komoditas tambang termasuk nikel terus mengalami penurunan harga sejak pertengahan tahun 2014. Sebagai contoh, harga komoditas nikel turun USD1.467 per metrik ton atau turun 1,83% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Penurunan harga komoditas tambang diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun 2015 seiring dengan penurunan permintaan konsumen utama barang tambang seperti China dan Jepang. Penurunan lapangan usaha pertambangan juga terlihat dari perkembangan ekspor pertambangan yang masih mengalami kontraksi di triwulan I 2015. Ekspor pertambangan tercatat mengalami kontraksi sebesar -9,63% (yoy).
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.30. Volume Ekspor Pertambangan
Sumber: World Bank Grafik 1.31. Harga Komoditas Tambang
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan Lapangan usaha industri pengolahan mengalami perlambatan di triwulan I 2015. Setelah di triwulan sebelumnya tumbuh paling tinggi diantara lapangan usaha lainnya, di triwulan pelaporan lapangan usaha industri pengolahan tercatat mengalami perlambatan dari 15,20% (yoy) menjadi 6,05% (yoy). Penurunan di lapangan usaha ini sejalan dengan penurunan kinerja Industri Mikro dan Kecil (IMK) maupun Industri Besar dan Sedang (IBS). Selain tren penurunan di awal tahun, penurunan kinerja industri pengolahan tidak lepas dari penurunan permintaan dari negara mitra dagang. Selain itu, penurunan daya beli masyarakat pasca kenaikan harga BBM juga menurunkan permintaan produk industri dipasar domestik. Salah satu subsektor industri yang mengalami penurunan adalah industri pengolahan semen. Di triwulan I 2015, realisasi pengadaan semen mengalami kontraksi sebesar -0,63% (yoy) menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh positif sebesar 5,45% (yoy). Industri pengolahan lain yang tercatat mengalami penurunan adalah industri pengolahan nikel yang tercatat mengalami kontraksi sebesar -10,85% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.32. Pertumbuhan Industri
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah Grafik 1.33. Realisasi Pengadaan Semen
Penurunan dilapangan usaha industri pengolahan juga tercermin dari penurunan realisasi harga jual sektor industri di triwulan I 2014. Pada triwulan pelaporan, realisasi harga jual sektor industri mengalami koreksi jauh lebih rendah dibandingkan perkiraan. Pertumbun realisasi harga jual sektor industri mencapai 0,76% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,67%. Di sisi lain, subsektor industri kayu olahan serta makanan olahan juga menunjukkan perlambatan. Hal ini dikonfirmasi oleh penurunan pertumbuhan volume ekspor komoditas kayu olahan dan makanan olahan yang triwulan laporan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
21
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 1.34. Volume Ekspor Hasil Industri
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.35. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan
1.3.4 Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)2 Pada lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas mengalami pertumbuhan sebesar 7,52% (yoy), sedangkan lapangan usaha Pengadaan Air mengalami pertumbuhan sebesar 0,58% (yoy). Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, kedua lapangan usaha ini tercatat mengalami perlambatan. Penurunan daya beli masyarakat diperkirakan menjadi faktor penyebab penurunan pertumbuhan seiring dengan stagnannya harga jual usaha sektor LGA. Hal ini diperkuat dengan menurunnya kapasitas produksi terpakai sektor LGA dibandingkan periode sebelumnya.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.36. Harga Jual Sektor Industri Pengolahan
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Grafik 1.37. Kapasitas Produksi Terpakai Sektor LGA
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi Pada triwulan I 2015, Lapangan Usaha Konstruksi kembali menunjukan peningkatan kinerja. Di triwulan pelaporan, sektor ini mampu bertumbuh hingga 6,63% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai5,75% (yoy). Pertumbuhan di sektor ini sejalan dengan pertumbuhan pada komponen investasi, khususnya yang dihitung dari PMTB yang mencatatkan pertumbuhan diatas 5% di triwulan laporan. Percepatan dipengaruhi oleh realisasi beberapa proyek multiyears dan beberapa proyek infrastruktur komersil baru yang sudah direncanakan di mulai pada awal tahun 2015. Peningkatan kinerja di lapangan usaha konstruksi diimbangi dengan peningkatan penyaluran pembiayaan ke sektor konstruksi. Kredit yang disalurkan ke sektor konstruksi tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 34,02% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22,18% (yoy).
2
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor LGA dapat di lihat dari lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dan lapangan usahan Pengadaan Air (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.38. Penjualan Eceran Perlengkapan Konstruksi
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.39. Kredit kepada Sektor Konstruksi
1.3.6 Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)3 Kategori Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan mengalami pertumbuhan sebesar 5,62% (yoy), sedangkan kategori Penyediaan Akomodasi Makan Minum tumbuh sebesar 5,81% (yoy). Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, kedua lapangan usaha ini tercatat mengalami percepatan pertumbuhan di triwulan I 2015. Hal ini searah dengan peningkatan penyaluran pembiayaan ke sektor perdagangan. Kredit ke sektor perdagangan tercatat tumbuh 13,92% (yoy) lebih tingi dari pertumbuhan di triwulan IV 2014 yang tercatat mencapai 12,60% (yoy). Pertumbuhan perdagangan diperkirakan ditopang oleh peningkatan penjualan dikomoditas bahan makanan dan beberapa produk kebutuhan tersier seperti suku peralatan elektronik, bahan bakar, dan suku cadang kendaraan. Hal ini terlihat dari kenaikan indeks penjualan eceran di keempat kelompok barang tersebut.
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.40. Perkembangan Kredit Perdagangan
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 1.41. Penjualan Barang Eceran Riil
Lapangan usaha Penyediaan Akomodasi Makan Minum mendukung arah penurunan Lapangan Usaha PHR pada triwulan laporan seiring. Di triwulan I 2015, lapangan usaha ini mengalami pertumbuhan 5,81% (yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 4,80% (yoy). Peningkatan permintaan akomodasi makan minum diperkirakan berasal dari domestik, mengingat indikator pariwisata seperti tingkat penghunian kamar hotel dan jumlah wisman mengalami penurunan di periode pelaporan.
3
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor PHR dapat di lihat dari kategoriPerdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan serta kategoriPenyediaan Komodasi Makan Minum(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
23
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.42. Tingkat Penghunian Kamar Hotel
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.43. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
1.3.7 Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi4 Di triwulan laporan, lapangan usaha transportasi dan pergudangan tumbuh melambat sebesar 3,60% (yoy), sedangkan kelompok informasi dan komunikasi tumbuh meningkat sebesar 7,34% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha transportasi dan pergudangan terkonfirmasi dari peningkatan penyaluran kredit ke sektor pengangkutan. Selain itu, kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan juga terlihat dari aktivitas penumpang di Bandara Sultan Hasanudin. Jumlah penumpang yang berangkat tercatat dari Bandara Sultan Hasanudin sepanjang triwulan I 2015 relatif masih rendah, mencapai 731 ribu orang, atau masih tumbuh negatif (-6,08%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (-7,05%). Sementara trafik jaringan telekomunikasi salah satu provider telepon di Makassar mengalami peningkatan sampai dengan 5 15% dibanding hari normal pada triwulan I 2015, terutama saat perayaan Imlek.
Sumber: Angkasa Pura Grafik 1.44. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.45. Kredit Sektor Pengangkutan
1.3.8 Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan6 Di triwulan pelaporan, lapangan usaha jasa keuangan tumbuh sebesar 9,18% (yoy). Sedangkan lapangan usaha real estate tumbuh sebesar 8,88% (yoy). Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, kedua lapangan usaha ini tercatat mengalami perlambatan. Faktor penyebab perlambatan salah satunya datang dari peningkatan penurunan kinerja subsektor perbankan. Deselerasi penghimpunan DPK dan penyaluran kredit mengakibatkan penurunan nilai tambah bruto perbankan di Sulsel pada triwulan I 2015. Di sisi lain, penurunan di lapangan usaha real estate terlihat dari melambatnya penjualan properti di wilayah Sulsel sepanjang triwulan I 2015. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) menunjukan tendensi perlambatan melanjutkan tren yang sudah berlangsung sejak pertengahan tahun 2014. 4
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dilihat dari pendekatan kategoriTransportasi dan Pergudangan dan kategoriInformasi Dan Komunikasi(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). 5 Kenaikan trafik pada layanan voice kurang dari 5%, SMS sekitar 5%, dan paket data sekitar 10-15% dari trafik hari normal. 6
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan kategoriJasa Keuangan dan kategori Real Estate(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015).
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.46. Nilai Tambah Bank
Sumber: Perusahaan Properti Grafik 1.47. Penjualan Properti
1.3.9 Lapangan Usaha Jasa-jasa7 Di triwulan pelaporan, kategori jasa perusahaan; kategori administrasi pemerintah; kategori jasa pendidikan; kategori jasa kesehatan & kegiatan sosial; dan kategori jasa lainnya, secara berturut-turut tumbuh sebesar 4,77% (yoy); 2,47% (yoy); 8,90% (yoy); 7,41% (yoy); dan 9,42% (yoy). Secara agregat, bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor jasajasa triwulan IV 2014, maka terjadi akselerasi pertumbuhan di periode pelaporan. Hal ini sejalan dengan perkembangan penyaluran kredit ke sektor jasa sosial masyarakat. Di triwulan I 2015, kredit jasa sosial masyarakat tumbuh 29,92% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang tercatat mencapai 20,03% (yoy).
Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.48. Kredit Sektor Jasa Sosial Masyarakat
7
Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Jasa-Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan lapanganusaha yang baru antara lain kategoriJasa Perusahaan, kategoriAdministrasi Pemerintah, kategoriJasa Pendidikan, kategoriJasa Kesehatan & Kegiatan Sosial, dan kategoriJasa Lainnya(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Selatan No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
25
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Boks 1.A.
Keterkaitan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Ekspor Sulsel
Dari akhir tahun 2014, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terendah semenjak tahun 1998 dan terus berlanjut hingga beberapa waktu terakhir ini. Pelemahan nilai tukar Rupiah khususnya terhadap mata uang USD terjadi lebih pada penguatan ekonomi Amerika Serikat yang berdampak pada penguatan USD terhadap seluruh mata uang negara lain, termasuk Rupiah. Bila dibandingkan dengan valas lainnya, seperti Yen (JPY), Rupiah relatif menguat. BI meyakini, depresiasi rupiah saat ini berbeda dengan depresiasi di tahun 1998 mengingat saat ini kondisi fundamental ekonomi RI jauh lebih kuat dibandingkan dengan tahun 1998 silam.
26
Rp14.000
Correl : USD - SGD = 0,939 Correl : USD - JPY = 0,932
Correl : USD - SGD = 0,399 Correl : USD - JPY = -0,388
Rp13.000
Rp120
Rp12.000 Rp115 Rp11.000 Rp110 Rp10.000 Rp105
Rp9.000 USD
SGD
JPY-rhs
Rp8.000
Rp100
Grafik 1.A.1 Perkembangan Nilai Tukar
NIKEL
Biji Cokelat
Ganggang Laut
Ikan Olahan
Udang Segar
Cokelat Olahan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Rp125
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Kayu Lapis
Dedak/Bekatul
Industri Lainnya
Ikan Lainnya
Grafik 1.A.2 Perkembangan Ekspor Komoditas terhadap Nilai Tukar
Di sisi lain, secara teori depresiasi harusnya berdampak positif terhadap kinerja ekspor suatu negara. Hal yang berbeda terjadi di ekspor Indonesia, termasuk Sulsel di dalamnya. Data menunjukan tidak ada korelasi yang kuat antara depresiasi dan peningkatan nilai Ekspor komoditas unggulan di Sulsel. Dari 10 komoditas utama ekspor Sulsel, hanya ganggang laut (rumput laut) dan cokelat olahan yang memiliki korelasi positif cukup tinggi terhadap depresiasi rupiah. Rendahnya pengaruh nilai tukar terhadap ekspor di Sulsel. Salah satu faktor penyebabnya adalah komoditas ekspor utama Sulsel yang berupa komoditas hasil pengolahan produk pertambangan cenderung dipengaruhi harga komoditas internasional dan kontrak jual beli yang bersifat jangka panjang. Di atas adalah beberapa hasil uji korelasi perkembangan nilai ekpor Sulsel terhadap pergerakan nilai tukar. Sementara itu, valuta asal untuk ekspor di Sulsel secara garis besar masih menggunakan US dollar. Valuta asal dengan US dollar mencapai 98,2% dari total ekspor selama 2015. Selebihnya adalah Poundsterling, Yen, dan Singapura Dollar. Poundsterling digunakan pada ekspor biji coklat, sedangkan Singapura Dollar digunakan untuk produk ikan olahan, udang segar/beku, dan ikan lainnya. Perkembangan pergerakan nilai tukar USD yang cenderung berkorelasi minimal terhadap peningkatan ekspor, diperkirakan akibat bentuk ekspornya masih berbentuk mentah, yang cenderung dipengaruhi oleh harga internasional. Oleh karena itu, perlu didorong hilirisasi komoditas-komoditas tersebut, menjadi produk setengah jadi hingga produk jadi. GBP POUND STERLING 1,8%
SGD SINGAPORE $ 0,0%
JPY JAPANESE YEN 0,1%
USD - US$ 98,2%
Grafik 1.A.3 Penggunakan Mata Uang Asal dalam Ekspor Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
27
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
2. KEUANGAN PEMERINTAH
Bab 2 Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel triwulan I 2015 relatif sama dengan triwulan I 2014. Faktor pendorong adalah optimalisasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta kenaikan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sementara di sisi persentase realisasi belanja untuk APBD Provinsi, APBD Kabupaten Kota, maupun instansi vertikal, pada triwulan I 2015, cenderung lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014. Faktor penyebab adalah karena faktor pola awal tahun dan kendala teknis.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
29
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
2.1. Struktur Anggaran Keuangan Pemerintah di Sulsel terbagi atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD) dengan keuangan pemerintah pusat di daerah, dengan porsi terbesar adalah APBD Kabupaten/Kota . Keuangan pemerintah daerah terdiri atas APBD Provinsi Sulsel dengan seluruh APBD Kabupaten dan Kota. Sementara keuangan pemerintah pusat di daerah, merupakan anggaran instansi vertikal yang berada di Sulsel. Anggaran tahun 2015, jumlah anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di daerah mencapai sekitar Rp48,5 triliun dengan proporsi masing-masing yaitu APBD Provinsi 12,7%, APBD Kabupaten/Kota sekitar 53,4%, dan instansi vertikal senilai 33,9%.
Anggaran Instansi Vertikal 33,9%
APBD Provinsi 12,04%
APBD Provinsi 12,7% Rp6,17 triliun
Rp0,63 triliun
Anggaran Instansi Vertikal 39,75% Rp2,08 triliun
Rp16,45 triliun
APBD Kabupaten/Kota 48,21%
APBD Kabupaten/Kota 53,4%
Rp2,53 triliun
Rp25,93 triliun
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Tahun 2015
Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Triwulan I 2015
Porsi realisasi instansi vertikal triwulan I 2015 (grafik 2.2) meningkat dibandingkan porsi anggaran tahun 2015 (grafik 2.1). Realisasi instansi vertikal menunjukkan peningkatan yang paling tinggi dibandingkan realisasi APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten dan Kota. Porsi realisasi instansi vertikal menjadi 39,75% mencapai Rp2,08 triliun pada triwulan I 2015, dibandingkan porsi anggarannya (33,9%). Hal ini terkait instruksi optimalisasi penyerapan anggaran APBN untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi pemerintah.
2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi 2.2.1 Pendapatan 2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan Porsi realisasi pendapatan asli daerah (PAD) menunjukkan peningkatan nilai dan persentase terhadap total pendapatan APBD Provinsi Sulsel. Pada triwulan I 2015, porsi dana perimbangan mengalami penurunan, sementara PAD meningkat, yang menunjukkan tingkat ketergantungan Provinsi kepada anggaran pusat semakin menurun. Porsi realisasi PAD triwulan I 2015 mencapai 48,71%, atau secara nominal mencapai Rp 663,54 miliar, lebih tinggi dari triwulan I 2014 (40,86%). Hal ini justru positif, di saat pertumbuhan ekonomi Sulsel mengalami perlambatan pada triwulan I 2015. 1.600
Rp miliar
1.400
Rp231 Rp232
1.200
Rp305
1.000
Rp215 Rp634
800
Rp636
Rp393
Rp383
600 400 200
Rp261
Rp159
Rp324
Rp394
Rp474
Tw I-2010
Tw I-2011
Tw I-2012
Rp512
Rp597
Rp664
Tw I-2014
Tw I-2015
-
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya
Tw I-2013
Dana Perimbangan
Pendapatan Asli Daerah
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan 8
Nominal dan persentase realisasi pendapatan relatif meningkat hingga triwulan I 2015. Nilai realisasi anggaran pendapatan daerah hingga triwulan I 2015 mencapai Rp 1.362,36 miliar atau 22,08% dari total target pendapatan sebesar Rp6.170,18 miliar. Peningkatan terutama didorong oleh realisasi PAD, antara lain pendapatan pajak daerah sebesar Rp578,72 miliar (19,01% dari target), pendapatan retribusi daerah Rp12,72miliar (14,16% dari target), dan lain-lain PAD yang sah Rp72,11 miliar (43,34% dari target). Masih relatif stabilnya pencapaian pada triwulan I 2015 ini, selain karena pelemahan ekonomi, juga pola awal tahun yang masih dalam proses pengadaan dan rekonsiliasi. Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi (Rp Miliar)
NO.
ANGGARAN PERUBAHAN 2014
URAIAN
Realisasi s/d TRIWULAN I-2014 Nominal
ANGGARAN 2015
% REALISASI
Realisasi s/d TRIWULAN I 2015 Nominal
% REALISASI
1.
PENDAPATAN
1.1.
PENDAPATAN ASLI DAERAH
3.107,04
597,25
19,22%
3.380,99
663,54
19,63%
- Pendapatan Pajak Daerah
2.822,47
556,91
19,73%
3.044,55
578,72
19,01%
- Pendapatan Retribusi Daerah
74,28
12,51
16,84%
89,85
12,72
14,16%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan
71,85
-
0,00%
80,23
-
0,00%
138,44
27,83
20,11%
166,37
72,11
43,34%
2.473,37
633,80
25,62%
2.779,07
393,34
14,15%
-
0,00%
272,35
403,20
33,33%
1.180,01
- Lain-lain PAD yang Sah 1.2.
DANA PERIMBANGAN - Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
292,49
- DAU
1.209,60
- DAK Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.3.
Lain-lain Pendapatan yang Sah JUMLAH PENDAPATAN
72,98
-
0,00%
78,36
898,31
230,60
25,67%
1.248,35
-
0,00%
393,34
33,33%
305,43
24,47%
0,00%
13,52
0,11
0,82%
10,12
0,06
0,61%
5.593,93
1.231,16
22,01%
6.170,18
1.362,36
22,08%
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Realisasi persentase dana perimbangan (DAU) relatif sama dibanding persentase realisasi tahun sebelumnya. Persentase realisasi subkomponen dana alokasi umum (DAU) yang sebesar Rp393,34 miliar (33,33%), relatif sama dengan pola triwulan I 2014. Namun demikian, transfer pemerintah pusat lainnya, persentasenya relatif rendah dibandingkan tahun lalu, yaitu mencapai Rp305,43 miliar (24,47%). Sementara itu, untuk dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, serta dana alokasi khusus (DAK) realisasinya masih nihil.
2.2.2 Belanja 2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja Porsi realisasi belanja modal menunjukkan penurunan, dari sisi nilai maupun persentase. Pada triwulan I 2015, porsi belanja modal turun, sesuai dengan siklus awal tahun. Porsi realisasi belanja modal triwulan I 2015 sebesar 0,26%, atau sebesar Rp1,44 miliar, jauh lebih rendah dari porsi capaian realisasi triwulan I 2014 yang sebesar Rp8,81 miliar (1,51%). 700
Rp miliar
(55,0%) (44,6%)
(41,3%)
(63,2%)
600
(15,0%)
500
400 300 82,83
Rp527
Rp488
Rp574
Rp542
Tw I-2014
Tw I-2015
200 Rp291
100
Rp198
Tw I-2010
Tw I-2011
Tw I-2012
Belanja Tidak Terduga
Tw I-2013
Belanja Modal
Belanja Operasional
Grafik 2.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD
8
Persentase realisasi menunjukkan kinerja (performance) realisasi dibandingkan dengan anggaran (perencanaan). Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
31
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja Persentase penyerapan belanja APBD pada triwulan I 2015 relatif masih rendah, dan tidak setinggi triwulan I 2014. Persentase realisasi anggaran belanja daerah sampai dengan triwulan I 2015 baru sebesar 10,23%, atau jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan capaian pada triwulan I 2014 yang sebesar 13,42%. Secara nominal, realisasi anggaran belanja APBD hingga triwulan I 2015 sebesar Rp631,09 miliar lebih rendah dibanding realisasi triwulan I 2014 sebesar Rp783,5 miliar atau turun Rp 152,40 miliar. Realisasi belanja operasional yang bersifat rutin, secara persentase tercatat lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Total pos belanja operasional terealisasi Rp542,47 miliar (12,98%) dengan persentase penyerapan terbesar pada belanja hibah yaitu sebesar 23,41% dan terkecil adalah belanja bunga (6,51%). Sementara untuk belanja rutin yang terdiri dari belanja pegawai dan belanja barang, persentasenya juga relatif rendah, yaitu masing-masing sebesar 16,13% dan 4,25%. Sementara itu, belanja modal yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, penyerapannya masih belum optimal dibandingkan tahun sebelumnya. Realisasi pos belanja modal hingga triwulan I 2015 baru mencapai Rp1,44 miliar (0,22%), terutama untuk belanja peralatan dan mesin;belanja aset tetap lainnya; belanja aset lainnya; belanja jalan, irigasi, dan jaringan; serta belanja gedung dan bangunan. Belanja jalan, irigasi, dan jaringan dengan porsi yang cukup besar, tentunya memberikan dampak yang lebih baik, karena terkait pembangunan infrastruktur yang dapat berperan sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan investasi dan ekonomi Sulsel. Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi BelanjaAPBD Provinsi (Rp Miliar)
NO.
URAIAN
ANGGARAN PERUBAHAN 2014
Realisasi s/d TRIWULAN I-2014 Nominal
% REALISASI
ANGGARAN 2015
Realisasi s/d TRIWULAN I 2015 Nominal
% REALISASI
2.
BELANJA
2.1.
BELANJA OPERASI
3.971,42
573,64
14,44%
4.179,71
542,47
12,98%
- Belanja Pegawai
1.058,29
173,22
16,37%
1.166
188,08
16,13%
- Belanja Barang
1.301,75
81,82
6,29%
1.221
51,87
4,25%
- Belanja Bunga
39,50
2,11
5,34%
40
6,51
16,49%
- Belanja Hibah
930,60
233,38
25,08%
1.265
296,00
23,41%
- Belanja Bantuan Keuangan
641,28
83,11
12,96%
489,40
-
0,00%
BELANJA MODAL
754,20
8,81
1,17%
658,61
1,44
0,22%
2.2.
- Belanja Tanah
0,01
-
0,00%
136,52
-
0,00%
- Belanja Peralatan & Mesin
67,91
16,29
23,99%
88,39
1,13
1,28%
- Belanja Gedung dan Bangunan
42,57
3,04
7,15%
155,84
0,05
0,03%
811,99
33,46
4,12%
271,13
0,02
0,01%
- Belanja Aset Tetap Lainnya
1,22
0,19
15,85%
1,03
0,00
0,03%
- Aset Lainnya
0,09
-
0,00%
5,71
0,23
4,06%
15,00
-
0,00%
20,00
-
0,00%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
2.3.
BELANJA TIDAK TERDUGA JUMLAH BELANJA
4.740,61
582,44
12,29%
4.858,31
543,90
TRANSFER
1.098,76
201,06
18,30%
1.308,80
87,19
6,66%
TOTAL BELANJA
5.839,38
783,50
13,42%
6.167,12
631,09
10,23%
(245,44)
447,67
-182,39%
3,06
731,27
23896,83%
115,27%
SURPLUS / (DEFISIT)
11,20%
3.
PEMBIAYAAN
3.1.
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH
296,44
98,40
33,19%
132,93
153,24
3.2.
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH
51,00
-
0,00%
136,00
34,00
25,00%
245,44
98,40
119,24
-3887,55%
JUMLAH PEMBIAYAAN
40,09%
(3,07)
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited) Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
Pada triwulan I 2015, transfer yang merupakan bentuk hubungan vertikal dengan kabupaten/kota, secara persentase maupun nominal, terealisasi lebih rendah dibanding triwulan I 2014. Persentase transfer pada periode laporan terealisasi sebesar 6,66%, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya 18,30%. Demikian pula secara nominal pada triwulan I 2015 (Rp87,19 miliar) terealisasi lebih rendah dari triwulan I 2014 (Rp201,06 miliar). Berdasarkan perbandingan antara realisasi belanja dan pendapatan daerah pada triwulan IV 2014, masih terjadi surplus (selisih lebih) anggaran sebesar Rp731,27 miliar. Kemudian, pengeluaran pembiayaan daerah pada triwulan IV 2014, APBD Sulsel mencatatkan jumlah pembiayaan sebesar Rp119,24 miliar.
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
2.3. Perkembangan Realisasi Belanja Anggaran APBD Kabupaten/Kota se-Sulsel9 2.3.1 Struktur Realisasi Belanja Di tingkat kabupaten dan kota, realisasi belanja operasional mendominasi dibanding komponen lainnya. Porsi belanja operasional triwulan I 2015 porsinya sebesar 94,12% (Rp1.756 miliar). Sementara belanja modal, belanja tidak terduga, dan transfer, masing-masing baru terealisasi Rp108 miliar; Rp268 juta; dan Rp1,05 miliar, dengan porsi 5,81%; 0,01%; dan 0,06%. Belanja Modal Belanja Rp108 tidak 5,81% terduga Rp0 0,01% Transfer Rp1 0,06%
Belanja Operasi Rp1.756 94,12%
Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBD Kabupaten/Kota di Sulsel
2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja Hingga triwulan I 2015, persentase realisasi APBD Kabupaten/Kota juga relatif masih rendah. Persentase realisasi anggaran sampai dengan triwulan I 2015 baru mencapai 7,20% atau baru sekitar 7,20%. Pendorong masih rendahnya persentase realisasi tersebut juga berasal dari realisasi belanja modal yang masih rendah, atau baru sekitar 2,28%. Bahkan persentase realisasi belanja operasional juga baru mencapai 10,58%. Diharapkan realisasi APBD Kabupaten dan Kota akan semakin meningkat pada triwulan II 2015, untuk membantu meningkatkan ekonomi Sulsel yang cenderung melambat di awal tahun 2015. Tabel 2.3.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I 2015 APBD Kabupaten dan Kota se-Sulsel8 Anggaran 2015 (Rp miliar) Kabupaten/Kota Kota Palopo Kab. Sinjai Kab. Wajo Kab. Barru Kab. Bantaeng Kab. Bone Kab. Luwu Utara Kota Pare-Pare Kota Makassar Kab. Jeneponto Kab. Takalar Kab. Pangkep Kab. Kepulauan Selayar Kab. Enrekang Kab. Toraja Utara Kab. Bulukumba Kab. Soppeng Kab. Luwu Timur Total
Belanja Operasi 618,99 579,26 971,56 654,53 602,39 1.365,68 834,32 390,74 2.576,40 759,39 780,40 777,34 568,45 637,10 584,55 1.013,76 773,91 639,99 16.598,68
Belanja Modal 102,76 135,73 254,77 154,90 79,96 237,34 186,13 137,96 681,04 200,63 119,85 325,22 161,42 191,14 159,96 319,56 162,22 455,67 4.754,90
Total Belanja 722,75 717,98 1.227,82 809,43 683,35 1.766,10 1.021,45 530,20 3.263,87 965,93 908,31 1.127,76 732,03 858,33 747,86 1.337,75 937,73 1.105,90 25.931,59
Realisasi Triwulan I 2015 (Rp miliar) Belanja Operasi 100,05 84,82 142,53 66,47 79,26 200,09 114,84 58,78 331,09 101,24 87,68 103,67 61,83 77,15 57,28 48,40 26,42 14,48 1.756,08
Belanja Modal 2,80 3,97 8,73 32,60 3,43 9,80 4,43 0,76 20,45 1,62 2,35 4,69 0,13 0,28 7,61 4,80 108,44
Total Belanja 102,85 88,86 151,38 99,07 82,69 210,95 119,27 59,54 351,54 101,24 89,29 106,02 66,52 77,28 57,63 56,01 26,42 19,28 1.865,84
Realisasi Triwulan I 2015 Belanja Operasi 16,16% 14,64% 14,67% 10,16% 13,16% 14,65% 13,76% 15,04% 12,85% 13,33% 11,23% 13,34% 10,88% 12,11% 9,80% 4,77% 3,41% 2,26% 10,58%
Belanja Modal
Total Belanja
2,73% 2,92% 3,43% 21,05% 4,29% 4,13% 2,38% 0,55% 3,00% 0,00% 1,35% 0,72% 2,91% 0,07% 0,18% 2,38% 0,00% 1,05% 2,28%
14,23% 12,38% 12,33% 12,24% 12,10% 11,94% 11,68% 11,23% 10,77% 10,48% 9,83% 9,40% 9,09% 9,00% 7,71% 4,19% 2,82% 1,74% 7,20%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Provinsi Sulsel
9
Realisasi untuk 18 Kabupaten dan Kota di Sulsel, antara lain Kab. Bantaeng, Kab. Barru, Kab. Bone, Kab. Bulukumba, Kab. Enrekang, Kab. Jeneponto, Kab. Luwu Utara, Kab. Pangkajene Kepulauan, Kab. Kepulauan Selayar, Kab. Sinjai, Kab. Soppeng, Kab. Takalar, Kab. Wajo, Kota Pare-Pare, Kota Makassar, Kota Palopo, Kab. Luwu Timur, dan Kab. Toraja Utara. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
33
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Baru sekitar sepertiga jumlah kabupaten dan kota yang persentase realisasi APBD-nya melebihi persentase realisasi APBD Provinsi. Dengan persentase realisasi APBD Provinsi yang mencapai 10,23%, hanya sekitar 10 kabupaten dan kota dengan persentase realisasi APBD-nya lebih tinggi. Persentase realisasi APBD tertinggi dicapai oleh Kota Palopo, sebesar 14,23%, sementara realisasi yang terendah dicapai oleh kabupaten Luwu Timur. Ruang Kabupaten dan Kota untuk mendorong ekonomi Sulsel lebih tinggi lagi sangat terbuka dengan melakukan optimalisasi realisasi penyerapan belanja APBD, mulai triwulan berikutnya.
2.4. Perkembangan Realisasi Belanja Instansi Vertikal di Sulsel 2.4.1 Struktur Realisasi Belanja Porsi realisasi komponen belanja pegawai, barang, dan belanja modal triwulan I 2015 relatif turun dibandingkan triwulan I 2014. Peningkatan porsi hanya terjadi pada belanja bantuan sosial yang menjadi 15,13% (Rp315,41 miliar) dibandingkan triwulan I 2014 (7,35%). Penurunan porsi triwulan I 2015 terjadi pada realisasi belanja pegawai menjadi sebesar 58,85% (Rp1,23 triliun), belanja barang menjadi sebesar 20,25% (Rp421,96 miliar), belanja modal 5,77% (Rp120,36 miliar), dibandingkan triwulan I 2014 yang masing-masing 61,02%; 24,95%; dan 6,68%. 2.100
Rp miliar
Rp315,41
1.800 Rp166,48
1.500 1.200 900
Rp30,58 Rp116,59
Rp204,06
Rp49,89 Rp280,56
Rp390,42
Rp304,79
Rp886,22
Rp978,42
Rp120,36 Rp421,96
Rp451,39
Rp207,01
600
300
Rp132,93 Rp120,85
Rp756,51
Rp1.104,11
Rp1.226,54
2014
2015
0 2011
2012
2013
Belanja Lain
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Barang
Belanja Pegawai
Belanja Modal
Grafik 2.6. Proporsi Belanja Instansi Vertikal di Sulsel
2.4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Hingga triwulan I 2015, persentase realisasi anggaran belanja instansi vertikal Provinsi Sulsel dan Kabupaten/Kota lebih rendah dibanding triwulan I 2014. Namun, nilai realisasi belanja triwulan I 2015 untuk instansi vertikal mencapai Rp2,08 triliun, lebih tinggi daripada realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel (Rp631,09 miliar) maupun APBD Kabupaten dan Kota (Rp1,87 triliun). Realisasi anggaran sampai dengan triwulan I 2015 sebesar 11,00% atau lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan I 2014 (11,21%). Namun demikian, secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja instansi vertikal di pada periode berjalan sebesar Rp2,08 triliun, lebih tinggi dari triwulan I 2014 sebesar Rp1,81 triliun. Rendahnya realisasi belanja instansi vertikal cenderung didorong oleh kendala teknis, karena adanya perubahan nomenklatur Kementerian dan Lembaga untuk dokumen pencairan anggaran. Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja instansi vertikal di kab/kota masih didorong oleh belanja pegawai. Pada triwulan I 2015, realisasi belanja pegawai instansi vertikal sebesar Rp1,23 triliun (20,17%) atau lebih tinggi dibanding triwulan I 2014 sebesar Rp1,10 triliun (19,75%). Di sisi lain, persentase realisasi belanja modal dan belanja bantuan sosial justru lebih rendah, masing-masing 7,45% dan 2,26%. Tabel 2.4.Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan I Instansi Vertikal se-Sulsel
URAIAN
Anggaran 2014
Realisasi s/d Triwulan I 2014 Nominal
% Realisasi
Realisasi s/d Triwulan I 2015 Nominal
% Realisasi
Belanja Pegawai
5.589,88
1.104,11
19,75%
6.082,32
1.226,54
20,17%
Belanja Barang
4.769,18
451,39
9,46%
5.664,97
421,96
7,45%
Belanja Modal Belanja Bantuan Sosial JUMLAH BELANJA
4.485,40
120,85
2,69%
5.323,78
120,36
2,26%
1291,76833
132,92829
10,29%
1.869,59
315,41
16,87%
16.136,24
1.809,27
11,21%
18.940,66
2.084,28
11,00%
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan
34
Anggaran 2015
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
2.5. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB 10
Peran realisasi komponen pendapatan pendapatan terhadap ekonomi daerah pada triwulan I 2015 relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Dana perimbangan per PDRB ADHB, rasio triwulan I 2015 sebesar 0,50%, lebih rendah daripada triwulan I 2014 sebesar 0,92%. Rasio PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) juga memperlihatkan peranan yang sedikit menurun pada triwulan I 2015 (0,85%) dibandingkan triwulan I 2014 (0,85%) (Grafik 2.7). Pertumbuhan ekonomi yang melambat pada triwulan I 2015 di Sulsel, mendorong penurunan peran PAD terhadap ekonomi Sulsel. Untuk meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan APBD, dapat dilakukan antara lain melalui perluasan basis penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi dan penekanan biaya pemungutan, ataupun pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pada triwulan I 2015, peran realisasi komponen belanja APBD dan instansi vertikal untuk stimulus ekonomi 11 daerah menurun. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), terlihat menurun pada triwulan I 2015 menjadi sebesar 0,16%, sementara triwulan I 2014 sebesar 0,19%. Rasio belanja operasional triwulan I 2015 hanya sebesar 2,79%, lebih rendah dari triwulan I 2014, yang sebesar 3,09%. Turunnya rasio belanja operasional dan belanja modal searah dengan perlambatan ekonomi Sulsel di triwulan I 2015. 1,20
3,50
1,18
%
0,80
2,50
0,66
0,65
0,85
0,86 0,40
2,00 3,07
0,87
0,34
0,50
1,50
0,85
1,00
0,82
3,05
0,30
3,09
0,25 2,79
0,19
2,52
0,16
Tw I-2012
Pendapatan Asli Daerah
Tw I-2013
Tw I-2014
Tw I-2015
Dana Perimbangan
Tw I-2010
Tw I-2011
Tw I-2012
Belanja Operasi
Grafik 2.7. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB
0,15
0,05
Tw I-2011
0,20
0,10
0,50
Tw I-2010
11
0,28
0,11
-
10
0,35 3,29
0,88
0,45 0,40
0,39
0,92
0,20
%
0,47
3,00
1,00
0,60
0,50
%
Tw I-2013
Tw I-2014
Tw I-2015
Belanja Modal - sisi kanan
Grafik 2.8. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB
Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
35
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
3. INFLASI DAERAH
Bab 3 Inflasi Daerah
Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 7,13% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2014 (8,61%, yoy) yang disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang/jasa seperti penurunan harga BBM bersubsidi dan faktor cuaca yang membaik mempengaruhi pasokan komoditas dan distribusi barang lebih lancar. Melimpahnya pasokan ikan akibat membaiknya cuaca yang mendukung kegiatan penangkapan ikan juga menjadi salah satu penyebab menurunnya tekanan inflasi di triwulan laporan. Terkendalinya inflasi juga tidak terlepas dari kontribusi koordinasi anggota TPID. Koordinasi pengendalian inflasi sepanjang periode laporan telah dilakukan secara intens untuk merespons beberapa kebijakan di bidang energi, yang melibatkan sinergi Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan instansi lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
37
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa12 Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2015 tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh menurunnya harga BBM jenis premium, solar dan harga komoditas hortikultura.Inflasi di triwulan I tercatat sebesar 7,13% (yoy) menurun dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar 8,61% (yoy). Faktor utama penyebab penurunan inflasi adalah penurunan harga BBM jenis premium dan solar masing-masing sebesar Rp1.200 dan Rp600 per liter atau 14,12% untuk premium dan 8,00% untuk solar. Bila dilihat per kelompok, diketahui bahwa kelompok bahan makanan dan transport mengalami perlambatan inflasimasing-masing sebesar 12,87% (yoy) dan 4,35% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya kelompok ini mengalami peningkatan inflasi terbesar (Tabel 3.1). Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang danJasa
TAHUN
2010
2011
2012
2013
2014 2015
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
2.68 7.64 13.43 14.27 13.96 12.10 1.43 0.24 4.04 4.94 7.81 6.56 8.01 6.22 10.76 6.97 4.76 6.15 1.97 16.02 12.87
6.22 5.23 6.21 5.90 4.47 5.27 4.40 4.40 4.49 4.29 4.97 5.03 4.57 4.63 4.70 4.47 5.39 5.38 5.80 6.21 6.34
3.48 4.11 4.13 4.14 4.16 4.57 3.70 3.67 4.18 3.98 3.41 3.35 3.43 3.60 4.76 6.06 6.25 5.96 6.32 6.87 7.33
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
2.98 2.73 2.92 3.06 3.08 6.41 7.60 7.67 7.53 4.53 3.18 2.83 2.28 1.99 3.23 3.71 3.79 5.22 5.28 5.08 5.75
7.08 7.08 4.07 1.80 1.48 2.43 3.00 2.90 2.94 2.12 1.37 3.41 3.54 3.33 3.66 1.39 1.33 1.38 1.97 1.85 2.81
1.18 1.06 1.76 1.75 1.84 2.08 0.77 0.73 0.57 0.47 0.63 1.16 0.89 3.96 12.01 11.58 10.31 7.91 0.87 10.15 4.35
2.16 7.56 7.65 7.35 8.30 8.83 10.96 8.69 9.57 6.99 6.51 7.08 6.03 2.61 2.77 2.36 3.73 5.65 4.12 3.24 4.51
UMUM
3.45 5.00 6.58 6.56 6.32 6.37 3.37 2.88 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sementara itu, kelompok barang lainnya yaitu kelompok makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan, dan pendidikan mengalami kenaikan tekanan inflasi.Pada triwulan I 2015, kelompok tersebut mengalami inflasi sebesar 6,34% (yoy), 7,33% (yoy), 4,51% (yoy), 5,75% (yoy) dan 2,81% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2015 yang tercatat sebesar 6,21% (yoy), 6,87% (yoy), 3,24% (yoy), 5,08% (yoy) dan 1,85% (yoy). 10 8
Nasional (yoy)
7,13
Sulawesi Selatan (yoy)
6,38
Sulawesi Selatan (qtq)
6
0,06
4 2 0
(2)
%
I
II
III IV
I
2010
II
III IV
2011
I
II
III IV
I
2012
II
III IV
I
2013
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan
12
Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
II
III IV
2014
I 2015
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.1.1 Kelompok Bahan Makanan Pada triwulan I 2015, inflasi di kelompok bahan makanan mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan inflasi terjadi dari 16,02% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 12,87% (yoy) pada triwulan I 2015 (Grafik 3.2). Penurunan tingkat inflasi terutama didorong oleh penyesuaian harga terhadap tarif angkutan umum yang berdampak pada harga tarif angkut bahan makanan. Selain itu, faktor musiman dimana beberapa sentra tanaman hortikultura seperti bawang merah dan cabai merah memasuki musim panen juga menjadi salah satu penyebab penurunan inflasi di kelompok bahan makanan.
20 yoy
15
qtq
10 5 0 (5)
(10) I %
II
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
I 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Fakor cuaca menjadi salah satu faktor penyebab penurunan tekanan inflasi. Intensitas hujan yang semakin rendah pada awal tahun 2015 dan di perkirakan akan berkurang pada triwulan selanjutnya. Penurunan intensitas hujan ini mengakibatkan peningkatan hasil tangkap ikan oleh para nelayan.Selain itu, intensitas hujan yang semakin rendah juga berpengaruh pada produktifitas ikan budidaya.Kondisi keasaman air kolam budidaya yang stabil mengakibatkan ikan yang dibudidayakan dapat tumbuh secara optimal. Pengaruh cuaca terhadap inflasi komoditas perikanan terkonfirmasi dari inflasi beberapa komoditas hasil budidaya sepanjang triwulan I 2015 seperti ikan kembung yang mengalami deflasi pada bulan Februari 2015 dan ikan bandeng (bolu) yang mengalami penurunan andil inflasi, sedangkan pada ikan laut sepertiikan teri dan udang basah juga mengalami deflasi pada triwulan laporan. Cuaca yang membaik juga berpengaruh positif terhadap harga sayur-sayuran.Beberapa jenis tanaman hortikultura seperti cabai rawit, tomat sayur, dan kacang panjang menjadi salah satu penahan inflasi pada triwulan laporan. Komoditas daging-dagingan menjadi menjadi salah satu penahan inflasi tidak terakselerasi lebih lanjut.Daging ayam ras mengalami deflasi sebesar -0,1175% (yoy). Pendorong deflasi adalah produksi daging ayam ras yang meningkat, antaran lain pasokan dari sentra produksi ayam potong di wilayah Sulawesi selatan seperti Sidrap, Maros, Gowa, Wajo, Luwu, Bulukumba, Bone, Makassar, Pangkep dan Barru.
3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau pada triwulan I 2014 tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat laju inflasi tahunan sebesar 6,34% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 3.3). Pada triwulan sebelumnya, inflasi yang tercatat adalah 6,21% (yoy). Naiknya tekanan inflasi pada kelompok ini dipengaruhi oleh kelompok makanan jadi dan minuman tidak beralkohol. Di sisi lain, pergerakan inflasi pada kelompok tembakau dan minuman beralkohol terpantau cukup stabil pada triwulan laporan sehingga dapat menahan laju inflasi kelompok ini.
7 yoy
6
qtq
5 4 3 2 1 0 I
%
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
I 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Peningkatan laju inflasi terjadi di seluruh sub kelompok, baik sub kelompok makanan jadi, sub kelompok minuman yang tidak beralkohol maupun sub kelompok tembakau & minuman beralkohol. Peningkatan laju inflasi terbesar terjadi pada sub kelompok makanan jadi yang pada periode ini mengalami inflasi sebesar 7,64% (yoy), sedangkan sub kelompokminuman yang tidak beralkohol dan sub kelompok tembakau & minuman beralkohol mengalami inflasi sebesar Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
39
BAB 3 INFLASI DAERAH
3,88% (yoy) dan 5,26% (yoy). Peningkatan tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga BBM dan agenda tahun baru Imlek, yang memengaruhi permintaan kelompok ini. Selain itu, inflasi yang terjadi hampir diseluruh komoditas bahan makanan dinilai menjadi salah satu pendorong inflasi tahunan di sub kelompok makanan jadi.
3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar Pada triwulan I 2015, laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar meningkat dibandingkan triwulan IV 2014.Laju inflasi tercatat sebesar 7,33% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (6,87%, yoy) (Grafik 3.4). Naiknya laju inflasi tahunan didiorong terutama oleh sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga yang meningkat dari 6,56% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 8,02% (yoy) di periode pelaporan. Dua sub kelompok lainnya yaitu sub kelompok biaya tempat tinggal dan sub kelompok perlengkapan rumah tangga mengalami kenaikan tekanan inflasi. Tercatat pada periode pelaporan kedua sub kelompok ini secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar 4,56% (yoy) dan 5,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014. Sedangkan sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air mengalami penurunan inflasi sebesar 15,46% pada triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (16,18% yoy) Peningkatan harga properti (Grafik 3.5) menjadi salah satu faktor penyebab inflasi tahunan sub kelompok biaya tempat tinggal. Penerapan kebijakan penyesuaian harga BBM jenis Premium dan Solar sesuai harga keekonomiannya menjadi salah satu penyebabutama penurunan tekanan inflasi. Kedua jenis bahan bakar ini turun sebesar Rp 1.200 per liter atau 14,12% untuk premium dan 8,0% untuk solar dari triwulan sebelumnya.Turunnya harga BBM jenis Premium dan Solar sejalan dengan penurunan harga minyak internasional khususnya MOPS (Mid Oil Platts Singapore) yang menjadi rujukan dalam penetapan harga BBM. 8 7
yoy
qtq
6 5 4 3 2 1 0 I
%
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
I
II
III
2014
IV
I 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial
3.1.4 Kelompok Sandang Inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2015, inflasi tercatat sebesar 4,51% (yoy) meningkat dibandingkan inflasi di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,24% (yoy) (Grafik 3.6). Peningkatan laju inflasi terjadi diseluruh sub kelompok. Peningkatan terbesar terjadi pada subkelompok barang pribadi dan sandang lain sebesar 3,68% atau dari 0,28% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 3,96% (yoy) di periode pelaporan. Subkelompok lain yang mengalami peningkatan diatas 1% adalah subkelompok sandang anak-anak yang mengalami peningkatan sebesar 1,01% atau dari 5,51% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 6,52% (yoy) di periode pelaporan. Sementara itu, inflasi di dua subkelompok lainnya yaitu subkelompok sandang laki-laki dan subkelompok sandang wanita pada triwulan IV 2014 tercatat sebesar 4,94% (yoy) dan 3,12% (yoy) meningkat stabil pada triwulan laporan sebesar 4,97% (yoy) dan 3,58% (yoy).Peningkatan kelompok sandang diperkirakan disebabkan oleh tahun baru Imlek yang terjadi pada bulan Februari 2015 sehingga menyebabkan konsumsi sandang meningkat. Peningkatan harga emas juga menjadi faktor penyebab meningkatnya tekanan inflasi di kelompok sandang.Pada triwulan I 2015, harga emas dunia menunjukan penguatan setelah sebelumnya sempat menurun pada tahun 2014. Tercatat pada triwulan IV 2014 rata-rata harga emas dunia mencapai 1,218.82 USD/troy oz naik sebesar 1,16% (qtq)
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 3 INFLASI DAERAH
dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan harga emas dunia tersebut mengakibatkan peningkatan harga emas perhiasan yang merupakan salah satu komoditas yang diperhitungkan pada inflasi kelompok sandang. 12 10
yoy
2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
qtq
8 6 4
2 0 (2)
(4) I %
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang
II
III
2014
IV
I
Emas
$/troy oz
gHarga - Skala Kanan
%, qtq
20% 15% 10% 5% 0% -5%
-10% -15% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2015
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014 2015
Sumber: World Bank Grafik 3.7. Perubahan Harga Emas Internasional
3.1.5 Kelompok Kesehatan Inflasi kelompok kesehatan mengalami peningkatan pada triwulan I 2015. Pada triwulan laporan, kelompok ini mencatat inflasi sebesar 5,75% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014 yang mencapai 5,08% (yoy). Sumber utama peningkatan tersebut berasal dari peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok jasa perawatan jasmani dan jasa kesehatan. Pada triwulan pelaporan kedua kelompok tersebut secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar 12,06% (yoy) dan 3,49% (yoy) lebih tingi dari triwulan sebelumnya yang secara berturut-turut mengalami inflasi sebesar 7,60% (yoy) dan 2,07% (yoy). Sedangkan sub kelompok obat-obatan dan sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika menjadi faktor penahan inflasi sehingga tidak terakselerasi lebih lanjut. Pada triwulan pelaporan, inflasi sub kelompok obat-obatan dan perawatan jasmani dan kosmetika masing-masing sebesar 2,58% (yoy) dan 7,26% (yoy) menurun dari triwulan sebelumnya sebesar 3,77% (yoy) dan 7,60% (yoy). Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD menjadi faktor utama penyebab peningkatan tekanan inflasi di kelompok kesehatan. Dampak penyesuaian harga produk impor dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang rupiah terhadap uang dollar Amerika Serikat (US$) yang melemah sehingga membuat harga komoditas berbagai jenis obat maupun produk perawatan jasmani yang lainnya ikut mengalami penyesuaian (imported inflation). Terkait dengan harga obat, saat ini telah berlaku ketentuan pencantuman harga eceran tertinggi (HET) obat sebagimana tercantum dalam keputusan mentri kesehatan no 069/Menkes/SK/II/2006 tentang Pencantuman Harga Eceran Tertinggi (HET) pada Label Obat, namun peraturan ini baru mengikat harga obat yang di produksi dalam Negeri. Untuk harga obat-obatan impor, belum ada aturan HET yang mengikat, sehingga fluktuasi harga obat impor di pasaran terkadang tidak terkendali.
3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan I 2015. Pada triwulan laporan, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 2,81% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 1,85%(yoy) (Grafik 3.9). Naiknya laju inflasi tersebut didorong oleh peningkatan inflasi di hampir seluruh subkelompok kecuali sub kelompok kursus/pelatihan yang mengalami penurunan inflasi. Di triwulan pelaporan, sub kelompok pendidikan, perlengkapan/peralatan pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami inflasi sebesar 2,78% (yoy), 2,60% (yoy), 0,71% (yoy) dan 2,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat mencapai 2,53% (yoy), 2,15% (yoy), 0,43% (yoy) dan 1,67% (yoy). Dimulainya semester baru dan budaya masyarakat dalam membeli perlengkapan/peralatan pendidikan baru diduga menjadi salah satu penyebab inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Akan tetapi, inflasi subkelompok kursus/pelatihan menjadi satu-satunya subkelompok yang mengalami penurunan inflasi, dari 2,27% (yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 1,73% (yoy) di triwulan I 2015 sehingga inflasi kelompok ini tidak terakselerasi lebih lanjut.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
41
BAB 3 INFLASI DAERAH
9
4.0
8
3.5
7
3.0
yoy
qtq
6
2.5
5
2.0
4
1.5
3
1.0
2
0.5
1
0.0
0
(0.5) I
II
%
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
III
IV
2014
I
yoy
I
2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan
II
III
IV
2011
%
qtq
I
II
III
IV
2012
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
I 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan
3.1.7 Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Pada triwulan I 2015, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami penurunan signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tercatat sebesar 4,35% (yoy), turun tajam dari 10,15% (yoy) pada triwulan IV 2014 (Grafik 3.10). Subkelompok transpor menjadi penyumbang penurunan inflasi terbesar. Inflasi pada subkelompok ini mengalami inflasi sebesar 5,37% (yoy) setelah di triwulan sebelumnya inflasi pada subkelompok ini tercatat sebesar 14,61% (yoy). Sub kelompok lain yang mencatatkan penurunan inflasi adalah subkelompok jasa keuangantercatat mengalami inflasi sebesar 8,56% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar 8,92% (yoy). Sementara itu, subkelompok komunikasi & pengiriman dan Sarana & Penunjang Transpor mengalami kenaikan inflasi di triwulan pelaporan dari 0,04% (yoy) dan 2,95%(yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 0,08% (yoy) dan 7,91% (yoy). Penurunan harga bensin dan tarif angkutan umum menjadi faktor utama penyebab turunnya inflasi kelompok transpor, komunikasi & keuangan di triwulan I 2015.Penyesuaiantarif angkutan umum dilakukan pemerintah daerah Sulawesi Selatan pada triwulan I 2015 menindaklanjuti penurunan BBM jenis Premium dan Solar yang terjadi di triwulan sebelumnya.Tarif angkutan antar kota mengalami penurunanrata-rata berkisar sebesar 10% hingga20%, yaitu sebesar Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Sedangkan tarif angkutan dalam kota mengalami penurunan sebesar 10% hingga 20% yaitu sebesar Rp 500 hingga Rp 1.000. Di sisi lain, inflasi pada kelompok sarana & penunjang transportmengalami kenaikan yang diindikasikan oleh pertumbuhan harga karet yang meningkat pada triwulan laporan (Grafik 3.11). Karet
14 12 10 8 6 4 2 0 (2) (4) (6)
6.0
qtq
4.0
3.0 2.0 1.0 0.0
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor
42
%, qtq
gHarga - Skala Kanan
5.0
yoy
I
%
$/kg
II
III
2014
IV
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
I
2008
2015
2010
2011
2012
2013
2014 2015
Sumber: World Bank Grafik 3.11. Perubahan Harga Karet Internasional
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
2009
50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% -40% -50% -60%
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.2. Inflasi Menurut Kota IHK13 Pada triwulan I 2015, tekanan inflasi Sulsel yang menurundidorong oleh penurunan inflasi yang terjadi di seluruh kota IHK di Sulawesi Selatan (Watampone, Makassar Palopo,Parepare dan Bulukumba). Penurunan inflasi terjadi di Watampone, Makassar, Palopo, Parepare dan Bulukumba pada triwulan I 2015, secara berurutan tercatat sebesar 5,66% (yoy);7,34% (yoy);6,95% (yoy);6,53% (yoy) dan 6,21% (yoy). Pada triwulan sebelumnya, laju inflasi di seluruh kota IHK tersebut tercatat sebesar 8,22% (yoy), 8,51% (yoy), 8,95% (yoy), 9,38% (yoy) dan 9,45% (yoy) (Tabel 3.2). Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota 2012
2013
2014
2015
Kota I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
Watampone
5.69
4.42
3.94
3.65
2.90
3.28
6.72
6.86
7.86
8.14
4.55
8.22
5.66
Makassar
4.10
3.91
4.61
4.57
4.76
4.54
7.41
6.24
5.46
5.38
3.57
8.51
7.34
Palopo
4.27
3.99
4.15
4.11
4.34
3.03
5.33
5.25
6.22
7.36
4.03
8.95
6.95
Parepare
2.00
2.54
3.78
3.49
4.67
4.49
7.41
6.31
5.58
5.57
3.04
9.38
6.53
13.94
14.10
7.30
9.45
6.21
5.88
5.92
3.72
8.61
7.13
Bulukumba Sulawasi Selatan
4.06
3.85
4.48
4.40
4.61
4.36
7.24
6.22
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 16
%, yoy
14 12 10
Sulawasi Selatan
Bulukumba
Makassar
Palopo
Parepare
Watampone
8
6 4 2 0 I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
2014
2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota
Penyesuaian harga BBM jenis Premium dan Solarmengikuti harga keekonomiannya serta efek lanjutannya pada kenaikan harga komoditas lainnya menjadi faktor utama penyebab tingginya inflasi di seluruh kota pada periode pelaporan. Selain itu, perkembangan harga minyak dunia yang berpengaruh besar terhadap penetapan harga BBM di dalam negeri dan tariff adjustment Tarif Tenaga Listrik (TTL) menjadi salah satu penyebab tekanan inflasi.Bila dilihat dari sumbangan inflasi, Kota Makassar menjadi penyumbang peningkatan terbesar diantara kota IHK di Sulsel, dimana pada periode pelaporan tercatat sebesar 5,73%. Selain itu, empat kota penyumbang inflasi lainnya yaitu Palopo,Parepare, Watampone, dan Bulukumba memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,44%,0,46%, 0,33% dan 0,17%. (Tabel 3.2). Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota Kota
2012
2013
2014
2015
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
Watampone
0.20%
0.19%
0.22%
0.22%
0.23%
0.22%
0.36%
0.31%
0.45%
0.47%
0.26%
0.47%
0.33%
Makassar
3.42%
3.24%
3.77%
3.71%
3.88%
3.68%
6.10%
5.25%
4.27%
4.20%
2.79%
6.65%
5.73%
Palopo
0.22%
0.21%
0.25%
0.24%
0.25%
0.24%
0.40%
0.34%
0.40%
0.47%
0.26%
0.57%
0.44%
Parepare
0.22%
0.21%
0.24%
0.24%
0.24%
0.23%
0.39%
0.33%
0.39%
0.39%
0.21%
0.66%
0.46%
0.38%
0.39%
0.20%
0.26%
0.17%
5.88%
5.92%
3.72%
8.61%
7.13%
Bulukumba Sulawasi Selatan
4.06%
3.85%
4.48%
4.40%
4.61%
4.36%
7.24%
6.22%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
13
Mulai Januari 2014, inflasi Sulawesi Selatan dihitung dari agregasi lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
43
BAB 3 INFLASI DAERAH
3.3. Disagregasi Inflasi14 Melemahnya tekanan inflasi di Sulsel pada triwulan I 2015 terutama bersumberdari komponen administered prices danvolatile food.Komponen administered prices menjadi faktor terbesar yang mendorong penurunan tingkat inflasi pada periode laporan ini. Tercatat pada triwulan I 2015 laju inflasi dari komponen administered prices sebesar 8,96% (yoy), menurun signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 16,44% (yoy). Menurunnya inflasi administered prices terkait dengan penurunan harga BBM jenis Premium dan Solar masing-masingdari Rp8.500 dan Rp7.500 pada bulan November 2014 menjadi Rp7.600dan Rp7.250 pada bulan Januari 2015, kemudian bulan Februari 2015 sebesar Rp6.800 dan Rp6.400, dan bulan Maret 2015 sebesar Rp7.300 dan Rp6.900. Inflasi volatile food menurun pada triwulan I 2015 seiring penurunan harga bahan bakar jenis premium dan solar. Inflasi komponen volatile food di triwulan I 2015 mencapai 13,66% (yoy), menurun dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 16,88% (yoy). Selain efek rambat dari penurunan BBM, penurunan di komponen volatile food juga di akibatkan oleh faktor cuaca membaik. Menurunnya intensitas hujan di awal tahun 2015 mempengaruhi kelancaran distribusi barang. Curah hujan dan gelombang laut yang tidak setinggi akhir triwulan sebelumnya dan terus berangsur membaik hingga akhir triwulan I 2015 mendukung kegiatan penangkapan ikan laut. Meski masih terdapat kendala distribusi terkait infrastruktur yang masih menghambat pasokan ke beberapa daerah, pasokan bahan pangan secara umum masih mencukupi kebutuhan. Selain itu, tingkat konsumsi masyarakat yang kembali ke pola normalnya pasca natal dan tahun baru menyebabkan harga barang kebutuhan kembali normal. Inflasi IHK
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Core
Volatile Food
%, yoy
7,13
18,96 4.74 13,66 I
II
III
2012
Sumber: Pertamina, diolah Grafik 3.13. Pergerakan Harga Premium dan Solar
Administered Price
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 3.14. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi
Pada inflasi inti (core inflation), peningkatan terjadi dalam level yang rendah.Tercatat pada triwulan I 2015, inflasi pada komponen intimengalami peningkatan dari 4,15% (yoy) menjadi 4,74% (yoy). Inflasi pada komponen core inflation dipengaruhi oleh masih kuatnya permintaan pada beberapa subkelompok seperti subkelompok makanan jadi, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Naiknya harga emas internasional mempengaruhi harga acuan emas nasional. Sementara itu, harga makanan jadi meningkat yang dipengaruhi oleh tepung terigu yang juga berasal dari luar negeri, dimana kurs rupiah terhadap dollar sedang melemah sehingga harga bahan baku terigu mengalami kenaikan harga.
3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi Koordinasi Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulsel menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari sisi kerjasama dan koordinasi TPID kabupaten/kota. Selama triwulan I 2015 terdapat beberapa kegiatan yang mencakup penguatan kerjasama dan koordinasi di TPID Provinsi Sulawesi Selatan, TPID Kabupaten Bulukumba, TPID Kota Palopo, dan TPID Kabupaten Parepare (Tabel 3.4).
14
Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 3 INFLASI DAERAH
Tabel 3.4. Kegiatan TPID Triwulan I 2015 NO
TPID
1
KEGIATAN
KET
TEMPAT
TANGGAL
Provinsi Sulawesi Selatan
Rujab Gubernur
20 Januari 2015
HLM
2
Kabupaten Bulukumba
Rujab Bupati
27 Januari 2015
HLM
3
Kota Palopo
Rujab Walikota
30 Januari 2015
HLM
4
Kota Pare-Pare
Rujab Walikota
26 Maret 2015
HLM
High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Sulsel & Kabupaten/Kota se Sulsel dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2015 di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan. Agenda HLM tersebut adalah Evaluasi Inflasi Sulsel 2014, Penguatan Koordinasi dan Program 2015, Strategi dan Kebijakan Daerah dalam menyikapi pola kebijakan pemerintah di bidang energi (BBM dan LPG), Prospek perkembangan produksi dan harga pangan dan Hal-hal lain yang dinggap perlu terkait pengendalian inflasi di kawasan Sulawesi Selatan. HLM tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatandan dihadiri oleh seluruh anggota TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota se Sulsel dengan total peserta mencapai 160 orang. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Inflasi pada tahun 2014 lebih banyak dipengaruhi oleh faktor psikologi publik atau ekspektasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga BBM sehingga mendorong inflasi yang cukup tinggi di bulan November dan Desember 2014. 2. Kabupaten/Kota akan segera melakukan High Level Meeting (HLM) TPID di masing-masing daerahnya untuk menentukan program dan menetapkan kebijakan dalam pengendalian harga. 3. FKPD/MUSPIDA akan membuat surat edaran kepada Polsek/Polres untuk turun membantu TPID. 4. FKPD/MUSPIDA akan diperbantukan sepenuhnya dalam menurunkan inflasi dan tarif angkutan serta membantu transportasi dan infrastruktur yang menghambat distribusi. 5. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian dan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan akan membentuk desk bekerjasama dengan TPID dan melakukan pemantauan harga, pasokan dan distribusi serta melaporkannnya secara mingguan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota. 6. Wakil Gubernur Sulawesi Selatan bersama dengan FKPD/Muspida akan turun langsung kedaerah dan melaksanakan pemantauan serta rapat koordinasi High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). 7. Pemprov akan melakukan patokan harga terendah/tertinggi untuk LPG 3 kg maupun tarif angkutan kota dan telah ditandatangani pada saat HLM tersebut (20 Januari 2015). 8. Pedoman inflasi Sulsel adalah 4%, dimana sasaran inflasi akan diarahkan pada level tersebut, sehingga apabila terjadi peningkatan maka akan dilakukan upaya untuk menurunkan pada level 4%. Kabupate/Kota diharapkan untuk dapat melakukan penetapan sasaran inflasi masing-masing daerahnya sehingga inflasi dapat diarahkan pada level yang ditetapkan. 9. Dinas Perindustrian dan instansi terkait akan membuat Standard Operation Procedure (SOP) pengendalian harga sehingga kepolisian dapat dimungkinkan turun tangan melakukan tindakan tegas kepada pelaku usaha yang nakal (seperti menimbung, memainkan harga, dll). 10. Pemerintah Daerah dan TPID agar siap melakukan operasi pasar sewaktu-waktu apabila dibutuhkan, terutama terkait dengan harga dan ketersediaan LPG, BBM, dan komiditas lainnya. 11. BPS diharapkan untuk melakukan quick survey pada minggu depan untuk memantau pergerakan harga dan melaporkannya kepada Gubernur Sulawesi Selatan. Pada tanggal 27 Januari 2015, High Level Meeting (HLM) TPID Kabupaten Bulukumba dilaksanakan di Rumah Jabatan Bupati Bulukumba. Agenda HLM tersebut adalah evaluasi inflasi 2014 dan perkembangan inflasi 2015, kebijakan pemerintah daerah di bidang energi (BBM, LPG dan TTL), penguatan TPID ke depan, dan rekomendasi kebijakan. HLM tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur Sulawesi Selatan dan Bupati Bulukumba, Ir. H. Agus Arifin Nu’mang, MS dan H. Zainuddin H serta dihadiri oleh seluruh SKPD di Pemerintah Kabupaten Bulukumba dan TPID Provinsi Sulawesi Selatan dengan total peserta. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain:
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
45
BAB 3 INFLASI DAERAH
1. Proaktif melakukan pemantauan harga sehingga pergerakan harga dan ketersediaan pasokan dapat dideteksi sejak dini. Disamping itu, diperlukan manajemen stok secara real time, serta kerjasama antar daerah surplus dengan daerah defisit. 2. Kabupaten Bulukumba mencanangkan sebagai Gerakan Menanam Cabai seluas-luasnya. Bupati akan mengirim surat kepada seluruh kecamatan, desa, dan lurah untuk melaksanakan instruksi/program tersebut. 3. Bupati Bulukumba akan berdiskusi dengan nelayan terkait dengan mekanisme penentuan harga dan distribusi ikan bandeng. 4. Provinsi Sulsel akan membantu polybag maupun bibit cabai kepada rumah tangga di Bulukumba untuk mendukung Gerakan Menanam Cabai. 5. Mekanisme penentuan tarif angkutan telah ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel. Kabupaten/Kota diharapkan turut memantau implementasi kebijakan tersebut di daerah masing-masing. Selanjutnya, pada tanggal 30 Januari 2015 High Level Meeting (HLM) Kota Palopo dilaksanakan di Rumah Jabatan Walikota Palopo dan dihadiri oleh seluruh SKPD Kota Palopo dan stakeholders lain.Agenda dari kegiatan tersebut adalah evaluasi inflasi 2014 dan tindak lanjut pengendalian inflasi di Kota Palopo.Kesimpulan dari pertemuan tersebut adalah: 1. Pada tahun 2014, inflasi Kota Palopo (8,95% yoy) lebih tinggi dari inflasi Sulawesi Selatan (8,61% yoy) sehingga dapat dikatakan bahwa Kota Palopo merupakan salah satu penyumbang inflasi tinggi di Sulawesi Selatan. 2. BPS diharapkan untuk melaksanakan pendataan warga miskin. 3. Setiap SKPD diharapkan menyiapkan langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menekan laju inflasi agar dapat memperoleh hasil yang maksimal. 4. Bulog dapat melaksanakan operasi pasar guna menstabilkan harga beras di pasar. Kegiatan terakhir selama triwulan I 2015 adalah High Level Meeting (HLM) Kota Parepare yang dilaksanakan di Rumah Jabatan Walikota Parepare pada tanggal 26 Maret 2015.HLM yang dipimpin langsung oleh Walikota Pareparedihadiri oleh DPRD Kota Parepare, SKPD dan stakeholders menghasilkan rekomendasi dan tindak lanjut sebagai berikut: 1. Inflasi tidak hanya disebabkan oleh ketersediaan barang dan pasokan, namun juga ekspektasi masyarakat. Untuk menghindari spekulasi dan informasi asimetri, diperlukan komunikasi secara rutin kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan edukasi dan penyebaran informasi secara rutin. 2. Terkait dengan perdagangan antar wilayah/pulau, pemerintah diharapkan dapat memberikan perhatian khusus pada aktivitas pengijon yang mengirimkan hasil panen ke daerah Jawa. 3. Usulan dari Asisten Ekonomi dan Pembangunan Kota Parepare mengarahkan untuk melakukan koordinasi dan pemantauan harga, stok dan distribusi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan penghitungan surplus-defisit pangan, serta melaksanakan pemantauan dan pembinaan gudang dalam rangka pemantauan stok beras petani. 4. Dalam pengendalian inflasi, diperlukan adanya rencana kerja dan target yang jelas sehingga diperlukan adanya roadmap.
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 3 INFLASI DAERAH
Boks 3.A.
Komoditas Penyumbang Inflasi di Sulawesi Selatan
Komoditas yang mempengaruhi inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan dari tahun 2012-2014 dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok volatile food, administered price dan core. Pada kelompok volatile food yaitu inflasi yang berasal dari kenaikan harga komoditas pangan, penyumbang tertinggi berasal dari cabai rawit, beras, cabai merah, ikan bandeng, dan daging sapi. Sedangkan pada kelompok administered price yaitu kenaikan harga yang berasal dari kebijakan pemerintah seperti bensin, angkutan dalam kota, tarif listrik, rokok kretek filter dan bahan bakar rumah tangga (LPG). Dan pada kelompok inti yang merupakan kelompok barang dengan harga yang cenderung stabil seperti tukang bukan mandor, mie, ayam goreng, besi beton dan ikan bakar (Gambar 3.A.1). Tantangan pada komoditas volatile food dapat dibagi menjadi tantangan jangka pendek dan tantangan struktural. Tantangan jangka pendek terutama bersumber dari biaya transportasi, faktor musiman, sifat komoditas yang mudah rusak dan tidak tahan lama. Sedangkan tantangan struktural terutama bersumber pada pola distribusi, manajemen stok, ketergantungan pasokan dari luar daerah, struktur pasar oligopoli, dan pengaturan harga ditentukan oleh pedagang dominan. Sementara itu, pada kelompok administered price tantangan lebih bersifat jangka pendek. Tantangan jangka pendek yaitu belum ada rentang yang jelas akibat dampak kenaikan harga BBM pada tarif angkutan. Dalam menjaga inflasi Sulawesi Selatan, Tim Pengendalian Inflasi Daerah telah melakukan beberapa langkah-langkah strategis. Melakukan mapping komoditas antar daerah, pemetaan Surplus/Defisit pangan kabupaten/kota, melakukan kegiatan pasar murah sebagai pasar penyeimbang, meningkatkan koordinasi antar sentra pemasok dalam menjaga stok dan distribusi, pengembangan akses informasi harga pangan (PIHPS) untuk referensi harga, dan perluasan pemanfaatan pekarangan rumah dengan menanam beberapa komoditas penyumbang inflasi seperti cabai.
*) Data Januari-Desember 2013, dan Februari-Desember 2014 Gambar 3.A.1. Komoditas Penyumbang Inflasi
Oleh karena itu, komoditas penyumbang inflasi di suatu daerah perlu diidentifikasi lebih lanjut agar ke depan dapat menahan laju inflasi di Sulawesi Selatan. Tim Pengendalian Inflasi Daerah memerlukan suatu acuan dalam identifikasi permasalahan, rencana kerja, target yang jelas, dan langkah-langkah strategis yang dilakukan sehingga diperlukan roadmap pengendalian inflasi daerah. Diharapkan dalam roadmap tersebut dapat mencakup beberapa aspek yang selama ini menjadi perhatian TPID Sulawesi Selatan seperti yaitu (1) Komunikasi dan Informasi; (2) Kualitas SDM; (3) Infrastruktur TPID; dan (4) Kelembagaan dan Koordinasi. Roadmap dapat juga menjadi salah satu langkah dalam mencapai inflasi yang rendah dan stabil pada kisaran 3,5% ±1% tahun 2019.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
47
BAB 3 INFLASI DAERAH
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
4. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Bab 4 Sistem Keuangan dan Pengembangan Akses Keuangan Kinerja perbankan di Sulsel pada triwulan I 2015, dari indikator utama yaitu aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit/pembiayaan yang disalurkan, memperlihatkan peningkatan yang lebih baik pada triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan aset bank umum didorong oleh peningkatan aset kelompok bank pemerintah. Sementara itu, kegiatan intermediasi masih tinggi tercermin dari rasio LDR sebesar 128,43% disebabkan penyalurankredit lebih besar dibandingkan penghimpunan DPK, meskipun pada triwulan laporan akselerasi pertumbuhan DPK lebih tinggi daripada kredit. Di sisi lain, risiko kredit perbankan secara umum masih terjaga dengan baik tercermin dari Rasio nonperforming loan (NPL) yang masih berada pada level aman, khususnya sektor rumah tangga. Kualitas kredit UMKM dan korporasi perlu mendapatkan perhatian, khususnya sektor pertambangan dan konstruksi, dimana NPL pada triwulan laporan sudah melewati batas aman 5%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
49
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
4.1. Kondisi Umum Perbankan15 4.1.1 Perkembangan Kelembagaan Dari sisi kelembagaan, pada triwulan I 2015, jumlah bank umum di Sulsel relatif tidak mengalami banyak perubahan dari triwulan sebelumnya yaitu sebanyak 48 bank. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak 29 BPR. Terjadi penambahan kantorpada bank konvensional sehingga jumlah kantor cabang (KC) bertambah 1, sementara kantor cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak berubah (Tabel 4.1). Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR
RINCIAN
2012 I
Bank Umum (Konv. + Syariah) Konvensional
II
2013 III
IV
I
II
2014 III
IV
I
II
2015* III
IV
I
41
41
41
41
42
44
45
46
46
47
47
48
48
35
35
35
35
36
38
39
40
40
41
41
41
41
UUS
5
5
5
5
5
5
5
5
5
7
7
7
7
Syariah
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
7
7
848
895
925
936
940
950
959
971
974
979
980
972
973**
27
27
28
28
28
29
29
29
29
29
29
29
29
Jumlah Kantor* BPR
*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF (data sementara) **) Data Bulan Maret 2015
4.1.2 Aset Perbankan Total aset bank umum pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 15,41% (yoy) atau menjadi Rp104,94 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2014 yang tumbuh sebesar 12,25% (yoy) (Tabel 4.2). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan pada periode laporan disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan aset pada kelompok bank pemerintah dan swasta nasional masing-masing dari 9,13% (yoy) dan 16,84% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 16,46% (yoy) dan 14,41% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu, bank asing dan campuran justru menunjukan penurunan aset yaitu dari 11,76% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi -9,54% (yoy) pada triwulan laporan. Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
Pertumbuhan (%, yoy) Aset Menurut Kelompok Bank
2014 I
Total Aset Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Bank Campuran
II
Nominal (Rp Miliar) 2015
III
IV
I
2014
2015
I
II
III
IV
I
12.41
12.97
10.28
12.25
15.41
90,909
97,572
99,571
101,350
104,944
8.97
11.72
9.76
9.13
16.46
52,670
57,579
58,500
58,165
61,182
17.82
14.87
11.16
16.84
14.41
37,606
39,391
40,398
42,462
43,112
2.01
12.12
3.98
11.76
(9.54)
633
602
673
723
649
4.1.3 Intermediasi Perbankan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan dibanding dengan triwulan sebelumnya. Dana yang dihimpun mencapai Rp66,41 triliun atau tumbuh sebesar 14,20% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 9,38% (yoy) (Tabel 4.3). Peningkatan pertumbuhan DPK disebabkan oleh meningkatnya kinerja komponen simpanan yaitu giro dan deposito ditengah pertumbuhan tabungan yang melambat. Giro tumbuh meningkat dari 1,89% (yoy) pada triwulan I 2015 menjadi 27,09%
15
Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
(yoy), deposito tumbuh meningkat dari 17,61% (yoy) menjadi 24,78% (yoy) sedangkan tabungan tumbuh melambat dari 6,92% (yoy) menjadi 5,24% (yoy) pada triwulan laporan. Kredit yang disalurkan perbankan tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan I 2015. Kredit tercatat tumbuh sebesar 12,43% (yoy) menjadi Rp85,30 triliun setelah triwulan sebelumnya tumbuh sebesar tumbuh 10,84% (yoy). Akselerasi pertumbuhan kredit didorong oleh tingginya penyaluran untuk modal kerja dan investasi ditengah kredit konsumsi yang tumbuh melambat sebesar 6,10% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,58% (yoy) (Tabel 4.3). Secara sektoral, penyaluran kredit juga tumbuh meningkat pada sebagian besar sektor terutama pada sektor pertanian, industri pengolahan, konstruksi, perdagangan, dan jasa sosial masyarakat. Adapun sektor pertambangan dan LGA mengalami perlambatan sementara sektor pengangkutan dan jasa dunia usaha mengalami penurunan masing-masing sebesar -6,00% dan -0,37% (yoy) (Tabel 4.4). Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum Pertumbuhan (%, yoy) Komponen I DPK
Nominal (Rp Miliar)
2014 II
2015 III
IV
2014
I
I
II
2015 III
IV
I
11.20
14.86
12.17
9.38
14.20
58,162
61,402
64,339
66,112
66,419
2.83
20.24
5.11
1.89
27.09
7,990
9,730
9,693
7,994
10,154
b. Tabungan
10.66
10.31
8.58
6.92
5.24
32,446
33,168
34,828
37,428
34,147
c. Deposito
16.53
20.97
23.39
17.61
24.78
17,726
18,504
19,819
20,689
22,118
10.97
8.77
7.26
10.84
12.43
75,874
79,336
80,463
83,560
85,303
a. Giro
Kredit a. Modal Kerja
4.92
9.01
14.09
15.46
20.25
27,257
29,062
29,847
31,442
32,776
b. Investasi
19.70
6.77
(1.98)
12.04
12.57
14,642
15,467
15,457
16,240
16,482
c. Konsumsi
12.65
9.48
6.27
6.58
6.10
33,974
34,807
35,159
35,877
36,045
130.45
129.21
125.06
126.39
128.43
3.14
3.54
3.57
3.13
3.36
LDR (%) NPLs Gross (%)
Dengan pertumbuhan kredit yang meningkat, indikator intermediasi perbankan juga tercatat lebih tinggi melanjutkan tren sebelumnya, yang tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menjadi 128,43% pada triwulan I 2015, lebih tinggi dari triwulan IV 2014 yang tercatat sebesar 126,39% (Tabel 4.3). Sesuai pola historisnya, perkembangan intermediasi perbankan selalu tinggi, lebih dari 100%. Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar terutama diberikan kepada sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi dansektor jasa dunia usaha. Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi Pertumbuhan (%, yoy) Komponen I Kredit Pertanian
Nominal (Rp Miliar)
2014
10.97
II 8.77
2015 III 7.26
2015
2014
IV
I
I
II
III
IV
I
10.84
12.43
75,874
79,336
80,463
83,560
85,303
0.18
7.37
3.59
7.60
16.01
1,405
1,499
1,435
1,506
1,630
Pertambangan
(15.62)
24.84
21.10
28.39
13.16
377
560
537
509
427
Industri Pengolahan
(26.55)
(24.54)
(23.94)
13.41
28.49
3,918
4,210
4,283
4,747
5,035
Listrik, Gas, Air
63.77
111.80
91.49
83.27
75.06
218
245
232
350
382
Konstruksi
18.62
31.89
40.69
43.92
55.97
3,043
3,666
4,173
4,366
4,746
Perdagangan
22.08
11.45
10.23
12.02
14.73
24,334
25,587
25,748
27,033
27,920
Pengangkutan
12.48
6.76
3.02
(3.52)
(6.00)
2,960
2,950
2,951
2,820
2,782
Jasa Dunia Usaha
15.65
4.79
4.88
3.17
(0.37)
3,747
3,598
3,581
3,662
3,733
Jasa Sosial Masyarakat
12.94
19.27
22.03
31.42
35.29
1,828
1,968
2,115
2,340
2,473
9.58
10.18
6.99
7.19
6.26
34,043
35,053
35,408
36,226
36,173
Lain-lain
Meningkatnya kinerja penyaluran kredit diikuti dengan risiko kredit yang secara umum tetap terkendali. Ditinjau dari sisi manajemen risiko, kondisi perbankan Sulsel pada triwulan I 2015 masih menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini tercermin dari rasio non performing loan (NPL) bank umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
51
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
sebesar 3,36%. Angka ini tercatat mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,13% (Tabel 4.3). Pertumubuhan kredit diperkirakan akan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan yang akan datang. Pada triwulan pelaporan, kredit memiliki arah pertumbuhan yang berbeda dengan PDRB. Dampak peningkatan kredit terhadap pertumbuhan PDRB diperkirakan baru akan terlihat pada periode yang akan datang, mengingat transisi tambahan pembiayaan menjadi peningkatan pendapatan memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya pembiayaan yang di tujukan pada barang modal. Peningkatan kredit masih dalam kondisi normal dikarenakan berada dibawah batas atas (treshold) pertumbuhan kredit. Terdapat ruang akselerasi pertumbuhan yang lebih tinggi dengan tetap memperhatian prinsip kehati-hatian serta pemilihan sektor ekonomi yang prospektif kedepan. %, yoy
%, yoy
10 9
35
%, yoy 40
30
35
8
30
25
7
25
6 5
20
20
15
15
4
10
10
3
5
2
5 I
II
III IV
I
2011
II
III IV
I
2012
g. PDRB
II
III IV
I
II
2013 NPL
III IV
2014
0
I
I
2015
II
III IV
2011
g. Kredit - rhs
Grafik 4.1. Pertumbuhan ekonomi, Pertumbuhan Kredit & NPL
I
II
III IV
I
2012
II
III IV
I
II
III IV
2013
2014 Kredit Upper Lower Grafik 4.2. Treshold pertumbuhan kredit
I 2015
4.1.4 Bank Syariah Aset perbankan syariah pada triwulan I 2015 tumbuh lebih tinggi dari capaian di triwulan sebelumnya. Aset perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 7,42% menjadi Rp6,00 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan IV 2014 yang tumbuh sebesar 5,92% (Tabel 4.5). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan syariah pada periode triwulan laporan terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan aset milik bank swasta nasional dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tabel 4.5. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
Pertumbuhan (%, yoy) Komponen
2014
Nominal (Rp Miliar) 2015
II
III
IV
I
16.31
9.72
3.68
5.92
7.42
5,586
5,580
5,619
5,906
6,000
Bank Pemerintah
15.27
9.78
6.81
9.93
4.65
1,052
1,051
1,103
1,149
1,101
Bank Swasta Nasional
16.55
9.71
2.94
4.99
8.06
4,534
4,529
4,516
4,758
4,899
DPK
28.28
30.73
10.96
3.70
16.22
2,742
2,795
2,878
2,991
3,187
a. Giro
(12.64)
12.69
42.14
12.31
147.17
221
262
346
380
547
b. Tabungan
30.17
29.51
15.06
13.13
18.01
1,261
1,261
1,337
1,479
1,488
c. Deposito
37.60
36.51
0.56
(8.60)
(8.54)
1,260
1,272
1,195
1,132
1,153
Pembiayaan
15.07
17.14
15.49
17.55
17.63
4,453
4,869
4,926
5,141
5,239
162.40
174.20
171.16
171.91
164.36
1.65
2.97
3.27
2.74
3.80
I Aset
FDR (%) NPF Gross (%)
52
2015
2014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
I
II
III
IV
I
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Kinerja indikator perbankan syariah Sulsel pada triwulan I 2015 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini terutama dilihat dari indikator pertumbuhan pembiayaan dan DPK yang mengalami akselerasi pertumbuhan. Pertumbuhan pembiayaan tercatat meningkat sebesar 17,63% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 17,55% (yoy). Penghimpunan dana tumbuh positif signifikan sebesar 16,22% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,70% (yoy). Financing to Deposit Ratio (FDR) tercatat masih cukup tinggi sebesar 164,36% meskipun mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (171,91%). Hal ini menunjukkan masih belum berimbangnya penghimpunan DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk menyimpan dana di perbankan syariah yang masih lebih rendah dari pembiayaan. Sementara itu, kualitas pembiayaan tetap terjaga pada level aman meskipun mengalami peningkatan yang tercermin dari non performing financing (NPF) sebesar 3,80% pada triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (2,74%).
4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat Di triwulan I 2015, kinerja BPR (termasuk BPR Syariah) tetap tumbuh dengan cukup baik meskipun terdapat indikator yang menunjukkan perlambatan. Fungsi intermediasi BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari menurunnya rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan IV 2014 sebesar 150,76%menjadi 143,56% pada triwulan I 2015. Menurunnya rasio LDR ditopang oleh peningkatan jumlah DPK dari Rp682 miliar menjadi Rp714 miliar. Sementara pada sisi penyaluran dana, kredit BPR mengalami kontraksi dari 6,08% (yoy) menjadi 1,56% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 4.1 dan Grafik 4.2). Adapun aset BPR tumbuh melambat sebesar 9,79% (yoy) pada triwulan laporan dari 14,99% (yoy) pada triwulan IV 2014. 1,400
Aset
Rp Miliar
1,200
DPK
80
%, yoy
gAset - Skala Kanan
1,000
70
1,200
60
1,000
Kredit
LDR - Skala Kanan
%
Rp Miliar
200
50
800
40
600
30 20
400
800
150
600
100
400
10
200
0
0
(10) I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I 2015
Grafik 4.3. Perkembangan Aset BPR
250
50
200 0
0 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I 2015
Grafik 4.4. Perkembangan Intermediasi BPR
4.2. Stabilitas Sistem Keuangan 4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Di triwulan I 2015, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit korporasi (bukan lembaga keuangan dan sektor swasta lainnya) pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp18,85 triliun, dengan pangsa terbesar adalah sektor perdagangan yaitu sebesar 50,14%. Adapun untuk porsi kredit yang ditujukan pada sektor pertanian dan pertambangan masih relatif kecil dimana masing-masing tercatat sebesar 0,82%, dan 1,78%. Rendahnya porsi sektor pertanian dan sektor pertambangan menunjukkan bahwa peran perbankan bagi sektor utama, khususnya sektor primer, masih memiliki ruang untuk ditingkatkan (Grafik 4.5). Terkait aspek pertumbuhan, total kredit tercatat tumbuh 25,71% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2014 20,36% (yoy). Faktor pendorong akselerasi kredit tersebut adalah kredit sektor konstruksi, dan industri yang masih-masing tumbuh sebesar 64,22% (yoy), dan 49,60% (yoy), lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 55,02% (yoy) dan 29,01% (yoy). Pertumbuhan yang tinggi pada sektor konstruksi terutama untuk menunjang proyek infrastruktur di Sulsel serta pembiayaan bagi konstruksi perumahan. Tingginya pembiayaan konstruksi perumahan merupakan salah satu indikasi awal adanya shifting sumber pendanaan dari developer perumahan yang semula lebih banyak mengandalkan dana KPR dari konsumen beralih sebagian ke kredit konstruksi. Sebaliknya kredit pada sektor pertanian dan pertambangan menahan laju pertumbuhan kredit korporasi lebih tinggi. Kredit pertambangan melanjutkan tren perlambatan dimana pada triwulan laporan tumbuh sebesar 14,72% (yoy) lebih rendah daripada pertumbuhan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
53
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
triwulan sebelumnya (27,99%, yoy). Sementara kredit sektor pertanian justru mengalami kontraksi atau mengalami pertumbuhan sebesar -8,73% (yoy). %, yoy
Pangsa Triwulan I - 2015 Pertanian (0,82%) Pertambangan (1,78%)
%, yoy
70
120
60
100
50
80
40
60 40
30
Industri (9,60%)
20
20
Konstruksi (21,37%)
0
10
-20
0
PHR (50,14%)
(10)
Jasa Dunia Usaha (8,39%) Lain-lain (7,90%)
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
I
II
III
I
-40
2015
-60
IV
2014
(20)
-80
(30)
-100
(40)
-120 Total
Grafik 4.5. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi
Pertanian
Industri
Konstruksi
PHR
Pertambangan - rhs
Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Dari sisi kualitas, penyaluran kredit korporasi melanjutkan trend perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari NPL tercatat sebesar 5,71% setelah sebelumnya tercatat sebesar 5,97% (Grafik 4.7). Meskipun mengalami perbaikan, NPL korporasi tetap perlu diwaspadai karena lebih tinggi diatas treshold 5%. Kondisi tersebut didorong oleh kualitas kredit sektor pertambangan dan konstruksi yang perlu mendapatkan perhatian khusus dikarenakan memiliki NPL yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 24,76% dan 6,98%. Tingginya NPL kredit sektor pertambangan salah satunya disebabkan oleh kebijakan hilirisasi Minerba atau larangan ekspor bijih mineral yang berdampak terhadap penurunan penjualan sehingga repayment capacity sektor korporasi mengalami penurunan. Adapun untuk NPL sektor konstruksi salah satunya disebabkan oleh adanya mismatch antara cash flow pembayaran angsuran dan bunga dari developer perumahan dengan penghasilan yang diperoleh dari penjualan rumah. Pertumbuhan kredit konstruksi yang tinggi perlu diiringi dengan pengelolaan cash flow yang lebih baik sehingga tidak berdampak terhadap NPL. Sementara NPL kredit sektor pertanian dan perdagangan masih relatif aman. NPL kedua sektor tersebut tercatat sebesar 4,53% dan 4,90% atau mengalami perbaikan kualitas dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 21,20% dan 5,15% . Adapun kredit sektor industri meskipun mengalami peningkatan NPL dari 2,88% pada triwulan IV2014 menjadi 3,28% pada triwulan laporan, namun masih relatif aman atau dibawah ambang psikologis 5%. % 16
% 30
14
25
12
20
10
15
8
10
6
5
4 2
0
0
(5) I
II
III
IV
I
2012
Total
Industri
II
III 2013
Konstruksi
PHR
IV
I
II
III 2014
Pertanian - rhs
IV
I 2015
Pangsa Triwulan I 2015 Kredit Pemilikan Rumah, KPR (34.7%) Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (11.2%) Kredit Multiguna (39.7%)
Kredit Rumah Tangga Lainnya (2.0%) Kredit Lain-lain (12.3%)
Pertambangan - rhs
Grafik 4.7. NPL Kredit Korporasi
Grafik 4.8. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga
Sejalan dengan kinerja kredit, penghimpunan dana pihak ketiga dari sektor korporasi juga mengalami akselerasi pertumbuhan. DPK sektor korporasi pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp4,67 triliun atau tumbuh sebesar 27,74% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (6,03%, yoy). Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh giro dan deposito yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi yaitu sebesar 34,09% (yoy) dan 25,27% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya (5,59%, yoy dan 10,97%, yoy). Komposisi DPK dari sektor korporasi relatif tidak mengalami perubahan dengan kontributor terbesar adalah giro (58,68%) diikuti deposito (28,20%) dan tabungan (13,12%). Tingginya penempatan sektor korporasi di perbankan dalam bentuk giro mengindikasikan dana lebih banyak dimanfaatkan untuk mendukung transaksi usaha dibandingkan memperoleh keuntungan dari pendapatan bunga.
54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN %, yoy
% 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
140 120 100
80 60 40 20
I
0 I
II
(20)
III
IV
2012 DPK
I
II
III
IV
I
2013 Giro
II
III
IV
2014 Tabungan
II
I
III
IV
I
II
2012
2015
Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Korporasi
IV
I
II
2013
Deposito
Deposito
III
III
IV
I
2014
Tabungan
2015
Giro
Grafik 4.10. Komposisi DPK Korporasi
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Kredit mutiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi pangsa yang terbesar dalam struktur kredit rumah tangga pada triwulan I 2015. Dari total kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar Rp35,87 triliun, kredit multiguna dan KPR memiliki pangsa mencapai lebih dari 30%, disusul kredit kendaraan bermotor (KKB) dan terakhir kredit rumah tangga lainnya (termasuk di dalamnya adalah kredit untuk perlengkapan/peralatan rumah tangga maupun kebutuhan rumah tangga lainnya) yang memiliki pangsa terkecil (Grafik 4.8). Adapun kredit lain-lain merupakan kredit bukan lapangan usaha, serta kredit yang belum diklasifikasikan secara jelas. Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat perlambatan kinerja pada triwulan I 2015. Kredit kepada sektor rumah tangga pada triwulan sebelumnya tumbuh 6,16% (yoy) turun menjadi 5,88% (yoy) pada triwulan laporan. Penurunan terjadi dikredit pemilikan rumah, kredit rumah tangga lainnya dan kredit lain-lain dari 10,57% (yoy), -22,28% (yoy) dan -44,91% (yoy) menjadi 8,86% (yoy), -23,49% (yoy) dan -45,57% (yoy) pada triwulan I-2015. Sementara itu, KKB dan kredit multiguna mengalami peningkatan yaitu masing-masing 36,32% (yoy) dan 33,75% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 38,23% (yoy) dan 36,22% (yoy) pada triwulan I 2015 (Grafik 4.11). Kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap terjaga pada tingkat yang aman. Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki NPL di bawah batas aman 5%. Rasio NPL tercatat sedikit meningkat dari 1,72% menjadi 1,98% pada triwulan laporan. KPR yang mencatat angka NPL tertinggi tetap memiliki rasio yang masih aman sebesar 3,84%. Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sulsel masih cukup baik hingga triwulan I 2015 (Grafik 4.12). Total KKB Multiguna - Skala Kanan
%, yoy
60
KPR %, yoy RT Lainnya - Skala Kanan 450
40
350
20
250
0 150
(20)
50
(40) (60)
(50) I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I 2015
Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Total 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
KPR
KKB
RT Lainnya
Multiguna
%
I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II
III
IV
2014
I 2015
Grafik 4.12. NPL Kredit Rumah Tangga
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dari sektor rumah tangga mengalami akselerasi pertumbuhan didorong oleh deposito dan tabungan. Ditengah perlambatan kredit kepada sektor rumah tangga, penghimpunan dana pihak ketiga pada triwulan I 2015 tumbuh sebesar 11,76% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya (10,18%, yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh deposito dan giro yang mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, masingmasing sebesar 26,93% (yoy) dan 22,82% (yoy). Adapun untuk tabungan mengalami perlambatan pertumbuhan dari 7,06% (yoy) pada triwulan IV 2014, menjadi tumbuh sebesar 4,42% (yoy) pada triwulan laporan. Meskipun mengalami perlambatan komposisi DPK sektor rumah tangga masih didominasi oleh tabungan (62,21%), diikuti deposito (32,96%) dan giro (4,82%).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
55
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN %, yoy
% 100
80
90 60 40 20 0 I (20)
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
I 2015
80 70 60 50 40 30 20 10 0 I
(40) DPK
Giro
Tabungan
Deposito
Grafik 4.13. Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
II
III
IV
I
II
2012 Deposito
III
IV
2013 Tabungan
I
II
III
2014 Giro
IV
I
2015
Grafik 4.14. Komposisi DPK Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi mengalami peningkatan. Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia pada triwulan I 2015, mayoritas pengeluaran rumah tangga pada triwulan I 2015 digunakan untuk konsumsi (68,30%), kemudian untuk pembayaran cicilan pinjaman (pokok dan bunga) sebesar 20,06% dan sisanya ditabung sebesar 11,63%. Hasil Survei juga menunjukkan komposisi pengeluaran untuk konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan komposisi pengeluaran untuk konsumsi periode yang sama tahun sebelumnya (67,54%). Kenaikan barang-barang sebagai dampak dari kebijakan harga BBM ditengarai menjadi salah satu faktor meningkatknya komposisi pengeluaran untuk konsumsi. Kemampuan rumah tangga untuk membayar kembali hutangnya masih cukup terjaga. Meskipun pengeluaran untuk konsumsi meningkat sebagai akibat kenaikan harga barang/jasa, porsi pengeluaran untuk cicilan pinjaman (debt service ratio) yaitu sebesar 20,06%, masih lebih rendah dibandingkan dengan persyaratan yang biasa ditetapkan bank bagi calon debitur yaitu sekitar 30% dari penghasilan. Peningkatan pengeluaran untuk konsumsi direspon dengan pengurangan porsi untuk tabungan, sehingga kewajiban untuk membayar cicilan hutan dan bunga masih relatif terjaga. Tabungan 11,63%
Tabungan 12,44%
Cicilan 20,06%
Cicilan 20,02%
Konsumsi 67,54%
Grafik 4.15. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2014
Konsumsi 68,30%
Grafik 4.16 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Tw I - 2015
4.3. Pengembangan Akses Keuangan Penyaluran kredit bagi UMKM pada triwulan I 2015 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM tercatat tumbuh melambat sebesar 10,49% (yoy) pada triwulan laporan setelah sebelumnya sebesar 12,11% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total kredit adalah 32,15% atau sebesar Rp27,42 triliun. Dari nilai tersebut, sekitar 68% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.10). Angka NPL kredit UMKM meningkat melewati batas aman (5%) pada triwulan I 2015 sebesar 5,21% setelah pada triwulan sebelumnya mencapai 4,81% (Grafik 4.17). Peningkatan NPL kredit UMKM didorong oleh Peningkatan NPL pada hampir semua sektor terutama sektor pertambangan, industri pengolahan, konstruksi, perdagangan, pengangkutan dan jasa sosial masyarakat. UMKM sektor konstruksi mencatat NPL tertinggi pada periode laporan.
56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
NPLs UMKM 6
Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan %, yoy
%
Pangsa Kredit UMKM
35
Modal Kerja
30
5
25
4
Total Kredit UMKM Produktif + Konsumtif 32%
20
3
15
2
10
1
Total Kredit Non-UMKM 68%
5
0
0 I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
Investasi
31%
69%
I
2015
Grafik 4.17. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM
Grafik 4.18. Pangsa Kredit UMKM
Upaya pengembangan akses keuangan memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan berupaya memberikan dan memfasilitasi kegiatan edukasi keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai produk dan jasa keuangan serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pada umumnya untuk menabung dan melakukan pengelolaan keuangan. Pada Maret 2015, telah dilakukan kegiatan edukasi keuangan, elektronifikasi dan keuangan inklusif kepada petugas penyuluh lapangan dan petani di Kabupaten Bone yang diikuti oleh 120 orang. Selain itu pada tanggal 17-19 November 2014 telah dilakukan pelatihan kewirausahaan di Kota Palopo yang diikuti oleh 60 UMKM terpilih. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung perkembangan sektor perdagangan, mengembangkan wirausaha mandiri di sektor riil dan UMKM melalui penguatan pembiayaan inklusif dan inovatif. Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, sementara sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel tetap menunjukkan tren peningkatan, dimana pada triwulan laporan rasio tersebut tercatat sebesar 138,77%. Rasio yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan dimana terdapat kab/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti Makassar, Parepare dan Palopo. Adapun Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Tana Toraja merupakan Kab/Kota yang memiliki rasio yang cukup rendah. Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota terkecuali Parepare dan Makassar.
Palopo
Makassar
Pare-Pare
Luwu Utara
Luwu Timur
Luwu
Wajo
Bone
Barru
Tana Toraja
2015
Pinrang
2014
Enrekang
2013
Sidrap
2012
Soppeng
2011
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja - rhs Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja Grafik 4.13. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel
Pangkep
2010
Kep. Selayar
15 Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb
Sinjai
17
Maros
19
Gowa
21
Takalar
23
Bantaeng
25
% 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Jeneponto
% 27
Bulukumba
% 155 135 115 95 75 55 35 15
Rasio kredit thd penduduk angk kerja yg bekerja Rasio DPK thd penduduk angk kerja yg bekerja
Grafik 4.4. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
57
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Boks 4.A.
Pemetaan Daerah Potensial Dalam Rangka Implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD)
Bank Indonesia mencatat bahwa sekitar 52 persen penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan dan sekitar 60 persennya tidak memiliki akses ke jasa keuangan formal pada tahun 2014. Dari sekitar 12,49% penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, sekitar 64 persen tinggal di daerah pedesaan. Angka-angka ini, ditambah dengan kondisi sebaran geografis dari kepulauan Indonesia, menunjukkan pentingnya bagi strategi nasional keuangan inklusif untuk memberi perhatian khusus kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil. Kesenjangan akses ke jasa keuangan untuk kategori ini sebagian dapat diatasi dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (misalnya, mobile money untuk memfasilitasi transfer dan transaksi pembayaran antar pulau, serta antar pedesaan dan perkotaan). Jaringan perbankan masih perlu dikembangkan untuk menjangkau daerah terpencil. Nurtjipto (2012) menginformasikan bahwa di Indonesia kondisi layanan keuangan jasa dan produk perbankan kepada 237 juta jiwa penduduk di 253 Kabupaten, 91 Kotamadya di 33 Provinsi, dilayani oleh 122 Bank dengan jaringan Bank sebanyak 41.989 buah yang terdiri atas Kantor Cabang (KC) sebanyak 3.165 kantor, KCP sebanyak 11.135 kantor, Kantor Kas (KK) sejumlah 4.544 kantor, dan mesin ATM sebesar 21.415 mesin. Jumlah jaringan pelayanan Bank Umum dirasakan masih kurang, karena 1 jaringan (KC, KCP, KK, dan ATM) rata-rata melayani 5.528 orang. Terlebih lagi masih banyaknya daerah remote yang tidak terjangkau oleh jaringan perbankan. Bank Indonesia melakukan inovasi untuk meningkatkan keterjangkauan layanan keuangan oleh masyarakat. Dalam rangka memperluas jangkauan layanan keuangan, khususnya bagi masyarakat unbanked dan underbanked, Bank Indonesia melakukan inovasi dengan menyelenggarakan Layanan Keuangan Digital (LKD) yang dahulu di sebut dengan Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran dan Perbankan Terbatas melalui Unit Perantara Layanan Keuangan (UPLK) atau branchless banking. LKD ini akan memberikan kesempatan kepada masyarakat marjinal untuk mendapatkan layanan keuangan dengan aman dan biaya terjangkau, serta tanpa menggunakan kantor cabang bank tradisional. Melalui LKD, akses layanan keuangan yang sesuai kebutuhan masyarakat dapat diperoleh melalui Agen Digital (Agen LKD) atau dengan teknologi menggunakan telepon genggam. Implementasi LKD di awali dengan uji coba branchless banking melaui UPLK yang berlangsung sejak bulan Mei hingga November 2013. Uji coba dilakukan oleh 5 bank (Mandiri, BRI, BTPN, BSHB dan CIMB Niaga) dan 2 telco (Indosat dan XL Axiata) di 28 Kecamatan dari 5 Provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatera Selatan). Hasil evaluasi uji coba tersebut menunjukan hasil yang cukup memuaskan baik dari penyelenggara uji coba maupun nasabah yang menggunakan layanan yang dimaksud. Jumlah agen LKD yang di digunakan bank dan telco dalam melakukan LKD meningkat pesat hingga 150 agen, dengan jumlah nasabah mencapai 2.833 oang (rekening) dalam periode uji coba. Bank Indonesia memperluas LKD ke selain wilayah uji coba. Agar akses terhadap layanan keuangan pada akhirnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, maka LKD harus dapat dilakukan di seluruh daerah dan tidak terbatas hanya pada wilayah uji coba saja. Untuk mewujudkan hal tersebut, sebelumnya di perlukan identifikasi daerah yang memungkinkan LKD dapat diimplementasikan. Pemetaan ini akan menjadi pertimbangan implementasi LKD pada prioritas daerah yang membutuhkan, sehingga pemanfataannya dapat tepat sasaran dan lebih optimal. Adapun tujuan dilakukan identifikasi potensi daerah dalam rangka implementasi LKD adalah: 1. Mengukur variabel-variabel yang menentukan potensi suatu daerah dapat mengimplementasikan LKD. 2. Melakukan identifikasi dan menentukan priorotas daerah (skala Kabupaten atau Kecamatan) yang berpotensi dijadikan sebagai daerah implementasi LKD. 3. Melakukan identifikasi unit ekonomi lokal/setempat yang berpotensi menjadi agen LKD. 4. Pada akhirnya identifikasi daerah ini akan mendukung peningkatan akses masyarakat terhadap layanan keuangan. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan identifikasi dalam rangka mempercepat implementasi Layanan Keuangan Digital (LKD) di Sulawesi Selatan. Dari hasil pemetaan dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) Kabupaten yang memiliki potensi relatif tinggi sebagai target pengembangan LKD, yaitu: Kabupaten Bulukumba (skor nilai 81,63); Kabupaten Pinrang (skor nilai 81,14) dan Kabupaten Luwu (skor nilai 74,58). Adapun faktor yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan atau menilai tingkat potensi dari suatu wilayah adalah sebagai berikut: 1. Dimensi penetrasi (bank dan komunikasi) 2. Dimensi penggunaan (kredit dan tabungan)
58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
3. 4. 5.
Dimensi ketersediaan layanan (jumlah kantor cabang bank, jumlah penduduk dewasa, jumlah ATM, jumlah BPR, jumlah koperasi dan luas wilayah) Dimensi aktivitas ekonomi (jumlah total PDRB daerah) Dimensi infrastruktur (transportasi, telekomunikasi, dan ketersediaan unit ekonomi lokal)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
59
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Boks 4.B.
Mengenal Kebijakan Makroprudensial
Kebijakan makroprudensial merupakan fenomena baru dalam kebansentralan, dimana sasaran utamanya ditujukan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik di suatu sistem keuangan. Berbeda dengan kebijakan moneter yang sudah jauh lebih dulu berkembang dan memiliki transmisi kebijakan yang telah teridentifikasi dengan baik, kebijakan makroprudensial masih dalam tahap awal pengembangan dan transmisi risiko sistemik masih harus terus diidentifikasi dan dibuktikan secara empiris. Terdapat beberapa literatur yang mencoba mendifinisikan kebijakan makroprudensial, salah satunya adalah BIS (Bank for International Settlements) yang mengartikan kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditujukan untuk membatasai risiko dan biaya krisis sistemik. Sementara ECB (European Central Bank) mendifinisikan kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, termasuk dengan memperkuat ketahanan sistem keuangan dan mengurangi penumpukan risiko sistemik, sehingga memastikan keberlanjutan kontribusi sektor terhadap pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan definisi dari ECB maupun BIS, Bank Indonesia mendefinisikan kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditetapkan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, serta mendukung stabilitas moneter dan stabilitas sistem pembayaran. Implementasi kebijakan makroprudensial dilakukan melalui instrumen makroprduensial dapat berupa ketentuan maupun pedoman yang melibatkan indikator makroprudensial dengan proses yang dijalankan oleh institusi keuangan baik dalam mengelolan usahan maupun interaksi dengan otoritas dan sektor riil. Pengaturan makroprudensial dilakukan dengan menggunakan instrumen pengaturan, antara lain untuk: 1. Memperkuat ketahanan permodalan dan mencegah leverageyang berlebihan. 2. Mengelola fungsi intermediasi dan mengendalikan kredit, resiko likuiditas, risiko nilai tukar, dan risiko suku bunga, serta risiko lainnya yang berpotensi menjadi risiko sistemik. 3. Membatasi konsentrasi eksposur 4. Memperkuat ketahanan infrastruktur keuangan 5. Meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan Terdapat beberapa negara yang telah mengimplementasikan instrumen makroprudensial untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Contoh negara dan instrumen yang telah diterapkan di negara lain adalan sebagai berikut: Instrumen Mitigasi Risiko Kredit 1. Pembatasan pertumbuhan 2. Pembatasan LDR 3. LTV 4. Dynamic Provisioning Mitigasi Insolvency 1. Pembatsan debt to income ratio 2. Leverage Ratio 3. Permodalan Mitigasi Resiko Pasar 1. Pembatasan posisi valas 2. Pembatasan kredit valas Mitigasi Riskiko Likuiditas 1. Minimun liquidity mismatch ratio 2. Minimun core funding ratio 3. Reserve requirement 4. Pematasan eksposur interbank
60
Negara Yang Menerapkan 1. 2. 3. 4.
Brazil, Kuwait, UK Bulgaria, Kroasia, Hongkong, Kuwait, Indonesia Tiongkok, Hongkong, Korea, Hungaria, Indonesia’ Kolombia, Bolivia, Uruguay, Peru, Spanyol
1. 2. 3.
Korea Kanada Brazil, Saudi Arabia, Bulgaria
1. Brazil, Kolombia, Mexico, Peru, Indonesia 2. Hungaria 1. 2. 3. 4.
New Zealand New Zealand Bulgaria, Kolombia, Peru, Romania Euro area
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
Di Indonesia telah dikeluarkan beberapa instrumen makroprudensial seperti loan to value (LTV), GWM LDR, posisi devisa netto (PDN), Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), dan rasio kredit UMKM. Aspek/tujuan dan target dari pengaturan tersebut adalah sebagai berikut: No.
Instrumen Pengaturan
1.
Loan To Value (LTV)
2.
GWM LDR
3.
Posisi (PDN)
4.
Transparansi SBDK
Pengaturan persyaratan transparansi SBDK merupakan upaya untuk meningkatkan efisiensi perbankan dengan mendorong kompetisi yang sehat antar bank dalam menentukan tingkat bunga kredit.
5.
Rasio Kredit UMKM
Bertujuan untuk mendorong intermediasi yang seimbang dan inklusif.
Devisi
Aspek Makroprudensial 1. Mengurangi build-up risiko sistemik dari peningkatan harga aset (properti/rumah) dan terkonsentrasinya kredit pada sektor tertentu. 2. Penetapan LTV diharapkan mampu: a. mengurangi excessive risk taking pada sektor/konsentrasi tertentu (menghambat credit cycle) sehingga mengurangi perilaku prosiklikalitas. b. Meningkatkan ketahanan bank melalui loss given default yang lebih rendah. Bertujuan mengurangi build-up risiko sistemik melalui pengendalian fungsi intermediasi perbankan sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan perekonomian serta menjaga likuiditas perbankan.
Netto
Bertujuan mengurangi perilaku ambil risiko yang berlebihan serta build-up risiko sistemik yang bersumber dari currency mismatch yang berlebihan pada industri perbankan. Selain itu, ketentuan PDN juga sejalan dengan tujuan bank sentral menjaga stabilitas Rupiah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
61
BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
5. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
Bab 5 Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Perkembangan kinerja sistem pembayaran menunjukkan perlambatan pada triwulan I 2015. Transaksi keuangan non-tunai melalui Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) menunjukkan tren pertumbuhan yang menurun, sejalan kebijakan pembatasan nominal transaksi keuangan melalui RTGS. Namun demikian, transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga mengalami perlambatan di triwulan I 2015. Hal ini sebagai indikasi bahwa ekonomi cenderung melemah pada triwulan I 2015. Sementara di sisi layanan uang tunai, terjadi peningkatan inflow ke Bank Indonesia. Faktor musiman memengaruhi terhadap pergerakan aliran uang kartal net inflow pada triwulan I 2015, sebagaimana tren yang sama dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung inflow di awal tahun. Hal ini mengindikasikan ekonomi cenderung belum berputar secara optimal. Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Langkah Bank Indonesia dalam mewujudkan clean money policy juga senantiasa terus dilakukan melalui kegiatan pengelolaan uang tunai oleh Bank Indonesia melalui pembukaan layanan penukaran uang, kas keliling, remise, pemusnahan uang tidak layak edar, dan edukasi ciri-ciri keaslian mata uang.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
63
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran 5.1.1 Perkembangan Transaksi RTGS Pada triwulan I 2015, transaksi non-tunai melalui sarana RTGS mengalami tren pertumbuhan yang menurun. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulsel di triwulan I 2015 sebesar Rp51,51 triliun atau tumbuh hingga 6,6% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan triwulan IV 2014 sebesar Rp78,90 triliun yang mencatat pertumbuhan 6,66% (yoy). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran transaksi yang masuk (to/incoming) ke perbankan Sulsel dengan nilai Rp32,77 triliun, lebih tinggi dari aliran transaksi yang keluar (from/outgoing) dari perbankan Sulsel yang tercatat sebesar Rp14,45 triliun maupun dari aliran transaksi antarbank yang ada di Sulsel (from-to) sebesar Rp4,29 triliun. Penurunan secara tahunan ini merupakan dampak dari diberlakukannya kebijakan pembatasan nominal transaksi RTGS per 15 Desember 2014. Pertumbuhan aliran transaksi RTGS baik yang masuk ke Sulsel, yang keluar dari Sulsel, serta antara bank-bank di Sulsel menunjukkan perlambatan pada triwulan laporan. Transaksi RTGS dari perbankan di Sulsel kepada perbankan di luar Sulsel mengalami kontraksi pada awal triwulan 2015 yaitu dari 24,93% (yoy) menjadi -7,73% (yoy) (Grafik 5.1). Perlambatan juga terjadi pada transaksi antarbank di Sulsel yakni sebesar -9,65% (Grafik 5.2). Sementara transaksi RTGS yang masuk ke perbankan Sulsel dari perbankan di luar Sulsel mengalami ekspansi pada triwulan I-2015 yaitu sebesar 17,51% (yoy) setelah sebelumnya tercatat melambat sebesar -0,27% (yoy) (Grafik 5.2). RTGS From
Rp Triliun 30
RTGS From-To
%, yoy
gRTGS From - Skala Kanan
25 20
30 25
12
100
20
10
80
15
15
10 5
10 5 0 I
II
III
IV
I
2011
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
RTGS To
Rp Triliun
gRTGS To - Skala Kanan
40
6
20
0
4
0
(5)
2
(20)
(10)
0
(40) I
II
2015
III
IV
I
2011
30
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
I 2015
Grafik 5.2. Transaksi RTGS From-To (antarbank di Sulsel)
7
50 40
Inflow
Rp Triliun
gInflow - Skala Kanan
%, yoy
10 0
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
300
250
6
200
5
150
4
20
I
120
60
8
I
%, yoy
%, yoy
Rp Triliun
Grafik 5.1. Transaksi RTGS From/Outgoing (dari Bank di Sulsel)
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
gRTGS From-To - Skala Kanan
14
100 3
50
2
0
(10)
1
(50)
(20)
0
(100)
I 2015
Grafik 5.3. Transaksi RTGS To/Incoming (ke Bank di Sulsel)
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I 2015
Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Inflow
5.1.2 Perkembangan Transaksi Kliring Transaksi non-tunai melalui sarana kliring yaitu kliring debet penyerahan serta kliring kredit mengalami penurunan, pada triwulan pertama tahun 2015. Nilai kliring pada triwulan laporan mengalami penurunan pertumbuhan yaitu sebesar 2,9% (yoy) setelah triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 5,0% (yoy). Penurunan ini terindikasi dari menurunnya rata-rata perputaran harian transaksi kliring pada triwulan I 2015 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan rata-rata perputaran harian tersebut terjadi baik secara nominal maupun volume lembar transaksi (Tabel 5.1). Sementara itu, secara nominal, penolakan warkat (Cek/Bilyet Giro atau BG) menunjukkan peningkatan pada triwulan I 2015 yaitu dari 2,60% menjadi 2,69%. Hal ini sejalan dengan peningkatan dari sisi rasio
64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
penolakan jumlah warkat yaitu dari 1,84% menjadi 2,27%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai transaksi yang warkatnya ditolak pada triwulan I 2015 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. 2012
URAIAN
I
II
2013 III
IV
I
II
2014 III
IV
I
2015
II
III
IV
I
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring Debet Penyerahan - Nominal (triliun rupiah)
9,30
9,44
9,47
10,14
9,74
9,98
10,24
10,67
9,48
9,62
9,72
11,20
9,76
- Lembar (ribuan)
281
284
285
295
284
286
281
290
260
266
261
281
262
- Nominal (triliun rupiah)
0,15
0,15
0,15
0,16
0,16
0,17
0,17
0,17
0,16
0,16
0,16
0,18
0,16
- Lembar (ribuan)
4,47
4,50
4,53
4,68
4,73
4,76
4,68
4,68
4,33
4,43
4,21
4,53
4,30
- Nominal (%)
2,38
2,63
2,34
2,16
2,41
2,75
3,28
2,60
2,61
3,66
2,56
2,60
2,69
- Lembar (%)
2,28
2,59
2,45
2,37
2,38
2,47
2,33
2,17
2,47
2,46
2,30
1,84
2,27
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring Kredit dan Debet Penyerahan
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong (terhadap Kliring Debet Penyerahan)
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
5.2. Pengelolaan Uang Tunai 5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal Pada triwulan I 2015, perkembangan aliran uang kartal di Sulsel menunjukkan net inflow sebesar Rp3,92 triliun. Aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp6,18 triliun pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp5,08 triliun (Grafik 5.4). Selanjutnya, aliran uang yang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp3,87 triliun pada triwulan IV 2014 menjadi Rp2,26 triliun pada triwulan laporan (Grafik 5.5). 6
Rp Triliun
Outflow
%, yoy
gOutflow - Skala Kanan
5 4
3 2 1 0 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
Grafik 5.5. Aliran Uang Kartal Outflow
IV
I 2015
400
5,0
350
4,0
300
3,0
250
2,0
200
1,0
150
0,0
100
(1,0)
50
(2,0)
0
(3,0)
(50)
(4,0)
Rp Triliun
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
I
2013
II
III
2014
IV
I 2015
Grafik 5.6. Selisih Inflow dan Outflow
5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar Bank Indonesia secara berkala terus menjaga ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Selama triwulan I 2015, dalam rangka penerapan clean money policy, di samping membuka layanan penukaran uang terpusat di gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia, telah dilakukan juga kas keliling yang menjangkau seluruh wilayah di Sulselbar, bahkan hingga wilayah terpencil yang cukup sulit dijangkau. Berdasarkan administrasi kegiatan yang ada, dari Januari hingga Maret 2015, kegiatan kas keliling di luar kota Makassartelah dilakukan di Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Tana Toraja, Maros, Wajo, Bone dan Soppeng. Berdasarkan data administrasi Bank Indonesia, kegiatan kas keliling di luar kota Makassar pada triwulan I 2015, per bulan masing-masing telah melayani penukaran uang kepada masyarakat sebanyak Rp3,74 miliar; Rp1,44 miliar; dan Rp5,08 miliar. Di samping itu, kegiatan remise ke luar dari Sulsel juga ditempuh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan dalam melakukan distribusi uang ke daerah lain. Selama periode triwulan I 2015, telah dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yaitu, Ambon (2 Februari 2015), Kendari (17 Februari 2015), dan ke Kupang (2 Maret 2015). Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
65
BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada triwulan I 2015 tercatat sebesar Rp0,92 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp0,40 triliun (Grafik 5.7).
5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan besar masih mendominasi peredaran uang palsu yang ditemukan sebanyak 362 lembar pada triwulan I 2015. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan pada triwulan laporan adalah pecahan Rp50.000 (54,70%), diikuti Rp100.000 (39,50%), Rp20.000 (3,87%), Rp10.000 (0,28%) dan Rp5.000 (1,66%) (Grafik 5.8). Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan juga telah senantiasa melakukan kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Nominal UTLE
Rp Triliun 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0
I
%, yoy 2.000
1.000
39%
Pecahan 50.000
500 0 (500)
II III IV 2011
I
II III IV 2012
I
II III IV
I
2013
II III IV 2014*
Pecahan Lainnya
2015
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
55%
I
Grafik 5.7. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
66
Pecahan 100.000
6%
1.500
Grafik 5.8. Temuan Uang Palsu
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Bab 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Selatan mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2015) atau relatif tidak berubah dari tahun sebelumnya (Februari 2014). Kemudian, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2015 terpantau melemah dibandingkan triwulan IV 2014. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014 baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,5%), relatif lebih baikdibandingkan Sulampua maupun nasional.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
67
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1. Tenaga Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) diSulsel mencapai 5,80% (Sakernas Februari 2015) atau stabil dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 (Februari 2014). Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel naik dari 212,57 ribu orang per Februari 2014 menjadi 218,311 ribu orang per Februari 2015 (Tabel 6.1). Namun demikian, karena jumlah angkatan kerja juga meningkat pada Februari 2015 yang mencapai 3.755,87 ribu orang dari 3.677,57 ribu orang pada Februari 2014 atau naik 78,29 ribu orang. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulsel yang masih tergolong tinggi telah mengakibatkan terjadinya perubahan pola penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian, industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa berhasil menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada sektor primer (sektor pertanian) lebih tinggi hampir 50 ribu pekerja dibandingkan tahun 2013, yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian. Secara pangsa, sektor pertanian masih memegang peranan penting karena menyerap 41,80% dari tenaga kerja produktif di Sulsel pada Agustus 2014, meskipun secara persentase menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sektor industri mengalami kenaikan penyerapan 6 (enam) ribu pekerja atau sebesar 2,89% (yoy) menjadi 202 ribu orang di bulan Agustus 2014. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran mengalami kenaikan sebesar 70 ribu pekerja atau sebesar 11,58% (yoy) menjadi sekitar 673,73 ribu orang. Kenaikan tertinggi dicatat oleh sektor jasa yaitu sebesar 105 ribu pekerja atau sebesar 19,90% (yoy) menjadi sekitar 703,90 ribu orang (Tabel 6.2). Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Februari
KEGIATAN UTAMA
2014
Angkatan Kerja a. Bekerja b. Pengangguran
3,677,576 3,464,719 212,570
Februari 2015
3,755,870 3,537,559 218,311
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
62.0%
62.2%
Tingkat Pengangguran Terbuka Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
5.80%
5.80%
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
KEGIATAN UTAMA Pertanian
Februari 2014 Jumlah
Pangsa
Februari 2015 Pertumbuhan
Jumlah
Pangsa
Pertumbuhan
1,408,447
40.66%
-0.17%
1,449,458
40.97%
2.91%
Industri
231,974
6.70%
2.23%
212,802
6.02%
-8.26%
Perdagangan
729,346
21.05%
6.22%
738,999
20.89%
1.32%
Jasa
644,253
18.60%
2.82%
617,087
17.44%
-4.22%
450,253 3,464,273
13.00% 100.00%
-1.68% 1.62%
519,213 3,537,559
14.68% 100.00%
15.32% 2.12%
Lainnya Total Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja lebih tinggi dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK naik dari 62,0% pada Februari 2014 menjadi 62,2% pada Februari 2015. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2015mencapai 3,75 juta orang, lebih tinggi daripada periode setahun sebelumnya sejumlah 3,67 juta orang (Tabel 6.1). Secara sektoral, ditengarai peningkatan TPAK terjadi karena peningkatan angkatan kerja di sektor pertanian, perdagangan, dan sektor lainnya. Sementara itu, hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan lapangan kerja, menunjukkan hasil yang berbeda. Rata-rata pertumbuhan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini (IKLK) menurun sebesar -7,65% (yoy). Sementara itu, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6) juga mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 6.2). IPD6 di triwulan Iturun sebesar -6,82% (yoy).
68
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini
Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini
6.2. Penduduk Miskin16 Berdasarkan data terakhir, Jumlah penduduk miskin di Sulsel hingga September 2014 menurun dibanding Maret 2014, yang terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di Sulsel mengalami penurunan menjadi 806,35 ribu pada September 2014, dari 864,3 ribu per Maret 2014, atau turun sebesar -7,56% (yoy). Persentase tersebut turun seiring dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin kota mengalami penurunan sebesar -3,82% (yoy) menjadi 154,4 ribu orang (Grafik 6.3). Hal yang sama juga dialami oleh penduduk pedesaan yang mengalami penurunan sebesar -6,45% (yoy), menjadi 651,95 ribu orang (Grafik 6.3). Penduduk miskin di pedesaan menyumbang 80,85% dari total penduduk miskin yang ada, sedangkan sisanya sebesar 19,15% disumbang oleh penduduk kota. 100%
ribu orang 1000 900
10,3%
10,3%
10,3%
800
10,3%
500
80%
30 26,3
930.3
9,8%
880.9 696,6
9,5%
672,3
200
639,7
696,9
701,81 9,5%
651,95
40%
9,4%
30%
150.8
129,2
133,6
148,0 160,5 162,49 154,40
Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
Desa
Kota
% Total Penduduk Miskin - kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan
9,0%
20%
25 20
17,4
50%
9,6%
9,2%
152.8
27,8
70%
60% 9,8%
300
0
10,2% 10,0%
400
100
90%
10,1%
700 600
10,4%
12,1 7,4
12,8
18,4
13,6
10
9,5
8,3
15
5
10% 0%
0
Malut Sulut Sulsel Sulbar Sultra Sulteng Gor Maluku Irjabar Papua
Desa
Kota
% Total Penddk Miskin - kanan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Menurut Provinsi September 2014
Pertumbuhan garis kemiskinan pada September 2014 baik di kota maupun di desa mengalami perlambatan di bandingkan dengan Maret 2014. Perlambatan tersebut sejalan dengan perlambatan inflasi pada September 2014 menjadi sebesar 3,72% (yoy) dari yang sebelumnya sebesar 5,88% (yoy) pada Maret 2014. Turunnya inflasi didorong oleh pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok transpor, serta kelompok pendidikan. Pelemahan tekanan inflasi kelompok bahan makanan terjadi pada komponen volatile food yang didukung membaiknya kondisi cuaca hingga akhir triwulan III 2014 sehingga aktivitas penangkapan ikan juga ikut membaik. Namun demikian, kondisi kemiskinan di atas belum mencerminkan dampak setelah kenaikan harga bahan bakar minyak pada November 2014, sehingga mendorong inflasi pada akhir 2014 meningkat menjadi 8,61% (yoy).
16
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
69
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Sulsel Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln)
Pertumbuhan YoY
Inflasi YoY
Sep-12
Mar-13
Sep-13
Mar-14
Sep-14
Sep-13
Mar-14
Sep-14
Sep-13
Mar-14
Sep-14
Kota
215.790
221.892
235.488
240.276
246.416
9,13%
8,29%
4,64%
7,24%
5,88%
3,72%
Desa
183.959
192.161
207.023
211.271
219.109
12,54%
9,94%
5,84%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Persentase jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain seSulampua. Jumlah penduduk miskin Sulawesi Selatan berada pada urutan ketiga terendah (9,5%) setelah Provinsi Maluku Utara (7,4%) dan Sulawesi Utara (8,3%) (Grafik 6.4). Urutan Provinsi Maluku Utara dan Sulawesi Utara tersebut juga tidak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada Maret 2014. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di Sulampua tercatat sebesar 27,8% dan masih terdapat di Provinsi Papua.
6.3. Rasio Gini17 Gini ratio Provinsi Sulawesi Selatan cenderung meningkat dan lebih tinggi dari provinsi lain di Sulampua. Nilai gini ratio selama lima tahun terakhir (2010 sampai dengan 2014) cenderung terus membesar yang menunjukkan ketimpangan pendapatan penduduk yang semakin besar (Tabel 6.4). Pada 2012, gini ratio Sulsel masih sama dengan nasional yakni 0,41. Namun demikian, pada 2014, gini ratio Sulsel justru meningkat menjadi 0,45 atau lebih tinggi daripada nasional (0,41). Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi Selatan termasuk tinggi. Angka gini ratio tertinggi terjadi di Papua (0,46). Sulsel dan Gorontalo tercatat sebagai provinsi dengan gini ratio kedua terbesar se Sulampua. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Provinsi Maluku Utara. Tabel 6.4. Nilai Gini Ratio
Provinsi
2010
2011
2012
2013
2014
Gorontalo
0.43
0.46
0.44
0.44
0.45
Papua
0.41
0.42
0.44
0.44
0.46
Sulawesi Selatan
0.40
0.41
0.41
0.43
0.45
Sulawesi Tenggara
0.42
0.41
0.40
0.43
0.40
Papua Barat
0.38
0.40
0.43
0.43
0.41
Sulawesi Utara
0.37
0.39
0.43
0.42
0.44
Sulawesi Tengah
0.37
0.38
0.40
0.41
0.35
Maluku
0.33
0.41
0.38
0.37
0.33
Sulawesi Barat
0.36
0.34
0.31
0.35
0.38
Maluku Utara 0.34 0.33 Indonesia 0.38 0.41 Sumber: BookletData Sosial Ekonomi, BPS
0.34 0.41
0.32 0.41
0.32 0.41
6.4. Nilai Tukar Petani18 Indikator kesejahteraan sektor unggulan (pertanian) relatif melemah, tercermin dari turunnya pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata NTP Sulsel pada triwulan I 2015 menurun menjadi sebesar 104,23 lebih rendah dibandingkan rata-rata NTP pada triwulan sebelumnya (105,33) (Grafik 6.5). Penurunan NTP tersebut didorong oleh kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun keperluan produksi pertanian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks harga hasil produksi pertanian. Meskipun rata-rata Indeks yang Diterima Petani naik sebesar 6,78% (yoy) dari sebesar 114,19 pada triwulan I 2014 menjadi sebesar 121,93 pada triwulan I 2015 (Grafik 6.7), namun rata-rata Indeks yang Dibayar Petani pada triwulan I 2015 juga tumbuh tinggi sebesar 7,76% (yoy) dari 108,56 pada triwulan I 2014 menjadi 116,98 pada triwulan I 2015 (Grafik 6.6).
17
Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna. 18 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).
70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani
Peningkatan harga komoditas pangan (inflasi) tidak selalu diikuti perbaikan nilai tukar petani. Keterkaitan (korelasi) antara inflasi dan nilai tukar petani justru negatif (bertolak belakang) (Grafik 6.8). Bahkan pada periode tahun 2012 hingga 2014, negatif dari korelasi tersebut semakin besar, mencapai -0,672 dibandingkan periode tahun 2009 - 2011. Gap antara kenaikan inflasi dan perbaikan NTP semakin meningkat, pada saat terjadi peningkatan harga pangan seperti terjadi pada Januari 2009 (kenaikan harga cabe merah, daging ayam ras, dan bawang merah) dan Juni 2010 (kenaikan harga beras dan cabe merah). Demikian pula saat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi di Juli 2013 dan November 2014, gap antara inflasi dan perkembangan NTP semakin besar.
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
71
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
72
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
7. PROSPEK PEREKONOMIANDAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Bab 7 Prospek Perekonomian dan Rekomendasi Kebijakan Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2015 dan untuk keseluruhan tahun 2015, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,9% - 8,9% (yoy) dan 7,0% - 8,0% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi Sulsel 2015 akan tetap lebih tinggi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh permintaan domestik (konsumsi dan investasi), sementara ekspor luar negeri cenderung masih lemah. Di sisi lapangan usaha, hampir semua sektor meningkat, didukung oleh kebijakan pemerintah dan faktor musiman.
Tekanan harga akhir tahun 2015 diprakirakan akan tetap terkendali, dengan besaran masuk dalam rentang target inflasi nasional. Faktor yang mendorong adalah volatile food karena terkait peningkatan produksi bahan pangan. Namun demikian, perlu diwaspadai untuk tekanan dari sisi administered prices dan inflasi inti, masing-masing karena potensi harga minyak dunia dan peningkatan permintaan masyarakat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
73
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel di triwulan II 2015 diperkirakan akan kembali meningkat, didorong oleh aktivitas semua komponen PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II 2015 diperkirakan kembali dalam arah meningkat dalam kisaran 7,9% - 8,9% (yoy). Dari sisi permintaan, permintaan konsumsi rumah tangga tetap kuat, yang terpantau dari optimisme ekspektasi konsumen dan pedagang (hasil survei penjualan eceran). Investasi meningkat, terutama investasi yang dibiayai pemerintah dan komersial. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan di tahun 2015 akan terjadi pada hampir semua lapangan usaha, terutama untuk sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan penyediaan akomodasi. Faktor pendorong sisi sektoral adalah kebijakan pemerintah dan faktor musiman. Dengan mempertimbangkan kondisi global dan domestik serta perkembangan indikator ekonomi lainnya, perekonomian Sulsel pada tahun 2015 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy), atau cenderung stabil jika dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 (7,57%, yoy). Pertumbuhan ekonomi 2015, diperkirakan masih diwarnai dengan perlambatan permintaan komoditas dari negara mitra dagang yang menyebabkan pelemahan ekspor. Ekonomi global sudah mulai membaik namun tidak secepat prakiraan sebelumnya. Perbaikan berasal dari ekonomi negara maju (Amerika Serikan dan Kawasan Eropa), sementara ekonomi negara berkembang (Asia dan ASEAN) melambat. Dari sisi domestik, kategori utama yang diperkirakan menopang pertumbuhan antara lain pertambangan, konstruksi, perdagangan besar/eceran, transportasi, penyediaan akomodasi, informasi/komunikasi, real estate, dan jasa-jasa. Peningkatan beberapa sektor tersebut terkait beroperasinya tambahan smelter dan kegiatan pendukungnya, mulai beroperasinya hotel di Makassar, serta pembangunan infrastruktur transportasi dan distribusi. 10
%, yoy
9 8 7
6
2013: 8,37%
2012: 7,61%
5
2015: 7,5% - 8,5%
2014: 7,57%
2015 Q4
2015 Q3
2015 Q2
2015 Q1
2014 Q4
2014 Q3
2014 Q2
2014 Q1
2013 Q4
2013 Q3
2013 Q2
2013 Q1
2012 Q4
2012 Q3
2012 Q2
2012 Q1
4
Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya
7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran Komponen sisi konsumsi triwulan II 2015 diperkirakan lebih baik dibandingkan triwulan I 2015. Komponen permintaan yang berasal dari komponen konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah, terkoreksi meningkat setelah melemah pada triwulan I 2015. Indikator meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2015 adalah tendensi ekspektasi konsumen yang kembali membaik (indeks 107,7), disertai dengan peningkatan rencana pembelian barang tahan lama (durable) dengan indeks masih diatas 100. Jenis barang tahan lama yang diperkirakan meningkat (hasil Survei Penjualan Eceran - Bank Indonesia Sulsel), antara lain jenis barang suku cadang/aksesori serta perlengkapan rumah tangga lainnya (semen, pasir, bahan konstruksi, dan alat elektronik). Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan juga cenderung meningkat seiring optimalisasi penyerapan anggaran oleh Pemerintah daerah maupun instansi vertikal di Sulsel. Diperkirakan nominal realisasi belanja rutin pemerintah, belanja modal, maupun dana desa, meningkat signifikan. Dengan perkembangan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2015, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, masingmasing akan tumbuh dalam kisaran 6,0%-7,0% dan 4,6%-5,6%.
74
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
20
120
15
115
10
110
5
105
0
107,7
100
105,5
-5 108,1
95
111,8
110,1
111,1
110,1
108,2
110,7
-10 96,3
-15
90 Sumber : BPS
%, yoy
I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
2014
Indeks Tendensi Konsumen
-20
IIp
I
II
2015
III
IV
I
II
2012
Perkiraan Pendapatan RT
2013
Suku cadang dan aksesori
Rencana pembelian barang durable
Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan BPS Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen
III
IV
I
II
III
IV
2014
I
IIP
2015
Perlengkapan rumah tangga lainnya
Sumber: Survei Penjualan Eceran – BI P) Ekspektasi Pedagang Grafik 7.3. Indeks Penjualan Eceran
100%
60%
89,8%
86,4%
90%
86,4%
50%
80%
40%
70% 60%
52,1%
50% 40%
52,8%
49,6%
30,9%
20%
32,4%
29,5%
30%
30%
29,24%
10%
20% 10,8% 10%
11,7%
10,0%
11,02%
0%
0%
-10% I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
I
II
III
2014
IV
I
II-P
2015
p : perkiraan realisasi triwulan II (data historis)
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Negara Sulsel dan Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sulsel (Realisasi s.d. Maret 2015) Grafik 7.4. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah
Komponen investasi Sulsel diprakirakan akan membaik pada triwulan II 2015 dan meningkat pada keseluruhan 2015. Beberapa proyek pemerintah dan swasta, sesuai rencana akan dimulai pelaksanaannya pada triwulan II 2015 yaitu senilai Rp5,74 triliun atau tumbuh -7,4% (yoy), mulai membaik jika dibandingkan triwulan I 2015 yang tumbuh -62,6% (yoy). Mulai triwulan II 2015, beberapa proyek pemerintah dijadwalkan mulai berjalan dengan nilai Rp694,22 miliar (tumbuh 113,4%), yaitu antara lain : 1. Pembangunan Jalan (Rp372,55 miliar) berlokasi di Tana Toraja, Watampone, Takalar, Makassar, Luwu Utara, Luwu Selatan. 2. Gedung perkantoran(Rp152,01 miliar) berlokasi di Maros, Pangkep, Palopo, Gowa, Bulukumba. 3. Rumah Susun (Rp63 miliar) berlokasi di Soppeng, Enrekang, Makassar, Barru, Pinrang, Parepare, Maros, Bantaeng, Sengkang, Palopo, Gowa, Bone. 4. Gedung Universitas Hasanuddin (Rp50miliar) berlokasi di Makassar. 5. Tempat Pembuangan Sampah (Rp20 miliar) berlokasi di Bantaeng, Rantepao. 6. Bandara Pongtiku (Rp14,7miliar) berlokasi di Tana Toraja. 7. Pembangkit listrik (90 Kw) (Rp11,96 miliar) berlokasi di Gowa. 8. Pusat Kesehatan (Rp10 miliar) berlokasi di Makassar. Sementara proyek swasta yang dimulai pada triwulan II 2015 diperkirakan senilai Rp5,05 triliun (tumbuh -14,1%) antara lain : 1. Pembangkit listrik/power plant sebesar 2 X 2,3 MW; 1 X 1,5 MW; dan 2 X 60 MW senilai Rp2,47 triliun berlokasi di Enrekang, Bantaeng, Palopo, dan Luwu Timur. 2. Pabrik smelter Cinta Jaya (Rp800miliar) berlokasi di Bantaeng. 3. Pusat perbelanjaan (Rp725 miliar) berlokasi di Makassar. 4. Hotel dan resort (Rp460miliar) berlokasi di Makassar. 5. Rumah Residensial dan Apartemen (Rp280 miliar) berlokasi di Makassar, Gowa, dan Maros 6. Pergudangan (Rp90 miliar) berlokasi di Makassar. 7. Perkantoran (Rp36,9 miliar) berlokasi di Makassar dan Maros. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
75
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Sulsel
Proyek dimulai Tw I 2014
Proyek dimulai Tw II 2014
Proyek dimulai Tw III 2014
Proyek dimulai Tw IV 2014
Total 2014
Tabel 7.1. Daftar Pembangunan Proyek Oleh Pemerintah dan Swasta Keterangan Keterangan Perkembangan Sulsel Kepemilikan Nilai Kepemilikan Nilai (yoy) Total 2.644.492 Total 988.706 -62,6% Pemerintah 1.034.610 Proyek dimulai Pemerintah 264.570 -74,4% Commercial 1.608.682 Tw I 2015 Commercial 716.536 -55,5% Perseorangan 1.200 Perseorangan 7.600 533,3% Total 6.202.288 Total 5.741.914 -7,4% Pemerintah 325.388 Proyek dimulai Pemerintah 694.222 113,4% Commercial 5.873.900 Tw II 2015 Commercial 5.047.692 -14,1% Perseorangan 3.000 Perseorangan -100,0% Total 1.467.001 Total 9.895.253 574,5% Pemerintah 565.481 Proyek dimulai Pemerintah 790.040 39,7% Commercial 897.320 Tw III 2015 Commercial 9.102.963 914,5% Perseorangan 4.200 Perseorangan 2.250 -46,4% Total 680.663 Total 6.842.080 905,2% Pemerintah 208.613 Proyek dimulai Pemerintah 770.080 269,1% Commercial 469.050 Tw IV 2015 Commercial 6.071.000 1194,3% Perseorangan 3.000 Perseorangan 1.000 -66,7% Total 10.994.444 Total 23.467.953 113,5% Pemerintah 2.134.092 Pemerintah 2.518.912 18,0% Total 2015 Commercial 8.848.952 Commercial 20.938.191 136,6% Perseorangan 11.400 Perseorangan 10.850 -4,8%
Sumber : BCI Asia, 2015
Kinerja ekspor dan impor diprakirakan membaik, termasuk untuk perdagangan antar pulau. Penurunan ekspor Sulsel pada triwulan I 2015 diperkirakan akan membaik pada triwulan II-2015. Rendahnya harga komoditas andalan ekspor disikapi Pemda dengan melaksanakan kebijakan akselerasi ekspor melalui diversifikasi produk dan Negara tujuan ekspor. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Gubernur Sulsel telah mencanangkan kenaikan nilai ekspor non-migas menjadi 3 kali lipat dari kondisi sekarang, kepada setiap Kabupaten diminta agar mempunyai komoditi andalan ekspor. Beberapa indikasi positif berupa mulai pulihnya permintaan negara-negara partner dagang utama Sulsel (Jepang, Tiongkok) memberikan optimisme kenaikan ekspor daerah. Menurut proyeksi World Economic Outlook (IMF) (Tabel 7.1), perkembangan perekonomian tahun 2015 untuk Jepang dan Tiongkok masing-masing tumbuh 1,0% dan 6,8% (proyeksi April 2015), terkoreksi ke atas dibandingkan proyeksi Januari 2015 (masing-masing 0,6% dan 6,8%). Dari sisi domestik, seiring dengan datangnya musim panen sektor pertanian serta persiapan bulan Ramadhan, maka arus perdagangan antar pulau diyakini akan meningkat sesuai pola musimannya. Peran Sulsel sebagai pemasok beras bagi 23 provinsi lainnya serta memasok komoditas pangan lainnya diperkirakan akan meningkat.
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Amerika Serikat Kawasan Eropa Kawasan Asia China Jepang Kawasan ASEAN* Output Dunia
Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara WEO (IMF) WEO (IMF) Jan-15 Apr-15 2014 2015p 2016p 2014 2015p 2,4 3,6 3,3 2,4→ 3,1↓ 0,8 1,2 1,4 0,9↑ 1,5↑ 6,5 6,4 6,2 6,8↑ 6,6↑ 7,4 6,8 6,3 7,4→ 6,8→ 0,1 0,6 0,8 –0,1↓ 1,0↑ 4,5 5,2 5,3 4,6↑ 5,2→ 3,3 3,5 3,7 3,4↑ 3,5→
2016p 3,1↓ 1,6↑ 6,4↑ 6,3→ 1,2↑ 5,3→ 3,8↑
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam p) Proyeksi Keterangan: ↑ Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya → Sama dengan perkiraan sebelumnya ↓ Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
Di sisi harga, harga internasional komoditas pertanian dan pertambangan masih melanjutkan trend pelemahan. Tren harga internasional tersebut diperkirakan mulai membaik pada akhir tahun 2015 dan secara langsung berimbas positif pada peningkatan ekspor. Harga komoditas ekspor utama, yaitu nikel dan kakao yang trennya masih terus menurun, masing-masing tumbuh sebesar -30,52% (yoy) dan -6,0% (yoy), hingga April 2015. Melemahnya harga nikel, karena berkurangnya permintaan industri besi/baja, terutama dari Tiongkok yang merupakan konsumen separuh pasokan logam seluruh dunia. Sementara penurunan harga kakao terkait dengan membaiknya pasokan dunia sepanjang 2015. Harga biji-
76
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
bijian, sebaliknya sepanjang 2015 akan menurun sekitar 5%, lebih rendah dari tahun 2014 yang turun 4,5%. Selain itu, adanya rencana kebijakan pelarangan ekspor rumput laut, diperkirakan akan ikut menekan perkembangan ekspor di Sulsel (lihat boks). 3,5
20%
3
10%
2,5
0%
Harga Internasional Nikel
0%
2012
Harga Internasional Coklat
2013
2014
2015-p
I
II*
III
I
g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
2011
IV
-40% I
0 II
-30%
-40%
III
0,5 IV
-20%
-30%
I
-10%
1
II
1,5
-20%
2015Proyeksi
Sumber: World Bank Grafik 7.5. Perkembangan Harga Internasional Nikel
10%
2
-10%
2015-p
I
II*
III
2014
IV
I
II
III
2013
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2011
IV
I
II
0
20%
III
5.000
40% 30%
IV
10.000
yoy
USD/kg
I
15.000
4
30%
II
20.000
40%
III
yoy
IV
$/mt
25.000
II
30.000
2015Proyeksi
g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.6. Perkembangan Harga Internasional Coklat
Perdagangan dalam negeri (antarpulau) diperkirakan lebih tinggi seiring meningkatnya permintaan menjelang Ramadhan/Lebaran, serta membaiknya fasilitas dan pelayanan antar pulau. Infrastruktur yang semakin membaik akan 19 mendukung perhubungan antar pulau dan memudahkan lalu lintas pengiriman barang antarpulau yang saat ini 20 menggunakan truk dan fasilitas kapal ro-ro. Selain itu, produksi di sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan), diperkirakan meningkat. Stok komoditas pangan di Sulsel cukup memadai untuk satu semester ke depan, yang pada umumnya dikirimkan ke beberapa provinsi.
7.1.2 Prospek Sisi Lapangan usaha Pada triwulan II 2015, hampir semua kategori lapangan usaha (sektor) cenderung meningkat. Lapangan usaha primer, yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan cenderung mengalami peningkatan. Demikian pula dengan perkembangan lapangan usaha sekunder (industri pengolahan), yang meningkat karena mengantisipasi permintaan pada saat ramadhan dan lebaran. Dengan perkembangan di sisi sektoral tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulsel triwulan II 2015 akan berkisar 7,9%-8,9% (yoy). Sehingga dengan perkembangan yang akan terjadi sampai dengan kuartal kedua tersebut, maka pertumbuhan keseluruhan tahun 2015 akan berada pada kisaran 7,0% - 8,0% (yoy). Lapangan usaha pertanian, terutama tanaman bahan makanan, diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 2014. Curah hujan yang cenderung rendah hingga menengah, diperkirakan akan memengaruhi peningkatan produksi sektor pertanian. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga internasional untuk kopi dan coklat mengalami perbaikan sampai dengan triwulan I 2015, sehingga ekspor kedua komoditas tersebut juga terpantau meningkat. Lapangan usaha pertambangan diprakirakan akan tumbuh stabil, seiring strategi perusahaan tambang yang hanya 21 menargetkan peningkatan sedikit produksi . Perusahaan tambang di Sulsel pada tahun 2015, untuk menyiasati penurunan permintaan pasar dunia akan lebih fokus pada pemeliharaan alat produksi, penghematan biaya, dan perluasan wilayah konsesi. Dari sisi harga internasional nikel, hingga April 2015, harga nikel turun -30,52% (yoy) hingga level harga USD 12830,92 per metrik ton. Lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan akan meningkat pada triwulan II 2015. Berdasarkan pola historisnya, menjelang Ramadhan/Lebaran, industri pengolahan bahan makanan meningkatkan produksinya. Faktor cuaca mendukung lancarnya pasokan bahan baku ke industri pengolahan, khususnya industri dengan bahan dasar hasil laut. Selain itu, harga komoditas hasil olahan ikan mengalami peningkatan, diiringi dengan peningkatan ekspor. Nilai ekspor
19
Penambahan dermaga peti kemas, serta mulai beroperasinya lintas penyeberangan Pelabuhan Paciran, Jawa Timur dengan Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru. 20 Pengiriman barang untuk pengiriman dalam partai kecil,dengan metode tersebut mengurangi biaya bongkar muat barang. 21 Setelah mencapai rekor produksi tahun 2014 sebesar 78.726 ton nikel, tahun ini PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) membidik target produksi tumbuh tipis 1,6% menjadi 80.000 ton nikel. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
77
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
hasil olahan ikan pada triwulan I 2015 mencapai 9,9 juta USD mengalami peningkatan 12,46%(yoy), di saat komoditas ekspor yang lain melambat. Lapangan usaha perdagangan besar/eceran kategori diprakirakan masih akan tumbuh meningkat pada triwulan II 2015. Kegiatan perdagangan diperkirakan relatif meningkat terkait factor musiman yanitu datangnya bulan Ramadhan dan Lebaran. Indikasi tersebut sesuai dengan hasil survei penjualan eceran yang dilakukan Bank Indonesia. Indeks penjualan eceran pada triwulan II 2015 meningkat, terutama untuk barang berupa suku cadang/aksesori kendaraan (0,86%; yoy) dan perlengkapan rumah tangga lainnya (3,47%; yoy). Lapangan usaha penyediaan akomodasi diperkirakan meningkat seiring pencabutan kebijakan pelarangan kegiatan di 22 hotel bagi pegawai negeri sipil. Larangan untuk melakukan kegiatan dinas dan penyelenggaraan di hotel untuk pegawai 23 negeri sipil, yang diterapkan pada triwulan IV 2014, telah dicabut pada awal triwulan II 2015 . Dengan adanya revisi aturan tersebut, maka diperkirakan akan memulihkan kembali tingkat okupansi hotel, terutama dengan kategori bintang dua ke bawah. Kenaikan tersebut meskipun positif namun tidak akan memulihkan seperti kondisi sebelum peraturan pemerintah tersebut terbit. Besaran anggaran pemerintah untuk kegiatan rapat diluar kantor yang jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya, tetap akan menjadi pembatas kenaikan kegiatan di hotel tersebut. Berdasarkan perkiraan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), peningkatan tingkat okupansi akan berada di kisaran 40% sampai 50%. Sementara itu, lapangan usaha jasa keuangan diperkirakan sedikit melambat, sebagaimana ekspektasi pelaku perbankan. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan I 2015, memperkirakan perlambatan pertumbuhan kredit triwulan II 2015, seiring permintaan pembiayaan yang masih rendah pada awal tahun dan kebijakan perbankan yang lebih selektif dalam penyaluran kredit baru. Meskipun demikian, hasil dari survei tersebut untuk keseluruhan tahun 2015, 24 kredit akan sebesar 17,1% (yoy) lebih tinggi dari hasil survei sebelumnya (15,7%; yoy) . Perlambatan sektor keuangan tahun 2014 sesuai perkiraan Bank Indonesia, untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global dan domestik, sehingga 25 Bank Indonesia pun hanya memperkirakan pertumbuhan kredit/DPK nasional tahun 2015 berkisar antara 15% - 17% (yoy) sebagaimana dari tahun 2014.
7.2. Prospek Inflasi Laju inflasi triwulan II 2015 secara umum diperkirakan melambat dalam rentang 6,0% - 7,0% (yoy), dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 7,1% (yoy) dengan asumsi harga bakar minyak dalam tren stabil atau turun. Tekanan inflasi yang relatif mereda berasal dari komponen volatile food dan administered prices. Relatif stabilnya inflasi karena pasokan bahan makanan cukup dan distribusi yang lancar, antara lain terpantau dari turunnya harga komoditas daging ayam ras, ikan segar, dan bumbu-bumbuan. Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel senantiasa akan melakukan berbagai langkah koordinasi akan dilakukan untuk meminimalisasi tekanan inflasi. Kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota. Pada triwulan II 2015, TPID akan melakukan koordinasi di tingkat Provinsi untuk mengatisipasi tekanan inflasi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Pemerintah Provinsi Sulsel berkomitmen untuk mencapai tingkat inflasi 2015 sekitar 4%. Seiring dengan upaya tersebut, realisasi bulan April 2015, terjadi inflasi sebesar 0,33% (mtm) atau inflasi 7,10% (yoy).
22
Surat Edaran Mendagri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,menginstruksikan kepada semua kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati, untuk menggelar rapat di kantor masing-masing. PermenPan RB Nomor 6/2015, yang mempersyaratkan rapat di luar kantor dan dibiayai APBN/APBD dapat dilaksanakan di luar kantor, tetapi harus secara selektif dengan memenuhi beberapa kriteria, antara lain bersifat internasional, memiliki urgensi tinggi, terkait pembahasan materi bersifat strategis, atau memerlukan koordinasi lintas sektoral. 24 Statistik Perbankan Indonesia Triwulan I 2015 25 Sambutan akhir tahun Gubernur Bank Indonesia, Pertemuan Tahunan Perbankan, 14 November 2014 23
78
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 10%
Nasional
9%
Sasaran Inflasi 2015: 4% + 1
Sulsel
8%
Inflasi Tahunan
7% 6% 5% 4%
3% 2% 1%
Sasaran Inflasi 2011: 5% + 1 Sulsel 2011: 2,87% Nasional 2011: 3,79%
Sasaran Inflasi 2012: 4,5% + 1 Sasaran Inflasi 2013: 4,5% + 1 Sulsel 2012: 4,41% Sulsel 2013: 6,22% Nasional 2012: 4,30% Nasional 2013: 8,38%
Sasaran Inflasi 2014: 4,5% + 1 Sulsel 2014: 8,61% Nasional 2014: 8,36%
0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 . 12 2011
2012
2013
2014
2015
Grafik 7.7. Perkembangan Laju Inflasi Sulsel dan Proyeksinya
Tekanan inflasi volatile food diperkirakan cenderung turun didukung oleh pasokan yang mencukupi. Dari sisi stok, kecukupan beras akan tersedia untuk 11 bulan ke depan. Ditambah pula hasil prognosa Dinas Pertanian, pada triwulan II 2015, akan terjadi peningkatan produksi dan terjadi surplus untuk komoditas beras, cabai besar, cabai rawit, dan bawang merah. Faktor cuaca pada triwulan II 2015 juga relatif optimal (menengah) untuk penanaman tanaman bahan makanan. April 2015
Mei 2015
Juni 2015
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Grafik 7.8. Prakiraan Curah Hujan Sulawesi Selatan
Inflasi administered prices triwulan II tahun 2015 diperkirakan akan mengalami tekanan inflasi. Risiko inflasi terutama yang bersumber dari administered prices masih perlu diwaspadai, terutama terkait perkembangan harga minyak dunia yang berpengaruh besar terhadap penetapan harga BBM di dalam negeri dan tarif penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL). Harga minyak dunia khususnya MOPS (Mid Oil Platts Singapore) yang menjadi rujukan dalam penetapan harga BBM cenderung naik di awal bulan April 2015. Hal ini juga dikonfirmasi oleh perkembangan harga futures minyak Brent yang dalam tren meningkat hingga akhir tahun 2015. Oleh karena itu, pengendalian harga perlu lebih difokuskan pada respon kebijakan dalam mengantisipasi dampak peningkatan harga BBM terhadap inflasi, khususnya penetapan tarif angkutan. Tekanan inflasi komponen core inflation diperkirakan juga meningkat, didorong oleh ekspektasi konsumen dan pedagang yang cenderung meningkat. Ekspektasi konsumen terhadap harga 3 bulan yang akan datang melambat, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) (Grafik 7.9) dan survei pedagang eceran (SPE) (Grafik 7.10). Survei Konsumen indeksnya relatif meningkat menjadi 179,67 di triwulan II 2015 dan 188,50 di triwulan III 2015, dari triwulan I 2015 sebelumnya (180,83). Demikian pula, indeks ekspektasi pedagang terhadap harga 3 (tiga) bulan yang akan datang relatif meningkat, menjadi 100,17 di triwulan II 2015 dan 100,07 di triwulan III 2015, dibandingkan dari triwulan I 2015 (100,10). Selain itu, harga emas diperkirakan juga dalam tren meningkat sampai dengan akhir tahun 2015.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
79
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
200
100,5
Indeks perubahan harga umum 3 bulan yad
Ekspektasi Harga Umum 3 bln yad
100,4
195
100,3
190
100,2
185
100,1
180
100,0 99,9
175
99,8 170
99,7
165
99,6 99,5
160 IV
I
2013
II
III
IV
I
II
2014
I
III*
III
IV
I
II
2012
2015
Sumber: Survei Konsumen Grafik 7.9. Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Harga 1800
II
yoy
USD/troy onz
40% 30%
1500
20%
1400
10%
2012
2013
Emas
2014
II
III
IV
2014
I
II
III*
2015
2015-p
I
I
II
III
-30% IV
-20%
1000 I
1100 II
-10%
III
0%
1200
IV
1300
I
I
50%
1600
II
IV
Sumber: Survei Penjualan Eceran Grafik 7.10. Indeks Ekspektasi Pedagang terhadap Harga
1700
2011
III
2013
II*
III
III
II
IV
2012
I
I
IV
II
III
III
II
IV
I
2015Proyeksi
g.Emas - sisi kanan
Sumber: World Bank Grafik 7.11. Perkembangan Harga Internasional Emas Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010) Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulsel Sisi Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Impor Sisi Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB Inflasi
2011
2012
2013
6,51 6,61 4,70 12,73 (9,49) (7,08)
6,98 7,14 4,20 15,67 (2,04) 6,11
6,89 (3,80) 9,03 10,08 12,63 6,92 10,35 13,05 8,70 11,81 19,78 11,13 9,00 6,52 10,44 9,04 6,69 8,13 2,87
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah p
proyeksi Bank Indonesia
80
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
2015
2014 IV
Total
I
IIP
Total-P
5,96 10,36 2,70 13,19 3,06 5,36
5,49 4,93 (2,92) 9,03 14,73 9,35
5,92 11,26 1,88 9,40 11,85 (1,64)
5,32 (2,50) 6,99 7,13 (9,37) 0,41
6,3-7,3 4,2-5,2 6,6-7,6 9,3-10,3 6,4-7,4 5,7-6,7
6,0-7,0 2,5-3,5 4,6-5,6 8,5-9,5 1,9-2,9 6,1-7,1
4,58 5,32 8,66 16,24 3,54 9,86 11,86 13,45 11,40 20,60 15,88 10,50 8,02 2,23 7,50 10,67 8,11 8,87
4,93 5,63 9,22 8,19 5,50 10,57 7,23 6,45 6,76 14,07 9,28 8,98 6,97 3,07 7,72 8,25 7,14 7,63
10,40 9,60 15,20 15,00 (1,20) 5,10 3,40 4,80 5,60 6,60 11,90 9,00 7,40 0,70 3,10 3,30 9,40 7,71
10,00 11,40 9,50 10,60 2,10 6,10 7,10 2,10 7,80 5,80 5,90 8,00 6,80 1,00 4,70 10,20 7,60 7,57
2,09 2,83 6,05 7,52 0,58 6,63 5,62 3,60 5,81 7,34 9,18 8,88 4,77 2,47 8,90 7,41 9,42 5,23
7,8-8,8 6,6-7,6 8,9-9,9 7,1-8,1 4,9-5,9 6,7-7,7 8,4-9,4 8,0-9,0 6,6-7,6 8,2-9,2 7,7-8,7 8,0-9,0 8,5-9,5 7,8-8,8 8,7-9,7 7,8-8,8 8,7-9,7 7,9-8,9
5,7-6,7 6,0-7,0 7,7-8,7 6,9-7,9 3,8-4,8 7,1-8,1 7,7-8,7 7,0-8,0 6,8-7,8 7,7-8,7 7,5-8,5 8,5-9,5 7,1-8,1 6,5-7,5 8,3-9,3 7,7-8,7 8,5-9,5 7,0-8,0
4,41
6,21
8,61
8,61
7,13
6,0-7,0
4,0±1,0
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.3. Rekomendasi Kebijakan Untuk mendorong realisasi potensi ekonomi Sulsel yang masih besar serta untuk memperkuat peran Sulsel sebagai ‘simpul utama’ perekonomian Kawasan Timur Indonesia serta implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, berikut kebijakan yang disarankan kepada pemerintah daerah, antara lain: a.
Mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang inklusif melalui: Mendorong peningkatan ekonomi lokal, antara lain menerapkan kebijakan pemakaian seragam batik/tenun khas Sulsel pada hari-hari tertentu, mengkonsumsi makanan-makanan lokal/tradisional termasuk minuman lokal (seperti markisa dll), dsb. Meningkatkan produksi sektor primer, Menjaga dan meningkatkan iklim investasi daerah Mendorong hilirisasi industri pengolahan, dan Mendorong dan memfasilitasi peningkatan ekspor melalui kebijakan yang mendorong peningkatan produksi, akses pasar/diversifikasi tujuan ekspor, dan peningkatan nilai tambah (misalkan dari sisi standar higienis, kemasan, dsb) Melakukan percepatan stimulus fiscal, berupa belanja rutin atau modal, secara tepat waktu dan tepat sasaran. Meningkatkan kualitas SDM, melalui berbagai jalur latihan dan pendidikan yang tepat kebutuhan.
Untuk kegiatan pengendalian harga telah dicapai banyak kemajuan dan prestasi, untuk penguatan kedepan maka yang disarankan kepada pemerintah daerah, antara lain: b.
c.
Percepatan pembangunan infrastruktur pertanian (waduk, saluran irigasi, dan perluasan area tanam) akan lebih meningkatkan ketersediaan/kedaulatan pangan di Sulsel. Dengan demikian, Sulsel akan lebih mampu menjadi buffer stock penopang ketersediaan bahan makanan bagi provinsi lainnya. Mengingat posisi Sulsel yang surplus pangan dan memasok banyak propinsi diluar Sulsel (faktor disparitas harga) dan sering mengakibatkan kekurangan stok pangan, maka perlu dipikirkan kebijakan antisipatifnya, misalkan kebijakan kabupaten untuk pengadaan stok pangan daerah (diluar yang telah dilakukan Bulog) dengan harga yang dapat diterima petani, penguatan kelembagaan kelompok tani untuk memperkuat posisi terhadap para tengkulak, penguatan sektor pembiayaan petani (melawan godaan ijon), dan penguatan lembaga penjamin stok pangan (Bulog).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
81
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Boks 7.A.
Karakteristik Ekspor Rumput Laut Sulsel
Sebagian besar produksi rumput laut di Sulsel untuk konsumsi domestik. Produksi rumput laut Sulsel lebih dari 2 juta ton selama 3 tahun berturut-turut, dan mencapai 2,74 juta ton tahun 2014. Untuk pangsa pasarnya, lebih dari 50% produksi rumput laut di Sulsel, cenderung digunakan untuk konsumsi domestik. Sementara ekspor berkisar 27,5% di tahun 2014. Porsi ekspor terbesar terjadi pada tahun 2013, sebesar 45,49%, sebagian besar rumput laut dikirim ke negara China (71,11%), ASEAN (8,49%), Amerika (6,83%), Hongkong (4,98%), dan Korea Selatan 4,15%. Tabel 7.A. 1 Pangsa Ekspor Rumput Laut terhadap Produksi Sulawesi Selatan Produksi Ekspor Pangsa (Juta Ton) (Juta Ton) Ekspor 2012 2,10 0,81 38,80%
2013
2,42
1,10
45,49%
2014
2,74
0,75
27,50%
Perkembangan ekspor rumput laut dalam tren melambat mulai triwulan I 2015. Selama kurun waktu tahun 2012 sampai dengan 2014, perkembangan volume ekspor terhadap produksi relatif fluktuatif, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada triwulan I 2014 (63,21%; yoy). Memasuki triwulan I 2015, volume ekspor hanya mencapai 28,24 ribu ton atau tumbuh 1,66%, jauh di bawah pertumbuhan di triwulan IV 2014 (46,80%; yoy). 40 35
%, yoy
ribu ton
30 25 20 15 10 5 0
I
II
III
2012
IV
I
II
III
IV
2013
I
II
III
IV
2014
Volume Rumput Laut
70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20
I 2015
g.Rumput Laut - sisi kanan
Grafik 7.A. 1 Perkembangan Ekspor Rumput Laut Sulawesi Selatan
Pemerintah mewacanakan peningkatan bea ekspor hingga penghentian ekspor rumput laut. Sulawesi Selatan merupakan provinsi dengan nilai ekspor terbesar untuk komoditas rumput laut, dengan nilai 415,26 juta USD selama 5 tahun terakhir, dengan porsi 57,61% terhadap keseluruhan ekspor rumput laut Indonesia. Diperkirakan dapat penghentian ekspor rumput laut, akan berdampak terhadap turunnya ekspor Indonesia sekitar 0,1%. Sementara implikasi penghentian ekspor rumput laut terhadap Sulsel, diperkirakan akan menurunkan ekspor Sulsel sekitar 5,72%. Sebelu penerapan kebijakan penghentian ekspor rumput laut, sebaiknya perlu didorong terlebih dahulu pasar rumput laut domestik di wilayah Sulsel, dengan industri pengolahan rumput laut menjadi produk turunan yang bisa langsung menyasar konsumen domestik. Tabel 7.A. 2 Pangsa Ekspor Rumput Laut Tahun 2011 – Maret 2015 Total Nilai Ekspor (Juta USD)
Total Nilai Ekspor Rumput Laut (Juta USD)
641.803,46
720,86
7.255,15
415,26
1,13%
57,61%
0,06%
5,72%
66.941,60
277,28
10,43%
38,47%
0,04%
0,41%
2.403,10
12,97
0,37%
1,80%
0,00%
0,54%
Jawa Tengah
23.409,40
4,58
3,65%
0,64%
0,00%
0,02%
Jakarta
48.006,59
3,55
7,48%
0,49%
0,00%
0,01%
110.343,99
2,67
17,19%
0,37%
0,00%
0,00%
Kepulauan Riau
41.676,24
1,34
6,49%
0,19%
0,00%
0,00%
Lampung
15.703,89
0,65
2,45%
0,09%
0,00%
0,00%
Kalimantan Tengah
5.419,59
0,58
0,84%
0,08%
0,00%
0,01%
Kalimantan Timur
74.582,16
0,53
11,62%
0,07%
0,00%
0,00%
Kategori Indonesia Sulawesi Selatan Jawa Timur Bali
Jawa Barat
82
Pangsa Ekspor Provinsi thd Total Ekspor Indonesia
Pangsa Ekspor Rumput Laut thd Ekspor Rumput Laut Indonesia
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
Pangsa Ekspor Rumput Laut thd Total Ekspor Indonesia
Pangsa Ekspor Rumput Laut thd Total Ekspor Provinsi
LAMPIRAN
Lampiran A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar) Kategori A B C D E F G H I J K L M,N O P Q R,S,T,U
Uraian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2010
2011
2012
2013
39,599 12,366 23,604 145 240 20,042 22,809 6,197 2,285 8,951 5,046 5,927 744 9,172 9,320 3,078 2,214 171,741
42,326 11,897 25,737 159 271 21,430 25,170 7,006 2,484 10,008 6,044 6,587 811 9,769 10,293 3,357 2,362 185,708
44,263 12,530 27,966 185 280 23,542 28,155 7,948 2,767 12,070 7,004 7,279 876 9,987 11,064 3,715 2,554 202,185
46,447 13,236 30,545 200 296 26,030 30,190 8,461 2,954 13,768 7,654 7,933 937 10,293 11,919 4,021 2,736 217,618
I 12,293 3,108 7,648 51 75 6,494 7,775 2,072 765 3,492 1,956 2,068 245 2,510 2,916 1,065 707 55,239
II 13,015 3,792 8,213 55 77 6,789 8,088 2,105 797 3,592 2,021 2,124 249 2,550 2,929 1,093 728 58,217
2014 III 14,950 4,039 8,631 56 77 7,044 8,620 2,193 806 3,733 2,013 2,164 252 2,653 3,105 1,107 747 62,188
IV 10,826 3,810 8,941 59 73 7,301 7,881 2,272 815 3,743 2,116 2,209 254 2,686 3,523 1,169 761 58,439
Total 51,084 14,748 33,433 221 302 27,628 32,363 8,641 3,183 14,560 8,106 8,565 1,001 10,399 12,473 4,433 2,943 234,084
2015 I 12,551 3,543 8,111 55 75 6,924 8,212 2,146 810 3,749 2,136 2,252 256 2,572 3,176 1,144 773 58,484
Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar HargaBerlaku TD 2010(Rp Miliar) Kategori A B C D E F G H I J K L M,N O P Q R,S,T,U
Uraian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2010
2011
2012
2013
39,599 12,366 23,604 145 240 20,042 22,809 6,197 2,285 8,951 5,046 5,927 744 9,172 9,320 3,078 2,214 171,741
44,974 14,647 26,936 158 286 22,888 26,493 7,318 2,647 10,048 6,423 7,020 863 10,698 10,893 3,549 2,447 198,289
51,415 16,178 30,799 177 306 26,581 30,654 8,961 3,145 12,129 8,241 8,322 999 11,451 12,096 4,079 2,752 228,285
57,367 17,837 35,371 178 355 31,516 33,633 10,473 3,564 13,785 9,597 9,904 1,148 12,203 13,886 4,682 3,184 258,683
I 15,942 4,580 9,295 48 87 8,226 8,893 2,904 963 3,550 2,571 2,720 312 2,936 3,381 1,236 858 68,504
II 17,186 5,915 10,015 52 90 8,676 9,292 3,150 1,013 3,605 2,676 2,769 319 3,171 3,570 1,304 906 73,709
2014 III 20,210 5,940 10,696 51 90 9,246 9,984 3,402 1,048 3,750 2,697 2,833 328 3,466 4,129 1,448 949 80,270
IV 15,099 6,073 11,273 42 87 9,816 9,455 3,888 1,081 3,689 2,933 3,201 337 3,720 4,418 1,521 1,009 77,642
Total 68,437 22,508 41,279 193 355 35,963 37,624 13,345 4,106 14,594 10,877 11,523 1,297 13,294 15,498 5,509 3,722 300,124
2015 I 17,293 5,603 10,444 41 90 9,416 9,944 3,546 1,083 3,702 2,998 3,224 350 3,564 3,996 1,506 1,033 78,496
Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Miliar) Kategori 1 2 3 4 5 6 7
Uraian Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2010
2011
2012
2013
99,847 2,080 20,578 57,270 2,866 58,195 69,096 171,741
106,351 2,218 21,545 64,562 2,564 52,674 64,205 185,708
113,779 2,376 22,451 74,678 5,431 51,598 68,129 202,185
120,561 2,622 23,058 84,528 5,452 53,179 71,783 217,618
I 31,164 728 3,363 21,564 (661) 14,700 15,618 55,239
II 31,538 737 5,700 22,582 1,059 14,295 17,694 58,217
2014 III 32,358 721 5,846 23,516 517 15,704 16,474 62,188
IV 32,641 731 8,582 24,809 (2,289) 14,782 20,818 58,439
Total 127,700 2,918 23,492 92,472 (1,375) 59,481 70,603 234,084
2015 I 32,822 710 3,598 23,101 405 13,408 15,561 58,484
Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Miliar) Kategori 1 2 3 4 5 6 7
Uraian Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Inventori Ekspor Impor PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
2010
2011
2012
2013
99,847 2,080 20,578 57,270 2,866 58,195 69,096 171,741
113,547 2,314 23,491 66,698 2,498 57,273 67,533 198,289
129,688 2,601 26,124 82,677 5,661 58,288 76,754 228,285
149,121 3,083 28,719 96,584 6,395 58,243 83,463 258,683
I 41,513 912 4,245 26,603 (1,016) 17,005 20,759 68,504
II 42,547 954 7,456 28,541 1,999 17,412 25,200 73,709
2014 III 44,533 985 8,354 30,177 854 19,350 23,983 80,270
IV 46,146 1,013 11,640 32,737 (3,388) 19,411 29,917 77,642
Total 174,739 3,864 31,695 118,057 (1,551) 73,178 99,859 300,124
2015 I 47,452 1,015 4,816 30,826 896 16,846 23,356 78,496
Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta) Kategori Penduduk (jiwa) PDRB per kapita (Juta Rp.)
2010
2011
2012
2013*
2014*
8,060,401 21.31
8,156,129 24.31
8,250,018 27.67
8,342,047 31.01
8,432,163 35.59
Sumber : Badan Pusat Statistik
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
83
LAMPIRAN
B. Indeks Harga Konsumen (IHK) Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Sandang
Kesehatan
Pendidikan, Transpor dan Rekreasi, dan Komunikasi Olahraga
IHK (Akhir Periode)
Umum
Bahan Makanan
2010
126.75
148.73
131.96
122.00
135.79
119.24
116.86
104.73
2011
130.39
149.06
137.77
126.48
147.55
128.36
120.24
105.50
Triwulan I
132.89
156.33
139.19
128.22
149.63
129.86
120.33
105.61
Triwulan II
133.44
156.50
140.33
129.03
150.10
130.61
120.60
105.92
Triwulan III
135.69
161.48
143.21
129.73
154.94
130.98
121.38
106.22
Triwulan IV
136.14
158.86
144.70
130.72
158.05
132.02
124.35
106.72
Triwulan I
139.01
168.84
145.55
132.61
158.64
132.82
124.59
106.55
Triwulan II
139.26
166.24
146.83
133.67
154.02
133.21
124.61
110.11
Triwulan III
145.51
178.85
149.93
135.89
159.22
135.20
125.82
118.97
Triwulan IV
144.60
169.92
151.18
138.64
161.74
136.89
126.08
119.08
Triwulan I
109.16
111.25
108.80
109.10
108.00
105.49
103.66
110.65
Triwulan II
109.71
111.33
109.77
109.58
108.46
107.25
103.72
111.33
Triwulan III
111.72
114.94
112.34
111.74
110.06
108.51
105.35
111.29
Triwulan IV 2015 Triwulan I
116.89
125.03
114.11
114.88
110.82
109.25
105.45
121.49
116.94
125.83
115.15
117.40
114.32
112.29
105.70
115.08
2012
2013
2014
Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi
2013
2011
2012
Ma ka s s a r
129.02
134.91
137.86
138.15
144.29
143.33
143.33
Pa l opo
136.61
142.22
144.84
144.26
150.25
149.68
149.68
Pa repa re
130.22
134.76
137.33
137.57
144.44
143.26
Bone (Wa ta mpone)
143.59
148.83
151.29
151.92
159.23
159.04
I
II
III
IV
I
IV
2015* I
II
III
108.94
109.26
111.45
116.50
116.94
108.84
110.28
111.34
116.54
116.40
143.26
108.29
109.33
110.89
117.71
115.36
159.04
109.81
111.58
112.81
117.35
116.02
117.21
118.31
119.99
125.61
124.49
Bul ukumba ** Sumber: Ba da n Pus a t Sta ti s ti k *) Seja k ta hun 2014 da ta IHK mengguna ka n ta hun da s a r 2012
2014*
2013
**) Di hi tung s eba ga i Kota Infl a s i s eja k ta hun 2014
Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK Kota Inflasi
2011
2012
2013 I
II
III
IV
2013
2014* I
II
III
IV
2015* I
Ma ka s s a r
2.87
4.57
4.76
4.54
7.41
6.24
6.24
5.46
5.38
3.57
8.51
7.34
Pa l opo
3.35
4.11
4.34
3.03
5.33
5.25
5.25
6.22
7.36
4.03
8.95
6.95
Pa repa re
1.60
3.49
4.67
4.49
7.41
6.31
6.31
5.58
5.57
3.04
9.38
6.53
Bone (Wa ta mpone)
3.94
3.65
2.90
3.28
6.72
6.86
6.86
7.86
8.14
4.55
8.22
5.66
13.94
14.10
7.30
9.45
6.21
Bul ukumba ** Sumber: Ba da n Pus a t Sta ti s ti k *) Seja k ta hun 2014 da ta IHK mengguna ka n ta hun da s a r 2012
84
**) Di hi tung s eba ga i Kota Infl a s i s eja k ta hun 2014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
LAMPIRAN
C. Perbankan Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar) DPK Periode
Giro
2011 2012
Tabungan
KREDIT Deposito
Jumlah
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Jumlah
LDR
6,275
26,446
13,085
45,807
20,074
9,626
23,198
52,898
115.48%
7,471 7,282
25,004 27,206
13,259 13,536
45,734 48,024
20,516 22,850
10,025 10,588
24,044 25,597
54,585 59,035
119.35% 122.93%
7,257 7,345
28,545 31,466
14,115 14,907
49,917 53,717
22,385 25,506
10,997 11,380
27,707 29,335
61,090 66,221
122.38% 123.28%
Tri wul a n I
7,770
29,321
15,211
52,302
25,980
12,232
30,158
68,371
130.72%
Tri wul a n II Tri wul a n III
8,092 9,221
30,068 32,076
15,297 16,062
53,457 57,359
26,659 26,160
14,486 15,769
31,793 33,085
72,937 75,014
136.44% 130.78%
Tri wul a n IV 2014
7,845
35,007
17,592
60,444
27,231
14,494
33,663
75,388
124.72%
Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n 2015 Tri wul a n
7,990 9,730 9,693 7,995
32,446 33,168 34,828 37,428
17,726 18,504 19,819 20,690
58,162 61,402 64,339 66,112
27,257 29,062 29,847 31,442
14,642 15,467 15,457 16,241
33,974 34,807 35,159 35,877
75,874 79,336 80,463 83,560
130.45% 129.21% 125.06% 126.39%
10,154
34,147
22,118
66,420
32,776
16,482
36,045
85,304
128.43%
Tri wul a n I Tri wul a n II Tri wul a n III Tri wul a n IV 2013
I II III IV I
Tabel C.2. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar) Kredit (Lokasi Bank) Periode
Pertanian
2011
Tambang
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
Total
869
309
3,460
144
2,155
15,072
1,629
2,770
1,555
24,935
52,898
2012 Tri wul a n I
906
312
3,468
137
2,065
15,459
1,744
2,917
1,570
26,007
54,585
Tri wul a n II
1,128
363
3,904
124
2,448
17,631
1,730
3,178
1,485
27,045
59,035
Tri wul a n III
1,171
375
4,008
135
2,582
17,741
1,794
3,131
1,372
28,781
61,090
Tri wul a n IV
1,215
399
5,250
141
2,674
19,027
2,321
3,105
1,404
30,684
66,221
Tri wul a n I
1,403
447
5,335
133
2,565
19,933
2,631
3,240
1,619
31,065
68,371
Tri wul a n II
1,396
449
5,579
116
2,780
22,957
2,763
3,433
1,650
31,814
72,937
Tri wul a n III
1,385
444
5,631
121
2,966
23,360
2,864
3,414
1,733
33,096
75,014
Tri wul a n IV
1,400
397
4,186
191
3,034
24,132
2,923
3,550
1,780
33,794
75,388
Tri wul a n I
1,405
377
3,918
218
3,043
24,334
2,960
3,747
1,828
34,043
75,874
Tri wul a n II
1,499
560
4,210
245
3,666
25,587
2,950
3,598
1,968
35,053
79,336
1,435 1,506
537 509
4,283 4,747
232 350
4,173 4,366
25,748 27,033
2,951 2,820
3,581 3,662
2,115 2,340
35,408 36,226
80,463 83,560
1,630
427
5,035
382
4,746
27,920
2,782
3,733
2,473
36,174
85,304
2013
2014
Tri wul a n III Tri wul a n IV 2015 Tri wul a n I
Tabel C.3. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank Bank Pemerintah Periode
Modal Kerja
2011
Bank Swasta Nasional
Investasi Konsumsi
Modal Kerja
Investasi Konsumsi
Bank Asing dan Campuran Modal Kerja
Investasi Konsumsi
Bank Umum Modal Kerja
Investasi Konsumsi
13.55
11.83
12.83
13.34
13.61
14.09
10.62
6.81
28.61
13.45
12.84
13.32
Tri wul a n I
13.49
11.69
12.79
13.16
13.60
14.56
8.50
7.29
27.35
13.30
12.77
13.46
Tri wul a n II Tri wul a n III Tri wul a n IV 2013
13.24 13.21 12.63
11.34 11.11 10.92
12.70 12.54 12.23
12.74 12.55 12.28
13.62 13.36 13.09
14.36 14.31 14.01
9.32 9.53 8.85
7.91 8.36 8.07
27.67 26.16 23.83
13.00 12.90 12.47
12.60 12.39 12.19
13.35 13.19 12.88
Tri wul a n I
12.56
10.74
12.20
12.31
12.89
14.04
7.21
8.21
23.67
12.40
12.05
12.85
Tri wul a n II Tri wul a n III
12.77 12.94
10.57 10.79
12.12 12.11
12.01 12.72
12.71 12.99
13.89 13.83
8.12 9.14
8.37 9.16
20.92 21.14
12.38 12.80
11.65 12.02
12.74 12.72
Tri wul a n IV 2014
13.00
11.08
12.18
13.04
13.53
13.91
10.20
10.06
20.92
12.99
12.57
12.78
2012
Tri wul a n I Tri wul a n Tri wul a n Tri wul a n 2015 Tri wul a n
13.10
11.15
12.24
13.23
13.67
14.06
10.49
10.68
22.14
13.13
12.71
12.86
II III IV
13.26 13.48 13.46
11.44 11.61 11.57
12.41 12.44 12.61
13.51 13.62 13.48
13.53 13.53 13.78
14.05 14.10 14.17
10.08 10.26 10.77
10.72 10.81 11.14
22.94 23.49 23.13
13.33 13.50 13.44
12.75 12.81 12.93
12.97 13.00 13.13
I
13.81
12.12
11.45
14.04
15.29
14.74
10.03
11.38
23.11
13.25
13.13
13.59
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
85
LAMPIRAN
D. Sistem Pembayaran Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun) Periode I II III IV
2012 2012
I II III IV
2013 2013
I II III IV
2014 2014 2015
I
Inflow 3.87 2.75 3.93 3.20 13.75 4.41 3.24 4.87 4.07 16.59 5.30 4.07 5.56 4.30 19.23 6.18
Jumlah Outflow 1.86 3.17 3.57 3.21 11.82 1.71 2.88 5.31 4.16 14.07 2.34 3.83 5.64 4.10 15.91 2.25
Net Flow 2.01 (0.42) 0.35 (0.01) 1.93 2.69 0.35 (0.44) (0.08) 2.52 2.96 0.24 (0.08) 0.20 3.32 3.94
Inflow 66.24% 31.17% 5.71% 30.62% 29.83% 13.90% 17.51% 24.12% 27.33% 20.66% 20.17% 25.76% 14.15% 5.53% 15.90% 16.71%
yoy Outflow 48.52% 66.32% 9.93% 25.87% 31.86% -7.74% -9.03% 48.58% 29.43% 19.06% 36.67% 32.62% 6.16% -1.43% 13.06% -4.13%
Net Flow 86.83% 316.30% -23.94% 87.00% 18.68% 33.88% 184.18% 224.77% -531.87% 30.49% 9.67% -30.61% 82.72% 336.39% 31.72% 33.23%
Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar) Periode I II III IV
2012 2012
I II III IV
2013 2013
I II III IV
2014 2014 2015
I
Inflow 0.15 0.13 0.02 0.05 0.34 0.03 0.08 0.08 0.10 0.29 0.14 0.04 0.23 0.13 0.54 0.00
Jumlah Outflow 1.80 2.53 0.86 0.34 5.53 0.28 0.78 2.51 2.63 6.20 2.20 3.22 3.93 2.07 11.42 1.74
Net Flow (1.65) (2.40) (0.84) (0.29) (5.19) (0.25) (0.70) (2.43) (2.53) (5.91) (2.05) (3.18) (3.70) (1.94) (10.88) (1.73)
Inflow -69.71% 0.09% 200.52% -72.94% -57.62% -80.04% -39.81% 335.68% 95.78% -16.80% 388.70% -47.69% 186.11% 29.30% 89.84% -97.54%
yoy Outflow 714.38% 60.57% -75.69% -86.00% -28.79% -84.46% -69.23% 192.39% 670.88% 12.07% 685.69% 314.31% 56.42% -21.19% 84.31% -20.95%
Net Flow 720.99% -65.80% 76.17% 87.11% 25.43% 84.86% 70.77% -189.28% -772.95% -13.98% -720.65% -353.25% -52.18% 23.20% -84.05% 15.58%
Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun) Jumlah
Periode From 2011 I II III IV
2012 2012
I II III IV
2013 2013
I II III III
2014 2014 2015
86
I
52.23 11.50 15.47 15.42 19.88 62.28 14.45 17.40 18.77 20.54 71.16 15.66 21.37 22.72 25.65 85.40 19.95
To 117.78 29.15 37.79 34.63 40.65 142.21 32.77 36.12 37.61 41.48 147.98 27.89 33.67 38.10 41.35 141.00 21.90
yoy From-To 21.45 4.58 4.35 4.42 5.05 18.41 4.25 4.92 6.75 7.30 23.22 4.75 9.76 10.97 11.85 37.33 3.78
From 5.19% 3.26% 27.09% 17.91% 25.54% 19.24% 25.59% 12.46% 21.72% 3.32% 14.26% 8.39% 22.83% 21.04% 24.87% 20.01% 27.41%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
To 26.86% 24.82% 45.01% 1.86% 18.28% 20.75% 12.42% -4.41% 8.61% 2.05% 4.06% -14.89% -6.79% 1.28% -0.32% -4.72% -21.48%
From-To 13.94% -1.96% -18.06% -17.49% -17.24% -14.18% -7.28% 13.00% 52.66% 44.57% 26.15% 11.85% 98.44% 62.41% 62.29% 60.76% -20.43%
LAMPIRAN
E. Ekspor dan Impor Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta) KOMODITAS EKSPOR UTAMA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nikel Biji Coklat Rumput Laut Coklat Olahan Udang Segar/Beku Ikan Olahan Kayu Lapis Biji Mete Semen Makanan Ternak NILAI EKSPOR SULSEL
2011
2012
1,271.61 967.33 186.73 132.48 78.71 69.87 71.62 39.02 52.89 43.07 31.61 65.68 41.84 35.63 17.46 17.71 11.81 8.37 17.26 26.84 1980.92 1555.76
I 258.41 50.60 15.88 4.70 11.81 11.11 9.27 6.75 2.53 5.97 403.02
2013* II III 247.29 215.37 28.35 59.06 21.04 27.43 14.72 17.22 13.91 16.46 10.33 15.23 8.84 7.77 6.10 6.66 2.44 13.55 4.84 4.62 389.29 417.56
2013* IV 200.77 921.84 39.02 177.03 26.94 91.29 28.38 65.02 19.58 61.76 14.38 51.05 9.93 35.81 5.54 25.06 3.28 21.80 3.93 19.38 386.34 1596.21
I 213.11 19.95 33.32 29.33 14.59 8.80 10.53 5.91 1.71 4.60 366.41
2014* II III 269.36 289.82 35.04 27.08 35.92 38.83 34.26 47.81 18.01 23.09 12.16 17.76 9.18 8.25 7.81 6.22 0.92 3.35 5.23 4.32 460.02 499.05
1039 102 147 149 68 54 37 25 7 18 1,778
2015* I 211.88 9.42 28.15 21.14 11.83 9.90 6.24 8.27 2.58 6.13 276.24
2014* IV 282.42 1,109.45 22.78 135.74 44.01 151.44 35.25 132.90 5.54 31.88 7.10 29.08 4.48 16.68 1.26 6.40 6.19 29.88 5.64 16.11 452.63 1,778
2015* I 225.14 22.40 28.20 16.13 7.96 6.97 3.01 0.76 4.41 7.36 322.34
IV 266.27 20.08 39.18 37.19 12.77 15.59 8.58 5.42 1.49 3.87 452.63
2014*
Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta) NEGARA TUJUAN EKSPOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jepang Malaysia Tiongkok Amerika Serikat Singapura Korea Selatan Vietnam Taiwan Jerman Belanda NILAI EKSPOR SULSEL Sumber: Bea Cukai * Angka sementara
2011
2012
1,350.43 1,047.31 146.55 94.45 96.75 76.40 95.47 97.70 33.51 37.50 28.33 25.90 22.30 24.20 10.51 7.91 36.04 17.60 11.52 9.08 1980.92 1555.76
I 222.27 46.97 35.10 24.96 4.89 5.03 5.51 2.56 5.85 2.98 386.34
2013* II III 236.10 265.50 49.65 20.35 30.38 21.97 26.97 23.79 13.67 6.51 5.96 4.22 3.65 5.41 2.90 2.55 3.09 4.27 3.25 2.73 417.56 389.29
IV 276.92 37.19 15.54 15.90 10.75 2.71 7.42 1.20 3.06 2.04 403.02
2013* 1,000.78 154.15 102.99 91.62 35.82 17.93 21.99 9.21 16.27 11.00 1596.21
I 229.81 31.36 28.28 26.41 5.23 5.46 6.54 1.14 6.49 3.12 366.41
2014* II III 285.80 311.42 43.73 37.87 38.25 40.90 32.15 39.09 8.68 12.43 5.99 10.53 3.61 2.05 1.43 2.57 9.62 7.58 4.08 3.27 460.02 499.05
Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Juta) KOMODITAS IMPOR UTAMA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gandum Mesin Khusus Industri Makanan Ternak Pesawat dan Komponen Mesin Industri Umum Besi dan Baja Pupuk Bahan Kimia Mesin Listrik Mesin Pembangkit Listrik NILAI IMPOR SULSEL Sumber: Bea Cukai
2011
2012
242.33 83.49 39.33 7.33 50.00 36.19 6.17 13.88 31.82 109.14 702.15
251.76 52.65 65.17 0.05 129.09 11.76 38.35 15.24 11.87 63.64 815.69
I 37.23 36.08 14.07 152.31 12.75 2.41 0.00 4.85 10.91 9.83 300.72
2013* II III 56.62 29.66 18.15 6.78 16.68 19.66 246.87 121.34 28.18 7.66 2.27 1.38 0.00 7.18 4.75 2.83 5.01 0.78 0.92 0.95 404.72 218.82
2013* IV 62.32 185.84 8.89 69.90 20.16 70.56 0.00 520.52 7.75 56.34 3.22 9.28 6.25 13.43 0.00 12.42 2.39 19.08 1.97 13.67 126.06 1050.31
I 55.11 21.57 11.10 3.50 13.74 6.20 1.66 3.02 0.94 2.32 139.10
2014* II III 48.14 59.15 19.54 20.07 41.00 16.90 0.00 0.00 30.79 10.83 4.64 1.42 2.51 7.44 0.84 0.04 1.69 2.93 3.85 2.38 181.88 149.05
IV 30.29 6.17 27.56 0.00 5.18 8.50 5.08 4.83 1.92 0.44 129.39
2014* 192.68 67.35 96.56 3.50 60.55 20.77 16.69 8.73 7.48 8.99 599.42
2015* I 43.75 13.57 21.89 0.00 8.03 10.64 11.18 4.95 4.54 1.85 163.07
Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Juta) NEGARA ASAL IMPOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Australia Tiongkok Thailand Malaysia Argentina Amerika Serikat Jerman Singapura Rusia Kanada NILAI IMPOR SULSEL Sumber: Bea Cukai * Angka sementara
2011
2012
145.69 188.78 18.10 3.42 35.90 71.98 49.19 37.86 18.50 26.48 702.15
183.47 126.69 54.29 3.54 56.43 48.03 36.51 32.42 8.80 157.33 815.69
I 31.07 28.37 11.31 1.47 12.57 9.77 14.31 13.59 151.25 12.05 300.72
2013* II III 42.16 30.08 2.95 11.29 5.84 3.31 3.14 2.01 15.63 13.19 2.43 7.88 9.19 0.39 11.96 9.63 248.15 121.33 25.18 3.91 404.72 218.82
IV 29.35 15.46 3.16 4.15 17.78 12.16 0.75 3.09 11.98 12.16 126.06
2013* 132.66 58.07 23.62 10.77 59.17 32.24 24.64 38.26 532.71 53.29 1050.31
I 40.26 24.59 9.38 5.03 10.14 25.35 0.42 7.90 0.59 2.80 139.10
2014* II III 37.22 41.23 36.51 29.47 3.38 2.54 10.68 3.83 34.03 13.58 13.44 6.13 10.07 10.24 4.38 8.40 0.56 6.33 15.38 10.27 181.88 149.05
IV 19.41 20.99 7.11 1.81 19.52 8.70 2.47 10.86 2.07 15.52 129.39
2014* 138.12 111.56 22.41 21.35 77.27 53.62 23.20 31.54 9.55 43.97 599.42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
2015* I 59.17 29.42 2.48 0.30 19.97 1.77 0.98 26.56 0.95 5.29 163.07
87
LAMPIRAN
F. Inklusi Keuangan Tabel F. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) 2012 4,070
2013 4,794
2014** 4,959
Jumlah Rekening Kredit Lokasi Proyek (Ribu Rekening) 2012 934
2013 986
2014** 1,030
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)* 2012 8,207
2013 8,309
2014** 8,408
Jumlah Penduduk (Ribu Orang)* 2012 8,207
2013 8,309
2014** 8,408
Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk (%) 2012 49.59
2013 57.70
2014** 58.98
Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah Penduduk (%) 2012 11.38
2013 11.86
2014** 12.25
*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS **) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin
88
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
LAMPIRAN
G. Daftar Istilah Istilah
Keterangan
Administered prices
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics
Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program
Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out
Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet
Neraca
Banking union
Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III
Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 20132018
BI rate
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Bullish
Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit
Batas kredit
Credit rating
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling
Pagu hutang
Debt service ratio
Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara
Debt swap
Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi
Deflasi
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate
Tingkat suku bunga simpanan
Deposito
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip recession
Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation
Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment
Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
89
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Dropshot
Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal
Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market
Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
E-money
Uang elektronik
Exchange rate pass through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negaranegara pengekspor dan pengimpor
External imbalance
Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan
Fee based income
Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial sophistication
Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space
Ruang ekspansi kebijakan fiskal
Flight to quality
Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman
Fiscal sustainability
Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Giro
Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging
Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan
Holding company
Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money
Uang yang tidak terpakai
Imported inflation
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial upgrading
Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending
Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans
Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi
Intra-regional trade
Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio
Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade
Peringkat layak investasi
Leading indicator
Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term financing
Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas
90
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
operation
Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin
Selisih
Mikroprudensial
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union
Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi
Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard
Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm
Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Online banking
Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist
Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar
Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
Pasar obligasi
Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan disposibel
Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker
Pengambil harga
Primary reserves
Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor
Faktor pendorong
Quantitative easing
Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Qtq
Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Second round effect
Dampak lanjutan
Short-term liquidity
Likuiditas jangka pendek
Sistem pembayaran
Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Solvabilitas
Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt crisis
Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)
Stimulus fiskal
Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk
Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah
Tenor
Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade
Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked
Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang
Kecepatan perputaran uang yang beredar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi
91
LAMPIRAN
Istilah
Keterangan
Volatile food
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yield
Imbal hasil
Yoy
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
Yuan
Mata uang Tiongkok
92
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan|Triwulan I 2015 Sektor Sekunder Menahan Perlambatan Ekonomi