II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Motor Bakar Diesel 2.1.1. Sejarah Ide pertama yang mendasari operasi dan konstruksi motor bakar internal adalah gerakan peluru pada laras senjata api. Laras senjata dianggap sebagai silinder dan peluru sebagai pistonnya. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana agar piston dapat kembali pada kedudukan semula dan menghasilkan gerakan bolak-balik secara kontinyu untuk menghasilkan tenaga (Jones, 1963). Pada tahun 1678, Hautefeuille, seorang berkebangsaan Perancis mengusulkan tepung peledak (mesiu) untuk menghasilkan tenaga. Dia merupakan orang pertama yang merancang motor bakar yang menggunakan panas sebagai sumber penggeraknya dan menghasilkan kerja kontinyu yang masih terbatas. Orang pertama yang sesungguhnya membuat sebuah motor bakar dengan sebuah silinder dan piston adalah Huygens, seorang berkebangsaan Belanda. Tidak satu pun dari usaha pendahulu di atas yang dinilai berhasil, sehingga kemudian usaha pembuatan motor bakar internal ditinggalkan orang sampai sekitar seratus tahun. Selama abad ke-18 mesin uaplah yang menjadi sumber tenaga utama dan terus berkembang. Selama periode tahun 1800 sampai dengan 1860, motor bakar internal mulai dikembangkan lagi. Tapi tidak ada yang berhasil dengan baik. Pada tahun1838, Barnett menggunakan tekanan dan memperbaiki sistem penyundutan api dan pada tahun 1860 Pierre Lenoir yang berkebangsaan Perancis membuat konstruksi motor bakar internal yang diproduksi secara komersial, namun pada akhirnya terbukti bahwa motor bakar tersebut tidaklah praktis (Davis, 1983; Jones, 1963; McColly dan Martin 1955 dalam Desrial 1990). Motor bakar Diesel merupakan salah satu jenis motor bakar internal yang banyak digunakan sebagai sumber tenaga penggerak di sektor pertanian. Motor bakar Diesel banyak digunakan pada berbagai pemanfaatan, antara lain: traktor, pompa air, bengkel pertanian, penggerak pada mesin-mesin pengolah hasil pertanian, sarana angkut di perkebunan dan lainlain. Motor bakar Diesel yang digunakan sebagai penggerak traktor tangan pada penelitian ini merupakan motor bakar Diesel 4 langkah (four strokes cycle engine). Prinsip kerja motor diesel adalah pada piston yang bergerak translasi (bolak-balik) di dalam silinder yang dihubungkan dengan pena engkol dan poros engkol. Pena engkol dan poros engkol berputar pada bantalannya dengan perantara batang penggerak atau batang penghubung. Campuran bahan bakar dan udara dibakar di dalam ruang bakar, yaitu ruangan yang dibatasi oleh dinding silinder, kepala piston dan kepala silinder. Gas pembakaran mampu mendorong piston yang selanjutnya memutar poros engkol. Pada kepala silinder terdapat katup isap yang berfungsi memasukkan udara ke dalam silinder dan katup buang untuk membuang gas hasil pembakaran (Arismunandar dan Tsuda, 1985). Penyemprotan harus dilakukan pada waktu, jumlah dan dengan pola yang tepat (Davis, 1983). Karena udara di dalam silinder pada kondisi tersebut sudah bersuhu dan bertekanan tinggi, maka butiran bahan bakar tersebut akan menguap. Penguapan butiran bahan bakar dimulai dari bagian luarnya, yaitu bagian yang terpanas. Uap bahan bakar kemudian bercampur dengan udara yang ada disekitarnya. Proses ini terjadi secara berangsur-angsur dan berlangsung selama temperatur sekitarnya mencukupi.
2
Menurut Arismunandar dan Tsuda (1985), proses pembakaran juga terjadi secara berangsur, proses pembakaran awal terjadi pada suhu yang lebih rendah dan laju pembakarannya pun meningkat. Berikut adalah reaksi pembakaran bahan bakar sehingga menghasilkan kalor: CXHY + ( x + ¼ y ) O2ĺxCO2 + ½ y H2O Pembakaran merupakan reaksi oksidasi yang cepat dari bahan bakar sehingga menghasilkan panas. Pembakaran yang sempurna dari bahan bakar lainnya akan terjadi jika tersedia oksigen yang cukup (UNEP, 2006). Menurut Arismunandar dan Tsuda (1985), proses pembakaran dapat dipercepat dengan menambah pasokan udara ke dalam silinder dan memperbaiki proses pencampuran bahan bakar udara dengan bahan bakar. Jika pasokan udara terlalu banyak maka kemungkinan terjadi kesukaran dalam menyalakan mesin dalam keadaan dingin. Hal tersebut disebabkan oleh proses pemindahan panas dari udara ke dinding silinder yang masih dalam keadaan dingin menjadi lebih besar sehingga udara tersebut menjadi dingin juga. Sebaliknya jika mesin sudah panas temperatur udara sebelum langkah kompresi menjadi lebih tinggi, sehingga diperoleh kenaikan tekanan efektif rata-rata. Kondisi tersebut menyebabkan mesin bekerja lebih efisien. Hasil pembakaran bahan bakar tidak dimanfaatkan seluruhnya menjadi kerja, bahkan lebih dari separuhnya terbuang. Tabel neraca energi pada motor bakar Diesel dapat dilihat pada Tabel 1 (Basyirun, 2008). Tabel 1. Keseimbangan energi pada motor bakar Neraca Energi (%) Daya Berguna
25
Kerugian Akibat Gesekan & Aksesoris
5
Kerugian Pendinginan
30
Kerugian Gas Buang
40 Sumber: Basyirun dkk, 2008
2.1.2.
Pengukuran Viskositas
Nilai viskositas adalah nilai yang menunjukkan kekentalan suatu fluida, semakin kental suatu fluida maka nilai viskositasnya semakin besar, begitu pula sebaliknya semakin rendah kekentalan fluida maka nilai viskositasnya semakin kecil. Grafik hasil pengukuran viskositas minyak nyamplung ditunjukkan oleh Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Grafik pengukuran viskositas minyak nyamplung (Nurwan, 2010)
3
Berdasarkan Gambar 1 diatas dapat dilihat hasil pengukuran viskositas minyak nyamplung N2, yaitu minyak nyamplung yang telah mengalami proses pemurnian dengan menambahkan asam fosfat dengan tujuan untuk menghilangkan gum yang ada pada minyak (degumming). Setelah dilakukan degumming, nilai viskositas dari minyak nyamplung adalah sebesar 56 cSt. Kemudian dipanaskan dengan suhu mencapai 1100C nilai viskositas dari minyak N2 menjadi 5 cSt, sehingga minyak nyamplung hasil degumming (N2) dapat digunakan sebagai bahan bakar motor Diesel.
2.2.
Bahan Bakar Minyak Nyamplung 2.2.1. Tanaman Nyamplung Tanaman nyamplung dapat ditemukan di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat dan Amerika Selatan. Tumbuhan ini memiliki QDPD \DQJ EHUEHGD GL VHWLDS GDHUDK VHSHUWL µKLWDXOR¶ GL 0DOXNX µQ\DPSOXQJ¶ GL -DZD µELQWDQJXUµ GL 6XPDWHUD µELQWDQJRU¶ GL 0DOD\VLD µSRRQ¶ GL ,QGLD GDQ GL ,QJJULV GLNHQDO GHQJDQ QDPD ³$OH[DQGULDQ ,]DXUHO¶ µWDPDQX¶ µpannay WUHH¶ VHUWD µsweet scented FDORSK\OOXP¶ (Dweek dan Meadows, 2002). Di Indonesia, nyamplung dapat ditemui hampir diseluruh daerah, terutama di daerah pesisir pantai, antara lain: Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Ujungkulon, Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Kawasan Wisata Batu Karas, Pantai Carita Banten, Pulau Yapen Jayapura, Biak, Nabire, Manokwari, Sorong, Fakfak (wilayah Papua), Halmahera dan Ternate (Maluku Utara) dan Taman Nasional Berbak (pantai barat Sumatera). Luas areal tegakan tanaman nyamplung mencapai 255,35 ribu ha yang tersebar dari Sumatera sampai dengan Papua. Daerah penyebaran nyamplung diantaranya adalah Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku dan NTT. Data potensi tegakan nyamplung berada dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Potensi tegakan alam nyamplung di Indonesia No
Wilayah
Luasan Lahan Potensial Budidaya Nyamplung (ha) Bertegakan Nyamplung
Tanah Kosong dan Belukar
Total
7400
16800
24200
1
Sumatera
2
Jawa
2200
3400
5600
3
Bali & Nusa Tenggara
15700
4700
20400
4
Kalimantan
10100
19200
29300
5
Sulawesi
3100
5900
9000
6
Maluku
8400
9700
18100
7
Irian Jaya Barat
28000
34900
62900
8
Papua
79800
16400
96200
9
Seluruh Wilayah
177100
107100
284200
Total
549900 (Sumber: Balitbang Kehutanan, 2008)
Hutan nyamplung dikelola secara profesional oleh Perum Perhutani Unit I KPH Kedu Selatan, Jawa Tengah dengan luas areal mencapai 196 ha. Nyamplung juga dikembangkan oleh masyarakat Cilacap khususnya di sekitar kecamatan Patimuan dan daerah Gunung Selok
4
Kecamatan Kroya/Adipala. Mereka memanfaatkan kayu nyamplung untuk pembuatan perahu nelayan. Sejak tahun 2007, Dinas Kehutanan Perkebunan Kabupaten Cilacap telah menanam 135 ha di lahan TNI Angkatan Darat sepanjang pantai laut selatan dan pada tahun 2008 direncanakan menanam tanaman nyamplung seluas 300 ha.Buah nyamplung memiliki biji yang berpotensi menghasilkan minyak nyamplung, terutama biji yang sudah tua. Kandungan minyaknya mencapai 50±70% (basis kering) dan mempunyai daya kerja dua kali lipat lebih lama dibandingkan minyak tanah. Tabel 3. Kandungan biji nyamplung Kandungan Minyak
Nilai (%) 50-700
Abu
1.7
Protein Kasar
6.2
Pati
0.34
Air
10.8
Hemiselulosa
19.4
Selulosa
6.1
(Sumber: Kilham, 2004) 2.2.2. Manfaat Tanaman Nyamplung Tanaman nyamplung berbuah sepanjang tahun terutama pada bulan SeptemberNovember. Produktivitas biji keringnya tinggi, yaitu ±10 ton dari jarak tanam 5 x 10 m. Kadar minyak yang dihasilkan dari biji nyamplung cukup tinggi, berkisar antara 50 - 70% dari kapasitas total minyak yang diekstrak. Selain itu cangkang bijinya dapat digunakan untuk membuat briket arang dan arang aktif. Selain minyak, kayu pohon nyamplung telah lama menjadi kayu komersial, terutama sebagai bahan baku pembuatan kapal, furniture dan material pembuatan rumah, karena kayu ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap organisme penggerek kayu di laut serta rayap (Balitbang Kehutanan, 2008). Minyak nyamplung banyak mengandung resin dan senyawa lain yang dapat dijadikan produk samping seperti coumarine, calanoide-A dan calanoide-B yang berkhasiat sebagai obat HIV/AIDS, soulattrolide yang berperan sebagai anti HIV, calanon sebagai antitumor dan antibakteri danxanthone yang memiliki antiproliferasi yang kuat untuk menghambat pertumbuhan sel kanker dan bersifat apoptosis atau mendukung penghancuran sel kanker. 2.2.3. Minyak Nyamplung Minyak nyamplung merupakan minyak kental, berwarna cokelat kehijauan, beraroma menyengat seperti karamel dan beracun. Minyak nyamplung dihasilkan dari buah yang telah matang dan mempunyai fungsi penyembuhan untuk jaringan terbakar (Kilham, 2004). Minyak nyamplung mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi seperti asam oleat serta komponen-komponen tak tersabunkan diantaranya alkohol lemak, sterol, xanton, turunan koumarin, kalofilat, isokalofilat, isokalofilat, isoptalat dan kapelierat yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Menurut Debaut et al (2005), karakterisasi asam lemak penyusun minyak nyamplung dapat dilihat pada Tabel 4. Menurut Heyne (1987), minyak nyamplung digunakan sebagai obat oles dengan nama ndilo-olie. Minyak nyamplung dibeberapa daerah digunakan untuk penerangan (Dweek dan Meadows, 2002; Lele, 2005).
5
Tabel 4. Karakteristik minyak nyamplung Karakterisasi
Komposisi
Warna
Hijau
Kondisi Cairan
Kental
Bilangan Iod (mg Iod/g minyak) Berat jenis pada suhu 20°C (g/cm³)
100-115 0.920 ± 0.940 1.4750 ± 1.4820
Indeks Refrasi Bilangan Peroksida (meq/kg)
< 20 98 ± 99.5
Fraksi Lipid (%) Nilai Kalor (kKal/g)
10.585
Jenis asam lemak (%):
10
$VDP3DOPLWDW&
15 - 17
$VDP3DOPLWROHDW&
0.5 - 1
$VDPStearat (C18 : 0) $VDP2OHDW&
30 - 50
$VDP/LQROHDW&
25 - 40
$VDP$UDNKLGDW&
0.5 - 1
$VDP*DGROHDW&
0.5 - 1
.RPSRQHQ WLGDN WHUVDEXQNDQ XQVDSRQLILDEOH )DWW\ 0.5 - 2 % alkohol, sterol, xanton, turunan koumarin, kalofilat, isokalofilat, isoptalat dan kapelierat (Sumber: Debaut et al, 2005)
2.3.
Tenaga Tarik (Drawbar Power) Traktor pertanian dapat menyalurkan tenaganya melalui as/Power Take-Off (PTO), hidrolik dan tenaga tarik (drawbar pull) (Hunt, 1995). Drawbar pull (Dbpull) merupakan gaya tarik yang dihasilkan oleh traktor. Gaya tarik ini dapat terjadi jika ada sentuhan antara roda dengan permukaan landasan (Wanders, 1978). Tenaga tarik merupakan tenaga yang paling banyak digunakan tetapi mempunyai efisiensi yang paling kecil (Liljedahl et al, 1989). Tenaga atau daya yang ada pada traktor dapat dibagi menjadi Indicated Horse Power (IHP), Brake Horse Power (BHP) dan Drawbar Power (DbP). Indicated Horse Power merupakan daya yang timbul pada ruang pembakaran dan diterima oleh piston. Brake Horse Power merupakan daya gandengan yang tersedia untuk menarik beban (Daywin, 1990). Kemampuan atau kapasitas drawbar traktor terutama tergantung pada tenaga traktor, distribusi berat pada roda penggerak, tipe gandengan dan permukaan jalan (Hunt, 1995). Besarnya tenaga tarik traktor dan kemampuan mobilitasnya dibatasi oleh kapasitas traksi dan alat traksi pada permukaan landasan. Traksi yang dihasilkan oleh roda penggerak akibat putaran roda, mampu mengubah torsi menjadi gaya tarik maksimum. Drawbar pull merupakan gaya tarik bersih yang diperlukan agar traktor atau alat dapat bergerak diatas permukaan. Gaya tarik ini dapat mengatasi gaya-gaya tahanan tanah yang meliputi gaya gesekan tanah dan tahanan gelinding (rolling resistence). Besarnya gaya tarik berdasarkan persamaan (1) berikut (Wanders, 1978). Dbpull = Fmax - FRR..........................................(1)
6
Persamaan diatas menunjukkan bahwa gaya tarik (drawbar pull) berhubungan langsung dengan gaya tarik maksimum (Fmax) dan gaya tahanan gelinding (FRR). Drawbar pull traktor sangat tergantung pada daya traktor, distribusi gerak pada roda penggerak, tipe gandengan dan permukaan bidang gerak. Penggunaan tenaga pada peralatan traksi baik untuk roda ban atau roda rantai mengkonsumsi sebagian besar tenaga dalam empat cara, yaitu: tahanan gelinding (rolling resistence), slip roda (wheel slippage), pengaruh alat pada tanah dan tahanan drawbar traktor (tractor drawbar resistence). Pengukuran drawbar bertujuan untuk mengetahui besarnya gaya tarik horizontal yang dihasilkan roda traksi traktor tangan dengan berbagai tingkatan yang diberikan dari traktor beban Yanmar 330T. Dilakukan untuk beberapa kecepatan dengan menggunakan load cell yang dilengkapi handy strain meter. Pada waktu berjalan, kecepatan maju traktor diukur dengan cara mengukur waktu tempuh traktor pada jarak 10 m. Drawbar power kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan (2) berikut ini (Wanders, 1978). DbP = Dbpull x v.............................................................(2) Keterangan :
DbP = Tenaga pada drawbar/drawbar power (Watt) Dbpull = Gaya tarik bersih terukur/drawbar pull (N) v = Kecepatan rata-rata maju traktor (m/s)
Tahanan gelinding (rolling resistance) pada roda terdiri dari kompresi tanah oleh lintasan roda, tahanan untuk memindahkan tanah di depan roda, tahanan untuk mengatasi rintangan dan lekukan-lekukan dan tahanan defleksi atau deformasi roda ban. Tahanan gelinding akan cenderung menahan gerakan maju traktor. Maka tahanan gelinding ini akan menentukan besarnya tenaga tarik yang akan dihasilkan oleh sebuah traktor. Menurut Sembiring (1991), tahanan gelinding adalah besarnya tahanan yang harus diatasi traktor untuk dapat bergerak menarik melalui rodanya. Tahanan gelinding merupakan gaya tarik karena berat alat yang diperlukan agar bergerak diatas permukaan dengan kecepatan konstan dan merupakan gaya yang digunakan untuk melawan gerak roda akibat reaksi permukaan landasan pada roda (Hunt, 1995), sedangkan menurut Alcock (1986), tahanan gelinding merupakan gaya yang digunakan untuk melawan gerak roda yang merupakan gaya yang digunakan untuk melawan gerak roda yang merupakan akibat reaksi tanah pada roda. Semakin besar tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan roda, tenaga tarik akan semakin berkurang. Secara umum, untuk kendaraan berkecepatan rendah seperti traktor pertanian yang biasanya bergerak di atas landasan tanah, tahanan yang paling dominan adalah tahanan gelinding dan dihitung dengan persamaan (3) berikut ini (Suastawa, 2000) RR = - (ma)......................................................................(3) Keterangan :
RR m a
= Tahanan gelinding (N) = Massa traktor (kg) = Percepatan traktor (m/s2)
7
2.4.
Slip (Slippage) Intensitas slip merupakan pengurangan kecepatan maju traktor karena beban operasi pada kondisi lapang. Slip roda yang terjadi pada roda traksi traktor dapat diketahui dari pengurangan kecepatan traktor pada saat operasi dengan beban dibandingkan dengan kecepatan teoritis (Liljedahl et al, 1989). Slip roda traktor merupakan salah satu faktor pembatas bagi pengoperasian traktor-traktor pertanian. Slip akan selalu terjadi pada traktor baik pada saat menarik beban maupun saat tidak menarik beban. Drawbar pull masih dapat terus meningkat hingga nilai maksimum yaitu sampai slip roda mencapai 30%, slip optimum 16% terjadi pada saat efisiensi traksi maksimum (Wanders, 1978). Slip terjadi bila roda meneruskan gaya-gaya pada permukaan alas, pengukuran slip agak rumit akibat pengecilan jari-jari ban efektif statis maupun dinamis. Meningkatkan slip roda dapat menambah kemampuan traksi, gaya tarik traktor masih dapat ditambah dengan menaikkan slip hingga 30%, tetapi slip yang optimum pada operasi traktor adalah 10-17% (Wanders, 1978). Tenaga yang tersedia pada roda traksi tidak seluruhnya dapat digunakan sebagai tenaga tarik, sehingga dikenal dengan istilah efisiensi tenaga tarik (traktive power efficiency). Efisiensi tenaga tarik adalah perbandingan drawbar power dengan tenaga pada as roda. Kehilangan tenaga ini, yaitu untuk mengatasi tahanan gelinding dan slip roda. Makin besar slip yang terjadi maka akan makin kecil tenaga yang tersedia untuk menarik alat (handy strain meter). Jadi untuk mengetahui berapa besar gaya tarik yang dapat dihasilkan oleh traktor, maka perlu diketahui koefisiensi traksi. Koefisien traksi (coefficient of traction) adalah perbandingan antara gaya tarik yang dihasilkan traktor dengan beban dinamis pada alat penarik (handy strain meter). Koefisien traksi dipengaruhi oleh hubungan roda traktor dengan permukaan landasan. Slip roda traksi merupakan selisih antara jarak tempuh traktor saat dikenai beban dengan jarak tempuh traktor tanpa beban pada putaran roda penggerak yang sama. Untuk menghitung slip roda traksi digunakan persamaan (4) berikut (Suastawa et al, 2006). St = ቀͳ െ
ௌ ௌ
ቁ x 100 %..........................................................(4)
Keterangan : St = Slip roda traksi (%) Sb = Jarak tempuh traktor saat diberi pembebanan dalam 5 putaran roda (m) So = Jarak tempuh traktor tanpa beban dalam 5 putaran roda (m)
2.5.
Kapasitas Kerja dan Kapasitas Lapang Efektif Kapasitas kerja suatu alat didefinisikan sebagai suatu kemampuan kerja suatu alat atau mesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter) per satuan waktu (Suastawa, 2000). Kapasitas kerja dapat dibedakan menjadi kapasitas teoritis dan kapasitas efektif. Kapasitas efektif merupakan waktu nyata yang diperlukan di lapangan dalam menyelesaikan suatu unit pekerjaan tertentu. Kapasitas teoritis adalah hasil kerja yang akan dicapai alat dan mesin bila seluruh waktu digunakan pada spesifikasi operasinya. Kapasitas lapang efektif suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, persentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan. Dengan alat-alat semacam garu, penyiang lapangan, pemotong rumput dan pemanen padi, secara praktis tidak mungkin untuk memanfaatkan
8
lebar teoritisnya tanpa adanya tumpang tindih. Besarnya tumpang tindih yang diperlukan terutama merupakan fungsi dari kecepatan, kondisi tanah dan keterampilan operator. Pada beberapa keadaan, hasil suatu tanaman bisa jadi terlalu banyak sehingga pemanen tidak dapat digunakan memanen selebar lebar kerjanya, bahkan pada kecepatan maju minimum yang masih mungkin. Kapasitas lapang teoritis (K LT) dapat dihitung menggunakan persamaan (5) berikut (Suastawa et al, 2006). KLT = 0.36 (v x lP)..........................................................(5) Keterangan
:
KLT v lP 0.36
= = = =
Kapasitas lapang teoritis (ha/jam) Kecepatan rata-rata (m/s) Lebar pembajakan rata-rata (m) Faktor konversi (1 m2/s = 0.36 ha/jam)
Untuk menghitung kapasitas lapang pengolahan efektif (KLE) diperlukan data waktu kerja keseluruhan; dari mulai bekerja hingga selesai (WK) dan luas tanah hasil pengolahan keseluruhan (L). Persamaan yang digunakan untuk menghitung K LE adalah persamaan (6) sebagai berikut (Suastawa et al, 2006). KLE = Keterangan
:
KLE L WK
ௐ
......................................................................(6)
= Kapasitas lapang efektif (ha/jam) = Luas lahan hasil pengolahan (ha) = Waktu kerja (jam)
Untuk menghitung efisiensi lapang (Eff) diperlukan data kapasitas lapang teoritis (KLT) dan kapasitas lapang pengolahan efektif (K LE). Persamaan yang digunakan untuk menghitung Eff adalah persamaan (7) sebagai berikut (Suastawa et al, 2006). Eff = KLE x 100%..................................................................(7) KLT
9