II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori 1. Tinjauan Tentang Peraturan Lalu Lintas a. Pengertian Lalu Lintas Kebutuhan bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya merupakan suatu kebutuhan primer dalam kehidupan manusia. Kebutuhan itu pula
yang kemudian mendasari manusia
membutuhkan sarana transportasi. Peranan transportasi sangat penting
untuk
mendukung
mobilitas
manusia.
Seiring
perkembangan zaman manusia dapat menciptakan kendaraan bermotor untuk memudahkannya dalam bertransportasi. Dan salah satu jenis transportasi yang paling dibutuhkan manusia untuk menunjang pergerakannya adalah sarana transportasi darat. Berdasarkan hal tersebut, kemudian dalam bertransportasi dikenal istilah “lalu lintas”.
Menurut UU No. 22 Tahun 2009 pengertian lalu lintas adalah “Gerak kendaraan dan orang di ruang jalan, dimana definisi kendaraan itu sendiri berarti suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor”.
12
b. Tata Cara Dalam Berlalu Lintas Tata cara dalam berlalu lintas menurut buku Panduan Praktis Berlalu Lintas Direktorat Lalu Lintas Polri adalah sebagai berikut: 1. Ketertiban dan Keselamatan a) Setiap orang yang menggunakan jalan wajib: 1) Berperilaku tertib; dan atau 2) Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan
LLAJ, atau
yang dapat
menimbulkan kerusakan jalan. b) Setiap pengemudi kendaraan bermotor di jalan wajib memetuhi ketentuan: 1) Rambu-rambu lalu lintas. 2) Marka jalan. 3) Alat pemberi isyarat lalu lintas. 4) Gerakan lalu lintas. 5) Berhenti dan parkir. 6) Peringatan dengan bunyi dan sinar. 7) Keecepatan maksimal atau minimal; dan atau 8) Tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain. c) Pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan pengemudi kendaraan bermotor wajib menunjukkan:
13
1) Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor (STCK). 2) Surat Izin Mengemudi (SIM). 3) Bukti lulus uji berkala; dan atau. 4) Tanda bukti lain yang sah. d) Setiap pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih di jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib menggunakan sabuk keselamatan. e) Setiap orang yang mengendarai dan penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
2. Penggunaan lampu a) Pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu. b) Pengemudi sepeda motor selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud di atas wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
3. Jalur atau lajur lalu lintas a) Dalam berlalu lintas pengguna jalan harus menggunakan jalur jalan sebelah kiri. b) Penggunaan jalan selain jalur sebelah kiri hanya dapat dilakukan apabila:
14
1) Pengemudi bermaksud akan melewati kendaraan di depannya atau; 2) Diperintahkan
oleh
petugas
Kepolisian
Republik
Indonesia untuk digunakan sementara sebagai jalur kiri. 3) Sepeda motor, kendaraan bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan kendaraan tidak bermotor berada pada jalur kiri jalan. 4) Jalur kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan kecepatan lebih tinggi, akan membelok, mengubah arah, atau mendahului kendaraan lain.
4. Tata Cara Melewati a) Pengemudi kendaraan bermotor yang akan melewati kendaraan lain harus menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan dari kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas dan tersedia ruang yang cukup bagi kendaraan yang akan dilewati. b) Dalam keadaan tertentu, pengemudi dapat menggunakan lajur jalan sebelah kiri dengan tetap memperhatikan keamanan dan keselamatan LLAJ. c) Apabila kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat akan menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan,
pengemudi
sebagaimana
melewati kendaraan tersebut.
dimaksud
dilarang
15
5. Belokan dan simpangan a) Pengemudi kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping dan di belakang kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan. b) Pengemudi kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping dan di belakang serta memberikan isyarat. c) Pada persimpangan jalan yang dilengkapi alat pemberi isyarat lalu lintas, pengemudi kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan oleh rambu lalu lintas atau alat pemberi isyarat lalu lintas.
6. Perlintasan kereta api Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib: a) Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah ditutup, dan atau ada isyarat lain. b) Mendahulukan kereta api, dan c) Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
16
7. Kecepatan Pengemudi kendaraan bermotor di jalan dilarang: a) Mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional dan ditentukan berdasarkan kawasan pemukiman, perkotaan, jalan antar kota dan jalan bebas hambatan dan dinyatakan dengan rambu lalu lintas. b) Berbalapan dengan kendaraan motor lain. c) Batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan batas absolut.
8. Berhenti Selain kendaraan motor umum dalam trayek setiap kendaraan bermotor dapat berhenti di setiap jalan, kecuali: a) Terdapat rambu larangan berhenti dan atau marka jalan yang bergaris utuh. b) Pada tempat tertentu yang dapat membahayakan keamanan, keselamatan serta mengganggu ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, dan atau c) Di jalan tol.
c. Sanksi Pelanggaran Lalu Lintas (Tilang) 1. Pengertian Sanksi Seringkali didengar atau didapati apabila seseorang melanggar suatu peraturan atau tata tertib maka akan dikenakan sanksi.
17
Sanksi diberikan sebagai hukuman atas apa yang telah dilakukan seseorang dalam hal melanggar aturan atau tata tertib.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:132), “Sanksi adalah
tanggungan
sebagaianya)
untuk
(tindakan-tindakan, memaksa
seseorang
hukuman, untuk
dan
menepati
perjanjian atau menaati apa-apa yang sudah dikemukakan”.
Menurut Van Den Steenhoven dalam Hilman Hadikusuma (2004:114) “Sanksi adalah unsur-unsur sebagai unsur hukum yaitu ancaman penggunaan paksaan fisik, otoritas resmi, penerapan ketentuan yang secara teratur, dan reaksi masyarakat yang tidak spontan sifatnya”.
Kemudian ditambahkan oleh Sudikno Mertokusumo (2011: 76) bahwa “Sanksi adalah tidak lain merupakan reaksi, akibat atau konsekuensi pelanggaran terhadap kaidah sosial”.
Diperkuat
oleh pendapat
Paul
Bohannan dalam
Hilman
Hadikusuma (2004:116), “Sanksi merupakan seperangkat aturan yang mengatur bagaimana pranata-pranata hukum mencampuri suatu masalah agar dapat memelihara suatu sistem sosial sehingga memungkinkan warga masyarakat hidup dalam sistem itu secara tenang serta dengan cara-cara yang dapat diperhitungkan”.
18
Dari beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian sanksi adalah suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan secara sadar dan sengaja oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain akibat dari kelalaian perbuatan atau tingkah laku yang tidak sesuai dengan tata nilai yang berlaku dalam lingkungan hidupnya. Dimana tindakan tersebut menimbulkan nestapa atau penderitaan dengan maksud supaya penderitaan itu benar-benar dirasakannya dan akhirnya sadar akan kesalahannya untuk menuju ke arah kebaikan.
2. Pelanggaran Lalu Lintas (Tilang) Pelanggaran lalu lintas yang sering disebut juga dengan tilang merupakan ruang lingkup hukum pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Pelanggaran terhadap aturan hukum pidana dapat diberi tindakan hukum langsung dari aparat dan tidak perlu menunggu laporan atau pengaduan dari pihak yang dirugikan.
Pelanggaran lalu lintas banyak macamnya, diantaranya yang kerapkali terjadi adalah: a) Menggunakan jalan dengan cara merintangi yang dapat membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan. b) Mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak dapat memperlihatkan Surat Izin Mengemudi (SIM), STNK, Surat
19
Tanda Uji Kendaraan (STUK) yang sah atau tanda bukti lainnya
sesuai
peraturan
yang
berlaku
atau
dapat
memperlihatkan tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa. c) Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang lain yang tidak memiliki SIM. d) Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan,
pemuatan
kendaraan
dan
syarat
penggandengan dengan kendaraan lain. e) Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan. f)
Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang yang ada di permukaan jalan.
g) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diijinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara memuat dan membongkar barang. h) Pelanggaran terhadap ijin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan.
Pelanggaran-pelanggaran lalu lintas seperti yang telah disebutkan di atas tentunya akan banyak menimbulkan kerugian dan dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan diantaranya adalah:
20
a) Tingginya
angka
kecelakaan
lalu
lintas
baik
pada
persimpangan lampu lalu lintas maupun pada jalan raya. b) Keselamatan para pengendara dan para pejalan kaki menjadi terancam. c) Kemacetan lalu lintas akibat dari masyarakat yang enggan untuk berjalan kaki atau memanfaatkan alat transportasi yang tidak bermotor. d) Kebiasaan melanggar peraturan lalu lintas yang biasa kemudian menjadi budaya melanggar peraturan.
3. Sanksi Pelanggaran Lalu Lintas (Tilang) Seperti yang telah diuraikan di latar belakang bahwa pelanggaran lalu lintas masih marak terjadi di berbagai tempat. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang didalamnya memuat sanksi bagi pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu upaya untuk mencegah tingginya angka pelanggaran lalu lintas.
Sanksi untuk
pelanggaran lalu lintas ini berada dalam ruang
lingkup hukum pidana. Dalam hukum pidana juga dikenal dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang. Dalam hal ini adalah pelanggaran
21
lalu lintas contohnya seperti tidak memakai helm, tidak menggunakan
sabuk
pengaman
dalam
berkendara,
dan
sebagainya.
Sanksi yang diberikan kepada pelanggar lalu lintas adalah berupa sanksi yang pada umumnya disebut istilah “tilang”. Prosedur pelaksanaan
tilang
ini
adalah
apabila
secara
jelas
penyidik/penyidik pembantu yang sah secara undang-undang melihat, mengetahui, terjadinya pelanggaran lalu lintas jalan tertentu sebagaimana tercantum dalam tabel pelanggaran lalu lintas. Pihak peniyidik berhak menindak pelaku pelanggaran lalu lintas dengan ketentuan yang sesuai dengan hukum yang berlaku.
d. Surat Tilang Hal yang pertama kali dilakukan oleh penyidik ketika melihat pelanggaran lalu lintas adalah menindak kemudian menetapkan surat tilang bagi si pelanggar.
Dijelaskan dalam (http://www.medanbisnisdaily.com) bahwa ketika terkena tilang, ada beberapa alternatif warna surat tilang yang bisa digunakan. Namun semua tetap harus sesuai dengan pelanggaran dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Ada dua alternatif yang bisa dilakukan ketika ditilang. Yaitu menerima atau menolak tuduhan pelanggaran lalu lintas. Ketika menerima tuduhan, maka yang diminta adalah surat
22
tilang warna biru, artinya pelanggar tidak perlu mengikuti sidang untuk mendapatkan pembelaan dari hakim. Jika meminta surat tilang biru ini bisa langsung membayar uang denda melalui transfer pada bank yang dituju. Biasanya bank yang ditunjuk adalah BRI. Untuk biayanya diketahui lebih mahal jika disesuaikan undang-undang lalu lintas yang berlaku.
Sedangkan apabila pelanggar menerima tuduhan, maka yang diminta adalah surat tilang warna merah. Kemudian pelanggar diberikan kesempatan untuk membela diri atau minta keringanan kepada hakim. Pada umumnya tanggal sidang maksimum 14 hari dari tanggal kejadian, tergantung hari sidang tilang di Pengadilan Negeri (PN) bersangkutan.
Surat tilang atau bukti pelanggaran tersebut merupakan catatan penyidik mengenai pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tertentu yang dilakukan seseorang sebagai bukti terjadinya pelanggaran. Bukti pelanggaran ini berupa blanko atau surat yang berisikan rincian seperti tempat dan waktu terjadinya pelanggaran, pasal yang dilanggar, nomor seri surat tilang, dan lain sebagainya yang kemudian dikenakan kepada pelanggar lalu lintas.
Berdasarkan lampiran kesepakatan bersama ketua mahkamah agung, menteri kehakiman, jaksa agung dan kepala kepolisian Republik Indonesia tentang petunjuk pelaksanaan tata cara penyelesaian pelanggaran lalu lintas jalan tertentu bahwa surat tilang merupakan
23
alat utama yang digunakan dalam penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas jalan tertentu sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 211 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berdasarkan kajian, apabila tidak dilakukan tindakan Kepolisian secara terencana dan konsisten akan dapat menimbulkan akibat-akibat diantaranya adalah: 1) Mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. 2) Mengakibatkan kemacetan lalu lintas. 3) Mengakibatkan kerusakan prasarana jalan dan sarana angkutan. 4) Menimbulkan ketidak-tertiban dan ketidak-teraturan. 5) Menimbulkan polusi. 6) Berkaitan dengan kejahatan.
Dalam pelaksanaan penindakan pelanggaran lalu lintas jalan tertentu, terlibat aparat penegak hukum yaitu Polisi, Hakim, dan Jaksa selaku eksekutor.
Surat tilang ini sebagai bukti bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran lalu lintas, sedangkan esensi dari surat tilang ini adalah sanksi atau denda yang dikenakan dan diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi si pelanggar lalu lintas.
Rincian surat tilang berdasarkan Lampiran Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung Dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia sebagai berikut:
24
a) Spesifikasi Teknis Surat Tilang 1) Format ukuran Lembar Surat Tilang berukuran 1/2 folio. 2) Warna dan peruntukan Lembar surat Tilang terdiri atas 5 (lima) lembar yang masingmasing: a) Merah : Untuk pelanggar/tersangka. b) Biru
: Untuk pelanggar/tersangka.
c) Kuning : Untuk Polri. d) Hijau : Untuk Pengadilan. e) Putih : Untuk Kejaksaan. 3) Isi Buku Tilang Setiap Buku Tilang terdiri dari: a)
5 (lima) Set surat Tilang.
b)
1 (satu) lembar tabel Pelanggaran dan uang titipan, serta angka pinalti dan biaya perkara.
4) Isi lembar surat tilang Pada halaman depan lembar surat Tilang berisi kolom atau tulisan sebagai berikut: a)
Nama kesatuan Kepolisian Penindak.
b)
Nomor Registrasi.
c)
Tulisan Pro Justitia.
d)
Nomor seri surat Tilang.
25
e)
Nama dan identitas petugas penindak sekaligus sebagai Penyidik/Penyidik pembantu.
f)
Nama dan identitas pelanggar, identitas kendaraan bermotor dan Surat Izin Mengemudi.
g)
Pasal yang dilanggar.
h)
Besarnya uang titipan yang harus disetor.
i)
Besarnya angka pinalti.
j)
Tempat dan waktu terjadinya pelanggaran.
k)
Kantor BRI yang ditunjuk untuk menerima uang titipan, tanda tangan petugas penerima uang titipan, cap BRI, serta tanggal penerimaan.
l)
Pernyataan
penyidik
mengenai
pensitaan
dan
atau
penerimaan titipan surat-surat atau kendaraan (Bermotor) sebagai jaminan sesuai ketentuan dalam KUHAP. m) Pernyataan/keterangan tersangka/pelanggar bahwa telah melakukan pelanggaran lalu lintas jalan tertentu, dan kolom tanda tangan. n)
Waktu sidang dan alamat Pengadilan Negeri.
o)
Tanda
tangan,
Nama
penindak/Penyidik/Penyidik
pembantu
Kepolisian. p)
Keterangan fungsi surat Tilang sebagai: 1) Tanda bukti penyitaan/titipan.
dan
Pangkat serta
Cap
26
2) Surat penunjukkan dari pelanggar pada wakilnya untuk hadir di Sidang Pengadilan, apabila pelanggar tidak hadir disidang pengadilan. 3) Kesanggupan pelanggar membayar uang titipan selambat lambatnya 5 (lima) hari setelah pelanggar menanda tangani surat Tilang. 4) Surat pengantar untuk menyetor uang titipan ke BRI. 5) Bukti setor uang titipan untuk mengambil barang titipan. 6) Surat kuasa bagi BRI untuk menyalurkan uang titipan menjadi denda dan biaya perkara atau mengembalikan sisa uang titipan kepada pelanggar. q) Struk sebagai alat pengawasan bagi Pimpinan, berisi Nomor Seri,
nama/pangkat/Nrp
petugas/penyidik/penyidik
pembantu, tanda tangan petugas, dan tanggal penggunaan
Pada lembar belakang lembar merah berisi: a) Bukti penyerahan surat-surat/kendaraan yang disita/titipan dari pelanggar. b)
Nama,
Pangkat/Nrp,
Kesatuan
dari
petugas
yang
menyerahkan benda sitaan/titipan dan tanda tangan. c)
Nama, alamat dan pekerjaan yang menerima pengembalian benda sitaan/titipan dan tanda tangan.
d)
Tanda Bukti eksekusi.
e)
Peringatan-peringatan bagi pelanggar dan petugas tentang:
27
1) Bagi yang menyelesaikan perkara diluar pengadilan tilang diancam pasal 209, 418, 419 KUHP, jo UU No. 11/1980 tentang tindak pidana suap jo UU no. 3/1971 tentang tindak pidana korupsi. 2) Surat Tilang ini merupakan Surat Pengadilan untuk menghadap ke Pengadilan Negeri pada tempat, hari, tanggal dan waktu yang telah ditetapkan sehubungan dengan pelanggaran yang telah dilakukan. 3) Batas waktu penyetoran uang titipan dan besarnya angka pinalti maksimal serta sanksi terhadap pelanggarannya. 4) Ancaman bagi yang tidak memenuhi surat panggilan dengan tuntutan melanggar pasal 216 ayat (1) KUHP, yang diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 4 bulan 2 minggu atau, denda setinggi-tingginya 15 kali Rp. 600,-. f) Tanda bukti eksekusi.
Pada lembar belakang lembar kuning, hijau dan putih berisi: a) Putusan Sidang Pengadilan. b) Pernyataan si pelanggar atau wakilnya. c) Tanda bukti eksekusi. d) Catatan petugas.
Dan pada lembar biru. entuk dan materinya sama dengan lembar merah.
28
e.
Prosedur Teknisi Penindakan Tilang Prosedur teknisi penindakan tilang petunjuk pelaksanaan tata cara penyelesaian pelanggaran lalu lintas jalan tertentu yaitu sebagai berikut: 1. Penggunaan Surat Tilang a. Surat
Tilang
penyidik/penyidik terjadinya
digunakan, pembantu
pelanggaran
lalu
apabila
secara
melihat, lintas
jelas
mengetahui, jalan
tertentu
sebagaimana tercantum dalam Tabel Pelanggaran. Setelah surat Tilang diisi dan ditanda tangani oleh pelanggar serta petugas sendiri, lembar biru diberikan kepada Pelanggar untuk menyetor uang titipan di BRI. b. Cara Pengisian: 1) Pengisian blanko dengan huruf balok dan dengan menggunakan ballpoint pen. 2) Pengisian yang bersifat tetap dan sama dapat menggunakan cap. 3)
Cap Satuan menggunakan ukuran kecil.
4) Menulis dan menanda tangani dengan menekan yang cukup kuat. 5)
Pengisian pasal yang dilanggar dan besarnya uang titipan
serta
angkapinalti
dan
biaya
berdasarkan pada tabel yang telah tersedia.
perkara
29
6) Memberikan tanda silang bila diperlukan pada kotak yang disediakan.
2. Penyitaan Sesuai ketentuan dalam Pasal 38 (2) KUHAP yaitu dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus
segera
bertindak
dan
tidak
mungkin
untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) Penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Setempat guna memperoleh persetujuan.
3. Pengembalian Benda Sitaan. Pengembalian
benda
sitaan
tersebut
di
atas
dapat
dilaksanakan apabila: a) Setelah pelanggar melaksanakan vonis Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. b) Sesuai yang diatur dalam pasal 46 KUHAP.
4. Pengembalian Barang Titipan. Pengembalian barang titipan dapat dilaksanakan bilamana: a) Pelanggar
telah
menyerahkan
uang
titipan
dan
menunjukkan surat Tilang warna biru (tanda bukti setor).
30
b) Telah melengkapi kekurangan surat-surat/kelengkapan kendaraannya.
5. Penyerahan Uang Titipan a) Setelah
menerima lembar surat Tilang warna biru,
pelanggar menyerahkan uang titipan ke Kantor BRI yang ditunjuk sebesar yang tertera dalam surat Tilang. b) Pelanggar menerima tanda bukti setor dari Kantor BRI, dan lembar surat Tilang warna biru yang telah ditanda tangani petugas dan Cap BRI. c) Batas waktu penyerahan uang titipan selambat-lambatnya 5 (lima) hari terhitung mulai tanggal ditanda tangani Surat Tilang.
6. Pengembalian Lembar Merah BRI akan menerima dari Eksekutor daftar pelanggar yang telah diputus Pengadilan yang dilampiri surat Tilang warna merah dan biru selambat-lambatnya tiga hari dari tanggal pelaksanaan Sidang Tilang. Pengembalian lembar Merah dari BRI kepada Polri dilaksanakan segera/secepatnya setelah uang titipan dirubah menjadi denda dan biaya perkara.
7. Acara Pemerasaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan a) Penyidik memberi tahukan kepada Pelanggar tentang hari, tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap ke Sidang Pengadilan.
31
b) Pelanggar dapat menunjuk seorang wakil yang disediakan oleh Kepolisian dengan surat Tilang untuk mewakilinya di Sidang Pengadilan. c) Pelanggar atau wakilnya menerima putusan Hakim. d) Selanjutnya berlaku ketentuan sebagai mana tersebut pada Pasal 214 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. e) Petugas
Kejaksaan
Negeri
sebagai
Eksekutor
memberitahukan dan menyerahkan lembar blanko Tilang warna merah dan biru kepada BRI bahwa uang titipan atas nama Pelanggar yang telah disetorkan, telah berubah menjadi uang denda dan biaya perkara serta agar disetorkan ke Kas Negara.
8. Daftar Pencarian Pelanggar a) Dalam hal pelanggar dalam batas waktu yang ditentukan tidak menyerahkan uang titipan maka identitas pelanggar dimasukkan dalam Daftar Pencarian Pelanggar (DPP). b) Apabila pelanggar tidak dapat menunjukkan alasan yang sah tentang tidak memenuhi kewajibannya menyetorkan uang titipan maka herdasarkan Instruksi Kapolri, SIM yang bersangutan dapat dibatalkan dan STNK dapat tidak diterbitkan untuk tahun berikutnya. c) Apabila pelanggar yang tidak menunjuk wakil dan tidak hadir pada waktu sidang Pengadilan Tilang tanpa alasan
32
yang sah, identitas pelanggar dimasukkan dalam Daftar Pencarian Pelanggar (DPP) dan atas kewenangan Hakim diputus verstek dapat dijatuhi hukuman lebih berat.
f. Bentuk sanksi bagi pelanggar lalu lintas sesuai dengan UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009
Untuk sanksi bagi pelanggaran lalu lintas sendiri, diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 pada Bab XX mengenai Ketentuan Pidana. Berikut akan dijelaskan di dalam tabel mengenai sanksi atau ketentuan pidana bagi pelanggaran lalu lintas, yakni sebagai berikut: Tabel 2.1 Daftar Ketentuan Pidana Denda Tilang
No
Jenis Pelanggaran
1.
Tidak dilengkapi dengan perlengkapan berupa ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan
2.
Mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
3.
Mengemudikan Kendaraan
Ancaman Hukuman Pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) Pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) Pidana kurungan
Dasar Hukum (UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 278
Pasal 280
Pasal 281
33
Bermotor di Jalan dengan tidak memiliki Surat Izin Mengemudi
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)
4.
Mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban
Pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
Pasal 285 Ayat (1)
5.
Mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca
Pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)
Pasal 285 Ayat (2)
6.
Mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
Pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu
Pasal 288 Ayat (1)
34
rupiah) 7.
Mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah
Pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
Pasal 288 Ayat (2)
8.
Mengemudikan Kendaraan Bermotor atau Penumpang yang duduk di samping Pengemudi yang tidak mengenakan sabuk keselamatan
Pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
Pasal 289
9.
Mengemudikan Sepeda Motor tidak mengenakan helm standar nasional Indonesia
Pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
Pasal 291 Ayat (1)
10.
Mengemudikan Sepeda Motor yang membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm
Pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
Pasal 291 Ayat (2)
11.
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu
Pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00
Pasal 293 Ayat (1)
35
(dua ratus lima puluh ribu rupiah) 12.
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari
Pidana kurungan paling lama 15 (lima belas) hari atau denda paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah)
Pasal 293 Ayat (2)
13.
Mengemudikan Kendaraan Bermotor yang akan membelok atau berbalik arah, tanpa memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan
Pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
Pasal 294
14.
Mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau Barang
Pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)
Pasal 310 Ayat (1)
15.
Mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan
Pasal 310 Ayat (2)
16.
Mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat
Pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah) Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
17.
Mengemudikan Kendaraan
Pidana penjara
Pasal 310
Pasal 310 Ayat (3)
36
Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban meninggal dunia
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)
Ayat (4)
2. Tinjauan Tentang Kedisiplinan a. Pengertian Kedisiplinan Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sudah akrab dengan kata “kedisiplinan”. Kata disiplin kini menyebar luas, tidak terbatas pada instansi pemerintah saja namun juga di instansi swasata. Disiplin pada dasarnya adalah faktor penunjang produkitivitas seseorang. Setiap tindakan akan mempunyai konsekuensi jika tidak disiplin dalam menjalankannya. Disiplin diartikan sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat bersikap tertib. Disiplin bisa diartikan sebagai sikap paham akan tanggung jawab dan tetap bersikap profesional dan tidak terpengaruh oleh emosi pribadi. Disiplin juga mengajarkan kepada kita bagaimana memanajemen diri. Oleh karena itu kedisiplinan sangat diperlukan dalam banyak aspek kehidupan.
Menurut Prijodarminto (2003: 11), bahwa “Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Karena sudah menyatu dengannya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali
37
tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bilamana ia tidak berbuat sebagaimana lazimnya”.
Kemudian
Asy
Mas’udy
dalam
(https://www.facebook.com/permalink.php.id)
Al-Iman
Aulia
menyatakan
bahwa
“Disiplin adalah latihan ingatan dan watak untuk menciptakan pengawasan (kontrol diri), atau kebiasaan mematuhi ketentuan dan perintah. Jadi arti disiplin secara lengkap adalah kesadaran untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan tertib dan teratur sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab tampa paksaan dari siapa pun”.
Syaiful Bahri Djamarah (2010: 17) menambahkan bahwa “Kedisiplinan merupakan perilaku yang terbentuk dari hasil latihan untuk mematuhi aturan tata tertib yang ditentukan”.
Dan selanjutnya menurut John Maxwell (dalam hadziq, 2012: 22) bahwa “Disiplin adalah sebagai suatu pilihan dalam hidup untuk memperoleh apa yang kita inginkan dengan melakukan apa yang kita inginkan”.
Disiplin adalah sikap yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan terhadap berbagai peraturan dan ketentuan yang ditentukan pemerintah atau etik, norma, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat.
38
Kedisiplinan berkenaan dengan kepatuhan dan ketaatan seseorang atau kelompok orang terhadap norma-norma dan peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Kedisiplinan dibentuk serta berkembang melalui latihan dan pendidikan sehingga terbentuk kesadaran dan keyakinan dalam dirinya untuk berbuat tanpa paksaan.
Dari pengertian-pengertian kedisiplinan menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah segala bentuk sikap seseorang yang mencerminkan bahwa dirinya patuh terhadap suatu peraturan, baik peraturan itu dibuat oleh dirinya sendiri maupun orang lain dengan kepahaman terhadap hak dan kewajiban serta kepahaman terhadap konsekuensi apabila ia melanggar.
b. Unsur-unsur kedisiplinan Dalam mengembangkan dan meningkatkan kedisiplinan perlu ada unsur-unsur
yang
diharapkan
dapat
mendukung
tercapainya
kedisiplinan. Unsur-unsur tersebut diantaranya adalah: a) Sikap Mental Artinya adalah adanya sikap mental yang tercermin dari perbuatan seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya serta menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan.
39
b) Alat ukur Artinya adalah adanya alat ukur seperti waktu, tugas, pekerjaan, dan larangan-larangan yang dituangkan dalam perarturan. c) Sanksi atau hukuman Artinya adanya sanksi atau hukuman yang diberikan kepada pelanggar peraturan atau ketentuan yang telah ditetapkan. d) Pemahaman yang baik mengenai sistem peraturan, perilaku, norma, kriteria dan standar sehingga menumbuhkan pengertian yang mendalam. e) Sikap kelakuan yang wajar yang menunjukkan kesungguhan hati untuk mentaati segala hal secara hormat dan tertib.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan tingkah laku manusia yang kompleks karena menyangkut unsur pembawaan dan lingkungan sosialnya. Ditinjau dari sudut psikologi, bahwa manusia memiliki dua kecenderungan yang cenderung bersikap baik dan cenderung bersikap buruk, cenderung patuh dan tidak patuh, cenderung menurut atau membangkang,. Kecenderungan tersebut dapat berubah sewaktu-waktu tergantung bagaimana pengoptimalannya.
Sehubungan manusia memiliki dua potensi dasar tersebut, maka agar manusia memiliki sikap positif dan berperilaku disiplin sesuai dengan aturan maka perlu upaya optimalisasi daya-daya jiwa manusia melalui berbagai bentuk penanaman disiplin dan kepatuhan.
40
Upaya-upaya
tersebut
baik
melalui
pembiasaan-pembiasaan,
perubahan pola dan sistem aturan yang mengatur tingkah lakunya, kebijaksanaan, sistem sanksi, dan penghargaan bagi pelaku dan pengawasan.
Menurut Subari (1994:166), “Ada dua faktor penyebab timbul suatu tingkah laku disiplin yaitu kebijaksanaan aturan itu sendiri dan pandangan seseorang terhadap nilai itu sendiri”. Didukung oleh pendapat lain (Hasibuan 2010:194) beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan diantaranya adalah: a) Tujuan dan kemampuan b) Kepemimpinan c). Keadilan d). Pengawasan melekat e). Sanksi hukuman f). Hubungan kemanusiaan g). Ketegasan
d. Fungsi Kedisiplinan Kedisiplinan selalu dikedepankan di banyak hal. Karena kedisiplinan mempunyai banyak fungsi yang tentunya diharapkan bersama. Diantara fungsi kedisiplinan tersebut yaitu: a) Menata kehidupan bersama. b) Membangun kepribadian Pertumbuhan kepribadian seseorang biasanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Disiplin yang diterapkan di masing-masing lingkungan
tersebut
memberi
dampak
bagi
pertumbuhan
kepribadian yang baik. Oleh karena itu, dengan disiplin seseorang akan terbiasa mengikuti, mematuhi aturan yang berlaku dan
41
kebiasaan itu lama kelamaan masuk ke dalam dirinya serta berperan dalam membangun kepribadian yang baik. c) Melatih kepribadian Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin terbentuk melalui latihan. Demikian juga dengan kepribadian yang tertib, teratur dan patuh perlu dibiasakan dan dilatih. d) Menciptakan lingkungan yang kondusif.
e. Kedisiplinan Dalam Berlalu Lintas 1. Pengertian Kedisiplinan Dalam Berlalu Lintas Kedisplinan banyak macamnya, ada kedisplinan dalam belajar, kedisiplinan dalam menggunakan waktu, dan sebagainya. Namun kali ini akan dibahas mengenai disiplinan dalam berlalu lintas. Kedisiplinan berlalu lintas sangat penting untuk diutamakan Karen berkenaan dengan keselamatan di jalan raya.
Disiplin lalu lintas adalah suatu kondisi psikologis berupa sikap mental seseorang berkaitan dengan penempatan diri yang baik terhadap aturan-aturan lalu lintas yang berlaku. Masyarakat sebagai subyek yang dikenai aturan ini memiliki peran besar dalam tercapainya kedisiplinan dalam kehidupan berlalu lintas dan angkutan jalan raya. Bagaimana aturan atau norma tersebut dapat berjalan terlihat dari perilaku anggota masyarakat dalam berlalu lintas.
42
Menurut Purwadi (2011: 34) bahwa “Disiplin berlalu lintas itu sendiri bilamana seseorang mematuhi apa yang tidak boleh pada saat berlalu lintas di jalan, baik dalam rambu ataupun tidak, dimana lalarangan-larangan tersebut termuat didalam UU RI No 22 tahun 2009 tentang LLAJ”.
Sejalan dengan itu pengertian disiplin berlalu lintas merujuk pada Undang-Undang RI No. 22 Tahun. 2009 yang menerangkan bahwa “Kedisiplinan berlalu lintas adalah segala perilaku pengguna jalan baik bermotor ataupun tidak di jalan raya yang sesuai dengan undang-undang
ataupun
peraturan
lalu
lintas
yang
telah
ditetapkan”.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kedisiplinan berlalu lintas adalah suatu tindakan ataupun perilaku yang dimiliki individu dalam menjalankan setiap peraturan yang harus ditaati sesuai undang-undang yang ada ketika mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan Dalam Berlalu Lintas Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kedisiplinan berlalulintas yaitu faktor ekstern dan intern. Faktor ekstern meliputi sosial budaya, sosial ekonomi dan pendidikan sedangkan faktor intern meliputi sikap individu dan kesadaran individu. Prijodarminto (2003: 23) mengungkapkan bahwa “Individu yang memiliki
43
kesadaran yang tinggi akan selalu berorientasi pada keselamatan diri di jalan”.
Selain itu faktor-faktor mempengaruhi disiplin berlalu lintas yang berkaitan dengan individu sebagai pengguna jalan antara lain: a) Faktor Internal 1) Unsur sikap idup Sikap dipandang sebagai sesuatu predisposisi perilaku yang akan tampak aktual bila kesempatan untuk menyatakan terbuka luas, dan jika dilihat dari strukturnya, sikap terdiri atas beberapa komponen yang saling menunjang; kognitif, afektif, dan konatif. 2) Unsur tanggung jawab Orang yang berdisiplin adalah orang yang bertanggung jawab. 3) Unsur keinsafan Internalisasi terjadi ketika individu menerima pengaruh dan bersedia menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang individu percayai dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. 4) Unsur keyakinan Tanpa adanya keyakinan dan kepercayaan bahwa disiplin itu baik dan bermanfaat, maka secara internal disiplin tidak mungkin dapat terwujud. 5) Unsur kemampuan menyesuaikan diri
44
Adalah kekuatan dan mental spiritual yang menghindarkan seseorang untuk menghadapi friksi, gesekan serta benturan dengan lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. 6) Unsur kemampuan mengendalikan diri Pengendalian diri adalah pengaruh seseorang terhadap peraturan tentang fisiknya, perilaku dan proses-proses psikologisnya.
b) Faktor Eksternal 1) Unsur pemaksaan oleh hukum dan norma yang diwakili oleh penegak hukum terhadap setiap anggota masyarakat untuk taat kepada hukum dan norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2) Unsur pengatur, pengendali dan pembentuk perilaku. Faktor ini
merupakan
aturan-aturan
dan
norma-norma
yang
dijadikan standar bagi individu dalam masyarakat atau kelompoknya. Adanya perangkat hukum, norma atas aturanaturan ini maka individu belajar mengendalikan diri dengan aturan yang berlaku. Hukum dan norma selalu bersifat mengatur, mengendalikan serta membentuk perilaku manusia agar menjadi teratur, terkendali dan membentuk perilaku manusia agar menjadi teratur dengan adanya kepastian hukum.
45
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan dalam berlalu lintas berasal dari faktor internal dan faktor eksternal individu. Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri individu seperti; sikap tanggung jawab, keyakinan, kesadaran individu, penyesuaian diri, dan pengendalian diri.
Sedangkan
faktor
eksternal
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi disiplin yang meliputi kondisi sosial ekonomi dan budaya, pendidikan, pemaksaan oleh hukum dan norma yang diwakili oleh penegak hukum terhadap setiap anggota masyarakat serta unsur pengatur, pengendali dan pembentuk perilaku.
B. Penelitian Yang Relevan Ditingkat nasional penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ferdian Ade Cecar Tarigan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun judul penelitian adalah: “Penerapan Pidana Denda Dalam Kasus Pelanggaran Lalu Lintas Di Medan (Studi Pelanggaran Lalu Lintas Di Medan).” Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode yuridis normatif. Yang terdiri dari satu variabel yaitu penerapan pidana denda. Adapun hasil penelitianya menunjukan bahwa Pengadilan Negeri Medan telah menetapkan besarnya denda tilang yang harus dibayar oleh pengguna jalan yang melanggar ketentuan sesuai dengan Kordinasi antara Pengadilan, Kejaksaan dan kepolisian. Besarnya denda tersebut ditentukan oleh kategori jenis pelanggaran (ringan, sedang dan berat) dan jenis kendaraan yang
46
melanggar yaitu bermotor roda dua, roda empat, mobil penumpang umum, pick up, bus/truk dan truk gandeng. Hal ini dibuat atas keluarnya SEMA Nomor 4 Tahun 1993 yang berisi agar masing-masing daerah membuat standar besarnya jumlah denda atas pelanggaran lalu lintas dengan melihat kondisi sosial dan ekonomi masyarakat daerah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian juga menyatakan bahwa besarnya jumlah denda tilang yang ada di kota Medan masih dikategorikan rendah. Hal ini yang menyebabkan tidak efektifnya penerapan pidana denda serta penerpan pidana denda tersebut tidak mengakibatkan efek jera. Ini ditunjukkan dari angka pelanggaran lalu lintas yang tinggi setiap bulannya.
C. Kerangka Pikir Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didalamnya secara jelas mengatur ketentuan pidana bagi pelanggaran lalu lintas. Sanksi yang ditetapkan bagi pelanggaran lalu lintas berupa sanksi pidana kurungan (penjara) dan atau berupa denda. Penerapan sanksi dan penindakan pada pelanggaran lalu lintas yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku adalah yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tersebut, tidak dengan cara “damai” di tempat. Diterapkannya hal tersebut dengan harapan akan meminimalisir pelanggaran lalu lintas yang terjadi. Kedisiplinan dalam berlalu lintas diawali dengan pemahaman terhadap peraturan lalu lintas itu sendiri, dengan begitu maka akan tercipta sikap tertib dan sikap tanggung jawab dalam berlalu lintas. Sehingga apabila demikian adanya, lambat laun
47
akan tercipta suasana disiplin dalam berlalu lintas misalnya seperti mengutamakan ketertiban dan keselamatan dengan cara berperilaku tertib dan melengkapi komponen fisik seperti kelengkapan kendaraan bermotor maupun komponen
administratif
kendaraan
bemotor
seperti
SIM,
STNK;
menggunakan helm SNI bagi pengendara roda dua dan sabuk keselamatan bagi pengendara roda empat/lebih, dan lain-lain; menyalakan lampu utama baik di malam hari maupun siang hari; mengikuti jalur atau lajur lalu lintas yang benar; tertib ketika berada di perlintasan kereta api; tidak mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi; serta menghormati pengguna jalan yang lain seperti pejalan kaki dan pengendara kendaraan bermotor/tidak bermotor lainnya.
Berdasarkan pemikiran di atas, hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan kerangka pikir berikut ini:
Kedisiplinan dalam berlalu lintas (Y)
Sanksi tilang (X)
Sanksi sesuai Undangundang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
1. Pemahaman terhadap peraturan lalu lintas 2. Sikap tertib 3. Sikap tanggung jawab
Gambar 2.1 kerangka pikir
48
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan pemikiran dan landasan teori sebagaimana yang telah diutarakan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Bahwa pengaruh sanksi tilang bagi pelanggar terhadap kedisiplinan dalam berlalu lintas masyarakat di Dusun II Desa Bumisari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan masuk kategori tinggi”.