Tinjauan Pasar Kerja Indonesia
International Labour Organization
Agustus 2016
Tabel 1: Indikator Perekonomian dan Tenaga Kerja
2013 2014 2015
PDB sesungguhnya (% perubahan tahun per tahun)
5.6
5.0
4.8
Investasi (% PDB)
32.0
32.6
33.2
Ekspor barang dan jasa (% PDB)
23.9
23.6
21.1
8.1
8.2
3.2
Harga konsumen (%perubahan tahun per tahun)
Perempuan Laki-laki
Angkatan kerja (juta)
Total
49,543
78,138
127,672
116.0
227.9
344.0
52.7
83.5
68.0
5.3
5.7
5.5
2.6
3.4
3.1
18.6
17.4
17.8
Pendapatan bulanan (Rp. Ribu)
1,878
2,348
2,181
Tingkat pekerjaan informal (%)
72.9
72.3
72.5
Pekerjaan (ribu) Angka partisipasi angkatan kerja (%) Angka pengangguran (%) Dewasa, usia 25+ Orang Muda, usia 15-24
Catatan: Semua indikator pasar kerja dibuat berdasarkan estimasi Februari 2016 untuk populasi usia 15 tahun ke atas kecuali angka pekerjaan informal (2010/11). Sumber: Economist Intelligence Unit (EIU) Country Data [Diperoleh pada 22 Juli 2016]; Badan Pusat Statistik (BPS), 2016. Survei Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas), Februari 2016 (BPS, Jakarta)
Tinjauan1 Indonesia
menghadapi
Banyak di antaranya, seperti pengangguran dan kualitas
penurunan harga komoditas di tingkat global dan menyikapi
saat
ini
sedang
berupaya
kerja, yang memperberat tantangan yang sudah ada
perlambatan ekonomi yang dihadapi para mitra dagang
termasuk pengangguran muda dan informalitas. Karenanya,
utamanya. Faktor-faktor ini sangat memengaruhi prediksi
diperlukan perubahan kebijakan untuk memperkuat upaya
pertumbuhan—mengurangi
mencapai
mencapai kesetaraan gender dalam pasar kerja dan
pertumbuhan sebesar 7 persen per tahun pada 2018—
mengurangi ketimpangan pendapatan, terutama terkait
dengan berbagai konsekuensi buruk terhadap pasar kerja.
dengan adopsinya Agenda Pembangunan Berkelanjutan
kemungkinan
(Sustainable Development Agenda). 1 Informasi ini disusun oleh RIchard Home, Sameer Khatiwada (Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik), dan Owais Parray (Kantor ILO di Jakarta). Informasi data diberikan oleh Rosamario Dasso Arana (Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik).
Tinjauan Pasar Kerja Indonesia
Pengurangan dalam ekspor komoditas menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, namun prediksi pertumbuhan ekonomi terlihat lebih positif
berkontribusi sebesar 11 persen dan 13 persen terhadap
Setelah melalui pertumbuhan ekonomi yang lumayan
Saat harga komoditas sudah mencapai titik terendahnya
kuat, di mana perekonomian Indonesia tumbuh sebesar
2016, PDB tahun ini diharapkan bertumbuh sebesar 5,1
6 persen antara tahun 2011 dan 2013, pertumbuhan
persen dan pada 2017 sebesar 5.3 persen mengingat
melamban hingga 5 persen pada 2014 dan 4,8 persen pada
investasi publik terhadap infrastruktur dan konsumsi publik
2015.
Pada kwartal pertama tahun 2016, perekonomian
meningkat (Gambar 1).4 Namun, pertumbuhan ekonomi
meningkat pada 4,9 persen dibandingkan pada kwartal
dalam dua tahun ke depan diperkirakan sedikit lebih rendah
yang sama di tahun sebelumnya. Melambatnya ekspor dan
dibandingkan target 7 persen pemerintah, yang diharapkan
pertumbuhan investasi akibat menurunnya harga komoditas
dapat tercapai pada 2018. Pertumbuhan ekonomi yang
3
memainkan peran penting dalam perlambatan ekonomi.
melamban akan berdampak pada pasar kerja dan kondisi
Kinerja perekonomian yang menurun di antara mitra-mitra
sosial, mengingat Indonesia saat ini sedang menghadapi
perdagangan regional, seperti China dan Jepang—yang
pengangguran kaum muda, informalitas dan kesenjangan
2
ekspor Indonesia—akan menurunkan pendapatan ekspor Indonesia.
gender.
Gambar 1: Tingkat pertumbuhan PDB berdasarkan komponen utama, 2010-2017 (%) 8,0
Konsumsi pribadi Konsumsi pemerintah Investasi tetap bruto Neraca eksternal Saham
Tingkat pertumbuhan PDB dan kontribusi (%)
7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 -1,0 -2,0 2010
2011
2012
2013
2014
2015
2015
2017
Catatan: Data 2016 dan 2017 merupakan perkiraan Sumber: EIU Country Data [Diperoleh pada 22 Juli 2016]
2 EIU Country Data [Diperoleh pada 22 Juli 2016]. 3 Produk-produk ekspor terbesar Indonesia termasuk batu bara, minyak sawit, minyak dan gas bumi, minyak mentah dan karet.
2
4 Country Report: Indonesia, Economist Intelligence Unit (EIU), Juni 2016.
perlu mencari mesin pendorong pertumbuhan untuk mendukung penciptaan lapangan kerja dan produktivitas. Untuk itu, kebijakan harus terfokus pada sektor manufaktur dan jasa kelas tinggi untuk memastikan pertumbuhan di masa depan menjadi lebih inklusif dan ramah terhadap tenaga kerja. Ini terbukti
12,00
12,00
10,00
10,00
Tingkat pengangguran (%)
Pada jangka menengah dan panjang, Indonesia
Gambar 2: Jumlah pengangguran dan tingkat pengangguran di Indonesia, 2005-16
Jumlah pengangguran dalam juta
Prediksi jangka panjang akan membutuhkan diversifikasi dari komoditas, terutama pada sektor manufaktur
8,00
6,00
4,00
2,00
8,00
6,00
4,00
2,00
pada sektor manufaktur yang harus kembali pada tingkatan pertumbuhan sama sebelum
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Total pengangguran
krisis finansial pada 1997. Menurut studi terkini5 proporsi ekspor global Indonesia pada
Tingkat pengangguran
Sumber: Sakernas (terbitan Februari), 2005-2016.
sektor manufaktur tetap stagnan pada angka 0,6 persen. Karenanya, kendati jumlah tenaga kerja pada sektor perdagangan dan jasa mengalami pertumbuhan selama beberapa tahun terakhir, ini hanya terjadi pada
Tingkat heterogenitas penyerapan tenaga kerja yang besar berdasarkan provinsi
rantai pemasok tahap akhir, yang mengakibatkan pekerjaan yang ada tidak terlalu produktif.
Disparitas yang luas terlihat pada angka pengangguran provinsi. Pada Februari 2016, angka pengangguran di
Lebih dari 7 juta orang tetap menganggur meski terjadi penurunan tingkat pengangguran Pada Februari 2016, lebih dari 7 juta orang di Indonesia menganggur, menurun dari dari 8,3 juta pada 2010 dan 10,1 juta pada 2007 (Gambar 2). Angkatan kerja pada Februari 2016 tetap berada di angka 127,1 juta jiwa, namun jumlah ini menurun dari 128,3 juta pada tahun
Riau diperkirakan sebesar 9 persen—tertinggi dari seluruh provinsi. Hal serupa juga terlihat di Aceh, Kalimantan Timur dan Jawa Barat yang mencapai di atas 8 persen. Peningkatan yang terjadi di provinsi-provinsi ini diduga terkait dengan menurunnya ekspor komoditas, sementara di Jawa Barat diperkirakan akibat stagnannya pertumbuhan manufaktur.
Namun
penting
untuk
dicatat
bahwa
pengangguran di provinsi-provinsi ini secara historis memang lebih tinggi dari angka rata-rata nasional.
sebelumnya. Akibatnya, tingkat partisipasi angkatan kerja
Provinsi dengan angka pengangguran terendah meliputi
menurun dari 69,5 persen pada Februari 2015 menjadi
Bali, Papua dan Yogyakarta, di mana pada Februari 2016
68 persen pada Februari 2016. Tingkat partisipasi pekerja
berada di bawah 3 persen. Bali merupakan daerah tujuan
perempuan berada pada 52,1 persen yang tetap rendah
wisata utama di Indonesia dan terus menarik jutaan
dibandingkan pekerja laki-laki pada 83,4 persen.
wisatawan luar dan dalam negeri setiap tahunnya. Alhasil,
Sementara itu, tingkat pengangguran pada Februari 2016 tercatat 5,5 persen, turun dari 5,8 persen pada tahun sebelumnya. Tingkat pengangguran mengalami penurunan
perekonomian Bali cenderung lebih kuat menghadapi kerentanan pengangguran dan mampu mempertahankan tingkat pengangguran yang rendah di bawah 3 persen.
dari 6,3 persen pada 2012 dan 7,4 persen pada 2010. Ini
Daerah-daerah lain dengan tingkat pengangguran rendah
diakibatkan oleh penurunan angkatan kerja pada periode
termasuk Sulawesi Tengah, Maluku Utara dan Nusa
yang sama.
Tenggara Timur. Tidak seperti Bali, rendahnya tingkat pengangguran pada provinsi-provinsi ini menggambarkan
5 Bank Dunia. Indonesia Economic Quarterly, “Resilience through reforms”, Juni 2016
kemiskinan
dan
tingginya
tingkat
pekerjaan
pada
3
Tinjauan Pasar Kerja Indonesia
perekonomian informal yang cenderung ‘menutupi’ kondisi
Bahkan pada Februari 2016, diperkirakan 58,2 persen
sesungguhnya yang umum terjadi pada provinsi-provinsi
lebih tinggi dari rata-rata negara Asia Timur dan Tenggara.
yang belum berkembang di Indonesia.
Pada 2015, misalnya, negara-negara dengan pekerjaan rentan seperti China, Malaysia dan Filipina masing-masing sebesar 45,5 persen, 22,1 persen dan 37,4 persen.
Tingginya angka pengangguran kaum muda tetap menjadi tantangan terbesar, bersama dengan informalitas
Gambar 3: Pekerjaan informal sebagai bagian dari pekerjaan sektor non-pertanian di Asia, 2012 90
83,6
78,4
80
Pada Februari 2016, tingkat pengangguran
70
kaum muda di Indonesia tetap berkisar pada
60
17,8 persen, turun dari 20,6 persen pada
50
tahun sebelumnya. Namun pengangguran
40
kaum muda di Indonesia masih terbilang
70,1
68,2 62,1
42,3 32,6
30
tinggi jika dibandingkan dengan negaranegara lain di kawasan ini. Sebagai contoh
20
adalah China dengan tingkat pengangguran
10
kaum muda pada 2015 berkisar 12,1
0
persen.
72,5
India
Pakistan
Indonesia
Filipina
Vietnam
Sri Lanka
Thailand
Cina
Catatan: Data mengenai informalitas tidak tersedia di seluruh negara di Asia dan Pasifik.
Menurut perkiraan regional ILO, pada 2015,
Sumber: “Data Statistik ketenagakerjaan terkini pada sektor informal” Statistik ILO Statistics, Juni 2012.
rata-rata angka pengangguran muda di Asia Timur adalah sebesar 11,7 persen, sementara Asia Tenggara sebesar 13,1 persen. Selanjutnya, rasio pengangguran muda dan dewasa—5,8 kali lebih tinggi dibandingkan tingkat pengangguran dewasa—dinilai lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Rasio pengangguran muda-dewasa di Asia Timur adalah 3,2, sementara Asia Tenggara 5,1.6
Di Indonesia, kaum perempuan cenderung mendapatkan dihadapi
upah yang lebih buruk dibandingkan laki-laki di pasar kerja.
oleh Indonesia saat ini adalah tingginya informalitas.
Dari semua indikator pasar kerja, perempuan tertinggal.
Berdasarkan estimasi global terkini, pekerjaan informal
Dengan diadopsinya Agenda Pembangunan Berkelanjutan,
sebagai persentase dari pekerjaan di sektor non-pertanian
ini
diperkirakan mencapai 72,5 persen di Indonesia.7
pada 2030—salah satu dari 17 Tujuan Pembangunan
Salah
satu
tantangan
pasar
kerja
yang
Angka ini lebih tinggi dibandingkan China dan Thailand
menjadikan
tujuan
mencapai
keadilan
gender
Berkelanjutan (SDGs)—sebagai sebuah tugas besar.
dapat
Sebagai contoh, menurut data Februari 2015, partisipasi
disejajarkan dengan India dan Pakistan—negara-negara
pasar kerja di kalangan perempuan di Indonesia hanya
dengan tingkat informalitas tertinggi secara global.
sebesar 50,9 persen—lebih rendah dibandingkan sejumlah
(Gambar
3).
Tingkat
informalitas
Indonesia
Mengingat prevalansi informalitas, pekerjaan yang rentan (jumlah pekerja keluarga yang tidak dibayar) dari jumlah pekerja keseluruhan juga terbilang tinggi di Indonesia.8 6 ILO Trends Econometric Models, November 2015 7 Sumber: Statistical Update on Employment in the Informal Economy, Departemen Statistik ILO, Juni 2012 8 ILO Trends Econometric Models, November 2015
4
Kesenjangan gender dalam pasar kerja hanyalah gambaran kecil dari ketidakadilan gender yang lebih besar
mitra-mitra regional (Gambar 3). Bahkan kesenjangan tingkat partisipasi kerja antara laki-laki dan perempuan mencapai 33 persen, lebih rendah dibandingkan Fiji namun lebih tinggi dibandingkan sejumlah negara di kawasan ini. Begitu pula dengan kesenjangan upah yang diterima. Menurut data angkatan kerja Februari 2016, rata-rata perempuan mendapatkan penghasilan sebesar 78 persen
Gambar 4: Kesenjangan gender dalam tingkat partisipasi angkatan kerja Perempuan dalam TPAK (%)
Kesenjangan gender dalam TPAK (%) 40,0
80
75,5
73,8
77,7
75,1
35,0
69,6 70
62,9
56,5
60
50,9
25,0
50,5
49,3
50 40
30,0
63,6
20,0
37,0
15,0
30
10,0
20
5,0
10
0,0
0
-5,0
iji
F
sia
ne
I
o nd
ia
ys
ala
M
a
in
lip
Fi
d
an
ail
Th
na
Ci
M
ja
lia
go
on
bo
m
Ka
m
na
et
Vi
ar w
M
a
u ap
ea
in
nm
ya
Ne
Gu
Perbedaan antara tingkat partisipasi laki-laki dan perempuan
Tingkat partisipasi angkatan kerja (%)
90
os
La
P
Source: ILO - Trends Econometric Models, November 2015.
dibandingkan rekan kerja laki-laki (Rp. 2,3 juta untuk laki-
Salah satu penentu ketimpangan di Indonesia, seperti yang
laki dibandingkan Rp. 1,8 juta untuk perempuan).
terlihat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
9
(RPJM), adalah ketidaksetaraan akses terhadap pekerjaan yang berkualitas baik. Tujuan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan—Koefisien Gini sebesar 0,36 pada 2019—
Ketimpangan pendapatan terus meningkat, diperburuk dengan kesenjangan keterampilan pada angkatan kerja
dan mencapai SDG 10 akan sangat sulit kecuali intervensi
Dalam beberapa tahun terakhir, ketimpangan pendapatan
peluang pelatihan keterampilan bagi angkatan kerjanya
publik dilakukan secara bersama-sama untuk menangani masalah ketimpangan ini. Selain memperkuat program perlindungan sosialnya, Indonesia juga perlu mendorong
di Indonesia meningkat dengan cepat dibandingkan negara-
untuk meningkatkan produktivitas.
negara tetangga di Asia Timur dan Asia Tenggara. Misalnya,
Memang bukti terkini menunjukkan bahwa kurang dari
pada tahun 2000 koefisien Gini—salah satu koefisien yang
9 persen orang (1,1 juta) dalam angkatan kerja memiliki
digunakan untuk menilai ketimpangan pendapatan—
gelar universitas. Di antara mereka yang memiliki latar
berada pada posisi 0,30 (salah satu yang terendah di
belakang pendidikan universitas hanya 2,7 juta (kurang dari
kawasan ini), yang mengalami peningkatan menjadi 0,41
seperempat) berasal dari daerah pedesaan. Selanjutnya,
pada 2013.
lebih dari 16 persen (20,6 juta) tidak lulus sekolah dasar
Selanjutnya, konsumsi per orang bagi 10 persen orang-
(SD) atau bahkan tidak pernah bersekolah sama sekali dan
10
orang terkaya di Indonesia bertumbuh hingga 6 persen per tahun antara tahun 2003 hingga 2010, sementara hanya bertumbuh kurang dari 2 persen bagi 40 persen golongan masyarakat termiskin.
sebagian besar (67 persen) berasal dari daerah pedesaan. Transformasi struktural ekonomi untuk menuju sektor yang lebih produktif memerlukan upaya menjawab kesenjangan keterampilan dan meningkatkan peluang pendidikan dan pelatihan.
9 BPS, 2016. Sakernas, February 2016 (BPS, Jakarta) 10 World Bank, 2015. Indonesia’s Rising Divide (World Bank, Jakarta)
5
Tinjauan Pasar Kerja Indonesia
Prediksi dan Peluang Kebijakan Kendati Indonesia mengantisipasi perlambatan ekonomi dalam jangka menengah, perekonomian Indonesia masih menjadi salah satu pertumbuhan ekonomi yang terbesar dan tercepat di dunia. Namun demikian, upaya-upaya selanjutnya diperlukan untuk mengembangkan dasar transformasi struktural yang kuat yang sejalan dengan pekerjaan layak dan kualitas pekerjaan. Melangkah ke depan, kebijakan industri yang menciptakan lebih banyak lagi pekerjaan produktif harus menjadi perhatian utama. Lebih lanjut, untuk menanggulangi kesenjangan keterampilan secara efektif, pendidikan dan Pelatihan harus menjadi prioritas. Selain itu, mengantisipasi keterampilan yang dibutuhkan dalam menghadapi perkembangan teknologi akan menjadi kunci dalam mendorong pertumbuhan produktivitas (lihat Kotak 1).
Menghadapi beratnya tantangan pasar kerja Indonesia, termasuk meluasnya informalitas, kesenjangan gender dan ketenagakerjaan muda, dibutuhkan serangkaian kebijakan mengenai pekerjaan layak. Untuk memastikan keterpaduan di antara kebijakan ekonomi dan sosial, dialog konstruktif yang melibatkan pemerintah, pengusaha, pekerja dan pemangku kepentingan sangat diperlukan. Agenda Pembangunan Berkelanjutan yang baru saja diadopsi, meski terbilang besar dalam skala dan aspirasi, memberikan kesempatan unik untuk membangun visi pembangunan bersama di Indonesia. Hal ini tidak hanya membantu penyusunan kebijakan yang mengarah pada sosio-ekonomi yang berkelanjutan, tapi juga memberikan kesempatan dan kerangka baru pada keterpaduan dan koordinasi kebijakan yang sejalan dengan pendekatan berbasis bukti dalam pembuatan kebijakan.
Kotak1: Pengembangan keterampilan diperlukan untuk menanggulangi kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi Lebih dari 60 persen pekerja yang menerima gaji pada
bisnis; dan eceran. Jumlah pekerja penerima upah yang
industri padat karya di Indonesia menghadapi risiko tinggi
berisiko di industri tersebut mencapai setinggi 85 persen pada
otomatisasi, menurut laporan terbaru ILO. Indonesia sangat
eceran dan 64 persen pada sektor tekstil, pakaian jadi dan
rentan terkena dampak teknologi akibat tingginya sektor
alas kaki serta lebih dari 60 persen di sektor otomotif dan
manufaktur padat karya dan jasa—misalnya mereka yang
elektronik.
1
mudah tergantikan otomatisasi. Sementara para manufaktur lebih memilih pekerja yang lebih terampil untuk mendukung dan mengelola teknologi, para pekerja dengan keterampilan rendah cenderung untuk digantikan dengan otomatisasi.
Untuk mengantisipasi perubahan ini, angkatan kerja harus dilengkapi dengan keterampilan yang sesuai dan sesuai dengan kebutuhan seperti analis data dan teknologi informasi (Gambar B1). Karenanya penting bagi pengusaha, pemerintah,
Laporan ini, yang dibuat berdasarkan survei yang dilakukan
pekerja dan pemangku kepentingan untuk terlibat dan
di seluruh negara ASEAN (1,224 survey di Indonesia) melihat
merespons perubahan-perubahan yang terjadi di tempat kerja.
sejumlah industri yang berkontribusi pada pertumbuhan dan
Hubungan yang membangun antara pemerintah, mitra sosial
ketenagakerjaan, seperti: otomotif dan onderdil; listrik dan
dan lembaga pelatihan pendidikan serta pelatihan menjadi
elektronik; tekstil, pakaian dan alas kaki; alihdaya proses
penting untuk mengantisipasi permintaan keterampilan dan program pelatihan di masa mendatang.
Gambar B.1: Perubahan persyaratan keterampilan dalam angkatan kerja ASEAN seiring peningkatan penggunaan teknologi Syarat keterampilan
# Narasumber yang dikutip (43)
Analis data
24
Teknologi informasi
19
Kecakapan hidup
19
Pemasaran digital/Media sosial
14
Pengetahuan produk
11
Catatan: Jawaban dari pertanyaan: “Dapatkah Anda menyebutkan bidang-bidang fungsional di mana perubahan kerja dapat mengubah tempat kerja?” Sumber: ILO retail survey, 2016; ILO (2016) op. cit
1. Sumber: ILO, 2016. ASEAN in Transformation: How technology is changing jobs and enterprises (ILO, Bangkok)
6
Kantor ILO Jakarta untuk Indonesia dan Timor-Leste | Menara Thamrin Lantai 22 | Jl. M.H. Thamrin Kav. 3 - Jakarta 10250 Telp. +62 21 391 3112; Faks. +62 21 3983 8959 | Email:
[email protected]; Website: www.ilo.org/jakarta