Idea Nursing Journal ISSN: 2087-2879
Vol. III No. 1
TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI RSUDZA BANDA ACEH Patient Satisfaction Level on Health Care Quality Service in RSUDZA Banda Aceh Hajjul Kamil Bagian Keilmuan Keperawatan Dasar Dasar Keperawatan PSIK-FK Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Basic Nursing Department, School of Nursing, Faculty of Medicine, Syiah Kuala University, Banda Aceh E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kepuasan pasien adalah hasil dari kesenjangan antara yang diharapkan dan karakteristik yang dirasakan oleh pasien dari pelayanan yang diterima. Sedangkan mutu pelayanan kesehatan adalah penerapan ilmu kesehatan dan teknologi dengan cara memaksimalkan manfaat terhadap pelayanan kesehatan tanpa menambahkan risiko. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abdidin (RSUDZA) Banda Aceh ditinjau dari perspektif pasien meliputi dimensi; tangible, reliability responsiveness, assurance dan empathy. Jenis penelitian descriptive, desain Cross Sectional Study, populasi semua pasien yang di rawat di ruang rawat Inap Kelas III RSUDZA Banda Aceh. Sampel berjumlah 93 orang diambil dengan metode Probability Sampling; Simple Random Sampling berkriteria. Proporsi jumlah sampel berpatokan pada BOR 6 bulan terakhir. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 4-15 Oktober 2010 dengan menggunakan The SERVQUAL Instrument. Analisa data dilakukan dengan menghitung skor rata-rata Dimention by Dimention Score Analysis, Dimention By Dimention Gap Score Analysis, dan Index of Patients Satisfaction. Hasil penelitian semua dimensi menghasilkan Gap Score Negative secara berurutan yaitu; dimensi empati -0,9, dimensi kehandalan -0,86, dimensi ketanggapan dan dimensi jaminan -0,7, dan dimensi tampilan fisik -0,6, dengan skor Index of Patients Satisfaction 40,756%. Manajemen RSUDZA Banda Aceh perlu melakukan perbaikan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam upaya memberi kepuasan kepada pasien dengan fokus pada semua dimensi secara prioritas memperbaiki rasa empati, kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan tampilan fisik. Kata kunci: kepuasan pasien, mutu pelayanan kesehatan
ABSTRACT Patient satisfaction is a result of the gap between the expectation and characteristics perceived by the patient from the service they received. Whereas, the quality of healthcare is the application of medical science and technology by maximizing the benefits of health care without add the risk. Research objective is to determine the level of patient satisfaction for the quality of health care in the third level of wards of District General Hospital dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) of Banda Aceh which viewed by patient perspective including dimension of tangible, reliability responsiveness, assurance and empathy. The design of this study is descriptive, Cross Sectional Study; the population is the entire patient which is treated in the third level of wards of RSUDZA of Banda Aceh. The samples are 93 people which is selected by using Probability Sampling method; Simple Random sampling with criteria. The proportion of the samples was determined by BOR from the last six month. Data collection was done on October 4th – 15th 2010 by using The SERVQUAL Instrument. Data Analysis was done by calculated the mean score of Dimension by Dimension Score Analysis, Dimension by Dimension Gap Score Analysis, and Index of Patients Satisfaction. The results of the study for all dimensions produced Gap Score Negative sequentially, are empathy dimension -0.9, compatible dimension -0.86, responsiveness dimension and assurance dimension 0.7, and physic appearance dimension 0.6, which index of Patients Satisfaction score was 40.756%. RSUDZA management of Banda Aceh needs to do the restoration for increasing the quality of health care in order to give the satisfaction for the patient by focusing with all dimensions as the main priority to correct empathy feeling, compatible, responsiveness, assurance, and physic appearance. Keywords: Patient satisfaction, the quality of health care
1
Idea Nursing Journal
Hajjul Kamil
PENDAHULUAN
dapat mengacaukan upaya manajer untuk menilai dan meningkatkan kualitas rumah sakit.
Rumah sakit sebagai institusi yang bergerak di bidang pelayanan kasehatan saat ini telah mengalami perubahan. Pada awal perkembangannya rumah sakit adalah lembaga yang berfungsi sosial dengan manajemen pelayanan seadanya, tetapi dengan perkembangan manajemen modern, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan serta kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan bermutu, menjadikan rumah sakit sebagai suatu industri yang bergerak sangat cepat dalam perkembangannya tanpa mengabaikan fungsi sosial. Pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan kesehatan (UU RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 3 butir c) dan masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan azas dan tujuan pelayanan (UU RI Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 18 ayat i). Definisi tunggal sederhana tidak akan cukup untuk mendefinisikan mutu pada semua produk, layanan, dan situasi. Harapan pelanggan sering direpresentasikan sebagai dimensi mutu untuk produk tertentu dan pelayanan yang bervariasi. Hal ini bahkan lebih mempersulit dalam mendefinisikan mutu dalam rangka memudahkan penilaian dan upaya perbaikan (Sower & Fair, 2005). Mutu adalah sebuah konsep yang komprehensif dan multifaktor. Para ahli umumnya mengakui beberapa perbedaan dimensi mutu dalam kepentingan, tergantung pada konteks di mana upaya menjaga mutu dilaksanakan. Menurut Sower, Duffy, Kilbourne, Kohers dan Jones (2001) menyatakan bahwa mutu adalah sebuah konstruksi multidimensi yang menunjukkan banyak variabilitas dan kebingungan tentang bagaimana mutu dikonseptualisasikan dan dioperasionalkan. Variabilitas dalam definisi mutu sendiri
2
Menurut Donabedian (1980 dikutip dari Brown, et al 1992), mutu pelayanan kesehatan adalah penerapan ilmu kesehatan dan teknologi dengan cara memaksimalkan manfaat terhadap pelayanan kesehatan tanpa menambahkan risiko. Oleh karena itu pelayanan kesehatan yang diberikan harus mencapai keseimbangan yang paling menguntungkan antara manfaat dan risiko. Mutu pelayanan kesehatan dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu; structure, process, dan outcome. 1) Structure, menunjukkan atribut dari pengaturan di mana pelayanan kesehatan dilaksanakan. 2) Process, menunjukkan apa yang sebenarnya dilakukan dalam memberi dan menerima pelayanan kesehatan. 3) Outcome, menunjukkan efek dari pelayanan pada status kesehatan pasien dan populasi (Donabedian, 1980, dikutip dari Archives of Pathology & Laboratory Medicine, 1997). Pendekatan ke-tiga bagian untuk penilaian mutu pelayanan kesehatan telah membentuk suatu hubungan, sehingga memungkinkan suatu structure yang baik akan meningkatkan process yang baik dan memungkinkan outcome yang baik pula. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membicarakan mutu pelayanan kesehatan akan saling mempengaruhi dan merupakan suatu rangkaian sistem dalam pelayanan kesehatan yang tidak dapat dipisahkan dengan konsep kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan dan atau pasien tidak hanya membicarakan hasil dari suatu pelayanan kesehatan yang mereka terima yang berkaitan dengan sifat kepuasan, tetapi yang lebih penting adalah kepuasan sebagai sebuah proses pada dasarnya berkaitan dengan penyebabnya (Donabedian, 1980, dikutip dari Archives of Pathology & Laboratory Medicine, 1997).
Idea Nursing Journal
Menurut Fitzpatrick dan Hopkins (1983, dikutip dari Raposo, Alves, & Duarte, 2008) kepuasan pasien adalah hasil dari kesenjangan antara yang diharapkan dan karakteristik yang dirasakan oleh pasien dari pelayanan yang diterima. Yohanes (1991), menyebutkan konsep kepuasan pasien mencakup dua pendekatan; kepuasan pasien dilihat sebagai sebuah sikap yang dihasilkan dari konfirmasi atau diskonfirmasi terhadap harapan (perspektif hasil) atau sikap yang dihasilkan dari tingkat harapan pasien yang diperlukan untuk pengalaman layanan (Perspektif Proses). Menurut Kotler (1997), kepuasan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat diukur dengan berbagai cara, antara lain dengan sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis dan survei kepuasan. Metode survei kepuasan yang sangat populer dan telah digunakan dalam berbagai bidang jasa pelayanan termasuk pada industri kesehatan adalah yang diperkenalkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) yang telah diuji secara empiris dan telah dikembangkan kedalam instrumen pengukuran untuk perspektif mutu menurut pelanggan yang disebut dengan The SERVQUAL Instrument (Service Quality). The SERVQUAL Instrument merupakan instrumen untuk mengukur tingkat kepuasan pesien terhadap pelayanan kesehatan yang meliputi lima dimensi, yaitu; 1) Tangible (Tampilan Fisik), 2) Reliability (Kehandalan), 3) Responsiveness (Ketanggapan), 4) Assurance (Jaminan), dan 5) Empathy (Empati). Demikian juga halnya tingkat kepuasan pasien pada RSUDZA Banda Aceh, sebagai rumah sakit tipe A Pendidikan dan pusat rujukan milik Pemerintah Aceh merupakan suatu institusi besar dengan berbagai ragam multi profesi di dalamnya. Seiring upaya dalam mengembangkan berbagai strategi inovatif
Vol. III No. 1
dan ilmiah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan investasi teknologi dan sumber daya manusia multi profesi, pengelolaan pelayanan kesehatan di RSUDZA Banda Aceh, disamping padat modal, padat tenaga, padat teknologi, padat karya, dan bila tidak sesuai dengan standar dalam pengelolaannya maka rumah sakit juga bisa menjadi ”padat persoalan” yang salah satu hasil produknya adalah rendahnya tingkat kepuasan pasien dan masyarakat terhadap mutu pelayanan. Asumsi penulis tentang hal tersebut diperkuat oleh pendapat Perry, LeMay, Tracy, dan Galler (2005) yang menyebutkan bahwa rumah sakit sebagai organisasi dengan sistem terbuka, sejarah dan budaya organisasi, struktur dan manajemen strategi, serta lingkungan eksternal rumah sakit akan berhubungan timbal-balik dengan kepemimpinan dan pengelolaan praktik pelayanan dan kompetensi yang akan membentuk iklim kerja organisasi, serta sangat berpengaruh kepada motivasi karyawan dalam membangun penampilan suatu pelayanan bermutu yang dapat memberi kepuasan kepada pelanggannya. Berdasarkan uraian dan penyajian di atas, masalah dari penelitian adalah “Bagaimanakah tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan di ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh?” Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan di ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh ditinjau dari perspektif pasien meliputi dimensi; tampilan fisik, kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati. METODE Jenis penelitian descriptive dengan desain Cross Sectional Study, populasi penelitian adalah semua pasien yang di rawat di ruang rawat Inap Kelas III
3
Idea Nursing Journal
RSUDZA Banda Aceh Sampel berjumlah 93 orang yang ditentukan dengan menggunakan rumus Lameshow, Hosmer dan Klar (1997). Pemilihan rumus ini didasarkan pada asumsi jenis variabel, hasil ukur ordinal dan populasi dinamis serta tersedia data proporsi hasil penelitian sebelumnya tentang kepuasan pasien pada RSUDZA Banda Aceh, yaitu 85,50% (Tim RSUDZA & Saniplan mbH, 2007). Cara Pengambilan Sampel dilakukan dengan metode Probabolity Sampling; Simple Random Sampling dan terlebih dahulu dilakukan penentuan kriteria, pembagian proporsi jumlah sampel yang mewakili masing-masing ruang rawat inap dengan berpatokan pada Bed Occupancy Rate (BOR) 6 bulan terakhir. Waktu pengumpulan data dilaksanakan tanggal 415 Oktober 2010. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data demografi responden dalam bentuk jawaban Short Essay Question dan Check List serta The SERVQUAL Instrument yang diperkenalkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) yang terdiri 22 buah pernyataan tentang Expectations (Harapan) dan 22 buah pernyataan tentang Perceptions (Kenyataan) terhadap mutu pelayanan kesehatan. Semua pernyataan positif dalam bentuk Likert Scale, meliputi: Sangat Setuju (Skor 5), Setuju (Skor 4), Ragu-Ragu (Skor 3), Tidak Setuju (Skor 2), dan Sangat Tidak Setuju (Skor 1) Pengolahan data dilakukan melalui tahap editing, coding, transfering, dan tabulating, sedangkan analisa data dilakukan dengan menghitung skor rata-rata Dimention by Dimention Score Analysis, Dimention By Dimention Gap Score Analysis, dan Index of Patients Satisfaction (Anderson & Fornell, 2000). HASIL Data Demografi Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa umur responden yang
4
Hajjul Kamil
menerima pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh sebagian besar berada pada katagori dewasa awal, yaitu 57 orang (61.30%), 52 orang (55.90%) jenis kelamin laki-laki, 30 orang (32.30%) tingkat pendidikan lulus SMA, sebagian besar responden sudah menikah, yaitu 63 orang (67.70%), pekerjaan responden terbanyak adalah wiraswasta, yaitu 31 orang (33.30%), 60 orang (64.50%) responden menggunakan sumber pembiayaan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dan lama hari rawatan responden antara 5 sampai dengan 10 hari. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Demografi Responden pada Ruang Rawat Inap Kelas III RSUDZA Banda Aceh Kelompok Umur <12 Tahun (Anak) 12-21 Tahun (Remaja)
f 0 11
% 0.0 11.8
22-40 Tahun (Dewasa Awal) 41-60 Tahun (Dewasa)
57 22
61.3 23.7
>60 Tahun (Lanjut Usia)
3
3.2
Total
93
100.0
Jenis Kelamin Laki – Laki Perempuan Total Tingkat Pendidikan Tidak Lulus SD SD SMP SMA D III/SARJANA Total
f 52 41 93 F 10 16 20 30 17 93
% 55.9 44.1 100.0 % 10.8 17.2 21.5 32.3 18.3 100.0
Status Perkawinan Belum Menikah Menikah Duda Janda Total Pekerjaan PNS/TNI/POLRI Wiraswasta Petani Nelayan IRT Mahasiswa/Siswa Total
F 25 63 1 4 93 F 9 31 16 2 22 13 93
% 26.9 67.7 1.1 4.3 100.0 % 9.7 33.3 17.2 2.2 23.7 14.0 100.0
Dimention by Dimention Score Analysis Berdasarkan diagram 1 dapat disimpulkan bahwa dari lima dimensi kenyataan tentang pelayanan kesehatan yang diterima responden pada ruang rawat inap
Idea Nursing Journal
Vol. III No. 1
kelas III RSUDZA Banda Aceh, skor ratarata terendah yaitu 3,98 pada dimensi empati, dan skor rata-rata tertinggi yaitu 4,09 pada dimensi ketanggapan. Sedangkan lima dimensi tentang harapan responden terhadap pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh, skor rata-rata terendah yaitu 4,77 pada dimensi jaminan, dan skor rata-rata tertinggi yaitu 4,9 pada dimensi kehandalan.
RSUDZA Banda Aceh, semua dimensi menghasilkan Gap Score Negative. Karena tidak ada satu dimensipun yang menghasilkan Gap Score Positive, maka hasil tersebut sangat penting untuk mengidentifikasi Priorities For Impovement (PFI) atau menentukan dimensi-dimensi dengan prioritas tertinggi untuk penyempurnaan terhadap kepuasan pasien. Data pada diagram 4 menjelaskan bahwa PFI paling prioritas untuk dilakukan penyempurnaan terhadap kepuasan pasien secara berurutan adalah dimensi empati dengan Gap Score -0,9, dimensi kehandalan dengan Gap Score -0,86, dimensi ketanggapan dan dimensi jaminan dengan Gap Score -0,7, dan dimensi tampilan fisik dengan Gap Score -0,6. Mengukur Index of Patients Satisfaction.
Diagram 1. Dimention by Dimention Score Analysis Antara Kenyataan dan Harapan Pasien Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan Pada Ruang Rawat Inap Kelas III RSUDZA Banda Aceh.
Dimention Analysis
by
Dimention
Gap
Faktor Pembobot Tabel 2. Faktor Pembobot
Kepuasan Pasien Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan pada Ruang Rawat Inap Kelas III RSUDZA Banda Aceh No.
Dimensi
1 2 3 4 5
Tampilan Fisik Kehandalan Ketanggapan Jaminan Empati Total
Score
Skor Rata-Rata Harapan 4,80 4,90 4,79 4,77 4,88 24,14
Faktor Pembobot 19,8840 20,2983 19,8426 19,7597 20,2154 100,00
Index of Patients Satisfaction Tabel 3. Index of Patients Satisfaction Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan pada Ruang Rawat Inap Kelas III RSUDZA Banda Aceh
Diagram 2. Dimention By Dimention Gap Score Analysis Antara Kenyataan dan Harapan pasien Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan Pada Ruang Rawat Inap Kelas III RSUDZA Banda Aceh
Berdasarkan diagram 2 dapat disimpulkan bahwa dari lima dimensi kepuasan ditinjau dari kenyataan dan harapan responden terhadap pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III
No 1 2 3 4 5
Skor Skor Faktor Rata-Rata Dimensi Kepuasan Pembobot Kenyataa Tertimbang n Tampilan 19,8840 4,20 Fisik 0,8351 Kehandalan 20,2983 4,04 0,8201 Ketanggapan 19,8426 4,09 0,8116 Jaminan 19,7597 4,07 0,8042 Empati 20,2154 3,98 0,8046 Total 100,00 4,0756 Index of Patients Satisfaction (%) 40,756
5
Idea Nursing Journal
Berdasarkan tabel 3 dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh belum sukses dalam memuaskan pasien dengan skor Index of Patients Satisfaction hanya 40,756%. DISKUSI Hasil penelitian berdasarkan Dimention by Dimention Gap Score Analysis pada diagram 2 dapat disimpulkan bahwa semua dimensi menghasilkan Gap Score Negative sehingga semua dimensi memiliki Priorities For Impovement (PFI) untuk penyempurnaan terhadap kepuasan pasien secara berurutan adalah dimensi empati dengan Gap Score -0,9, dimensi kehandalan dengan Gap Score -0,86, dimensi ketanggapan dan dimensi jaminan dengan Gap Score -0,7, dan dimensi tampilan fisik dengan Gap Score -0,6. Dimensi Empati Hasil penelitian untuk dimensi empati merupakan dimensi prioritas pertama dalam menyempurnakan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh. Hal ini didasarkan pada hasil Gap Score antara kenyataan dan harapan responden terhadap dimensi ini adalah -0,9. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988), pelayanan pada dimensi empati adalah kemampuan para tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan dengan penuh perhatian dan perasaan tentang apa yang dialami oleh pasien. Pelayanan kesehatan yang empati diberikan bukan karena keterpaksaan melainkan keharusan yang merupakan tanggungjawab dari tenaga kesehatan. Perasaan pasien yang sensitif karena deraan sakit, penderitaan dan ketidakberdayaan membuat pasien dan keluarganya mudah marah, depresi dan terkadang menolak dilakukan tindakan.
6
Hajjul Kamil
Hasil pada dimensi ini telah memberi gambaran bahwa sikap dan perilaku tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh, seperti; memberikan perhatian secara individual, memiliki jam pelayanan yang nyaman, selalu mengutamakan kepentingan pasien, dan memahami kebutuhan spesifik para pasiennya belum terlaksana secara optimal. Namun, subtansi lain yang memerlukan diskusi lebih mendalam tentang hasil penelitian pada dimensi empati adalah status ekonomi dan sosial pasien, seperti; pekerjaan dan penanggung biaya perawatan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1, dimana sebahagian besar pekerjaan pasien adalah wiraswasta 31 orang (33,30%) dan ibu rumah tangga 22 orang (23.70%). Sebahagian besar pasien dibiayai oleh Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), yaitu 60 orang (64,50%) dan 17 orang (18,30%) di biayai oleh Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (JAMKESMAS). Demikian juga halnya dengan lama hari rawatan, menunjukkan bahwa 24 orang (25,80%) responden telah menjalani masa rawatan lebih dari 10 hari. Hari rawatan yang terlalu lama juga dapat menyebabkan pasien mengalami kebosanan, gangguan psikososial, dan merasa terasing dengan dunia luar. Kondisi demikian terkadang dapat menimbulkan feelings of resistance yang dapat mengaburkan perasaan pasien terhadap rasa empati tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada dirinya. Dimensi Kehandalan Hasil penelitian untuk dimensi kehandalan merupakan dimensi prioritas kedua dalam menyempurnakan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh. Hal ini didasarkan pada hasil Gap Score antara kenyataan dan harapan responden terhadap dimensi ini adalah -0,86.
Idea Nursing Journal
Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988), kehandalan adalah kemampuan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan tidak berbelit-belit. Dalam paradigma baru pelayanan kesehatan dan dunia perumahsakitan dewasa ini, kehandalan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien sudah merupakan hal yang tidak dapat ditawar dan seharusnya memang ada semacam hubungan simbiosis mutualisme serta dapat meperbaiki mutu pelayanan dan kepentingan pasien yang dilayani. Ketidakpuasan pasien pada dimensi kehandalan terhadap mutu pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh, telah memberikan gambaran bahwa tenaga kesehatan yang bertugas dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien belum optimal dalam melaksanakan tugasnya dari aspek kecepatan, ketepatan, kesesuaian, dan kelancaran pelayanan. Dimensi Ketanggapan Hasil penelitian untuk dimensi ketanggapan merupakan dimensi prioritas ketiga dalam menyempurnakan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh. Hal ini didasarkan pada hasil Gap Score antara kenyataan dan harapan responden terhadap dimensi ini adalah -0,7. Hasil ini telah memberikan gambaran bahwa tenaga kesehatan yang bertugas dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien belum optimal dalam melaksanakan peran dan fungsi masing – masing, sehingga kemampuan menanggapi berbagai keluhan dari pasien sering tidak terealisasi dengan baik dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988), ketanggapan merupakan kemampuan tenaga kesehatan dalam menanggapi keluhan pasien dan memenuhi
Vol. III No. 1
kebutuhannya sebaik mungkin. Ketanggapan tidak terlepas dari peran dan fungsi masingmasing tenaga kesehatan yang berada ditatanan pelayanan kesehatan dan sikap untuk siap membantu memulihkan kesehatan pasien serta memenuhi kebutuhannya yang merupakan kemampuan profesional tenaga kesehatan. Dimensi Jaminan Hasil penelitian untuk dimensi jaminan merupakan dimensi urutan ketiga dalam menyempurnakan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh. Hal ini didasarkan pada hasil Gap Score antara kenyataan dan harapan responden terhadap dimensi ini adalah -0,7. Ketidakpuasan pasien pada dimensi ini, memberikan gambaran tentang pengalaman nyata pasien yang tidak sesuai dengan harapan bagaimana tenaga kesehatan mampu membuat para pasien mempercayainya, merasa aman dalam menerima pelayanan, bersikap konsisten, dan memiliki pengetahuan yang memadai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988), jaminan pelayanan adalah kemampuan para tenaga kesehatan terhadap pelayanan yang diberikan aman dan nyaman sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pasien dan keluarga biasanya memilih rumah sakit karena keyakinan mereka terhadap jaminan keamanan dan kenyamanan pelayanan yang mereka terima, penanganan yang tidak tuntas dan tertundatunda, alat yang tidak memadai, keamanan dan kenyamanan yang tidak baik merupakan salah satu rendahnya mutu pelayanan yang dapat berdampak kepada ketidakpuasan pasien. Terkait dengan hasil penelitian ini, WHO (2007) mengingatkan bahwa "keselamatan pasien tidak hanya tentang data statistik tetapi melibatkan kerusakan
7
Idea Nursing Journal
yang nyata pada kehidupan orang-orang", oleh karenanya semua strategi dan program jaminan keselamatan pasien harus menjadi prioritas dalam pelayanan kesehatan. Pasien, tenaga kesehatan dan pembuat kebijakan semua harus bekerja sama untuk membangun sistem kesehatan yang lebih terjamin dan aman. Dimensi Tampilan Fisik Hasil penelitian untuk dimensi tampilan fisik merupakan dimensi urutan keempat dalam menyempurnakan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan pada Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Hal ini didasarkan pada hasil Gap Score antara kenyataan dan harapan responden terhadap dimensi ini adalah -0,6. Kepuasan pasien pada dimensi ini harusnya berkaitan sangat erat dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang berlangsung saat ini di rumah sakit tersebut yang relatif sangat baru, seperti; gedung yang bersih dan nyaman, fasilitas fisik yang lengkap, dan penampilan para tenaga kesehatan yang bersih dan rapi. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988), pelayanan pada dimensi tampilan fisik meliputi fasilitas, peralatan, penampilan petugas, kebersihan dan kenyamanan ruangan. Disamping itu kemampuan pemberi pelayanan dalam mengatur dan menyediakan kondisi dengan personil yang terlibat didalamnya, penampilan tenaga kesehatan, penampilan ruangan, dan peralatan dalam keadaan siap pakai, akan memberikan dampak pada kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien karena dimensi tampilan fisik adalah yang pertama kali menjadi perhatian pasien ketika mereka menggunakan fasilitas rumah sakit. Namun, hal tersebut belum dapat memenuhi harapan responden terhadap mutu pelayanan kesehatan. Artinya, walaupun rumah sakit yang relatif sangat baru, gedung
8
Hajjul Kamil
yang bersih dan nyaman, fasilitas fisik yang lengkap, dan penampilan para tenaga kesehatan yang bersih dan rapi belum mampu menghasilkan Gap Score Positive terhadap kepuasan pasien. Index of Patients Satisfaction Terhadap Pelayanan Kesehatan Pada Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Hasil penelitian tentang tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh dengan mengunakan Index of Patients Satisfaction adalah 40,756%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa walaupun secara Dimention by Dimention Gap Score Analysis semua dimensi menghasilkan Gap Score Negative, namun pengukuran secara keseluruhan menunjukkan bahwa terdapat 40,756% pasien yang puas terhadap mutu pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh. Namun, hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh belum sukses dalam memuaskan pasien secara keseluruhan karena ditemukan 59, 244% pasien tidak puas. Dari tinjauan literatur tentang masalah kepuasan, dapat diketahui bahwa proses pembentukan kepuasan pelanggan sangat tidak konsensus baik secara umum ataupun dalam pelayanan kesehatan. Kesimpulan dari berbagai kajian tentang kepuasan pelanggan dalam pelayanan kesehatan ditemukan penyebab yang berbeda dalam pembentukan kepuasan, antara lain; gambaran yang dirasakan, nilai yang dirasakan, harapan, dan kualitas fungsional dan teknis dari pelayanan kesehatan yang diterima (Anderson & Fornell, 2000). Walau hasil penelitian ini belum begitu menggembirakan, Yohanes (1991), menyebutkan bahwa konsep kepuasan pasien mencakup dua pendekatan; kepuasan
Idea Nursing Journal
pasien dilihat sebagai sebuah sikap yang dihasilkan dari konfirmasi atau diskonfirmasi terhadap harapan (perspektif hasil) atau sikap yang dihasilkan dari tingkat harapan pasien yang diperlukan untuk pengalaman layanan (Perspektif Proses). Jadi, tidak hanya penting untuk mengetahui hasil dari pengalaman pelayanan yang diterima oleh pasien, tetapi juga apa penyebab dan dimensi yang menimbulkan kepuasan. Pendapat tersebut di dukung oleh Oliver, (1997), yang menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan dapat dianalisis di bawah dua perspektif yang berbeda; sebagai hasil atau sebagai suatu proses. Kepuasan sebagai sebuah hasil berkaitan dengan sifat kepuasan, sedangkan kepuasan sebagai sebuah proses pada dasarnya berkaitan dengan penyebabnya. Wilton dan Nicosia (1986, di kutip dari Raposo et al 2008), menyebutkan bahwa model terbaru dari kepuasan pelanggan sudah berhenti menangani kepuasan sebagai variabel statis, perspektif baru tentang kepuasan pelanggan mengakui bahwa reaksi psikologis pelanggan terhadap suatu produk tidak dapat dinyatakan sebagai hasil dari satu episode saja, tetapi sebagai rangkaian reaksi terhadap kegiatan pelayanan yang terus menerus berlangsung sepanjang waktu. Namun, yang paling penting diketahui bahwa unsur-unsur mutu pelayanan kesehatan terhadap setiap pasien dapat bervariasi, tergantung pada situasi masing-masing pelayanan dan kebutuhan individu (Mowen, Licata & Mcphail 1993). Dari pendapat diatas dan berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ketidakpuasan pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh tidak semata-mata karena faktor pelayanan dan perilaku tenaga kesehatan itu sendiri, tetapi terkait juga dengan sistem yang ada di luar
Vol. III No. 1
rumah sakit yang salah satunya adalah faktor pasien. The New England Journal of Medicine (1996), juga menyebutkan bahwa outcome yang buruk terhadap mutu pelayanan kesehatan tidak selamanya terjadi karena ada kesalahan dalam penyediaan layanan. Sebagian besar perbedaan outcome di antara pasien yang menerima perlakuan pelayanan kesehatan yang sama adalah hasil dari faktor diluar kontrol penyedia layanan kesehatan, seperti perbedaan dalam karakteristik pasien. KESIMPULAN DAN SARAN Semua dimensi kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh menghasilkan Gap Score Negative sehingga semua dimensi memiliki Priorities For Impovement (PFI) untuk penyempurnaan terhadap kepuasan pasien secara berurutan adalah dimensi empati dengan Gap Score -0,9, dimensi kehandalan dengan Gap Score -0,86, dimensi ketanggapan dan dimensi jaminan dengan Gap Score -0,7, dan dimensi tampilan fisik dengan Gap Score -0,6. Sedangkan tingkat kepuasan pasien secara keseluruhan terhadap pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh dengan mengunakan Index of Patients Satisfaction adalah 40,756%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat 59,244% pasien yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh. Manajemen RSUDZA Banda Aceh perlu melakukan perbaikan-perbaikan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam upaya memberi kepuasan kepada pasien dan masyarakat dengan fokus pada sumua dimensi sesuai dengan hasil gap scores tentang perbaikan secara prioritas yang perlu dilakukan, yaitu; memperbaiki rasa empati, kehandalan, ketanggapan,
9
Idea Nursing Journal
jaminan, dan tampilan fisik dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. KEPUSTAKAAN Anderson, E.W. & Fornell, C. (2000). Foundations of the American Customer Satisfaction Index. Total Quality Management Journal, 11(7), 869-882. Brown, L. D., Franco, L. M., Rafeh, N., & Hatzell, T. (1992). Quality assurance of health care in developing countries. USA: 7200 Wisconsin Ave. Donabedian, A. (1980), The Quality of care; How can it be assessed?. Archive of pathology & laboratory medicine. Retrieved on November, 1997: 121, 11, Reprinted with permission from JAMA, Sept. 1988. Kotler, P. (1997). Marketing management: Analysis, planning, implementation, and control. New Jersey: Prentice Hall International. Lameshow, S., Hosmer, W. D., Lwanga, K. S., & Klar, J. (1997). Adequacy of sample size in health studies. New York: WHO. Mowen, J. C., Licata, J. W., & McPhail, J. (1993). Waiting in the emergency room: How to improve patient satisfaction. Journal of Health Care Marketing, 13(2), 26-33. Oliver, R. L. (1997). Satisfaction: A behavioral perspective on the consumer. New York: McGraw-Hill. Parasuraman, A., Zeithaml, V., & Berry, L. (1988). SERVQUAL; A multiple item scale for measuring consumer
10
Hajjul Kamil
perception service quality. Journal of retailing, 61(1), 12-40. Perry, C., LeMay, N., Rodway, G., Tracy, A., & Galer, J. (2005). Methodology; Validating a work group climate assessment tool for improving the performance of public health organizations. Human Resources for Health, 3(10). Raposo, M. L., Alves, H. M., & Duarte, P. A. (2008). Dimensions of service quality and satisfaction in healthcare: A patient’s satisfaction index. Received on November, 20, 2008, from: Springer-Verlag 2008 Sower, E. V., & Fair, F., K. (2005). There is more to quality than continuous improvement: Listening to Plato. Quality Management Journal, 12(1), 8-20. Sower, V., Duffy, J., Kilbourne, W., Kohers, G., & Jones, P. (2001). The dimensions of quality for hospitals; Development and use of the KQCAH scale. Health Care Manage Rev, 26(2), 47 – 59. The New England Journal of Medicine. (1996). Measuring quality of care. Received on April 25, 2010, from: www.nejm.org at Hellenic Endoceine Society Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun. (2009). Pelayanan Publik. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun. (2009). Rumah Sakit. WHO Collaborating Centre. (2007). Patient safety solutions preamble. WHO Publisher.