TINDAK TUTUR EKSPRESIF GURU SEBAGAI WUJUD KESANTUNAN POSITIF DALAM PENANAMAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH Agus Setiawan; Indri Kusuma Wardani Universitas Sebelas Maret
[email protected];
[email protected] Abstract In teaching and learning interaction, communication at school becomes an important factor to build the value of character education, besides delivering the knowledge. Teacher’s speech act becomes the main way in delivering the material or knowledge and in building the value of character education. A competent teacher should have pedagogic skill, professionalism, character, and social skill. In reality, many teachers have not implemented the value of character education yet. The objective of this scientific paper is to explain teacher’s expressive speech act as a positive manner form. The second objective is to explain teacher’s expressive speech act as a positive manner form in building the value of character education at school. In addition, the last objective is to adjust valuable researches for teachers at school in the process of delivering knowledge. Thus, teachers will also teach character education to their students which is shown by the teacher’s speech act. This method can be a solution to build good character to the students at school. Good characters owned by the students will influence the improvement of academic learning quality delivered by the teachers. Keywords: speech act, expressive function, positive manner, character education value Abstrak Komunikasi dalam interaksi belajar mengajar di sekolah menjadi salah satu faktor penting dalam penanaman nilai pendidikan karakter selain daripada penyampaian ilmu pengetahuan. Tindak tutur guru menjadi sarana utama dalam menyampaikan materi atau ilmu pengetahuan dan penanaman nilai pendidikan karakter. Guru yang berkompeten harus memiliki kompetensi pedagogik, profesional, kepri-badian, dan sosial. Berdasar pada realitas banyaknya guru yang belum sepenuhnya mengimplementasikan nilai pendidikan karakter. Tujuan dari artikel ilmiah ini ialah untuk menjelaskan tindak tutur guru fungsi ekspresif sebagai wujud kesantunan positif. Tujuan lain menjelaskan tindak tutur guru fungsi ekspresif sebagai wujud kesantunan positif dalam penanaman nilai pendidikan karakter di sekolah. Selain itu tujuannya adalah untuk menambah khazanah baru bagi guru di sekolah dalam proses menyampaikan ilmu pengetahuan guru juga mendidik budi pekerti siswa yang terlihat dari tindak tutur guru. Cara ini dapat dijadikan sebagai solusi untuk menumbuhkan karakter baik pada siswa di sekolah. Karakter baik yang dimiliki siswa akan sangat berpengaruh pada peningkatan mutu kualitas akademik pembelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut. Kata kunci: tindak tutur, fungsi ekspresif, kesantunan positif, nilai pendidikan karakter
372
PENDAHULUAN Hidup bersama manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Terdapat tiga aspek yang terlibat dalam proses komunikasi, yaitu: (1) pihak yang berkomunikasi, (2) informasi yang dikomunikasikan, dan (3) alat berkomunikasi. Manusia tidak akan lepas dari tiga aspek tersebut ketika melakukan komunikasi. Oleh karena itu, tingkah laku manusia secara potensial bersifat informatif dan menjadi sarana komunikasi (Alwasilah, 1986: 9). Komunikasi manusia terjadi di berbagai tempat. Sekolah menjadi salah satu tempat di mana terjadinya komunikasi. Komunikasi dapat terjadi karena adanya interaksi antara guru dan siswa di dalam kelas untuk menyampaikan atau menerima pesan. Komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa sangat wajar sebagaimana interaksi proses pembelajaran. Penutur dalam mengartikan ujaran dengan maksud untuk mengomunikasikan sesuatu kepada mitra tutur. Penutur selalu berharap agar mitra tutur dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu. Penutur juga berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, dan mudah dipahami. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan pada BAB II mengenai Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan. Isi dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab II Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Pasal 4 yaitu: “Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional” (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14). Guru sebagai pengajar dan pendidik yang baik harus dapat memunculkan gairah belajar siswa serta memasukkan penanaman budi pekerti pada mata pelajarannya. Pada kenyataannya belum semua pendidikan di Indonesia yang sudah benar-benar mengimplementasikan pendidikan karakter itu. Salah satu contoh, masih ditemuinya sosok guru yang mengedepankan emosinya saat pembelajaran bukan penanaman nilai karakternya. Penanaman nilai pendidikan karakter dari seorang guru dapat dilihat dari berbagai wujud tuturan yang disampaikan oleh guru. Wujud tuturan dari guru bisa terlihat dari salah satu fungsinya yakni ekspresif sebagai wujud kesantunan positif dalam bertutur. Contoh tidak tutur guru ekspresif ialah mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, dan mengucapkan belasungkawa. Oleh karenanya dipilih judul dalam artikel ilmiah ini, tindak tutur ekspresif guru sebagai wujud kesantunan positif dalam penanaman nilai pendidikan karakter di sekolah. Apabila dikaitkan dengan pembelajaran di sekolah tentunya setiap guru berbeda-beda wujud tuturan yang disampaikan. Hal itu menuntut sikap kreatif seorang guru dalam bertutur dan memilih diksi dalam tuturannya. Semaksimal mungkin guru haruslah memiliki tuturan yang santun dan berbudi. PEMBAHASAN Pada pembahasan dibicarakan beberapa hal yakni fungsi tindak tutur kesantunan positif, nilai pendidikan karakter, dan implementasi atas tuturan ekspresif guru sebagai wujud kesantunan positif dalam penanaman nilai pendidikan karakter di sekolah.
373
1. Fungsi Tindak Tutur dan Kesantunan Positif Searle (dalam Leech, 1983: 105-106) mengelompokkan fungsi tindak tutur ilokusi berdasarkan kegiatan bertutur menjadi lima, yaitu (1) tindak tutur asertif, (2) tindak tutur direktif, (3) tindak tutur komisif, (4) tindak tutur ekspresif, dan (5) tindak tutur deklaratif. Pada artikel ilmiah ini akan dikemukakan lebih mendalam akan fungsi tindak tutur ekspresif. Tindak tutur fungsi ekspresif adalah mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan tersirat dalam ilokusi. Misalnya: mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, dan mengucapkan belasungkawa. Tindak ilokusi komisif dan ekspresif cenderung menyenangkan, karena secara intrinsik ilokusi ini sopan. Pada setiap tuturan yang disampaikan secara verba selain menggunakan fungsi tuturan, juga menggunakan strategi tuturan yang digunakan. Adapun strategi tuturan guru yang seharusnya melekat pada diri guru adalah tuturannya mengandung kesantunan positif. Gagasan umum dari pembahasan Brown dan Levinson adalah upaya mema-hami berbagai strategi perilaku interaksi (Ibrahim, 1993: 323). Perilaku interaksi itu yang didasarkan pada kenyataan bahwa orang yang terlibat dalam interaksi berusaha mencapai keinginan tertentu. Brown Levinson (1987: 60) mengatakan ada lima strategi untuk menguta-rakan maksud itu. Kelima strategi itu berturut-turut adalah: (1) bertutur secara terus-terang tanpa basa-basi (bald on record), (2) bertutur dengan menggunakan kesantunan positif (positive politeness), (3) bertutur dengan menggunakan kesantunan negatif (negative politeness), (4) bertutur dengan cara samar-samar atau tidak transparan (off record), dan (5) bertutur ‘di dalam hati’ dalam arti penutur tidak mengujarkan maksud hatinya. Maksud dari kesantunan positif ialah ditunjukkan oleh wajah positif si pembicara. Kesopanan atau kesantunan positif tergantung pada dasar pendekatan, di mana wajah pendengar menunjukkan penghormatan positif dalam banyak hal, pembicara ingin dan pendengar juga (dengan memperlakukannya sebagai anggota kelompok, sahabat, seseorang, atau personal yang disukai dan dikenal baik). 2. Nilai Pendidikan Karakter Menurut Azzet (2011: 27), pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Pendidikan karakter tidak cukup dengan pengeta-huan lantas melakukan tindakan yang sesuai dengan pengetahuannya saja. Pendidikan karakter lebih terkait erat dengan nilai dan norma. Nilai yang ada dalam pendidikan karakter sebenarnya sudah terdapat pada Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas telah jelas-jelas mengama-natkan dalam pasal 3 yang menyebutkan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis, serta bertanggung jawab. Nilai pendidikan karakter tersebut berjumlah 18 nilai yang diambil dari empat grand design pendidikan karakter yaitu: (1) olah hati (spiritual and emotional
374
development), (2) olah pikir (intellectual development), (3) olah raga dan kinestetik (physical ad kinesthetic development), dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Nilai-nilai tersebut dijabarkan menjadi 18 nilai yaitu: religius, jujur, tole-ransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Penjelasan atas 18 nilai pendidikan karakter itu muncul dalam buku Kemen-terian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan (Kemendiknas Balitbang) Pusat Kurikulum Penjelasan dalam buku Kemendiknas (2010: 26). 18 nilai pendidikan karakter itu aatara lain; 1) religius, 2) jujur, 3) toleransi, 4) disiplin, 5) kerja keras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) demokratis, 9) rasa ingin tahu, 10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air, 12) menghargai prestasi, 13) bersahabat atau komunikatif, 14) cinta damai, 15) gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, dan 18) tanggung jawab. 3. Tindak Tutur Ekspresif Guru sebagai Wujud Kesantunan Positif dalam Penanaman Nilai Pendidikan Karakter di Sekolah Pada pembahasan ini akan lebih dijelaskan lebih spesifik pada contoh tindak tutur ekspresif guru sebagai wujud kesantunan positif dalam penanaman nilai pendidikan karakter. 1) Guru : “Sudah sehat benarkan? Semoga tidak sakit lagi ya. Suprihatun?” Tuturan guru di atas, konteksnya adalah guru mendoakan agar siswa yang sakit tidak akan sakit lagi. Guru dalam menuturkan menggunakan fungsi tuturan ekspresif, karena guru mengucapkan doa agar siswa cepat sembuh sebagai wujud psikologis guru terhadap keadaan tersirat. Tuturan guru dia atas juga menunjukkan kesantunan positif, karena guru memosisikan dirinya sebagai sahabat atau teman siswanya. Tuturan di atas merupakan implementasi atas penanaman nilai pendidikan karakter peduli sosial kepada siswa. 2) Guru : “Anak ini lho gak memperhatikan. Mana catatanmu?” Tuturan guru di atas, konteksnya adalah guru menanyakan catatan milik siswanya. Guru dalam menuturkan menggunakan fungsi tuturan ekspresif, karena guru mengutarakan kecaman kepada siswa karena tidak memperhatikan. Tuturan guru yang mengecam salah satu siswa karena tidak memperhatikan menjadi bukti guru mengungkapkan psikologinya. Tuturan di atas juga merupakan representasi atas tuturan guru dengan kesantunan positif. Pada tuturan di atas, merupakan implementasi atas penanaman nilai pendidikan karakter disiplin kepada siswa. Tuturan guru tersebut bermaksud agar siswa yang tidak memperhatikan dapat menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Siswa yang tidak memperhatikan diminta disiplin dengan menaati peraturan sekolah maupun peraturan guru untuk mendengarkan penjelasan dari guru tersebut. 3) Guru : “Alhamdulillah, LCD sudah nyala lagi. Terima kasih ya?” Siswa : “Iya Pak, sama-sama.” Tuturan guru di atas, konteksnya adalah guru mengucapkan terima kasih kepada siswa karena membantu guru dalam memperbaiki LCD di ruang kelas. Guru dalam menuturkan menggunakan fungsi tuturan ekspresif, karena guru mengucapkan terima kasih sebagai wujud guru memiliki kesantunan positif. Pada tuturan di atas, merupakan
375
implementasi atas penanaman nilai pendidikan karakter menghargai prestasi kepada siswa dalam membantu guru memperbaiki LCD. Tuturan guru tersebut menghormati keberhasilan orang lain yakni siswa dalam memperbaiki LCD. 4) Guru : “Waktunya kurang tiga puluh menit lagi. Terima kasih ya.” Tuturan guru di atas, konteksnya adalah guru mengucapkan terima kasih karena sudah dipinjami buku. Guru dalam menuturkan menggunakan fungsi tuturan ekspresif, karena guru menyampaikan waktu akan habis dan mengucapkan terima kasih sebagai wujud kesantunan positif guru dalam bertutur. Pada tuturan di atas, merupakan implementasi atas penanaman nilai pendidikan karakter cinta damai kepada siswa. Tuturan guru tersebut mencerminkan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. PENUTUP Artikel ilmiah ini dapat dijadikan sebagai tambahan khazanah guru dalam bertutur. Tidak semua guru yang ada di bangsa ini menyadari esensi guru adalah selain mengajar ia juga mendidik. Mendidik lebih kepada penanaman budi pekerti yang baik yang terimplementasi lewat nilai-nilai pendidikan karakter. Guru dituntut untuk menjadi suri teladan yang baik kepada peserta didiknya. Guru dengan tuturannya yang baik dan santun secara tidak sadar maka akan berpengaruh pada kepribadian peserta didiknya. Fungsi tuturan ekspresif guru sebagai wujud kesantunan positif dalam penanaman nilai pendidikan karakter di sekolah dalam artikel ilmiah ini memang belum dikupas secara tajam dengan tujuan agar guru mendapat inspirasi singkat dan ada kemauan besar untuk mengimplementasikannya kepada peserta didik di sekolah. Budaya yang baik tentunya akan membuahkan hasil yang baik. Guru yang bijak adalah guru yang memiliki suri teladan dan yang menginspirasi bagi peserta didik. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar. 1986. SOSIOLOGI BAHASA. Bandung: Angkasa. Azzet, Akhmad Muhaimin. 2011. URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA: Revitalisasi Pendidikan Karakter terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. Brown, P., & Levinson, S. 1987. Politeness: Some Universals in Language Usage. Cambrige: Cambrige University Press. Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional. Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas Balitbang Pusat Kurikulum. Leech, G.N. 1983. Principles of Pragmatics. London: Longman. Anonim, UURI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen BAB II tentang Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Pasal 4. Anonim, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas tentang Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Pasal 3.
376