THE EFFECT OF PROPOLIS AS A SUPPLEMENT IN THE TREATMENT OF TUBERCULOSIS OF LYMPHOCYTES PROPORTIONS M. Pratama Mandala Putra1, Akhmad Edy Purwoko2 Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2Bagian Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY 1
ABSTRACT Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis . Rifampicin (RIF) , isoniazid (INH) , ethambutol (EMB) , Streptomycin , pyrazinamide (PZA) has been used for years as an anti TBC1 . But some patients have shown resistance to first-line anti- TB . Second - line antituberculosis etionamida form , the amino salicylate (PAS) , sikloserina , amikacin , and kapreomicin kanamicin has been launched , but is less effective , too toxic , and it showed serious side effects .Propolis2 is a resin content substance extracted from plants by bees, which used in making the hive. The active substance known in propolis are polyphenols (flavonoids , phenolic acids , and esters) , terpenoids , steroids , and amino acid. Some research suggests that propolis works efectively as anticancer , antiviral , anti-inflammatory , antifungal , antibacterial , antioxidant , improves the body's immunity , strengthen and accelerate the cell regenerations. Propolis as an immunostimulant altered the activations of macrophages and lymphocytes3 proliferations. Research design which used in this observation is pre experimental one group pre test and post test. Anti Tuberculosis Drugs and Propolis are given to 15 patients as the samples of the research which recent diagnosed as TB, lymphocytes proportions checked before and after two month of therapy. The result showed the average of lymphocytes proportion before therapy is 16,07% and after therapy 26,73% with high significance (p<0,05). The conclusion of the research is the combination of TB drugs and propolis altering the number of lymphocytes proportions higher than TB drugs therapy alone. Keywords : TBC, Propolis, Lymphocytes.
PENGARUH PEMBERIAN PROPOLIS SEBAGAI SUPLEMEN PADA TERAPI TUBERKULOSIS TERHADAP PROPORSI LIMFOSIT M. Pratama Mandala Putra1, Akhmad Edy Purwoko2 Program Studi Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2Bagian Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY 1
INTISARI Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Rifampicin (RIF), isoniazid (INH), ethambutol (EMB), streptomicin, pirazinamida (PZA) telah bertahun-tahun dimanfaatkan sebagai anti TBC1. Tetapi sebagian penderita telah menunjukkan resistensi terhadap first-line anti TBC ini. Second-line anti TBC1 berupa etionamida, para amino salisilat (PAS), sikloserina, amikacin, kanamicin dan kapreomicin telah diluncurkan, tetapi kurang efektif, terlalu toksik, serta menunjuk- kan efek samping yang serius. Propolis2 adalah substansi resin yang di ekstraksi oleh lebah dari tanaman, yang digunakan lebah untuk membangun sarang. Kandungan aktif yang diketahui dalam propolis adalah polifenol (flavonoid, asam fenolat, dan esternya), terpenoid, steroid, dan asam amino. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa propolis efektif sebagai antikanker, antivirus, antiinflamasi, antifungi, antibakteri, antioksidan, meningkatkan imunitas tubuh, memperkuat dan mempercepat regenerasi sel. Propolis sebagai immunostimulan mempengaruhi aktivasi makrofag dan proliferasi limfosit. Penelitian dilakukan dengan rancangan pre experimental one group pre test and post test. OAT dan propolis diberikan pada 15 orang pasien yang didiagnosis TB paru baru, angka limfosit diperiksa sebelum dan dua bulan setelah perlakuan Hasil penelitian diperoleh rerata proporsi limfosit sebelum perlakuan sebesar 16,07% dan setelah perlakuan sebesar 26,73%, perbedaan bermakna (p<0,05). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pemberian OAT dengan penambahan propolis mempengaruhi kenaikan proporsi limfosit3 pada pengobatan pasien TBC. Kata kunci : TBC, Propolis, Limfosit.
Pendahuluan Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2005 memperkirakan terdapat 8,8 juta penderita TBC dan 1,6 diantaranya mengalami kematian. TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan, dan penyebab kematian nomor satu pada golongan penyakit infeksi/menular. Indonesia sendiri merupakan negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia dengan angka kematian satu orang tiap lima menit. Pada tahun 2004, tercatat 211.753 kasus baru TBC di Indonesia dan diperkirakan sekitar 300 kematian terjadi setiap hari akibat TBC. Kasus baru TBC di Indonesia bertambah seperempat juta per tahun, (Nikmawati, Windarwati, & Hardjoeno, 2005). Mycobacterium tuberculosis bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan
glikolipid
dan
dengan
peptidoglikan
oleh
jembatan
fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.
Komponen antigen
ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.
Dalam artikel di website PDPI tahun 2006, menyatakan bahwa M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.
Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP (Rosilawati, 1998). Individu yang terpajan basil tuberkel membentuk limfosit-T yang tersensitisasi, keadaan ini dapat membentuk reaksi hipersensitivitas. Reaksi hipersensitivitas TB adalah reaksi limfosit yang sensitif terhadap tuberkuloprotein. Reaksi ini akan menarik makrofag ke daerah tersebut. Biasanya, reaksi ini terjadi 3-10 hari setelah infeksi (Price & Wilson, 2005).
3
Rifampicin (RIF), isoniazid (INH), ethambutol (EMB), streptomicin, pirazinamida (PZA) telah bertahun-tahun dimanfaatkan sebagai anti TBC, dengan beberapa macam efek kerja seperti menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting dinding sel, menghambat DNA-dependent RNA Polymerase dari mikobakteria, menghambat sintesis metabolit sel (Tanu, 1995), supresi pertumbuhan sel dan eradikasi mikroba. Tetapi sebagian penderita telah menunjukkan resistensi terhadap first-line anti TBC ini. Second-line anti TBC berupa etionamida, para amino salisilat (PAS), sikloserina, amikacin, kanamicin dan kapreomicin telah diluncurkan, tetapi kurang efektif, terlalu toksik, serta menunjuk- kan efek samping yang serius, (Zhang & Yew, 2009). Karena adanya resistensi obat dan zat toksik dengan efek samping yang serius, maka berbagai macam alternatif bermunculan, baik obat antibakteri dari bahan kimia sintetis ataupun obat antibakteri dari bahan alami. Ditelitinya obat dari bahan alami bertujuan untuk mendapatkan obat dengan efek samping yang minimal (karena berasal dari tumbuhan atau zat-zat alamiah yang diambil dari hewan, dsb) dan penyembuhan yang lebih baik. Pada penelitian yang akan kami kerjakan, kami menggunakan propolis sebagai suplemen untuk terapi pasien TBC. Propolis merupakan salah satu sumber zat gizi alami dan nutraceutical yang berasal dari sub- strat resin yang dikumpulkan lebah dari sari tunas daun dan kulit batang tanaman yang dicampur dengan enzim dan lilin dari sarang lebah. Kandungan aktif yang diketahui terkandung dalam propolis adalah polifenol (flavonoid, asam fenolat, dan esternya), terpenoid, steroid, dan asam amino. Flavonoid merupakan zat yang diketahui banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan mempunyai efek antioksidan dalam melumpuhkan radikal bebas Propolis diketahui mempunyai kandungan flavonoid yang tinggi). Kandungan antioksidan lainnya yang juga ditemui dalam propolis adalah vitamin A, C, E dan mineral Zn. Hipotesis penelititan yaitu, adanya peningkatan proporsi limfosit pada pemberian suplemen propolis pada pasien dengan terapi OAT, karena efek propolis meningkatkan sitokin spesifik yang merangsang perubahan dan meningkatkan proliferasi limfosit T.
4
Bahan dan Cara Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini menggunkan jenis penelitian eksperimen yaitu pre-experimental dengan rancangan one-group pretest and post-test. Kelompok terapi adalah kelompok pasien yang diberikan perlakuan yaitu terapi suplemen propolis selama dua bulan, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan, tetapi seluruh kelompok akan tetap di followup dengan waktu yang sama. Penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol. Sampel penelitian yang diambil adalah pasien yang baru terdiagnosis TBC dengan hasil pemeriksaan sputum BTA+ dan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Pada penelitian ini kami menggunakan teknik accidental sampling, adalah suatu metode sampling dengan memilih sample/pasien yang ada. Kriteria Inklusi
:
Pasien yang baru terdiagnosis TB dengan BTA +
Pasien TB dengan umur 15 tahun keatas
Bersedia mengisi inform consent dan mengikuti prosedur penelitian
Kriteria Eksklusi
:
Memiliki alergi terhadap propolis
Dalam masa kehamilan
Asthma
Infeksi penyakit lain
Dengan variable sebagai berikut :
Variabel Bebas
:
Pemberian Propolis 12 ml, 2 tetes sehari di
:
Angka limfosit dan sputum BTA +.
pagi hari selama 2 bulan.
Variabel Terikat
Variabel Terkendali :
Pasien Tuberkulosis BTA + dengan usia
diatas 15 tahun. Alat-alat dan bahan yang dipakai selama penelitan, sebagai berikut : 1.
Alat-Alat Penelitian.
Timbangan berat badan.
Peralatan laboratorium untuk tes hitung darah lengkap.
5
Peralatan laboratorium untuk tes sputum BTA.
Masker.
Alat tulis.
2.
Bahan-Bahan Penelitian.
Propolis 12 ml tiap satu pasien.
Bahan untuk tes darah rutin.
Darah pasien.
Sputum.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara
:
Tahap pra penelitian. Tahap ini meliputi observasi dan studi pendahuluan ke Dinas Kesehatan Yogyakarta, Bantul dan Rumah Sakit Khusus Paru Repirasi Yogyakarta dan Bantul, untuk mendapatkan data guna menentukan tempat penelitian dan studi pustaka terhadap penelitian terdahulu. Tahap persiapan penelitian. Tahap persiapan penelitian mencakup kegiatan perumusan masalah, penyusunan proposal, penyusunan instrument penelitian, penyusunan surat ijin untuk melaksanakan penelitian dan pertemuan dengan kepala BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru) Kota Jogja untuk menentukan jadwal pelaksanaan serta diskusi persiapan sebelum penelitian dilakukan. Tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan ini dilakukan pemililihan kriteria pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi and eksklusi yakni pasien dengan Tuberkulosis (TBC) BTA + yang berumur 15 tahun keatas, tidak alergi propolis, bersedia mengikuti penelitian dan mengisi inform consent. Peserta terdiri dari 18 orang pasien Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Yogyakarta (BP4), tiap-tiap pasien dilakukan pengambilan sputum BTA dan pengambilan darah pada kunjungan pertama lalu diberikan masing-masing satu botol propolis dengan isi 12 ml kemudian diberikan instruksi cara penggunaan dan dosis pemakaian propolis, kepatuhan minum obat dan kepatuhan untuk kembali setiap 2 minggu dilakukan ketika pertemuan pertama, sebelum pertemuan kedua, saat pertemuan kedua, setelah pertemuan
6
kedua, dan sebelum pertemuan terakhir. Pada waktu kunjungan ke-4 dilakukan kembali pengambilan darah dan tes sputum guna mengetahui kondisi setelah perlakuan. Data yang diperoleh kemudian dilihat kelengkapan pencatatan datanya, khusus untuk angka limfosit, terdapat 15 orang pasien yang kelengkapan datanya mencukupi. Lalu data yang sudah diterima, diolah dengan menggunakan program SPSS yang digunakan khusus untuk mengolah data. Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan analysis. Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis data deskriptif. Analisa data merupakan uji statistik untuk mengetahui pengaruh pemberian suplemen propolis terhadap pasien TBC BTA+. Variable data yang akan digunakan meliputi :
Variabel dengan data numerik yaitu angka limfosit diuji dengan uji t test
berpasangan dengan uji normalitas Shapiro-Wilk. Data pada penelitian kami berjumlah <50 responden, maka dari itu digunakan uji Shapiro-Wilk dan didapatkan sebaran data yang normal sehingga untuk hipotesis kami menggunakan uji t test berpasangan. Dari penelitian di dapatkan angka hitung proporsi limfosit sebelum dan setelah pemberian OAT dan propolis sebagai berikut : Tabel 1. Angka hitung proporsi limfosit sebelum dan sesudah perlakuan (proporsi limfosit dalam %)
Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
N
Min
Max
Mean
15
10
21
16,07
Std. Deviasi 2,712
15
16
35
26,73
5,133
7
Kriteria Angka Limfosit Turun Angka Limfosit Normal
Pre test n 13 2
% 86,7% 13,3%
Post test n 1 14
% 6,7% 93,3%
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diamati bahwa hasil tes hitung jumlah limfosit sebelum perlakuan nilai proporsi limfosit dengan nilai terendah adalah 10%, angka tertinggi 21%, mean 16,07% dan standar deviasi 2,71. Pada post test nilai proporsi limfosit terendah adalah 16%, angka tertinggi 35%, mean 26,73% dengan standar deviasi 5,13. Kenaikan dan penurunan proporsi limfosit sebelum dan sesudah dilakukan intervensi serta dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Jumlah subyek yang mengalami kenaikan dan penurunan angka limfosit
Tabel 2 menunjukkan setelah dilakukan intervensi dengan pemberian obat dan suplemen propolis diketahui sebagian besar pasien mengalami kenaikan angka proporsi limfosit setelah perlakuan sebanyak 14 orang (87%). 1.
Analisis data Uji prasyarat diperlukan untuk mengetahui apakah data parametrik dapat
dilakukan analisis statistik atau tidak. Salah satu syarat uji parametrik adalah data harus berdistribusi normal untuk analisi dua sampel tidak berpasangan (Handoko, 2010). Uji hipotesis penelitian ini menggunakan uji statistic t-test untuk membutikan bagaimana pengaruh pemberian propolis sebagai suplemen pada terapi penderita tuberkulosis terhadap respon imun seluler limfosit, Sebelum analisa uji t-test sampel berpasangan, peneliti melakukan uji prasyarat untuk mengetahui sebaran data dengan uji normalitas. Hasil uji normalitas kelompok intervensi penelitian dihitung dengan menggunakan Shapiro-Wilk. Kaidah statistik untuk uji normalitas adalah bila p>0.05. Hasil analisis diketahui bahwa variabel pretest dan post test dapat dilihat pada tabel berikut:
8
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Rerata
Rerata
Perbedaan
Sebelum
Setelah
Rerata
Perlakuan
Perlakuan
16,07
26,73
10,66
t
p
Ket
8,22
0,000
signifikan
Tabel 3. Dari hasil uji normalitas variabel penelitian, dapat diketahui variabel sebelum perlakuan dan setelah perlakuan mempunyai nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 (p>0,05), sehingga dapat dinyatakan hasil sebelum dan setelah perlakuan berdistribusi normal. Angka limfosit yang diperoleh dari penderita sebelum dan sesudah perlakuan memenuhi syarat sebaran data normal sehingga dapat dilakukan analisa statistik menggunakan uji dependent T-test dengan hasil sebagai berikut : Tabel 4. Hasil Uji dependent t-test rerata angka proporsi limfosit sebelum dan sesudah perlakuan Data
Saphiro
p
Ket
Sebelum Perlakuan
0,938
0,357
normal
Setelah Perlakuan
0,930
0,270
normal
Pada tabel 4 diketahui nilai rata-rata sebelum perlakuan adalah 16,07% dan setelah perlakuan 26,73%. Perbedaan rata-rata antara sebelum dan sesudah perlakuan adalah 10,66%. Nilai p atau signifikansi dari hasil uji dependent t-test pada pemberian suplemen propolis terhadap terapi obat anti tuberkulosis (OAT) adalah 0,00. Kriteria hasil uji ini adalah signifikansi atau nilai p < 0,05 dengan demikian terdapat adanya pengaruh yang signifikansi nya sebesar 0,00. Sehingga dari hasil tersebut didapatkan hipotesisi H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya ada pengaruh pemberian OAT dan propolis sebagai suplemen pada terapi penderita tuberkulosis dengan terapi OAT terhadap respon imun seluler limfosit.
Diskusi Pengukuran proporsi limfosit sebelum perlakuan didapatkan nilai minimum sebesar 10%, nilai maksimum sebesar 21%, nilai rerata sebesar 16,07%
9
dan standar deviasi sebesar 2,71. Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa sebelum diberikan propolis angka limfosit pada pasien berkisar pada angka 10% dimana menunjukan bahwa angka tersebut memiliki kecenderungan yang rendah. Hasil pengukuran proporsi limfosit setelah perlakuan didapatkan nilai minimum 16%, nilai maksimum 35%, nilai rata-rata sebesar 26,73% dan standar deviasi sebesar 5,13. Dari data proporsi limfosit sebelum dan sesudah perlakuan tersebut dapat dilihat adanya peningkatan angka limfosit dari angka proporsi yang rendah ke angka proporsi normal limfosit. Pada uji normalitas, dengan metode Shapiro-Wilk didapatkan untuk kelompok sebelum perlakuan nilai Shapiro-Wilk 0,938 dan kelompok setelah perlakuan nilai Shapiro-Wilk 0,357. Dari kedua kelompok tersebut didapatkan nilai signifikansi p>0,05 berarti persebaran data pada kedua kelompok tersebut adalah normal sehingga dapat dilakukan uji t-test. Proporsi limfosit rata-rata sebelum perlakuan dan setelah perlakuan dengan perbedaan rerata diantara keduanya sebesar 10,66% uji t-test didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,00. Dari hasil tersebut kita dapatkan nilai signifikansi kurang dari 0,05 dengan demikian menunjukkan adanya perbedaan rerata angka limfosit sebelum dan setelah perlakuan yang bermakna. Dari 15 subjek yang diberi OAT dan propolis dalam penelitian terdapat 13 pasien (86,7%) kelompok sebelum perlakuan yang angka limfositnya berada dibawah normal/rendah dan 2 orang (13,3%) yang angka limfosit nya sudah berada di angka normal, setelah perlakuan hanya 1 pasien (6,7%) yang mengalami penurunan angka limfosit dan 14 lainnya (93,3%) mengalami kenaikan hingga angka normal limfosit. Pada penelitian ini pemberian suplemen propolis pada terapi tuberkulosis dengan OAT terbukti meningkatkan proporsi limfosit. Untuk mengetahui peran propolis lebih spesifik perlu studi lebih lanjut untuk melihat perngaruh kenaikan proporsi limfosit dengan membandingkan pemberian OAT saja dengan pemberian terapi OAT ditambah suplemen propolis.
Kesimpulan Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi OAT dengan penambahan propolis pada pasien tuberkulosis BTA+ mempengaruhi
10
proporsi limfosit. Kenaikan proporsi limfosit dari penelitian ini belum menjawab pertanyaan apakah peningkatan proporsi limfosit dipengaruhi oleh propolis karena tidak adanya kelompok pemanding yang diberi terapi OAT saja.
Daftar Pustaka Amin, Z., & Bahar, A. (2006 йил 23-Mei). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. (A. Sudoyo W., B. Setiohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, S. Setiati, Editors, & D. I. FKUI, Producer) Angriani, A. (2006). Potensi Propolis Lebah Madu Trigna spp. Sebagai Bahan Anti Bakteri. (P. S. Bogor, Producer) Retrieved 2012 йил 23-Oktober from http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47798/G06ada.pdf?sequen ce=1. Arikunto, S. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Awan, D. (2008, 11 11). http://healindonesia.com/2008/11/11/hitung-darahlengkap/. Bagian Farmakologi FKUI. (1995). Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Bagian Farmakologi FKUI. (1995). Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Glaziou, P. (2013, February). http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23460002. Retrieved from www.ncbi.nlm.nih.gov. Gojmerac, W. (1983). In G. A. Unwin, Bee and Mandkind. London. Isselbacher, K. J., Braunwald, E., & Wilson, J. D. (1999). Harrison PrinsipPrinsip Ilmu Penyakit Dalam (13 ed.). Jakarta, Indonesia: EGC. Khismatullina, N. (2005). Apitherapy. Russia: Mobile Ltd. N. Christian , K. (2010). www.docstoc.com. (K. C. N., Ed.) Retrieved april 18, 2013, from http://www.docstoc.com/docs/75472885/PEMERIKSAAN-DARAH Nikmawati, A., Windarwati, & Hardjoeno. (2005). RESISTENSI Mycobacterium Tuberculosis
TERHADAP
OBAT
ANTI
TUBERKULOSIS.
Resistensi
Mycobacterium Tuberculosis . Pande.
(2010).
www.mediapropolis.com.
Retrieved
from
http://www.mediapropolis.com/. PDPI. (2006). http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html#1. (IDI)
11
Perhimpunan Dokter Paru, I. (2006). www.klikpdpi.com. Retrieved april 26, 2013, from www.klikpdpi.com: http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Reaksi Hipersensitivitas. In H. Hartanto (Ed.), Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (6 ed., p. 854). Jakarta. Price, S., & Wilson, L. (2005). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (6 ed.). (H. Hartanto, Ed.) Jakarta: EGC. Prince, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (Edition 6 ed.). Jakarta, Indonesia: EGC. Rahmani, H., Taheri, H., & Pourreza, J. (2005). Humoral Immunity of Broilers is Affected by Oil Extracted Propolis (OEP) in the Diet. International Journal of Poultry Science 4 . Ramos , A., & Miranda , J. (2007). http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S167891992007000400002&script=sci_arttext.
(SciFLO
Brasil)
Retrieved
from
www.scielo.br. Rosilawati, M. (1998). Tesis Akhir Bidang Ilmu Kesehatan Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. In Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan reaksi berantai Polimerasa / Polymerase Chain Reaction (PCR). Jakarta. Suluh, P. (2012). http://priawansuluh.blogspot.com/. Tanu, I. (1995). Farmakologi dan Terapi. In B. F. UI (Ed.). Jakarta. Widoyono. (2011). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta, Indonesia: Erlangga. Woo, K. S. (2004). Use of bee venom and propolis for apitheraphy in korea. University Philippines. Zhang, Y., & Yew, W. (2009). Mechanisms of drug resistance in Mycobacterium tuberculosis. (C.-Y. Chiang, Ed.) The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease .
12