Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Teknologi produksi biomas jagung melalui peningkatan populasi tanaman.Tujuan pengkajian ini adalah untuk melihat jarak tanam dan waktu panen yang paling tepat untuk mendapatkan produksi biomas .Percobaan ini dilaksanakan di Instalasi KP. Bajeng, Gowa, Sulawesi Selatan, MK 2008. Varietas yang digunakan QPM Srikandi kuning, dengan menggunakan Rancangan Split Plot dengan tiga ulangan. Sebagai petak I (vertikal) adalah jarak tanam dan jumlah tanaman/lubang (populasi), 75 cm x 20 cm, 3 tanaman/lubang (200.000 tanaman/ha), 60 cm x 20 cm, 3 tanaman/lubang (250.000 tanaman/ha),50 cm x 20 cm, 3 tanaman/lubang (300.000 tanaman/ha), 40 cm x 20 cm, 3 tanaman/lubang (375.000 tanaman/ha), sedangkan petak II (horisontal) adalah umur panen biomas :50 hst, 60 hst,70 hst. Tidak ada interaksi antara jarak tanam dan waktu panen untuk hasil terhadap tinggi tanaman dan bobot biomas segar jagung.Jarak tanam 75 x 20 cm dengan waktu panen 60 hst memberikan bobot biomas yang tertinggi sebesar 45,9 ton kg/ha disusul oleh jarak tanam 40 x 20 cm dengan waktu panen 60 hst sebesar 45,60 /ha.Daun jagung memberikan kualitas pakan yang lebih baik dengan serat kasar yang terendah sebesar 20,30 % dibandingkan klobot dan batang. Kata Kunci : Teknologi, Jagung, Biomas PENDAHULUAN Di Indonesia, Jagung merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras. Selain sebagai bahan pangan, jagung juga banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan jagung juga semakin meningkat, namun tidak diikuti oleh peningkatan produksi sehingga terjadi kekurangan setiap tahunnya sebesar 1,3 juta ton yang harus dipenuhi melalui impor (Departemen Pertanian 2002). Kedepan, peranan jagung menjadi semakin strategis karena disamping terkait dengan penyediaan bahan pangan sumber karbohidrat yang semakin berat apabila hanya banyak bertumpu kepada beras, juga akan terkait penting dengan industri peternakan dalam negeri yang dewasa ini terus diupayakan pengembangannya. Sampai dengan tahun 2005, Indonesia diperkirakan masih mengalami kekurangan daging sapi sebanyak 0,8 juta ton (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2004), sehingga pemerintah telah dan akan terus meningkatkan produksi daging sapi nasional. Didalam meningkatkan produksi sapi, penyediaan pakan dalam jumlah cukup dan kualitas yang memadai harus mendapat perhatian yang besar, sebab (a) kelemahan sistem produksi peternakan umumnya terletak pada ketidaktepatan tata-laksana pakan dan kesehatan, serta (b) penyediaan pakan menempati pangsa terbesar dalam biaya pemeliharaan ternak (Kushartono 2001). Ketersedian hijauan pakan berkualitas, terutama pada musim kemarau merupakan salah satu kendala dalam pengembangan ternak (rumainansia). Menurut Soeharsono (2003) seekor sapi potong dengan bobot badan rata-rata 300 kg membutuhkan 40 kg
177
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
biomas pakan segar per harinya. Salah satu hijauan yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pakan adalah biomas jagung. Biomas jagung terutama tanaman berumur muda mempunyai kandungan protein kasar yang lebih baik dengan serat kasar yang lebih rendah dibanding jerami padi sehingga sangat baik langsung digunakan untuk pakan ternak (Arifin 2003). Biomas hijau tanaman jagung mempunyai nilai total nutrisi tercerna 60 – 75% dan kandungan protein 11 - 15% bahkan untuk jagung QPM kandungan protein kasar mencapai 13,5 % (Cardova 2001). Untuk mendapatkan produksi biomas yang tinggi diperlukan pengelolaan tanaman yang optimal antara lain dengan meningkatkan populasi tanaman. Populasi tanaman untuk biomas lebih padat dibanding dengan untuk produksi biji. Populasi optimal untuk produksi benih adalah 66.667 tanama/ha akan tetapi hasil penelitian Akil et al. 2004 menunjukkan bahwa untuk produksi biomas segar masih berkorelasi linear kepadatan populasi sampai pada 200.000 tanaman/ha. Oleh karena itu masih ada peluang peningkatan produksi biomas dengan meningkatkan kepadatan populasi diatas 200.000 tanaman/ha. Peningkatan konsumsi daging seiring dengan tingkat pertumbuhan penduduk menyebabkan pengembangan ternak rumaninsia juga semakin meningkat, hal ini berdampak terhadap ketersediaan pakan. Akhir-akhir ini permintaan biomas jagung cacah semakin meningkat untuk kebutuhan peternak lokal Adanya potensi lahan cukup luas di lahan marginal dan lahan sawah tadah hujan yang dapat dijadikan pengembangan jagung biomas diintegrasikan dengan pengenbangan ternak dalam system crop live stock. BAHAN DAN METODE Percobaan ini dilaksanakan di Instalasi KP. Bajeng, Gowa, Sulawesi Selatan, MK 2008. Varietas yang digunakan QPM Srikandi kuning, dengan menggunakan Rancangan Split Plot dengan tiga ulangan. Sebagai petak I (vertikal) adalah jarak tanam dan jumlah tanaman/lubang (populasi), sedangkan petak II (horisontal) adalah umur panen biomas, dengan susunan perlakuan sebagai berikut: Petak vertikal (jarak tanam dan jumlah tanaman/lubang, populasi) 1. 75 cm x 20 cm, 3 tanaman/lubang (200.000 tanaman/ha) 2. 60 cm x 20 cm, 3 tanaman/lubang (250.000 tanaman/ha) 3. 50 cm x 20 cm, 3 tanaman/lubang (300.000 tanaman/ha) 4. 40 cm x 20 cm, 3 tanaman/lubang (375.000 tanaman/ha) Petak horisontal (waktu panen biomas) a. 50 hst b. 60 hst c. 70 hst Benih ditanam 4 biji/lubang, pada umur 6 HST diperjarang sesuai dengan populasi perlakuan. Sebelum tanam, benih dicampur dengan saromil untuk mencegah penyakit bulai dengan takaran 2,5 g/kg benih. Pada saat tanaman, lubang tanam diberi furadan 10 kg/ha. Semua petak diberi pupuk dengan takaran 400 kg urea, 100 kg SP 36 dan 75 kg KCl/ha. Sepertiga takaran pupuk urea dan seluruh pupuk SP 36 dan KCl diberikan pada 7 hst, dan sisa N (2/3 dari takaran) pada 35 hst. Ukuran anak petak adalah 6 m x 4 m.
178
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Data yang dikumpulkan 1. 2. 3. 4. 5.
Tinggi dan diameter batang tanaman saat panen Bobot biomas segar (t/ha) Bobot 100 biji Hasil t/ha Analisis kandungan protein dan serat kasar biomas
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah di lokasi percobaan menunjukkan bahwa tanah liat berdebu dengan kadar N tergolong rendah, P sangat tinggi dan K tergolong sedang. Kandungan bahan organik dikategorikan rendah (Tabel 1). Tabel 1. Hasil analisis tanah sebelum penelitian di KP. Bajeng, Gowa, Sulawesi Selatan, 2008. Macam penetapan Tekstur : Liat Debu Pasir
(%) (%) (%)
Nilai
Kriteria Liat berdebu
47 42 11
pH H2O (1 : 2,5) pH KCl (1 : 2,5) C – Organik (%) N-total (%) C/N P-Bray I (ppm) Kdd (me/100 g) Ca dd (me/100 g)
6,52 5,59 1,09 0,15 8,14 63,14 0,44 18,45
Mg dd (me/100 g) Na dd (me/100 g) H+ (me/100 g) Nilai Tukar karion (me/100 g)
3,93 0,46 0,02 30,35
Tinggi Sedang
100
Sangat tinggi
Kejenuhan Basa (%)
Netral Rendah Rendah Sangat Tinggi Sedang Tinggi
Tinggi
Dalam hal pertumbuhan tanaman, faktor genetik nampaknya lebih besar pengaruhnya dibandingkan populasi tanaman dan lingkungan. Hal ini terlihat dari hasil tinggi tanaman di mana tidak ada pengaruh interaksi antara jarak tanam dan waktu panen. Rata-rata tanaman tertinggi diperoleh pada jarak tanam 75 x 20 cm dan waktu panen 60 hst dengan tinggi tanaman sebesar 241,7 cm. Sedangkan yang terendah diperoleh pada jarak tanam 40 cm x 20 cm sebesar 230,1 cm dan waktu panen 50 hst sebesar 221,8 cm (Tabel 2).
179
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Tabel 2. Interaksi waktu panen dan jarak tanam terhadap tinggi tanaman jagung, Bajeng, Gowa , Sulawesi Selatan, 2008. Jarak tanam 75 cm x 20 cm 60 cm x 20 cm 50 cm x 20 cm 40 cm x 20 cm Rata-rata KK = 3,7 %
50 hst 228,75 tn 224,16 217,49 216,71 221,8
Tinggi tanaman (cm) 60 hst 246,4 tn 245,3 240,4 235,0 241,4
Rata-rata 70 hst 249,9 tn 237,1 240,5 238,4 241,7
241,7 a 235,5 a 232,7 a 230,1 b 234,9
tn = tidak nyata
Hasil analisis terhadap diameter batang menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara jarak tanam dan waktu panen yang berbeda. Rata-rata diameter batang yang tertinggi diperoleh pada jarak tanam 75 x 20 cm sebesar 14,86 cm dan waktu tanam 60 hst sebesar 14,59 cm (Tabel 3). Tabel 3.
Interaksi waktu panen dan jarak tanam terhadap diameter batang jagung, Bajeng, Gowa, Sulawesi Selatan, 2008.
Jarak tanam 75 cm x 20 cm 60 cm x 20 cm 50 cm x 20 cm 40 cm x 20 cm Rata-rata
50 hst 15,08 14,73 14,01 14,47 14,57
Diameter Batang (cm) 60 hst 15,09 15,31 13,97 14,39 14,59
Rata-rata 70 hst 14,42 14,07 13,62 14,12 14,06
14,86tn 14,70 13,87 14,33 14,44
tn = tidak nyata
Dari data Tabel 4 dapat dilihat bahwa total bobot biomas segar jagung yang dipanen pada umur 50 hst, 60 hst, dan 70 hst tidak memperlihatkan interaksi antara jarak tanam dan waktu panen. Total biomas segar jagung sangat dipengaruhi oleh jarak tanam dan waktu panen. Ada kecenderungan bahwa pada jarak tanam 75 cm x 20 cm dengan waktu panen 60 hst memberikan bobot biomas yang tertinggi sebesar 45,9 ton kg/ha disusul oleh jarak tanam 40 cm x 20 cm dengan waktu panen 60 hst sebesar 45,60 /ha. Tabel 4. Interaksi waktu panen dan jarak tanam terhadap bobot biomas segar jagung, Bajeng, Gowa , Sulawesi Selatan, 2008. Jarak tanam 75 cm x 20 cm 60 cm x 20 cm 50 cm x 20 cm 40 cm x 20 cm Rata-rata
Bobot biomas segar (ton/ha) 50 hst 60 hst 70 hst 39,23tn 45,99 tn 43,05 tn 35,47 35,25 35,71 26,56 38,17 40,69 26,82 43,60 40,43 32,02 40,75 39,97
Rata-rata 42,76 tn 35,48 35,14 36,95 37,58
tn = tidak nyata
180
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Tabel 5. Rata-rata bobot 100 biji dan Hasil tanaman jagung, Bajeng, Gowa , Sulawesi Selatan, 2008. Perlakuan 75 cm x 20 cm 60 cm x 20 cm 50 cm x 20 cm 40 cm x 20 cm
Bobot 100 biji 39.9 a 36.9 b 37.7 ab 38.1 ab
Hasil t/ha 8.16 b 8.27b 8.48 b 8.87 a
Angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada kolom, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%
Kemungkinan tanaman sudah mengalami kompetisi terhadap pengambilan hara, air dan cahaya, sehingga dengan populasi yang terlalu tinggi dan jarak tanam yang rapat akan saling mempengaruhi dalam pengambilan hara,air dan pengaruh sinar matahari. Hasil penelitian yang dilaksanakan pada lahan sawah tadah hujan di Takalar 2004, menunjukkan bahwa pada jarak tanam 75 cm x 20 cm (pop tan 200.000 tan/ha) masih memberikan produksi biomas dan hasil yang tinggi dibanding jarak tanam yang lebih rapat (Akil et al. 2004). Menurut Subandi et al. 2001 bahwa dengan meningkatnya populasi tanaman maka ukuran atau bobot biji menjadi berkurang. Hal ini disebabkan adanya persaingan dalam hal cahaya, air, dan unsur hara. Meskipun demikian hasil pipilan keringnya lebih tinggi pada tanaman dengan populasi 375.000 tanaman/ha yakni sebesar 8,87 t/ha daripada populasi 200.000 tanaman/ha yakni 8,16 t/ha (Tabel 5). Tabel 6. Hasil analisis proksimat jagung yang dipanen pada umur 70 hari setelah tanam , Bajeng,Gowa, Sulawesi Selatan, 2008 Hasil Analisis Proksimat (%) Jenis sampel Protein Lemak Serat Kadar Kasar Kasar Kasar Abu Daun Jagung 18.02 1,46 20,30 15,20 Kelobot jagung 7,80 0,75 25,20 4,40 Batang jagung 5,59 0,75 32,35 4,25 Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa daun jagung adalah yang paling baik kualitas pakannya yakni untuk protein kasar sebesar 18,02% dan serat kasar sebesar 20,30 % dibandingkan dengan batang maupun kelobot, sedang antara kelobot dengan batang nampaknya tidak banyak berbeda. KESIMPULAN • • •
Tidak ada interaksi antara jarak tanam dan waktu panen untuk hasil terhadap tinggi tanaman dan bobot biomas segar jagung. Jarak tanam 75 cm x 20 cm dengan waktu panen 60 hst memberikan bobot biomas yang tertinggi sebesar 45,9 ton kg/ha disusul oleh jarak tanam 40 x 20 cm dengan waktu panen 60 hst sebesar 45,60 /ha. Daun jagung memberikan kualitas pakan yang lebih baik dengan serat kasar yang terendah sebesar 20,30% dibandingkan klobot dan batang.
181
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
DAFTAR PUSTAKA Akil. M. Rauf. M.. Fadhly. A.F. 2004. Teknologi Budi daya Jagung untuk Pangan dan Pakan yang Efisien dan Berkelanjutan pada Lahan Marjinal. Laporan Penelitian Balitsereal Arifin, Z. 2003. Pengelolaan tanaman jagung untuk meningkatkan nisbah lahan dan pendapatan usahatani jagung di lahan kering. Prosiding Lokakarya Pengembangan Agribisnis Berbasis Sumberdaya Lokal Dalam Mendukung Pembangunan Ekonomi Kawasan Selatan Jawa. Pulitbang Sosial Ekonomi Pertanian. p: 123-132. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005 – 2009. Cordova,H.2001. Quality protein maize : Improved nutrition and livelihoods for the poor. Maize Rezearch Highlights 1999 – 2000-. CYMMIT. P.27-31. Deptan. 2002. Agribisnis jagung. Informasi dan Peluang. Festival Jagung Pangan Pokok Alternatif. Istana Bogor. 26 – 27 April 2002. Kushartono. B. 2001. Teknik Penyimpanan dan Peningkatan Kualitas Jerami dengan Cara Anonisasi. P. 81-83. Dalam: Buletin Pertanian. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. vol. 6 nomor 2. Subandi. S. Saenong, Zubachtirodin, dan A. Najamuddin. 2003. Peningkatan Produktivitas Tanaman Jagung pada Wilayah Pengembangan melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Laporan Penelitian 2003. Balitsereal.
182