MORFOLOGI PEMBUNGAAN DAN SISTEM REPRODUKSI MERBAU (Intsia bijuga) PADA PLOT POPULASI PERBANYAKAN DI PALIYAN, GUNUNGKIDUL Flowering morphology and reproductive system of Merbau (Intsia bijuga) at macro propagation plot in Paliyan, Gunungkidul Liliana Baskorowati dan Sugeng Pudjiono Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar Km. 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, Indonesia e-mail:
[email protected] Tanggal diterima : 9 Juli 2015, Tanggal direvisi : 31 Juli 2015, Disetujui terbit : 2 November 2015
ABSTRACT Information regarding the flowering morphology, as a first step to understand the reproductive system, is essential. The purpose of this study is to determine the flowering morphology and the reproductive systems of merbau. Observation of flowering and fruiting intensity was undertaken every week for 6 consecutive months, from May to November 2013. Observations of the development of generative organs were carried out on daily basis to determine the duration and the length of each development stage of flowers and fruits. Results showed that flowering of merbau is arranged in spikes, hermaprodite with un-synchronous flowering between and within spikes. Reproductive organs are protandry and apparently heterostyly type, indicating that self-incompatibility may occur in this species. None fruit was formed from self-pollination experiment; supporting the allegation of crosspollination systems (xenogamy). Flowering occurs twice a year with peak flowering in June and November, followed by fruit maturation in the next 3 months. Various types of insect visitors found during this study, however very few insect can be determined as pollinators. Flowers and pollinator limitation lead to the mechanism of self-incompatibility causing low reproductive success on this species. Therefore, an artificial cross-pollination or an introduction of pollinators needs to be done in order to enhance the reproductive success of this species. Keywords:
Merbau, Intsia bijuga, flowering morphology, reproductive system, heterostyly, protandry
ABSTRAK Informasi tentang morfologi pembungaan sebagai langkah awal mengetahui sistem reproduksi untuk menentukan langkah konservasi sangat diperlukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui morfologi pembungaan dan sistem reproduksi merbau. Pengamatan intensitas pembungaan dan pembuahan dilakukan setiap 1 minggu sekali selama 6 bulan mulai bulan Mei hingga November 2013. Pengamatan perkembangan organ generatif dilakukan setiap hari untuk mengetahui tahapan perkembangan bunga dan buah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembungaan tersusun dalam malai, hermaprodit dengan kemasakan bunga yang tidak serempak. Organ reproduksi bertipe heterostyly dan bersifat protandry. Tidak terdapat buah yang terbentuk dari hasil percobaan dengan penyebukan sendiri (self-pollination). Hal ini memperkuat dugaan tentang sistem polinasi silang (xenogamy). Pembungaan terjadi dua kali setahun dengan puncak pembungaan Juni dan November, diikuti dengan kemasakan buah pada 3 bulan berikutnya. Terdapat berbagai macam serangga yang mengunjungi bunga merbau, namun sangat sedikit serangga penyerbuk yang ditemukan pada populasi uji. Rendahnya keberhasilan reproduksi selain dikarenakan sedikitnya jumlah bunga dan serangga pengunjung, juga karena adanya ketidakcocokan berkawin sendiri, sehingga upaya melakukan perkawinan silang atau memperbanyak serangga penyerbuk perlu dilakukan. Kata kunci:
Merbau, Intsia bijuga, morfologi pembungaan, sistem reproduksi, heterostyly, protandry
159
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 9 No. 3, November 2015, 159-175
Upaya-upaya I.
konservasi
yang
sudah
PENDAHULUAN
dilakukan diatas perlu didukung dengan
Intsia bijuga (Colebr.) Kuntze yang
informasi mengenai sistem reproduksi,
umumnya
disebut
dengan
merbau
termasuk didalamnya informasi mengenai
merupakan tanaman hutan yang habitat
morfologi
alamnya tersebar di daerah Australia,
pembungaan dan sistem perkawinan yang
kepulauan
terjadi.
Pasific,
Papua
New
Guinea,Indonesia, Malaysia, Thailand dan
pembungaan,
struktur
Pengetahuan yang rinci mengenai
Vietnam sedangkan di Indonesia merbau
waktu
banyak di temukan di daerah Papua.
pembungaan
Merbau merupakan jenis yang potensial
mengetahui
untuk dikembangkan karena kekuatan dan
Menurut
keawetan kayunya yang sangat bagus
reproduksi dapat diketahui secara jelas
dengan
dan
ketika tersedia informasi seperti musim,
merupakan kayu dengan kelas kuat I-II
waktu, lama dan intensitas pembungaan
serta memiliki penyusutan kayu yang
maupun pembuahan. Penelitian tentang
sangat rendah sehingga tidak mudah cacat
pembungaan
apabila dikeringkan (Tharman et. al.,
dalam dinamika populasi sebuah jenis,
2006). Oleh karena itu kayu merbau
karena keberhasilan perkawinan dapat
banyak
bahan
dilakukan dengan cara meningkatkan atau
konstruksi berat, balok, bantalan dan tiang.
menunda pembungaan (Griffin, 1980;
Pemenuhan kebutuhan kayu jenis tersebut
Sedgley & Griffin, 1989). Lebih lanjut
masih dilakukan dari penebangan hutan
dikatakan oleh Sedgley and Griffin (1989)
alam,
bahwa pengetahuan tentang morfologi
berat
jenis
digunakan
sehingga
0,63-1,04
sebagai
potensinya
semakin
pembungaan
dan
sangat
penting
keberhasilan
House
fenologi
(1997)
berperan
untuk
reproduksi. keberhasilan
sangat
penting
menurun. Berdasarkan kategori IUCN Red
pembungaan
List (1994) status konservasi Intsia bijuga
perkawinan sebuah jenis, dan hal tersebut
sudah termasuk kategori rawan (VU
sangat penting dalam menentukan strategi
A1cd).Upaya mempertahankan jenis ini
mengelola suatu populasi untuk dapat
sudah
B2PBPTH
menghasilkan benih yang baik. Selain itu,
dengan
pengetahuan tentang serangga penyerbuk
pembangunan beberapa plot konservasi ex-
atau pengunjung sebuah jenis sangat
situ, pembangunan plot hasil populasi
penting dipahami untuk dapat menentukan
perbanyakan vegetatif serta pembangunan
keberhasilan reproduksinya (Frankie &
plot uji keturunan (B2PBPTH, 2007).
Haber, 1983).
dilakukan
Yogyakarta,
160
antara
oleh lain
akan
menentukan
pola
Morfologi pembungaan dan sistem reproduksi Merbau (Intsia bijuga) pada plot populasi perbanyakan di Paliyan, Gunungkidul Liliana Baskorowati dan Sugeng Pudjiono
Sejauh morfologi belum
ini
penelitian
pembungaan
banyak
tentang
jenis
dilakukan.
B.
Metode Penelitian Pengamatan waktu berbunga dan
merbau Informasi
berbuah
serta
intensitas
perbungaan
tentang pembungaan dan cara permudaan
merbau dilakukan dengan menghitung
sejauh
umum
jumlah malai bunga/inflorescences (bukan
(Yudohartono & Ismail, 2013; Tharman et.
individu bunga) dan buah muda pada
al., 2006). Oleh karena itu, penelitian ini
semua pohon yang terdapat pada blok 1.
dilakukan dengan tujuan (1) Mengetahui
Jumlah malai bunga dan buah pada tiap-
morfologi
(2).
tiap pohon dicatat pada setiap pengamatan.
intensitas
Pengamatan intensitas pembungaan dan
ini
masih
bersifat
pembungaan
Mengetahui
tahapan
merbau; dan
pembungaan dan pembuahan merbau; dan
pembuahan
(3). Mengetahui sistem reproduksi dengan
minggu selama 6 bulan berturut-turut dari
menghitung
bulan Mei hingga November. Pengamatan
keberhasilan
reproduksi
tersebut
pembungaan
merbau.
dilakukan
dilakukan
setiap
dengan
menghitung jumlah malai pada masingII. A.
BAHAN DAN METODE
masing
individu.
Pengamatan
perkembangan organ generatif terutama
Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada plot
populasi
perbanyakan
merbau
terletak
di
93,
yang
terhadap
munculnya
perbungaan,
terbentuknya
tanda-tanda bunga
dan
Paliyan
perkembangan menjadi buah; dilakukan
Gunungkidul,Yogyakarta (8o LS dan 110o
setiap hari. Pengamatan panjang waktu
29’ 59” BT). Rancangan awal plot ini
berlangsungnya
menggunakan Rancangan Acak Lengkap
organ generatif dimulai sejak tahap inisiasi
Berblok dengan 120 pohon induk dan 3
bunga, yaitu saat tunas reproduktif tampak
pohon per plot, jumlah ulangan 5 blok dan
secara makroskopis sampai buah dan biji
ditanam dengan jarak tanam 6 x 2 m.
masak.
Namun demikian, pada waktu penelitian
dilakukan pada 3 pohon dengan bunga
dilakukan sudah banyak pohon yang mati,
yang melimpah.
Petak
tahap
Pengamatan
Pengamatan
sehingga pengamatan pembungaan dan
perkembangan
organ
generatif
terhadap
sistem
pembuahan dilakukan pada 35 pohon yang
perkawinan pada jenis ini dilakukan
masih tersisa di blok 1.
dengan menghitung
mengadakan keberhasilan
percobaan reproduksi
(jumlah buah vs jumlah bunga yang berhasil
didapatkan)
dengan 161
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 9 No. 3, November 2015, 159-175
membandingkan penyerbukan alam dan
serangga dan hewan yang menggunjungi
penyerbukan
bunga selama lima menit pengamatan
sendiri.
Pengamatan
dilakukan terhadap 3 pohon dengan bunga
dikonversi
melimpah. Pada masing-masing pohon
kemudian dianalisis menggunakan REML
contoh, ranting pohon dengan malai diberi
analisis (GenStat 8), dengan jenis serangga
label
pengamatan
sebagai efek tetap dan sampel pohon
kemudian dilakukan perhitungan jumlah
sebagai efek random. Model analisis
kuncup
varian yang digunakan adalah sebagai
tanggal
dimulainya
bunga.
Untuk
percobaan
penyerbukan alam, maka malai dibiarkan terbuka,
sedangkan
untuk
percobaan
Yij
= Rata-rata jumlah serangga pada ulangan ke i = Rerata umum = Pengaruh dari ulangan ke i = Pengaruh sisa (residual)
μ Ui Hij
bunga-bunga yang siap mekar dengan pollination bag (Baskorowati, 2006). Dua perlakuan,
yang
Yij = μ +Ui + Hi
cara menutup malai yang mengandung
setelah
logaritma,
berikut:
penyerbukan sendiri dilakukan dengan
minggu
kedalam
kantong
penyerbukan dibuka, dan dihitung jumlah bunga yang sudah terbuahi. Perhitungan
III. A.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi bunga Bunga merbau tumbuh terminal
keberhasilan reproduksi dilakukan dengan bunga
atau tumbuh pada ujung ranting (Gambar
sebelum mekar dengan jumlah buah yang
1). Merbau mempunyai bunga majemuk
terbentuk.
tidak
cara
membandingkan
jumlah
terbatas (indeterminate),
dengan
penyerbuk
pertumbuhan bunga yang monopodial,
dilakukan pada puncak pembungaan pada
karena pucuk ibu tangkai bunga tumbuh
beberapa pohon yang mempunyai bunga
terus, dan bunga-bunga mekar bertipe
yang melimpah. Pengamatan dilakukan
acropletal (dari bawah ke atas). Bunga
pada pagi, siang dan sore hari, masing-
majemuk bersifat tak terbatas karena tidak
masing selama 5 menit selama tiga hari
memiliki bunga terminal yang sejati.
berturut-turut.
Ujung ibu tangkai bunga biasanya berupa
Pengamatan
agen
Jumlah
serangga
yang
mendatangi dan melakukan kontak dengan
pucuk
bunga dicatat dan dihitung, sedangkan
Kedudukan
contoh serangga dikoleksi dengan cara
demikian, diisi oleh bunga subterminal
menangkap menggunakan jaring untuk
(bunga
proses identifikasi lebih lanjut. Data
162
yang
mengerdil bunga
di
(rudimenter).
terminal,
bawah
dengan
pucuk).
Morfologi pembungaan dan sistem reproduksi Merbau (Intsia bijuga) pada plot populasi perbanyakan di Paliyan, Gunungkidul Liliana Baskorowati dan Sugeng Pudjiono
Gambar 1.
Morfologi perbungaan merbau (1: skala 1: 1, 2: Skala 1:5 oleh Inorontoko, 2015)
Tabel 1. Ukuran dari struktur bunga merbau (Intsia bijuga) Pengukuran
Satuan
Jumlah bunga per inflorescences Diameter kuncup bunga (1 minggu setelah terbentuk) Panjang kuncup bunga (1 minggu setelah terbentuk) Lebar kuncup bunga (1 minggu setelah terbentuk) Diameter kuncup bunga (ketika anthesis) Panjang kuncup bunga (ketika anthesis) Lebar kuncup bunga (1 minggu setelah terbentuk) Panjang putik (1 hari setelah anthesis) Panjang benang sari (1 hari setelah anthesis)
Rerata
buah mm mm mm mm mm mm mm mm
Standar error
20,60 3,30 1,80 2,02 5,04 25,50 5,55 47,50 34,40
1,91 0,45 0,25 0,09 0,26 1,13 0,30 1,59 1,16
Bunga merbau mempunyai organ
(rerata kuncup bunga 20,60 ± 1,19).
betina dan pejantan dalam satu bunga
Perkembangan bunga dari kuncup sampai
(hermaprodit), yaitu mempunyai putik
ke bunga masak tidak serempak dalam
(terdiri dari kepala putik dan tangkai putik)
satu
sebagai organ betina dan benang sari
mengikuti perkembangan bunga yang
(terdiri dari kepala sari dan tangkai sari)
acropetal
sebagai organ jantan dalam satu bunga.
kemasakan dari bawah menuju ke atas.
Bunga-bunga
Morfologi
tersusun
malai/inflorescences,
dalam
dengan
satu jumlah
bunga yang beragam dalam satu malai
malai,
dengan
yaitu
bunga
bunga
memungkinkan
kecenderungan
yang
peluang
mengalami
semacam yang
ini
besar
terjadinya kawin sendiri (autogamy) yang 163
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 9 No. 3, November 2015, 159-175
akan menurunkan viabilitas biji karena
incompatibility).
adanya
suatu
incompatibility tersebut, tepung sari dari
populasi. Kuncup bunga akan mengalami
satu bunga tidak dapat menyerbuki bunga
perkembangan ukuran dari ketika mulai
lain
terlihat
sampai
Perbedaan panjang benang sari dan putik
mencapai ukuran maksimal ketika akan
pada bunga yang heterostyly teradaptasi
anthesis
Masing-masing
untuk terjadinya penyerbukan oleh agen
individu bunga merbau memiliki 3 benang
penyerbuk yang berbeda. Tepung sari yang
sari yang merupakan tempat kepala sari
berasal dari stamen yang panjang (tipe
serta memiliki 1 buah putik, dengan 1
thrump) akan menyerbuki kepala putik
mahkota bunga yang berwarna pink atau
yang
putih serta 4 kelopak bunga. Ukuran dari
perpindahan benang sari antara dua bunga
struktur bunga merbau ditampilkan pada
terjadi pada tipe morfologi yang sama,
Tabel 1.
maka tidak akan terjadi pembuahan karena
penurunan
secara
baik
makroskopis
(Tabel
Bunga
sifat
1).
merbau
juga
bertipe
dengan
Pada
sistem
morfologi
panjang
(tipe
yang
pin).
self-
sama.
Apabila
mekanisme self-incompatiibility. Dari hasil
heterostyly (Gambar 2) yakni ukuran putik
pengamatan,
lebih panjang daripada benang sari (pin),
mempunyai type heterostyly-pin, sehingga
atau sebaliknya (thrump). Seperti disajikan
kemungkinan
dalam Tabel 1, terlihat bahwa rerata
sendiri dalam satu pohon sangat kecil.
panjang putik adalah 47,50 ± 1,59 mm;
Dengan demikian perpindahan serbuk sari
sedangkan rerata panjang benang sari
sangat membutuhkan pollinator untuk
34,40 ± 1,16 mm. Menurut Barret (1992),
mendapatkan
heterostyly
heterostyly-thrump
merupakan
suatu
bentuk
polimorfisme pada tumbuhan, khususnya
sebagian
besar
terjadinya
bunga agar
merbau
perkawinan
dengan
type
dapat
terjadi
kecocokan perkawinan.
pada bunga. Pada spesies tumbuhan yang
Lebih lanjut, bunga merbau hanya
heterostyly, terdapat dua atau tiga tipe
mempunyai 3 kepala sari sebagai sumber
morfologi bunga yang berbeda pada suatu
tepung sari. Jumlah ini sangat sedikit
populasi tumbuhan tersebut. Perbedaan
mengingat kebutuhan tepung sari untuk
morfologi bunga tersebut antara lain
penyerbukan sangat besar. Kepala putik
terletak pada perbedaan panjang benang
pada umumnya masak setelah tepung sari
sari dan putik. Ciri fenotipe yang tampak
pecah, sehingga bunga merbau termasuk
ini berhubungan secara genetik dengan gen
dalam kategori protandry. Tipe kemasakan
yang bertanggung jawab pada sistem
bunga yang protandry juga merupakan
ketidakcocokan berkawin sendiri (self-
salah
164
satu
mekanisme
bunga
untuk
Morfologi pembungaan dan sistem reproduksi Merbau (Intsia bijuga) pada plot populasi perbanyakan di Paliyan, Gunungkidul Liliana Baskorowati dan Sugeng Pudjiono
mencegah terjadinya kawin sendiri, karena
membukanya tepung sari dalam satu malai
pada umumnya terjadi ketidaksamaan
sehingga menghambat terjadinya kawin
waktu
sendiri/autogamy
kemasakan
Gambar 2.
B.
kepala
putik
dan
(Richards,
1997).
Organ reproduksi merbau dengan 1 putik, 3 benang sari dan bertipe heterostyly-pin (Skala 1:5 oleh Inorontoko, 2015)
Tahapan perkembangan organ generatif, intensitas pembungaan dan pembuahan Secara umum perkembangan organ
generatif merupakan serangkaian tahapan yang dimulai dari (1) tahap induksi bunga;(2) tahap inisiasi bunga atau preanthesis; (3) tahap pembungaan atau anthesis; (4) tahap penyerbukan dan pembuahan; (5) tahap perkembangan buah menuju kemasakan (Hartmann & Kester, 1961). Hasil pengamatan perkembangan organ generatif jenis merbau adalah sebagai berikut:
merupakan tahap pertama dari proses pembungaan
menjadi perubahan
1989; Hartman & Kester, 1961). Terjadi di dalam sel, umumnya terjadi peningkatan sintesis asam nukleat dan protein,
yang
pembelahan
dan
dibutuhkan
dalam
diferensiasi
sel.
Secara makroskopis, perubahan ini umumnya ditandai dengan berbagai ciri seperti: berubahnya bentuk daun, bertambah
tebalnya
pucuk
daun,
peningkatan produksi cabang dan ranting, terbentuknya cabang-cabang plagiotropik, ataupun memendeknya internodia (Longman, 1985; Griffin &
(1). Tahap induksi bunga. Induksi bunga
vegetatif
menuju dewasa (Griffin & Sedgley,
dimana
secara
seluler
meristem berubah
meristem generatif, transisi
dari
atau
juvenile
Sedgley, 1989). Pada jenis merbau, induksi bunga yang dapat terlihat jelas adalah adanya perubahan ukuran daun yang
lebih
mengecil
serta
memendeknya internodia (Gambar 3). Induksi bunga tersebut dapat dijumpai
165
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 9 No. 3, November 2015, 159-175
dari bulan Desember sampai Januari
akhirnya membentuk kuncup bunga
dan berlangsung selama 25 sampai 30
majemuk
hari.
kuncup bunga (Gambar 4a). Secara
dengan
tangkai-tangkai
umum diferensiasi kuncup bunga untuk
membentuk
bunga
selalu
bagian-bagian dimulai
dari
pembentukan tangkai, karena tangkai mengandung meristem sekunder yang berfungsi untuk membentuk bungabunga tunggal (Griffin & Sedgley, 1989; Eldridge et al., 1993). Selama kurang lebih 30 hari akan terjadi pembengkakan ukuran kuncup bunga sehingga mencapai ukuran maksimal pada hari ke 30-32. Kuncup dengan Gambar 3.
Induksi bunga merbau dengan ukuran daun yang mengecil (Baskorowati, 2013)
pembengkakan
optimal
ditandai
dengan membukanya kelopak bunga (2). Tahap inisiasi bunga (pre-anthesis). Inisiasi
bunga
kenampakan
merupakan
morfologis
pertama
tunas reproduktif yang dapat terlihat
dan munculnya mahkota bunga. Pada merbau,
ini
akan
diikuti
dengan munculnya benang sari seperti disajikan pada Gambar 4b.
dapat
(3) Tahap pembungaan (anthesis), yaitu
bentuk
tahapan ketika bunga - mahkota
maupun ukuran kuncup, serta proses-
bunga beserta organ reproduksinya
proses
membuka
secara
makroskopis,
dideteksi
dari
yang
perubahan
selanjutnya
yang
mulai
seutuhnya.
merupakan
(Griffin & Sedgley, 1989). Pada
reproduksi
merbau inisiasi bunga ditandai dengan
kemasakan, meskipun dalam beberapa
munculnya
pembungaan
jenis kemasakan organ reproduksi
dalam setiap ujung tangkai daun.
terjadi sebelum bunga mekar atau
Terjadinya
sesudah bunga mekar. Pada merbau
dimulai
kuncup
pembengkakan
tunas dari
ujung-
(diferensiasi) pangkal
tunas
yang dan
saat
tanda
Umumnya
membentuk organ-organ reproduktif
ujung
anthesis
bahwa
sudah
ditandai
organ
mencapai
dengan
membukanya kelopak dan mahkota bunga
166
proses
secara
maksimal;
diikuti
Morfologi pembungaan dan sistem reproduksi Merbau (Intsia bijuga) pada plot populasi perbanyakan di Paliyan, Gunungkidul Liliana Baskorowati dan Sugeng Pudjiono
tegaknya putik dan benang sari
(4) Griffin
and
Sedgley
(Gambar 5). Namun demikian pada
menyebutkan
merbau kemasakan organ reproduktif
merupakan
terjadi selang beberapa saat setelah
proses reproduksi dan diikuti oleh
anthesis,
ditemukan
pembuahan jika penyerbukan berhasil
cairan bening (excudate) pada kepala
dilakukan. Kemasakan organ jantan
putik; sedangkan kantong serbuk sari
(membukanya kantong sari) pada
juga
merbau terjadi lebih dahulu daripada
karena
masih
tidak
menutup.
Hal
ini
bahwa
(1989)
tahap
penyerbukan
pertama
organ
betina
dalam
menandakan belum terjadi kemasakan
kemasakan
organ betina maupun pejantan sesaat
Dengan
setelah bunga anthesis.
organ reproduksi merbau termasuk
demikian
(putik).
perkembangan
bertipe protandry. Bunga mencapai anthesis pada pagi hari diikuti dengan tegaknya benang sari (kantong sari pecah
beberapa
saat
kemudian),
diikuti tegaknya putik. Kepala putik mengeluarkan cairan pada tengah Gambar 4a.
Kuncup bunga majemuk merbau (Baskorowati, 2013)
hari; tepung sari juga luruh semuanya pada saat itu. Sore hari, kepala putik masih berdiri tegak tetapi cairan sudah mengering, dan benang sari sudah
layu
(Gambar
6a).
Perkembangan selanjutnya mahkota bunga, benang sari dan tangkai putik Gambar 4b.
Pembengkakan optimal kuncup bunga merbau (Skala 1:5, Inorontoko, 2015)
mengering dan luruh. Ketika sudah terjadi pembuahan maka bakal buah berkembang menjadi buah (Gambar 6b). Perkembangan organ reproduksi merbau dengan tipe protandry seperti tersebut perkawinan merupakan
Gambar 5.
Bunga merbau tahap anthesis (Creative indeed.net, 2013)
diatas
mengindikasikan
silang syarat
(outcrossing) terjadinya
pembuahan (Richard, 1997). Lebih lanjut tipe bunga protandry sangat 167
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 9 No. 3, November 2015, 159-175
umum dijumpai pada tanaman yang
mendukung
diserbuki oleh serangga dibandingkan
silang (Richard, 1997; Wasser &
dengan tipe bunga protogyny yang
Ollerton, 2006).
Gambar 6a.
Putik dan benang sari mulai layu setelah pembuahan (Skala 1:5, Inorontoko, 2015)
(5) Tahap perkembangan buah menuju
Gambar 6b.
perkawinan
Perkembangan bakal buah merbau (Skala 1:5, Inorontoko, 2015)
pada bulan Februari-Maret menjadi
kemasakan.
biji siap panen pada bulan Agustus-
Tahap ini diawali dengan pembesaran
September.
bakal buah (ovarium), yang diikuti
kemasakan buah pada merbau yang
oleh
cadangan
berhubungan dengan variasi waktu
dan
berbunga. Variasi ini umum terjadi
perkembangan
makanan
(endosperm),
selanjutnya
168
terjadinya
terjadi
perkembangan
Terdapat
variasi
yang umumnya dipengaruhi
oleh
embryo. Pada merbau, perkembangan
iklim seperti suhu, cahaya matahari.
kuncup bunga, bunga dan buah
Merbau
sampai buah mencapai kemasakan
berbunga
pada
bulan
November-
membutuhkan waktu 6-7 bulan. Buah
Januari,
buah
akan
mencapai
merbau berwarna hijau waktu muda
kemasakan pada bulan Mei-Agustus;
yang akan berubah warna menjadi
sedangkan
coklat sejalan dengan kemasakan
konservasi ex-situ di Gunungkidul
bijinya.
berbentuk
yang mekar pada bulan April-Mei
polong, pipih, dengan jumlah biji di
buah akan masak pada bulan Agustus-
dalamnya yang bervariasi antara 2 – 8
September (Yudoharyono & Ismail,
biji (Gambar 7). Bunga yang muncul
2013).
Buah
merbau
di
Carita,
Merbau
Jawa
pada
Barat,
plot
Morfologi pembungaan dan sistem reproduksi Merbau (Intsia bijuga) pada plot populasi perbanyakan di Paliyan, Gunungkidul Liliana Baskorowati dan Sugeng Pudjiono
Gambar 7.
C.
Buah merbau mencapai kemasakan (Skala 1:5 oleh Inorontoko, 2015)
November
Panjang waktu berlangsungnya tahap perkembangan organ generatif Pengetahuan
tentang
2013
permulaan
fenologi
sebenarnya
menunjukkan
kuncup sudah
bahwa
pembungaan
terjadi
dari
bulan
digunakan untuk memberikan gambaran
Februari, namun bulan Mei merupakan
mengenai panjang waktu berlangsungnya
puncak pembungaan dengan intensitas
masing-masing tahap perkembangan organ generative suatu species (Owens et al.,
pembungaan
tertinggi
pada
populasi
tersebut (Gambar 8). Hasil pengamatan pembungaan dan
1991). Informasi tersebut sangat berguna perkawinan
pembuahan disini sedikit berbeda dengan
buatan, dimana perlakuan terhadap organ
penelitian sebelumnya yang melaporkan
generative seperti pengumpulan pollen,
bahwa pada kebun percobaan konservasi
pembastaran maupun perkawinan akan
ex-situ di Gunung Kidul maupun di
berhasil dengan baik jika dilakukan pada
Bondowoso
waktu yang tepat. Perhitungan terhadap
penghujan
panjang waktu berlangsungnya masing-
pertengahan
masing tahap perkembangan dilakukan
Ismail, 2013), sedangkan Martawijaya
sejak tahap inisiasi bunga seperti disajikan
(1981)
pada Tabel 2.
berbunga dan berbuah merbau terjadi pada
terutama
untuk
kegiatan
Pengamatan pembuahan
pada
pembungaan plot
dan
populasi
bulan
dimulai yaitu April
pada
musim
November
sampai
(Yudhohartono
menyebutkan
Juni
sampai
Terdapatnya
bahwa
dengan
perbedaan
&
musim
Oktober. waktu
perbanyakan merbau di Petak 93 KHDTK
pembungaan dan pembuahan ini umum
Paliyan, Gunung Kidul Yogyakarta yang
terjadi pada beberapa spesies, tergantung
dimulai dari bulan Mei sampai dengan
pada
lokasi
dan
kondisi
lingkungan
169
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 9 No. 3, November 2015, 159-175
setempat. Hal ini umumnya dipengaruhi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
oleh faktor genetik maupun faktor biotik
pembungaan adalah agroklimat (suhu,
dan abiotik (Smith-Ramirez & Armesto,
curah hujan), kondisi geografi, penyebaran
1994; Eldridge et al., 1993; Friedel et al.,
tepung sari dan biji, maupun struktur
1993; Keatley & Hudson, 1998). Keatley
pembungaan.
and Hudson (1998) mengemukakan bahwa Tabel 2. Panjang waktu berlangsungnya masing-masing tahap perkembangan pada merbau Satuan Tahap perkembangan pengamatan I. Tahap inisiasi bunga a. Terbentuk tunas reproduktif hingga terdiferensiasi membentuk Hari tangkai dan tunas (Gambar. 4a) b. Pembengkakan tunas hingga mencapai maksimal, kelopak bunga Hari membuka dan mahkota bunga mulaimembuka (Gambar. 4b) II. Tahap perkembangan kuncup bunga menuju anthesis c. Kelopak bunga membuka maksimal, mahkota bunga Jam jugamengalami perkembangan hingga maksimal (Gambar. 5) d. Kepala putik mulai tegak dan belum ada cairan; tangkai sari Jam sebagian mulai tegak juga namun kantong tepung sarimasih menutup e. Semua kantong tepung sari dalam satu kuncup bunga membuka, Jam tepung sari sudah hilang (Gambar. 6a) III. Tahap penyerbukan dan pembuahan (fertilisation) f. Bunga mengalami penyerbukan dan pembuahan, ditandai dengan Hari luruhnya mahkota bunga dan benang sari. Tangkai putik yang telah terbuahi masih tertinggal yang akan berkembang menjadi buah (Gambar. 6b) g. Perubahan morfologisbunga menjadi buah Hari IV. Tahap perkembangan buah menuju kemasakan h. Buahmengalami perkembangan ditandai dengan pertambahan Hari diameter dan perubahan warna dari hijau ke coklat gelap i. Buah masak ditandai dengan pecahnya polong sehingga biji Hari berhamburan (Gambar. 7)
Gambar 8.
170
Waktu perkembangan 25-30 28-29
12 3-4
1-2
4-6
12 60 60
Rerata pembungaan dan pembuahan mebau pada Plot Populasi Perbanyakan Merbau Petak 93, Paliyan, Gunung Kidul, Yogyakarta
Morfologi pembungaan dan sistem reproduksi Merbau (Intsia bijuga) pada plot populasi perbanyakan di Paliyan, Gunungkidul Liliana Baskorowati dan Sugeng Pudjiono
Hasil
penelitian
Rendahnya
sebelumnya
hasil
biji
pada
menyatakan bahwa keterbatasan air di
penyerbukan alam dan tidak terbentuknya
Gunung Kidul membuat tanaman sering
biji sama sekali pada penyerbukan sendiri
mengalami cekaman lingkungan berupa
pada pohon contoh menunjukkan bahwa
kekeringan,
sistem
yang
memacu
proses
perkawinan
dalam
merbau
pembentukan bunga (Yudhohartono &
merupakan perkawinan silang (obligate
Ismail, 2013). Secara umum, pembungaan
outcrossing)
merupakan tanggapan terhadap turunnya
terdapatnya
ketersediaan air dalam tanah, karena
sendiri
cekaman air yang diikuti oleh hujan
incompatibility mungkin dihasilkan dari
seringkali
pembungaan
beberapa mekanisme seperti gagalnya
tanaman (Pook et al., 1997). Perbedaan
pollen menempel ke kepala putik dari
dalam pembungaan juga berhubungan
bunga yang sama ataupun gagalnya pollen
dengan kondisi lingkungan (Florence,
tubes tumbuh dan berkembang di dalam
1964; Pryor, 1976; Ashton, 1979; Law et
stylus (de Nettacourt, 1977; Richard,
al., 2000). Kelembaban tanah dan curah
1997).
hujan yang tinggi sebelum perkembangan
memang menunjukkan bahwa merbau
kuncup
mempunyai
merangsang
bunga
diindikasikan
pada
sebagai
pembentukan
kuncup
perkembangan
bunga
umumnya
faktor bunga (Porter,
penting dan 1978;
dan
mengindikasikan
ketidakcocokan
berkawin Self-
(self-incompatibility).
Tipe
bunga
yang
hererostyly
kecenderungan
melakukan
penyerbukan
berkawin
silang.
besar
terbuka
Penelitian
atau sistem
perkawinan pada merbau populasi Papua
Moncur & Boland, 1989; Law et al.,
menggunakan
2000).
menunjukkan bahwa rerata perkawinan
D.
silang pada multi lokus (tm) untuk populasi
Keberhasilan Reproduksi Pembuahan merbau terjadi juga
penanda
isoenzim
Manokwari dan Kerom sama besar yaitu
pada bulan-bulan pengamatan dengan
1,000
jumlah yang sangat rendah (kurang dari
dinyatakan
6%). Hal ini juga diperkuat dengan hasil
inbreeding untuk dua populasi tersebut
percobaan keberhasilan reproduksi yang
menunjukkan
memperlihatkan
kawin kerabat 2,8% untuk populasi Kerom
tingkat
keberhasilan
reproduksi alam yang sangat rendah yaitu
(Ningsih,
2008).
bahwa
Lebih
nilai
kemungkinan
lanjut
biparental
terjadinya
dan 1,9% untuk populasi Manokwari.
hanya 2,7% (Gambar 9).
171
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 9 No. 3, November 2015, 159-175
Gambar 9.
Keberhasilan reproduksi dilihat dari 2 tipe penyerbukan merbau di Populasi Perbanyakan Merbau Petak 93, Paliyan, Gunung Kidul, Yogyakarta
penyerbuk (Moza dan Bhatnagar, 2007).
dimungkinkan juga karena pembungaan
Hal ini dikarenakan populasi yang kecil
dalam populasi ini tidak terjadi secara
pada umumnya kurang menarik penyerbuk
serempak.
tipe
untuk mendatangi bunga. Hasil penelitian
penyerbukan yang menyilang, ukuran
lain menunjukkan bahwa berkurangnya
populasi dan kerapatan tegakan umumnya
ukuran populasi akan berakibat turunnya
berhubungan
dengan
hasil
mengundang
penyerbuk
Gambar 10.
172
dengan
kemampuan dan
aktivitas
lebah madu
spesies
lalat kecil
Pada
benih
dikarenakan
rendahnya
perpindahan tepung sari (Florence, 1964).
2,5 2 1,5 1 0,5 kumbang
semut hitam
semut merah
walang sangit
lembing
wereng
belalang
0 kupu-kupu putih
Rerata jml serangga (akar pangkat dua)
Rendahnya hasil biji pada plot ini
Jumlah serangga yang mengunjungi bunga merbau diPopulasi Perbanyakan Merbau Petak 93, Paliyan, Gunung Kidul, Yogyakarta
Morfologi pembungaan dan sistem reproduksi Merbau (Intsia bijuga) pada plot populasi perbanyakan di Paliyan, Gunungkidul Liliana Baskorowati dan Sugeng Pudjiono
pembungaan
plot penelitian ini juga lebah, meskipun
akan mengurangi jumlah serangga yang
masih diperlukan penelitian yang lebih
mendatangi
rinci. Meskipun ditemukan paling banyak
Ketidakserempakan
bunga
dalam
populasi
tersebut, yang akhirnya akan berdampak
jumlahnya,
pada berkurangnya perpindahan tepung
kemungkinan tidak berperan sebagai agen
sari antar pohon. Nektar dan tepung sari
penyerbuk yang efektif. Perbedaan jenis
adalah
serangga yang mendatangi bunga dan
unsur
bertanggung serangga nektar
bunga jawab
yang untuk
mengunjungi
oleh
menarik
sedikitnya
jumlah
belalang
serangga
yang
bunga,
karena
mendatangi bunga turut berperan pada
energi
yang
rendahnya proses perpindahan tepung sari
pengunjung
bunga
menyediakan
dibutuhkan
paling
kehadiran
antar
pohon
yang
akhirnya
akan
(Sedgley & Griffin, 1989; Kearns &
mengakibatkan rendahnya keberhasilan
Inouye, 1993). Bunga merbau hanya
reproduksi (Faegri and van der Pijl, 1979).
mempunyai
1
mengakibatkan
mahkota
bunga
yang
jumlah
nektar
yang
IV.
KESIMPULAN
dihasilkan akan sangat sedikit, selain itu
Bunga merbau tersusun dalam
jumlah tepung sari juga akan sedikit
malai dengan jumlah 20,60 ± 1,19
mengingat hanya terdapat 3 anther dalam
mempunyai organ betina dan pejantan
satu bunga. Hal tersebut kemungkinan
dalam satu bunga (hermaprodit). Bunga
juga
rendahnya
tersusun atas 4 kelopak bunga, 1 mahkota
jumlah serangga pengunjung pada merbau.
bunga, 1 putik dan 3 benang sari.
Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis
Kemasakan organ pejantan terjadi lebih
serangga yang mendatangi bunga merbau
dulu diikuti kemasakan organ betina,
berbeda sangat nyata (Chi pr = <0.001),
sehingga termasuk sebagai bunga yang
meskipun
demikian
pengamatan
potandry. Bunga mempunyai type yang
serangga
pengunjung
memperlihatkan
heterostyly dengan panjang stamen yang
bahwa serangga yang banyak mendatangi
lebih panjang dari pada putik (pin) atau
bunga merbau adalah belalang, diikuti
stamen lebih pendek dari pada putik
dengan lebah madu dan semut merah
(thrump).
(Gambar 10). Thaman et al., (2006)
dimulai dengan tahap induksi bunga,yang
menyatakan bahwa pembantu penyerbukan
terjadi 30 hari sebelum kuncup terbentuk,
bunga merbau adalah serangga (lebah),
diikuti tahap inisiasi bunga dimana kuncup
burung dan angin. Kemungkinan yang
bunga mengalami perkembangan atau pre-
menjadi serangga penyerbuk merbau di
anthesis yang membutuhkan waktu 28
merupakan
penyebab
dari
Perkembangan
pembungaan
173
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol. 9 No. 3, November 2015, 159-175
hari; selanjutnya tahap anthesis dimana
pengambilan
bunga sudah merekah umumnya terjadi 12
Terimakasih
jam setelah kuncup bunga berkembang
kepada Burhan Ismail, S.si atas diskusi
maksimal. Tahapan selanjutnya adalah
dan
penyerbukan dan pembuahan yang terjadi
berlangsung.
contoh juga
bantuan
di
lapangan.
penulis
sampaikan
selama
penelitian
beberapa jam setelah anthesis dan diikuti tahap
perkembangan
buah
Sistem penyerbukan yang terjadi
Ashton, D. H. (1975). Studies of flowering behaviour in Eucalyptus regnans F. Muell. Australian Journal of Botany, 23, 399– 411.
merbau
Anonim.
kemasakan yang memakan waktu 120 hari.
pada
penyerbukan
diindikasikan silang
sebagai
(xenogamy).
Hal
tersebut diindikasikan dari tidak adanya biji yang terbentuk dari hasil penyerbukan sendiri, meskipun tingkat keberhasilan melalui penyerbukan alam juga rendah, yang disebabkan karena rendahnya jumlah serangga penggunjung dalam plot uji. Dalam rangka meningkatkan keberhasilan reproduksi (meningkatkan jumlah biji yang terbentuk), upaya pengelolaan kebun merbau dengan meningkatkan jumlah serangga
pengunjung
atau
dengan
melakukan penyerbukan buatan sangat dianjurkan.
Pengumpulan
tepung
sari
sebagai tepung sari donor dapat dilakukan pada bulan puncak pembungaan (donor) dengan mengumpulkan bunga-bunga pada tahap anthesis. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada
saudara
Maryanti, bantuannya
174
DAFTAR PUSTAKA
menuju
dan
Heri
Effendi,
Alin
Suroto
atas
pengamatan
dan
Bapak
dalam
(2007). Pembangunan populasi perbanyakan vegetative jenis merbau (Intsia bijuga). Laporan Kegiatan 2007, Buku 2. Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Balai Besar Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Barrett, S. C. H. (1992). Heterostylous genetic polymorpisms: model systems for evolutionary analysis on Monographs on: Theoretical and Applied Genetics 15 Evolution and Function of Heterostyly. Heidelberg, Berlin: Springer-Verlag. Baskorowati, L. (2006). Controlled Pollination Methods for Melaleuca alternifolia (Maiden and Betce) Chell. ACIAR Technical Report 63. Canberra: ACIAR. Eldridge, K., Davidson, J., Harwood, C., & van Wyk, G. (1993). Eucalypt Domestication and Breeding, (322 p). Oxford: Oxford University Press. Faegri, K., & Van der Pijl, L. (1979). The Principles of Pollination Ecology (3rd ed.). Oxford: Pergamon Press. Florence, R. G. (1964). A comparative study of flowering and seed production in six blackbutt (Eucalyptus pilularis Sm.) forest stands. Australian Forestry, 28, 28 – 33. Frankie, G. W., & Haber W. A. (1983). Why bees move among mass-flowering neotropical trees. In C.E. Jones & R.J. Litte. (Eds.), Handbook of Experimental Pollination Biology (pp 360-372). New York: Scientific and Academic Editions. Friedel, M. H., Nelson, D. J., Sparrow, A. D., Kinloch, J. E., & Maconochie, J. R. (1993). What induces central Australian arid zone trees and shrubs to flower and fruit? Australian Journal of Botany, 41, 307 – 319.
Morfologi pembungaan dan sistem reproduksi Merbau (Intsia bijuga) pada plot populasi perbanyakan di Paliyan, Gunungkidul Liliana Baskorowati dan Sugeng Pudjiono
Griffin, A. R. (1980). Floral phenology of a stand of mountain ash (Eucalyptus regnans F. Muell) in Gippsland, Victoria. Australian Journal of Botany, 28, 393 – 404. House, S. M. (1997). Reproductive biology of eucalypts. In J. E. Williams & J. C. Z. Woinarski (Eds.), Eucalypt Ecology (pp. 30-50). Cambridge: Cambridge University Press. Kearns, C.A., & Inouye, D. W. (1993). Techniques for Pollination Biologist. Colorado: University Press of Colorado. Keatley, M. R., & Hudson, L. (1998). The influence of fruit and bud volumes on eucalypt flowering-an explanatory analysis. Australian Journal of Botany, 46, 281 – 304. Law, B., Mackowski, C., Schoer, L., & Tweedie, T. (2000). Flowering phenology of myrtaceous trees and their relation to climatic, environmental and disturbance variables in northern New South Wales. Austral Ecology, 25, 160 – 178. Martawijaya, (1981). Atlas Kayu Indonesia 2. Bogor: Balai Penelitian Hasil Hutan, Badan Litbang Pertanian.
Pryor, L. D. (1976). The Biology of Eucalypts. London: Edward Arnold. Richards, A. J. (1997). Plant Breeding Systems. London: Chapman & Hall. Sedgley, M., & Griffin, A. R. (1989). Sexual Reproduction of Tree Crops. London: Academic Press. Sedgley, M., Harbard, J., & Smith, R. M. (1992). Hybridisation Techniques for Acacias. ACIAR Technical Reports No. 20. Canberra: ACIAR. Smith-Ramirez, C., & Armesto, J. J. (1994). Flowering and fruiting in the temperate rainforest of Chiloé, Chile-ecologies and climatic constraints. Journal of Ecology, 82, 353 – 365. Tharman, R. R., Lex, A, J., Robin, D., Francis, A., & Craig, R. E. (2006). Intsia bijuga (vesi). Species Profile for Pacific Island Agroforestry. Retrived from http://www.tradionaltree.org Yudohartono, T. P. & Ismail, B. (2013). Adaptabilitas, pertumbuhan dan regenerasi pada plot konservasi ex-situ merbau. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 7(3), 179-195.
Moncur, M. W., & Boland, D. J. (1989). Floral morphology of Eucalyptus melliodora A. Cunn. ex Schau. and comparisons with other eucalypt species. Australian Journal of Botany, 37, 125 – 135. Moza, M. K., & Bhatnagar, A. K. (2007). Plant reproductive biology studies crucial for conservation. Current Science, 92, 9. Ningsih, A. N. (2008). Sistem perkawinan pada sebaran alam merbau (Intsia bijuga (Colebr) O. Kuntze) di Papua berdasarkan analisis isozim (Skripsi). Jurusan Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pook, E. W., Gill, A. M., & Moore, P. H. R. (1997). Long-term variation of litter fall, canopy leaf area and flowering in Eucalyptus maculata forest on the South Coast of New South Wales. Australian Journal of Botany, 45, 737 – 755. Porter, J. W. (1978). Relationships between flowering and honey production of red ironbark, Eucalyptus sideroxylon (A. Cunn.) Benth and climate in the Bendigo district of Victoria. Australian Journal of Agricultural Research, 29, 815 – 829.
175