Suplemen Majalah SAINS Indonesia
Edisi Juli 2016
Suplemen Agrotek
Edisi Juli 2016
Suplemen Majalah SAINS Indonesia
Suplemen Agrotek
Biodiesel
Ramah nan Berkelanjutan
T
ahukah Anda? Dalam era “mesin” atau teknologi saat ini, energi yang digunakan sebagian besar dari bahan bakar minyak bumi (BBM) yang dihasilkan melalui proses selama jutaan tahun dan jumlahnya pun semakin terbatas. Eksploitasi BBM besar-besaran, akibat harga murah karena subsidi pemerintah, telah berlangsung lama, bertahun-tahun. Bisa jadi kelak, kita tidak akan mewariskan secuil pun untuk generasi anak cucu. Oleh karena itu, diperlukan sumber energi alternatif lain agar berkelanjutan. Energi berkelanjutan, atau disebut juga energi terbarukan, ketersediaannya tak terbatas dan bisa dimanfaatkan secara terus menerus. Salah satunya adalah sumber energi biodiesel. Biodesel adalah kandidat terbaik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh penggunaan bahan baku yang banyak tersedia dan bisa diperbarui dalam waktu singkat, di antaranya dapat diperoleh dari lemak hewan. Namun pada umumnya, sumber energi ini dapat diproduksi dari minyak nabati berbagai jenis tumbuhan. Apa saja keunggulan dari energi biodiesel? Secara umum, dari substansi pembuatannya biodiesel tidak beracun atau biodegradable dan bisa diurai oleh lingkungan, sehingga ramah lingkungan. Sebuah studi di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa emisi karbondioksida yang dikeluarkan biodiesel sekitar 75% lebih rendah dibandingkan yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar biodiesel pada mesin diesel modern sangat praktis, tidak memerlukan modifikasi bahkan berfungsi sebagai pelumas mesin sehingga mesin kendaraan lebih awet. Lalu, kenapa penggunaannya tidak familiar di tengah-tengah masyarakat? Memang benar, bahwa energi dari biodiesel masih terbatas dari sisi kuantitas, ditambah lagi sampai saat ini produsen biodiesel masih kurang. Menangkap peluang pengembangan biodiesel ke depan, maka Badan Litbang Pertanian terus melakukan berbagai penyempurnaan terhadap metode pembuatan biodiesel.
Energi biodisel yang dihasilkan dari minyak nabati berbagai jenis tanaman.
Suplemen Majalah SAINS Indonesia
Edisi Juli 2016
Suplemen Agrotek
Ir. Dibyo Pranowo, peneliti Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Badan Litbang Pertanian.
Salah satu upaya penelitian untuk menghasilkan teknologi biodiesel yang dapat diunggulkan adalah hasil penelitian dari Ir. Dibyo Pranowo, yakni peneliti Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Badan Litbang Pertanian. Teknologi ini merupakan teknologi proses pembuatan minyak biodiesel menggunakan transesterifikasi dua tahap. Pada prinsipnya, proses transesterifikasi adalah mengeluarkan gliserin dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (misalnya metanol) menjadi alkohol ester atau biodiesel. Untuk menghasilkan biodiesel yang baik, maka dilakukan dua tahap transesterifikasi dengan tujuan untuk menurunkan kadar metil ester > 99%. Invensi ini telah didaftar hak kekayaan intelektualnya dengan nomor pendaftaran P00201502273. Yang menjadi keunggulannya adalah teknologi ini mampu menyajikan metode yang lebih baik untuk menghasilkan biodiesel berkualitas tinggi menggunakan dua tahap transesterifikasi yang berjalan pada temperatur kamar (300C) dan dalam waktu yang lebih singkat. Beberapa invensi sebelumnya samasama menghasilkan produk berkualitas tinggi, akan tetapi masih mengandung sejumlah kecil impurities berwarna. Oleh karena itu, kelemahan tersebut harus diatasi, yaitu menggunakan
Edisi Juli 2016
Suplemen Majalah SAINS Indonesia
prinsip transesterifikasi dua tahap dengan metode tersendiri. Bahan baku biodiesel ini adalah kemiri sunan. Kemiri sunan dianggap cukup baik sebagai bahan baku biodiesel karena kemampuan kemiri sunan untuk dikembangkan dengan baik sekalipun pada daerah marginal atau daerah yang mengalami kerusakan lingkungan. Selain itu, tanaman kemiri sunan dapat hidup selama puluhan bahkan ratusan tahun dengan produksi biji kering dapat mencapai 15 ton/ha atau kurang lebih 8 ton minyak/ha/tahun. Telah terbukti bahwa penggunaan biodiesel lebih efisien dibandingkan penggunaan solar. Bahkan telah dilakukan uji coba yang dilakukan oleh penelitinya langsung. Hasil perhitungan menunjukkan perjalanan panjang ke SukabumiSolo hanya menghabiskan 32 liter biodiesel. Volume tersebut jauh lebih efisien dibandingkan penggunaan bahan bakar solar yang bisa menghabiskan 80 liter untuk jarak tempuh yang sama. Atas dasar itu, mari kita memulai aksi untuk menciptakan kelestarian alam di bumi. Sudah saatnya kita berbenah dan turut serta memanfaatkan teknologi untuk kelestarian alam kita. Biodiesel, yang ramah dan berkelanjutan, adalah jawabannya.
Suplemen Agrotek
Formalin No Way, Vinegar Air Kelapa Yes
Y
ou are what you eat. Istilah sudah familiar bukan? Maknanya, biasa merujuk kepada aspek keseharian, kepribadian, dan yang paling penting adalah aspek kesehatan. Membuat makanan sendiri memang jauh lebih sehat. Namun akibat tingginya mobilitas dan aktivitas individu saat ini, banyak yang menjatuhkan pilihan pada produkproduk makanan beku (frozen food) atau kalengan yang mudah dimasak dan cepat disajikan. Tapi tahukah Anda? Indonesia adalah negara tropis dengan suhu dan kelembaban yang sangat tinggi. Hal tersebut menyebabkan pesatnya pertumbuhan mikroorganisme, termasuk pada makanan. Untuk itu diperlukan bahan tambahan yang sifatnya dapat mencegah pembusukan akibat mikroorganisme tersebut. Bahan ini dikenal dengan zat pengawet atau zat aditif. Sebagian besar produk makanan mendapat perlakuan pengawetan, kecuali yang dipetik untuk dimasak langsung. Apalagi produk pangan cepat saji, sudah menjadi rahasia umum adanya penambahan zat pengawet untuk memperpanjang masa simpannya.
Produk vinegar alami berbahan air kelapa, yang dilabeli dengan brand Cocovine. Miskiyah, peneliti vinegar air kelapa.
Suplemen Majalah SAINS Indonesia
Edisi Juli 2016
Suplemen Agrotek Fungsi pengawet merupakan upaya mencegah pembusukan pada bahan makanan, baik itu hasil pertanian, perikanan, ataupun peternakan. Jika menggunakan bahan pengawet alami, sifatnya tidak mengganggu kandungan gizi utamanya. Akan tetapi, bagaimana jika menggunakan bahan yang tidak alami? Akibat pemberitaan media, masyarakat pernah digegerkan oleh berita penyalahgunaan formalin atau boraks sebagai pengawet makanan. Padahal bahan-bahan tersebut pemanfaatannya sebagai desinfektan, perekat kayu, bahkan pengawet jenazah. Sehingga tentu saja sangat berbahaya jika sampai dikonsumsi melalui makanan. Kecenderungan produsen makanan “nakal” menggunakan bahan kiamiawi tersebut, tidak lain adalah kemudahan memperolehnya serta harganya yang murah. Selaku seorang peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Miskiyah, S.Pt, MP., sangat concern terhadap makin maraknya penggunaan pengawet kimiawi untuk produk pangan. Bersama tim penelitiannya, dia berupaya mencari pengawet berbahan alami dengan keunggulan yang pastinya tidak dimiliki pengawet kimiawi, antara lain sehat secara kandungan gizi, aman dikonsumsi, mudah diperoleh, dan tentu saja dengan harga yang bersahabat. Akhirnya, penelitian Miskiyah dan timnya pun menuai hasil. Bahan pengawet alami yang kemudian biasa disebut “vinegar” atau cuka alami dapat ditemukan pada air kelapa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa vinegar merupakan pengawet hasil fermentasi bahan yang mengandung gula atau pati menjadi alkohol, kemudian difermentasi lebih lanjut. Demikian halnya, proses tersebut juga terjadi pada vinegar air kelapa. Apa saja keunggulannya? Sangat murah, karena bahannya dari air kelapa yang notabene seringkali dianggap sebagai limbah. Selain itu mudah dibuat, cukup dengan teknologi sederhana dan aplikatif di masyarakat. Dan sangat berpotensi untuk menggantikan penggunaan formalin. Lalu, bagaimana dengan kemudahan memperoleh produk vinegar air kelapa ini? Wiwik Puntorini, seorang pengusaha UKM sekaligus pengajar pada satu sekolah swasta di Bogor me-
Edisi Juli 2016
Suplemen Majalah SAINS Indonesia
nyambut baik potensi pasar dari inovasi Badan Litbang Pertanian tersebut. Perhatiannya pada prinsip hidup sehat melalui konsumsi pangan alami membuatnya terlibat dalam program Inkubator Teknologi Badan Litbang Pertanian selaku tenant. Secara langsung, dia mendapatkan bimbingan dari Miskiyah untuk menerapkan inovasi vinegar air kelapa secara komersial. Bahkan, beberapa kali ujicoba secara mandiri atas penerapan inovasi vinegar air kelapa telah juga dilakukannya. Wiwik pun membuktikan sendiri keunggulan vinegar itu. Misalnya, daging bebek yang terkenal cukup alot saat dimasak, dengan perendaman 2 menit dalam vinegar air kelapa mampu mempersingkat waktu masak hingga setengah dari waktu yang biasa dipakai. Selain itu, vinegar air kelapa juga dapat dengan mudah menghilangkan bau amis pada daging kambing atau daging lainnya yang berbau khas. Hingga akhirnya, dihasilkanlah produk vinegar alami berbahan air kelapa, yang kemudian dilabeli dengan brand COCOVINE. Saat ini, COCOVINE sudah siap beredar. Cerita ini seakan merangkai asa dari dua orang perempuan yang memiliki semangat sama. Yaitu semangat untuk menyingkirkan pengawet berbahaya pada bahan pangan untuk mewujudkan pangan yang sehat dan menyehatkan. Wiwik Puntorini, tenant Inkubator Teknologi Balitbangtan, produsen cocovine.
Suplemen Majalah SAINS Indonesia
Edisi Juli 2016
Edisi Juli 2016
Suplemen Majalah SAINS Indonesia