SUNAT PEREMPUAN DALAM CERPEN “SUNAT” KARYA ZELFENI WIMRA TINJAUAN ANTROPOLOGI SASTRA Jefri Pramana Putra Abstrak Cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra merupakan sebuah refleksi kebudayaan yang berada di Minangkabau. Penelitian ini akan mengungkapkan bagaimana sunat perempuan serta makna budaya Minangkabau yang terdapat dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra. Kajian cerpen ini berdasarkan pendekatan antropologi sastra. Antropologi sastra merupakan penggabungan dua displin ilmu yang sama-sama membicarakan manusia sebagai penghasil kebudayaan. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif, dimana prinsip kerjanya adalah (1) Pengumpualan data, (2) analisis instrinsik yang diantaranya tokoh dan penokohan, sertalatar. (3) mendeskrisipkan sunat perempuan yang tergambar dalam cerpen “Sunat” simbol-simbol dan makna sunat perempuandan (4) Pelaporan. Hasil Penelitian ini menyimpulkan bahwa sunat perempuan yang digambarkan dalam cerpen tersebut memiliki makna yaitu taat beragama, pelestarian budaya, perlindungan perempuan, dan pluralisme Tradisi. Sunat yang dilakukan hanyalah sebuah simbolis dengan menggoreskan ujung kunyit di tengah kemaluan sang anak tanpa memotong sedikitpun dari kemaluan sang anak. Ritual sunat perempuan dalam cerpen adalah suatu konsep perlindungan terhadap perempuan Minangkabau. Kata kunci:cerpen, sunat, Minangkabau, dan makna PENDAHULUAN Dalam sebuah karya sastra dalam hal ini cerpen terdapat faktor-fator yang membangun unsur esktrinsik, salah satunya faktor budaya. Cukup banyak cerpen yang mengangkat tema kebudayaan, terlebih kebudayaan Minangkabau. Cerpen populer yang mengangkat latar kebudayaan Minangkabau anatara lain: Cerpen “Robohnya Surau Kami” dan “Bertanya Kerbau pada Pedati” karya A.A Navis, “Si Padang” dan “Arwana” karya Harris Effendi Thahar, “Pengantin Subuh” karya Zelfeni Wimra serta masih banyak lagi cerpen-cerpen populer yang berlatarkan budaya Minangkabau. Salah satu cerpen karya ZelfeniWimra yang menarik perhatian penulis adalah cerpen “Sunat”. Cerpen yang berjudul “Sunat” ini menggambarkan fenomena budaya suatu nagari yang berada di Minangkabau,
yaitu ritual sunat perempuan yang sudah mulai ditinggalkan.Tradisi ritual sunat dalam cerpen ini disampaikan melalui tokoh-tokoh yang berada dalam cerpen tersebut. Tokoh-tokoh tersebut akan saling membangun cerita sehingga tradisi sunat perempuan yang ingin disampaikan oleh pengarang tersampaikan dengan baik kepada pembaca.Dalam melakukan penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan antropologi sastra.
Dalam antropologi sastra, karya sastra dapatditeliti dari sudut pandang etnografi untuk melihat persoalan kebudayaan. Etnografi merupakan deskripsi kebudayaan suatu bangsa karena setiap bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.Kebudayaan yang dihasilkan melalui pemikiran manusia dapat berupa sebuah gagasan yang diungkapkan ke dalam karya sastra, begitu halnya dalam cerpen “Sunat” yang menggandung sebuah pemikirandari kebudayaan Minangkabau.
Dalam
setiap
karya
sastra
terdapat
persoalan-persoalan
kebudayaan.Persoalan kebudayaan yang terdapat dalam cerpen “Sunat” dapat dikaji dengan menggunakan ilmu antropologi sastra.Dalam cerpen “Sunat” ini penulis menemukan persoalan kebudayaan Minangkabau berupa tradisi sunat perempuan yang pada saat ini sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Minangkabau.Tradisi ini merupakan gambaran kebudayaan Minangkabau yang terdapat dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra.
Adat dan budaya Minangkabau mempunyai falsafah hidup yaitu adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Falsafah ini mempunyai makna yang luas dan pemahaman yang sangat banyak. Falsafah adat ini memiliki arti bahwa adat Minangkabau berlandaskan kepada kitabullah yaitu Al-Qur’an dan hadits. Dari falsafah itu jelaslah bahwasanya setiap yang diajarkan dalam Islam juga diajarkan dalam adat dan kebudayaan Minangkabau, salah satunya adalah sunat. Sunat adalah salah satu kebudayaan Minangkabau yang sesuai dengan ajaran Islam. Sunat dalam Islam dikenal dengan istilah khitan, sedangkan di Minangkabau biasa kita kenal dengan sebutan Sunat Rosul. Sunat umumnya biasa
dilakukan pada laki-laki, tetapi sunat juga dilakukan pada perempuan. Sunat perempuan dalam Islam yaitu berfungi untuk melindungi wanita yang memiliki klitoris yang besar karena akan berbahaya apabila klitorisnya tidak dipotong maka akan dikhawatirkan akan terjerumus kedalam tindakan zina. Sedangkan untuk wanita yang memiliki klitoris berukuran sedang maka disunahkanlah baginya untuk sunat karena akan menjadikannya lebih baik dan dicintai oleh suaminya, sekaligus membersihkan kotoran-kotoran yang terdapat dalam klitorisnya. Sedangkan untuk yang memiliki klitoris kecil dan tidak tertutup dengan kulit, maka khitan baginya kehormatan. (Ridho Abdul Hamid, Imta`ul Khilan bi arRaddi `ala man Ankara al-Khitan dalam Mika www.jadipintar.com). Tradisi sunat perempuan merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, khususnya pada masyarakat Minangkabau. Istilah khitan perempuan mengacu pada female genital cutting atau pemotongan alat kelamin perempuan yang diartikan sebagai prosedur pemotongan (pembuangan) sebagian atau seluruh bagian klitoris (clitoridectomy); pemotongan klitoris dan sebagaian atau seluruh bagian labia minora ( excision ); atau pemotongan sebagian atau seluruh bagian luar genital dengan menjahit atau menyempitkan
pembukaan
vaginal
(infibulation)
(Mulia,
dalam
https://www.jurnalperempuan.org/blog/sunat-perempuan-dalam-perspektif-Islam).
Sunat perempuan pada masyarakat Indonesia pun dilakukan dengan beragam cara. Diantaranya, dengan memotong sedikit atau melukai sebagian kecil alat kelamin bagian luar atau ujung klitoris. Tidak sedikit masyarakat Islam melakukannya secara simbolis, yaitu dengan menorehkan kunyit yang sudah dibuang kulitnya pada bagian klitoris bayi atau anak perempuan.Pada masyarakat Minangkabau, sunat perempuan ini biasa dilakukan dengan berbagai macam ritual. Seperti halnya yang diungkapakan pada cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra sunat perempuan yang dilakukan menggunakan prosesi ritual khusus.
Adapun alasan penulis untuk mengakaji cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra ini dengan menggunakan antropologi sastra yaitu adanya unsur-unsur
etnografi dalam cerpen “Sunat” yang dapat mengungkap persoalan-persoalan kebudayaan, khususnya pada kebudayaan Minangkabau.Persoalan kebudayaan tersebut adalah tradisi sunat perempuan. Pada tradisi sunat perempuan dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra terdapat tradisi sunat perempuan yang ada di Minangkabau yang menggunakan ritual khusus dalam prosesinya dan terdapat simbol-simbol yang terkait dengan sunat perempuan. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian terhadap cerpen ini dengan menggunakan pendekatan antropologi sastra untuk dapat mengungkap secara jelas persoalan sunat perempuan yang tergambar dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra.
Sehingga dapat diambil rumusan 1) Bagaimana sunat perempuan dalam cerpen “Sunat”karya Zelfeni Wimra? Dan 2) Apa makna dari simbol-simbol budaya yang terkait dengan sunat perempuan dalam cerpen “Sunat”karya Zelfeni Wimra?. Maka tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menjelaskan sunat perempuan yang dalam cerpen “Sunat”karya Zelfeni Wimra. Dan 2) Menjelaskan simbolsimbol budaya yang terkait dengan sunat perempuan dalam cerpen “Sunat”karya Zelfeni Wimra dan pemaknaannya.
Dalam
penelitian
ini
menggunakan
pendekatanantropologi
sastra.Antropologi sastra merupakan penggabungan dua displin ilmu yang samasama
membicarakan
manusia
sebagai
penghasil
kebudayaan
(Ratna,
2010:8).Antropologi sastra memusatkan perhatianya pada manusia.Manusia yang dimaksud disini yaitu tokoh atau penokohan yang terdapat dalam karya sastra.Manusia dalam karya sastra itu merupakan cerminan perilaku manusia yang ada diluar karya sastra. Penelitian antropologi sastra bersumber pada 3 hal, yaitu (a) manusia atau orang, (b) artikel tentang sastra, (c) bibiliografi (Bernard, dalam Endaswara 2003:109). Dengan menggunakan analisis antropologi sastra akan dapat mengungkap berbagai hal antara lain:
1. Kebiasaan-kebiasaan masa lampau yang berulang-ulang masih dilakukan dalam sebuah cipta rasa. 2. Peneliti akan mengungkap
akar tradisi atau subkultur serta
kepercayaan seorang penulis yang terpantul dalam karya sastra. 3. Kajian juga dapat diarahkan pada aspek penikmat serta etnografis, mengapa mereka sangat taat menjalankan pesan-pesan yang ada dalam karya sastra. 4. Peneliti juga perlu memperhatikan bagaimana proses pewarisan sastra tradisional dari waktu ke waktu. 5. Perlu dilakukan kajian terhadap simbol-simbol mitologi dan pola pikir masyarakat penggunaanya. 6. Kajian diarahkan pada unsur-unsur etnografis atau budaya masyarakat yang mengintari karya tersebut. Berdasarkan hal diatas, maka analisis anatropologi sastra terhadap cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra ini mecakup : (1) unsur-unsur etnografis atau budaya masyarakat yang mengitari karya tersebut yaitu tradisi prosesi ritual sunat perempuan dalam Cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra, (2) simbol-simbol mitologi dan pola pikir masyarakat penggunanaya yautu simbol-simbol yang terkait sunat perempuan dalam Cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra. Pendekatan struktural sangat penting dalam mengananalisis
karya
sastra. Karya sastra dibangun oleh unsur-unsur yang membentuknya. Unsurunsur tersebut saling mengisi dan berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan yang indah dalam sebuah karya sastra, dan dapat diartikan sebagai susunan penegasan, gambaran semua bahan
serta bagian
yang menjadi
komponennya secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Seperti yang dikatakan Yoseph (1995 : 38), unsur-unsur tersebut hanya memperoleh arti di dalam relasi, baik itu asosiasi maupun oposisi.
METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.Data yang diperoleh dari peneliti ini adalah berupa kata-kata baik lisan atau tulisan.
Langkah-langkah
yang
ditempuh
dalam
penelitian
ini
adalah
sebagai
berikut:Teknik Pengumpulan Data, dengan cara studi pustaka dan wawancara. Studi
kepustakaan
yaitu
pengumpulan
data
melalui
penulusuran
kepustakaan.Sumber data yang diambil adalah Cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra dan referensi yang terkait dengan penelitian sunat perempuan dan antropologi sastra. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara mewawancarai informan yang terkait dengan sunat perempuan seperti dukun beranak, bidan atau dokter kandungan, dan masyarakat yang telah melakukan sunat perempuan.
Berikutnya melakukan analisis data, dengan cara menganalisis cerpen “Sunat” tersebut melalui analisis instrinsik yang diantaranya tokoh dan penokohan, dan latar. Selanjutnya mendeskrisipkan sunat perempuan yang tergambar dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra dan akan menampilkan simbol-simbol dan makna yang terkait dengan tradisi orang Minangkabau yaitu tradisi sunat perempuan yang terdapat dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra.dan hasil tersebut akan dihasilkan dalam bentuk sebuah laporan dari penelitian ini yang akan ditulis kedalam jurnal ilmiah. HASIL PEMBAHASAN
Sesuai dengan rumusan masalah penelitian ini yaitu Bagaimana sunat perempuan dalam cerpen “Sunat”karya Zelfeni Wimra Dan makna dari simbolsimbol budaya yang terkait dengan sunat perempuan dalam cerpen “Sunat”karya Zelfeni Wimra maka hasil pembahasan yang diperoleh adalah sebagai berikut: SUNAT PEREMPUAN DALAM CERPEN “SUNAT” 1. Unsur Instrinsik Penelitian ini akan mengakaji unsur intrinsik dari karya sastra yang akan difokuskan keduaunsur
pada
penokohan, latar, tema, dan amanat.
Pemilihan
ini sesuai dengan kebutuhan dalam skripsi ini. Seperti yang
dikatakan, Yoseph (1995 : 38), bahwa strukturalisme sastra memberi keluasan
kepada penulis sastra untuk menetapkan komponen-komponen mana yang akan mendapat prioritas signifikasi.
1.1 Tokoh dan Penokohan Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Nenek dan Aku. Hal ini dibuktikan karena tokoh tersebut mendominasi dalam cerita. Ia berhubungan dengan semua tokoh cerita lain, selalu terlibat dalam setiap alur cerita. Tokoh dan penokohan dalam cerpen ini akan dibahas lebih lanjut sebagai berkut ini : 1. Nenek Nenek dalam cerpen ini digambarkan sebagai Nenek yang berprofesi sebagai dukun beranak dikampung dan memiliki cucu yang telah hidup dikota besar. Nenek masih mempercayai akan tradisi sunat perempuan dan beliau masih mepertahankan keyakinannya tersebut sampai saat ini beliau masih menjalankan prosesi dukun beranak dan menyunat anak perempuan, walaupun sunat perempuan sudah dilarang oleh pemerintah. Hal tersebut bisa terlihat pada kutipan dibawah ini: “...Di hari pertama kedatanganku, Nenek langsung mengajakku ke kampung tetangga. Menyunak anak, katanya”(hal.10). “ “Nenek pernah dengar, pemerintah menganjurkan mengubah cara sunat itu karena cara tradisoanal dikhawatirkan tidak baik untuk kesehatan perempuan. Anjuran pemerintah itu pun atas perintah dari PBB. Bahaya sunat yangdilakukan tradisonal itu sudah dikampenyekan di mana-mana...” “(hal. 14). “ “Sebagai seorang dukun beranak, yang selama ini dipercaya untuk menyunat anak perempuan, Nenek berani menyatakan bahwa sunat yang Nenek lakukan tidak berbahaya!” “(hal.14).
2.
Aku
Aku adalah seorang cucu dari Nenek yang berprofesi dukun beranak.Aku hidup dikota bersama kedua orangtuanya.Ia sudah mejadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di kota.
Aku disini digambarkan sebagai anak perempuan yang hidup di kota yang telah mengikuti kemajuan jaman,dimana tokoh Aku di sunat oleh seorang bidan ketika ia lahir di rumah sakit dengan cara yang berbeda dengan yang dilakukan Neneknya di kampung.
Karena tokoh Aku tak disunat oleh dukun dengan cara tradisonal, dan ia hanya disunat oleh bidan dengan cara menempelkan pinset dikemaluannya saja. Oleh karena itu tokoh Aku tidak bisa menjaga dirinya dari godaan laki-laki.
Selain tokoh utama di atas, dalam cerpen ini juga memiliki pemain bawahan antara lain: 1.
Minda Minda merupakan seorang tokoh yang tidak melakukan sunat perempuan, ia
adalah seorang anak dari pak wali nagari. Ia dikenal sebagai anak yang pendiam, sopan dan penurut dengan orangtuanya. Ia juga dikenal orang yang kuran bergaul oleh tetangganya.
2.
Bapak Minda (Pak Wali) Bapak Minda adalah seorang tokoh yang berperan sebagai wali Nagari yang
tidak mempercayai nilai-nilai tradisi oleh karena itu ia tidak menyunat anak perempuannya. Ia sangat menjaga anaknya dengan ketat, sehingga ia sering mengantarkan kemana saja anaknya pergi.
3.
Tanti Tanti adalah seorang tokoh yang ceria, suka bergaul dengan pria, kurang
senang bergaul dengan wanita.
1.2 Latar
Latar tempat dalam cerpen ini tidak penulis temukan, akan tetapi untuk mengetahui latar dalam karya tersebut penulis akan mengungkapkan latar sosial dimana kebudayaan itu berkembang, melalui simbol-simbol bahasa yang terdapat dalam karya tersebut. Latar sosial dalam karya ini terlihat dari kata sambal tanak. Sambal
tanak
adalah
salah
satu
makanan
khas
masyarakat
Minangkabau.Sambal tanak ini biasa dikenal dengan namasamba lado tanak.Samba lado tanak ini biasa dolah dengan bahan-bahan cabe yang sudah digiling, santan kelapa yang sudah dimasak, ikan teri, petai, ditambah rempahrempah lainnya, kemudian semua bahan-bahan tersebut dimasak dalam kuali dengan api dari bahan bakar kayu. Hasil akhirnya mirip kalio namun dengan rasa yang lebih pedas dan warna minyaknya yang kemerahan.Berikut ini kutipan mengenai sambal tanak yang terdapat dalan cerpen ini: “... Nenek berencana menunjukkan sambal tanak buatannya padaku sekaligus menunjukkan cara menggiling cabai” (hal. 10). Dari tanda yang telah penulis paparkan diatas, bahwa latar sosial dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra ini berada di Minangkabau.Hal tersebut terlihat dari tanda diatas yaitu sambal tanak.
Latar waktu dalam cerpen ini sekitar tahun 2003 sampai 2008.Hal tersebut terlihat dari beberapa peristiwa yang diungkapkan oleh pengarang dalam cerita tersebut yakni peresmian ATM kondom dan Peraturan Kemnkes yang merujuk kepada keputusan PBB mengenai sunat perempuan. ATM kondom mulai diadakan pada tahun 2003 dengan jumlah yang terbatas. Berikut kutipan mengenai ATM kondom yang akan menunjukan latar waktu yang tergambar dalam cerpen ini: “...Nenek lihat gambar seorang gubernur yang baru memenangkan Pilkada, dengan dukungan partai agama, terlihat menggunting pita dalam acara peluncuran ATM Kondom, Ya, Tuhan!” (hal. 13). Habsjah mengatakan bahwa dari 9 propinsi yang dilkukan penelitian oleh Tim Population Council bahwa diketahui Sumatera Barat cukup banyak perempuan yang disaya organ genital dan praktek tersebut dilakukan oleh petugas kesehatan. Atas dasar keperihatinan ini Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan mengeluarkan surat edaran (HK 00.07.1.31047 tahun 2006) yang menyatakan bahwa petugas kesehatan dilarang untuk melakukan khitan perempuan. Sebelumnya PBB sudah melarang praktik sunat perempuaan dilakukan karena melihat praktik sunat yang dilakukan di Afrika. Dasar PBB melarang khitan perempuan karena khitan perempuan dinilai membahayakan kesehatan reproduksi dan spikologi perempuan. Sebagai realisasinya Majelis umum PBB meminta 193 negara anggota mengeluarkan kecaman dan lanrangan untuk melakukan praktik khitan perempuan. Salah satu negara anggotanya adalah Indonesia, maka karena itu pada 2006 dikeluarkan surat edaran oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Hal tersebut dibahas dalam cerpen ini, terlihat pada kutipan dibawah ini: “Campur tangan pemerintah dan PBB itu harusnya jangan sejauh itu, sampai mengurus kelamin kita!”(hal. 14).
2. Prosesi Ritual Sunat Perempuan dalam Cerpen “Sunat” Tradisi sunat perempuan merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, khususnya pada masyarakat Minangkabau.Khitan (Sunat) bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung
lubang
vulva
bagian
atas
kemaluan
perempuan
(Mika,
dalam
www.jadipintar.com).Pada masyarakat Minangkabau sunat perempuan ini biasa dilakukan dengan berbagai macam ritual.Seperti halnya yang diungkapkan dalam cerpen ini sunat perempuan yang dilakukan menggunakan ritual. Menurut Victor Turner (dalam Gustia, 2011:29) ritual suatu kegiatan yang lebih menunjuk kepada perilaku tertentu yang bersifat formal yang dilakukan dalam waktu tertentu secara berkala, bukaSn sekedar rutinitas yang bersifat teknis melainkan menunjuk kepada tindakan yang didasari oleh keyakinan religius terhadap kekuasaan atau kekuatan-kekuatan mistis. Prosesi ritual sunat perempuan di Minangkabau setiap nagari memiliki prosesi ritual yang berbeda-beda, Karena di Minangkabau memakai prinsip adat salingka nagari, yang dimana adat istiadat nagari di atur oleh pemuka adat nagari masing-masing. Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan prosesi ritual sunat perempuan di Minangkabau yang tergambar dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni
Wimra, Berikut ini ringkasan prosesi ritual yang penulis simpulkan sebagaimana terdapat dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra berikut ini: 1. Anak yang akan disunat membuka pahanya dan bersaksi bahwa Tuhan Maha Penyayang (membaca 2 kalimat Syahadat), 2. Anak perempuan yang akan disunat melebarkan kangkangannya (dukun berkomat-kamit membacakan do`a) 3. Dukun beranak menggoreskan kunyit sebanyak 3 kali di tengah-tengah kemaluan anak perempuan yang akan disunat tersebut, 4. Dukun memberi nasihat atau pesan-pesan kepada anak yang di sunat, 5. Kemudian, diselipkan kapas ke tengah-tengah kemaluan anak tersebut 6. Jenger ayam hitam dipotong dan paha anak tersebut dirapatkan, lalu darah ayam itu diteteskan di sekitar pusar anak tersebut. 7. Anak perempuan tersebut memakai kembali pakaiannya, dan kemudian anak tersebut menggendong ayam dan berjalan pelan-pelan, setelah berjalan tujuh langkah, kemudian sang anak melepaskan ayam tersebut. Sang anak harus berjalan dengan hati-hati agar kapas yaang terselip pada kemaluannya tidak terlepas. 8. Lalu, anak tersebut disruh mencari kelapa muda di sekitar rumahnya lalu mengelilinginya sebanyak 7 kali, kemudian mandi. 9. Selamatan bersama pemuka adat, tokoh agama, dan para tetangga untuk mendo`akan sang anak yang telah selesai menjalankan prosesi ritual sunat perempuan.
Peralatan dalam Ritual Sunat Perempuan Dalam sebuah prosesi ritual pasti terdapat peralatan yang diperlukan untuk digunakan dalam acara tersebut. Oleh karena itu penulis akan mendeskripsikan perlengkapan yang digunakan dalam prosesi ritual sunat perempuan di Minangkabau yang tergambar dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra.
Berikut ini peralatan-peralatan yang digunakan dalam prosesi sunat
perempuan yang coba penulis ungkapkan melalui kutipan-kutipan dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra: 1.
Kunyit “...Irisan kunyit yang diruncingkan bergetar di tangan kirinya”(hal.9). Pada kutipan diatas, bahwa perlengkapan yang dibutuhkan kunyit. Kunyit
ini digunakan untuk digoreskan pada kemaluan sang anak. 2.
Kapas “...menyelipkan secabik kapas di sana. Si gadis menggelinjang. Keringat membutir di dahinya”(hal.9). Pada kutipan diatas terlihat bahwa perlengkapan berikut yang diperlukan
yaitu kapas. Kapas digunakan untuk menutup bekas sunatan pada kemaluan sang anak. 3.
Gunting “...Nenek menggunting ujung jengger ayam hingga darah segar menitik ke pangkal paruhnya...”(hal.9). Dari kutipan diatas penulis melihat bahwa perlengkapan yang dibutuhkan
berikutnya
adalah
sebuah
gunting.Gunting
menggunting jengger ayam hitam.
tersebut
digunakan
untuk
4. Ayam Hitam “...Seorang ibu datang membawa ayam hitam...”(hal.9). Perlengkapan berikutnya yang terlihat dalam kutipan diatas untuk prosesi ritual sunat perempuan yang terdapat dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra yaitu seekor ayam hitam yang akan digunakan sebagai pelengkap dalam ritual tersebut, yang dimana ayam hitam terrsebut akan digunting jenggernya dan darahnya diteteskan pada pusar sang anak perempuan tersebut. 5.
Kelapa Muda “...Carilah kelapa muda di sekitar rumahmu dan kelilingilah sebanyak tujuh kali. Lalu mandilah“(hal.10). Pada kutipan diatas, yang dibutuhkan dalm ritual berikutnya yaitu kelapa
muda.Anak yang telah disunat tersebut untuk melanjutkan ritualnya ia harus mencari kelapa muda yang terdapat disekitar rumahnya
untuk ia kelilingi
sebanyak tujuh kali. MAKNASUNAT PEREMPUANDALAM CERPEN “SUNAT” a. Kunyit Kunyit adalah sejenis rempah yang mudah ditemukan di Indonesia. Kunyit memiliki nama latin Curcuma Domestica. Kunyik banyak sekali manfaatnya dalam kehidupan manusia.Kunyit banyak digunakan dalam masakan dan biasa digunakan sebagai penyedap. Kunyit dapat memberi warna kuning alami pada masakan dan dapat membuat makanan akan bertahan lama. Selain itu, kunyit juga dapat digunakan sebagai obat. Kandungan zat-zat kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit menurut Sudarsono et.al, tahun 1996 (http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id) adalah sebagai berikut: (a) Zat warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa diarilheptanoid 3-4%
yang
terdiri
dari
Curcumin,dihidrokurkumin,
desmetoksikurkumin
dan
bisdesmetoksikurkumin. (b) Minyak atsiri 2-5% yang terdiri dari seskuiterpen dan turunan fenilpropana turmeron (aril-turmeron, alpha turmeron dan beta turmeron), kurlon kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen, humulen. (c) Arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanindan dammar. (d) Mineral yaitu magnesium besi, mangan, kalsium, natrium, kalium, timbal, seng, kobalt, aluminium dan bismuth. Dengan kekasiatan kunyit untuk kesehatan manusia, maka tidak heran apabila dalam prosesi ritual sunat perempuan pada cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra ini terdapat kunyit sebagai salah satu bahan atau alat yang digunakan untuk digoreskan pada kemaluan sang anak yang akan melakukan sunat. Seperti yang terlihat pada kutipan dibawah ini: “Nenek memejamkan mata, masih merepal sesuatu.Ia lebarkan kangkang paha gadis lima tahunan itu. Nenek kelihatan sangat hati-hati ketika menggoreskan ujung kunyit di tengah-tengah kemaluan gadis kecil itu sebanyak tiga kali dan menyelipkan secabik kapas di sana. Si gadis menggelinjang. Keringat membutir di dahinya”(hal.9). Kunyit pada ritual sunat perempuan yang tergambar pada kutipan di atas adalah sebagai simbol dari suatu alat yang digunakan untuk menyunat atau memotong ujung klitorissang anak tersebut. Pada cerpen ini tidak melakukan suatu tindakan pemotongan ujung klitoris, melainkan hanya menggoreskan ujung kunyit pada ujung klitoris sang anak tersebut. Kunyit dipilih untuk menggantikan alat pemotong dalam kegiatan sunat seperti pinset atau gunting karena memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan, dimana kunyit dapat digunakan sebagai antiseptik dan antibakteri alami, yang berguna dalam mengobati luka agar luka tersebut tidak mudah terinfeksi.
Pada cerpen tersebut tidak ditemukan pernyataan memotong bagian kelamin anak perempuan. Dari hal tersebut dapat ditangkap penggunaan kunyit sebagai tanda pencegahan terhadap berbagai macam penyakit. Kunyit yang memiliki kandungan antiseptik dapat menetralisir kemaluan perempuan yang sangat sensitif dari berbagai macam bakteri.
b. Ayam Hitam Ayam adalah unggas yang pada umumnya tidak dapat terbang, dapat dijinakan atau dipelihara, berjengger, yang jantan berkokok sedangkan yang betina berkotek (KBBI, 2007:80).Ayam hitam yaitu ayam yang seluruh organ tubuhnya berwarna hitam seperti bulu, jengger,paruh,lidah,tulang dll. Ayam hitam di Minangkabau memiliki unsur magis yang sangat kuat, biasa dikenal dengan taduang.Taduang dikenal denganrajo biso, seperti potongan syair yang terdapat dalam satu mantra di Minangkabau“dari taduang asanyo biso” potongan mantra tersebutmenjelaskan bahwa asal bisa berasal dari taduang. Oleh karana itu taduang disebut sebagai raja bisa yang dapat mematikan. Selain itu air liur ayam diyakani memiliki zat anti racun atau bisa. Oleh karena itu, ayam tidak dapat dimakan oleh seekor binatang yang berbisa sekalipun. Demikian dengan air liur taduang yang diyakini sebagai raja bisa, maka ia tak akan mempan dengan bisa-bisa yang mematikan lainnya. Warna hitam dalam Minangkabau mengandung makna kematangan. Maksudnya yaitu kematangan dalam berpikir. Seperti pituah Minangkabau berikut ini: Hitam tahan tapo Putiah tahan sasa
Terjemahannya: Hitam tahan tempa Putih tahan cuci
Warna
hitam
ini
memiliki
makna
tersendiri
pada
masyarakat
Minangkabau, seperti halnya dalam pakaian yang digunakan oleh penghulu dan datuk di Minangkabau, pandeka silek, dan orang yang telah mendapatkan gelar sarjana menggunakan toga, semua berwarna hitam. Oleh karena itulah hitam sebagai lambang kematangan dalam segala hal. Dalam konteks ritual sunat perempuan, yang dimana ayam hitam digunakan dalam salah satu syarat dan menjadi sebuah rangkaian dalam ritual tersebut, tergambar dalam kutipan dibawah ini: “ “Ayamnya mana?” sorak Nenek. Seorang ibu datang membawa ayam hitam. Nenek menggunting ujung jengger ayam hingga darah segar menitik ke pangkal paruhnya. Ayam itu terkeok-keok.Si gadis merapatkan kedua paha ketika darah jengger ayam itu diteteskan Nenek di sekitar pusarnya” (hal.9).
Makna ayam hitam pada ritual ini adalah bagaimana seorang anak perempuan yang telah melakukan rangkaian ritual sunat tersebut. Ayam hitam yang biasa dikenal di Minangkabau sebagai taduang adalah raja bisa yang tidak dapat mati oleh bisa binatang lain, sekalipun bisa tersebut adalah bisa yang mematikan. Makna simbol tersebutlah diharapkan ada pada anak perempuan yang telah disunat untuk dapat menjaga kehormatannya dan anak perempuan tersebut juga diharapkan memiliki kematangan dalam bersikap dan berpikir dalam kehidupannya kelak.
Ayam hitam penulis analogikan sebagai perempuan dan ular dianalogikan sebagai laki-laki.Ular yang memiliki bisa sangat mematikan sekalipun ketika berhadapan dengan taduang tidak akan dapat berbuat apa-apa. Oleh karena itu, perempuan Minangkabau yang telah melakukan ritual sunat diharapkan dapat menjaga
dirinya
dengan
baik
dan
memiliki
sikap
perempuan
Minangkabauselayaknya didalam dirinya kelak, seperti adanya sikap tegas dalam kelembutan seorang perempuan. Seperti pepatah Minangkabau dibawah ini: Bajalan Siganjua Lalai Pado pai suruik nan labiah Samuik tapijak indak mati Alu tataruang patah tigo Berjalan dengan melangakah dan sikap perlahan-lahan Daripada pergi surut yang lebih Semut terinjak tidak mati AluTersandung patah tiga
Makna pepatah pada bait satu dan dua mengambarkan bagaimana perempuan harus berhati-hati/ waspada, belajar pada masa lalu dan tidak cerboh dalam bertindak. Sedangan pada bait tiga dan empat menggambarkan sikap perempuan yang lembut dan tegas. Kelembutan yang dimiliki perempuan ditunjukkan ketika dia berjalan, semut yang begitu kecil ketika terinjak olehnya tidak mati, tetapi disaat memerlukan ketegaskan dia bisa bersikap tegas setegastegasnya.Jadi, makna dalam pepatah di atas mengambarkan perempuan Minangkabau memiliki sikap yang tegas di dalam kelembutannya. Maksudnya, perempuan Minangkabau ini selalu memperhitungkan apa yang dilakukan dengan ilmu yang dimiliki dan dapat bersikap dengan tegas untuk mengambil keputusan yang ia yakini itu benar.
Kelembutan dan ketegasan tersebut terlihat dari salah satu ritual yang dilakukan oleh seorang anak dalam ritual sunat perempuan yang digambarkan dalam cerpen tersebut, yang akan penulis gambarkan dalam kutipan di bawah ini: “ “Sekarang, betulkan pakaianmu. Gendong ayam ini.Setelah tujuh langkah dari sini lepaskan.Berjalanlah pelan-pelan.Sekiranya kau terinjak semut, semut itu tidak mati.Begitu. Hati-hati, kapas yang terselip tadi jangan sampai tanggal...” (hal. 10).
Mengendong ayam dalam kutipan di atas memiliki makna bahwa terdapat seorang anak yang menjadi juaro. Seorang juaro dapat mensiasati orang yang akan berbuat curang terhadap dirinya. Dalam hal ini, seorang perempuan dapat melindungi dirinya dari laki-laki yang memiliki niat buruk terhadap dirinya ( Irwandi: 5 Desember 2014).
c.
Kelapa Muda Kelapa adalah sebuah tumbuhan palem yang berbatang tinggi, buahnya
tertutup sabut dan tempurung yang keras, di dalamnya terdapat daging yang mengandung
santan
dan
air,
kelapa
merupakan
tumbuhan
yang
serbaguna.Sedangkan kelapa muda adalah kelapa yang belum tua dan masih lunak isinya (airnya enak diminum) (KBBI, 2007:529). “ “Sekarang, betulkan pakaianmu. Gendong ayam ini.Setelah tujuh langkah dari sini lepaskan.Berjalanlah pelan-pelan.Sekiranya kau terinjak semut, semut itu tidak mati.Begitu.Hati-hati, kapas yang terselip tadi jangan sampai tanggal.Carilah kelapa mudadi sekitar rumahmu dan kelilingilah sebanyak tujuh kali.Lalu mandilah.”(hal. 10).
Kelapa muda biasa digunakan oleh masyarakat Minangkabau sebagai salah satu obat tradisional. Karena diyakini bahwa kelapa muda mengandung zat antibiotik yang cukup tinggi. Oleh karena itu kelapa muda sangat bermanfaat untuk kehidupan.Selain itu, kelapa muda dikiaskan sebagai anak perempuan yang masih belia. Kepribadiannya dapat dibentuk oleh lingkungan sekitarnya. Kenapa kelapa muda terdapat dalam suatu rangkaian ritual sunat perempuan karena sifat kelapa muda yang isinya mudah untuk dikeruk atau diambil jadi diharapkan seorang anak perempuan yang masih belia tersebut akan mudah dibentuk karakternya agar bisa menjadi perempuan yang berguna untuk orang banyak. Kelapa semakin tua semakin banyak mengahasilkan minyak, begitu juga kepada seorang anak diharapakan semakin ia bertumbuh dewasa ia akan lebih matang dalam hal kehidupan.
d. Makna bilangan tiga kali, tujuh kali, dan tujuh keliling dalam ritual sunat perempuan “Nenek memejamkan mata, masih merepal sesuatu.Ia lebarkan kangkang paha gadis lima tahunan itu. Nenek kelihatan sangat hati-hati ketika menggoreskan ujung kunyit di tengah-tengah kemaluan gadis kecil itu sebanyak tiga kali dan menyelipkan secabik kapas di sana. Si gadis menggelinjang. Keringat membutir di dahinya”(hal.9). “ “Sekarang, betulkan pakaianmu. Gendong ayam ini. Setelah tujuh langkah dari sini lepaskan. Berjalanlah pelanpelan. Sekiranya kau terinjak semut, semut itu tidak mati. Begitu. Hati-hati, kapas yang terselip tadi jangan sampai tanggal. Carilah kelapa muda di sekitar rumahmu dan kelilingilah sebanyak tujuh kali. Lalu mandilah””(hal.10). Makna bilangan tiga dalam hakikatnya pada masyarakat Minangkabau adalah bahwa pada bulan ketiga ibu mengandung seorang calon anak tersesbut
akan berbentuk. Oleh karena itu, angka 3 sering dipakai dalam sebuah ritual masyarakat Minangkabau, seperti halnya dalam ritual sunat perempuan ketika seorang anak digoreskan kunyit sebanyak tiga kali diharapkan seorang anak tersebut kelak ia akan terbentuk menjadi perempuan Minangkabau yang tangguh, yang dapat mepertahankan harkat dan martabatnya sebagai perempuan. Makna bilangan tiga terdapat pada prosesi menggoreskan kunyit, maka harkat martabat perempuan yang dimaksud mengarah kepada menjaga mahkota perempuan yang paling berharga dan sensitif tersebut. Selain makna pada bilangin tiga pada ritual tersebut, dalam ritual sunat perempuan tersebut juga terdapat bilangan tujuh. Menurut salah satu narasumber, Irwandi, bahwa di Minangkabau menyakini setiap sesuatu yang ganjil akan memiliki kelebihan. Apabila dia melakukan rangkaian pengobatan, diharapkan penggobatan tersebut akan berjalan dan memberikan kebaikan kepada yang menjalankannya. Seperti halnya dalam rangkaian ritual sunat perempuan tersebut, diharapakan sunat tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap anak tersebut. Taat Beragama Masyarakat Minangabau memeluk keyaninan agama Islam.Karena falsafah adat Minangkabu yang berbunyi adat basandi syarak syarak basandi kitabullah yang dimana adat Minangkabu berlandasan dengan kitab Allah yaitu Al qur`an. Sunat adalah salah ajaran agama yang diajarkan dalam Islam.Sunat dilakukan pada anak laki maupun perempuan.Sunat banyak sekali nilai positifnya apabila kita melakukan kegiatan tersebut sesuai dengan kaedah yang diajarkan. Oleh karena itu apabila masyarkat Minangkabau melakukan sunat maka ia akan
dianggap telah taat beragama. Karena mereka telah menjalankan apa yang telah diajarkan dalam agama. Pelestarian Budaya Sunat adalah salah satu produk budaya yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau.Praktik sunat perempuan di Minangkabau pada masa dahulu sangat berkembang dengan baik, karena sunat di Minangkabau memiliki nilai-nilai budaya seperti ritual-ritual dalam praktik sunat perempuan.Sunat perempuan di Minangkabau sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat pemiliknya, karena pemikiran masyarakat yang talah maju dan pengaruh perkembangan zaman yang sudah serba instan.Saat ini sunat perempuan sesara tradisonal dengan berbagai macam ritualnya sudah sulit ditemui di Minangkabau, saat ini masyarakat yang masih melakukan sunat perempuan lebih memilih di sunat oleh tenaga medis seperti bidan. Oleh karena itu dengan tetap melakukan praktik sunat perempuan tersebut dimaknai sebagai upaya melestarian budaya. Pluralisme Budaya Praktik sunat perempuan yang tergambar dalam cerpen tersebut terdapat beberapa alat yang digunakan dalam praktik sunat tersebut. Alat-alat tersebut memiliki makna budaya seperti halnya kunyit yang digunakan untuk menggores kemaluan sang anak pada praktik sunat tersebut, penggoresan kunyit dikemaluan tersebutlah yang disebut sunat. Ayam hitam pada praktik sunat digunakan sebagai pemaknaan seorang perempuan Minangkabau yang telah melakukan praktik sunat tersebut.Begitu pula dengan kelapa muda yang dimaknai sebagai perempuan
muda yang masih bisa dibentuk dengan lingkungannya.Oleh karena itulah sunat perempuan disini dimaknai sebagai pluralisme budaya. PENUTUP Kesimpulan Cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra adalah salah satu karya sastra yang mencerminkan sebuah kebudayaan suatu entis yaitu Minangkabau, kebudayaan yang
digambarkan
dalam
cerpen
tersebut
yaitu
sebuah
ritual
sunat
perempuan.Untuk megetahui bagaimana ritual dan makna sunat perempuan tersebut penulis melakukan analisis melalui pendekatan antropologi sastra. Setelah membaca, memahami dan melakukan suatu analisis terhadap cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sunat perempun yang digambarkan dalam cerpen tersebut memiliki makna yang sangat banyak dan memiliki nilai-nilai kebudayaan, seperti halnya berikut ini: 1. Ritual sunat perempuan yang digambarkan banyak terdapat simbolsimbal budaya seperti halnya didawah ini: -
Kunyit
hanyalah
sebuah
simbol
dalam
melakukan
sunat
perempuan. Kunyit disini hanya digoreskan pada kemaluan sang anak, jadi tidak ada pemotongan organ pada kemaluan sang anak. Kunyit dipilih untuk menggantikan alat pemotong dalam kegiatan sunat seperti pinset atau gunting karena memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan, dimana kunyit dapat digunakan sebagai antiseptik dan antibakteri alami, berguna dalam mengobati luka agar luka tersebut tidak mudah terinfeksi. Disana dapat ditangkap penggunaan kunyit sebagai tanda sebagai pencegahan terhadap
berbagai macam penyakit. Karena kunyit mempunyai kandungan untuk antiseptik, karena kemaluan perempuan sangat sensitif jadi kunyit bisa menetralisirkan dari berbagai macam bakteri yang terdapat diarena sekitar kemaluan perempuan. -
Ayam hitam dalam ritual sunat perempuan dimaknai dengan seorang anak perempuan yang telah disunat akan dapat menjaga kehormatannya dari laki-laki, dan anak perempuan tersebut juga diharapkan memiliki kematangan dalam bersikap dan berpikir dalam kehidupannya kelak.
-
Kelapa Muda dalam ritual sunat perempuan dimaknai sebagai seorang anak yang masih dapat dibentuk oleh lingkunganya. Oleh karena itu, usia anak yang disunat yaitu 0-7 tahun. Pada usia tersebut sang anak masih dapat diberi arahan dengan baik oleh orang yang terdapat dilingkungannya dan ketika ia besar kelak ia akan menjadi perempuan yang tangguh dan berguna untuk lingkungannya.
2. Sunat perempuan sebagai konsep perlindungan untuk anak perempuan Minangkabau. Dalam rangkaian ritual yang tergambar dalam cerpen semua menggarah pada sikap seorang perempuan Minangkabau yang telah melakukan sunat. Anak yang sudah disunat akan memiliki sikap yang
tegas
dalam
bersikap,
lembut
dalam
bertutur,
mudah
menyesesuaikan diri dan ia dapat menjaga dirinya dengan baik karena ia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk dia.
3. Sunat perempuan merupakan sebuah pendidikan seks untuk anak perempuan. Dimana dalam rangkaian ritual sunat tersebut sang anak diajarkan untuk menjaga dirinya, karena seorang perempuan memiliki harta yang sangat berharga dan sangat riskan oleh karena itu sejak dini ia diajarkan untuk bersikap dan berpakaian dengan baik. Seperti halnya ia harus memakai basahan ketika mandi di sungai, mulai bersikap hatihati ketika bergaul dengan laki-laki, dan harus selalu merawat bagian yang paaling sentisitif dalam tubuhnya. 4. Sunat perempuan bermakna sebagai cara untuk membuktika ketaatan beragama, pelestarian budaya dan plurarisme budaya. Saran Setelah melakukan penelitian terhadap cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra, penulis merasa bahwa permasalahan sunat perempuan yang sedang marak diperbincangkan akhir-akhir ini sangatlah membuat kegelisahan tersendiri kepada diri penulis. Apakah sunat perempuan itu separah yang dibicarakan oleh para aktifis perempuan dan para dokter diluar sana. Dalam cerpen “Sunat” karya Zelfeni Wimra ini tergambar bahwa sunat tradisional yang terdapat di Minangkabau tidak melakukan pemotongan pada kemaluan sang anak melainkan pengoresan kunyit secara simbolik pada kemaluan sang anak. Dalam hal ini, penulis ingin menghimbau kepada masyarakat agar mengetahui terlebih dahulu apa yang mereka lakukan, jangan sampai ia melakukan sesuatu tetapi tidak mengetahui apa kegunaan dan tujuannya. Sunat perempuan yang tergambar dalam cerpen ini sangatlah bagus apabila diterapkan oleh masyarakat dan bisa dijadikan sebuah referensi untuk
kalangan medis, kita tidak dapat menghilangkan sebuah tradisi yang telah melekat pada masyarakat kebudayaan tersebut. Jadi, sunat pada anak perempuan masih dapat dilakukan tanpa harus melukai sang anak dan maksud dan tujuan sunat tetap tercapai. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, namun setidaknya penelitian ini dapat menjadi bahan tambahan mengenai karya sastra dan kebudayaan yang ada di Minangkabau. Penelitian ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu
penulis
sangat
mengharapkan
saran
dan
kritikan untuk sempurnanya hasil penelitian ini. Daftar Pustaka Adha,Bayu Agustria.2013. “Destrukturisasi Lokalitas (Dari Cerepen Zelfeni Wimra)” dalam bayustation.blogspot.com. diakses pada tanggal 21 September 2014. Amir. 2011. Adat Minangkabau “Pola dan tujuan hidup orang Minang”. Jakarta: Citra Harta Prima. Caniago, Amran YS. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Setia. Danandjaja, James. 1996. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain lain. Jakarta: Pustaka Garfitipers. Depdiknas Balai Pustaka. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga). Jakarta: Dekdiknas Balai Pustaka. Esten, Mursal. 1993. KESUSASTRAAN pengantar teori dan sejarah. Angkasa Bandung: Bandung. Endraswara, Suwardi. 2003. Widyatama Endraswara,
Metode Penelitian Sastra. Jogyakarta: Pustaka
Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra- Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: MedPress (Anggota IKAPI).
Hakimi, Idrus. 1997. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya.
Hakimi, Idrus. 1986. Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang dan Pidato lua Pasambahan Adat di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya. Graves, Elizabeth E. 2007. Asal-Usul Elite Minangkabau Modern.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Gustina, Desi Somalia. 2013. “Yang Menunggu dengan Payung: Membincangkan Perempuan dari Kaca Mata Lelaki” dalam cabiklunik.blogspot.com. diakses pada 21 Sepetember 2014. Hadi, Ilman. 2012. “Sunat Perempuan”. Dalam www.hukumonline.com. Diakses pada tanggal 4 Sepetember 2014. Hasan.2013.”Zat terkandung dalam kunyit”. Dalam http://gushasanhasan.blogspot.com. Diakses pada tanggal 05 November 2014. Ihromi,T.O. 2000.”Pokok-pokok Antropologi Budaya”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Ika, Dwi Astutik. 2012. Budaya Jawa DalamNovelTirai Menurun Karya NH. DINI (Kajian Antropologi Sastra).Surabaya. Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Koentjaraningrat. 1997. Pengantar Antropologi II. Jakarta: PT Rineka Cipta. Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, dan Willen G Westeijn. 1992. Pengantar Ilmu Sastra (diIndonesiakan oleh Dick Hartoko). Jakarta: PT Gramedika. Maulida, Indah. 2013. “Konstruksi Sosial Budaya Tentang Sunat Perempuan ( Studi kasus di DesaKarangmalang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus)”. Skripsi Jurusan Sosiologi dan Antropologi, Universitas Negeri Semarang. Marshafi, Saad. 1996. KHITAN. Jakarta: Gema Insani Press. Mika, Wasium. 2013.”Hukum Khitan Perempuan, tatacara dan Hikmahnya”. Dalam www.jadipintar.com. Diakses 23 September 2014. Mulia, Musdah.2014. “Sunat Perempuan dalam Perspektif Islam” dalam https://www.jurnalperempuan.org/blog/sunat-perempuan-dalamperspektif-islam. Diakses pada tanggal 4 desember 2014. Navis,A.A. 1984. Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta: PT. Temprint.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkaji Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Pemilawat, Dian, Riastiani Musyarofah, dan Ruli Nurdina Sari. 2003. Khitan Perempuan: Tradisi dan Ajaran yang Menindas. Yogyakarta: Pusat studi Kependudukan & Kebijakan UGM dan Ford Foundation. Prafitri, Ratih Andita. 2008. “Khitan Perempuan dalam Pandangan Fatayat NU”. Skripsi Program studi Arab Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Parpatih, Yus Dt. 1982. Kaset Ceramah Adat “Pitaruah Ayah Untuk Remaja Putri”. Jakarta: Balrong Group. Ratna, Kutha Nyoman. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Pustaka Belajar. Rohman, Mujibur. 2011. “Nagari: Pemerintahan Adat Minangkabau, Sumatera Barat”. Dalam http://melayuonline.com. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2014. Simanjuntak, Posman. 2000. Berkenalan dengan Antropologi. Jakarta: Erlangga. Smita, Primarita S. 2013. “Sunat Perempuan, Melukai atau Melindungi?” dalam www.femina.co.id. Diakses pada tanggal 2 Sepetember 2014. Sudikan, Setya Yuwana. 2007. University Press.
Antropologi
sastra.
Surabaya: Unesa
Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Pustaka Jaya: Jakarta. Sumardjo, Jacob and Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. PT. Gramedia: Jakarta Teeuw, A. 1984.Sastra dalam Ilmu Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Gusti, Devia Pratama. 2010.”Persepsi Masyarakat Terhadap Khitan Perempuan (Studi Kasus Pada Masyarakat Nagari Parianagan, Kecamatan Parianagan, Kabupaten Tanah Datar)”.Padang: Skripsi Antropologi Universitas Andalas Van Zoest, Art. 1993. Semiotika, Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa Yang Kita Lakukan Dengannya. Jakarta: Yayasan Sumber Agung. Wimra, Zelfeni.2013. Yang Menunggu dengan Payung.Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Widya, Fathiyah.2014.”Peraturan Menteri Kesehatan RI Soal Sunat Perempuan Telah Dicabut” www.voaindonesia.com. Diakses pada tanggal 4 September 2014.
___.“Kunyit (Curcuma longa Linn.)”http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=345 diakses pada tanggal 5november2014