STUDY ON STRENGTH BROKE (Breaking Strength) and elongation (elongation) YARN PA (Polyamide) WITH ADDITION OF SKIN STEM EXTRACT SALAM (Syzygium polyanthum) WITH DIFFERENT CONCENTRATION By Aidil fadhari1) Isnaniah2) and . Nofrizal2)
1) Student of Fisheries and Marine Science Faculty, Universityof Riau 2) Lecturer of Fisheries and Marine Science Faculty,Universityof Riau
[email protected]
ABSTRACT This study will be conducted in June 2014 which was held at the Laboratory of Materials Capture Device Utilization of Water Resources of the Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Riau. The method uses a completely randomized design (RAL) with the untreated control with 10 replications. Strength of PA yarn without treatment has a breaking strength of 12.1 kgf, elongation 15:35 mm, while break strength and elongation threads preserved highest of yarn treatment C with a value of 16.0 kgf breaking strength; elongation of 19.5 mm, followed by treatment B with a value of 14.5 kgf breaking strength; elongation of 17.9 mm; and treatment A with a value of 13.3 kgf breaking strength elongation of 16.6 mm. The result of a completely randomized design (ANOVA) yarn soaked with bark extract greetings with different concentrations ie 0.3 kg / liter of water 0.5 kg / liter of water and 0.7 kg / liter of water was highly significant (p <0 , 00) to the threads of control. Keywords: Concentration, End Strength , elongation
PENDAHULUAN Perikanan merupakan salah satu bidang yang sangat penting untuk dikembangkan, bagi negara yang sedang berkembang sesuai dengan tujuan pembangunan saat ini. Sektor perikanan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani ikan dan nelayan dengan cara meningkatkan usaha perikanan, terutama usaha penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap tertentu (Bahri, 2014).
Usaha penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan dan organisme lainya dari perairan. Keberhasilan usaha tersebut ditentukan oleh beberapa faktor pengetahuan tentang tingkah laku ikan (behavior), alat tangkap ikan (fishing gear), kapal perikanan (fishing boat), pengoperasian alat (fishing technique) sumber ikan dari suatu perairan (fishing ground), dan alat-
alat bantu penangkapan ikan (instrumentasi) (Ayodyhyoa, 1981). Alat tangkap yang lama didalam air secara alami akan lebih besar kemungkinannya mengalami pembusukan dari pada hanya digunakan dalam beberapa waktu. Kemungkinan pembusukan ini lebih cepat bila alat penangkapan di pajang di dasar perairan sehingga pada bagian ini menempel lumpur dan daya pembusukannya lebih kuat (Klust, 1987). Dijelaskan lagi bahwa untuk meningkatkan daya tahan alat tangkap terhadap pembusukan telah dilakukan semenjak penggunaan jaring dari serat tumbuh-tumbuhan dan sampai sekarang sebagian besar cara pengawetan telah dikembangkan oleh para nelayan secara praktis. Secara umum tujuan pengawetan alat penangkapan ikan adalah untuk mempertahankan agar alat tersebut dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang, dapat menghemat biaya dan tenaga serta untuk memperlancar operasi penangkapan ikan. Cara praktis yang dapat digunakan nelayan umumnya menggunakan bahan yang terdiri dari ter-aspal dan ter-kayu yang dicampur bensin. Cara lain adalah dengan menggunakan larutan catechu (cuth) atau eksrtak kulit kayu atau pohonpohon tertentu yang menghasilkan bahan-bahantanin (Klust, 1987). Pada umumnya proses pengawetan ada tiga cara yaitu dengan penjemuran, perendaman dan penyamakan. Beragam alat penangkapan ikan yang menggunakan benang salah satunya adalah benang PA (Polyamide). Material yang banyak digunakan dalam pembuatan jaring adalah Polyamide (PA), polyester, polypropylene, cotton dan silk. Ukuran atau nomor benang sangatlah
mempengaruhi kekuatan bahan atau alat tangkap, sehingga dalam menentukan penggunaannya haruslah disesuaikan dengan rancangan dan konstruksi alat tersebut (Sadhori, 1984). Menurut Thomas dan Hridayathan (2006), benang polyamide memiliki kelemahan dalam penggunaannya dibidang perikanan, yakni memiliki sensitifitas yang relatif tinggi terhadap sinar ultraviolet (UV). Kekuatan putus (breaking strength) umum digunakan untuk mengukur ketahanan suatu serat sintetis. Semakin cepat penurunan kekuatan putus, maka akan meningkatkan biaya untuk perbaikan dan pembelian. Weathering (pencuacaan) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan kekuatan putus benang dan jaring. Faktor cuaca yang paling dominan adalah radiasi matahari (Klust, 1983). Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang studi kekuatan putus dan kemuluran benang PA (Polyamide) dengan penambahan ekstrak kulit batang salam (Syzygium polyanthum) dengan konsentrasi yang berbeda, sehingga dapat diketahui konsentrasi ekstrak kulit batang salam yang baik digunakan untuk alat tangkap. Benang PA (Polyamide) merupakan salah satu benang yang digunakan nelayan di Kelurahan Bungus Selatan Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang Provinsi Sumatera Barat untuk alat tangkap pukat pantai. Nelayan terlebih dahulu melakukan pengawetan terhadap pukat pantai sebelum digunakan yaitu proses pewarnaan pukat, agar pukat tersebut tahan lama dan kuat serta mengubah warna benang dari
putih menjadi hitam, proses pengawetan yaitu dengan cara pukat pantai direndam dengan menggunakan pewarna getah kulit batang salam. Dalam melakukan pengawetan dengan menggunakan ekstrak kulit batang salam masyarakat nelayan tidak menggunakan takaran tertentu, hanya berdasarkan ketersediaan kayu salam saja. Sehingga timbul pertanyaan bagaimana pengaruh penggunaan serat kayu salam terhadap kekuatan putus dan kemuluran benang PA tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan pengawet ekstrak kulit batang salam (Syzygium polyanthum) dengan konsentrasi yang berbeda terhadap kekuatan putus (Breaking strenght) dan kemuluran (Elongation) benang PA (Polyamide) dan dapat memberikan manfaat sebagai informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan dan untuk menentukan konsentrasi ekstrak yang sesuai di dalam pengawetan benang PA, sehingga dapat meningkatkan kekuatan putus. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pengawet ekstrak kulit batang salam dengan konsentrasi yang berbeda terhadap kekuatan putus dan kemuluran benang PA (Polyamide), maka diajukan hipotesa yaitu:” Ada pengaruh konsentrasi ekstrak kulit batang salam yang berbeda terhadap kekuatan putus dan kemuluran benang PA yang telah mengalami pengawetan dengan konsentrasi yang berbeda”. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisa variansi (ANAVA) setelah hipotesis diterima selanjutnya dilakukan uji lanjut student newman keuls untuk
melihat benang dengan ekstrak mana yang terbaik METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan adalah: 1. Benang Polyamide (PA) yang belum diawetkan 2. Ekstrak kulit batang salam (Syzygium polyanthum) yang berbeda: a. Konsentrasi 0,3 kg/liter air. b. Konsentrasi 0,5 kg/liter air. c. Konsentrasi 0,7 kg/liter air. Peralatan yang digunakan:
1. Strenght tester model C atau single phase iduction motor split phase start (Simadzu Tokyo Hitacchi ltd japan nomor GA 420349) yang digunakan untuk mengukur kekuatan putus dan kemuluran benang sampel 2. Timbangan 1 buah 3. Gunting 1 buah 4. Pengaris dan alat tulis lainnya. 5. Termometer untuk mengukur suhu udara Prosedur penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor terdiri dari bahan pengawet dengan ekstrak kulit batang salam (Syzygium polyanthum) dengan konsentrasi berbeda 0,3 kg/liter air, 0,5 kg/liter ait dan 0,7 kg/liter air dengan kontrol tanpa perlakuan dengan 10 kali ulangan. Asumsi penelitian Asumsi dalam penelitian ini adalah: 1. Keahlian dan ketelitian peneliti di dalam pengukuran nilai kekuatan putus (Breaking strength) dan kemuluran (Elongation) benang dianggap sama 2. Pengaruh parameter lingkungan yang tidak diukur terhadap tiap perlakuan dianggap sama.
Adapun prosedur penelitian inim dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Persiapan Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk penelitian 2. Pembuatan bahan pengawet a. Ekstrak kulit batang salam (Syzygium polyanthum) yang telah ditumbuk ditimbang berdasarkan berat yang dibutuhkan. b. Dimasukkan ke dalam 3 wadah yang telah diberi tanda untuk masing-masing konsentrasi pengawet . - Perlakuan A = 0,3 kg/liter air - PerlakuanB = 0,5 kg/liter air - Perlakuan C = 0,7 kg/liter air c. Air sebanyak 1 liter dimasukkan ke dalam masingmasing botol d. Kemudian pada masing-masing konsentrasi disaring sehingga didapat ekstrak kulit batang salam (Syzygium polyanthum) 3. Pengukuran benang sampel Benang sepanjang 15 meter dipotong menjadi 60 potong yang masing-masing panjang 0,25 meter 4. Pengawetan Benang yang telah dipotong dimasukkan ke dalam wadah yang telah diisi dengan ekstrak kulit batang salam yang memiliki konsentasi berbeda dan dibiarkan selama 8 jam. Menurut Klust (1987), proses pengawetan bahan alat penangkapan ikan sebaiknya dibiarkan selama 8 jam. 5. PenjemuranSetelah 8 jam benang dikeluarkan dari wadah dan dijemur dengan cara digantung dan diangin-anginkan selama 24 jam. 6. Benang uji
Benang uji pada setiap konsentrasi sebanyak 20 potong dan pada setiap konsentrasi dengan panjang 0,25 meter per potong, 10 potong untuk ulangan penelitian dan 10 potong dilakukan cadangan. 7. Pengujian Benang uji sepanjang 0,25 meter dijepit pada upper chuk dan lowerchuk pada strength tester a. Kalibrasikan jarum diangka nol pada load skala dan skala elongation. b. Tekan tombol stop kontak sehingga load bergerak kearah kiri dan skala elongation bergerak kearah bawah sampai benang sampel yang diukur putus. c. Membaca nilai ketahanan putus benang pada load skala dan kemuluran dibaca pada skala elongation. d. Pencatatan hasil pengukuran kekuatan putus dan kemuluran benang e. Pengukuran dilakukan dengan 10 kali ulangan untuk perlakuan f. Pengujian dengan cara yang samajuga dilakukan untuk benang perlakuan B dan C. Analisis data Untuk melihat pengaruh pengawetan terhadap kekuatan putus dan kemuluran benang PA (Polyamide) dengan ekstrak kulit batang salam dengan konsentrasi berbeda. Maka hasil perhitungan kekuatan putus dan kemuluran benang PA (Polyamide) disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dan selanjutnya dianalisa secara matematis. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL dengan satu faktor yaitu benang PA dengan tiga perlakuan Yij = μ + ךіј + ∑іј
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-ј μ = Rata-rata (mean) sesungguhnya
∑іј = Kekeliruan percobaan pada per lakuan ke-I dan ulangan ј
ךі = Pengaruh perlakuan ke-і Hasil analisis sidik ragam atau analisis ragam ANOVA Sumber Keragaman
Derajat
Jumlah
Kuadrat
Bebas
Kuadrat
Tengah
(d.b.)
(J.K.)
(K.T.)
PerlakuanGalat
t–1
JKP
KTP
Percobaan
t (n –1)
JKG
KTG
Total
tn–1
JKT
(S.K.)
Faktor Koreksi = FK = t
n
JKT Yij 2 fk i 1 j 1
F tabel Fhit
0,05
0.01
KTP/KTS
Apabila dihasil ( table anova ) didapatkan F hitung < F tabel maka H0 diterima berarti pengaruh perlakuan tersebut tidak berbeda nyata.
Yi.2 fk i 1 n JKG=JKT-JKP t
JKP
HASIL DAN PEMBHASAN Benang yang digunakan dalam penelitian ini adalah benang PA (polyamide) yang berdiameter 0,2 cm yang mempunyai stuktur 3 strand, 65 yarn dengan arah pilinan kekanan (S) merek Fihing Tribes produksi Zhe Jiang (made in china). Selama dilakukan pengukuran terhadap benang sampel, temperatur ruangan laboratorium yang diukur dengan termometer berkisar antara 29 –330C. Nilai kekuatan putus benang PA (polyamide) dapat dilihat dengan melihat grafik yang dihasilkan oleh mesin penguji (strength tester). Besar nilai kekuatan putus tersebut di tunjukkan oleh pena yang bergerak pada load scale (skala beban) dalam satuan kilogram gaya (kgf).
Kekuatan putus adalah kekuatan maksimal yang diperlukan untuk membuat putusnya bahan dalam sautu uji yang menggunakan ketengangan biasanya ditetapkan dalam satuan kilogram gaya (kgf). Hasil pengukuran kekuatan putus (breaking strength) benang PA (polyamide) menujukkan nilai yang berbeda setela dilakukan perendaman benang selama 8 jam dalam ekstrak kulit batang salam (Syzygium polyanthum) yang berbeda: a. Konsentrasi 0,3 kg/liter air b. Konsentrasi 0,5 kg/liter air c. Konsentrasi 0,7 kg/liter air. Nilai kekuatan putus pada benang sampel setelah dilakukan 10 kali pengulangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai kekuatan putus benang PA (polyamide) dengan konsentrasi yang berbeda Perlakuan Ulangan K A B C 1. 12 13 14 15 2. 13 14 15 16 3. 12 13 14 16 4. 11 13 15 16 5. 12 13 14 16 6. 13 14 15 17 7. 12 13 14 16 8. 11 13 14 15 9. 12 13 15 17 10. 13 14 15 16 Total 121 133 145 160 Rata-rata 12,1 13,3 14,5 16,0 Keterangan: dengan ekstrak batang salam dengan K = Benang kontrol (tanpa konsentrasi 0,5 kg/liter air (perlakuan perlakuan) B) memiliki kekuatan putus tertinggi A = Benang PA dengan terjadi pada 15 kgf dan yang konsentrasi 0,3 kg/liter air terendah 14 kgf dengan rata-rata B = Benang PA dengan 14,50 kgf dan kekuatan putus konsentrasi 0,5 kg/liter air terhdap benang yang diawetkan C = Benang PA dengan dengan ekstrak kulit batang salam konsentrasi 0,7 kg/liter air dengan konsentrasi 0,7 kg/liter air Tabel 1 merupakan data hasil (perlakuan C) memiliki kekuatan pengukuran kekuatan putus benang tertinggi terjadi pada 17 dan yang maka dapat dilihat bahwa nilai terenda 15 dengan rata-rata 16,00 kekuatan putus benang yang sedangkan nilai kekuatan putus yang diawetkan dengan ekstrak lebih tidak diberi perlakuan memiliki tinggi dibandingkan dengan benang kekuatan putus tertinggi terjadi pada yang tidak diawetkan. Hal tersebut 13 kgf dan yang terendah 11 kgf dapat dilihat bahwa nilai kekuatan dengan rata-rata 12,10 kgf. putus benang PA yang diawetkan Nilai kekuatan putus dengan ekstrak kulit batang salam (breaking strength) benang PA dengan konsentrasi 0,3 kg/liter air (polyamide) berdiameter 0,2 cm yang (perlakuan A) memiliki kekuatan diawetkan dengan ekstrak kulit tertinggi terjadi pada 14 kgf dan batang salam dengan konsentrasi 0,3 yang terendah 13 kgf dengan ratakg/liter air, 0,5, kg/literai dan 0,7 rata 13,30 kgf, kekuatan putus kg/liter air dapat dilihat pada Gambar terhadap benang yang diawetkan 1.
Penambahan Panajang (Kgf)
Kekuatan putus (Breaking Strength) 20 15 Tanpa pengawet
10
0,3 Kg/Liter Air
5
0,5 Kg/Liter Air
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0,7 Kg/Liter Air
Pengulangan
Gambar 1. Nilai rata-rata kekuatan putus benang PA (polyamide) berdiameter 0,2 cm yang tidak diawetkan dengan diawetkan dari sepuluh kali pengulan. Grafik garis di atas nilai ratarata kekuatan putus terhadap benang PA yang diawetkan dengan ekstrak kulit batang salam dengan konsentrasi yang berbeda dengan perlakuan perlakuan A yaitu 13,30 kgf, perlakuan B yaitu 14,50 dan perlakuan C yaitu 16,00 kgf. Sedangkan benang yang tidak diberi perlakuan kekuatan putusnya yaitu 12,10 kgf hasil data di atas terlihat jelas bahwa ada pengaruh pengawet dengan konsentrasi yang berbeda terhadap kekuatan putus benang dimana benang yang diawetkan memiliki nilai kekuatan putus yang berbedapula pada setiap pelakuan (A,B,C dan benang kontrol). Diantara perlakuan tersebut benang degan perlakuan C yang memiliki kekuatan putus lebih tinggi dibandingkan dengan benang B,A dan benang kontrol, karena memiki ekstrak pengawet yang paling tinggi yaitu 0,7 kg/liter air. Dikarenakan zat tanin yang melekat pada benang tersebut yang paling banyak, zat tanin yang terkandung dalam ekstrak kulit batang salam ini adalah prodelfinidin. Menurut Hamidy
(1989) bahwa makin banyak zat cair yang diserap oleh suatu bahan maka makin besar pula daya melekatnya akan meningkatkan pula kekuatan dari bahan tersebut.Hasil uji rancangan acak lengkap menunjukkan bahwa kekuatan putus benang yang direndam dengan ekstak kulit batang salam berbeda sangat nyata (p< 0.00) terhadap benang kontrol. Selanjutnya hasil uji lanjut SNT (student newman keuls) menunjukan ekstrak kulit batang salam dengan masing-masing perlakuan yaitu perlakuan A 0,3 kg/liter air berbeda sangat nyata pada benang kontrol yaitu 13,30kgf, perlakuan B 0,5 kg/liter air berbeda sangat nyata pada benang kontrol yaitu 14,50kgf dan perlakuan C 0,7 kg/liter air berbeda sangat nyata pada benang kontrol yaitu 16,00 kgf Apabila benang yang diuji terlalu kaku akan menyebabkan benang semakin mudah untuk putus karena pada saat pengujian kekuatan putus menggunakan beban yang akan menghasilkan ketenggangan benang uji, apabila ketenggangan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh benang maka benang akan putus (Yuspardianto, 2006).
melihat grafik yang dihasilkan oleh Nilai kemuluran (Elongation) Hasil dari pengukuran benang mesin pengguji strength tester. Hasil dapat dilihat bahwa nilai kemuluran pengukuran kemuluran benang PA lebih panjang terhadap benang yang (polyamide) yang diawetkan dengan tidak diawetkan daripada benang yang tidak diawetkan dilakukan yang telah diawetkan. Nilai sepuluh kali penggulangan. kemuluran benang PA (polyamide) dalam penelitian ini didapat dengan Tabel 2.Nilai kemuluran benang PA (polyamide) dengan konsentrasi yang berbedas Perlakuan Ulangan K A B C 1. 16 17 18 19 2. 16 17 18 20 3. 15 17 19 20 4. 15 16 18 19 5. 15 16 17 19 6. 16 17 19 20 7. 15 17 18 20 8. 15 16 17 19 9. 16 16 17 19 10. 16 17 18 20 Total 155 166 179 195 Rata-rata
15,5
Keterangan: K = Benang kontrol (tanpa perlakuan) A = Benang PA dengan konsentrasi 0,3 kg/liter air B = Benang PA dengan konsentrasi 0,5 kg/liter air C = Benang PA dengan konsentrasi 0,7 kg/liter air Tabel 2 merupakan data hasil pengukuran kemuluran benang maka dapat dilihat bahwa nilai kemuluran benang yang diawetkan dengan banyak ekstrak kulit batang salam yaitu 0,7 kg/liter air lebih tinggi dibandingkan dengan benang yang diawetkan dengan sedikit ekstak yaitu 0,3 kg/liter air. Hal tersebut dapat dilihat bahwa nilai kemuluran benang PA yang diawetkan dengan
16,6
17,9 19.5 ekstrak kulit batang salam dengan konsentrasi 0,7 kg/liter air (perlakuan C) memiliki kemuluan tertinggi terjadi pada 20 mm dan yang terendah 19 mm dengan rata-rata 19,50 mm, kemuluran terhadap benang yang diawetkan dengan ekstrak batang salam dengan konsentrasi 0,5 kg/liter air (perlakuan B) memiliki kemuluran tertinggi terjadi pada 19 mm dan yang terendah 17 mm dengan rata-rata 17,90 mm dan kemuluran benang terhdap benang yang diawetkan dengan ekstrak kulit batang salam dengan konsentrasi 0,3 kg/liter air (perlakuan A) memiliki kemuluran tertinggi terjadi pada 17 dan yang terenda 16 dengan rata-rata 16,60 mm sedangkan nilai kemuluran yang
tidak diberi perlakuan memiliki kekuatan putus tertinggi terjadi pada 16 mm dan yang terendah 15 mm dengan rata-rata 15,50 mm.
berdiameter 0,2 cm yang diawetkan dengan ekstrak kulit batang salam dengan konsentrasi 0,3 kg/liter air, 0,5, kg/literai dan 0,7 kg/liter air dapat dilihat pada gambar 2.
Nilai kemuluran (breaking strength) benang PA (polyamide)
Penambahan Panajang (Mm)
Kemuluran (Elongation) 25 20 15
Tanpa pengawet
10
0,3 Kg/Liter Air
5
0,5 Kg/Liter Air
0
0,7 Kg/Liter Air 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pengulangan
Gambar 2. Nilai rata-rata kemuluran benang PA (polyamide) berdiameter 0,2 cm yang tidak diawetkan dengan diawetkan dari sepuluh kali ulangan pengujian. Grafik garis di atas nilai ratarata kemuluran terhadap benang PA yang diawetkan dengan ekstrak kulit batang salam dengan konsentrasi 0,3 kg/liter air (perlakuan A) yaitu 16,60 mm kemuran benang PA yang diawetkan dengan ekstrak kulit batang salam dengan konsentrasi 0,5 kg/liter air (perlakuan B) nilai ratarata kemulurnnya yaitu 17,90 mm dan kemuluran benang PA yang diawetkan dengan ekstrak kulit batang salam dengan konsentrasi 0,7 kg/liter air (perlakuan C) nilai ratarata kemuluran yaitu 19,50 mm sedangkan benang yang tidak diberi perlakuan kemuluran yaitu 15,50 mm hasil data di atas terlihat jelas bahwa ada pengaruh pengawet dengan konsentrasi yang berbeda terhadap kemuluran benang dimana benang
yang diawetkan memiliki nilai kemuluran yang berbeda pula pada setiap pelakuan (A,B,C dan benang kontrol) diantara perlakuan tersebut benang degan perlakuan C yang memiliki kemuluran lebih tinggi dibandingkan dengan benang B,A dan benang kontrol karena memiki ekstrak pengawet yang paling tinggi yaitu 0,7 kg/liter air. Hasil uji rancangan acak lengkap menunjukkan bahwa kekuatan putus benang yang direndam dengan ekstak kulit batang salam berbeda sangat nyata (p< 0.00) terhadap benang kontrol. Selanjutnya hasil uji lanjut SNT (student newman keuls) menunjukan ekstrak kulit batang salam dengan masing-masing perlakuan yaitu perlakuan A 0,3 kg/liter air berbeda sangat nyata pada benang kontrol yaitu 16,60 mm, perlakuan B 0,5 kg/liter air berbeda sangat nyata pada benang kontrol yaitu 17,90 mm dan perlakuan C 0,7 kg/liter air berbeda
sangat nyata pada benang kontrol yaitu 19,50 mm. Analisa data secara statistik dapat dilihat pada lampiran 8. Sebelum menguji kekuatan putus dan kemuluran benang, benang PA (polyamide) direndam terlebih dahulu dalam larutan ekstrak kulit batang salam (Syzygium polyanthum) dengan konsentrasi berbeda. ekstrak kulit batang salam setelah diberi air membentuk suatu larutan yang berwarna merah hati dengan bau yang sedap. Larutan berwarna merah hati ini mengandung tanin yang berfungsi sebagai penyamak. Senyawa tanin merupakan senyawa yang terdiri dari beberapa senyawa polifenol, biasanya terdapat pada kulit kayu, buah yang belum masak dan pada daun, tanin dalam air akan membentuk larutan, bereaksi dengan asam dan mempunyai rasa sepat (Rusdi,1988).Senyawa fenol Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 1/2006 36 yang terdapat selain pada jaringan kayu berbentuk glikosida, biasanya golongan fenol pada jaringan kayu berupa asam amino aromatik yang befungsi sebagai penyamak. Hamidi dalam Ginting (2003), menyatakanbahwa makin banyak zat cair yang diserap oleh suatu bahan maka makin besar pula daya melekatnya yang selanjutnya akan menguatkan kekuatan dari bahan terebut. Benang yang dimasukkan kedalam ekstrak bahan pengawet dan direndam selama 8 (delapan) jam akan membuat tanin yang ada pada ekstrak bahan pengawet melekat pada benang. Kekuatan Putus Benang PA (polyamide) Kekuatan putus adalah kekuatan maksimum yang diperlukan untuk membuat putusnya bahan
dalam suatu uji yang menggunakan keteganggan. Biasanya ditetapkan dalam satuan kilogram gaya (Kgf). Nilai kekuatan putus benang sangat diperlukan karena dengan membaca skala yang dihasilkan oleh mesin penguji (strength tester). Besarnya nilai kekuatan putus ditunjukan oleh jarum yang bergerak pada Local scala dalam satuan Kgf. Apabila benang yang diuji terlalu kaku akan menyebabkan benang akan semakin mudah untuk putus karena pada saat pengujian kekuatan putus menggunakan beban yang akan menghasilkan ketegangan benang uji, apabila ketegangan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh benang maka benang akan putus. Kemuluran Benang PA(polyamide) Kemuluran benang didefinisikan sebagai suatu pertambahan panjang dari suatu uji contoh yang menggunakan ketegangan dan dinyatakan dalam satuan panjang, misalnya centimeter atau milimeter. Sifat ini dipengaruhi oleh suatu gaya (Klust, 1987). Nilai kemuluran benang tetoron dalam penelitian ini didapat dengan melihat skala elongation yang dihasilkan oleh mesin penguji (strength tester). Besarnya nilai kemuluran ditunjukkan oleh jarum yang bergerak pada skala elongation yang memiliki satuan mm. Pada alat tangkap ikan benang jaring yang paling baik digunakan adalah benang dengan nilai kemuluran yang rendah tapimemiliki kekuatan putus yang tinggi, karena apabila kemuluran terlalu tinggiakan mengakibatkan perubahan konstruksi jaring dalam hal ini ukuran mata jaring akan berubah sehingga menyebabkan ikan yang tertangkap dapat lolos dari jaring dengan mudah. Dengan
bedanya struktur benang dan gaya serap benang uji yang berbeda pada masingmasing benang juga membuat kemuluran benang uji yang satu dengan yang lainnya berbeda.
Besarnya kemuluran tergantung pada tingkat kekerasan pintalan atau kerapatan dari masing-masing anyaman benang.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Benang polyamide (PA) yang di beri perlakuan penambahan ekstrak kulit batang salam. Pada konsentrasi 0,7 kg/liter air menghasilkan kekuatan putus dan kemuluran yang lebih baik dengan nilai rata–rata sebesar 16,0 kgf dan19,5 mm, pada konsentrasi 0,5 kg/liter air menghasilkan kekuatan putus dan kemuluran dengan nilai rata–rata 14,5 kgf dan 17,9 mm, konsentrasi 0,3 kg/liter air nilai ratarata 13,3 kgf dan 16,6 mm. Sedangkan benang polyamide (PA) yang tidak di beri perlakuan nilai kekuatan putus dan kemuluran rata– rata 12,1 kgf dan 15,5 mm hasil uji rancangan acak lengkap (anova) benang yang direndam ekstak kulit
batang salam dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,3 kg/liter air 0,5 kg/liter air dan 0,7 kg/liter air berpengaruh sangat nyata (p<0,00) terhadap benang kontrol. Saran Penulis menyarankan sebaiknya nelayan menggunakan kulit batang salam dengan konsentrasi 0,7 kg/liter air dalam pengawetan benang pada alat tangkap yang digunakan. Dan untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan terhadap kekuatan putus dan kemuluran benang PA dengan konsentrasi kulit batang salam antara 0,7 kg/liter air dengan 0,9 kg/liter air untuk mendapatkan nilai kekuatan putus dan kemuluran yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa, A. U. 1981. Metode Penangkapan Ikan, Yayasan Dewi Sri, Bogor. 97 hal .Bahri.S. 2014. Pengaruh Penggunaan Pengawet Serat Kayu Salam (Syzygium Polyanthum) Terhadap Kekuatan Putus (Breaking Strength) Dan Kemuluran (Elongation) Benang Jaring Pukat Pantai. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unuversitas Riau
Pekanbaru. 31 hal (Tidak diterbitkan). Ginting, R. 2003. Kekuatan Putus (Breaking Strenght) dan Kemuluran (Elongation at Break) Benang Rami yang diawetkan dalam Campuran Bahan Pengawet Alami Nyirih (Xilocarpus Moluccensis M. Roem), Jarak (Ricinus communis L) dan Ubar (Adinandra acuminata). Fakultas Perikana dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. diterbitkan).
(tidak
Hamidy, Y. Bustari dan I. Syofyan, 1989. Penuntun Praktikum Bahan Alat Tangkap. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 42 hal (tidak diterbitkan). \Klust, 1987. Bahan Jaring untuk Alat Penangkapan Ikan II. Terjemahan Tim BPPI. Bagian Proyek Pengembangan Teknik Penangkapan Ikan. Semarang. 188 hal. Rusdi, 1988. Tetumbuhan sebagai Sumber Bahan Obat. DepartemenPendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Universitas Andalas, Padang. 98 Halaman
Sadhori,SN.1984.BahanAlatPenangk apanIkan. PenerbitYasaguna. Jakarta. 80 hal. Thomas, Saly N., Hridayathan, C. 2006. The Effects of Natural Sunlight on the Strength of Polyamide 6 Multifilament and Monofilament Fishing Net Materials. Fiheries Research Volume 81: pp 326330. [terhubung tidak berkala].http://elsevier.com/lo cate/fishres. (15 Maret 2009) Yuspardianto, 2006. Pengaruh konsentrasi uba (Adinantra acuminata) yang berbeda terhadap kekuatan putus dan kemuluran benang tetoran pada alat tangkap payang. (tidak diterbitkan, sumatra barat).