STUDIKOMPARATIFPEMIDANAAN TINDAK PIDANA PERZINAAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA, RUU KUHP, DAN HUKUM PIDANA ISLAM
JURNAL
Oleh PUNDAWA ADROSIN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2014
ABSTRAK STUDIKOMPARATIFPEMIDANAAN TINDAK PIDANA PERZINAAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA, RUU KUHP, DAN HUKUM PIDANA ISLAM Oleh: Pundawa Adrosin, Firganefi, S.H., M.H., Dona Raisa Monica, S.H., M.H. Email:
[email protected]
Pemidanaan Tindak Pidana Perzinaan dalam KUHP, Rancangan KUHP tahun 2013 dan Hukum Islam sangat berbeda. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi adalah bagaimanakah perbandingan pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam dan bagaimanakah pendapat ahli hukum mengenai konsep dasar pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan data skunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan. Hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan bahwa pelaku dalam KUHP pelaku zina ditentukan oleh status perkawinan dan diancam sembilan bulan penjara, begitu pula dengan Rancangan KUHP 2013 hanya saja ditambahkan dengan ketentuan laki-laki dan perempuan yang masih sama-sama lajang, diancam penjara lima tahun, dan keduanya menggunakan delik aduan absolut. Hukum Pidana Islam menentukan pelaku zina(muhshan)dipidana rajam sampai mati, pelaku zina (ghaira mushan)dipidana cambuk seratus kali dan asingkan selama satu tahun, menggunakan delik umum dengan empat orang saksi laki-laki dewasa. Pendapat ahli hukum, pidana yang diterapkan dalam KUHP terlalu ringan, sehingga belum dapat mencapai tujuan memberi efek jera kepada pelaku tindak pidana. Rancangan KUHP tahun 2013 sudah cukup berat tetapi masih berlakunya delik aduan absolut.Pidana yang terdapat dalam hukum pidana Islam sangat baik karena hukumnya berasal dari Allah SWT.
Kata kunci : Studi Komparatif, Pemidanaan, Tindak Pidana Perzinaan
ABSTRACT COMPARATIVESTUDY OFCRIMECRIMINALIZATION POSITIVELAWININDONESIAADULTERY, DRAFTCRIMINAL CODE, AND THE CRIMINALLAW OF ISLAM By: Pundawa Adrosin, Firganefi, S.H., M.H., Dona Raisa Monica, S.H., M.H. (Email:
[email protected])
Punishment of Adultery in the KUHP, draft law of KUHP in 2013 and the Islamic Law are very different. The problems discussed in the thesis were on how the comparison of punishment against adultery under Indonesian Positive Law (KUHP), RUU KUHP in 2013, and the Islamic Criminal Law and how the legal expert opinion on the basic concept of punishment to the crime of adultery by Indonesian Positive Law (KUHP),RUU KUHP in 2013, and the Islamic Criminal Law. Problem approach used in this study was the normative juridical approach and empirical juridical with primary data and secondary data obtained from the literature and field research. The results ofthe studyanddiscussion ofconclusionscan bedrawnthat theperpetratorsof the KUHPadulterydeterminedbymarital statusandthreatenedninemonths in prison, as well as thedraft of KUHP in 2013onlyaddedto the provisionsof menandwomenare equallysingle, threatened withfiveyearsin prison,and bothuse thecomplaintabsoluteoffense. IslamicCriminal Lawdefineadultery(muhshan) shall be stoningto death, adultery(ghaira Mushan) shall whipa hundredtimesandexiledfor oneyear, usinga commonoffensewithfouradult malewitnesses. Legal expert opinion, criminal which applied in the KUHP wasoverly light, so it could not achieve the goals provided a deterrent effect to the criminal perpetrator. Draft of KUHP in 2013 was quite heavy but still needed the enactment of complaint absolute delict. Criminal punishmentfound in Islamic criminal law was very good because the law comes from Allah SWT. Keywords: ComparativeStudies, Punishment, Crime ofAdultery
1
I.
PENDAHULUAN
Perbuatan zina atau yang sering di bahas dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah hubungan seksual di luar nikah, merupakan perbuatan yang melanggar norma, baik norma susila maupun norma agama. Di Indonesia pezina mendapatkan hukuman, baik secara adat, agama maupun hukum positif yang hidup dan berlaku di masyarakat. Pada KUHP yang berlaku di Indonesia sanksi pidana terhadap zina tidak sesuai dengan apa yang di timbulkan dari perbuatan zina itu sendiri. Pemidanaan Tindak Pidana Perzinaan dalam KUHP, Rancangan KUHP tahun 2013 dan Hukum Islam sangat berbeda. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi adalah bagaimanakah perbandingan pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam dan bagaimanakah pendapat ahli hukum mengenai konsep dasar pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan data skunder dimana masingmasing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan.Analisis data dideskripsikan dalam bentuk uraian kalimat dan analisis secara kualitatif, kemudian selanjutnya ditarik suatu simpulan.
II. PEMBAHASAN A. Perbandingan Pemidanaan Terhadap Tindak Pidana Perzinaan Menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam. Perbandingan ketiga sumber hukum diatas sebagai berikut: 1.
Perbandingan Dari Segi Subjek Pelaku Dari uraian dalam Bab II, telah diungkapkan bahwa subjek atau pelaku zina dalam Hukum Islam dan KUHP berbeda. Dalam KUHP subjek Tindak Pidana perzinaan adalah orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan, atau salah satu dari pelaku sudah terikat dalam suatu perkawinan. KUHP hanya menghukum perzinaan dalam konteks adultery. Sedangkan dalam Hukum Islam, setiap orang dapat menjadi subjek delik perzinaan tanpa membedakan status perkawinan, baik orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan atau pun belum, menurut Hukum Islam dapat menjadi subjek delik perzinaan. Dalam Hukum Islam, baik perzinaan dalam konteks adultery maupun fornication1, sama-sama harus dihukum. Subjek pelaku zina dalam Hukum Islam diterengkan dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Bukhari: "Tak ada dosa yang lebih besar setelah syirik di sisi Alloh selain dari seorang lelaki yang mencurahkan maninya di tempat yang tidak halal baginya."2 1
Sukarela hubungan seksual antara orangorang tidak menikah satu sama lain. 2 Hadist RiwAyat (HR) Bukhori sebagaimana dikutip dari Abdur Rahman I.Doi, Syariat
2
Hadis yang lain yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah bersabda: “Tidak halal darah seorang muslim yang mengaku tiada Tuhan selain Alloh dan aku (Muhammad) adalah utusan Alloh, kecuali terhadap tiga orang, yaitu, orang yang menghilangkan nyawa (orang lain), orang yang pernah kawin melakukan perzinaan, dan orang murtad."3 Penyusun Rancangan KUHP terlihat telah mencoba untuk memasukkan konsep perzinaan dalam perspektif Hukum Islam dari segi subjek ke dalam Rancangan KUHP tahun 2013. Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013 menetapkan bahwa lakilaki dan perempuan yang masih sama-sama lajang, yang melakukan perzinaan dihukum. Dalam rumusan Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013 memang disebutkan dengan istilah zina. Rumusan Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013 menunjukkan perbuatan yang dalam Hukum Islam dikenal dengan istilah zina dalam konteks fornication. Tetapi Rancangan KUHP tahun 2013 mensyaratkan bahwa perbuatan tersebut baru dapat dihukum apabila adanya pengaduan dari pihak istri atau suami, atau orang ketiga yang merasa tercemar. Sayangnya Rancangan KUHP tidak menjelaskan atau menetapkan mengenai definisi atau batas-batas tentang hal yang dimaksud dengan orang ketiga yang tercemar. Dalam penjelasan Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013 Hukum Islam: Hudud dan kewarisan(Syari’ah II), diterjemahkan oleh Zainudin da Rusydi Sulaiman, Op.Cit.,hlm. 37. 3 Hr. Muslim sebagaimana dikutip dari Asyhari Abd. Ghofar,Op.Cit., hlm. 27.
juga tidak dijelaskan mengenai halhal tersebut. 2.
Perbandingan Dari Segi Pemidanaan Tindak Pidana Perzinaan yang diatur dalam KUHP diancam dengan Hukuman penjara maksimal 9 (sembilan) bulan. Menurut ketentuan Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013, Tindak Pidana Perzinaan diancam dengan Hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun. Dalam Hukum Islam pezina muhshan dijatuhi pidana yang paling berat yaitu dirajam sampai mati. Sedangkan pezina ghaira mushan dijatuhi pidana berupa cambuk seratus kali dan ada yang berpendapat ditambah dengan Hukuman diasingkan selama satu tahun. Namun Ahmad Sukaja berpendapat bahwa Hukuman bagi pezina muhshan / muhshanah tidak harus dalam bentuk Hukuman rajam, melainkan dapat diganti dengan cara lain yang mengakibatkan kematian. Hal yang terpenting dan pelaksanaan Hukuman mati itu adalah dengan tujuan untuk memberikan pelajaran kepada rnasyarakat agar tidak melakukan perbuatan serupa (zina), sesuai dengan ketentuan surat AnNuur (24) Ayat 2 harus dilakukan di hadapan masyarakat umum. Hal ini bertujuan supaya orang takut untuk melakukan perzinaan. Ketentuan hukum Islam tentang perzinaan tersebut diatur dalam AlQuran dan Al-Hadist. Surat An-Nuur
Q.S. (24) : 2 yang berbunyi:
اح ٍد ِه ٌْهُ َوا ِ ال َّزاًِيَةُ َوال َّزاًِي فَاجْ لِدُوا ُك َّل َو ِهائَةَ َج ْل َد ٍة َوال تَأْ ُخ ْذ ُك ْن بِ ِه َوا َرأْفَةٌ فِي ِدي ِي اآلخ ِز اَّلل َو ْاليَىْ ِم ِ ِ َّ َِّللا إِ ْى ُك ٌْتُ ْن تُ ْؤ ِهٌُىىَ ب ِ َّ ََو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َوا طَائِفَةٌ ِهيَ ْال ُو ْؤ ِهٌِيي Artinya:
3
“Perempuan yang berzina dan lakilaki yang berzina, maka deralah tiaptiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Alloh, jika kamu beriman kepada Alloh, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslaim, Nabi Bersabda: “Ambillah sunnah dariku (Nabi). Sungguh Alloh menjadikan bagi mereka, jalan (untuk bertaubat) yaitu jejaka yang berzina dengan gadis maka didera 100 kali dan diasingkan selama satu tahun, adapun orang yang sudah/ sudah pernah bersuami/ beristeri yang berzina di dera 100 kali dan dirajam sampai mati.” Ketentuan dalam Rancangan KUHP tahun 2013 tentang pemidanaan tindak pidana perzinaan dari Pasal 483 adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Pemidanaan terhadap zina yang dilakukan kepada anak- anak ditentukan pada Pasal 484 adalah Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun, dan pidana denda paling sedikit Kategori IV sebesar Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Kategori VI sebesar Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah berdasarkan ketentuan Pasal 80 Ayat (3) RUU-KUHP 2013. Pemidanaan terhadap zina yang dilakukan sedarah atau disebut Incest (sumbang) adalah paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun pidana penjara.
Dipandang dari segi pemidanaan, jelas ketentuan Hukuman perzinaan baik dalam KUHP maupun Rancangan KUHP tahun 2013 tidak sepaham dengan Hukum Islam. KUHP dan Rancangan KUHP tahun 2013 hanya menghukum pelaku zina dengan hukuman penjara antara 3 (tiga) sampai dengan 15 (lima belas) tahun penjara. Pemidanaan menurut KUHP dan Rancangan KUHP tahun 2013 tersebut sangat jauh lebih ringan dibandingkan dengan hukuman yang diancamkan oleh Hukum Islam, yaitu hukuman rajam (sampai mati) atau hukum cambuk. Hukuman bagi pezina manurut Hukum Islam ini biasanya mengakibatkan kematian atau setidaknya cacat anggota tubuh.4 Akibat dan Hukuman yang diancamkan oleh KUHP maupun Rancangan KUHP tahun 2013 jelas tidak sebanding dengan Hukum Islam, maka KUHP dan Rancangan KUHP tahun 2013 dapat dinilai tidak lebih efektif dalam menanggulangi perzinaan dalam masyarakat. Namun demikian, walaupun dinilai memberi efek jera kepada masyarakat, ketentuan Hukum Islam tidak dapat diterapkan di Indonesia, karena belum diadopsi dalam hukum positif di Indonesia. 3.
Perbandingan Dari Segi Jenis Delik Tindak Pidana Perzinaan yang diatur dalam KUHP merupakan suatu delik aduan. Menurut KUHP, yang dapat melakukan pengaduan adalah suami atau isteri atau pihak ketiga yang tercemar. Apabila tidak ada pengaduan dan pihak-pihak yang ditunjuk oleh pasal-pasal tersebut, 4
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukm Islam tentang Perkawinan, Jakarta, Bulan bintang, hlm.202.
4
maka suatu delik perzinaan tidak dapat diproses. Dalam Rancangan KUHP tahun 2013 Tindak Pidana Perzinaan juga masih merupakan delik aduan. Menurut Pasal 483 ayat (2) Rancangan KUHP tahun 2013 yang dapat melakukan pengaduan atas Tindak Pidana Perzinaan adalah suami atau istri dan pihak ketiga yang merasa tercemar. Dengan demikian maka apabila tidak ada pengaduan dan mereka yang ditunjuk oleh pasal-pasal tersebut, suatu Tindak Pidana Perzinaan tidak dapat diproses secara Hukum. Tindak Pidana Perzinaan dalam Hukum Islam, bukan merupakan delik aduan. Apabila seseorang mengetahui terjadinya suatu Tindak Pidana Perzinaan maka ia dapat melaporkannya kepada pihak yang berwajib untuk selanjutnya diproses secara Hukum. Namun perlu juga diperhatikan bahwa untuk membuktikan suatu Tindak Pidana Perzinaan, Hukum Islam mensyaratkan suatu syarat yang berat. Untuk membuktikan delik perzinaan menurut sebagian besar ulama, Hukum Islam mewajibkan empat orang saksi laki-laki dewasa yang menyaksikan langsung masuknya penis ke dalam vagina.5 Hukum Islam mengatur seseorang yang melaporkan terjadinya delik perzinaan tidak dapat menghadirkan empat orang saksi sebagaimana disyaratkan, maka orang yang mengadukan tadi akan mendapatkan sanksi yang berat. Seseorang yang mengadukan delik perzinaan tapi tidak dapat menghadirkan empat orang saksi akan didakwa telah melakukan Tindak Pidana menuduh 5
Haliman, Op.Cit., hlm. 399.
berzina (Al-Qadzf). Ketetapan hukum Islam terkait dengan tindak pidana perzinaan tersebut tentunya sangat berbeda dengan dengan faham individualistik /kebebasan yang dianut dalam tatanan kehidupan ala barat. Menurut Barda Nawawi Arief: “Dalam pandangan „Barat‟ yang individualistik-liberalistik, hak-hak dan kebebasan individual (termasuk di bidang Hukum seksual/moral) sangat menonjol dan dijunjung tinggi. Sepanjang hubungan seksual/moral itu bersifat individual, bebas dan tanpa paksaan, hal demikian dipandang wajar dan tidak tercela. Oleh karena itu wajar perzinaan dan lembaga perkawinan dipandang bersifat sangat pribadi (sangat privat).6 Berdasarkan uraian di atas, wajar saja apabila menurut Hukum Barat delik Perzinaan dikategorikan sebagai delik aduan. Hukum Barat ini di pengaruhi oleh ajaran yang menonjolkan paham individualism , liberalisem , dan individual rights.7Menurut Jimly Ashiddiqie, Perzinaan dalam Hukum Barat dianggap sebagai suatu delik hanya karena keharusan moral untuk setia kepada suami atau istri.8 Namun tidak demikian dengan Hukum Islam. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya dalam bab ini, menurut Hukum Islam Tindak Pidana Perzinaan bukan merupakan delik aduan yang memerlukan adanya 6
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai kebijakan Hukum Pidana, cet. 2, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 254. 7 Ibid. 8 Jimly Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, ed.2, cet. 4, Bandung, Angkasa, 1996, hlm. 93.
5
pengaduan dari pihak-pihak yang berhak supaya delik ini dapat diproses secara Hukum. Menurut Hukum Islam Tindak Pidana Perzinaan merupakan pelanggaran terhadap Hak Alloh, Hak masyarakat, dan Hak keluarga dari para pelaku zina. Sehingga wajar apabila dalam Hukum Islam Tindak Pidana Perzinaan ini diancam dengan Hukuman yang sangat berat.
kepentingan masyarakat luas, minimal kepentingan keluarga, kepentingan kaum dan kepentingan lingkungan. Hubungan atau proses perkawinan bukan semata - mata hubungan / perjanjian / proses antara individu yang bersangkutan, tetapi juga terkait hubungan / proses kekeluargaan dan kekerabatan kedua belah pihak, bahkan juga lingkungan.“ 10
Menurut penulis, kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah beragama Islam, secara umum masih memandang Tindak Pidana Perzinaaan sebagai perbuatan tercela. Beberapa daerah di Indonesia menerapkan aturan (hukum adat) yang ditujukan untuk memberikan efek jera kepada masyarakat, yaitu pelaku Tindak Pidana Perzinaan yang tertangkap basah diarak telanjang bulat keliling kampung oleh masyarakat.9 Berdasarkan hal ini, penulis berpendapat bahwa Tindak Pidana Perzinaan juga menyinggung perasaan masyarakat, tidak hanya keluarga. Oleh karena itu, pemerintah sebagai penyusun RUU KUHP sebaiknya mempertimbangkan untuk mengubah Tindak Pidana Perzinaan menjadi delik umum / biasa, bukan delik aduan absolut.
Tindak Pidana Perzinaan merupakan suatu delik yang berkaitan dengan nilai-nilai Suci suatu lembaga perkawinan. Sehingga Barda Nawawi mengatakan: “..masalah sentralnya terletak pada pandangan dan konsep nilai dari masyarakat/ warga masyarakat mengenai nilai-nilai kesusilaan dan nilai kesucian dari lembaga perkawinaan itu sendiri.”11
Menurut Barda Nawawi Arief: “Dalam pandangan dan struktur sosial-budaya masyarakat yang lebih bersifat kekeluargaan, kolektivistik dan monodualistik , masalah perzinaan dan lembaga perkawinan bukan semata - mata masalah privat dan kebebasan individual; tetapi terkait pula nilai - nilai dan
Oleh karena itu kondisi suatu masyarakat satu dengan yang lainnya sangat mempengaruhi hal ini. Pandangan masyarakat yang individual dan liberal mengenai masalah perzinaan tentunya berbeda dengan pandangan masyarakat yang kekeluargaannya erat.12 Berdasarkan hal tersebut, Barda Nawawi menambahkan bahwa sebenarnya kurang tepat apabila Tindak Pidana Perzinaan ini dijadikan delik aduan absolut. Karena Tindak Pidana Perzinaan menurutnya juga menyangkut kepentingan pihak lain di luar suami atau isteri dan yang bersangkutan, yaitu keluarga,13 bahkan masyarakat.
10 9
Topo Santoso, Menggasa Hukum Pidana Islam, cet. 1., Bandung. Asy Syamil, 2000, .hlm. 78.
Nawawi, Op. Cit.hlm. 255. Ibid. hlm. 290. 12 Ibid. 13 Ibid. Hlm. 255. 11
6
Rancangan KUHP jelas sekali menetukan Tindak Pidana Perzinaan merupakan delik aduan absolut. Hal ini jelas tidak sepaham dengan pandangan Hukum Islam. Dalam Hukum Islam perzinaan bukan merupakan delik aduan. Suatu perzinaan dapat diproses secara Hukum tanpa perlunya pengaduan dan suami atau istri,atau pihak ketiga yang tercemar saja. Suatu perzinaan dapat diproses secara Hukum selama ada empat orang saksi yang dapat diajukan. Begitu juga apabila ada pengakuan dan pelaku zina, atau bukti lain berupa kehamilan yang tidak disebabkan oleb perkosaan. Dengan menjadikan delik perzinaan sebagai delik aduan absolut, berarti memberi peluang terjadinya perselingkuhan dan hubungan seksual sebelum perkawinan. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran agama dan tidak sepaham dengan tujuan ditetapkannya Undang-undang Perkawinan. Undang-undang Perkawinan mengatakan bahwa hubungan seksual hendaknya dilakukan dalam lembaga 14 perkawinan. Selain itu, patut dipertimbangkan pula dampak lain yang dapat timbul dari terbukanya peluang terjadinya perzinaan. Dengan adanya peluang luas terjadinya perzinaan, dunia pelacuran dapat tumbuh dengan subur di masyarakat. Hal inisesuai dengan prinsip Hukum ekonomi yang menyatakan semakin banyak demand, semakin banyak juga supply. Usaha-usaha pelacuran ikut menjadi laris dengan terbukanya peluang terjadinya perzinaan. Padahal melalui pelacuran penyakit kelamin sangat mudah mewabah dalam masyarakat.15 Bahkan 14 15
Ibid. Hlm. 294. Ibid.
penyakit berbahaya yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya, AIDS, juga dapat mewabah melalui pelacuran. B. Pendapat Ahli Hukum Mengenai Konsep Dasar Pemidanaan Terhadap Tindak Pidana Perzinaan Menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam Pendapatahli hukum mengenai pemidanaan tindak pidana perzinaan sebagai berikut: 1. Menurut Welly Dwi Saputra, berpendapat bahwa Tindak Pidana perzinaan adalah tindakan yang seharusnya memiliki sanksi yang berat, karena Tindak Pidana tersebut menggangu perasaan kesusialan masyarakat. Tindak pidana tersebut membuat banyaknya anak yang terlantar karena banyak wanita yang hamil di luar nikah, dan juga menyebabkan maraknya tindakan Aborsi yang merupakan tindakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Beliau juga berpendapat bahwa hukuman/sanksi yang terdapat dalam Rancangan KUHP tahun 2013 terhadap tindak pidana perzinaan dinilai sudah bagus, dikarenakan sudah lebih berat dibandingkan dengan ketentuan yang terdapat dalam KUHP. Menurut beliau Hukum Islam yang menerapkan hukuman rajam dan juga cambuk bagi pelaku zina, dinilai cukup efektif bila di terapkan karena dapat membuat orang yang akan
7
melakukan tindak pidana perzinaan akan berfikir dua kali untuk melakukannya, karena sanksinya sangat berat. Beliau mengatakan seharunya delik yang di terapkan dalam Tindak Pidana Perzinaan adalah delik bisa/ umun bukan delik aduan absolut. Seharusnya Tindak Pidana Perzinaan dihukum lebih berat dari yang di terapkan dalam KUHP, dikarenakan tindak pidana ini juga merusak moral bangsa, seperti halnya tindak pidana narkoba yang dapat merusak generus bangsa. 16
2.
16
Menurut Fatkhurohman sebagai Guru Pondok Pesantren, beliau berpendapat bahwa zina itu banyak jenisnnya termasuk zina mata, zina hati dan juga zina Had. Zina Had yang dapat diberikan sanksi adalah zina yang dilakukan belum berkeluarga (ghairo muhshan) atau sudah berkeluarga (muhshan) secara hukum islam dapat di pidana. Zina Had itu terdiri dari zina antara laki-laki dan perempuan yang tidak adanya ikatan perkawinan secara sah baik secara agama maupun pemerintah, Selain itu juga terdapat jenis zina lain yang dapat dipidana dalam ajaran Islam yaitu zina yang dilakukan oleh sesama jenis, baik sesama perempuan (lesbian) maupun antara sesama laki-laki (homoseksual) dan juga zina yang dilakukan manusia dengan hewan. Adapun dasar pemidanaan yang diberikan kepada pelaku zina sebagaimana
Ibid.
diungkapkan oleh Fathurahman adalah: a. Surat An-Nuur Q.S. (24) :2 yang berbunyi:
اح ٍد ِ ال َّزاًِيَةُ َوال َّزاًِي فَاجْ لِدُوا ُك َّل َو ِه ٌْهُ َوا ِهائَةَ َج ْل َدةٍ َوال تَأْ ُخ ْذ ُك ْن بِ ِه َوا ْ ََّللا إِ ْى ُك ٌْتُ ْن تُ ْؤ ِهٌُىى ِ َّ يي ِ َرأفَةٌ فِي ِد اآلخ ِز َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َوا ِ اَّلل َو ْاليَىْ ِم ِ َّ ِب َطَائِفَةٌ ِهيَ ْال ُو ْؤ ِهٌِيي
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Alloh, jika kamu beriman kepada Alloh, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orangorang yang beriman.” b. Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah bersabda: “Orang tua (orang yang telah menikah) laki- laki dan perempuan ketika berzina keduanya maka ranjamlah keduanya sampai mati.” Selanjutnya beliau berpendapat bahwa apabila pelaku zina antara laki - laki dan perempuan kemudian dikawinkan, maka dalam perkawina tersebut akan mengakibatkan beberapa hal, yaitu: (a). putusnya perwalian atas anak hasil perzinaan terutama bagi anak perempuan oleh bapak, (b). hilangnya hak waris atas harta bapak bagi anak
8
hasil perzinaan baik permpuan maupun laki-laki, serta (c). hilangnnya jalur kemahroman bagi anak terhadap jalur keluarga bapak bagi anak hasil perzinaan baik perempuan maupun laki-laki. 17 3.
Menurut Tri Andrisman, sebagai dosen bagian hukum pidana. Beliau berpendapat bahwa hukum Islam yang mengatur perzinaan menerapkan hukuman yang sangat berat, tetapi hukum yang berat itu tidak bisa diterapkan di Indonesia. Hukum yang dapat berlaku di Indonesia saat ini adalah hukum yang berlaku secara internasional, yaitu hukum yang diberlakukan tidak menyiksa dan tidak menumbulkan kematian. Beliau berpendapat bahwa hukum perzinaan yang dikaitkan dengan perasaan kesusilaan masyarakat saat ini masih berlaku di Indonesia.Secara umum masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi hukum adat sehingga banyak yang mengatur hukuman terhadap tindakan perzinaan, walaupun dengan jenis dan sanksi hukum adat berbeda. Beliau berpendapat bahwasannya Rancangan KUHP yang mengatur hukuman pidana penjara lima tahun itu sudah baik. 18
yang sudah ditentukan oleh Alloh SWT. Hukum yang berasal dari Alloh SWT yang diturunkan kedunia melalui malaikat yang disampaikan kepada rosull/ utusannya yaitu Nabi Muhamad SAW tidak akan salah. Hukum pidana Islam yang menerapkan hukuman sanksi yang berat terhadap suatu Tindak Pidana merupakan tujuan dari pidana itu sendiri. Diamana pidana dibuat untuk membuat seseorang pelaku tindak pidana merasa jera dan orang lain yang akan melakukan Tindak pidana tersebut akan takut melakukannya. 19 Tujuan dari pidana adalah membuat nestapa terhadap pelaku tindak pidana tersebut. Pidana yang terdapat dalam Hukum Islam merupakan wujud dari ketegasan dalam sebuah hukum. Hukum Islam tidak dapat diterapkan diIndonesia secara mutlak dikarenakan belum dijadikan hukum positif Indonesia seperti hukum perdata perkawinan dan sistem perbankkan syariah. Delik yang terdapat dalam Hukum Islam mengenai perzinaan merupakan delik umum tetapi harus adanya saksi yang berjumlah 4 (empat) orang yang melihat secara langsung kejadian perzinaan tersebut.
III. Simpulan 4.
Menurut Nunung Rodliyah, sebagai dosen bagian hukum perdata. Beliau berpendapat bahwa hukum pidana dalam Islam itu merupakan hukum
1.
Perbandingan Pemidanaan Tindak Pidana Perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia, Rancangan KUHP tahun 2013 dan Hukum Islam.
17
Berdasarkan wawancara dengan narasumber pada tanggal, 15 Mei 2014. 18 Berdasarkan wawancara dengan narasumber pada tanggal, 22 Mei 2014.
19
Berdasarkan wawancara dengan narasumber pada tanggal 10 Juni 2014.
9
Terdapat perbedaan dan dapat disimpulkan sebagai berikut: a) KUHP menentukan pelaku Tindak Pidana Perzinaan hanya kepada orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan, atau salah satu dari pelaku sudah terikat dalam suatu perkawinan, yaitu perzinaan diancam dengan hukuman penjara maksimal sembilan bulan dan merupakan delik aduan absolut. b) Rancangan KUHP tahun 2013 menentukan pidana pelaku zina kepada orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan, atau salah satu dari pelaku sudah terikat dalam suatu perkawinan; atau laki-laki dan perempuan yang masih sama-sama lajang; yaitu perzinaan diancam dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan merupakan delik aduan absolut. c) Hukum Pidana Islam menentukan pelaku Tindak Pidana Perzinaan kepada setiap orang dapat menjadi subjek delik perzinaan tanpa membedakan status perkawinan, baik orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan atau pun belum terikat dalam perkawinan, baik perzinaan dalam konteks adultery maupun fornication, samasama harus dihukum. Pelaku zina muhshan dijatuhi pidana yang paling berat yaitu dirajam sampai mati, sedangkan pelaku zina ghaira muhshan dijatuhi
pidana berupa cambuk seratus kali dan ada yang berpendapat ditambah dengan Hukuman diasingkan selama satu tahun dan merupakan delik umum, tetapi mewajibkan adanya 4 (empat) orang saksi laki-laki dewasa yang menyaksikan langsung. 2.
Pendapat ahli hukum mengenai konsep dasar pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam berbeda. Para ahli hukum berpendapat, bahwa pemidanaan tindak pidana perzinaan yang diterapkan dalam KUHP di Indonesia pada saat ini dinilai masih terlalu ringan, yaitu KUHP menetapkan hukuman hanya selama 9 (sembilan) bulan penjara, sehingga para pelaku zina masih meremehkan hukum yang diberlakukan tersebut. Hukum pidana yang diterapkan tersebut belum dapat mencapai tujuan memberikan efek jera atau nestapa kepada pelaku tindak pidana, padahal seharusnya hukum itu membuat orang yang akan melakukan tindak pidana berfikir terhadap akibat yang ditimbulkan, baik kepada dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam RUU KUHP 2013 hukum yang mengatur tentang Perzinaan sudah cukup berat, dimana dalam Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013 menentukan hukuman paling
10
lama 5 (lima) tahun penjara, akan tetapi masih terdapat kekurangan yaitu masih diberlakukannya delik aduan absolut, itu yang membuat penangana kasus perzinaan lambat untuk ditindak oleh polisi karena perlu adanya pengaduan dari pihak yang ditunjuk dalam rancangan KUHP tersebut. Hukum Pidana Islam dalam Rancangan KUHP tahun 2013 belum dapat diterapkan, karena belum menjadi hukum positif Indonesia. Delik yang diterapkan dalam hukum pidana Islam adalah delik umum yang dapat dilaporkan oleh siapa saja yang melihat kejadian tindak pidana tersebut, akan tetapi mempersyaratkan adanya 4 (empat) orang saksi yang melihat kejadian zina tersebut secara langsung. Hukum Pidana Islam menerapkan hukum yang tegas terhadap tindak pidana hudud / Had dimana zina termasuk didalamnya, dan hukuim pidana Islam yang menerapkan sanksi berat terhadap suatu tindak pidana dan itu merupakan tujuan dari pidana itu sendiri. Diamana pidana dibuat untuk membuat seseorang pelaku tindak pidana merasa jera dan orang lain yang akan melakukan tindak pidana tersebut akan takut melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie.
Jimly. Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia. ed.2. cet. 4. Bandung. Angkasa. 1996.
Ghofar. Asyhari Abd.. Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinana Sesudah Hamil: Suatu Pergeseran Nilai Sosial. cet. 3. Jakarta. Andes Utama. 1996. Hamzah. Andi. Kamus Hukum. cet. 1. Jakarta. Ghalia. 1986. Muchtar. Kamal. Asas-asas Hukm Islam tentang Perkawinan. Jakarta. Bulan bintang. Nawawi Arief. Barda. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta. PT. Citra Aditya Bakti. 1996. Santoso.Topo. Menggasa Hukum Pidana Islam. cet. 1. Bandung. Asy Syamil. 2000. Yayasan Penyelengara Penterjemah Al Qur‟an. Al Qur’an dan Terjemahannya. Semarang. CV. Toha Putra Semarang. 1989.