1 STUDI PERBANDINGAN DAN PERFORMA MIGRASI IPV4 KE IPV6 PADA METODE DUAL STACK DAN TUNNELING
Aan Restu Mukti1, Zainuddin Ismail2, Edi Surya Negara3 Program Studi Magister Teknik Informatika Informatika Universitas Bina Darma Palembang Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 12 Palembang Email:
[email protected]
With the exhaustion of the IPv4 addressing space quickly approaching, it has become a high priority for service providers, enterprises, application developers, and governmentsto begin their own deployments of IPv6. A seamless migration from IPv4 to IPv6 is hard to achieve. Therefore several mechanisms are required which ensures smooth, communication and independent change to IPV6. Not only is the transition, integration of IPv6 is also required into the existing networks. The solutions (mechanisms) can be divided into three categories: dual stack, tunneling and translation. In this project the Dual-Stack and Tunneling transition mechanism is implemented in GNS3 (Graphical Network Simulator), using CISCO routers. The operation of this network is viewed with the help of Wireshark (Packet analyzer). The topology combines both, Dual-Stack and Tunneling technologies, which can be observed by capturing the packets in the router interfaces. KEYWORDS: IPV4, IPv6, Dual-Stack, Tunneling, Wireshark.
Dengan ketersedian (space) dari pengalamatan IPv4 yang telah sedikit, itu telah menjadi alasan utama bagi penyedia layanan, perusahaan, pengembang aplikasi, dan pemerintah untuk memulai beralih dengan IPv6. Sebuah migrasi dari IPv4 ke IPv6 sulit dicapai. Karena beberapa mekanisme yang diperlukan untuk menjamin kelancaran, komunikasi dan peralihan secara utuh ke IPv6. Tidak hanya transisi, integrasi IPv6 juga diperlukan ke dalam jaringan yang ada. Solusi (mekanisme) dapat dibagi menjadi tiga kategori: dual stack, tunneling dan translation. Dalam proyek ini mekanisme transisi Dual-Stack dan Tunneling diimplementasikan di GNS3 (Graphical Network Simulator), menggunakan CISCO router. Jaringan ini dilihat dengan bantuan Wireshark (Packet analyzer). kedua topologi dibandingkan, Dual-Stack dan Tunneling, yang dapat diamati dengan menangkap paket pada interface router. KATA KUNCI: IPv4, IPv6, Dual-Stack, Tunneling, Wireshark.
2 PENDAHULUAN Perkembangan protokol komunikasi Transmission Control Protocol / Internet Protocol (TCP/IP) merupakan merupakan tahap awal dari meluasnya jaringan komunikasi global yang disebut dengan internet. TCP/IP bertugas untuk megatur komunikasi data dalam proses tukar menukar data dari satu perangkat ke perangakat lainnya di internet dan memastikan pengiriman data sampai ke alamat tujuan. Setiap perangkat yang terhubung ke jaringan internet masing – masing diidentifikasi dengan sebuah alamat yang disebut dengan Internet Protocol Address (IP Address). Pada saat ini, sebagian besar perangkat komunikasi dan jaringan yang ada di internet menggunakan Internet Protocol versi 4 (IPv4). IPv4 adalah protokol Layer 3 yang pertama kali digunakan dan distandarisasi oleh RFC 791 pada tahun 1981 (www.ietf.org) dan telah bertahan selama lebih dari 30 tahun. IPv4 juga telah menjadi bagian integral dari evolusi internet. Kesuksesan IPv4 pada saat ini ditunjukkan oleh semakin banyaknya penggunaan IPv4 untuk menghubungkan semua perangkat komunikasi dan perangkat jaringan untuk dapat saling terhubung. Tingginya penggunaan IPv4 ini juga disebabkan oleh munculnya World Wide Web di awal tahun 1990-an, yang diawal munculnya hanya ada sekitar 16 juta pengguna di internet di seluruh dunia dibandingkan dengan lebih dari 2 miliar pengguna pada tahun 2011 (Statistik Internet Dunia, www.internetworldstats.com). Ini mununjukkan peningkat pengguna IPv4 yang sangat tinggi dan diperkirakan penggunaannya akan terus meningkat. Permasalahan yang muncul adalah semakin berkurangnya ketersediaan IPv4 yang memiliki panjang bit 32-bit dan yang memiliki total alamat 232 yang mampu menampung 4.294.967.296 alamat. Bulan Februari tahun 2011 dari IANA (Internet Assigned Numbers Authority) sebagai lembaga yang mengatur penggunaan IP di seluruh dunia memang sudah tidak memegang alamat IPv4 lagi. Semua alokasi IPv4 sudah dibagikan ke seluruh dunia melalui koordinator tiap benua, kepastian tentang
berita terbaru persediaan IPv4 dari tiap benua yang dirilis oleh lembaga IANA ialah IPv4 resmi habis sejak 2 tahun yang lalu. Jumlah perangkat, internet dan aplikasi yang meningkat secara dramatis merupakan faktor pendorong berkurangnya ketersediaan IPv4 disamping fenomena satu pengguna saat ini biasanya memiliki beberapa perangkat internet-enabled seperti ponsel pintar, tablet, dan laptop. Kebutuhan untuk sebuah protokol baru yang memiliki alamat yang lebih besar ruang dan peningkatan fitur yang dibutuhkan. Internet Protocol versi 6 (IPv6) merupakan solusi yang menawarkan ruang alamat besar yang lebih dari cukup, menyediakan ruang alamat yang sangat besar yaitu 2 128 (sekitar 340,282,366,920,938,463,463,374,607,431,76 8,211,456). Kondisi saat ini, munculnya IPv6 didukung oleh spesifikasi yang telah terbentuk untuk IPv4 (dalam bentuk RFC yang dikeluarkan IETF), sehingga dibutuhkan teknologi yang memungkinkan IPv4 dapat terhubung dengan IPv6. Untuk alasan ini, banyak mekanisme migrasi telah diusulkan agar IPv4 mampu bermigrasi ke IPv6. Beberapa peneliti membagi metode migrasi sesuai dengan teknik yang digunakan yaitu : Dual-Stack dan Tunneling. Penerapan migrasi Dual-Stack dan Tunneling pada jaringan saat ini telah dilakukan pada pihak ISP yang berdampak pada para pengguna internet (Perusahaan). Perusahaan pengguna internet akan terbantu dengan adanya proses migrasi ini karena perangkat mereka mampu saling berkomunikasi antar IPv4 dan IPv6 tanpa harus upgrade dan konfigurasi ulang pada tingkat intermediate device. Komunikasi antar IP dan perangkat bisa dilihat apabila keberhasilan migrasi dalam konektivitas internet. Penelitian ini dilakukan untuk merangkum dokumen, teori dan jurnal yang telah membahas tentang dual-stack dan tunneling agar didapatkan informasi tentang performa migrasi mana yang baik diimplementasikan bagi jaringan di perusahaan dan instansi.
3 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penulisan tesis ini, penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian dengan menitik beratkan permasalahan yang akan dibahas yaitu : a. Penelitian akan efektif jika dilakukan pada perangkat jaringan yang sebenarnya. Namun peneliti memilih melakukan pengujian menggunakan perangkat jaringan yang berada pada fasilitas Labor. Cisco Bina Darma dan apabila terjadi kekurangan perangkat maka peneliti akan menggunakan emulator GNS 3. b. Mengetahui perbandingan dan performa pada jaringan dual-stack dan tunneling melalui parameter QOS. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan performa proses migrasi IPv4 dan IPv6 menggunakan metode dual-stack dan tunneling dengan simulasi video streaming dengan aplikasi VLC. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah ; a. Dapat memahami dan mengetahui kinerja metode migrasi dual-stack dan tunneling pada jaringan IPv4 dan IPv6. b. Hasil dari perbandingan performa dalam penelitian ini mampu membantu pemahaman kelemahan dan kelebihan dari dual-stack dan tunneling serta memberikan gambaran terhadap isu migrasi IP Addresss bagi pengguna jaringan internet. c. Penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi yang akan digunakan pada penelitian selanjutnya mengenai dual stack dan tunneling. KAJIAN PUSTAKA Mekanisme Transisi IPv4 ke IPv6 Mayoritas penggunaan teknologi internet pada saat ini memakai protokol IPv4, sehingga infrastruktur yang digunakan sekarang memiliki kendala untuk melakukan transisi protokol dari IPv4 ke IPv6. Sebagai lembaga yang mengatur masalah tersebut, IETF (Internet Engineering Task Force) telah membentuk tim untuk mengatasi proses transisi dari IPv4 ke IPv6 yaitu IETF IPng Transition. Tujuan pembuatan mekanisme transisi ini supaya paket IPv6 dapat dilewatkan pada jaringan IPv4 yang telah ada ataupun sebaliknya. Proses transisi dari IPv4 ke IPv6 dilakukan secara bertahap sehingga tidak mengganggu jaringan yang telah berjalan
sebelumnya. Selama proses transisi, jaringan IPv4 dan IPv6 harus dapat saling berkomunikasi tanpa mengurangi kehandalannya. Dimulai pada tanggal 8 Juni 2011 website utama dari Google, Facebook, Yahoo dan Bing menggunakan IPv6 selama 24 jam (Coordinated Universal Time area). Ini dikenal dengan sebutan “World IPv6 Day” merupakan percobaan terhadap IPv6 bertujuan untuk memotivasi instansi dan perusahaan yang berkecimpung di industri internet agar mempersiapkan layananan mereka terhadap generasi Internet Protocol yang baru. (Jacobsen, 2011). Internet Service Provider, Industri Perangkat Network, Industri Sistem Operasi dan Aplikasi serta pengembang website harus terus bekerja sama untuk melakukan kegiatan serangkaian ujicoba IPv6 pada internet, karena kesuksesan dalam hal ujicoba migrasi ini akan berdampak pada perkembangan industri internet. Mekanisme transisi secara umum didefinisikan sebagai sekumpulan teknik yang dapat diimplementasikan oleh node IPv6 untuk dapat kompatibel dengan node IPv4 yang sudah eksis sebelumnya. Berikut adalah beberapa mekanisme yang dikembangkan untuk transisi dari IPv4 ke IPv6. Dual-IP-Layer / Dual-stack
Gambar 1. Dual Stack (Nokia n.d) Dari gambar di atas, tumpukan ganda terjadi di lapisan network layer, yang berisi IPv4 dan IPv6. Stack berarti, "Tumpukan adalah jenis struktur data - cara untuk menyimpan informasi di komputer”. Ketika objek baru yang dimasukkan dalam tumpukan, ia ditempatkan di atas semua benda yang dimasukkan sebelumnya. Dengan kata lain,
4 struktur data stack adalah seperti setumpuk kartu, kertas, surat kartu kredit, atau dunia nyata benda lainnya yang dapat Anda pikirkan. Istilah "stack" juga bisa pendek untuk tumpukan protokol jaringan. Dalam jaringan, koneksi antara komputer yang dibuat melalui serangkaian koneksi yang lebih kecil. Koneksi ini atau lapisan, bertindak seperti struktur dalam data tumpukan(stack), bahwa mereka dibangun dan disposed dari dengan cara yang sama ". (TechTerms n.d.). Namun, seperti peraturan pada umumnya, penerimaan teknologi baru terletak pada cara mengintegrasikan ke dalam infrastruktur saat ini tanpa gangguan serius dari layanan. Sebuah jaringan perusahaan besar termasuk banyak jaringan IPv4 dan ribuan node IPv4. Oleh karena itu, transisi dari IPv4 ke IPv6 tidak memerlukan upgrade pada semua node pada saat yang sama yaitu IPv4 dan IPv6 akan koneksi berdampingan untuk beberapa waktu. Akibatnya, perusahaan dapat menerapkan metode dual-stack untuk transit IPv6. Metode dual-stack secara harfiah menggunakan dua IPv4 dan IPv6 tumpukan untuk operasi secara bersamaan, yang memungkinkan perangkat untuk berjalan di kedua protokol, menurut layanan yang tersedia, ketersediaan jaringan, dan kebijakan administratif. Akibatnya, IPv4 memungkinkan program menggunakan IPv4 dan ini berlaku sama untuk IPv6. Header IP akan memainkan peran penting dalam menerima dan mengirimkan paket. Dengan kata lain, jenis transisi IPv6 adalah enkapsulasi IPv6 dalam IPv4. Transisi lengkap dapat dikelola oleh DNS (Domain Name Server), misalnya, dalam situasi yang perangkat ganda stacked query nama tujuan dan DNS memberikan alamat IPv4 (DNS “A” Record), ia akan mengirimkan paket IPv4, atau dalam kasus DNS merespon dengan alamat IPv6 (DNS “AAAA” Record), ia akan mengirimkan paket IPv6. Mekanisme ini saat ini pilihan terbaik untuk transisi karena banyak sistem operasi telah menerapkan IP ganda tumpukan protokol (Cho, Luckie dan Huffaker 2004).
Gambar 2. Struktur Dual stack model
Seperti disajikan pada Gambar 2, metode dual stack diimplementasikan pada lapisan jaringan (network layer) untuk IPv4 dan IPv6. Sebelum mentransfer paket ke lapisan berikutnya, lapisan jaringan akan memilih mana yang akan digunakan berdasarkan informasi dari lapisan data link. Jaringan perusahaan besar yang memutuskan untuk transit IPv6 dapat menerapkan metode dualstack sebagai strategi dasar, yang melibatkan konfigurasi perangkat untuk dapat memanfaatkan IPv4 dan IPv6 pada saat yang sama pada router inti, perimeter router, firewall, server-farm, dan router akses desktop. Tergantung pada menanggapi permintaan DNS, aplikasi dapat memilih untuk menggunakan protokol dan pilihan ini dapat dibuat dalam harmoni dengan jenis lalu lintas IP. Selanjutnya, komputer host dapat mencapai kedua konten IPv4 yang tersedia dan konten IPv6. Dengan demikian, mekanisme dual stack menyajikan strategi transisi yang fleksibel. Namun, meskipun fleksibilitas terbesar, masih ada beberapa masalah yang bersangkutan dengan metode ini seperti setiap perangkat dual -stack masih membutuhkan alamat IPv4; dua tabel routing harus dipertahankan di setiap router yaitu sebagai dual-stack (routing) harus dijalankan pada saat yang sama, memori tambahan dan power CPU akan diperlukan. Selain itu, setiap jaringan membutuhkan protokol routing sendiri yaitu konsep keamanan tambahan dan aturan harus diatur dalam firewall akan cocok untuk setiap DNS dengan kemampuan untuk menyelesaikan IPv4 dan IPv6. akhirnya, semua program harus dapat memilih komunikasi lebih baik IPv4 atau IPv6, dan diperlukan perintah manajemen jaringan secara terpisah (Hirorai dan Yoshifuji 2006). Sebagai contoh, berdasarkan gambar di bawah, komputer klien pada awalnya mengirimkan permintaan lookup DNS untuk website www.a.com. Kemudian, DNS Server akan membalas dengan IPv4 dan IPv6 iklan (advertisement) website. Akhirnya, komputer klien akan menggunakan informasi tersebut untuk mengirim permintaan ke router baik melalui IPv4 atau IPv6 jaringan dan server web akan membalas klien dengan memungkinkan untuk memuat situs web. Pada mekanisme dual-stack, sebuah node akan dilengkapi dengan dua jenis protokol IP. Cara untuk melakukan proses transisi dari IPv4 ke
5 IPv6 adalah masing-masing IPv4/IPv6 node akan diberikan alamat IPv4 dan IPv6 sekaligus pada satu perangkat. Perangkat tersebut harus dapat berkomunikasi dengan menggunakan IPv4 dan IPv6, selain itu perangkat ini juga harus dapat menjalankan aplikasi untuk IPv4 dan IPv6. Tunneling
Gambar 3. Metode transisi Tunneling Kategori terakhir untuk proses transisi IPv6 adalah tunneling seperti yang disajikan pada Gambar 3. Hal ini digunakan untuk mentransfer data antara node jaringan yang kompatibel melalui jaringan yang tidak kompatibel. Ada dua skenario biasa untuk menerapkan tunneling anatara lain penyisihan sistem akhir (end system) untuk menerapkan transisi offlink perangkat dalam jaringan terdistribusi dan melakukan tindakan konfigurasi yang memungkinkan perangkat tepi (edge device) dalam jaringan untuk connect antar jaringan lebih kompatibel. Secara teknis, teknik tunneling menggunakan protokol yang berfungsi untuk merangkum payload antara dua node atau sistem akhir. Enkapsulasi ini dilakukan di pintu masuk tunneling dan payload akan dekapsulasi di pintu keluar tunneling. Proses ini dikenal sebagai definisi tunneling. Oleh karena itu, masalah utama dalam menyebarkan tunneling adalah untuk mengkonfigurasi endpoint tunnel, menentukan posisi untuk menerapkan enkapsulasi. Dalam penelitian Bi, Wu dan Leng (2007), mekanisme ini umumnya dicapai melalui Manual atau alat parameter berbasis entri, layanan yang ada seperti DNS atau DHCP, atau dengan memperhatikan penggunaan informasi embedment ke alamat IP atau menerapkan alamat anycast IPv6. Perangkat jaringan dapat mencapai dua proses enkapsulasi dan dekapsulasi di endpoint tunnel. Secara umum, mekanisme tunneling adalah penyebaran sederhana dengan konfigurasi point-to-point. Namun demikian, tunneling juga dapat diimplementasikan secara hierarkis dan berurutan. Hingga saat ini, terdapat metode tunneling yang berbeda
seperti 6to4, ISATAP, Teredo, DSTM, dan 6over4. Tunneling dapat dikonfigurasi secara manual atau secara otomatis. (Qing-weil dan Lin 2007). Tunneling disebut juga sebagai enkapsulasi, yaitu mekanisme yang menggunakan tunnel traffic antara dua titik melalui proses enkapsulasi dan melewatkannya di atas jaringan IPv4. Mekanisme ini digunakan ketika dua node yang menggunakan protokol yang sama ingin berkomunikasi menggunakan jalur yang dimiliki protokol lain. Ada dua jenis tunneling, yaitu secara otomatis (automatic tunneling) dan secara terkonfigurasi (configured tunneling). Konsep dari tunneling ditunjukkan oleh gambar berikut ini.
Gambar 4. Jaringan Tunneling Konsep migrasi pada tunneling hampir mirip dengan konsep pada VPN pada IPv4, dimana IP yang ada pada jaringan local dapat dikenali dan melewati jaringan internet. Bedanya VPN menggunakan sama – sama IPv4, kalau di tunneling jaringan internet IPv4 tapi dibuat agar mengenali IPv6 agar dapat bertukar data sehingga pada tunneling terjadi proses enkapsulasi – dekapsulasi yang tidak kita temui pada VPN. Parameter Kinerja Routing Throughput Throughput merupakan kecepatan (rate) transfer data efektif, yang di ukur dalam bps. Throughput adalah jumlah total kedatangan paket yang sukses yang di amati pada tujuan selama interval waktu tertentu dibagi oleh durasi interval waktu tersebut. Persamaan perhitungan throughput : Throughput = Paket data diterima Lama pengamatan Sumber : TIPHON (1999)
6 Tabel 1. Standarisasi Throughput versi TIPHON(1999) Kategori Throughput Indeks Throughput
Tabel 3. Standarisasi Packet Loss versi TIPHON(1999) Kategori Packet Loss Indeks Packet loss Sangat 0 4 Bagus
Sangat Bagus
100 %
4
Bagus
75 %
3
Bagus
3%
3
Sedang
50 %
2
Sedang
15 %
2
Jelek
< 25 %
1
Jelek
25 %
1
Delay (Latency) Delay adalah waktu yang dibutuhkan data untuk menempuh jarak dari asal ke tujuan. Delay dapat dipengaruhi oleh jarak, media fisik, kongesti atau juga waktu proses yang lama. Menurut versi TIPHON, besarnya delay dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Tabel 2. Standarisasi Delay versi TIPHON(1999) Kategori Delay Indeks Delay Sangat < 150 ms 4 Bagus Bagus
150 s/d 300 ms
3
Sedang
300 – 450 ms
2
Jelek
> 450 ms
1
Persamaan perhitungan delay : Delay = Total delay Total paket yang diterima Sumber : TIPHON (1999) Packet Loss Packet loss merupakan jumlah paket yang hilang dalam proses pengiriman data dari satu titik ke titik yang lain. Perhitungannya dilakukan dengan mengurangi jumlah paket yang dikirmkan dengan jumlah paket yang diterima. Packet loss adalah salah satu parameter yang sangat menentukan dalam proses video streaming. Makin kecil besaran packet loss nya maka kualitas suatu video streaming akan semakin baik. Menurut versi TIPHON, besarnya Packet Loss dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Persamaan perhitungan Packet Loss : Packet Loss = (Paket yang hilang / Paket yang dikirim) * 100% Sumber : TIPHON (1999) Video Streaming Disini peneliti ingin membahas singkat tentang video streaming dan bagaimana cara kerjanya pada saat melalui sebuah jaringan. Pengertian secara harfiah dari Video streaming adalah sebuah teknologi untuk memainkan file video secara langsung ataupun dengan pre-recorder dari sebuah mesin server (web server). Dengan kata lain, file video yang terletak dalam sebuah server dapat secara langsung dijalankan pada saat setelah ada permintaan dari user, sehingga proses running aplikasi yang didownload berupa waktu yang lama dapat dihindari tanpa harus melakukan proses penyimpanan terlebih dahulu. Saat file video di stream, akan berbentuk sebuah buffer di komputer client, dan data video tersebut akan mulai di download ke dalam buffer yang telah terbentuk pada mesin client. Dalam waktu sepersekian detik, buffer telah terisi penuh dan secara otomatis file video dijalankan oleh sistem. Sistem akan membaca informasi dari buffer dan tetap melakukan proses download file, sehingga proses streaming tetap berlangsung. Ide dasar dari video streaming adalah membagi paket video menjadi beberapa bagian, mentransmisikan paket data tersebut, kemudian penerima (receiver) dapat mendecode dan memainkan potongan paket video tersebut tanpa harus menunggu keseluruhan file selesai terkirim ke mesin penerima. Dalam video streaming memiliki beberapa proses yang harus diperhatikan yaitu, proses kompresi, Quality of Service (QoS),
7 continous media distribution services, streaming server, mekanisme sinkronisasi, dan protokol untuk media streaming.
Gambar 5. Sistematis Video Streaming Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa data raw video dan data raw audio akan dikompresi terlebih dahulu dan disimpan didalam storage device dari streaming server. Streaming server akan mengirimkan data yang telah dikompresi dan tersimpan dalam storage device ketika menerima request dari klien (melalui internet). Data akan dikirimkan oleh Streaming server dengan modul application layer QoS. QoS control lau menyesuaikan bit stream data ke dalam status jaringan dan persyaratan QoS. Selanjutnya paket data tersebut akan dikirimkan oleh transport protocol ke dalam jaringan setelah mengalami penyesuaian. Setiap paket yang sampai disisi penerima akan diproses terlebih dahulu oleh transport layer dan application layer protokol lalu didekodekan oleh decoder. Berikut gambar mengenai protokol yang saling berhubungan pada saat jaringan melayani video streaming.
Gambar 6. Protokol – protokol pada media streaming
Pada layer transport protocol utama yang digunakan untuk bertukar data adalah TCP dan UDP. TCP menggunakan komunikasi dua arah dimana biasanya menggunakan acknowledgement sebagai balasan indikasi bahwa suatu informasi telah sampai atau diterima, sehingga TCP lebih memberikan jaminan pengantaran paket akan lebih reliable jika dibandingkan UDP yang tidak memiliki fitur acknowledgment tersebut dan lebih bersifat komunikasi satu arah. Salah satu penggunaan TCP adalah authentikasi password dan user commands seperti pause dan fast forward. Kelemahan dari sifat TCP adalah memiliki respon yang kurang dalam kondisi jaringan yang sering berubah dan membuat overhead keseluruhan yang lebih besar. Namun pada beberapa kasus tertentu dimana jaringan menggunakan firewall yang memblok UDP, penggunakan TCP lebih menguntungkan. Sementara itu, UDP bersifat memiliki overhead keseluruhan lebih kecil sehingga paket-paket yang diantarkan bisa lebih cepat sampai. Karena data video dan audio menkonsumsi bandwidth lebih besar maka default dari media streaming biasanya menggunakan UDP, terlebih jika streaming bersifat live. Pada layer application protocol yang umum digunakan adalah RTSP, RTP ataupun RTCP. Beberapa server streaming juga ada yang menyediakan fitur protokol lain seperti HTTP dan MMS. Real Time streaming protocol (RTSP) merupakan sebuah standar protokol dalam mendukung persentasi multimedia, terutama jika broadcasting bersifat global dan berskala besar. RTSP menggunakan TCP untuk message control pada player dan UDP untuk pengiriman data video dan audio. RTP merupakan real-time transport protocol dimana biasanya bekerja berdampingan dengan protocol RTSP untuk mendukung fitur real-time pada multimedia. Sedangkan real time control protocol (RTCP) lebih bersifat untuk monitoring dan control terhadap RTP sessions. Selain protokol-protokol diatas ada juga protokol lain yang digunakan bergantung pada player yang digunakan pada sisi client. Misal penggunaan protocol real networks data transport (RDT) sebagai format paket saat Streaming server berkomunikasi secara RTSP dengan real player. Microsoft media service(MMS) yang digunakan untuk
8 melayani presentasi multimedia dengan menggunakan windows media player (VLC player). Maka dapat ditarik kesimpulan ada dua protokol yang mendukung berjalannya video streaming yaitu: 1. Transport protocol yang menyediakan konektivitas secara end to end di jaringan untuk aplikasi streaming. Transport protocol terbagi menjadi user datagram protocol(UDP) dan transmission control protocol(TCP). 2. Session control protocol yang mendefinisikan pesan dan prosedur untuk mengatur pengiriman data dari multimedia selama session terbentuk. Session control protocol ini terbagi menjadi real time protocol(RTP), real time streaming protocol (RTSP) dan real time control protokol(RTCP). Alasan pemilihan wireshark sebagai aplikasi capture paket data dan protokol pada jaringan karena protokol yang telah dijabarkan dapat dikenali oleh aplikasi ini dan hasil capture terstruktur sesuai dengan Osi Layer. Selain itu, aplikasi ini memudahkan dalam melakukan sortir dan identifikasi protokol secara tepat. Berikut peneliti menunjukkan contoh tampilan paket dan protokol di capture pada wireshark. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitan tindakan atau experimental research, adapun langkah-langkah dalam penelitian eksperimen pada dasarnya hampir sama dengan penelitian lainnya. Jadwal Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium CISCO Universitas Bina Darma di Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 12 Palembang dengan melakukan simulasi dan pengambilan data selama 6 (enam) bulan dimulai dari Agustus 2015 sampai dengan bulan Januari 2016. Metode Pengumpulan Data
Dalam penyusunan penelitian ini penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam pengujian penetrasi menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut : a. Studi kepustakaan (Literature). Yaitu data yang diperoleh melalui literature, melakukan studi kepustakaan dalam mencari bahan bacaan dari internet dan membaca buku yang berkaitan
sesuai dengan objek serta parameter yang diteliti. b. Pengamatan (Observation). Data dikumpulkan dengan melihat dari objek video streaming dengan host yang melakukan traffic jaringan melalui unduh dan unggah dengan size 10 MB yang berbeda pada topologi jaringan. c. Uji Coba (Testing). Data-data kinerja Tunnelling dan Dual-Stack didapatkan dari aktivitas video streaming. Dalam hal ini penulis mencatat parameter throughput, packetloss dan delay menggunakan bantuan dari perangkat lunak analisis jaringan Wireshark. Maka peneliti membagi data yang digunakan menjadi data primer dan data sekunder. Untuk mendapatkan data-data yang digunakan dilakukan dengan cara: a. Data Primer 1) Observasi dan mempelajari kondisi objek penelitian dalam hal ini topologi. Data yang dibutuhkan berupa data fisik maupun nonfisik berkaitan dengan kondisi simulasi jaringan. 2) Uji coba dengan melakukan listening (pencatatan) dan percobaan simulasi video steaming sehingga mendapatkan data untuk bahan analisis. b. Data Sekunder Data yang dibutuhkan berupa dokumendokumen yang berhubungan dengan teori teori tema penelitian yaitu dengan studi kepustakaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Jaringan Simulasi Dual Stack Pada topologi menggunakan IPv4 dan IPv6 secara bersamaan pada satu interface router. Untuk host digunakan virtual dari VM Virtual Box yang telah diinstall dengan Operating System Windows 7 serta aplikasi pendukung lainnya seperti VLC (video player), Wireshark (Network Analyzer). Cara melakukan simulasi pada Dual Stack mencatat throughput, delay dan packet loss dari kinerja
9 streaming. Dilakukan dengan beban paket 10 MB sebanyak 5 kali. Pengukuran pada simulasi yang dilakukan pertama pada Topologi Dual Stack. Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali dengan besar file 10 MB (Mega Byte). Proses pengukuran dengan file yang berbentuk Video (Ekstensi .MP4) seperti streaming video pada umumnya, pemutar video VLC Player digunakan pada proses capture packet data yang sedang berlangsung antara komputer server dan host menggunakan aplikasi Wireshark. Pada topologi Dual Stack menggunakan beberapa kondisi IP Host menggunakan IPv6 (2001:3:3:3::10/64) dan Server menggunakan IPv6 (2001:4:4:4::10/64). Berikut Tabel hasil pengukuran Dual Stack. Tabel 4. Hasil performa dual stack. Simulasi ke-
Throughp ut (Mbps)
Delay (sec)
1
0.432
0.02498
Paket loss (%) 0.03
2
0.141
0.07183
0.03
3
0.177
0.05828
0.02
4
0.203
0.05145
0.02
5
0.221
0.04751
0.02
Total
1.174
0.25405
0.12
Rata - Rata
0.2348
0.05081
0.024
Jaringan Simulasi Tunneling Pada topologi menggunakan IPv4 pada interface router dan IPv6 pada sisi host, keadaan ini dikategorikan dengan Tunneling IPv6 over IPv4 dimana IPv4 sebagai IP utama yang digunakan yang dirasa cocok untuk kondisi jaringan saat ini dimana perangkat telah lama menggunakan IPv4 dan IPv6 sekarang baru di implementasikan pada host. Hasil dari simulasi disajikan pada sub bab selanjutnya. Berikut Tabel hasil pengukuran Tunneling. Pengukuran selanjutnya dengan Topologi Tunneling yang tidak jauh berbeda cara dengan yang sebelumnya. Kategori Tunneling IPv6 over IPv4 mengharuskan host dan server menggunakan IPv6 dan pada sisi router menggunakan IPv4 sebagai jaringan inti yang menggambarkan konsisi saat ini. Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali dengan besar file 10 MB (Mega Byte). Proses pengukuran dengan file yang berbentuk Video (Ekstensi .MP4) seperti streaming video. Berikut Tabel hasil pengukuran Tunneling.
Berikut Tabel hasil pengukuran Tunneling. Tabel 5.Hasil performa tunneling. Simulasi ke-
Throughp ut (Mbps)
Delay (sec)
1
0.42
0.02572
Paket loss (%) 0.01
2
0.297
0.03565
0.03
3
0.317
0.03348
0.03
4
0.323
0.03279
0.03
5
0.312
0.03403
0.08
Total
1.669
0.16167
0.18
Rata – Rata
0.3338
0.032334
0.036
Pembahasan Throughput Pengukuran throughput dilakukan dengan cara penagamatan saat pengiriman paket dari sisi pengirim dan penerimaan data dalam proses streaming video dengan menggunakan perangkat lunak wireshark dalam hal ini host dan server telah dikondisikan dengan berbagai kondisi yang telah dijabarkan sebelumnya. Berikut ini adalah besarnya throughput berdasarkan analisa data dari wireshark yang didapatkan saat pengamatan.
Gambar 7. Grafik perbandingan rata-rata throughput Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa grafik nilai rata - rata throughput yang menunjukkan perbedaan realatif tidak signifikan berbeda antara Dual Stack dan Tunneling (6over4). Hal ini terjadi karena proses enkapsulasi data terjadi pada Layer Transport yang berbeda jenis IP saat pengiriman data yang akan menyebabkan cepat tidaknya paket data yang sampai. Throughput adalah jumlah total kedatangan
10 paket yang sukses yang di amati pada tujuan selama interval waktu tertentu dibagi oleh durasi interval waktu tersebut, maka semakin besar nilai Throughput berarti semakin baik (TIPHON, 1999). Dari data di atas ujicoba Tunneling (6over4) nilai rata-rata throughput tertinggi yaitu 0.333 Mbps jika dibandingkan dengan ujicoba Dual Stack nilai rata-rata throughput yaitu 0.234 Mbps. Delay Delay yang diukur pada pengukuran ini merupakan selisih waktu saat paket mulai dikirimkan dari Server hingga diterima oleh Host sebagai proses dari kegiatan streaming. Perhitungan delay ini diperoleh dari data yang dicapture oleh perangkat lunak Wireshark. Delay yang didapatkan dalam pengukuran ini adalah delay saat sudah terjadi koneksi dengan kata lain sedang terjadi komunikasi. Dari pengukuran berdasarkan analisa data dari wireshark rata-rata delay didapatkan pada saat pengamatan.
Dual Stack yaitu 0.0508 ms merupakan nilai terburuk. Packet loss Menurut versi TIPHON, Packet loss merupakan jumlah paket yang hilang dalam proses pengiriman data dari satu titik ke titik yang lain. Perhitungannya dilakukan dengan mengurangi jumlah paket yang dikirimkan dengan jumlah paket yang diterima. Packet loss adalah salah satu parameter yang sangat menentukan dalam proses video streaming. Makin kecil nilai packet loss maka kualitas suatu video streaming akan semakin baik. Dari pengukuran berdasarkan analisa data dari wireshark rata-rata packet loss didapatkan pada saat pengamatan.
Gambar 9. Grafik perbandingan rata-rata packet loss
Gambar 8. Grafik perbandingan rata-rata delay Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa rata-rata delay dari waktu awal pengamatan sampai akhir pengamatan pada streaming video. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhi delay, mulai dari jarak, waktu pengamatan, trafik jaringan dan lain – lain. Sehingga delay yang disebabkan tidak teratur. Akan tetapi nilai rata-rata delay tersebut mempunyai nilai sangat kecil, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar kondisi simulasi relatif bagus. Menurut versi TIPHON, delay menggunakan satuan millisecond (ms) dan semakin kecil nilai delay berarti semakin baik. Dari data di atas ujicoba kondisi Tunneling (6over4) nilai rata-rata delay terendah yaitu 0.0323 ms dan ujicoba
Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa rata-rata packet loss dari waktu awal pengamatan sampai akhir pengamatan pada streaming video. Dari data di atas ujicoba kondisi Dual Stack (66) nilai rata-rata packet loss terendah yaitu 0.024 % jika dibandingkan dengan ujicoba Tunneling (6over4) yaitu 0.036 %.
11 Dari nilai rata – rata diatas dapat kita rangkum kedalam tabel perbandingan secara keseluruhan yang telah dicatat selama proses simulasi. Tabel 6. Perbandingan nilai rata – rata. Perbandingan rata – rata No.
Topologi
Nilai
1
Throughput (66)
0.234
2
Throughput (6over4)
0.333
3
Delay (66)
0.0508
4
Delay (6over4)
0.0323
5
Packet Loss (66)
0.024
6
Packet Loss (6over4)
0.036
Dari tabel diatas dapat diketahui pada saat simulasi performa jaringan dual stack dan tunneling dalam simulasi ini menggunakan video streaming dengan ukuran file 10 MB tercatat nilai dan rata – rata masih dalam kategori BAIK dalam versi TIPHON. Dalam kategori BAIK tersebut masih terdapat nilai terbaik dari tiap – tiap kategori, maka performa Throughput pada tunneling (6over4) yang terbaik, Delay (6over4) pada tunneling yang terbaik dan dalam kategori Packet Loss pada dual stack yang lebih unggul. PENUTUP Kesimpulan Setelah didapatkan hasil dari pengujian simulasi, hasil dan pembahasan maka didapatkan kesimpulan, antara lain: a. Perbandingan performa proses migrasi Tunneling lebih unggul. Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan hasil bahwa Tunneling memiliki performa yang lebih baik dari Dual Stack, untuk parameter delay dengan nilai sebesar 0.0323 ms dan throughput dengan nilai sebesar 0.333 Mbps. b. Aplikasi video streaming dapat dijalankan dengan baik dengan menggunakan emulator GNS3 sebagai salah satu cara membandingkan performa pada jaringan Tunneling dan Dual Stack. c. Dari pencatatan nilai rata – rata throughput, delay, packet loss dan simulasi yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa jaringan IPv6 dengan metode migrasinya yaitu tunneling dan
dual stack telah siap melayani video streaming. Saran Adapun beberapa saran bagi penelitian salanjutnya, antara lain : a. Pada penelitian ini metode dual stack dan tunneling menggunakan RIP (Routing Information Protocol) pada IPv4 dan pada IPv6 menggunakan RIPng (Routing Information Protocol Next Generation) mampu dijalankan secara bergandengan, sehingga ini merupakan salah satu tanda bahwa Routing Protocol yang lain telah siap untuk digunakan pada metode migrasi IP. Ini merupakan salah satu referensi bagi korporasi dan instansi layanan internet yang akan melakukan migrasi IP agar tidak perlu khawatir tentang Routing pada perangkat mereka. b. Membandingkan data pada performa emulator router (GNS3) dengan perangkat router yang asli karena kemungkinan adanya “gap” (kesenjangan) dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya. c. Pada penelitian yang akan datang disarankan menentukan simulasi yang lebih bervariasi untuk pengambilan data, seperti ukuran file yang akan digunakan dan jenis file agar dapat mengetahui apakah ada keterkaitan jenis file berbeda tapi ukuran yang sama dengan performa dual stack dan tunneling.
DAFTAR PUSTAKA C., Huifang, Yu, X. & Lei, X. 2013. “End-ToEnd Quality Adaptation Scheme Based On Qoe Prediction For Video Streaming Service In Lte Networks”. In: 11th International Symposium On Modeling & Optimization In Mobile, Ad Hoc & Wireless Networks (Wiopt), pp.627-633. Chappell, Laura A. 2001, Analisa jaringan. http://kbudiz.wordpress.com/2009/04/17/ apa-itu-analisa-jaringan-networkanalysis/ Cisco CCNA Exploration 4.0. 2007, Routing Protocols and Concepts.
Davies, Joseph. 2008, Understanding IPv6 Second Edition, Microsoft.
12
Gay,
L.R. 1983. Educational Research Competencies for Analsis & Application 2nd Edition. Ohio: A Bell & Howell Company
Gilang, R.P. 2010. ‘Perbandingan performansi jaringan IPv4, dan Tunneling 6to4 untuk aplikasi FTP pada media wired dan wireless disisi client’, Skipsi, Universitas Indonesia Jacobsen. 2011. The Internet Protocol Journal. San Jose, CA 95134-1706 USA. Mufadhol. 2008. Networking dan Internet. Universitas Semarang. Semarang : USM Press. Oscar & Gin gin. 2008. TCP/IP dalam Dunia Informatika dan Telekomunikasi. Bandung :Informatika R. Hinden & S. Deering. 2003, IP Version 6 Addressing Architecture RFC 3513. http://www.ietf.org/rfc/rfc3513.txt S., Narayan, Gordon, M., Branks, C. and Li, F. 2010. “VoIP Network Performance Evaluation Of Operating Systems With Ipv4 And Ipv6 Network Implementations”. In: 3rd IEEE International Conference On Computer Science and Information Technology (Iccsit), pp.669-673. Sofana, Iwan. 2009, Cisco CCNA & Jaringan Komputer. Bandung : Informatika Sofana, Iwan. 2012, Cisco CCNP & Jaringan Komputer. Bandung : Informatika Sukmaaji, Anjik & Rianto. 2008, Jaringan Komputer. Yogyakarta : Andi Yogyakarta Tiphon. 1999, Telecommunications and Internet Protocol Harmonization Over Networks (TIPHON) General aspects of Quality of Service (QoS).DTR/TIPHON-05006 (cb0010cs.PDF)