Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015
Studi Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Pemeliharaan Jalan Kota di Kota Surabaya Muhamad Lukman Al Hakim Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, UNAIR Abstract Road maintenance policy has an important role in maintaining the quality of the road, especially in the city of Surabaya, which has a length of 30.43 km of roads that are not in good condition. It is also the opinion of some media stating that the implementation of road maintenance policy in the city of Surabaya is not maximized in many sectors. Therefore,it is necessary for the evaluation of the policy by using the six evaluation criteria, effectiveness, efficiency, adequacy, responsiveness, flattening, and accuracy. This is done to determine the evaluation of the implementation of road maintenance policy in the city of Surabaya. With the research problem, used qualitative research methods with descriptive type. Data was collected through interviews and documentation techniques. Informant determination techniques by purposive, snowball and accidental. While the technique of data validity checking through triangulation of data sources so that the data presented is valid. The findings of the data showed that the implementation of road maintenance policy in the city of Surabaya based on the criteria of effectiveness, efficiency, adequacy, flattening, responsiveness and accuracy is no considered optimal. So it is advisable to optimize performance with regular monitoring. Keywords: Policy Evaluation, City Road Maintenance
Pendahuluan Kondisi jalan di Indonesia saat ini masih banyak kekurangan, Direktorat Jendral Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Djoko Murjanto mengakui bahwa jalan di Indonesia belum sepenuhnya dalam kondisi mantap. Namun, kata dia, dari data yang dimilikinya, proporsi jalan rusak semakin minim. Pemerintah mengklaim kondisi jalan yang rusak ringan 0,8 persen dari keseluruhan jalan nasional. Sedangkan kondisi jalan yang masuk kategori rusak berat sebesar 9,2 persen dari panjang jalan nasional keseluruhan 38.500 kilometer (http://www.merdeka.com.html diakses pada tanggal 09 Maret 2014). Dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan yang disebutkan pula mengenai pemeliharaan jalan di pasal 1 ayat 8, serta pembagian wewenang Pemerintah yang tercantum pada pasal 59 ayat 1. Selain itu, adanya pengkajian, penelitian dan pengembangan di bidang jalan yang mencakup aspek perencanaan, pemrograman, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian, dan pemeliharan, teknologi bahan dan alat, tata laksana serta pengawasan dan pengendalian tercantum pada pasal 82 ayat 3 dan dijelaskan kembali mengenai pembangunan jalan dan program penanganan jaringan jalan pada pasal 83 dan pasal 84 ayat 3. Serta dijelaskan lebih detail mengenai pengoperasian dan pemeliharaan jalan pada Paragraf 6 pasal 96-pasal 101. Pada 2007, panjang jalan raya di Jawa Timur mencapai 3.900,19 kilometer, terbagai atas jalan nasional (1.899,21 km), dan jalan provinsi
(2.000,98 km). Berikut kondisi jalan nasional dan jalan provinsi di Jawa Timur (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Provinsi Jawa Timur: 2012, 14): Tabel I.1 Kondisi Jalan Nasional di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 Kondisi Jalan Nasional Panjang Jalan (%) Baik 16,06% Sedang 65,18% Rusak Ringan dan Berat 18,76% Sumber: RPJMD Provinsi Tahun 2009-2014
Tabel I.2 Kondisi Jalan Provinsi di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 Kondisi Jalan Provinsi Panjang Jalan (%) Baik 4,58% Sedang 75,50% Rusak Ringan dan Berat 19,93% Sumber: RPJMD Provinsi Tahun 2009-2014
Tingkat kerusakan jalan akibat pembebanan muatan lebih (excessive over loading) dan sistem penanganan yang belum memadai, berakibat pada rusaknya jalan sebelum umur teknis jalan tersebut tercapai. Hal tersebut akan membutuhkan biaya tambahan untuk mempertahankan fungsi jalan tersebut dan mengurangi alokasi dana untuk jalan yang lain, sehingga pada akhirnya pengelolaan seluruh jaringan jalan akan terganggu. Selain itu, kerugian paling besar secara langsung akan dialami oleh pengguna jalan yaitu bertambahnya waktu tempuh perjalanan sehingga biaya operasional kendaraan akan semakin tinggi, serta akibat tak langsung komponen biaya transportasi pada proses distribusi barang semakin bertambah. (Perumusan
1
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015
Strategi Pembangunan dan Pembiayaan Infrastruktur Skala Besar Bab II: 30) Jika sebab-sebab yang mendasar tersebut belum diselesaikan tuntas, maka pemeliharaan jalan dengan biaya APBN maupun APBD tidak akan dapat mengejar proses kerusakan yang begitu cepat terjadi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Timur, disebutkan mengenai kondisi permukaan jalan Provinsi di Jawa Timur pada Tahun 2012 yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini (BPS Jatim, 2013: 37): Tabel I.3 Kondisi Jalan Provinsi di Jawa Timur Tahun 2012 Kondisi Jalan Panjang Jalan Provinsi (%) Baik 36,90% Sedang 48,83% Rusak Ringan dan 14.27% Rusak Berat Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur
dalam struktur Dinas Pekerjaan Umum Binamarga dan Pematusan Surabaya terdapat berbagai bidangbidang yang berfungsi untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Salah satunya adalah bidang jalan dan jembatan yang di dalamnya tercantum tugas untuk menangani pengoperasian dan pemeliharaan jalan kota. Inilah yang mendasari adanya pelaksanaan kebijakan pemeliharaan jalan kota di kota Surabaya sebagai bentuk tindakan dari pemerintah kota Surabaya melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Binamarga dan Pematusan Surabaya untuk mengatasi permasalahan pengguna jalan. Jika melihat kondisi jalan kota Surabaya pada tahun 2009, terjadi peningkatan kualitas sehingga sampai tahun 2013 ruas jalan yang dalam kondisi baik sepanjang 1.647,55 km atau 98,19% dari keseluruhan jaringan jalan yang sebelumnya di akhir tahun 2012 sepanjang 1609,96 km atau 96% dari seluruh jaringan jalan. Hingga tahun 2013, jalanan di Surabaya yang dalam kondisi rusak ringan dan rusak berat hanya tinggal 13,79 km atau sebesar 0,81% dari seluruh jaringan jalan, yang sebelumnya sepanjang 39,60 km atau 2,36% di akhir tahun 2012 lalu seperti yang dapat kita lihat di tabel I.4 di bawah ini:
Kota Surabaya yang saat ini sebagai Kota Metropolitan, lalu lintasnya seringkali menjadi faktor yang sangat beresiko bagi masyarakat. Menurut Peraturan Walikota Surabaya No. 91 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas Kota Surabaya yang menjelaskan bahwa di Tabel I.4 Kondisi Jaringan Jalan (%) Kota Surabaya Uraian Tahun Kondisi Jalan 2009 2010 2011 2012 2013 Baik 85% 83.09% 86.22% 96.00% 98.19% Sedang 7% 7.24% 5.55% 1.64% 0.99% Rusak Ringan dan 8% 9.66% 8.22% 2.36% 0.81% Rusak Berat Jumlah 100% 100% 100% 100% 100% Sumber: Dinas Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya
Namun, menurut beberapa media, masih banyak pendapat bahwa kondisi jaringan jalan Kota Surabaya di data tersebut tidak sebaik kondisi di lapangan. Media Surabaya Pagi pada hari Rabu, 26 Feb 2014 menyebutkan bahwa kondisi jalan rusak berat saat ini terjadi di Jalan Tanjungsari, padahal jalan tersebut baru diperbaiki pada awal 2013 lalu. Hingga berita ini ditulis belum ada upaya perbaikan yang dilakukan Pemkot Surabaya terhadap jalan yang padat lalu lintas tersebut. Anggaran besar yang diperuntukkan perawatan dan pembangunan jalan di Surabaya ini belum membuahkan hasil yang maksimal. Wakil ketua komisi C DPRD Surabaya, Simon Lekatompessy berpendapat bahwa dewan sudah berulang kali membahas jalan rusak di Kota Surabaya namun kenyataannya banyak jalan yang hanya tambal sulam dan dibiarkan tanpa ada solusi perbaikan ulang. (http://www.surabayapagi.com diakses pada 15 April 2014) Media Jawa Pos, hari Sabtu, tanggal 10 Mei 2014 menunjukkan bahwa pengerjaan perbaikan jalan Klumprik PDAM (akses dari Wiyung ke Balas Klumprik) yang dilakukan DPUBMP belum
dituntaskan dari beberapa bulan yang lalu dengan cepat, karena terkendala cuaca yang ekstrim. Hingga berita ini ditulis, perbaikan jalan tersebut belum dikerjakan kembali. Hal ini menunjukkan bahwa kurang tanggapnya pemerintah kota dalam melaksanakan kebijakan pemeliharaan jalan kota yang mengorbankan resiko keselamatan dari pengguna jalan. Media Jawa Pos hari Sabtu tanggal 7 Juni 2014 juga menyebutkan bahwa serapan anggaran di DPUBMP masih terbilang rendah, mengacu pada APBD 2014 DPUBMP mengelola anggaran 1,15 triliun rupiah, namun yang terserap baru 115 miliar saja atau 9,96% saja. Sebagaimana pengalaman tahun-tahun sebelumnya serapan proyek infrastruktur akan cepat pada september atau oktober. Sebab pada bulan itu rekanan mengebut proyek yang dikerjakan. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan dari kebijakan pemeliharaan jalan kota di kota Surabaya ini cenderung meningkat di akhir tahun yang di mana seharusnya apabila terdapat kondisi jalan yang rusak, harus segera ditangani oleh pemerintah kota sebelum merugikan dan
2
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015
membahayakan keselamatan pengguna jalan. Hal Surabaya sehingga perlu dinilai oleh berbagai ini mengartikan bahwa pemerintah kota masih elemen masyarakat supaya dijadikan bahan belum menunjukkan performa yang maksimal evaluasi oleh pemerintah kota Surabaya. dalam menanggapi permasalahan jalan di kota Tabel I.5 Panjang Jalan Dalam Kondisi Baik (%) Tahun 2010-2013 Kewenangan Kota Surabaya No 1. 2. 3
Uraian Panjang Jalan Dalam Kondisi Baik Kota Surabaya (Km/%) Panjang Seluruh Jalan Kota Surabaya Gap Panjang Jalan
2010
(%)
2011
(%)
2012
(%)
2013
(%)
1185.01
83,09%
1444.62
86.22%
1.609.96
96.00%
1647.55
98.19%
1426.15
100%
1675.45
100%
1677.05
100%
1677.98
100%
2010/2011 : 8%
2011/2012: 0,047%
2012/2013: 0,027%
Sumber: Dinas Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya
Berdasarkan data tersebut, sebagian besar jaringan jalan kota dalam kondisi baik, namun masih banyak jalan kota yang tergolong sedang hingga rusak berat. Pada dasarnya, kebijakan pemeliharaan jalan ini merupakan kebijakan yang selalu dianggarkan setiap tahunnya dikarenakan terdapat bentuk pemeliharaan jalan rutin yang memang harus dilaksanakan oleh pemerintah kota. Namun dalam hal ini, penelitian evaluasi yang dilakukan bukan terhadap penganggaran yang dilihat sebagai kebijakan dalam APBD, tapi dilihat sebagai kebijakan yang berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya No. 91 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas Kota Surabaya. Sehingga penelitian ini tidak membahas secara mendalam mengenai APBD Kota Surabaya. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemeliharaan jalan kota di kota Surabaya, sehingga hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberi pembelajaran dalam studi evaluasi kebijakan publik pada sebuah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah ataupun lembaga pemerintah lainnya. Tinjauan Pustaka Kebijakan Publik Dalam tinjauan pustaka ini akan diawali dengan pemahaman tentang kebijakan publik yang sering dipandang dalam sebuah arti menurut Easton dalam Hessel Nogis, sebagai pola aktivitas yang secara otoritatif mengalokasikan nilai untuk masyarakat. Kebijakan publik sebagai “sebuah perilaku disengaja yang diikuti oleh sebuah lembaga pemeritnah atau pejabat pemerintah untuk memecahkan sebuah isu perhatian publik” (2003:119). Batasan lain tentang kebijakan publik diberikan oleh Thomas R. Dye dalam Budi Winarno yang mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan (2012:20). Menurut Wilson dalam Wayne Parsons, makna modern dari
gagasan “kebijakan” dalam bahasa Inggris ini adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik –yang berbeda dengan makna “administration” (2001:15). Friedrich menambahkah ketentuannya bahwa kebijakan tersebut berhubungan dengan penyelesaian beberapa maksud atau tujuan. Meskipun maksud atau tujuan dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dilihat, tetapi ide bahwa kebijakan melibatkan perilaku yang mempunyai maksud, merupakan bagian penting dari definisi kebijakan. (2008:7). Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Publik adalah segala tindakan pemerintah yang memiliki suatu proses yang sistematis dan memiliki berbagai konsekuensi yang berhubungan dengan lingkungannya untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam masyarakat. Evaluasi Kebijakan Menurut Muhadjir dalam Joko Widodo juga menjelaskan bahwa evaluasi kebijakan publik juga merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat “membuahkan hasil”, yaitu dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan dan/atau target kebijakan publik yang ditentukan. Evaluasi kebijakan publik tidak hanya untuk melihat hasil (outcomes) atau dampak (impacts) tapi dapat juga untuk melihat bagaimana proses pelaksanaan suatu kebijakan dilaksanakan.(2007:111-112) Thomas Dye dalam Wayne Parsons menjelaskan suatu definisi bahwa evaluasi kebijakan adalah pembelajaran tentang konsekuensi dari kebijakan publik. (2001:547). Sedangkan menurut Lester dan Stewart dalam Leo Agustino, evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan (2008:185). Selain itu, menurut Anderson dalam Budi Winarno bahwa secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai
3
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015
kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi, dan dampak (2012:229). Pada sumber buku yang lain, Peter H. Rossi dan Howard E. Freeman menjelaskan bahwa“Evaluation research is the systematic application of social research procedures for assessing the conceptualization, design, implementation and utility of social intervention programs” (1979:5) Jadi dapat disimpulkan evaluasi adalah suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik yang tidak hanya untuk melihat hasil atau dampak (konsekuensi) tapi juga melihat bagaimana proses pelaksanaan secara objektif, sistemais dan empiris terhadap targetnya dari tujuan kebijakan publik yang sebelumnya telah dirumuskan. Kriteria Evaluasi Dalam menghasilkan informasi mengenai pelaksanaan kebijakan dalam penelitian ini, digunakanlah tipe kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi hasil kebijakan menurut William N Dunn yaitu sebagai berikut (2000:610-611): 1. Efektivitas – apakah hasil yang diinginkan telah dicapai? 2. Efisiensi – seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan? 3. Kecukupan – seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah? 4. Perataan – apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok berbeda? 5. Resposivitas – apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu? 6. Ketepatan – apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai? Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai (Herlina,2009:37). Menurut William N. Dunn menyatakan bahwa: “Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya”(2003:429).
Jika suatu kebijakan telah dilaksanakan namun ternyata dampaknya tidak mampu memecahkan permasalahan yang ada di masyarakat, maka bisa dikatakan kebijakan tersebut tidak berhasil. Tetapi ada juga hasil dari suatu kebijakan yang efektif dalam jangka panjang sehingga membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan Mahmudi mengartikan bahwa efektivitas yang merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan(2005:92). Selain itu menurut Siagian dalam Edi Siswadi mengartikan bahwa,“Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya” (2012:86). Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas, maka efektivitas ini diartikan sebagai suatu standar dalam menilai suatu kebijakan akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Selain itu juga menunjukan sejauh mana organisasi, program/kegiatan atau kebijakan tersebut terlaksana sesuai fungsi-fungsinya secara optimal. Efisiensi Kriteria selanjutnya adalah efisiensi yang erat kaitannya dengan efektivitas. Adapun menurut William N. Dunn berpendapat bahwa “Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien”(2003:430). Pendapat Markus Zahnd juga menyebutkan bahwa efisiensi berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan sesuatu dengan tidak membuangbuang waktu, tenaga dan biaya (2006:200-201). Berdasarkan pendapat di atas, maka efisiensi dapat diartikan sebagai suatu standar untuk menilai seberapa besar usaha yang dilakukan oleh pelaksana suatu kegiatan atau kebijakan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Kecukupan Kriteria evaluasi selanjutnya yaitu kecukupan yang dalam konteks kebijakan publik dapat diartikan bahwa tujuan yang telah dicapai setelah
4
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015
pelaksanaan kebijakan tersebut dirasakan sudah dapat menyelesaikan masalah yang terdapat pada objek kebijakan tersebut. William N. Dunn berpendapat bahwa kecukupan (adequacy) berarti seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah (2003:430). Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kecukupan memiliki hubungan dengan efektivitas yang memprediksi jauh tidaknya alternatif kebijakan yang ada, dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. Dalam kriteria kecukupan, hal ini menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. Kriteria tersebut berkenaan dengan empat tipe masalah (2003:430431), yaitu: 1) Masalah Tipe I. Masalah dalam tipe ini meliputi biaya tetap dan efektivitas yang berubah dari kebijakan. 2) Masalah Tipe II. Masalah pada tipe ini menyangkut efektivitas yang sama dan biaya yang berubah dari kebijakan. 3) Masalah Tipe III. Masalah pada tipe ini menyangkut biaya dan efektivitas yang berubah dari kebijakan. 4) Masalah Tipe IV. Masalah pada tipe ini mengandung biaya sama dan juga efektivitas tetap dari kebijakan. Dari penjelasan tipe-tipe masalah di atas, dapat diketahui bahwa masalah yang terjadi dari suatu kebijakan termasuk pada salah satu dari keempat tipe masalah tersebut. Maka dapat diartikan bahwa sebelum suatu kebijakan itu dirumuskan harus dilakukan analisis masalah yang terjadi di tengah masyarakat sebagai suatu sasaran yang akan dicapai, sehingga bisa dirumuskan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Perataan Kriteria evaluasi berikutnya adalah perataan yang bisa diartikan dengan keadilan yang diperoleh sasaran kebijakan publik sebagai objek kebijakan terhadap pelaksana kebijakan tersebut. William N. Dunn menyatakan bahwa kriteria perataan (equity) erat hubungannya dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat (2003:434). Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien, dan mencukupi apabila biaya dan manfaat merata. Kunci dari perataan yaitu keadilan atau kewajaran (Herlina,2009:43). Dalam melaksanakan suatu kebijakan, keadilan harus menjadi dasar utamanya, dalam arti semua
sektor serta semua lapisan masyarakat yang menjadi sasaran dan objek kebijakan harus samasama dapat merasakan hasil dari kebijakan tersebut. Responsivitas Kriteria selanjutnya adalah responsivitas yang berarti tanggapan objek kebijakan publik atas pelaksanaan suatu kebijakan serta tanggapan dari perumus kebijakan dalam menyelesaikan suatu masalah yang terjadi di tengah masyarakat. William N. Dunn berpendapat bahwa responsivitas berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu (2003:437). Dari pendapat tersebut diketahui bahwa kriteria responsivitas ini juga penting untuk menjadi salah satu standar penilaian keberhasilan suatu kebijakan sebagai cerminan nyata kebutuhan, preferensi, dan nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria lain yang telah disebutkan sebelumnya. Ketepatan Kriteria evaluasi yang terakhir adalah ketepatan suatu kebijakan terhadap pemecahan masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. William N. Dunn menyatakan bahwa kelayakan (Appropriateness) adalah: “Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut” (2003:499). Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa ketepatan merupakan penilaian suatu tujuan dari sebuah kebijakan yang menjadi solusi dari masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sehingga bisa dilihat apakah dapat memecahkan masalah tersebut atau justru menimbulkan masalah yang lain. Pemeliharaan Jalan Dalam pemeliharaan jalan, konsep mengenai jalan merupakan konsep utama dalam penelitian ini. Menurut Wignall (1999) salah satu bagian dari sistem transportasi yang merupakan prasarana umum/infrastruktur adalah jalan, yang didefinisikan sebagai jalur dimana masyarakat mempunyai hak untuk melewatinya tanpa diperlukannya izin khusus untuk itu. Maka dari itu, perlu adanya pemeliharaan untuk tetap menjaga kenyamanan masyarakat. Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2001) pemeliharaan adalah “ all activities involved in keeping a system’s equipment in working order ”
5
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015
yang berarti bahwa pemeliharaan adalah segala kegiatan yang di dalamnya adalah untuk menjaga sistem peralatan agar bekerja dengan baik. Selain itu, pendapat yang sama juga disampaikan oleh Sofyan Assauri (2004) bahwa pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas/peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan agar supaya terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Dari penjelasan di atas, muncullah konsep pemeliharaan jalan yang dimaksud dalam penelitian ini. Menurut Mahmud dkk rencana pemeliharaan jalan meliputi sistem informasi, sistem manajemen aset, dan rencana penanganan pemeliharaan jalan yang meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan rehabilitasi (2002:15). Pemeliharaan jalan dilakukan melalui tahap-tahap yang rasional dan terpadu yang dikenal dengan siklus pemeliharaan. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa pemeliharaan jalan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas
masyarakat berupa jalan tetap berfungsi dengan baik secara berkala maupun secara rutin. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Kota Surabaya dengan pertimbangan bahwa Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta yang memiliki salah satu infrastruktur yang baik dari berbagai Kota besar di Indonesia. Adapun instansi yang dijadikan lokasi penelitian yaitu Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan, Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya, dan DPRD Kota Surabaya serta beberapa informan lain yang dibutuhkan. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive, snowball dan accidental. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara mendalam, dokumentasi dan studi dokumen. Teknik keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi sumber data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan Dalam pelaksanaan kebijakan pemeliharaan pelaksana kebijakan pemeliharaan jalan ini adalah jalan kota di Kota Surabaya ini terdapat pelaksana Satuan Petugas tersebut yang memiliki anggota tetap yaitu Satuan Petugas Pemeliharaan Jalan. Hal yang masing-masing masuk dalam bentuk tim yang ini ditambahkan pula oleh bapak Andi bahwa bisa dilihat pada tabel III.1. Tabel III.1 Pembagian Wilayah Satuan Tugas Pemeliharaan Jalan Kota Surabaya Wilayah Penanggung Jawab Jumlah Tim Jumlah Anggota Pusat
Pak Puji Purwanto
Timur Selatan Barat Utara
Pak Koko Baskoro Pak Kusdiono Pak Junadi Pak Thohir
3 Tim meliputi Tim Pengaspalan, Tim URC (Unit Reaksi Cepat), dan Tim Pedestrian 2 Tim 1 Tim 1 Tim 1 Tim
32 orang (10 orang Tim Pengaspalan, 10 orang Tim URC dan 12 Orang Tim Pedestrian) 20 orang 10 orang 10 orang 10 orang
Sumber: data diolah dari hasil wawancara tahun 2014
Sebagai sebuah studi evaluasi yang mengacu pula pada teori William N. Dunn yang telah dipaparkan sebelumnya, pembahasan mengenai kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya yang diperoleh selama penelitian adalah: - Efektivitas Berdasarkan wawancara yang dilakukan di lapangan dapat diketahui bahwa kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya yang sebelumnya telah direncakan pasti akan tercapai karena segera dilaksanakan oleh Satuan Petugas Pemeliharaan Jalan karena sudah direncanakan kapan waktu pelaksanaannya agar masyarakat bisa nyaman melewati jalan yang sudah diperbaiki tersebut. Selain itu, tercapai dan tidaknya hasil kebijakan pemeliharaan jalan tergantung pada
waktu pelaksanaan kebijakan tersebut di lapangan. Waktu yang tepat untuk melaksanakan kebijakan tersebut adalah saat musim kemarau karena apabila dilakukan di musim hujan, pemeliharaan jalan kota yang dalam hal ini overlay atau tambal sulam dengan aspal, hasilnya tidak akan maksimal. Hal ini disebabkan material aspal yang telah dipadatkan akan cepat mengelupas kembali akibat adanya hujan ataupun genangan air di bawah jalan tersebut sehingga lubang dapat muncul kembali dan dapat meluas. Oleh karena itu, waktu pelaksanaan seringkali tidak selaras dengan cuaca yang sedang terjadi di lapangan yang bisa menyebabkan hasil yang tidak maksimal.
6
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015
-
Efisiensi Berdasarkan wawancara yang dilakukan di lapangan dapat diketahui bahwa kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya tidak membutuhkan waktu yang lama, dan pemerintah kota Surabaya berupaya untuk melakukan perubahan dengan cara menentukan rencana anggaran tahun depan mendekati akhir tahun agar di awal tahun berikutnya bisa disahkan oleh DPRD Surabaya sehingga bisa segera dirancang waktu pelaksanaannya ketika cuaca sedang mendukung kebijakan tersebut agar pelaksanaan kebijakan tersebut bisa segera dilaksanakan. Selain itu, diketahui juga bahwa pelaksana pemeliharaan jalan tidak mempunyai cukup
petugas dalam melaksanakan kebijakan Pemeliharaan Jalan Kota di Kota Surabaya dikarenakan cakupan jalan di Surabaya yang cukup luas tidak berbanding lurus dengan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Satuan Petugas Pemeliharaan Jalan. -
Kecukupan Beberapa masyarakat sekitar dari lokasi pelaksanaan kebijakan pemeliharaan jalan pastinya memberikan tanggapan mengenai pencapaian hasil DPUBMP dalam melaksanakan kebijakan untuk menyelesaikan masalah dari masyarakat sebagai pengguna jalan kota di Kota Surabaya.
Tabel III.3 Rekapitulasi Pencapaian Hasil DPUBMP Dalam Menangani Laporan Masyarakat Di Surabaya Pencapaian Hasil DPUBMP menangani Laporan Masyarakat Informan Agustin
Baik (lalu lintas lancar, nyaman dilewati, mengurangi resiko kecelakaan lalu lintas)
Azhar
Baik (kebutuhan masyarakat terpenuhi dengan catatan supaya laporan masyarakat lebih diprioritaskan)
Arifin
Baik (tidak ada masalah lagi kecuali jalan menjadi rusak kembali)
Muhamad Nur
Sedang (kurang tahu, tapi prioritaskan kenyamanan pengguna jalan)
Ahmad Fauzan
Baik (pencapaian memberikan solusi, tapi perlu ada perbaikan dalam proses pelaksanaan kebijakan)
Ari
Baik (mampu mengurangi resiko kecelakaan, tapi penanganan masalah masih menunggu laporan dari masyarakat) Sumber: data diolah dari hasil wawancara Tahun 2014
Dari hasil tabel III.3 diketahui bahwa hampir keseluruhan informan, menyatakan bahwa pencapaian hasil yang dilakukan DPUBMP dalam melaksanakan kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya sudah cukup baik namun dengan beberapa catatan bahwa dalam menanggapi keluhan dari masyarakat masih menunggu laporan dari masyarakat, sehingga terkadang menimbulkan korban terlebih dahulu bila tidak ada inisiatif dari DPUBMP untuk melakukan survei di setiap wilayah kota Surabaya, serta dalam pelaksanaannya perlu ditingkatkan koordinasi dengan masyarakat serta lembaga terkait supaya tidak merugikan masyarakat baik pengguna jalan yang melintasi jalan tersebut ataupun warga sekitar. -
Perataan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pelaksanaan dari kebijakan pemeliharan ini selalu ada di setiap
wilayah kota Surabaya seperti yang dibuktikan pada laporan pelaksanaan pemeliharaan jalan bulan Juli tahun 2014 yaitu, di wilayah Timur sebanyak 22 lokasi, Utara sebanyak 7 lokasi, Pusat sebanyak 23 lokasi, Barat sebanyak 12 lokasi dan wilayah Selatan sebanyak 16 lokasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya tidak membatasi laporan-lsaporan yang diterima oleh pelaksana kebijakan. -
Responsivitas Beberapa masyarakat sekitar dari lokasi pelaksanaan kebijakan pemeliharaan jalan pastinya memberikan tanggapan mengenai responsivitas dari DPUBMP dalam melaksanakan kebijakan tersebut di Kota Surabaya. Hal ini dapat dilihat pada tabel III.7 di bawah ini.
7
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015
Tabel III.7 Rekapitulasi Responsivitas DPUBMP Menangani Laporan Masyarakat di Surabaya Informan Responsivitas DPUBMP menangani Laporan Masyarakat Agustin Baik (laporan melalui media langsung ditanggapi oleh DPUBMP) Azhar Sedang (petugas masih memilih-milih kondisi jalan yang akan diperbaiki) Arifin Sedang (kurang tahu, tapi kemungkinan bagus) Sedang (kurang tahu, tapi ada koordinasi dengan Dishub apabila ada Muhamad Nur perbaikan) Ahmad Fauzan Buruk (kurang merespon laporan dari masyarakat) Buruk (pelaksanaan pemeliharaan jalan setelah ada laporan bahwa lokasi Ari telah menimbulkan korban) Sumber: data diolah dari hasil wawancara Tahun 2014 Berdasarkan data diatas menunjukkan DPUBMP dalam menanggapi keluhan-keluhan bahwa sebagian besar informan, menyatakan tersebut telah baik. bahwa responsivitas DPUBMP dalam melaksanakan kebijakan pemeliharaan jalan - Ketepatan kota di Kota Surabaya dinilai masih perlu Beberapa masyarakat sekitar dari lokasi ditingkatkan dalam arti bahwa respon pelaksanaan kebijakan pemeliharaan jalan DPUBMP dalam menanggapi keluhan dari pastinya memberikan tanggapan mengenai masyarakat masih kurang tanggap, sehingga ketepatan dalam melaksanakan kebijakan menimbulkan korban akibat laporan tersebut pemeliharaan jalan kota dengan apa yang tidak segera diatasi. Namun sebagian kecil dibutuhkan oleh masyarakat dari DPUBMP di masyarakat sudah menganggap responsivitas Kota Surabaya. Hal ini dapat dilihat pada tabel III.8 di bawah ini: Tabel III.8 Rekapitulasi Ketepatan DPUBMP Menangani Laporan Masyarakat di Kota Surabaya Informan Ketepatan DPUBMP menangani Laporan Masyarakat Tepat (laporan masyarakat melalui media langsung ditangani oleh Agustin DPUBMP) Tepat (laporan masyarakat berarti masyarakat membutuhkan jalan Azhar tersebut diperbaiki) Arifin Tepat (Supaya memberi kenyamanan pada penumpang) Tidak Tahu (kurang tahu, tapi sudah membuat masyarakat nyaman Muhamad Nur melewati jalan kota di Kot a Surabaya) Tepat (hanya saja kurang cepat tanggap, dan waktu pelaksanaannya Ahmad Fauzan menganggu) Tepat (tapi pelaksanaan pemeliharaan jalan setelah ada laporan bahwa Ari lokasi telah menimbulkan korban) Sumber: data diolah dari hasil wawancara Tahun 2014 Berdasarkan data di atas, dapat diketahui masyarakat namun masih perlu diberikan bahwa tabel III.8 menyatakan bahwa ketepatan catatan pada responsivitas, yang kurang cepat DPUBMP dalam melaksanakan kebijakan dalam menanggapi laporan dari masyarakat pemeliharaan jalan kotadengan apa yang serta waktu pelaksanaannya yang berada pada dibutuhkan oleh masyarakat di Kota Surabaya puncak kegiatan masyarakat sehingga lalu dinilai sudah sesuai dengan kebutuhan lintas padat. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan intepretasi yang dilakukan terhadap temuan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa evaluasi pelaksanaan kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya dengan menggunakan kriteria evaluasi William N. Dunn belum optimal. Kesimpulan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: a.
Efektivitas Hasil kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya masih kurang pemantauan dan peninjauan lebih lanjut secara komprehensif setelah
dilaksanakannya kebijakan tersebut karena itu jalan-jalan di Surabaya masih banyak yang hanya tambal sulam sehingga hasil yang diinginkan tidak sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Dalam arti waktu tahun anggaran hingga penyusunan kebijakan pemeliharaan jalan tidak sesuai dengan waktu yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan sehingga kualitas umur dari pemeliharaan jalan itu menjadi tidak tentu karena pelaksanaannya seringkali tidak ada integrasi antara waktu pekerjaan terhadap kondisi di lapangan akibat cuaca yang tidak menentu.
8
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015
b.
Efisiensi Dalam pelaksanaannya, kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya masih kurang dalam segi waktu pekerjaan yang seringkali dilakukan di siang hari ketika lalu lintas sedang berada di puncak kepadatannya sehingga menyebabkan kemacetan sementara, yang membuat masyarakat terganggu meskipun telah berusaha untuk memaksimalkan pelaksanaan dengan berkoordinasi dengan lembaga terkait yang berada di lapangan seperti Polisi Lalu Lintas atau Dinas Perhubungan agar tidak menghambat kepadatan kendaraan yang melintasi lokasi kebijakan tersebut. Selain itu, sumber daya manusia yang dimiliki oleh Satgas Pemeliharaan Jalan kurang memadai jika dibandingkan dengan luas Kota Surabaya yang besar sehingga seringkali pekerjaan dilakukan secara terburu-buru yang dapat membuat kualitas dari pekerjaan tersebut bisa tidak maksimal dan terdapat jalan rusak yang terabaikan dalam waktu yang sangat lama meskipun petugas-petugas tersebut diperkerjakan setiap hari sesuai dengan wilayah yang telah dibagi oleh koordinatornya c.
Kecukupan Hasil dari kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya telah membantu memecahkan masalah yang terjadi di masyarakat karena memperbaiki kembali rusaknya jalan yang mereka lalui, mengurangi resiko kecelakaan lalu lintas akibat jalan yang rusak meskipun membutuhkan proses kebijakan yang cukup lama.
d.
Perataan Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya ini tidak memberi batasan kepada beberapa wilayah di Kota Surabaya seperti yang diungkapkan sebelumnya oleh Koordinator Satuan Petugas Pemeliharaan Jalan bahwa tidak ada pembagian kuota pada setiap wilayah di Surabaya sehingga bila ada laporan baik dari masyarakat ataupun lembaga pemerintah yang berada di lapangan langsung ditangani segera oleh petugas. Hal ini juga terlihat pada penjelasan dari laporan Satuan Petugas Pemeliharaan Jalan kepada DPUBMP yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya yang menunjukkan tidak ada pembatasan lokasi di setiap wilayah Kota Surabaya. Selain itu, alokasi anggaran yang diberikan pada DPUBMP dalam hal ini di bidang pemeliharaan jalan cukup bisa dimaksimalkan oleh pelaksana kebijakan supaya setiap wilayah di Kota Surabaya merasakan hasil dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Responsivitas Hasil dari kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya ini sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa terdapat ketidakpastian yang sangat besar kemungkinannya dikarenakan oleh kurang tanggapnya pihak pelaksana kebijakan tersebut dalam menangani keluhan-keluhan dari masyarakat sebagai pengguna jalan. Hal ini dibuktikan dengan hasil dari pengolahan data wawancara yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa masih terdapat sebagian masyarakat yang masih menilai bahwa responsivitas dari DPUBMP atas laporanlaporan dari masyarakat memang kurang ditanggapi hingga muncul korban terlebih dahulu di suatu lokasi jalan yang berkondisi rusak. Tapi masih terdapat juga sebagian masyarakat serta lembaga terkait dalam hal ini polisi lalu lintas yang menganggap bahwa respon dari pihak pelaksana kebijakan baik dari DPUBMP maupun Satuan Petugas Pemeliharaan Jalan telah menunjukkan performa yang maksimal sehingga kondisi jalan kota saat ini sudah cukup baik f.
Ketepatan Hasil yang diinginkan dari kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya jelas seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, yaitu untuk memperbaiki jalan yang sudah rusak hingga bisa digunakan seperti sebelumnya dengan baik yang dikontrol sehingga bisa diketahui secara rutin bagaimana kepadatan kendaraan di jalan yang bisa menyebabkan turunnya kualitas dari jalan tersebut. Beberapa masyarakat sebagai pengguna jalan mengutarakan pendapat bahwa hasil yang diinginkan tersebut dirasakan tepat dengan apa yang dibutuhkan masyarakat sehingga performa demikian yang perlu dipertahankan oleh pihak pelaksana kebijakan sehingga sebagai motivasi tersendiri dalam melaksanakan kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya secara maksimal meskipun ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya Dari beberapa uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa secara umum kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya telah dilaksanakan namun masih belum maksimal dan dalam pelaksanaannya masih terdapat banyak hambatan. Sehingga hasil yang diharapkan belum bisa tercapai secara penuh. Berdasarkan hasil di lapangan faktor dominan yang menghambat tercapainya tujuan terletak pada minimnya sumber daya manusia yang dimiliki, manajemen waktu tahun anggaran yang tidak terintegrasi dengan kondisi di lapangan, kurang terintegrasinya DPUBMP dengan dinas-dinas lain, dan responsivitas terhadap masyarakat dalam pelaksanaannya dari pihak DPUBMP yang sangat rendah.
e.
Saran
9
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, peneliti mengajukan saran-saran yang dapat dijadikan pertimbangan agar pelaksanaan Kebijakan Pemeliharaan Jalxan Kota di Kota Surabaya dapat lebih optimal, yakni: 1. Perlu adanya peningkatan pengawasan internal sebagai upaya untuk mengontrol pelaksanaan kebijakan tersebut melalui mitra dari pelaksana kebijakan di lapangan supaya sesuai dengan apa yang telah direncanakan. 2. Kondisi jalan kota di kota Surabaya dipengaruhi oleh kondisi dari saluran air yang berada di pinggir atau di bawah struktur jalan yang dilalui masyarakat, sehingga kondisi saluran air ini harus berada dalam kondisi yang terbaik supaya kemantapan struktur jalan sesuai dengan prediksi yang telah direncanakan ketika membangunnya. Kondisi saluran air ini dipengaruhi juga salah satunya oleh perilaku masyarakat baik yang melaluinya atau yang menetap di sekitar saluran air, sehingga apabila masyarakat seringkali tidak menjaga keadaan lingkungannya seperti membuang limbah detergen serta membuang sampah sembarangan maka dapat mempengaruhi kemantapan dari jalan yang dilalui oleh saluran air tersebut. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan bahkan seharusnya diwajibkan untuk menjaga lingkungannya sendiri, serta dilakukan pemantauan rutin saluran air oleh pihak pemerintah kota agar umur dari kemantapan jalan sesuai dengan prediksi sebelumnya. 3. Sebaiknya waktu pelaksanaan kebijakan tersebut dialihkan pada jam-jam yang tidak padat lalu lintas sehingga pihak masyarakat, polantas, dan pelaksana di lapangan nyaman untuk melaksanakan pemeliharaan jalan. Serta meningkatkan intesitas koordinasi dari pihak pelaksana kebijakan dengan polantas untuk mengkondisikan lapangan agar kondusif. 4. Perlu adanya sistem integrasi yang terstruktur antar dinas dalam menggunakan fasilitasfasilitas yang mendukung kinerja dari beberapa dinas tersebut, dalam hal ini dicontohkan untuk menyatukan lokasi yang hampir sama fasilitasfasilitas pendukung tersebut dalam satu koridor dupting yang berada di tepi jalan seperti trotoar atau pedestrian supaya apabila terdapat kerusakan pada fasilitas tersebut maka tidak perlu membongkar jalan dan hanya membuka tutup dari koridor dupting itu saja. Selain itu, waktu dari proses kebijakan tersebut harus digunakan seefisien mungkin sehingga dapat diprediksi kapan harus mulai pekerjaan tersebut supaya tidak bertabrakan dengan waktu dari proses kebijakan dinas yang lain. 5. Mengoptimalkan lagi kinerja yang telah dilakukan serta harus disertai pemantauan rutin yang dilakukan oleh pemerintah kota, jadi tidak
harus menunggu adanya laporan dari masyarakat serta menunggu adanya korban yang terdampak dari jalan yang rusak. Untuk mengatasi permasalahan tanggapan dari DPUBMP terhadap laporan-laporan masyarakat sebaiknya di era desentralisasi ini, adanya pelimpahan wewenang dalam melaksanakan kebijakan pemeliharaan jalan kota di Kota Surabaya kepada tingkat kecamatan untuk kategori jalan/kelas jalan tertentu. Daftar Pustaka Buku Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta Assauri, Sofyan. 2004. Manajemen Produksi Dan Operasi, Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Buku Teknik Pengelolaan Jalan. 2005. Seri Panduan Pemeliharaan Jalan Kabupaten. Bandung: Pusat Penelitian Pengembangan Prasarana Transportasi. Buku
Perumusan
Strategi
Pembangunan
dan
Pembiayaan Infrastruktur Skala Besar bab II Kondisi Eksisting Infrastruktur di Indonesia Creswell. 2007. Qualitative Inquiry & Research Design Choosing Among Five Approaches. Thousand Oaks,CA: Sage. Data Statistik Daerah Provinsi Jawa Timur 2013 milik Badan Pusat Statistik Jawa Timur. Data Badan Pusat Statistik Kota Surabaya dalam buku Surabaya dalam Angka 2013. Informasi Data Pokok Surabaya Tahun 2012 bab VIII tentang Perhubungan, Perhotelan, Hiburan dan Wisata. Herlina, Evi. 2009. Evaluasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pengujian Kendaraan Bermotor (SIM PKB) Di Kota Cimahi. (Skripsi) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, Bandung. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). 2012. Provinsi Jawa Timur Tahun Mahmud Salim, M. Tranggono dan Syaiful A. 2002. Konsep Pemeliharaan Jalan Yang Efektif dan Efisien,
Makalah
Teknik
Pada
Seminar
Lokakarya Pemeliharaan Jalan, Bandung, 19 Juni 2002 dalam Tinjauan Pustaka Universitas Sumatera Utara
10
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015 Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nugroho D, Riant. 2003. Kebijakan Publik – Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT. Elex
Teknik Sipil Volume
21 Nomor 4 dalam
Tinjauan Pustaka Universitas Sumatera Utara hal 15. Zahnd, Markus. 2006. Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta: Kanisius. Internet Website
Media Komputindo
Binamarga
Provinsi
www.binamargajatim.com
Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: AR-Ruzz Media
Jawa
Timur
yang
diakses
tanggal 09 Maret 2014 Website
Render, Barry and Jay Heizer, 2001. Prinsip-prinsip
media
merdeka.com
http://www.merdeka.com/uang/3800-
Manajemen Operasi, Jakarta: PT. Salemba
kilometer-jalan-di-indonesia-rusak.html
Emban Patria.
yang
diakses pada tanggal 09 Maret 2014
Rossi, Peter H. dan Howard E. Freeman, 1979.
Website Institut Teknologi Padang http://sisfo.itp.ac.id
Evaluation A Systematic Approach Fifth Edition. United States of America: Sage Publication Inc. Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian
yang diakses tanggal 10 Oktober 2014 Website
media Surabaya http://www.surabayapagi.com yang pada 15 April 2014
Pagi diakses
Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. Saputro,
Dian
Agung,
Ludfi
Djakfar
dan
Arif
Rachmansyah, 2011. Evaluasi Kondisi Jalan dan Pengembangan Prioritas Penanganannya (Studi
Kasus
di
Kecamatan
Kepanjen
Kabupaten Malang). Jurnal Rekayasa Sipil Volume 5, No 2-2011. Malang. Siswadi, Edi. 2012. Birokrasi Masa Depan Menuju Tata Kelola Pemerintah Yang Efektif dan Prima. Bandung: Mutiara Press. Triana, Rochyati Wahyuni. 2011. Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik. Surabaya: PT Revka Petra Media. Wahab, Solichin Abdul. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang: UMM Press. Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing. Wignall, Arthur, dkk. 1999. Proyek jalan Teori dan praktek. Terjemahan oleh Aloysius Tjan, Wardo Suwardo. 2003. Jakarta: Erlangga Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses, dan Studi Kasus). Yogyakarta: CAPS. Wirantha, I Made. 2006. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Zainuddin, Paulus R, dan MY Jinca, 2009, Kerusakan dan Manajemen Pemeliharaan Prasarana Transportasi Jalan Di Kota Kendari, Jurnal
11