Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
STUDI DESKRIPTIF TENTANG KREATIVITAS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA MALANG Oleh: Rahmat Aziz, M.Si Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang tingkat kreativitas pada siswa sekolah menengah pertama di kota Malang. Penelitian dilakukan pada tiga sekolah yaitu MTsN I Malang, MTs Surya Buana Malang, dan SMPN 13 Malang. Subjek penelitian berjumlah 450 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan tes kreativitas verbal dari Torrence yang telah diadaptasi oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66 orang (14,6%) berada pada kategori amat sangat kreatif (very superior). Beberapa penyebab yang mungkin menjadi alasan adanya perbedaan tingkat kreativitas ini adalah faktor perbedaan usia, urutan kelahiran, jumlah saudara, dan tingkat pendidikan orang tua baik bapak maupun ibu, sedangkan perbedaan jenis kelamin dan jenis pekerjaan orangtua perbedaanya tidak signifikan.
A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek manapun, kebutuhan akan kreativitas sangatlah penting, hal ini disebabkan karena kreativitas mampu memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam mencapai kesuksesan hidup. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa saat ini kita semua terlibat dalam ancaman maut akan kelangsungan hidup. Kita menghadapi macam-macam tantangan baik dalam bidang ekonomi, politik, lingkungan, hukum, sosial budaya, termasuk dalam bidang pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehinga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadi dan masyarakat sekitarnya. Karena itu pendidikan bertanggung jawab untuk memandu dan mengembangkan bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh anak didik, termasuk mengembangkan aspek kreativitas. Gambaran yang tampak dalam bidang pendidikan telah diungkapkan oleh Munandar1 yang menyatakan bahwa penekanan pendidikan di Indonesia saat ini lebih berorientasi pada reproduktif, hapalan, dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan. Proses-proses pemikiran tingkat tinggi termasuk berfikir kreatif jarang sekali dilatihkan. Pendapat serupa telah dikemukakan oleh Lie2 yang
1
Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
menyatakan bahwa model pembelajaran di Indonesia lebih berorientasi pada pengajaran yang bersifat satu arah, verbalistik, monoton, dan mementingkan hapalan. Pendapatpendapat diatas menggambarkan bahwa pendidikan saat ini kurang mengapresiasi pada kreativitas, padahal kreativitas dan kecerdasan intelektual mempunyai peranan yang sama dalam mencapai keberhasilan dalam belajar dan menjalani kehidupan. Perbedaan mendasar antara kreativitas dengan kecerdasan intelektual terletak pada jenis kemampuan dalam memecahkan masalah. Guilford3 salah seorang ahli psikologi mantan ketua APA (American Psychological Association) menyatakan bahwa kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah terbagi pada dua jenis yaitu dengan berfikir kritis (konvergen) yang cenderung menginginkan jawaban tunggal yang paling benar, atau dengan cara berfikir kreatif (divergen) yaitu suatu kemampuan untuk memberikan jawaban dengan berbagai alternatif. Bukti empirik yang tidak menyenangkan telah dikemukakan oleh Munandar4 yang berdasarkan hasil penelitiannya ditemukan bahwa siswa Indonesia menduduki peringkat ke 85 dalam bidang kreativitas berada dibawah Afrika Selatan, padahal yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa yang berada di kota Jakarta. Bisa jadi hasilnya akan lain bila dilakukan diluar kota Jakarta atau bahkan mungkin semakin mendukung pada temuan penelitian diatas. Banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan tingkat kreativitas seseorang baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal diartikan sebagai faktor yang berasal dari dalam diri seseorang misalnya jenis kelamin, usia, urutan lahir, jumlah keluarga, dan lain sebagainya, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri seseorang misalnya lingkungan keluarga termasuk didalamnya adalah tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan orang tua. Kota Malang sebagai salah satu kota yang ada di Indonesia, sangat menarik untuk dijadikan tempat penelitian mengingat kota ini berpredikat sebagai kota pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator diantaranya ada sekolah yang menjadi unggulan di tingkat nasional, banyaknya siswa yang berprestasi di tingkat nasional, banyaknya jumlah sekolah baik sekolah tingkat dasar maupun perguruan tinggi, dan kondisi alam yang mendukung pada proses pembelajaran, dan masih banyak indikator lainnya. Hanya saja, sampai saat ini belum diketahui secara empirik sejauh mana tingkat kreativitas pada siswa di kota Malang. Berdasarkan uraian diatas, bisa dipahami bahwa betapa penting dan menarik mengkaji tentang kreativitas dalam kaitannya dengan faktor yang mempengaruhinya, karena itu maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana tingkat kreativitas dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kreativitas pada siswa menengah di kota Malang. Penelitian ini mempunyai tingkat orisinalitas yang tinggi mengingat sampai saat ini belum pernah dilakukan di kota Malang.
B. Kajian Teori Dari beberapa kajian, setidaknya ditemukan adanya dua pendekatan dalam mendefinisikan kreativitas. Pendekatan pertama disebut dengan Traits approach, menurut pendekatan ini kreativitas diartikan sebagai suatu karakteristik atau kecenderungan tertentu dari individu. Pendekatan kedua disebut dengan Learned Behavior Approach, arti kreativitas menurut pendekatan ini adalah suatu akibat atau
2
Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
hasil dari pengalaman yang berbentuk keahlian dan perilaku pada setiap individu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kedua, karena kreativitas diartikan sebagai suatu bentuk kemampuan yang bisa ditingkatkan melalui pendidikan yang dalam hal ini diartikan sebagai suatu kemampuan berfikir divergen. Pendapat lain dikemukakan oleh Torrence5 yang mendefinisikan kreativitas bisa dilihat dari produk dan proses. Hampir sama dengan pendapat diatas, Rhode6 menyatakan bahwa kreativitas bisa didefinisikan dengan empat cara, yang kemudian disingkat dengan istilah ”four P’S Creativity”, yaitu person, process, press dan product. Selanjutnya dijelaskan bahwa keempat aspek tersebut sebagai berikut: sebagai person kreativitas berarti ciri-ciri kepribadian yang melekat pada orang yang kreatif; sebagai process kreativitas berarti kemampuan untuk membuat kombinasi baru; sebagai press artinya kreativitas itu ditentukan oleh faktor internal dan eksternal (sekolah, kelurga, dan masyarakat), dan sebagai product kreativitas diartikan sebagai suatu karya baru yang tepat guna dan diterima oleh masyarakat pada waktu tertentu. Dalam konteks penelitian ini, kreativitas yang dikaji lebih dimaknai sebagai suatu proses artinya proses berfikir kreatif yang hasilnya berupa sesuatu yang baru. Pendapat lain dikemukakan oleh Campbell7 yang menyatakan bahwa kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya baru (novel), berguna (useful), dan dapat dimengerti (undestandable). Selanjutnya ia menjelaskan bahwa: 1) Baru maksudnya sesuatu itu harus inovatif, belum ada sebelumnya, segar, menarik, aneh dan mengejutkan; 2) Berguna artinya sesuatu itu harus bersifat lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, dan mendatangkan hasil yang lebih baik atau lebih banyak; 3) Dapat dimengerti artinya hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu, bukan keberuntungan semata sebagai peristiwa yang begitu saja terjadi. Pada perkembangan terakhir para ahli menganggap bahwa banyak komponen yang berperan penting terhadap kreativitas yaitu komponen kemampuan, motivasional, karakteristik kepribadian, dan lingkungan. Pendekatan ini oleh Suharnan disebut dengan pendekatan komponensial. Teori ini memandang kreativitas sebagai proses menghasilkan sesuatu yang baru dan berguna. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa 1) Komponen kemampuan atau kognitif diantaranya intelligensi, imajeri, penalaran, imajinasi, dan penguasaan pengetahuan konseptual. 2) Komponen motivasi diantaranya motivasi intrinsik, motivasi berprestasi, dan motivasi perkembangan. 3) Komponen karakteristik kepribadian diantaranya gaya berfikir, keterbukaan terhadap pengalaman, kemandirian, rasa humor, pusat kendali diri, komitmen terhadap tugas, dan 4) Komponen Lingkungan diantaranya penghargaan dan penilaian masyarakat, suasana keluarga, sekolah, dan tempat kerja8. Dari uraian diatas, maka penelitian ini berpijak pada teori yang menyatakan bahwa kreativitas adalah merupakan suatu karakteristik berfikir divergen yang dicirikan dengan adanya empat kemampuan yaitu 1) Kelancaran dalam menemukan gagasan (fluency); 2) Keluwesan dalam memikirkan sesuatu persoalan (flexibility); 3) Keaslian untuk membuat kombinasi baru (orisinalitas), dan 4) Kemampuan untuk merinci sesuatu (elaborasi). Kreativitas sebagai suatu potensi bisa diukur melalui beberapa pendekatan. Munandar9 membedakan adanya lima pendekatan dalam mengukur kreativitas yaitu dengan pengukuran secara langsung, pengukuran secara tidak langsung, pengukuran
3
Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
melalui unsur-unsur ciri yang menandai kreativitas, pengukuran melalui ciri kepribadian yang berkaitan dengan kreativitas, dan jenis pengukuran yang bukan berbentuk tes. Dilihat dari aspek yang diukur, tes kreativitas terbagi pada dua jenis yaitu aptitude traits yang mengukur ciri kognitif dari kreativitas, dan non-aptitude traits yang mengukur ciri afektif (sikap atau kepribadian) dari kreativitas. Pada penelitian ini, aspek kreativitas yang diukur adalah aspek kognitif dari kreativitas, alat ukur yang digunakan adalah tes kreativitas Torrence yang telah di adaptasi Oleh Munandar. Tes ini mampu mengukur kemampuan berfikir divergen yang dicirikan oleh adanya kemampuan seperti tersebut diatas. Bentuk tes ini disebut dengan tes kreativitas verbal, yang isinya terdiri dari enam sub-tes. Masing-masing sub-tes mengukur aspek yang berbeda dari berfikir kreatif. Keenam sub-tes tersebut adalah: 1. Permulaan kata. Pada sub-tes ini subjek harus memikirkan sebanyak mungkin kata yang mulai dengan susunan huruf tertentu sebagai rangsang. Tes ini mengukur kelancaran dengan kata yaitu kemampuan untuk menemukan kata yang memenuhi persyaratan struktural tertentu. 2. Menyusun kata. Pada sub-tes ini subjek harus menyusun sebanyak mungkin kata dengan menggunakan huruf-huruf dari satu kata yang diberikan sebagai stimulus. Tes ini mengukur kelancaran kata sekaligus menuntut kemampuan dalam reorganisasi persepsi. 3. Membentuk kalimat tiga kata. Pada sub-tes ini subjek harus menyusun kalimat yang terdiri dari tiga kata, huruf pertama untuk setiap kata diberikan sebagai stimulus, akan tetapi urutan dalam penggunaan ketiga huruf tersebut boleh berbeda-beda tergantung keinginan subjek. Tes ini mampu mengukur kelancaran dalam mengungkapkan gagasan. 4. Sifat-sifat yang sama. Pada sub-tes ini subjek harus menemukan sebanyak mungkin objek yang semuanya memiliki dua sifat yang ditentukan. Tes ini merupakan ukuran dari kelancaran dalam memberikan gagasan yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam waktu yang relatif terbatas. 5. Macam-macam penggunaan. Pada sub-tes ini subjek harus memikirkan sebanyak mungkin penggunaan yang tidak lazim (tidak biasa) dari benda sehari-hari. Tes ini merupakan ukuran dari kelenturan dalam berfikir, karena dalam hal ini subjek harus dapat melepaskan diri dari kebisaaan melihat benda sebagai alat untuk melakukan hal tertentu saja. Selain itu, tes ini juga mampu mengukur orisinalitas dalam berfikir. Orisinalitas ditentukan secara statistik dengan melihat kelangkaan jawaban itu diberikan. 6. Apa akibatnya. Pada sub-tes ini subjek harus memikirkan segala sesuatu yang mungkin terjadi dari suatu kejadian hipotetis yang telah ditentukan sebagai stimulus. Tes ini merupakan ukuran dari kelancaran dalam memberikan gagasan digabung dengan elaborasi, karena dalam elaborasi aspek yang diukur adalah berupa kemampuan untuk dapat mengembanagkan suatu gagasan, memperincinya, dan mempertimbangkan macam-macam implikasinya. Satu penelitian menarik yang membandingkan antara siswa laki-laki dan perempuan di Indonesia dalam bidang kreativitas telah dilakukan oleh Munandar10 yang
4
Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
menemukan bahwa perempuan cenderung lebih tinggi tingkat kreativitasnya bila dibanding laki-laki dengan perbandingan 58% berbanding 42%, walaupun hasil ini tidak selalu konsisten dengan penelitian-penelitian yang lainnya. Hasil penelitian berbeda telah dikemukakan oleh Supriyadi11 yang menemukan bahwa sebagian besar Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) dan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) adalah laki-laki. Perbedaan proporsi ini menurutnya ditafsirkan bahwa jenis kelamin menjadi faktor yang berpengaruh dalam kreativitas keilmuan. Selain itu, mungkin saja kegiatan keilmuan yang ditawarkan lebih menantang bagi kelompok lakilaki. Hemat penulis, masih ada faktor lain yang berpengaruh terhadap adanya perbedaan ini misalnya faktor sosial budaya. Namun demikian, apapun hasilnya setidaknya bisa diambil suatu pemahaman bahwa adanya perbedaan jenis kelamin memungkinkan adanya perbedaan tingkat kreativitas. Beberapa penelitian selalu menunjukkan bahwa anak kreatif lebih banyak berasal dari anak pertama dan berasal dari keluarga kecil. Dintara penelitian yang telah dilakukan menemukan bahwa anak yang kreatif urutan lahirnya pada urutan pertama dengan perbandingan 44% urutaan pertama, 36% kedua dan ketiga, 16% keempat dan kelima, 4% keenam dan seterusnya. Dalam hal jumlah keluarga ditemukan bahwa anak kreatif mempunyai jumlah saudara yang tidak lebih dari 4 orang 50%, adapun perinciannya adalah 18% berjumlah 1-2 saudara, 50% berjumlah 3-4 saudara, 28% berjumlah 5-4 saudara, dan 4% diatas 7 saudara. Dalam hal pekerjaan dan pendidikan orangtua, ditemukan bahawa anak kreatif berasal dari keluarga yang bapaknya bekerja sebagai pegawai 56%, sementara dari pihak ibu anak kreatif lebih banyak berasal dari ibu yang tidak bekerja 72%. Dilihat dari tingkat pendidikan orangtua, anak kreatif lebih banyak berasal dari keluarga yang orang tuanya lulusan sarjana atau akademi, dari pihak bapak ditemukan sebesar 88% dan dari pihak ibu sebesar 46%.12
C. Metode Penelitian 1.
Definisi Operasional. Untuk menghindari kesalah-pahaman maka dalam penelitian ini perlu diberikan definisi operasional sebagai berikut: a. Kreativitas dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kemampuan ini dicirikan dengan adanya: 1) Kelancaran dalam menemukan gagasan (fluency); 2) Keluwesan dalam memikirkan sesuatu persoalan (flexibility); 3) Keaslian untuk membuat kombinasi baru (orisinalitas), dan 4) Kemampuan untuk merinci sesuatu (elaborasi). b. Latar belakang siswa didefinisikan sebagai faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan siswa baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Data tentang latarbelakang siswa diperoleh dari identitas subjek yang diungkap dalam lembar jawaban tes kreativitas. Faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut: i. Jenis kelamin adalah karakteristik anatomis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan yang disebabkan karena perbedaan jumlah kromosom X dan Y yang telah dibawa sejak lahir.
5
Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
ii. Urutan kelahiran adalah urutan anak dilahirkan dalam keluarga. Pada penelitian ini urutan kelahiran dikelompokan kedalam tiga kategori yaitu 1) urutan pertama; 2) kedua atau ketiga; dan 3) keempat atau lebih. iii. Jumlah keluarga adalah banyaknya jumlah saudara kandung baik kakak maupun adik di dalam keluarga. Jumlah ini dikategorikan pada tiga kategori yaitu 1) keluarga kecil berjumlah 1 sampai 2 orang; 2) keluarga sedang berjumlah 3 sampai 4 orang; dan 3) keluarga besar berjumlah 5 atau lebih. iv. Tingkat pendidikan orangtua yaitu pendidikan terakhir yang telah dicapai oleh orang tua. Data ini terbagi pada dua jenis yaitu tingkat pendidikan bapak dan tingkat pendidikan ibu. Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah 1) tamat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama; 2) tamat sekolah menengah atas; dan 3) tamat perguruan tinggi. v. Jenis pekerjaan orangtua yaitu kegiatan sehari-hari orangtua baik bapak maupun ibu dalam memenuhi kebutuhan finansialnya atau dalam menjalani kehidupannya. Jenis pekerjaan yang dimaksud dikelompokkan kedalam tiga yaitu 1) tidak bekerja; 2) bekerja sebagai pegawai negeri sipil; 3) bekerja bukan sebagai pegawai negeri sipil.
b. Populasi dan Sampel Menurut Nadzir13 pengertian populasi yaitu kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa sekolah menengah pertama yang berada di kota Malang. Sampel menurut Arikunto14 adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian tidak selalu meneliti individu di dalam suatu populasi karena dalam setiap pengumpulan data, selalu akan berhadapan dengan faktor dana, tenaga, waktu yang tersedia untuk memperoleh data tersebut. Dengan keterbatasan tiga faktor tersebut, maka penelitian hanya dilakukan pada sebagian dari populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposif sampling yaitu menentukan subjek berdasarkan tujuan-tujuan tertentu, penetuan subjek didasarkan kepada: 1) subjek harus mewakili dari sekolah yang mewakili dari instansi yang berada dibawah naungan Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional; 2) subjek harus mewakili kelas 1, 2, 3 di sekolah menengah pertama; dan 3) Sekolah yang diambil harus mewakili dari status sekolah negeri dan sekolah swasta. Dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan diatas, maka sekolah yang dijadikan subjek berjumlah tiga sekolah yaitu MTsN I Malang, MTs Surya Buana Malang, dan SMPN 13 Malang. Dari ketiga sekolah tersebut diperoleh subjek sebanyak 450 orang, adapun rincian jumlah subjek selengkapnya bisa dilihat dari taberl dibawah ini.
6
Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
Tabel 1 Deskripsi subjek dan sekolah tempat penelitian NAMA SEKOLAH 1 MTs Negeri I Malang 2 MTs Surya Buana Malang 13 SMP Negeri 13 Malang Jumlah NO
NAUNGAN INSTANSI Depag Depag Diknas
STATUS SEKOLAH Negeri Swasta Negeri
JUMLAH SUBJEK 127 orang 165 orang 158 orang 450 ang
c. Instrumen Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes kreativitas dari Torrence yang telah diadaptasi oleh Munandar. Diluar negeri tes ini telah digunakan lebih dari 75% untuk anak-anak sekolah dasar dan sekolah menengah dari penelitian yang dipublikasikan, dan 40% untuk mahasiswa dan orang dewasa15. Tes ini bertujuan untuk memicu ungkapan secara simultan dari beberapa operasi mental kreatif terutama mengukur aspek kelancaran, kelenturan, keaslian dan elaborasi. Kelebihan tes ini bisa digunakan pada subjek yang berusia antara 10 sampai 18 tahun, selain itu tes ini dalam pelaksanaanya bisa diberikan secara kelompok sehingga memudahkan peneliti dalam melakukannya. Tes ini terdiri dari dua bentuk yaitu verbal dan figural. Bentuk verbal bertujuan untuk mengukur aspek kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi. Bentuk ini terdiri dari tujuh subtes yaitu: permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifat yang sama, penggunaan yang tidak lazim, dan aktivitas yang diandaikan. Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes kreativitas verbal dengan alasan seluruh aspek kreativitas telah terukur dengan bentuk tes verbal, selain itu pelaksanaan tes figural cocok untuk diberikan bila jumlah subjek tidak terlalu banyak.
d.
Analisis Data Teknik analisis yang dilakukan adalah dengan membuat klasifikasi menjadi tujuh kelompok. Pembagian klasifikasi didasarkan pada simpangan baku dan usia subjek. Penormaan seperti diatas telah dibakukan dalam buku manual tes kreativitas yang diterbitkan oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian diambil siswa yang mempunyai tingkat kreativitas amat sangat tinggi (very superior) untuk dibanding berdasarkan latarbelakang siswa tersebut baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Namun demikian dalam pembahasannya, tidak hanya siswa yang mempunyai tingkat kreativitas yang very superior (amat sangat kreatif) saja yang dibahas, tapi juga siswa yang mempunyai tingkat kreativitas high average (kreatif), superior (sangat kreatif), dan very superior (amat sangat kreatif). Hal ini didasari alasan karena mereka tetap termasuk pada kategori siswa kreatif.
7
Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
D. Hasil dan Pembahasan Untuk mengetahui deskripsi tentang tingkat kreativitas pada siswa sekolah menengah pertama di kota Malang, pengelompokan dilakukan berdasarkan norma yang telah ditentukan pada buku manual tes kreativitas dan berdasarkan penormaan tersebut kemudian diperoleh hasil seperti terdapat dalam tabel di bawah ini: Tabel 2 Distribusi tingkat kreativitas siswa No
Kategori
1 Very Superior (Amat sangat kreatif) 2 Superior (Sangat kreatif) 3 High Average (Kreatif) 4 Average/normal (Cukup kreatif ) 5 Low Average (Kurang kreatif) 6 Borderline Defective (Tidak kreatif) 7 Mentally Defective (Amat tidak kreatif) Jumlah
Kriteria
F
> 85 76 s/d 84 67 s/d 75 49 s/d 66 40 s/d 48 31 s/d 41 < 30
66 76 93 178 23 14 0
(%) 14,6 % 16,8 % 20,6 % 39,5 % 5,1 % 3,1 % 0% 100 %
Selanjutnya Untuk memperjelas hasil analisis diatas bisa dilihat dari histogram dibawah ini:
Deskripsi Tingkat Kreativitas 200 150 100 50 0
1
2
3
4
5
6
7
Dari hasil analisis perbedaan berbagai aspek terhadap kreativitas ditemukan bahwa dari 450 siswa yang mempunyai tingkat kreativitas amat sangat tinggi (very superior) berjumlah 66 orang (14,6%) hasil tersebut diperoleh dari sekolah MTs Surya Buana 35 orang, MTsN sebanyak 25 orang, dan SMPN 6 orang. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan tingkat kreativitas berdasarkan latarbelakang pada ke 66 siswa tersebut dilakukan dengan cara membandingkan jumlah siswa berdasarkan latarbelakangnya. Hasil selengkapnya dari perbandingan tersebut bisa dilihat dari tabel di bawah ini:
8
Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
Tabel 3 Tingkat kreativitas berdasarkan faktor internal No
Latarbelakang
1
Jenis kelamin
2
Usia
3
Urutan Kelahiran
4
Jumlah Saudara
Laki-laki Perempuan 11 - 12 tahun 13 Tahun 14 – 15 Tahun Pertama Tengah Bungsu Sedikit Sedang Banyak
Frekuensi
(%)
35 31 42 18 6 40 16 10 38 23 5
53 % 47 % 64 % 27 % 9% 61 % 24 % 15 % 58 % 35 % 7%
Tabel 4 Tingkat kreativitas berdasarkan faktor eksternal No
Latarbelakang Siswa
1
Tingkat Pendidikan Bapak
2
Jenis pekerjaan Bapak
3
Tingkat Pendidikan Ibu
4
Jenis pekerjaan Ibu
Lulus SD/SMP Lulus SMA Lulus PT Tidak Bekerja pendidik Selain Pendidik Lulus SD/SMP Lulus SMA Lulus PT Tidak Bekerja pendidik Selain Pendidik
Frekuensi
(%)
6 16 44 1 14 51 6 24 36 24 11 31
9% 24 % 67 % 3% 21 % 77 % 9% 36 % 55 % 36 % 17 % 47 %
E. Pembahasan Hasil Penelitian Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa tingkat kreativitas siswa sekolah menengah di kota Malang berada pada kategori tinggi, hal ini bisa dilihat dari 66 orang siswa mempunyai tingkat kreativitas pada kategori very superior. Selain itu, Hasil tersebut semakin diperkuat bila dilihat dari jumlah siswa yang tingkat kreativitasnya yang berada diatas rata-rata, baik yang berada pada kategori high average (93 orang), superior (76 orang) dan very superior (66 orang) sehingga jumlahnya mencapai 235 orang atau sekitar 52,2% .
9
Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
Jumlah siswa kreatif yang mencapai 52,2% ini tentu saja menjadi kebanggan bagi sekolah yang menjadi subjek penelitian karena siswanya berada pada kategori kreatif, hanya saja hasil tersebut tidak merata pada setiap sekolah yang dijadikan subjek penelitian. Urutan pertama diperoleh oleh siswa MTs Surya Buana dengan perolehan sebanyak 96 orang (40,85%), MTsN sebanyak 76 (32,34%) dan SMPN 13 sebanyak 63 orang (26,80%). Temuan ini menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat MTs Surya Buana adalah sekolah yang dalam praktik pembelajarannya menggunakan metode sekolah alam sehingga ada kemungkinan banyaknya siswa yang kreatif di sekolah ini disebabkan karena faktor proses pembelajarannya. Menurut Sternberg dan Lubart16 kreativitas akan berkembang dengan maksimal ketika seseorang berada pada lingkungan yang memang mendukung yaitu lingkungan yang didalamnya mencerminkan suasana kooperatif dan menantang untuk menemukan hal-hal yang baru. Suasana seperti diatas sangat mungkin ada di sekolah yang mengembangkan sekolah alam. Temuan lain yang menarik untuk dicermati adalah adanya konsistensi hasil dengan penelitian yang telah lama dilakukan oleh Munandar yang menemukan bahwa beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab perbedaan kreativitas adalah karena perbedaan latarbelakang siswa baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Secara internal ditemukan bahwa faktor usia menjadi penting untuk diperhatikan. Siswa yang bersia 11 -12 tahun lebih banyak yang kreatif dibanding siswa yang usianya 12 dan 14 tahun17. Hasil ini sesuai dengan pendapat McCrae dkk yang menyatakan bahwa ada kecenderungan bahwa kreativitas akan lebih tinggi pada anak yang usianya lebih muda18. Faktor lain yang dianggap penting sebagai penyebab dari adanya perbedaan kreativitas adalah urutan kelahiran dan jumlah saudara. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa subjek yang tingkat kreativitasnya lebih tinggi berasal dari keluarga kecil dan mempunyai urutan kelahiran pertama. Hasil ini sangat mendukung terhadap penelitian-penelitian sebelumnya baik yang dilaksanakan di luar negeri maupun dalam negeri. Beberapa penelitian yang dikutip Munandar diantaranya 1) Penelitian Goddart menemukan bahwa dari 253 anak berbakat kreatif lebih dari setengahnya merupakan anak pertama, sedangkan penelitian; 2) Penelitian Roe menemukan bahwa dari 64 ilmuwan yang dianggap kreatif merupakan anak pertama; 3) Penelitian Hollingworth menemukan bahwa anak berbakat kreatif berasal dari keluarga kecil; dan 4) Penelitian Terman menemukan bahwa orangtua anak-anak berbakat rata-rata mempunyai anak berbakat tidak lebih dari 3 orang. Selain itu, Penelitian yang dilakukan sendiri oleh Munandar menemukan bahwa 44% anak kreatif berasal dari urutan kelahiran pertama dan 68% berasal dari keluarga kecil19. Temuan lain yang dianggap menjadi penyebab adanya perbedaan tingkat kreativitas adalah perbedaan tingkat pendidikan orangtua baik bapak maupun ibu. Anak yang mempunyai tingkat kreativitas tinggi ternyata tingkat pendidikan orangtuanya merupakan lulusan perguruan tinggi, pada bapak sebesar 67% dan ibu sebesar 55%, sedangkan sisanya merupakan lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau Sekolah Dasar. Hal ini bisa dipahami dengan asumsi bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas pemahamannya dalam mendidik anak-anak. Faktor lain yang diduga menjadi penyebab adanya perbedaan kreativitas tapi ternyata perbedaannya tidak signifikan adalah faktor jenis kelamin dan jenis pekerjaan orangtua. Dari hasil yang diperoleh ternyata laki-laki dan perempuan yang kreatif perbedaannya hanya berkisar antara 35 (53%) berbanding 31 (47%). Pada jenis pekerjaan
10
Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
orangtua bapak ditemukan hasil bahwa anak yang kreatif kebanyakan berasal dari bapak yang bekerja non tenaga kependidikan (51%), jenis pekerjaan yang dimaksud adalah wiraswasta, petani, dan pegawai lainnya. Demikian juga dengan pekerjaan ibu, walaupun hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa anak yang kreatif berasal dari ibu yang bekerja bukan sebagai pendidik (31%) tapi jenis pekerjaan ini masih terbagai pada jenis pekerjaan seperti wiraswasta, petani, dan pegawai lainnya. Bahkan ada kecenderungan bahwa anak yang kreatif kebanyakan berasal dari anak yang ibunya tidak bekerja (36%). Hasil ini perlu dikaji lebih lanjut karena temuan yang dikemukakan oleh Munandar20 menunjukkan hasil yang relatif sama yaitu bahwa anak yang kreatif kebanyakan berasal dari anak yang ibunya tidak bekerja. Hal ini bisa dipahami karena dengan tidak bekerja seorang ibu akan lebih banyak waktu untuk mencurahkan perhatiannya dalam mendidik anak-anaknya dirumah, tapi walaupun demikian anggapan ini perlu dikaji lebih jauh mengingat hasil penelitian ini juga menemukan bahwa ibu yang bekerja juga cukup banyak yang mempunyai anak kreatif, tergantung pada kemampuan dia dalam mengelola waktu sehingga masih ada kesempatan untuk mendidik anak-anaknya. Demikian hasil penelitian ini, sebagai sebuah penelitian survei nampaknya hasil penelitian ini perlu ditindak lanjuti lebih jauh sehingga mampu memberikan sumbangan teoritis dalam mengembangkan konsep-konsep kreativitas, dan juga mampu memberikan sumbangan praktis berupa bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam bisang pendidikan baik bagi para orangtuaa, guru, maupun para pejabat yang berwenang dan mempunyai kepedulian dengan hasil penelitian ini.
References 1
Munandar, Utami, 1999, Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat, Jakarta: Gramedia
2
Lie, Anita, 2004, Cooperative Learning, Mempraktikan Cooperative learning di Luar Kelas, Jakarta: Grasindo
3
Munandar, Utami, 1999, Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat, Jakarta: Gramedia
4
Munandar, Utami, 1982, Anak-anak Berbakat: Pembinaan & Pendidikannya, Jakarta: Rajawali
5
Torrence, E.P., Education and the Creative Potential, Minneapolis: University of Minnoseta Press, 1968
6
Rhode, 1980, An Analysis of Creativity, Phi: Delta Kappan
7
Campbel, David, 1986, Mengembangkan Kreativitas, Yogyakarta: Kanisius
8
Suharnan, 2000, Teori Psiko-komponensial Tentang Kreativitas, Anima, Indonesian Psychological Journal, Vol. 15, 2, 166-179
11
Jurnal Psikoislamika Vol 3/No.2/Juli 2006 ISSN: 1829-5703
9
Munandar, Utami, 1999, Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat, Jakarta: Gramedia
10
Munandar, Utami, 1982, Anak-anak Berbakat: Pembinaan & Pendidikannya, Jakarta: Rajawali
Supriyadi, D., (1994), Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan Iptek, Bandung: Alfabeta. 12
Munandar, Utami, 1958, Pemanduan Anak Berbakat, Suatu Studi Penjajakan, Jakarta: Rajawali
13
Nazir. Mohamad, 1987, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia
14
Arikunto, Suharsimi, 1991, Manajemen Penelitian: Jakarta: Rineka Cipta
15
Lynch, M.D., & Harris, C.R., Fostering Creativity in Children K-8, Theory and Practice, Needham Heights: Allyn & Bacon, 2001
16
Sternberg, R.J., & Lubart, T.I., Defying The Crowd, Cultivating Creativity in a Cultural of Conformity, New York: A Division of Simon & Schuster Inc., 1995
17
Munandar, Utami, 1958, Pemanduan Anak Berbakat, Suatu Studi Penjajakan, Jakarta: Rajawali
18
McCrae, R.R., Arenberg, D., & Costa, P.T., Declines in divergent thinking with age: Cross-sectional, longitudinal, and cross-sequential analyses, Psychology & Aging. 1987, Jun Vol 2(2) 130-137
19
Munandar, Utami, 1958, Pemanduan Anak Berbakat, Suatu Studi Penjajakan, Jakarta: Rajawali
20
Munandar, Utami, 1958, Pemanduan Anak Berbakat, Suatu Studi Penjajakan, Jakarta: Rajawali
12