Studi Deskriptif mengenai Tipe Forgiveness pada Anggota Paduan Suara Mahasiswa Universitas „X‟ di Kota Bandung Christian Samuel, Ellen Theresia, Kristin Rahmani Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha Bandung
Abstract This research describe the type of forgiveness in the members of university student choir of „X‟ University in Bandung. The sample are selected by using the method of purposive sampling. There are 42 samples that participate in the research. The method of research used in this research is the descriptive research method. To measure the primary data in the research, the Decisional Forgiveness Scale (DFS) and Emotional Forgiveness Scale (EFS) are used. Both scales were constructed by Worthington (2006) whose works have been translated into Bahasa Indonesia by Heliany Kiswantomo, M.Si., Psychologist. Meanwhile, the validity of the measuring tool utilizes the construct validity technique of Rank Spearman formula with the result 8 items are valid for the EFS and 7 items valid for the DFS with validity scale of each measuring tool in between 0,4-0,7. Furthermore, the reliability of the measuring tool is processed using alpha cronbach with the result of 0.567 for the DFS and 0.782 for the EFS. The results acquired based on the statistic data process are as follow: 38.1% respondents have high level in both DF (Decisional Fogiveness) and EF (Emotional Forgiveness) degrees and the 33.3% respondents have low level in both DF and EF degrees. In addition, 16.7% respondents have a type of forgiveness with a high DF degree and 11.9% respondents have a type of forgiveness with a high EF degree. There are also relations between the aspects of forgiveness traits, depth of hurt, frequency of hurtful events, attitude of the offender, empathy, and gender of the members of university student choir of „X‟ University in Bandung with the forgiveness types. Based on this research, the researcher offers advices to other researchers who are interested to do research on the correlation between the factors affecting forgiveness types. Moreover, the research may also observe on the contribution of the environment in developing forgiveness in an individual. Keywords : forgiveness, type of forgiveness, members of university student choir
I.
Pendahuluan
Universitas „X‟ merupakan salah satu perguruan tinggi yang sangat peduli terhadap perkembangan diri setiap mahasiswanya, tidak hanya mengutamakan kemampuan akademik namun juga mengutamakan kompetensi sosial bagi setiap mahasiswa. Hal ini diungkapkan oleh bapak M, seorang kepala biro kemahasiswaan di Universitas „X‟ yang diwawancarai oleh peneliti. Universitas „X‟ menyadari bahwa kehadiran organisasi kemahasiswaan sangat penting sebagai wadah pengembangan kompetensi sosial bagi setiap mahasiswa. Salah satu unit kegiatan mahasiswa di Universitas „X‟ yang paling menonjol dibandingkan unit kegiatan mahasiswa lainnya adalah Paduan Suara Mahasiswa, yang selanjutnya di dalam penelitian ini akan disebut sebagai PSM Universitas „X‟. Hal tersebut dikarenakan PSM Universitas „X‟ sudah menggeluti dunia paduan suara selama 30 tahun dan telah menghasilkan banyak prestasi, baik skala regional kota Bandung, skala nasional, maupun internasional. Peneliti melakukan wawancara dengan K yang menjabat sebagai ketua PSM Universitas „X‟ mulai dari tahun 2012 hingga 2014. Menurut K, PSM Universitas „X‟ terbentuk atas dasar kesamaan hobi bernyanyi para mahasiswa. Visinya yaitu menjadi salah satu paduan suara dari Indonesia yang memiliki kualitas kelas dunia dan dikenal dalam lingkup internasional. Untuk mencapai visi tersebut, 65
Zenit Volume 4 Nomor 1 April 2015
PSM Universitas „X‟ menetapkan jadwal latihan yang rutin sebanyak 4 kali dalam 1 minggu dengan durasi latihan selama 4 jam. Tidak hanya latihan rutin saja, PSM Universitas „X‟ juga mengadakan program les vokal khusus bagi anggota yang ikut serta di dalam konser ataupun kompetisi luar negeri. PSM Universitas „X‟ juga memiliki beberapa program yang rutin diadakan untuk setiap anggota, beberapa diantaranya adalah program penerimaan anggota baru, perayaan ulang tahun PSM, konser Natal, konser tahunan, konser siswa, kompetisi luar negeri, dan gathering anggota. Selain itu, PSM ini juga sering mengisi acara dalam berbagai event baik di dalam maupun di luar Universitas „X‟, serta melakukan pelayanan ke gereja-gereja di kota Bandung dan Jakarta. Sejak awal dibentuk hingga saat ini, terdapat satu nilai yang selalu ditanamkan oleh PSM Universitas „X‟ kepada setiap anggotanya yaitu “We are the TEAM, Together Everyone Achive More”. Menurut K, nilai TEAM itu sendiri dimaksudkan agar tercipta rasa saling memiliki dan saling percaya di antara anggota sebagai satu organisasi, satu tim, satu keluarga sehingga mereka akan saling bekerja sama dalam meningkatkan potensi pribadi demi kesuksesan organisasi. Namun, K merasa bahwa keanggotaan PSM Universitas „X‟ justru semakin terlihat lesu. Hal ini dikarenakan berkurangnya jumlah anggota PSM Universitas „X‟ setiap tahunnya. Pada awal tahun 2014 saja anggota PSM Universitas „X‟ hanya berjumlah 57 orang. Jumlah tersebut sangat berbeda dengan data keanggotaan pada tahun 2013 dengan jumlah anggota 74 orang, dan pada tahun 2012 dengan jumlah anggota 90 orang, serta 111 orang pada tahun 2011. Berdasarkan wawancara yang dilakukan saat survey awal peneliti kepada 16 orang anggota PSM Universitas „X‟, sebanyak 11 anggota (68,75%) merasa setiap anggota seperti mementingkan dirinya sendiri, keras kepala, sombong, sulit untuk mau menerima kritikan dan pendapat dari anggota lain. Selain itu juga mereka merasa masih ada senioritas, seperti ketika pengurus pernah dimarahi oleh senior secara langsung di depan rekan-rekan lainnya mengenai suatu hal, padahal senior tersebut tidak tahu permasalahan yang sebenarnya. Sebanyak 3 anggota (18,75%) melihat bahwa masing-masing anggota lainnya tidak mau memikul beban yang sama sehingga hal ini seringkali memicu kesalahpahaman dan ketidakpercayaan antar anggota. Masalah lainnya adalah tidak dirasakannya rasa kekeluargaan. Hal ini membuat anggota merasa tidak dilibatkan dalam kelompok, merasa diabaikan dan terbuang. Hal-hal tersebut yang kemudian membuat beberapa orang kehilangan motivasi dan minatnya untuk berada dan terikat di dalam PSM Universitas „X‟ dan memilih untuk mundur secara perlahan. Sedangkan sebanyak 2 anggota PSM Universitas „X‟ lainnya (12,5%) merasa tidak pernah mengalami masalah yang berarti selama bergabung di dalam PSM Universitas „X‟. Konflik interpersonal merupakan hal yang tidak terhindarkan di dalam organisasi. PSM Universitas „X‟ dengan seluruh program-program seperti konser, kompetisi dan jumlah anggota yang banyak seringkali membuka peluang terjadinya konflik interpersonal antar anggota dan menciptakan situasi yang menekan dan tidak menyenangkan bagi setiap anggota. Masalah yang timbul seringkali menciptakan emosi negatif yang dirasakan oleh masing-masing anggota. Dari 16 anggota PSM Universitas „X‟ yang diwawancarai oleh peneliti, sebanyak 10 anggota (62,5%) merasa kecewa karena keegoisan rekan anggota lain dan juga kecewa karena rasa kekeluargaan yang mereka harapkan ketika bergabung di PSM Universitas „X‟ ternyata tidak terwujud. Sebanyak 4 anggota PSM Universitas „X‟ (25%) merasa marah karena pernah dimarahi oleh senior di depan rekan-rekan anggota lainnya saat sedang rapat besar kepengurusan. Sedangkan sebanyak 2 anggota PSM Universitas „X‟ (12,5%) merasa biasa saja karena mereka memahami bahwa dalam suatu organisasi pasti selalu ada masalah yang akan dihadapi oleh setiap anggota. Emosi negatif seperti rasa marah dan kekecewaan apabila dibiarkan, dapat mengubah sikap dan perilaku anggota di dalam PSM Universitas „X‟ itu sendiri. Dari 16 anggota PSM Universitas „X‟ yang diwawancara oleh peneliti, sebanyak 14 anggota (87,5%) mulai merasa kurang termotivasi untuk datang latihan, ikut job ataupun pelayanan gereja bersama PSM Universitas „X‟. Sedangkan sebanyak 2 anggota PSM Universitas „X‟ (12,5%) masih merasa senang untuk bergabung di dalam PSM Universitas „X‟. Menurut K, ketika anggota menghayati perasaan yang kurang menyenangkan di dalam organisasi, hal tersebut dapat membuat mereka kehilangan motivasi untuk berada di dalam kelompok yang pada akhirnya membuat PSM Universitas „X‟ dapat mati karena ketiadaan anggota. Untuk itu diperlukan suatu usaha untuk dapat mengurangi emosi negatif yang dirasakan oleh anggota PSM Universitas „X‟. Forgiveness dapat dilakukan sebagai salah satu upaya mengurangi emosi negatif yang dapat berdampak negatif bagi organisasi. Worthington mengungkapkan bahwa forgiveness diperlukan bagi setiap individu di dalam kelompok sosial. Forgiveness menurut Worthington (2005) 66
Studi Deskriptif Mengenai Tipe Forgiveness pada Anggota Paduan Suara Mahasiswa Universitas „X‟ di Kota Bandung (Christian Samuel, Ellen Theresia, dan Kristin Rahmani)
adalah proses internal dari individu untuk mengatasi respon marah, sakit hati, dan kepahitan melalui belas kasihan terhadap orang yang telah menyakiti. Ketika mengalami konflik ataupun masalah, individu yang mampu melakukan forgiveness mengalami penurunan emosi negatif yang dirasakan dari masalah tersebut. Worthington mengungkapkan bahwa ketika seseorang memutuskan untuk melakukan forgiveness, terdapat dua kecenderungan tipe yaitu decisional forgiveness dan emotional forgiveness. Worthington (2014) mengungkapkan bahwa kedua tipe forgiveness ini terdapat pada setiap orang, hanya saja derajat masing-masing tipe tersebut berbeda-beda pada individu satu dengan yang lainnya. Mungkin saja hanya salah satu tipe yang memiliki derajat tinggi (dominan) pada diri seseorang, namun mungkin juga derajat keduanya sama-sama tinggi ataupun sama-sama rendah. Worthington (2006) mendefinisikan decisional forgiveness sebagai suatu keputusan secara kognitif yang berasal dari dalam diri untuk bersikap ataupun bertindak lebih positif terhadap orang yang telah menyakiti. Dari 16 anggota PSM Universitas „X‟ yang diwawancara peneliti, sebanyak 12 anggota (75%) akan tetap tersenyum, bersikap ramah pada rekan yang mengalami masalah atau konflik interpersonal dengan dirinya, namun di dalam hati mereka masih merasa kesal, kecewa. Sedangkan emotional forgiveness, yaitu motivasi untuk melepaskan seluruh emosi negatif mengenai orang yang telah menyakiti dan menggantinya dengan pikiran dan perasaan yang lebih positif seperti belas kasih, simpati dan empati. Dari 16 anggota PSM Universitas „X‟ yang diwawancara peneliti, sebanyak 4 anggota (25%) memutuskan untuk memaafkan rekan anggota yang telah menyakiti dan mencoba meluruskan masalah yang ada. Mereka merasa setelah itu hubungan yang terjalin menjadi lebih baik dan membuat mereka justru semakin kompak. Artinya, melalui forgiveness maka dinamika kelompok dalam PSM Universitas „X‟ dapat lebih terbentuk dan setiap anggota di dalamnya dapat menjadi lebih solid. Hal tersebut menunjukkan bahwa forgiveness diperlukan bagi PSM Universitas „X‟ dalam menghadapi masalah yang terjadi antar anggota dan dapat menjadi cara untuk mengurangi emosi negatif yang dihasilkan dari masalah tersebut. Forgiveness dapat memperbaiki kualitas hubungan antar anggota di dalam PSM Universitas „X‟ serta semakin memperkuat kerjasama setiap anggota sebagai sebuah tim. Oleh karena itulah peneliti ingin melakukan penelitian “Studi Deskriptif Mengenai Tipe Forgiveness pada Anggota Paduan Suara Mahasiswa Universitas „X‟ di Kota Bandung”. Peneliti ingin memperoleh gambaran mengenai tipe forgiveness pada anggota PSM Universitas „X‟ di kota Bandung. II.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif melalui teknik survey menggunakan kuesioner. Variabel dalam penelitian ini adalah tipe forgiveness. Sampel di dalam penelitian ini adalah anggota PSM Universitas „X‟ kota Bandung yang berjumlah 42 orang. Untuk mengukur tipe forgiveness, peneliti menggunakan alat ukur Decisional Forgiveness Scale (DFS), dan Emotional Forgiveness Scale (EFS) yang dikonstruksi oleh Worthington (2006). Kuesioner ini telah diterjemahkan oleh Heliany Kiswantomo, M.Si., Psikolog ke dalam bahasa Indonesia. Uji validitas menggunakan teknik construct validity dengan rumus rank spearman. Uji reliabilitas menggunakan rumus alpha cronbach. Pada kuesioner DFS digunakan 7 item, sedangkan pada kuesioner EFS digunakan 8 item. Standar norma yang digunakan adalah norma kelompok. Untuk menentukan tipe forgiveness pada setiap responden, peneliti menghitung median dari keseluruhan total skor kuesioner tipe forgiveness. Nilai median tersebut akan menentukan derajat tipe forgiveness tinggi atau rendah. Apabila nilai total skor lebih besar dari median maka termasuk kategori tinggi, sedangkan apabila nilai total skor lebih kecil atau sama dengan median maka termasuk kategori rendah. Tipe forgiveness dari setiap responden dapat dilihat dari kombinasi derajat tipe forgiveness yang diperoleh dari kuesioner DFS dan EFS. Responden dikatakan memiliki tipe dengan derajat DF yang lebih tinggi apabila responden memiliki kategori tinggi pada pada kuesioner DFS dan rendah pada kuesioner EFS, apabila terjadi sebaliknya maka responden tergolong memiliki tipe dengan derajat EF yang lebih tinggi. Sedangkan responden yang memiliki kategori tinggi pada kedua kuesioner tipe forgiveness berarti dikatakan memiliki tipe dengan derajat DF dan EF yang sama tinggi, apabila kedua kategorinya rendah pada masing-masing kuesioner maka responden dikatakan memiliki tipe dengan derajat DF dan EF yang sama-sama rendah. 67
Zenit Volume 4 Nomor 1 April 2015
Setelah itu, keempat tipe derajat forgiveness ini ditabulasi silang dengan data penunjang berupa faktor-faktor yang memengaruhi forgiveness dan data sosiodemografis responden. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai tipe forgiveness yang lebih rinci. III.
Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden penelitian yaitu 42 orang anggota Paduan Suara Mahasiswa Universitas „X‟ di Kota Bandung, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel I. Gambaran Derajat Tipe Forgiveness EF DF
Rendah
Tinggi
Total
IV.
Count % within DF % of Total Count % within DF % of Total Count % within EF % of Total
Rendah 14 73.7% 33.3% 7 30.4% 16.7% 21 100.0% 50.0%
Tinggi 5 26.3% 11.9% 16 69.6% 38.1% 21 100.0% 50.0%
Total 19 100.0% 45.2% 23 100.0% 54.8% 42 100.0% 100.0%
Pembahasan
Worthington (2005) mengemukakan, ketika seseorang melakukan forgiveness terdapat dua kecenderungan tipe, yaitu decisional forgiveness (DF) dan emotional forgiveness (EF). DF itu sendiri merupakan keputusan dari dalam diri individu untuk bersikap ataupun bertindak lebih positif terhadap orang yang telah menyakiti. Sedangkan EF merupakan motivasi untuk melepaskan seluruh emosi negatif mengenai orang yang telah menyakiti dan menggantinya dengan pikiran dan perasaan yang lebih positif. Worthington (2014) menambahkan, setiap individu memiliki kedua tipe forgiveness di dalam dirinya baik itu DF maupun EF, hanya saja derajat masing-masing tipe forgiveness tersebut dapat berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Individu yang melakukan DF belum tentu dapat melakukan EF, dan sebaliknya. Namun meskipun demikian, bukan berarti bahwa individu tidak dapat melakukan keduanya. Berdasarkan hal tersebut, Worthington mengungkapkan terdapat 4 jenis kombinasi derajat tipe forgiveness, yaitu individu dapat memiliki derajat DF yang tinggi, derajat EF yang tinggi, derajat DF dan EF yang sama-sama tinggi, ataupun derajat DF dan EF yang sama-sama rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 42 orang anggota PSM Universitas „X‟ di kota Bandung, didapatkan data bahwa sebanyak 16 orang (38.1%) anggota PSM Universitas „X‟ memiliki derajat DF dan EF yang sama-sama tinggi. Sebanyak 14 orang (33.3%) anggota memiliki derajat DF dan EF yang sama-sama rendah. Sebanyak 7 orang (16.7%) anggota memiliki derajat DF yang tinggi namun derajat EF rendah. Sedangkan sebanyak 5 orang (11.9%) memiliki derajat EF yang tinggi namun derajat DF rendah (lihat Tabel 3.1.). Anggota PSM Universitas „X‟ yang memiliki derajat DF dan EF yang sama-sama tinggi menunjukkan, saat mengalami peristiwa yang menyakitkan, anggota tersebut cenderung mampu untuk mengendalikan perasaan marah, kesal, dan benci yang mereka rasakan dari peristiwa menyakitkan yang dialami dan menyeimbangkannya dengan mengembangkan pikiran dan perasaan yang lebih positif terhadap rekan anggota yang telah menyakiti. Selain itu, anggota tersebut juga mampu menunjukkan sikap ataupun tindakan yang memperlihatkan kepada pelaku bahwa ia telah memutuskan untuk memaafkan. Anggota cenderung mampu untuk bersikap sama seperti sebelum peristiwa menyakitkan terjadi atau bahkan bersikap lebih ramah kepada rekan anggota yang telah menyakiti dirinya. Anggota tersebut cenderung akan memutuskan bahwa dirinya tidak akan membalas
68
Studi Deskriptif Mengenai Tipe Forgiveness pada Anggota Paduan Suara Mahasiswa Universitas „X‟ di Kota Bandung (Christian Samuel, Ellen Theresia, dan Kristin Rahmani)
apa yang telah dilakukan rekannya dan lebih banyak mengembangkan pikiran serta perasaan yang lebih positif terhadap rekan anggota yang menyakiti. Anggota PSM Universitas „X‟ yang memiliki derajat DF dan EF yang sama-sama rendah menunjukkan bahwa ketika anggota mengalami peristiwa yang menyakitkan, anggota tersebut cenderung mengambil sikap yang negatif terhadap rekan anggota yang telah menyakitinya. Mereka menghayati perasaan sangat marah, kesal, dan benci atas peristiwa menyakitkan yang dialami oleh dirinya. Ketika menghayati perasaan negatif, mereka akan memutuskan untuk menunjukkan perasaan tersebut kepada rekan anggota yang telah menyakitinya baik dalam sikap maupun tindakan. Anggota juga cenderung memiliki niat untuk melakukan pembalasan kepada rekan anggota yang menyakiti atas peristiwa menyakitkan yang dialaminya. Anggota PSM Universitas „X‟ yang memiliki derajat DF yang tinggi namun derajat EF-nya rendah menunjukkan bahwa anggota seringkali akan menunjukkan sikap positif terhadap rekan sesama anggota ketika mereka mengalami peristiwa yang menyakitkan. Namun meskipun memutuskan untuk bersikap positif, anggota tetap masih menyimpan perasan marah, kesal, dan benci terhadap rekan sesama anggota yang telah menyakiti dirinya. Anggota akan berusaha tetap ramah dengan menyapa, bermain, bahkan bercanda satu dengan yang lain, namun di dalam hati mereka masih merasakan kesal dan kecewa. Hal seperti ini menurut Worthington (2005) akan menghasilkan efek forgiveness yang semu. Rekan sesama anggota yang telah menyakiti mungkin saja akan menghayati bahwa rekan yang disakitinya telah memaafkan tindakan yang ia lakukan, sedangkan dari sudut pandang anggota yang disakiti itu sendiri belum memaafkan rekannya sepenuhnya karena sebenarnya ia masih diliputi pikiran dan perasaan negatif terhadap rekan yang telah menyakiti. Anggota PSM Universitas „X‟ yang memiliki derajat EF yang tinggi namun derajat DF-nya rendah menunjukkan bahwa ketika mengalami peristiwa yang menyakitkan, anggota tersebut cenderung dapat melepaskan pikiran negatif serta perasaan marah, kesal, dan benci yang dirasakannya terhadap rekan anggota yang telah menyakitinya. Anggota tersebut akan lebih banyak mengembangkan pikiran dan perasaan yang lebih positif seperti belas kasih, simpati dan empati. Meskipun demikian, anggota tersebut belum tentu akan memutuskan bersikap lebih positif atau memutuskan untuk menunjukkan sikap memaafkan terhadap rekan anggota yang telah menyakiti dirinya. Di dalam penelitian ini, faktor yang memiliki kecenderungan keterkaitan dengan tipe forgiveness yaitu, faktor trait forgiveness (trait forgiveness tinggi maka DF dan EF tinggi, sedangkan trait forgiveness rendah maka DF dan EF rendah), kualitas hubungan interpersonal dengan pelaku (semakin positif pergeseran arah kualitas hubungan maka DF dan EF tinggi, semakin negatif arah kualitas hubungan maka DF dan EF rendah), kedalaman luka (semakin dalam penghayatan luka maka DF dan EF rendah, semakin tidak dalam maka DF dan EF tinggi), frekuensi peristiwa menyakitkan terjadi (semakin sering frekuensinya maka DF dan EF rendah, semakin jarang frekuensinya maka DF dan EF tinggi), sikap pelaku setelah peristiwa menyakitkan terjadi (adanya upaya pelaku meminta maaf membuat DF dan EF tinggi, ketiadaan upaya pelaku meminta maaf membuat DF dan EF rendah), kemampuan empati dan kerendahan hati (semakin tinggi kemampuan empati maka DF dan EF tinggi, semakin rendah kemampuan empati maka DF dan EF rendah). Selain itu juga peneliti menemukan kecenderungan keterkaitan antara perbedaan jenis kelamin dengan tipe forgiveness (anggota dengan jenis kelamin perempuan sebagian besar memiliki DF dan EF yang sama-sama tinggi, sedangkan anggota laki-laki sebagian besar memiliki DF dan EF yang sama-sama rendah). V.
Simpulan dan Saran
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tipe forgiveness pada anggota PSM Universitas „X‟ di Kota Bandung, dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut ini: 1. Anggota PSM Universitas „X‟ memiliki 4 tipe forgiveness, yaitu tipe derajat decisional forgiveness yang tinggi, tipe derajat emotional forgiveness yang tinggi, tipe derajat decisional dan emotional forgiveness yang sama-sama tinggi, dan tipe derajat decisional dan emotional forgiveness yang sama-sama rendah. 69
Zenit Volume 4 Nomor 1 April 2015
2. Dari seluruh anggota PSM Universitas „X‟ yang terlibat di dalam penelitian ini, sebagian besar anggota memiliki derajat tipe decisional dan emotional forgiveness yang tinggi. Hal ini berarti anggota mampu mengendalikan emosi negatif yang dirasakan dengan mengembangkan pikiran dan perasaan yang lebih positif terhadap rekan anggota yang telah menyakiti. Selain itu juga mereka bersedia mengambil keputusan untuk bersikap lebih positif terhadap rekan anggota yang telah menyakiti mereka. 3. Faktor yang paling memiliki kecenderungan keterkaitan dengan tipe forgiveness adalah faktor trait forgiveness. Sedangkan aspek macam peristiwa menyakitkan dan waktu sejak peristiwa terjadi tidak memiliki keterkaitan dengan tipe forgiveness. 4. Di dalam penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan untuk melakukan forgiveness pada anggota PSM Universitas „X‟ yang memiliki jenis kelamin laki-laki dengan anggota yang memiliki jenis kelamin perempuan. Dari seluruh responden penelitian, sebagian besar anggota yang memiliki jenis kelamin perempuan, memiliki derajat tipe decisional dan emotional forgiveness yang tinggi. Anggota perempuan cenderung melihat forgiveness sebagai kunci kesuksesan suatu hubungan dan kunci pemulihan luka batin yang dialami. 5. Di dalam penelitian ini juga ditemukan, terdapat kecenderungan keterkaitan dari pergeseran kualitas hubungan anggota PSM Universitas „X‟ bersama rekan anggota yang telah menyakiti dengan tipe DF dan EF yang sama-sama tinggi maupun tipe DF dan EF yang sama-sama rendah. Anggota yang memiliki pergeseran kualitas hubungan ke arah yang lebih positif (misalnya dari tidak dekat menjadi dekat) memiliki tipe DF dan EF yang sama-sama tinggi, sedangkan anggota yang memiliki pergeseran kualitas hubungan ke arah yang negatif (misalnya dari dekat menjadi tidak dekat) memiliki tipe DF dan EF yang sama-sama rendah. 5.2
Saran
5.2.1
Saran Teoretis
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti ingin memberikan saran bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tipe forgiveness, antara lain: 1. Melakukan penelitian serupa dengan cakupan yang lebih luas, misalnya penelitian mengenai tipe forgiveness pada anggota unit-unit kegiatan yang berada di Universitas „X‟. 2. Meneliti lebih lanjut mengenai kontribusi komunitas dalam mengembangkan forgiveness pada individu. 3. Meneliti lebih lanjut mengenai korelasi antara faktor-faktor yang memengaruhi forgiveness dengan tipe forgiveness 5.2.2
Saran Praktis
Peneliti ingin memberikan saran yang dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait, sehubungan dengan hasil penelitian ini antara lain: 1. Bagi Ketua PSM Universitas „X‟ diharapkan dapat memanfaatkan konsep forgiveness pada saat menyikapi konflik yang terjadi di antara anggota untuk membantu mengembangkan soliditas antar anggota PSM Universitas „X‟. 2. Dapat diadakan seminar ataupun retreat anggota yang berkaitan dengan pengenalan DF dan EF pada setiap anggota PSM Universitas „X‟. Hal ini diharapkan dapat membantu setiap anggota untuk dapat mengaplikasikan EF maupun DF pada saat menghadapi konflik interpersonal dengan sesama anggota PSM Universitas „X”. 3. Bagi kepala Biro Kemahasiswaan Universitas „X‟, dapat membantu PSM Universitas „X‟ dalam mengatasi masalah-masalah yang terjadi di dalam organisasi PSM Universitas „X‟ itu sendiri. VI.
Daftar Pustaka
Erikson, Erik. 1993. Chilhood and society. New York : W.W. Norton & Company. Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-By-step Guide for Beginners. London: Sage Publications. Miller, Andrea J. 2012. Sex, Forgiveness and Health. New York : Springer Publisher.
70
Studi Deskriptif Mengenai Tipe Forgiveness pada Anggota Paduan Suara Mahasiswa Universitas „X‟ di Kota Bandung (Christian Samuel, Ellen Theresia, dan Kristin Rahmani)
Myers, David G. 1983. Social Psychology. New York : McGraw-Hill Book Company. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Santrock. J.W. 2002. Life-Span Development-Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Erlangga. Santrock, J.W. 2004. Adolescence : Eleventh Edition. New York : McGraw Hill. Sukirman, Silvia. 2004. Tuntunan Belajar Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Pelangi Cendekia. Worthington, Everett L. Jr. 1997. Interpersonal Forgiving in Close Relationship. Pennsylvania : Templeton Foundation Press Worthington, Everett L. Jr. 1998. Dimensions of Forgiveness : Psychological Research & Theological Perspectives. Pennsylvania : Templeton Foundation Press. Worthington, Everett L. Jr. 2001. Unforgiveness, Forgiveness, and Reconciliation and Their Implication for Societal Intervention. Dalam Raymond G. Helmick, S.J. & Rodney L. Petersen. Forgiveness and Reconciliation : Religion, Public Policy, & Conflict Transformation. Pennsylvania : Templeton Foundation Press. Worthington, Everett L. Jr. 2005. Handbook of Forgiveness. New York : Routledge Taylor & Francis Group. Worthington, Everett L. Jr. 2006. Forgiveness and Reconciliation : Theory and Application. New York : Routledge Taylor & Francis Group.
71
Zenit Volume 4 Nomor 1 April 2015
Daftar Rujukan Kiswantomo, Heliany. 2014. Pengaruh Attachment to God terhadap Forgiveness Siswa SMA Kristen/ Katholik Bandung kepada Teman Sebayanya. Thesis. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Februari 2009. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. http://hukum.unsrat.ac.id/men/mendikbud_155_1998.htm. (Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan). Diakses pada tanggal 23 Maret 2014. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39087/4/Chapter%20I.pdf. Diakses pada tanggal 24 Maret 2014. http://www.slideshare.net/jenniewidianie/organisasi-kemahasiswaan-25818189. Diakses pada tanggal 24 Maret 2014. http://www.scribd.com/doc/190735247/Peran-Dan-Fungsi-Organisasi. Diakses pada tanggal 24 Maret 2014. http://www.psychology.sunysb.edu/ewaters/345/2007_erikson/2006_erikson.pdf.Di-akses pada tanggal 30 Maret 2014. http://ratih-f-a-fpsi05.web.unair.ac.id/ (Teori Perkembangan). Diakses pada tanggal 30 Maret 2014. Worthington, E.L.,Jr. (
[email protected]). 2014. E-mail 1 : Permission to use Theory of Forgiveness, DFS & EFS instrument. E-mail kepada
[email protected] Worthington, E.L.,Jr. (
[email protected]). 2014. E-mail 2 : Forgiveness‟s Aspect. E-mail kepada
[email protected] Worthington, E.L.,Jr. (
[email protected]).
[email protected]
2014.
E-mail
3 :
DF
& EF Score.
E-mail kepada
Worthington, E.L.,Jr. (
[email protected]). 2014. E-mail 4 : Forgiveness Research. E-mail kepada
[email protected]
72