ISSN: 2460-6448
Prosiding Psikologi
Studi Deskriptif Mengenai Spirit at Work pada Guru Pondok Pesantren Integritas Qur’ani di Kota Bandung 1
Tia Puji Lestari, 2Oki Mardiawan 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail:
[email protected], 2
[email protected]
Abstrak: Fenomena kerusakan moral pada remaja hingga kini menjadi suatu masalah yang semakin memprihatinkan, sehingga sekolah berbasis islam menjadi trend dikalangan orang tua. Sekolah berbasis islam selalu dikaitkan dengan harga yang mahal, padahal tidak semua demikian. Salah satunya Pondok Pesantren Integritas Qur’ani (PPIQ). Pesantren yang fokus utamanya adalah mencetuskan karakter qur’ani ini menyediakan pendidikan gratis bagi yang tidak mampu. Menurut pihak pesantren, guru memiliki peran yang utama dalam penerapan karakter qur’ani. Pekerjaan guru juga dinilai memuaskan dari kalangan orang tua, santri juga merasa guru bisa dijadikan suri teladan yang baik. Padahal, guru hanya mendapatkan gaji sebesar Rp.500.000,00/bulan, yang tidak sebanding dengan beban pekerjaan mereka yang mengharuskan untuk mengawasi santri selama 24 jam penuh dan mengatasi remaja yang memiliki latar belakang bermasalah. Ditambah lagi guru memiliki aturan yang sama dengan santrisantri, sehingga beban pekerjaanya lebih berat. Hal ini berhubungan dengan guru memiliki Spirit at work yang tinggi, karena menghayati banyak makna yang positif saat bekerja, salah satunya memaknakan pekerjaan adalah nilai ibadah kepada Allah SWT. Guru merasa menjadi bagian keluarga di Pesantren, dan merasa mengalami pengalaman yang luar biasa selama bekerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran taraf Spirit at work pada guru di PPIQ. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Alat ukur menggunakan Spirit at work scale (SAWS) dari Kinjerski dan Skrypnek 2006, dengan reliabilitas sebesar 0,849. Hasil menunjukkan semua guru PPIQ memiliki Taraf Spirit at work yang tinggi. Kata Kunci : Spirit at work, guru, Pondok pesantren Integritas qur’ani
A.
Pendahuluan
Pondok Pesantren Integritas Qur’ani (PPIQ) merupakan salah satu pesantren yang fokus terhadap pembentukan karakter qur’ani dalam mengatasi kerusakan moral remaja yang hingga kini semakin memprihatinkan. Biaya sekolah yang ditawarkan tergolong murah dengan iuran setiap bulan sebesar Rp.50.000,00 dan ada pula yang digratiskan bagi yang tidak mampu. Meskipun dengan harga yang tergolong murah, PPIQ menerima respon positif dari kalangan orang tua, tertuama kinerja guru yang dianggap memuaskan, santri juga merasa guru-guru di PPIQ dapat menjadi suri teladan yang baik bagi mereka. Guru dinilai memiliki peran yang paling penting dalam menciptakan karakter qur’ani bagi pihak pesantren. Hal yang menarik pada guru PPIQ adalah pemberian gaji yang hanya sebesar Rp. 500.000,00/bulan, hal ini tidak sebanding dengan beban pekerjaan yang berat sebagai guru di pesantren. Dimana guru dituntut untuk mengawasi santri selama 24 jam penuh di pesantren, guru memiliki aturan yang disamakan dengan santri, serta guru harus menghadapi santri pada masa remaja yang memilki kecendrungan bermasalah. Masalah santri diantaranya : remaja yang merokok, remaja yang mengkonsumsi alkohol, remaja yang sering main games sehingga selalu lupa waktu , dan remaja yang senang menonton video porno. Santri yang cendrung bermasalah, dikuatkan pula dalam hasil penelitian mengenai gambaran Religiousity pada santri PPIQ, dimana pada dimensi consequent masih tergolong
493
494 |
Tia Puji Lestari, et al.
rendah, meskipun dimensi-dimensi lainnya tinggi (Azalin, 2013). Consequent merupakan dampak dari dimensi belief, practice, experience, dan knowledge, yang terwujud dari pikiran dan tindakan sehari-hari (Glock & Stark, 1965: 21). Consequent yang rendah bisa disebabkan karena usia remaja memang rentan dalam melakukan perilaku negative selama proses pencarian Identitas diri mereka (Erikson, dalam Santrock 2002). Peneliti ingin mengetahui hal apa yang membuat guru bisa tetap bekerja dengan baik dalam kondisi yang demikian. Hal tersebut ternyata berhubungan dengan guru memiliki banyak makna yang positif yang dihayati saat bekerja. Mereka memaknakan pekerjaan adalah nilai ibadah kepada Allah SWT, mereka masih bersyukur dengan pemberian gaji yang kecil, menurut mereka imbalan di dunia tidak sebanding dengan apa yang Allah SWT janjikan di akhirat. Guru merasa mengalami pengalaman yang luar biasa selama tinggal di pesantren, sehingga menghasilkan kebahagiaan bagi mereka saat bekerja menjadi guru di PPIQ. Guru merasa adanya kedekatan dengan rekan-rekan guru di pesantren serta menemukan adanya keberartian dan tujuan selama bekerja menjadi guru. Hal tersebut menunjukkan adanya Spirit at work yang tinggi, sesuai dengan pengertian Spirit at work dari Kinjerski dan Skrypnek (2006). Keuntungan Spirit at work sendiri, dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan, meningkatkan hubungan personal antar karyawan, meningkatkan layanan konsumen, meningkatkan produktivitas, serta dapat menurunkan turnover dan absensinitas. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data empiris mengenai taraf Spirit at work guru di PPIQ. Hasil dari penelitian deskriptif ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan sebagai data tambahan bagi pihak PPIQ. Sehingga diharapkan mampu dijadikan sebagai rekomendasi untuk melakukan pembinaan kepada guru baru atau calon guru lainnya, agar perlu memiliki Spirit at work yang tinggi supaya guru menghasilkan pekerjaan yang baik sehingga dapat menguntungkan organisasi. B.
Landasan Teori
Spirit selalu dihubungkan dengan Spiritualitas. Padahal Spiritualitas lebih menyangkut pada sistem keyakinan diri seseorang ( Myers, 1990). Sedangkan Spirit berkaitan dengan perasaan keterhubungan. Spirit at work lebih mengutamkan hubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri, bukan fokus pada keyakinan spiritual atau agama tertentu dari seseorang. Ketika agama dianggap sebagai faktor penting dalam pengalaman spirit at work, bagi sebagian individu, yang menjadi kekuatan adalah ikatan mereka dengan spiritualitas, kemanusiaan dan alam semesta yang mempengaruhi pengalaman spirit at work seseorang. (Mitroff and Denton 1999). Spirit at work adalah istilah yang menggambarkan pengalaman karyawan yang bergairah dan merasakan energi dari pekerjaan mereka, menemukan makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka, merasa bahwa mereka dapat mengekspresikan diri lengkap, dan merasa terhubung dengan orang-orang dengan siapa mereka bekerja (Kinjerski & Skrypnek, 2004). Spirit at work pada penelitian ini mengacu pada defenisi dari Kinjerski & Skrypnek 2004, yaitu penghayatan guru yang memiliki pengalaman pekerjaan yang penuh makna sehingga dapat mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya, bergairah dan penuh semangat terhadap pekerjaannya, dapat merasakan keterikatan dengan orang-orang
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)
Studi Deskriptif Mengenai Spirit at Work pada Guru Pondok Pesantren Integritas Qur’ani di Kota Bandung | 495
disekelilingnya, menghayati kedekatan dengan Tuhan serta menghayati pengalamanpengalaman transendental. Kinjerski dan Skrypnek (2006) melakukan pengukuran Spirit at work yang dinamakan Spirit at work scale (SAWS). SAWS bertujuan untuk mengukur pengalaman individu mengenai Spirit at work. SAWS terdiri atas empat dimensi, yaitu: 1) Engaging Work : dikarakteristikkan dengan perasaan kesejahteraan yang luar biasa, keyakinan bahwa seseorang yang tertarik dalam pekerjaan yang bermakna akan mempunyai tujuan yang lebih tinggi, kesadaran akan kesetaraan antara nilai-nilai dan keyakinan karyawan dengan organisasinya, dan perasaan untuk menjadi apa adanya; 2) Sense of Community : Dikarakteristikkan oleh perasaan keterkaitan dengan orang lain dan tujuan-tujuan bersama; 3) Spiritual Connection : Dikarakteristikkan oleh perasaan keterkaitan dengan sesuatu yang lebih besar daripada dirinya; 4) Mystical Experience : Dikarakteristikkan oleh vitalitas dan energi yang positif, perasaan sempurna, pengalaman di luar pemahaman manusia dan pengalaman kebahagiaan dan kegembiraan yang luar biasa. Faktor-faktor spirit at work menurut Kinjerski and Skrypnek (2006) adalah 1) Personality Characteristics : Inner harmony, Positive energy, Conscientiousness, Selftranscendence, Openness to possibilities, Spiritual inclination. 2) Organizational Factors : Inspiring leadership, Strong foundation, Organizational integrity, Positive workplace culture and space, Sense of community,oppurtunities for personal fulfillment, continuous learning and development, and appreciation and regard for employees and their contribution Dan 3) Personal Actions: Live purposefully and consciously, Live spirituall, Appreciate self and others, Refill the cup. C.
Hasil Penelitian Diagram Spirit at work
Spirit at work Tinggi 100%
Rendah
Pada hasil penelitian dan pengolahan data mengenai taraf spirit at work pada guru di pondok pesantren integritas qur’ani, didapatkan hasil bahwa 6 dari 6 orang dengan prosentase 100% memiliki taraf spirit at work yang tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Guru-guru di PPIQ sudah menghayati pekerjaan mereka memiliki banyak makna yang positif, makna-makna tersebut antara lain : mereka memaknakan pekerjaan adalah nilai ibadah kepada Allah SWT, memaknakan pengalaman bekerja sebagai guru adalah hal yang menyenangkan, membahagiakan dan luar biasa, memaknakan pekerjaan sebagai guru sudah sesuai dengan minat mereka, serta memaknakan hubungan dengan rekan-rekan guru di pesantren sebagai hubungan layaknya keluarga. Sehingga mereka bersemangat dalam mengajar untuk mengeluarkan
Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015
496 |
Tia Puji Lestari, et al.
semua potensi dan energy dalam diri pada saat mengajar, dan sudah dapat mengekspresikan diri mereka apa adanya di lingkungan pesantren. Hal ini sejalan dengan defenisi Spirit at work , yaitu : istilah yang menggambarkan pengalaman karyawan yang bergairah dan merasakan energi dari pekerjaan mereka, menemukan makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka, merasa bahwa mereka dapat mengekspresikan diri lengkap, dan merasa terhubung dengan orang-orang dengan siapa mereka bekerja (Kinjerski & Skrypnek, 2004). Guru-guru PPIQ memiliki Spirit at work yang tinggi diasumsikan karena adanya pemimpin yang mampu menginspirasi mereka, karena guru-guru PPIQ percaya dengan metode dan rencana yang diberikan dari pemimpin pesantren,pemimpin sering memperhatikan kondisi guru-guru di pesantren dengan menanyakan keadaan dan perasaan mereka, pemimpin aktif untuk mengarahkan dan mendengarkan rencana guruguru mengenai metode baru bagi santri. Hal ini menunjukkan adanya inspiring leadership, sebagaimana yang dikemukakan oleh Kinjerski dan Skrypnek 2006, bahwa dengan adanya organisasi yang memiliki pemimpin yang dapat menginspirasi para karyawan akan mendorong spirit at work karyawan. Hasil Distribusi Frekuensi Dimensi-dimensi Spirit at work KRITERIA Dimensi Spirit at work
TINGGI F
RENDAH %
F
%
Engaging Work
5
83,3%
1
16,7 %
A Sense of Comunity
6
100 %
0
0%
A Spiritual Connection
6
100 %
0
0%
Mystical Experience
5
83,3 %
1
16,7 %
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi dimensi-dimensi Spirit at work, pada dimensi engaging work, guru meyakini bahwa pekerjaan memiliki kebermaknaan dan tujuan yang besar, adanya kesesuaian antara nilai-nilai dan keyakinan pribadi dengan nilai-nilai pekerjaan sebagai guru, sehingga guru akan merasakan kesejahteraan dalam bekerja. Hasil menunjukkan 83,3 % atau 5 dari 6 guru di PPIQ memiliki dimensi Engaging work yang tinggi, karena guru-guru merasa menemukan makna dan tujuan saat bekerja menjadi guru, merasa pekerjaan sebagai guru sudah sesuai dengan minat mereka. Guru merasa adanya keselarasan antara nilai pribadi dengan nilai sebagai guru, karena tuntutan pekerjaan sebagai guru sesuai dengan nilai serta keyakinan yang guru miliki. Meskipun demikian, dimensi engaging work masih terdapat 1 dari 6 guru atau 16,7% guru yang memiliki engaging work yang rendah. Hal ini menunjukkan terdapat guru yang belum terikat dengan pekerjaanya, karena merasa belum menemukan keberartian dan tujuan saat bekerja menjadi guru, dan merasa pekerjaan sebagai guru belum sesuai minat yang diinginkan. Hal ini terjadi pada subyek C, C merasa meskipun ia memiliki pemaknaan pekerjaan sebagai guru adalah nilai ibadah, namun C masih belum berminat untuk mendedikasikan dirinya sebagai guru, karena belum menemukan
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)
Studi Deskriptif Mengenai Spirit at Work pada Guru Pondok Pesantren Integritas Qur’ani di Kota Bandung | 497
kecocokan antara nilai pribadi dan nilai pekerjaan sebagai guru. Hal ini juga dikarenakan usianya yang masih 20 tahun. sehingga ia masih memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Subyek C memiliki usia dan tingkat pendidikan yang sama dengan subyek D, namun D memiliki dimensi Engaging work yang tinggi. D juga merasa ingin menempuh pendidikan yang lebih tinggi lagi di madinnah.. C dan D sama-sama berusia 20 tahun, yang dikategorikan masih di usia dewasa awal, sehingga sama-sama memiliki kebutuhan untuk memperoleh tingkat pendidikan yang lebih tinggi, karena tugas perkembangan dewasa awal yaitu, mencari nafkah, memilih pekerjaan, membangun karir, dan berkembang dalam sebuah karir (Santrock, 2002: 94). Meskipun demikian, hasil pada penelitian ini menunjukkan usia dan tingkat pendidikan yang sama, menghasilkan Taraf dimensi engaging work yang berbeda. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Kinjerski dan Skrypnek (2006) yang menyatakan tingkat pendidikan dan usia tidak mempengaruhi Taraf Spirit at work individu. Dimensi Spiritual connection menunjukkan bahwa guru memiliki ikatan dengan Allah SWT saat bekerja. Artinya, guru merasa terhubung dengan Allah SWT saat melakukan pekerjaannya sebagai guru. Dimensi ini menunjukkan 100 % atau 6 dari 6 guru di PPIQ memiliki dimensi Spiritual connection yang tinggi, karena guru memaknakan pekerjaan mereka adalah nilai ibadah kepada Allah SWT, sehingga mereka merasa terhubung dengan Allah SWT saat bekerja. Ketika mendapatkan suatu kesulitan dalam bekerja, guru menghdapainya dengan tawakal dan berdo’a kepada Allah SWT, setiap keputusan kerja yang dibuat berdasarkan dari Spiritual connection yang ia miliki dengan Allah SWT. Skor rata-rata tertinggi berada pada dimensi spiritual connection, hal ini diasumsikan karena adanya budaya positif pesantren yang religious meningkatkan spiritual connection mereka. Positive workplace and culture juga termasuk factor organisasi yang menurut Kinjerski dan Skrypnek 2006 dapat mendorong Spirit at work karyawan, saat karyawan merasakan tempat kerja menghasilkan energy yang postif maka karyawan akan semakin merasa spirit di tempat kerja. Sense of community merupakan dimensi yang menunjukkan bahwa guru merasa terhubung dengan rekan-rekan guru yang lain dan merasa adanya kesamaan tujuan. Hasil menunjukkan prosentase 100 %, atau 6 dari 6 guru di PPIQ memiliki dimensi Sense of community yang tinggi, karena guru merasa adanya kepercayaan dan hubungan yang akrab dengan rekan-rekan guru di pesantren, serta merasa telah menjadi bagian keluarga di pesantren, sehingga dapat berbagi tujuan dan makna yang sama dengan menghafidzkan santri-santri. Hal ini diasumsikan, guru-guru di pesantren banyak menghabiskan waktu-waktu bersama di pesantren, mereka aktif melakukan sharing dan evaluasi setiap minggu sehingga meningkatkan keakraban dan membuat kerja sama tim yang baik. Kinjerski & Skrypnek 2006 mengungkapkan hubungan yang positif antara staff dan perasaan bagian dari kelompok meningkat keuntungan bagi organisasi. Hal ini dikarakteristikkan oleh hubungan pribadi, bekerjasama dalam pekerjaan dan berbagi waktu yang menyenangkan. Pada dimensi Mytical or unitive experience, guru mengalami suatu pengalaman yang menyenangkan, mistis dan luar biasa selama tinggal di PPIQ, dengan adanya energy positif saat bekerja, karena adanya lingkungan yang positif dari pesantren. Hasil menunjukkan 83,3 % atau 5 dari 6 guru di PPIQ memiliki dimensi Mytical or unitive experience yang tinggi, karena guru merasakan pengalaman yang luar biasa dengan
Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015
498 |
Tia Puji Lestari, et al.
perubahan para santri, merasakan energy yang positif dan kekuatan yang besar saat bekerja, merasa senang dan gembira setiap menjalani tugasnya sebagai guru, dan merasa bahwa saat-saat dalam bekerja di PPIQ dirasa semuanya menyenangkan. Namun prosentase 16,7% atau 1 dari 6 guru masih memiliki dimensi mystical experiences yang rendah, karena guru belum merasakan energy yang poistif saat bekerja dan belum merasa bahagia dengan pekerjaannya. Mystical experience yang rendah, dapat dikarenakan guru belum merasa nyaman dalam melaksanakan pekerjaanya, karena merasa selalu di awasi oleh pihak pesantren. D.
Kesimpulan 1. Mayoritas atau semua guru di Pondok Pesantren Integritas Qur’ani memiliki taraf Spirit at work yang tinggi 2. Dimensi Spiritual connection dan sense of community, memiliki prosentase yang tinggi diantara dimensi yang lain. 3. Dimensi Engaging work dan mystical or unitive experience memiliki Prosentase Spirit at work yang paling rendah diantara dimensi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA Azalin, Zoraya Hizki (2014). Gambaran religiousity pada remaja Pondok Pesantren Integritas Qur’ani Bandung. Bandung. Skripsi Sarjana. Fakultas Psikologi: Universitas Islam Bandung Glock & Stark. 1971. Religious and Society in tension. Chicago : Rand McNally & Company Kinjerski, V. & Skrypnek, B.J. (2004). Defining Spirit at Work: Finding Common Ground. Journal of Organizational Change Management, 17(1), pp. 26-42. http://www.kaizensolutions.org/definingsaw.pdf Kinjerski, V. & Skrypnek, B.J. (2006). A Human Ecological Model of Spirit at Work. Journal of Management, Spirituality, and Religion, 3(3). http://www.kaizensolutions.org/modelsaw.pdf Kinjerski, V. & Skrypnek, B.J. (2006). Creating Organizational Conditions that Foster Spirit at Work. Leadership and Organization Development Journal, 27(4), pp. 280-295. http://www.kaizensolutions.org/organizationalconditions.pdf Kinjerski, V. & Skrypnek, B.J. (2006). Measuring the Intangible: Development of the Spirit at Work Scale. In K. Mark Weaver (Ed.), Proceedings of the Sixty-fifth Annual Meeting of the Academy of Management (CD). http://www.kaizensolutions.org/sawscale.pdf Kinjerski, V. (2013). The Spirit at Work Scale: Developing and Validating a Measure of Individual Spirituality at Work. In J. Neal (Ed.),Handbook of Faith and Spirituality in the Workplace: Emerging Research and Practice, Springer Science + Media: New York. http://www.kaizensolutions.org/thepromiseofsaw.pdf
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)
Studi Deskriptif Mengenai Spirit at Work pada Guru Pondok Pesantren Integritas Qur’ani di Kota Bandung | 499
Machali, Imam. 2013. Jurnal Pendidikan Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan: Yogyakarta Mardiawan, Oki & Mubarak, Ali . 2012 . Pengaruh Spirituality at work terhadap motivasi kerja pada karyawan bagian administrasi fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung. Bandung : Universitas Islam Bandung. Noor, Hasanudin. 2012. Psikometri : Aplikasi dalam penyusunan pengukuran perilaku cetakan kedua. Bandung : Jauhar Mandiri Rizki Farras. 2014. Skripsi : Studi Deskriptif mengenai Spirit at Work pada guru honorer di SMP Terbuka 27 Bandung. Bandung : Universitas Islam Bandung Santrock, John W. 2002. Life-Span development edisi kelima jilid 1. Jakarta : Erlangga Santrock, John W. 2002. Life-Span development edisi kelima jilid 2. Jakarta : Erlangga Siregar Syofian (2013). Metode Penelitian Kuantitatif : dilengkapi dengan perbandingan perhitungan manual & SPSS. Jakarta : Kencana prenada media group Sugiyono, 2013. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015