Prosiding Psikologi
ISSN: 2460-6448
Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung 1 1,2
Olla Tiyana, 2Eni Nuraeni Nugrahawati
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl Tamansari No. 1 40116 e-mail :
[email protected],2
[email protected]
Abstrak. Madrasah Aliyah Al-Mursyid merupakan salah satu sekolah di Kota Bandung yang terbuka bagi masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Sebanyak 70% siswa memiliki pekerjaan di luar jam sekolah, sehingga memberikan dampak yang negatif seperti siswa menjadi terlambat sekolah, mengantuk di kelas dan tidak fokus ketika belajar karena kelelahan. Hal tersebut menjadi sebuah kendala bagi guruguru yang berhadapan langsung dengan para siswa. Guru juga dihadapkan dengan kendala lain seperti orang tua siswa lebih memilih anaknya untuk bekerja, fasilitas sekolah minim, siswa malas-malasan mengerjakan tugas dan ujian remedial, serta rendahnya motivasi bersekolah siswa. Penghasilan perbulan yang diterima guru tidak besar dan sering ditunggak oleh pihak yayasan. Namun dengan segala kesulitan, guru Madrasah Aliyah Al-Mursyid tetap bertahan mengajar dan selalu berusaha untuk mencari jalan keluar dari setiap permasalahan. Menurut Paul. G. Stoltz (2005), adversity quotient ialah kemampuan seseorang dalam mengalami kesulitan dan mengolah kesulitan sehingga menjadi sebuah tantangan untuk diselesaikan. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran profil adversity quotient guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung. Metoda penelitian yang digunakan adalah metoda studi deskriptif dengan subjek 14 guru. Pengumpulan data menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari adversity quotient response profile Paul. G. Stoltz. Berdasarkan pengolahan data diperolah hasil bahwa guru Madrasah Aliyah Al-Mursyid memiliki adversity quotient tinggi atau tipe climber sebanyak 12 guru atau 86%, dengan 10 guru atau 71,42% berada pada dimensi control tinggi, 7 guru atau 50% berada pada dimensi origin dan ownership sedang dan 7 guru atau 50% berada pada dimensi origin dan ownership tinggi, 11 guru atau 78, 58% berada pada dimensi reach tinggi, 11 guru atau 79% berada pada dimensi endurance tinggi. Kata Kunci: Adversity Quotient, Guru, Madrasah Aliyah, Climber, Control, Origin dan Ownership, Reach, Endurance.
A.
Pendahuluan
Madrasah Aliyah Al-Mursyid didirikan pada tahun 1993 oleh Ikatan Remaja Masjid di Daerah Antapani Bandung. Ide pembentukan Sekolah Madrasah Aliyah AlMursyid didasarkan pada keprihatinan para anggota Ikatan Remaja Masjid di Daerah Antapani Bandung terhadap anak-anak dari keluarga ekonomi rendah yang sulit untuk mendapat pendidikan. Hingga saat ini, terdapat 90% siswa berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah dan 70% diantara siswa tersebut memiliki pekerjaan di luar jam sekolah, seperti bekerja membantu orang tua di pasar, buruh di perusaahan kecil, pegawai sablon, menjadi tukang parkir hingga menjadi pemulung. Pekerjaan diluar jam sekolah memberikan dampak negatif bagi kegiatan belajar mengajar yaitu siswa menjadi terlambat hadir sekolah, siswa mengantuk di kelas dan tidak fokus ketika belajar karena kelelahan. Seluruh dampak negatif tersebut memberikan kendala bagi guru-guru Madrasah Aliyah Al-Mursyid yang berhadapan langsung dengan para siswa. Kendala lain yang dihadapi guru ialah orang tua yang kurang memberikan perhatian kepada pendidikan anak-anak mereka yang menyebabkan orang tua lebih memilih anaknya untuk bekerja dibandingkan bersekolah. Hal tersebut menyebabkan tingginya angka membolos siswa. Siswa-siswa juga malas-malasan mengerjakan pekerjaan rumah (PR) serta ujian remedial sehingga dalam hal ini guru yang lebih aktif mengingatkan siswa. Keterbatasan ekonomi juga menyebabkan siswa kurang mampu membeli peralatan untuk tugas-tugas sekolah
299
300 |
Olla Tiyana, et al.
sehingga guru merasa terkendala dalam menyelesaikan materi pembelajaran. Selain permasalahan yang disebabkan oleh siswa, guru juga merasa terkendala dengan minimnya fasilitas sekolah, seperti tidak tersedianya model pembelajaran bagi guru, tidak adanya ruang serbaguna yang dapat dipergunakan untuk kegiatan siswa, ruang kelas yang sempit, sumpek dan kurang pencahayaan. Walaupun dihadapkan pada berbagai kesulitan, Sekolah Madrasah Aliyah AlMursyid dapat bertahan hingga kini. Sebanyak 40 % siswa yang bersekolah merupakan siswa pindahan dari sekolah lain. Siswa pindahan tersebut keluar dari sekolah terdahulunya disebabkan oleh berbagai hal seperti terlibat perkelahian dengan teman dan guru serta sering membolos. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, siswa-siswa pindahan ini dapat menunjukkan perubahan sikap yang positif semenjak bersekolah di Madrasah Aliyah Al-Mursyid. Pengembangan akhlak siswa yang terus dibimbing oleh para guru serta pelajaran agama yang lebih banyak diberikan di sekolah membuat siswa pindahan tersebut bisa menunjukkan perilaku yang lebih positif. Hambatan yang dihadapi guru-guru Madrasah Aliyah Al-Mursyid tersebut, tidak membuat guru berdiam diri. Sebaliknya, guru selalu berusaha untuk mencari jalan keluar dari setiap permasalahan. Para guru rutin mengadakan diskusi seminggu sekali diluar rapat kerja yang sekolah adakan. Diskusi rutin ini bertujuan untuk guru saling menyampaikan kesulitan apa yang mereka hadapi, pemecahan masalah apa yang tepat dilakukan serta saling memberikan ide dalam pemecahan masalahnya. Berdasarkan hasil wawancara, guru sering dihadapkan pada kegagalan dalam mencapai pemecahan masalah, namun guru berusaha untuk bangkit dan berusaha mencari jalan keluar yang lain. Jalan yang dilalui oleh para guru dalam menyelesaikan setiap permasalahan juga terkadang terhambat, namun guru menunjukkan perilaku tidak menyerah dan gigih dalam mencapai tujuan. B.
Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori Adversity Quotient yang dikemukakan oleh Paul. G. Stoltz (2004). Adversity Quotient merupakan kemampuan seseorang dalam mengalami kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut sehingga menjadi sebuah tantangan untuk dapat diselesaikan. Pengukuran adversity quotient adalah suatu pengukuran tentang bagaimana seseorang merespon terhadap kesulitan terutama dalam penggapaian sebuah tujuan, cita-cita, harapan dan kepuasan pribadi dari hasil kerja/aktivitas itu sendiri. Respon individu terhadap kesulitan dapat dilihat melalui empat dimensi, yaitu: 1. Control (C) Dimensi control mempertanyakan: “Berapa banyak kendali terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan?” Orang dengan adversity quotient tinggi ialah seseorang yang merasakan keuletan dan tekad yang tidak kenal menyerah, tidak jatuh ke dalam keputusasaan yang tak berdasar. Seseorang dengan dimensi control yang sedang akan merespon peristiwaperistiwa buruk sebagai sesuatu yang berada dalam kendalinya, tergantung pada besarnya peristiwa itu. Sebaliknya semakin rendah dimensi control, maka semakin besar kemungkinan seseorang merasa bahwa peristiwa-peristiwa yang buruk berada di luar kendalinya, sering menjadi tak berdaya saat menghadapi kesulitan. 2. Origin dan Ownership (O2)
Volume 2, No.1, Tahun 2016
Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quptient pada Guru di Madrasah Aliya Al-Mursyid …| 301
Origin dan Ownership mempertanyakan dua hal: “siapa atau apa yang menjadi asal-usul kesulitan?” dan “sampai sejauh manakah saya mengakui akibat-akibat kesulitan ini?” Semakin tinggi skor dimensi ini maka akan menganggap sumber kesulitan itu berasal dari orang lain atau dari luar dan menempatkan peran diri sendiri pada tempat yang sewajarnya. Pada skor sedang, seseorang merespon peristiwa-peristiwa yang penuh dengan kesulitan sebagai sesuatu yang berasal dari diri sendiri, akan membatasi tanggung jawab, tidak bersedia memberikan lebih banyak kontribusi. Semakin rendah skor dimensi ini semakin besar ia menganggap diri sendiri sebagai asal-usul peristiwa buruk yang bisa berakibat parah pada tingkat stres, ego dan motivasi. 3. Core (C) Dimensi ini mempertanyakan: “sejauh mana kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan saya?” Semakin tinggi respon seseorang di dalam dimensi ini, semakin ia merespon kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas, merasa lebih berdaya dan perasaan kewalahan akan berkurang. Pada kisaran sedang, seseorang merespon peristiwa sulit sebagai sesuatu yang spesifik namun terkadang membiarkan peristiwa itu secara tidak langsung masuk ke dalam wilayah lain dalam kehidupannya. Seseorang dengan skor rendah akan menganggap peristiwa buruk sebagai bencana, memandang kesulitan sebagai sesuatu yang merasuki wilayah lain kehidupannya, membuat diri sendiri menjadi tidak berdaya untuk mengambil tindakan. 4. Endurance (E) Dimensi ini mempertanyakan dua hal: “berapa lamakah kesulitan akan berlangsung?” dan “berapa lamakah penyebab kesulitan ini akan berlangsung?” Semakin tinggi skor dimensi ini, ia akan memandang kesuksesan sebagai sesuatu yang berlangsung permanen dan menganggap kesulitan dan penyebab sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat berlalu, dan kecil kemungkinannya terjadi lagi. Pada kisaran tengah (sedang), seseorang akan menunda pengambilan tindakan yang konstruktif, lemah dan hilang harapan. Semakin rendah skor, semakin besar kemungkinannya ia akan memandang kesulitan dan penyebab-penyebabnya sebagai peristiwa yang berlangsung lama, dan menganggap peristiwa-peristiwa positif sebagai sesuatu yang bersifat sementara. C.
Hasil dan Pembahasan Tabel 3.1 Hasil Kategorisasi Tingkat Adversity Quotient Kategori
Rentang
F
%
Adversity Quotient Tinggi
134-182 12
86%
Adversity Quotient Sedang
85-133
2
14%
Adversity Quotient Rendah
36-84
0
0%
Total
14 100%
Psikologi, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016
302 |
Olla Tiyana, et al.
Tabel 3.2 Gambaran Dimensi Control Kategori
Frekuensi
Persentase
Tinggi
10
71,42%
Sedang
4
28, 58%
Rendah
0
0
Total
14
100%
Tabel 3.3 Gambaran Dimensi Origin dan Ownership Kategori Frekuensi Persentase Tinggi
7
50%
Sedang
7
50%
Rendah
0
0
Total
14
100%
Tabel 3.4 Gambaran Dimensi Reach Kategori Frekuensi Persentase Tinggi
11
78,58%
Sedang
3
21,42%
Rendah
0
0
Total
14
100%
Tabel 3.5 Gambaran Dimensi Endurance Kategori Frekuensi Persentase Tinggi
11
79%
Sedang
2
14%
Rendah
1
7%
Total
14
100%
Berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa 12 guru atau 86% memiliki adversity quotient tinggi atau tipe climber. Adversity quotient yang tinggi membuat para guru Madrasah Aliyah Al-Mursyid dapat bertahan menghadapi segala kesulitan yang mereka hadapi selama mengajar. Guru-guru di Madrasah Aliyah meyakini bahwa segala usaha yang kini mereka lakukan akan memberikan hasil yang memuaskan di masa yang akan datang. Guru-guru meyakini setiap usaha yang dilakukan pasti akan membawa perubahan walau sekecil apapun itu. Berdasarkan hasil perhitungan tentang Adversity Quotient, didapatkan gambaran sikap guru-guru yang mampu mengontrol segala permasalahan di sekolah yang mereka hadapi. Sikap tersebut mampu memberikan rasa optimis dan tekad yang tidak kenal menyerah yang dapat tercermin dari tindakan-tindakan dan pikiran-pikiran Volume 2, No.1, Tahun 2016
Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quptient pada Guru di Madrasah Aliya Al-Mursyid …| 303
yang dapat membantu guru-guru mencari jalan keluar dari permasalahan dan kesulitan yang dihadapi. Berkaitan dengan kesulitan yang dihadapi selama mengajar, guru menganggap kesulitan-kesulitan itu sebagai sesuatu yang disebabkan oleh hal yang berada di luar diri guru namun guru tetap bertanggung jawab di dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang mereka hadapi. Guru tidak menyalahkan diri sendiri ketika dihadapkan oleh sebuah permasalahan, namun selalu berusaha untuk belajar dari kesalahan di masa lalu. Selain itu, guru-guru juga mampu membatasi jangkauan yang dirasakan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa buruk. Dalam hal ini, guru-guru mampu membatasi peristiwa buruk yang terjadi di sekolah untuk tidak mengganggu aspekaspek lain di dalam kehidupannya, yaitu guru tetap bersikap profesional dalam mengajar walaupun penghasilan yang didapat tidaklah besar dan sering ditunggak. Guru-guru tidak membiarkan permasalahan di sekolah mengganggu aktivitas di rumah bersama keluarga serta tidak mempengaruhi relasi kuat yang dimiliki dengan rekan kerja. Ketika dihadapkan pada kesulitan, guru-guru mampu melihat bahwa akan selalu ada jalan keluar dari setiap permasalahan. Melalui keyakinan bahwa kesulitan yang dihadapi ini bersifat sementara dan akan segera berlalu, mampu meringankan beban perasaan guru-guru saat menempuh saat-saat yang sulit. D.
Kesimpulan
Mayoritas guru Madrasah Aliyah Al-Mursyid berada pada katagori Adversity Quotient tinggi atau tipe climber. Guru-guru terus berjuang ketika dihadapkan pada masalah, berusaha mencari jalan keluar dan tidak membiarkan masalah tersebut menghambat tugas dan pekerjaannya sebagai seorang guru. Guru-guru mampu mengontrol segala permasalahan di sekolah yang mereka hadapi, menganggap penyebab permasalahan berasal dari luar dirinya namun tetap bertanggung jawab dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Guru juga mampu membatasi jangkauan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa buruk agar tidak meluas ke dalam aspek kehidupannya, yakin bahwa kesulitan yang dihadapi ini bersifat sementara dan akan segera berlalu. Daftar Pustaka Agusta, N Y. 2015. Hubungan Antara Orientasi Masa Depan Dan Daya Juang Terhadap Kesiapan Kerja Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Di Universitas Mulawarman. eJournal Psikologi: Universitas Mulawarman. Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Bekti, Isiyana. Hubungan Antara Optimisme Dengan Adversity Quotient Pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Uns Yang Mengerjakan Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Meisya, Anitya 2012. Studi Mengenai Adversity Quotient Pada Guru PAUD Harapan Bunda Di Desa Tanjungmulya Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis. Bandung : Universitas Islam Bandung. Mulyani, HRA. (2012). Peranan Guru Sebagai Tenaga Pendidikan di Indonesia. Jurnal Nuansa Kependidikan Vol. 6 Nomor 1. http://www.ummetro.ac.id/file_jurnal/Nuansa%20Mulyani%20Vol%2016%20N o%201%20Nop%202012.pdf Di akses 9 Juni 2015. Psikologi, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016
304 |
Olla Tiyana, et al.
Nasir, Muhammad. (2009). Pengembangan Kurikulum Berbasis Madrasah. Jurnal Penelitian Vol.10 No.2. http://jurnal.upi.edu/file/Muhammad_Nasir.pdf Di akses pada 10 Juni 2015. Noor, Hasanuddin. (2009). Psikometri Aplikasi Dalam Penyusunan Instument Pengukuran Perilaku. Bandung : Fakultas Psikologi Universital Islam Bandung. Puspita, Dian. 2013. Studi Mengenai Adversity Quotient Pada Guru Di Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung. Bandung : Universitas Islam Bandung. Ronnie, Dani. 2006. The Power of Emotional and Adversity Quotient for Teachers. Bandung : PT. Mizan Publika. Stoltz, Paul G. 2004. Adversity Quotient : Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta : Grasindo Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Volume 2, No.1, Tahun 2016