STRUKTUR DRAMATIK LAKON BIMA MANEGES KARYA KI ANOM SUROTO
SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
oleh Retno Widhya Astuti 2102407055
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011
PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada :
Semarang, September 2011 Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Teguh Supriyanto, M.Hum. NIP 196101071990021001
Drs. Widodo NIP 196411091994021001
ii
PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi ini telah dipertahankan dichadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. pada hari
: Selasa
tanggal
: 20 September 2011
PANITIA UJIAN Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum NIP 196008031989011001
Ermi Dyah Kurnia, S.S, M. Hum NIP 196111261990022001
Penguji I,
Penguji II,
Yusro Edi Nugroho, S.S, M.Hum. NIP 196512251994021001
Drs. Widodo NIP 196411091994021001
Penguji III
Dr. Teguh Supriyanto, M.Hum. NIP 195811151988031002
iii
PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, September 2011
Retno Widhya Astuti
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO Barang siapa tidak pernah merasakan pahitnya mencari ilmu (walau sesaat) maka ia akan terjerumus dalam kebodohan yang hina selama hayat. (Imam Syafi’i).
PERSEMBAHAN 1. Ibu dan Bapak tercinta, terima kasih atas do’a dan support yang tak ada hentihentinya. 2. Kedua kakakku, Mas Suhar dan Mba Yuni terima kasih atas motivasi dan indahnya tali persaudaraan kita. 3. Almamaterku
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan petunjuk dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi yang berjudul Struktur Dramatik Lakon Bima Maneges Karya Ki Anom Suroto sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari benar bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih serta menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Dr. Teguh Supriyanto, M.Hum, Pembimbing I dan Drs. Widodo, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan atas terselesaikanya skripsi ini. 2. Rektor Universitas Negeri Semarang selaku pimpinan Universitas Negeri Semarang. 3. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, yang
telah memberi izin dalam
pembuatan skripsi ini. 4. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, yang telah memberi kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Dosen-dosen Bahasa dan Sastra Jawa yang telah memberikan ilmu yang melimpah. 6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan karuniaNya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, masih banyak kelemahan dan kekurangan. Penulis dengan lapang dada dan terbuka menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Penulis juga berharap vi
semoga skripsi ini dapat memberi tambahan referen bagi mahasiswa khususnya pada perkembangan teori sastra dan dalam pengaplikasiannya.
Semarang, September 2011
Retno Widhya Astuti
vii
ABSTRAK Astuti, Retno Widhya. 2011. Struktur Dramatik Lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dr. Teguh Supriyanto, M.Hum., Pembimbing II: Drs. Widodo. Kata kunci: struktur dramatik, wayang kulit Lakon wayang adalah perjalanan tokoh wayang dalam cerita atau serentetan peristiwa yang berkaitan dengan tokoh wayang yang ditampilkan dalam satu pementasan. Lakon Bima Maneges adalah lakon yang mengisahkan perjalanan Bima mulai dari dirinya meninggalkan raga sampai kembali ke raganya. Adanya konflik batin dan konflik fisik pada tokoh Bima membuat lakon ini menarik untuk diteliti. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana struktur dramatik lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto? Tujuan dalam kajian ini adalah untuk mendeskripsikan struktur dramatik lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto. Manfaat penelitian ini, secara teoretis sebagai kontribusi pengembangan teori struktural dalam karya sastra, khususnya struktur dramatik wayang, sedangkan secara praktis, dapat menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman baru bagi peneliti; sebagai bentuk pendokumentasian penelitian tentang analisis struktur dramatik wayang; dan sebagai bahan rujukan untuk penelitian yang sejenis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif. Pendekatan objektif hanya menitik beratkan pada karya sastra itu sendiri. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini dianalisis menggunakan metode struktural. Metode struktural dipandang sebagai satu pendekatan penelitian yang menganalisis unsur-unsur pembangun struktur dalam karya sastra. Kajian struktural dalam penelitian ini berupa analisis struktur dramatik lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto. Hasil analisis lakon Bima Maneges diketahui jika lakon ini beralur ganda. Pemaparan awal cerita dimulai dengan munculnya tokoh Bima yang berkonflik dengan Betara Bayu dalam memperoleh wahyu cempaka mulya. Namun disisi lain terdapat pula konflik antara Bima dengan Prabu Tejolelono yaitu kaki tangan para Kurawa yang ingin membunuh Bima. Kerumitan cerita yang didukung oleh dua konflik besar merupakan kekuatan dramatik dalam lakon Bima Maneges. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dan tambahan referen dalam penelitian yang berhubungan dengan kajian struktural sastra fiksi, khususnya mengenai struktur dramatik wayang kulit.
viii
SARI Astuti, Retno Widhya. 2011. Struktur Dramatik Lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dr. Teguh Supriyanto, M.Hum., Pembimbing II: Drs. Widodo. Tembung pangrunut: struktur dramatik, wayang kulit Lakon wayang yaiku lelampahan sing ditindake dening tokoh ang ing crita utawa kedadian-kedadian sing dialami dening tokoh wayang wiwit awal tekan akhir crita. Lakon Bima Maneges yaiku lakon kang nyritakake lelampahane Bima wiwit dheweke ninggalna raga tekan mbali marang wujud sakawit. Anane konflik batin lan konflik fisik sing dialami dening Bima ndadikake lakon ini ditliti. Adhedhasar sebab-sebab kuwi, rumusan masalah ana ing sajroning panaliten yaiku kepriye struktur dramatik lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto. Ancas kajian iki yaiku njlentrehake struktur dramatik lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto. Manfaat panaliten iki, secara teoretis minangka kontribusi pengembangan teori struktural, khususe struktur dramatik wayang, dene secara praktis, bisa nambah pengetahuan, wawasan, lan pengalaman anyar kanggo panaliti; minangka bentuk dokumentasi panaliten sruktur dramatik wayang; lan minangka bahan rujukan kanggo panaliten sing sejenis. Pendhekatan kang dienggo ing sajroning panaliten iki yaiku pendhekatan objektif. Pendhekatan objektif ngutamakake marang karya sastra kasebut. Perkara kang diangkat ing sajroning skripsi iki dibedhah nggunakake metodhe struktural dianggep dadi salah sijine pendhekatan panaliten kang mbedhah unsur-unsur pembangun struktur ing sajroning kasusastran. Kajian struktural ing sajroning panaliten iki arupa analisis struktur lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto. Asil analisis lakon Bima Maneges nggunakake alur ganda. Alur intine yaiku alur Bima sing ngalami konflik karo Betara Bayu. Nanging uga ana konflik liya sing dialami dening Bima yaiku nalika ketemu karo Prabu Tejolelono. Anane loro konflik sing gedhe iku utamaning kekiatan dramatik lakon Bima Maneges. Panaliten iki dikarepake supaya bisa ndadekake pathokan lan tambahan referen ing sajroning panaliten kang ana gegayutane karo kajian struktural sastra fiksi, khususe pemahaman kang njlentrehake struktur dramatik wayang kulit.
ix
DAFTAR ISI Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ ii PENGESAHAN.......................................................................................... iii PERNYATAAN ......................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. v PRAKATA ................................................................................................. vi ABSTRAK.................................................................................................. viii SARI. .......................................................................................................... ix DAFTAR ISI .............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 4 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS 2.1 Kajian Pustaka ....................................................................................... 6 2.2 Landasan Teoretis .................................................................................. 9 2.2.1 Teori Strukturalisme ............................................................................ 9 2.2.2 Struktur Lakon ................................................................................... 11 2.2.2.1 Alur atau Plot .................................................................................. 12 2.2.2.2 Penokohan (Perwatakan atau Karakteristik) ...................................... 21 2.2.2.3 Latar atau Setting ............................................................................. 25 2.2.2.4 Tema dan Amanat ........................................................................... 26 2.3 Kerangka Berfikir .................................................................................. 28
x
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................ 29 3.2 Sasaran Penelitian .................................................................................. 30 3.3 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 30 3.4 Teknik Analisis Data .............................................................................. 31
BAB IV STRUKTUR DRAMATIK LAKON BIMA MANEGES 4.1 Alur atau Plot ........................................................................................ 32 4.2 Penokohan (Perwatakan atau Karakteristik) ........................................... 60 4.3 Latar atau Setting .................................................................................. 71 4.3.1 Aspek Ruang ...................................................................................... 71 4.3.2 Aspek Waktu ...................................................................................... 74 4.4 Tema dan Amanat ................................................................................. 75
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ................................................................................................ 76 5.2 Saran...................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 79 LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Beberapa lakon Ki Anom yang pernah dimainkan dan direkam dalam bentuk kaset ataupun CD, meliputi: Abiyasa Lahir, Antasena Rabi, Asmara Bumi, Baladewa Mbangun Pasar, Begawan Ciptoroso, Bima Maneges, Bisma Gugur, Gatotkaca Krida, Jayadrata & Burisrawa Lena, Durna Gugur, Joko Pengalasan, Karna Tanding, Kresna dadi Ratu, Kumbakarno Gugur, Narayana Winisuda, Palasara Maguru, Pandawa Maneges, Parto Dewo, Semar Boyong, Semar Mantu, Semar Mbangun Kahyangan, Sudamala, Sukma Langgeng, Wahyu Nugroho Jati, Wisanggeni Lahir, dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Satu lakon yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah lakon Bima Maneges. Pada lakon ini penyajian cerita dituangkan dalam bentuk jalan cerita. Jalan cerita yang disajikan secara runtut dengan sajian awal kerajaan Ngastina yang resah dengan adanya Resi Gupala (Bima yang sedang tapa di Bumi Aldaka). Datang raja dari ujung laut bernama Prabu Kala Tejolelono yang ingin berguru kepada Begawan Durna. Sebagai syarat menjadi anak didiknya Begawan Durna menyuruh Prabu Tejolelono pergi ke Bumi Aldaka untuk mengambil Resi Gupala (reca Bima) yang harus diserahkan kepada Prabu Duryudana. Prabu Tejolelono pun pergi ke Bumi Aldaka ditemani paman Sengkuni dan para Kurawa. Kemudian terjadilah perang awal yang terjadi di pintu gerbang pesanggrahan Bumi Aldaka yaitu antara Prabu Tejolelono melawan Mayang Seta (juru kunci pesanggrahan Bumi Aldaka). Sampai pada 1
2
pertengahan cerita diceritakan mengenai keberhasilan Prabu Tejolelono yang berhasil membawakan reca Bima untuk prabu Duryudana. Prabu Duryudana pun merencanakan untuk membakar reca tersebut. Namun saat reca Bima dibakar reca Bima hidup kembali, sehingga terjadilah perang sengit antara pihak Prabu Duryudana melawan pihak Bima. Akhir cerita lakon ini dimenangkan oleh pihak Bima. Hal tersebut merupakan fenomena yang unik dan menarik untuk diteliti. Dikatakan menarik karena disebutkan dengan jelas bagaimana raga Bima yang berada di Bumi Aldaka mulai dari dirinya memperoleh masalah sampai terselesaikannya masalah. Sedangkan keunikan lakon ini terletak pada kedudukan Bima sebagai sosok patriotis yang selalu setia kepada lingkungannya dan negerinya sendiri, sehingga ia akan serta merta memberi pertolongan kepada siapapun yang sedang dilanda musibah dan kesusahan. Sehingga dengan sikap yang dimilikinya Bima mampu mengembalikan keadaan yang semula kacau menjadi aman dan tentram kembali. Lakon ini didalangi oleh Ki Anom Suroto. Kemampuan dan kemahiran dalam penyajian cerita mampu membentuk dan mengarahkan opini penonton terhadap jalannnya cerita. Ditambah lagi dengan pengerjaan dialog yang sangat matang. Setiap tokoh yang ditampilkan diberi suara yang berbeda, sehingga penonton dapat memahami akan gambaran watak tokoh serta pesan yang ingin disampaikan dalam pementasan wayangnya. Selain dari hal penyajian, hal penting juga yang perlu diketahui bahwa wayang kulit bukan hanya sebagai tontonan tetapi juga merupakan tuntunan dalam bahasa Jawanya wayang kulit kuwi tontonan kang mawa tuntunan. Sebagai
3
tontonan berarti pagelaran wayang kulit bisa memberikan hiburan kepada masyarakat, sedangkan sebagai tuntunan berarti pagelaran wayang kulit menjadi sumber ilmu. Sebagai sumber ilmu terlihat dalam setiap cerita wayang kulit yang dipentaskan banyak terkandung filosofi dan ajaran yang bisa dijadikan panutan oleh masyarakat, khususnya penonton. Jadi wayang selain menjadi media hiburan namun penuh dengan ajaran kearifan lokal yang berserak disetiap lakon yang dipentaskan. Dari itu perlu dikupas akan filosofi dan ajaran apa yang bisa dipetik dari lakon Bima Maneges. Selain alasan di atas juga karena masih sedikitnya koleksi skripsi di Unnes yang meneliti struktur dramatik wayang karya Ki Anom Suroto. Skripsi yang sudah ada kebanyakan meneliti struktur dramatik wayang yang didalangi oleh Ki Enthus Susmono, Ki Purbo Asmoro atau Ki Manteb Soedarsono. Selain itu juga karena kebanyakan minat generasi muda sekarang ini masih rendah. Penyebab semua itu karena mereka menganggap bahwa tontonan wayang kulit adalah tontonan yang kuno, yang hanya untuk dinikmati oleh para orang tua. Adanya kemajuan teknologi juga membuat tersedianya beraneka ragam hiburan bagi masyarakat yang membuat tersusutnya minat para muda untuk mencintai pertunjukkan wayang kulit. Dengan tulisan Skripsi ini diharapkan dapat lebih mengenalkan wayang kulit terhadap generasi muda. Paling tidak dari perkenalan itu akan mampu membentuk sikap untuk suka terhadap pagelaran wayang kulit. Berdasar uraian di atas, kajian yang tepat untuk meneliti lakon Bima Maneges adalah kajian struktur dramatik. Adanya kajian struktur dramatik
4
diharapkan bisa mewakili unsur-unsur pembangun pada lakon Bima Maneges yang menyangkut alur, latar, penokohan, tema dan amanat pada lakon tersebut.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana struktur dramatik lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan struktur dramatik lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat sebagai kontribusi pengembangan teori strukturalisme dalam karya sastra, khususnya sastra pewayangan yakni mengenai struktur dramatik wayang. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman baru bagi peneliti, 2. sebagai bentuk pendokumentasian penelitian tentang analisis struktur dramatik wayang, dan 3. sebagai bahan rujukan untuk penelitian yang sejenis.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kajian pustaka, landasan teoretis, dan kerangka berpikir. 1. kajian pustaka berisi penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, sebagai pendukung penelitian ini, 2. landasan teoretis berisi uraian teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini, dan 3. kerangka berpikir berisi gambarkan alur pemikiran penelitian ini.
2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini selain menggunakan buku-buku dan artikel internet sebagai literature, juga merujuk pada beberapa penelitian lain yang berkaitan. Hal ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana relevansi penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang dilakukan sekarang. Adapun penelitian yang dijadikan sebagai rujukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Rosiana (2010), Sari (2010), dan Zustiyantoro (2011). Rosiana (2010) melakukan penelitian berjudul: Struktur Dramatik Wayang dalam Lakon “Gathotkaca Wisuda” oleh Ki Manteb Soedarsono dengan pendekatan objektif. Hasil penelitian Rosiana menunjukan bahwa unsur-unsur struktur dramatik lakon Gathotkaca Wisuda yang meliputi alur, latar, tokoh dan penokohan, serta tema dan amanat mempunyai hubungan kesinambungan yang erat sehingga jalinan ceritanya menjadi padu. Konsep-konsep pendidikan nilai-
5
6
nilai etis yang terdapat dalam lakon Gathotkaca Wisuda meliputi kesempurnaan sejati, kesatuan sejati, kebenaran sejati, kesucian sejati, keadilan sejati, keagungan sejati, kemercusuaran sejati, keabadian sejati, keteraturan makrokosmos sejati, keteraturan mikrokosmos sejati, kebijaksanaan sejati, realita dan pengetahuan sejati, kekasihsayangan sejati, ketanggungjawaban sejati, kehendak sejati, keberanian sejati, kekuatan sejati, kekuasaan sejati, dan kebahagian sejati. Kelebihan penelitian yang dilakukan Rosiana penyajian alur lakon ditampilkan dalam bentuk skema sehingga pembaca lebih mudah memahami jalan ceritanya. Kelemahannya, kurang detail dalam menjelasankan struktur dramatiknya. Hal yang dapat diambil dari penelitian Rosiana untuk penelitian ini adalah penyajian alur lakonnya. Sari (2010) melakukan penelitian berjudul: Tokoh Kresna dalam lakon Kresna Duta dengan menggunakan pendekatan objektif. Hasil penelitian menggambarkan tokoh utama yang terdapat dalam lakon Kresna Duta. Tokoh Kresna sebagai tokoh utama dalam lakon Kresna Duta tersebut memiliki watak bertanggung jawab, bijaksana, berperan sebagai duta perang di pihak para Pandhawa sebelum terjadinya perang Bharatayuda untuk menagih kembali Negara Astina. Aspek penokohan yang digunakan dalam pagelaran wayang kulit purwa dengan lakon Kresna Duta oleh Ki Manteb Soedarsono, dapat diketahui dengan menggunakan teknik analitik dan dramatik. Melalui teknik analitik dan dramatik yang digunakan tersebut, teknik dramatik merupkan teknik yang lebih banyak digunakan. Melalui percakapan antartokoh dalam cerita, pembaca dapat mengetahui bagaimana sifat kedirian tokoh Kresna secara mendetail. Kelebihan
7
pada penelitian yang dilakukan Sari terfokus pada satu tokoh, sosok tokoh Kresna dipaparkan secara detail, sehingga pembaca paham betul akan tokoh Kresna Kelemahannya, hanya memaparkan satu tokoh, yakni tokoh utamanya saja tanpa memaparkan tokoh-tokoh lain yang juga penting dalam suatu cerita pewayangan. Hal yang dapat diambil dari penelitian Sari untuk penelitian ini adalah dalam hal penokohan. Zustiyantoro (2011) melakukan penelitian berjudul: Struktur Dramatik Pakeliran Padat Lakon “Cupumanik Asthagina” oleh Ki Enthus Susmono. Hasil penelitian berupa struktur dramatik pakeliran padat yang ada pada lakon Cupumanik Asthagina meliputi alur cerita, latar, dan pathet. Alur yang digunakan adalah alur menanjak atau rising plot. Latar dalam lakon ini merupakan tempat terjadinya peristiwa. Pathet seperti halnya dalam pakeliran klasik terbagi menjadi tiga, yaitu pathet nem, pathet sanga, dan pathet manyura. Tokoh-tokoh pewayangan yang digunakan dalam pakeliran padat, tidak sebanyak yang digunakan dalam pakeliran klasik. Pada lakon Cupamanik Asthagina ini, Ki Enthus Susmono hanya menggunakan beberapa tokoh, yaitu Subali, Sugriwa, Anjani, Resi Gotama, Dewi Widardi, Maesasura, Lembusura, dan dua burung. Ki Enthus membuat ilustrasi adegan pakelirannya dengan menggunakan karakter yang dibuat sendiri, misalnya kayon berbentuk pohon besar, kayon aji pancasona (untuk menggambarkan aji pancasona yang dimiliki Subali), dan kayon malihan (biasa digunakan untuk adegan tokoh yang berubah wujud). Teknik ekspositori dan teknik dramatik digunakan dalam menyajikan tokoh-tokoh yang ada di dalam pakeliran ini. Kelebihan penelitian yang dilakukan Zustiyantoro memberikan
8
penjelasan secara detail mengenai alur, tokoh, dan latar yang ada pada cerita. Kelemahan, tema dan amanat kurang dijelaskan secara detail. Hal yang dapat diambil dari penelitian Zustiyantoro untuk penelitian ini adalah penyajian alur, tokoh, dan latarnya. Berdasar kajian pustaka tersebut diketahui bahwa penelitian wayang kulit menarik untuk dikaji dan diteliti dengan berbagai sudut pandang tertentu. Berdasar dari beberapa penelitian itu pula, penelitian wayang kulit yang mengkaji tentang struktur wayang lakon Bima Maneges garap Ki Anom Suroto belum dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian wayang kulit yang ada di Unnes ini.
2.2 Landasan Teoretis Suatu penelitian harus berbekal teori yang harus disesuaikan dengan permasalah yang akan dikaji. Teori yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi: teori strukturalisme, teori struktur lakon, dan teori struktur dramatik. 2.2.1 Teori Strukturalisme Strukturalisasi pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Dalam pandangan ini, karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang memiliki struktur yang saling terkait satu sama lain (Endraswara 2003:49). Oleh karena itu, untuk memahami makna karya sastra harus dikaji berdasarkan strukturnya sendiri, terlepas dari latar belakang sejarah, terlepas dari tujuan penulis, dan terlepas dari efeknya bagi pembaca (Teeuw 1983:60).
9
Strukturalisme merupakan cabang penelitian sastra yang tak bisa lepas dari aspek-aspek linguistik. Sejak zaman Yunani, Aristoteles telah mengenalkan strukturalisme dengan konsep: Wholeness, unity, complexity, dan coherence. Hal ini merepresentasikan bahwa keutuhan makna bergantung pada koherensi keseluruhan unsur sastra. Keseluruhan sangat berharga dibandingkan unsur yang berdiri sendiri. Karena masing-masing unsur memiliki pertautan yang membentuk sistem makna. Setiap unit struktur teks sastra hanya akan bermakna jika dikaitkan hubungannya dengan struktur lainnya. Penekanan strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teks mandiri (Endraswara 2003:51). Penelitian dilakukan secara objektif yaitu menekankan aspek instrinsik karya sastra dengan cara mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik yang bersangkutan dengan tujuan untuk memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan (Nurgiyantoro 2002:37). Hal ini memandang karya sastra sebagai sosok yang berdiri sendiri, mengesampingkan unsur di luar karya sastra. Karya sastra yang dipandang bermutu, manakala karya tersebut mampu menjalin unsur-unsur secara padu dan bermakna. Hubungan antar unsur hendaknya memiliki tujuan dan bersifat estetis. Dengan demikian aspek bentuk dan isi merupakan hal yang harus dikedepankan dalam penelitian. 2.2.2 Struktur Lakon Satoto (1985:13) kata lakon justru berasal dari bahasa Jawa, hasil bentukan dari kata laku yang mendapat akhiran -an. Dalam kamus Bausastra Jawa (Widada,
10
dkk 2001:444), lakon diartikan crita ing wayang, lsp. Misalnya: Lakon Sembrada Larung, Lakon Dewi Ruci, Lakon Sesaji Rasa Suya, dan lain-lain. Sarumpaet (dalam Satoto, 1985) memberikan definisi lakon yang berarti kisah yang didramatisasi dan ditulis untuk dipertunjukan di atas pentas oleh sejumlah pemain. Pengertian lakon dalam dunia pedalangan berbeda dengan pengertian lakon
dalam
dunia
drama.
Dalam
drama,
lakon
adalah
kisah
yang
didramatisasikan dan ditulis untuk dipergelarkan oleh sejumlah pemain. Dalam dunia pedalangan, pengertian lakon wayang adalah perjalanan tokoh wayang dalam cerita atau serentetan peristiwa yang berkaitan dengan tokoh wayang yang ditampilkan dalam satu pementasan (Sarwanto 2008:274). Dibandingkan dengan drama-drama di dunia, untuk suatu bentuk drama, klasik atau bukan, dapat dikatakan bahwa wayang mempunyai repertoire yang paling
lengkap.
Lakon-lakon
baku
(pokok)
wayang
memang
terbatas
dibandingkan dengan mitos-mitos, legenda-legenda, dan cerita-cerita dari Ramayana dan Mahabarata. Lakon cerita wayang merupakan penggambaran tentang sifat dan karakter tokoh wayang . Dalam penggambaran sifat dan karakter wayang mencerminkan sifat-sifat dan karakter manusia secara khas. Mertosedono (1993:75) membagi lakon wayang menjadi tiga, yaitu: lakon pokok dikenal juga lakon galur atau lakon babon, lakon carangan atau lakon gubahan, dan lakon sempalan. Lakon pokok adalah lakon yang masih mengikuti cerita klasik seperti Baratayuda dan Ramayana. Lakon carangan adalah lakon yang masih mengambil unsur-unsur dalam lakon pokok, tetapi sudah diberi bentuk baru, cerita serta penyajian baru. Lakon sempalan adalah lakon yang sama
11
sekali lepas dari cerita pokok. Dalam isi lakon wayang berisi tentang ilmu kebatinan, wejangan sangkan paraning dumadi. Dalam karya sastra drama tradisional (wayang) terdapat unsur-unsur penting yang membina struktur drama. Unsur-unsur struktur lakon menurut Satoto (1985:15) terdiri dari 4 macam, yaitu: (1) tema dan amanat, (2) alur atau plot, (3) penokohan (karakteristik atau perwatakan), dan (4) latar atau setting. Hanya saja untuk struktur lakon pada pertunjukan wayang kulit cukup bervariasi sesuai dengan persepsi dan kebijakan dalang. 2.2.2.1 Alur atau Plot Alur (plot) merupakan jalinan peristiwa di dalam karya sastra (termasuk drama atau lakon) untuk mencapai efek tertentu (Satoto 1985:16). Alur adalah jalannya peristiwa dalam lakon yang terus bergulir hinga lakon tersebut selesai. Jadi alur merupakan susunan peristiwa lakon yang terjadi di atas panggung. Alur menurut Panuti Sudjiman dalam bukunya Kamus Istilah Sastra (1984) memberi batasan adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra (termasuk naskah drama atau lakon) untuk mencapai efek-efek tertentu. Pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kausal (sebab-akibat). Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui perumitan (penggawatan atau komplikasi) ke arah klimaks penyelesaian. Paling tidak secara tradisional, alur lakon mempunyai tiga tahapan, yaitu: tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir lakon (Satoto 1985:19). Menurut Satoto (1985:19-21), jenis alur dapat dibedakan berdasarkan beberapa macam, sebagai berikut.
12
a.
Dilihat dari segi mutunya, alur dibedakan menjadi dua macam. 1. Alur erat (ketat) adalah jalinan peristiwa yang sangat padu di dalam karya sastra. Jika salah satu peristiwa dihilangkan (ditiadakan), maka keutuhan cerita akan terganggu. 2. Alur longgar adalah jalinan peristiwa yang tidak padu. Jika salah satu peristiwa ditiadakan tidak akan mengganggu keutuhan dan jalannya cerita.
b.
Dilihat dari segi jumlahnya (kuantitatif), alur dibedakan menjadi dua: alur tunggal dan alur ganda. Dalam alur ganda terdapat lebih dari satu alur.
c.
Dilihat dari sisi lain, ada beberapa jenis alur, sebagai berikut. 1. Alur menanjak (rising plot), yaitu jalinan peristiwa dalam sebuah karya sastra yang sifatnya semakin menanjak. 2. Alur menurun (falling plot), yaitu jalinan peristiwa dalam sebuah karya sastra yang sifatnya semakin menurun. 3. Alur maju (progressive plot), yaitu jalinan peristiwa dalam karya sastra yang berurutan dan berkesinambungan secara kronologis dari awal samapai akhir cerita. 4. Alur mundur (regressive plot), yaitu jalinan peristiwa dalam karya sastra yang penahapannya bermula dari tahap akhir, baru tahap peleraian, puncak, perumitan, dan perkenalan. 5. Alur lurus (straight plot), yaitu jalinan peristiwa dalam karya sastra yang penahapannya runtut. 6. Alur patah (break plot), yaitu jalinan peristiwa dalam karya sastra yang penahapannya tidak runtut atau patah-patah.
13
7. Alur sirkuler (circular plot), disebut juga alur bundar atau alur lingkar, karena sering terjadi alur yang melingkar-lingkar tidak jelas ujung pangkalnya. 8. Alur linear (linear plot), yaitu alur lurus dari tahap A sampai Z. 9. Alur episodik (episodic plot), yaitu jalinan peristiwa yang tidak lurus, tetapi patah-patah. Peristiwa yang dijalin ke dalam alur episodik merupakan episode-episode atau bagian dari cerita panjang. Nurgiyantoro (2002:153-161) pun, membagi alur dalam karya fiksi menjadi beberapa klasifikasi, sebagai berikut. a.
Berdasarkan kriteria urutan waktu, alur dibedakan menjadi dua macam. 1. Alur lurus, maju (progresif), yaitu jalinan peristiwa yang bersifat kronologis, cerita disusun secara runtut dari awal sampai akhir. 2. Alur sorot-balik, mundur (regresif), yaitu jalinan peristiwa yang bisa diceritakan dari tahap tengah atau akhir terlebih dahulu.
b.
Berdasarkan kriteria jumlah, alur dibedakan menjadi dua macam. 1. Alur tunggal, terdiri dari satu alur. 2. Alur sub-subplot, memiliki lebih dari satu alur.
c.
Berdasarkan kriteria kepadatan, alur dibedakan menjadi dua macam. 1. Alur padat, hubungan antar peristiwa terjalin secara erat. 2. Alur longgar, terdapat sela peristiwa ‘tambahan’. Untuk teknik pengaluran menurut Satoto (1985:23) ada dua jenis, yaitu:
(1) sorot balik (flashback), yaitu bentuk teknik pengaluran mundur, pengungkapan peristiwa berjalan surut ke peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya; dan (2)
14
tarik balik (backtracking), yaitu bentuk teknik pengaluran patah, penyisipan alur bawahan ke dalam alur utama. Struktur Dramatik Struktur dramatik sebetulnya merupakan bagian dari plot karena di dalamnya merupakan satu kesatuan peristiwa yang terdiri dari bagian-bagian yang memuat unsur-unsur plot. Rangkaian ini memiliki atau membentuk struktur dan saling bersinambung dari awal cerita sampai akhir. Fungsi dari struktur dramatik ini adalah sebagai perangkat untuk lebih dapat mengungkapkan pikiran pengarang dan melibatkan pikiran serta perasaan penonton ke dalam laku cerita. Teori dramatik Aristotelian memiliki elemen-elemen pembentuk struktur yang terdiri dari eksposisi (Introduction), komplikasi, klimaks, resolusi (falling action), dan kesimpulan (denoument). Skema Hudson Menurut Hudson (Wiliiam Henry Hudson) seperti yang dikutip oleh Soediro Satoto dalam buku Wayang Kulit Purwa Makna dan Struktur Dramatiknya (1985:21-22), plot dramatik tersusun menurut apa yang dinamakan dengan garis laku. Garis laku tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
15
Garis laku lakon dalam skema ini juga melalaui bagian-bagian tertentu yang dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Eksposisi. Cerita diperkenalkan agar penonton mendapat gambaran selintas mengenai drama yang ditontonnya, agar mereka terlibat dalam peristiwa cerita. 2. Konflik. Mulai teridentifikasi insiden-insiden yang memicu konflik, baik yang dimunculkan oleh tokoh utama maupun tokoh pembantu. 3. Komplikasi. Pada bagian ini merupakan tindak lanjut dari insiden-insiden yang teridentifikasi tersebut. Konflik-konflik yang terjadi antara karakterkarakter semakin menanjak, dan semakin mengalami komplikasi yang ruwet. Jalan keluar dari konflik tersebut terasa samar-samar dan tak menentu. 4. Krisis atau Titik Balik. Krisis adalah keadaan dimana lakon berhenti pada satu titik yang sangat menegangkan atau menggelikan sehingga emosi penonton tidak bisa apa-apa. Bagi Hudson, klimaks adalah tangga yang menunjukkan laku yang menanjak ke titik balik, dan bukan titik balik itu sendiri. Sedangkan titik balik sudah menunjukan suatu peleraian dimana emosi lakon maupun emosi penonton sudah mulai menurun. 5. Resolusi. Resolusi yaitu bagian lakon yang merupakan tingkat penurunan emosi dan jalan keluar dari konflik tersebut sudah menemukan jalan keluarnya.
16
6. Keputusan. Semua konflik yang terjadi dalam sebuah lakon bisa diakhiri, baik itu akhir sesuatu yang membahagiakan maupun akhir sesuatu yang menyedihkan.
Struktur jalan cerita pementasan wayang di Surakarta Pementasan wayang kulit di Surakarta pada umumnya adalah bentuk semalam yang berlangsung dari jam 21.00 sampai dengan jam 05.00 pagi. Pementasan mengikuti struktur pementasan gaya Surakarta yaitu seluruh lakon wayang dibagi menjadi tiga periode, yaitu; pathet nem, pathet sanga dan pathet manyura. Setiap pathet mempunyai struktur internal yang pada umumnya terdiri dari tiga bagian yaitu jejer, adegan, perang. Ketiga bagian ini masing-masing juga mempunyai struktur yaitu: deskripsi, dialog dan tindakan. Berikut ini pembagian periode dalam pementasan wayang semalam di Surakarta. 1. Periode pathet nem Periode ini merupakan awal pertunjukan biasanya berlangsung dari pukul 21.00 sampai dengan pukul 24.00. Periode ini terbagi atas beberapa adegan yaitu : a) Jejer, merupakan adegan pembuka terdiri adegan kedatangan tamu atau utusan masuknya raja ke dalam ruang pertemuan untuk menemui tamu. b) Kedhatonan, adegan dalam istana berisi pertemuan antara raja dengan orang terdekatnya, setelah adegan ini selesai dilanjutkan adegan limbukan. c) Paseban Jawi, adegan berisi pertemuan para panglima perang diikuti pemberangkatan prajurit.
17
d) Perang Ampyak, adegan ini berisi perang antara prajurit dengan binatang buas atau raksasa yang menghalangi perjalanannya. e) Sabrangan, adegan ini seperti adegan kedathonan tetapi berlangsung di pihak yang jahat atau musuh, biasanya diikuti paseban jawi dan pemberangkatan prajurit. f) Perang gagal, adegan ini berisi perang antara pihak yang baik dan jahat. Perang ini tidak diakhiri dengan kemenangan salah satu pihak. 2. Periode pathet sanga Periode ini dimulai sekitar pukul 24.00 sampai pukul 03.00 ditandai dengan gunungan yang ditancapkan setelah adegan perang gagal. Periode ini terbagi atas beberapa adegan yaitu : a) Gara-gara, adegan ini berisi lelucon Semar, Nala gareng, Petruk, Bagong. Oleh dalang biasanya percakapan menurut tema dan keadaan yang terjadi pada saat itu. b) Pertapaan, adegan ini berisi sang pahlawan yang biasanya tuan dari panakawan menghadap pendeta atau seorang pertapa. c) Wana, adegan ini berlangsung di hutan berisi percakapan antara Togog dan Bilung bersama tuannya cakil atau panglima musuh tentang satria bersama panakawan yang akan lewat. d) Perang kembang, adegan pertemuan satria dengan raksasa atau cakil yang diikuti perang dan pihak satria sebagai pemenangnya. e) Sintren, adegan satria kembali ke istana dan kadang terjadi pertemuan kedua pihak berselisih yang selanjutnya perang dan dimenangkan satria.
18
3. Periode pathet manyura Periode ini merupakan akhir dari pertunjukan wayang. Dalam periode ini pembagian adegan tidak begitu jelas, biasanya dimulai dari pukul 03.00 sampai akhir pementasan yang ditandai penancapan gunungan. Secara garis besar adegan dalam periode ini adalah sebagai berikut : a) Jejer Manyura, adegan dalam istana berisi persiapan perang antara pihak baik dan pihak jahat serta para pengikutnya. b) Perang Brubuh, adegan ini adalah peperangan besar antara dua belah pihak dan pengikutnya masing-masing, dengan kemenangan akhir dipihak yang baik. c) Tancep kayon, adegan penutup yaitu penancapan gunungan yang kadang sebelumnya didahului tarian kemenangan oleh tokoh wayang. Menurut Kayam (2001:91-99) dalam adegan bagian pertama gaya Surakarta, yakni pathet nem dimulai dengan jejer adegan kedhatonan, paseban jawi, budhalan/kapalan, sabrangan, dan perang gagal. Kedua adalah pathet sanga dimulai dengan gara-gara namun terkadang gara-gara tidak harus ada yang kemudian diteruskan adegan pandita, perang kembang, dan jejeran sampak tanggung yang terjadi di kerajaan satria. Bagian ketiga adalah pathet manyura ditandai perang brubuh atau perang kemenangan dan diakhiri tancep kayon. Menurut Widyawati (2009:109) struktur dramatik wayang pada umumnya masih berpijak pada ketiga patet, tetapi adegan yang ditampilkan dalam setiap patet mengalami perubahan dan pengurangan. Dalam patet nem pada pertunjukan wayang pada umumnya adegan-adegan terdiri atas: adegan jejeran, bedhol jejer,
19
adegan Cangik-Limbuk, paseban jawi, budhalan, adegan sabrang, dan perang gagal. Pada patet sanga terdiri dari: adegan gara-gara, alas-alasan, perang kembang. Pada patet manyura berisi: adegan manyura, perang sampak manyura dan tancep kayon. 2.2.2.2 Penokohan (Perwatakan atau Karakteristik) Satoto (1985:24) mengungkapkan bahwa penokohan adalah proses penampilan tokoh pembawaan peran watak dalam suatu pementasan lakon. Penokohan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada tokoh dan perwatakan. Karena penokohan mencakup tentang tokoh, perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisan dalam sebuah cerita sehingga dapat memberi gambaran jelas kepada pembaca. Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2002:165), adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut Satoto (1985:25-26), tokoh dapat dikategorikan berdasarkan jenis peran tokoh dan perkembangan watak tokoh. a.
Berdasarkan jenis peran tokoh, tokoh dapat dibedakan menjadi empat macam, sebagai berikut: 1. tokoh protagonis: peran utama, merupakan pusat atau sentral cerita; 2. tokoh antagonis: peran lawan, ia suka menjadi musuh atau penghalang tokoh protagonis yang menyebabkan timbulnya pertikaian (konflik);
20
3. tokoh tritagonis: peran penengah, bertugas menjadi pelerai, perdamaian atau pengantar protagonis dan antagonis; dan 4. tokoh peran pembantu: yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik yang terjadi, tetapi ia diperlukan untuk membantu menyelesaikan cerita. b.
Berdasarkan pengembangan watak tokoh, tokoh dapat dibedakan menjadi delapan, sebagai berikut: 1. tokoh andalan: tokoh yang tidak memegang peranan utama, tetapi menjadi kepercayaan protagonis; 2. tokoh bulat: tokoh yang diperkirakan segi-segi wataknya, hingga dapat dibedakan dari tokoh-tokoh yang lain; 3. tokoh datar (pipih): hanya diungkapkan dari satu segi wataknya; 4. tokoh durjanah: tokoh jahat dalam cerita, menjadi biang keladi atau penghasut; 5. tokoh lawan: sama halnya tokoh antagonis; 6. tokoh statis: tokoh yang dalam perkembangan lakunya sedikit sekali, atau bahkan sama sekali tidak berubah; 7. tokoh tambahan: tokoh yang tidak mengucapkan sepatah katapun; dan 8. tokoh utama: sama halnya dengan tokoh protagonis. Nurgiyantoro (2002:176-194) pun, membagi tokoh-tokoh dalam karya
fiksi menjadi beberapa klasifikasi, sebagai berikut. a.
Berdasarkan peran tokoh-tokoh ada tokoh utama dan tokoh tambahan. 1. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam suatu karya sastra yang bersangkutan. Tokoh utama merupakan tokoh yang
21
paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. 2. Tokoh tambahan adalah tokoh yang frekuensi pemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung maupun tidak langsung. b.
Berdasarkan fungsi penampilan tokoh ada tokoh protagonis dan tokoh antagonis. 1. Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi oleh masyarakat penonton sebagai hero. Tokoh protagonis merupakan pengejawantahan normanorma,
nilai-nilai
yang
ideal
bagi
manusia.
Tokoh
protagonis
menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan manusia dan harapan-harapan pembaca. 2. Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik. Tokoh antagonis adalah tokoh kebalikan dari tokoh protagonis, tokoh yang membawa peran bertentangan dengan tokoh protagonis. c.
Berdasarkan perwatakannya ada tokoh sederhana dan tokoh bulat. 1. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu juga. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. 2. Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
22
d.
Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan ada tokoh statis dan tokoh berkembang. 1. Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd & Lewis 1966:58). Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relative tetap, tak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita. 2. Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan, dan perkembangan
perwatakan
sejalan
dengan
perkembangan
(dan
perubahan) peristiwa dan piot yang dikisahkan. e.
Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap (sekelompok) manusia dari kehidupan nyata ada tokoh tipikal dan tokoh netral. 1. Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya (Altenbernd & Lewis 1966:60), atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. 2. Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri.
2.2.2.3 Latar atau Setting Latar adalah tempat, saat, dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh melakukan dan dikenai suatu kejadian (Nurgiantoro 2002:75). Latar atau setting dalam lakon tidak sama dengan panggung (stage) merupakan visualisasi dari latar (setting). Dalam latar terdapat tiga aspek penting, yaitu: aspek ruang, aspek waktu, dan aspek suasana (Satoto 1985:27-29).
23
a. Aspek Ruang Aspek ruang menggambarkan tempat terjadinya peristiwa dalam lakon. Lakon atau tempat terjadinya peristiwa dalam lakon atau drama tradisional biasanya diidentifikasikan dengan keadaan sesungguhnya (sesuai dengan realita). Lokasi atau tempat terjadinya peristiwa biasanya di istana, rumah biasa, hutan, gunung, langit, laut, pantai, tempat peperangan, kahyangan, dll. b. Aspek Waktu Aspek waktu dalam lakon dapat dibedakan menjadi dua macam. 1. Waktu cerita (fable-time) adalah waktu yang terjadi dalam seluruh cerita atau satu episode dalam lakon. Misalnya, perang Bharata Yudha dalam lakon wayang berlangsung selama 18 hari. 2. Waktu penceritaan (narrative-time) dalam lakon disebut juga masa putar (running-time). Misalnya, waktu putar pagelaran wayang semalam suntuk dimulai pukul 21.00-04,00 (lebih kurang 7 jam). c. Aspek Suasana Disamping aspek ruang dan waktu, aspek suasana perlu dipertimbangan dalam menganalisis lakon, lebih-lebih jenis lakon bentuk wayang. Pergelaran wayang,
pada
mulanya
berhubungan dengan kepercayaan.
Kegiatannya
merupakan kegiatan gaib yang berhubungan dengan upacara sakral, magis, religius, dan didaktis. Sehingga untuk aspek suasana tidak perlu dijelaskan ketika menganalisi tentang pagelaran wayang.
24
2.2.2.4 Tema dan Amanat Tema (theme) adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap ataupun tidak (Satoto 1985:15). Dapat dikatakan juga bahwa tema adalah jiwa dari karya sastra itu, yang akan mengalir ke dalam setiap unsur (Endraswara 1993:53). Untuk itu tema sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum membahas unsur lain, karena tema akan selalu terkait langsung secara komprehensif dengan unsur lain. Amir (1994:64) memaparkan bahwa wayang melihat hidup sebagai satu kesatuan yang bulat. Lakon-lakon wayang mengisahkan kisah-kisah atau insideninsiden yang dialami oleh manusia dalam hidupnya, tetapi dalam wayang kisahkisah atau insiden-insiden ini tidak pernah berdiri sendiri melainkan selalu berkaitan satu dengan yang lain. Dari kisah-kisah atau insiden-insiden yang ada pada wayang kita mendapatkan suatu tema pokok yang dominan dalam wayang. Tema-tema pokok yang ada dalam wayang itu menggariskan masalah-masalah pokok yang dihadapi manusia. Sedangkan amanat (message) dalam lakon adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada publiknya, dalam penyampaian pesan tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, baik tersurat, tersirat, maupun simbolis atau perlambangan (Satoto 1985:15-16). Pertunjukkan wayang, yang umumnya menggunakan teknik penyampaian amanat secara simbolis walaupun bersumber dari cerita yang sama (Mahabarata dan Ramayana), tiap-tiap dalang pastilah berbeda dalam menggarap dan menasirkan lakon. Yang terpenting tema dan amanat dalam lakon tidak terlepas dari konteks ceritanya (Mahabarata dan Ramayana).
25
2.3 Kerangka Berpikir Penelitian ini dilakukan karena sebuah karya sastra tidak bisa lepas dari unsur-unsur pembangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur yang saling terkait berpengaruh terhadap isi sebuah karya sastra untuk menjadi karya sastra yang baik. Wayang salah satu karya sastra yang dipentaskan (drama). Drama yang baik memang harus memenuhi unsur-unsur pembangunnya, khususnya unsur intrinsik. Penelitian ini menjelaskan pendekataan objektif dalam karya sastra yang menonjolkan karya sastra sebagai objek kajiannya. Struktur dramatik yang terdapat pada lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto adalah cerminan karya sastra yang menitik beratkan pada karya sastra itu sendiri dalam hal ini unsur pembangun karya sastra. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana karya sastra erat hubungannya dengan unsur-unsur pembangun karya sastra maka perlu ditelusuri bagaimana unsur-unsur intrinsik yang ada pada lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto. Mengacu pada uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pagelaran wayang lakon Bima Maneges karya Ki Anomo Suroto karena menonjolkan unsur-unsur intrinsik yang meliputi: alur, penokohan, latar, tema dan amanat. Dengan mengetahui unsur-unsur intrinsiknya maka akan diketahui bagaimana struktur dramatik dan jalan cerita yang ada pada lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto.
BAB III METODE PENELITIAN
Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks dan dalam. Di dalamnya penuh makna yang harus digali melalui penelitian yang mendalam pula. Itulah sebabnya kehadiran metode penelitian sastra memang perlu. Metode penelitian sastra adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra sebagi subjek kajian (Endraswara 1993:8). Dalam metode penelitian sastra akan memuat pendekatan (sisi pandang) keilmuan, sasaran penelitian (objek yang diteliti), teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan.
3.1 Pendekatan penelitian Pendekatan yang digunakan dalam analisis Struktur Dramatik Lakon Bima Maneges Karya Ki Anom Suroto adalah pendekatan objektif. Pendekatan objektif yaitu pendekatan yang menitikberatkan karya sastra itu sendiri. Pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur pembangun cerita yang berada dalam sebuah karya sastra. Teori yang digunakan dalam pendekatan objektif ini adalah teori strukturalisme.
3.2 Sasaran penelitian Pada penelitian ini yang menjadi sasaran penelitian adalah struktur dramatik lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto. Data dalam penelitian ini
26
27
berupa penggalan teks dengan cara mentransliterasi dialog antar tokoh dari rekaman Video Compact Disc Bima Maneges ke dalam bentuk tulisan yang diduga mengandung unsur-unsur struktur lakon. Sedangkan untuk sumber data diambil dari rekaman Video Compact Disc wayang kulit dalam: lakon
: Bima Maneges,
dalang
: Ki Anom Suroto,
produksi
: M. Perdana Record,
izin Perin
: 536/1278.G/436.5.9/2006
kode
: S.L.S. No. 3940/VCD/R/PA/.9.2012/2007
jumlah CD
: no. 1 - 6 (6 keping),
masa putar
: ± 1 jam.
3.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik yang diterapkan pada penelitian ini menggunakan teknik catat untuk memperoleh datanya. Adapun secara rinci langkah kerja yang dilakukan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menonton dan menyimak rekaman lakon Bima Maneges yang berbentuk Video Compact Disc kemudian ditranskripsi ke dalam bahasa tulisan.
3.4 Teknik Analisis Data Teknik analisis data adalah unsur yang penting dalam penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Menurut Widodo dan Mukhtar (2000:124) rangakaian analisis data pada
28
penelitian deskriptif dapat dibangun menjadi tiga ranah, yaitu tesa (teori), antitesa (data), dan sintesa (analisis). Adapun secara rinci langkah kerja yang dilakukan dalam menganalisis data, sebagai berikut: 1. membaca teks hasil metranskripsi, 2. mendeskripsikan struktur lakon Bima Maneges yang terdiri atas unsur: alur (di dalamnya memuat struktur dramatik), penokohan, latar, tema, dan amanat. 3. memaparkan hasil penelitian secara deskriptif.
BAB IV STRUKTUR DRAMATIK LAKON BIMA MANEGES
Lakon Bima Maneges garapan Ki Anom Suroto ini berbentuk kepingan VCD yang merupakan salah satu jenis lakon yang akan dibahas pada bab IV. Pembahasan akan dimulai dengan menganalisis struktur lakon Bima Maneges yang meliputi alur, penokohan, latar, tema, dan amanat.
4.1 Alur atau Plot Alur yang ada pada lakon Bima Maneges adalah sebagai berikut. 1.
Dilihat dari segi kepadatan alur yang digunakan dalam lakon Bima Maneges adalah alur longgar, dalam artian sering disisipi alur bawahan. Alur bawahan yang ada pada lakon Bima Maneges terdapat pada adegan 5, dan 7. a. Adegan 5, menggambarkan perbincangan Durmagati dengan paman Sengkuni (VCD 3, 07.28 – 12.12). Seperti kutipan di bawah ini. Dmg : Man. (Iya, paman.) PS : Durmagati ngapa? (Durmagati ana apa?) Dmg : Kula nyuwun pangapunten, sumela atur. (Saya minta minta, mengganggu pembicaraan.) PS : Ya. (Iya.) Dmg : Kula ajeng takon, lik. (Saya akan bertanya, om.) PS : Takon apa? (Tanya apa?) Dmg : Jane nami sampeyan sing asli niku sinten ta, lik? (Sebenarnya nama kamu yang asli itu siapa ya, om?) PS : Jenengku sing asli saka pelasak Jenar kuwi Raden Harya Sumantri 32 Trigantal Patiye Suwela Putra. Bareng dadi patih ana ing Ngastina banjur entuk paringan asma Patih Haryo Sengkuni. (Namaku yang asli dari pelasak Jenar itu Raden Harya Sumantri Trigantal Patiye
29
30
Dmg : PS
:
Dmg : PS : Dmg :
PS : Dmg : PS :
Dmg :
Suwela Putra. Setelah jadi patih di Ngastina lalu mendapat nama Patih Haryo Sengkuni.) Lha terus, jeneng kok Sengkuni niku tegese menapa? (Lha terus, nama kok Sengkuni itu artinya apa?) Sengkuni saka linggane tembung sangka uni kang werdine yaiku wong kang wasis wicara. (Sengkuni dari kata sangka+uni yang maknanya yaitu orang yang pandai bicara.) Welah … dalah. Kok benten kali kula lik. (O. Kok berbeda dari kula, om.) Nek kowe? (Kalau kamu?) Nek kula sing merdika Sengkuni menika boten tiyang ingkang wasis wicara, nanging niku wonten werdine menungsa sing seneng tumbak cuk-cukan, seneng adul-adul, lan gawe dadagane pasulayan, nek ana wong rukun ora seneng, nek ana kahanan tentrem sirik atine. Omongane kono didol kene, omongane kene didol kono, kaya makelar menika lho lik. (Kalau saya yang namanya Sengkuni itu bukan orang yang pandai bicara, tetapi itu adalah manusia yang suka berbicara, suka ngomongi orang, dan bikin masalah, kalau ada orang rukun tidak suka, kalau ada suasana tentrem syirik hatinya. Pembicaraan sana dijual sini, pembicaraan sini dijual sana, seperti makelar itu lho om.) Lambemu nek muni diatur le. (Bibirmu kalau ngomong diatur le.) Diatur pripun? (Diatur bagaimana?) Lha wong kakangmu Dursasana bae ngabekti nyang aku. Anak Prabu Duryudana kuwi ngajeni nyang Sengkuni. Lha mung dapurmu, bayi wingi sore, nylekutak menyang wong tuwa ki anggepanmu apa? Ngadhep pakne cilik kuwi ora pira boroke ngaturake sungkem Sengkuni. Lha kok malah ngoceki jeneng Sengkuni diwerdeni tukang ngapus-apus. Apa memper ngono kuwi, hah? (Lha kakakmu Dursasana ya berbakti dengan aku. Anak Prabu Duryudana itu menghormati Sengkuni. Lha hanya kamu, bayi kemarin sore, wani dengan orang tua anggapanmu apa? Bertemu ommu itu tidak berapa susahnya mengucapkan salam. Lha kok malah membahas nama Sengkuni diartikan tukang bohong. Apa benar seperti itu, hah?) Mangke riyin om. Perkara kakang-kakang kula padha ngabekti dhateng sampeyan iku nggih mangga mawon. Iku urusane pribadine dhewe-dhewe. Ning nek kula tiyang ngabekti iku kudu didhelok ndhisik wong tuwa sing ajeg disembah pun memenuhi syarat menapa dereng? (Sebentar dulu om. Masalah kakak-kakak saya pada berbakti dengan kamu itu ya silakan saja. Itu urusan pribadinya sendiri-sendiri. Tetapi kalau saya orang berbakti itu harus dilihat dulu orang tua yang tetap disembah sudah memenuhi syarat apa belum?)
31
PS
Dmg
PS Dmg PS Dmg PS Dmg
: Tumrap kowe wong tuwa sing wajib diajeni kuwi sing kepriye? (Menurut kamu orang tua yang wajib dihormati itu yang bagaimana?) : Nek petung kula sing wajib napa sembah iku wong tuwa sing pun temua, priyayi sepuh ingkang mentes tenan niku wajib kula sembah. (Kalau menurut saya yang wajib mendapat penghormatan itu orang tua yang sudah mandiri, wong tua yang banyak pangalaman itu wajib saya hormati.) : Lha nek aku? (Lha kalau aku?) : Walah wis jan blas, wis ora nyukup saapa-apane. (Walah tidak sama sekali, sudah tidak ada apa-apanya.) : Kok ngono, titian apa? (Kok begitu, patokannya apa?) : Dika niku priyayi sepuh sing sepoh, sepih, tur sepah sampun. (Kamu itu orang tua yang sepoh, sepih, juga sepah sudah.) : Kuwi tegese apa? (Itu artinya apa?) : Sepoh niku panganan sing boten penak dipangan sami kaliyan sampeyan iku. Urip blas ora boten nate kepenak rasene liyan. Nek guneman gaweane ngrasani kanca, tandhang tandhuke nggrobos, tur cethil. Lha napa wonten wong, maratuwa mampir nguyuh neng omahe mantu lha kok mbayar kaya neng terminal. Nek boten sampeyan rak boten wonten. Sepi niku tegese boten duwe lelabuhan dhateng masyarakat. Sampeyan iku priyayi sepuh sing sepi tanpa duwe lelabuhan apa-apa. Zakat ora tau urunan nggo ndadani dalan kampung ya cucul nanging ya mung semen siji. Semen sasak lek ngumuke tangga desa krungu kabeh. Niku rak sampeyan. Sepah kudu dilepeh sebab iku termasuk rereged. Sampeyan iku nggih ngaten. Sampeyan iku ambah patining jane termasuk sampah masyarakat. Sampun niku tegese samar-samar, misterius, tidak transparan, boten blak-blakan, boten terus terang. Ngendikane iku iya nanging batine ora, lahire ora ning batine iya, menika pribadine sampeyan. (Sepoh itu tempat yang tidak enak ditempati seperti kamu itu. Hidup sama sekali tidak pernah bikin enak orang lain. Kalau ngobrol kerjaannya ngomongin temannya, kelakuaannya jelek, dan pelit. Lha apa ada orang, maratua mampir minum di rumahnya mantu lha kok mbayar seperti di terminal. Kalau bukan kamu ya tidak ada. Sepi itu artinya tidak punya sumbangsih dengan masyarakat. Kamu itu orang tua yang tidak pernah punya sumbangsih apa-apa. Zakat tidak pernah urunan untuk memperbaiki jalan kampong ya keluar, tetapi ya hanya semen satu. Semen sasak pengumuman sampai tangga desa mendengar semua. Itu ya kamu. Sepah harus dilepeh karena itu termasuk kotoran. Kamu itu ya seperti itu. Kamu itu sabenarnya termasuk sampah masyarakat. Sampun itu artinya samar-samar, misterius, tidak transparan, tidak blak-blakan, tidak terus terang. Bicaranya itu iya tetapi batinnya tidak, lahirnya tidak tetapi batinnya iya, itu pribadinnya kamu.)
32
PS : Buktine apa le? (Buktinya apa le?) Dmg : Lha pripun cobi, diko dina-dina mikir piye arepe fitnah wong. Nek prentah mesti ajeg, eh anak-anak Kurawa ayo Werkudara kae patenen, Gathotkaca kae rantenen. Mula sampeyan iku padha karo racun, mung kudu gawe sengsarane liyane mawon. Mula duka kuwi padha karo ratune penyakit, ngaten lho lek. (Lha coba, kamu sehari-hari mikir bagaimana carane memfitnah orang. Kalau aweh perintah sama saja, eh anak-anak Kurawa ayo Wekudara dibunuh, Gatotkaca dirantai. Makanya kamu itu pada seperti racun, hanya membuat sengsaranya orang lain.) PS : Wis kono sak omong-omonganmu, mumpung je diwenangke ngomong. (Sudah terserah kamu mau bicara apa, mumpung masih diperbolehkan bicara.) Selain itu pada adegan 5 juga terjadi digresi lagi yaitu ketika Prabu Dursasana mengeluh kesah pada paman Sengkuni jika musuh yang dihadapi selalu keluarga Pandhawa (VCD 3, menit 12.51 – 14.40). Seperti kutipan di bawah ini. PS
: Dina iki sinuwun dhawuh saking pasanggrahan Bumi Aldaka. Dene bapakmu sukalima dibantu dening murid anyaran, ratu buta saka praja ujung laut jenenge Prabu Kala Tejolelono. Nadyan mengkono, kowe sedulur aja enak-kepenak. Sira kabeh uga kadhuwuhan sigep keprabon ngambyongi budhale Prabu Tejolelono. Mbok menawa mengko ana gagaling rembug para Kurawa sadiyabala kudu ngebyuk bareng pesanggrahan Bumi Aldaka didadekake segara geni. (Hari ini perintah dari pasanggrahan Bumi Aldaka. Ayahmu Supalima dibantu siswa baru, ratu buta dari kerajaan ujung laut namanya Prabu Kala Tejolelono. Meskipun seperti itu, kamu sesaudara jangan enak-enakan. Kamu semua juga mendapat perintah ikut bersama perginya Prabu Tejolelono. Kalau-kalau nanti ada masalah para Kurawa harus ngepung ramai-ramai pesanggrahan Bumi Aldaka dijadikan samudra api.) PDr : Mengke riyen, man, sing jenenge Resi Gupala ajeng dipejahake? (Jangan gegabah, paman, yang namanya Resi Gupala akan dibunuh?) PS : Iya … Bener. (Iya … Benar.) PDr : Mengko krungu kabar yen sing ngowat-ngowati iku jarene pranakan Pandhawa, kadosta bangsane Wisanggeni, Gathotkaca, Antasena, Irawan barang niku. (Kabarnya yang menjaga itu Pandhawa, seperti Wisanggeni, Gathotkaca, Antasena, dll.)
33
PS PDr PS
PDr
PS PDr PS PDr
PS PDr
PS PDr
: Umpamane kabar mau bener, trus kowe ana apa ta, apa kowe wedi? (Kalau kabar tadi benar, lalu kamu kenapa, apa kamu takut?) : Nggih, bares mawon kula anjrih, man. (Iya, terus terang saya takut, man.) : Oalah… kowe kepriye ta? Kowe ki panegak Kurawa, pangeran sepuh kok jirih getih, wedi mati ki kepriye? (Oalah… kamu gimana si? Kamu itu pimpinan kurawa, pangeran senior kok takut darah, takut mati itu gimana?) : Wong wedi iku boten kepara mangkat, man. Maju perang iku kudu petung sing genep ampun ngawur mawon. (Orang takut itu bukan takut mati, man. Maju perang itu harus persiapan yang matang jangan sembarangan.) : Lha petungmu kok, njur duwe rasa wedi? (Lha menurutmu kok, lalu punya rasa takut?) : Petung kula wonten kalih perkawis, siji kodrat, loro wiradat. (Menurut saya ada dua masalah, satu kodrat, dua wiradat.) : Tegese? (Artinya?) : Petung sing kepisan kodrat, pun kula titeni bolak-balik. Kurawa niku nek perang kodrate ora tau menang, golek wayuh, arep rabi ya wurung. Ha… ha… ha, niku kodrate Kurawa. (Masalah yang pertama kodrat, sudah saya perhatikan bolak-balik. Kurawa itu kalau perang kodratnya tidak pernah menang, mencari wayuh, akan menikah ya apes. Ha… ha… ha, itu kodratnya Kurawa.) : Lha terus wiradate? (Lha lalu wiradatnya?) : Wiradat iku tegese budidaya trus, ajeng budidaya pripun yen mungsuhe iku bangsane Wisanggeni, Gathotkaca, Antasena barang niku. Mangga, totoan apa pripun? (Wiradat itu artinya usaha trus, akan usaha bagaimanapun kalau lawannya itu Wisanggeni, Gathotkaca, Antasena itu. Silahkan, taruhan gimana?) : Totoan priye? (Taruhan gimana?) : Mengko yen Kurawa iku menang saka pranakan Pandhawa, sampeyan kula rabikake manih lek. Ha… ha… ha… (Nanti kalau Kurawa itu menang dari Pandhawa, kamu saya nikahkan lagi om. Ha… ha… ha…)
b. Adegan 7, menggambarkan pembicaraan Mayang Seta dengan Prabu Tejolelono yang saling adu argumen (VCD 3, menit 28.47 – 34.37). Seperti kutipan di bawah ini. PT
: Ela dalah, kowe wong wis tuwek tur rupamu uelek lha kok isih kemaki. Yen aku gelem mateni kowe ora ndadak ngenteni sesuk, saiki kowe kelakon tak glagap e Mayang Seta. Ning idepe atiku lewih ndisik kepengin ngerteni mungguh tekamu endi gene ngangsu kawruh marang Resi Gupala mau? (Ela dalah, kamu orang sudah
34
MS : PT
:
MS :
PT : MS : PT : MS : PT :
MS :
PT
:
MS :
tua, sudah mukanya jelek lha kok kemaki. Kalau saya mau membunuhmu tidak usah nunggu besok, sekarang kamu bisa saya bunuh e Mayang Seta. Tetapi hatiku lebih dulu ingin mengetahui sampai di mana ilmumu?) Sing kok karepa Tejolelono? (Yang kamu inginkan apa Tejolelono?) Aku lila Resi Gupala mapan ing Bumi Aldaka lakon kowe titis mangsuli pitakonku heh Mayang Seta. (Saya ikhlas Resi Gupala tinggal di Bumi Aldaka asalkan kamu bisa menjawab pertanyaanku heh Mayang Seta.) Nadyan aku dudu cantrik drajatku mung juru kunci, nanging aku ora bakal samar mangsuli marang apa kang dadi pitakonmu Tejolelono. (Walaupun saya bukan guru, drajatku hanya juru kunci, tetapi saya tidak akan sembarangan menjawab pertanyaanmu Tejolelono.) Mayang Seta. (Mayang Seta.) Ana apa Tejolelono? (Ada apa Tejolelono?) Mura gage wangsulana pitakonku iki. (Cepat jawablah pertanyaanku ini.) Ya, apa pitakonmu? (Iya, apa pertanyaanmu?) Sapa kang wajib sinembah, ana ngendi dununge kang sinembah, apa kang dadi syarating panembah, lan kepriye prataping manembah sing bener. Hayo, wangsulana Mayang Seta! (Siapa yang wajib disembah, ada di mana tempat yang disembah, apa yang jadi syarat disembah, dan bagaimana menyembah yang benar. Hayo, dijawab Mayang Seta!) Samarupa Tejolelono, kang wajib sinembah kuwi mung kejaba Gusti Ingkang Anyipta Jagat. Ewadene dununge sinembah iku mapan ana ing ati sucine kang manembah sinebut mukmin Baetullah. Lha maneh ati mau bisa suci waton wong-wong wis gelem mbangun watak kang utama kanthi linambat rila, sabar lan nrima, Tejolelono. (Tejolelono, yang wajib disembah itu hanya Gusti Allah. Sedangkan tempate itu ada di hati sucinya yang menyembah disebut kiblat. Lha hati tadi bisa suci kalau orangorang sudah mau mbangun watak yang utama dengan ikhlas, sabar, dan trima, Tejolelono.) Wah, ya bener wangsulanmu, Mayang Seta, lan yen patrap panembah sing bener kuwi kepriye Mayang Seta? (Wah, iya benar jawabanmu, Mayang Seta, dan kalau menyembah yang benar itu bagaimana Mayang Seta?) Patrap panembah sing bener kuwi sakdurunge padha manembah lewih ndisik kudu bisa milah-milahke dumuning manembah. Mula kawruh ana Tejolelono sembah iku kapirang ana patang perkara, yaiku kang sepisan sembah raga, kaping pindho sembah cipta, kaping telu sembah kalbu, lan kaping papat iku sembah rasa. Ya ngono apa ora Tejolelono? (Menyembah yang benar itu
35
PT
:
MS :
PT : MS :
PT : MS :
PT
:
MS :
PT
:
MS :
sebelumnya lebih dulu harus bisa memilih-milih. Makanya Tejolelono sembah itu terbagi dalam empat perkara, yaitu yang pertama sembah raga, kedua sembah cipta, ketiga sembah kalbu, dan keempat itu sembah rasa.) Wah, pancen pinter tenan kowe Mayang Seta. (Wah, pancen pinter kamu Mayang Seta.) Gandeng kowe mau ngaku calon muride Begawan Durna, saiki gentian kowe, kepengin nyurupi nungguh sepira saemu gonmu bakal nyantrik marang Begawan Durna. Mula genti aku arep takon. Mara gage wangsulana. (Amarga kamu sudah mengaku calon muridnya Begawan Durna, sekarang giliranku, ingin mengetahui seberapa jauh kamu ngabdi kepada Begawan Durna. Saiki giliranku yang bertanya. Cepat dijawab.) Ya, apa pitakonmu? (Iya, apa pertanyaanmu?) Yen kowe titis mangsuli pitakonku aku lan Resi Gupala bakal sumingkir saka Bumi Aldaka kene. (Kalau kamu lancar menjawab pertanyaanku aku dan Resi Gupala akan pergi dari Bumi Aldaka.) Ayo mara gage. Ayo takona! (Ayo cepat. Ayo bertanyalah!) Aku mung kepengin ngerti apa tegese landep nanging ora natoni, banter ora nglancangi kuwi apa karepe Tejolelono? (Aku hanya ingin tahu apa artinya tajam tapi tidak melukai, cepat tapi tidak mendahului, itu apa maksudnya, Tejolelono?) O… pitakonmu kuwi ngawur Mayang Seta. Wong jenenge landep kuwi mesti natoni. Tembung banter kuwi ya mesti nglancangi. Yen kowe ora jegos golet ukara aja kuminter gawe ukara, Mayang Seta. ( O… pertanyaanmu itu asal Mayang Seta. Kalau tajam itu ya pasti melukai. Istilah cepat itu ya pasti mendahului. Kalau kamu tidak bisa cari pertanyaan jangan sok pinter membuat pertanyaan, Mayang Seta.) O… Tejolelono… Tejolelono aku ora ngawur, aku ora kuminter, yen pancen kowe ora bisa mangsuli perlu tak tuduhake Tejolelono. (O… Tejolelono… Tejolelono aku tidak asal, aku tidak sok pinterr, kalau kamu tidak bisa menjawab perlu saya kasih tahu Tejolelono.) Samarupa, sing jenenge landep ora natoni kuwi pangucape wong wicaksana, wondene banter ora nglancangi kuwi wong pinter kang ora kuminter. (Yang namanya tajam tidak melukai itu bicaranya orang yang bijaksana, sedangkan cepat tidak mendahului itu orang yang tidak sok pintar.) Mengko ndisik, apa sebabe pangucap kok sinebut landhep? (Nanti dulu, apa alasannya ucapan disebut tajam?) Mula pangucap sinebut landep jalaran tumendangin lisan kuwi bisa maweh bunga lan uga bisa larani marang atine liyan. Mulane, kowe tak elingke sang Prabu. Muna-muni ngono kudu sinartang pangati-ati, aja nganti cilik gawe gela, gedhene natoni rasaning sesama. Mangka sing jenenge ati kuwi yen wis kebacut tatu angel pulihe. (Ucapan disebut tajam alasannya karena lisan iku bisa
36
memberi rasa bunga dan juga bisa bikin sakit hati orang lain. Makanya, kamu saya ingatkan sang prabu. Bicara itu harus serba hati-hati, jangan sampai membuat kecewa, apalagi menyakiti perasaan orang lain. Padahal yang namanya hati itu kalau sudah terlanjur sakit susah sembuhnya.) PT : Lha yen banter ora nglancangi kok bisane dipadhake karo kapinteran kuwi kepriye karepe hem? (Lha kalau cepat tidak mendahului kok bisanya disamakan dengan kepandaian itu bagaimana maksudnya hem?) MS : Tejolelono kapinteran ngono bisa dadi srana ngrancangake gegayuhan, Ya mung bae tumrap wong kang wis wicaksana nadyan pinter ora tau gelem mamerke marang kapinteran jalaran kapinteran kuwi gunane ora kanggo sesongkahan, nanging mung mligi kanggo piranti ngayahi kawajiban lahir, Tejolelono. (Tejolelono kepandaian itu bisa jadi sarana melancarkan keinginan. Iya hanya bagi orang yang sudah bijaksana meskipun pandai tidak pernah memamerkan kepandaiannya karena kepandaian itu kegunaannya bukan untuk kesombongan, tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, Tejolelono.) Beberapa kutipan di atas dapat diambil simpulan bahwa alur yang dipakai pada lakon Bima Maneges adalah alur longgar. Ditandai dengan pergantian peristiwa demi peristiwa berlangsung lambat. Peristiwa penting yang satu dengan yang lain terkadang diselai oleh alur bawahan. Alur bawahan pada lakon Bima Manages berupa dialog-dialog berkepanjangan yang tak secara langsung menentukan jalannya alur. Seperti kutipan di atas adegan 5 yang menggambarkan Durmagati yang memojokan paman Sengkuni dengan arti nama Sengkuni adalah orang yang banyak bicara namun bicaranya bisa membawa racun untuk orang lain, pada kutipan adegan 5 yang juga menggambarkan prabu Dursasana sedang menjelaskan kepada paman Sengkuni mengenai kodrat dan wiradatnya para Kurawa, serta pada kutipan 7 yang menggambarkan prabu Kala Tejolelono dan Mayang Seta yang saling tanya jawab mengenai siapa yang wajib disembah, bagaimana menyembah yang baik, apa arti tajam tetapi tidak melukai, dan apa arti
37
cepat tetapi tidak mendahului. Pada kutipan-kutipan tersebut hanya berisi sebuah pesan moral untuk para penonton supaya penonton tidak cepat merasa bosan, tidak tegang, serta lebih rileks dalam mengikuti jalan cerita Bima Maneges. 2.
Dilihat dari segi jumlahnya, alur yang digunakan dalam lakon Bima Maneges adalah alur ganda. Alur intinya adalah alur perjalanan Bima yang meninggalakan raganya di pesanggrahan Bumi Aldaka untuk menemui Betara Bayu sampai raganya hidup kembali. Alur lainnya, misalnya alur Togog yang ingin menjadi murid Begawan Durna dengan tujuan ingin mengetahui seberapa jauh Begawan Durna mau mengajarkan ilmunya kepada sesama (adegan 25, VCD 6 menit 47.47 – 51.54). Seperti kutipan di bawah ini. S T
S
: Eh, kowe duwe karep apa ndadak dadi ratu buta mbarang. (Eh, kamu punya keinginan apa sampai menjadi ratu buta.) : Sejatine mung kepengin nonton mungguh tekan ngendi olehe Begawan Durna gelem mulang becik marang sesamane, Mar. Nadya ta aku durung diwulang, ning aku wis mangerteni sing dadi tekat Begawan Durna olehe suwita marang Prabu Duryudana. Bukti kasunyatane, Begawan Durna mung tansah ngestakaken apa kang dadi kekarepane Prabu Duryudana. (Sejatinya hanya ingin melihat sampai di mana Begawan Durna mau mengajar kebajikan terhadap sesamanya, Mar. Meski saya belum diajar, tetapi saya sudah mengetahui yang jadi tekat Begawan Durna mau mengabdi kepada Prabu Duryudana. Buktinya, Begawan Durna hanya menuruti apa yang menjadi keinginan Prabu Duryudana.) : Oh, oh ngono. (Oh, oh begitu.) Kutipan di atas menggambarkan alur perjalanan Togog yang menyamar
menjadi prabu Kala Tejolelono untuk mengetahui seberapa besar Begawan Durna mau mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dari penyamaran tersebut prabu Tejolelono disuruh mengusir reca Bima. Alur tersebut berisi cerita kedua yang ditambahkan untuk memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap alur utama yaitu alur Bima yang meninggalkan raganya bertemu Betara Bayu untuk
38
meminta pertunjuk demi kebaikan rakyat Ngamarta. Di tengah perjalannya raga Bima mengalami masalah karena perbuatan prabu Tejolelono. Kisah perjalanan keduanya, Bima dan prabu Tejolelono banyak dipertemukan. Karena adanya subalur atau alur kedua yang mendukung pengembangan plot utamanya membuat keseluruhan cerita Bima Maneges menjadi lebih indah. 3.
Dilihat dari sisi lain, alur yang digunakan dalam lakon Bima Maneges adalah alur menanjak (rising plot). Tahapan alur dimulai dengan eksposisi, konflik, klomplikasi, krisis atau titik balik, resolusi, dan diakhiri dengan sebuah keputusan. Lebih detailnya lihat pada pembahasan selanjutnya.
4.
Dilihat dari urutan waktunya, lakon Bima Maneges termasuk alur lurus maju. Alasannya
karena
pada
lakon
ini
diceritakan
secara
runtut
dan
bersinambungan dari awal sampai akhir. Peristiwa dikisahkan secara kronologis mulai dari a – z, seperti di bawah ini. a. Prabu Duryudana bercerita kepada paman Sengkuni dan Begawan Durna jika dirinya tidak suka dengan keberadaan resi Gupala di Bumi Aldaka. b. Prabu Tejolelono datang ke Ngastina menemui prabu Duryudana dengan maksud ingin berguru kepada Begawan Durna. c. Prabu Tejolelono mendapat perintah dari Begawan Durna untuk pergi ke Bumi Aldaka membawakan resi Gupala untuk Prabu Duryudana. d. Prabu Tejolelono berangkat ke Bumi Aldaka. e. Prabu Duryudana menyuruh paman Sengkuni untuk mengajak para Kurawa mengawal berangkatnya prabu Tejolelono.
39
f. Paman Sengkuni menyuruh para Kurawa menjadi pengawal berangkatnya prabu Tejolelono. g. Paman Sengkuni dan para Kurawa berangkatnya ke Bumi Aldaka. h. Prabu Tejolelono ketemu Mayang Seta i. Mayang Seta ditendang oleh prabu Tejolelono sampai terpental jauh. j. Anoman menemui Wisanggeni, Gathotkaca, dan Antasena untuk memberi kabar jika Resi Gupala mengalami masalah. k. Anoman, Wisanggeni, Gathotkaca, dan Antasena berangkat ke Bumi Aldaka. l. Peperangan antara Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, Surut Ayu, dan para Kurawa melawan Antasena, Anoman, Wisanggeni, dan Gathotkaca. m. Prabu Tejolelono. paman Sengkuni, dan para Kurawa sampai di Bumi Aldaka. n. Para Kurawa tidak mampu mengangkat reca Bima. o. Prabu Tejolelono menggunakan kesaktiaannya untuk mengecilkan reca Bima. p. Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, dan para Kurawa pulang ke Ngastina dengan membawa reca Bima. q. Bima bertemu Betara Bayu. r. Bima mendapatkan wahyu cempaka mulya dari Begawan Durna. s. Anoman menemui Bima untuk mengabarkan jika raganya di bawa oleh prabu Tejolelono ke Ngastina. t. Bima pergi ke Ngastina untuk menyelamatkan raganya.
40
u. Janaka, Petruk, dan Bagong ingin mengabdi kepada Begawan Surya Bawana. v. Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, dan para Kurawa menghadap prabu Duryudana untuk menyerahkan reca Bima. w. Reca Bima dibakar. x. Reca Bima hidup. y. Pertempuran sengit antara Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, dan Prabu Duryudana melawan Anoman, Semar, dan Bima. z. Semar memberikan nasehat kepada Bima untuk tidak tergoda dengan dunia. Jika dituliskan dalam bentuk skema, secara garis besar alur Bima Maneges adalah sebagai berikut. a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
…z
Simbol a melambangkan tahap awal cerita, b – c – d – e – f – g – h – i – j … z, melambangkan kejadian-kejadian berikutnya, q tahap tengah yang merupakan inti cerita, dan z adalah tahap penyelesaian cerita. Antara a dengan b, b dan c, … sampai z mereka memiliki hubungan sebab akibat yang saling bersinambungan membentuk cerita yang utuh. Di atas sudah dijelaskan mengenai alur yang ada pada lakon Bima Maneges. Pada penjelasan berikutnya adalah mengenai struktur dramatik yang disebut juga tahapan alur. Struktur dramatik merupakan bagian dari alur yang di dalamnya merupakan satu kesatuan peristiwa yang terdiri dari bagian-bagian yang memuat unsur-unsur alur. Struktur Dramatik pada lakon Bima Maneges terdiri
41
dari enam tahapan, yaitu tahap eksposisis, konflik, komplikasi, krisis atau titik balik, resolusi, dan keputusan. Di bawah ini penjelasan mengenai struktur dramatik pada lakon Bima Maneges. 1. Eksposisi Tahap eksposisi adalah bagian awal atau pembukaan dari sebuah cerita yang memberikan gambaran, penjelasan, dan keterangan-keterangan mengenai tokoh, masalah, waktu, dan tempat. Pada lakon Bima Maneges tahap eksposisi yang berupa sekilas informasi awal mengenai tempat dan beberapa tokoh yang ada pada cerita dapat dilihat pada adegan 1, yang berupa janturan. Bunyi janturan tersebut seperti kutipan di bawah ini. … Mila laladan negari Ngastina sinebat wara Sundari kang werdine bumi pinilih, wenang wukeng jaladri hangglak dadiya paseban panuta dupu …. (Sehingga negara Ngastina disebut wara Sundari yang artinya bumi yang indah sekalih.) Kutipan janturan di atas menggambarkan keadaan awal lakon Bima Maneges yang memberikan informasi awal mengenai latar tempat berada di negara Ngastina. Pada janturan penonton juga diberi sekilas informasi awal mengenai tokoh awal yang ada pada lakon Bima Maneges yaitu seperti kutipan di bawah ini. … negari Ngastina sang nata jejuluk Prabu Duryudana … sang pujangga praja Brahmana saking pertapaan Supalima keparep hyang Durna … kusumaning warangka praja mijil saking Plasajenar kekasih Raden patih Haryosengkuni …. ( … negara Ngastina ratunya bernama Prabu Duryudana … pujangga rakyat dari pertapaan Supalima bernama Begawan Durna … patihnya dari Plasajenar bernama patih Haryosengkuni …. )
42
Kutipan janturan di atas memberi sekilas informasi awal kepada penonton mengenai tokoh-tokoh yang ada pada lakon Bima Maneges, meliputi prabu Duryudana, Begawan Durna, dan patih Sengkuni. Pada tahap eksposisis penonton juga diberi sekilas informasi awal mengenai permasalahan yang ada pada lakon Bima Maneges. Permasalah tersebut dapat kita lihat pada kutipan perkataan Prabu Duryudana seperti di bawah ini. PD : Sampeyan padha ngertiya ing Bumi Aldaka wilayah Ngastina ngriku wonten pandhita mangasrama jenenge Resi Gupala. Ketoe dheweke mandep pandhita, ning jebul mung dinggo aling-aling sing sanyatane Resi Gupala ngirup para kawula Ngastina sami puruna tumut dheweke. Suwening-suwe yen pun kuat Resi Gupala bakal njongkeng palenggahane prabu Duryudana. Lelakon kaya ngoten iku, yen sampeyan anggep enteng, sampeyan anggep ora mbebayani, tegese sampeyan kabeh padha mati perasaane, ngerti? (Kamu harus mengetahui di Bumi Aldaka wilayah Ngastina itu ada orang bertapa namanya Resi Gupala. Kelihatannya dia seperti dewa, tetapi ternyata hanya sebagai penyamaran yang sebenarnya Resi Gupala akan mempengaruhi rakyat Ngastina untuk ikut dirinya. Lama kelamaan kalau sudah kuat Resi Gupala bakal menggulingkan kedudukan prabu Duryudana. Perbuatan seperti itu, kalau kamu kira ringan, kamu kira tidak membahayakan, artinya kamu semua pada mati perasaanya, paham?) Kutipan di atas memberi sekilas informasi awal kepada penonton mengenai permasalahan yang ada pada lakon Bima Maneges yaiu berupa ketidaksukaan prabu Duryudana kepada resi Gupala (reca Bima) yang berada di Bumi Aldaka. Bagi prabu Duryudana keberadaan resi Gupala mengganggu kenyamana rakyat Ngastina. Beberapa kutipan-kutipan di atas yang memberikan gambaran, penjelasan, dan keterangan-keterangan informasi awal lakon Bima Maneges ditunjukan supaya penonton bisa masuk dan terlibat dalam tiap adegan. Dengan sekilas informasi awal mengenai lakon Bima Maneges diharapkan penonton sedikit lebih
43
tahu akan awal ceritanya, sehingga penontonpun menjadi lebih mudah untuk mengikuti jalan cerita Bima Maneges. 2. Konflik Konflik yaitu tahapan mulai munculnya perselisihan antartokoh atau tokoh dengan dirinya sendiri, tetapi belum diselesaikan. Konflik yang terjadi pada lakon Bima Maneges muncul pada adegan 2 - 5, ketika Ngastina kedatangan ratu ujung laut bernama Prabu Kala Tejolelono yang ingin berguru kepada Begawan Durna. Seperti kutipan di bawah ini. PT
: Sinuwun kepareng ngunjuk ulima. Kula bidhal saking negari ujung laut estinipun kepengin badhe ngadhep bapa guru Begawan Durna. Kula badhe nyantrik wonten ing supalima. Rahneng kula ngertos bilih bapa guru Durna wau pujangga praja Ngastina. Pramila, kula langkung rumiyin kedah nyuwun idi palila saking paduka ingkang Prabu Duryudana. (Saya pergi dari kerajaan ujung laut saperlu ingin bertemu bapa guru Begawan Durna. Saya mau berguru di Supalima. Saya tahu kalau bapa guru Durna itu pujangga kerajaan Ngastina. Makanya, saya lebih baik harus minta izin dulu dari Prabu Duryudana.)
Begawan Durna pun memanfaatkan calon murid barunya untuk membantu menyelesaikan masalah prabu Duryudana yang tidak suka dengan keberadaan Resi Gupala di Bumi Aldaka. Seperti kutipan di bawah ini. BD : Sang Prabu wedal menika negari Ngastina wonten kraman badhe njengkeng kalenggahan Anak Prabu Duryudana, inggih menika pandhita ingkang mapan ing pertapaan Bumi Aldaka keparep sang Resi Gupala, menawi jeng ngendika sembodo nyerahaken kraman mau. Oh ampun kuwatos, ampun kuwatos, boten enjing, boten sonten ilmu sang Prabu, ilmu kula, kula ajaraken. Ananging anggenipun boten saget sampun kirang pangapunten sang Prabu, paduka boten saget. (Sang Prabu saat ini kerajaan Ngastina ada musuh ingin melingsirkan kedudukan Anak Prabu Duryudana, yaitu pandhita yang tinggal di pertapaan Bumi Aldaka bernama Resi Gupala, kalau kamu berhasil menyerahkan musuh. Oh jangan khawatir, tidak pagi, tidak sore ilmu sang Prabu, ilmu saya, saya ajarkan. Tetapi kalau tidak bisa, minta maaf sang Prabu, tidak bisa.)
44
Prabu Tejolelono dengan gagah berani menerima tugas dari Begawan Durna menuju Bumi Aldaka untuk mengambil Resi Gupala demi prabu Duryudana. Seperti kutipan di bawah ini. PT
: Menawi namung menika bebananipun. Kula sendika ngestokaken sendika dhawuh bapa. (Kalau hanya itu masalahnya. Saya lakukan perintah bapa.)
Kemudian paman Sengkuni pun mengajak para Kurawa untuk membantu prabu Tejolelono megusir Resi Gupala. Seperti kutipan di bawah ini. PS
: Dina iki sinuwun dhawuh saking pasanggrahan Bumi Aldaka. Dene bapakmu sukalima dibantu dening murid anyaran, ratu buta saka praja ujung laut jenenge Prabu Kala Tejolelono. Nadyan mengkono, kowe sedulur aja enak-kepenak. Sira kabeh uga kadhuwuhan sigep keprabon ngambyongi budhale Prabu Tejolelono. Mbok menawa mengko ana gagaling rembug para Kurawa sadiyabala kudu ngebyuk bareng pesanggrahan Bumi Aldaka didadekake segara geni. (Hari ini perintah dari pasanggrahan Bumi Aldaka. Ayahmu Supalima dibantu siswa baru, ratu buta dari kerajaan ujung laut namanya Prabu Kala Tejolelono. Meskipun seperti itu, kamu sesaudara jangan enak-enakan. Kamu semua juga mendapat perintah ikut bersama perginya Prabu Tejolelono. Kalau-kalau nanti ada masalah para Kurawa harus ngepung ramai-ramai pesanggrahan Bumi Aldaka dijadikan samudra api.)
Beberapa kutipan di atas memberikan gambaran menggenai suatu konflik yang ada pada lakon Bima Maneges. Sebuah konflik yang bisa membuat persoalan menjadi rumit bahkan mencapai pada puncak permasalahan. Dikisahkan mulai dari raja Ngastina bernama prabu Duryudana yang menyatakan kepada para bawahannya jika dirinya tidak suka dengan keberadaan Resi Gupala di Bumi Aldaka. Raja yang memiliki sifat picik, menganggap jika keberadaan Resi Gupala di Bumi Aldaka mengganggu ketentraman rakyat Ngastina. Keberadaan Resi Gupala di Bumi Aldaka dianggap oleh prabu Duryudana sedang menyusun kesaktian untuk menggulingkan kedudukannya. Prabu Duryudana merasa tidak
45
senang, sehingga dikerahkanlah para bawahannya yaitu Begawan Durna, paman Sengkuni, para Kurawa, dan dibantu oleh murid baru Begawan Durna bernama prabu Tejolelonon untuk mengusir Resi Gupala dari Bumi Aldaka. 3. Komplikasi Pada tahap komplikasi persoalan mulai menggawat dan merumit. Komplikasi pertama terjadi pada adegan 7 yaitu saat pertemuan prabu Tejolelono dengan Mayang Seta. Peristiwa ini terjadi di pintu gerbang Bumi Aldaka, di tempat kediamanan Resi Gupala. Pertemuan antara keduanya menimbulkan persoalan yang mulai menggawat, seperti kutipan dialog di bawah ini. PT
MS
PT
MS
PT
MS PT MS
: Ala dalah, gojlek-gojlek, iblis lanak padha gojekan, durung nganti aku manjing njero pasanggrahan, iki ana wong tuwek tur rupane uelek ngaglak ing ngarepe gapura kaya nyegat anggon kula mlaku. Eh, wong tuwa, kowe jenengmu sapa? Lan duwe karep apa dene nyegat gen kula mlebu gapura? (Ala dalah, sialan belum sampai saya tiba di pasanggrahan, ini ada orang tua sudah wajahnya jelek menghalang di depan gapura menghadang jalanku. Eh, orang tua, kamu namanya siapa? Dan keinginanmu apa menghalangi saya masuk gapura?) : Aku juru kunci ing pasanggrahan Bumi Aldaka kene lan aku kang wenang ngrungsa wilujenging Resi Gupala, jenengku Mayang Seta. (Aku juru kunci di pasanggrahan Bumi Aldaka sini, aku yang berhak menjaga keselamatannya Resi Gupala, namaku Mayang Seta.) : O… o … lha dalha … kalingane kowe ingkang nunggoni pasanggrahan kene. Jenengmu Mayang Seta. (O… o … lha dalha ... ternyata kamu yang menunggu pasanggrahan di sini. Nama kamu Mayang Seta.) : Ya, kepara nyata. Balik kowe buta. Kowe buta saka ngendi? Lan sapa kang dadi jenengmu? (Iya, benar. Pulang kamu buta? Kamu buta dari mana? Dan siapa namamu?) : Samarupa, ala tanpa rupa aku iki yasendro saka ujung laut jejuluku Prabu Kala Tejolelono. (Saya ini ratu dari ujung laut namaku Prabu Kala Tejolelono.) : Prabu Tejolelono. (Prabu Tejolelono.) : Kepara nyata. (Benar.) : Banjur kekarep apa dene kowe prapta ana ing pesanggrahan Bumi Aldaka kanthi wadyabala Prabu Tejolelono? (Lalu ingin apa kamu ke pesanggrahan Bumi Aldaka tanpa prajurit Prabu Tejolelono?)
46
PT
MS PT MS
PT
MS PT MS
PT
MS
PT
: Samarupa Mayang Seta praptaku iki minangka utusaning nalendra Ngastina Prabu Duryudana, lumantar calon guruku Begawan Durna. Aku ginandung nundung Resi Gupala saka kene. (Mayang Seta kehadiranku ini sebagai utusannya ratu Ngastina Prabu Duryudana, lewat calon guruku Begawan Durna. Aku akan mengusir Resi Gupala dari sini.) : Mengko ndisik, mengko ndisik Prabu Tejolelono. (Nanti dulu, nanti dulu Prabu Tejolelono.) : Kepriye? (Bagaimana?) : Apa dosa lupute sang Resi Gupala, kowe kok arep nundhung sang Resi? (Apa dosanya sang Resi Gupala, kamu kok akan mengusir sang Resi?) : Resi Gupala mapan ana ing kene akeh para kawula Ngastina kang padha nyingkur marang Ratu Gustine. Kepara malah padha ngiblat marang Resi Gupala. Kahanan kaya ngono kuwi yen ora enggal dibubarake ora urung bebayani tumrap praja Ngastina lan yen wis rumangsa kuat Resi Gupala mesti bakal njungkel palenggahan sang Prabu Duryudana e Mayang Seta. (Resi Gupala tinggal di sini banyak rakyat Ngastina yang pada lupa dengan Ratunya. Malahan pada nyembah Resi Gupala. Keadaan seperti itu kalau tidak segera dibubarkan bakal membahayakan rakyat Ngastina dan kalau sudah kuat Resi Gupala mestinya akan mengganggu kedudukan sang Prabu Duryudana e Mayang Seta.) : Prabu Kala Tejolelono. (Prabu Kala Tejolelono.) : Ana apa? (Ada apa?) : Tembungmu kuwi meh pedune kowe golek benermu dhewek. Selawase aku neng kene ora ana glakat bakal njengkleng palenggahan Prabu Duryudana. Kaping pindhone yen akeh para kawula Ngastina kang padha ndherek neng kene kuwi dianggep saka pokale sang Resi. Sebab ora ana niat saka sang Resi Gupala bakal ngirup marang para kawula Ngastina, Tejolelono. (Bicaramu itu pada karo kamu mencari benarmu saja. Selamanya aku tinggal di sini tidak ada tanda-tanda akan mengganggu kedudukan Prabu Duryudana. Kedua kalau banyak rakyat Ngastina yang pada ikut ke sini itu karena polanya sang resi. Sebab tiak ada niat dari sang Resi Gupala akan mempengaruhi rakyat Ngastina, Tejolelono.) : O… ora idep. bagine aku teka kene kudu bisa nglungakake Resi Gupala saka laladan Bumi Aldaka kene. (O… tidak mau tahu, aku datang ke sini harus bisa ngusir Resi Gupala dari Bumi Aldaka.) : Prabu Kala Tejolelono, yen sikilku isih kuat begagal neng gapura iki, tangeh lamon kowe bisa ketemu karo sang Resi Gupala. (Prabu Kala Tejolelono, kalau kakiku masih kuat berdiri di gapura ini, kamu tidak bisa ketemu dengan sang Resi Gupala.) : Ela dalah, kowe wong wis tuwek tur rupamu uelek lha kok isih kemaki. Yen aku gelem mateni kowe ora ndadak ngenteni sesuk, saiki kowe kelakon tak glagap e Mayang Seta. Ning idepe atiku
47
lewih ndisik kepengin ngerteni mungguh tekamu endi gene ngangsu kawruh marang Resi Gupala mau? (Ela dalah, kamu orang sudah tua, sudah mukanya jelek lha kok kemaki. Kalau saya mau membunuhmu tidak usah nunggu besok, sekarang kamu bisa saya bunuh e Mayang Seta. Tetapi hatiku lebih dulu ingin mengetahui sampai di mana ilmumu?) MS : Sing kok karepa Tejolelono? (Yang kamu inginkan apa Tejolelono?) PT : Aku lila Resi Gupala mapan ing Bumi Aldaka lakon kowe titis mangsuli pitakonku heh Mayang Seta. (Saya ikhlas Resi Gupala tinggal di Bumi Aldaka asalkan kamu bisa menjawab pertanyaanku heh Mayang Seta.) …. PT : Wah, gojlek-gojlek, iblis laknat padha gojekan, pancen kowe menungsa tuwak kang ora kena dieman. (Wah, keparat kamu manusia tua yang tidak bisa dikasihani.) Kutipan dialog di atas menggambarkan kedatangan prabu Tejolelono yang terkejut saat tiba di pintu gerbang Bumi Aldaka ada orang tua yang mengalangi masuknya ke Bumi Aldaka. Orang tua tersebut bernama Mayang Seta (juru kunci pesanggrahan Bumi Aldaka). Bagi prabu Tejolelono siapa saja yang berani menghalangi keinginannya akan jadi musuhnya. Di sini terjadi dialog yang cukup panjang mulai dari yang biasa-biasa sampai yang menguras emosi sampai akhirnya prabu Tejolelono merasa marah karena tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Mayang Seta. Komplikasi lakon Bima Maneges selanjutnya terjadi pada adegan 12 yaitu saat pertemuan antara Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, Surut Ayu, dan para Kurawa dengan Antasena, Anoman, dan Gathotkaca. Peristiwa ini terjadi di pesanggrahan Bumi Aldaka. Pertemuan antara keduanya menimbulkan persoalan yang mulai menggawat, seperti kutipan dialog di bawah ini. SA
At
: Waduh-waduh, ngaglak ana tengah dalan ora pangling, Antasena iki. (Waduh-waduh, menghadang di tengah jalan tidak heran, Antasena ini.) : Surut Ayu. (Surat Ayu.)
48
SA At SA At SA At
SA
At SA
: Ya. (Ya.) : Duwe karep apa kowe ngancek laladan Bumi Aldaka? (Punya keinginan apa kamu berada di Bumi Aldaka?) : Eh … Antasena. (Eh … Antasena.) : Apa? (Apa?) : Sumingkira, Resi Gupala kon lunga saka laladan Bumi Aldaka. (Pergilah, Resi Gupala perintahkan untuk pergi dari Bumi Aldaka.) : Ora usah ndadak ganggu Resi Gupala, kena bakal nundung Resi Gupala kowe geblundung sirahe. (Tidak usah mengganggu Resi Gupala, berani mengusir Resi Gupala menggelinding kepalamu.) : Eh … malah ora kena dieman menungsa iki nantangi perkara karo Surut Ayu wani. (Eh … malah tidak bisa dikasihani manusia ini berani dengan Surat Ayu.) : Apamu sing tak wedine? (Apamu yang saya takuti?) : Eh … Keparat, aja takon dosa, wani kowe. (Eh … Keparat, Jangan tanya dosa, berani kamu.)
Kutipan dialog di atas menggambarkan pertemuan Surut Ayu dengan Antasena. Kedua tokoh tersebut bertemu di pesanggrahan Bumi Aldaka. Peristiwa diawali dengan sikap Surut Ayu yang tidak suka dengan keberadaan Resi Gupala tinggal di Bumi Aldaka. Namun, karena Resi Gupala adalah salah satu dari keluarga pandhawa sehingga Antasena pun merasa marah dengan sikap Surut Ayu. Komplikasi lakon Bima Maneges terakhir terjadi pada adegan 24 yaitu saat reca Bima hidup kembali. Peristiwa ini terjadi di alun-alun negara Ngastina. Peristiwa itu menimbulkan persoalan yang mulai menggawat, seperti kutipan dialog di bawah ini. PT
: Elah, dalah Reca malik gedhe maneh. Goglek-gojlek, iblis laknat pancen Werkudara. Wani nantangi, tak gaglak Werkudara. (Elah, dalah patung malik menjadi besar. Keparat Werkudara. Berani nantang, saya hadapi Werkudara.)
Kutipan di atas menggambarkan peristiwa hidupnya reca Bima. Peristiwa ini terjadi di alun-alun Ngastina. Prabu Tejolelono merasa marah melihat reca
49
Bima yang hidup mengamuk. Dengan hati panas prabu Tejolelono ingin melawan Bima. Beberapa kutipan di atas menggambarakan komplikasi atau persoalanpersoalan yang merumit terjadi pada lakon Bima Maneges. Di sini penonton diajak untuk memasuki persoalan yang merumit, penonton menjadi sedikit lebih tegang karena pada tahap selanjutnya penonton akan diajak pada tahap yang menegangan yaitu saat terjadinya puncak persoalan. Pada tahapan ini pun penonton lebih terfokus untuk melihat pertunjukan, karena ini adalah tengahtengah dari cerita yang jika terlewatkan akan mengurangi kepahaman akan isi cerita. 4. Krisis atau Titik Balik Secara batiniah, puncak cerita dalam lakon ini sebenarnya sudah terjadi pada adegan 8, saat Mayang Seta dihajar oleh prabu Tejolelono sampai kontal kewujud aslinya. Peristiwa terjadi di pesanggrahan Bumi Aldaka. Sebelum peristiwa ini terjadi adu mulut antara kedua tokoh tersebut. Peristiwa tersebut menguras emosi keduanya. Dengan kesaktian yang dimiliki prabu Tejolelono, seketika Mayang Seta ditendang sampai terpental jauh kewujud aslinya yaitu Anoman. Secara lahiriyah, puncak cerita dalam lakon ini dimulai pada adegan 13 yaitu terjadinya pertempuran antara prabu Tejolelono, paman Sengkuni, Surut Ayu, dan para Kurawa melawan Antasena, Anoman, dan Gathotkaca. Peristiwa ini dipicu karena perbuatan prabu Tejolelono yang mengganggu keberadaan Resi Gupala di Bumi Aldaka. Demi keselamatan Resi Gupala Anoman bersama
50
Antasena, dan Gathotkaca melawan prabu Tejolelono, paman Sengkuni, Surut Ayu, dan para Kurawa. Inti puncak pada adegan 25 yaitu terjadinya pertempuran sengit antara Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, dan Prabu Duryudana melawan Anoman, Semar, dan Bima. Peristiwa ini terjadi di alun-alun Ngastina. Peristiwa didahului oleh hati prabu Tejolelono yang marah dengan hidupnya kembali Bima. Sehingga memicu terjadinya pertempuran sengit antara Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, dan Prabu Duryudana melawan Anoman, Semar, dan Bima. Krisi yang terjadi pada lakon Bima Maneges menggambarkan inti dari cerita lakon Bima Maneges. Pada tahap ini terjadinya puncak permasalahan. Tokoh-tokoh pada cerita mengalami ketengangan yang paling tinggi, sehingga perlu diimbangi dengan upaya mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah. 5. Resolusi Tahap resolusi (resolution), penurunan (falling action) dalam lakon Bima Maneges ada tiga adegan, yaitu: -
Adegan 9, prabu Tejolelono berhasil memenangkan peperangan saat melawan Mayang Seta, sehingga dirinya bisa melanjutkan perjalanannya menuju keberadaan Resi Gupala. Seperti kutipan di bawah ini. PT :
-
Wis ilang sing dadi klilipku, wis gari kaya ngapa wujude Resi Gupala ya? (Sudah hilang yang jadi penghalangku, saiki tinggal seperti apa wujudnya Resi Gupala ya?)
Adegan
14,
pihak
prabu
Tejolelonolah
berhasil
memenangkan
pertempuran saat melawan pihak Anoman. Sehingga pihak prabu
51
Tejolelono pun bisa melanjutkan perjalanannya menuju keberadaan Resi Gupala. Seperti kutipan di bawah ini. PT :
-
Wis resik sing dadi pepalangku. Mung gari siji Resi Gupala kaya ngapa? (Sudah bersih yang jadi penghalangku. Hanya tinggal satu Resi Gupala seperti apa?) Adegan 26, pihak Bima memenangkan pertempuran saat melawan pihak prabu Duryudana. S
:
Ndara Werkudara, kula suwun ampun wuruh dumatheng banda donya nggih, gus. Sampun sirna ingkang dados angkaraning negari inggih awit saking mbudidayaning ndara Werkudara minangka satria bayangkara sesarengan kaliyan para kawula Ngamarta ingkang dipun pangersani ndara Bratasena. Hanggek paduka maneges dhumateng jarwata menika pertelakaken anggenipun tanggang jawab paduka dados satria bayangkara negari ingkang kagungan kewajiban supaya rumangsa aman tuwin tentrem para kawulanipun. (Tuan Werkudara, saya harap jangan memikirkan harta dunia ya, bocah bagus. Sudah hilang yang menjadi masalahnya negara itu semua karena usahanya tuan Werkudara sebagai wakil rakyat bersama rakyat Ngamarta. Tuan mencari wangsit untuk rakyat itu menandakan akan tanggung jawab tuan sebagai wakil rakyat yang mempunyai kewajiban supaya aman tentrem para rakyatnya.
Beberapa kutipan di atas menggambarkan resolusi, persoalan mulai menurun. Permasalahan sudah terselesaikan mulai dari permasalahan yang dihadapai oleh prabu Tejolelono maupun yang dihadapi oleh Bima. Pada tahap ini penonton memperoleh titik terang penyelesaian masalah. 6. Keputusan Keputusan pada lakon ini terjadi pada adegan 26 saat Semar menyanjung Bima yang berhasil menyelesaikan suatu masalah. Seperti kutipan di bawah ini. S
:
Prayata maneges paduka boten sia-sia, petela saget nuwuhake anane watak angkara murka tuwin saget mbrasta dhumatheng para menungsa ingkang tumindhak ngganggu ketentraman tuwin kaluhuran bebrayan. (Nyata wangsit tuan tidak sia-sia, bisa
52
mengusir rasa jahat dan membasmi manusia-manusia yang bertindak mengganggu katentraman dan keluhuran sesamanya.) Kutipan di atas menggambarkan persoalan yang telah memperoleh penyelesaiannya,
yaitu Bima
yang
berhasil mengemban tugas sebagai
bhayangkarane praja Ngamarta. Tikaian (konflik) sudah dapat diakhiri dengan dimenangkan oleh pihak Bima. Adapun bagan alur dramatik pada lakon Bima Maneges adalah sebagai berikut.
8
7 6
13
9
12 10 – 11
25
14
24 15 – 23
26
2–5 1 Tabel alur struktur dramatik lakon Bima Maneges Rangkaian di atas membentuk struktur yang saling bersinambung dari awal cerita sampai akhir. Adanya keenam tahapan di atas membantu mengungkapkan pikiran dalang dan melibatkan pikiran serta perasaan penonton ke dalam laku cerita. Beberapa dalang memiliki gaya sendiri-sendiri dalam pementasan wayang kulit. Berikut ini struktur pementasan wayang oleh Anom Suroto dengan judul Bima Maneges. Dimulai dengan jejeran yang diikuti kedhatonan, yaitu pertemuan antara Prabu Duryudana menerima tamu Begawan Durna, Paman Sengkuni, dan Aswatama. Dalam pertemuan itu Prabu Duryudana mengungkapkan akan tindakan Resi Gupala yang dicurigai hendak menyusun kekuatan untuk
53
menggulingkan kekuasaan Ngastina. Ungkapan tersebut mendapat tanggapan dari peserta pertemuan. Disela-sela adu argumen datanglah ratu ujung laut bernama Prabu Kala Tejolelono yaitu seseorang yang ingin berguru kepada Begawan Durna. Begawan Durna pun menerimanya dengan memberikan persyaratan kepada Prabu Tejolelono jika ingin berguru kepadanya, ia harus mampu membawa Resi Gupala yang sedang bertapa di Bumi Aldaka untuk diserahkan kepada Prabu Duryudana. Prabu Tejolelono pun menyanggupi syarat tersebut. Pergilah Prabu Tejolelono ke Bumi Aldaka. Adegan kedhatonan ini masih berlanjut dengan Prabu Duryudana yang mengingatkan kepada Begawan Durna jika masalah Resi Gupala tetap menjadi tanggung jawabnya. Kemudian dilanjutkan dengan Prabu Duryudana yang memerintahkan kepada paman Sengkuni mengumumkan para Kurawa untuk ikut pergi bersama Prabu Tejolelono menuju Bumi Aldaka. Pada adegan kedhatonan di sini kemudian diikuti dengan adegan Limbukan yang menampilkan Cangik dan Limbuk tetembangan. Paseban Jawi; dimulai dengan paman Sengkuni yang memberi tugas kepada para Kurawa untuk pergi ke Bumi Aldaka membawa Resi Gupala ke Ngastina bersama dirinya dan Prabu Tejolelono. Paman Sengkuni dan para Kurawa pergi ke Bumi Aldaka mengikuti Prabu Tejolelono. Perang ampyak; perang terjadi antara Prabu Tejolelono melawan Mayang Seta karena kalah sakti Mayang Seta ditendang sampai terpentak ke wujud aslinya yaitu Anoman. Sabrangan; pertemuan antara Wisanggeni, Antasena dan Janaka yang membicarakan tentang Bumi Aldaka yang menjadi kota ramai setelah adanya Resi Gupala. Disela-sela pembicaraan munculah Anoman yang memberikan info
54
bahwa ada satria yang mengancam keberadaan Resi Gupala. Perang Gagal; perang terjadi antara Surut Ayu dengan Antasena, Durmagati dengan Anoman, Prabu Tejolelono dengan Gathotkaca, karena kalah sakti Anoman meninggalkan peperangan untuk pergi ke kahyangan menemui rohnya Bima. Gladagan; adegan disini seperti jejer berisi Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, dan para Kurawa berada di depan Resi Gupala. Paman Sengkuni menyuruh para Kurawa mengangkat Resi Gupala. Para Kurawa pun tidak ada yang mampu mengangkat Reca tersebut, sehingga dengan kesaktian yang dimiliki Prabu Tejolelono, Reca menjadi kecil. Kemudian Prabu Tejolelono, Paman Sengkuni, dan Para Kurawa pergi dari Bumi Aldaka menuju Ngastina. Gara-gara; Gareng, Petruk dan Bagong mengisi acara sesuai dengan acara penannggap, yakni ulang tahun polri, sehingga pada adegan ini berisi ucapan dan pesan-pesan, tidak ada kaitannya dengan cerita. Perang kembang; perang terjadi antara Janaka melawan Buta Cakil. Jejer Manyura; dimulai dengan pandhita yaitu Bima yang mendapat wahyu cempaka mulya dari Betara Bayu. Berlanjut dengan Anoman yang memberikan informasi kepada Bima bahwa raganya dibawa oleh Ratu Ujung Laut bernama Prabu Tejolelono ke Ngastina. Bima mendengar bahwa raganya berada di Ngastina langsung pergi ke Ngastina. Perang Brubuh; reca Bima hidup kembali, sehingga terjadi perang antara Begawan Surya Bawana dengan Prabu Tejolelono, Prabu Duryudana dengan Bima. Tancep Kayon; Bima menari kemenangan.
55
Pementasan wayang “Bima Maneges” oleh Anom Suroto mengandung suatu tema kepatriotismenan tentang peran Bima dalam mempertahankan kerajaan Ngamarta agar tetap percaya dan yakin terhadap penciptaNya. Anom Suroto dalam pementasan wayang terkenal dengan kemampuannya mengolah kata-kata dalam dialog antar tokoh wayang. Kemampuan ini disebut antawacana. Pengerjaan dialog dalam pementasan wayang oleh Anom Suroto terdengar sangat matang. Setiap tokoh yang tampil diberikan suara yang berbeda untuk memperlihatkan watak tokoh wayang. Kualitas suaranya dapat menggambarkan watak tokoh serta pesan yang ingin disampaikan dalam pementasan wayang. Anom Suroto dalam pementasannya selalu berkreatifitas dan mengikuti perkembangan jaman, selain itu dia juga mengikuti tuntutan penonton. Dalam hal ini terlihat bahwa Ki Anom Suroto memakai penyanyi pendukung selain sinden dan mengakomodir pelawak untuk mengisi adegan humoris. Pada pementasan ini terlihat bahwa Anom Suroto lebih menitikberatkan pada segi hiburan. Hal ini dapat dilihat dalam penampilan limbukan setelah adegan kedathonan. Limbukan berisi lagu (tembang) yang menghibur penonton. Di sini dia juga menggunakan penyanyi tambahan yaitu Yati Pesek, Cak Diqin, dan Wiwit. Dialognya juga berinteraksi antara dalang dan penyanyi tambahan. Adegan gara-gara juga menampilkan humor bersama pelawak Gareng. Pementasan wayang dengan mengambil lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto bukan merupakan lakon yang pokok (baku) melainkan lakon sempalan atau bagian tertentu dalam lakon baku yaitu Bima Suci.
56
4.2 Penokohan (Perwatakan atau Karakteristik) Tokoh-tokoh dalam lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto, meliputi. 1. Bima Pada lakon ini Bima digambarkan sebagai sosok patriotis yang selalu setia kepada lingkungannya dan negerinya sendiri, sehingga ia akan serta-merta memberi pertolongan kepada siapapun yang sedang dilanda musibah dan kesusahan. Seperti kutipan di bawah ini. B
: Ya bapa Begulun. Sowanku mrene kang wigati bakal nyorowidikake lelakon kang ana ing Praja Ngamarta wektu iki. Apa pancen iki pertandha bakal kinuput jagate praja Ngamarta saisine. Bapa Begulun, aku rumangsa dadi santria bayangkarane praja kang saguh njaga ring-ringe katentraman negara, nanging banget susah atiku. Apa maneh yen aku nyurupi marang sesolahe wong kang padha mikiri kebutuhane dhewe-dhewe ning kanthi wawadan kang kaperluane para kawula kuwi banget nlangsa atiku. Ing ngatase para kawula ing njero panandang. Negara lagi ketaman susah malah padha nyaur lulus. Buktine tanpa pekewuh padha nggedhekake gendherane dhewe-dhewe. Babar pisan ora ngetonake marang rasa kamanunggale, ora ngetonake marang rasa guyupe. Begulun, aku njaluk kalidamar marang paduka bapa Begulun awit paduka kuwi guruku ya bapa Begulun. (Ya bapa, kedatangan saya kesini ingin menceritakan keadaan yang ada di Ngamarta saat ini. Apa pancen ini pertanda bakal berubah bumi Ngamarta saisinya. Bapa, saya merasa jadi wakil rakyat yang sanggup menjaga katentraman negara, tetapi hatiku susah sekali. Apa lagi kalau saya melihat sendiri kelakuan orang yang pada memikirkan kebutuhannya sendiri tidak memikirkan kebutuhannya para rakyat itu hatiku sakti sekali. Di mana para rakyat lagi mengalami masalah. Negara sedang dilanda susah malah pada lari. Buktinya tidak malu pada membesarkan kekuasaannya sendiri. Sama sekali tidak memperlihatkan rasa kepeduliannya, tidak memperlihatkan rasa rukun. Saya minta petunjuk dari bapa sebab bapa guruku.)
Kutipan di atas menggambarkan Bima yang berusaha mencari petunjuk kepada Betara Bayu demi kepentingan rakyat Ngamarta.
57
2. Duryudana Pada lakon ini tokoh Duryudana digambarkan sangat picik, emosian. Seperti kutipan di bawah ini. PD
: Sampeyan padha ngertiya ing Bumi Aldaka wilayah Ngastina ngriku wonten pandhita mangasrama jenenge Resi Gupala. Ketoe dheweke mandep pandhita, ning jebul mung dinggo aling-aling sing sanyatane Resi Gupala ngirup para kawula Ngastina sami puruna tumut dheweke. Suwening-suwe yen pun kuat Resi Gupala bakal njongkeng palenggahane prabu Duryudana. Lelakon kaya ngoten iku, yen sampeyan anggep enteng, sampeyan anggep ora mbebayani, tegese sampeyan kabeh padha mati perasaane, ngerti? (Kamu harus mengetahui di Bumi Aldaka wilayah Ngastina itu ada orang bertapa namanya Resi Gupala. Kelihatannya dia seperti dewa, tetapi ternyata hanya sebagai penyamaran yang sebenarnya Resi Gupala akan mempengaruhi rakyat Ngastina untuk ikut dirinya. Lama kelamaan kalau sudah kuat Resi Gupala bakal menggulingkan kedudukan prabu Duryudana. Perbuatan seperti itu, kalau kamu kira ringan, kamu kira tidak membahayakan, artinya kamu semua pada mati perasaanya, paham?)
Kutipan di atas menggambarkan Duryudana yang picik ketika ada seorang Resi Gupala berada di Bumi Aldaka. Keberadaan Resi Gupala dianggap akan menggulingkan kekuasaannya, yang nyatanya Resi Gupala tinggal di Bumi Aldaka semata-mata karena ingin mencari ilmu untuk lebih memantapkan kepada Allah dan mencari petunjuk supaya kerajaan Ngamarta kembali seperti semula aman, tentram, damai, sejahtera. 3. Dursasana Dursasana merupakan adik nomor dua dari Duryudana, pemimpin para Kurawa. Pada lakon ini ia dikisahkan seorang tokoh yang bersifat patuh, setia, dan gagah berani untuk membantu kakaknya mengusir Resi Gupala. Seperti kutipan di bawah ini.
58
PS
: Dina iki sinuwun dhawuh saking pasanggrahan Bumi Aldaka. Dene bapakmu sukalima dibantu dening murid anyaran, ratu buta saka praja ujung laut jenenge Prabu Kala Tejolelono. Nadyan mengkono, kowe sedulur aja enak-kepenak. Sira kabeh uga kadhuwuhan sigep keprabon ngambyongi budhale Prabu Tejolelono. Mbok menawa mengko ana gagaling rembug para Kurawa sadiyabala kudu ngebyuk bareng pesanggrahan Bumi Aldaka didadekake segara geni. (Hari ini perintah dari pasanggrahan Bumi Aldaka. Ayahmu Supalima dibantu siswa baru, ratu buta dari kerajaan ujung laut namanya Prabu Kala Tejolelono. Meskipun seperti itu, kamu sesaudara jangan enak-enakan. Kamu semua juga mendapat perintah ikut bersama perginya Prabu Tejolelono. Kalau-kalau nanti ada masalah para Kurawa harus ngepung ramai-ramai pesanggrahan Bumi Aldaka dijadikan samudra api.) PDr : Nggih. (Ya) Kutipan di atas menggambarkan sikap patuhnya Dursasana ketika diberi perintah oleh paman Sengkuni untuk pergi bersama prabu Tejolelono menuju Bumi Aldaka. 4. Durmagati Durmagati adalah seorang tokoh Kurawa yang barangkali merupakan yang paling kocak apabila sedang dimainkan sifatnya oleh dalang. Bicaranya bindheng (seperti orang pilek, tidak jelas). Pada lakon Bima Maneges, ia menjadi sosok yang senang menyudutkan Sengkuni. Seperti kutipan di bawah ini. Dmg : Nek kula sing merdika Sengkuni menika boten tiyang ingkang wasis wicara, nanging niku wonten werdine menungsa sing seneng tumbak cuk-cukan, seneng adul-adul, lan gawe dadagane pasulayan, nek ana wong rukun ora seneng, nek ana kahanan tentrem sirik atine. Omongane kono didol kene, omongane kene didol kono, kaya makelar menika lho lik. (Kalau saya yang namanya Sengkuni itu bukan orang yang pandai bicara, tetapi itu adalah manusia yang suka berbicara, suka ngomongi orang, dan bikin masalah, kalau ada orang rukun tidak suka, kalau ada suasana tentrem syirik hatinya. Pembicaraan sana dijual sini, pembicaraan sini dijual sana, seperti makelar itu lho om.)
59
Kutipan di atas menggambarkan Durmagati yang memojokan paman Sengkuni jika arti kata sengkuni adalah orang yang padai bicara namun bicaranya itu bisa menyakiti orang lain. 5. Anoman Pada lakon Bima Maneges selain bernama Mayang Seta juga bernama Begawan Surya Bawana. Seorang tokoh yang memiliki sifat gagah berani, taberi, setia. Seperti kutipan di bawah ini. MS : Prabu Kala Tejolelono, yen sikilku isih kuat begagal neng gapura iki, tangeh lamon kowe bisa ketemu karo sang Resi Gupala. (Prabu Kala Tejolelono, kalau kakiku masih kuat berdiri di gapura ini, kamu tidak bisa ketemu dengan sang Resi Gupala.) Kutipan di atas terlihat bahwa Anoman dengan ikhlas, setia menjaga Resi Gupala yang meninggalkan raganya di Bumi Aldaka. Segala yang mengganggu keberadaan Resi Gupala dihadapinya. 6. Janaka Pada lakon ini ia dikisahkan sebagai tokoh yang memiliki sifat gagah berani, dan peduli terhadap sesamanya. Seperti kutipan di bawah ini. J
: Inggih kaluhuran, kula mrihatosaken dhateng kadang kula sepuh, kakang mas kula Werkudara ingkang dereng kondur tuwin kesahipun sareng Semar ingkang boten pamit. (Iya benar, saya prihatin dengan saudara tua saya, kakak saya Werkudara yang belum pulang dan perginya bersama Semar yang tidak izin.) Kutipan di atas menggambarkan Janaka yang peduli dengan keluarga yang
pergi dari rumah. 7. Antasena Pada lakon ini Antasena digambarkan berwatak polos dan lugu, namun teguh dalam pendirian, dan seorang yang gagah berani. Seperti kutipan di bawah ini.
60
At
: Eh lha keparat Tejolelono srayaeh para Kurawa, yen pancen Kurawa saget srayahe wani nganggu kamardikane dhewe aja padha melu-melu, tak adhepi dhewe pak dhe. (Eh lha keparat Tejolelono utusan para Kurawa, kalau Kurawa berani mengganggu ketentraman kita jangan pada ikut, saya hadapi sendiri pak de.)
Kutipan di atas menggambarkan Antasena dengan gagah berani akan melawan musuh yang berani mengganggu keluarganya. 8. Wisanggeni Pada lakon ini Wisangeni merupakan sosok yang suka menolong sesama. Seperti kutipan di bawah ini. Wi
: Muga-muga bae ora kakang Antasena. Dene mengko ana wong kang nyembah marang Resi Gupala, dene uripe percaya marang Reca mau wong mau wajib dielingke. (Semoga saja tidak kakak Antasena. Kalau nanti ada orang yang menyembah Resi Gupala, kalau hidupnya percaya patung orang tadi wajib diingatkan.)
Kutipan di atas menggambarkan Wisanggeni yang bertekat ingin meluruskan orang-orang yang salah jalan ke jalan yang benar. 9. Gathotkaca Pada lakon ini Gathotkaca mempunyai sifat berani tak mengenal takut. Seperti kutipan di bawah ini. PT
: Kala Tejolelono, wani, ayu majua. (Kala Tejolelono, berani, ayo majulah.) Ga : Ya. (Iya) Kutipan di atas menggambarkan Gathotkaca yang berani, tidak takut mati ketika dilawan perang oleh Prabu Tejolelono. 10. Sengkuni Pada lakon ini Sengkuni adalah seorang patih yang berbakti dan patuh terhadap rajanya. Seperti kutipan di bawah ini.
61
PD
PS
: Parentahna marang anak-anakmu Kurawa rumanti prajuritan ngombyongi budhale Prabu Tejolelono marang pasanggrahan Bumi Aldaka. (Perintahkan kepada anak-anakmu Kurawa untuk ikut bersama perginya Prabu Tejolelono ke pesanggrahan Bumi Aldaka.) : Nuwun inggih ngistakaken dhawuh. (Ya laksanakan.)
Kutipan di atas menggambarkan Sengkuni sedang segera menyanggupi perintah rajanya, yaitu Prabu Duryudana. 11. Prabu Tejolelono Pada lakon ini Prabu Tejolelono sebenarnya adalah Tejomantri atau Togog. Dikisahkan pada cerita ini Tejolelono mempunyai sifat patuh dan pemberani. Seperti kutipan di bawah ini. BD : Kados pundi? (Bagaimana?) PT : Menawi namung menika bebananipun. Kula sendika ngestokaken sendika dhawuh bapa. (Kalau hanya itu persyaratannya. Saya siap melaksanakannya.) Kutipan di atas menggambarkan Prabu Tejolelono yang begitu patuh dengan guru. 12. Begawan Durna Pada lakon ini Durna dikenal seorang yang tega memanfaatkan setiap orang yang minta pertolongan, untuk kepentingannya sendiri. Bahkan ia tega memanfaatkan kesusahan ‘klien’-nya untuk kesenangan pribadinya sendiri. Seperti kutipan di bawah ini. BD : Sang Prabu wedal menika negari Ngastina wonten kraman badhe njengkeng kalenggahan Anak Prabu Duryudana, inggih menika pandhita ingkang mapan ing pertapaan Bumi Aldaka keparep sang Resi Gupala, menawi jeng ngendika sembodo nyerahaken kraman mau. Oh ampun kuwatos, ampun kuwatos, boten enjing, boten sonten ilmu sang Prabu, ilmu kula, kula ajaraken. Ananging anggenipun boten saget sampun kirang pangapunten sang Prabu, boten saget. (Sang Prabu saat ini kerajaan Ngastina ada musuh ingin melingsirkan kedudukan Anak Prabu Duryudana, yaitu pandhita yang tinggal di pertapaan Bumi Aldaka bernama Resi Gupala, kalau
62
kamu berhasil menyerahkan musuh. Oh jangan khawatir, tidak pagi, tidak sore ilmu sang Prabu, ilmu saya, saya ajarkan. Tetapi kalau tidak bisa, minta maaf sang Prabu, tidak bisa.) Kutipan di atas menggambarkan Begawan Durna yang demi keinginanya sendiri ia memanfaatkan orang lain pergi ke Bumi Aldaka untuk membawakan Resi Gupala ke Ngastina. 13. Betara Bayu Betara Bayu adalah seorang dewa. Pada lakon ini Betara Bayu digambarkan sebagai tokoh yang bijaksana. Seperti kutipan di bawah ini. BB
: Wis kula tanpa sekabehe atur samandang, ora sekarepe Brataseta, lamon kita nyenyurupi kahanan kang mangkono mau. Kulun mundhut aja kaget, tangan aja gumunan ya ngger. Ya kaya ngono kuwi pepek-pepeking jagat, kulun. Kula wis pirsa lan miring dhewe, yen saiki akeh maling ngalok maling. Brataseta, ana sawening pamong katone kuwi pamong jebul watak lakone kaya rampok, katone satria jebul wis wani wirange. Kang kabeh mau merga kapitut dening trinjineng binar. Ngger Brataseta, ya mung sira kula kang tak gadang aja nganti keblinger kang dadi lakumu ya ngger. Supaya aja nganti kleru dalanmu. Sira kudu eling marang tembung tirta pawitra dimahning suci. (Sudah saya terima semua keluhan, bukan keinginan Brataseta melihat keadaan yang seperti itu tadi. Saya harap jangan kaget, tangan jangan gumun ya. Ya seperti itu bumi. Saya sudah lihat dan mendengar sendiri, kalau sekarang banyak pencuri tidak mengaku pencuri. Bratasena, ada seseorang kelihatannya itu pejabat jebul kelakuannya seperti perampok, kelihatannya satria ternyata berani malu. Semua itu karena tergiur oleh kedudukan. Bratasena, cuma kamu yang saya andalkan jangan terjebak dalam hidupmu. Supaya jangan sampai salah jalan. Kamu harus ingat dengan kata tirta pawitra dimahning suci.)
Kutipan di atas menyatakan jika Betara Bayu sosok orang bijaksana yang dengan ikhlas memberikan nasehat kepada muridnya. 14. Surut Ayu Pada lakon ini Surut Ayu dikisahkan seorang yang gagah berani. Seperti kutipan di bawah ini.
63
SA
: Eh … malah ora kena dieman menungsa iki nantangi perkara karo Surut Ayu wani. (Eh … malah tidak bisa dikasihani manusia ini berani dengan Surat Ayu.) Kutipan di atas menggambarkan Surut Ayu yang gagah berani menantang
seseorang. 15. Semar Pada lakon ini Semar dikisahkan sebagai tokoh yang bijaksana. Seperti kutipan di bawah ini. S
: Ndara Werkudara, kula suwun ampun wuruh dumatheng bandha donya nggih, gus. Sampun sirna ingkang dados angkaraning negari. Inggih awit saking mbudidayaning ndara Werkudara minangka satria bayangkara sesarengan kaliyan para kawula Ngamarta ingkang dipun pangersani ndara Bratasena. Hanggek paduka maneges dhumateng jarwata menika pertelakaken anggenipun tanggang jawab paduka dados satria bayangkara negari ingkang kagungan kewajiban supaya rumangsa aman tuwin tentrem para kawulanipun. (Tuan Werkudara, saya harap jangan memikirkan harta dunia ya, bocah bagus. Sudah hilang yang menjadi masalahnya negara. Semua karena usahamu bersama rakyat Ngamarta. Tuan mencari petunjuk demi rakyat itu menandakan akan tanggung jawab tuan menjadikan aman tentrem rakyatnya.) Kutipan di atas menggambarkan Semar yang menasehati Bima untuk tidak
terlena dengan dunia. 16. Petruk Pada lakon ini dikisahkan Petruk seorang tokoh yang berbakti. Seperti kutipan di bawah ini. P
: Kula nggih badhe nyuwun pajar. Bapak kula inggih tumut kesah boten pamit. (Saya juga mau minta petunjuk. Bapak saya ikut pergi tidak izin.) Kutipan di atas menggambarkan Petruk yang berbakti dengan ayahnya.
64
17. Bagong Pada lakon ini Bagong dikisahkan sebagai tokoh yang baik. Seperti kutipan di bawah ini. B : Kula inggih badhe ndherek suwita. (Saya juga mau ikut mengabdi.) Kutipan di atas menggambarkan Bagong yang ingin berguru kepada orang lain. 18. Buta Cakil Cakil selalu berhadapan dengan Arjuna ataupun tokoh satria yang baru turun gunung dalam adegan perang kembang. Tokoh ini hanya merupakan tokoh humoristis saja yang tidak serius namun sebenarnya Cakil adalah perlambang tokoh yang pantang menyerah dan selalu berjuang hingga titik darah penghabisan karena dalam perang kembang tersebut Cakil selalu tewas karena kerisnya sendiri. Dari penjabaran watak-watak tokoh di atas, dapat diklasifikasikan tokohtokoh yang ada pada lakon Bima Maneges seperti di bawah ini. a. Berdasarkan jenis peran tokoh, sebagai berikut: 1. tokoh protagonis, meliputi: Bima, Anoman, Wisanggeni, Antasena, Gathotkaca, Janaka, Petruk, Bagong, Betara Bayu, dan Semar; 2. tokoh antagonis, meliputi: Prabu Duryudana, paman Sengkuni, Prabu Kala Tejolelono, Begawan Durna, Prabu Dursasana, Durmagati, dan Surut Ayu; b. Berdasarkan peran tokoh, sebagai berikut: 1. tokoh utama dalam lakon ini adalah Bima; 2. tokoh tambahan dalam lakon ini, meliputi: Anoman, Gathotkaca, Antasena, Wisanggeni, Janaka, Semar, Petruk, Bagong, Betara Bayu,
65
prabu Duryudana, prabu Tejolelono, paman Sengkuni, Begawan Durna, Durmagati, Prabu Dursasana, Surut Ayu, dan Buta Cakil.
4.3 Latar atau Setting Tiga aspek yang ada pada lakon Bima Maneges yaitu aspek ruang, aspek waktu, dan aspek suasana. Aspek ruang lakon Bima Maneges menggambarkan tempat atau lokasi terjadinya peristiwa pada lakon Bima Maneges. Aspek waktu lakon Bima Maneges menyangkut waktu kapan cerita Bima Maneges terjadi dan berapa lama masa putar cerita lakon tersebut. Sedangkan aspek suasana membahas 4.3.1 Aspek Ruang Beberapa aspek ruang yang ada pada lakon Bima Maneges adalah di Ngastina, Sitinggil, Bumi Aldaka, Pesanggrahan Bumi Aldaka, Kahyangan, dan Puser Bumi. 1. Ngastina Seperti kutipan di bawah ini. PD : Ya dasar kepara nyata, ingsun Prabu Duryudana. Ana parigawe apa dene sira praptang praja Ngastina kene kisanah? (Ya benar, saya Prabu Duryudana. Ada keperluan apa kamu datang ke Ngastina kisanah?) PT : Sinuwun kepareng ngunjuk ulima. Kula bidhal saking negari ujung laut estinipun kepengin badhe ngadhep bapa guru Begawan Durna. Kula badhe nyantrik wonten ing supalima. Rahneng kula ngertos bilih bapa guru Durna wau pujangga praja Ngastina. Pramila, kula langkung rumiyin kedah nyuwun idi palila saking paduka ingkang Prabu Duryudana. (Saya pergi dari kerajaan ujung laut saperlu ingin bertemu bapa guru Begawan Durna. Saya mau berguru di Supalima. Saya tahu kalau bapa guru Durna itu pujangga kerajaan Ngastina. Makanya, saya lebih baik harus minta izin dulu dari Prabu Duryudana.) Beberapa adegan yang terjadi di Ngastina pada lakon Bima Maneges terjadi pada adegan 1, 4, 5, 6, 22, dan 23.
66
2. Sitinggil Seperti kutipan di bawah ini. Garuya-garuya pindah mring sitinggil kaya gunung kemul mendhung kala niku anira sang yaksendra saking negari ujung laut, jejuluk Prabu Kala Tejolelono. Para seksada ngaluhur rahabirawa sasasak brabata sene gedhene ning yektine wis lali tuwa tur pikun. Kethithik rikma wis ngembang nglanding mbrodol kari arang kading. Waja ompong netra sinambet kaca maningal labet wis datan pandulune. Wadane pucet nafase senen kemis yen mlampah tinuwak teken. Sedhelasedhela leren sebab watuke nggigil. Sedalan-dalan mung sesambat njaluk mati. Busana datan tinata, mlakune miring datan tiniasa. Praba ujul taline sabuke kendor epleke nglewer, ngagem keris kewalik ora digagas, tanpa pating kedodor ora dadi sebab. Ewasemana yen ana sinden ayu jebul isih kober noleh. Swaning ngasta nata Ngastina cinandra kadi gandara ingkang kamanungsan. (Bergegas pindah ke sitingil seperti gunung yang berselimut mendung saat ada yasendro dari ujung laut, bernama Prabu Kala Tejolelono. Badannya besar tetapi sudah tua dan pikun. Terlihat rambutnya sudah putih semua tur rontok. Sudah ompong, pakai kacamata. Mukanya pucat, bernafasnya senin kamis kalau jalan menggunakan teken. Sebentar-bentar berhenti karena batuk. Di jalan-jalan mengeluh ingin mati. Pakaiannya tidak rapih, jalannya miring, Sabuknya kendor, epleknya nglewer, pakai keris kebalik tidak digagas, pada kedodoran tidak jadi masalah. Tetapi kalau ada sinden cantik ternyata masih melirik.) Adegan yang terjadi di Sitinggil pada lakon Bima Maneges terjadi pada adegan 2 dan 3.
3. Pesanggrahan Bumi Aldaka Seperti kutipan di bawah ini. PT : Ala dalah, gojlek-gojlek, iblis lanak padha gojekan, durung nganti aku manjing njero pasanggrahan, iki ana wong tuwek tur rupane uelek ngaglak ing ngarepe gapura kaya nyegat anggonku lumaku. Eh, wong tuwa, kowe jenengmu sapa? Lan duwe karep apa dene nyegat gen kula mlebu gapura? (Ala dalah, gojlek-gojlek, iblis lanak, belum sampai saya tiba di pasanggrahan, ini ada orang tua sudah wajahnya jelek ngaglak di depan gapura menghadang jalanku. Eh, orang tua, kamu namanya siapa? Dan keinginanmu apa menghalangi saya masuk gapura?) MS : Aku juru kunci ing pasanggrahan Bumi Aldaka kene lan aku kang wenang ngrungsa wilujenging Resi Gupala, jenengku Mayang Seta. (Aku juru kunci di pasanggrahan Bumi Aldaka sini, aku yang
67
wenang ngrungsa keselamatannya Resi Gupala, namaku Mayang Seta.) Adegan yang terjadi di Bumi Aldaka pada lakon Bima Maneges terjadi pada adegan 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, dan 18. 4. Kahyangan Seperti kutipan di bawah ini. Tunggal babake siji caritane kaya barang … kabeh. Sinebat ing kahyangan hargomaruta, nadyan neng kahyangan wonten tejomanridolanan. Duh tejane sang hyang Betara Bayu inggih sang Betara Prabancana. Katiyos jumeneng hanampi marang praptane sang Bima sukma. Kadodo Betara Bayu sigara mangke ngawit datheng praptane sang Werkudara sukma. Teka mengkono widi sabdane sang hyang Prabancana. (Kelanjutan babak masih satu cerita seperti benda … semua. Di kahyangan …walaupun di kahyangan ada … Betara Bayu ya Betara Prabancana. Terlihat menerima rohnya Bima. … Betara Bayu … karena kedatangan rohnya Werkudara… ) Adegan yang terjadi di Kahyangan pada lakon Bima Manages terjadi pada adegan 19 dan 20. 5. Puser Bumi SB : Wonten satria ingkang rawuh ing praptaan Puser Bumi. (Ada satria yang datang di pertapaan Puser Bumi.) Adegan yang terjadi di Puser Bumi adalah adegan 21. 6. Alun-alun Seperti kutipan di bawah ini. PS : Padha nyiapna seglondong areng lan lenga patra, diobong ing alun-alun kanggo ngobong Gupala iki. (Pada menyiapkan arang jangan dan minyak, dibakar di alun-alun untuk membakar Gupala ini.) Adegan yang terjadi di alun-alun pada lakon Bima Manages terjadi pada adegan 24, 25, dan 26. 4.3.2 Aspek Waktu Aspek waktu menyangkut waktu cerita (fable-time) dan waktu penceritaan (narrative-time). Pada lakon Bima Maneges waktu cerita tidak diperlihatkan dengan jelas. Pada awal pertunjukan, dalang tidak menjelaskan kepada penonton
68
kapan dan pada masa apa peristiwa itu terjadi. Dalam lakon ini hanya diketahui bahwa peristiwa itu terjadi saat Prabu Duryudana tidak suka dengan keberadaan Resi Gupala di Bumi Aldaka sampai dengan Semar bangga pada Bima karena berhasil mengembalikan rakyat Ngamarta yang sebelumnya pada lupa dengan pangeranNya menjadi ingat kembali dan semakin mantap serta rajin untuk beribadah. Waktu penceritaan pada lakon ini yang terekam dalam 6 VCD, yang tiaptiap VCD ± 1 jam. Sehingga waktu penceritaan yang ada pada lakon ini adalah ± 6 jam.
4.4 Tema dan Amanat Tema yang dapat diambil dari lakon Bima Maneges adalah bertema patriotisme. Seorang tokoh yang rela menolong demi orang lain. Pada lakon Bima Maneges diceritakan Bima yang meninggalkan raganya di Bumi Aldaka agar sukmanya bisa bertemu dengan gurunya, Betara Bayu. Dirinya. ingin konsultasi kepada Betara Bayu mengenai keadaan yang ada di Ngamarta saat ini. Banyak rakyat yang mulai menjauh terhadap penciptaNya. Melihat keadaan Ngamarta yang menyedihkan membuat Bima tergugah hatinya untuk menolong rakyat Ngamarta untuk kembali ke jalan yang lurus. Ketulusan menolong terhadap sesama membuat Bima memperoleh wahyu cempaka mulya. Wahyu yang mengandung ajaran yang baik untuk rakyat Ngastina supaya kembali ke jalan yang benar. Berkat rasa pedulinya rakyat Ngamarta pun kembali kepada jalan yang benar.
69
Amanat yang dapat diambil dari lakon Bima Maneges, antara lain. 1. Agar kita selalu memegang teguh rasa percaya kepada penciptaNya, 2. Agar kita yakin jika kita mempunyai niat baik pasti Allah akan mempermudahkan jalan kita. 3. Agar kita saling peduli terhadap sesama.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini akan menguraikan simpulan dan saran. 1. simpulan berisi perincian hasil dari bab iv, 2. saran berisi ungkapan yang dapat membangun.
5.1 Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan struktur dramatik lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 9 Alur yang digunakan pada lakon Bima Maneges adalah alur longgar, alur ganda, alur menanjak, alur lurus, dan alur maju. 9 Struktur dramatik pada lakon Bima Maneges dimulai dengan tahap eksposisi (adegan 1), konflik (adegan ke 2 - 5), komplikasi (adegan 7, 12, dan 24), krisis atau titik balik (adegan 8, 13, dan 25), resolusi (9, 14, dan 26), dan keputusan (adegan 26). 9 Struktur jalan cerita lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto dimulai dengan pathet nem (jejer, kedhatonan, paseban jawi, sabrangan, perang gagal, dan gladagan), pathet sanga (gara-gara dan perang kembang), dan pathet manyura (pandhita, perang brubuh, dan tancep kayon). 9 Lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto merupakan lakon sempalan. 9 Tokoh protagonis pada lakon Bima Maneges meliputi: Bima, Anoman, Wisanggeni, Antasena, Gathotkaca, Janaka, Petruk, Bagong, Betara Bayu, dan Semar.
70
71
9 Tokoh antagonis pada lakon Bima Maneges meliputi: Prabu Duryudana, paman Sengkuni, Prabu Kala Tejolelono, Prabu Dursasana, Durmagati, dan Surut Ayu. 9 Tokoh utama pada lakon Bima Maneges adalah Bima. 9 Tokoh tambahan pada lakon Bima Maneges, meliputi: Anoman, Gathotkaca, Antasena, Wisanggeni, Janaka, Semar, Petruk, Bagong, Betara Bayu, prabu Duryudana, prabu Tejolelono, paman Sengkuni, Begawan Durna, Durmagati, Dursasana, Surut Ayu, dan Buta Cakil. 9 Aspek ruang yang ada pada lakon Bima Maneges, meliputi: Ngastina, Sitinggil, Pesanggrahan Bumi Aldaka, Kahyangan, dan Puser Bumi. 9 Waktu cerita pada lakon Bima Maneges terjadi saat Prabu Duryudana tidak suka dengan keberadaan Resi Gupala di Bumi Aldaka sampai dengan Semar bangga pada Bima karena berhasil mengembalikan rakyat Ngamarta yang sebelumnya pada lupa dengan pangeranNya menjadi ingat kembali dan semakin mantap serta rajin untuk beribadah. 9 Waktu penceritaan pada lakon ini adalah ± 6 jam. 9 Tema pada lakon ini bertemakan patriotisme. 9 Amanat pada lakon ini adalah agar kita selalu memegang teguh rasa percaya kepada penciptaNya, agar kita yakin jika kita mempunyai niat baik pasti Allah akan mempermudahkan jalan kita, dan agar kita saling peduli terhadap sesama.
72
5.2 Saran Berkenaan dengan penelitian yang berjudul Struktur Dramatik lakon Bima Maneges karya Ki Anom Suroto ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dan tambahan referen dalam penelitian yang berhubungan dengan kajian struktural sastra fiksi, khususnya mengenai struktur dramatik wayang.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Endraswara, Suwardi. 2003 Metodelogi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Hazim, Amir. 1994. Nilai-nilai Etis dalam Wayang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Kayam, Umar. 2001. Kelir Tanpa Batas. Yogyakarta: Gama Media. Widada, dkk. 2001. Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa). Yogyakarta: Kanisius. Mertosedono, Amir. 1993. Sejarah Wayang, Asal-usul, Jenis dan Cirinya. Semarang: Dahara Prize. Mulyono, Sri. 1975. Wayang: Asal-Usul, Filsafat dan Masa Depannya. Jakarta: Haji Masagung. Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Rosiana. 2010. Struktur Dramatik Wayang dalam Lakon “Gathotkaca Wisuda” oleh Ki Mantep Soedarsono. Semarang: Skripsi Unnes. Sari. 2010. Tokoh Kresna dalam Lakon Kresna Duta. Semarang: Skripsi Unnes. Satotot, Soediro. 1985. Wayang Kulit Purwa Makna dan Struktur Dramatiknya. Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. Sudjiman, Panuti. 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: PT Gramedia. Teeuw. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Waluyo, Herman Jualiya. 2002. Drama, Teori, dan Pengajarannya. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widya. Widodo dan Mukhtar. 2000. Konstruksi Ke Arah Penelitian Deskriptif. Yogyakarta: Avyrous. Widyawati. 2009. Ensiklopedi Wayang. Yogyakarta: Pura Pustaka. Zustiyantoro, Doni. 2011. Struktur Dramatik Pakeliran Padat Lakon “Cupumanik Asthagina” oleh Ki Kenthus Susmono. Semarang: Skripsi Unnes. http://sudarjanto.multiply.com/journal/item/306/Ki_Anom_Suroto http://naskahsaya.blogspot.com/2010/02/teori-struktural-sastra.html http://id.wikipedia.org/wiki/Pandawa
73
74
75
Cover Depan VCD
76
Cover Belakang VCD
77
VCD 1 Î ± 1 jam PATHET NEM ADEGAN 1 Prabu Duryudana nampa tamu Paman Sengkuni, Betara Durna, lan Aswatama. SULUK Leng-leng ramyaning kang, o Sasangka kumenjar, o Mangrengga rumning puri, o Makin tanpa siring halep nengkang ngumah Maslir murubing langit, o Tekwan sarwa manik, o JANTURAN Swuh rep data pitana, swuh iku werdine sirna, rep inggih swasana tentrem, data iku ya pangestu, ewadene pitana iku luhur. Sirna kang mala mahananing jagat tentrem ugi pangestu marang luhuring budaya. Nedya ingkang kamulyan anenggih guguhaning carita pirangan parwa ingkang kapiji saking serat Mahabarata. Duh menika gumlaring praja Ngastina inggih ingkang cahya liman genawih inggih sinebat ing kuru janggala, sinebat negari Ngastina mengko werdi purwa ingkang praja jejuluk Prabu Hastimurti inggih Prabu Nahusa. Ingkang cahya liman genawih kranahing limas kedhaton ing gajah. Anastapur janggala awit dadia kedhaton ing bangsa kuru. Negari Ngastina dhumatheng saking surubanjaran cinandra prasasat praktis saha rekmi harga kang hangarasa hangaris genepi gendaris kinarang putri. Mila laladan negari Ngastina sinebat wara Sundari kang werdine bumi pinilih, wenang wukeng jaladri hangglak dadiya paseban panuta dupu. Para kadang hamong kang tentrem, dasar tekun deneng lemah siti lemah kaesti, lumbuk … negari cekap … para misa … gendhong jala mider samudra nyanyas emas kintarak lampahing katang parwa. Para muda tuna runa manunggal sudya … marang swaradija, kating hagelar ing pawiyatan .. ingkang sujana. Balihusada wus wareg tumekeng desa winangun dadiya sarana hangusadani panandang raga marek keparek parawata balewisma tiningga gapura limis banon pinulas wanisundura, rukun manunggaling warga saya santosa, sarasehan wis dadi pakulinan. Aruming ... minangka jagahalung luhuring negara. Mila pantes yen praja Ngastina sinebat ngancik jaman Suwarnadipa. Wahada kaya mengkono, wenang kinucap sang kang katon kang ngasta negari Ngastina sang nata jejuluk Prabu Duryudana, labet nalendra kang wis wenang ngrasuk makuta kaprajuritan. Ya Prabu Suyudana anenggih suyudan para kawula labet agung dene paring dana pangyayah piniting dunya narmada. Inggih sang jaka pitana dadiya pepenget taksih jaka jumeneng nalendra. Ya prabu jaya pitana awit praseng pamuja inggih sri kurupati awit sang prabu dadia mustikaning bangsa kuru. Ya sang Gendari suta labet sanata putra dewi Gendari. Ya sang Drestarasta wus nyata sanyata yogane respati Drestarasta inggih prabu gandariya labet werasing ratu gandara, ya prabu Tripamangsa awit nalika lahir menika dampet ketiga, ya prabu Kuraendra anenggih sang nata kadang satus. Nyata prabu Duryudana duh nalendra ingkang mahapeng, mahadipa, darmahipa, sahahipa, samahipa, tuturmati sinambaran … dana denda. Ing mangke nuju harirespati sang nata siliawa lenggah dampar kencana sesemeh permadani
78
pinulas kang sekar tanjung sinebaran hombat sari kang mambet wangi pungas makambar gandhane sangaton nganti tumekeng paringgitan miyosing sanata gayap para banjeti yada … manggung katanggung ingkang samya ngampil upacaraning kedhaton arupi banyak dhalang sawunggaling harga walika bebek emas dwiwangga ingkang sarya kencana, yen cinandra adi sanes prabu Kurupati prasasat Betara Bayu ngejawantah kahayap para hapsari. … mblabar kang sami sumewuh wiwit saking paningrat dumugi brajanala kebeker kang agantung seba ing banjira ngayungkak katingal …roket … cinandra pindho jlada katepuk maruta. Swasana rerep sidem premanem kang talana kang sami nyabawa hamung kapiyarsa dhawahing pusara kang lagi makarti. Pating celangkaran pating celingkering … mandia raga. Wus katingal ngabdi … para nenggih sang pujangga praja Brahmana saking pertapaan supalima keparep hyang Durna ya sang resi … inggih sang resi barat braja putra nyata Begawan Durna pandhita wus kalupa dasar mumpuni marang garing perang agalalus wus kacakut. Datan katun katingal kusumaning warangka praja mijil saking Plasajenar kekasih Raden patih Haryosengkuni ya Raden Haryasumanibinti Trigantalpati ya Raden Suwelaputra. Nyata patih Sengkuni wus kalupa keduning kaprajuritan ulekaning pangritayasa yen ngandhikan kaya bisa ngademe rasa ning sejatine wicarane mawa wisa dasar entleng marang sesame. Ewadene kang cinampek ing ngarsane sang Prabu labet denya pinter hanyemaki sang Kurupati. Ewadene kepareng mapane muntak. Hang menika kadhangnata ngiras juru panaliti mlebet medaling bala negari kekasih raden Kartamarma wiking saking kesatrian toyatinalang. Wus dangu danyasiniaka sang nata Prabu Duryudana parangdene dereng kawis ingkang dai pangandhika nira. Teka mengkono rereh ririh ruruh kanthi hangar krana ngaturi patih Harisuman mecah ingkang swasana. SULUK Leng-leng ramya ningkan, o Sasangka kumenyar, o, Mangrengga ruming puri, o, Mangkin tanpa siring, Halep ingkang umah, Maslir murubing langit, o, Tekyan sarwa manik,o,o, Tawingnya sinawung,o,o, Saksat sekar sinuji, Ungyan Banuwati,o, Yan amren alangen, Lan nata Duryudana,o, SULUK Sri tinon ing pasewakan, Busana maneka warna, Sebak puspiteng hudyana, Myang panjrahing sarwa rukma, Renggeng manik narawata, Ae ana, Abra pra banya sumirat,
79
Kenyaring teja liweran, Lir kilat sisiring thathit, Wimbuh geganda mrik minging, Katyuping maruta manda, Saparan mangambar kongas SULUK Sidhem jroning pamankilan semune kawuryan wigatining karsa, kepareng nata Duryudana prabu kang miyos tinangkil pidholan saban-saban kanthi prabowo. Kekes ketoring tyas. O,,,. Kang sami sumewa tan ana nyabowo. Ywa. GINEM PS : Kawula nuwun-nuwun sinuwun, mawantu-wantu ponapati nyuwun gunging samudra pangaksami, dene kula wani matur sowan ing padukeng kang boten tinimbal. Labet menapa, sampun bapa inggen ngarsa sang Prabu ewasemanten dereng wonten dhawuh saking paduka ingkang rumentah. Katara kula tingali anak prabu kados nembe nawonbendhu menika sinten ingkang kanggep lepat nggih? Bilihipun bapa ingkang lepat kajawi kula nyuwun pangapunten pun bapa ugi saget hanampi pidana saking paduka nata. Duh sinuwun, parenga paduka dumatheng sabdane para kinasih, nalendra siliwa menika saget ndamel tentrem ampun ngantos adamel tintrim. Menawi anak Prabu boten enggal paring dhawuh petela saget nahaning goreh romeh maneh sowan menika ngger anak prabu. SULUK Palugon lakune lekas lukito linuding kidung, o Kadung kadur amomong me ma mumanah rahayu Hayuana kang tanah gala gumula manah madukara Kang nira pangapus puspita wangsalan semun, o GINEM PD : Paman Sengkuni! PS : Nuwun wonten dhawuh sinuwun? PD : Susah atimu ora bisa dikarep ngendika, paman. PS : Nuwun inggih kaluhuran, kula maos ribet manah kula sareng paduka dangu medale pangandika anak Prabu. PD : Lagi insun kendelake sedela bae wis rumangsa susah atimu, apa maneh yen wis dadi Prabu Duryudana kowe mesti mati kendat, paman. PS : Kula nuwun sewu, ingkang dipun kersakaken anak Prabu menika kados pundi? Pun bapa teka dereng tanggap dumatheng ndara paduka nendra, kawula nuwun-nuwun. PD : Ngastina iku punggawane komplit, pujangga ana, patih ana, panglimane prajurit ana, nayaganing mbyukan prajurit maketi-keti. Piranti samana akehe mau, jebul tanpa ana tumanjane babar pisan. Paedahe ya mung kanggo geneping piranti negara. Ning ing bab gaweane, ing bab tandang grayane, ing bab kelintapane, ing bab maca kahananing kabeh ora becus. Yen disawang ketoe padha gagah-gagah, ketoe padha sekti-sekti, ketoe kaya pinter-pinter jebul tinemune kabeh kontong mlompong. Ketok banget gone padha gelar-gelar, gulung-gulung. Yen ana rejeki kabeh padha gelar
80
ngeglok ngetoke drajat kalungguhane, pamrihe ben entuk dum-duman sisa bobot karo drajat pangkate. Ning bareng ana parigawe malah padha gulung kasuguhane, tanpa tuwuh ora wani babar pisan. Piye iki? PS : Kula nuwun sewu anak Prabu. PD : Pripun? PS : Nadyan kula mangertos bilih paduka nendra nembe duka. Namun, menawi boten paring dhawuh sinten ingkang lepat, kula kinten saya ndamel nganglesing kekeseh manah para kawula, ngger. PD : Yen pancen sampeyan nggateke marang wilayahe kudune ora kudu takon. Wis genah, kowe patih kang ora tanggung jawab marang kawajibanmu. PS : Waduh, anak Prabu. Bilih mekaten sampun cetha, kula ingkang boten saget nindhakaken dumatheng kuwajiban minangka warangka ngger. Sinuwun. tinimbang kula namung njejepet njrambah, nyenyepet mripat, aluputipun bapa nyuwun pamit, medal saking anggen kula dados patih kemawon anak Prabu. BD : Oalah le. Oalah kenthus kempol monyor-monyor. Sinuwun, estinipin sampun kula ati-ati anggen kula suwita ing ngarsa Prabu. Kula ugi sampun budidaya tansah ngestoaken dhawuh paduka nata. Namung, menawi sedaya wentah boten wonten ginanipun. Punten dalem sewu ngger, pun bapa ugi nyuwun pamit leng saking sapujagat kemawon arep Prabu. PD : Yen sampeyan pun padha pamit ajeng padha metu iku. Apa kula saget ngrampungake prakara, nggih? BD : Lajeng mlebeta kados pundi? Kula kedah kados pundi, kanjeng sinuwun? PD : Sampeyan padha ngertiya, ing Bumi Aldaka wilayah Ngastina ngriku wonten pandhita mangasrama jenenge Resi Gupala. Ketoe dheweke mandep pandhita, ning jebul mung dinggo aling-aling sing sanyatane Resi Gupala ngirup para kawula Ngastina sami puruna tumut dheweke. Suwening-suwe yen pun kuat ora wurung Resi Gupala bakal njongkeng palenggahane prabu Duryudana. Lelakon kaya ngoten iku, yen sampeyan anggep enteng, yen sampeyan anggep ora mbebayani, tegese sampeyan kabeh padha mati perasaane, ngerti? SENDHON Siang pantara ratri, hamung cipta pukulun, O …., tanna lyan kang kaeksi, mila katur ing kang cundha manik, prasasat rageng ulun kang sumembah mung gwing padan ta prabu, myang kagungan tasing sim sasat ampun prapti, katon asta pukulun, wulat en narapati, o…., Rama dewa ingsun, o SULUK Leng-leng dirya mangu mangun kung Kandhuhan rimang lir rena tanpa kanin ADEGAN 2 Ngastina katekan Prabu Tejoleleno POCAPAN Garuya-garuya pindah mring sitinggil kaya gunung kemul mendhung. Kala niku anira sang yaksendra saking negari ujung laut, jejuluk Prabu Kala
81
Tejolelono. Para seksada ngaluhur rahabirawa sasasak brabata sene gedhene ning yektine wis lali tuwa tur pikun. Kethithik rikma wis ngembang nglanding mbrodol kari arang kading. Waja ompong netra sinambet kaca maningal labet wis datan ta pandulune. Wadane pucet nafase senen kemis yen mlampah tinuwak teken. Sedhela-sedhela leren sebab watuke nggigil. Sedalan-dalan mung sesambat njaluk mati. Busana datan tinata, mlakune miring datan tiniasa. Praba ujul taline sabuke kendor epleke nglewer, ngagem keris kewalik ora digagas, tanpa pating kedodor ora dadi sebab. Ewasemana yen ana sinden ayu jebul isih kober noleh. Swaning ngasta nata Ngastina cinandra kadi gandara ingkang kamanungsan. SULUK Hanjrah ingkang puspita rum Kasiliring samirana mrik Sekar gadhung kongas gandanya Maweh raras renaning driya. GINEM PT : Kawula nuwun haning pasang kalimat tampi nuwun para prayantun nuwun awit nyuwun ndherek langkung kula, kula badhe sowan wonten ngarsa dalem sampeyan ndalu ingkang ndara Prabu Duryudana. Kawula nok… nok… PD : Y jagat, ya dewa Batara, ana ratu buta tuwek munggah marang singgih. Eh kisanah padha raharja sapraptamu kisanah? PT : Kawula nok.. nok.. nuwun, nuwun inggih lulus raharja sowan kula, niskala sawangsulipun taklim kula nggih katur paduka ingkang kula sinuwun nok.. nok.. nuwun. PD : Ingsun tanpa sapadha-padha aja kok singguh ing sepi sangguh, jinaragan durung tau weruh, kowe iku yasendra saka ngendi, sapa jejulukmu? PT : Kula, nok.. nok.. nuwun inggih, mugi katepan sinuwun, kula yasendra saking negari ujung laut ingkang sudiastani nama kula Prabu Tejolelono, sinuwun. PD : Prabu Tejolelono. PT : Kula nok, nuwun inggih. Sawangsulipun menawi paduka ingsun ingkang jejuluk Prabu Duryudana? PD : Ya dasar kepara nyata, ingsun Prabu Duryudana. Ana parigawe apa dene sira prapteng praja Ngastina kene kisanah? PT : Sinuwun kepareng ngunjuk ulima. Kula bidhal saking negari ujung laut estanipun kepengin badhe ngadhep bapa guru Begawan Durna. Kula badhe nyantrik wonten ing supalima. Rahneng kula ngertos bilih bapa guru Durna wau pujangga praja Ngastina. Pramila, kula langkung rumiyin kedah nyuwun idi palila saking paduka ingkang Prabu Duryudana. PD : Prabu Tejolelono. PT : Wonten pertimbalan sinuwun. PD : Yen pancen kowe kepengin merguru marang Begawan Durna? PT : Ya. PD : Insun lilane.
82
PT
: Waduh sinuwun, ngaturaken dene panuwun dening paduka sinuwun ngeparengake anggen kula badhe suwita saking guru Durna, sinuwun. PD : Ya, padha-padha. PD : Bapa Durna. BD : Kula wonten dhawuh sinuwun? PD : Ratu ujung laut, Prabu Tejolelono badhe suwita, sampeyan purun bapa? BD : O, inggih sendika sinuwun. GINEM BD : Maketa sang Prabu Tejolelono. PT : Nuwun sinuwun sewu jeng ngandika menika sinten? BD : Inggih kula menika ingkang nami Begawan Durna sang Prabu. PT : O.. o.. o.. panemban selapati ingkang putra nyuwun pangaksama ingkang boten nyana dene paduka ingkang kula padosi. Sungkem kula ugi katur bapa guru kawula, nok..nok.. BD : Mangke rumiyin sang Prabu, mangke rumiyin. Jeng ngendika sampun ngage-age ngaku guru dhumateng kula. Sabab menapa, awit boten gampil dados siswa supalima sang Prabu. PT : O, ngaten. BD : Inggih. Langkung rumiyin kula kedah mangertos, sang Prabu gadhah gegayuhan menapa kok badhe maguru dhateng kula? PT : Keparenga kula matur panembah. Dinten menika umur kula sampun dungkap sepuh, tegesipun boten dangu malih kula tartamtu katimbalan dening Gusti Ingkang Anyipta Jagat. Mangka kula ngrumaosi gesang kula menika namung kados dene bumbuwungwang, sewanci-wanci tinimbalan babar pisan kula boten gadha sangu menapa-menapa. BD : Oh, ngaten. PT : Inggi. Rikala kula taksih muda, ndugal kula menika kepati-pati. Wong lima sampun kula lampaih sedaya, taksih kalimbuhan remen daksiya dhateng sasama, merjaya tiyang boten dosa, ngobongi griya-griya, ngrayah bandha dunnya, merkosa lare estri lan sapuninggalipun. Oh, nemban. Sareng kula sampun pikun kula lajeng ngenget dhateng pidananing Gusti benjang ing alaming pejah, nemban. BD : Sang Prabu ajrih dhateng pasiksaning neraka? PT : Inggih, nemban. Miturut aturipun para wikati babagan kasuwargan, benjang ing alam baka kula saget pikantuk pangapura saking Gusti Ingkang Anyipta Jagat. Nanging kula kedah ngudi ngelmu, nggrayuh kawruh kasampurnan langkung rumiyin. Mila bapa, sowan kula mriki menika lahir batos nedya pasrah dhumateng paduka, kula kepengin saget pikantuk ngelmu kasampurna saking paduka bapa guru Durna. Wondene pinten telasing prabiya kula namung ndhederek. BD : Sang Prabu Tejolelono. PT : Wonten dhawuh? BD : Kula boten kawratan minangkani dhateng pamundhut paduka saha sawanci-wanci ngelmu wau saget kula wulangaken. PT : Waduh, matur sembah nuwun, nemban, matur nuwun.
83
BD : Nanging sedaya kala wau inggih kedah njer basuki mawa beo sang Prabu? PT : Ing ngajeng kula sampun matur, pinten probeyanipun mesti kula sembadani, nemban. BD : Bebananipun sanes brana wijes. PT : Lajeng paduka mundhut menapa bapa? BD : Sang Prabu wedal menika negari Ngastina wonten kraman badhe njengkeng kalenggahan Anak Prabu Duryudana, inggih menika pandhita ingkang mapan ing pertapaan Bumi Aldaka keparep sang Resi Gupala, menawi jeng ngendika sembodo nyerahaken kraman kala wau. Oh ampun kuwatos, ampun kuwatos, boten enjing, boten sonten ilmu sang Prabu, ilmu kula, kula ajaraken. Ananging anggenipun boten saget sampun kirang pangapunten sang Prabu, boten saget. SULUK Kadiyatul sang kadirangu rinangkul kinempit-kempit Duh sang retnaning bawana, o Ya situ kang walangadi Ya situ kang ngenesing tyas Ya situ kang kudu gering GINEM PT : Elah…… dalah…. gojlek gojlek iblis padha jejogetan. Bapa Guru. BD : Kados pundi? PT : Menawi namung menika bebananipun. Kula sendika ngestokaken sendika dhawuh bapa. BD : Sang Prabu. PT : Inggih sendika bapa. BD : Ela dalah, o.. sukur bage sewu menika namung jemeneng sang Prabu, Tejolelono. PT : Kula nuwun inggih. Lanjeng paringipun benjang menapa bidal kula, nemban? BD : Langkung cepet langkung sae sang Prabu. PT : Oh inggih. Bilih mekaten, kula nyuwun pamit bidhal samenika dhateng Bumi Aldaka. Namung kula rumiyin nyuwun tambahing pangestu dhateng Begawan Durna. BD : O.. Inggih sang yasendro limintu pandonga kula sang Prabu. PT : Sang Prabu Duryudana kula nyuwun pamit saha pangestu kula. PD : Ya.. ya.. kisanah. PT : Kula nyuwun sagungeng para lenggah, kula nyuwun pamit badhe nglajengaken kewajiban kula matia ngantos dumugi paripurna. ADEGAN 3 Prabu Tejolelono lunga saka Ngastina SULUK Myat langenging kalangyan Aglar pandan muncar Tinon lir kekonang Surem sorote tan padhang, o
84
ADEGAN 4 Prabu Duryudana dhawuh marang Begawan Durna lan paman Sengkuni GINEM PD : Bapa Durna. BD : Kula wonten dhawuh sinuwun. PD : Nadyan jeng ngandika sampun ngraya dhateng Prabu Tejolelono. Nanging bab ngenaning Resi Gupala tetep insun pasrahaken dumateng bapa ing Supalima. BD : O.. inggih, sendika anak Prabu, ampun kuwatos ngger, ampun kuwatos, boten ngantos tataing surya Resi Gupala tartamtu sampun kendel saking Bumi Aldaka anak Prabu. PD : Inggih, matur nuwun. PD : Paman Sengkuni. PS : Kula wonten timbalan sendika? PD : Parentahna marang anak-anakmu Kurawa rumanti kaprajuritan ngombyongi budhale Prabu Tejolelono marang pasanggrahan Bumi Aldaka nundung resi Gupala mau paman. PS : Nuwun inggih ngistakaken dhawuh. Ponapati nyuwun pamit saking pasewak paduka nendra. PD : Ya, ya, paman duka-duka digawa ngati-ati aja nganti ana sing keri. Mangga panemban kula ndherekaken panjinge palenggahan. Dene sira karta mau paman Sengkuni aja kang sinari sri kang tilakumu PS : Nyuwun pangestu kanjeng sinuwun. POCAPAN Sang nata kondhur angedhaton tindhak … lenggah ndheres sinalupa kahaya para badhaya srimpi ing samya ngampil upacaranata. VCD 2 Î ± 1 jam Î Tidak ada alur cerita. Pada adegan ini menggambarkan Cangik lan Limbuk pada tetembangan. VCD 3 Î ± 1 jam ADEGAN 5 Paman Sengkuni ya paman Hariman katekan prabu Dursasana, Durmagati, Aswatama, lan Jayadrata. SULUK Gandane kang kembang gadhung Tuwin kembang-kembang menur Kanges arum Winor lan oyot-oyotan Kadi kusuma mangambar-ambar Wor kukusing dupa kumelun kelun Hawor mega lir memba bathara Tan smar pantaring sukma winawaya kang sepi Sinempin tengklengi kalbu pambukaning rana Tarling saking liyep layaking ngaluyu Pindho pesating supena sumebing rasa jati
85
POCAPAN Lahing kana ta wau nara kaya miyosing patih Haryosengkuni ngawi sang hya para putra Kurawa hambrang mlabar nyauping jalawidi. Kukusing dupa kemelud mring tyas sangabekti. Kawengku sagung … nanging … iki, o. Ridung mawur mangawur-ngawur wur tengaring ajur gong magura bangsa. Tete kaya butawala panjruting turangka Ngasti nywang tuwaja kang kekitir. Rekatak ingkang tuwaja lelayu sepi GINEM PDr : Weh lha, lha. Oh… oh… Paman Hariman, paman Sengkuni, kula ingkang putra saking Banjarjungut Dursasana. Langkung rumiyin sungkem kula katur Maharya. PS : Iya, ya, angger anak lanangku Dursasana bektimu wis tak tampa. Wah, kadingaren wih genep temen tata kramamu Dursasana. PDr : Wah! Nggih man, kula sakniki sampun sadar kok man. Ha… ha… ha… PS : Ya syukur yen wis eling. PDr : Nggih. Dmg : Man. PS : Durmagati ngapa? Dmg : Kula nyuwun pangapunten, sumela atur. PS : Ya. Dmg : Kula ajeng takon, lik. PS : Takon apa? Dmg : Boten ngonten jane nami sampeyan sing asli niku sinten ta, lik? PS : Jenengku sing asli saka pelasak Jenar kuwi Raden Harya Sumantri Trigantal Patiye Suwela Putra. Bareng dadi patih ana ing Ngastina banjur entuk paringan asma Patih Haryo Sengkuni. Dmg : Lha terus, jeneng kok Sengkuni niku tegese menapa? PS : Sengkuni saka linggane tembung sangka uni kang werdine yaiku wong kang wasis wicara. Dmg : Welah … dalah. Kok benten kali kula lik. PS : Nek kowe? Dmg : Nek kula sing merdike Sengkuni menika boten tiyang ingkang wasis wicara, nanging niku wonten werdine menungsa sing seneng tumbak cukcukan, seneng adul-adul, lan gawe dadagane pasulayan. Nek ana wong rukun ora seneng, nek ana kahanan tentrem sirik atine. Omongane kono didol kene, omongane kene didol kono, kaya makelar menika lho lik. PS : Lambemu nek muni diatur le. Dmg : Diatur pripun? PS : Lha wong kakangmu Dursasana bae ngabekti nyang aku. Anak Prabu Duryudana kuwi ngajeni nyang Sengkuni. Lha mung dapurmu, bayi wingi sore, nylekutak menyang wong tuwa ki anggepanmu apa? Ngadhep pakne cilik kuwi ora pira boroke ngaturake sungkem Sengkuni. Lha kok malah ngoceki jeneng Sengkuni diwerdeni tukang ngapus-apus. Apa memper ngono kuwi, hah? Dmg : Mangke riyin om. Perkara kakang-kakang kula padha ngabekti dhateng sampeyan iku nggih mangga mawon. Iku urusane pribadine dhewe-dhewe.
86
PS Dmg PS Dmg PS Dmg PS Dmg
PS Dmg
PS PS PDr PS PDr PS PDr PS
PDr
Ning nek kula, tiyang ngabekti iku kudu didhelok ndhisik wong tuwa sing ajeg disembah pun memenuhi syarat menapa dereng? : Tumrap kowe wong tuwa sing wajib diajeni kuwi sing kepriye? : Nek petung kula sing wajib napa sembah iku wong tuwa sing pun temua, priyayi sepuh ingkang mentes tenan niku wajib kula sembah. : Lha nek aku? : Walah wis jan blas, wis ora nyukup saapa-apane. : Kok ngono. Titian apa? : Dika niku priyayi sepuh sing sepoh, sepih, tur sepah sampun. : Kuwi tegese apa? : Sepoh niku panganan sing boten penak dipangan sami kaliyan sampeyan iku. Urip blas ora boten nate kepenak rasene liyan. Nek guneman gaweane ngrasani kanca, tandhang tandhuke nggrobos, tur cethil. Lha napa wonten, wong maratuwa mampir nguyuh neng omahe mantu lha kok mbayar kaya neng terminal. Nek boten sampeyan rak boten wonten. Sepi niku tegese boten duwe lelabuhan dhateng masyarakat. Sampeyan iku priyayi sepuh sing sepi tanpa duwe lelabuhan apa-apa. Zakat ora tau urunan nggo ndadani dalan kampung ya cucul nanging ya mung semen siji. Semen sasak lek ngumuke tangga desa krungu kabeh. Niku rak sampeyan. Sepah kudu dilepeh sebab iku termasuk rereged. Sampeyan iku nggih ngaten. Sampeyan iku ambah patining jane termasuk sampah masyarakat. Sampun niku tegese samar-samar, misterius, tidak transparan, boten blak-blakan, boten terus terang. Ngendikane iku iya nanging batine ora, lahire ora ning batine iya, menika pribadine sampeyan. : Buktine apa le? : Lha pripun cobi, diko dina-dina mikir piye arepe fitnah wong. Nek prentah mesti ajeg, eh anak-anak Kurawa ayo Werkudara kae patenen, Gathotkaca kae rantenen. Mula sampeyan iku padha karo racun, mung kudu gawe sengsarane liyane mawon. Mula duka kuwi padha karo ratune penyakit, ngaten lho lek. : Wis kono sak omong-omonganmu, mumpung je diwenangke ngomong. : Dursasana. : Wonten dhawuh man? : Aja ngrungokake swarane cah pekok. : Nggih. : Dak marakake stres. : Nggih, lajeng kados pundi dhawuh saking paman Sengkuni mangke kuwi? : Dina iki sinuwun dhawuh menyang pasanggrahan Bumi Aldaka. Dene bapakmu supalima dibantu dening murid anyaran, ratu buta saka praja ujung laut jenenge Prabu Kala Tejolelono. Nadyan mengkono, kowe sedulur aja enak-kepenak. Sira kabeh uga kadhuwuhan sigep keprabon ngambyongi budhale Prabu Tejolelono. Mbok menawa mengko ana gagaling rembug para Kurawa sadiyabala kudu ngebyuk bareng pesanggrahan Bumi Aldaka didadekake segara geni. : Mengke riyen, man, sing jenenge Resi Gupala ajeng dipejahake?
87
PS : Iya … Bener. PDr : Mengko krungu kabar yen sing ngowat-ngowati iku jarene pranakan Pandhawa, kadosta bangsane Wisanggeni, Gathotkaca, Antasena, Irawan barang niku. PS : Umpamane kabar mau bener, trus kowe ana apa ta, apa kowe wedi? PDr : Nggih, bares mawon kula anjrih, man. PS : Oalah… kowe kepriye ta? Kowe ki panegak Kurawa, pangeran sepuh kok jirih getih, wedi mati ki kepriye? PDr : Wong wedi iku boten kepara mangkat, man. Maju perang iku kudu petung sing genep ampun ngawur mawon. PS : Lha petungmu kok, njur duwe rasa wedi? PDr : Petung kula wonten kalih perkawis, siji kodrat, loro wiradat. PS : Tegese? PDr : Petung sing kepisan kodrat, pun kula titeni bolak-balik. Kurawa niku nek perang kodrate ora tau menang, golek wayuh, arep rabi ya wurung. Ha… ha… ha, niku kodrate Kurawa. PS : Lha terus wiradate? PDr : Wiradat iku tegese budidaya trus, ajeng budidaya pripun yen mungsuhe iku bangsane Wisanggeni, Gathotkaca, Antasena barang niku. Mangga, totoan apa pripun? PS : Totoan priye? PDr : Mengko yen Kurawa iku menang saka pranakan Pandhawa, sampeyan kula rabikake manih lek. Ha… ha… ha… PS : O … wong edan. Kok malah nyengkak umure wong tuwa. Bakune kowe kabeh ngombyongi budhale Prabu Tejolelono. PDr : Nggih ngistokaken dhawuh. PS : Suwatama. As : Kula wonten dhawuh paman. PS : Mara kowe metua aja kaya padhatan. As : Inggih ngestokaken dhawuh man. SULUK Umer kang kala lumaris Budhale kang wadyabala Tina asri gegamane saking kang bala kuswa Oh prabu sananira Prayata asri tinulung Pindho panjrahing puspita ADEGAN 6 Paman Sengkuni lan para Kurawa mangkat menyang Bumi Aldaka. POCAPAN Wauta, kaya mangkana sigrah bebudhalan sang hya satriya bangsa. SULUK Umyeng swaraning wadya kang lumampah Kumpul … tan jarwa Wong tanira martarna wong tuwaja liwang Bendewa wungkung risang
88
Aswatama kang tinampa cucuping wadyabala ADEGAN 7 Prabu Tejolelono tekan ing ngarep gapura Bumi Aldaka diaglang dening Mayang Seta. GINEM PT : Ala dalah, gojlek-gojlek, iblis lanak padha gojekan, durung nganti aku manjing njero pasanggrahan, iki ana wong tuwek tur rupane uelek ngaglak ing ngarepe gapura kaya nyegat anggonku lumaku. Eh, wong tuwa, kowe jenengmu sapa? Lan duwe karep apa dene nyegat gen kula mlebu gapura? MS : Aku juru kunci ing pasanggrahan Bumi Aldaka kene lan aku kang wenang ngrungsa wilujenging Resi Gupala, jenengku Mayang Seta. PT : O… o … lha dah lha … kalingane kowe ingkang nunggoni pasanggrahan kene. Jenengmu Mayang Seta. MS : Ya, kepara nyata. Balik kowe buta. Kowe buta saka ngendi? Lan sapa kang dadi jenengmu? PT : Samarupa, ala tanpa rupa aku iki nalendro saka ujung laut jejuluku Prabu Kala Tejolelono. MS : Prabu Tejolelono. PT : Kepara nyata. MS : Banjur kekarep apa dene kowe prapta ana ing pesanggrahan Bumi Aldaka kanthi wadyabala, eh Prabu Tejolelono? PT : Samarupa Mayang Seta praptaku iki minangka utusaning nalendra Ngastina Prabu Duryudana, lumantar calon guruku Begawan Durna. Aku ginandung nundung Resi Gupala saka kene. MS : Mengko ndisik, mengko ndisik Prabu Tejolelono. PT : Kepriye? MS : Apa dosa lupute sang Resi Gupala, kowe kok arep nundhung sang Resi? PT : Resi Gupala mapan ana ing kene akeh para kawula Ngastina kang padha nyingkur marang Ratu Gustine. Kepara malah padha ngiblat marang Resi Gupala. Kahanan kaya ngono kuwi yen ora enggal dibubarake ora urung bebayani tumrap praja Ngastina lan yen wis rumangsa kuat Resi Gupala mesti bakal njungkel palenggahan sang Prabu Duryudana, eh Mayang Seta. MS : Prabu Kala Tejolelono. PT : Ana apa? MS : Tembungmu kuwi meh pedune kowe golek benermu dhewek. Selawase aku neng kene ora ana glakat bakal njengkleng palenggahan Prabu Duryudana. Kaping pindhone yen akeh para kawula Ngastina kang padha ndherek neng kene kuwi dianggep saka pokale sang Resi. Sebab ora ana niat saka sang Resi Gupala bakal ngirup marang para kawula Ngastina, Tejolelono. PT : O… ora idep. bagine aku teka kene kudu bisa nglungakake Resi Gupala saka laladan Bumi Aldaka kene. MS : Prabu Kala Tejolelono, yen sikilku isih kuat begagal neng gapura iki, tangeh lamon kowe bisa ketemu karo sang Resi Gupala.
89
PT
: Ela dalah, kowe wong wis tuwek tur rupamu uelek lha kok isih kemaki. Yen aku gelem mateni kowe ora ndadak ngenteni sesuk, saiki kowe kelakon tak glagap e Mayang Seta. Ning idepe atiku lewih ndisik kepengin ngerteni mungguh tekamu endi gene ngangsu kawruh marang Resi Gupala mau? MS : Apa ta Sing kok karepa Tejolelono? PT : Aku lila Resi Gupala mapan ing Bumi Aldaka lakon kowe titis mangsuli pitakonku heh Mayang Seta. MS : Nadyan aku dudu cantrik drajatku mung juru kunci, nanging aku ora bakal samar mangsuli marang apa kang dadi pitakonmu Kala Tejolelono. SULUK Kadet risang kapirang Rinangkul kinempit kempit Duh sang retnaning bawana, o GINEM PT : Mayang Seta. MS : Ana apa Tejolelono? PT : Mura gage wangsulana pitakonku iki. MS : Ya, apa pitakonmu? PT : Sapa kang wajib sinembah, ana ngendi dununge kang sinembah, apa kang dadi syarating panembah, lan kepriye prataping manembah sing bener. Hayo, wangsulana Mayang Seta! MS : Samarupa Tejolelono, kang wajib sinembah kuwi mung kejaba Gusti Ingkang Anyipta Jagat. Ewadene dununge sinembah iku mapan ana ing ati sucine kang manembah sinebut mukmin Baetullah. Lha maneh ati mau bisa suci waton wong-wonge wis gelem mbangun watak kang utama kanthi linambat rila, sabar lan nrima, Tejolelono. PT : Wah… Iya bener wangsulanmu, Mayang Seta, lan yen patrap panembah sing bener kuwi kepriye Mayang Seta? MS : Patrap panembah sing bener kuwi sakdurunge padha manembah lewih ndisik kudu bisa milah-milahke dumuning manembah. Mula kawruh ana Tejolelono sembah iku kapirang ana patang perkara, yaiku kang sepisan sembah raga, kaping pindho sembah cipta, kaping telu sembah kalbu, lan kaping papat iku sembah rasa. Ya ngono apa ora Tejolelono? PT : Wah, pancen pinter tenan kowe Mayang Seta. MS : Gandeng kowe mau ngaku calon muride Begawan Durna, saiki gentian kowe, kepengin nyurupi mungguh sepira saemu gonmu bakal nyantrik marang Begawan Durna. Mula genti aku arep takon. Mara gage wangsulana. PT : Ya, apa pitakonmu? MS : Yen kowe titis mangsuli pitakonku aku lan Resi Gupala bakal sumingkir saka Bumi Aldaka kene. PT : Ayo mara gage. Ayo takona! MS : Aku mung kepengin ngerti apa tegese landep nanging ora natoni, banter ora nglancangi kuwi apa karepe, eh Tejolelono?
90
PT
: O… pitakonmu kuwi ngawur Mayang Seta. Wong jenenge landep kuwi mesti natoni. Tembung banter kuwi ya mesti nglancangi. Yen kowe ora jegos golet ukara aja kuminter gawe ukara, Mayang Seta. MS : O… Tejolelono… Tejolelono aku ora ngawur, aku ora kuminter, yen pancen kowe ora bisa mangsuli perlu tak tuduhke Tejolelono. Samarupa, sing jenenge landep ora natoni kuwi pangucape wong wicaksana, wondene banter ora nglancangi kuwi wong pinter kang ora kuminter. PT : Mengko ndisik, apa sebabe pangucap kok sinebut landhep? MS : Mula pangucap sinebut landep jalaran tumendangin lisan kuwi bisa maweh bunga lan uga bisa larani marang atine liyan. Mulane, kowe tak elingke sang Prabu. Muna-muni ngono kudu sinartang pangati-ati, aja nganti cilik gawe gela, gedhene natoni rasaning sesama. Mangka sing jenenge ati kuwi yen wis kebacut tatu angel pulihe. PT : Lha yen banter ora nglancangi kok bisane dipadhake karo kapinteran kuwi kepriye karepe hem? MS : Tejolelono kapinteran ngono bisa dadi srana ngrancangake gegayuhan, Ya mung bae tumrap wong kang wis wicaksana nadyan pinter ora tau gelem mamerke marang kapinteran. Jalaran kapinteran kuwi gunane ora kanggo sesongkahan, nanging mung mligi kanggo piranti ngayahi kawajiban lahir, Tejolelono. ADEGAN 8 Mayang Seta digethak dening prabu Tejolelono. SULUK Purda muntak lir kinentak, jaja mawa lina wengi Kumedhot padhoning lathi, o Netrandrit kondar randit Corit candra maluta-latu Sinabet mrang sagedeng urep metu dahananing, e PT : Wah, gojlek-gojlek, iblis laknat padha gojekan, pancen kowe menungsa tuwak kang ora kena dieman. Tiban kekarep budi tiban gelap sanyuta langit. ADEGAN 9 Mayang Seta kontal digethak dening Tejolelono. PT : Wis ilang sing dadi klilipku, wis gari kaya ngapa wujude Resi Gupala ya? ADEGAN 10 Pertemuan Wisanggeni, Gathotkaca, lan Antasena. SULUK Leng-leng driya mangu mangun kung Kandhuhan rimang lir rena tanpa kanin GINEM Wi : Kakang Gathotkaca lan kakang Antasena. Ga : Menapa dhimas, Wisanggeni? At : Ya, ana apa dhik? Wi : Wis wetara suwe olehe awake dhewek padha mapan ana kene kang saperlu ngolatake marang pesanggrahan Bumi Aldaka kang wektu iki kapanggonan Resi Gupala.
91
Ga Wi Ga
: Kepara nyata Wisanggeni, pun kakang rumangsa gumun, yayi. : Gumun bab apa kang? : Ing ngatase biyen Bumi Aldaka kuwi bumi kang sepoh-sepih. Ning, geneya wiwit Resi Gupala ana kono, saiki Bumi Aldaka ngejowantah dadi kutha rame. Akeh para kawula kang padha mapan ana kono lan akeh para mbok bakul kang padha dedagang ana ing pesanggrahan Bumi Aldaka, Wisanggeni. At : Iya le sing gumun ora mung kakang Gathot bae, aku ya semana uga. Sing tak gumuni Resi Gupala kuwi rak wujud Reca ta? Jenenge bae wis ngandake Gupala. Gupala iki rak tegese Reca, ya mung ngarepe bae diembel-embeli drajat Resi. Aku ki banjur kuwatir aja-aja wong sing padha ana kono mau mengko gek padha nyembah marang Reca kuwi. Wi : Muga-muga bae ora kakang Antasena. Dene mengko ana wong kang nyembah marang Resi Gupala, dene uripe percaya marang Reca mau wong mau wajib dielingke. At : Ya, bener kandhamu dhik. Sebab ngono kuwi padha karo menyekutukan Tuhan. Gedhe-gedhening dosa lan ora ana pangapurane yen menungsa wani madhake drajate Gusti Ingkang Anyipta Jagat karo Reca mau. Sebab kuwi jenenge Sirik Wisanggeni. ADEGAN 11 Wisanggeni, Gathotkaca, lan Antasena katekan Anoman. SULUK Bumi gonjang-ganjing Langit kelap-kelap katon Lir kincangin sang maweh gandrung POCAPAN Wauta, kaya mangkana nedhenging sanibale pangandhika ndadak sangkala dhumawahe Mayangseta kang wus badar wujud sang resi Anoman. At : Wach pak dhe iki. SULUK Manguneng tyas winangun wening Manungsuling wala, 0 GINEM Wi : Wach iki Anoman kang tiniba ing sakngarepku. Ana apa Wa? An : Ya ngger Wisanggeni samarupa ing sakawit pun woh dadi juru kunci pesanggrahan Bumi Aldaka purna yeksa maring yuwari Resi Gupala kedadak tekaning ratu buta saka praja ujung laut jejuluk Prabu Kala Tejolelono. Dheweke bakal ndhungkal Resi Gupala, ndak kelike kepara dheweke nantang adi panemu marang aku. Sakabehe pitakon wis tak wangsuli nanging bareng dheweke rumangsa kasusur wah kok aku digentak nganti kontalan wujudku sing sekawit. Ger putraku kabeh, yen nganti Resi Gupala kelakon dirusak dening Kala Tejolelono ora mung sira kabeh bakal kelangan, lha ngger. POCAPAN Sadyabala Pandhawa gumulung wadya manungsiring sata Kurawa kang tangsah kosreh kang katiti, o
92
At
: Eh lha keparat, Tejolelono srayaeh para Kurawa, yen pancen Kurawa srayahe wani nganggu kamardikane dhewe aja padha melu-melu, tak adhepi dhewe pak dhe. ADEGAN 12 Pertemuan Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, Surut Ayu, lan para Kurawa karo Antasena, Anoman, lan Gathotkaca. SULUK Jumangkah hanggro sesumbar Lindhu bumi gonjing, o Gumaludhug guntur ketug, o SULUK Wis tekan njoring kuwuk Manik padha munclak pedhangipun kang kataman braja Temah tekeng langit surak manentreng gumulung GINEM SA : Waduh-waduh, ngaglak ana tengah dalan ora pangling, Antasena iki. At : Surut Ayu. SA : Ya. At : Duwe karep apa kowe ngancek laladan Bumi Aldaka? SA : Eh … Antasena. At : Apa? SA : Sumingkira, Resi Gupala kon lunga saka laladan Bumi Aldaka. At : Ora usah ndadak ganggu marang Resi Gupala, kena bakal nundung Resi Gupala kowe geblundung sirahe. SA : Eh … malah ora kena dieman menungsa iki nantangi perkara karo Surut Ayu wani. At : Apamu sing tak wedine? SA : Eh … walah ….. Keparat, aja takon dosa, wani kowe. SULUK Leng-leng driya mangu mangun kung Kandhuhan rimang lir rena tanpa kanin GINEM PT : Elah… dalah… keparat dudu karepe, padha mundura kabeh para Kurawa, gulungen genderamu, sipenen gamanmu. Aja kowe sing maju iki sanggemane Prabu Kala Tejolelono. Bibar gelap sayuta bubar maut. PT : Lho, sapa iki? Ga : Gathotkaca. PT : Kala Tejolelono, wani, ayu majua. ADEGAN 13 Prabu Tejolelono berhasil ngalahake Antasena, Anoman, lan Gathotkaca. PT : Wis resik sing dadi pepalangku. Mung gari siji, Resi Gupala kaya ngapa? ADEGAN 14 Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, lan para Kurawa tekan ing ngarepe Resi Gupala. GINEM PT : Raden patih Sengkuni.
93
PS PT PS
: Wonten dhawuh? : Ingkang name Resi Gupala menika jebul arupi reca ta, raden? : Inggih sang Prabu, kula inggih nembe ngertos Resi Gupala menika arupi reca. Turtamalih reca menika kok mirip wujudipun Werkudara sang Prabu. Mila kangge tandha bukti, mangga Resi Gupala tumuli dipun boyong dhateng Ngastina katur anak Prabu Duryudana, sang Prabu. PT : Inggih lakung prayogi mekaten raden patih. ADEGAN 15 Paman Sengkuni dhawuh marang para Kurawa supaya gotong reca Bima. GINEM PS : Eh… kabeh anak-anaku Kurawa, kabeh bae. K : Inggih… inggih… inggih… PS : Eh… ngene ndang ngumpluk ayu iki digotong Resi Gupala digawa menyang Ngastina. K : Ayu… ayu… ayu…gotong yu… PS : Sing rumangsa gedhe-gedhe, lemu-lemu rene sit, iki digotong. K : Inggih… inggih… inggih PDr : Sepele wong enteng ngene man, kula betane. Ha… ha… ha… alah boten kuwat, man. PS : Ah, sumbare tok. Ah endi liyane ngene, ayu gotongen. K : Yu… yu… yu.. gotong… gotong. 2K : Wah, wah … Boten kiat… boten kiat… PS : Sang Prabu Tejolelono. PT : Kula raden. PS : Jeng ngandika pirsa piyambak anak kula Kurawa sami boten kiat ngangkat. Mila mangsa bara dhateng jeng ngandika sang Prabu. ADEGAN 16 Prabu Tejolelono nggunakake aji-ajine kanggo nyilikake reca Bima. SULUK Tan smar pantaring sukma winawaya kang sepi Sinempin tengklengi kalbu POCAPAN Kocapa sang Prabu Tejolelono sigrah maos mantra sakti wus rampung anggone ngemaos resi Gupala sinidi satemah dadi sekilan dhedhege sakepel gedhene. GINEM PT : Raden patih. PS : Wonten dhawuh? PT : Reca Gupala sampun dados alit, mila badhe kula beta piyambak. PS : Mangga kula ndherekaken sang Prabu. ADEGAN 17 Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, lan para Kurawa metu saka Bumi Aldaka. SULUK Myat langenging kalangyan Aglar pandan muncar Tinon lir kekonang
94
Surem sorote tan padhang Kasor lan pajaring Purnameng gegana. VCD 4 Î ± 1 jam, Tidak ada alur cerita. PATHET SANGA SULUK Sangsaya dalu araras abyor kang lintang kumedhap Titi sonya tengah wengi lumran gandaning puspita O… Karengwaning pudyanira, o… Sang dwijawara mbrengengeng Lir swaraning madubranta O… o… POCAPAN Gara-gara nut wedhanging pustaka Jayabaya, kalamun mobah musiking jagat yektine mengku purbaning Hyang Murbeng Rat, nadyan mengkana parandene laku jantrane umat akeh kang nising saking wiradat, ing pamrih nedya oncat saking garising kodrat. Mila datan mokal ngendi enggon ngendi papan keh menungsa ingkang karindhu pakartining jajalanat. Prasasat keblat papat mung isi maksiat, donga selawat datan kerumat, laku tirakat sambate jare ora kuwat. Rina wengi ora kendhat mung tansah angatik siasat, ing pamrih nedya oncat saking saringat, ora mikir walat, ora mikir uripe mbesuk ana akirat. Wong sugih lumuh jagat, yen ana wong salah malah diendat, sing diburu mung undaking pangkat. Benere kaya sipat, kalah kuwasa, kalah limpat, embuh najis embuh haram waton kuwat diangkat, nekat disikat. Wus dadi jamak lumrahe lamun ombyake kahanan anut jaman kelakone, wewangsane wis nyebutake ana kalane ana desa Hyang rejane, gunung ilang kukuse, pasar Hang kumandange, wong lanang ilang kaprawirane, wong wadon lali nyimpen wewadine. Lah ing kana akeh wong kang lali marang agamane dhewe-dhewe. Sing haram dilaleke, omong cidra dikulinake, pantrihe mung arep golek mblendhuke weteng dhewe. Sabarang tindak nggugu nafsuning setan, apus krama dienggo pakaryan, nyambut gawe padha sungkan, bandha negara dienggo rayahan, ngendi enggon ngendi papan, akeh kebak jahil, sing digunake akale kancil, ora preduli tanggane mecicil, bakune awake dhewe entuk hasil, embuh ngutit embuh nyathil, waton kecandak isine kendhil. Nanging pama dieling, sabeja-bejane wong kang lali, isih beja kang eling lan waspada. Engeta marang panguwasaning hukum. VCD 5 Î ± 1 Jam, Tidak ada alur cerita. Punakawan: Gareng, Petruk, lan Bagong nglawak. VCD 6 Î ± 1 jam POCAPAN Buta para yekna mangar mangur mangongor paraseksa … mrih magguter puspa buder candra puspa, o GINEM BC : Gojlek-gojlek, iblis laknat satria bagus sapa jenengmu? J : Panengah pandhawa kekasih, raden Arjuna. BT : Arjuna.
95
J : Ya, Janaka. BT : Sumedya lumakumu, gus? J : Ngetutake kreteke ati, jumangkahe suku, kedhepe netra. BT : Ora kena bacut, kudu bali, kudu bali, gus. J : Ora ulih, reda peksa. BT : Wani karo aku. J : Apa kang tak wedine. SULUK Buta pandala katiwis saya indri saruta, o PATHET MANYURA ADEGAN 18 Pertemuan Bima dengan Betara Bayu SULUK Palugon lakune lekas lukito linuding kidung, o Meh … kadinetraning, o … sabdane lukiroring, o Mring … saketeg, ong, ong Nikidung ngakung lirosing pinipanca, o SULUK Myat langenging kalangyan Aglar pandan muncar Tinon lir kekonang Surem sorote tan padhang Kasor lan pajaring Purnameng gegana. POCAPAN Tunggal babake siji caritane kaya barang … kabeh. Sinebat ing kahyangan hargomaruta nadyan neng kahyangan wonten tejomanridolanan. Duh tejane sang hyang Betara Bayu inggih sang Betara Prabancana. Katiyos jumeneng hanampi marang praptane sang Bima sukma. Kadodo Betara Bayu sigara mangke ngawit datheng praptane sang Werkudara sukma. Teka mengkono widi sabdane sang hyang Prabancana. SULUK Tinoron kangsur sorote kang padhang … Dasare mangsa ketiga Jahning tlaga kadi langit … sulang kang maneka Lintang kliwa kusamaya sumrawur Tumrat wikang sekar katijatu GINEM BB : Honghilaheng bawana langit, putraku Werkudara ingkang sowan kula Bratasena paring minantu karaharjan sowan kita ngarsa kulun ngger Bratasena. B : Ya kulun Batara Bayu, rahayu sowanku niskala ora lewat ngatur kulun Betara Prabanca.
96
BB
B
BB B BB
B BB
: Ya, ya ngger kula tapa banget ing pangingulun Brataseta hakarya kaget tyas kulun dene sowan kita katon pengawal braja. Ana pari gawe apa kula tumiatur marang pun bapa ngger, Werkudara. : Ya bapa Begulun. Sowanku mrene kang wigati bakal nyorowidikake lelakon kang ana ing Praja Ngamarta wektu iki. Apa pancen iki pertandha bakal kinuput jagate praja Ngamarta saisine. Bapa Begulun, aku rumangsa dadi santria bayangkarane praja kang saguh njaga ring-ringe katentraman negara, nanging banget susah atiku. Apa maneh yen aku nyurupi marang sesolahe wong kang padha mikiri kebutuhane dhewedhewe ning kanthi wawadan kang kaperluane para kawula kuwi banget nlangsa atiku. Ing ngatase para kawula ing njero panandang. Negara lagi ketaman bencana malah padha nyaur lulus. Buktine tanpa pekewuh padha nggedhekake gendherane dhewe-dhewe. Babar pisan ora ngetonake marang rasa kamanunggale, ora ngetonake marang rasa guyupe. Begulun, aku njaluk kalidamar marang paduka bapa Begulun awit paduka kuwi guruku ya bapa Begulun. : Ih, ih, Werkudara. : Ya. : Wis kula tanpa sekabehe atur samandang, ora sekarepe Brataseta, lamon kita nyenyurupi kahanan kang mangkono mau. Kulun pundhut aja kaget, tangan aja gumunan ya ngger. Ya kaya ngono kuwi pepek-pepeking jagat, kulun. Kula wis pirsa lan miring dhewe, yen saiki akeh maling ngalok maling, Brataseta. Ana sawening pamong katone kuwi pamong jebul watak lakone kaya rampok, katone satria jebul wis wani wirange. Kang kabeh mau merga kapitut dening trinjineng binar. Ngger Brataseta, ya mung sira kula kang tak gadang aja nganti keblinger kang dadi lakumu ya ngger. Supaya aja nganti kleru dalanmu. Sira kudu eling marang tembung tirta pawitra dimahning suci. : Kepriye babarane? : Tirta iku banyu, banyu iku panguripan. Pawirta iku tegese bening. Ewadene di saka tembung adi kang wardine linuih, mahning kuwi werdine menep, dene suci yaiku resik ya Werkudara. Bratasena, yen diwerdeni kang luwes tembung tirta pawirta mahning suci mau mengko karepe mengkene menungsa urip ngono kudu bisa mbeningake pikirane, menepake rasane ing pangajap karepe supaya mantep panembahan marang Gusti Ingkang Anyipta Jaga, tekun ning panembah temah dadi dadoin luwih. Ing pindhone keno kanggo ngresikake sekabehe reget kang sumandang ing jiwane manungsa mau. Ngger, ulun percaya yen kabeh wong urip iku bisa mbeningake pikirane, menepake rasane, lan madhep mantep marang pangerane. Ing kono ora bakal ana wong kang suk-sukan antar rasane, ora ana wong kang bakal mesakake kekarepane, ora ana wong kang ngumbar hawa nafsune. Sebab apa? Awit sekabehing tumindhak mesti wis dipetung sing kari lakune. Ya gari wekasmu kono mau kulun bisa mahning swasana bakale tentrem, negara manggih raharja, kawula padha urip mulya. Sebab ora kasalaban marang watak angkara murka kang saben dina mung diumbar mau ngger, Brataseta.
97
B BB
: Begulun, Betara Bayu. : Persajan bae ngger, wektu iki kang bisa nglakoni kaya kang tak dhawuhake mau ngarep. Ya mung lagi siji iki kula Barataseta. Luhur saka iku ora mokal yen ta kula Werkudara ingkang pinijih dening Gusti pantes nampa nugarahaning Widi lumantar jeng kulun kang awujud wahyu, wahyu ingkang mulya kang sinebut wahyu cempaka mulya. SULUK Tan smar pantaring sukma winawaya kang sepi Sinempin tengklengi kalbu pambukaning rana Tarling saking liyep layaking ngaluyu Pindho pesating supena sumebing rasa jati ADEGAN 19 Bima nampi wahyu cempaka mulya saking Betara Bayu. POCAPAN Wauta kaya mengkono yen Werkudara sigra muntahake ciptane. Eling-eling wis abadan sukma ora mokal cemroting wahyu cempaka mulya saking ananing Betara Bayu. Manjing marang sang Bima Sukma, panyayah surubing surya kang manjing ancala. SULUK Leng-leng driya mangu mangun kung Kandhuhan rimang lir rena tanpa kanin GINEM B : Kukulun Betara Bayu, banget ing panarimaku dinaku sinugra dening pangeran lumantar paduka bapa, aku wis kelakon nampa wahyu cempaka mulya. BB : Kula, Werkudara ya? B : Ya iki dadiya pangiket saya kandel lan tekunku gonku marang Gusti Kang Anyipta Jagat. BB : Muga-muga wahyu cempaka mulya mau handayani, kamulyan, kamukten, kawigawan, lan karaharjan marang warga satria bayangkara ing kene. B : Ya. BB : Gandeng wis purna sakabehe, mula kita tumuli bali marang madyapada, tutukna nggon kita ngladeni marang para kawulamu kula Bratasena. B : Ya panyuwunku marang hyang widi, muga-muga sing padha lali ndang elinga, sing rumangsa kleru enggal padha gelema mbenerake, ingkang rumangsa rusak padha gelema ndadani, lan sing maune congkrah padha gelema rukun awit saka dalane wahyu cempaka mulya kang tak tampa iki. B : Wis kulun. Aku njaluk pamit bali marang kaluarga maneh. BB : Jaya wijaya jayati ya, Brataseta. ADEGAN 20 Pertemuan Bima dengan Anoman. POCAPAN Anoman alumpat sampun prapteng witing nagasari. GINEM B : Iki Anoman kang tiba ing ngarepku.
98
An
: Waduh adhiku, dhimas Werkudara, nadyan adhik wis abadan sukma, nanging aja kaget yen pun kakang ngerti marang poha, yayi. B : Ya, iki saka ngendi Anoman? An : Purhanana yayi, pun kakang nunggu ragamu kang dadi Reca Gupala banjur katekan ratu saka ujung laut jejuluk Prabu Tejolelono. Dheweke mbudidaya bakal ngrusak ragamu nganti dadi paca loro. Ning pun kakang ngakoni yayi, pancen Kala Tejolelono kuwi ratu ingkang sekti mandraguna. Pun kakang lan anakmu idap-idape, nanging kita ginethak dheweke ngantos sami kontal. Yayi, ragamu digawa prapteng praja Ngastina, ragamu mbuh dadi apa ya yayi. ADEGAN 21 Bima pergi menuju Ngastina ditutke Anoman. B : Tutna salakuku. ADEGAN 22 Pertemuan Begawan Surya Bawana dengan Janaka, Petruk, dan Bagong. SULUK Ritnang sinare kalbu budine kang den bayu Leng-leng rangmyangneng kang driya Candra kata suwuking kang tyas katuri dhangu Limbut katyar panuting … mangawur kekurunge hyang wisesa GINEM SB : Wonten satria ingkang rawuh ing praptaan Puser Bumi. J : Inggih nemban, kula pamadyaning Pandhawa saking Madura, nami kula Janaka inggih pun Arjuna. SB : oh… oh… mburi iku sapa? P : Kula Petruk. Ba : Kula Bagong. SB : Inggih tepangaken raden, kula Begawan Surya Bawana ingkang mapan ing pertapaan Puser Bumi menika, raden. Wonten wigatos ingkang pundi dene rawuh wonten sudung kula mriki. J : Inggih nemban, kula badhe suwita dumateng jeng ngandika sangabdi, nemban. P : Kula inggih badhe suwita. Ba : Kula inggih badhe ndherek suwita. SB : Oh, oh inggih raden, kula tampi kanthi bungahe manah bilih raden lenggah ing pertapan ngriki. Awit ninggali saking ulat jeng ngandika, ketingalipun raden nembe ketaman susah. J : Inggih kaluhuran, kula mrihatosaken dhateng kadang kula sepuh, kakang mas kula Werkudara ingkang dereng kondur tuwin kesahipun sareng Semar ingkang boten awit pamit nemban. SB : Oh… oh… mekaten. P : Kula nggih badhe nyuwun pajar. Bapak kula inggih tumut kesah boten pamit. Wong ko dioyak-oyak bank kintil mantos bapak ndelik boten katingal. Ba : Oh perkara iku.
99
SB
: Inggih raden kanthi jeng ngandika krasa rawuh lenggah ing Puser Bumi dadosa sarana nggih, Arjuna. J : Ngaturaken sembah nuwun. SB : Ing menika mangga raden, kula badhe nindhakake tata ngramit praja Ngastina kepareng tumut salampah kula. J : Mangga kula ndherekaken nemban. ADEGAN 23 Prabu Tejolelono, paman Sengkuni, lan para Kurawa tekan ing Ngastina. SULUK … saking sakuru-kuru ya mutusa sang Sri. GINEM PD : Paman Sengkuni wis bali ndherekaken Prabu Tejolelono nggawa Werkudara mung sekilat. Iki kepriye critane, paman? PS : Anak Prabu, ingkang name Resi Gupala menika jebul arupi reca pepetang raganipun Werkudara. Wonten ing pesanggrahan Bumi Aldaka dipuntengga dening juru kunci nami Mayangseta ingkang nimbanipun Anoman. Selajengipun Prabu Tejolelono mangsrah Gathotkaca, Arjuna, lan Anoman dipungethak sami kontal. Reca pentang Werkudara dipundamel alit dening Prabu Tejolelono selajengipun dipunbeta dhateng ngarsa Prabu, sinumun. PT : Ingkang menika sang Prabu kula ngaturaken menika Reca utawi Gupala wewentangipun Werkudara. Kula caosaken dumateng sinuwun Prabu badhe dipunpecah menapa dipunopeni. ADEGAN 24 Prabu Duryudana dhawuh marang paman Sengkuni supaya ngobong reca Bima rame-rame. SULUK Dada muntak lir kinentak jaja mawa wengi. PD : Wis ngene iki cetha gaweane Werkudara. Sesuk mungsuh saiki mungsuh. PD : Paman Sengkuni. PS : Wonten dhawuh sinuwun. PD : Prentahna para Kurawa obong Resi Werkudara iki, paman. PS : Inggih ngestokaken dhawuh sinuwun. PS : Eh, kabeh anak-anaku Kurawa. K : Inggih, inggih, inggih. PS : Padha nyiapna seglondong areng lan lenga patra, diobong ing alun-alun kanggo ngobong Gupala iki. K : Inggih, inggih, inggih. PS : Ayo digawa. K : Ayo, ayo, ayo. ADEGAN 25 Reca Bima urip POCAPAN Kacarita mehalak-halakan gahana kangge sarana ngobar marang resi Gupala nanging durung nganti mambet latu durung mambu geni kocap sukmane
100
Werkudara manjing marang resi Gupala tumancep wujup Bratasena sigara ngamuk bubar satria para Kurawa GINEM PT : Elah, dalah Reca malik gedhe maneh, ngowat-ngawit kene. Goglek-gojlek, iblis laknat pancen Werkudara. Wani nantangi, tak gaglak Werkudara. SB : Raden Janaka. J : Kula nemban. SB : Menika sinten? J : Kakang mas Werkudara. SB : Wonten yeksa ngamuk. J : Kula badhe ngadepi. SB : Sanes njenengan ingkang tandhing raden. J : Lajeng kados pundi caranipun? SB : Kula piyambak ingkang ngetutake yeksa mau. J : Mangsa bara, nemban. PT : We… eh… eh… ana wong tua sapa iki? SB : Aku Surya Bawana saka ing pertapaan Puser Bumi kowe sapa? PT : Ratu ujung laut, Prabu Tejolelono. SB : Arep apa? PT : Nggaglak Werkudara. SB : Tandhingna aku. PT : Wah, kontal kowe. S : Ha… ha… drondos meos, wani karo Semar. Lha iki bomku tadahna. T : Wus… wus… oh Semar masuk angin, brat… brut… brat… brut… S : Lha kok kari-kari Tejamantri ta iki. T : Iya, aku mau sing dadi buta Prabu Tejolelono mau kok, Mar. S : Eh, kowe duwe karep apa ndadak dadi ratu buta mbarang. T : Sejatine mung kepengin nonton mungguh tekan ngendi olehe Begawan Durna gelem mulang becik marang sesamane kok Mar. Nadya ta aku durung diwulang, ning aku wis mangerteni sing dadi tekat Begawan Durna olehe suwita marang Prabu Duryudana. Bukti kasunyatane, Begawan Durna mung tansah ngestakaken apa kang dadi kekarepane Prabu Duryudana. S : Eh, ngono. T : Iya. Dene Prabu Duryudana kuwi mujudake ratu kang nyedhakake rasa samar, dene apa-apa sing ganjil dianggep arep njongkeng kalungguhane. Dadi saiki aku, hu, hu, hu. Aku wis ngerti jiwane Prabu Duryudana kuwi mentingake kadonyan kok Mar, hu, hu, hu. Mula, nek ana apa-apa, jane ora ngapa-ngapa, dianggepe arep njongkeng kalungguhane. Lha, selawase urip Dursasana kuwi mung goreh atine ora tau tentrem, enengeng mung samar bae. Ehm, ehm, atiku, hu, hu, hu. Merga aku wis kasembadan nyenyurupi jatidirine wong-wong. Tegese aku wis kasembadan ta, Mar? S : Yen ngono padha karo aku ta kang Togog. T : Padha piye?
101
S
: Olehku mendhita yaiku sebab kepengin nonton mungguh tekan ngendi tanggung jawabe para gendheraku para Pandhawa marang para kawulane. Huh, jebul ora luntur Pandhawa marang mikirke wong cilik. Buktine aku lunga, digoleki dening gendharaku Pandhawa, umpamane ndara Janaka. Dene Werkudara tansah mrihatinaken lan golek srana mulih enggal mulya para kawulane kang lali kena penandhang. T : Oh y Mar, Mar. Ngene ya Mar bareng wis rampung lan wis kasembadan karepku, aku pamit bali tak menyang tanah sebrang maneh. Mbok sesuk dolan rono ta, Mar? S : Lha kowe saiki neng ngendi? T : Eh… eh… eh… Aku saiki neng luar negeri. S : Nek goleki kowe piye? T : Ora ndadak rekasa goleki, takon Togog wis padha ngerti. Nek kira-kira kowe wegah kirim layang, kepada kakak Togog, aa Togog luar negeri wis tekan. Eh… eh… eh… S : Ya… ya engko tak pikir. T : Ya, mengko tak piker. S : Ayu padha ndonga dedonga ya ben padha kuat nindhakake kewajiban dhewe-dhewe ya kang Togog. T : Ya… ya… ya… Wis ya Mar aku bali saiki ya, Mar. Dah…. PD : Werkudara. B : Ya. PD : Gawe geger. B : Mbuh, ora idep. PD : Kencep Bratayudha. ADEGAN 26 Pertemuan Bima dengan Semar. SULUK Myat langenging kalangyan Aglar pandan muncar Tinon lir kekonang Surem sorote tan padhang Kasor lan pajaring Purnameng gegana. GINEM S : Ndara Bratasena, kula suwun ampun wuruh dumatheng banda donya nggih, gus. Sampun sirna ingkang dados angkaraning negari inggih awit saking mbudidayaning ndara Werkudara minangka satria bayangkara sesarengan kaliyan para kawula Ngamarta ingkang dipun pangersani ndara Bratasena. Hanggek paduka maneges dhumateng jarwata menika pertelakaken anggenipun tanggang jawab paduka dados satria bayangkara negari ingkang kagungan kewajiban supaya rumangsa aman tuwin tentrem para kawulanipun. B : Ya.
102
S
: Prayata maneges paduka boten sia-sia, petela saget nuwuhaken anane watak angkara murka tuwin saget mbrasta dhumatheng para menungsa ingkang tumindhak ngganggu ketentraman tuwin kaluhuran bebrayan. B : Ya. S : Mugi Gusti Ingkang Anyipta Jagat tansah hangayomi dhumatheng para satria bhayangkara. B : Ya. TANCEP KAYON ***TAMAT*** Ket: PS PD BD PT PDr Dmg As MS Wi Ga At An SA BT J B BB SB Ba P S
: Paman Sengkuni : Prabu Duryudana : Begawan Durna : Prabu Tejolelono : Prabu Dursusana : Durmagati : Aswatama : Mayang Seta : Wisanggeni : Gathotkaca : Antasena : Anoman : Surut Ayu : Buta Cakil : Janaka : Bima : Betara Bayu : Begawan Surya Bawana : Bagong : Petruk : Semar