Strategi Sekolah dalam Menanamkan Sikap Kedisiplinan Siswa
STRATEGI SEKOLAH DALAM MENANAMKAN SIKAP KEDISIPLINAN SISWA DI SMPK ANGELUS CUSTOS II SURABAYA Lodovikus Radha 10040254226 (S-1 PPKn, FISH, UNESA)
[email protected]
Maya Mustika Kartika Sari 0014057403 (PPKn, FISH, UNESA)
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi sekolah dalam menanamkan sikap kedisiplinan kepada siswa di SMPK Angelus Custos II Surabaya.Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, guru bimbingan konseling, wali kelas, guru kesiswaan, guru humas dan guru kurikulum.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan dokumentasi.Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi sekolah dalam menanamkan sikap kedisiplinan siswa di SMPK Angelus Custos II Surabaya adalah dengancara: (1) pembiasaan, berupaguru ke sekolah tepat waktu, guru berpakaian yang rapi dan sopan di sekolah; (2) memberikan contoh/keteladanan pada siswa berupakepala sekolah dan guru dengan ramah memberi salam (berjabatan tangan) dengan siswa sebelum pelajaran dimulai; (3) nasehat-nasehat, berupakepala sekolah dan guru harus dengan ramah, sabar dan terbuka menegur dan menasihati dengan bijak terhadapsiswa yang melanggar tata tertib sekolah;(4) pemberian reward/penghargaan,berupa ketika upacara bendera siswa yang berprestasimendapat penghormatan diumumkan dan ditampilkan di hadapan teman-temannya dan memberikan piagam penghargaan; dan (5) hukuman yang mendidik dan menggunakan buku penghubung (sistem point),berupa kepada siswa yang rajin di kelas di beri penambahan point.Hal itu menunjukkan bahwa di SMPK Angelus Custos II Surabaya telah menerapkan multi strategi dalam menanamkan sikap kedisiplinan kepada siswa.Semua elemen di sekolah bekerjasamadengan cara membiasakan diri menciptakan dan menanamkan sikap kedisiplinan dalam diri mereka dan juga siswa sehingga siswa lebih disiplin di lingkungan sekolah tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kata Kunci: strategi, sikap kedisiplinan Abstract This research aims to descript strategy of school in embedding discipline to the students in SMPK Angelus Custos II Surabaya. Research method used in this research is descriptive qualitative. Subject of the research is headmaster, counseling guidance teacher, homeroom teacher, student teacher, PR teacher, and curriculum teacher. Data is collected by using interview and documentation methods. Technique used in data analysis is data reduction, data presentation, and conclusion. Result of the research indicates that strategy of the school in embedding discipline to the students in SMPK Angelus Custos II Surabaya is by means of: (1) habituation, the form teachers go to school on time, teachers wear neat and polite clothes in school; (2) exemplify to the students, the form headmaster and teachers shake hands with students before classes start; (3) provide advices, the form headmaster and teachers should friendly reprove students who break the rules; (4) give reward, the form, at the moment of flag ceremony, students with achievement receive honor through announcement and come forward in front of their friends and receive appreciation; and (5) punishment for educational purpose and use of liaison book (point system), the form to the students who regularly attends school will be given additional points. Those indicate that SMPK Angelus Custos II Surabaya have implemented multi strategy in embedding discipline to the students. All elements in the school join together in a way of making habit themselves to create and embed discipline inside themselves and also their students so they will be more discipline not only in environment of school but also in their social life. Keywords:strategy, disiplinary attitude
1855
Kajian Moral dan Kewarganegaraan.Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1855 -1869
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya. Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Dengan demikian, pendidikan merupakan sarana terbaik untuk menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisinya, tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikannya atau tidak menyadari adanya perkembangan-perkembangan di setiap cabang pengetahuan manusia (Kurniawan, 2013:103). Pasal I Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan diantara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk mempunyai kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Amanah UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 ini bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, tetapi juga berkepribadian atau berkarakter sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernapas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pada pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal. Masingmasing jalur pendidikan tersebut diharapkan dapat saling melengkapi dan memperkaya satu sama lain. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (pasal 14). Pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis (pasal 26 ayat 4). Sementara pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (pasal 27 ayat 1) (UU No 20 tahun 2003). Pendidikan informal sejatinya memiliki peran dan kontribusi besar dalam keberhasilan pendidikan seorang peserta didik. Hanya saja selama ini pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum efektif; belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. (Kurniawan,2013:104) Penyebabnya menurut Zubaedi, kemungkinan lantaran
kesibukan dan aktivitas kerja orangtua yang relatif tinggi serta kurangnya pemahaman orangtua yang menaruh harapan lebih kepada sekolah. Mereka berharap sekolah dapat menjadi rumah kedua bagi anakanaknya. Lingkungan sekolah yang merupakan lingkungan pendidikan formal, juga menentukan dalam perkembangan dan pembinaan karakter peserta didik. Bahkan sekolah dapat disebut sebagai lingkungan pendidikan kedua setelah keluarga yang berperan dalam pendidikan pada seorang peserta didik. Hal ini cukup beralasan karena sekolah merupakan tempat khusus dalam menuntut berbagai ilmu pengetahuan (Kurniawan, 2013:46). Menurut Permendiknas No. 19 Tahun 2007 (tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah), sekolah harus menciptakan suasana, iklim dan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk pembelajaran yang efisien dalam prosedur pelaksanaan dan adanya tata tertib dan kode etik warga sekolah dan adanya bimbingan dengan teladan, pembinaan, pengembangan kretivitas dari pendidik dan tenaga kependidikan. Tata tertib ialah sederetan peraturan-peraturan yang harus ditaati dalam situasi atau dalam suatu tata kehidupan tertentu. Selain tata tertib peranan kedisiplinan sangat dibutuhkan di sekolah, walaupun kedisiplinan bukanlah hal yang mudah dan sederhana namun harus ada perencanaan dan penyusunan peraturan, sosialisasi, pengawasan serta pengendalian dari sekolah. Kedisiplinan merupakan hal yang penting yang perlu diterapkan kapanpun dan dimanapun berada. Di dalam dunia pendidikan, disadari bahwa sekolah-sekolah masih perlu meningkatkan kedisiplinannya. Karena, sekolah merupakan lembaga pendidikan yang sangat strategis untuk menanamkan dan mengajarkan kedisiplinan. Sekolah merupakan tempat kelanjutan pendidikan disiplin yang sudah dilakukan oleh keluarganya. Karena itu, kepala sekolah dan guru-guru perlu menempatkan disiplin ke dalam prioritas program pendidikan di sekolahnya. Dengan demikian, para siswa akan terbawa arus disiplin sekolah yang baik yang akan melahirkan siswa-siswa yang berperilaku positif serta berprestasi baik. Penerapan disiplin disetiap sekolah beragam, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan norma kelakuan dan suasana sekolah. Setiap sekolah mempunyai kepala sekolah, guru, karyawan dan peserta didik yang berbeda. Perbedaan inilah yang kemungkinan menimbulkan adanya berbagai kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan, tetapi pada intinya semua penerapan disiplin bertujuan untuk menciptakan suasana sekolah yang aman dan teratur.
Strategi Sekolah dalam Menanamkan Sikap Kedisiplinan Siswa
Secara ideal apabila telah ada tata tertib yang mengatur siswa untuk berdisiplin maka seluruh siswa harus dengan sadar mentaatinya. Sehingga, dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah akan berjalan dengan tertib, efektif dan efisien. Para guru akan merasa nyaman ketika mengajar di dalam kelas maupun ketika berada di luar kelas. Siswa-siswi juga akan merasakan hal yang sama sehingga mereka akan dapat belajar dengan tenang dan mencapai hasil yang memuaskan. Pada umumnya sekolah dalam hal ini memerlukan strategi untuk menanamkan sikap kedisiplinan siswa. Menurut Marrus (2002:31) strategi didefenisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya baga imana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Selanjutnya Quino (1999:10) mengartikan strategi adalah suatu bentuk atau rencana yang mengintegrasikan tujuan-tujuan utama, kebijakankebijakan dan rangkaian tindakan dalam suatu organisasi menjadi satu kesatuan yang utuh. Menurut Wikipedia strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Berdasarkan beberapa pengertian strategi di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai strategi sebagai cara untuk mencapai suatu tujuan, kemenangan, atau menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran, strategi sekolah mengandung arti yang berbeda dari pengertian strategi dalam dunia kemiliteran, meskipun mengandung unsur-unsur mencapai tujuan. Menurut Kozma (1978:97), strategi sekolah dapat diartikan setiap kegiatan yang dipilih, yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada pebelajar dalam menjuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu. Dari dimensi strategi sekolah yang sudah ada dapat dilihat dengan jelas bahwa dalam mengembangkan strategi sekolah yang mampu menjawab tujuan suatu pendidikan, setiap strategi perlu memahami dan menguasai seluk beluk program yang sudah dilaksanakan atau dikembangkan. Aspek internal mulai dari konsep, tenaga pendukung, sarana yang dimiliki, biaya yang tersedia, struktur organisasi yang akan
melaksanakan strategi, hasil yang telah dicapai dan hambatan-hambatan yang dialami dengan strategi yang lama. Aspek eksternal seperti dukungan masyarakat, perkembangan lingkungan dan perubahan yang disebabkan faktor keamanan, politk, hukum dan lainlain. Informasi tentang kedua aspek ini sangat diperlukan. http://subliyanto.worpress.com/2012/12/12) Apabila dikaitkan dengan karakteristik sekolah tidak terlepas dari Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dan sekolah yang karakteristik sekolah yang efektif. Jika manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu sekolah harus memiliki strategi-strategi yang baik sehingga sekolah itu menjadi tempat pendidikan yang efektif. Strategi sekolah dapat dikategorikan menjadi input, proses, dan output. Input yang diharapkan dalam pendidikan diantaranya adalah memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas. Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu.Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan oleh kepala sekolah. Kebijakan, tujuan, dan mutu tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah. Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Tanpa sumberdaya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan berlangsung secara memadai, dan pada gilirannya sasaran sekolah tidak akan tercapai. Sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya dengan penegasan bahwa sumberdaya selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi perwujudan sasaran sekolah, tanpa campur tangan sumberdaya manusia. Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompoten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas yaitu, bagi sekolah yang ingin evektivitasnya tinggi, maka kepemilikan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi merupakan keharusan. Sekolah harus mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat prestasi yang
1857
Kajian Moral dan Kewarganegaraan.Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1855 -1869
maksimal, walaupun dengan segala keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada di sekolah. Sedang peserta didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Pelanggan terutama siswa, harus merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya, semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan input dan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh, mutu dan kepuasan yang diharapkan siswa (MPMBS, 2001:18-20). Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses antara lain proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersedia, sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning), tenaga kependidikan terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah, budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme, sekolah memiliki “Teamwork” yang kompak, cerdas, dan dinamis, Sekolah mampu berpartisipasi antara warga sekolah dan masyarakat yang merupakan bagian kehidupannya, sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen, sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik), sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, sekolah reponsif dan antisipasif terhadap kebutuhan, sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga sekolah, dan juga sekolah-masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat diketahui dan sekolah memiliki akuntibilitas. Sekolah harus memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic achievement) dan output berupa prestasi non-akademik (non-academic achievement).Output prestasi akademik misalnya, NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara berpikir (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah). Output non-akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih saying yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi,
kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesenian dan kepramukaan (MPMBS,2001:11-12) Menurut Skinner (1974:195) dalam analisis perilaku mendeskripsikan bahwa perilaku seseorang dan faktorfaktor lingkungan dapat mempengaruhi karakter seseorang (Jess & Gregory, 2013:195). Karakter juga sering diasosiasikan dengan istilah temperamen yang lebih memberi penekanan pada defenisi psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Sedangkan karakter dilihat dari sudut pandang behavioural, lebih menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak lahir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor khas yang ada pada orang yang bersangkutan. Faktor khas itu adalah faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) di mana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan bisa dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu. Jadi, usaha pengembangan atau pendidikan karakt5er seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai baian dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan. Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentukan oleh faktor lingkungan. Dengan kata lain, pembentukan dan rekayasa lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar. Pembentukan karakter melalui rekayasa faktor lingkungan dapat dilakukan melalui strategi keteladanan, intervensi, pembiasaan yang dilakukan secara konsisten, dan penguatan. Dengan kata lain, perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, penguatan, dan pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur (Kemenas:2010). Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam (Sukitman, 2015:67) pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga memiliki nilai dan karakter dalam pribadinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat, bangsa, dan warga negara yang religius, jujur, disiplin, nasionalis, produktif, kreatif, dan sebagainya melalui pendidikan olah hati, olah otak, dan olah fisik. Lickona (1991:82) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti,
Strategi Sekolah dalam Menanamkan Sikap Kedisiplinan Siswa
yang hasilnya dapat dilihat dalam tindakan nyata seseorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, bekerja keras, dan lain sebagainya. Pengertian itu mirip dengan yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa karakter erat terkait dengan habitat atau kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku (Megawangi, 2007:82). Sedangkan menurut Elmubarok (2008:102), membangun karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa sehingga “berbentuk” unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain. Ibarat sebuah huruf dalam alphabet yang tak pernah sama antara satu dengan yang lain, orang-orang yang berkarakter dapat dibedakan satu dengan yang lainnya (termasuk dengan yang tidak/belum berkarakter atau “berkarakter” tercela) (Sukitman, 2015:63-65). B.F. Skinner adalah tokoh behaviorisme yang mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan operant conditioning. Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, kesadaran, maupun ketidaksadaran, tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan. Bagi Skinner, perkembangan adalah perilaku, sehingga untuk mempelajari perkembangan atau perubahan individu cukup dengan melihat pada perubahan tingkah lakunya. Pengkodisian operan adalah suatu bentuk behaviorisme deskriptif, yang berusaha menegakkan hukum tingkah laku melalui studi mengenai belajar secara operan. Belajar secara operan itu sendiri dapat diartikan sebagai belajar dengan menggunakan konsekuen yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkah laku, sehingga jelaslah bahwa Skinner memandang reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Penemuan Skinner ini menekankan pada hubungan antara tingkah laku dan konsekuensinya. Contoh, apabila tingkah laku siswa di sekolah menyenangkan (datang tepat waktu, mengikuti upacara bendera, memakai seragam yang benar), konsekuensinya adalah siswa akan mendapatkan pujian, hadiah, dll), maka siswa tersebut akan mengulangi tingkah laku itu lagi sesering mungkin (Nursalim, 2007:54-55). Membicarakan tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi di kalangan siswa remaja pada akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat mengkhawatirkan, seperti: kehidupan sex bebas, keterlibatan dalam narkoba, geng motor dan berbagai tindakan yang menjurus ke arah kriminal lainnya, yang
tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolah pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang merentang dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan pelanggaran tingkat tinggi, seperti: kasus bolos, perkelahian, nyontek, pemalakan, pencurian dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku lainnya. Tentu saja, semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangganya, dan di sinilah arti penting disiplin sekolah.Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan siswa di sekolah. Brown dan Brown mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang indisiplin, sebagai berikut: (a) Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru; (b) Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak disiplin; (c) Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa, siswa yang berasal dari keluarga yang broken home; (d) Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya. Dalam kaitan ini menurut (Ferster & Skinner, 1957:174) mengemukakan bahwa setiap perilaku yang dilanjutkan secara langsung dengan pemberian penguatan positif atau menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan cenderung untuk lebih sering terjadi setelah itu. Akan tetapi, frekuensi perilaku tersebut, bergantung pada kondisi ketika pelatihan terjadi (Jess Feist & Gregory J Feist:174). Sehubungan dengan permasalahan tersebut, seorang guru harus mampu melakukan penguatan yang positif dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut: (a) membantu siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya;
1859
Kajian Moral dan Kewarganegaraan.Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1855 -1869
setiap siswa berasal dari latar belakang yang berbeda, mempunyai karakteristik yang berbeda dan kemampuan yang berbeda pula, dalam kaitan ini guru harus mampu melayani berbagai perbedaan tersebut agar setiap siswa dapat menemukan jati dirinya dan mengembangkan dirinya secara optimal; (b) membantu siswa meningkatkan standar prilakunya karena siswa berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, jelas mereka akan memiliki standard prilaku tinggi, bahkan ada yang mempunyai standard prilaku yang sangat rendah. Hal tersebut harus dapat diantisipasi oleh setiap guru dan berusaha meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam pergaulan pada umumnya; (c) menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat; di setiap sekolah terdapat aturan-aturan umum. Baik aturanaturan khusus maupun aturan umum. Perturan-peraturan tersebut harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi pelanggaranpelanggaran yang mendorong perilaku negatif atau tidak tidak disiplin. Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaituagaimana strategi sekolah dalam menanamkan sikap kedisiplinan siswa di SMPK Angelus Custos II Surabaya. METODE Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, kepercayaan orang yang akan diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka. Dalam penelitian ini, teori yang digunakan dalam penelitian tidak dipaksakan untuk memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang telah diteliti (Sulistyo-Basuki,2006:24). Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan alat-alat yang mewakili jumlah, intesitas atau frekuensi. Peneliti menggunakan dirinya sendiri sebagai perangkat penelitian, mengupayakan kedekatan dan keakraban antara dirinya dengan obyek atau subyek penelitiannya. Penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis sifat dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat. Metode ini banyak dilakukan oleh peneliti karena dua alasan; pertama dari pengamatan empiris, didapat bahwa sebagian besar laporan dilakukan secara deskriptif, kedua berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia. Dalam penelitian deskriptifini bertujuan untuk membuat gambaran tentang strategis sekolah salam menanamkan sikap kedisiplinan siswa di SMPK Angelus Custos II
Surabaya sesuai dengan data yang diperoleh (Nazir, 2003:55). Dalam penelitian kualitatif, masalah yang dihadapi sangat luas karena dalam menetapkan penelitian tidak hanya berdasarkan variabel penelitian saja, tetapi keseluruhan situasi sosial yang kita teliti yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity), sehingga diperlakukan pembatasan masalah penelitian disebut fokus penelitian (Prastowo, 2012:133). Dalam penelitian ini, memfokuskan penelitian pada strategi sekolah dalam menanamkan sikap kedisiplinan siswa di SMPK Angelus Custos II Surabaya. Dalam penelitian kualitatif, yang dimaksud informan penelitian adalah subyek yang memberikan data penelitian melalui wawancara. Informan penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi dan melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu: (1) kepala sekolah; (2) guru bimbingan dan konseling; (3) guru kesiswaan; (4) guru humas; (5) guru kurikulum; (6) guru kelas. Kepala Sekolah SMPK Angelus Custos II Surabaya sebagai narasumber terkait dengan gambaran umum SMPK Angelus Custos II Surabaya sejak berdirinya hingga saat ini dengan segala perkembangannya dan terkait dengan pengamatan dan pengawasannya terhadap peran guru, keadaan siswa dalam pelaksanaan penanaman karakter disiplin siswa di lingkungan sekolah. Guru Bimbingan Konseling SMPK Angelus Custos II Surabaya sebagai narasumber wawancara terkait dengan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan bimbingan serta konseling kepada siswa untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi siswa. Berkaitan dengan menegakkan kedisiplinan siswa guru bimbingan konseling bertugas memberikan layanan dan bimbingan kepada siswa agar lebih disiplin dalam segala hal di sekolah sehingga lebih berprestasi dalam kegiatan belajar mengajar. Guru Kesiswaan SMPK Angelus Custos II Surabaya sebagai narasumber terkait dengan proses pengurusan segala hal yang berkaitan dengan siswa, pembinaan selama siswa berada di sekolah. Berkaitan dengan menegakkan kedisiplinan siswa guru kesiswaan dapat melaksanakan bimbingan, pengarahan dan pengendalian siswa dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah/siswa. Wakil kepal sekolah bagian Humas SMPK Angelus Custos II Surabaya terkait dengan menetralisir persoalan sekolah baik internal lebih kepada membangun komunikasi dan distribusi informasi ke dalam personal di sekolah maupun eksternal (orang tua). Berkaitan dengan menanamkan kedisiplinan siswa guru waka humas dapat membantu siswa dalam
Strategi Sekolah dalam Menanamkan Sikap Kedisiplinan Siswa
membina dan membimbing siswa untuk lebih disiplin di lingkungan sekolah. Guru Kurikulum SMPK Angelus Custos II Surabaya terkait dengan mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada, menyelaraskan kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Berkaitan dengan menanamkan kedisiplinan siswa di sekolah guru kurikulum bertugas untuk membantu kepala sekolah dalam membina siswa agar disiplin dalam lingkungan sekolah. Guru Kelas 1 (satu) SMPK Angelus Custos II Surabaya terkait dengan pelanggaran disiplin yang banyak terjadi pada siswa kelas 1 (satu). Selain itu guru kelas memiliki kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan diantara murid-murid di dalam kelas dan bertanggung jawab dalam membantu anak-anak untuk agar lebih meningkatkan kedisiplinan di lingkungan sekolah. Rancangan penelitian ini dimulai dari tahapan persiapan sampai pembuatan laporan. (1) Tahap Persiapan; pada tahap ini akan dilakukan pembuatan proposal yang didalamnya akan dibahas pada latar belakang diadakannya penelitian, permasalahan yang akan diteliti, tujuan dan manfaat diadakannya penelitian, kajian pustaka yang mendukung penelitian, dan metode penelitian yang digunakan; (2) Tahap pembuatan dan pedoman wawancara; Pada tahap ini dilakukan pembuatan instrumen dan pedoman wawancara yang akan digunakan pada pengambilan data kepada informan; (3) Tahap pelaksanaan pengambilan data; Pada tahap ini dilakukan pengambilan data dengan cara melakukan wawancara kepada beberapa informan terpilih dengan tujuannya untuk mendukung data dan menguatkan argumentasi dan melakukan pengambilan data melalui dokumentasi yang berupa arsip, surat, dan sebagainya; (4) Tahap Analisis Data; Pada tahap ini data yang diperoleh dari wawancara mendalam, akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif deskriptif; (5) Tahap Pembuatan Laporan; Tahap ini merupakan tahapan paling akhir. Pada tahapan ini akan dilakukan pembuatan laporan yang merujuk pada hasil analisis data. Disamping itu, pada tahapan ini proposal skripsi akan disempurnakan menjadi skripsi yang di dalamnya dilengkapi dengan hasil dan pembahasan terhadap rumusan masalah serta simpulan dan saran Teknik pengumpulan data dalam penelitaian ini adalah melalui wawancara dan dokumentasi, dengan maksud untuk mengetahui strategi sekolah dalam menangani peserta didik yang mengalami masalah dalam hal kedisiplinan. Strategi sekolah yang dimaksud adalah di tingkat kebijakansekolah dan pelaksanaannya, sehingga memerlukan informasi dari pihak/aktor
sekolah yang memahami masalah kedisiplinan. Hal itu akan digali melalui wawancara. Untuk memperoleh data-data lapangan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut yaitu: (1) wawancara; dan (2) dokumentasi. Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya, yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai (interviewee). Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan wawancara terstruktur karena dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaanpertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan (Sugiyono, 2012:319). Menurut Moleong (dalam Hardiansyah, 2012:118) yang berjudul Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmuilmu Sosial, wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Dimana pertanyaan yang diajukan kepada informan berkenaan dengan strategi sekolah dalam menanamkan sikap kedisiplinan siswa. Hasil wawancara digunakan peneliti sebagai sumber data utama dalam penelitian ini. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karyakarya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2012:82). Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai halhal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1992:102). Dokumentasi digunakan untuk memperkuat data wawancara. Dokumentasi ini dilakukan untuk memperoleh data tentang struktur organisasi, kurikulum, visi dan misi didirikan SMPK Angelus Custos II Surabaya, serta data yang lain demi menunjang sikap kedisiplinan siswa. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data model interaktif (interactive model of analytic) yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992:16). Maksud analisis data model interaktif pada teknik ini ada empat tahapan yaitu: (1) Pengumpulan Data; (2) Reduksi Data; (3) Penyajian Data; dan (4) Penarikan Kesimpulan (Verificate), selanjutnya dari masing-masing tahapan masih dimungkinkan adanya hubungan timbal balik, hal tersebut dilakukan guna memperoleh data yang valid dan relevan dengan obyek yang diteliti. Pertama, pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber
1861
Kajian Moral dan Kewarganegaraan.Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1855 -1869
tersebut dibaca, dipelajari dan ditelaah. Kedua, reduksi data berlangsung secara terus menerus selama penelitian berlangsung. Antisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak ketika memutuskan kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalah penelitian, dan pendekatan pengumpulan data yang terpilih. Tahapan selanjutnya adalah membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, dan menulis memo. Ketiga, penyajian data disajikan menggunakan teks naratif yang berasal dari hasil observasi dan wawancara mengenai peran karang taruna dalam mengurangi pengangguran sesuai fokus penelitian yang telah tersusun. Keempat, penarikan kesimpulan data yang telah terkumpul dan diolah pada tahap penyajian data kemudian ditariksebuah kesimpulan /verifikasi sesuai fokus penelitian tentang Strategi Sekolah dalam Menanamkan Sikap Kedisiplinan Siswa di SMPK Angelus Custos II Surabaya. HASIL DAN PEMBAHASAN Strategi yang dilakukan Guru Guru memiliki peranan penting dalam membantu siswa dalam mengembangkan potensi yang dimiliki. Guru juga berperan dalam penanaman kedisiplinan melalui interaksi yang dilakukan. Namun perilaku siswa dalam menginternalisasi kedisiplinan cenderung dipengaruhi oleh berbagai faktor. Saat wawancara dengan ibu Setiawati yang berperan sebagai Guru kelas VIIa terdapat beberapa strategi yang dilakukan oleh guru kelas. Diketahui dalam wawancara dengan guru kelas VIIa yang mengatakan, “Sebagai guru wali kelas saya harus memberikan contoh perilaku disiplin yang dapat dilihat siswanya. Dengan melihat perilaku guru yang disiplin dengan sendirinya siswa akan menghargai guru yang bersangkutan tanpa meminta secara lisan. Tindakan guru yang baik dan disiplin dapat menjadi teladan bagi siswa-siswanya selain itu juga bisa menjadi sarana dalam membangun kedisiplinan bagi siswa. Dalam menanamkan perilaku yang baik melalui contoh nyata lebih diperhatikan oleh murid.” (wawancara, 26 April 2016) Dalam wawancara bersama bapak Agustinus selaku selaku guru kelas VIIb yang mengatakan, “Didalam kelas maupun di luar kelas saya sebagai guru harus berusaha dan menyadari diri untuk selalu menampilkan sikap serta teladan yang baik. Hal ini sangat berpengaruh juga bagi siswa-siwi di sekolah maupun di kelas. Siswa mudah meniru apa yang dilakukan oleh guru. Oleh karena itu saya
harus pandai dalam menempatkan diri dan bertanggung jawab dengan diri saya dan orang-orang sekitar saya.” (Wawancara, 27 April 2016) Dipertegas dan disetujui oleh ibu Sri selaku guru wali kelas VIIc yang mengatakan, “Sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab saya sebagai guru dan guru wali kelas. Teladan dan sikap hidup saya harus menampakkan yang baik di sekolah maupun di kelas khususnya. Alasannya karena siswasiswi disini mudah melihat dan meniru apa yang guru lakukan. Misalnya dalam hal waktu. Saya harus sadar bahwa sebagai guru yang profesional saya harus tepat waktu baik waktu datang ke sekolah maupun saat masuk dan keluar kelas saat pelajaran. Jangan sekali-kali menegur siswa kalau guru sendiri tidak memancarkan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru.” (wawancara, 25 April 2016) Hal serupa juga diungkapkan oleh Waka Humas dan juga sebagai guru bidang studi, pak Agung yang mengatakan, “Iya, seorang guru harus tampil sebagai figur yang dapat memberikan contoh-contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Karena keberhasilan seorang guru sangat bergantung pada kualitas kesungguhan realisasi yang diteladaninya. Misalnya guru harus datang tepat waktu dan m,asuk kelas tepat waktu, berpakaian selalu rapi. Contoh guru seperti ini dapat dilihat dan ditiru oleh siswa.” (wawancara, 23 April 2016) Contoh dan keteladanan guru adalah suatu perbuatan atau tingkah laku yang baik, yang patut ditiru oleh anak didik yang dilakukan oleh seorang guru dalam tugasnya sebagai pendidik, baik tutut kata maupun perbuatannya yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh murid, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Pemberian motivasi serta pengarahan diharapkan siswa dapat memiliki sikap kedisiplinan dalam dirinya. Kesadaran siswa mengenai pentingnya kedisiplinan dalam diri dapat ditanamkan dengan komunikasi secara langsung dengan guru maka peran guru dalam memberi semangat dan dorongan kepada siswanya dapat mengupayakan kesadaran akan pentingnya mentaati peraturan yang ada di sekolah. Saat wawancara dengan ibu Setiawati yang berperan sebagai Guru kelas VIIa yang mengatakan, “Untuk menanamkan kedisiplinan siswa, saya memiliki strategi sendiri. Strategi yang
Strategi Sekolah dalam Menanamkan Sikap Kedisiplinan Siswa
sering saya lakukan untuk menumbuhkan sikap kedisiplinan siswa di sekolah khususnya di kelas, saya selalu mengadakan bimbingan secara individu dan kelompok secara berkala terhadap anak didik saya. Selain itu pada kesempatan tertentu saya memanggil orang tua untuk memberikan suatu pandangan yang baik agar anaknya bersikap lebih baik.” (wawancara, 26 April 2016) Dalam wawancara bersama bapak Agustinus selaku guru kelas VIIb yang mengatakan, “Sebelum saya menasihati siswa-siswi di sekolah maupun kelas saya harus menyadari bahwa apakah diri saya selaku guru dan khususnya guru kelas sudah berdisiplin diri? Hal ini memudahkan saya untuk menegur dan menasihati siswa-siswi. Dalam kelas berhadapan dengan anak didik saya juga harus melakukan pendekatan secara pribadi terhadap siswa yang bermasalah. Sehingga siswa merasa diri di dukung dalam belajarnya” (wawancara, 27 April 2016) Jawaban tersebut dipertegas dari Waka Humas dan juga sebagai guru bidang studi, pak Agung yang mengatakan, ”Strategi yang saya lakukan dalam menanamkan sikap kedisiplinan siswa baik di sekolah maupun di kelas secara khusus adalah dengan cara pendekatan secara pribadi terhadap anak-anak yang melanggar kedisiplinan dan menasihati. Hal ini mau mengajarkan kepada anak untuk lebih sadar keberadaan dirinya di sekolah.” (wawancara, 23 April 2016) Pemberian motivasi serta pengarahan diharapkan siswa dapat memiliki sikap kedisiplinan dalam dirinya. Kesadaran siswa mengenai pentingnya kedisiplinan dalam diri dapat ditanamkan dengan komunikasi secara langsung dengan guru maka peran guru dalam memberi semangat dan dorongan kepada siswanya dapat mengupayakan kesadaran akan pentingnya mentaati peraturan yang ada di sekolah. Penghargaan adalah salah satu dari kebutuhan pokok yang mendorong seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya. Penghargaan adalah unsur disiplin yang sangat penting dalam pengembangan diridan tingkah laku anak. Seseorang akan terus berupaya meningkatkan dan mempertahankan disiplin apabila pelaksanaan disiplin itu menghasilkan prestasi dan produktivitas yang kemudian mendapat penghargaan. Hukuman dijadikan sebagai salah satu
cara untuk membentuk kedisiplinan pada anak. Terkadang dalam pelaksanaan kedisiplinan di sekolah hukuman dijadikan sebagai sarana jitu dalam membangun kedisiplinan pada siswa. Saat wawancara dengan ibu Setiawati yang berperan sebagai guru kelas VIIa terdapat beberapa strategi yang dilakukan oleh guru kelas. Diketahui dalam wawancara dengan guru kelas VIIayang mengatakan, “Untuk menanamkan kedisiplinan siswa, saya memiliki strategilainnya. Strategi yang saya lakukan untuk menumbuhkan sikap kedisiplinan siswa di sekolah khususnya di kelas, saya selalu memberi reward/pengharagaan dan punishment. Misalnya terhadap siswa yang berprestasi saya memberikan hadiah berupa seperangkat alat tulis dan sebaliknya terhadap siswa yang melakukan pelanggaran saya memberikan hukuman yang mendidik. Misalnya menyuruh anak untuk menerjemah bahasa Inggris, belajar diperpustakaan” (wawancara, 26 April 2016) Dilanjutkan oleh pak Agus selaku guru kelas VIIb yang mengatakan : “Terhadap berbagai problem ketidakdisiplinan siswa di sekolah, pihak sekolah sudah berupaya dengan berbagai strategi atau cara untuk menanggulangi/mencegah dalam menanamkan sikap disiplin siswa di sekolah. Dalam hal ini sekolah setiap bulan ada bentuk pembinaan dari wali kelas melalui kegiatan kerohanian. Misalnya gladi rohani, misa bulanan dan diberlakunya buku penghubung pada tahun ajaran ini. Dalam sebulan ada dua kali upacara bendera. Kesempatan tersebut biasanya digunakan oleh bapak/ibu guru yang bertindak sebagai pembina upacara untuk memberikan wejangan, nasehat berkaitan dengan tata tertib/kedisiplinan.” (wawancara, 27 April 2016) Masalah kedisiplinan siswa menjadi sangat berarti bagi kemajuan sekolah. Di sekolah yang tertib akan selalu menciptakan proses pembelajaran yang baik. Sebaliknya, pada sekolah yang tidak tertib kondisinya akan jauh berbeda. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sekolah dapat diatasi melalui strategi-strategi seperti diungkapkan oleh ibu Sri Susanti selaku guru kelas VIIc, yang mengatakan, “Bahwa terhadap anak-anak yang melanggar kedisiplinan di sekolah, saya selaku guru kelas
1863
Kajian Moral dan Kewarganegaraan.Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1855 -1869
mempunyai strategi. Strategi-strategi yang saya lakukan adalah selain dengan cara menasihati juga diberi sanksi dan hukuman yang mendidik supaya siswa yang merasa bersalah merasa jera dan sebaliknya bagi siswa yang baik dan berprestasi diberikan penghargaan.” (wawancara, 25 April 2016) Dilanjutkan oleh pak Agus selaku guru kelas VIIb yang mengatakan, “Terhadap siswa yang melanggar kedisiplinan, biasanya pihak sekolah dalam hal ini guru piket/BK memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku di sekolah. Apalagi mulai tahun ajaran 2015-2016 ini sudah diberlakukan buku penghubung (“Undang-undangnya”) sekolah. Di sana sudah ada ketentuan perihal tata tertib dan sanksi/hukuman bagi siswa yang melanggar. Contohnya siswa yang tidak membawa buku paket untuk mata pelajaran pada jam tersebut akan diberi poin minus 10 atau yang tidak mengerjakan PR (pekerjaan rumah) akan mendapat poin minus 30.” (wawancara, 27 April 2016) Selanjutnya diungkapkan oleh ibu Sri selaku guru kelas VIIc yang mengatakan, “Yang terjadi selama ini jenis hukuman bagi siswa yang tidak disiplin yaitu dengan melakukan peringatan selama 3 (tiga) kali, sampai tiga kali belum ada perubahan selanjutnya membuat surat pernyataan. Apabila surat pernyataan sudah dibuat sampai tiga kali tetap tidak ada perubahan maka langkah selanjutnya adalah pemanggilan orang tua. Apabila orang tua sudah dipanggil belum ada perubahan maka dilakukan tindakan discoursing belajar di luar kelas dengan minta tugas pada guru yang bersangkutan. Setelah discoursing dengan belajar di luar kelas belum ada perubahan, maka siswa yang melakukan pelanggaran tersebut dikeluarkan dari sekolah. Itu semua disertai dengan bukti tertulis, apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan maka sekolah tidak disalahkan.” (wawancara, 25 April 2016) Dengan pemberian reward/penghargaan memacu setiap siswa untuk lebih berprestasi. Sedangkan hukuman/punishment adalah yang paling akhir diambil apabila teguran dan peringatan belum mampu untuk mencegah siswa melakukan pelanggaran-pelanggaran. Maka dalam hal ini guru berikan hukuman atau straf kepada anak. Hukuman diberikan agar siswa merasa jera dan tidak melakukan kesalahan lagi.
Strategi yang dilakukan oleh Guru Bimbingan Konseling Guru bimbingan dan konseling adalah petugas sekolah yang memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakuakan di SMPK Angelus Custus II Surabaya peneliti menemukan beberapa strategi yang dilakukan oleh guru bimbingan konseling terhadap siswa melakukan pelanggaran di sekolah. Saat wawancara dengan ibu Franciska yang berperan sebagai Guru Bimbingan Konseling terdapat beberapa jenis hukuman bagi siswa yang melakukan pelanggaran kedisiplinan di sekolah. Diketahui dalam wawancara dengan guru bimbingan konseling yang mengatakan, “Adanya penetapan skor bagi setiap jenis pelanggaran/sistem poin yang didasarkan pada jenis pelanggaran antara lain: (a) Kelakuan; (b) Kerajinan/kedisiplinan;(c) Kerapian; (d) Tanggung jawab Berikut ini sistem point dan saksi yang diberikan antara lain: Tabel 1 Sistem Point Kedisiplinan SMPK Angelus Custos II Surabaya Rentang Poin Pihak yang Sanksi mengetahui dan terlibat 5 -15 Guru piket dan BK Peringatan lisan 20 - 30 Wali kelas dan BK Surat Pernyataan I 35 - 50 Wali kelas dan BK Surat Pernyataan II 55 - 70 Wali kelas, BK, Waka Pemanggilan Kesiswaan orang tua dan membuat surat pernyataan I 75 - 85 Wali kelas, BK, Waka Orang tua Kesiswaan, Kepala membuat surat sekolah pernyataan II dan skorsing minimal satu minggu. 90 - 100 BK, Waka Kesiswaan, Peserta didik Kepala sekolah, diskorsing 1 bulan musyawarah guru dan atau dimutasi
(wawancara, 22 April 2016) Diketahui dalam wawancara dengan guru bimbingan konseling yang mengatakan, “Strategi yang dilakukan oleh guru bimbingan konseling untuk menanamkan sikap kedisiplinan siswa adalah selain dengan memberi teguran adalah dengan memberi sanksi/hukuman. Namun hukuman disini diupayakan untuk diberikan kepada anak yang melanggar tata tertib itu secara bertahap sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan.” (wawancara, 22 April 2016) Jawaban tersebut dipertegas dari Waka Humas, pak Agung yang mengatakan,
Strategi Sekolah dalam Menanamkan Sikap Kedisiplinan Siswa
“Strategi yang dilakukan sekolah dalam menanamkan sikap disiplin siswa di sekolah antara lain dengan cara melakukan evaluasi pelanggaran, memberikan sanksi yang jelas dan mendidik, melakukan razia pada siswa, mensosialisasikan kedisiplinan dan tata tertib di sekolah baik, dengan menerapkan sistem poin, ada buku penghubung antara siswa, orang tua dan sekolah sehingga dapat terpantau segala aktivitas/jenis pelanggaran siswa.” (wawancara, 23 April 2016) Supaya kegiatan bimbingan dan konseling dapat berjalan dengan lancar, tertib, efektif dan efisien, maka harus mempunyai struktur organisasi, yang didalamnya terdapat orang-orang yang mengatur dan melaksanakan jalannya kegiatan layanan bimbingan dan konseling di sekolah dan orang yang berkompoten dibidangnya, tanpa adanya struktur tersebut kegiatan layanan dan bimbingan konseling tidak berjalan dengan baik. Strategi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah. karena kepala sekolah sebagai pemimpin di lembaganya , maka dia harus mampu membawa lembaganya kearah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, dia harus mampu melihat adanya perubahan serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan globalisasi yang lebih baik. Kepala sekolah harus bertanggung jawab atas kelancaran dan keberhasilan semua urusan pengaturan dan pengolahan secara formal kepada atasannya atau informal kepada masyarakat yang telah menitipkan anak didiknya. Diketahui dalam wawancara dengan kepala sekolah yang mengatakan, “Strategi yang dilakukan sekolah yaitu dengan dengan: (a) penanaman kesadaran berdisiplin kepada siswa. Hal ini dilakukan secara kontinue dan terus menerus, yang mana penanaman kesadaran kedisiplinan ini dilakukan dengan memberikan pengertian kepada seluruh siswa tentang artinya berdisiplin dalam kehidupan manusia; (b) pemberlakuan kode etik siswa yaitu dengan diberlakukan dengan memberikan buku penghubung yang berisi tentang tata tertib siswa yang telah ditentukan oleh sekolah dan orang tua/wali siswa diminta untuk melakukan kesepakatan terhadap sekolah dengan cara menandatangani buku penghubung tersebut.
Cara ini ditempuh agar antara sekolah dan orang tua/wali siswa dapat bekerjasama dengan baik, saling mendukung dalamupaya mencetak generasi yang berkualitas dan berdisiplin tinggi; (c) keteladanan dari para guru. Jika para guru dapat menjalankan disiplin dalam segala hal dengan baik maka siswa pun akan mencontoh mereka untuk berdisiplin. Ketiga hal tersebut yang paling penting dalam menanamkan sikap kedisiplinan siswa.” (wawancara, 29 April 2016) Selain strategi di atas dilanjutkan oleh kepala sekolah yang menjelaskan, “Strategi yang dilakukan sekolah dalam menanamkan sikap disiplin siswa di sekolah antara lain dengan cara melakukan evaluasi pelanggaran, memberikan sanksi yang jelas dan mendidik, melakukan razia pada siswa, mensosialisasikan kedisiplinan dan tata tertib di sekolah baik, dengan menerapkan sistem poin, ada buku penghubung antara siswa, orang tua dan sekolah sehingga dapat terpantau segala aktivitas/jenis pelanggaran siswa.” (wawancara, 29 April 2016) Jawaban tersebut dipertegas dari Waka Humas, pak Agung yang mengatakan, “Strategi yang dilakukan dalam menanamkan sikap kedisiplinan siswa di sekolah ini dengan cara guru memberikan teladan kepada siswa dengan bersikap disiplin sehingga anak didik dapat meniru yang baik dari guru (wawancara, 23 April 2016) Dalam perkembangan pendidikan dewasa ini, sering kali dijumpai kasus yang melibatkan guru dengan siswa ataupun wali siswa terkait dengan punishment yang diberikan kepada siswa yang melanggar aturan. Terkadang punishment tersebut sering disalahartikan berbeda oleh orang tua siswa sebagai tindakan kekerasan terhadap anak dengan mengusung UndangUndang Perlindungan Anak (UUPA) No. 23 Tahun 2002 pasal 16, ayat (1) dimana berbunyi ‘setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Hal serupa diungkapkan oleh pak Fr. Florianus selaku Kepala Sekolah yang mengatakan, “Pada umumnya jenis hukuman yang terjadi di sekolah ini sifatnya mendidik dan tidak menggunakan kekerasan. Misalnya anak yang datang terlambat dilarang masuk ke kelas saat pelajaran sudah dimulai. Siswa yang terlambat tersebut diberi hukuman berupa belajar sendiri
1865
Kajian Moral dan Kewarganegaraan.Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1855 -1869
di perpustakaan sesuai dengan pelajaran pada jam tertentu. Selain itu jenis hukuman utnuk menindaklanjuti siswa yang tidak disiplin yaitu dengan memberikan peringatan lisan, surat pernyataan I, surat pernyataan II, pemanggilan orang tua dan membuat surat perjanjian dan apabila melanggar yang sifatnya pelanggaran berat maka siswa tersebut di keluarkan dari sekolah.” (wawancara, 29 April 2016) Hal tersebut juga diungkapkan oleh pak Wempy selaku Waka Kesiswaan, “Strategi yang dilakukan oleh sekolah dalam menanamkan sikap disiplin siswa antara lain dengan menggunakan buku penghubung. Buku penghubung ini membantu sekolah dalam hal ini guru dan siswa untuk mengetahui berapa tingkat kesalahan, sanksi dan skor point yang diberikan kepada siswa yang melakukan pelanggaran. Buku penghubung ini bertujuan agar siswa semakin sadar dan bertanggjawab akan kehidupannya setiap hari. Selain buku penghubung strategi lain yang ditanamkan di sekolah ini antara lain keterampilan berkomunikasi antara guru dengan guru dan guru dan siswa. Sehingga mampu menerima perasaan dan mendorong kepatuhan siswa.” (wawancara, 30 April 2016) Dalam wawancara bersama ibu Sulistya selaku Waka Kurikulum yang mengatakan bahwa : “strategi sekolah dalam menanamkan sikap disiplin di sekolah yaitu dengan mengadakan buku penghubung dimana buku ini berupa tata tertib sekolah, jenis pelanggaran, skor point, dan sanksi yang diberikan agar siswa mengetahui apa pelanggaran dan skor point yang akan didapat jika melanggar tata tertib di sekolah. Adanya sosialisasi tata tertib baik kepada siswa maupun orang tua siswa.” (wawancara, 28 April 2016) Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar dan merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif, kepala sekolah dan seluruh staf sekolah harus bahu membahu kerjasama dengan kekompaan dalam segala hal Pembahasan Pada dasarnya strategi yang dilakukan di sekolah SMPK Angelus Custos II dilakukan dengan cara berjenjang. Hal ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
Guru Kelas
Kepala Sekolah
Bimbingan Konseling
Dengan memberi kan contoh dan kedisiplinan pada siswa Dengan menasihati siswa Dengan pemberian reward /penghargaan dan panishment/ hukuman
Dengan memberi kan keteladan an Dengan menasihati siswa Dengan pembiasa an Dengan memberi kan saksi Sistem point
Dengan memberikan keteladanan kedisiplinan Dengan pembiasaan Dengan pemberian reward/penghargaa n dan panishment/hukuma n
Gambar 1 Strategi Kedisiplinan SMPK Angelus Custos II Surabaya
Strategi-strategi yang dilakukan sekolah SMPK Angelus Custos II Surabaya untuk menanamkan disiplin pada siswa yaitu: (1) dengan pembiasaan; (2) dengan contoh dan teladan; (3) dengan menasihati siswa; (4) Pemberian reward dan punishment; (5) Dengan buku penghubung (sistem point). Adapun nilai keteladanan yang dilakukan sekolah dalam menanamkan sikap kedisiplinan siswa, antara lain seperti yang diungkapkan oleh beberapa guru kelas dan bimbingan dan konseling, misalnya guru ke sekolah tepat waktu dan memulai kegiatan belajar mengajar dan mengakhirinya tepat waktu, guru berpakaian yang rapi dan sopan di sekolah. Yang dilakukan kepala sekolah dalam menunjukkan sikap keteladanan yaitu datang tepat waktu dan sebelum pelajaran dimulai kepala sekolah dengan ramah memberi salam (berjabatan tangan) di depan pintu masuk utama. Hal ini mau menunjukkan kepada peserta didik supaya dibiasakan untuk melakukan hal-hal dengan tertib, dengan baik, dengan teratur. Misalnya berpakaian dengan rapi, masuk keluar kelas dengan teratur, makan dan tidur pada waktunya, sampai pun menulis dan membuat catatan-catatan di buku harus dibiasakan dengan rapi dan teratur. Akhir-akhir ini, menulis dan membuat catatan-catatan dengan rapi dan teratur ini rupa-rupanya kurang mendapatkan perhatian dari para guru. Nampaknya hal ini remeh dan sepele, tetapi sebenarnya akan berpengaruh besar terhadap kebiasaankebiasaan akan ketertiban dan keteraturan dalam hal-hal lain. Sebagaimana telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai kewibawaan
Strategi Sekolah dalam Menanamkan Sikap Kedisiplinan Siswa
dan otoritas tertinggi.Guru harus berperan aktif maupun pasif bagi perkembangan siswanya. Memberikan contoh perilaku disiplin yang dapat dilihat siswanya. Dengan melihat perilaku guru yang disiplin dengan sendirinya siswa akan menghargai guru yang bersangkutan tanpa meminta secara lisan. Tindakan guru yang baik dan disiplin dapat menjadi teladan bagi siswa-siswanya selain itu juga bisa menjadi sarana dalam membangun kedisiplinan bagi siswa. Strategi guru dalam menanamkan perilaku yang baik melalui contoh nyata lebih diperhatikan oleh murid. Perilaku guru yang sesuai dengan peraturan seperti datang tepat waktu, mengajar dengan baik serta berperilaku baik dalam kesehariannya di sekolah. guru harus menjadi teladan bagi siswadengan menunjukkan sikap kewibawaan karena sikap tersebut sangat diperlukan dalam interaksi antara guru dan siswa. Melalui inovasi dalam pembelajaran siswa menjadi lebih tertarik terhadap cara guru membawa pembelajarannya maka secara tidak langsung mereka akan meneladani dan menjadikan guru tersebut sebagai panutan. Ada kecenderungan siswa yang menyisipkan nasehat sekaligus mampu mencairkan suasana. Cara semacam ini ternyata dapat menjadikan siswa lebih tertib dan menyadari pentingnya kedisiplinan dalam diri mereka. Berdasarkan hasil wawancara strategi penanaman kedisiplinan kepada siswa yang dilakukan oleh guru dengan memberikan pengarahan serta pemberian motivasi. Pemberian motivasi serta pengarahan diharapkan siswa dapat memiliki sikap kedisiplinan dalam dirinya. Kesadaran siswa mengenai pentingnya kedisiplinan dalam diri dapat ditanamkan dengan komunikasi secara langsung dengan guru maka peran guru dalam memberi semangat dan dorongan kepada siswanya dapat mengupayakan kesadaran akan pentingnyamentaati peraturan yang ada di sekolah. Pengarahan yang dilakukan oleh guru kepada siswa secara langsung dapat membuat siswa mengetahui apa yang diperbolehkan dan dilarang sekolah. Melalui interaksi yang terjalin antara guru dan siswa dapat mensosialisasikan keberadaan peraturan yang ada di sekolah. selain itu sosialisasi mengenai peraturan di sekolah diperlukan siswa agar mereka dapat memahami tujuannya, karena peraturan dijadikan patokan dalam menegakkan kedisiplinan siswa. Dalam memberikan sosialisasi mengenai peraturan di sekolah kepada siswa hendaknya guru memiliki cara yang dapat diterima oleh siswa. Cara yang dilakukan oleh guru dengan memberikan cerita keteladanan, sikap tanggung jawab, dan menghargai waktu. Melalui ketiga cara itu guru dapat menanamkan sikap tanggung jawab
dalam diri siswa. Dengan demikian mereka akan mengerjakan apa yang menjadi kewajibannya di sekolah. Sebagai penghubung dari pihak sekolah guru sering berinteraksi dengan siswa. Dengan demikian peran guru tidak pernah lepas pada proses interaksi yang terjalin didalam maupun diluar kelas. Sebagai penghubung antara sekolah guru harus menyiapkan strategi yang disesuaikan dengan karakter siswa di sekolah. Strategi yang digunakan yaitu dengan menasihati siswa secara langsung baik melalui nasehat secara langsung maupun disiapkan dalam setiap proses pembelajaran di kelas. Lewat strategi semacam ini diharapkan tujuan sekolah yang tercantum dalam peraturan dapat terwujud dan dipahami sekolah. Adapun nilai-nilai menasihati siswa yang dilakukan sekolah dalam menanamkan sikap kedisiplinan siswa, antara lain: kepala sekolah, yaitu dengan sabar, ramah dan terbuka. Misalnya siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Kepala sekolah harus mampu dengan ramah, sabar dan terbuka menegur dan menasihati siswa dengan bijak. Hal ini berlaku juga untuk semua guru dan staf yang terlibat langsung dengan siswa. Reward diberikan kepada siswa yang telah menunjukkan hasil-hasil baik dalam pendidikannya. Baik dalam hal kerajinannya, kelakuannya, tingkah lakunya, dengan singkat hal-hal yang menyangkut kepribadiannya, maupun dalam hal prestasi-prestasi belajarnya. Seperti yang diungkapkan oleh kepala sekolah bahwa di sekolah SMPK Angelus Custos II pemberian reward biasanya disampaikan ketika upacara bendera. Siswa yang berprestasi mendapat penghormatan diumumkan dan ditampilkan di hadapan teman-temannya. Tepatnya dihadapan teman-temannya sekelas, teman-teman sesekolahan, atau mungkin juga dihadapan para teman-temannya. Misalnya ditampilkan siswa-siswa yang telah berhasil menjadi bintang kelas pada saat perpisahan pada akhir tahun. Sedangkan pemberian reward yang dilakukan guru yaitu berbentuk pemberian kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Misalnya, kepada siswa yang berhasil menyelesaikan suatu soal yang sulit, disuruh mengerjakannya di papan tulis untuk dicontoh temantemannya. Siswa yang rajin diserahi wewenang/tugas untuk mengurusi perpustakaan sekolah.Dengan pemberian reward memacu setiap siswa untuk lebih berprestasi. Menurut Skinner, (1987:170) dalam analisis perilaku menunjukkan bahwa untuk memperkuat perilaku siswa dapat dilakukan dengan memberikan penghargaan-penghargaan yang positif (Jes & Gregory, 2013:170-171). Hukuman adalah yang paling akhir diambil apabila teguran dan peringatan belum mampu untuk mencegah
1867
Kajian Moral dan Kewarganegaraan.Volume 03 Nomor 04 Tahun 2016, 1855 -1869
siswa melakukan pelanggaran-pelanggaran. Maka dalam hal ini guru berikan hukuman atau straf kepada anak. Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada siswa secara sadar dan sengaja seingga menimbulkan nestapa. Dan dengan adanya nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya. Adapun nilai-nilai punishment yang dilakukan sekolah dalam menanamkan sikap kedisiplinan siswa, antara lain yang dilakukan kepala sekolah, yaitu dengan membuat surat pernyataan kepada siswa yang melanggar tata tertib. Tentunya pembuatan surat pernyataan ini didasarkan pada proses pemberitahuan, teguran, peringatan sampai pada pemanggilan orang tua/wali. Diungkapkan oleh kepala sekolah bahwa pernah terjadi ada siswa yang sering melakukan pelanggaran yaitu membolos pada pelajaran tertentu secara berulang-ulang. Hal ini terjadi karena siswa tersebut suka bermain game di warnet. Melalui proses yang ada siswa tersebut diberitahu, ditegur, diberi peringatan sampai pada akhirnya pemanggilan orang tua. Maka diambil tindakan hukuman berupa skorcing selama dua minggu tidak masuk sekolah dan diberikan kesempatan belajar di rumah atas bimbingan orang tua. Sedangkan hukuman yang dilakukan oleh guru seperti yang diungkapkan oleh guru kelas bahwa ada siswa yang bercakap-cakap dengan kawannya atau ribut di dalam kelas sewaktu ada pelajaran. Sebagai guru kelas harus mampu memberitahukan kepada siswa. Apabila siswa tetap melanggar langkah selanjutnya adalah dengan pemberian tugas misalnya menterjemah bahasa inggris di perpustakaan, berdiri di depan kelas dan sebagainya. Hukuman ini membuat efek jera untuk siswa agar tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi.Menurut Skinner (1953:172) bahwa sanksi biasanya diberikan untuk menahan seseorang bertindak dengan cara tertentu dengan memberi efek untuk menekan perilaku siswa. (Jes & Gregory, 2013:172) Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi sekolah dalam menanamkan sikap disiplin siswa di sekolah SMPK Angelus Custos II Surabaya, peneliti menemukan bahwa di sekolah ini memiliki strategi yang dapat membangun sikap disiplin siswa di sekolah yaitu dengan menerapkan buku penghubung dimana buku penghubung ini berisikan tentang sistem point pelanggaran siswa. Sistem ini mengharuskan agar setiap pelanggaran tata tertib sekolah yang dilakukan oleh para siswa diberikan tingkatan point pelanggaran sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan siswa. Sistem point pelanggaran di sekolah dapat berfungsi; (1) sebagai dasar bagi guru dan pelaksana pendidikan lainnya dalam rangka menegakkan tata
tertib sekolah agar selalu ditaati oleh para siswa; (2) sebagai pedoman bagi para guru dan pelaksana pendidikan dalam rangka menentukan nilai kepribadian siswa yang mencakup kelakuan, kerajinan dan kerapian; (3) sebagai pedoman bagi para siswa dalam berbuat, bertindak, bersikap dan bertingkahlaku sesuai tata tertib sekolah dan berusaha untuk menghindari berbagai larangan yang tercantum dalam jenis pelanggaran; dan (4) sebagai sarana kontrol bagi orang tua/wali untuk mengetahui secara objektif tentang kepribadian siswa selama mereka berada di sekolah. Pemberlakuan sistem poin pelanggaran apabila siswa melanggar tata tertib sekolah selama mereka berada dalam lingkungan sekolah, baik ketika sedang belajar, waktu istirahat, waktu di kantin, dan sebagainya. Di lingkungan sekolah di luar jam belajar resmi, termasuk pada kegiatan les (pengayaan) di sore hari atau pada kegiatan ekstrakurikuler yang ditentukan sekolah. Diungkapkan oleh guru kelas yang menyatakan pemberlakuan sistem point berlakubagi siswa yang melanggar aturan sekolah misalnya siswa yang terlambat mengumpulkan tugas mata pelajaran pada jam tersebut akan diberi poin minus sepuluh atau yang tidak mengerjakan PR (pekerjaan rumah) akan mendapat poin minus 30.” Sebaliknya jika siswa rajin mengumpulkan tugas dan mengerjakan pekerjaan rumah maka akan mendapat poin tambahan/plus sesuai tingkatan point. Oleh karena itu penting untuk meningkatkan kinerja tim tata tertib dibantu guru piket dan kepala sekolah, penindaklanjutan administrasi piket dengan mengumpulkan data-data selengkap mungkin, serta meningkatkan hubungan interpersonal antara konselor serta wali kelas dengan siswa yang bermasalah. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dan anlisis dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa strategi yang dilakukan sekolah dalam menanamkan sikap kedisiplinan siswa di sekolah SMPK Angelus Custos II Surabaya yaitu dengan pembiasaan, memberikan contoh/keteladanan kedisiplinan pada diri siswa, dengan menasihati siswa, dengan pemberian reward dan punishment serta dengan menggunakan buku penghubung (sistem point). Dalam melakukan strategi tersebut hubungan interpersonal antara kepala sekolah, guru bimbingan konseling, serta wali kelas dengan siswa terutama siswa yang bermasalah sangat dibutuhkan. Selain itu meningkatkan kinerja tim tata tertib dibantu guru piket dan kepala sekolah dalam menindaklajutkan administrasi piket dengan mengumpulkan data-data
Strategi Sekolah dalam Menanamkan Sikap Kedisiplinan Siswa
selengkap mungkin, serta meningkatkan hubungan interpersonal antara konselor serta wali kelas dengan siswa yang bermasalah
Sugiyono, 2012.Metode Penelitian Bandung: Alfabeta.Cet ke-14
Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan yaitu: (1) untuk meningkatkan hubungan yang baik antara siswa dan sekolah sebaiknya pihak sekolah dapat melakukan komunikasi dan pendekatan secara individual, misalnya dengan memberi nasehat kepada siswa terutama siswa yang bermasalah. Dengan harapan pihak sekolah dapat mengetahui kondisi siswa dapat menghadapi siswa dari keberagaman perilaku siswa; (2) kepada Guru dan Staf Sekolah diharapkan dapat meningkatkan pembiasaan-pembiasaan yang baik terhadap siswa-siswinya, sehingga dengan sendirinya pembiasaan yang diatur bisa menjadi kebiasaan yang dilakukan dengan sendirinya tanpa harus dimarahi atau dihukum; (3) memberikan penyadaran bagi siswa-siswi yang melakukan pelanggaran dengan hukuman sekecil apapun dan memberi penghargaan bagi siswa-siswi yang baik; (4) kepada para siswa diharapkan mampu memahami akan pentingnya penanaman sikap kedisiplinan, memelihara dan menjaga suasana dan kenyamanan di sekolah agar terwujud suasana yang nyaman dan menyenangkan dalam kegiatan belajar mengajar.
Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pengembangan Bahasa, 1989. .Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Sudijono, 2005.Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada Cet,ke-5
Sukitman Tri, 2015. Panduan Lengkap dan Aplikatif Bimbingan Konseling Berbasis Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Diva Press Cet 1 UU RI Nomor 20 tahun 2003, 2003.Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: Sinar Grafika http://subliyanto.worpress.com/2012/12/12/htmldi akses pada 23 April 2015
DAFTAR PUSTAKA Burhan Bungin, 2003.Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 2001Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Edisi ke-3 Iskandar, 2012.Penelitian Tindakan kelas.Jambi : Referensi GP Press Group Jess Feist, Gregory J Feist. 2010. Teori Kepribadian. Edisi 7 Kurniawan, 2013.Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasinya secara terpadu di lingkungan, Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat. Jakarta: Ar-Ruzz Media Kementerian Pendidikan Nasionanl, 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun anggaran 2010. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Poewardarminta,1926.Kamus Umum Indonesia.Jakarta: PN Balai Pustaka
Pendidikan.
Bahasa
1869