STRATEGI PEMBERDAYAAN TATA KELOLA AIR BERBASIS KOMUNITAS DI KABUPATEN BANYUWANGI Anwar, Hadi Makmur,Rebecha Prananta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember Abstrak Penelitian ini penting dilakukan untuk mengidentifikasi pelaksanaan tata kelola air berbasis komunitas dan mengkaji pelaksaan terkait dengan output terhadap pemberdayaan masyarakat. Hasil penelitian mengenai tata kelola air berbasis komunitas di Banyuwangi mengungkapkan pertama, belum adanya kepastian sustainibilitas ketersediaan “sumber air”, hal ini disebabkan karena belum adanya kepastian status dan kepemilikan lahan atas lokasi sumber air yang diambil oleh kelompok komunitas. Kedua, manajemen pengelolaan dan teknologi, yang masih konvensional. Ketiga, kelompok belum melihat air sebagai potensi yang bisa dikembangkan untuk sebesar-besarnya kesejehatreraan dan peningkatan ekonomi. Rekomendasi yang bisa diajukanPertama menginisiasi dan mendorong agar kepastian status dan kelestarian sumber air tercipta. Kedua, pemerintah perlu melakukan pembimbingan manajemen dan teknis agar manajemen dan teknologi dalam pengelolaan air lebih baik. Ketiga, pemerintah dapat mendorong dengan menginisiasi munculnya usaha kelompok untuk memanfaatkan potensi sumber daya air yang ada. Kata kunci: tata kelola air, berbasis komunitas, Kabupaten Banyuwangi.
PENDAHULUAN Air yang dilihat dari sifat alamiahnya merupakan barang “common pool”1, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan memenuhi hak atas air bagi masyarakat. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya No 008/PUU-III/2005, memberi landasan
bahwa
pemerintah,
khususnya
pemerintah
daerah
kota/kabupaten
bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat diwilayahnya. Tetapi kebijakan di Indonesia khususnya kebijakan tentang air belum memenuhi harapan masyarakat.Seperti juga yang terjadi pada negara-negara berkembang lainnya (Frey,1992)2. Dari jumlah penduduk Indonesia, 80 persen belum memiliki akses air mengalir (Sanim,2003)3, 100 juta orang belum terpenuhi kebutuhan air bersih dan sehat
1E.S.
Savas, 1987; Privatization, The Key to Better Government; Chatam House Publishers, Inc.; Catham, New Jersey. 2Ibid. 3ibid
3
per hari yaitu minimal 27,7 liter sehingga rentan sakit (Depkes, 2003)4. Padahal siklus hidrolis alamiah di Indonesia menghasilkan 3.085 miliar m3 per tahun (Alikodra, 2003)5. Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi sumber daya air yang cukup besar. Proses siklus hidrologi air di beberapa tempat mewujud dalam berbagai keadaan. Penanganan sumber daya air yang bersifat fragmented, dimana setiap sektor menangani yang dapat menimbulkan egoisme sektoral, dan tumpang tindih mengenai wewenang dan tanggung jawabnya perlu untuk segera diselesaikan. Sementara itu masyarakat desa dan mayoritas komunitas di pedesaan, berdasarkan sejak lama melakukan pengelolaan sumber daya air yang berbasis pada komunitas lokal. Karena masyarakat sebagai pelaku utama lokal dalam pengelolaan sumber daya air memberikan ruang kekuasaan bagi masyarakat untuk bisa menjaga ekosistem yang berkaitan dengan ketersedian sumber daya air. Model ini menjadi penting bagi perluasan partisipasi warga dalam membahas kebijakan publik mengenai sumber daya air. Model ini bisa diteliti dari kenyataan yang terjadi pada masyarakat, yang secara kultural mereka mampu mengelola kebutuhan air dalam kehidupannya. Sehingga bisa dikembangkan menjadi strategi peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan air berbasis komunitas.
Kebijakan Privatisasi air Upaya untuk mewujudkan kebijakan privatisasi juga dilakukan pada sektor sumber daya air. Konon kebijakan privatisasi ini diawali munculnya prinsip-prinsip dublin (dublin principles), yaitu prinsip kebijakan dan pembangunan di sektor sumber daya air yang dihasilkan dalam international conference on water and the enviorenment pada tahun 1992, di Dublin Irlandia. Dublin Principles berisi empat prinsip yang harus dikedepankan dalam kebijakan dan pembangunan di sektor sumber daya air. Salah satu prinsip dublin adalah air memiliki nilai ekonomi yang menjadikan air sebagai barang ekonomis (water has an economic value in all its competing uses and should be recognized as an economic good).6 Pandangan ini kemudian didorong oleh Bank dunia dan IMF,7 dan 4ibid 5Alikodra,
H.S.2003, Renungan Banjir, http://www.mediaindo.co.id (diakses 19/02/2009) Santono, Menjamin Hak rakyat atas air; kritik atas kebijakan penyediaan air bersih di Indonesia http://www.kruha.org/ page/id/ document_detil/2/11/Paper/Menjamin_Hak_Rakyat_Atas_Air_Kritik_Atas_ Kebijakan_Penyediaan_Air_Bersih_di_Indonesia.html (diakses pada 27 juli 2011) 7Pada tahun 2002 Bank Dunia mempublikasikan hasil evaluasinya yang dilakukan mulai tahun 1998 terhadap kebijakan mereka di sektor sumber daya air dalam dokumen yang berjudul “Bridging Trouble water: Assesing the world Bank’s water Resources strategy”. Sebagai respon 6Hamong
4
agen pembangunan bilateral seperti DFID dan AUSAID, kepada negara penerima bantuan mereka.(Budds & McGranahan, 2003)8Privatisasi yang diusung oleh Bank Dunia pada banyak negara termasuk di Indonesia lebih dikenal dengan istilah Private sector participation (PSP) atau public private partnership (PPP). Pengelolaan Air Berbasis Komunitas Pengelolaan air berbasis komunitas dalam banyak istilah yang digunakan oleh banyak pihak yang selama ini adalah mendorong akses masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air.Yaitu akses masyarakat secara mandiri dalam pengelolaan air yang berkelanjutan dan berkeadilan. Menurut Dudung Darusman (2000)9, pengelolaan berbasis masyarakat mengandung arti bahwa masyarakat dengan segala kemampuan yang adamengatur pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup mereka. Kata basis itu sendiri mengandung makna “alas atau dasar”, sehingga “berbasis komunitas” dalam pengelolaan sumberdaya air mempunyai makna yang lebih mendalam dari hanya sekedar mewujudkan penyediaan air bagi masyarakat atau melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air, melainkan menempatkan masyarakat sebagai aktor utama pengelolaan air.
METODE PENELITIAN Tipe penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif, yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek
penelitian,sehingga akan
terdeskripsikan keadaan obyek penelitian yaitu strategi pemberdayaan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan air berbasis Komunitas di Kabupaten Banyuwangi. Dimana peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa. Penelitian ini dilakukandi Tahun 2015 dengan tujuan, metode, indikator dan bentuk luaran penelitian. Lokasi, Obyek dan Informan Penelitian Penelitian ini dilakukan di kabupaten Banyuwangi. Adapun Obyek penelitian adalah strategi pemberdayaan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan air berbasis Komunitas. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi, namun lebih untuk menyampaikan kedalaman informasi yang diperoleh. Oleh karena itu, pada atas laporan tersebut pada tahun 2003 membuat strategi baru disektor sumber daya air “ water resources sector strategy: strategic direction for world bank engagement’. Lihat dalam Hamong Santono.Op.cit 8Jessica Budds and Gordon McGranahan, Are the debates on water privatization missing the point? Experience from Africa, Asia, and Latin Amerika, Environment & Urbanization Vol.15 No.2 October 2003. 9Dudung Darusman, 2000 ,Pengelolaan Lingkungan Pro Masyarakat Hutan, http://www.ampl.org (diakses 1 januari 2009)
5
penelitian ini tidak menggunakan istilah populasi dan sampel, namun menggunakan informan. Informan dalam penelitian ditentukan secara sengaja, atau dengan kata lain teknik penentuan informan adalah dengan metode purposive (bertujuan) yang dipilih sesuai dengan masalah dan tujuan dalam penelitian tersebut (Sugiyono 2008:218), yaitu orang yang menguasai dan memahami objek penelitian dan mampu menjelaskan secara rinci masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini yang dijadikan informan adalah para stake holders aktor kebijakan dan kelompok masyarakat yang terlibat pengelolaan air berbasis komunitas, juga para ahli yang konsen terhadap masalah pengelolaan air berbasis komunitas, yaitu: 1) BPD dan BAPEMAS, 2) Kepala Desa dislokasi yang terdapat pengelolaan air berbasis komunitas 3)Pengurus HIPAM,4) Tokoh serta kelompok masyrakat yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dengan pengelolaan air berbasis komunitas, 5) Ahli terkait pengelolaan air berbasis komunitas. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut : Pertama, Data primer yaitu data yang diperoleh dari observasi langsung ke lokasi penelitian dan hasil wawancara informan, serta FGD. Kedua, Data sekunder diperoleh dari hasil laporan tertulis (penelaahan dokumen) instansi terkait, pengumpulan literatur, karya-karya tulis serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang ada serta sifatnya mendukung data primer. PEMBAHASAN Deskripsi kepemilikan dan Pemanfaatan Sumber air 1.
Himpunan pemakai air minum Sumberlinu Desa Bulusari Sumber air yang letaknya ada di hutan lindung yang dimanfaatkan oleh
masyarakat desa Bulusari Kecamatan Kalipuro berasal dari dua sumber mata air ditempat yang berbeda dengan jarak lebih kurang 2 dan 3km dari bak penampungan bersama. Dari bak penampungan 1 berjarak lebih kurang 7 km dari bak penampungan 2, yang selanjutnya didistribusikan kepada lebih kurang 1020 kepala keluarga atau 60% dari total 1700 kepala keluarga yang ada di desa Bulusari Kalipuro, yang tersebar di 4 Dusun, yaitu; Dusun Bulupayung, Dusun Krajan, Dusun Kalibendo, dan Dusun Plampang. Berdasarkan pengakuan salah satu pengurus HIPAM dengan mata air sumber linu Desa Bulusari yang diketuai oleh Bapak Syamsi tersebut diketahui beberapa hal, yaitu; (a) belum pernah dilakukan uji baku mutu air dari sumber tersebut; (b) air didistribusikan 6
dari sumber air ke bak penampungan 1, 2 dan kepada warga dengan pipa paralon; (c) sambungan pipa air ke rumah tangga belum memakai meteran air; (d) bila ada sambungan baru untuk rumah tangga baru biaya dibebankan kepada rumah tangga yang bersangkutan; (e) belum ada iuran yang dikenakan kepada setiap keluarga yang memanfaatkan sumber air tersebut; (f) sudah ada pengurus HIPAM sumber linu yaitu Syamsi sebagai ketua, Nahrowi Sekretaris, H. Syarif bendahara, dan Susaimo teknis. Pemeliharaan atas sejumlah infra struktur yang berada pada penguasaan dan dibawah pengendalian HIPAM dibiayai dari iuran yang bersifat insidental sesuai dengan kebutuhan. Harapan dari pengurus HIPAM Sumber linu yang paling utama adalah adanya adanya bantuan pipanisasi besi sepanjang 4 km ukuran 2 dim di beberapa titik rawan longsor untuk menghindari kerusakan infra struktur jaringan pipa yang seringkali terjadi.Asset yang berada dalam kendali HIPAM Sumberlinu meliputi bak penampungan 1 dan 2 serta pipa paralon saluran distribusi, sementara itu keberlangsungan eksistensi sumber air Sumberlinu berada pada penguasaan dan pengendalian PA hutan lindung. Sejumlah 40% sisanya atau 680 kepala keluarga lainnya memanfaatkan mata air Patemon, dam patemon, dan mata air curah banteng yang secara keseluruhan berada pada wilayah penguasaan Perkebunan Patemon Kalibendo. 2.
Himpunan pemakai air minumSumber air Patemon, Dusun Kalibendo Kampung Anyar Glagah Desa Bulusari. Sumber air ini terletak di wilayah perkebunan Petemon yang dimanfaatkan oleh
masyarakat Dusun Bulupayung, desa Bulusari Kecamatan Kalipuro yang didistribusikan kepada lebih kurang 240 kepala keluarga atau 50% dari total 480 kepala keluarga yang ada di Dusun Bulupayung Desa Bulusari Kalipuro. Berdasarkan pengakuan pengurus HIPAM setempat, diketahui beberapa hal, yaitu; (a) pernah dilakukan uji baku mutu air dari sumber tersebut, namun masyarakat dalam hal ini pihak HIPAM belum punya bukti hasilnya karena yang melakukan adalah pihak perhutani; (b) air didistribusikan dari sumber air ke bak penampungan dan selanjutnya kepada warga dengan pipa paralon; (c) sambungan pipa air ke rumah tangga belum memakai meteran air; (d) bila ada sambungan baru untuk rumah tangga baru biaya dibebankan kepada rumah tangga yang bersangkutan; (e) iuran yang dikenakan kepada setiap keluarga yang memanfaatkan sumber air tersebut terbagi menjadi 3 klasifikasi (Rp 3000, Rp 5000, dan Rp 7500 per bulan); (f) sudah ada pengurus HIPAM sumber Patemon; (g) penerimaan yang ada didistribusikan untuk membiayai (biaya operasional, dan biaya pemeliharaan lainnya dengan proporsi yang belum jelas). Asset yang berada dalam kendali HIPAM Dusun Bulupayung meliputi bak penampungan 7
serta pipa paralon saluran distribusi, sementara itu keberlangsungan eksistensi sumber air Patemon berada pada penguasaan dan pengendalian Perkebunan Patemon. Harapan dari pengurus HIPAM Dusun Bulupayung yang paling utama adalah adanya bantuan pipanisasi dan pengadaan meteran air agar penggunaan air lebih efektif dan efisien. 3.
Himpunan pemakai air minum sumber air Lungun Balek, Songgon. Sumber air ini terletak Balek, Songgon yang dimanfaatkan oleh masyarakat
Pengatigan Kecamatan Rogojampi yang
didistribusikan kepada lebih kurang 1826
kepala keluarga. Pemanfaatan sumber air oleh masyarakat setempat dilakukan sejak lama, dan sumber air tersebut selanjutnya dibeli oleh PDAM Rogojampi untuk melayani masyarakat di Kecamatan Rogojampi dengan tetap membiarkan pipa yang dipasang oleh kelompok HIPAM sebelumnya. Berdasarkan pengakuan pengurus HIPAMsetempat, diketahui beberapa hal, yaitu; (a) dilakukan uji baku mutu air sebulan sekali oleh PDAM walaupun masyarakat tidak mengetahui hasilnya; (b) air didistribusikan dari sumber air ke bak penampungan dan selanjutnya kepada warga dengan pipa paralon; (c) sambungan pipa air ke rumah tangga sudah
memakai meteran air sebagai dasar penetapan iuran; (d) bila ada
sambungan baru untuk rumah tangga baru biaya dibebankan kepada rumah tangga yang bersangkutan; (e) iuran yang dikenakan kepada setiap keluarga yang memanfaatkan sumber air tersebut minimal Rp 6000 dan maksimal Rp 12.000 per bulan); (f) sudah ada pengurus HIPAMPengatigan Rogojampi (g) penerimaan yang ada didistribusikan untuk membiayai biaya operasional, dan honorarium petugas dan biaya pemeliharaan lainnya dengan proporsi yang belum jelas.Asset yang berada dalam kendali HIPAM Pengatigan Rogojampi meliputi bak penampungan serta pipa paralon saluran distribusi, sementara itu keberlangsungan eksistensi sumber air Patemon berada pada penguasaan dan pengendalian PDAM Rogojampi. 4.
Himpunan pemakai air minum Mata air Tlemung desa Telemung Kecamatan Kalipuro. Sumber air desa Telemung berasal dari Gunung Meranti. Kepemilikan
pengelolaan air di kelola oleh desa. Kepala desa telemung, Bapak Misdi mengatakan bahwa saat ini pengelolaan air di fokuskan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan air minum. Posisi desa Telemung diatas desa Kelir, sehingga medan yang sulit dan sekitar 25 km dari sumber air di Gunung Meranti. Pipa paralon sejauh 25 km dibangun dari Gunung Meranti ke desa Telemung. Saat ini masih belum ada uji kelayakan atau uji baku mutu air di sumber air tersebut. 8
Saat ini HIPAM di desa telemung melayani 540 KK (Kepala Keluarga) dari total 1800 KK yang ada. Pemasangan meteran air saat ini masih dalam proses pengerjaan, dimana sudah sekitar 400 KK dari 540KK yang sudah dipasang meteran air. Selama ini pada saat pelanggan belum menggunakan meteran, ditetapkan iuran Rp. 10.000/ bulan. Prosentase pendapatan HIPAM tidak hanya untuk desa atau pengelola HIPAM sendiri, namun berdasarkan diatur berdasarkan perdes yang sudah dibuat, yaitu 40% untuk operasional pengurus, 25% untuk pendapatan desa, dan 35% untuk kerusakan dan taktis (dana sosial). 5.
Himpunan pemakai air minum Mata air Sumberbuluh Dusun Krajan Desa Kelir Kecamatan Kalipuro. Sumber air di Desa Kelir Jenggirat adalah mata air Sumber Buluh yang terletak di
dalam kawasan hutan lindung yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa. Sumber air memiliki jarak lebih kurang 3 - 4 Km dari bak penampungan air utama. Dari bak penampungan utama selanjutnya didistribusikan kepada lebih kurang 378 kepala keluarga. Nama HIPAMyang terdapat di Desa Kelir Jenggirat adalah HIPAM Tirta Agung yang berdiri pada tahun 1978. Kepemilikan sumber air di Desa Kelir Jenggirat adalah milik pemerintah desa yang berada dalam naungan BUMdes dan pemanfaatannya untuk seluruh masyarakat desa. Pemanfaatan sumber air di desa ini adalah untuk keperluan rumah tangga dan air minum. Di Desa Kelir Jenggirat terdapat sekitar lebih kurang 2.500 kepala keluarga (KK) dengan jumlah total penduduk sekitar 8.000 jiwa. Dari jumlah total kepala keluarga tersebut, yang hanya bisa menerima manfaat dari HIPAM Tirta Agung adalah sekitar 378 kepala keluarga, dan dari total konsumen ini hanya sekitar 170 kepala keluarga yang mendapatkan fasilitas meteran air. Sementara sisanya yaitu sebanyak 208 kepala keluarga belum menggunakan meteran air, dikarenakan kondisi keuangan organisasi HIPAM di desa ini yang masih sangat minim, sehingga untuk pengadaan meteran ke seluruh konsumen masih sangat terbatas. Berdasarkan pengakuan salah satu pengurus HIPAM Tirta Agung di Desa Kelir Jenggirat yang diketuai oleh Bapak Nahwawi diketahui beberapa hal, yaitu; (a) belum pernah dilakukan uji baku mutu air dari sumber tersebut; (b) air didistribusikan dari sumber air ke bak penampungan utama kepada warga dengan pipa paralon; (c) sambungan pipa air ke rumah tangga ada yang sudah menggunakan meteran air dan ada yang belum memakai meteran air; (d) bila ada sambungan baru untuk rumah tangga baru biaya dibebankan kepada rumah tangga yang bersangkutan; (e) sudah ada iuran yang dikenakan kepada setiap keluarga yang memanfaatkan sumber air tersebut; (f) 9
sudah ada pengurus HIPAM Tirta Agung yaitu Nahwawi sebagai ketua dan Marsugi sebagai sekretaris. Kondisi sarana dan prasarana pengadaan sumber air bersih di Desa Kelir Jenggirat terbilang tidak cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari bentuk pipa paralon yang menghubungkan ke meteran air banyak yang sudah pecah dan rusak. Kondisi ini semakin diperparah dengan kurangnya kesadaran warga desa untuk membayar tagihan air tiap bulannya. Proporsi alokasi penerimaan iuran air yang sudah dilakukan oleh pengurus HIPAM adalah sebanyak 15 % untuk BUMdes, 5 % untuk kebutuhan sosial, 40 % untuk pengurus HIPAM, dan 40 % untuk petugas teknis. 6.
Himpunan pemakai air minum “sumber umbul” HIPAM (Himpunan Pemakai Air Minum) dengan nama “Sumber Umbul” diambil
dari nama lokasi ditemukannya sumber air, yang jaraknyak lebih dari 1 km dari pemukiman warga. Lokasi sumber air tersebut terletak disebuah lahan milik dua orang warga di luar desa Jelun.Warga Jelun membuat kesepakatan dengan pemilik lahan. Warga harus membayar sebanyak Rp 500.000 kepada pemilik lahan tersebut setiap bulan. Sampai saat ini, HIPAM Sumber Umbul desa Jelun baru bisa memenuhi kebutuhan air untuk 300 rumah tangga dari sekitar 600 rumah tangga, dan itu pun hanya di daerah dusun Krajan. Kondisi ini disebabkan karena keterbatasan jumlah debet air dari sumber yang ada dan keterbatasan biaya untuk pembangunan sarana baru. Pengelolaan air minum yang dilakukan HIPAM Sumber Umbul desa Jelun, sejak tahun 2013 telah menggunakan meteran untuk setiap rumah tangga pemakai air. Meteran tersebut difasilitasi oleh pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, melalui program dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPD dan Pemdes). Tetapi karena jumlah program terbatas, maka belum semua rumah tangga memakai meteran. Ada dua sistem pembayaran dalam pengelolaan pemakai air minum. Pertama, sistem yang dikenakan pada warga yang memakai meteran. Besarnya pembayaran atau iuran setiap didasarkan atar jumlah volume ari yang digunakan sesuai yang tertera dalam meteran, yaitu Rp 500 per m³. Sedangkan sistem yang kedua, dikenakan untuk mereka yang belum menggunkan meteran, yaitu Rp 5000per bulan.Semua ketentuan ini telah diatur dalam AD/ART HIPAM Sumber Umbul desa Jelun. AD/ART juga menentukan bahwa iuran yang terkumpul dari pemakai air dialokasikan; 1) Kas HIPAM sendiri sebanyak 30 persen, 2) setoran ke pemerintahan desa 15 persen, 3) biaya perawatan sebanyak 40 persen dan 4) upah atau honor pengurus sebesar 15 persen. 10
Kepemilikan, Karakteristik kelembagaan Pengelola air, dan Pelayanan. Dari 6 kelompok masyarakat pengelola air yang dijadikan informan sampel yang diambil secara purposif diketahui bahwa sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa (bentuknya pengurus HIPAM) maupun yang dikelola oleh BUMDes berada dalam kepemilikan PA (hutan lindung), atau milik perkebunan, atau milik Pemdes, atau bahkan milik atau berada di lahan pribadi. Sudut pandang tentang pentingnya pemilik asset (pemilik sumber air) dengan pemanfaat sumber air (HIPAM, BUMDes, dan PDAM) dapat saja berbeda. Pengembangan infrastruktur pemanfaatan air dapat tidak efektif manakala tidak disertai dengan adanya komitmen untuk pelestarian sumber air dari pemilik sumber air. Sementara itu dilihat dari kelembagaan pengelola air diketemukan berbagai bentuk, misalnya PDAM Rogojampi yang berbagi dengan HIPAM setempat, BUMDes di Desa Kelir, dan HIPAM Temlung. Dari sudut pandang kapasitas organisasional dan kelembagaan dikaitkan dengan aspek pelayanan kepada masyarakat pengguna air, maka PDAM tidak menghadapi masalah terutama apabila dikaitkan dengan standar layanan, mekanisme dan prosedur layanan, standar perilaku karyawan, teknologi yang diterapkan untuk menjamin ketersediaan air minum yang memenuhi baku mutu. Namun bagi BUMDes, dan terutama HIPAM kapasitas kelembagaan yang mampu menyediakan pelayanan penyediaan air yang cukup memenuhi baku mutu dengan standar mekanisme dan prosedur yang terstandardisasi belum sepenuhnya dapat berjalan. Dalam formatnya yang paling sederhana HIPAM belum memiliki AD dan ART, mekaisme dan prosedur pengambilan keputusan organisasi yang baku, masa jabatan, suksesi. HIPAM sebagai organisasi pengelola layanan air bagi rumah tangga juga belum memiliki standardisasi pelayanan yang tertulis, baik yang berkaitan dengan prosedur pelayanan maupun kualitas layanan airnya. Semua mekanisme organisasional dan SOP pelayanannya masih berdasarkan norma-norma umum yang bersifat tidak tertulis. Hal ini dapat menjadi keunggulan manakala dinamika masyarakat terutama yang berkaitan dengan ketaatannya pada norma sosial masih sangat tinggi. Namun apabila fragmentasi ketaatan pada norma sosial, susila cukup tajam maka ketiadaan norma-norma tertulis yang mewujud dalam AD dan ART maupun standar pelayanan dapat berpotensi memunculkan ketidak puasan bagi masyarakat pengguna air. Selanjutnya berkaitan dengan diperlukannya standar baku mutu tentang air yang dikelola oleh HIPAM tentu membutuhkan investasi teknologi dan SDM yang besar, kecuali manakala beberapa aspek urusan yang tidak mampu dillakukan oleh HIPAM dapat dilakukan dan bersinergi dengan lembaga lain secara kolaboratif. 11
Strategi Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Air Berbasis Masyarakat Analisis kajian penelitian ini bukan difokuskan pada pengelolaan air yang dilakukan oleh BUMD (PDAM), maupun yang dilakukan oleh BUMDes, karena sesungguhnya dua aransemen kelembagaan penyedia air di atas tentu sudah memiliki rencana strategis pengembangan usaha (strategic business plan) yang memadai. Tetapi fokus pada HIPAM yang merupakan organisasi sosial kemasyarakatan.model logis dalam kerangka strategi pemberdayaan komunitas pemakai air dapat digambarkan seperti gambar di bawah. Ada beberapa persoalan yang teridentifikasi dari hasil penelitian, pertama dari sisi input sumber air, yaitu; belum adanya kepastian sustainibilitas ketersediaan “sumber air”, hal ini disebabkan karena belum adanya kepastian status dan kepemilikan lahan atas lokasi sumber air yang diambil oleh kelompok komunitas. Ada beberapa kelompok komunitas yang menggunakan model perjanjian dengan pemilik lahan, tetapi bentuknya masih bersifat verbal “saling percaya”. Faktor lain adalah kondisi lingkungan hidup di sekitar sumber air yang masih rentan adanya kerusakan seperti longsor dan penebangan pohon. Karena belum adanya status lahan atas lokasi sumber, maka hingga saat ini pelum ada upaya yang serius untuk menjaga lingkungan alam di lokasi sumber. Kedua, manajemen pengelolaan dan teknologi, yang masih konvensional. Kondisi ini menjadikan pengelolaan air yang tidak profesional dan mengurangi kualitas layanan bagi warga sehingga sering menimbulkan friksi-friksi sosial. Selain itu juga adanya ketidakefesienan dalam penggunaan air. Dari sisi pengelolaan, beberapa kelompok belum memiliki pedoman ketentuan seperti Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga kelompok dan arah kebijakan pengelolaan air, untuk perawatan dan pengembangan jaringan. Begitu juga dari sisi teknologi masih banyak yang belum menggunakan perpipaan sesuai dengan prinsip-prinsip teknologi jaringan air dan meteran.sehingga kapasitas debit air yang diterima tidak maksimal serta muncul ketidakadilan dalam pemakaian air. Ketiga, kelompok belum melihat air sebagai potensi yang bisa dikembangkan untuk sebesar-besarnya kesejehatreraan dan peningkatan ekonomi. Air masih dianggap sebagai “karunia tuhan yang melimpah” yang tidak harus dikelola untuk pengembangan dan keberlanjutan kehidupan mereka. Air belum dimaknai sebagai aset sosial ekonomi. Makna atas air seperti ini akan model warga dalam memanfaatkan dan menggunakan air. Air masih sebatas untuk kebutuhan mandi dan minum dan kebutuhan rumah tangga dan belum memberikan nilai tambah bagi ekonomi warga. 12
Oleh karena itu perlu upaya yang dilakukan baik itu oleh pemerintah daerah.Pertama menginisiasi dan mendorong agar kepastian status dan kelestarian sumber air tercipta. Hal ini bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu, 1) memfasilitasi adanya bentuk kerja sama kelompok dengan pemilik lahan baik itu yang dimiliki oleh pemerintah desa atau individu yang dapat diterima dan sah secara hukum baik adat maupun formal. 2) memberikan bantuan atau semacam hibah untuk lahan dimana ada potensi sumber air bagi komunitas. Sementara itu perintah juga perlu membuat program yang mendorong agar muncul upaya warga untuk pelestarian lingkungan alam disekitar lokasi-lokasi sumber air, bisa dengan memberikan insentif dan bentuk penghijauan lokasi sumber air.Kedua, pemerintah perlu melakukan pembimbingan manajemen dan teknis agar manajemen dan teknologi dalam pengelolaan air lebih baik. Hal ini bisa dilakukan dalam bentuk pelatihan dan pembimbingan manajemen, dan teknik. Pemerintah juga dapat memberikan stimulus untuk pembangunan sarana jaringan, seperti pipa dan meteran. Selain itu pemerintah perlu menginisiasi dan melakukan kontrol atas mutu baku air, dengan secara rutin memeriksa kualitas dan kesehatan air, untuk memberikan jaminan bahwa air minum warga komunitas sehat dan layak untuk dikonsumsi. Ketiga, pemerintah dapat mendorong dengan menginisiasi munculnya usaha kelompok untuk memanfaatkan potensi sumber daya air yang ada. Seperti munculnya koperasi masyarakat pemakai air umum, yang usahanya nanti bisa dikembangankan dalam bentuk bisnis-industir kecil berbasis air minum. Bentuk strategi untuk pemberdayaan pengelolaan air berbasis komunitas secara ringkas dapat dilihat dalam gambar bagan dibawah.
13
Gambar 1: Model Strategi Pemberdayaan Pengelolaan Air berbasis Komunitas
PEMERINTAH
PRIVATE
PENUTUP Ada tiga bentuk strategi pemberdayaan
untuk meningkatkan kapasitas
pengelolaan air berbasis Komunitas di Kabupaten Banyuwangi, yaitu; pertama, Pemberdayaan manajemen dan teknis pada pengurus/SDM kelompok untuk meningkatkan profesionalitas, akuntabilitas, dan inovasi manajemen-teknologiberbasis air. Kedua, Fasilitasi untuk keberlanjutan atas sumber air. Ketiga, Mendorong peningkatan partisipasi warga dan peran serta kelompok-kelompok lain untuk keberlanjutan dan pengembangan teknologi pengelolaan air.
14
DAFTAR PUSTAKA A.George Larbi, 1999, “the new public management approach and crisi state” UNRISD discussion paper, no 112, united nation research institute for social development, http://www.pogar.org/publications/other/unrisd /dp112.pdf diaksek 20 november 2011. Alikodra, H.S.2003, Renungan Banjir, http://www.mediaindo.co.id (diakses 19/02/2009). Barlow, M & Clarrke, T, 2002, Blue gold: the Figt to Stop Corporate Theft of the word water, New York. hal.104. Beth r. Crisp, Hal swerissen and Stephen J. Duckett, 2000; Four approaches to capacity building in health: consequences for measurement and accountability; Health Promotion International Vol. 15, No. 2 © Oxford University Press 2000. Bruno S Frey, barang publik (public goods), dalam Adam Kuper & Jessica Kuper (editor), 2000, ensiklopedia Ilmu-ilmu sosial (terj), Rajawali Pers, Jakarta. Hal.873. Denhardt and denhardt, 2003, The new public service,serving not steering, M.E Sharpe.inc, New York. Hal.34. Dudung Darusman, 2000,Pengelolaan Lingkungan http://www.ampl.org (diakses 1 januari 2009).
Pro
Masyarakat
Hutan,
E.S. Savas, 1987; Privatization, The Key to Better Government; Chatam House Publishers, Inc.; Catham, New Jersey. Esman, Milton J., Uphoff, Norman T; 1984; Local Organizations Intermediaries in Rural Development; Cornell University Press; Ithaca and London. Fabby Tumiwa dan Hamong Santono, 2006, Melepas Tanggung jawab negara demi investasi; gagasan dan aktor dalam privatisasi listrik dan air di indonesia. H.G.Frederickson,1984, Administrasi Negara Baru (terj), LP3ES, Jakarta. Hal 58. Hadipuro, 2003, Kebijakan Privatisasi untuk Pelayanan Air Bersih, http://www.ampl.org (diakses 1 januari 2009). Hamong Santono, menggugat praktek privatisasi air di Indonesia, ASASI edisi september-oktober.2010.Penerbit ELSAM, Jakarta. Hamong Santono, Menjamin Hak rakyat atas air; kritik atas kebijakan penyediaan air bersih di Indonesia http://www.kruha.org/ page/id/ document_detil/2/11/Paper/Menjamin_Hak_ Rakyat_Atas_Air_Kritik_Atas_ Kebijakan_Penyediaan_Air_Bersih_di_Indonesia.html (diakses pada 27 juli 2011). Hanafi,Imam, 2007, Model Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Privatisasi Air Bersih; studi kasus di Batu, Jawa timur, Jurnal Ilmial Adminstrasi Publik, vol 9. No.1, September 2007,LPD-FIA Unbraw, Malang. Heidenheimer dkk, 1990, comparatif public policy: the politic of social choice in America, Europe and Japan, St Martin Press, New York. Indra Kesuma Nasution, 2009, Bank dunia & politik privatisasi air di Indonesia, dalam Jurnal Politeia.Vol.1/no.2/juli 2009.hal 77. Jessica Budds and Gordon McGranahan, Are the debates on water privatization missing the point? Experience from Africa, Asia, and Latin Amerika, Environment & Urbanization Vol.15 No.2 October 2003.
15
Joseph Stiglitz, 1998, Redefining the role of the state: waht should it do? How should it do it? And how should these decision is made?, The world Bank Peresentation on Tenth Anniversary of MITI Research Institute, Tokyo Japan. Khourul muluk, 2007, menggugat partisipasi publik dalam pemerintahan derah, sebuah kajian dengan pendekatan berfikir sistem, LPD FIA-Unbraw dan Bayumedia, Malang. Lindblom C.E, 1979,’ still Muddling thought’, Public adminstration Review,39(6): 517525. Marwan Batubara, Menggugat-Penjajahan-Sumberdaya Air Dengan Modus Privatisasi dalam http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/menggugat-penjajahansumberdaya-air-denganmodus-privatisasi.htm diakses 10 februari 2011. Mudji Sutrisno & Hendar Putranto (editor), 2005, Teori-teori Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta. Mueller D,1989, Public choce, Cambridge univercity press, Cambridge. Narayan, D. 1999. Bonds and Bridges; Social Capital and Poverty. Washington DC. World Bank. Raharjo dan Pradhan, 2003, Partisipasi Pengelolaan Lingkungan berbasis masyarakat, http://www.ampl.org (diakses 1 januari 2009). Sanim,B, 2003, Ekonomi Sumber Daya Air dan Manajemen Pengembangan sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik, IPB, Bogor. Santosa,I, 2005, Serangan Virus di Jantung Industri Air Mineral, Kompas,14/05/05. Slamet Widodo, 2008, Kelembagaan, Modal sosial Dan Pembangunan dalam http://learning-of.slametwidodo.com/2008/02/01/kelembagaan-kapital-sosial-danpembangunan/(diakses 20 januari 2011). Suherman, 2004, Menyelamatkan Air dari kuasa korporasi, http://www.ampl.org (diakses 1 januari 2009). Teguh Kurniawan,2007, Pergeseran paradigma administrasi publik; dari perilaku model kalsik dan NPM ke good governance dalam JIANA jurnal ilmu adminstrasi negara, volume 7,1 januari 2007.hal 52-70. Uphoff, Norman. 1986. Local Instutional Development; An Alatical Sourcebook. West Hartford. Kumarian Press. Vandana Shiva, 2003, Water War (terj),Penerbit Walhi, Yogyakarta. Wayne Parson, 2005, Public Policy;pengantar teori dan praktik analisis kebijakan, prenada media, jakarta. Willner dan Parker ,2002, dalam Raharjo dan Pradhan, 2003, Partisipasi Pengelolaan Lingkungan berbasis masyarakat, http://www.ampl.org (diakses 1 januari 2009). Zhunuwanus Ghulam Manar, Krisis Kekuasaan negara dibalik privatisasi Air dalam http:// eprints.undip.ac.id/878/1/Krisis_kekuasaan_negara_di_balik_ privatisasi_air_revised.pdf (diakses 20 september 2011). ___________,Peraturan Menteri PU No.294/PRT/M2005 tentang Badan Pendukung Sistem Penyediaan Air Minum. ___________,PP No.16 Tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). ___________,TVRI, 25/10/2008. 16
___________,Undang-undang nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air. ___________,UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air.
17