Pelita Perkebunan 28 (3) 2012, 123-135 Stabilitas daya hasil klon-klon harapan kakao tahan hama penggerek buah kakao
Stabilitas daya hasil klon-klon harapan kakao (Theobroma cacao L.) tahan hama penggerek buah kakao Yield stability of the promising cocoa (Theobroma cacao L.) clones resistant to cocoa pod borer Agung Wahyu Susilo1*), Indah Anita-Sari1), Sobadi1), I Ketut Suwitra2), dan Nurlia2) 1) 2)
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Jl. Lasoso No. 62 Biromaru Palu. *) Alamat penulis (corresponding author):
[email protected] Naskah diterima (received) 4 Juni 2012, disetujui (accepted) 11 Oktober 2012.
Abstrak Perakitan bahan tanam kakao tahan hama penggerek buah kakao (PBK) telah dilakukan melalui eksplorasi dan seleksi genotipe tahan di daerah endemik serangan. Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi stabilitas daya hasil klonklon harapan tahan PBK sebagai tindak lanjut hasil eksplorasi dan seleksi. Penelitian dilaksanakan di Sidondo, Sulawesi Tengah yang merupakan daerah endemik PBK. Perlakuan terdiri atas 25 klon kakao yang ditanam dengan cara sambung samping dalam susunan rancangan acak kelompok lengkap, dan pada setiap perlakuan terdapat empat ulangan. Evaluasi daya hasil dan ketahanan PBK dilakukan selama empat tahun masa tanaman berbuah (2008-2011) berdasarkan peubah produksi (kg/phn) dan persentase biji lengket. Stabilitas daya hasil tanaman dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh nyata jenis klon, dan musim (tahun) terhadap produksi dan persentase biji lengket, sedangkan pengaruh interaksi nyata hanya terhadap produksi. Klon-klon materi percobaan memiliki nilai minimum (Q+, Q-) yang lebih kecil dibandingkan nilai kritis (4,23) menunjukkan bahwa interaksi klon-tahun tidak terjadi secara kualitatif. Hasil pengelompokan kelas ketahanan PBK, klon harapan tahan PBK ARDACIAR 10 dan KW 514 termasuk kelompok tahan dan moderat tahan, dengan rerata persentase biji lengket masing-masing sebesar 37,4 dan 45,1%. Klon-klon tersebut memiliki rerata produksi masing-masing sebesar 1,67 dan 1,73 kg/phn. Daya hasil ini lebih rendah dibandingkan Sulawesi 01 dan Sulawesi 02, namun perbandingan tingkat produksi pada kondisi terserang PBK menunjukkan tingkat produksi yang sebanding dengan klon unggul Sulawesi 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04. Berdasarkan hasil tersebut maka klon ARDACIAR 10 dan KW 514 telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai klon anjuran tahan PBK, berturut-turut dengan nama Sulawesi 03 dan ICCRI 07. Kata kunci: Theobroma cacao, stabilitas, daya hasil, hama penggerek buah kakao.
Abstract Breeding for cocoa pod borer (CPB) resistance has been carried out by exploring and selecting promising genotypes in endemic area. This research aimed to follow up the results by assessing yield stability of the promising clones before being released as appropriate clonal planting materials for farmers.
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
123
Susilo et al.
This trial was established in Sidondo, Central Sulawesi of the endemic area. Twenty five clones propagated by side grafting were laid in the randomized completely block design with four replications. Yield and CPB resistance were recorded for four years of harvesting period (2008-2011) using the parameter of yield component and percentage of unextractable beans. Yield stability was analyzed in term of qualitative approach. The results indicated that yield and resistance were significantly affected by the factors of clone and season (year) then a significant effect of the interaction confirmed for yield. All of the tested clones had a minimum value of (Q+ , Q-) less than critical value (4.23) performing a non-qualitative clone-year interaction. The tested clones were grouped for the resistance to CPB that classify the promising clones of ARDACIAR 10 and KW 514 belong to the group of resistant and moderate resistant, respectively, with the mean of unextractable beans of 37.4% and 45.1%. Yield potency of those clones were 1.67 and 1.73 kg/tree less than Sulawesi 01 and Sulawesi 02 but the comparison analysis of the yield in case of CPB infesting indicated similar value of actual yield with the recommended clones of Sulawesi 02, ICCRI 03 and ICCRI 04. Furthermore, in respecting to the results, ARDACIAR 10 and KW 514 were released by Ministry of Agriculture, Republic of Indonesia as clonal planting materials renamed with Sulawesi 03 and ICCRI 07, respectively. Key words: Theobroma cacao, stability, yield, resistance, cocoa pod borer.
PENDAHULUAN Hama penggerek buah kakao (PBK, Conopomorpha cramerella (Snell.)) hingga kini masih menjadi masalah utama dalam budidaya kakao di Indonesia. Hama PBK sudah teridentifikasi keberadaannya sejak tahun 1860 di Sulawesi (Wardoyo, 1980) kemudian menyebar ke wilayah Pulau Jawa dan kali pertama ditemukan di Jawa Tengah tahun 1895 (Anonim, 1987) kemudian PBK menjadi hama utama pada perkebuan kakao di Jawa pada awal tahun 1900-an selain hama Helopeltis (van Hall, 1914). Dengan demikian permasalahan hama PBK sudah dijumpai lebih dari satu abad namun hingga kini belum tersedia bahan tanam kakao anjuran tahan PBK. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mendapatkan bahan tanam kakao tahan PBK adalah melalui eksplorasi dan seleksi genotipe tahan di daerah endemik serangan guna mencari peluang adanya genotipe tahan di antara populasi pertanaman kakao hibrida. Pengembangan kakao secara besar-besaran
sejak awal tahun 1980-an secara langsung berdampak pada peningkatan jumlah populasi kakao di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk seleksi genotipe unggul, termasuk genotipe tahan PBK. Pendekatan seleksi pada populasi kakao berhasil diterapkan untuk mendapatkan genotipe tahan penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytopthora megakarya di Guiana Perancis (Paulin et al., 2008) dan di Kamerun (Efombagn et al., 2007). Pendekatan ini juga berhasil diterapkan untuk mendapatkan genotipe kakao tahan PBK di Indonesia sehingga diperoleh beberapa klon harapan tahan PBK, yaitu KW 514 dan ARDACIAR 10 (Susilo et al., 2004; 2006; 2009). Interaksi genotipe dan lingkungan didefinisikan oleh Yang & Baker (1991) sebagai bentuk perbedaan antargenotipe dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya. Dengan demikian analisis stabilitas daya hasil dan ketahanan PBK perlu dilakukan guna mengetahui stabilitas ekspresi
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
124
Stabilitas daya hasil klon-klon harapan kakao tahan hama penggerek buah kakao
sifat-sifat unggul dimaksud pada kondisi lingkungan yang berbeda sebelum klonklon harapan tersebut dianjurkan kepada petani. Ekspresi sifat ketahanan hibrida kakao terhadap serangan penyakit busuk buah (P. palmivora) stabil antar tahun pengamatan (Saul-Maora & Namailu, 2003). Hal ini dapat digunakan sebagai referensi untuk menduga bahwa sifat ketahanan kakao terhadap PBK juga tidak terpengaruh oleh perbedaan kondisi musim maupun lokasi. Penelitian ini merupakan tahap akhir dari rangkaian kegiatan eksplorasi dan seleksi klon tahan PBK di Indonesia yang merupakan rintisan dalam pemuliaan ketahanan PBK dan akan dijadikan acuan dalam tahapan pemuliaan selanjutnya. Tulisan ini mengulas hasil evaluasi stabilitas daya hasil dan ketahanan PBK klon-klon hasil seleksi tersebut sehingga diketahui jenis klon tahan PBK yang dapat direkomendasikan sebagai bahan tanam anjuran. Pengembangan bahan tanam kakao tahan PBK merupakan yang pertama di Indonesia maupun di negara-negara wilayah Asia Pasifik yang juga menghadapi masalah serangan PBK.
BAHAN DAN METODE Materi Genetik Bahan Tanam Klon-klon materi percobaan merupakan genotipe hasil eksplorasi dan seleksi dari berbagai daerah di Indonesia berdasarkan kriteria ketahanan PBK, potensi daya hasil dan mutu hasil. Beberapa klon di antaranya telah dievaluasi sifat ketahanannya terhadap PBK, seperti ARDACIAR 10 dan KW 514 yang dilaporkan bersifat tahan PBK, serta beberapa klon lain yang dilaporkan bersifat rentan PBK digunakan sebagai kontrol (Susilo et al., 2004; 2006). Total materi genetik yang diuji sebanyak 25 klon (Tabel 1).
Rancangan Percobaan Percobaan dilaksanakan di Desa Sidondo, Kabupaten Sigi Biromaru, Provinsi Sulawesi Tengah (52 m dpl., tipe iklim C menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson). Pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah Sulawesi merupakan salah satu daerah yang pertama kali terserang PBK dan hingga kini masih berstatus sebagai daerah endemik PBK yang ditunjukkan oleh infestasi PBK yang tergolong tinggi. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap dengan empat blok sebagai ulangan, setiap plot ditanami empat sampai dengan enam tanaman yang diperbanyak dengan sambung samping. Evaluasi ketahanan PBK mulai dilakukan saat tanaman berumur tiga tahun sejak penyambungan atau tahun pertama masa tanaman berbuah. Peubah pengamatan yang diukur meliputi persentase biji lengket akibat PBK per buah dan jumlah buah per pohon pada interval waktu satu bulan, kemudian dilakukan pengamatan komponen daya hasil antara lain jumlah biji per buah, berat per biji kering, dan kadar kulit biji. Pengamatan peubah persentase biji lengket menggunakan sampel buah yang diambil sebanyak 10 buah per plot. Evaluasi dilakukan selama kurun waktu empat tahun masa tanaman berbuah tahun 2008-2011 sehingga perbedaan data antartahun dianggap sebagai perbedaan data antarmusim. Penghitungan tingkat produksi tanaman (kg/pohon) berdasarkan asumsi bahwa buah tidak terserang PBK kemudian dilakukan penghitungan tingkat produksi aktual dengan cara mengurangi rerata produksi tersebut dengan nilai rerata persentase biji lengket akibat PBK. Klasifikasi mutu fisik biji berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu mutu AA (maksimum 85 biji per 100 g) atau 1,17 g per biji, A (86-100
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
125
126
ICCRI 03
ICCRI 04
Sulawesi 01
Sulawesi 02
Bal 209
Sausu Piore
Pengawu
KPC 1
KPC 2
Na 32
Na 33
Pound 7
KKM 22
Paba/I/Pbrk
Paba/VIII/78B/2
Toli-toli
Nob 1
Nob 3
HF 2
HF 3
Paba/IX/90O/2
Paba/V/81L/1
ARDACIAR 10
ARDACIAR 25
ARDACIAR 26
KW 30
KW 48
KW 162
KW 163
KW 165
KW 215
KW 216
KW 264
KW 265
KW 396
KW 397
KW 403
KW 422
KW 514
KW 516
KW 524
KW 525
KW 527
KW 528
KW 529
KW 564
KW 566
KW 570
KW 571
KW 572
Klon Clones
Nomor aksesi
Accession number
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012 Eksplorasi di Sulawesi Tengah (Exploration in Central Sulawesi)
Eksplorasi di Sulawesi Tengah (Exploration in Central Sulawesi)
Eksplorasi di Sulawesi Selatan (Exploration in South Sulawesi)
Eksplorasi di Sumatra Utara (Exploration in North Sumatra)
Eksplorasi di Sumatra Utara (Exploration in North Sumatra)
Eksplorasi di Kalimantan Timur (Exploration in East Kalimantan)
Eksplorasi di Kalimantan Timur (Exploration in East Kalimantan)
Eksplorasi di Kalimantan Timur (Exploration in East Kalimantan)
Eksplorasi di Kalimantan Timur (Exploration in East Kalimantan)
Eksplorasi di Sulawesi Tengah (Exploration in Central Sulawesi)
Eksplorasi di Sumatra Utara (Exploration in North Sumatra)
Eksplorasi di Sumatra Utara (Exploration in North Sumatra)
Introduksi (Introduced clone)
Introduksi (Introduced clone)
Introduksi (Introduced clone)
Introduksi (Introduced clone)
Eksplorasi di Jawa Timur (Exploration in East Java)
Eksplorasi di Jawa Timur (Exploration in East Java)
Eksplorasi di Sulawesi Tengah (Exploration in Central Sulawesi)
Eksplorasi di Sulawesi Tengah (Exploration in Central Sulawesi)
Introduksi (Introduced clone)
Introduksi (Introduced clone)
Introduksi (Introduced clone)
Seleksi (Selection)
Seleksi (Selection)
Origin
Asal usul
Table 1. List of cocoa clones tested for stability performance on yield and CPB resistance in Central Sulawesi
Tabel 1. Daftar klon kakao bahan percobaan pengujian stabilitas dayahasil dan ketahanan PBK di Sulawesi Tengah
Rentan PBK (Susceptible to CPB)
Rentan PBK kontrol (Susceptible to CPB as control)
Tahan PBK (Resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Rentan PBK, kontrol (Susceptible as control)
Tahan PBK (Resistant to CPB)
Produksi tinggi (High yielding)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Diduga tahan PBK (Potentially resistant to CPB)
Produksi tinggi (High yielding)
Produksi tinggi (High yielding)
Klon direkomendasi (Recommended clone)
Klon direkomendasi (Recommended clone)
Note
Keterangan
Susilo et al.
Stabilitas daya hasil klon-klon harapan kakao tahan hama penggerek buah kakao
biji per 100 g) atau 1,16-1,0 g per biji, B (101-110 biji per 100 g) atau 0,99-0,90 g per biji, C (111 - 120 biji per 100 g) atau 0,90-0,83 g per biji, dan S (>120 biji per 100 g) atau <0,83 g per biji. Pengukuran kadar lemak biji berdasarkan sampel biji per klon tanpa pengulangan kemudian dilakukan pembacaan dengan sinar infra merah melalui bantuan alat spektrofotometer (Photo System II 6500 scanning spectrophotometer, NIR Systems Inc. Silver Springs MD) pada rentang panjang gelombang 400-2500 nm interval 2 nm. Kalibrasi terhadap alat tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur partial least square regression yang telah dimodifikasi. Data kadar lemak biji kakao diklasifikasikan berdasarkan kategori tinggi (>55%), sedang (52,3-55%), dan rendah (52,2%) menurut Khan et al. (2008).
Analisis Data Analisis ragam data dilakukan terhadap peubah persentase biji lengket dan produksi hasil pengamatan selama empat tahun menggunakan program statistical analysis system (SAS) versi 9.1. (SAS, 2004) kemudian dilanjutkan analisis stabilitas berdasarkan pendekatan kualitatif menurut Gail & Simon (1985). Untuk data produksi dan pengelompokan kelas ketahanan PBK digunakan metode fastcluss untuk data
persentase biji lengket. Perbedaan rerata antarperlakuan untuk data nilai buah dan berat biji kering dianalisis dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) aras 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa klon-klon yang termasuk unggulan tahan PBK adalah KW 514 dan ARDACIAR 10 (Susilo et al., 2009), maka interpretasi hasil penelitian ini akan dititikberatkan pada evaluasi keragaan kedua jenis klon tersebut yang dibandingkan dengan keragaan klon-klon unggul lain, seperti Sulawesi 01, Sulawesi 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04. Perbandingan tingkat daya hasil antara klon-klon tahan PBK dengan klonklon unggul tersebut akan digunakan sebagai dasar pertimbangan penentuan klon-klon tahan PBK tersebut layak atau tidak layak direkomendasikan sebagai bahan tanam anjuran.
Stabilitas Ketahanan PBK Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata faktor jenis klon dan musim (tahun) terhadap peubah persentase biji lengket, namun keragaan ketahanan PBK tidak dipengaruhi oleh interaksi antara klon dan musim (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan
Tabel 2. Rerata kuadrat peubah persentase biji lengket dan produksi tanaman (kg/phn) selama empat tahun pengamatan (20082011) pada percobaan uji stabilitas klon-klon harapan tahan PBK di Sulawesi Tengah Table 2. Mean square of variables of percentage of unextractable beans and yield (kg/tree) of the promising resistant clones to CPB tested in Central Sulawesi for four years (2008-2011) Sumber keragaman
Derajat bebas
Produksi per pohon
Persentase biji lengket
Source of variation
Degree of freedom
Yield per tree
Percentage of unextractable bean
24
6.09*
1,800.51 *
3
9.27
*
9,146.81 *
72
1.36
*
375.43ns
Galat (Error)
300
0.60
275.15
Jumlah (Total)
399
-
-
Klon (Clone) Tahun (Year) Klon x Tahun (Clone x Year)
Keterangan (notes): * nyata (significant),
ns
tidak nyata (not significant) pada taraf 5% (at 5%)
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
127
Susilo et al.
bahwa ekspresi ketahanan PBK hanya ditentukan oleh faktor genetik tanaman atau oleh adanya perubahan musim (tahun) dan tidak ada pengaruh interaksi antarkedua faktor tersebut. Laporan Teh et al. (2006) juga menyebutkan adanya perbedaan intensitas serangan PBK antarklon dan antarmusim di Sabah, Malaysia. Perbedaan
intensitas serangan PBK diduga juga tidak dipengaruhi oleh kemungkinan adanya perbedaan genetik serangga PBK sebab keragaman genetik C. cramerella di wilayah Kepulauan Nusantara (Malay Archipelago) termasuk rendah (Shapiro et al., 2008). Di sisi lain Egesi et al. (2009) melaporkan bahwa meskipun ditemukan adanya pengaruh
Tabel 3. Persentase biji lengket klon-klon materi percobaan yang dievaluasi selama empat tahun pengamatan produksi (2008-2011) di Sulawesi Tengah Table 3. Percentage of unextractable bean of the tested clones evaluated during four years of harvest periods (2008-2011) in Central Sulawesi Nomor aksesi Accession number
Klon Clones
Tahun (Year) 2008 2009 2010 2011 Persentase biji lengket (Percentage of unextractable beans)
Rerata*) Mean
KW 30
ICCRI 03
48.37
40.77
62.75
58.33
52.56 C
KW 48
ICCRI 04
75.50
36.35
84.90
69.59
66.58 B
Sulawesi 01
72.98
35.07
72.48
64
61.13 B
Sulawesi 02
66.16
68.25
67.42
71.09
68.23 A
KW 165
Bal 209
69.45
50.89
62.56
48.33
57.81 C
KW 215
Sausu Piore
62.02
28.07
86.29
66.60
60.75 B
KW 216
Pengawu
62.96
39.15
73.14
54.74
57.50 C
KW 264
KPC 1
64.27
31.58
44.10
49.69
47.41 D
KW 265
KPC 2
76.95
50.04
72.37
56.74
64.03 B
KW 396
Na 32
62.43
19.92
67.44
28.51
44.57 D
KW 397
Na 33
40.30
31.89
43.08
52.71
41.99 E
KW 403
Pound 7
69.07
43.46
72.20
60.62
61.34 B
KW 422
KKM 22
51.01
54.73
78
47.94
57.92 C
KW 514
Paba/I/Pbrk
53.41
25.51
52.82
48.50
45.06 D
KW 516
Paba/VIII/78B/2
83.20
60.36
84.48
49.89
69.48 A
KW 524
Toli-toli
60.92
48.50
66.89
72.11
62.11 B
KW 525
Nob 1
67.74
63.72
89.06
87.71
77.06 A
KW 527
Nob 3
66.50
48.05
64.41
68.35
61.83 B
HF 2
64.74
69.17
78.82
70.06
70.70 A
HF 3
65.20
46.45
72.59
64.78
62.26 B
Paba/IX/90O/2
91.72
69.93
89.64
69.15
80.11 A
KW 566
Paba/V/81L/1
42.13
50.01
60.39
50.73
50.81 C
KW 570
ARDACIAR 10
35.78
36.97
48.29
28.67
37.43 E
KW 571
ARDACIAR 25
63.01
54.96
61.12
51.59
57.67 C
KW 572
ARDACIAR 26
44.63
52.89
66.79
38.45
50.69 C
Rerata (Mean)
62.42
46.27
68.88
57.15
KW 162 KW 163
KW 528 KW 529 KW 564
Keterangan (notes): *)Angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf sama merupakan satu kelompok hasil analisis gerombol dengan metode fastcluss. Notasi A kelompok sangat rentan (68,23%), B kelompok rentan (60,75 <68,23%), C kelompok moderat rentan (50,81 - <60,75%), D kelompok moderat tahan (44,57 - <50,81%), dan E kelompok tahan (<44,57%) (Numbers in the column with same letter presenting the group of resistance by fastcluss analysis. The symbol A highly susceptible group (68.23%), B susceptible group (60.75 - <68.23%), C moderately susceptible group (50.81 - <60.75%), D moderately resistant group (44.57 - <50.81%), and E presenting the resistant group (<44.57%)
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
128
Stabilitas daya hasil klon-klon harapan kakao tahan hama penggerek buah kakao
interaksi genotipe dan lingkungan dalam ekspresi ketahanan yams (Dioscorea spp.) terhadap antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides), namun faktor genetik tanaman memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap ketahanan tersebut. Laporan tersebut memperkuat hasil penelitian ini bahwa ekspresi ketahanan PBK merupakan ekspresi genetik tanaman. Keragaan ketahanan PBK klon-klon materi percobaan bervariasi antarklon yang ditunjukkan oleh nilai persentase biji lengket yang bervariasi antara 37,4-80,1% (Tabel 3). Besaran nilai persentase biji lengket tersebut sebagai gambaran tingkat kehilangan hasil akibat PBK sebab serangan PBK akan menyebabkan berkurangnya jumlah biji sehat (Day, 1989). Berdasarkan nilai tersebut klon-klon materi percobaan tersebut dikelompokkan dalam lima kelas ketahanan, yaitu tahan (<44,57%), moderat tahan (44,57-<50,81%), moderat rentan (50,81<60,75%), rentan (60,75-<68,23%), dan sangat rentan (68,23%). Pengelompokan kelas ketahanan ini juga sejalan dengan pengelompokan ketahanan penyakit busuk buah kakao oleh Philips et al. (2009). Klonklon yang termasuk kategori tahan adalah ARDACIAR 10 dan KW 397 sedangkan klon KW 514, KW 264, dan KW 396 termasuk kategori agak tahan. Klon-klon yang sebelumnya diidentifikasi rentan PBK seperti KW 516 dan KW 564 (Susilo et al., 2004) masuk dalam kelompok sangat rentan. Hasil ini menunjukkan bahwa keragaan ketahanan PBK stabil antarlokasi sebab klonklon yang sebelumnya diidentifikasi tahan PBK, seperti ARDACIAR 10 dan KW 514 menunjukkan ekspresi tahan PBK di lokasi percobaan meskipun terjadi perubahan peringkat ketahanan. Pemanfaatan klon-klon tahan tersebut sebagai bahan tanam anjuran
berdasarkan pertimbangan potensi daya hasil dan mutu hasil sesuai sasaran program pemuliaan kakao.
Stabilitas Daya Hasil Analisis daya hasil tanaman dilakukan berdasarkan asumsi bahwa buah tidak terserang PBK guna mengetahui potensi genetik sifat daya hasil klon-klon materi percobaan. Hasil analisis ragam terhadap peubah produksi (kg/pohon) menunjukkan terdapat pengaruh nyata faktor jenis klon, musim (tahun), dan interaksi antara klon dan musim/tahun (Tabel 2). Sebelumnya Susilo (2011) juga melaporkan hasil serupa mengenai adanya pengaruh nyata interaksi genotipe dan lingkungan terhadap keragaan produksi hibrida kakao. Oleh karena itu analisis stabilitas daya hasil klon-klon materi percobaan perlu dilakukan guna mengetahui stabilitas daya hasil antartahun pengamatan. Analisis interaksi genotipe dan lingkungan dilakukan melalui pendekatan kualitatif menurut Gail & Simmon (1985) dengan acuan klon Sulawesi 01 sebagai salah satu klon anjuran di wilayah Sulawesi. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai minimum (Q +,Q -) seluruh klon yang diuji lebih kecil dibandingkan nilai kritis sebesar 4,23 (Tabel 4) berarti bahwa keragaan daya hasil klon-klon materi percobaan tidak berinteraksi secara kualitatif (non-cross-over interaction) dengan musim (tahun). Hasil ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh interaksi antara klon dan musim (tahun) tidak mempengaruhi peringkat daya hasil antarklon materi percobaan dari tahun ke tahun. Berdasarkan nilai heterogenitas (Hj) tampak sebagian besar klon yang diuji memiliki nilai Hj nyata kecuali klon Sulawesi 02, KW 516,
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
129
Susilo et al.
Tabel 4. Nilai heterogenitas (H j) dan Minimum (Q + ,Q -) berdasarkan uji Gail & Simmon (1985) menggunakan klon Sulawesi 01 sebagai acuan untuk analisis stabilitas daya hasil klon-klon materi percobaan di Sulawesi Tengah (2008-2011) Table 4. Value of heterogenousity (Hj) and Minimun (Q+ ,Q-) based on Gail & Simmon (1985) method using Sulawesi 01 as standard for analyzing yield stability of the tested clones in Central Sulawesi (2008-2011) Nomor aksesi
Klon
Heterogenitas (Hj)
Accession number
Clones
Heterogeneity (Hj)
Q+
Q-
Min (Q+,Q-)
KW 30
ICCRI 03
9.11*
7.3
0.0
0.0
KW 48
ICCRI 04
12.67 *
13.3
0.0
0.0
KW 163
Sulawesi 02
1.44
0.6
0.1
0.1
KW 165
Bal 209
23.24 *
0.0
0.0
0.0
KW 215
Sausu Piore
10.80 *
8.5
1.9
1.9
6.5
0.0
0.0
KW 216
Pengawu
6.16
ns
ns
KW 264
KPC 1
40.13
41.2
0.0
0.0
KW 265
KPC 2
34.69 *
0.0
0.0
0.0
KW 396
Na 32
26.51 *
27.3
0.0
0.0
Na 33
37.62
*
32.8
0.0
0.0
*
KW 397
*
KW 403
Pound 7
14.89
15.5
0.0
0.0
KW 422
KKM 22
14.78 *
15.3
0.0
0.0
*
14.6
0.0
0.0
KW 514
Paba/I/Pbrk
13.95
KW 516
Paba/VIII/78B/2
2.45
2.5
0.4
0.4
KW 524
Toli-toli
13.57 *
14.1
0.1
0.1
KW 525
Nob 1
18.92 *
19.5
0.0
0.0
Nob 3
13.49
*
13.7
0.0
0.0
*
KW 527
ns
KW 528
HF 2
32.41
33.3
0.0
0.0
KW 529
HF 3
13.46 *
10.4
0.0
0.0
KW 564
Paba/IX/90O/2
17.18 *
17.8
0.0
0.0
25.71
*
26.4
0.0
0.0
*
21.7
0.6
0.6
0.0
0.0
0.0
29.5
0.0
0.0
KW 566
Paba/V/81L/1
KW 570
ARDACIAR 10
21.10
KW 571
ARDACIAR 25
12.93 *
ARDACIAR 26
*
KW 572
28.62 2
(3;0.05)=7.82 Keterangan (notes): * nyata (significant),
ns
tidak nyata (not significant) pada taraf 5% (at 5%)
KW 216 yang memperkuat hasil analisis bahwa interaksi genotipe dan lingkungan yang terjadi bukan interaksi kualitatif melainkan interaksi kuantitatif. Hasil analisis produksi menunjukkan bahwa rerata produksi klon-klon harapan tahan PBK, ARDACIAR 10 dan KW 514 lebih rendah dibandingkan rerata produksi
klon Sulawesi 01 sebagai salah satu klon unggul nasional (Tabel 5). Meskipun demikian, perbandingan tingkat produksi pada kondisi terserang PBK menunjukkan bahwa rerata produksi klon-klon tahan PBK tersebut lebih tinggi dibandingkan rerata klon unggul nasional lain seperti Sulawesi 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04, kecuali terhadap
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
130
(C 0.05) = 4.23
Stabilitas daya hasil klon-klon harapan kakao tahan hama penggerek buah kakao
Tabel 5. Produksi (kg/phn) klon-klon yang diuji selama empat tahun tanaman berbuah di Sulawesi Tengah (2008-2011) Table 5. Yield (kg/tree) of the tested clones during four years of evaluation in Central Sulawesi (2008-2011) Nomor aksesi
Klon
Accession number
Clones
Tahun (year) 2008
2009
2010
2011
Rerata
Daya hasil, kg/ha/thn1)
Mean
Yield, kg/ha/yr
Produksi, kg/pohon (Yield, kg/tree) KW 30
ICCRI 03
1.67
2.71
2.17
1.26
1.95
2.145 (7)
KW 48
ICCRI 04
2.07
1.55
2.50
1.08
1.80
1.980 (9)
KW 162
Sulawesi 01
2.71
3.44
4.00
2.23
3.09
3.399 (1)
KW 163
Sulawesi 02
2.08
3.40
3.28
2.44
2.80
3.080 (2)
KW 165
Bal 209
1.06
1.76
0.75
2.04
1.40
1.540 (14)
KW 215
Sausu Piore
1.80
1.78
2.56
3.11
2.31
2.541 (4)
KW 216
Pengawu
2.09
2.06
2.64
2.19
2.25
2.475 (5)
KW 264
KPC 1
0.48
0.74
0.91
0.65
0.70
770 (21)
KW 265
KPC 2
1.22
0.75
0.65
0.91
0.88
968 (19)
KW 396
Na 32
1.02
1.34
0.89
1.42
1.17
1.287 (16)
KW 397
Na 33
1.02
0.72
0.69
0.66
0.77
847 (20)
KW 403
Pound 7
0.99
2.19
2.07
1.31
1.64
1.804 (13)
KW 422
KKM 22
0.30
2.22
4.11
1.73
2.09
2.299 (6)
KW 514
Paba/I/Pbrk
1.41
1.45
2.40
1.66
1.73
1.903 (11)
KW 516
Paba/VIII/78B/2
3.13
3.30
2.77
1.90
2.77
3.047 (3)
KW 524
Toli-toli
0.97
2.25
1.95
2.39
1.89
2.079 (8)
KW 525
Nob 1
1.22
0.93
2.29
2.12
1.64
1.804 (13)
KW 527
Nob 3
1.56
1.31
2.49
1.84
1.80
1.980 (9)
KW 528
HF 2
0.40
1.06
1.10
1.38
0.99
1.089 (18)
KW 529
HF 3
1.38
2.58
1.52
1.45
1.73
1.903 (11)
KW 564
Paba/IX/90O/2
0.28
2.04
2.76
1.93
1.75
1.925 (10)
KW 566
Paba/V/81L/1
0.55
1.48
1.18
2.31
1.38
1.518 (15)
KW 570
ARDACIAR 10
0.78
1.71
1.47
2.74
1.67
1.837 (12)
KW 571
ARDACIAR 25
1.85
1.90
2.05
1.10
1.73
1.903 (11)
KW 572
ARDACIAR 26
0.62
1.11
1.51
1.10
1.08
1.188 (17)
Keterangan (notes):
1)
asumsi populasi tanaman 1.100 pohon per hektar, angka dalam kurung adalah urutan peringkat daya hasil. (1)it was assumed the cocoa population is 1,100 trees per hectare, number in the bracket ordering the mean of yield among clones)
klon Sulawesi 01 (Gambar 1). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut klon ARDACIAR 10 dan KW 514 menunjukkan potensi produksi masing-masing sekitar 0,95 dan 1,04 kg/phn atau mencapai tingkat produksi sekitar satu ton per hektar per tahun. Meskipun potensi daya hasil klon
tahan PBK relatif lebih rendah dibandingkan klon-klon unggul lainnya namun pemanfaatan klon tahan PBK ini dapat mengurangi biaya pengendalian PBK sehingga akan meningkatkan efisiensi produksi kakao. Di samping itu keuntungan tidak langsung yang dapat diperoleh adalah berkurangnya
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
131
Susilo et al.
3.50 3,50
3,09 3.09 3.00 3,00
2.80 2,80
2.77 2,77
Produksi, kg/phn Produksi, kg/phn Yield, (yield,kg/tree kg/tree)
2.50 2,50
1,95 1.95
2.00 2,00
1,80 1.80
1,73 1.73
1,67 1.67
1.50 1,50 1.20 1,20 1.00 1,00
0,95 0.95
0,93 0.93
0,89 0.89
1,04 1.04 0,85 0.85
0.60 0,60 0.50 0,50
0,00 0.00 Sulawesi Sulawesi 02 02 Sulawesi 01 01 Sulawesi
ICCRI ICCRI0303
ICCRI ICCRI0404
KW ARDACIAR 10 KW514 514 ARDACIAR 10 KW KW516 516
Klon Klon (Clone)
(clone) Rerata produksi Produksi, kg/phn (kg/phn) (Mean of yield, kg/tree) Yield, kg/tree
Rerata pada terserang kondisi terserang PBK (kg/phn) Produksiproduksi pada kondisi PBK, kg/phn (Mean of yield in case infesting by CPB, kg/tree) Yield in case infesting by CPB, kg/tree
Gambar 1. Perbandingan tingkat produksi tanaman (kg/phn) dan potensi daya hasil pada kondisi terserang PBK antarbeberapa klon kakao yang berbeda tingkat ketahanannya terhadap PBK Figure 1. Comparison between potential yield and actual yield due to infested by CPB of the cocoa clones performing different resistance on CPB
risiko kerusakan lingkungan akibat penggunaan pestisida dalam pengendalian PBK. Klon ARDACIAR 10 dan KW 514 menunjukkan keragaan mutu biji (berat biji kering dan kadar lemak) relatif rendah (Tabel 6). Hasil serupa serupa juga juga ditunjukkan oleh klon-klon unggul nasional, Sulawesi 01, Sulawesi 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04 juga rendah. Klon dengan mutu biji yang juga dilepas dengan KW 30 dan KW 48 yang dilepas nama ICCRI 03 dan ICCRI 04 memiliki nama potensi berat per biji > 1 g dan kadar lemak biji >50% (Suhendi et al., 2005). Sebelumnya juga dilaporkan bahwa klon ARDACIAR 10
dan KW 514 menunjukkan berat per biji kering >1 g (Susilo et al., 2004; 2006). Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan percobaan tidak memberi daya dukung yang optimal terhadap keragaan mutu biji. Oleh sebab itu keragaan mutu biji tersebut bukan cerminan optimal potensi genetik tanaman sehingga nilai yang lebih tinggi dapat diperoleh pada kondisi lingkungan yang lebih optimal, misalnya pada lokasi-lokasi yang bertipe iklim basah. Berdasarkan pertimbangan keunggulan ketahanan PBK dan potensi produksi tersebut di atas, klon ARDACIAR 10 dan KW 514
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
132
Stabilitas daya hasil klon-klon harapan kakao tahan hama penggerek buah kakao
Tabel 6. Komponen daya hasil dan mutu biji klon-klon materi percobaan hasil pengujian di Sulawesi Tengah Table 6. Yield component and bean quality of the tested clones evaluated in Central Sulawesi Nomor aksesi
Klon
Nilai buah
Berat biji kering, g
Kadar lemak biji, %
Accession number
Clones
Pod value1)
A dry weight bean, g1)
Fat content, %2)
KW 30
ICCRI 03
45.48 a
0.65 efg
47.40 R 44.47 R
KW 48
ICCRI 04
42.28 abc
0.61 fg
KW 162
Sulawesi 01
36.09 abcde
0.78 cdefg
47.10 R
KW 163
Sulawesi 02
31.49 def
0.96 abc
48.10 R
KW 165
Bal 209
34.28 bcdef
0.84 bcde
52.27 S
KW 215
Sausu Piore
29.51 ef
0.83 bcde
49.80 R
KW 216
Pengawu
25.55 ef
0.95 abc
48.67 R
KPC 1
26.23 ef
0.98 abc
50.20 R 46.20 R
KW 264 KW 265
KPC 2
46.50 a
0.67 defg
KW 396
Na 32
46.44 a
0.59 g
47.15 R
KW 397
Na 33
44.14 ab
0.58 g
46.23 R
Pound 7
40.56 abcd
0.96 abc
54.10 S 49.65 R
KW 403 KW 422
KKM 22
30.38 def
0.91 abc
KW 514
Paba/I/Pbrk
28.72 ef
0.80 cdef
45.67 R
KW 516
Paba/VIII/78B/2
23.56 f
1.03 ab
47.57 R 47.75 R
KW 524
Toli-toli
28.28 ef
1.01 ab
KW 525
Nob 1
31.12 def
0.98 abc
52.07 R
KW 527
Nob 3
29.30 ef
0.83 bcde
49.25 R
HF 2
23.91 f
1.09 a
49.77 R
KW 528 KW 529
HF 3
32.50 cdef
0.84 bcde
KW 564
Paba/IX/90O/2
24.01 f
1.09 a
50.70 R
KW 566
Paba/V/81L/1
27.98 ef
0.87 bcd
50.20 R
KW 570
ARDACIAR 10
29.65 ef
0.78 cdefg
50.90 R
KW 571
ARDACIAR 25
44.64 ab
0.63 fg
47.17 R
KW 572
ARDACIAR 26
44.64 ab
0.65 efg
47.00 R
Keterangan (Notes):
1)
Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf sama tidak berbeda berdasarkan uji jarak berganda Duncan = 5%, 2)Kadar lemak biji diklasifikasikan tinggi (>55%), sedang (52,3 – 55%), dan rendah (52,2%) (1)Numbers in the same column with same letter indicate not significantly different by Duncan Multiple Range Test at = 5%, 2)Fat content of cocoa nib were classified with category high (>55%), medium (52.3 – 55%) and low (52.2%))
telah dilepas sebagai bahan tanam anjuran masing-masing dengan nama Sulawesi 03 (Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 2795/Kpts/SR.120/8/2012) dan ICCRI 07 (Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 2793/Kpts/SR.120/8/2012). Pelepasan klon-klon kakao tahan PBK sebagai bahan
tanam anjuran merupakan yang pertama di Indonesia dalam upaya mengatasi masalah PBK. Ketersediaan kedua klon tahan PBK ini dapat memperkaya khasanah sumber daya genetik bahan tanam kakao dalam rangka meningkatkan ketahanan genetik tanaman kakao di lapangan. Ketersediaan klon-klon
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
133
Susilo et al.
kakao tahan PBK ini sebagai upaya penyediaan bahan tanam anjuran sesuai tuntutan permasalahan di lapangan.
Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah atas ijin penggunaan lahan di KP Sidondo untuk pelaksanaan penelitian.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan hasil analisis stabilitas daya hasil terhadap klon-klon harapan tahan PBK selama empat tahun masa tanaman berbuah dapat disimpulkan: 1. Keragaan ketahanan kakao terhadap PBK ditentukan oleh faktor genetik tanaman (klon), musim (tahun) dan tidak terdapat pengaruh interaksi antara faktor genetik dan musim. 2. Klon-klon materi percobaan menunjukkan keragaman sifat ketahanan PBK berdasarkan rerata persentase biji lengket yang bervariasi 37,43–80,11%. Klon-klon yang termasuk kelompok tahan PBK adalah ARDACIAR 10 dan KW 397, dan kelompok moderat tahan adalah KW 514, KW 264, dan KW 396. 3. Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh nyata interaksi faktor genetik tanaman (klon) dan musim (tahun) secara kuantitatif terhadap keragaan produksi klon-klon harapan tahan PBK. 4. Berdasarkan analisis perbandingan tingkat produksi pada kondisi terserang PBK, klon ARDACIAR 10 dan KW 514 memiliki tingkat produksi yang sebanding dengan klon unggul Sulawesi 02, ICCRI 03, dan ICCRI 04.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktur Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia atas ijin publikasi naskah ilmiah ini serta dukungan selama pelaksanaan penelitian di lapangan, dan Kepala Balai
Anonim (1987). Management of the cocoa pod borer. p 1-6. In: Ooi, P.A.C.; L.G. Chan; K.K. Chong; T.C. Hai; M.J. Mamat; H.C. Tuck & L.G. Soon (Eds.). Proceeding of the Symposium on Management of the Cocoa Pod Borer, Kuala Lumpur Malaysia. The Malaysian Plant Protection Society. Day, R.K. (1989). Effect of cocoa pod borer, Conopomorpha cramerella, on cocoa yield and quality in Sabah, Malaysia. Crop Protection, 8, 332–339. Efombagn, M.I.B.; S. Nyasse´; O. Sounigo; M. Kolesnikova-Allen & A.B. Eskes (2007). Participatory cocoa (Theobroma cacao) selection in Cameroon: Phytophthora pod rot resistant accessions identified in farmers’ fields. Crop Protection, 26, 1467–1473. Egesi, C.N.; T.J. Onyeka & R. Asiedu (2009). Environmental stability of resistance to anthracnose and virus diseases of water yam (Dioscorea alata). African Journal of Agricultural Research, 4, 113–118. Gail, M. & R. Simmon (1985). Testing for qualitative interactions between treatment effects and patient subsets. Biometrics, 41, 361-372. Paulin, D.; M. Ducamp & P. Lachenaud (2008). New sources of resistance to Phytophthora megakarya identified in wild cocoa tree populations of French Guiana. Crop Protection, 27, 1143–1147. Philips, W.; J. Castillo; A. Arciniegas; A. Mata; A. Sánchez; M. Leandro; C. Astorga; J.C. Motamayor; B. Guyton; Ed Seguine & R. Schnell (2009). Overcoming the main limiting factors of cocoa production in Central America
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
134
Stabilitas daya hasil klon-klon harapan kakao tahan hama penggerek buah kakao
through the use of improved clones developed at CATIE. CATIE 7170, Turrialba, Costa Rica.Unpublished. Saul-Maora, J. & Y. Namaliu (2003). Durability of field resistance to black pod disease of cacao in Papua New Guinea. Plant Disease, 87, 1423-1425. Shapiro, L.H.; S.J. Scheffer; N. Maisin; S. Lambert; H. Purung; E. Sulistyowati; F.E. Vega; P. Gende; S. Laup; A. Rosmana; S. Sjam & P.K. Hebbar (2008). Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracilariidae) in the Malay Archipelago: Genetic signature of a bottlenecked population?. Annals of the Entomological Society of America, 101, 930–938. Suhendi, D.; S. Mawardi & H. Winarno (2005). Daya hasil dan daya adaptasi beberapa klon harapan kakao lindak. Pelita Perkebunan, 21, 1–11. Susilo, A.W. & E. Sulistyowati (2008). Ketahanan tanaman kakao (Theobroma cacao L.) terhadap hama penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). p. 130–151. In: T. Wahyudi; S. Abdoellah; A.A. Prawoto; J.B. Baon; S. Mawardi & Sri-Mulato (Eds.). Prosiding Simposium Kakao 2008, Denpasar. Susilo, A.W.; E. Sulistyowati & E. Mufrihati (2004). Eksplorasi genotype kakao tahan hama penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). Pelita Perkebunan, 20, 1–12. Susilo, A.W.; E. Sulistyowaty; E. Mufrihati; A. Wahab; P. McMahon; A. Purwantara & A. Iswanto (2006). Selection for improved quality and resistance of Phytophthora pod rot, cocoa pod borer, and vascular streak dieback on cocoa in Indonesia. Annual Progress Report ACIAR PHT/2000/102 (Unpublished).
Susilo, A.W.; W. Mangoendidjojo & Witjaksono (2007). Hubungan karakteristik jaringan kulit buah beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.) dengan sifat ketahanan hama penggerek buah kakao. Pelita Perkebunan, 23, 159–175. Susilo, A.W.; W. Mangoendidjojo; Witjaksono; E. Sulistyowati & S. Mawardi (2009). Respons ketahanan beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.) terhadap hama penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Snell.). Pelita Perkebunan, 25, 161–173. Susilo, A.W.; W. Mangoendidjojo; Witjaksono & S. Mawardi (2009). Pengaruh perkembangan umur buah terhadap keragaan karakteristik sifat ketahanan hama penggerek buah kakao pada beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.). Pelita Perkebunan, 25, 1–11. Teh, Chong-Lay; J. Thau-Ying Pang & Cheng-Tuck Ho (2006). Variation of the response of clonal cocoa to attack by cocoa pod borer Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) in Sabah. Crop Protection, 25, 712–717. Yang, R.C. & R.J. Baker (1991). Genotypeenvironment interactions in two wheat crosses. Crop Science, 31, 83–87. van Hall, C.J.J. (1914). Cocoa. Mac Millan and Co. London. Wardojo, S. (1980). The cocoa pod borerA major hindrance to cocoa development. Indonesian Agriculture Research and Development Journal, 2, 1–9. *********.
PELITA PERKEBUNAN, Volume 28, Nomor 3, Edisi Desember 2012
135