Pengaruh kesadaran wajib pajak dan pelayanan fiskus terhadap kinerja penerimaan pajak dengan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel intervening (studi pada wajib pajak di Jakarta Selatan)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Reisya Ibtida F.0306012
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan rakyat menjadi fokus pemerintah dalam menyelenggarakan roda
pemerintahan.
Pembangunan
menjadi
jalan
utama
untuk
mencapai
kesejahteraan. Ketersediaan dana tentunya menjadi faktor penting dalam pelaksanaan
pembangunan.
Penerimaan
pajak
merupakan
sumber
utama
pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Hal ini juga dipengaruhi oleh usaha pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber eksternal. Hampir semua negara di dunia mengenakan pajak kepada warganya. Tiap negara membuat aturan dalam mengenakan dan memungut pajak yang berpedoman pada prinsip-prinsip atau kaidah dalam perpajakan. Peranan pajak bagi tiap negara pada dasarnya berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Kemampuan setiap negara untuk memungut pajak juga berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Kantor berita Antara dalam websitenya www.antara.com menyebutkan realisasi penerimaan pajak non migas di tahun 2005 mencapai Rp. 263,35 triliun, tahun 2006 sebesar Rp.314,86 triliun, tahun 2007 sebesar Rp. 395,25 triliun dan tahun 2008 sebesar Rp 491,1 triliun lebih tinggi dibanding target APBN-P sebesar Rp 480,9 triliun. Tahun 2009 mencapai Rp.515,73 triliun atau 97,61 persen dari target penerimaan pajak dalam APBNP 2009.
Refleksi implikasi kebijakan pemerintah, yaitu rasio pajak (tax ratio) dan penerimaan pajak menjadi ukuran kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pajak dari masyarakat. Peningkatan presentase pertumbuhan penerimaan pajak setiap tahunnya ini tidak serta merta membuktikan tingginya kepatuhan pajak sebab poin lain yaitu tax ratio Indonesia masih tergolong rendah. Menurut Setiaji dan Hidayat (2005), tax ratio sendiri merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Rasio itu dipergunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pembayaran pajak oleh masyarakat dalam suatu negara. Harian Umum Sinar Harapan tanggal 29 Juli 2008 menyebutkan Tax ratio Indonesia pada tahun 2005 mencapai 12,89 %. Kemudian di tahun 2006 meningkat menjadi 13,58 % dan 13,92 % di tahun 2007. Tahun 2009 Tax Ratio Indonesia hanya 11,9 % yang kemudian meningkat menjadi 12 % di tahun 2010. Negara maju yang merupakan anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memiliki rata-rata tax ratio di atas 30%, bahkan Swedia mencapai 53%. Oleh sebab itu, perlu bagi Indonesia untuk meningkatkan lagi tax ratio dengan meningkatkan penerimaan pajak. Untuk mencapai optimalisasi penerimaan pajak, maka perlu adanya kesadaran dari fiskus untuk mengoptimalkan penarikan pajak kepada Wajib Pajak. Hal ini harus didukung pula oleh kesediaan Wajib Pajak untuk menunaikan kewajibannya kepada Negara melalui pembayaran pajak. Peraturan di bidang perpajakan harus memberikan kejelasan. Fiskus maupun Wajib Pajak harus dibekali pengetahuan yang cukup agar tercipta kesadaran dan pembayaran pajak dapat
berjalan sesuai rambu-rambu yang ada. Lalu pertanyaan yang muncul adalah faktorfaktor apa saja yang membuat Wajib Pajak membayar pajak? Apakah memang faktor-faktor tersebut yang mendasarinya? Suryadi (2006) melakukan penelitian pada pengaruh antara kesadaran, kepatuhan Wajib Pajak dan pelayanan fiskus terhadap kinerja penerimaan pajak. Kesadaran di sini merupakan generalisasi dari persepsi Wajib Pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik Wajib Pajak, dan penyuluhan perpajakan. Ia menemukan bahwa kesadaran tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak, sedangkan pelayanan fiskus tidak berpengaruh terhadap kinerja penerimaan pajak. Pencegahan tindakan penghindaran pajak biasanya dilakukan melalui berbagai metode dalam meningkatkan ketakutan dan efek jera, contohnya meningkatkan kemungkinan dilakukan audit terhadap Wajib Pajak. Penelitian Forest dan Sheffrin (2002) menganalisis apakah sistem pajak
yang sederhana
meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan Wajib Pajak. Ia menemukan bahwa sistem pajak Amerika Serikat yang sederhana bukan pencegahan yang tepat untuk tindakan penghindaran pajak dan tidak meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Fallan (1999) menguji apakah perbedaan gender dalam perubahan perilaku pajak dipengaruhi oleh pengetahuan Wajib Pajak. Ia menemukan pula ada hubungan positif antara pengetahuan Wajib Pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak. Carnes dan Englebrecht (1994) menemukan bahwa ketika sanksi meningkat, kepatuhan meningkat pula. Ia juga menemukan ketika persepsi Wajib Pajak meningkat, kepatuhan juga meningkat. Alm et al. (1993) melakukan studi
eksperimental guna menentukan determinan-determinan kepatuhan Wajib Pajak. Ia menemukan bahwa pelaporan Wajib Pajak meningkat seiring dengan semakin besarnya probabilitas audit dan sanksi atas ketidakpatuhan. Kepatuhan akan lebih besar pula ketika Wajib Pajak mendapat insentif atas pembayaran tersebut. Violette (dalam Mustikasari, 2005) menemukan adanya pengaruh signifikan sikap ketidakpatuhan pajak terhadap niat ketidakpatuhan Wajib Pajak. Mustikasari (2005) menemukan bahwa ada korelasi positif antara sikap ketidakpatuhan Wajib Pajak terhadap niat ketidakpatuhan Wajib Pajak. Komalasari dan Nashih (2005) melakukan penelitian yang berupaya menguji hubungan antara tarif pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak dan bagaimana hubungan tersebut dipengaruhi oleh jenis income (endowed income vs earned income). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketika Wajib Pajak menerima endowed income, tidak terdapat perbedaan tingkat kepatuhan Wajib Pajak, baik dalam kondisi yang berlaku tinggi maupun rendah. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh perilaku risk averse dari partisipan yang menerima endowed income mengingat bagaimanapun kerja keras mereka, pendapatan yang mereka terima tidak berubah. Penelitian Suryadi (2006) menemukan bahwa kesadaran dan pelayanan fiskus tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Hal ini membuat peneliti bertanya bagaimana bisa kesadaran Wajib Pajak dan pelayanan fiskus tidak berpengaruh terhadap kinerja penerimaan pajak. Telaah pustaka yang dilakukan peneliti lebih lanjut memberikan ide dan pemikiran baru bagi peneliti. Muncul perkiraan dari peneliti bahwa sebenarnya kesadaran Wajib Pajak dan pelayanan fiskus tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja penerimaan pajak,
melainkan pengaruhnya melalui kepatuhan Wajib Pajak. Motivasi tersebut yang kemudian membuat penulis menjadikan kepatuhan Wajib Pajak menjadi variabel intervening dan mengangkat judul: “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Pelayanan Fiskus terhadap Kinerja Penerimaan Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak sebagai Variabel Intervening: Studi pada Wajib Pajak di Jakarta Selatan” Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Suryadi (2006) yang peneliti sempurnakan berdasarkan penelitian-penelitian lain. Penelitian ini memiliki empat variabel yang diteliti yaitu variabel kesadaran Wajib Pajak, pelayanan fiskus, kepatuhan Wajib Pajak dan kinerja penerimaan pajak. Kesadaran Wajib Pajak di sini adalah pengetahuan perpajakan, persepsi Wajib Pajak, penyuluhan perpajakan dan karakteristik Wajib Pajak. Sementara pelayanan fiskus merupakan kualitas pelayanan fiskus, ketentuan perpajakan dan sistem informasi yang diterapkan. Jadi, dalam penelitian ini Wajib Pajak diteliti apakah tingkat kepatuhan mereka dipengaruhi oleh pengetahuan, karakteristik mereka dan pelayanan fiskus. Kemudian diteliti apakah kepatuhan tersebut mempengaruhi kinerja penerimaan pajak. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: 1. Penelitian dengan menggunakan kepatuhan sebagai variabel intervening masih jarang dilakukan. Selama ini penelitian hanya dilakukan dengan menguji hubungan kesadaran misalnya, kepatuhan Wajib Pajak dan kesadaran Wajib Pajak dengan kinerja penerimaan pajak. Jadi penelitian terdahulu tidak
menggabungkan melalui keberadaan variabel intervening seperti yang dilakukan peneliti. 2. Penelitian ini menggunakan uji SEM dengan bantuan AMOS 16 akibat adanya variabel intervening. 3. Penelitian Suryadi (2006) dilakukan terhadap KPP dan Wajib Pajak di Jawa Timur, sedangkan penelitian ini dilakukan di KPP dan Wajib Pajak di Jakarta Selatan. Peneliti memilih untuk melakukan penelitian ini di Jakarta Selatan karena beragamnya karakter Wajib Pajak dan tingkat penghasilannya pada 11 Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Selatan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Apakah kesadaran Wajib Pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak? 2. Apakah pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak ? 3. Apakah kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh terhadap kinerja penerimaan pajak?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menemukan bukti empiris mengenai pengaruh kesadaran Wajib Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
2. Menemukan bukti empiris mengenai pengaruh pelayanan fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak. 3. Menemukan bukti empiris mengenai pengaruh kepatuhan Wajib Pajak terhadap kinerja penerimaan pajak.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menemukan ada tidaknya hubungan tidak langsung antara kesadaran Wajib Pajak, dan pelayanan fiskus terhadap kinerja penerimaan pajak, dengan variabel intervening kepatuhan Wajib Pajak. Dimana penelitian ini hasilnya dapat melengkapi penelitian sebelumnya. 2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Selatan sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan meningkatkan penerimaan pajaknya.
E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Di bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.
BAB II : TELAAH PUSTAKA Bab ini menjelaskan kajian pustaka yang digunakan, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan hipotesis. BAB III : METODA PENELITIAN Bab ini berisi tentang metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi populasi dan sampel, definisi variabel penelitian, metoda pengambilan data, dan metoda analisis data. BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini dipaparkan hasil analisis data beserta interprestasinya. Kemudian dalam bab ini juga dipaparkan hasil pengujian terhadap hipotesis penelitian. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data. Selain itu juga disampaikan saran-saran yang relevan dengan hasil penelitian. Dalam bab ini juga disampaikan keterbatasn dalam pelaksanaan penelitian ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Adam Smith (dalam Setiaji dan Hidayat, 2005), pajak adalah “a contribution from the citizen to support of the state”. Sommerfeld (dalam Setiaji dan Hidayat, 2005) mendefinisikan pajak sebagai “any nonpenal yet compulsory transfer of resources from the private to public sector, levied on the basis of predetermined criteria and without receipt of specific benefit of equal value, in order to accomplish some of a nation’s economic and social objectives”. Bastable (dalam Setiaji dan Hidayat, 2005) menyatakan bahwa pajak adalah “a compulsory contribution of the wealth of a person or body of persons for service of the public powers”. Dari kalangan dalam negeri, Rochmat Soemitro (dalam Setiaji dan Hidayat, 2005) menyatakan bahwa pajak adalah “iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”. Sementara menurut Djajaningrat (dalam Setiaji dan Hidayat, 2005), pajak adalah “kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek dasar yang dimiliki pajak adalah: 1.
Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang.
2.
Sifatnya dapat dipaksakan.
3.
Tidak ada kontraprestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak.
4.
Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara baik pemerintah pusat maupun daerah.
5.
Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi kepentingan masyarakat umum. Sebenarnya, ada perbedaan persepsi antara fiskus dan Wajib Pajak terhadap
besarnya pajak. Fiskus berkepentingan terhadap terhimpunnya pajak secara maksimal. Hal ini bertentangan dengan keinginan Wajib Pajak untuk membayar pajak seminimal mungkin.
A. Kesadaran Wajib Pajak Kesadaran Wajib Pajak dilihat sebagai kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak. Sejak tahun 1984, sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip Self Assessment. Prinsip ini memberikan kepercayaan penuh kepada pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakan, seperti yang tertuang dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bahwa Wajib Pajak harus mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
Disebutkan pula bahwa setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak. Dalam hal ini, pembayar pajak mengisi sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) yang dibuat pada setiap akhir masa pajak atau akhir tahun pajak. Fiskus hanya melakukan penelitian dan pemeriksaan mengenai kebenaran pemberitahuan tersebut. Prinsip ini memaksa pembayar pajak harus memahami peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan sehingga dapat melakukan tugas administrasi perpajakan. Untuk itu, intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta masyarakat yang sadar pajak dan mau memenuhi kewajibannya tanpa ada unsur pemaksaan. Namun, semuanya itu hanya dapat terjadi bila memang undang-undang itu sendiri sederhana, mudah dimengerti dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi. Suryadi (2006) menyatakan kesadaran Wajib Pajak dengan empat dimensi, yaitu: persepsi Wajib Pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik Wajib Pajak dan penyuluhan perpajakan. Wajib Pajak dikatakan sadar untuk membayar pajak ketika ia memiliki persepsi yang positif terhadap pajak, memiliki pengetahuan yang cukup tentang perpajakan, memiliki karakteristik yang patuh dan telah mendapatkan penyuluhan yang memadai. Menurut Jackson dan Milliron (dalam Fallan, 1999), sikap Wajib Pajak telah menjadi item untuk mengidentifikasi perilaku kepatuhan dan penghindaran pajak. Walaupun demikian, hanya ada sedikit penelitian yang secara eksplisit menguji sikap sadar pajak yang dipengaruhi oleh pengetahuan Wajib Pajak.
Penelitian sebelumnya oleh Kinsey dan Grassmick (dalam Fallan, 1999) berdasar pada asumsi bahwa pengetahuan pajak meningkat seiring dengan lamanya menempuh pendidikan dan banyaknya ia menempuh pendidikan pajak non formal. Dalam kenyataannya, banyak orang yang hanya menempuh les atau kursus dalam waktu singkat yang memiliki pengetahuan perpajakan lebih baik daripada yang menempuh pendidikan lebih lama. Fallan (1999) menemukan bahwa pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap perilaku jujur dalam membayar pajak. Forest dan Sheffrin (2002) menemukan adanya korelasi positif antara pendapatan, self employment dan jenis kelamin pria terhadap penghindaran pajak. Ia juga menemukan bahwa usia, kepemilikan rumah dan status telah menikah berhubungan negatif terhadap penghindaran pajak. Fallan (1999) mengkaji pada aspek pentingnya pengetahuan perpajakan dalam mempengaruhi sikap Wajib Pajak dengan membedakan gender. Ia menemukan bahwa sikap Wajib Pajak perempuan terhadap kepatuhan memiliki skor lebih tinggi daripada kepatuhan Wajib Pajak laki-laki.
B
Pelayanan Fiskus Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan caracara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar
tercipta kepekaan dan keberhasilan (Boediono, 2003). Pelayanan pelanggan bertujuan agar dicapainya kepuasan optimal pelanggan. Pelanggan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak. Nisa (2002) menyatakan bahwa pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak akan membangun image positif dalam diri Wajib Pajak, sehingga mereka tidak lagi jera berhubungan dengan aparatur pajak. Pelayanan perpajakan dilakukan melalui organisasi DJP, baik itu di Kantor Pusat, Kantor Wilayah maupun di KPP. 1. Kantor Pusat Kantor
Pusat
DJP
merupakan
unit
pembuat
kebijakan
(policy maker) dan pengembangan organisasi juga proses kerja (transform) sehingga tidak mengerjakan tugas dan fungsi operasional perpajakan, kecuali hal yang bersifat khusus (Pandiangan, 2008:10). 2. Kantor Wilayah Secara umum, tugas pokok dan fungsi semua Kantor Wilayah DJP pada dasarnya adalah sama satu sama lain, yakni sebagai unit koordinator pelaksanaan tugas perpajakan di lapangan, sekaligus pengawasan atas pelaksanaan tugas KPP (Pandiangan, 2008:10).
3. Kantor Pelayanan Pajak Dalam implementasinya ada 3 (tiga) model atau jenis KPP, yaitu: a. KPP Wajib Pajak Besar (Large Taxpayers Office, LTO)
KPP Wajib Pajak Besar mengelola Wajib Pajak skala besar secara nasional dengan jenis badan dan terbatas jumlahnya. Di KPP ini tidak ada kegiatan ekstensifikasi karena jumlah Wajib Pajak KPP tersebut sudah tetap sekitar 200-300 yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Tidak semua jenis pajak dikelola, melainkan hanya PPh, PPN, PPnBM dan bea materai. Kedudukannya hanya berada di Jakarta dan jumlahnya hanya 3 kantor (Pandiangan, 2008:10). b. KPP Madya (Medium Taxpayers Office, MTO). KPP Madya mengelola Wajib Pajak besar jenis badan dalam skala regional (lingkup Kantor Wilayah) dan juga terbatas jumlahnya. Di KPP ini juga tidak ada kegiatan ekstensifikasi, karena jumlah Wajib Pajak KPP tersebut sudah tetap sekitar 200-500 yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Tidak semua jenis pajak dikelola, melainkan hanya PPh, PPN, PPnBM dan bea materai. Wilayah kerjanya sama dengan Kantor Wilayah DJP atasannya (Pandiangan, 2008:10). c. KPP Pratama (Small Taxpayers Office, STO) KPP Pratama mengelola Wajib Pajak menengah ke bawah yakni jenis badan di luar yang telah dikelola di KPP Wajib Pajak Besar dan KPP Madya serta orang pribadi. Di KPP ini ada kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak sehingga jumlah Wajib Pajaknya dapat selalu bertambah seiring dengan pertambahan orang pribadi yang memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau melakukan kegiatan usaha di wilayah kerjanya. Semua jenis pajak
dikelola, meliputi PPh, PPN, PPnBM, bea materai, PBB dan BPHTP. Kedudukannya berada di semua Kantor Wilayah di tanah air, kecuali di Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah Jakarta khusus (Pandiangan, 2008:10).
Pelayanan fiskus diteliti melalui tiga dimensi yaitu: 1. Kualitas Sumber Daya Manusia Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang berkompenten di bidang perpajakan, memiliki kecakapan teknis dan bermoral tinggi. Berdasarkan pendidikan formal, Annual Report yang diterbitkan oleh Ditjen pajak menyatakan tentang pendidikan pegawainya. Jumlah pegawai pada Kanwil DJP dan KPP Wajib Pajak Besar pada akhir tahun 2004 adalah sebanyak 253 orang. Dari keseluruhan pegawai, satu orang berpendidikan Strata 3, 41 orang berpendidikan Strata 2, 127 orang berpendidikan Strata 1/Diploma IV, 49 orang berpendidikan Diploma III, 28 orang berpendidikan Diploma I dan 7 orang berpendidikan SLTA. Pengembangan pegawai dilakukan dengan mengirim pegawai untuk mengikuti pendidikan di dalam maupun luar negeri.
Berdasarkan survei yang dilakukan pihak internal Kanwil DJP Wajib Pajak Besar pada tahun 2004 ditemukan bahwa: a. Kinerja pemeriksa dari segi komunikasi adalah baik dengan persentase suara 88%. Kejelasan dari segi teknis pemeriksaan adalah baik dengan persentase suara 84%. Kejelasan dalam menjelaskan hasil pemeriksaan baik dengan 86%. Dilihat dari segi sikap dan perilaku adalah baik dengan presentase 87%. b. Kinerja keberatan menunjukkan bahwa dari segi penguasaan materi adalah baik dengan 96%, dari segi kemampuan berkomunikasi adalah baik dengan 94% dan dari segi obyektivitas adalah baik dengan 90%. Survey kinerja Account Representative menunjukkan dari segi membantu Wajib Pajak adalah baik dengan persentase 73%, penguasaan peraturan perpajakan adalah baik dengan 88%, dari segi komunikasi adalah baik dengan 80%, dari segi pemahaman pertanyaan Wajib Pajak adalah baik dengan 84% dan kecepatan adalah baik dengan 71%. Pelayanan yang diberikan oleh fiskus di Indonesia adalah: a. Complaint Center Keluhan diterima melalui complaint center. Tindak lanjut atas keluhan tersebut adalah dengan meneruskan ke unit terkait. Seluruh keluhan yang diterima dapat diproses dalam jangka waktu tidak lebih dari tiga hari kerja sejak diterima oleh complaint center. b. Tempat Pelayanan Terpadu
Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) adalah tempat pelayanan perpajakan yang terintegrasi di Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan sistem komputer. Adanya TPT juga untuk memudahkan pengawasan terhadap proses pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak. c. Account Representative Account Representative (AR) melaksanakan tugas-tugas pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban oleh Wajib Pajak dan melayani penyelesaian hak Wajib Pajak. AR berfungsi sebagai jembatan atau mediator antara Wajib Pajak dengan Kantor Pelayanan Pajak d. Help Desk Petugas yang ditempatkan di help desk adalah pegawai yang dianggap cakap dan berpengetahuan tentang perpajakan dan mempunyai kemampuan berkomunikasi. Petugas akan menjawab kebingungan dan kesulitan masyarakat mengenai peraturan pajak terkini dan masalah-masalah pajak lainnya. Fasilitas help desk menggunakan teknologi tax knowledge base.
2. Ketentuan Perpajakan. Dengan perkembangan yang terjadi baik dalam perekonomian, perdagangan internasional, teknologi informasi maupun aspek lainnya,
untuk penyesuaiannya telah dilakukan amandemen terhadap UndangUndang Perpajakan. Amandemen yang dilakukan seirama dengan faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi dan dipengaruhi. Ketentuan perpajakan harus dibuat sebaik mungkin agar dapat dimengerti, diaplikasikan oleh Wajib Pajak dan memiliki dampak yang baik setelah diterbitkan. 3. Sistem Informasi Perpajakan. Dalam rangka akurasi data, kecepatan dan memperlancar perkejaan, Direktorat Jenderal Pajak terdapat beberapa sistem informasi yang digunakan oleh unit-unit kerja yang ada, seperti Sistem Informasi Perpajakan (SIP) di KPP, kemudian Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SMIOP) di KPPBB. Untuk mendukung peningkatan pelayanan perpajakan, dilakukan perubahan penggunaan teknologi informasi dan sistem informasi. Saat ini penerapan sistem informasinya dengan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) yang berbasis teknologi terkini. Semua alur pekerjaan (work flow) berada dalam jalur SIDJP dengan case management.
Dengan demikian setiap jenis pelayanan atas permohonan Wajib Pajak dapat terpantau oleh pimpinan, yakni sedang di unit mana, dikerjakan oleh siapa dan sudah berapa lama waktunya sejak diterima di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT).
C. Kepatuhan Wajib Pajak Para ahli menyatakan, kepatuhan adalah perilaku untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan aktivitas tertentu sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku. Apabila Wajib Pajak telah mampu memahami peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku serta mengerti akan arti dan fungsi pajak, maka masyarakat akan sadar membayar pajak (tax consciousness). Hasrat keikhlasan untuk membayar pajak akan terealisasi dengan perbuatan aktif, yaitu membayar pajak pada waktunya dan pada jumlah terutang (tax disciplinary). Jadi bisa disimpulkan, kepatuhan Wajib Pajak adalah perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Komalasari (2005) menyatakan ketika berbicara tentang kepatuhan (compliance), terlebih dahulu perlu diketahui tentang apa yang harus diukur, apakah evasion, avoidance, compliance atau non compliance. Compliance bisa dikategorikan dalam 2 hal: 1. Administrative compliance, merupakan bentuk kepatuhan terhadap aturanaturan administratif seperti pengajuan pembayaran yang tepat waktu. 2. Technical compliance, merupakan kepatuhan Wajib Pajak terhadap teknis pembayaran pajak, misalnya pajak dihitung sesuai dengan ketentuan teknis dari UU perpajakan. Selain itu, Nurmantu (dalam Yunita, 2007) membedakan kepatuhan menjadi dua macam, yaitu:
1. Kepatuhan Formal Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya, batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. 2. Kepatuhan Material Kepatuhan material merupakan suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substansi atau hakikat memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai isi dan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Jadi Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material dalam mengisi SPT adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, baik dan benar SPT tersebut sesuai dengan ketentuan dan menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebelum batas waktu. Tax evasion merupakan suatu fenomena yang sangat sulit untuk diamati dan diteliti. Sulitnya pengamatan ini tidak terlepas dari sulitnya mengontrol dan memverifikasi perilaku dari Wajib Pajak. Sebagai ilustrasi, ketika menerima sebuah penghasilan/pendapatan, Wajib Pajak harus memilih satu dari dua pilihan berikut: 1.
Melaporkan actual income-nya sebagai pendapatan kena pajak (PKP).
2.
Melaporkan PKP yang lebih rendah daripada actual income. Komalasari dan Nashih (2005) melakukan penelitian yang berupaya
menguji hubungan antara tarif pajak dan kepatuhan Wajib Pajak dan bagaimana
hubungan tersebut dipengaruhi oleh jenis income (endowed income vs earned income). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketika Wajib Pajak menerima endowed income, tidak terdapat perbedaan tingkat kepatuhan Wajib Pajak baik dalam kondisi yang berlaku tinggi maupun rendah. Alm et al. (1993) dalam penelitiannya yang berjudul, “Estimating The Determinants of Taxpayer Compliance with Experimental Data” melakukan estimasi respon individual terhadap pajak dan sanksi. Ia melakukan studi eksperimental guna menentukan determinan-determinan kepatuhan Wajib Pajak. Ia menemukan bahwa pelaporan Wajib Pajak meningkat seiring dengan semakin besarnya probabilitas audit dan denda. Kepatuhan akan lebih besar pula ketika Wajib Pajak menemukan denda yang lebih rendah dan mendapat insentif atas pembayaran tersebut. Violette (dalam Mustikasari, 2005) menemukan adanya pengaruh signifikan sikap ketidakpatuhan pajak terhadap niat ketidakpatuhan Wajib Pajak. Mustikasari (2005) menemukan bahwa ada korelasi positif antara sikap ketidakpatuhan Wajib Pajak terhadap niat ketidakpatuhan Wajib Pajak. D. Kinerja Penerimaan Pajak Upaya memaksimalkan penghimpunan pajak dilakukan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang perpajakan. Ekstensifikasi merupakan upaya untuk menambah atau memperluas subyek pajak maupun obyek pajak. Indikatornya adalah ketika nominal rupiah pajak yang terhimpun diikuti oleh peningkatan jumlah Wajib Pajak. Intensifikasi dilakukan dengan upaya meningkatkan terhimpunnya pajak dari subyek pajak dan obyek pajak yang
telah ada. Indikatornya adalah peningkatan nominal rupiah penerimaan pajak tanpa selalu diikuti penambahan jumlah subyek atau obyek pajak. Tax ratio digunakan dalam mengukur kinerja penerimaan pajak. Tax Ratio menggunakan jumlah penerimaan pajak dan Product Domestic Bruto sebagai item dalam perhitungannya. Menurut Setiaji dan Amir (2005) masalah dalam Tax Ratio sendiri muncul dari masing-masing item tersebut. Item penerimaan pajak dalam tax ratio sendiri tidak menetapkan secara tegas apakah penerimaan ini hanya dari pajak yang diterima Direktorat Jenderal Pajak saja ataukah termasuk restitusi dan pajak yang ditanggung pemerintah. Hal ini menyebabkan tax ratio menjadi uncomparable untuk perbandingan antar Negara, karena pihak-pihak yang berkepentingan dapat saja memanfaatkan peluang ini untuk membesarkan atau memperkecil jumlah penerimaan pajak. PDB dipermasalahkan akibat acuan tahun atau basis yang digunakan. Patokan tahun yang menjadi basis perhitungan juga bisa menjadi sangat politis karena bisa saja dipilih tahun yang inflasinya rendah agar hasil agregasi PDB menjadi tinggi. Selain itu, masalah klasik berupa konsep harga yang mengandung makna distorsi, proses imputasi dalam perhitungan PDB serta kemungkinan tidak tercatatnya sektor informal bahkan ekonomi bawah tanah (underground economy). Namun, kelemahan ini tidak menjadikan indikator keberhasilan ini tidak layak pakai, karena pada kenyataannya sampai saat ini tax ratio yang paling banyak digunakan.
E. Hipotesis Penelitian
1.
Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Forest dan Sheffrin (2002) menemukan adanya korelasi positif antara pendapatan, self employment dan jenis kelamin pria terhadap pengindaran pajak. Ia juga menemukan bahwa usia, kepemilikan rumah dan telah menikah berhubungan negtif terhadap penghindaran pajak. Fallan (1999) menemukan pula ada hubungan positif antara pengetahuan Wajib Pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak. Violette (2005) menemukan adanya pengaruh signifikan sikap ketidakpatuhan pajak terhadap niat ketidakpatuhan Wajib Pajak. Mustikasari (2005) menemukan bahwa ada korelasi positif antara sikap ketidakpatuhan Wajib Pajak terhadap niat ketidakpatuhan
Wajib
Pajak.
Berdasarkan
penelitian-penelitian
sebelumnya, peneliti mengajukan hipotesis berikut ini: H1.
Kesadaran
Wajib
Pajak
berpengaruh
positif
terhadap
kepatuhan Wajib Pajak
2.
Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pelayanan perpajakan diukur melalui ketentuan perpajakan, kualitas SDM, dan sistem informasi perpajakan. Pendidikan dan penghasilan Wajib Pajak ternyata berbanding terbalik dengan kepuasan Wajib Pajak. Ketika pendidikan Wajib Pajak dan penghasilan Wajib Pajak semakin meningkat, mereka kurang memperhatikan permasalahan kualitas pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak Klaten. Kartawan dan Kusmayadi (1999) menemukan persepsi Wajib Pajak badan BUMS maupun BUMD
mengenai mengenai Undang-Undang Pajak Penghasilan berpengaruh nyata terhadap pelaksanaan sistem self assessment. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti mengajukan hipotesis berikut ini: H2 Pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak 3. Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Kinerja Penerimaan Pajak Suryadi (2006) menemukan bahwa kepatuhan Wajib Pajak yang diukur melalui pemeriksaan pajak, penegakan hukum dan kompensasi, berpengaruh positif terhadap kinerja penerimaan pajak. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti mengajukan hipotesis berikut ini: H3 Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kinerja penerimaan pajak F.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan, hubungan antar variabel yang dikonsepkan, dapat digambarkan dalam model berikut ini:
1
1 Persepsi Wajib Pajak
1
Pengetahuan Perpajakan
1
Karakteristik Wajib Pajak
Penyuluhan Perpajakan
Kesadaran Wajib Pajak
1 Pemeriksaan Pajak
1
1
Penegakan Hukum
1
Kinerja Penerimaan Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak
Kompensasi Pajak
Pelayanan Perpajakan Kualitas SDM
1
Ketentuan Perpajakan
1
Sistem Informasi Perpajakan
Gambar II.1 Kerangka Pemikiran
1
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah rencana dari struktur penelitian yang mengarahkan proses dari hasil penelitian sedapat mungkin menjadi valid, obyektif, efisien, dan efektif. Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden individu (Jogiyanto, 2004). Menurut Indriantoro dan Supomo (2002: 86) secara umum yang perlu ditentukan di dalam desain penelitian adalah karakteristik-karakteristik dari penelitiannya meliputi: tujuan studi, tipe hubungan antar variabel, lingkungan studi, unit analisis, horison waktu dan pengukuran konstruk. Desain penelitian difokuskan pada tujuan studi, dimensi waktu, unit analisis, pengukuran, dan lingkungan (setting) penelitian. 1. Lingkungan (setting) penelitian Lingkungan (setting) dalam penelitian ini berupa studi lapangan, yaitu dengan subyek penelitian Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam Lingkungan Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan.
2. Unit analisis Unit analisis adalah tingkat kesatuan data yang dikumpulkan selama tahap analisis data selanjutnya (Sekaran, 2006). Unit analisis merupakan tingkat agregasi data yang dianalisis dalam penelitian dan merupakan elemen penting
dalam desain penelitian karena mempengaruhi proses pemilihan, pengumpulan dan analisis data. Unit analisis penelitian ini adalah tingkat individual, yaitu data yang dianalisis berasal dari setiap Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam Lingkungan Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan.
3. Dimensi waktu Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian cross sectional. Hal ini berarti bahwa dalam penelitian mengambil data pada satu kurun waktu tertentu, sehingga penelitian ini tidak bisa menjelaskan fenomena yang disebabkan pergeseran waktu.
6. Pengukuran Construct Construct merupakan abstraksi dari fenomena atau realitas untuk keperluan penelitian yang harus dioperasionalkan dalam bentuk variabel yang diukur dengan berbagai macam nilai. Pengukuran construct dalam penelitian ini menggunakan skala interval, yaitu skala yang menyatakan kategori, peringkat dan jarak construct yang diukur.
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi Populasi adalah jumlah dari keseluruhan obyek (satuan-satuan atau individu-individu) yang karakteristiknya hendak diduga (Djarwanto, 2000). Populasi mengacu pada keseluruhan orang, kejadian, atau hal minat yang ingin
peneliti investigasi (Sekaran, 2006). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam Lingkungan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Selatan. Terdapat 11 KPP yang termasuk di dalamnya, yaitu: KPP Madya Jakarta Selatan, KPP Jakarta Setiabudi Satu, KPP Jakarta Setiabudi Dua, KPP Jakarta Tebet, KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua, KPP Jakarta Kebayoran Lama, KPP Jakarta Mampang Prapatan, KPP Jakarta Pancoran, KPP Jakarta Cilandak, KPP Jakarta Cilandak ,KPP Jakarta Pasar Minggu
2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti atau diselidiki dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi, jumlahnya lebih sedikit dari jumlah populasi (Djarwanto, 2008). Pedoman jumlah sampel tidak mengikat, karena dalam praktek pengumpulan sampel kadang mengalami hambatan dalam tenaga, dana, waktu dan ciri-ciri populasi yang tidak memungkinkan (Santoso, 2007). Hair, et al. (dalam Ghozali dan Fuad, 2005) mengemukakan bahwa ukuran sampel yang disarankan untuk penggunaan estimasi Maximum Likelihood sebesar 100-200. Jogiyanto (2004), memberikan penjelasan mengenai sampel yang baik yaitu sampel harus akurat (tidak bias) dan nilai presisinya tinggi. Penelitian ini menggunakan sampel besar sejumlah 220 responden yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi. Peneliti akan mengambil sampel secara merata di tiap-tiap KPP yang masuk dalam lingkungan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Selatan.
3. Teknik Sampling
KPP Madya Jakarta Selatan 20 sampel
KPP Jakarta Setiabudi Satu 20 sampel
KPP Kebayoran Baru Dua 20 sampel
KPP Mampang Prapatan 20 sampel
KPPJakarta Setiabudi Dua 20 sampel
KPP Jakarta Tebet 20 sampel
220 Sampel
KPP Jakarta Pancoran 20 sampel
KPPJakarta Cilandak 20 sampel
KPP Kebayoran Baru Satu 20 sampel
KPP Kebayoran Lama 20 sampel
KPP Jakarta Pasar Minggu 20 sampel
Gambar III.1 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah stratified random sampling. Teknik ini dilakukan dengan cara membagi populasinya menjadi beberapa bagian. Anggota-anggota dari sub populasi (stratum) dipilih dengan random. Jumlah anggota yang terpilih dari setiap bagian merupakan anggota sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah 220 Wajib Pajak Orang Pribadi. Angka 220 ini diperoleh dari penjumlahan jika di setiap KPP yang termasuk dalam Lingkungan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Selatan diambil 20 sampel. Jumlah KPP itu sendiri adalah 11 KPP.
C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner ini meliputi: a. Data mengenai gambaran atau profil responden.
b. Data mengenai persepsi responden terhadap kesadaran Wajib Pajak (persepsi Wajib Pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik Wajib Pajak, penyuluhan Wajib Pajak), pelayanan perpajakan (kualitas SDM, ketentuan perpajakan, sistem informasi perpajakan), kepatuhan Wajib Pajak (pemeriksaan pajak, penegakan hukum, kompensasi pajak), dan kinerja penerimaan pajak. Prosedur
pengumpulan
data
dalam
penelitian
ini
yaitu
untuk
pengumpulan data primer. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden. Kuesioner ini dibagikan kepada responden untuk mengukur kesadaran Wajib Pajak, pelayanan fiskus dan kepatuhan Wajib Pajak. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui kuesioner. Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab dan kemudian responden memilih alternatif jawaban yang sudah disediakan sehingga responden tidak diberi kesempatan menjawab di luar jawaban yang telah disediakan.
D. Pengukuran Variabel dan Definisi Operasional 1. Teknik Pengukuran Variabel dan instrumen penelitian Pengumpulan data primer dalam penelitian ini melalui kuesioner. Kuesioner diambil dari penelitian Suryadi (2006). Skala dalam penelitian ini adalah skala likert lima poin. Terdiri dari (1) Sangat Setuju <SS>, (2) Setuju <S>, (3) Ragu-Ragu
, (4) Tidak Setuju , (5) Sangat Tidak Setuju <STS>.
Pemberian skor untuk masing-masing jawaban dalam kuesioner adalah sebagai berikut: 1. Pilihan pertama, memiliki nilai skor 1 (satu) 2. Pilihan kedua, memiliki nilai skor 2 (dua) 3. Pilihan ketiga, memiliki nilai skor 3 (tiga) 4. Pilihan keempat, memiliki nilai skor 4 (empat) 5. Pilihan kelima, memiliki nilai skor 5 (lima)
2. Definisi Operasional Penelitian
ini
hendak
menganalisis
hubungan
dari
beberapa
variabel.Variabel-variabel tersebut adalah: a. Variabel Independen: Kesadaran Wajib Pajak dan Pelayanan Fiskus b. Variabel Dependen: Kinerja Penerimaan Pajak c. Variabel Intervening: Kepatuhan Wajib Pajak Definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut: a. Kesadaran Wajib Pajak Kesadaran Wajib Pajak dilihat sebagai kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak oleh Suryadi (2006). Variabel ini dibentuk oleh 4 dimensi, yaitu: 1) Persepsi Wajib Pajak Pengukuran dimensi ini menggunakan 10 item pertanyaan dimana tiap item pertanyaan diukur dengan skala Likert 5 jenjang dengan masing-
masing nilai 5 untuk jawaban sangat setuju <SS>, 4 untuk jawaban setuju <S>, 3 untuk jawaban ragu-ragu , 2 untuk jawaban tidak setuju , 1 untuk jawaban sangat tidak setuju <STS>. 2) Pengetahuan Wajib Pajak Pengukuran dimensi ini menggunakan 5 item pertanyaan dimana tiap item pertanyaan diukur dengan skala Likert 5 jenjang dengan masingmasing nilai 5 untuk jawaban sangat setuju <SS>, 4 untuk jawaban setuju <S>, 3 untuk jawaban ragu-ragu , 2 untuk jawaban tidak setuju , 1 untuk jawaban sangat tidak setuju <STS>. 3) Karakteristik Wajib Pajak Pengukuran dimensi ini menggunakan 5 item pertanyaan dimana tiap item pertanyaan diukur dengan skala Likert 5 jenjang dengan masingmasing nilai 5 untuk jawaban sangat setuju <SS>, 4 untuk jawaban setuju <S>, 3 untuk jawaban ragu-ragu , 2 untuk jawaban tidak setuju , 1 untuk jawaban sangat tidak setuju <STS>. 4) Penyuluhan Perpajakan Pengukuran dimensi ini menggunakan 6 item pertanyaan dimana tiap item pertanyaan diukur dengan skala Likert 5 jenjang dengan masing-masing nilai 5 untuk jawaban sangat setuju <SS>, 4 untuk jawaban setuju <S>, 3 untuk jawaban ragu-ragu , 2 untuk jawaban tidak setuju , 1 untuk jawaban sangat tidak setuju <STS>.
b. Pelayanan Fiskus
Pelayanan perpajakan disini dibentuk oleh dimensi sebagai berikut yaitu: 1) Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Pengukuran dimensi ini menggunakan 5 item pertanyaan dimana tiap item pertanyaan diukur dengan skala Likert 5 jenjang dengan masing-masing nilai 5 untuk jawaban sangat setuju <SS>, 4 untuk jawaban setuju <S>, 3 untuk jawaban ragu-ragu , 2 untuk jawaban tidak setuju , 1 untuk jawaban sangat tidak setuju <STS>.
2) Ketentuan Perpajakan Pengukuran dimensi ini menggunakan 9 item pertanyaan dimana tiap item pertanyaan diukur dengan skala Likert 5 jenjang dengan masing-masing nilai 5 untuk jawaban sangat setuju <SS>, 4 untuk jawaban setuju <S>, 3 untuk jawaban ragu-ragu , 2 untuk jawaban tidak setuju , 1 untuk jawaban sangat tidak setuju <STS>. 3) Sistem Informasi Perpajakan Pengukuran dimensi ini menggunakan 5 item pertanyaan dimana tiap item pertanyaan diukur dengan skala Likert 5 jenjang dengan masing-masing nilai 5 untuk jawaban sangat setuju <SS>, 4 untuk jawaban setuju <S>, 3 untuk jawaban ragu-ragu , 2 untuk jawaban tidak setuju , 1 untuk jawaban sangat tidak setuju <STS>.
c. Kepatuhan Wajib Pajak
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penegakan hukum yang dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum serta terpenuhinya kompensasi pajak membuat Wajib Pajak taat, patuh dan disiplin dalam membayar pajak. Kepatuhan Wajib Pajak dibentuk oleh dimensi yaitu: 1) Pemeriksaan Pajak Pengukuran dimensi ini menggunakan 9 item pertanyaan dimana tiap item pertanyaan diukur dengan skala Likert 5 jenjang dengan masing-masing nilai 5 untuk jawaban sangat setuju <SS>, 4 untuk jawaban setuju <S>, 3 untuk jawaban ragu-ragu , 2 untuk jawaban tidak setuju , 1 untuk jawaban sangat tidak setuju <STS>. 2) Penegakan Hukum Pengukuran dimensi ini menggunakan 8 item pertanyaan dimana tiap item pertanyaan diukur dengan skala Likert 5 jenjang dengan masing-masing nilai 5 untuk jawaban sangat setuju <SS>, 4 untuk jawaban setuju <S>, 3 untuk jawaban ragu-ragu , 2 untuk jawaban tidak setuju , 1 untuk jawaban sangat tidak setuju <STS>. 3) Kompensasi Pajak Pengukuran dimensi ini menggunakan 5 item pertanyaan dimana tiap item pertanyaan diukur dengan skala Likert 5 jenjang dengan masing-masing nilai 5 untuk jawaban sangat setuju <SS>, 4 untuk jawaban setuju <S>, 3 untuk jawaban ragu-ragu , 2 untuk jawaban tidak setuju , 1 untuk jawaban sangat tidak setuju <STS>. d. Kinerja penerimaan pajak
Pengukuran variabel ini menggunakan 11 item pertanyaan dimana tiap item pertanyaan diukur dengan skala Likert 5 jenjang dengan masing-masing nilai 5 untuk jawaban sangat setuju <SS>, 4 untuk jawaban setuju <S>, 3 untuk jawaban ragu-ragu , 2 untuk jawaban tidak setuju , 1 untuk jawaban sangat tidak setuju <STS>. E. Prosedur dan Analisis Data 1.
Pengujian Statistik Pengujian statistik diawali dengan pengujian validitas dan reliabilitas data penelitian. Hal ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa data yang diperoleh telah memenuhi kriteria kelayakan untuk diuji dengan menggunakan metode statistik apapun jenisnya. Dengan demikian, hasil yang diperoleh mampu menggambarkan fenomena yang diukur. a. Uji Validitas Uji validitas bertujuan mengetahui ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen dianggap memiliki validitas tinggi jika dapat memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan tujuannya. Pengujian validitas meliputi validitas konvergen dan validitas diskriminan yang dilihat dari factor loading (Malholtra, 1993). Validitas konvergen mengindikasi kemampuan indikan dalam mengukur konstruk yang diukurnya yang ditunjukkan oleh nilai factor loading yang relatif besar, sedangkan validitas diskriminan mengindikasi ketidakmampuan indikan dalam mengukur konstruk yang harus diukurnya yang ditunjukkan oleh nilai factor loading yang kecil.
Uji validitas dilakukan pada kuesioner yang telah dibagikan kepada Wajib Pajak. Validitas dinyatakan secara empiris oleh koefisien validitas yang disebut Corrected item – Total Correlation (r), yang kemudian nilai ini dibandingkan dengan nilai tabel. Jika koefisien validitas (r) hitung > r tabel, maka pernyataan tersebut valid, tetapi jika koefisien validitas (r) hitung < r tabel, maka pernyataan tersebut tidak valid. Di dalam uji validitas ini hanya dikenal istilah Validitas Konstruk, yaitu pengujian validitas yang digunakan untuk melihat hubungan antara hasil pengukuran suatu alat ukur dengan konsep yang melatarbelakanginya. Jadi validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan pengetahuan tentang konsep atau sifat dimensi yang diukur. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk membuktikan bahwa suatu alat ukur mempunyai validitas konstruk adalah dengan Confirmatory Factor Analysis dengan bantuan AMOS 16, di mana setiap item pertanyaan harus mempunyai factor loading >0,40 (Hair et al., 2006).
b. Uji Reliabilias Reliabilitas merupakan prosedur pengujian statistik yang dianggap relevan untuk mengukur sejauh mana kehandalan atau konsistensi internal dari suatu instrumen penelitian. Untuk menguji reliabilitas digunakan Cronbach Alpha dengan bantuan SPSS for windows 16. Hair et al. (1998) mengatakan bahwa nilai Cronbach Alpha dapat dikatakan reliabel apabila nilainya > 0,70. Sekaran (2000) membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut: jika alpha atau r hitung (1) 0,8-1,0 = Reliabillitas baik,
(2) 0,6-0,799=
Reliabilitas diterima, (3) kurang dari 0,6= Reliabilitas kurang baik. Dengan demikian, prosedur pengujian ini dapat memberikan jaminan bahwa datanya
memenuhi kriteria kelayakan untuk dianalisis dengan menggunakan metode metode statistik yang lain. Ukuran reliabilitas yang lain adalah variance extracted sebagai pelengkap ukuran construct reliability. Berikut ini rumus menghitung construct reliability dan variance extracted: Construct Reliability = (∑std loading)2/(∑std loading)2+∑Єj Variance Extracted = ∑std loading2/∑std loading2+∑Єj Hasil Variance Extracted (VE) diatas 0,5 dapat dijadikan tanda adanya konvergensi yang memadai (bila hasil perhitungan VE didapati hasil yang positif dan diatas 0,5 menandakan adanya arah hubungan yang positif dan hubungan keduanya searah).
c. Analisis Structural Equation Model (SEM) Analisis stuctural equation model bertujuan untuk mengestimasi beberapa persamaan regresi terpisah akan tetapi masing masing mempunyai hubungan simultan atau bersaman. Dalam analisis ini dimungkinkan terdapat beberapa variabel dependen, dan variabel ini dimungkinkan menjadi variabel independen bagi variabel dependen yang lainnya. Pada prinsipnya, model struktural bertujuan untuk menguji hubungan sebab akibat antar variabel sehingga jika salah satu variabel diubah, maka terjadi perubahan pada variabel yang lain. Dalam studi ini, data diolah dengan menggunakan Analysis of Moment Structure atau AMOS versi 16.
Analisis SEM memungkinkan perhitungan estimasi seperangkat persamaan regresi yang simultan, berganda dan saling berhubungan. Karakteristik penggunaan model ini: (1) untuk mengestimasi hubungan dependen
ganda
yang
saling
berkaitan,
(2)
kemampuannya
untuk
memunculkan kosep yang tidak teramati dalam hubungan serta dalam menentukan
kesalahan
pengukuran
dalam
proses
estimasi,
dan
(3)
kemampuannya untuk mengakomodasi seperangkat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen serta mengungkap variabel laten (Hair et al., 1998)
d. Evaluasi Asumsi Structural Equation Model (SEM) 1) Asumsi kecukupan sampel Sampel yang harus dipenuhi dalam model SEM ini berjumlah lima kali jumlah parameter yang akan diestimasi (Ferdinand, 2002). Sampel yang terlalu banyak tidak memungkinkan untuk dilakukan oleh peneliti. Namun, Hair, et al. (dalam Ghozali dan Fuad, 2005) mengemukakan bahwa ukuran sampel yang disarankan untuk penggunaan estimasi Maximum Likelihood sebesar 100-200. Oleh sebab itu, peneliti mengambil sampel 220 responden. 2) Asumsi nomalitas Normalitas merupakan bentuk distribusi dari variabel matriks tunggal yang menghasilkan distribusi normal (Hair, et al., 1998). Apabila asumsi ini tidak tepenuhi dan penyimpangan data normal tersebut besar maka akan menghasilkan hasil uji statistik yang bias. Uji terhadap
normalitas data dapat dilakukan dengan menggunakan nilai critical ratio skewness dan kurtosis. Nilai statistik untuk menguji normalitas disebut z value (Critical Ratio atau CR pada output AMOS 16) dari ukuran skewness dan kurtosis sebaran data. Bila CR lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data tidak normal. 3) Asumsi outliers Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim yang memiliki karakteristik unik yang sangat berbeda dari observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk variabel tunggal maupun variabel kombinasi (Hair, et al., 1998). Umumnya perlakuan terhadap outliers adalah dengan mengeluarkannya dari data dan tidak diikutsertakan dalam perhitungan berikutnya. Outliers dapat dievaluasi dengan nilai malahanobis distance dengan nilai degree of freedom sejumlah variabel yang digunakan dalam penelitian pada tingkat p< 0,001. Dalam hal ini variabel yang dimaksud adalah jumlah item pengurang pada model (Ferdinand, 2002).
e. Evaluasi atas kinerja Goodness of Fit Dalam studi ini, pendekatan yang digunakan untuk menguji model struktural adalah multigroup structural equation model (MSEM). Pendekatan ini digunakan untuk menguji model strukural pada kelompok yang berbeda secara simultan. Perbedaan yang terjadi antar kelompok dapat dievaluasi berdasakan goodness of fit model didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
1) Chi Square
Tujuan analisis ini adalah mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan data. Dalam pengujian ini nilai X2 yang rendah dan menghasilkan tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0,05 akan mengindikasikan tidak ada perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians data dan matriks kovarians yang diestimasi. Chi square sangat bersifat sensitif terhadap sampel yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar. Oleh karenanya pengujian ini perlu dilengkapi dengan alat uji lainnya. 2) Goodness of fit index (GFI) Indeks ini mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang diprediksi dibandingkan
data
yang
sebenarnya.
Nilai
yang
mendekati
1
mengisyaratkan model yang diuji memiliki kesesuaian dengan baik. 3) Root Mean SquareError of Approximation (RMSEA) RMSEA adalah indeks yang digunakan untuk mengukur fit model menggantikan chi square statistik dalam jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA < 0,08 mengindikasikan indeks yang baik untuk menerima kesesuaian sebuah model.
4) Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) Indeks ini merupakan pengembangan dari GFI yang telah disesuaikan dengan rasio dari degree of freedom model yang diajukan
dengan degree of freedom dari null model (model konstruk tunggal dengan semua indikator pengukuran konstruk). Nilai yang direkomendasikan adalah AGFI > 0,9. Semakin besar nilai AGFI maka semakin baik kesesuaian yang dimiliki model. 5) Tucker Lewis Index (TLI) TLI
merupakan
indeks
kesesuaian
incremental
yang
membandingkan model yang diuji dengan null model. Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah nilai TLI > 0,95. TLI merupakan indeks kesesuaian yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. 6) Normed Fit Index (NFI) Indeks ini juga merupakan indeks kesesuaian incremental. Nilai yang direkomendasikan adalah > 0,90. 7) Comparative Fit Index (CFI) CFI juga merupakan indeks kesesuaian incremental. Besaran indeks ini adalah dalam rentang 0 sampai 1 dan nilai yang mendekati 1 mengindikasikan model memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Indeks ini sangat dianjurkan untuk dipakai karena indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi oleh kerumitan model. Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah CFI > 0,90. 8) Normed Chi Square (CMIN/DF) CMIN/DF adalah ukuran yang diperoleh dari nilai chi square dibagi dengan degree of freedom. Indeks ini merupakan indeks kesesuaian parsimonious yang mengukur hubungan goodness of fit model dan jumlahjumlah koefisien estimasi yang diharapkan untuk mencapai tingkat
kesesuaian. Nilai yang direkomendasikan untuk menerima kesesuaian model adalah CMIN/DF < 2,0/3,0.
Tabel III.1 Indikator Goodness-of-fit Model Kriteria
Control off value
Keterangan
X2-Chi Square
Diharapkan kecil
Baik
X2- Probability
≥ 0,05
Baik
GFI
≥ 0,90
Baik
RMSEA
≥ 0,80
Baik
AGFI
≥ 0,90
Baik
TLI
≥ 0,95
Baik
Comparative Fit Index (CFI)
≥ 0,90
Baik
Normed Chi Square
< 2,00-5,00
Baik
Untuk menentukan signifikansi variabel intervening, dalam SEM dilakukan dua pengujian struktural, yaitu (1) model dengan parameter yang diberi kendala (contrained parameter), dan (2) model dengan parameter yang tidak diberi kendala (unconstrained parameter). Variabel intervening dikatakan signifikan jika model dengan parameter yang dibebaskan lebih baik daripada model dengan parameter yang diberi kendala.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Sampel Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik dan tanggapan responden terhadap item-item pertanyaan dalam kuesioner. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah stratified random sampling. Teknik ini dilakukan dengan cara membagi populasinya menjadi beberapa bagian. Anggotaanggota dari sub populasi (stratum) dipilih dengan random. Jumlah anggota yang terpilih dari setiap bagian merupakan anggota sampel. Responden dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar dalam Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan dan diambil 20 sampel di tiap-tiap Kantor Pelayanan Pajak. Kantor Pelayanan Pajak yang masuk dalam wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan berjumlah 11 KPP. Maka, kuesioner yang telah peneliti sebarkan sebanyak 220 buah dengan jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 166 buah. Kemudian, dari 166 buah ditemukan adanya data outliers sebanyak 9 buah dan harus dikeluarkan dari data untuk analisis selanjutnya. Namun demikian, jumlah sampel data yang tersebut yaitu 157 buah telah memenuhi ukuran sampel minimum yang disyaratkan, yaitu sampel minimal yang sesuai untuk metode SEM adalah antara 100-200 (Hair et al., dalam Ferdinand, 2002:48).
Tabel IV.1 Deskripsi Sebaran Kuesioner No
Nama KPP
Jumlah Disebar
Jumlah kembali
Prosentase
1.
KPP Madya Jakarta Selatan
20
15
9,04 %
2.
KPP Jakarta Setiabudi Satu
20
14
8,43 %
3.
KPP Jakarta Setiabudi Dua
20
14
8,43 %
4.
KPP Jakarta Tebet
20
14
8,43 %
.5
KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu
20
16
9,64 %
6
KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua
20
15
9,04 %
7
KPP Jakarta Kebayoran Lama
20
15
9,04 %
8
KPP Jakarta Mampang Prapatan
20
19
11,45 %
9
KPP Jakarta Pancoran
20
14
8,43 %
10
KPP Jakarta Cilandak
20
16
9,64 %
11
KPP Jakarta Pasar Minggu
20
14
8,43 %
220
166
100%
Jumlah Sumber: data primer yang diolah (2010)
Dari Tabel IV.1 dapat dijelaskan bahwa jumlah responden yang terdaftar di KPP Madya Jakarta Selatan berjumlah 15 orang (9,04%). KPP Jakarta Setiabudi Satu berjumlah 14 orang (8,43%), KPP Jakarta Setiabudi Dua sebesar 14 orang (8,43%), KPP Jakarta Tebet berjumlah 14 orang (8,43%), KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu berjumlah 16 orang (9,64%), KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua berjumlah 15 orang
(9,04%), KPP Jakarta Kebayoran Baru Lama berjumlah 15 orang (9,04%), KPP Mampang Prapatan berjumlah 19 orang (11,45%), KPP Jakarta Pancoran berjumlah 14 orang (8,43%), KPP Jakarta Cilandak berjumlah 16 orang (9,64%) dan KPP Jakarta Pasar Minggu berjumlah 14 orang (8,43%). Jumlah sampel terbanyak untuk penelitian ini adalah dari KPP Mampang Prapatan, namun tetap dapat disimpulkan bahwa kuesioner ini tetap mewakili keseluruhan populasi, yaitu Wajib Pajak di wilayah Jakarta Selatan. Adapun karakteristik responden berdasarkan jenis kelaminnya dari data isian kuesioner adalah sebagai berikut:
Tabel IV.2 Deskripsi Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin
Jumlah
Prosentase
Laki-laki
94
56,63 %
Perempuan
72
43,37 %
Total
166
100 %
Sumber: data primer yang diolah (2010)
Dari tabel IV.2 dapat dijelaskan bahwa jumlah responden laki-laki berjumlah 94 orang (56,63%) lebih banyak dari jumlah responden perempuan 72 orang (43,37%). Dapat disimpulkan bahwa responden yang paling banyak adalah responden laki-laki. Adapun karakteristik responden berdasarkan tingkat penghasilan per tahun dari data isian kuesioner adalah sebagai berikut:
Tabel IV.3 Deskripsi Tingkat Penghasilan Responden Tingkat Penghasilan (per bulan)
Jumlah Responden
Prosentase
< Rp. 10.000.000,00
102
61,44 %
Rp. 10.000.000,00 - Rp. 25.000.000.00
11
6,63 %
Rp. 25.000.000,00-Rp.50.000.000,00
20
12,05 %
Rp. 50.000.000,00 -Rp. 100.000.000,00
24
14,46 %
> Rp. 100.000.000,00
9
5,42 %
Jumlah
166 orang
100 %
Sumber: data primer yang diolah (2010)
Dari tabel IV.3 dapat disimpulkan dijelaskan bahwa responden yang berpenghasilan kurang dari Rp.10.000.000,00 juta adalah 102 orang (61,44%), berpenghasilan Rp.10.000.000,00 hingga Rp.25.000.000.00 adalah 11 orang (6,63%), berpenghasilan Rp.25.000.000.00 hingga Rp.50.000.000,00 adalah 20 orang (12,05%), berpenghasilan Rp.50.000.000,00 hingga Rp.100.000.000,00 adalah 24 orang (14,46%) dan responden yang berpenghasilan lebih dari Rp.100.000.000,00 adalah 9 orang (5,42%). Dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak adalah responden dengan penghasilan Rp.50.000.000,00 hingga Rp. 100 juta per tahun.
B. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan oleh penulis dilakukan melalui dua langkah. Pertama, penulis menghitung kembali kuesioner yang dikembalikan responden untuk dianalisa lebih lanjut. Kedua, penulis menganalisa data kuesioner kembali yang dapat dimasukkan dalam analisis. Setelah analisis data dilakukan, penulis melanjutkan dengan pengujian instrumen penelitian. Suatu alat ukur atau instrumen pengumpul data harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas, sehingga data yang diperoleh bebas dari bias. Dari 220 kuesioner yang disebarkan kepada responden, terdapat 166 buah kuesioner yang dapat dimasukkan dalam analisis. Peneliti menyebarkan 20 buah kuesioner di tiap wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Selatan, dimana terdapat 11 Kantor Pelayanan Pajak. Pada awalnya, peneliti menyebarkan kuesioner dengan cara menunggu di setiap Kantor Pelayanan Pajak wilayah Jakarta Selatan dan membagikannya kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang datang pada hari tersebut. Cara ini ternyata tidak efektif, karena sebagian besar pengunjung Kantor Pelayanan Pajak bukan Wajib Pajak itu sendiri, melainkan orang lain yang diperintah untuk mengantar SPT oleh Wajib Pajak. Oleh sebab itu, peneliti kemudian mengambil langkah untuk menyebarkan kuesioner tersebut dengan mendatangi kantor-kantor yang masuk di setiap wilayah Kantor Pelayanan Pajak.
1. Uji Validitas Validitas menunjukkan seberapa jauh suatu tes atau suatu set dari operasioperasi mengukur apa yang seharusnya diukur. Salah satu manfaat dari Confirmatory Factor Analysis (CFA) adalah kemampuan menilai validitas konstruk dari measurement theory yang diusulkan. Syarat yang harus dipenuhi, pertama loading factor harus signifikan, yaitu lebih dari 0,50 (Ghozali, 2008:135). Confirmatory Factor Analysis (CFA) harus dipenuhi, karena merupakan salah satu
syarat untuk dapat menganalisis model dengan Structural Equation Modelling (SEM). Pengukuran Validitas menggunakan Confirmatory Factor Analysis dengan bantuan program komputer AMOS 16. Adapun hasil output analisis faktor dapat dilihat sebagai berikut: a. Validitas Konstruk terhadap Pelayanan Fiskus Hasil CFA item-item pertanyaan Pelayanan Fiskus yang berjumlah 19 item menunjukkan bahwa semua item pertanyaan memiliki item validitas baik dengan nilai cut point sebesar 0,5. Semua item pertanyaan tersebut memiliki nilai validitas di atas 0,5. Semua item pertanyaan yang valid tersebut dapat dilihat pada tabel IV.4 berikut ini:
Tabel IV.4 Analisis Faktor Pelayanan Fiskus Item Pertanyaan
Faktor Loading
Evaluasi
SIP1
0.768
Valid
SIP2
0.709
Valid
SIP3
0.763
Valid
SIP4
0.718
Valid
SIP5
0.730
Valid
KTP1
0.747
Valid
KTP2
0.717
Valid
KTP3
0.732
Valid
KTP4
0.761
Valid
KTP5
0.720
Valid
KTP6
0.711
Valid
KTP7
0.720
Valid
KTP8
0.703
Valid
KSDM1
0.709
Valid
KSDM2
0.725
Valid
KSDM3
0.739
Valid
KSDM4
0.758
Valid
KSDM5
0.754
Valid
Sumber: Data primer yang diolah (2010)
b.
Validitas Konstruk terhadap Kesadaran Wajib Pajak
Tabel IV.5 Analisis Faktor Kesadaran Wajib Pajak
Item Pertanyaan
Faktor Loading
Evaluasi
PER1
0.776
Valid
PER2
0.740
Valid
PER3
0.738
Valid
PER4
0.715
Valid
PER5
0.724
Valid
PER6
0.770
Valid
PER7
0.699
Valid
PER8
0.750
Valid
PER9
0.752
Valid
PER10
0.713
Valid
PENG1
0.747
Valid
PENG2
0.731
Valid
PENG3
0.742
Valid
PENG4
0.756
Valid
PENG5
0.772
Valid
KAR1
0.718
Valid
KAR2
0.766
Valid
KAR3
0.756
Valid
KAR4
0.745
Valid
KAR5
0.832
Valid
Sumber: data primer yang diolah (2010)
Item Pertanyaan
Faktor Loading
Evaluasi
PENY1
0.832
Valid
PENY2
0.728
Valid
PENY3
0.759
Valid
PENY4
0.765
Valid
PENY5
0.815
Valid
PENY6
0.740
Valid
Sumber: data primer yang diolah (2010)
Hasil CFA item-item pertanyaan Kesadaran Wajib Pajak yang berjumlah 26 item menunjukkan bahwa semua item pertanyaannya memiliki item validitas baik dengan nilai cut point sebesar 0,5. Semua item pertanyaan tersebut memiliki nilai validitas di atas 0,5.
c. Validitas Konstruk terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Hasil CFA item-item pertanyaan Kepatuhan Wajib Pajak yang berjumlah 22 item menunjukkan validitas baik dengan nilai cut point sebesar 0,5. Item pertanyaan tersebut memiliki nilai validitas di atas 0,5. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel IV.6 berikut ini:
Tabel IV.6 Analisis Faktor Kepatuhan Wajib Pajak
Item Pertanyaan
Faktor Loading
Evaluasi
PEMER1
0.614
Valid
PEMER2
0.607
Valid
PEMER3
0.676
Valid
PEMER4
0.611
Valid
PEMER5
0.626
Valid
PEMER6
0.639
Valid
PEMER7
0.632
Valid
PEMER8
0.626
Valid
PEMER9
0.629
Valid
PENEG1
0.601
Valid
PENEG2
0.625
Valid
PENEG3
0.603
Valid
PENEG4
0.605
Valid
PENEG5
0.635
Valid
PENEG6
0.589
Valid
PENEG7
0.612
Valid
PENEG8
0.629
Valid
KOMP1
0.614
Valid
KOMP2
0.605
Valid
KOMP3
0.627
Valid
KOMP4
0.596
Valid
KOMP5
0.635
Valid
Sumber: Data primer yang diolah (2010)
d. Validitas Konstruk Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak Hasil CFA item-item pertanyaan Kinerja Penerimaan Pajak yang berjumlah 11 item menunjukkan bahwa semua pertanyaannya memiliki item validitas baik dengan nilai cut point sebesar 0,5. semua item pertanyaan tersebut memiliki nilai validitas di atas 0,5. Semua item pertanyaan yang valid tersebut dapat dilihat pada tabel IV.7 berikut ini:
Tabel IV.7 Analisis Faktor Kinerja Penerimaan Pajak Item Pertanyaan
Faktor Loading
Evaluasi
KPK1
0.620
Valid
KPK2
0.674
Valid
KPK3
0.621
Valid
KPK4
0.660
Valid
KPK5
0.669
Valid
KPK6
0.666
Valid
KPK7
0.612
Valid
KPK8
0.641
Valid
KPK9
0.669
Valid
KPK10
0.665
Valid
KPK11
0.649
Valid
Sumber: Data primer yang diolah (2010)
2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui tingkat konsistensi terhadap instrumen-instrumen yang mengukur konsep. Hasilnya ditunjukkan oleh sebuah indeks yang menunjukkan seberapa jauh alat ukur dapat diandalkan. Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus Cronbach’s Alpha dengan bantuan program komputer SPSS 16.0. Koefisien Cronbach’s Alpha yang mendekati 1 menandakan reliabilitas konsistensi yang tinggi. Jika nilai alpha dari
tiap variabel di atas 0,7 maka dapat dikatakan variabel yang diuji telah memenuhi syarat reliabilitas (Hair et al., 1998:118)
Pengujian reliabilitas pada tiap variabel dalam penelitian ini ditunjukkan oleh tabel output hasil pengukuran Cronbach’s Alpha berikut ini: TABEL IV.8 Uji Reliabilitas Variabel
Cronbach's Alpha
Keterangan
Pelayanan Perpajakan
0,956
Baik
Kesadaran Wajib Pajak
0,971
Baik
Kepatuhan Wajib Pajak
0,963
Baik
Kinerja Penerimaan Pajak
0,936
Baik
Sumber: Data Primer yang diolah (2010)
Dari tabel IV.8 di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum semua variabel penelitian dinyatakan reliabel karena mempunyai nilai cronbach’s alpha > 0,70. C. ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODELLING (SEM) Analisis dalam penelitian ini menggunakan metode statistik multivariate Structural Equation Modelling (SEM). Ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengujian model struktural dengan pendekatan structural equation modeling yaitu sebagai berikut: 1. Asumsi Kecukupan Sampel
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 166 responden. Jumlah tersebut juga dinilai memenuhi, karena jumlah sampel minimal bagi penelitian yang menggunakan alat statistik SEM dengan prosedur Maximum Likehood Estimation (MLE yaitu sebesar 5 – 10 observasi untuk setiap parameter yang diestimasi atau 100 – 200 responden).
2. Asumsi Normalitas
Normalitas univariate dan multivariate terhadap data yang digunakan dalam analisis ini diuji dengan menggunakan AMOS 16. Hasilnya adalah seperti yang disajikan dalam tabel IV.9 berikut ini:
Tabel IV.9 Hasil Uji Asumsi Normalitas Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
KPK11
2.000
5.000
-.375
-1.974
-.384
-1.010
KPK10
2.000
5.000
-.277
-1.456
-.312
-.820
KPK9
2.000
5.000
-.461
-2.426
-.183
-.482
KPK8
2.000
5.000
-.276
-1.454
-.311
-.817
KPK7
2.000
5.000
-.267
-1.403
-.126
-.330
KPK6
2.000
5.000
-.433
-2.278
-.275
-.723
KPK5
2.000
5.000
-.209
-1.100
-.400
-1.053
Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
KPK4
2.000
5.000
-.054
-.282
-.197
-.519
KPK3
2.000
5.000
-.443
-2.328
1.030
2.709
KPK2
2.000
5.000
-.375
-1.975
.127
.333
KPK1
2.000
5.000
-.082
-.432
-.369
-.969
PENY6
2.000
5.000
-.060
-.315
-.201
-.528
PENY5
2.000
5.000
-.346
-1.820
.177
.466
PENY4
2.000
5.000
-.116
-.608
-.205
-.538
PENY3
3.000
5.000
.130
.684
-.533
-1.402
PENY2
3.000
5.000
.119
.624
-.582
-1.530
PENY1
2.000
5.000
-.402
-2.115
-.433
-1.138
KAR5
2.000
5.000
-.343
-1.807
-.453
-1.192
KAR4
2.000
5.000
-.444
-2.338
.620
1.631
KAR3
2.000
5.000
-.330
-1.738
.519
1.365
KAR2
2.000
5.000
-.339
-1.785
.455
1.197
KAR1
2.000
5.000
-.417
-2.192
.989
2.602
PENG5
2.000
5.000
-.468
-2.463
.446
1.173
Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
PENG4
2.000
5.000
-.321
-1.686
.416
1.095
PENG3
2.000
5.000
-.398
-2.093
.897
2.359
PENG2
2.000
5.000
-.477
-2.507
1.438
3.781
PENG1
2.000
5.000
-.397
-2.088
.705
1.854
PER10
2.000
5.000
-.398
-2.091
1.168
3.073
PER9
2.000
5.000
-.368
-1.935
.679
1.785
PER8
2.000
5.000
-.465
-2.444
.799
2.101
PER7
2.000
5.000
-.340
-1.786
.531
1.396
PER6
2.000
5.000
-.467
-2.456
.699
1.838
PER5
2.000
5.000
-.431
-2.266
.900
2.368
PER4
2.000
5.000
-.478
-2.512
1.047
2.755
PER3
2.000
5.000
-.288
-1.514
.597
1.571
PER2
2.000
5.000
-.305
-1.606
.649
1.706
PER1
2.000
5.000
-.375
-1.971
.433
1.140
PEMER9
2.000
5.000
-.450
-2.368
.724
1.904
PEMER8
2.000
5.000
-.312
-1.639
.445
1.172
Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
PEMER7
2.000
5.000
-.487
-2.563
.784
2.061
PEMER6
2.000
5.000
-.360
-1.895
.726
1.910
PEMER5
2.000
5.000
-.361
-1.899
.842
2.215
PEMER4
2.000
5.000
-.362
-1.904
.986
2.592
PEMER3
2.000
5.000
-.484
-2.544
.417
1.098
PEMER2
2.000
5.000
-.507
-2.668
.994
2.613
PEMER1
2.000
5.000
-.300
-1.580
.663
1.744
PENEG8
2.000
5.000
-.330
-1.734
.818
2.151
PENEG7
2.000
5.000
-.413
-2.172
1.277
3.359
PENEG6
2.000
5.000
-.404
-2.128
1.148
3.018
PENEG5
2.000
5.000
-.361
-1.899
.842
2.215
PENEG4
2.000
5.000
-.416
-2.188
.865
2.274
PENEG3
2.000
5.000
-.455
-2.392
1.104
2.903
PENEG2
2.000
5.000
-.459
-2.413
1.132
2.977
PENEG1
2.000
5.000
-.445
-2.342
1.019
2.680
KOMP1
2.000
5.000
-.369
-1.939
1.178
3.097
Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
KOMP2
2.000
5.000
-.401
-2.111
1.325
3.485
KOMP3
2.000
5.000
-.441
-2.320
1.211
3.186
KOMP4
2.000
5.000
-.345
-1.817
.993
2.613
KOMP5
2.000
5.000
-.430
-2.264
.937
2.464
SIP5
2.000
5.000
-.334
-1.756
.937
2.465
SIP4
2.000
5.000
-.331
-1.742
.802
2.108
SIP3
2.000
5.000
-.405
-2.132
1.009
2.652
SIP2
2.000
5.000
-.312
-1.641
1.079
2.837
SIP1
2.000
5.000
-.473
-2.486
1.066
2.805
KTP9
2.000
5.000
-.450
-2.367
.991
2.606
KTP8
2.000
5.000
-.414
-2.179
.866
2.278
KTP7
2.000
5.000
-.318
-1.673
.782
2.058
KTP6
2.000
5.000
-.272
-1.433
1.012
2.663
KTP5
2.000
5.000
-.437
-2.298
1.368
3.598
KTP4
2.000
5.000
-.414
-2.175
.734
1.929
KTP3
2.000
5.000
-.318
-1.673
.782
2.058
Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
KTP2
2.000
5.000
-.350
-1.841
.874
2.300
KSDM1
2.000
5.000
-.368
-1.935
.416
1.093
KSDM2
2.000
5.000
-.459
-2.414
.751
1.975
KSDM3
2.000
5.000
-.460
-2.418
.717
1.885
KSDM4
2.000
5.000
-.432
-2.275
.640
1.682
KSDM5
2.000
5.000
-.406
-2.137
.569
1.497
KTP1
2.000
5.000
-.472
-2.484
.665
1.748
120.179
6.930
Multivariate Sumber: Data primer yang diolah (2010)
Nilai statistik untuk menguji normalitas tersebut adalah z value (Critical Ratio atau C.R pada output AMOS 16) dari ukuran skewness dan kurtosis sebaran data. Bila nilai C.R skewness kurang dari ±2.58 dan nilai kurtosis kurang dari ±7 maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah normal. Jika Nilai kritis untuk CR dari skewness lebih dari ±2.58 dan C.R.dari kurtosis lebih dari ±7 maka dapat diduga bahwa distribusi data tidak normal. Dari tabel IV.10 tersebut, terlihat hasil pengujian normalitas data dalam penelitian ini. Evaluasi normalitas diidentifikasi baik secara univariate maupun multivariate.
Hasil uji normalitas data terlihat
bahwa secara univariate dapat diduga bahwa distribusi data adalah normal, C.R sebaran skewness menunjukkan kurang dari ±2.58. Sementara secara multivariate
nilai C.R sebaran kurtosis menunjukkan 6,93 yang berarti data berdistribusi normal. Analisis terhadap data yang tidak normal dapat mengakibatkan pembiasan intrepretasi karena nilai chi-square hasil analisis cenderung meningkat sehingga nilai probability level akan mengecil. Namun demikian, teknik Maximum Likelihood Estimates (MLE) yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlalu terpengaruh (robust) terhadap penyimpangan multivariate normality (Ghozali, 2005:128). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang disajikan apa adanya dari penelitian yang berasal dari data primer berdasarkan jawaban responden yang sangat beragam sehingga sulit untuk memperoleh data yang mengikuti distribusi normal secara sempurna.
3. Asumsi Outlier Outlier adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim yang memiliki karakteristik unik yang sangat berbeda dari observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk variabel tunggal maupun variabel kombinasi. Umumnya perlakuan terhadap outliers adalah dengan mengeluarkannya dari data dan tidak diikutsertakan dalam perhitungan berikutnya. Menurut Ferdinand (2002), apabila tidak terdapat alasan khusus untuk mengeluarkan outliers, maka observasi dapat diikutsertakan dalam analisis selanjutnya. Dalam analisis multivariate adanya outlier dapat diuji dengan statistic chi square (X2) terhadap nilai mahalanobis distance squared pada tingkat signifikansi 0,05 dengan degree of freedom sejumlah variabel yang digunakan dalam penelitian. Dalam hal ini variabel yang dimaksud adalah jumlah item pengukuran pada model. Dalam penelitian ini jumlah variabel yang digunakan sebanyak 78 indikator variabel. Dengan demikian, apabila terdapat
nilai mahalanobis distance yang lebih besar dari X2 (78,0.05) = 99,609 maka nilai tersebut adalah outlier multivariate. Tabel IV.10 Multivariate Outlier
Observation number
Mahalanobis d-squared
p1
p2
103
107.204
.016
.929
20
104.796
.023
.900
34
104.244
.025
.793
19
102.275
.034
.820
63
101.696
.037
.741
156
100.614
.043
.731
97
100.312
.045
.630
86
99.554
.050
.603
53
98.994
.055
.555
......
.....
....
....
30
76.882
.515
.042
16
76.813
.517
.034
81
76.752
.519
.027
69
76.261
.535
.047
Sumber: Data Primer yang diolah, 2010
Berdasarkan Tabel IV.10, nilai observasi yang dianggap sebagai outliers multivariate adalah nilai yang tercetak tebal. Berdasarkan kriteria mahalanobis distance tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat 7 kasus yang dikategorikan sebagai outliers. Menurut Wijaya (2009) Kelompok data yang tergolong outliers harus dikeluarkan dari data. Maka, peneliti kemudian mengeluarkannya. Setelah dilakukan penghapusan atas 7 item yang outliers kemudian, peneliti melakukan analisis outliers lagi dan ditemukan 2 kasus lagi. Tabel IV.11 Multivariate Outlier (setelah modifikasi 1)
Observation number
Mahalanobis d-squared
p1
p2
85
100.659
.043
.999
82
100.034
.047
.996
Sumber: Data Primer yang diolah, 2010
Peneliti menghapus lagi 2 data yang tergolong outliers ini. Setelah dilakukan analisis lagi, tidak ditemukan adanya data outlier. Maka, data untuk analisis selanjutnya bebas dari outliers.
Tabel IV.12 Multivariate Outlier (setelah modifikasi 2) Observation number
Mahalanobis d-squared
p1
p2
43
98.962
.055
1.000
Observation number
Mahalanobis d-squared
p1
p2
145
98.783
.056
.999
50
98.200
.061
.997
.....
.....
....
.....
99
76.761
.518
.003
Sumber: data primer yang diolah (2010)
4. Uji Goodness of Fit Model Struktural Evaluasi nilai goodness-of-fit dari model penelitian yang diajukan dapat dilihat pada tabel IV.13
Tabel IV.13 Hasil Goodness of Fit Model
1 2 3 4 5 6 7
Indeks χ2 Probability level Df CMIN/DF GFI AGFI CFI
Nilai Kritis Diharapkan kecil ≥ 0.05 Positif ≤ 2.0 / ≤ 3.0 ≥ 0.90 ≥ 0.90 ≥ 0.90
Hasil 4664.307 0,000 2922 1,596 0,622 0,602
Keterangan Marginal Buruk Baik Buruk Buruk Buruk
0,830
Buruk
8 9 10 11
RMSEA RMR TLI NFI
≤ 0.08 £ 0.03 ≥ 0.90 ≥ 0.90
0,062 0.116 0,825 0,648
Baik Buruk Buruk Buruk
Sumber: Data Primer yang diolah, 2010
Pada tabel IV.13 terlihat nilai chi square sebesar 4664 dengan degree of freedom sebesar 2922 adalah signifikan secara statistik pada level signifikansi 0,000 Kriteria fit lainnya juga menunjukkan nilai
tidak fit.
Selanjutnya peneliti harus menganalisis beberapa hasil yang bisa digunakan sebagai dasar modifikasi model. Jika hasil menunjukkan bahwa model tidak fit, maka perlu dilihat nilai convergent validity dari indikator-indikator pembentuk konstruk laten (Ghozali, 2008). Jika ada yang tidak signifikan, indikator tersebut harus dikeluarkan dari penelitian. Namun, nilai signifikansi dari loading faktor penelitian ini memperlihatkan semua indikator adalah signifikan. Nilai standardized loading factor menunjukkan pula tidak ada nilai di bawah 0.50. Oleh sebab itu, tidak ada indikator dalam penelitian ini yang harus dikeluarkan. Langkah selanjutnya, model yang tidak fit diperkenankan untuk dimodifikasi sesuai anjuran program amos melalui modification indices (Wijaya, 2009). Modifikasi perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu logis secara teoritis dan metodologi penelitian. Tabel IV.14 Hasil Modification Indices-Covariances
M.I.
Par Change
M.I. PELAYANAN KESADARAN WAJIB <--> PERPAJAKAN PAJAK
Par Change
142.820
.222
e72
<-->
e78
10.411
.060
e70
<-->
d2
9.702
-.016
e25
<-->
e26
11.613
.049
e21
<-->
e76
9.252
.057
e20
<-->
e68
9.135
.053
e20
<-->
e21
17.210
.075
e18
<-->
e26
10.122
-.040
e12
<-->
e75
11.385
.047
e11
<-->
e77
9.228
-.046
e10
<-->
e12
15.837
.048
e8
<-->
e13
8.525
.037
e8
<-->
e12
10.029
.040
e8
<-->
e10
9.108
.040
e5
<-->
e13
11.025
.042
e5
<-->
e7
10.791
.049
e66
<-->
e67
17.520
.048
e64
<-->
e66
9.063
.033
e62
<-->
e24
8.374
-.041
e62
<-->
e18
9.990
.036
e61
<-->
e77
9.453
.037
e59
<-->
e68
9.849
-.048
M.I.
Par Change
e59
<-->
e60
8.403
.041
e57
<-->
e19
8.635
-.034
e57
<-->
e58
51.745
.087
e47
<-->
e9
9.015
.033
e47
<-->
e1
8.302
-.034
e50
<-->
e12
11.904
.042
e40
<-->
e3
8.774
.038
e40
<-->
e41
37.279
.074
e39
<-->
e3
10.197
-.046
e35
<-->
e10
9.097
.040
e35
<-->
e38
10.354
-.045
e33
<-->
e72
9.923
-.047
e33
<-->
e56
9.975
-.041
e29
<-->
e38
54.053
.109
e31
<-->
e35
10.498
.047
Sumber: Data Primer yang diolah, 2010
Modifikasi dilakukan dengan dasar tabel output Amos 16 dengan cara menghubungkan error dari variabel anteseden, tidak menghubungkan error langsung ke variabel lainnya dan tidak menghubungkan error dari variabel terikat dengan error variabel bebas (Wijaya, 2009). Setelah modifikasi dilakukan, kemudian hasil indeks goodness of fit adalah sebagai berikut:
Tabel IV.15 Hasil Goodness of Fit Model setelah Modifikasi
Indeks Nilai Kritis 2 1 χ Diharapkan kecil 2 Probability level ≥ 0.05 3 Df Positif 4 CMIN/DF ≤ 2.0 / ≤ 3.0 5 GFI ≥ 0.90 6 AGFI ≥ 0.90 7 CFI ≥ 0.90 8 RMSEA ≤ 0.08 9 RMR £ 0.03 10 TLI ≥ 0.90 11 NFI ≥ 0.90 Sumber: Data Primer yang diolah, 2010 Likelihood-Ratio
Chi-Square
Hasil Keterangan 1075,272 Marginal 1 Fit 1769 Baik 0,608 Baik 0,900 Baik 0,825 Marginal 1 Baik 0,000 Baik 0.114 Marginal 1,115 Baik 0,919 Baik
Statistic
(χ2)
merupakan
ukuran
fundamental dari overall fit. Nilai chi-square yang tinggi relatif terhadap degree of freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang diobservasi dengan yang dipresiksi berbeda secara nyata dan ini menghasilkan probabilitas (p) yang lebih besar dari tingkat signifikansi (α ). Model ini dinilai kelayakannya oleh AMOS 16 dengan hasil 1075,272 yang berarti model ini baik dengan tingkat kesesuaian yang marginal. CMIN/DF model ini mendapat nilai 0,608 yang artinya model ini memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Menurut Byrne (dalam Ghazali, 2008) nilai ratio ini adalah < 2 yang merupakan ukuran fit. Goodness of Fit Index (GFI) mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang diprediksi dibandingkan data yang sebenarnya. Nilai yang mendekati 1 menyatakan bahwa
model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik. Dengan tingkat penerimaan yang direkomendasikan ³ 0,9, dapat disimpulkan bahwa model memiliki tingkat kesesuaian yang baik dengan nilai GFI sebesar 0.90. Adjusted goodness of fit index – AGFI sebagai pengembangan indeks dari GFI, merupakan indeks yang telah disesuaikan dengan rasio degree of freedom model yang diusulkan dengan degree of freedom dari null model. Dengan nilai penerimaan yang direkomendasikan AGFI ≥ 0,90, model memiliki nilai AGFI sebesar 0,825 sehingga dapat dikatakan memiliki tingkat kesesuaian yang marginal. Comparative Fit Index (CFI) adalah indeks kesesuaian incremental yang membandingkan model yang diuji dengan null model. Besaran indeks ini adalah dalam rentang 0 sampai 1 dan nilai yang mendekati 1 mengindikasikan model memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Indeks ini sangat dianjurkan untuk dipakai karena indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi
oleh
kerumitan
model.
Dengan
memperhatikan
nilai
yang
direkomendasikan ³ 0,90, maka nilai CFI sebesar 1 menunjukkan bahwa model ini memiliki kesesuaian yang baik. The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) adalah indeks yang digunakan untuk mengkompensasi nilai Chi-Square dalam sampel yang besar. Nilai penerimaan yang direkomendasikan £ 0,08, maka nilai RMSEA sebesar 0,00 menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik. Root Mean Residual (RMR) merupakan alat uji yang menghitung residual atau selisih kovarians sampel dengan kovarians estimate. Nilai RMR yang disyaratkan adalah sebesar £ 0.03, maka nilai 0.114 menunjukkan tingkat kesesuaian yang marginal.
Tucker Lewis Index (TLI) merupakan alternatif incremental fit index yang membandingkan model yang diuji dengan baseline model. TLI merupakan indeks kesesuaian model yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. Nilai yang direkomendasikan ³ 0,90, dapat disimpulkan bahwa model menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik dengan nilai TLI sebesar 1,115. Normed Fit Index – NFI, membandingkan proposed model dan null model. Dengan nilai penerimaan yang direkomendasikan NFI ≥ 0,90, nilai 0,919 menunjukkan model ini memiliki nilai fit. Normed Chi-Square (CMIN/DF) adalah ukuran yang diperoleh dari nilai Chi-Square dibagi dengan degree of freedom. Indeks ini merupakan indeks kesesuaian parsimonious yang mengukur hubungan goodness-of-fit model dengan jumlah koefisien-koefisien estimasi yang diharapkan untuk mencapai tingkat kesesuaian. Nilai yang direkomendasikan ≤ 2.0 / ≤ 3.0. Nilai CMIN/DF pada model ini adalah 0,608 menunjukkan bahwa model penelitian ini fit. 5. Analisis Uji Hipotesis Setelah kriteria goodness of fit dapat terpenuhi atas model struktural yang diestimasi, selanjutnya analisis terhadap hubungan-hubungan struktur model (pengujian hipotesis) dapat dilakukan. Hubungan antar konstruk dalam hipotesis ditunjukkan oleh nilai regression weights. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisis tingkat signifikansi hubungan kausalitas antar konstruk dalam model yang didasarkan pada nilai C.R (zhitung) lebih besar dari atau sama dengan nilai z-tabel (z-hitung ³ z-tabel). Pada jumlah responden lebih dari 120 maka nilai z tabel untuk masing-masing tingkat signifikansi adalah:
1%
= 2,56
5%
= 1,96
10%
= 1,645 Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan program AMOS.16
maka diperoleh hasil-hasil yang dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel IV.16 Regression Weight Estimate
S.E.
C.R.
KEPATUHAN WAJIB PAJAK
<---
KESADARAN WAJIB PAJAK
.473
.054
8.710
KEPATUHAN WAJIB PAJAK
<---
PELAYANAN PERPAJAKAN
.399
.050
7.943
KINERJA PENERIMAAN PAJAK
<---
KEPATUHAN WAJIB PAJAK
1.042
.138
7.538
Sumber: Data Primer yang diolah, 2010
D.
Uji Hipotesis 1. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak tehadap Kepatuhan Wajib Pajak H1: Terdapat pengaruh positif antara Kesadaran Wajib Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan hasil analisa model yang menguji hubungan pengaruh antara kesadaran Wajib Pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak pada tabel IV.17 didapatkan
hasil nilai CR positif sebesar 8,710 dengan nilai SE 0,054. Karena CR > dari 2,56 maka menunjukkan bahwa H1 terdukung dengan tingkat signifikansi α = 0,01. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kinsey dan Grassmick (dalam Fallan, 1999), Sheffrin dan Forest (2002), Fallan (1999), Violette (2005) dan Mustikasari (2005) yang menyatakan bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kesadaran Wajib Pajak semakin tinggi pula kepatuhan Wajib Pajak.
2. Pengaruh Pelayanan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak H2:Terdapat pengaruh positif antara pelayanan perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Berdasarkan hasil analisa model yang menguji hubungan pengaruh antara pelayanan perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada tabel IV.17 didapatkan hasil nilai CR positif sebesar 7,943 dengan nilai SE 0,050. Karena CR > dari 2,56 maka menunjukkan bahwa H2 terdukung dengan tingkat signifikansi α = 0,01. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carnes (1994) dan Alm et.al., (1993) yang menyatakan bahwa pelayanan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pelayanan perpajakan yang diberikan, semakin tinggi pula kepatuhan Wajib Pajak.
3. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Kinerja Wajib Pajak H3: Terdapat hubungan positif antara kepatuhan Wajib Pajak terhadap kinerja Wajib Pajak
Berdasarkan hasil analisa model struktural yang menguji hubungan pengaruh kepatuhan Wajib Pajak terhadap kinerja Wajib Pajak pada tabel IV.10 didapatkan hasil nilai CR positif sebesar 9,032 dengan nilai SE 0,067. Karena CR > dari 2,56 maka menunjukkan bahwa H1 terdukung dengan tingkat signifikansi α = 0,01. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryadi (2006) yang menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kinerja Wajib Pajak. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kepatuhan Wajib Pajak, maka semakin tinggi pula tingkat kinerja penerimaan pajak.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
E. Karakteristik Sampel Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik dan tanggapan responden terhadap item-item pertanyaan dalam kuesioner. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah stratified random sampling. Teknik ini dilakukan dengan cara membagi populasinya menjadi beberapa bagian. Anggotaanggota dari sub populasi (stratum) dipilih dengan random. Jumlah anggota yang terpilih dari setiap bagian merupakan anggota sampel. Responden dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar dalam Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan dan diambil 20 sampel di tiap-tiap Kantor Pelayanan Pajak. Kantor Pelayanan Pajak yang masuk dalam wilayah Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan berjumlah 11 KPP. Maka, kuesioner yang telah peneliti sebarkan sebanyak 220 buah dengan jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 166 buah. Kemudian, dari 166 buah ditemukan adanya data outliers sebanyak 9 buah dan harus dikeluarkan dari data untuk analisis selanjutnya. Namun demikian, jumlah sampel data yang tersebut yaitu 157 buah telah memenuhi ukuran sampel minimum yang disyaratkan, yaitu sampel minimal yang sesuai untuk metode SEM adalah antara 100-200 (Hair et al., dalam Ferdinand, 2002:48).
Tabel IV.1 Deskripsi Sebaran Kuesioner No
Nama KPP
Jumlah Disebar
Jumlah kembali
Prosentase
1.
KPP Madya Jakarta Selatan
20
15
9,04 %
2.
KPP Jakarta Setiabudi Satu
20
14
8,43 %
3.
KPP Jakarta Setiabudi Dua
20
14
8,43 %
4.
KPP Jakarta Tebet
20
14
8,43 %
.5
KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu
20
16
9,64 %
6
KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua
20
15
9,04 %
7
KPP Jakarta Kebayoran Lama
20
15
9,04 %
8
KPP Jakarta Mampang Prapatan
20
19
11,45 %
9
KPP Jakarta Pancoran
20
14
8,43 %
10
KPP Jakarta Cilandak
20
16
9,64 %
11
KPP Jakarta Pasar Minggu
20
14
8,43 %
220
166
100%
Jumlah Sumber: data primer yang diolah (2010)
Dari Tabel IV.1 dapat dijelaskan bahwa jumlah responden yang terdaftar di KPP Madya Jakarta Selatan berjumlah 15 orang (9,04%). KPP Jakarta Setiabudi Satu berjumlah 14 orang (8,43%), KPP Jakarta Setiabudi Dua sebesar 14 orang (8,43%), KPP Jakarta Tebet berjumlah 14 orang (8,43%), KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu berjumlah 16 orang (9,64%), KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua berjumlah 15 orang
(9,04%), KPP Jakarta Kebayoran Baru Lama berjumlah 15 orang (9,04%), KPP Mampang Prapatan berjumlah 19 orang (11,45%), KPP Jakarta Pancoran berjumlah 14 orang (8,43%), KPP Jakarta Cilandak berjumlah 16 orang (9,64%) dan KPP Jakarta Pasar Minggu berjumlah 14 orang (8,43%). Jumlah sampel terbanyak untuk penelitian ini adalah dari KPP Mampang Prapatan, namun tetap dapat disimpulkan bahwa kuesioner ini tetap mewakili keseluruhan populasi, yaitu Wajib Pajak di wilayah Jakarta Selatan. Adapun karakteristik responden berdasarkan jenis kelaminnya dari data isian kuesioner adalah sebagai berikut:
Tabel IV.2 Deskripsi Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin
Jumlah
Prosentase
Laki-laki
94
56,63 %
Perempuan
72
43,37 %
Total
166
100 %
Sumber: data primer yang diolah (2010)
Dari tabel IV.2 dapat dijelaskan bahwa jumlah responden laki-laki berjumlah 94 orang (56,63%) lebih banyak dari jumlah responden perempuan 72 orang (43,37%). Dapat disimpulkan bahwa responden yang paling banyak adalah responden laki-laki. Adapun karakteristik responden berdasarkan tingkat penghasilan per tahun dari data isian kuesioner adalah sebagai berikut:
Tabel IV.3 Deskripsi Tingkat Penghasilan Responden Tingkat Penghasilan (per bulan)
Jumlah Responden
Prosentase
< Rp. 10.000.000,00
102
61,44 %
Rp. 10.000.000,00 - Rp. 25.000.000.00
11
6,63 %
Rp. 25.000.000,00-Rp.50.000.000,00
20
12,05 %
Rp. 50.000.000,00 -Rp. 100.000.000,00
24
14,46 %
> Rp. 100.000.000,00
9
5,42 %
Jumlah
166 orang
100 %
Sumber: data primer yang diolah (2010)
Dari tabel IV.3 dapat disimpulkan dijelaskan bahwa responden yang berpenghasilan kurang dari Rp.10.000.000,00 juta adalah 102 orang (61,44%), berpenghasilan Rp.10.000.000,00 hingga Rp.25.000.000.00 adalah 11 orang (6,63%), berpenghasilan Rp.25.000.000.00 hingga Rp.50.000.000,00 adalah 20 orang (12,05%), berpenghasilan Rp.50.000.000,00 hingga Rp.100.000.000,00 adalah 24 orang (14,46%) dan responden yang berpenghasilan lebih dari Rp.100.000.000,00 adalah 9 orang (5,42%). Dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak adalah responden dengan penghasilan Rp.50.000.000,00 hingga Rp. 100 juta per tahun.
F. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan oleh penulis dilakukan melalui dua langkah. Pertama, penulis menghitung kembali kuesioner yang dikembalikan responden untuk dianalisa lebih lanjut. Kedua, penulis menganalisa data kuesioner kembali yang dapat dimasukkan dalam analisis. Setelah analisis data dilakukan, penulis melanjutkan dengan pengujian instrumen penelitian. Suatu alat ukur atau instrumen pengumpul data harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas, sehingga data yang diperoleh bebas dari bias. Dari 220 kuesioner yang disebarkan kepada responden, terdapat 166 buah kuesioner yang dapat dimasukkan dalam analisis. Peneliti menyebarkan 20 buah kuesioner di tiap wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Selatan, dimana terdapat 11 Kantor Pelayanan Pajak. Pada awalnya, peneliti menyebarkan kuesioner dengan cara menunggu di setiap Kantor Pelayanan Pajak wilayah Jakarta Selatan dan membagikannya kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang datang pada hari tersebut. Cara ini ternyata tidak efektif, karena sebagian besar pengunjung Kantor Pelayanan Pajak bukan Wajib Pajak itu sendiri, melainkan orang lain yang diperintah untuk mengantar SPT oleh Wajib Pajak. Oleh sebab itu, peneliti kemudian mengambil langkah untuk menyebarkan kuesioner tersebut dengan mendatangi kantor-kantor yang masuk di setiap wilayah Kantor Pelayanan Pajak.
1. Uji Validitas Validitas menunjukkan seberapa jauh suatu tes atau suatu set dari operasioperasi mengukur apa yang seharusnya diukur. Salah satu manfaat dari Confirmatory Factor Analysis (CFA) adalah kemampuan menilai validitas konstruk dari measurement theory yang diusulkan. Syarat yang harus dipenuhi, pertama loading factor harus signifikan, yaitu lebih dari 0,50 (Ghozali, 2008:135). Confirmatory Factor Analysis (CFA) harus dipenuhi, karena merupakan salah satu
syarat untuk dapat menganalisis model dengan Structural Equation Modelling (SEM). Pengukuran Validitas menggunakan Confirmatory Factor Analysis dengan bantuan program komputer AMOS 16. Adapun hasil output analisis faktor dapat dilihat sebagai berikut: e. Validitas Konstruk terhadap Pelayanan Fiskus Hasil CFA item-item pertanyaan Pelayanan Fiskus yang berjumlah 19 item menunjukkan bahwa semua item pertanyaan memiliki item validitas baik dengan nilai cut point sebesar 0,5. Semua item pertanyaan tersebut memiliki nilai validitas di atas 0,5. Semua item pertanyaan yang valid tersebut dapat dilihat pada tabel IV.4 berikut ini:
Tabel IV.4 Analisis Faktor Pelayanan Fiskus Item Pertanyaan
Faktor Loading
Evaluasi
SIP1
0.768
Valid
SIP2
0.709
Valid
SIP3
0.763
Valid
SIP4
0.718
Valid
SIP5
0.730
Valid
KTP1
0.747
Valid
KTP2
0.717
Valid
KTP3
0.732
Valid
KTP4
0.761
Valid
KTP5
0.720
Valid
KTP6
0.711
Valid
KTP7
0.720
Valid
KTP8
0.703
Valid
KSDM1
0.709
Valid
KSDM2
0.725
Valid
KSDM3
0.739
Valid
KSDM4
0.758
Valid
KSDM5
0.754
Valid
Sumber: Data primer yang diolah (2010)
f.
Validitas Konstruk terhadap Kesadaran Wajib Pajak
Tabel IV.5 Analisis Faktor Kesadaran Wajib Pajak
Item Pertanyaan
Faktor Loading
Evaluasi
PER1
0.776
Valid
PER2
0.740
Valid
PER3
0.738
Valid
PER4
0.715
Valid
PER5
0.724
Valid
PER6
0.770
Valid
PER7
0.699
Valid
PER8
0.750
Valid
PER9
0.752
Valid
PER10
0.713
Valid
PENG1
0.747
Valid
PENG2
0.731
Valid
PENG3
0.742
Valid
PENG4
0.756
Valid
PENG5
0.772
Valid
KAR1
0.718
Valid
KAR2
0.766
Valid
KAR3
0.756
Valid
KAR4
0.745
Valid
KAR5
0.832
Valid
Sumber: data primer yang diolah (2010)
Item Pertanyaan
Faktor Loading
Evaluasi
PENY1
0.832
Valid
PENY2
0.728
Valid
PENY3
0.759
Valid
PENY4
0.765
Valid
PENY5
0.815
Valid
PENY6
0.740
Valid
Sumber: data primer yang diolah (2010)
Hasil CFA item-item pertanyaan Kesadaran Wajib Pajak yang berjumlah 26 item menunjukkan bahwa semua item pertanyaannya memiliki item validitas baik dengan nilai cut point sebesar 0,5. Semua item pertanyaan tersebut memiliki nilai validitas di atas 0,5.
g. Validitas Konstruk terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Hasil CFA item-item pertanyaan Kepatuhan Wajib Pajak yang berjumlah 22 item menunjukkan validitas baik dengan nilai cut point sebesar 0,5. Item pertanyaan tersebut memiliki nilai validitas di atas 0,5. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel IV.6 berikut ini:
Tabel IV.6 Analisis Faktor Kepatuhan Wajib Pajak
Item Pertanyaan
Faktor Loading
Evaluasi
PEMER1
0.614
Valid
PEMER2
0.607
Valid
PEMER3
0.676
Valid
PEMER4
0.611
Valid
PEMER5
0.626
Valid
PEMER6
0.639
Valid
PEMER7
0.632
Valid
PEMER8
0.626
Valid
PEMER9
0.629
Valid
PENEG1
0.601
Valid
PENEG2
0.625
Valid
PENEG3
0.603
Valid
PENEG4
0.605
Valid
PENEG5
0.635
Valid
PENEG6
0.589
Valid
PENEG7
0.612
Valid
PENEG8
0.629
Valid
KOMP1
0.614
Valid
KOMP2
0.605
Valid
KOMP3
0.627
Valid
KOMP4
0.596
Valid
KOMP5
0.635
Valid
Sumber: Data primer yang diolah (2010)
h. Validitas Konstruk Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak Hasil CFA item-item pertanyaan Kinerja Penerimaan Pajak yang berjumlah 11 item menunjukkan bahwa semua pertanyaannya memiliki item validitas baik dengan nilai cut point sebesar 0,5. semua item pertanyaan tersebut memiliki nilai validitas di atas 0,5. Semua item pertanyaan yang valid tersebut dapat dilihat pada tabel IV.7 berikut ini:
Tabel IV.7 Analisis Faktor Kinerja Penerimaan Pajak Item Pertanyaan
Faktor Loading
Evaluasi
KPK1
0.620
Valid
KPK2
0.674
Valid
KPK3
0.621
Valid
KPK4
0.660
Valid
KPK5
0.669
Valid
KPK6
0.666
Valid
KPK7
0.612
Valid
KPK8
0.641
Valid
KPK9
0.669
Valid
KPK10
0.665
Valid
KPK11
0.649
Valid
Sumber: Data primer yang diolah (2010)
3. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui tingkat konsistensi terhadap instrumen-instrumen yang mengukur konsep. Hasilnya ditunjukkan oleh sebuah indeks yang menunjukkan seberapa jauh alat ukur dapat diandalkan. Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus Cronbach’s Alpha dengan bantuan program komputer SPSS 16.0. Koefisien Cronbach’s Alpha yang mendekati 1 menandakan reliabilitas konsistensi yang tinggi. Jika nilai alpha dari
tiap variabel di atas 0,7 maka dapat dikatakan variabel yang diuji telah memenuhi syarat reliabilitas (Hair et al., 1998:118)
Pengujian reliabilitas pada tiap variabel dalam penelitian ini ditunjukkan oleh tabel output hasil pengukuran Cronbach’s Alpha berikut ini: TABEL IV.8 Uji Reliabilitas Variabel
Cronbach's Alpha
Keterangan
Pelayanan Perpajakan
0,956
Baik
Kesadaran Wajib Pajak
0,971
Baik
Kepatuhan Wajib Pajak
0,963
Baik
Kinerja Penerimaan Pajak
0,936
Baik
Sumber: Data Primer yang diolah (2010)
Dari tabel IV.8 di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum semua variabel penelitian dinyatakan reliabel karena mempunyai nilai cronbach’s alpha > 0,70. G. ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODELLING (SEM) Analisis dalam penelitian ini menggunakan metode statistik multivariate Structural Equation Modelling (SEM). Ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengujian model struktural dengan pendekatan structural equation modeling yaitu sebagai berikut: 6. Asumsi Kecukupan Sampel
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 166 responden. Jumlah tersebut juga dinilai memenuhi, karena jumlah sampel minimal bagi penelitian yang menggunakan alat statistik SEM dengan prosedur Maximum Likehood Estimation (MLE yaitu sebesar 5 – 10 observasi untuk setiap parameter yang diestimasi atau 100 – 200 responden).
7. Asumsi Normalitas
Normalitas univariate dan multivariate terhadap data yang digunakan dalam analisis ini diuji dengan menggunakan AMOS 16. Hasilnya adalah seperti yang disajikan dalam tabel IV.9 berikut ini:
Tabel IV.9 Hasil Uji Asumsi Normalitas Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
KPK11
2.000
5.000
-.375
-1.974
-.384
-1.010
KPK10
2.000
5.000
-.277
-1.456
-.312
-.820
KPK9
2.000
5.000
-.461
-2.426
-.183
-.482
KPK8
2.000
5.000
-.276
-1.454
-.311
-.817
KPK7
2.000
5.000
-.267
-1.403
-.126
-.330
KPK6
2.000
5.000
-.433
-2.278
-.275
-.723
KPK5
2.000
5.000
-.209
-1.100
-.400
-1.053
Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
KPK4
2.000
5.000
-.054
-.282
-.197
-.519
KPK3
2.000
5.000
-.443
-2.328
1.030
2.709
KPK2
2.000
5.000
-.375
-1.975
.127
.333
KPK1
2.000
5.000
-.082
-.432
-.369
-.969
PENY6
2.000
5.000
-.060
-.315
-.201
-.528
PENY5
2.000
5.000
-.346
-1.820
.177
.466
PENY4
2.000
5.000
-.116
-.608
-.205
-.538
PENY3
3.000
5.000
.130
.684
-.533
-1.402
PENY2
3.000
5.000
.119
.624
-.582
-1.530
PENY1
2.000
5.000
-.402
-2.115
-.433
-1.138
KAR5
2.000
5.000
-.343
-1.807
-.453
-1.192
KAR4
2.000
5.000
-.444
-2.338
.620
1.631
KAR3
2.000
5.000
-.330
-1.738
.519
1.365
KAR2
2.000
5.000
-.339
-1.785
.455
1.197
KAR1
2.000
5.000
-.417
-2.192
.989
2.602
PENG5
2.000
5.000
-.468
-2.463
.446
1.173
Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
PENG4
2.000
5.000
-.321
-1.686
.416
1.095
PENG3
2.000
5.000
-.398
-2.093
.897
2.359
PENG2
2.000
5.000
-.477
-2.507
1.438
3.781
PENG1
2.000
5.000
-.397
-2.088
.705
1.854
PER10
2.000
5.000
-.398
-2.091
1.168
3.073
PER9
2.000
5.000
-.368
-1.935
.679
1.785
PER8
2.000
5.000
-.465
-2.444
.799
2.101
PER7
2.000
5.000
-.340
-1.786
.531
1.396
PER6
2.000
5.000
-.467
-2.456
.699
1.838
PER5
2.000
5.000
-.431
-2.266
.900
2.368
PER4
2.000
5.000
-.478
-2.512
1.047
2.755
PER3
2.000
5.000
-.288
-1.514
.597
1.571
PER2
2.000
5.000
-.305
-1.606
.649
1.706
PER1
2.000
5.000
-.375
-1.971
.433
1.140
PEMER9
2.000
5.000
-.450
-2.368
.724
1.904
PEMER8
2.000
5.000
-.312
-1.639
.445
1.172
Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
PEMER7
2.000
5.000
-.487
-2.563
.784
2.061
PEMER6
2.000
5.000
-.360
-1.895
.726
1.910
PEMER5
2.000
5.000
-.361
-1.899
.842
2.215
PEMER4
2.000
5.000
-.362
-1.904
.986
2.592
PEMER3
2.000
5.000
-.484
-2.544
.417
1.098
PEMER2
2.000
5.000
-.507
-2.668
.994
2.613
PEMER1
2.000
5.000
-.300
-1.580
.663
1.744
PENEG8
2.000
5.000
-.330
-1.734
.818
2.151
PENEG7
2.000
5.000
-.413
-2.172
1.277
3.359
PENEG6
2.000
5.000
-.404
-2.128
1.148
3.018
PENEG5
2.000
5.000
-.361
-1.899
.842
2.215
PENEG4
2.000
5.000
-.416
-2.188
.865
2.274
PENEG3
2.000
5.000
-.455
-2.392
1.104
2.903
PENEG2
2.000
5.000
-.459
-2.413
1.132
2.977
PENEG1
2.000
5.000
-.445
-2.342
1.019
2.680
KOMP1
2.000
5.000
-.369
-1.939
1.178
3.097
Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
KOMP2
2.000
5.000
-.401
-2.111
1.325
3.485
KOMP3
2.000
5.000
-.441
-2.320
1.211
3.186
KOMP4
2.000
5.000
-.345
-1.817
.993
2.613
KOMP5
2.000
5.000
-.430
-2.264
.937
2.464
SIP5
2.000
5.000
-.334
-1.756
.937
2.465
SIP4
2.000
5.000
-.331
-1.742
.802
2.108
SIP3
2.000
5.000
-.405
-2.132
1.009
2.652
SIP2
2.000
5.000
-.312
-1.641
1.079
2.837
SIP1
2.000
5.000
-.473
-2.486
1.066
2.805
KTP9
2.000
5.000
-.450
-2.367
.991
2.606
KTP8
2.000
5.000
-.414
-2.179
.866
2.278
KTP7
2.000
5.000
-.318
-1.673
.782
2.058
KTP6
2.000
5.000
-.272
-1.433
1.012
2.663
KTP5
2.000
5.000
-.437
-2.298
1.368
3.598
KTP4
2.000
5.000
-.414
-2.175
.734
1.929
KTP3
2.000
5.000
-.318
-1.673
.782
2.058
Variable
min
max
skew
c.r.
kurtosis
c.r.
KTP2
2.000
5.000
-.350
-1.841
.874
2.300
KSDM1
2.000
5.000
-.368
-1.935
.416
1.093
KSDM2
2.000
5.000
-.459
-2.414
.751
1.975
KSDM3
2.000
5.000
-.460
-2.418
.717
1.885
KSDM4
2.000
5.000
-.432
-2.275
.640
1.682
KSDM5
2.000
5.000
-.406
-2.137
.569
1.497
KTP1
2.000
5.000
-.472
-2.484
.665
1.748
120.179
6.930
Multivariate Sumber: Data primer yang diolah (2010)
Nilai statistik untuk menguji normalitas tersebut adalah z value (Critical Ratio atau C.R pada output AMOS 16) dari ukuran skewness dan kurtosis sebaran data. Bila nilai C.R skewness kurang dari ±2.58 dan nilai kurtosis kurang dari ±7 maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah normal. Jika Nilai kritis untuk CR dari skewness lebih dari ±2.58 dan C.R.dari kurtosis lebih dari ±7 maka dapat diduga bahwa distribusi data tidak normal. Dari tabel IV.10 tersebut, terlihat hasil pengujian normalitas data dalam penelitian ini. Evaluasi normalitas diidentifikasi baik secara univariate maupun multivariate.
Hasil uji normalitas data terlihat
bahwa secara univariate dapat diduga bahwa distribusi data adalah normal, C.R sebaran skewness menunjukkan kurang dari ±2.58. Sementara secara multivariate
nilai C.R sebaran kurtosis menunjukkan 6,93 yang berarti data berdistribusi normal. Analisis terhadap data yang tidak normal dapat mengakibatkan pembiasan intrepretasi karena nilai chi-square hasil analisis cenderung meningkat sehingga nilai probability level akan mengecil. Namun demikian, teknik Maximum Likelihood Estimates (MLE) yang digunakan dalam penelitian ini tidak terlalu terpengaruh (robust) terhadap penyimpangan multivariate normality (Ghozali, 2005:128). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang disajikan apa adanya dari penelitian yang berasal dari data primer berdasarkan jawaban responden yang sangat beragam sehingga sulit untuk memperoleh data yang mengikuti distribusi normal secara sempurna.
8. Asumsi Outlier Outlier adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim yang memiliki karakteristik unik yang sangat berbeda dari observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk variabel tunggal maupun variabel kombinasi. Umumnya perlakuan terhadap outliers adalah dengan mengeluarkannya dari data dan tidak diikutsertakan dalam perhitungan berikutnya. Menurut Ferdinand (2002), apabila tidak terdapat alasan khusus untuk mengeluarkan outliers, maka observasi dapat diikutsertakan dalam analisis selanjutnya. Dalam analisis multivariate adanya outlier dapat diuji dengan statistic chi square (X2) terhadap nilai mahalanobis distance squared pada tingkat signifikansi 0,05 dengan degree of freedom sejumlah variabel yang digunakan dalam penelitian. Dalam hal ini variabel yang dimaksud adalah jumlah item pengukuran pada model. Dalam penelitian ini jumlah variabel yang digunakan sebanyak 78 indikator variabel. Dengan demikian, apabila terdapat
nilai mahalanobis distance yang lebih besar dari X2 (78,0.05) = 99,609 maka nilai tersebut adalah outlier multivariate. Tabel IV.10 Multivariate Outlier
Observation number
Mahalanobis d-squared
p1
p2
103
107.204
.016
.929
20
104.796
.023
.900
34
104.244
.025
.793
19
102.275
.034
.820
63
101.696
.037
.741
156
100.614
.043
.731
97
100.312
.045
.630
86
99.554
.050
.603
53
98.994
.055
.555
......
.....
....
....
30
76.882
.515
.042
16
76.813
.517
.034
81
76.752
.519
.027
69
76.261
.535
.047
Sumber: Data Primer yang diolah, 2010
Berdasarkan Tabel IV.10, nilai observasi yang dianggap sebagai outliers multivariate adalah nilai yang tercetak tebal. Berdasarkan kriteria mahalanobis distance tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat 7 kasus yang dikategorikan sebagai outliers. Menurut Wijaya (2009) Kelompok data yang tergolong outliers harus dikeluarkan dari data. Maka, peneliti kemudian mengeluarkannya. Setelah dilakukan penghapusan atas 7 item yang outliers kemudian, peneliti melakukan analisis outliers lagi dan ditemukan 2 kasus lagi. Tabel IV.11 Multivariate Outlier (setelah modifikasi 1)
Observation number
Mahalanobis d-squared
p1
p2
85
100.659
.043
.999
82
100.034
.047
.996
Sumber: Data Primer yang diolah, 2010
Peneliti menghapus lagi 2 data yang tergolong outliers ini. Setelah dilakukan analisis lagi, tidak ditemukan adanya data outlier. Maka, data untuk analisis selanjutnya bebas dari outliers.
Tabel IV.12 Multivariate Outlier (setelah modifikasi 2) Observation number
Mahalanobis d-squared
p1
p2
43
98.962
.055
1.000
Observation number
Mahalanobis d-squared
p1
p2
145
98.783
.056
.999
50
98.200
.061
.997
.....
.....
....
.....
99
76.761
.518
.003
Sumber: data primer yang diolah (2010)
9. Uji Goodness of Fit Model Struktural Evaluasi nilai goodness-of-fit dari model penelitian yang diajukan dapat dilihat pada tabel IV.13
Tabel IV.13 Hasil Goodness of Fit Model
1 2 3 4 5 6 7
Indeks χ2 Probability level Df CMIN/DF GFI AGFI CFI
Nilai Kritis Diharapkan kecil ≥ 0.05 Positif ≤ 2.0 / ≤ 3.0 ≥ 0.90 ≥ 0.90 ≥ 0.90
Hasil 4664.307 0,000 2922 1,596 0,622 0,602
Keterangan Marginal Buruk Baik Buruk Buruk Buruk
0,830
Buruk
8 9 10 11
RMSEA RMR TLI NFI
≤ 0.08 £ 0.03 ≥ 0.90 ≥ 0.90
0,062 0.116 0,825 0,648
Baik Buruk Buruk Buruk
Sumber: Data Primer yang diolah, 2010
Pada tabel IV.13 terlihat nilai chi square sebesar 4664 dengan degree of freedom sebesar 2922 adalah signifikan secara statistik pada level signifikansi 0,000 Kriteria fit lainnya juga menunjukkan nilai
tidak fit.
Selanjutnya peneliti harus menganalisis beberapa hasil yang bisa digunakan sebagai dasar modifikasi model. Jika hasil menunjukkan bahwa model tidak fit, maka perlu dilihat nilai convergent validity dari indikator-indikator pembentuk konstruk laten (Ghozali, 2008). Jika ada yang tidak signifikan, indikator tersebut harus dikeluarkan dari penelitian. Namun, nilai signifikansi dari loading faktor penelitian ini memperlihatkan semua indikator adalah signifikan. Nilai standardized loading factor menunjukkan pula tidak ada nilai di bawah 0.50. Oleh sebab itu, tidak ada indikator dalam penelitian ini yang harus dikeluarkan. Langkah selanjutnya, model yang tidak fit diperkenankan untuk dimodifikasi sesuai anjuran program amos melalui modification indices (Wijaya, 2009). Modifikasi perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu logis secara teoritis dan metodologi penelitian. Tabel IV.14 Hasil Modification Indices-Covariances
M.I.
Par Change
M.I. PELAYANAN KESADARAN WAJIB <--> PERPAJAKAN PAJAK
Par Change
142.820
.222
e72
<-->
e78
10.411
.060
e70
<-->
d2
9.702
-.016
e25
<-->
e26
11.613
.049
e21
<-->
e76
9.252
.057
e20
<-->
e68
9.135
.053
e20
<-->
e21
17.210
.075
e18
<-->
e26
10.122
-.040
e12
<-->
e75
11.385
.047
e11
<-->
e77
9.228
-.046
e10
<-->
e12
15.837
.048
e8
<-->
e13
8.525
.037
e8
<-->
e12
10.029
.040
e8
<-->
e10
9.108
.040
e5
<-->
e13
11.025
.042
e5
<-->
e7
10.791
.049
e66
<-->
e67
17.520
.048
e64
<-->
e66
9.063
.033
e62
<-->
e24
8.374
-.041
e62
<-->
e18
9.990
.036
e61
<-->
e77
9.453
.037
e59
<-->
e68
9.849
-.048
M.I.
Par Change
e59
<-->
e60
8.403
.041
e57
<-->
e19
8.635
-.034
e57
<-->
e58
51.745
.087
e47
<-->
e9
9.015
.033
e47
<-->
e1
8.302
-.034
e50
<-->
e12
11.904
.042
e40
<-->
e3
8.774
.038
e40
<-->
e41
37.279
.074
e39
<-->
e3
10.197
-.046
e35
<-->
e10
9.097
.040
e35
<-->
e38
10.354
-.045
e33
<-->
e72
9.923
-.047
e33
<-->
e56
9.975
-.041
e29
<-->
e38
54.053
.109
e31
<-->
e35
10.498
.047
Sumber: Data Primer yang diolah, 2010
Modifikasi dilakukan dengan dasar tabel output Amos 16 dengan cara menghubungkan error dari variabel anteseden, tidak menghubungkan error langsung ke variabel lainnya dan tidak menghubungkan error dari variabel terikat dengan error variabel bebas (Wijaya, 2009). Setelah modifikasi dilakukan, kemudian hasil indeks goodness of fit adalah sebagai berikut:
Tabel IV.15 Hasil Goodness of Fit Model setelah Modifikasi
Indeks Nilai Kritis 2 1 χ Diharapkan kecil 2 Probability level ≥ 0.05 3 Df Positif 4 CMIN/DF ≤ 2.0 / ≤ 3.0 5 GFI ≥ 0.90 6 AGFI ≥ 0.90 7 CFI ≥ 0.90 8 RMSEA ≤ 0.08 9 RMR £ 0.03 10 TLI ≥ 0.90 11 NFI ≥ 0.90 Sumber: Data Primer yang diolah, 2010 Likelihood-Ratio
Chi-Square
Hasil Keterangan 1075,272 Marginal 1 Fit 1769 Baik 0,608 Baik 0,900 Baik 0,825 Marginal 1 Baik 0,000 Baik 0.114 Marginal 1,115 Baik 0,919 Baik
Statistic
(χ2)
merupakan
ukuran
fundamental dari overall fit. Nilai chi-square yang tinggi relatif terhadap degree of freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang diobservasi dengan yang dipresiksi berbeda secara nyata dan ini menghasilkan probabilitas (p) yang lebih besar dari tingkat signifikansi (α ). Model ini dinilai kelayakannya oleh AMOS 16 dengan hasil 1075,272 yang berarti model ini baik dengan tingkat kesesuaian yang marginal. CMIN/DF model ini mendapat nilai 0,608 yang artinya model ini memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Menurut Byrne (dalam Ghazali, 2008) nilai ratio ini adalah < 2 yang merupakan ukuran fit. Goodness of Fit Index (GFI) mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang diprediksi dibandingkan data yang sebenarnya. Nilai yang mendekati 1 menyatakan bahwa
model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik. Dengan tingkat penerimaan yang direkomendasikan ³ 0,9, dapat disimpulkan bahwa model memiliki tingkat kesesuaian yang baik dengan nilai GFI sebesar 0.90. Adjusted goodness of fit index – AGFI sebagai pengembangan indeks dari GFI, merupakan indeks yang telah disesuaikan dengan rasio degree of freedom model yang diusulkan dengan degree of freedom dari null model. Dengan nilai penerimaan yang direkomendasikan AGFI ≥ 0,90, model memiliki nilai AGFI sebesar 0,825 sehingga dapat dikatakan memiliki tingkat kesesuaian yang marginal. Comparative Fit Index (CFI) adalah indeks kesesuaian incremental yang membandingkan model yang diuji dengan null model. Besaran indeks ini adalah dalam rentang 0 sampai 1 dan nilai yang mendekati 1 mengindikasikan model memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Indeks ini sangat dianjurkan untuk dipakai karena indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi
oleh
kerumitan
model.
Dengan
memperhatikan
nilai
yang
direkomendasikan ³ 0,90, maka nilai CFI sebesar 1 menunjukkan bahwa model ini memiliki kesesuaian yang baik. The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) adalah indeks yang digunakan untuk mengkompensasi nilai Chi-Square dalam sampel yang besar. Nilai penerimaan yang direkomendasikan £ 0,08, maka nilai RMSEA sebesar 0,00 menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik. Root Mean Residual (RMR) merupakan alat uji yang menghitung residual atau selisih kovarians sampel dengan kovarians estimate. Nilai RMR yang disyaratkan adalah sebesar £ 0.03, maka nilai 0.114 menunjukkan tingkat kesesuaian yang marginal.
Tucker Lewis Index (TLI) merupakan alternatif incremental fit index yang membandingkan model yang diuji dengan baseline model. TLI merupakan indeks kesesuaian model yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. Nilai yang direkomendasikan ³ 0,90, dapat disimpulkan bahwa model menunjukkan tingkat kesesuaian yang baik dengan nilai TLI sebesar 1,115. Normed Fit Index – NFI, membandingkan proposed model dan null model. Dengan nilai penerimaan yang direkomendasikan NFI ≥ 0,90, nilai 0,919 menunjukkan model ini memiliki nilai fit. Normed Chi-Square (CMIN/DF) adalah ukuran yang diperoleh dari nilai Chi-Square dibagi dengan degree of freedom. Indeks ini merupakan indeks kesesuaian parsimonious yang mengukur hubungan goodness-of-fit model dengan jumlah koefisien-koefisien estimasi yang diharapkan untuk mencapai tingkat kesesuaian. Nilai yang direkomendasikan ≤ 2.0 / ≤ 3.0. Nilai CMIN/DF pada model ini adalah 0,608 menunjukkan bahwa model penelitian ini fit. 10. Analisis Uji Hipotesis Setelah kriteria goodness of fit dapat terpenuhi atas model struktural yang diestimasi, selanjutnya analisis terhadap hubungan-hubungan struktur model (pengujian hipotesis) dapat dilakukan. Hubungan antar konstruk dalam hipotesis ditunjukkan oleh nilai regression weights. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisis tingkat signifikansi hubungan kausalitas antar konstruk dalam model yang didasarkan pada nilai C.R (zhitung) lebih besar dari atau sama dengan nilai z-tabel (z-hitung ³ z-tabel). Pada jumlah responden lebih dari 120 maka nilai z tabel untuk masing-masing tingkat signifikansi adalah:
1%
= 2,56
5%
= 1,96
10%
= 1,645 Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan program AMOS.16
maka diperoleh hasil-hasil yang dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel IV.16 Regression Weight Estimate
S.E.
C.R.
KEPATUHAN WAJIB PAJAK
<---
KESADARAN WAJIB PAJAK
.473
.054
8.710
KEPATUHAN WAJIB PAJAK
<---
PELAYANAN PERPAJAKAN
.399
.050
7.943
KINERJA PENERIMAAN PAJAK
<---
KEPATUHAN WAJIB PAJAK
1.042
.138
7.538
Sumber: Data Primer yang diolah, 2010
H.
Uji Hipotesis 4. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak tehadap Kepatuhan Wajib Pajak H1: Terdapat pengaruh positif antara Kesadaran Wajib Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan hasil analisa model yang menguji hubungan pengaruh antara kesadaran Wajib Pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak pada tabel IV.17 didapatkan
hasil nilai CR positif sebesar 8,710 dengan nilai SE 0,054. Karena CR > dari 2,56 maka menunjukkan bahwa H1 terdukung dengan tingkat signifikansi α = 0,01. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kinsey dan Grassmick (dalam Fallan, 1999), Sheffrin dan Forest (2002), Fallan (1999), Violette (2005) dan Mustikasari (2005) yang menyatakan bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kesadaran Wajib Pajak semakin tinggi pula kepatuhan Wajib Pajak.
5. Pengaruh Pelayanan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak H2:Terdapat pengaruh positif antara pelayanan perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Berdasarkan hasil analisa model yang menguji hubungan pengaruh antara pelayanan perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada tabel IV.17 didapatkan hasil nilai CR positif sebesar 7,943 dengan nilai SE 0,050. Karena CR > dari 2,56 maka menunjukkan bahwa H2 terdukung dengan tingkat signifikansi α = 0,01. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carnes (1994) dan Alm et.al., (1993) yang menyatakan bahwa pelayanan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pelayanan perpajakan yang diberikan, semakin tinggi pula kepatuhan Wajib Pajak.
6. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak terhadap Kinerja Wajib Pajak H3: Terdapat hubungan positif antara kepatuhan Wajib Pajak terhadap kinerja Wajib Pajak
Berdasarkan hasil analisa model struktural yang menguji hubungan pengaruh kepatuhan Wajib Pajak terhadap kinerja Wajib Pajak pada tabel IV.10 didapatkan hasil nilai CR positif sebesar 9,032 dengan nilai SE 0,067. Karena CR > dari 2,56 maka menunjukkan bahwa H1 terdukung dengan tingkat signifikansi α = 0,01. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryadi (2006) yang menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kinerja Wajib Pajak. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kepatuhan Wajib Pajak, maka semakin tinggi pula tingkat kinerja penerimaan pajak.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini bertujuan untuk menjelaskan kesimpulan yang diikuti dengan keterbatasan penelitian dan saran penelitian. Berikut ini adalah penjelasannya. A. Kesimpulan Hasil pengujian yang diperoleh mengindikasi semua variabel
mempunyai
hubungan signifikan. Hubungan antarvariabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kepatuhan Wajib Pajak berhubungan positif terhadap kinerja penerimaan pajak. Hasil temuan ini sesuai dengan Suryadi (2006) yang menemukan bahwa kepatuhan Wajib Pajak juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak, sehingga hasil penelitian ini didukung. Hal ini berarti ketika kepatuhan Wajib Pajak meningkat maka Wajib Pajak akan merealisasikan kepatuhan tersebut dengan membayar pajak yang kemudian akan meningkatkan kinerja penerimaan pajak. 2. Kesadaran Wajib Pajak yang dijelaskan oleh dimensi persepsi Wajib Pajak, pengetahuan perpajakan, karakteristik Wajib Pajak dan penyuluhan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak, sehingga hipotesis 1 terbukti. Fallan (1999) menemukan bahwa pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap perilaku jujur dalam membayar pajak. Sheffrin dan Forest (2002) juga menemukan adanya korelasi positif antara pendapatan, self employment dan jenis kelamin pria terhadap penghindaran pajak. Fallan (1999) menemukan bahwa sikap Wajib Pajak perempuan terhadap kepatuhan memiliki skor lebih tinggi daripada kepatuhan Wajib Pajak laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya tersebut,
maka hasil penelitian ini didukung. Hal ini berarti ketika Wajib Pajak memiliki persepsi baik, pengetahuan perpajakan yang memadai, telah mengikuti penyuluhan perpajakan yang cukup dan karakteristik yang baik maka kepatuhan juga meningkat. Kepatuhan akan meningkat dengan melihat dari tidak adanya pelanggaran hukum seperti sanksi berupa denda, timbal balik berupa kompensasi yang adil dan merata, pemeriksaan pajak yang dilakukan fiskus. 3. Pelayanan perpajakan yang dijelaskan oleh dimensi kualitas sumber daya manusia, ketentuan perpajakan dan sistem informasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak, sehingga hipotesis 2 terbukti. Nisa (2002) menyatakan bahwa pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak akan membangun image positif dalam diri Wajib Pajak, sehingga mereka tidak lagi jera berhubungan dengan aparatur pajak. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hasil penelitian ini didukung. Ketika pelayanan perpajakan yang dirasakan Wajib Pajak memuaskan, maka Wajib Pajak akan menunaikan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan.
B. Batasan Penelitian ini tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Penelitian ini tidak membandingkan antara satu provinsi dengan provinsi lainnya. b. Penelitian ini tidak mengidentifikasikan dan membandingkan antara Wajib Pajak besar dan Wajib Pajak kecil. c. Penelitian ini hanya menggunakan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai sampel.
C. Saran Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, maka saran yang peneliti berikan adalah sebagai berikut: 1. Saran untuk studi ke depan a. Penelitian selanjutnya dapat membandingkan antara satu provinsi dengan provinsi lainnya, misalnya Jakarta Selatan dengan Sumatera Utara atau wilayah lain di Indonesia agar dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat dan bermanfaat untuk berbagai kalangan yang lebih luas. b. Diidentifikasi antara Wajib Pajak besar dan kecil. c. Diidentifikasi Wajib Pajak badan dan pribadi agar diketahui perbedaannya. 2. Saran untuk fiskus a. Ditjen Pajak lebih memperhatikan empat dimensi penting dalam meningkatkan kesadaran Wajib Pajak: menciptakan persepsi positif Wajib Pajak terhadap kewajiban
perpajakannya,
mempelajari
karakteristik
Wajib
Pajak,
meningkatkan pengetahuan perpajakan Wajib Pajak. b. Untuk meningkatkan persepsi positif Wajib Pajak terhadap Ditjen Pajak, hendaknya Ditjen Pajak lebih meningkatkan pelayanan perpajakan yang berlaku, melakukan pemeriksaan pajak yang lebih fokus dan merata sehingga menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam sistem perpajakan (fairness of the tax system), menerapkan keadilan vertikan dan horisontal. c. Adanya pengaruh kepatuhan Wajib Pajak terhadap kinerja menghendaki Ditjen Pajak
untuk
senantiasa
memperhatikan
tiga
dimensi
penting
dalam
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak: melakukan pemeriksaan pajak secara
konsisten dan merata, penegakan hukum yang adil dan transparan serta memberikan kompensasi yang lebih baik kepada masyarakat Wajib Pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Alm, Jackson,. Betty R. Jackson and Michael Mckee. 1993. Estimating The Determinants of Taxpayer Compliance with Experimental Data. National Tax Journal. Vol . XLV, 108. Alm, Jackson, Roy Bahl and Mattew N. Murray. 1990. Tax Structure and Tax Compliance. The Review of Economics and Statistics. PP 603-613. Besim, Mustafa and Glenn P. Jenskins. 2005. Tax Compliance: When Do Employees Behave Like The Self-Employed? Applied Economics. 1201 Boediono, B. 2003. Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta : Rineka Cipta Carnes, A. Gregory and Ted D. Englebrecht. 1994. An Investigation of the Effect of Detection Risk Perceptions, Penalty Sanctions, and Income Visibility on Tax Compliance. Journal of the American Taxation Association. Vol 17 no. 1 pp 26-41. Direktorat Jenderal Pajak. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 85 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4740). Djarwanto, P. 1998. Statistik Sosial Ekonomi. Yogyakarta : BPFE Fallan, Lars. 1999. Gender, Exposure to Tax Knowledge, and Attitudes Towards Taxation; An Experimental Approach. Journal of Business Ethics. 173 Feldstein, Martin. 2008. Effect of Taxes on Economic Behavior. National Tax Journal. Vol LXI, No.1. 131 Ferdinand, A. 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen. Semarang : BP UNDIP. Forest, Adam and Steven M. Sheffrin. 2002. Complexity and Compliance : An Empirical Investigation. National Tax Journal. Vol LV, 75.
Hair, J.F., Anderson, R.E., R.L., Tatham, & W.C., Black. 1998. Multivariate Data Analysis. Upper Saddle River : Prentice Hall International Inc. Hastarini, Novia D. 2008. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dalam Memahami Faktor-Faktor Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan untuk Keberhasilan Penerimaan PBB di Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak Dipublikasikan. Ilyas, B Wirawan dan Rudy Suhartono. 2007. Panduan Komprehensif dan Praktis Pajak Penghasilan. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jogiyanto, H. M. Prof. DR. . M.B.A., Akt. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman. Yogyakarta: BPFE. Komalasari, T. Puput dan Nashih. 2005. Degree of Tax Payer Compliance and Tax Tariff The Testing on The Impact of Income Types. Simposium Nasional Akuntansi VIII. 554 Kusmayadi, Dedi dan Kartawan. 2002. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Badan Mengenai Undang-Undang Pajak Penghasilan terhadap Pelaksanaan Sistem Self Assessment pada BUMS dan BUMD Kantor Pelayanan Pajak Tasikmalaya. Jurnal Ekonomi & Bisnis. No2 Jilid 7. 108 Murphy, Kristina. 2004. Procedural Justice Shame and Tax Compliance. Centre for Tax System Integrity. The Australian National University. Mustikasari, Elia. 2005. Kajian Empiris tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya. Simposium Nasional Akuntansi. Nisa, Hanantun. 2002. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Wajib Pajak dan Efektifitas Layanan Informasi Perpajakan terhadap Sikap Ketaatan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak di Kecamatan Kepon, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tidak Dipublikasikan. Rhoades, C Shelley. 1999. The Impact of Multiple Component Reporting on Tax Compliance and Audit Strategies. The Accounting Review. Vol. 74, No.1 pp. 63-85.
Setiaji, Gunawan dan Hidayat Amir. 2005. Evaluasi Kinerja Sistem Perpajakan Indonesia. Jurnal Ekonomi Universitas Esa Unggul. Edisi November 2005. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business : “Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat. Simanjuntak, Edward. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Restoran dan Retribusi Warung Makan dalam Melaksanakan Kewajiban Perpajakan. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak Dipublikasikan. Sofyan, T. Markus. 2005. Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar. Skripsi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Suci, Yosef Adi K. 2004. Analisis Faktor-Faktor dalam Diri Wajib Pajak Orang Pribadi yang Mempengaruhi Persepsi pada Penerapan Sistem Self Assesment. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak Dipublikasikan. Suryadi. 2006. Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajak: Suatu Survey di Wilayah Jawa Timur. Jurnal Keuangan Publik. Vol 4, PP 105-121. The Executive Club. 2008. Kumpulan Materi Sosialisasi Perpajakan bagi Para Hakim. Direktorat Jenderal Pajak. Thoha, Mifta. 1996. Perilaku Organisasi : Konsep Dasar dari Perilaku. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Torgler, Benno. 2002. Speaking to Theoritists and Searching for Facts : Tax Morale and Tax Compliance in Experiments. Journal of Economic Surveys. 657 Utami, Budi, T. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Restoran dalam Melaksanakan Kewajiban Perpajakan di Kota Surakarta. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak Dipublikasikan.
Waluyo. 2006. Perpajakan Indonesia. Edisi 6. Jakarta : Salemba Empat. Yunita, Ika. 2007. Pengaruh Faktor Demografi dan Pemahaman Wajib Pajak Orang Pribadi Mengenai Sistem Self Assesment terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Memenuhi Kewajiban Pajak Penghasilan. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tidak Dipublikasikan.