HUBUNGAN ANTARA UMUR, PENDIDIKAN, MASA KERJA DENGAN PERILAKU PERAWAT KETIKA MEMBERIKAN OBAT ORAL KEPADA PASIEN GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan
Disusun oleh: ENDANG PANISIH J 210 080 524
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang berkembang merupakan peluang dibidang kesehatan untuk meningkatkan profesionalisme. Terbukanya pasar bebas memberikan pengaruh yang penting dalam meningkatkan kompetisi di sektor kesehatan. Untuk mewujudkan maka perawat Indonesia mampu memberikan asuhan keperawatan secara profesional kepada klien dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan bangsa dan negara (Nursalam, 2001). Rumah sakit merupakan salah satu dari sektor kesehatan yang sangat terpengaruh dengan adanya persaingan bebas dalam komponen
di
dalamnya
menyongsong globalisasi, sehingga
masing-masing
mencari
meningkatnya kualitasnya (Pratiwi, 2008). Manajemen
ekstensi
dengan
keperawatan di
Indonesia pada masa depan perlu mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan keperawatan. Hal ini berkaitan dengan tuntutan profesi dan tuntutan global bahwa setiap perkembangan dan perubahan memerlukan pengelolaaan secara professional dengan memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di Indonesia. Keperawatan sebagai bentuk pelayanan profesional merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan, hal ini ditekankan dalam Undang-undang republik Indonesia
no.23 tahun 1992 tentang kesehatan yang dilakukan dengan pengobatan atau perawatan (Kurniawati et, el, 2004). Tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang memadai semakin meningkat turut memberikan warna di era globalisasi dan memacu rumah sakit untuk memberikan layanan terbaiknya agar tidak dimarginalkan oleh masyarakat.
Pelayanan kesehatan jiwa
merupakan salah satu upaya kesehatan yang dilaksanakan pemerintah untuk mengatasi masalah gangguan jiwa yang ada di masyarakat. Proporsi tenaga perawat di sarana kesehatan merupakan proporsi terbesar yakni 40% dibanding tenaga kesehatan lainnya. Tenaga tersebut 65% bekerja di rumah sakit, 28% di puskesmas dan selebihnya 7% di sarana kesehatan lainnya dari aspek kualifikasi tingkat pendidikan terdapat beberapa kategori tenaga perawat SPK 74%, D3 23%, S1 (Ners) 2,75%, S2 (Magister) / Spesialis dan S3 (Doktor) Keperawatan 0,25% (PPNI, 2005). Hubungan antara perawat dan klien yang teraupetik bisa terwujud dengan adanya interaksi yang teraupetik antaranya keduanya. Interaksi tersebut harus dilakukan sesuai tahapan baku interaksi teraupetik perawat klien, karena setiap tahapan itu mempunyai tugas yang harus dilaksanakan oleh perawat agar hubungan yang dibangun bisa optimal. Keempat tahap itu adalah tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi (Asnindari, 2004). Komunikasi adalah sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perawat membangun suatu dengan klien sehingga dapat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik, sedangkan faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan komunikasi secara efektif adalah pengenalan
kesadaran diri sendiri dan mengenal orang lain yang akan diajak untuk berhubungan, sehingga individu dapat menggunakan dirinya secara efektif dan tujuan komunikasi dapat dicapai. Kemampuan komunikasi teraupetik yang di miliki perawat dalam berinteraksi dengan klien merupakan sarana untuk menfasilitasi proses penyembuhan. Selain masalah komunikasi teraupetik pemberian obat oral merupakan tanggung jawab perawat juga. Perawat berharap ada pedoman–pedoman tertentu yang bisa menghindarkan kita dari suatu resiko kesalahan dalam penyiapan dan pemberian obat. Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman, seorang perawat harus melakukan enam hal yang benar : klien yang benar, obat benar, dosis yang benar, waktu yang benar, dan dokumentasi yang benar. Karena itu perawat tidak boleh menganggap pengamatan setelah pemberian obat sebagai kewajiban rutin dan sambil lalu. Hambatan perilaku/sikap perawat saat komunikasi dalam hal kemajuan hubungan perawat klien terdiri dari 3 jenis utama yaitu resistens, transferens dan kontertransfer. Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tapi semuanya menghambat komunikasi teraupetik. Perawat harus segera mengatasinya oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk mengatasi kebuntuan teraupetik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat klien. Perawat harus mempunyai pengetahuan tentang kebuntuan komunikasi teraupetik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Klasifikasi
dan refleksi perasaan dan isi dapat digunakan agar perawat dapat lebih memusatkan apa yang sedang terjadi. Selain itu sebagai seorang perawat sebaiknya sadar akan faktor–faktor penyulit dalam pemberian obat di rumah sakit. Sedangkan kita dibebani banyak tanggung jawab dalam waktu yang singkat, perawat di rumah sakit mempunyai resiko tanggung jawab secara legal bila ada kesalahan dalam pemberian obat. Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta merupakan Rumah Sakit dengan eselon 2 B berlokasi di tepian Bengawan Solo seluas 10 Ha lebih dengan luas bangunan 10.067 m2 dan pada saat ini luas bangunan telah mencapai 21.995 m2 dengan jumlah tenaga keperawatan SPK 13 orang (7,10%), D3 sebanyak 146 orang (79,70) dan S1 keperawatan sebanyak 24 orang (13,20%). Berdasarkan pengamatan di sebuah bangsal psikiatri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, beberapa perawat ketika memberikan obat kepada pasien tidak menggunakan komunikasi teraupetik dengan baik dan perilaku perawat menyimpang dari aturan yang seharusnya. Misalnya saat memberikan obat perawat memanggil nama pasien dengan berteriak dan membentak dengan nada tinggi dan kadang sambil mengancam dan menakut-nakuti pasien supaya pasien segera minum obat. Perilaku perawat seperti itulah yang perlu diubah dan dibenahi. Sikap perawat dalam berkomunikasi : Pertama Berhadapan, artinya dari posisi ini adalah “ saya siap untuk anda”. Kedua Mempertahankan kontak mata. Ketiga membungkuk ke arah pasien, Keempat mempertahankan sikap terbuka atau tidak melipat kaki dan tangan, Kelima tetap rileks.
Akibat dari permasalahan diatas peneliti ingin mengkaji lebih lanjut tentang bagaimana perilaku perawat ketika memberikan obat oral kepada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. B. Perumusan Masalah Berdasarkan
uraian
pada
latar
belakang
masalah
yang
dikemukakan tersebut diatas, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut. ”Adakah hubungan antara umur, pendidikan, masa kerja dengan
perilaku perawat ketika memberikan obat oral kepada pasien
gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara umur, pendidikan, masa kerja dengan perilaku perawat ketika memberikan obat oral kepada pasien gangguan jiwa daerah di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan, masa kerja, jenis kelamin. b. Mengetahui perilaku perawat memberikan obat oral kepada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
c. Menganalisa hubungan antara umur dengan perilaku perawat memberikan obat oral kepada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. d. Menganalisa hubungan antara pendidikan dengan perilaku perawat memberikan obat oral kepada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. e. Menganalisa hubungan antara masa kerja dengan perilaku perawat memberikan obat oral kepada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah: 1. Bagi rumah sakit Sebagai sumbang saran pemikiran dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dan motivasi perawat untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara prima. 2. Bagi profesi Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi organisasi
(PPNI)
dalam
rangka
pengembangan
standart
asuhan
keperawatan. 3. Manfaat dalam pengembangan ilmu dan khasanah ilmu secara teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah kekayaan ilmu pengetahuan tentang perilaku perawat ketika memberikan obat oral kepada pasien gangguan jiwa dan dapat dijadikan bahan untuk penelitian lanjutan.
E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian tentang hubungan antara umur, pendidikan, masa kerja dengan perilaku perawat ketika memberikan obat oral di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, sepengetahuan penulis belum pernah dilaksanakan. Penelitian yang telah penulis ketahui yang memiliki hampir serupa adalah: Mulyono, (2006), tentang Hubungan antara Sikap dan Perilaku Perawat dalam Berkomunikasi terhadap Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo, menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku perawat dalam berkomunikasi berpengaruh besar terhadap kepuasan pasien, dengan desain cross sectional, menggunakan korelasi chi square untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dan menggunakan koefisien korelasi bivariat.