STRATEGI KOMUNIKASI ICMC (INTERNATIONAL CATHOLIC MIGRATION COMMISSION) DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PROGRAM PENANGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) DI INDONESIA
SKRIPSI
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Nama NIM Jurusan
Disusun Oleh: : TANTYAWATI : 44205110075 : Hubungan Masyarakat
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCUBUANA
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI Nama
: Tantyawati
NIM
: 44205110075
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Hubungan Masyarakat
Judul Skripsi
: STRATEGI KOMUNIKASI ICMC (INTERNATIONAL CATHOLIC MIGRATION COMMISSION) DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PROGRAM PENANGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) DI INDONESIA Jakarta, 5 Agustus 2009 Menyetujui, Pembimbing
(Drs. Riswandi M.Si)
ii
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCUBUANA
LEMBAR LULUS SIDANG SKRIPSI
Nama
: Tantyawati
NIM
: 44205110075
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Hubungan Masyarakat
Judul Skripsi
: STRATEGI KOMUNIKASI ICMC (INTERNATIONAL CATHOLIC MIGRATION COMMISSION) DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PROGRAM PENANGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) DI INDONESIA Jakarta, 5 Agustus 2009
Ketua Sidang Nama :
(Afdal Makkuraga Putra S.Sos, MM)
Penguji Ahli Nama :
(Drs. A. Rachman MM)
Pembimbing Nama :
(Drs. Riswandi M.Si)
iii
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCUBUANA LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI
Nama
: Tantyawati
NIM
: 44205110075
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Hubungan Masyarakat
Judul Skripsi
: STRATEGI KOMUNIKASI ICMC (INTERNATIONAL CATHOLIC MIGRATION COMMISSION) DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PROGRAM PENANGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) DI INDONESIA Jakarta, Agustus 2009
Disetujui dan Diterima Oleh: Pembimbing
(Drs. Riswandi M.Si)
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Ketua Bidang Studi
(Dra. Diah Wardhani, M.Si)
(Marhaeni F. Kurniawati, S.Sos, M.Si)
iv
MOTTO
Dengarlah untuk memahami. Berbicaralah untuk klarifikasi. (reinforcing the golden rule)
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan berkat, anugerah dan karunia yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Strategi Komunikasi ICMC (International Catholic Migration Commission) dalam Mengimplementasikan Program Penanggulangan Perdagangan Orang (Trafficking) di Indonesia, ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 di bidang Ilmu Komunikasi pada Universitas Mercu Buana. Informasi dan data pada skripsi ini Penulis peroleh dengan melakukan penelitian di ICMC Indonesia pada Proyek Penanggulangan Perdagangan Orang. Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Riswandi, dosen pembimbing yang super baik dan sabar selama membimbing penulis. 2. Bapak Eka Wenats, yang sudah merelakan waktunya untuk bertukarpikiran. 3. Ibu Marhaeni F. Kurniawati, selaku ketua bidang studi Humas yang telah memberikan dukungan morilnya. 4. Bapak Rachman, yang telah menguji hasil penelitian ini. Terima kasih atas masukannya, sehingga membuat skripsi ini menjadi lengkap.
vi
5. Seluruh staf pengajar Program Kelas Karyawan Universitas Mercu Buana yang telah memberikan pengetahuan yang sangat berharga. 6. Bapak Abhijit Dasgupta, selaku Senior Program Manager Program CTP atas support dan kesempatan yang diberikan kepada Penulis untuk turut bergabung dalam pelaksanaan program Counter Trafficking di Wilayah Timur Indonesia. Sebuah pengalaman berharga yang tidak mungkin terlupakan. 7. Eko Utomo, partner dalam mengerjakan project GTIP yang telah bersedia dijadikan narasumber dan selalu senantiasa berbagi dalam suka dan duka. I learned a lot from you. 8. Rekan-rekan ICMC Jakarta dan Makassar; Lita, Erni, Sally, Ninas, Icha, Nirma, Mia, Mas Agus, yang telah memberikan dukungan dan masukan yang berarti bagi penulisan skripsi ini. 9. Teman-teman PKSM, angkatan 7 kelas Menteng; Nancy, Davy, Wiwin, Eda, Tari, Ratna, Eri, dan lain sebagainya atas semangat yang diberikan kepada penulis. 10. Terakhir, terima kasih yang mendalam untuk Mama dan kakak-kakak tercinta atas doa dan dukungannya yang tidak pernah habis untuk penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, kritik dan saran membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap, skripsi ini dapat memberikan wawasan dan masukan bagi pembacanya. Jakarta, Agustus 2009 Tantyawati
vii
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCUBUANA
ABSTRAK SKRIPSI TANTYAWATI (44205110075) STRATEGI KOMUNIKASI ICMC (INTERNATIONAL CATHOLIC MIGRATION COMMISSION) MENGIMPLEMENTASIKAN PROGRAM PENANGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) DI INDONESIA xiv + 81 Halaman, 9 Tabel, 5 Bagan, 13 Lampiran Komunikasi dua-arah di dalam organisasi dan dengan pihak luar berpengaruh besar pada efektivitas dan kesuksesan implementasi program suatu organisasi. Oleh karena itu, organisasi yang bersangkutan seharusnya mengkomunikasikan visi, misi, nilai, dan tujuannya kepada pihak-pihak terkait, khususnya pihak yang memiliki pengaruh. Upaya komunikasi demikian bertujuan menyamakan persepsi di antara pihak-pihak yang berpengaruh. Akuntabilitas ditengarai telah menjadi indikator utama dalam mengukur keberhasilan kinerja organisasi. Dimensi pengukuran mencakup pemenuhan pernyataan visi dan misi organisasi. Salah satu indikator yang nyata dan membumi adalah keberadaan mekanisme internal dan eksternal dalam mencapai tujuan organisasi. Strategi (komunikasi) yang seharusnya ada mencakup rencana terpadu, implementasi berjangka waktu, dan beberapa kerangka kerja logis guna mengontrol dan mengintegrasikan pesan (komunikasi) dan mendapatkan perspektif yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi melalui lima proses analisis inovasi: tahap Knowledge, Persuasion, Decisions, Implementation, dan Confirmation. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif, dilakukan dengan teknik in-depth interview kepada beberapa narasumber dan observasi langsung ke lapangan. Sehingga hasilnya dapat menggambarkan informasi yang mendetail, spesifik, dalam bentuk uraian, penjelasan disertai bagan dan tabel pendukung. Hasil penelitian menyatakan bahwa strategi komunikasi yang dikembangkan adalah dengan menggunakan mekanisme kemitraan dan model komunikasi dua arah terhadap stakeholder. Media komunikasi dikemas berdasarkan kebutuhan para stakeholder atau target komunitas, sehingga pesan benar-benar dapat terdifusi dalam komunitas sasaran. Oleh sebab itu, sebagai organisasi yang peduli pada masalah-masalah kemanusiaan, ICMC diharapkan dapat lebih mengembangkan rencana (strategi komunikasi) –nya berdasarkan analisis kerangka kerja logis secara berkala dan terbarukan. viii
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA
ABSTRACT BACHELOR THESIS TANTYAWATI (44205110075) THE COMMUNICATION STRATEGY OF ICMC (INTERNATIONAL CATHOLIC MIGRATION COMMISSION) IN IMPLEMENTING THE COUNTER TRAFFICKING PROJECT IN INDONESIA 5 chapters, xiv pages, 81 pages, 9 tables, 5 charts, 13 appendices Two-way communication channels within organization and with external parties surely affect the effectiveness and successful of the organizations programs implementation. The organization should therefore be able to communicate its vision, mission, values, and objectives to its stakeholders, mainly the influential ones. It is to levelize the perceptions amongst the influential stakeholders. Accountability has been the ultimate indicator to measure the successful performance of the organization. Its dimensions can include the fulfillment of its vision and mission stated by the organization. One of many visible and down-toearth indicators are the existence of internal and external mechanisms in delivering the organization’s goals. The should-be-present (communication) strategy includes integrated plans and time-frame implementation and some logical frameworks to control and integrate the (communication) messages and to achieve the desired perspectives. This research intends to describe communication strategies through the five stages in decision innovation process: Knowledge, Persuasion, Decisions, Implementation, and Confirmation. The methodologist tends to be descriptivequalitative with in-depth interview technique to certain key informants and field observations. Hence, the results could describe specific information through detail explanation along with charts and tables. The results exposed that communication strategy elaborated based on partner mechanism and two-way communication model to stakeholders. The media communication packed based on stakeholders and target community needs, therefore the message could really diffused into its target. As an organized society that has concerns on humanitarian issues, ICMC has been involved with many humanitarian activities, disregard of race, religion, ethnic, customs, and politics. In order to smooth its operations, ICMC has to be more developing its (communication strategy) plans based on the periodicallyupdated logical framework of analysis.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI .................................................. ii TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI ................................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI .......................................... iv MOTTO .............................................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi ABSTRAK ....................................................................................................... viii DAFTAR ISI ....................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah............................................................................. 8 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 8 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................... 9 2. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Konsep Komunikasi ......................................................................... 10 2.1.1 Tujuan Komunikasi............................................................... 14 2.1.2 Komunikasi yang Efektif ...................................................... 17 2.1.3 Hambatan Komunikasi .......................................................... 22 2.1.4 Isi Pesan Komunikasi ............................................................ 25 2.2 Konsep Hubungan Masyarakat ......................................................... 28 2.2.1 Pengertian Humas/PR ........................................................... 28 2.2.2 Humas Profit dan Non Profit ................................................. 30 2.3 Strategi Komunikasi ......................................................................... 31 2.4 Komunikasi Organisasi..................................................................... 37 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian ................................................................................. 42 3.2 Tahapan Penelitian ........................................................................... 43 3.3 Definisi Konseptual .......................................................................... 44 3.4 Objek Penelitian dan Narasumber ..................................................... 45 3.5 Teknik Pengumpulan Data................................................................ 46 3.6 Fokus Penelitian ............................................................................... 46 3.7 Teknik Analisis Data ........................................................................ 47 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perdagangan Orang sebagai Fenomena Dunia................................... 48 4.2 Konsep Perdagangan Orang .............................................................. 50 4.3 Perdagangan Orang untuk Dieksploitasi Tenaganya.......................... 54 4.4 Perdagangan Orang di Indonesia ...................................................... 56 4.5 Peran ICMC dalam Penanggulangan Praktek Perdagangan Orang .... 61
x
5.
4.6 Misi ICMC dalam Menghadapi Masalah Perdagangan Orang di Indonesia .......................................................................................... 64 4.7 Pembingkaian Strategi Komunikasi ICMC ke Dalam Rencana Kerja Program............................................................................................ 69 4.8 Strategi Komunikasi ICMC .............................................................. 74 4.9 Penilaian Akuntabilitas dan Efektivitas Kerja ICMC ........................ 78 4.10 Penegakan Hukum bagi Pelaku Perdagangan Orang ......................... 81 PENUTUP 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 79 5.2 Saran ................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Hal.
2.1
Jumlah kasus perdagangan orang dari awal tahun 2004 hingga April 2006 ......................................................................................................... 6 Bentuk logika disain pesan ..................................................................... 27
2.2
Matrikulasi strategi komunikasi .............................................................. 32
4.1
Kondisi yang mengindikasikan adanya praktek perdagangan orang ........ 51
4.2
Jumlah TKI yang tercatat di Depnaker, 1979/1980-1999/2000 ............... 57
4.3
Beberapa bentuk intervensi stakeholders dalam mengatasi masalah perdagangan orang ................................................................................. 68
4.4
Perkiraan jangkauan media komunikasi selama tahun 2005 .................... 79
4.5
Perkiraan jangkauan media komunikasi selama tahun 2006 .................... 79
4.6
Kasus perdagangan orang, 2004-2005 .................................................... 82
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan
Hal.
2.1
Pendekatan komunikasi berdasarkan pada tahapan adopsi, pendekatan penyampaian, dan tujuan komunikasi ................................... 15
2.2
Enam faktor keberhasilan kerangka kerja komunikasi (pedesaan) yang efektif dan efesien .......................................................................... 21
2.3
Model komunikasi pemegang kebijakan membangun kemitraan dengan atau/dan antara para pemangku kebijakan ................................... 22
2.4
Contoh perencanaan aktivitas komunikasi EdQual.org ........................... 34
4.1
Komponen dan mekanisme kerja program ATP ...................................... 72
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
SIGHT Logical Framework Anti-Trafficking in Persons in Indonesia (ATP): A Project of Solidarity Center, ICMC and USAID, Work Plan, October 2007 – September 2009 Workplan Eastern Indonesia Counter Trafficking Project (GTIP) 2007-2008 Logical Framework Cross-Border Counter Trafficking Project 2008-2010 Public Awareness Estimated Total Coverage 2005 Public Awareness Estimated Total Coverage 2006 Matriks Informasi Upaya Penanganan dan Pencegahan Trafiking (kebijakan, penyedia layanan, dan sistem rujukan) di 8 Daerah Diskusi tentang RUU Anti Perdagangan Orang Komnas HAM, November 2004 Konferensi Media untuk Memperkenalkan Duta Nasional untuk Penanggulangan Trafiking Perempuan dan Anak Indonesia Summary Coordination Meeting and Re-programming of Strengthening Indonesian Representatives in Elimination of Trafficking in Persons Report on Raising Awareness Workshop Publikasi ICMC/ACILS untuk Kampanye Perdagangan Orang di Indonesia
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Trafficking atau perdagangan orang adalah praktik ilegal jual beli manusia dimana pelakunya menggunakan cara-cara kriminal seperti menipu dan/atau memaksa korban untuk masuk ke dalam dunia prostitusi, pembantu rumah tangga dan buruh kasar. Para pelaku perdangangan orang bekerja secara bersindikat dengan memanfaatkan kerentanan korbannya, sehingga banyak sekali korban perdagangan orang menimpa perempuan dan anak. Ironisnya banyak dari mereka yang juga diperdagangkan oleh keluarganya sendiri. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai kondisi hidup dan bekerja di luar negeri menjebak mereka kedalam kondisi dimana kerentan mereka dijadikan objek penyiksaan secara fisik dan ekonomi. Trafficking dapat terjadi dimana saja, kepada siapa saja dan siapapun dapat menjadi pelaku perdagangan orang. Menurut Undang-undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), trafficking adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
1
2
atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Trafficking merupakan sebuah bentuk menyedihkan dari perbudakan masa kini dan salah satu masalah hak asasi mengkhawatirkan.
manusia
yang paling
Beberapa bentuk trafficking manusia yang terjadi pada
perempuan dan anak, diantaranya: 1
Kerja paksa dan eksploitasi seks-baik di luar maupun di dalam negeri. Dalam banyak kasus perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran. PRT, pekerja restoran, penjaga toko atau pekerjaan-pekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian di paksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan. Dalam kasus lain, beberapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja yang buruk dan mereka di kekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. Pembantu rumah tangga (PRT)-baik di luar maupun dalam negeri. Di trafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk : jam kerja sangat panjang, penyekapan, upah yang tidak dibayar atau dipotong, kerja karena jeratan utang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan dan tidak boleh menjalankan agamanya atau di perintah untuk melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lainnya untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri. 1
http://www.ppsw.or.id/Greget/buruh-migran-trafficking.html
3
Bentuk lain dari kerja migran- baik di luar negeri maupun diwilyah indonesia, meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik, restoran atau toko kecil, beberapa dari buruh migran ini ditrafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak di bayar sama sekali. Banyak juga yang di jebak di tempat kerja seperti itu melalui jeratan utang, paksaan dan kekerasan. Penari penghibur dan pertukaran budaya, terutama diluar negeri, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai duta budaya, penyanyi atau penghibur di negara asing, pada saat kedatangannya banyak dari perempuan dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan.
Pengantin pesanan- terutama di luar negeri, beberapa perempuan dan anak yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan dalam kasus semacam itu. Para suami mereka memaksa istri-istri baru itu untuk bekerja utuk keluarga dengan kondisi mirip perbudakan, atau mereka menjual ke industri seks. Beberapa bentuk buruh/pekerja anak- terutama di indonesia beberapa anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan dilepas pantai seperti jermal, dan bekera diperkebunan telah ditrafik ke dalam situasi yang mereka hadapi saat ini.
4
Trafficking/penjualan bayi- baik diluar negeri ataupun di Indonesia. Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat berada di luar negeri dan kemudian mereka di paksa utnuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi secara ilegal.
Terdapat 2,5 juta korban perdagangan orang diseluruh dunia, lebih dari jumlah
ini
terdapat
di asia
dan pasifik.
Perserikatan Bangsa-Bangsa
memperkirakan sebanyak 2 sampai 4 juta orang diperdagangkan diseluruh dunia tiap tahunnya. 80% korban perdagangan adalah perempuan dan gadis, dan 70% diantaranya terjerumus dalam eksploitasi seksual. Sebanyak 7-13 milyar dolar penghasilan dunia tiap tahunnya diperoleh dari praktik trafficking. Di Indonesia isu trafficking pertama kali terdengar sekitar tahun 2000, diawali dengan maraknya kasus-kasus buruh migran. Indonesia dikenal dunia sebagai produsen pekerja seks dan perdagangan orang. Laporan Trafficking in Person 2001 yang dikeluarkan oleh US Department of State menempatkan Indonesia di Tier 3 Juni, yakni sebagai Negara yang menurut mereka belum sepenuhnya melakukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mencegah terjadinya perdagangan orang. 2 Walaupun belum memenuhi standar minimum penghapusan perdagangan orang, namun Pemerintah Indonesia telah menunjukkan usaha-usaha yang berarti untuk menghapusnya. Selama tahun 2003 hingga sekarang upaya memerangi perdagangan orang masih tetap berlanjut. Pemerintah, masyarakat serta LSM baik
2
US Department of Justice (2002). Trafficking in Persons Report. Washington, June 2002, hal. 10.
5
lokal maupun internasional bersama-sama memerangi permasalahan sosial tersebut. Kolaborasi ini kemudian melahirkan sebuah undang-undang anti trafficking baru, yaitu Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) yang disahkan pada tanggal 19 April 2007. Untuk memaksimalkan upaya yang sudah dilakukan, pemerintah juga telah mensahkan PP No. 9 tahun 2008 tentang Tata Cara Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Korban dan Pelaku Perdagangan Orang sebagai turunan dari UU PTPPO tersebut. Seiring dengan disahkannya UU PTPPO, US Department of State menempatkan Indonesia pada tiers 2 dalam usaha penanggulangan trafficking pada laporan Trafficking in Person (TIP) mereka tahun 2007.3 Pada kategori ini Pemerintah Indonesia dinilai sudah melakukan sejumlah upaya yang signifikan dalam melakukan pemberantasan, namun belum sepenuhnya memenuhi standar minimum pemberantasan perdagangan orang. Usaha-usaha pemberantasan yang dimaksud diantaranya adalah usaha penegakan hukum. Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum memiliki satu sistem yang akurat dalam mencatat kasus perdagangan yang ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan. Hal ini dianggap wajar karena perdagangan orang adalah suatu kejahatan yang kompleks, yang merupakan “paket” dari gabungan berbagai tindak kriminal yang sering berdampak lebih besar kepada korban dibandingkan efek dari masing-masing tindakan kejahatan tersebut. Bareskrim Mabes Polri mencatat sebanyak 71 kasus trafficking selama tahun 2005, tahun 2006 meningkat menjadi 3
US Department of Justice (2007). Trafficking in Persons Report. Washington, June 2007, hal. 10
6
84 kasus, tahun 2007 sebanyak 177 kasus, tahun 2008 sebanyak 199 kasus dan tahun 2009 hingga Juni tercatat 39 kasus. Dari kasus trafficking tahun 2008 sebanyak 199 kasus, kata dia, hanya 108 kasus yang sudah diproses hingga dinyatakan lengkap (P21), sedangkan tahun 2009, hanya sembilan kasus yang sudah P21.4 Data lain yang berhasil dikompilasi, merupakan data kumpulan dari berbagai media massa, LSM serta Polres dan Polda di beberapa wilayah di Indonesia. Tabel 1.1 Jumlah kasus perdagangan orang dari awal 2004 hingga April 2006
No
Propinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kepulauan Riau Sumatera Utara Sulawesi Utara Jawa Barat Jakarta Kalimantan Timur Jawa Timur Sulawesi Selatan Bali Jawa Tengah Lampung Bengkulu Kalimantan Barat Riau Banten Nusa Tenggara Timur Papua Total
2004 14 13 3 6 11 9 2 2 6 14 2 82
Tahun 2005 35 20 18 16 6 7 6 4 4 3 3 2 2 1 1 1 1 130
2006 3 2 5 1 5 3 3 27
Jumlah 52 35 26 23 22 16 11 4 6 9 3 2 16 3 4 1 1 239
Sumber: Kompilasi Kasus Perdagangan Orang (ACILS/ICMC, 2006)
Keberhasilan
pemerintah dalam upaya penanggulangan perdagangan
orang tentunya tidak luput dari peran serta LSM. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau juga dikenal dengan ORNOP (Organisasi Non-Pemerintah) sebagai lembaga independen yang mengontrol kinerja pemerintah. ICMC 4
http://ecosoc-monitor2.blogspot.com/2009/06/penanganan-kasus-trafficking-belum.html
7
(International Catholic Migration Commission) adalah salah satu LSM internasional yang beroperasi di Indonesia sejak tahun 1999. Berpusat di Jenewa, ICMC membawa misi melayani dan melindungi kebutuhan orang-orang yang termarjinal tanpa memandang keyakinan, ras, suku atau bangsa. ICMC membawa Program Penanggulangan Perdagangan Perempuan dan Anak (trafficking) sejak 2001 sebagai wujud pelaksanaan misi dan visinya. Selama kurun waktu delapan tahun, ICMC mengimplementasikan lima project penanggulangan perdagangan orang di Indonesia, yaitu: 1. Creating an Enabling Environment to Overcome Trafficking of Women and Children (CTP), 2001-2004. 2. Strengthening the Initiatives of Government and others against Human Trafficking (SIGHT), 2004-2005 3. Anti Trafficking in Persons in Indonesia (ATIP), 2007-2009 4. Eastern Indonesia Counter Trafficking Project (GTIP), 2007-2008. 5. Cross-Border Counter Trafficking Project (AENEAS), 2008-2010. Kelima proyek diatas merupakan bentuk kontribusi nyata ICMC dalam menangani isu trafficking di Indonesia. Beberapa bentuk umum dari counters yang diusulkan ICMC adalah implementasi program pencegahan, penyediaan layanan terhadap korban, dan perbaikan pada kebijakan, legislasi, dan penegakkan hukum. Tiga dimensi ini membutuhkan pendekatan multi-faceted. Agar berdampak sesuai dengan yang diharapkan, berbagai counter atau instrumen ICMC membutuhkan upaya pengkomunikasian dua arah secara internal maupun eksternal demi terciptanya organisasi yang efektif dalam melaksanakan visi dan misinya. Pengkomunikasian visi, misi dan program suatu lembaga nirlaba seperti ICMC sangatlah penting mengingat karakteristik stakeholdernya yang
8
semakin lama semakin cerdas, kritis dan tajam dalam mengamati setiap gerak dan langkah yang ICMC buat. Melihat hal tersebut diatas, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian terhadap strategi komunikasi ICMC dalam mensukseskan program penanggulangan trafficking di Indonesia. Selain itu, apakah strategi komunikasi yang dilancarkan sudah cukup efektif dalam menyampaikan pesan-pesan yang diinginkan.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan kesimpulan atas latar belakang permasalahan diatas, berikut ini adalah yang menjadi rumusan masalah: Bagaimana strategi komunikasi ICMC dalam mensukseskan implementasi program penanggulangan perdagangan orang (trafficking) di Indonesia.
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak di capai oleh penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang strategi komunikasi ICMC (International Catholic Migration Commision) dalam menjalankan proyek Penanggulangan Perdagangan Orang (Trafficking) di Indonesia.
9
1.4 Manfaat Penelitian Secara akademis, penelitian dalam skripsi ini merangkum beberapa konsep dalam ilmu komunikasi untuk dijadikan sebagai dasar penganalisaan strategi komunikasi yang dijalankan pada organisasi nirlaba. Secara praktis, penelitian dalam skripsi ini mengungkap berbagai praktek komunikasi yang dilakukan suatu lembaga nirlaba, termasuk didalamnya berbagai upaya dan strategi komunikasi dalam rangka merealisasikan visi dan misinya.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Konsep Komunikasi Secara singkat, komunikasi bisa didefinisikan sebagai suatu proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran atau informasi. 5 Komunikasi sebagai konsep berasal dari kata communicare dari Bahasa Latin, yang diartikan sebagai alat membagi atau menciptakan commonness. Komunikasi manusia bisa diartikan sebagai proses membagi arti, ide, pikiran, pengalaman, informasi, atau opini dari orang ke orang. 6 Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang menggunakan tanda, simbol, bahasa, dan sarana lainnya dengan tujuan mempertukarkan pikiran dan arti di antara individu dan kelompok demi pemahaman dan hubungan yang lebih baik. Komunikasi dapat pula dianggap proses transmisi dan penerimaan tanda-tanda simbolis, secara verbal dan non-verbal, lisan atau tulisan, formil, atau informil. 7 Bale merumuskan beberapa asumsi dalam komunikasi, antara lain: 8 a. Orang itu tidak bodoh (blank slates). 5
Mulyohadi Ali dan Ieda Poernomo Sigit Sidi, Komunikasi Efektif Dokter-Pasien, Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2006. 6 I.O. Eze, “Speech communication as a tool of modern marking and public relations management,” Journal of Communication Art , 1 (1), 1998, 61-69. 7 E.E. Ogili, “Strategies for effective communication educational instruction,” Paper, the Nigeria Association for Educational and Technology (NAEMT) Workshop, Enugu, Nigeria, 7-10 February 2001. 8 S.N. Bales, Framing Public Issues, Washington, DC, 2002; dalam Debbie M. Rappaport, Effective Communication about the Early Years: Understanding the Basics of Framing, Zero to Three Policy Center, Washington DC, 17 April 2006.
10
11
b. Komunikasi bersifat interaktif. c. Komunikasi beresonansi dengan nilai-nilai dan pandangan dunia (worldviews) yang tertanam dalam pikiran seseorang. d. Komunikasi itu berbasis kerangka (frame-based). e. Ketika komunikasi tidak cukup, orang cenderung default terhadap gambaran yang ada dalam benaknya. f. Ketika komunikasi efektif, orang dapat melihat satu issue dari perspektif yang berbeda. Sebagai fenomena multi-facet, komunikasi merupakan hasil upaya individu dalam mengutarakan pikiran, perasaan, dan kebutuhan untuk dikenali pihak lain dengan harapan pihak lain tersebut mau berbagi hal serupa dengan dirinya. 9 Secara sederhana, komunikasi bisa dianggap sebagai pengiriman dan penerimaan pesan, dan kedua elemen harus ada agar komunikasi bisa terjalin. Walau demikian, komunikasi bisa terjadi secara parsial atau malahan gagal karena adanya kondisi sekitar seperti lingkungan, emosi, adanya orientasi verbal-skill, fenomenologik, atau sebagai akibat sejumlah kondisi yang ada di dalam diri individu yang sifatnya intrapersonal, interpersonal. Pesan yang disampaikan komunikator bisa terdistorsi karena adanya campuran pesan verbal dan simbolik, sementara distorsi di sisi komunikan terjadi karena faktor kebutuhan dan pengalaman komunikan. Lingkungan fisik dan psikologis juga memiliki kontribusi terhadap kesulitan berbagi hal yang diinginkan. Dalam atmosfir kecurigaan, komunikator dan komunikan bisa sangat hati-hati dalam berkomunikasi. Proses pengiriman dan penerimaan informasi atau pesan yang efektif membutuhkan empat keahlian dasar, yakni levelling, mendengar, validasi, dan
9
J. William Pfeiffer, “Conditions That Hinder Effective Communication,” The Pfeiffer Book of Successful Communication Skill-Building Tools, John Wiley & Sons, Inc., 2004.
12
pernyataan „saya …‟.10 Salah paham dan konflik merupakan hal yang lumrah terjadi saat berkomunikasi akibat adanya asimetri informasi. Keahlian levelling diartikan sebagai pemberian informasi ke pihak lain tentang pikiran dan perasaan komunikator, ketimbang mengharapkan pihak lain membaca pikiran komunikator. Agar komunikasi yang terjadi benar-benar efektif, komunikator perlu memverifikasi pemahaman komunikan secara periodik demi keberhasilan interaksi interpersonal. Ekspresi „saya …‟, pada pernyataan awal saat mengkomunikasikan rasa, permohonan, atau berkata „tidak‟ terhadap satu permintaan, merefleksikan tanggung jawab terhadap keinginan dan perasaan komunikator, ketimbang meletakkan tanggung jawab ke pihak lain yang bisa berdampak pada sikap defensiveness dan hostility. Dalam komunikasi lisan, justru bentuk non-verbal yang sangat menentukan efektivitas suatu komunikasi dengan persentase sekitar 55%, sementara nada suara hanya 38%, dan kata-kata yang disampaikan malah hanya efektif sebesar 7%. Komunikasi non-lisan meliputi ekspresi muka, kontak mata, postur dan gerakan tubuh (misalnya tangan bersilang, berdiri, duduk, rileks, tegang), dan posisi dalam kelompok. Termasuk di dalamnya adalah busana dan keheningan yang komunikator jaga. Pesan yang membosankan (dull) bisa dianggap brilian ketika disampaikan oleh orang yang penuh kharisma, energik, dan antusias. Pesan yang baik
10
Mental Illness Fellowship of Australia Inc., Effective Communication, MI Fact Sheet Series, Victoria, 17.08.2005.
13
(excellent) yang disampaikan seseorang yang tidak tertarik pada topik tersebut tidak bisa menimbulkan antusiasme audiens. Beberapa faktor statis dari informasi yang disampaikan melalui komunikasi non-verbal meliputi jarak, ruang pribadi, orientasi, postur, dan kontak fisik. Beberapa faktor dinamis dari informasi yang disampaikan melalui komunikasi non-verbal meliputi ekspresi muka, pergerakan tangan (gesture), dan pandangan mata (looking). Beberapa aspek lain yang bisa memberikan informasi saat berkomunikasi meliputi paralanguage, kesunyian dan waktu, dan kehati-hatian (be aware). Paralanguage seperti nada bicara (tone), tekanan suara (pitch), mutu suara, dan rate of speaking yang menyampaikan emosi bisa dinilai secara akurat oleh komunikan, ketimbang isi pesan. Dalam konteks organisasi, komunikasi merupakan salah satu kunci keberhasilan manajemen strategis. Proses manajemen strategis lebih penting daripada dokumen hasil (resultant), karena melalui keterlibatan dalam proses, manajer dan karyawan menjadi lebih berkomitmen mendukung organisasi. 11 Karyawan yang sangat terinformasikan di semua tingkatan organisasi merupakan hal yang fundamental bagi efektivitas manajemen strategis. Setiap karyawan seharusnya mendapatkan informasi tentang tujuan (objectvies) bisnis, arah bisnis, pelanggan, pesaing, dan produk.
11
hal.4.
Fred R. David, Strategic Management, ed.5, Prentice Hall, Englewood Cliffs, N.J., 1995,
14
2.1.1 Tujuan Komunikasi Komunikasi
bertujuan
untuk
menyebarkan
informasi
(komunikasi
informatif), mempengaruhi (komunikasi persuasif), dan/atau mengingatkan. 12 Berdasarkan tingkat penerimaan komunikan, tujuan komunikasi adalah adanya perubahan pada sikap (attitude), pendapat (opini), prilaku (behaviour), dan sosial. Sementara dari sisi pesan dan komunikator, jenis komunikasi bisa bersifat informatif, persuasif, instruktif (coercive), atau hanya berupa hubungan manusiawi. 13 Respon penerima komunikasi meliputi:14 1. Efek kognitif (attention), membentuk kesadaran atas informasi tertentu. 2. Efek afektif (interest, desire), memberikan pengaruh untuk melakukan sesuatu yang diharapkan. 3. Efek konatif (action), membentuk pola/prilaku audien menjadi tetap. Pada tahapan kognitif, tujuan komunikasi baru sampai pada tahap menyadari bahwa pengetahuan yang diterima itu baik. Pada tahapan afektif, tujuan komunikasi baru sampai pada tahapan menyikapi dan memiliki perasaan. Pada tahapan konatif, tujuan komunikasi sudah sampai tahapan adanya keyakinan untuk melakukan apa yang diyakininya.15 Efek dari tujuan komunikasi itu dapat dibedakan menurut model komunikasi yang digunakan, antara lain: a. Model AIDA, pada model ini tahapan kognitif baru ada perhatian; afektif sudah ada minat dan keinginan; sedang konatif, sudah ada tindakan. 12
elearning.gunadarma.ac.id, Komunikasi Pemasaran, 24.11.2007. Ido Priyono Hadi, Pengantar Komunikasi, Manajemen Perhotelan, UK Petra, 06.08.2001. 14 cf Faris, Penggunaan Model Pengolahan Informasi, Personal maupun Sosial untuk pengembangan pribadi maupun tim pada mata kuliah Perencanaan Pemasaran, Ilmu Administrasi Bisnis FISIP UPN “Veteran” Yogyakarta, 06.07.2006. 15 Development Alternatives, Inc., Capacity Building untuk Fasilitator Pendamping di Cianjur–Jawa Barat, Environmental Services Program, Jakarta, Des. 2005, hal.24. 13
15
b. Model Hirarki, efek pada tahapan kognitif baru ada kesadaran dan pengetahuan; tahapan afektif sudah sampai menyukai, punya pilihan dan meyakini; sedang tahapan konatif sudah sampai tahapan membeli. c. Model difusi inovasi, tahapan kognitif baru memiliki pengetahuan; tahapan afektif sudah ada pilihan dan keputusan; sedang tahap konatif sudah melaksanakan dan konfirmasi atau menyebarkan informasi. Suatu studi memperlihatkan bahwa orang umumnya mengingat: 16 a. b. c. d. e. f.
10% atas apa yang mereka baca. 20% atas apa yang mereka dengar. 30% atas apa yang mereka lihat. 50% atas apa yang mereka dengar dan lihat. 70% atas apa yang mereka katakan dan tulis. 90% atas apa yang mereka katakan yang mereka kerjakan.
Bagan 2.1.
16
Pendekatan komunikasi berdasarkan pada tahapan adopsi, pendekatan penyampaian inovasi, dan tujuan komunikasi.
Karla Trautman, “Effective Group Communication,” Leadership for Today, 2, South Dakota Cooperative Extension Service, Dec. 2007.
16
Sumber:
F. Sulaiman, Retno S. H. Mulyandari dan Makarim, K, Manual Prototipe/Model Program Outreach Proyek Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi (P4MI), 2005.
Tujuan dalam teknik komunikasi adalah dalam rangka memperoleh hasil atau efek yang sebesar-besarnya, sifatnya tahan lama, bahkan kalau mungkin bersifat abadi. Efek yang dimaksud bisa berupa perubahan prilaku, kepercayaan dan sikap seseorang atau komunikan. 17 Efek komunikasi, menurut Ray, memiliki tiga hierarki, yakni: 18 1. Hierarki keterlibatan rendah, yang dimulai dari kognitif, prilaku, dan afektif. 2. Hierarki atribut dan ketidakcocokan (dissonance), yang dimulai dari prilaku, afektif, dan kognitif. 3. Hierarki pembelajaran (learning), yang dimulai dari kognitif, afektif, dan prilaku. Teori hierarki efek Ray disintesa Chaffee dan Roser di tahun 1986 ke dalam model hierarki efek terintegrasi. Sekecil apa pun informasi dan atensi yang disampaikan dalam komunikasi berdampak pada perubahan pengetahuan, sikap, prilaku, dan tingkat keterlibatan stakeholder. Komunikasi dengan tujuan politik memiliki karakteristik berbeda. Dalam hal ini, komunikasi bukan sekedar sosialisasi, melainkan sebagai upaya persuasif untuk memanfaatkan konsensus. Tujuan komunikasi dalam hal ini adalah mempengaruhi:19 a. b. c. d.
arah kebijaksanaan pemerintah, atau pembuatan peraturan perundang-undangan, perubahan sistem, bahkan perubahan struktur negara, 17
Bandono, Komunikasi Terapeutik, bandono.web.id. M.L. Ray, The Marketing Communication and the Hierarchy of Effects, Sage, Beverly Hills, 1973; dalam Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta,2006, hal.114-119. 19 Hadiono Afdjani, Kasus Majalah Playboy Indonesia dalam Kegiatan Komunikasi Politik Fungsi Media Massa, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Budi Luhur, 30.01.2007. 18
17
e. f. g. h.
membangkitkan dukungan masyarakat, menciptakan penekan guna kepentingan sendiri, kelompok atau partai politik, mengubah persepsi politik masyarakat, mendapatkan akses poltik. Tujuan komunikasi politik yang paling dasar meskipun tidak selalu mau
diakui, adalah untuk memperoleh kekuasaan politik bahkan kadang-kadang ada yang dilakukan dengan menghalalkan segala cara, termasuk yang tidak demokratis melalui perebutan kekuasaan dengan cara kekerasan. Radio (dan media komunikasi langsung) mempunyai potensi yang kuat sebagai arena pertarungan politik. Coup d’etat biasanya dimulai dengan merebut atau menduduki stasiun radio (dan TV). 2.1.2 Komunikasi yang Efektif Komunikasi akan terjadi dengan baik bila beberapa kondisi ideal terwujud dan beberapa persyaratan terpenuhi, antara lain: 20 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi. Periksa tujuan komunikasi. Periksa lingkungan fisik dan manusia sebelum berkomunikasi. Dalam berkomunikasi, pertimbangkan isi dan nada suara. Dalam merencanakan komunikasi, berkonsultasilah kepada pihak lain agar memperoleh dukungan. Komunikasikanlah hal-hal yang berharga saja. Komunikasi yang efektif perlu tindak lanjut. Komunikasikan pesan-pesan secara singkat. Tindakan komunikator harus sesuai dengan yang dikomunikasikan. Jadilah pendengar yang baik. Untuk mencapai tujuan komunikasi yang efektif, perlu dilakukan integrasi
antara komunikasi massa, komunikasi interpersonal, saluran komunikasi tradisional, dan upaya below the line. Selain itu, agar dapat mengkomunikasikan tujuan dengan efektif, pesan seharusnya mengikuti beberapa kaidah seperti sesuai 20
Bandono, Komunikasi Terapeutik, bandono.web.id, 10.06.2007.
18
strategi, relevan, menarik perhatian, mudah diingat, dan dapat memotivasi khalayak untuk melakukan tindakan. 21 Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila: 22 1. Komunikasi dapat dimengerti. Indikasinya adanya kesepahaman antara pengirim dan penerima. 2. Merangsang individu untuk melakukan tindakan yang diharapkan oleh pengirim pesan. 3. Membuat penerima berpikir dengan cara lain. Komunikasi merangsang kreatifitas penerima. Adapun karakteristik komunikasi yang efektif yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Memberikan informasi yang praktis Memberikan fakta dan bukan sekedar kesan Informasi yang disampaikan bersifat Jelas dan padat Menyatakan tanggungjawab secara jelas Dapat meyakinkan pihak lain Komunikasi yang efektif biasanya merupakan hasil seleksi yang seksama atas
media yang tepat atau kombinasi media yang tersedia. Media komunikasi diperlukan untuk memastikan transmisi pesan yang disampaikan melalui interaksi individu atau kelompok dari satu sumber ke pihak lain dengan menggunakan bentuk atau ilustrasi yang diinginkan. 23 Media komunikasi menjadi instrumen pemercepat tranformasi manusia, menghilangkan inersia dalam diri, menuju mobilisasi, dan mengarahkan hal-hal produktif demi meningkatkan taraf kehidupan. Berdasarkan hal tersebut, komunikasi yang efektif dapat didefinisikan sebagai pemanfaatan ide, objek, teknik, alat, dan orang untuk perencanaan, disain, jalan keluar, dan evaluasi pembelajaran (learning) dan komunikasi manusia. 21
koalisi.org, Implementasi Program Komunikasi, 20.02.2007, hal.74. Aam Bastaman, Memahami Dasar-Dasar Komunikasi, STEKPI, 13.09.2005. 23 Ezeja Ogili, “Strategies for Effective Communication of Educational Instructions in Nigeria,” Malaysian Online Journal of Instructional Technology, Vol.2, No.1, April 2005. 22
19
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar komunikan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator dan komunikan memberikan umpan balik yang sesuai dengan pesan. Umpan balik yang sesuai dengan pesan tidak selalu berupa persetujuan. 24 Komunikan dapat saja memberikan umpan balik berupa ketidaksetujuan terhadap pesan. Hal terpenting adalah dimengertinya pesan dengan benar oleh komunikan dan komunikator memperoleh umpan balik yang menandakan bahwa pesannya telah dimengerti oleh komunikan. Komunikasi efektif adalah salah satu tipe komunikasi berdasarkan interaksi yang terjalin antara komunikator dengan komunikannya. Tipe lainnya adalah komunikasi empatik dan komunikasi persuasif. Agar komunikasi efektif terjadi, terdapat 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Keselarasan elemen-elemen komunikasi dengan pesan. Elemen-elemen komunikasi harus mendukung isi pesan. Elemen-elemen komunikasi tersebut adalah komunikator, encoding, saluran, decoding, dan komunikannya. Komunikasi akan efektif jika terdapat keselarasan isi pesan dengan elemenelemen lain dari proses komunikasi. 2. Minimalisasi hambatan komunikasi. Komunikasi akan efektif jika hambatan berhasil diminimalkan. Hambatan komunikasi dapat terjadi pada tiap elemen komunikasi termasuk pada situasi komunikasi Empat bentuk hambatan dalam proses komunikasi, antara lain: 1. 2. 3. 4.
Hambatan pada komunikator dan komunikan. Hambatan pada kode-kode komunikasi yang digunakan. Hambatan pada saluran komunikasi umumnya bersifat teknis. Hambatan situasi komunikasi berkaitan dengan suasana psikologis yang terjadi saat komunikasi berlangsung. Hambatan ini bisa berupa konflik, prasangka, ketegangan, kekakuan, dan kebosanan.
24
Agus Tri Prasetyo dan R. Bramantyo, Teknik Komunikasi Audit, ed.4, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, BPKP, Jakarta, 2007.
20
Komunikasi yang efektif diartikan sebagai apa pun yang tertulis atau disebutkan secara lisan harus jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang cacat atau pun orang yang tidak cacat.25 Del Castello dan Braun mendefinisikan enam faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi (di pedesaan), yakni kebijakan, kapasitas, pengawasan dan evaluasi, organisasi (petani), metode partisipasi, dan strategi media. 26
25
US Dept. of Justice, General Effective Communication Requirements under Title II of the ADA, 23.02.2007. Beberapa alat dan jasa bantu (auxilliary) bagi orang cacat seperti penterjermah berkualifikasi, pencatat (notetakers), pembaca layar, transkripsi komputer (computer-aided realtime), bahan tertulis, pengeras suara telepon, sistem alat bantu pendengaran, telepon dengan alat bantu dengan, terminal komputer, pensintesa pidato, papan komunikasi, telepon teks, captioning terbuka atau tertutup, dekoder dengan closed caption, layanan interpretasi video, tayangan videoteks, deskripsi bahan presentasi visual, pertukaran catatan tertulis, layanan relay video, email, sms, pesan instan, pembaca berkualifikasi, asisten pengisi formulir, teks dengan suara direkam dalam kaset, perekaman audio, bahan ber-braille, bahan cetakan besar, bahan dalam format elektronik (CD dengan format teks atau dalam bentuk Word. 26 Ricardo Del Castello and Paul M. Braun, Framework on Effective Rural Communication for Development, FAO and Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Rome, Dec. 2006.
21
Bagan 2.2. Sumber:
Enam faktor keberhasilan kerangka kerja komunikasi (pedesaan) yang efektif dan efisien Ricardo Del Castello and Paul M. Braun, Framework on Effective Rural Communication for Development.
Enam dimensi (pada Bagan–2.2.) yang harus diperhatikan meliputi: 1. kebijakan, 2. kapasitas dan sikap positif komunikator, 3. adanya pembelajaran sistematis terhadap pengalaman yang didapat dari hasil monitoring dan evaluasi pada pendekatan komunikasi yang diambil. 4. organisasi atau asosiasi yang menjadi mitra komunikasi. 5. metode partisipasi yang melibatkan seluruh mitra komunikasi secara aktif. 6. strategi atas media komunikasi yang ingin dipakai demi mencapai tujuan komunikasi yang diinginkan. Kebijakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi. Dalam kenyataannya, model komunikasi yang terjadi di antara
22
pemerintah dan non-pemerintah (stakeholder) bisa satu arah dari stakeholder ke pemerintah, atau dari pemerintah ke stakeholder (sosialisasi), atau dua arah melalui mekanisme kemitraan antara pemerintah dan stakeholder.
Bagan 2.3. Model komunikasi pemegang kebijakan membangun kemitraan dengan atau/ dan antara para pemangku kebijakan. Sumber: www.fppm.org, Teknik Komunikasi dan Konsultasi, 25.06.2007
2.1.3 Hambatan Komunikasi Dalam praktek berkomunikasi biasanya seseorang akan menemui berbagai macam hambatan yang jika tidak dapat ditanggapi dan disikapi secara tepat akan membuat proses komunikasi yang terjadi menjadi sia-sia karena pesan tidak tersampaikan atau malah menyimpang dari tujuannya. Beberapa kondisi yang bisa membiaskan dampak komunikasi yang efektif meliputi kesibukan pikiran dan perasaan sendiri (preoccupation dan mind wandering), emosi, pengalaman masa lalu, hostility (prasangka buruk), stereotyping, kharisma, ketidakmampuan mengartikulasi pembicaraan (inaticulateness), lingkungan fisik, hidden agenda, sikap defensive, hubungan, dan status.27 Hambatan utama lainnya berupa penggantian subjek pembicaraan. Beberapa istilah sejenis mencakup mind-reading, day-dreaming, rehearsing, soapbox 27
J. William Pfeiffer, “Conditions That Hinder Effective Communication.”
23
response, filtering, judging, sparring, discounting. Istilah-istilah tersebut merefleksikan personalisasi pesan di sisi pendengar (seperti rasa, pengalaman), merasa benar dan lebih pintar, memiliki solusi atau kesimpulan atas isi komunikasi, serta placating atau bersikap baik tapi tidak tulus dalam menyetujui, mendukung, atau menolak isi komunikasi. 28 Terdapat tiga bentuk hambatan dalam komunikasi, yakni hambatan psikologis, sosial-budaya, dan interaksi verbal. 29 Hambatan psikologi berupa konflik kepentingan, prasangka, stereotip, dan motivasi. Hambatan sosial-budaya berupa perbedaan etnis, norma sosial, semantik dan berbahasa, tingkat pendidikan, dan mekanik (gangguan pada saluran komunikasi). Hambatan interaksi verbal berupa polarisasi, orientasi intensional, evaluasi statis, dan indiskriminasi. Menurut Trautman, komunikasi seharusnya dimulai dengan mendengarkan ketimbang berbicara, sekaligus menegakkan prinsip dasar dari komunikasi (reinforcing the golden rule), “Dengarlah untuk memahami. Berbicaralah untuk klarifikasi.”30 Mendengarkan secara aktif merupakan bentuk paling penting dari komunikasi. Keahlian mendengarkan membutuhkan kesabaran, praktek, dan konsentrasi. Untuk aktif mendengarkan efektif, kita seharusnya mendengar tanpa menghakimi, dan kemudian memberikan umpanbalik yang memberikan kesempatan untuk belajar, observasi, dan berhubungan dengan komunikator.
28
www.mhca.org.au, Effective Communication Module, 28.05.2002. Elvinaro Ardianto, et al, op.cit., hal.89-101. 30 Karla Trautman, “Effective Group Communication.” 29
24
Verifikasi pembicaraan perlu dilakukan demi mendapatkan klarifikasi dan menyimak jawaban yang disampaikan. Termasuk didalamnya interpretasi dan feedback. Fokus pada satu topik pembicaraan sebelum beralih ke topik yang lain. Termasuk didalamnya konsistensi dalam hal standar, bylaws, kebijakan, dan ekspektasi yang beralasan. 31 Berikut adalah beberapa hambatan dalam aktivitas mendengar demi terciptanya komunikasi verbal yang efektif, antara lain: 32 a. Terfokus pada agenda pribadi. b. Perhatian teralihkan pada noise yang emosional seperti kata, konsep dan ide, serta sejumlah petunjuk lain dari komunikator seperti penampilan atau nonverbal lainnya. c. Mengkritik komunikator, ketimbang pesan yang disampaikan. d. Memahami kecepatan bicara vs kecepatan pikiran. Kecepatan bicara (125 kata per menit) biasanya lebih lambat dari kecepatan pikiran (600-800 kata per menit). e. Mengalami kelebihan informasi atau stimulasi, kecuali pada titik sentral. f. Mendengarkan noise eksternal. Kebisingan yang bisa mengganggu seperti bunyi telepon, beep komputer atau ponsel ketika ada pesan masuk. Termasuk ke dalam noise adalah dekorasi ruangan atau kondisi lingkungan yang terlalu panas atau dingin. g. Mengalami kesulitan fisik seperti nyeri, sedang sakit. Beberapa hambatan dalam persepsi yang akurat meliputi: 33 a. Stereotype dan generalisasi. Kebanyakan dari kita cenderung melihat apa yang ingin kita lihar, membentuk satu kesan dari sejumlah kecil informasi atau satu pengalaman, dan mengasumsikan bahwa hal tersebut sangat representatif bagi keseluruhan orang atau situasi. b. Tidak melakukan investasi waktu. Membuat asumsi dan mengabaikan detil atau kondisi (circumstances) dapat mengarah pada miskonsepsi. c. Memiliki fokus yang terdistorsi. Berfokus pada satu aspek negatif dari satu pembicaraan atau situasi merupakan kebiasaan banyak orang, walau kita bisa mengenali banyak sisi positif.
31
www.girlguides.ca, Effective Communication, 21.04.2008. Beebe et al, Interpersonal Communication: Relating to Others, ed.2, Allyn and Bacon, Scarborough, Ontario, 2000; dalam “Developing and Maintaining Professional Relationships”, TRACE Workshop, 4 June 2002. 33 Beebe et al, Interpersonal Communication: Relating to Others. 32
25
d. Mengasumsukan interpretasi serupa. Tidak semua orang memiliki kesimpulan yang sama dari situasi serupa atau serangkaian informasi. Interpretasi setiap orang pasti berbeda. Agar komunikasi efektif, perlu adanya identifikasi secara eksplisit terhadap berbagai tujuan (goals), nilai, dan prioritas yang relevan saat bekerja dengan orang lain. e. Mengalami petujuan yang tidak kongruen (sebangun). Konsistensi dalam penyampaian pesan dan pesan yang diterima perlu diklarifikasi. Termasuk didalamnya petunjuk verbal (verbal cues) dan bahasa tubuh. Beberapa hambatan dalam komunikasi verbal yang efektif mencakup: a. b. c. d. e.
Kurangnya kejelasan. Pemakaian stereotype dan generalisasi. Cepat menyimpulkan (jumping to conclusions). Menggunakan respon yang tidak menyenangkan (disconfirming). Kurangnya kepercayaan diri.
Kata yang sama bisa diinterpretasikan berbeda oleh orang yang berbeda. Penyampaian, interpretasi, dan/atau pemahaman fakta harus tepat dan jelas. Hindari kata-kata yang abstrak, bahasa sangat formal, colloquialism, dan jargon yang bisa menghancurkan isi pesan. Generalisasi, stereotype, atau polarisasi harus jelas dan sensitif terhadap komplesitas situasi, dan tidak bias. Beberapa hal lainnya yang sangat perlu diperhatikan saat melakukan komunikasi verbal meliputi ekspresi (negatif), komentar yang memojokkan di depan publik, komentar konstruktif saat komunikasi pribadi (private), tidak bersikukuh pada alasan kecuali memberi masukan positif, dan tidak memaksakan ide pada seseorang.34 2.1.4 Isi Pesan Komunikasi Pesan (code) dan isi (content) pesan komunikasi berbeda. Pesan bisa diartikan sebagai sistem simbol yang digunakan dalam berkomunikasi, seperti kata-kata lisan, tulisan, berbagai ilustrasi (foto, audio, video). Isi pesan biasanya merujuk 34
www.girlguides.ca, Effective Communication, 21.04.2008.
26
pada makna dari pesan. Pesan dan isi yang ingin disampaikan dalam komunikasi berinteraksi dengan tujuan memodifikasi persepsi komunikan. Isi pesan bisa sama walau pesan dan media komunikasi yang digunakan berbeda. 35 Sebuah pesan dalam komunikasi perlu dipilih, disusun, dan dirancang oleh komunikatornya. Pesan tersebut harus dapat menarik (membangun kesadaran), mampu membangkitkan minat (mempengaruhi), dan melekat di benak audiens (mengingatkan kembali). Unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam perancangan pesan mencakup: a. Isi pesan, bisa bertema rasional (teknis deskriptif), emosional (dramatis, tragedi, komedi), atau moral (etika, tanggung jawab moral, keagaamaan atau sosial). b. Struktur pesan, perlu diarahkan konklusif, argumentatif, atau menekankan pentingnya pesan pada awal atau akhir presentasi. c. Format atau teknis pesan, meliputi kombinasi berbagai unsur seperti judul, tema, atau topik pesan, irama, ritme, tone, ilustrasi musik, ilustrasi gambar, ukuran, warna, maupun gerak. Isi atau pesan komunikasi, merupakan hasil dari proses encoding dan telah diformulasikan ke dalam bentuk simbol-simbol. Isi komunikasi pada dasarnya meliputi:36 a. Seperangkat norma yang mengatur lalu lintas transformasi pesan-pesan. b. Panduan dan nilai-nilai idealis yang tertuju pada upaya mempertahankan dan melestarikan sistem nilai yang sedang berlangsung. c. Sejumlah metode dan cara pendekatan untuk mewujudkan sifat-sifat integratif bagi penghuni sistem. d. Karakteristik yang menunjukkan identitas sesuatu. e. Motivasi sebagai dorongan dasar yang memicu upaya meningkatkan mutu hidup.
35
Elvinaro Ardianto, et al, op.cit., hal.34-35. Rochajat Harun dan Sumarno AP, Komunikasi Politik sebagai Suatu Pengantar, Mandar Maju, Bandung, 2006, hal.12-13. 36
27
Disain pesan didasarkan pada kecenderungan untuk mengelola tujuan komunikasi. Pada komunikasi interaktif, kondisi yang ada sering dipenuhi tujuan yang beragam dan bertentangan akibat adanya perbedaan kebutuhan dan kepentingan. 37 Logika yang saling bertentangan dalam disain pesan terbagi atas tiga tahapan, yakni: a. Seleksi, atas tujuan-tujuan yang saling bersaing. b. Pemisahan (separation), terhadap tujuan menurut perbedaan khusus yang ada pada pesan-pesan. c. Integrasi, atas tujuan-tujuan yang memiliki kesamaan dan perbedaan. Tabel 2.1. Bentuk logika disain pesan Deskripsi Premis dasar
Ekspresif Bahasa merupakan media untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan.
Fungsi utama pesan
Ekspresi diri.
Hubungan antar-pesan (konteks) Metode penanganan masalah Evaluasi komunikasi
Perhatian yang kecil terhadap konteks. Editing.
Logika Disain Pesan Konvensional Komunikasi adalah permainan yang dilakoni secara kooperatif oleh aturan sosial. Pengendalian respon keinginan. Tindakan dan makna yang ditentukan oleh konteks Bentuk-bentuk kesopanan.
Retoris Komunikasi adalah kreasi dan negosiasi situasi dan diri sosial. Negosiasi konsensus sosial. Proses komunikasi menciptakan konteks. Redefinisi konteks.
Penjelasan ekspresif, terbuka, Apropriasi (ketepatan), Fleksibilitas, sofistifikasi jujur. Pensinyalan yang tidak kontrol sumber daya, simbol, kedalaman terintangi. kooperativitas. interpretasi. Sumber: Barbara O‟Keefe dalam Katherine Miller, Communication Theories: Perspectives, Processes, and Contexts, McGraw-Hill, Boston, 2002, hal.100.
Bentuk logika dasar disain pesan terbagi tiga, antara lain: a. Logika ekspresif, memperlakukan komunikasi sebagai model ekspresi diri, sifat pesannya terbuka, dan reaktif secara alami, sedikit memperhatikan keinginan orang lain. Logika ekspresif, yang bersifat literal dan langsung, merefleksikan pandangan bahwa komunikasi adalah keterusterangan proses pengkodean pikiran dan perasaan. b. Logika konvensional, memandang komunikasi sebagai permainan yang dilakukan berdasarkan aturan, norma, kesepakatan, prosedur yang diterima bersama. Tujuan yang bertentangan dijembatani dengan interaksi etika seperti menggunakan kata „tolong‟. c. Logika retoris, memandang komunikasi sebagai cara mengubah peraturan melalui negosiasi. Disain Pesan cenderung fleksibel, penuh wawasan, dan berpusat pada orang. Logika retoris merefleksikan pandangan bahwa 37
Elvinaro Ardianto, et al, op.cit., hal.163-164.
28
komunikasi mengabdi pada struktur dan membentuk realitas. Komunikasi digunakan sebagai alat untuk menetapkan situasi dan memfasilitasi pertemuan beragam instrumen dan tujuan. Logika disain pesan menjadi dasar dari teori manajemen pemaknaan yang terkoordinasi. Pada tahap awal, individu didorong oleh keinginan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan menerapkan berbagai aturan untuk mengetahui segala sesuatu. Pada tahap lanjutan, individu bertindak atas dasar pemahaman mereka, dengan menggunakan aturan-aturan untuk memutuskan jenis tindakan yang dianggap sesuai. Pada tahap inilah, disain pesan dioperasikan oleh individu dalam komunikasinya. Disain pesan dilakukan agar tindakan dan pernyataan dapat menciptakan komunikasi interaktif. Aturan dan tindakan dipilih berdasarkan konteks. Konteks merupakan kerangka acuan untuk menafsirkan tindakan. Respon komunikasi berbeda berdasarkan konteks. Suatu konteks merupakan bagian dari konteks yang lebih besar. Konteks dalam komunikasi meliputi konteks hubungan, konteks episode, konteks konsep diri, dan konteks arketif (image dari suatu kebenaran umum).
2.2 Konsep Hubungan Masyarakat 2.2.1 Pengertian Humas/PR Definisi tentang humas/PR yang sering dijadikan acuan adalah definisi yang diambil dari The British Institute of Public Relations, yaitu:
29
a. “Public Relations activity is management of communications between an organization and its publics―. (Aktivitas humas adalah mengelola komunikasi antara organisasi dan publiknya) b. ―Public Relations practice is the deliberate, planned and sustain effort to establish and maintain mutual understanding between an organization and its public.― (Praktek humas adalah memikirkan, merancang, dan mencurahkan daya untuk membangun dan menjaga saling pengertian antara organisasi dan publiknya)38 Definisi diatas merupakan definisi yang paling mudah untuk diterapkan di berbagai macam organisasi, baik organisasi komersial maupun non-komersial di belahan dunia manapun. Berdasarkan hasil pertemuan di Mexico City pada bulan Agustus 1978, terbentuklah The Statement of Mexico, yang mendefinisikan Humas sebagai: “Praktik Public Relations adalah seni dan ilmu pengetahuan sosial yang dapat dipergunakan untuk menganalisis kecenderungan, memprediksi konsekuensi-konsekuensinya, menasehati para pemimpin organisasi, dan melaksanakan program yang terencana mengenai kegiatan-kegiatan yang melayani, baik untuk kepentingan organisasi maupun kepentingan publik atau umum“. 39
Humas merupakan fungsi manajemen untuk mencapai target tertentu yang sebelumnya harus mempunyai program kerja yang jelas dan rinci, mencari fakta, merencanakan, mengkomunikasikan, hingga mengevaluasi hasil-hasil apa yang telah dicapainya. Hal ini secara umum dikatakan oleh John E. Marston “Public Relations is planned, persuasie communication designed to influence significant 38
Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations: Konsepsi dan Aplikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005. Hal. 15 39 Ibid., 17
30
public.“ Pengertian diatas menjadikan humas sebagai mediator yang berada antara pimpinan organisasi dengan publiknya, baik dalam upaya membina hubungan masyarakat internal maupun eksternal. 2.2.2
Humas Profit dan Non Profit Seiring dengan berkembangnya profesi di era modern ini, timbullah
profesi spesialisasi. Sekarang ini para pejabat humas bekerja di berbagai bidang. Humas kini tidak lagi dibutuhkan di bidang komersial, namun juga di bidang nonkomersial. Penelitian ini tentu saja akan berfokus pada humas yang bekerja untuk organisasi non-profit. Tumbuhnya organisasi non-profit di Indonesia menuntut perhatian khusus dari para professional Public Relations. Konsultan-konsultan hubungan masyarakat internasional utama menyadari hal ini; banyak dari perusahaan konsultan ini yang mempekerjakan staf yang hanya mengurus sektorsektor seperti organisasi sosial atau badan-badan professional. Humas dalam kebanyakan organisasi non-profit bertujuan untuk: 1. Mendapatkan penerimaan atas misi organisasi. 2. Mengembangkan saluran komunikasi dengan mereka yang dilayani organisasi. 3. Menciptakan dan memelihara iklim yang menguntungkan untuk pengumpulan dana. 4. Mendukung pengembangan dan pemeliharaan kebijakan publik yang menguntungkan bagi misi organisasi. 5. Memberi informasi dan memotivasi konstituen utama organisasi (seperti karyawan, sukarelawan, dan perwalian) untuk mengabdikan diri mereka dan bekarya secara produktif untuk mendukung misi, tujuan, sasaran oganisasi40.
40
Scott M. Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, Éffective Public Relations: Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Kehumasan dengan Sukses, Edisi Kedelapan, PT INDEKS Kelompok Gamedia Jakarta 2005, Hal.417
31
Banyak badan kesejahteraan sosial tidak mempunyai sumber daya keuangan ataupun keahlian yang diperlukan untuk menyusun upaya hubungan masyarakat dan pemasaran yang canggih. Beberapa organisasi non-profit harus bergantung pada praktisi yang tidak berpengalaman atau bahkan sukarelawan yang tidak professional untuk menyelenggarakan program hubungan masyarakat. Hal ini dialami pula oleh LSM “X”. Dalam melaksanakan kegiatan humasnya, LSM “X” tidak menggunakan jasa PR, melainkan memfungsikan staffnya sebagai humas. Di mana dalam ilmu komunikasi disebut juga methode of communication. Dengan demikian praktek humas di organisasi non-profit meliputi variasi pendekatan dan layanan yang luas. Praktek organisasi non-profit terus bertumbuh, yang mencerminkan pertumbuhan sektor nirlaba karikatif karena mencari cara untuk mengurangi ketergantungan pada pemerintah yang pada semua tingkatan berupaya mengurangi pajak, melunasi utang publik, dan menanggapi kebutuhan sosial baru. Organisasi non-profit memperoleh pendapatan dari tiga sumber utama, yaitu pemberian amal swasta (pemberian dari individu, perusahaan, dan yayasan), sokongan atau pembayaran pemerintah (dana bantuan dan kontrak atau penggantian dari layanan), dan ongkos dan pembayaran swasta (didapatkan dari penjualan layanan atau produk kepada konsumen).
2.3 Strategi Komunikasi Strategi komunikasi menjadi sangat diperlukan mengingat adanya pergeseran fokus perhatian dari produk-produk komunikasi (leaflet, booklet, video, workshop,
32
events) kepada berbagai proses komunikasi yang dapat dicapai seperti cara berinteraksi, menjalin kerjasama (networking), terlibat, berpartisipasi, memotivasi (encouraging), meningkatkan (enhancing), pemberdayaan.41 Strategi komunikasi mensyaratkan perencanaan dan pelaksanaan komunikasi yang terpadu. Langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan komunikasi berlangsung dalam suatu daur yang berkesinambungan, diawali dengan pengumpulan data awal (baseline) pengetahuan, sikap, dan perilaku serta analisis situasi. 42 Dalam
kerja-kerja
advokasi,
strategi
komunikasi
diperlukan
untuk
menjalankan lobbying yang efektif kepada para pengambil keputusan, kampanye untuk penggalangan dukungan publik, serta mengembangkan kemitraan dengan berbagai pihak. Tabel 2.2. Matrikulasi strategi komunikasi Media Target Artikel dalam majalah. Guru, peneliti, birokrat.
Media yang concern terhadap perdagangan orang, termasuk pendidikan. Buletin khusus perempuan.
Komunikasi audio visual.
Word-of-mouth (buah pembicaraan pada isu pendidikan, pembelajaran, pengajaran, dan lainnya). Komunikasi/pidato formil.
Komunikasi e-mail 41
Masyarakat umum, guru, audien khusus (guru SMP/SMA, keluarga, pusat produksi). Peserta konferensi, konvensi (peneliti, guru).
Audiens tertentu (praktisi, pelajar, orang tua, guru, pusatpusat produksi, birokrat, asosiasi, keluarga, sukarelawan.
Guru, peneliti
Tujuan Komunikasi Informasi, menciptakan dan menjaga minat. Menginformasikan, menstimulasi minat, mengumpulkan feed-back. memberikan informasi lebih spesifik, menciptakan dan menjaga minat, mendapatkan feed-back lebih spesifik. Membangkitkan dan/atau menjaga minat, mengumpulkan pemakai baru yang potensil. Menstimulasi minat umum, idem.
Menciptakan, menstimulasi, menjaga minat, mengumpulkan umpan-balik positif dan negatif, menyemangati pemakai potensil untuk menjadi disseminator positif. Membesarkan pengguna
Aksi Menulis artikel, makalah, abstrak, laporan singkat, flyer. Idem.
Idem.
Pembuatan power point, slide, video amatir, dan lainnya.
Presentasi, kuliah, pelajaran singkat.
Bergabung dengan milis,
Marilyn Macfarlane, Food Unit Communication Strategy, Environmental Health Directorate, Department of Health in Western Australia, 11.05.2008. 42 koalisi.org, Implementasi Program Komunikasi, 20.02.2007, hal.57.
33
umum.
pendidikan/psikologis.
potensial dan mendukung forum yang berhubungan keagenan informasi guna dengan pendidikan, dan memperbaiki kerja profesional lainnya. di bidang konsultasi dan nasehat. Komunikasi e-mail Pemakai, guru, keluarga, Mengaktifkan komunikasi dua Membuat website, milis, khusus. pusat produksi. arah, menjaga minat, forum, newsletter bagi menyemangati pemakai orang yang berminat. potensil bertindak sebagai disseminator. Sumber: Antonio Quatraro, Preservations and unification of new and existing Braille Music digital sources for a new access methodology, Contrapunctus, Sept. 2006.
Di tingkat
komunitas,
strategi komunikasi akan diterapkan dalam
perancangan dan pengembangan upaya-upaya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang dapat mendorong perubahan sikap dan perilaku masyarakat maupun individu untuk turut terlibat dalam implemetasi solusi. Strategi komunikasi yang baik ditandai oleh adanya kontrol yang lebih baik terhadap pesan dan pembingkaian isu yang ada dalam satu perspektif. Tujuannya adalah untuk menghilangkan keraguan, menekankan perencanaan, dan melibatkan seluruh peserta.43 Pendefinisian strategi komunikasi lebih baik dilakukan oleh kelompok demi terciptanya interaksi di antara peserta. Lebih dari itu, strategi komunikasi terbaik, walau paling tidak mudah, adalah strategi yang berkembang (ter-update) sesuai rencana.
43
www.idrc.ca, Developing a Communications Strategy, 19.06.2006.
34
Bagan 2.4. Contoh perencanaan aktivitas komunikasi EdQual.org Sumber: EdQual, EdQual RPC Communications Strategy: Implementing Education Quality in Low Income Countries, EdQual RPC HD9 Annual Report to DfID 06\07, Bristol, 1 November 2006. Strategi komunikasi perlu dipahami bukan sebagai perekat di antara berbagai produk komunikasi, melainkan dianggap sebagai alat yang menguraikan (elaborates) peserta komunikasi melakukan kerja jaringan, berpartisipasi, dan berinteraksi dengan dunia. 44 Komunikasi yang baik merefleksikan dialog dua-arah, komunikator mendengar (apa yang diinginkan audiens), mendisain dan menyampaikan strategi audiens yang terinformasikan, dan kemudian mengumpulkan umpan-balik guna menilai imbasnya. Penyusunan strategi komunikasi, baik internal maupun eksternal, hendaknya memuat berbagai prinsip komunikasi yang universal seperti mudah diakses, mudah dipahami, efektif, jelas, robust dan dapat dipercaya, diketahui seluruh 44
research-matters.net, “Designing a Communications Strategy”, dalam Knowledge Translation Toolkit: A Resource for Researchers, 04.11.2008.
35
stakeholder dalam hal kolaboratif, responsif, bertujuan dan periodik, terbuka dan transparan, adil, accountable, proses dua arah.45 Beberapa aspek yang perlu dipetakan dalam suatu strategi komunikasi semua unsur yang terlibat dalam proses komunikasi pada umumnya meliputi saluran, rute penyampaian informasi, efisiensi, audiens, jenis informasi, frekuensi produksi (update), komunikatornya. Di tingkat praktis, suatu strategi komunikasi setidaknya melibatkan stakeholders yang memiliki pengaruh, upaya penyebaran bahan dan informasi yang perlu bagi stakeholders utama, dan melakukan komunikasi efektif secara internal. 46 Strategi komunikasi internal yang terintegrasi yang baik berisikan rencana yang terfokus pada pengkomunikasian misi, visi, nilai-nilai, dan tujuan organisasi, dan alasan penting kenapa hal-hal tersebut penting bagi anggotanya. Termasuk didalamnya berbagai proses dan prosedur.47 Pemahaman hal-hal seperti ini dikomunikasikan melalui metode komunikasi internal dua arah yang sifatnya formal guna mendukung strategi organisasi dengan pesan yang sama dan konsisten disampaikan ke pihak di luar organisasi. Komunikasi internal sering terjadi secara reaktif dalam merespon satu krisis atau kejadian besar. Pendekatan ad-hoc dalam penyediaan informasi sering tidak terkoordinasi dan tidak konsisten. Pembuatan strategi komunikasi internal 45
Irish Universities Quality Board, Communications/Public Relations Strategy, 11.01.2008. Lihat juga Russel Craig, et al, IHTSDO Communication Strategy, International Health Terminology Standards Development Organisation, 05.02.2008. 46 SEKALA, A Communications Strategy For WWF Indonesia’s Papua Branch, rafflesia.wwf.or.id, 10.02.2006. 47 Yvonne Roehler, Internal Communication—The Neglected Strategy, Roehler Solutions, 01.08.2007.
36
bermanfaat dalam hal sifatnya yang proaktif, lebih terarah, lebih committed, dan adanya efisiensi kerja. Beberapa strategi yang diperlukan guna menciptakan komunikasi yang efektif, antara lain: 48 1. Fokus terhadap dalam hal-hal yang diketahui seperti informasi, kebutuhan, rasa, opini, dan observasi, ketimbang mengevaluasi atau mengasumsi orang atau situasi. 2. Fokus terhadap objek komunikasi, bukan komunikan. 3. Bersikap tulus (genuine) dan menunjukkan integritas, ketimbang manipulatif. 4. Menujukkan empati, ketimbang tidak mau terlibat (detached). 5. Bersikap fleksibel. 6. Menghargai diri dan pengalaman. 7. Bersikap egaliter, ketimbang superior. 8. Berharap pada respon yang memberikan konfirmasi. 9. Bersikap konsisten antara petunjuk verbal dan non-verbal dalam berkomunikasi. Beberapa strategi yang diperlukan guan meningkatkan persepsi yang lebih baik, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5.
Menganalisis persepsi diri. Melakukan observasi dengan hati-hati dan penuh perhatian. Interpretasi dengan secara sasar. Menganalisis persepsi yang ingin disampaikan. Berfokus pada komunikan. Beberapa strategi yang diperlukan guna mendengarkan secara efektif:
1. Berhenti memikirkan diri sendiri, melainkan rasa dan pikiran komunikator. 2. Lihat. Memperhatikan pesan-pesan non-verbal komunikator. 3. Dengarkan. Mendengarkan esensi pikiran komunikator seperti uraian, ide umum dan artinya. 4. Bersikap empati terhadap rasa komunikator. 5. Bertanya guna mengklarifikasi pemahaman.
48
Beebe et al, Interpersonal Communication: Relating to Others.
37
2.4 Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi didefinisikan sebagai komunikasi antarmanusia yang terjadi dalam konteks organisasi di mana berbagai jaringan pesan saling tergantung satu sama lain. 49 Komunikasi organisasi memiliki dua dimensi yang berbeda, yakni internal dan eksternal. Dimensi internal lebih mengacu pada hubungan komunikasi yang terjadi di dalam organisasi, bisa itu bersifat vertikal (atasan-bawahan) maupun horisontal (sesama
rekan
sejawat).
Berdasarkan
interaktivitasnya,
bisa
berbentuk
interpersonal atau kelompok; langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media komunikasi).50 Tujuan komunikasi dalam proses organisasi adalah untuk membentuk saling pengertian (mutual undestanding), khususnya pada aspek penyetaraan dalam kerangka referensi, maupun dalam pengalaman. Selain itu, komunikasi dalam organisasi berdampak pada membangun budaya organisasi, yaitu nilai dan kepercayaan yang menjadi titik pusat organisasi. 51 Kondisi dan mekanisme komunikasi internal sebuah organisasi sangat menentukan bagaimana informasi, perintah, dan umpan-balik disampaikan. Dalam situasi tertentu seperti kampanye pemilu atau lainnya, komunikasi vertikal menjadi sangat penting.52 Beberapa pertanyaan berikut perlu diklarifikasi:
49
M. Burhan Bungin, op.cit., hal.273-277. Riswandi, op.cit., hal.145-155. 51 trimiyati.web.ugm.ac.id, Perilaku Organisasi dan Komunikasi, 31.05.2008. 52 Peter Schröder, Strategi Politik, Edisi Revisi untuk Pemilu 2009, transl. Denise J. Matindas dan Irina Dayasih, Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit, Jakarta, Des. 2008, hal.71-72. 50
38
1. Melalui jalur mana komunikasi dilakukan, dan berapa biaya yang diperlukan untuk mencapai tingkatan berikutnya? 2. Seberapa jauh jangkauan komunikasi? 3. Seberapa amankah komunikasi yang dilakukan? 4. Adakah jalur komunikasi yang tertutup dan aman dari penyadapan? 5. Apakah jalur komunikasi tersebut teruji atau perlu dirombak ulang? 6. Seberapa cepat umpan-balik yang diterima dari tingkatan terendah sampai ke puncak? Komunikasi horisontal juga diperlukan dalam pelatihan jaringan dan pada saat dilakukan kerjasama dengan aliansi. Untuk itu, beberapa pertanyaan berikut perlu dijawab: 1. Apakah sistem komunikasi yang digunakan antara peserta atau pihak-pihak yang terlibat cukup selaras? 2. Apakah para mitra komunikasi (pengirim dan penerima) terdefinisikan dengan jelas? 3. Apakah para mitra komunikasi tersebut juga terjamin keselamatannya? Komunikasi antar kelompok (partai politik, legislatif, eksekutif, di berbagai tingkatan, insiatif warga, LSM, dan lainnya) di satu pihak dan publik di pihak lain, berjalan dalam berbagai model. Model-model ini terkadang terencana, tetapi yang sering terjadi justru tidak terencana. Komunikasi internal di dalam kelompok atau organisasi (politik) dan eksternal juga mengikuti pola yang sama. Secara garis besar, komunikasi memiliki bentuk-bentuk propaganda, iklan, dan hubungan masyarakat (public relation). Propaganda didefinisikan sebagai sebuah bentuk iklan untuk tujuan spiritual tertentu, keyakinan politik, dan/atau keagamaan. Propaganda digunakan organisasi untuk menentukan dirinya sesuatu yang berada di luar sistem, dan berusaha untuk mengarahkan opini publik ke satu cara pandang tertentu. Semua
39
informasi yang dikirim ke sistem hanya dimaksudkan untuk melayani tujuan ini. Umpan-balik dan diskusi tidak dimungkinkan di sini. Dalam iklan, organisasi mendefinisikan dirinya berada di luar sistem. Secara sekilas, diskusi mengenai produk juga tidak dimungkinkan. Umpan-balik bisa terjadi, tetapi setelah iklan selesai, ia tidak bisa lagi mempengaruhi pesan. Dalam iklan, manipulasi dilakukan terhadap kelompok masyarakat tertentu; sementara dalam propaganda, terhadap seluruh masyarakat. Satu-satunya tujuan iklan adalah untuk memobilisasi potensi-potensi yang telah dibuat sebelumnya. Aktivitas humas (hubungan masyarakat) digunakan oleh sebuah organisasi untuk mendefinisikan dirinya sebagai bagian dari sistem. Organisasi mengirimkan informasi ke luar, tetapi juga terbuka terhadap umpan-balik dari luar dan dengan demikian selalu mengalami perubahan dalam proses komunikasi. Dua fungsi utama dari komunikasi organisasi dibanding fungsi komunikasi pada umumnya adalah regulatif dan integratif. Fungsi regulatif berkaitan erat dengan berbagai peraturan di organisasi. Pada fungsi regulatif ini, titik sentral ada pada atasan dan pesan dalam bentuk peraturan yang berlaku. Atasan dalam tatanan manajemen berwenang dalam mengendalikan semua informasi (formal) dan memberi instruksi kerja. Walau demikian, efektivitas instruksi atasan di pihak bawahan tergantung beberapa hal, antara lain: 1. Legitimasi (keabsahan) pimpinan dalam menyampaikan instruksi. 2. Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi. 3. Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai seorang pribadi. 4. Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
40
Ada empat sistem dalam teori human relations yang dikemukakan Rensis Likert dalam kaitannya dengan sistem atasan-bawahan dalam komunikasi organisasi, yakni: 1. exploitative authoritative, pimpinan menggunakan kekuasaan dengan tangan besi. Keputusan tidak memperhatikan umpan balik bawahannya. 2. benevolent authoritative, pimpinan cukup memiliki kepekaan atas kebutuhan bawahan. 3. consultative, pimpinan masih memegang kendali atas keputusan dan aktif mencari umpan balik dari bawahan. 4. participative management, memberi kesempatan kepada bawahan untuk berpartisipasi penuh dalam proses pengambilan keputusan, demi meningkatkan rasa tanggung jawab dan motivasi kerja yang lebih baik. Setidaknya ada lima asumsi dasar pada pendekatan dalam teori human relation, yakni:53 1. 2. 3. 4.
Produktivitas ditentukan oleh norma sosial, bukan faktor psikologis. Imbalan non-ekonomi sangat penting dalam memotivasi karyawan. Karyawan bereaksi sebagai bagian dari organisasi. Kepemimpinan berperan sangat penting dan mencakup berbagai aspek formal dan non-formal. 5. Komunikasi merupakan fasilitator penting dalam proses pembuatan keputusan. Jenis kekuasaan menurut French dan Raven terbagi atas sistem reward (imbalan), coercive (memaksa), referent (preferensi berdasar rasa atau referensi lain), expert (keahlian), dan legitimate (kekuasaan sah). Sementara menurut Webber, jenis kekuasaan terbagi atas sifatnya yang tradisional, birokratis, dan kharismatik. Gaya komunikasi dalam organisasi bisa dibedakan berdasarkan sifatnya yang controlling (mengendalikan), equalitarian (persamaan), structuring (terstruktur), dinamis, relinquishing (kesediaan menerima), dan withdrawal (menarik diri).
53
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hal.119-148.
41
Komunikasi organisasi bisa dipandang dalam tiga perspektif, yakni: 54 a. sebagai faktor penyebab efektif dan tidak efektifnya kerja fungsional organisasi, atau b. sebagai suatu gejala bahwa organisasi berfungsi secara efektif atau tidak, c. sebagai suatu gejala tidak sehatnya suatu organisasi. Untuk mengukur efektivitas komunikasi organisasi, model variabel profil komunikasi organisasi dapat digunakan. Model ini dapat juga digunakan dalam riset audit komunikasi organisasi. Skor 2,8 merupakan indikator standar efektivitas setiap variabel yang digunakan di dalam model. Profil komunikasi organisasi terdiri dari beberapa variabel yang diukur, dan setiap variabel memiliki beberapa sub-variabel. 1. Iklim komunikasi, dengan sub-variabel seperti kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, pemberian dukungan, keterbukaan, perhatian atas tujuan berkinerja tinggi. 2. Kepuasan organisasi, dengan sub-variabel seperti kepuasan atas kerja, rekan sejawat, supervisi, upah dan keuntungan; penilaian prestasi, promosi, dan peluang kerja; aksesibilitas informasi, kualitas media. 3. Penyebaran informasi. 4. Beban informasi, dengan sub-variabel seperti kecukupan informasi, kekurangan informasi, kelebihan informasi, dan kelewatan informasi (terisolasi). 5. Ketepatan informasi. 6. Budaya organisasi, dengan sub-variabel seperti faktor iklim positif, pengaruh negatif, kualitas, keunggulan, potensi pertumbuhan, unsur-unsur organisasi, organisasi kecil dan tidak matang, dan aktif (mendorong). 7. Kepuasan komunikasi, dengan sub-variabel seperti kualitas media, sumber informasi, beban informasi, penyebaran informasi, dan aksesibilitas informasi. Termasuk didalamnya variabel kecukupan informasi, informasi yang berkaitan dengan pekerjaan, kemampuan untuk menyarankan perbaikan, efisiensi berbagai saluran komunikasi ke bawah, cara sejawat berkomunikasi, informasi tentang organisasi secara keseluruhan dan integrasi organisasi.
54
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, cet.3, Kencana Prenada Media, Jakarta, Juni 2008, hal.313-316.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, yang mempelajari tata cara yang berlaku di masyarakat serta berbagai situasi, termasuk di dalamnya hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, dan proses yang sedang berlangsung dan pengaruh suatu fenomena. Metode deskriptif berfungsi menjabarkan (analitis), memadukan (integratif, holistik) menjadi satu kesatuan penafsiran,
melakukan klasifikasi, dan
mengorganisasi. Sifatnya yang represif membuat periset deskriptif harus selalu mencari teori, bukan menguji teori. 55 Secara definitif, riset deskriptif bertujuan membuat uraian secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Peneliti sudah memiliki konsep dan kerangka konseptual tertentu.56 Sejalan dengan sifat penelitian ini, maka metode yang cocok digunakan adalah metode penelitian kulitatif karena sifatnya yang subjektif. Penelitian kualitatif cenderung menggunakan analisis pada pendekatan induktif. Metode ini dimulai dengan mendeskripsikan suati fenomena, mengartikan/interpretasi fenomena tersebut dan membuat teori berdasarkan interpretasi tersebut.
55
M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia, Jakarta, Mei 2002, hal.22-23. 56 Rachmat Kriyantoro, Teknis Praktis Riset Komunikasi, cet.3, Kencana Prenada Media, Jakarta, Juni 2008, hal.67-68.
42
43
Salah satu alasan menggunakan metode kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan. Melalui kerangka konseptual sebagai landasan teori, peneliti melakukan operasionalisasi konsep guna menghasilkan variabel beserta indikatornya. Riset tipe ini umumnya mencoba menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar-variabel. 57 Penelitian skripsi ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran atas konsep yang abstrak dan diwujudkan dalam prakteknya serta mendapatkan penjelasan bermakna tentang fenomena komunikasi. Fenomena tersebut kemudian diinterpretasi secara faktual. Penelitian ini juga mengidentifikasi konsep atau gagasan dan asas-asas strategi komunikasi. Fokus penelitian adalah pada kajian terhadap berbagai teori atau konsep dan praktek komunikasi organisasi dalam hubungannya dengan keberhasilan implementasi program ICMC dalam upayanya menangani masalah perdagangan manusia di Indonesia.
3.2 Tahapan Penelitian Secara idealnya, prosedur penelitian secara umum terbagi atas tiga bagian, yakni tahap perencanaan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap penulisan laporan penelitian. Dalam pelaksanaannya, urutan tahapan penelitian
57
ibid.
44
yang dilakukan bisa berubah sepanjang waktu. Dinamika yang terjadi selama proses penelitian disebabkan berlakunya mekanisme check and balance. Karena penelitian skripsi ini bersifat kualitatif, pendalaman teoretik dan/atau keilmuan menuntut studi kepustakaan yang komprehensif. Dalam prosesnya, materi yang didapat sudah bisa diarahkan pada hasil-hasil awal dari penelitian, yang berujung pada kesimpulan awal. Guna mempertajam analisa, pendalaman bukti-bukti, informasi, fakta, dan data dilakukan dengan tujuan mendukung kesimpulan awal, atau sebaliknya. Cooper dan Schindler menegaskan bahwa suatu penelitian tidak harus menyelesaikan satu tahapan sebelum masuk ke tahapan yang lain. Tiga hal yang berlaku secara simultan dan berurutan adalah recycling, circumventing, dan skipping.
Gagasan
mengurutkan
proses
penelitian
berguna
dalam
mengembangkan suatu proyek dan menjaga proyek tetap berjalan teratur.58
3.3 Definisi Konseptual 1. Komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) melalui saluran komunikasi tertentu. 2. Komunikasi efektif adalah komunikasi yang berhasil mencapai sasaran dengan
feedback
(respon)
yang
sesuai
dengan tujuan
individu
berkomunikasi. 58
Donald R. Cooper dan Pamela S. Schindler, Business Research Methods, ed.9, McGrawHill, New York, 2006, hal.54.
45
3. Strategi komunikasi adalah suatu perencanaan komunikasi yang disusun secara sengaja untuk mencapai tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu.
3.4 Objek Penelitian dan Narasumber Penelitian ini dilakukan pada ICMC Indonesia (International Catholic Migration Commission) yang berlokasi di Jl. Terusan Hang Lekir No. 5 Jakarta. Pemilihan informan pada penelitian ini didasarkan pada sejauhmana keterlibatan informan selama program diimplementasikan. Berikut adalah para informan yang membantu penulis dalam mengumpulkan data selama penelitian. 1. Eko Utomo, adalah program officer ICMC pada program penanggulangan perdagangan perempuan dan anak. Perannya membantu pemerintah Indonesia dalam mengadvokasi kebijakan tentang perdagangan orang. 2. Tantyawati (penulis sendiri), adalah program officer ICMC pada GTIP program. Perannya mendampingi mitra lokal dalam mengimplementasikan program penanggulangan trafficking. 3. Dewi Hughes, sebagai duta trafficking Indonesia, beliau telah banyak mengadakan program kampanye peningkatan kesadaran. Salah satunya adalah dengan menjadi presenter dalam Video Kit Pelatihan “Derita Bisu”. Alasan penulis memilih narasumber ini adalah berdasarkan bidang pekerjaan, peran dan fungsi kerja narasumber di bidangnya selama bertahun-tahun, sehingga dapat memberikan informasi dan data yang cukup akurat bagi penelitian ini.
46
3.5 Teknik Pengumpulan Data Data dan informasi dalam penelitian ini berupa dokumen berbentuk buku teks, file digital, jurnal, peraturan perundang-undangan, makalah, artikel, dan tulisan ilmiah lainnya. Data dan informasi yang diperoleh berasal dari perpustakaan, toko buku, internet, atau wawancara langsung dengan beberapa narasumber pokok yang bisa memberikan conclusive perpectives atas tema skripsi ini.
3.6 Fokus Penelitian Fokus penelitian ini akan mengacu pada strategi komunikasi dalam mengimplementasikan program penanggulangan trafficking. Hal ini berhubungan dengan kesuksesan Pemerintah Indonesia dalam mensosialisasikan program tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji lebih mendalam mengenai konsep strategi komunikasi dengan menggunakan pendekatan model difusi inovasi. Pemilihan model difusi inovasi pada penelitian ini bertujuan untuk membuat pesan terdifusi dalam masyarakat, sehingga efek yang diharapkan dapat tercapai. Tahapan yang dilalui pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Tahap munculnya pengetahuan (Knowledge) Bagaimana proses penentuan dalam memperkenalkan isu trafficking yang tergolong masih baru ini di Indonesia. 2. Tahap persuasi (Persuasion) Penentuan terhadap saluran (media) komunikasi apa yang digunakan, siapa stakeholdernya dan pesan apa yang ingin disampaikan.
47
3. Tahapan Keputusan (Decisions) Bagaimana proses menentukan pilihan terhadap wilayah kerja.sehingga pesan yang ingin disampaikan benar-benar bisa efektif. 4. Tahapan Implementasi (Implementation) Bagaimana implementasi program tersebut dan komunikasi seperti apa yang digunakan sehingga dapat mencapai khalayak sasaran. 5. Tahapan Konfirmsi (Confirmation) Bagaimana hasil yang dicapai setelah program diimplementasikan dan apa hasil evaluasi yang di dapat untuk dipertanggungjawabkan kepada stakeholder terkait.
3.7 Teknik Analisis Data Dalam melakukan analisa terhadap sumber data dan informasi, beberapa pendekatan dilakukan, bisa secara satu per satu atau secara bersamaan, tergantung konteks yang ingin dibahas. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan perundang-undangan (statute), pendekatan konseptual, dan/atau pendekatan pembandingan. Demi mendapatkan pengalaman dan pemahaman yang lebih mendalam (firsthand and on-sight experiences and understandingness), penulis merasa perlu melakukan pengamatan dan verifikasi secara fisik dengan pengetahuan yang telah penulis kumpulkan dan analisis. Observasi dan verifikasi dilakukan penulis pada masa penelitian dan penulisan skripsi.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perdagangan Orang sebagai Fenomena Dunia Perbudakan zaman modern di AS mulai menarik perhatian media massa ketika polisi berhasil membongkar kasus El Monte di tahun 1995 dengan mengidentifikasi 72 warga Thailand yang dipelihara sebagai pekerja paksa di Los Angeles.59 Semenjak itu, kasus pelecehan dan eksploitasi orang yang diperdagangkan di AS hampir tidak terdengar lagi kecuali di negara-negara berkembang seperti Brazil, Kamboja, India, Indonesia, Mexico, Moldova, Sierra Leone, dan Tanzania. 60 Di tenggara eropa, Albania, Bulgaria, Moldova, dan Romania merupakan negara-negara sumber utama perdagangan perempuan dan gadis dengan tujuan eksploitasi seks. BosniaHerzegovina, Macedonia, dan Kosovo merupakan negaranegara transit dan tujuan. Serbia merupakan negara transit utama untuk perdagangan orang. Serbia, Montenegro, dan Albania merupakan negara-negara tujuan di dalam wilayah.61
59
Chanchanit Martorell and Julie Su, “Law Enforcement To Prosecute Traffickers and Ensure Human Rights of Trafficked Persons with a Focus on the El Monte Slavery Case”, Paper, the GAATW Regional Meeting on Traffic in women in Asia and Pacific, 1997. 60 www.protectionproject.org, A Human Rights Report on Trafficking of Persons, Especially Women and Children: United States; dalam www.gaatw.net, Trafficking in Persons in North America, 09.06.2005. 61 Regional Clearing Point, First Annual Report on Victims of Trafficking in South Eastern Europe, Stability Pact Task Force on Trafficking in Human Beings, Vienna, Sept. 2003, hal.9.
48
49
Di Timur Tengah, pola migrasi pekerja membuat mereka rentan terhadap praktek perdagangan orang. Beberapa pola diantaranya:62 1. 2. 3. 4.
Migrasi pekerja kontrak sementara. Sistem Kafala. Migrasi terpaksa. Penyelundupan, transit, dan perdagangan orang. Praktek migrasi masih dianggap banyak orang sebagai cara untuk
menghindari konflik, mengatasi pengangguran, keluar dari bencana alam atau manusia, mekanisme mencoba dan memperbaiki status sosial, mekanisme membangun jaminan sosial, atau kombinasi dari beberapa faktor atau semuanya. Migrasi tenaga kerja terjadi karena adanya faktor daya tarik (pull factors) dan pendorong (push factors). Timur Tengah dan Kawasan Teluk sangat membutuhkan buruh dengan keahlian minim (low-skilled) seperti sopir, kuli bangunan, dan khusus bagi perempuan pekerjaan kebersihan, perawatan, atau rumah tangga. Perdagangan orang menjadi aktual ketika salah satu kondisi migrasi tenaga kerja dalam proses yang dipersyaratkan dalam Protokol Palermo terpenuhi, misalnya ada praktek percaloan tenaga kerja atau kondisi kerja yang eksploitatif. Perdagangan orang merupakan fenomena dunia. Korban ditempatkan (trafficked) sebagai pekerja di lingkungan tidak sehat (hazardous) termasuk buruh perkebunan, pabrik berventilasi minim (sweatshops), pembantu rumah tangga,
62
Iveta Bartunkova, Trafficking in Women, Forced Labour and Domestic Work in the context of the Middle East and Gulf Region, Anti-Slavery International, 2006.
50
pemaksaan prostitusi dan yang rentan terhadap pelecehan seks dan bentuk kekerasan lainnya. 63 Menurut International Labour Organization (ILO), pekerja paksa (forced labour) di seluruh dunia mencapai 12,3 juta. Sebanyak 2,4 juta diantaranya merupakan korban perdagangan (trafficked), dengan perempuan dan anak-anak sebagai kelompok mayoritas.64
4.2 Konsep Perdagangan Orang Menurut Wijers dan Lap-Chew, perdagangan orang (trafficking) didefinisikan sebagai pergerakan orang (khususnya perempuan dan anak), dengan atau tanpa persetujuan, di dalam negeri atau lintas negara, untuk segala bentuk eksploitasi tenaga kerja, tidak hanya prostitusi dan kawin paksa (servile).65 “Trafficking terhadap Perempuan dan Anak adalah pemindahan perempuan dan anak dari dukungan keluarga mereka atau system dukungan lainnya.”66 Untuk membantu memahami definisi perdagangan orang, ICMC dan ACILS menggambarkan dalam sebuah kerangka kerja seperti terlihat pada bagan di bawah ini:
63
Amnesty International, Trafficking of Persons: Amnesty International Fact Sheet, 04.10.2005. 64 International Catholic Migration Commission (ICMC), Annual Report 2007: Serving and Protecting Uprooted People, Geneva, 01.09.2008. 65 M. Wijers dan L. Lap-Chew, Trafficking in Women Forced Labour and Slavery-like Practices in Marriage, Domestic Labour, and Prostitution, Foundation Against Trafficking in Women, The Netherlands, 1999, hal.23-45. 66 Kutipan wawancara dengan Eko Utamo, 11 Januari 2008.
51
Tabel – 4.1. Kondisi yang mengindikasikan adanya praktek perdagangan orang
PROSES
Perekrutan atau Pengangkutan atau Penampungan atau Pengiriman atau Pemindahan atau Penerimaan
+
D A N
JALAN/CARA Ancaman Kekerasan atau Penggunaan Kekerasan atau Penculikan atau Penyekapan atau Pemalsuan atau Penipuan atau Penyalahgunaan Kekuasaan atau Posisi Rentan atau Penjeratan Utang atau Memberi Bayaran/Manfaat
+
TUJUAN Eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi, meliputi:
Pelacuran atau Kerja/Pelayanan paksa atau D Perbudakan/praktek-praktek A lain serupa perbudakan N atau Penindasan atau Pemerasan atau Pemanfaatan fisik/seksual/organ reproduksi atau Memindahkan/mentranplantasi organ/jaringan tubuh atau Memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil
Sumber: Modul on Trafficking Education and Awareness Workshop
ICMC dan ACILS mendefinisikan adanya praktek perdagangan orang bila salah satu kondisi dari masing-masing kategori diatas terpenuhi, di mana persetujuan korban menjadi tidak relevan. Berbagai kondisi yang dimaksud terdapat dalam tabel 4.1. Pekerjaan dan kondisi aktual bagi pekerja migran bisa berbeda dengan apa yang dijanjikan perekrut, bisa itu upah, pekerjaan, kondisi lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak higienis, serta kewajiban sebagai budak masa kini di tempat bekerja. Hal ini belum termasuk inflasi kewajiban membayar di muka bagi
52
perekrut menyusul adanya biaya tambahan seperti transportasi, akomodasi, dan administrasi keimigrasian (pemalsuan identitas). Berbagai konvensi awal memfokuskan definisi perdagangan orang pada pergerakan perempuan lintas negara secara paksa untuk keperluan prostitusi. Beberapa konvensi tentang perdagangan orang meliputi: 67 1. Di tahun 1904, International Agreement for the Suppression of the White Slave Trade. Konvensi internasional pertama menargetkan rekrutmen internasional terhadap perempuan secara paksa untuk tujuan eksploitasi seks. 2. Di tahun 1910, konvensi kedua mencakup perdagangan perempuan di dalam negeri. Kedua konvensi tersebut hanya terfokus pada proses rekrutmen perempuan dewasa secara paksa dan menipu (abusive) untuk dieksploitasi (tenaga dan seksnya). 3. Di tahun 1949, PBB mengadopsi Convention for the Suppression of the Trafficking in Persons and of the Exploitation of the Prostitution of Others. Konvensi ini menghilangkan persyaratan rekrutmen paksa atau menipu dan menjadikan perdagangan orang di dalam negeri dan lintas negara bisa atas persetujuan korban dan mendapatkan keuntungan dari prostitusi ilegal. Banyak negara menolak untuk meratifikasi konvensi ini. 4. Di tahun 1979, Convention of the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women dan Konferensi PBB tentang Hak-hak Manusia di tahun 1993 memasukkan perspektif hak-hak perempuan sebagai hak-hak manusia. Termasuk didalamnya Vienna Declaration/Programme for Action (VDPA) yang menekankan perlunya mengkonsepkan kejahatan perdagangan orang sebagai pelanggaran hak asasi manusia. 5. Di tahun 1994, PBB mengadopsi resolusi Trafficking in Women and Girls, yang meluaskan definisi trafficking mencakup eksploitasi tidak saja untuk keperluan prostitusi tetapi untuk semua jenis kerja paksa (forced labour). 6. Di tahun 2000, PBB mengeluarkan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children. Sebagai suplemen Konvensi PBB Menentang Transnational Organized Crime, protokol tersebut lebih dikenal sebagai Protokol Palermo. Protokol tersebut mendefinisikan perdagangan orang (trafficking in persons) mencakup berbagai proses seperti the recruitment, transportation, transfer, harboring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation. 67
Ruth Rosenberg, ed., Trafficking of Women and Children in Indonesia, International Catholic Migration Commission – American Center for International Labor Solidarity (Solidarity Center), Jakarta, 05.12.2003.
53
Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labour or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs. Protokol PBB untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak, mendefinisikan perdagangan orang mencakup proses mulai dari perekrutan, transportasi, transfer, penampungan atau penerimaan orang, melalui ancaman atau menggunakan paksaan atau bentuk lain kekerasan, penculikan, penipuan, kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan, kerentanan posisi, pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan guna mendapatkan persetujuan orang yang memiliki kuasa atas orang lain, untuk dieksploitasi. Eksploitasi bisa mencakup, minimal, eksploitasi prostitusi orang lain atau bentuk lain dari eksploitasi seks, layanan atau kerja paksa, perbudakan atau yang sejenisnya, praktek penghambaan atau pemindahan organ tubuh. 68 Pasal 1 dari UU No.21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mendefinisikan perdagangan orang sebagai tindakan perekrutan,
pengangkutan,
penampungan,
pengiriman,
pemindahan,
atau
penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
68
Keri Lasmi Sugiarti, et al, (eds), Ketika Mereka Dijual: Perdagangan Perempuan dan Anak di 15 Propinsi di Indonesia, International Catholic Migration Commission – American Center for International Labor Solidarity (Solidarity Center), Jakarta, Nov.2006, hal.16.
54
4.3 Perdagangan Orang untuk Dieksploitasi Tenaganya Di tahun 1960, perempuan yang bermigrasi di dunia berjumlah 35 juta dan pria sebanyak 40 juta. Selisih ini tidak jauh berbeda di tahun 2000, walau dengan jumlah yang meningkat lebih dari dua kali lipat, yakni perempuan sebanyak 85 juta dan pria sebanyak 90 juta.69 Alasan migrasi bervariasi, termasuk mencari kerja. Mereka bekerja bisa sebagai pembantu rumah tangga (PRT), pengasuh anak, pengasuh jompo, dan lainnya. Status mereka sebagai TKW (Tenaga Kerja Perempuan) tidak diakui sebagai pekerja formal (informal labour), bekerja tidak di sektor formal (informal sector), bukan bekerja di ekonomi formal (informal economy). Beberapa ciri status mereka meliputi: 70 1. Tidak bisa meminta kontrak kerja atau jaminan hak-hak pribadi. 2. Sering kesepakatan yang ada bersifat informal, eksploitatif secara institusi dalam hal informasi, pasar, kredit, pelatihan, atau jaminan sosial. 3. Sangat tergantung pada sikap otoritas publik. 4. Tidak dilindungi dan dikenali dalam hukum dan aturan ketenagakerjaan. 5. Sedikit atau tidak adak perlindungan hukum atau sosial. 6. Jarang bisa mengorganisir perwakilan efektif dan memiliki sedikit suara (atau tidak sama sekali) bahwa pekerjaan mereka diakui dan dilindungi. 7. Disisihkan atau akses terbatas pada manfaat dan prasarana umum. “Kontrak utang (debt bondage) antara pekerja dengan perusahaan yang merekrut atau majikan membuat pekerja rentan terhadap situasi yang eksploitatif karena takut balasan (retaliation) dari majikan, perusahaan perekrut, dan pemerintah (dalam bentuk pelanggaran imigrasi).”71 Di sisi lain, pemerintah asal pekerja dan yang menerima pekerja tidak mampu atau tidak berminat sedikit pun mengatasi aktivitas jahat perusahaan perekrut dan 69
Hania Zlotnik, The Global Dimensions of Female Migration, 2004 Migration Policy Institute, 1 March 2003, www.migrationinformation.org/Feature/display.cfm?ID=109 70 ILO, Decent Work and The Informal Economy, Geneva 2002; dalam Iveta Bartunkova, Trafficking in Women, Forced Labour and Domestic Work in the context of the Middle East and Gulf Region. 71 Kutipan wawancara dengan Eko Utamo, 11 Januari 2008.
55
ketergantungan pekerja terhadap mereka. Masalah ini telah ada sejak tahun 1965, yakni sejak Konferensi Buruh Internasional yang mendesak adanya kebutuhan penetapan standar hidup minimum, sesuai harga diri dan martabat manusia yang esensil bagi keadilan sosial. Khusus untuk profesi PRT, ILO telah mengeluarkan Deklarasi Prinsip dan Hak Kerja yang Fundamental sebagai basis penilaian situasi PRT. Walau prinsip ini berlaku bagi seluruh negara anggota ILO tanpa memandang tingkat ekonomi, nilai-nilai budaya dan sejarah, dalam prakteknya, PRT tetap saja tidak diakui dan dijamin. Prinsip dan hak fundamental pekerja: 1. 2. 3. 4.
Bebas berasosiasi dan dikenali secara kolektif. Penghilangan segala bentuk paksaan dan kewajiban. Abolisi yang efektif bagi pekerja anak. Penghilangan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan. Bukti memperlihatkan banyak perempuan yang bermigrasi sebagai PRT
kemudian diperdagangkan sebagai budak (forced labour) dan terjebak dalam jaringan yang penuh dengan eksploitasi secara hukum, sosial, finansil, dan budaya. Konvensi Buruh Paksa No.29/1930 mendefinisikan buruh paksa (forced labour) sebagai seluruh pekerjaan atau jasa yang dilakukan seseorang di bawah ancaman atau penalti dan orang tersebut tidak menawarkan dirinya secara sukarela. Dalam kenyataannya, praktek demikian diiringi dengan restriksi pada kebebasan pribadi dan sering dicapai dengan kejam. Beberapa indikator sebagai identifikasi adanya buruh paksa: 72
72
ILO, Human Trafficking and Forced Labour Exploitation: Guidelines for Legislators and Law Enforcement, Geneva, 2004.
57
PPII menyadari bahwa kemiskinan petani merupakan indikasi awal yang menyebabkan terjadinya perdagangan perempuan dan pelacuran. Pada masa itu, kondisi kerja bagi buruh perempuan sangatlah buruk, ditambah lagi adanya lilitan utang yang mencekik. Tingginya tingkat pengangguran dan tekanan masalah kependudukan yang semakin berat membuat pemerintah berinisiatif untuk memberdayakan kelebihan tenaga kerja dengan mengembangkan program transmigrasi ke luar negeri. Bila negara maju bangga mengekspor produk domestik, Indonesia malah bangga dengan keberhasilannya mengekspor tenaga kerja ke berbagai negara sejak awal tahun 1980-an seperti Arab Saudi, negara-negara teluk, Malaysia, Singapura, Hong Kong, Brunei, Taiwan, dan Jepang. Arab Saudi dan Malaysia merupakan dua negara tujuan ekspor tenaga kerja Indonesia terbesar dengan pangsa masing-masingnya sebesar 38,1% dan 37,7% selama periode 1994-1999.75 Keberhasilan ekspor tenaga kerja Indoonesia dinyatakan dalam bentuk remittance pekerja migran yang tercatat di Bank Indonesia dengan nilai lebih dari US$ 1 milyar tunai per tahunnya sejak tahun 1999. Pentingnya peran TKI dalam penghasilan devisa dan pembentukan PDB mulai diakui pemerintah dalam Repelita IV, 1984-1989. Tabel 4.2. – Jumlah TKI yang tercatat di Depnaker, 1979/1980-1999/2000
75
Tahun
Jumlah
2000 1999
435.219 427.619
Perubahan tahunan (%) +2
Rasio seks (M/100 F) (%) 46 41
G. Hugo, “Women‟s International Labour Migration”, dalam K. Robinson & S. Bessell (Eds.), Women in Indonesia: Gender, Equity and Development, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2002, hal.159.
58
1999/2000 1998/1999 1997/1998 1996/1997 1995/1996 1994/1995 1993/1994 1992/1993 1991/1992 1990/1991 1989/1990 1988/1989 1987/1988 1986/1987 1985/1986 1984/1985 1983/1984 1982/1983 1981/1982 1980/1981 1979/1980
404.523 411.609 235.275 517.269* 120.896 176.187 159.995 172.157 149.777 86.264 84.074 61.419 61.092 68.360 54.297 46.014 29.291 21.152 17.604 16.186 10.378
-2 +75 -55 +328 -31 +10 -7 +15 74 3 37 1 11 23 21 57 38 18 11 56
44 28 20 79 48 32 36 54 48 73 35 29 35 61 44 79 141
Sumber: Ruth Rosenberg, ed., Trafficking of Women and Children in Indonesia, hal.38. * Di tahun 1996-1997, sebanyak 300.000 pekerja migran di Malaysia diputihkan, pekerja tanpa dokumen diberikan amnesti dan tercatat resmi sebagai pekerja migran.
Krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1997 membuat jumlah pekerja migran membludak. Jumlah TKI yang tercatat belum termasuk TKI yang bermigrasi secara ilegal atau legal tetapi melalui saluran tidak resmi, saluran non-reguler, atau tidak terdokumentasi. Feminisasi migrasi menjadi aktual ketika dihadapkan pada statistik rasio seks pekerja migran. Walau demikian, feminisasi migrasi terbatas pada negara yang menerima TKI seperti Arab Saudi, Singapura, Hong Kong, dan Malaysia. Sementara di negara-negara Korea Selatan dan Taiwan, feminisasi migrasi tidak berlaku menyusul tingginya permintaan buruh pabrik berkelamin pria. Perdagangan orang di negara-negara tujuan migrasi TKI menjadi aktual ketika beberapa kondisi terpenuhi. Ada kecenderungan yang semakin besar
59
disertai kesaksian bahwa kebanyakan majikan dan perekrut di Taiwan dan Hong Kong mulai suka mempekerjakan TKW asal Indonesia dengan alasan: 76 1. cenderung mengetahui sedikit tentang hak-hak mereka, 2. tidak berbahasa Inggris seperti halnya pekerja migran asal Filipina, sehingga mudah „dimanfaatkan‟, 3. jarang melaporkan keluhan dan pelanggaran, 4. kurang mendapat dukungan dari kantor kedutaan atau konsulat, 5. dapat dibayar lebih murah. Bentuk-bentuk pekerjaan yang dilakukan pekerja migran perempuan dan anak meliputi pekerjaan rumah tangga, pelayan restoran, pekerja pabrik atau perkebunan, dan di industri hiburan (pekerja seks). Di sisi lain, perdagangan orang di Indonesia memiliki beberapa bentuk berikut:77 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pekerja migran. Pekerja rumah tangga, di dalam negeri dan di luar negeri. Pekerja seks, di dalam negeri dan di luar negeri. Kawin paksa, kawin kontrak, dan/atau dalam bentuk mail order brides. Pekerja anak, pengemis anak. Penjualan anak, balita, bayi. Pada pertengahan tahun 1980-an, masyarakat menjadi geram ketika terdengar
kabar adanya pelecehan terhadap pekerja migran perempuan asal Indonesia di Arab Saudi. Ketimbang lebih memberdayakan TKI dan TKW sebelum bermigrasi, pemerintah justru menyibukkan diri dengan menerbitkan berbagai aturan dan ketentuan dengan tujuan mengurangi jumlah pekerja migran perempuan. Berbagai aturan yang tidak perlu meliputi himbauan pengurangan jumlah pekerja migran perempuan, meminta perusahaan perekrut meningkatkan rasio 76
ACILS, NGO Report from Study Trip to Hong Kong and Taiwan, American Center for International Labor Solidarity (Solidarity Center), Jakarta, 2001. 77 Ruth Rosenberg, ed., Trafficking of Women and Children in Indonesia, hal.16. Lihat juga Abhijit Dasgupta, “Perdagangan Orang di Indonesia,” dalam Keri Lasmi Sugiarti, et al, (eds), Ketika Mereka Dijual, hal.30-50.
60
pekerja pria dari perempuan, melarang pekerja migran perempuan untuk tidak bekerja di sektor informal, mendeklarasikan keinginan pemerintah tidak mengirimkan pekerja tanpa keahlian ke luar negeri. Pemerintah sibuk berwacana bahwa pelarangan yang bersifat sementara bertujuan demi meningkatkan mutu pekerja migran asal Indonesia. Selain itu, alasan lainnya meliputi pekerja yang belum dewasa secara psikologis, kurang memiliki keahlian berbahasa, kurang memahami budaya asing. Dalam prakteknya, pelarangan demikian justru memaksa pekerja migran perempuan untuk bermigrasi tanpa dokumen yang cukup dan meningkatkan kerentanan mereka terhadap bahaya diperdagangkan. Berbagai faktor daya tarik (pull factors) dan daya dorong (push factors) tidak menyurutkan mereka untuk melakukan migrasi dan mengabaikan larangan pemerintah yang tidak efektif. “ICMC Indonesia merumuskan beberapa faktor yang mengarah pada terjadinya praktek perdagangan orang di Indonesia, antara lain: 78 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kemiskinan. Rendahnya tingkat pendidikan. Peran perempuan dalam keluarga. Kekuasaan dan status sosial. Peran anak dalam keluarga. Preseden sejarah dari bonded labour. Kawin muda. Kebijakan dan hukum yang bias terhadap jender. Korupsi.” Beberapa prevalensi atau kelaziman yang ada di Indonesia menjadi lahan
subur bagi keberadaan praktek perdagangan orang di Indonesia. Pengabaian pemerintah dengan premis prostitusi sering dianggap ilegal atau amoral; perkawinan dan pekerjaan rumah tangga merupakan hal pribadi (perdata). 78
Kutipan wawancara dengan Eko Utamo, 11 Januari 2008.
61
Termasuk didalamnya legalisasi atau setidaknya dokumentasi statistik terhadap sektor informal seperti pekerjaan rumah tangga dan prostitusi. Beberapa bentuk pekerjaan cenderung sebagai akibat adanya praktek perdagangan orang seperti pekerja migran, pekerja seks, dan pekerja anak di rumah tangga. Sektor pekerjaan biasanya informal, ilegal, atau tidak reguler. Berdasarkan hitungan kasar jumlah pekerja di sektor ini, jumlah orang yang potensil untuk diperdagangkan mencapai 2,4 sampai 3,7 juta jiwa, termasuk didalamnya pekerja anak yang berjumlah antara seperempat sampai setengah juta jiwa.
4.5 Peran ICMC dalam Penanggulangan Praktek Perdagangan Orang Menurut teori asal-usul terbentuknya negara dan dalam konteks perjanjian antara negara dan warga negaranya, fungsi dan tujuan negara pada umumnya menjalankan pemerintahan atau kepemimpinan dengan baik serta melindungi kesejahteraan dan ketertiban masyarakatnya. 79 Teori Perjanjian Masyarakat merupakan teori asal-usul negara yang paling tua yang pernah dikemukakan dalam catatan sejarah manusia. Persetujuan diberikan masyarakat kepada negara dalam rangka mendapatkan perlindungan terhadap hak-hak individu dan pribadi. Perlindungan yang diharapkan warga negara meliputi seluruh aspek kehidupan manusia seperti sosial, ekonomi, budaya, hukum, politik, ideologi, pertahanan, dan keamanan secara nasional.
79
Dikdik M.A. Mansur, dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal.7-8.
62
Sifatnya yang populis, membuat penyediaan berbagai aspek tersebut tidak bisa
dikomersilkan,
kecuali
setelah
beberapa
kondisi
terpenuhi.
Bila
dikelompokkan, berbagai aspek tersebut merupakan barang publik yang mana penyediaannya menuntut kebijakan publik yang populis. Di negara-negara yang ekonominya telah maju, orientasi penyediaan barang publik yang efisien, efektif, dan accountable menjadi suatu prevalensi demi kesinambungan kehidupan manusia. Indonesia sebagai negara yang ekonomi rakyatnya
belum
mapan
membuat
pemerintah
tidak
berdaya
dalam
mengakomodasi kelompok masyarakat yang teraniaya. Sementara itu, masyarakat terbagi atas masyarakat yang terorganisir dan masyarakat yang tidak terorganisir. Sebagai bagian dari masyarakat umum, masyarakat terorganisir merasa perlu untuk perduli terhadap kepentingan kelompok masyarakat yang tidak terorganisir, yakni rakyat jelata yang rentan terhadap permasalahan sosial-kependudukan. Sebagai kelompok masyarakat yang terorganisir dan merasa peduli terhadap masalah kemanusiaan, ICMC (International Catholic Migration Commission) termotivasi untuk memprioritaskan pemberian bantuan kepada kelompok masyarakat yang rentan dan termarjinalisasi, tanpa memandang suku, agama, ras, adat, dan politik. Status masyarakat tersebut bisa pengungsi (ke luar negeri dan di dalam negeri atau IDP/internally displaced persons), korban perdagangan orang, dan pekerja migran. Isu trafficking walaupun sudah ada di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda, namun Pemerintah Indonesia belum memberikan cukup perhatian
63
terhadap isu tersebut. ICMC melihat permasalahan ini sebagai pencemaran terhadap hak asasi manusia dan sebagai organisasi yang peduli terhadap permasalahan kemanusiaan, ICMC berkewajiban untuk menyumbangkan solusi atas permasalahan tersebut. “Laporan Trafficking in Person tahun 2001 menempatkan Indonesia di peringkat 3 sebagai negara yang memiliki tingkat trafficking yang tinggi dan belum melakukan upaya-upaya penanggulangan. Nah, laporan ini kemudian membuat Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk mensosialisasikan isu trafficking kepada masyarakat agar korban tidak lagi berjatuhan. Disinilah ICMC datang dengan menyodorkan solusi-solusi yang tepat dalam menangani permasalahan ini”. 80
Bantuan yang diberikan ICMC bisa berupa promosi atas solusi yang adil, bermartabat, dan berkelanjutan. Demikian visi dan misi yang ditetapkan ICMC saat didirikan di tahun 1951. Secara lebih spesifik, bantuan atau solusi ICMC bisa berupa aktivitas inti sebagai berikut:81 1. Perlindungan dan perawatan perempuan dan anak korban perdagangan orang. 2. Fasilitasi pengembalian pengungsi domestik secara individu. 3. Pengembangan kapasitas organisasi lokal dan internasional yang bekerja sama dalam mencapai tujuan ICMC. 4. Identifikasi dan penyembuhan trauma. 5. Pengembangan budaya toleransi dalam masyarakat yang terpecah akibat perselisihan. 6. Revitalisasi ekonomi masyarakat berbasis kredit dan non-kredit dan inisiatif penciptaan lapangan pekerjaan. 7. Pembangunan rekonstruksi dan prasarana masyarakat berskala kecil. 8. Bantuan darurat. 9. Pemukiman pengungsi. Lebih dari itu, aktivitas kerja ICMC mencakup partisipasi dari penerima manfaat di seluruh disain proyek dan siklus implementasi, pelibatan dan 80 81
Kutipan wawancara dengan Eko Utomo, 9 Januari 2008. Kutipan wawancara dengan Eko Utome, 11 Januari 2008.
64
mentargetkan perempuan secara lebih spesifik, dan perlindungan hak asasi manusia yang tercerabut secara paksa. Walau berkantor pusat di Jenewa, Swiss, operasionalisasi kantor ICMC ada di lebih dari 25 negara dan dengan jaringan kerjasama dengan mitra lokal di lebih dari 80 negara di seluruh dunia. ICMC mulai beroperasi di Indonesia sejak September 1999 dalam rangka merespon isu kebutuhan dan perlindungan bagi masyarakat
Timor
Timur
yang terbuang (displaced)
dari rumah dan
komunitasnya. Sejak Oktober 2001 dan atas biaya USAID, ICMC menjalankan proyek Creating an Enabling Environment to Overcome Trafficking of Women and Children in Indonesia (CTP) dengan fokus pada perlindungan masyarakat yang keluar dari komunitas asalnya yang rentan (vulnerable uprooted persons).82 “Dalam proses pembuatan proposal ICMC bermitra dengan ACILS. Waktu yang diberikan pada waktu itu dirasakan kurang, sehingga memperngaruhi pembuat keputusan. Untung saja kedua organisasi sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan yang sama, sehingga dapat memperkecil perbedaan pendapat dan mempercepat pengambilan keputusan”.83
4.6 Misi ICMC dalam Menangani Masalah Perdagangan Orang di Indonesia Spesialisasi kerja yang terbatas pada kelompok masyarakat yang rentan dan termarjinalisasi membuat ICMC harus bekerjasama dengan lembaga lain demi keberhasilan misinya. Dalam proyek pertama penanganan permasalahan perdagangan orang di Indonesia, ICMC bekerjasama dengan ACILS atau
82
Ruth Rosenberg, ed., Trafficking of Women and Children in Indonesia, ICMC/Indonesia, Jakarta, 2003. 83 Kutipan wawancara dengan Eko Utomo, 11 Januari 2008.
65
American Center for International Labor Solidarity atau biasa dikenal dengan Solidarity Center. Proyek pertama ICMC dimulai sejak Oktober 2001. Proyek yang dibiayai USAID itu bertemakan Creating an Enabling Environment to Overcome Trafficking of Women and Children in Indonesia (CTP). Tujuan utama proyek adalah menghilangkan eksploitasi terhadap masyarakat rentan. Berbagai aksi ICMC/Indonesia terangkum dalam enam program berikut: 1. Layanan pencegahan/perlindungan bagi perempuan dan anak korban perdagangan orang. 2. Layanan penyembuhan trauma bagi masyarakat korban konflik. 3. Proyek bimbingan (advocacy) dan komunitas guna membangkitkan perhatian pada perlindungan kaum perempuan yang termarjinalisasi dan rentan. 4. Pemberdayaan ekonomi melalui hibah-mikro bagi perempuan kepala rumah tangga. 5. Program perdamaian (peacebuilding)/penyelamatan (recovery) masyarakat bagi pengungsi domestik. 6. Pengembangan kapasitas organisasi lokal. Agar misi ICMC dan ACILS bisa terselesaikan dengan baik, mereka bermitra dengan berbagai serikat, asosiasi, atau yang sejenisnya, LSM, dan pemerintah. Beberapa misi utama tersebut mencakup implementasi program perlindungan, penyediaan layanan bagi korban, dan meningkatkan kebijakan anti-perdagangan orang, pembuatan aturan hukum, dan penegakkan hukum. Selain itu, ICMC dan ACILS telah mengembangkan beragam pendekatan (multi-faceted) dengan menyediakan bantuan teknis, bantuan pelatihan dan finansil bagi lembaga-lembaga pemerintah, LSM, universitas, dan asosiasi atas nama program dan kebijakan anti-perdagangan orang.84
84
Kutipan wawancara dengan Eko Utamo, 11 Januari 2008.
66
Kerjasama
penguatan
kelembagaan
dan
dukungan
terhadap
upaya
kelembagaan bertujuan menciptakan kerangka kerja yang proaktif demi inisiatif anti-perdagangan orang. Beberapa lembaga pemerintah yang menjadi mitra meliputi Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Departemen Tenaga Kerja, Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, dan berbagai kantor dinas di tingkat provinsi dan kabupaten/kotamadya. Sebagai titik fokus dari penggerak inisiatif anti-perdagangan orang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP) mendapatkan perlakuan istimewa dari CTP. Bentuk-bentuk perlakuan itu meliputi bantuan teknis, pelatihan, dan aktivitas terkait perencanaan strategis, pengembangan kapasitas staf pemerintah, pembuatan Rencana Aksi Nasional, dan pembuatan aturan hukum antiperdagangan orang. Dukungan CTP diberikan terhadap lembaga di luar pemerintahan seperti LSM, asosiasi, perhimpunan, dan universitas yang mengimplementasikan program pencegahan perdagangan perempuan dan anak atau menyediakan layanan terhadap korban perdagangan orang. Dukungan bantuan teknis dan pelatihan diberikan kepada lembaga terseleksi yang menerima hibah CTP. “ICMC dan ACILS selalu membantu saya dalam membuatkan talking point dimana saya harus tampil di muka umum untuk kepentingan kampanye. Memberikan dukungan, dengan selalu hadir di tiap event dimana saya harus tampil untuk kepentingan kampanye. Selain itu dukungan financial juga diberikan dalam rangka mendukung saya berkampanye. Intinya dukungan ICMC dan ACILS sangat membantu pekerjaan saya”. 85 Beberapa mitra kerja ICMC dalam CTP meliputi: 1.
Manikaya Kauci, Denpasar. 85
Kutipan wawancara dengan Dewi Hughes, October 2007.
67
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
Pusat Studi Perempuan – Universitas Udayana, Denpasar. Yayasan Kelompok Studi Perempuan Indonesia (KSPI), Solo. Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Solo. Yayasan Kakak, Surakarta. Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia (KOPBUMI), Blitar. Yayasan Hotline Surabaya. Social Analysis and Research Institute (SARI), Solo. Solidaritas Buruh Migran Indonesia (SBMI-Jatim), Lumajang. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Samarinda. Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta. Center for Societal Development Studies, Universitas Atmajaya, Jakarta. Pusat Kajian Perempuan dan Gender, Universitas Indonesia, Jakarta. Solidaritas Perempuan, Jakarta. Lembaga Advokasi Perempuan Damar (Damar), Bandar Lampung. Kantor Bantuan Hukum Lampung (KBH), Bandar Lampung. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Lampung Barat, Liwa. Lembaga Advokasi Anak (LADA), Bandar Lampung. Sehabat Perempuan, Manado. Yayasan Maupusan, Minahasa. Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Medan. Yayasan Pondok Rakyat Kreatif (YPRK), Medan. Lembaga Advokasi dan Pemberdayaan Rakyat (LAYAR), Pematang Siantar. Yayasan Mitra Kesehatan dan Kemanusiaan (YMKK), Batam. Forum 182, Batam. Pusat Pelayanan Tenaga Kerja Perempuan di Batam (PP Nakerwan), Batam. Komisi Migran dan Perantau (Karya Migran), Batam. Institut Perempuan Bandung. Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Bandung. Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA), Bandung. Yayasan Bina Sejahtera Indonesia (BAHTERA), Bandung. YLBH-APIK Pontianak. Borneo Multivision PH Pontianak. Perempuan Khatulistiwa Crisis Center (PKCC), Pontianak. Dewan Pemimpin Daerah Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Perhutanan Indonesia – Kalimantan Barat (DPD FSP KAHUTINDO KALBAR), Pontianak. Yayasan Panca Karsa, Mataram. Yayasan Koslata, Mataram. Pusat Studi Perempuan, Universitas Padjajaran, Bandung. The Gender and Law Faculty, Universitas Brawijaya, Malang. Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia (KOPBUMI) – National Secretariat, Jakarta. Federasi Organisasi Buruh Migran Indonesia (FOBMI), Jakarta. Jaringan Lembaga Non-Pemerintah untuk Program Aksi Penanggulangan Pekerja Anak di Indonesia (JARAK), Malang. Yayasan Sosial Solidaritas Nusantara (YSSN), Pontianak.
68
44. Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Departemen Buruh Perempuan dan Buruh Anak, Cisoka, Tangerang. 45. Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit (SP-TSK), Departemen Buruh Perempuan, Cikokol, Tangerang. Dukungan dana diberikan guna menjalankan berbagai aktivitas berikut: 86 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Program peningkatan kesadaran dan kampanye terhadap komunitas dan masyarakat rentan. Program pencegahan yang memberdayakan perempuan dan anak yang rentan agar bisa melindungi dirinya sendiri. Bantuan hukum dan penanganan kasus korban. Tempat penampungan yang aman bagi korban perdagangan orang. Layanan medis dan konsultasi. Penelitian terhadap penyebab perdagangan orang, peran berbagai stakeholder dalam perdagangan orang, dan demograsi korban dan pemakai.
Tabel 4.3. – Beberapa bentuk intervensi stakeholders dalam mengatasi masalah perdagangan orang Jenis Intervensi Pencegahan melalui upaya peningkatan kesadaran.
Pemerintah (pusat – daerah) Terbatas, tidak banyak alokasi anggaran.
Pencegahan melalui pelatihan ketrampilan, modal usaha, dll. Shelter dan rujukan ke layanan lain (termasuk pemulangan). Perlindungan bagi korban dan penegakan hukum.
Terbatas.
Kegiatan reintegrasi.
Sedikit, terbatas, tidak selalu pada korban. Ada, hanya di
Upaya 86
Sebagian, tetapi belum cukup.
UU dan kebijakan disahkan, tetapi tidak dirancang secara efektif.
Penegak Hukum
LSM
Lebih tersebar, tetapi efektivitasnya belum dapat dipastikan.
Terbatas.
RS Polisi menjadi penyedia layanan di beberapa tempat. RPK sudah tersebar luas. Tingkat kegiatan meningkat, tapi tidak memberi efek jera bagi pelaku. Jarang ada penangkapan.
Ada, tetapi
Ruth Rosenberg, ed., op. cit, hal.265.
Organisasi Berbasis Massa/ Masyarakat Hanya beberapa yang aktif. Organisasi ini merupakan sumber daya yang belum dimobilisasi.
Banyak, tapi terbatas pada tempat-tempat tertentu.
Terbatas.
Terbatas, bekerja sama dengan polisi dan kejaksaan.
Ada, tetapi jarang.
Sedikit, dengan cakupan tidak luas.
Belum terlihat.
69
koordinasi dan kerjasama.
daerah yang terbatas. memiliki gugus tugas. Sumber: Fatimana Agustinanto, et al, “Upaya Penanggulangan Trafiking oleh Pemerintah, LSM, dan Masyarakat Sipil,” dalam Keri Lasmi Sugiarti, et al, (eds), Ketika Mereka Dijual, hal.431.
“Penunjukan Dewi Hughes sebagai duta trafficking merupakan salah satu strategi dalam mengkomunikasikan projek ini. Hughes memiliki image yang positif di masyarakat, terutama di kalangan perempuan Indonesia. Sosoknya yang mandiri, tegar dan smart merupakan sosok ideal gambaran perempuan Indonesia. Pastinya pesan yang disampaikan pun akan mempunyai dampak lebih besar”. 87 Pengorganisasian kerjasama jaringan dengan berbagai pihak (stakeholders) dibangun melalui pengkomunikasian prinsip dan konsep dasar perdagangan orang, pembangkitan rasa dan empati terhadap korban, cara melakukan riset dan kampanye kesadaran dan anti-perdagangan orang.
4.7 Pembingkaian Strategi Komunikasi ICMC ke dalam Rencana Kerja Program Strategi komunikasi yang baik ditandai dengan adanya pertimbangan pada audiens yang menjadi sasaran komunikasi, goals dan objectives yang diinginkan, serta cara pengukuran hasil. 88 Model proses komunikasi merupakan contoh alat perencanaan pesan dan cara terbaik penyampaiannya kepada target audiens. Lihat Bagan – 1.1. di Bab 1. Bagan – 1.1. menempatkan pesan sebagai inti dari komunikasi. Dalam Bab 2 juga telah disebutkan bahwa pesan komunikasi yang berisi „informasi‟ perlu disebarluaskan kepada stakeholders utama yang memiliki pengaruh dalam proses pembuatan kebijakan. 87
Kutipan hasil wawancara dengan Eko Utomo, 11 Januari 2008. Policy Coordinating Committee (PCC), U.S. National Strategy for Public Diplomacy and Strategic Communication, Departemen Luar Negeri AS, Juni 2007. 88
70
Agar „informasi‟ yang dikemas bisa memiliki bobot, perlu dibangun semacam „penyamaan‟ persepsi di antara stakeholders utama. Beberapa stakeholders utama yang dijadikan sebagai mitra kerja kemudian menerima „perlakuan‟ dengan istilah capacity development,
capacity building. Mitra kerja diperlukan guna
menciptakan powerful pressure group di tingkat bawah (grassroot level). Beberapa jargon kemanusiaan seperti keadilan sosial bisa dijadikan sebagai motif. “Pesan yang disampaikan pastinya akan disesuaikan dengan komunikan dan wilayah dimana pesan tersebut disampaikan. Pada masa CTP kita membuat project kecil, pembuatan buku komik. Pengemasan pesan pada buku komik tentunya akan menarik usia sekolah, calon TKI atau umumnya bagi mereka yang berpendidikan rendah”. 89 Pengemasan informasi yang terencana dan terpadu dalam pelaksanaannya tertuang dalam suatu strategi komunikasi. Strategi komunikasi diperlukan sebagai pedoman aktivitas komunikasi eksternal dan proses komunikasi dan informasi internal dalam organisasi. 90 Dalam bahasa umum, strategi komunikasi lebih dikenal dengan istilah rencana aksi. “Secara fisik, ICMC memang belum pernah membuat atau mengembangkan dokumen strategi komunikasi, yang kita punya adalah logical framework, suatu disain rencana kerja logis untuk setiap proyek”.91 Logical framework menjadi acuan penentuan tindakan komunikasi yang harus dijalankan ICMC dalam mensosialisasikan program penanggulangan trafiking. Dalam menjalankan visi dan misinya, ICMC tergantung pada rencana kerja yang disesuaikan dengan kondisi yang berlaku dan terutama pada prioritas kerja dan strategi lembaga penyandang dana. Program-program ICMC berkisar pada penanganan perdagangan orang. 89
Kutipan wawancara dengan Eko Utamo, 11 Januari 2008. SEKALA, A Communications Strategy for WWF Indonesia’s Papua Branch, 10.02.2006. 91 Kutipan wawancara dengan Eko Utamo, 11 Januari 2008. 90
71
Di Indonesia, sampai saat ini, ICMC sudah memasuki tahap/proyek kelima, yakni AENEAS. Kelima tahapan implementasi program ICMC mencakup CTP, SIGHT, ATP, GTP, dan AENEAS. 1. CTP/Creating an Enabling Environment to Overcome Trafficking of Women and Children in Indonesia92 Program CTP (Counter-Trafficking Programme) adalah pilot program ICMC dalam menangani isu trafficking. Dalam mengimplementasikan CTP, ICMC bekerjasama dengan ACILS
sejak Oktober 2001 hingga September 2004.
Program pertama ini dinilai berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya trafficking, sehingga lembaga donor merasa penting untuk melanjutkan program ini. 2. SIGHT (Strengthening the Initiatives of Government and Others Against Human Trafficking).93 Tujuan utama CTP dan SIGHT adalah untuk mencegah perdagangan perempuan dan gadis sebagai kelompok masyarakat yang rentan di Indonesia dengan mengembangkan kapasitas lembaga pemerintah dan non-pemerintah. Termasuk didalamnya bantuan teknis dalam pengembangan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Eksploitasi Seks Komersil Anak-anak (NPA), legislasi untuk menekan perdagangan orang, dan prosedur kerja standar (SOP) dalam pengembalian, pemulihan, dan reintegrasi korban perdagangan orang. “Untuk penentuan wilayah kerja dilakukan berdasarkan tiga kategori; daerah pengirim, daerah penerima dan daerah transit. Biasanya wilayah pengirim adalah daerah yang memiliki pendapatan daerah di bawah rata-rata, artinya daerah miskin. Daerah penerima umumnya adalah kota-kota besar
92 93
CTP Summary, ICMC Indonesia, June 2004. ICMC, Introduction to ICMC in Indonesia, Jakarta, 20.12.2006.
72
yang sudah berkembang. Dan daerah transit biasanya berada di daerah perbatasan.”94 Wilayah kerja SIGHT mencakup 10 provinsi meliputi Jakarta/Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Riau dan Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Timur. Sementara Bali dan Lampung merupakan wilayah kerja CTP. “Karena ini merupakan program pencegahan maka fokus kerja program ini terdapat pada daerah pengirim dan transit. Sedangkan daerah penerima lebih kepada advokasi pada kebijakan.”95 3. ATIP/ATP Detil rencana kerja program ATP (Anti-Trafficking in Persons in Indonesia) mempertimbangkan komunikan, goals dan objectives yang diinginkan, serta indikator keberhasilan, yang menjadi strategi komunikasi ICMC terlampir.
Bagan – 4.1. Komponen dan mekanisme kerja Program ATP Sumber: ICMC Indonesia, Anti-Trafficking in Persons in Indonesia (ATP): A Project of Solidarity Center, ICMC and USAID, Work Plan, October 2007 – September 2009
94 95
Kutipan wawancara dengan Eko Utomo, 12 Januari 2008 Kutipan wawancara dengan Eko Utamo, 11 Januari 2008.
73
4. GTIP/ Eastern Indonesia Counter Trafficking Project GTIP merupakan proyek ICMC yang dibiayai pemerintah (Departemen Luar Negeri) AS dalam rangka mengurangi kerentanan perempuan dan gadis di masyarakat berisiko, meningkatkan kapasitas pemulangan dan penyatuan kembali korban perdagangan orang, dan menguatkan perlindungan hukum dalam mengatasi perdagangan orang. Kontrak kerja yang tidak jelas dan ikatan utang digunakan untuk menahan perempuan dan gadis untuk tetap bekerja juga merupakan salah satu agenda GTIP. Sebagai program Anti-Trafficking di Indonesia Timur, GTIP bertujuan mencegah perdagangan perempuan dan gadis ke berbagai lokasi di Papua dengan tujuan utama prostitusi. Wilayah kerja GTIP mencakup provinsi Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Utara. GTIP merupakan singkatan dari United States Government Office to Monitor and Combat Trafficking in Persons. 5. AENEAS/Cross-Border Counter Trafficking Project AENEAS merupakan proyek ICMC di Indonesia yang dibiayai oleh Masyarakat Eropa (EC). Tujuan umum dari program AENEAS adalah menyediakan bantuan teknis dan finansial yang spesifik dan komplementer ke negara-negara ketiga dalam mendukung dan memastikan manajemen yang lebih efektif bagi penanganan arus migrasi di segala aspek. Kolaborasi lintas-batas Indonesia dan Malaysia bertujuan memerangi perdagangan orang dan ikatan-utang bagi pekerja migran di Malaysia, khususnya di 6 kecamatan di Negara Bagian Sabah. Enam provinsi di Indonesia yang
74
menjadi wilayah sumber endemik perdagangan orang meliputi Nusa Tenggara (Barat dan Timur), Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Timur.
4.8 Strategi Komunikasi ICMC Pembuatan profil strategi komunikasi yang baik dan terencana dapat membantu ICMC dalam hal: 1. Berkomunikasi dengan stakeholder terkait yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan. 2. Menyebarluaskan berbagai materi dan informasi tentang trafficking kepada stakeholder. 3. Berkomunikasi secara efektif dengan jaringan yang bekerja dalam isu trafficking. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap dokumen rencana aksi ICMC dalam lima program tersebut, terdapat beberapa hal pokok yang perlu dikemukakan menyangkut pembuatan profil aktual dan singkat dari strategi media komunikasi ICMC, antara lain: 1. Mengembangkan media komunikasi untuk stakeholder yang berpengaruh. 2. Mempromosikan profil Program Penanggulangan Trafficking di Indonesia secara lokal maupun mendunia melalui kampanye penyadaran (awareness campaign). 3. Mengembangkan kapasitas staf dalam hal pembuatan laporan aktivitas, menciptakan media komunikasi yang efektif, dan menggunakan media tersebut. 4. Mengembangkan jaringan dengan organisasi setara (peer groups) dan/atau institusi pemerintah guna memudahkan ICMC dalam mengkomunikasikan visi dan misinya secara objektif dan mempengaruhi kebijakan. 5. Membangun komunikasi yang efektif dengan donor.
4.8.1 Mengembangkan media komunikasi untuk stakeholder yang berpengaruh Dari sekitar 45 stakeholder yang telah dan pernah serta masih bekerjasama dengan ICMC, hanya 8 pihak saja yang benar-benar
75
memiliki
pengaruh
besar
dalam
kelancaran
jalannya
program
penanggulangan trafficking di Indonesia, yakni: 1. Masyarakat sipil khususnya perempuan dan gadis di tinggal di wilayah kerja yang menjadi coverage program. 2. Kemententerian Pemberdayaan Perempuan RI, yang berperan sebagai focal point dalam program penanggulangan trafficking. 3. Komisi III DPR-RI, yang berperan sebagai pembuat kebijakan. 4. Pemerintah daerah terkait, yang berperan sebagai penentu kebijakan di daerah yang menjadi wilayah coverage program penaggulangan trafficking. 5. Gugus Tugas Anti-Trafficking di tingkat pemerintah pusat maupun daerah, yang berperan sebagai koordinator kegiatan penanggulangan trafficking di daerah terkait. 6. ACILS, organisasi internasional yang memiliki kesamaan misi. 7. IOM, organisasi internasional yang memiliki kesamaan misi. 8. Ruang Pelayanan Khusus Kepolisian RI, yang bertanggung jawab untuk memberikan keamanan kepada korban trafficking dan penegakan hukum. Media komunikasi yang dikembangkan ICMC terbagi dua kelompok, kelompok masyarakat yang rentan menjadi korban perdagangan orang dan kelompok stakeholder lainnya. Beberapa media komunikasi untuk kelompok masyarakat rentan meliputi: 1. Buku Komik berjudul “Petualangan Wening dan Kawan-kawan: Selalu Ada Jalan Pulang” yang ditujukan khusus untuk remaja dan orang muda berisikan tips tentang bermigrasi yang aman untuk tujuan bekerja di dalam dan luar negeri. Berdasarkan feedback yang diterima ICMC, komik ini dinilai sebagai salah satu media komunikasi paling efektif yang digunakan ICMC dalam sosialisasi trafiking di kalangan muda (usia sekolah). 2. Iklan pesan layanan masyarakat mengenai bahaya trafiking yang dikampanyekan secara nasional melalui bungkus Indomie. Pesan ini juga dinyatakan berhasil karena merangkul segenap lapisan masyarakat. 3. Video Training Kit Derita Bisu, berisikan pengakuan para korban trafiking dan berbagai tips untuk menghindari menjadi korban trafiking. Video 4 episode ini dikemas dalam format training. Di setiap episode, presenter Dewi Hughes memperkenalkan berbagai hal terkait trafiking. 4. Buku Manual untuk fasilitator berjudul “Derita Bisu I”, khusus diperuntukkan bagi masyarakat umum, seperti pekerja migran, keluarga,
76
atau masyarakat yang tinggal di daerah yang memiliki permasalahan trafiking. 5. Jurnal Perempuan edisi khusus “Jual-Beli Perempuan dan Anak” dan film dokumenter dengan judul yang sama. 6. Laporan trafiking di Indonesia berjudul “Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia”. Buku ini membahas secara komprehensif praktekpraktek perdagangan orang di Indonesia. Buku ini menjadi acuan bagi banyak studi tentang trafiking di Indonesia. 7. Buku berjudul “Ketika Mereka Dijual”, merupakan buku pelengkap bagi buku “Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia”. Buku ini membahas perkembangan situasi perdagangan orang di 15 propinsi di Indonesia selama periode 2004-2006. Beberapa media komunikasi untuk kelompok stakeholder lainnya: 1. Buku manual untuk fasilitator berjudul Derita Bisu II yang khusus diperuntukkan bagi: a. Pembuat kebijakan, seperti DPR, MPR dan institusi lainnya yang bisa berdampak bagi praktek perdagangan orang; b. Penegak hukum, seperti polisi, jaksa, hakim, pegawai pengawas ketenagakerjaan, pegawai imigrasi; c. Administrator, seperti PJTKI, kepala desa, dan lainnya yang behubungan langsung dengan perekrutan tenaga kerja. 2. Buku Panduan Penanganan Anak Korban Perdagangan Manusia, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan aparat penegak hukum dalam memperlakukan anak korban perdagangan orang; 3. Buku Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A) melalui Kepres No. 88 tahun 2002; 4. Buku Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO); 5. Laporan tengah tahunan kepada lembaga donor, berisi perkembangan pelaksanaan program; 6. Website www.gugustugastrafiking.org memuat banyak informasi mengenai usaha-usaha penanggulangan trafiking yang dilakukan gugus tugas anti-trafiking di beberapa wilayah Indonesia. Termasuk didalamnya informasi terkini tentang layanan-layanan yang dapat diakses untuk membantu korban trafiking. 4.8.2 Mempromosikan Program Penanggulangan Trafficking di Indonesia secara lokal maupun mendunia melalui kampanye penyadaran Kampanye
penyadaran
dilakukan
melalui
pembuatan
komunikasi dalam dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan Inggris.
media
77
1. Laporan tentang Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, dibuat dalam dua media, cetak dan elektronik. Media elektronik dipublikasikan di situs www.ICMC.net dan www.solidaritycenter.org. 2. Buku Ketika Mereka Dijual, dibuat dalam dua media, cetak dan elektronik. Media elektronik bisa diakses dari situs ICMC dan ACILS. 3. UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dibuat dalam media cetak. 4. Rencana Aksi Nasional, dibuat dalam media cetak. 5. Laporan Tahunan ICMC, berisikan program-program yang sedang dijalankan ICMC, dibuat dalam media elektronik dan dapat diakses di situs www.ICMC.net.
4.8.3 Mengembangkan kapasitas staf dalam hal pembuatan laporan aktivitas, menciptakan media komunikasi yang efektif, dan menggunakan media tersebut Rencana dan laporan pelaksanaan tugas dan kerja yang dilakukan para staf dan manajemen dan dibuat secara berkala atau pun berdasarkan status atau perkembangan penyelesaian tugas secara langsung maupun tidak langsung banyak menempa dan meningkatkan kemampuan pembuatan rencana dan laporan pelaksanaan. 4.8.4 Mengembangkan jaringan dengan organisasi setara (peer groups) dan/atau institusi pemerintah guna memudahkan ICMC dalam mengkomunikasikan visi dan misinya secara objektif dan mempengaruhi kebijakan Salah satu nilai plus dari ICMC dalam rangka menjaga terjalinnya kelancaran berkomunikasi dengan para mitra kerjanya adalah kesediaan: 1. pembiayaan pengadaan sarana dan fasilitas komunikasi, termasuk didalamnya telepon, komputer, dan akses internet, 2. pembiayaan operasionalisasi sarana komunikasi, 3. pengadaan situs www.gugustugastrafficking.org sebagai sarana pemutakhiran data dan informasi perdagangan orang di Indonesia.
78
4.9 Penilaian Akuntabilitas dan Efektivitas Kerja ICMC Efektivitas dan akuntabilitas merupakan semacam ukuran penting bagi LSM yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan masyarakat yang lebih terbuka melalui popularitas pengaruh pada pengambil keputusan. Dua indikator tersebut merefleksikan karakter kampanye yang mempengaruhi kebijakan dan bentuk hubungan di antara pihak-pihak yang beraliansi. 96 Di tingkat global, beberapa organisasi masyarakat sipil internasional telah menyatakan komitmen terhadap masalah transparansi dan akuntabilitas dengan menetapkan standar akuntabilitas dan kode etik. International Non-Governmental Organisations Accountability Charter (Piagam Akuntabilitas) menjadi standar lintar-sektor dan internasional bagi organisasi nirlaba. 97 Piagam Akuntabilitas menetapkan nilai-nilai inti dan prinsip operasional LSM internasional, seperti: 1. Good governance dan manajemen. 2. Keterlibatan penggalangan dana dan multistakeholder. 3. Mengacu spesifik pada penghargaan prinsip-prinsip universal seperti Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, mandiri, bimbingan yang bertanggungjawab, program yang efektif, non-diskriminasi, penggalangan dana yang transparan dan etis. Piagam Akuntabilitas merupakan inisiatif awal menyusul desakan dan tuntutan internal dan dari pihak eksternal terhadap peran LSM internasional yang mulai sangat berpengaruh. Survey yang dilakukan terhadap opini publik global
96
Jane G. Covey, ”Accountability and Effectiveness of NGO Policy Alliances, IDR Reports”, Vol.11 No.8, Paper, International Workshop on "NGOs and Development: Performance and Accountability in the New World Order", Manchester, England, 27-29.06.1994. 97 consumersinternational.org, NGOs lead by example: World’s international NGOs endorse accountability charter, London, 06.06.2006. Lihat juga aidswomencaucus.org, amnesty.org.
79
menunjukkan kepercayaan yang lebih tinggi terhadap LSM ketimbang pemerintah dan sektor swasta. Dalam prakteknya, akuntabilitas ICMC tidak perlu diragukan lagi dilihat dari berbagai hasil kerja jaringan sosial, dokumen, dan media komunikasi yang ada dan bisa diakses dengan mudah. Kalimat ini diharapkan bisa menjawab pertanyaan pertama pada perumusan masalah di bab satu. Tabel 4.4. – Perkiraan jangkauan media komunikasi selama tahun 2005
Jenis Media
Jumlah Perkiraan Jangkauan Perempuan
Leaflet, poster, banner, radio lokal dan TV (1) Pelatihan, Workshop, Diskusi, dsb. (2) Media Cetak (Koran, majalah, tabloid, dsb) Total Jangkauan Publik
Laki-laki
Total
256,000
99,500
355,500
533
341
875
16,000
31,000
47,000
272,533
130,841
403,375
Sumber: Laporan Public Awareness ICMC/ACILS tahun 2005
Tabel 4.5. – Perkiraan jangkauan media komunikasi selama tahun 2006
Jenis Media
Perkiraan Jangkauan Perempuan
Peluncuran Buku (1) Website (2) Leaflet, poster and banner (3) Kegiatan Melalui radio Peningkatan dan TV Kesadaran Melalui media lain Media Cetak (Koran, majalah, tabloid, dsb) Total Jangkauan Publik
Laki-laki
Total
45 1,000 49,000 4,000
25 4,000 43,400 2,350
70 5,000 92,400 6,350
6,530
3,150
9,680
32,000
51,000
83,000
88,575
103,925
192,500
Sumber: Laporan Public Awareness ICMC/ACILS tahun 2005
Apabila dilihat dari dua tabel diatas, terjadi penurunan yang sangat signifikan terhadap jumlah jangakauan media, namun ada penambahan jenis media yang digunakan. Hal ini berarti ICMC menyadari akan kebutuhan stakeholdernya yang
56
1. Ancaman (threats) atau gangguan fisik aktual terhadap pekerja. 2. Restriksi gerak dan pengurungan tempat kerja atau terhadap satu daerah terbatas. 3. Jeratan utang (debt bondage). Pekerja bekerja untuk melunasi utang atau pinjaman, tetapi tidak dibayar karena jasanya. Makanan dan akomodasi disediakan majikan. 4. Menahan upah atau mengurangi upah secara berlebihan dengan berlawanan dengan kesepakatan sebelumnya. 5. Menahan paspor dan dokumen identitas yang membuat pekerja tidak bisa pergi atau membuktikan identitas dan statusnya. 6. Ancaman pengaduan kepada otoritas, status pekerja sebagai imigran gelap. Beberapa kondisi dan praktek perbudakan orang:73 1. Tingkat restriksi hak kebebasan bergerak individu. 2. Tingkat kontrol individu atas barang-barang pribadi. 3. Keberadaan izin informasi dan pemahaman penuh bentuk hubungan para pihak.
4.4 Perdagangan Orang di Indonesia Perdagangan orang di Indonesia secara samar mulai dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda yang berlanjut sampai masa orde baru dengan modus atau pola transmigrasi. Pulau Jawa yang berpenduduk paling padat dan memiliki keahlian kerja kasar yang bisa diandalkan direlokasikan ke pulau-pulau lain untuk bekerja di perkebunan, pertanian, dan perkayuan. Perdagangan orang mulai menjadi topik pembicaraan utama di forum-forum nasional ketika Persatuan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII) mengadakan kongresnya yang ke-2 di Surabaya tahun 1930. Pendirian Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (P4-A) merupakan tindak lanjut kongres tersebut.74
73
D. Weissbrodt, “Contemporary Forms of Slavery”, Working paper, UN Economic and Social Council, Commission on Human Rights, Sub-Commission on the Promotion and Protection of Human Rights; E/Cn.4/sub.2/2000/3; para 19. 74 Sulistyowati Irianto, et al, Perdagangan Perempuan dalam Jaringan Pengedaran Narkotika, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hal.21-24.
80
meningkat sesuai dengan tingkat kemajuan teknologi.
Walaupun demikian,
dilihat secara mikro dan detil efektivitas kerja ICMC, kritik dan cacat yang ada menjadi sangat mudah dimengerti. Beberapa kekurangan hipotetis dan generik dari kerja ICMC meliputi:98 1. Kampanye peningkatan kesadaran terhadap bahaya perdagangan orang kurang menjangkau daerah terpencil dan masyarakat yang termarjinalisasi secara sosial, ekonomi, dan lainnya. 2. Kampanye bersifat sporadis dan singkat serta tidak berkelanjutan. 3. Saluran media komunikasi yang digunakan belum menjangkau masyarakat yang kurang berpendidikan. 4. Disain kampanye yang kurang membumi dengan bahasa dan budaya lokal. 5. Kampanye/informasi yang disampaikan belum menyentuh permasalahan secara komprehensif, yakni melibatkan semua unsur dan praktek yang potensial terlibat dalam masalah perdagangan orang. Poin ketiga, keempat, dan kelima kiranya bisa dianggap sebagai beberapa faktor yang melanggar prinsip terciptanya komunikasi yang efektif. Audiens di tingkat rakyat jelata belum bisa menerima bahasa ‟tinggi‟ dan kata-kata ilmiah, kecuali bahasa sehari-hari yang mereka kuasai. Hal ini bisa menjawab pertanyaan kedua dan ketiga dalam perumusan masalah di bab satu. Sekedar mengingatkan, fungsi dasar dari komunikasi mencakup hiburan, menerangkan, mendidik, dan/atau mengajak (persuasif). Beberapa prinsip dasar komunikasi meliputi mudah dipahami, jelas, efektif, mudah diakses, robust dan dapat dipercaya, kolaboratif, responsif, bertujuan dan periodik, terbuka dan transparan, adil, accountable, proses dua arah. Berbagai upaya dan aktivitas yang dilakukan ICMC menjadi tidak efektif mengingat layanan publik yang disediakan ICMC dan lembaga sejenis pada
98
cf Diah Wahyu Ermawati, et al, Community Education: Increasing Awareness of Trafficking, Flinders University, 14.08.2007.
81
dasarnya dan sebenarnya merupakan tugas domestik dari pemerintahan suatu negara. Walau pencegahan lebih baik dari penyembuhan, penghukuman atau tindak lanjut dari adanya praktek-praktek perdagangan orang perlu disikapi oleh semua pihak yang perduli terhadap masalah kemanusiaan. Premis yang seharusnya juga dirasakan semua pihak adalah apa dan bagaimanakah yang seharusnya terjadi, seandainya saya yang menjadi korban perdagangan orang? ”Trafficking bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Sebelum Bapak/Ibu menunjuk orang lain sebagai pelaku trafficking, arahkan telunjuk ke diri sendiri terlebih dahulu. Apakah saya tidak melakukan mengeksploitasi pembantu di rumah, sudahkah saya menggaji pembantu saya dengan layak?...”99 Fokus, orientasi, dan prioritas yang berbeda menyebabkan penyediaan barang publik oleh negara terhadap masalah perdagangan orang menjadi terabaikan, mulai dari penanganan terhadap korban, pelaku, bentuk kejahatan terorganisasi, dan kejahatan lintas negara.
4.10
Penegakan Hukum bagi Pelaku Perdagangan Orang Sebagai tindak lanjut dari pembuatan aturan hukum anti-perdagangan orang
dan sebagai salah satu upaya pencegahan praktek perdagangan orang, penegakkan hukum dan kriminalisasi aktivitas demikian bertujuan menimbulkan efek penjeraan bagi para pelaku maupun jaringannya. Termasuk didalamnya untuk mengukur efektivitas aturan hukum yang sudah dibuat.
99
Kutipan pidato Dewi Hughes pada Kampanye Penanggulangan Trafficking di Samarinda, September 2005.
82
Berdasarkan kompilasi berita perdagangan orang di 17 provinsi di Indonesia, ACILS/ICMC menemukan bahwa jumlah penahanan dan penuntutan yang sudah dilakukan jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kasus perdagangan orang yang dilaporkan pemerintah. Di tahun 2005, ACILS/ICMC menemukan adanya 130 kasus perdagangan orang yang melibatkan sedikitnya 198 pelaku dan 715 korban. 100 Tabel 4.6. – Kasus perdagangan orang, 2004-2005
Tahun 2004 2005
Data Bareskrim Kasus P-21 43 23 30 8
Pelaku 151 126
Data Kompilasi P-21 Dihukum 53 53 23 16
Sumber: Keri Lasmi Sugiarti, et al, (eds), Ketika Mereka Dijual, hal.409. Keterangan: P-21: kasus diserahkan kepolisian ke kejaksaan untuk dibawa ke pengadilan.
Perbedaan data yang dimiliki pemerintah, kepolisian, media massa, dan ACILS/ICMC bisa disebabkan karena belum adanya kesamaan definisi, pengetahuan, pemahaman, perspektif, dan yang sejenisnya tentang praktekpraktek perdagangan orang. Perdagangan orang, yang merupakan kejahatan yang kompleks karena melibatkan minimal satu tindakan kriminil atau lebih, memiliki dampak kemanusiaan yang lebih besar diukur dari pengalaman dan perspektif yang diderita korban. ACILS/ICMC menemukan bahwa lebih dari 56% perdagangan orang adalah untuk dilacurkan di dalam negeri (43%) dan di luar negeri (13%). Sementara
100
Anis Hamim, “Usaha Menegakkan Hukum dalam Memberantas Perdagangan Orang,” dalam Keri Lasmi Sugiarti, et al, (eds), Ketika Mereka Dijual, hal.402-419.
84
Khusus untuk Protokol Menentang Penyelundupan Migran melalui Darat, Udara, dan Laut, DPR belum lama ini telah menyetujui Rancangan UndangUndang tentang ratifikasi atau pengesahan protokol tersebut untuk dijadikan Undang-Undang. 102 Walaupun
demikian,
efektivitas
berbagai
instrumen
hukum
dalam
memberikan efek jera bagi para pelaku perdagangan orang menjadi hal yang dipertanyakan melihat dan mengingat kreativitas dan inisiatif yang dilakukan para penegak hukum dalam memakai pasal-pasal yang bisa memberatkan, dan dalam menyelidiki, menahan, dan menghukum para pelaku.
102
Harian Kompas, Konvensi Migran: Dewan Setujui Protokol Menentang Penyelundupan, Kompas, 18 Feb. 2009, hal.2.
83
untuk dieksploitasi tenaganya sebesar 13%, yakni sebagai buruh migran (11,5%) dan pekerja rumah tangga (1,5%).101 Data ini menjadi absurd ketika perdagangan orang untuk dilacurkan adalah lebih mudah untuk diidentifikasi dan dicatat, ketimbang motif lain dari praktekpraktek perdagangan orang. Termasuk didalamnya praktek penjualan bayi yang dilakukan dukun bayi dan bidan, khususnya pada ibu bayi yang bermasalah seperti kehamilan di luar nikah atau tidak memiliki biaya bersalin. Berdasarkan ungkapan kasus perdagangan orang di pengadilan, diketahui bahwa praktek perdagangan orang setidaknya melibatkan 3 orang atau lebih. Perdagangan orang telah menjelma menjadi kejahatan terorganisir dan lintas negara. Sebagai kepanjangan tangan dari PBB, UN Office of Drugs and Crime telah menetapkan aturan hukum dan prosedur bagi konferensi pihak-pihak yang telah meratifikasi Konvensi PBB Menentang Kejahatan Terorganisasi dan Lintas Negara (United Nations Convention against Transnational Organized Crime, Konvensi TNOC) di tahun 2005. Beberapa Protokol PBB sebagai suplemen Konvensi TNOC mencakup: 1. Protokol Palermo yang telah diadopsi oleh Sidang Umum PBB sebagai Resolusi No.55/25. (Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children.) 2. Protokol Menentang Penyelundupan Migran melalui Darat, Udara, dan Laut; Resolusi PBB No.55/25. 3. Protokol Menentang Pembuatan dan Perdagangan Ilegal terhadap Senjata Api, Bagian-bagiannya, Komponen, dan Amunisi; Resolusi No.55/255 tertanggal 31 Mei 2001.
101
Kutipan wawancara dengan Eko Utamo, 11 Januari 2008.
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Sebagai satu fenomena dunia, penanganan masalah perdagangan orang di satu negara membutuhkan kerjasama global dan berkesinambungan. Sifatnya yang multi-dimensi menyebabkan pendekatan yang dilakukan harus multi-facet pula. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan bahwa: 1. Spesialisasi kerja yang terbatas pada kelompok masyarakat yang rentan dan termarjinalisasi membuat ICMC harus bekerjasama dengan lembaga lain demi keberhasilan misinya. 2. Demi keberhasilan dan kelancaran misi, ICMC menggunakan mekanisme kemitraan dan model komunikasi dua arah, baik terhadap sesama stakeholder seperti LSM, universitas, dan asosiasi maupun terhadap (instansi) pemerintah. 3. Strategi komunikasi yang dikembangkan ICMC dalam mengimplementasikan program penanggulangan perdagangan orang di Indonesia di kemas melalui media komunikasi yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan para stakeholdernya. 4. Strategi komunikasi ICMC bisa dinilai sudah cukup efektif karena sudah menyentuh dari mulai tingkat atas, pemerintah hingga tingkat rakyat jelata (grass-root).
79
80
5.2. Saran 1. Akademis Riset yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini baru membahas strategi komunikasi yang dilakukan ICMC dengan pihak eksternal, yakni dengan stakeholders yang peduli terhadap isu perdagangan orang. Analisis yang dilakukan pun baru terbatas pada aspek gambaran besar (the big picture) perdagangan orang dan bagaimana komunikasi eksternal yang dijalankan cukup efektif dalam membuat kerja jaringan. Walaupun demikian penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan baru bagi akademisi mengenai strategi komunikasi pada lembaga non-profit. Penulis juga berharap isu trafficking yang dikemukakan dalam skripsi ini dapat menjadi bahan referensi bagi penulisanpenulisan lainnya. 2. Praktis Program Penanggulangan Trafficking di Indonesia dinilai oleh dunia mengalami peningkatan dengan adanya usaha-usaha nyata dalam memberantas perdagangan orang. Sebagai lembaga internasional yang berkredibilitas, penting bagi ICMC untuk memulai mendokumentasikan strategi komunikasi yang terstruktur dan terencana di setiap program yang dijalankan. Hal ini akan sangat membantu ICMC dalam mengembangkan program-program lainnya di masa mendatang. Melalui skripsi ini, Penulis merasa perlu adanya riset lanjutan yang lebih komprehensif dan lebih terukur pada perumusan dan implementasi strategi komunikasi yang dilakukan ICMC melalui wawancara terstruktur dan/atau
81
kuesioner penilaian efektivitas komunikasi secara internal dan eksternal serta dengan masyarakat yang menjadi sasaran misi ICMC.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku ACILS, NGO Report from Study Trip to Hong Kong and Taiwan, American Center for International Labor Solidarity (Solidarity Center), Jakarta, 2001. Afdjani, Hadiono, Kasus Majalah Playboy Indonesia dalam Kegiatan Komunikasi Politik Fungsi Media Massa, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Budi Luhur, 30.01.2007. Ali, Mulyohadi dan Ieda Poernomo Sigit Sidi, Komunikasi Efektif Dokter-Pasien, Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta, 2006. Amnesty International, Trafficking of Persons: Amnesty International Fact Sheet, 04.10.2005. Anggoro, M. Linggar, Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2002. Antlöv, Hans et al, NGO Governance and Accountability in Indonesia: Challenges in A Newly Democratizing Country, July 2005. Ardianto, Elvinaro et al, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, ed.rev., Simbiosa Rekatama Media, Bandung, Sept. 2007. Armstrong, Michael, Performance Management, trans. Toni Setiawan, Tugu, Yogyakarta, Sept. 2004. Bartunkova, Iveta, Trafficking in Women, Forced Labour and Domestic Work in the context of the Middle East and Gulf Region, Anti-Slavery International, 2006. Bungin, M. Burhan, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, cet.3, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2008. Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, RajaGrafindo Persada, Jakarata, 2000. Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schindler, Business Research Methods, ed.9, McGraw-Hill, New York, 2006. Craig, Russel et al, IHTSDO Communication Strategy, International Health Terminology Standards Development Organisation, 05.02.2008. Cutlip, Scott M., et al, Effective Public Relations: Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Kehumasan dengan Sukses, ed.8, Indeks Kelompok Gamedia, Jakarta, 2005. David, Fred R., Strategic Management, ed.5, Prentice Hall, Englewood Cliffs, N.J., 1995.
70
71
Del Castello, Riccardo and Paul Mathias Braun, Framework on Effective Rural Communication for Development, FAO and Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Rome, Dec. 2006. Development Alternatives, Inc., Capacity Building untuk Fasilitator Pendamping di Cianjur–Jawa Barat, Environmental Services Program, Jakarta, Des. 2005. EdQual, EdQual RPC Communications Strategy: Implementing Education Quality in Low Income Countries, EdQual RPC HD9 Annual Report to DfID 06\07, Bristol, 1 November 2006. Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung,... Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung,… Effendy, Onong Uchjana, Kamus Komunikasi, Mandar Maju, Bandung, 1989. Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks, LkiS, Yogyakarta, 2001. Ermawati, Diah Wahyu et al, Community Education: Increasing Awareness of Trafficking, Flinders University, 14.08.2007. Fajar, Marhaeni, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009. Faris, Penggunaan Model Pengolahan Informasi, Personal maupun Sosial untuk pengembangan pribadi maupun tim pada mata kuliah Perencanaan Pemasaran, Ilmu Administrasi Bisnis FISIP UPN “Veteran” Yogyakarta, 06.07.2006. Hadi, Ido Priyono, Pengantar Komunikasi, Manajemen Perhotelan, UK Petra, 06.08.2001. Harun, Rochajat dan Sumarno AP, Komunikasi Politik sebagai Suatu Pengantar, Mandar Maju, Bandung, 2006. International Catholic Migration Commission (ICMC), Annual Report 2007: Serving and Protecting Uprooted People, Geneva, 01.09.2008. International Labour Organisation, Human Trafficking and Forced Labour Exploitation: Guidelines for Legislators and Law Enforcement, Geneva, 2004. Irianto, Sulistyowati et al, Perdagangan Perempuan dalam Jaringan Pengedaran Narkotika, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005 Irish Universities Quality Board, Communications/Public Relations Strategy, 11.01.2008. Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi, cet.3, Kencana Prenada Media, Jakarta, Juni 2008. Macfarlane, Marilyn, Food Unit Communication Strategy, Environmental Health Directorate, Department of Health in Western Australia, 11.05.2008.
72
Mansur, Dikdik M.A. dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007. Marshall, Catherine and Gretchen B. Rossman, Designing Qualitative Research, SAGE Publications. Inc, New Bury Park, California, 1989. Mental Illness Fellowship of Australia Inc., Effective Communication, MI Fact Sheet Series, Victoria, 17.08.2005. Miller, Katherine, Communication Theories: Perspectives, Processes, and Contexts, McGraw-Hill, Boston, 2002. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, ed.rev., Remaja Rosdakarya, Jakarta, 2005. Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2005. Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, 2007. Pfeiffer, J. William, “Conditions That Hinder Effective Communication,” The Pfeiffer Book of Successful Communication Skill-Building Tools, John Wiley & Sons, Inc., 2004. Prasetyo, Agus Tri dan R. Bramantyo, Teknik Komunikasi Audit, ed.4, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, BPKP, Jakarta, 2007. Rappaport, Debbie M., Effective Communication about the Early Years: Understanding the Basics of Framing, Zero to Three Policy Center, Washington DC, 17 April 2006. Regional Clearing Point, First Annual Report on Victims of Trafficking in South Eastern Europe, Stability Pact Task Force on Trafficking in Human Beings, Vienna, Sept. 2003. Riswandi, Ilmu Komunikasi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009. Robinson, K. and S. Bessell (Eds.), Women in Indonesia: Gender, Equity and Development, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2002. Roehler, Yvonne, Internal Communication—The Neglected Strategy, Roehler Solutions, 01.08.2007. Rosenberg, Ruth, ed., Trafficking of Women and Children in Indonesia, ICMC/Indonesia, Jakarta, 2003. Rudito, Bambang dan Arif Budimanta, Metode dan Teknik Pengelolaan Community Development, Indonesia Center of Sustainable Development (ICSD), Jakarta, 2003. Ruslan, Rosady, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations, RajaGrafindo Persada, Jakarta,… Ruslan, Rosady, Manajemen Public Relations: Konsepsi dan Aplikasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005.
73
Ruslan, Rosady, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006. Sakowicz, Marcin, Effective Communication at the Local Level, Open Society Institute, Center for Policy Studies, Central European University, June 2002. Saladin, Djaslim, Intisari Pemasaran dan Unsur-unsur Pemasaran: Ringkasan Praktis Teori dan Tanya Jawab, cet.4, Linda Karya, Bandung, Januari 2007. Schröder, Peter, Strategi Politik, Edisi Revisi untuk Pemilu 2009, transl. Denise J. Matindas dan Irina Dayasih, Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit, Jakarta, Des. 2008. SEKALA, A Communications Strategy For WWF Indonesia’s Papua Branch, rafflesia.wwf.or.id, 10.02.2006. Soemirat, Soleh dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations, Remaja Rosdakarya, Bandung, … Sugiarti, Keri Lasmi et al, (eds), Ketika Mereka Dijual: Perdagangan Perempuan dan Anak di 15 Propinsi di Indonesia, International Catholic Migration Commission – American Center for International Labor Solidarity (Solidarity Center), Jakarta, Nov.2006 Supardi, Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis, UII Press, Yogyakarta, Jan. 2005. Yin, Robert K., Studi Kasus Desain dan Metode, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Zachrias, Danny, et al, Metodologi Penelitian Pedesaan: Koreksi dan Pembenaran, Rajawali, Jakarta, 1984. B. Jurnal Harian Kompas, Konvensi Migran: Dewan Setujui Protokol Menentang Penyelundupan, Kompas, 18 Feb. 2009. Covey, Jane G., ”Accountability and Effectiveness of NGO Policy Alliances, IDR Reports”, Vol.11 No.8, Paper, International Workshop on "NGOs and Development: Performance and Accountability in the New World Order", Manchester, England, 27-29.06.1994. Ogili, E.E., “Strategies for effective communication educational instruction,” Paper, the Nigeria Association for Educational and Technology (NAEMT) Workshop, Enugu, Nigeria, 7-10 February 2001. Ogili, Ezeja, “Strategies for Effective Communication of Educational Instructions in Nigeria,” Malaysian Online Journal of Instructional Technology, Vol.2, No.1, April 2005. Sulaiman, Fawzia, dan Saeful Bachrein, “Penyelenggaraan Fungsi Informasi dan Komunikasi serta Diseminasi Hasil Pengkajian BPTP,” Prosiding, Lokakarya
74
Pertemuan Regional BPTP, Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 16.01.2006. Suparlan, Supardi, “Pengantar Metode Penelitian: Penelitian Kualitatif,” Makalah, Penataran Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial di Universitas Indonesia, Depok, 19-24 Januari 1987. TRACE Workshop, Developing and Maintaining Professional Relationships, 4 June 2002. Trautman, Karla, “Effective Group Communication,” Leadership for Today, 2, South Dakota Cooperative Extension Service, Dec. 2007.
C. Sumber Lainnya Bandono, Komunikasi Terapeutik, bandono.web.id, 10.06.2007. Bastaman, Aam, Memahami Dasar-Dasar Komunikasi, STEKPI, 13.09.2005. US Dept. of Justice, General Effective Communication Requirements under Title II of the ADA, 23.02.2007. Weissbrodt, D., “Contemporary Forms of Slavery”, Working paper, UN Economic and Social Council, Commission on Human Rights, SubCommission on the Promotion and Protection of Human Rights; E/Cn.4/sub.2/2000/3. www.consumersinternational.org, NGOs lead by example: World’s international NGOs endorse accountability charter, London, 06.06.2006. www.elearning.gunadarma.ac.id, Komunikasi Pemasaran, 24.11.2007. www.gaatw.net, Trafficking in Persons in North America, 09.06.2005. www.girlguides.ca, Effective Communication, 21.04.2008. www.idrc.ca, Developing a Communications Strategy, 19.06.2006. www.koalisi.org, Implementasi Program Komunikasi, 20.02.2007. www.mhca.org.au, Effective Communication Module, 28.05.2002. www.research-matters.net, “Designing a Communications Strategy”, dalam Knowledge Translation Toolkit: A Resource for Researchers, 04.11.2008. www.trimiyati.web.ugm.ac.id, Perilaku Organisasi dan Komunikasi, 31.05.2008.