Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012) Kupang, 13 Nopember2012
SISTEM TEMU KEMBALI TENUN IKAT NTT DENGAN TRANSFORMASI WAVELET M.I.J Lamabelawa1, Yohanis Malelak2 Program Studi Teknik Informatika, Stikom Uyelindo Kupang Jl. Perintis Kemerdekaan 2 Kayu Putih – Kupang, Telp. (0380)8554500 E-mail:
[email protected], dan 2
[email protected]
ABSTRAK Motif tenun ikat sebagai warisan budaya Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat beragam dipengaruhi letak geografis kepulauan, keadaan alam, dan struktur masyarakat. Perbedaan motif-motif khas seperti flora, fauna, motif geometris sangat menarik untuk diteliti. Perbedaan yang unik dari setiap motif merupakan kata kunci untuk menyebut nama dan asal tenun ikat. Semua informasi bernilai seni tersimpan dalam memori manusia sangat terbatas ruang dan waktu yang tidak permanen. Penelitian ini dianalisis teknik retrieval untuk mengidentifikasi pola citra tenun berbasis content. Selanjutnya dirancang aplikasi untuk me-retrieve sistem temu kembali citra berbasis content. Metode ekstraksi ciri pada citra digital yang efisien berdasarkan energi dari frekuensi citra dengan transformasi gelombang singkat diskret atau Discrete Wavelet Transform (DWT). DWT mendekomposisikan dimensi sinyal frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Sebuah sinyal dilewatkan melalui highpass filter untuk menganalisis frekuensi tinggi dan dilewatkan melalui lowpass filter untuk menganalisis frekuensi rendah. Hasil dekomposisi citra menghasilkan energi dan disimpan sebagai database untuk me-retrieve citra uji melalui proses yang sama. Pada penelitian ini digunakan Wavelet Haar, dan dibandingkan Wavelet Daubechies 4 sebagai pendekatan baru pada setiap levelnya. Hasil retrieval kedua metode dibandingkan berdasarkan perbandingan energi citra uji dan citra database atau citra latih. Berdasarkan hasil pengujian terhadap 20 citra uji (citra query) dengan 45 citra latih (citra database) dengan jarak Euclidean, secara rata-rata Daubechies lebih akurat dibandingkan dengan Haar. Persentasi rata-rata kemiripan yang dihasilkan Daubechies adalah 0.046 %, sedangkan Haar 0.097%. Pada perhitungan nilai akurasi Precision, Recall, dan Akurasi secara rata-rata Daubechies lebih baik daripada Haar. Kata Kunci: Identifikasi, Citra Tenun, Wavelet haar, Wavelet daubechies, Jarak euclidean 1.
PENDAHULUAN Motif dan corak tenun ikat sebagai warisan budaya NTT sangat beragam dipengaruhi letak geografis kepulauan, keadaan alam, dan struktur masyarakat. Perbedaan motif-motif khas berdasarkan kepulauan seperti flora dan fauna, motif geometris sangat menarik untuk diteliti. Perbedaan yang unik dari setiap motif merupakan kata kunci untuk menyebut nama dan asal tenun ikat. Semua informasi tentang tenun jika tersimpan dalam memori manusia yang konvensional akan sangat terbatas dan tidak permanen. Perkembangan sistem retrieval citra tidak hanya berbasis teks tapi dapat berbasis content. Pada penelitian ini dilakukan pendekatan baru teknik retrieval untuk mengidentifikasi citra tenun berbasis content dan selanjutnya dirancang suatu aplikasi untuk meretrieve citra berbasis content. Sistem temu kembali citra (Image Retrieval System) untuk identifikasi citra tenun berbasis konten merupakan teknik pencocokan citra database dengan melihat isi sebenarnya berdasarkan ciri dasar gambar seperti warna, tekstur, dan bentuk. Metode temu kembali citra berbasis konten (content base) lebih baik dari sistem konvensional berbasis tex (text base) [Rusdianto dkk., 2011]. Metode identifikasi citra dengan transformasi gelombang singkat atau DWT telah dikembangkan
oleh Khan et al. (2011), menggunakan Haar dan histogram warna. Metode yang dikembangkan oleh Rusdianto, dkk. (2011), menggunakan Wavelet Haar dan klusterisasi mean shift. Sedangkan metode yang dikembangkan oleh Das et al. (2012), membandingkan antara transformasi Wavelet and Curvelet. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, akan dikembangkan sistem temu kembali citra dengan citra tenun NTT dengan menggunakan Wavelet Haar dan Wavelet Daubechies dan membandingkan akurasi kedua metode tersebut. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi citra tenun berdasarkan isi dengan metode DWT. Metode DWT digunakan karena metode ekstraksinya lebih efisien dengan menyimpan energi citra di setiap sub band. Sistem yang dikembangkan bertujuan untuk mengidentifikasi motif tenun ikat berbasis konten dengan metode Wavelet Haar dan Daubecheis 4. Pengukuran performasi digunakan ukuran kemiripan jarak euclidean seperti yang dikembangkan oleh Kusamaningrum dan Arymurthy. (2011). Pendekatan metode Daubechies digunakan filter Daub4 kemungkinan menghasilkan ekstraksi ciri yang lebih robust dan akurasi lebih baik dibandingkan dengan Wavelet Haar yang dikembangkan sebelumnya. Kontribusi dari hasil dari penelitian ini memberikan perbandingan akurasi T-157
Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012) Kupang, 13 Nopember2012
antara metode DWT Haar dan Daubechies 4 (Daub 4) dengan jarak Euclidean (Euclidean distance). 2.
METODE PENULISAN
2.1 Dasar Teori Pengolahan Citra Digital Dalam Gonzales dan Woods (2008), dijelaskan citra (image) adalah gambar pada bidang dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinyu menjadi gambar diskrit melalui proses digitasi. Citra digital (digital image) adalah sebuah citra diskrit dan telah didigitasi dalam bentuk koordinat ruang (spasial) maupun nilai intensitasnya (gray level). Citra digital dapat dinyatakan sebagai sebuah matriks, dimana baris dan kolomnya menunjukkan sebuah titik dalam citra dan nilai elemen-elemen matriksnya menunjukkan tingkat keabuan pada titik tersebut. Berdasarkan pengertian diatas, maka Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing) adalah prosedur atau pengolahan citra digital 2 dimensi yang biasanya diekspresikan dalam bentuk algoritma. Tahap-tahap Pengolahan Citra Digital dalam Gonzales dan Woods. (2008), sebagai berikut: 1. Akuisisi Citra adalah tahap untuk mendapatkan citra digital. Untuk merealisasikan dibutuhkan sensor citra dan kemampuan untuk mendigitisasi signal yang diproduksi sensor. 2. Preprocessing adalah tahap memperbaiki citra dengan cara tertentu, sehingga meningkatkan mutu citra untuk proses selanjutnya.Tahapan ini terdiri dari perbaikan citra, restorasi citra, kompresi citra. 3. Analisis citra adalah tahap untuk proses menemukan (mengekstrak), mengidentifikasi, dan memahami suatu citra atau pola yang relevan dengan tujuannya. Tahap analisis citra terdiri dari segmentasi citra, representasi dan deskripsi citra, pengenalan dan interpretasi citra. Pada penelitian ini dikembangkan metode analisis citra untuk mengidentifikasi citra berdasarkan isi konten dengan melihat isi sebenarnya berdasarkan ciri dasar gambar seperti warna,tekstur, dan bentuk. Salah satu teknik dalam pengolahan citra digital adalah analisis tekstur. Teknik ini berkaitan dengan pengolahan parameter tekstur pada citra digital. Meskipun tidak ada definisi tekstur secara matematis yang dapat diterima, dapat dikatakan tekstur merupakan pola berulang dari hubungan (distribusi) spasial dari derajat keabuan pada piksel-piksel yang bertetangga [Munir, 2004]. Pola yang dimaksud seperti bentuk, kedalaman, warna, kecerahan dan sebagainya. Tekstur dapat diamati dalam bentuk atau pola terstruktur pada permukaan suatu benda seperti kayu, kain, tanah, pasir, padang rumput, hutan, air, dan lain-lain. Tekstur alami umumnya mempunyai pola acak, sedangkan tekstur buatan seringkali berpola deterministik atau periodik.
Tenun ikat NTT merupakan warisan budaya yang memiliki sejarah pembuatan berdasarkan pola alam, flora dan fauna serta status sosial dalam masyarakat. Daerah pantai akan memiki motif dan tekstur yang berbeda dengan masyarakat pegunungan. Manusia memandang tekstur berdasarkan deskripsi yang bersifat abstrak, seperti halus, teratur, tidak teratur, berurat, berbintik, kasar, dan sebagainya. Hal ini merupakan deskripsi yang tidak tepat dan non kuantitatif, sehingga diupayakan pendekatan deskripsi suatu tekstur yang lebih kuantitatif (matematis) untuk memudahkan analisis. Dengan kata lain dilakukan pengukuran tekstur untuk memperoleh ciri suatu tekstur. 2.2 Wavelet Wavelet diartikan suatu gelombang kecil, sedang sinus dan cosinus adalah gelombang besar. Wavelet adalah salah satu fungsi yang memenuhi persyaratan matematika tertentu yang mampu melakukan dekomposisi terhadap sebuah fungsi. Wavelet dapat digunakan untuk menggambarkan sebuah model atau gambar asli berupa citra, kurva atau sebuah bidang ke dalam fungsi matematis. Wavelet telah banyak diterapkan dalam berbagai macam bidang, salah satunya adalah pengolahan citra. Transformasi wavelet merupakan sebuah fungsi konversi yang dapat membagi fungsi atau sinyal ke dalam komponen frekuensi atau skala yang berbeda dan selanjutnya dapat dipelajari setiap komponen tersebut dengan resolusi tertentu sesuai dengan skalanya [Subanar dan Hartono, 2009]. Dalam transformasi wavelet terdapat dua fungsi, yaitu fungsi skala (father wavelet) dan mother wavelet. Kedua fungsi ini menghasilkan suatu family fungsi yang dapat digunakan untuk merekonstruksi suatu sinyal[Daubechies, 1992]. Transformasi wavelet terdiri atas Transformasi Wavelet Kontinu atau Continuous Wavelet Transform (CWT) dan Transformasi Wavelet Diskret atau DWT. Perhitungan skala dan pergeseran dalam CWT dapat dilakukan secara kontinu, sedangkan DWT hanya dilakukan pada sekelompok skala tertentu [Daubechies, 1992]. 2.3 Transformasi Wavelet Diskrit Menurut Graps dalam Widiartha dkk. (2006), transformasi wavelet diskrit merupakan pentransformasian sinyal diskrit menjadi koefisienkoefisien wavelet yang diperoleh dengan menapis sinyal menggunakan dua buah tapis yang berlawanan. Kedua tapis adalah: (1) tapis penyekala atau tapis lolos rendah (Low Pass Filter) atau LPF; (2) tapis detil atau tapis lolos tinggi (High Pass Filter) atau HPF. Pada citra dua dimensi, prosedur dekomposisi level tunggal terdiri dari citra satu dimensi yang difilter pada arah mendatar kemudian diikuti oleh citra satu dimensi yang di-filter pada arah tegak yang diutilisasi dengan menggunakan filter tapis rendah T-158
Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012) Kupang, 13 Nopember2012
dan filter tapis tinggi. Proses dekomposisi transformasi wavelet untuk citra dua dimensi dapat ditunjukkan pada Gambar 1.
(2)
Keofisien filter skala dan koefisien filter wavelet yang terdapat dalam D(4) filter wavelet diperoleh dari penurunan rumus 1 dan 2 sebagai berikut :
,
(3)
Filter wavelet ditulis sebagai berikut:
Gambar 1 Transformasi Wavelet Dua Dimensi
Algoritma dekomposisi DWT membagi atau dekomposisi sebuah dimensi sinyal menjadi dua bagian, disebut bagian dengan frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Sebuah sinyal dilewatkan melalui highpass filter untuk menganalisis frekuensi tinggi (bagian detail) dan dilewatkan melalui lowpass filter untuk menganalisis frekuensi rendah (bagian smooth). Transformasi wavelet terhadap citra adalah menapis citra dengan tapis wavelet. Hasil dari penapisan ini adalah 4 sub bidang citra dari citra asal, keempat sub bidang citra ini berada dalam kawasan wavelet. Keempat sub bidang citra ini adalah pelewat rendah-pelewat rendah (LL), pelewat rendah-pelewat tinggi (LH), pelewat tinggi-pelewat rendah (HL), dan pelewat tinggi pelewat tinggi (HH). Proses ini disebut dekomposisi. Dekomposisi dapat dilanjutkan pada level berikutnya dengan citra pelewat rendah-pelewat rendah (LL) sebagai masukannya untuk mendapatkan tahap dekomposisi selanjutnya seperti terlihat pada Gambar 1.
,
(4)
2.5 Haar Wavelet Salah satu dari keluarga wavelet yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah Wavelet Haar. Wavelet Haar merupakan wavelet yang paling tua dan sederhana[Subanar dan Hartono, 2009]. Alasan menggunakan Haar Wavelet karena merupakan metode yang lebih bagus digunakan untuk merepresentasikan ciri tekstur dan bentuk. Disamping itu Haar Wavelet memerlukan waktu komputasi yang lebih kecil dari pada transformasi wavelet lainnya, ciri diperoleh dari citra yang telah melewati proses dekomposisi. yakni double untuk dapat dioperasikan. Gambar 2 ditunjukkan matriks HAAR ukuran L=8x8. Baris 1 sampai L/2 merupakan filter low pass dan baris L/2+1 sampai L adalah filter high pass. >> MatriksHaar(8) 0.7071 0.7071
0
0
0
0
0 0.7071 0.7071
0
0
0
0
0
0
0
0.7071 -0.7071
0 0.7071 0 0
0
0
0
0
0
0
0.7071
0
0
0
0 0.7071 0.7071
0
0
0
0
0
0
0 0.7071 -0.7071
0
0
0
0
0
0
0
0 0.7071 -0.7071
0
0
0
0
0
0
0
0 0.7071 -0.7071
Gambar 2 Matriks Haar Ukuran 8x8
2.4 Daubechies Wavelet Daubechies Wavelet adalah adalah salah satu keluarga wavelet orthogonal. Wavelet Daubechies disimbolkan dengan dbN dengan N adalah angka indeks dari 2 sampai 20. Pada penelitian ini digunakan Wavelet Daubechies 4 dengan notasi D(4) [Subanar dan Suhartono, 2009]. Persamaan skala atau persamaan dilatasi (pergeseran) merupakan fungsi skala φ yang mengalami kontraksi (meregang) dan pergeseran yang ditulis dalam [Subanar dan Suhartono, 2009]. sebagai berikut:
(1)
2.6 Prosedur Penelitian Pada penelitian ini, yang menjadi populasi adalah tenun ikat NTT. Sampel yang diambil menjadi citra latih adalah citra dari berbagai daerah di NTT dengan motif berbeda-beda berjumlah 35. Tahapan penelitian selanjutnya adalah pengembangan sistem yang terdiri dari 2 tahapan, yakni tahap pertama adalah ekstraksi citra latih yang disimpan sebagai citra data base. Tahap selanjutnya adalah identifikasi citra query, yaitu melakukan perbandingan dalam nilai batas tertentu. Langkahlangkah proses ekstraksi citra latih ditunjukkan pada flowchart Gambar 3.
Sedangkan fungsi wavelet Ψ didefinisikan dengan
T-159
Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012) Kupang, 13 Nopember2012
c)
Mulai Input citra latih dan resize 2^n
Algoritma Sebagai contoh dekomposisi citra menggunakan Haar Wavelet sampai level tertentu diringkas dalam algoritma sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Baca matriks Haar Baca file gambar ukuran L= 2^n Baca dan simpan variabel level Lakukan proses rekursif sampai level tertentu dengan mengoperasikan matriks Haar dengan Citra. 5. Lakukan operasi transpose dan perkalian untuk dekomposisi 6. lanjutkan ke level dekomposisi berikutnya 7. Proses terminasi sampai Level yang didefinisikan pada variabel input
Konversi citra ke skala Keabuan (grayscale) Output citra grayscale Input jenis wavelet dan level ke-n Ya
Apakah Pilih Haar ?
Tidak
Ekstraksi citra dengan Metode Daub4 Level n
Ekstraksi citra dengan Metode Haar Level n Output citra hasil ekstraksi
d) Hasil Dekomposisi Ciri-ciri citra hasil dekomposisi dengan wavelet dapat diperoleh dengan menghitung energi yang terkandung pada setiap subband. Pada setiap level, suatu citra terbagi menjadi 4 subband. Pada Gambar 1 merupakan dekomposisi 3 level sehingga terdapat 12 subband. Energi setiap subband dihitung dengan perumusan berikut: "
! # #$ %"
Simpan sebagai citra latih dalam database
Selesai
Gambar 3 Diagram Alir Ekstraksi Citra Latih
$ (" !& '
(5)
Hasil dekomposisi Gambar 4 dan Gambar 5 adalah hasil ekstraksi level 1 dan level 2 dengan Wavelet Daub4. Sedangkan Gambar 6 adalah hasil ekstraksi dengan Wavelet Haar.
Rincian penjelasan proses ekstraksi citra latih diuraikan sebagai berikut: a) Proses awal (Preprocessing) Proses awal yang dilakukan adalah akuisisi citra dimulai dari digitalisasi citra inputan, cropping citra dengan ukuran 2n dengan n adalah ukuran pixel. Selanjutnya citra awal RGB dikonversi ke format grayscale 8 bit. b) Ekstraksi ciri dengan transformasi wavelet diskret Tahap ini adalah pemilihan jenis DWT yang digunakan baik Haar Wavelet atau Daubechies4 dengan dalam 2 level, yakni level 1 dan 2. Pada prinsipnya algoritma dekomposisi DWT membagi atau dekomposisi sebuah dimensi sinyal menjadi dua bagian, disebut bagian dengan frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Sebuah sinyal dilewatkan melalui high pass filter untuk menganalisis frekuensi tinggi (bagian detail) dan dilewatkan melalui low pass filter untuk menganalisis frekuensi rendah (bagian smooth). Algoritma dekomposisi DWT bekerja secara rekursif, dengan mengoperasikan dua buah matriks, yaitu matriks wavelet dan sebuah image berukuran tertentu. Matriks Image dan matriks wavelet akan dibaca dan disimpan ke variabel tertentu yang akan dikonversi dalam format yang sama.
Gambar 4 Hasil Ekstraksi dengan Daub4 Level 1
Gambar 5 Hasil Ekstraksi dengan Daub4 Level 2
T-160
Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012) Kupang, 13 Nopember2012
Gambar 6 Hasil Ekstraksi dengan Haar Level 1
Selanjutnya adalah proses identifikasi citra query dengan melakukan proses perbandingan (compare) antara citra query dengan citra database. Pada prinsipnya langkah-langkah sampai dengan hasil ekstraksi sama dengan Flowchart Gambar 3. Perbedaan terlihat pada proses perbandingan dan langkah penentuan kemiripan citra dan pengujian yang ditunjukkan dengan flowchart Gambar 7. Kedua tahapan diuraikan sebagai berikut: a. Kriteria penentuan kemiripan citra Kriteria penentuan kemiripan citra dengan metode Jarak Euclidean. Jarak Eucidean dalam Kusumaningrum dan Arymurthy (2011), merupakan metode statistika yang digunakan untuk mencari data antara parameter data baru atau data uji dengan parameter data referensi atau basis-data. Pada kasus ini akan dihitung rentang jarak nilai energi pada setiap sub band citra uji dengan energi citra latih. Perumusan jarak euclidean sebagai berikut: )*+ / - ,- ,.-
(6) dimana : EDi = jarak terhadap tekstur i yang terkecil pada basis-data = energi dari subband yang diidentifikasi Xj X’j = energi dari subband yang terdapat pada citra database b. Pengujian Tahap terakhir adalah melakukan pengujian. Pengujian dilakukan dengan membandingkan jarak euclidean citra uji dengan dengan citra latih. Nilai jarak terkecil menunjukkan kemiripan antara citra uji dengan citra latih. Nilai energi yang terkecil dibandingkan dengan suatu nilai ambang (threshold). Jika lebih kecil dari nilai ambang maka citra uji dapat diidentifikasikan. Jika lebih besar menunjukkan tingkat kesalahan yang besar, sehingga dapat diuji lagi dengan citra lain.
Gambar 7 Diagram Alir Identifikasi Citra
3.
HASIL DAN DISKUSI Sistem identifikasi citra tenun diimplementasikan dengan Program MatLab 7.6.0(R2008a) berbasis GUI. Pengujian dilakukan terhadap 20 citra tenun dengan motif berbeda dari berbagai daerah, dengan ukuran128x128 pixel dan ukuran kuantisasi 24 bit. Pola tenun (tenun pattern) yang disimpan dalam database sejumlah 40 motif sebagai citra latih. Sampel pola tenun seperti ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 8 Motif Flores (a) demonpaji; (b) sikka;(c) lawo;(d) ngada-lawo;( d) todo
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 9. Motif Timor-Rote-Sumba (a) buna;(b)lambi;(c) taukmandu; (d) lave;(e) sumba
Skenario uji coba yang dilakukan adalah menggunakan 20 sebagai citra query dan dibandingkan dengan 15 motif citra latih dalam database. Setiap pola terdiri dari 3 motif sehingga T-161
Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012) Kupang, 13 Nopember2012
total citra latih dalam database adalah 45 pada setiap jenis wavelet dan setiap level. Setiap citra uji (query image) diujikan menggunakan metode Haar Wavelet dan selanjutnya dibandingkan metode Daubechies4 untuk setiap level. Tabel 1 Persentasi Perbandingan Daub4 dan Haar level 1 NO
Motif Citra Uji
Daub4
Haar
level 2 Daub 4 Haar
1
endelawo
99.994
99.948
99.995
99.994
2
demonpaji
99.913
99.913
99.898
99.900
3
kwatekiwan
99.556
99.459
99.51
99.486
4
sikka
94.907
94.680
94.731
94.446
5
kwoitlolon
97.678
97.658
97.427
97.403
6
lepanbata
99.723
99.711
99.688
99.686
7
todo
98.075
98.130
97.904
97.905
8
ngadalawo
99.703
99.704
99.697
99.691
9
taukmandu
99.519
99.482
99.505
99.48
10
buna
99.472
99.448
99.450
99.402
11
songket
93.903
93.615
93.159
92.720
12
lambi
99.916
99.913
99.895
99.101
13
mowak
98.619
98.580
98.501
98.443
14
mengeer
97.283
97.261
97.110
97.008
15
rote
99.225
99.216
99.223
99.191
16
endelio
98.078
97.967
97.632
97.523
17
sima
99.555
99.549
99.465
99.463
18
lave
99.171
99.156
99.115
99.108
19
kemumu
99.479
99.470
99.441
99.447
20
sumba
98.368
98.349
98.158
98.161
rata-rata
98.607
98.561
98.475
98.378
Hasil perbandingan antara energy citra uji dan citra latih dihitung dengan dengan metode jarak euclidean seperti persamaan 6. Selanjutnya dihitung rata-rata kemiripan dari setiap energi, lalu dihitung persentasi kemiripan setiap jenis wavelet, yakni Daub4 dan Haar pada setiap level. Persentasi kemiripan setiap citra query dihitung rata-rata seperti terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 filter Daub4 memiliki persentasi rata-rata yang lebih baik dibandingkan dengan filter Haar dengan selisih pada level 1 adalah 0.0465 dan selisih level 2 adalah 0.0973. Uji Coba selanjutnya adalah dihitung ukuran performasi dengan menggunakan parameter precision, recall dan accuracy seperti dilakukan oleh Das et al. (2012). Berdasarkan Das et al. (2012), Precision (P) didefinisikan sebagai rasio atau perbandingan antara jumlah citra uji yang relevan dengan total citra yang diujikan (retrieved). Nilai Recall (R) didefinisikan sebagai rasio atau perbandingan jumlah citra retrieved yang relevan
dengan jumlah total citra yang relevan dalam semua data base latih. Ukuran performansi dan efisiensi adalah penjumlahan antara P dan R. Perumusan ditunjukkan sebagai berikut: Precision (P) = Total number of retrieved relevant images Total number of retrieved images Recall(R) = Total number of retrieved relevant images Total number of relevant images in the database 01123415
6789+:+;<89=
(7)
(8)
(9)
Berdasarkan hasil pengujian terhadap 20 citra uji terhadap 45 citra database dengan jarak euclidean didapat nilai rata-rata P,R, dan accuracy sesuai persamaan 7,8, dan 9 seperti pada Tabel 2. Berdasarkan hasil pada Tabel 2 terlihat bahwa pengujian pada jenis wavelet yang sama untuk level yang berbeda tidak berpengaruh terhadap nilai P dan R. Sedangkan secara rata-rata nilai P, dan R Wavelet Daub4 lebih baik dibandingkan dengan Wavelet Haar. Nilai Recall tidak mencapai 50% dikarenakan perbandingan citra uji terhadap citra dalam data base masih dibawah 50% yakni 44%. Tabel 2 Hasil Perhitungan Akurasi Level 1
Level 2
Ukuran
Daub4
Haar
Daub4
Haar
Precision
80.00
75.00
80.00
75.00
Recall
35.56
33.33
35.56
33.33
Accuracy
57.78
54.17
57.78
54.17
4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sistem temu kembali untuk identifikasi citra tenun dapat diterapkan dengan menggunakan metode Wavelet Haar dan Daubechies4. 2. Metode Wavelet Daubechies4 secara rata-rata menghasilkan persentasi kemiripan lebih baik dibandingkan dengan Wavelet Haar. Rata-rata Daub4 adalah 0.046%, sedangkan Haar 0,097% 3. Perbedaan level pada setiap jenis Wavelet berpengaruh terhadap nilai kemiripan. Selisih relatif antara Daub4 dan Haar pada level 1 adalah 0,047% sedangkan pada level 2 adalah 0,098%. 4. Hasil perhitungan Precision, Recall, dan akurasi secara rata-rata Wavelet Daub4 lebih baik dari pada Wavelet Haar. Sedangkan peningkatan level untuk jenis Wavelet yang sama tidak berpengaruh pada nilai Precision, Recall, dan Akurasi.
T-162
Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012) Kupang, 13 Nopember2012
4.2 Saran Sebagai saran untuk penelitian selanjutnya, adalah dapat dikembangkan metode segmentasi dan klusterisasi yang berhubungan dengan histogram dan dikombinasikan dengan Wavelet Daubechies leveling untuk meningkatkan akurasi perhitungan. Penggunaan metode perhitungan kemiripan lain seperti, Canberra distance menjadi perbandingan selain jarak Euclidean. 5.
PENGHARGAAN DAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu dalam penelitian ini : 1. Mahasiswa yang telah melaksanakan tugas akhir antara lain: Rosa Paula De Ornay, Dorce Dethan, Maria Yasinta Jelita yang telah memberikan data-data tentang motif tenun ikat dari Flores, Manggarai, dan Rote. 2. Teman-teman dosen Teknik Informatika yang telah meluangkan waktu untuk diskusi dan memberikan saran. 3. Semua Pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu disampaikan ucapan terima kasih.
Gonzales,R.C dan Woods,R.W., Digital Image Processing, Third Edition, Prentice Hall,Pearson Education Inc, New Jersey, USA,2008 Khan, W., Kumar, S., Gupta.,N.,Khan, N., Signature Based Approach For Image Retrieval Using Color Histogram And Wavelet Transform, International Journal of Soft Computing and Engineering (IJSCE),2011, 1,1,43-46 Kusumaningrum, R and Arymurtyhy,A.M., Color and Texture Feature for Remote Sensing – Image Retrieval System: A Comparative Study, IJCSI International Journal of Computer Science Issues,2011,8,5:125-135 Munir, R., Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik, Informatika, Bandung ,2004 Rusdianto, D., Suciati, N., Yuniarti, A , Sistem Temu Kembali Citra Berbasis Isi dengan Fitur Wavelet dan Klasterisasi Mean Shift, Jurnal Teknik Informatika, 2011,2,1
DAFTAR PUSTAKA
Subanar dan Suhartono, Wavelet Neural Networks untuk Peramalan Data Time Series Finansial, Laporan Peneltian Dasar Perguruan Tinggi, FMIPA, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,2009
Das, Suchismita., Garg, Shruti., Sahoo, G., Comparison of Content Based Image Retrieval Systems Using Wavelet and Curvelet Transform, The International Journal of Multimedia & Its Applications (IJMA), 2012,4,4,137154.
Widiartha,I.B.K dan Wijaya,I.G.P.S., Pencarian Citra Menggunakan Metode Transformasi Wavelet dan Metrika Histogram Terurut, Jurnal Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri – Universitas Kristen Petra, 2006,6,1 ,46-53
Daubechies, Ingrid., Ten lectures on wavelets, Rutgers University and AT&T Bell Laboratories, Society For Industrial And Applied Mathematics, Philadelphia, Pennsylvania, 1992.
T-163