SISTEM PERBENIHAN KEDELAI MELALUI SISTEM JABALSIM DI SENTRA PRODUKSI KEDELAI JAWA TENGAH SOYBEAN SEED SYSTEM THROUGH JABALSIM (SEED NETWORK BETWEEN FIELD AND SEASON) IN PRODUCTION CENTER IN CENTRAL JAVA Eny Hari Widowati¹, Alfina Handayani¹, Imam Sutrisno² ¹)Balitbang Provinsi Jateng, ²) Balitkabi Email:
[email protected] ABSTRACT Soybean is the third important food crop after rice and maize. Every year, the more number of populations in Central Java, the more soybean consumption. However, the supply of soybean is not fulfill the needs because the soybean productivity is still low. Low soybean productivity is affected by the unqualified seed.The research was conducted by quantitative descriptive approach for 3 months in Grobogan and Wonogiri Regency. The respondents are farmers, traders and airy companion. The research results showed that the soybeans cropping pattern in Grobogan and Wonogiri held in rainfed on the first and second rainy season from October to March. In the first and second drought season in June to September, soybean is planted in the paddy field. The soybean seed needs were 40 kg/ha in Grobogan and 70 kg/ha in Wonogiri. In a year, soybean seed needs were 2.76114 million pounds. The most crucial seed needs in May, September and October amounted to 1,706,139 kg. Soybean seed system was obtained by storage in the form of dry stover to process from consumption soybean product by sorting in Wonogiri, also to process the cultivated soybean production that using labeled seeds in Grobogan.Recommendation: Local agricultural agencies should be facilitated seed lebelled for supply of seeds that is coached by Bakorluh. Keyword: seed, (Seed network between field and season), production center.
PENDAHULUAN Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai di Indonesia terus meningkat seiring dengan perkembangan industri pangan dan pertumbuhan jumlah penduduk. Kedelai merupakan komoditas strategis yang eksistensinya sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan bahan pangan setelah beras disamping sebagai bahan pakan dan industri olahan. Kedelai digunakan bahan olahan potensial sangat beragam antara lain sebagai bahan baku industri seperti pembuatan tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai maupun sebagai
bahan pakan ternak dan lain sebagainya. Kandungan gizi yang terdapat pada kedelai bermanfaat bagi kesehatan manusia karena setiap 100 gram kedelai kering mengandung 34,90 gram protein, 331,00 kalori; 18,10 gram lemak serta mineral dan vitamin lainnya (http://deptan.agribisnis). Saat ini kebutuhan kedelai lebih banyak dipenuhi melalui impor. orientasi pemerintah terhadap impor kedelai merupakan suatu bentuk ketidakmandirian. Menurut Harefa (2013), ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor dikarenakan kedelai lokal yang tidak dapat mencukupi kebutuhan kedelai nasional sementara permintaaan kedelai dalam
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014
117
negeri sangat tinggi dan meningkat setiap tahunnya, kemudahan kedelai impor masuk ke pasar Indonesia sehingga harganya lebih kompetitif, sementara kebutuhan kedelai lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kedelai impor mendominasi pasar Indonesia, maka yang terjadi penekanan produksi kedelai lokal. Salah satu aspek yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi adalah faktor benih. Benih merupakan faktor input produksi yang harus tersedia pada waktu yang tepat, berkualitas dengan jumlah yang cukup. Tetapi kondisi ini belum dapat terpenuhi karena benih kedelai peka sekali terhadap periode penyimpanan sehingga hal ini menyebabkan kebutuhan benih bermutu belum bisa terpenuhi. Ketidakmampuan menyediakan benih kedelai berkualitas disebabkan permasalahan yang dibedakan menjadi dua aspek, yaitu aspek penyerapan oleh petani dan aspek pengadaan dan penyaluran oleh institusi perbenihan (lembaga penelitian, dinas terkait, BUMN, KUD, swasta, BPSB). Penyediaan benih kedelai di Jawa Tengah pada umumnya menggunakan sistem jabalsim dengan menggunakan benih lokal tetapi sistem yang digunakan ini masih belum bisa memenuhi kebutuhan benih baik kuantitas maupun kualitasnya pada musim tanam. Disatu sisi varietas unggul kedelai telah dirilis oleh Balitkabi sejumlah 73 yang memiliki berbagai keunggulan, antara lain: daya hasil tinggi, umur genjah, tahan terhadap penyakit serta kemampuan adaptasi berbagai lingkungan. Sistem produksi varietas unggul pada umumnya dilakukan dengan menggunakan sistem formal tetapi sistem ini belum bisa berkembang hal ini tentu berkaitan dengan tingkat adopsi petani terhadap varietas unggul baru dan sistem perbenihan yang masih tergolong lemah. Jawa Tengah memiliki potensi untuk mengembangkan perbenihan kedelai 118
dengan sistem jabalsim karena terdapat penangkar formal milik pemerintah yaitu Balai Benih dan swasta serta penangkarpenangkar ditingkat kelompok. Peran penangkar tersebut perlu lebih dioptimalkan untuk menghasilkan produksi benih yang memenuhi 6 tepat yaitu: varietas, mutu, jumlah, harga, waktu dan tempat. Tujuan: Menganalisa sistem perbenihan melalui sistem produksi jabalsim. METODE PENELITIAN Penelitian bersifat deskriptif analitis, yang menurut Whitney adalah pencarian fakta dengan intepretasi yang tepat dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubunganhubungan antar fenomena yang diselidiki (Natzir, 1988). Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Grobogan dan Wonogiri dengan metode purposive sampling, yakni pengambilan yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan tertentu. Kabupaten Wonogiri dan Grobogan merupakan sentra produksi terbesar. Penelitian dilaksanakan selama empat (4) bulan dari bulan Juni sampai dengan September 2013. Metode pengambilan sampel dilaksanakan dimasing-masing kecamatan sentra produksi kedelai dan sentra produksi benih, Pemilihan responden meliputi: 1) Petani; 2) Pedagang benih; 3) Penangkar benih; 4) Petugas BPSB Kabupaten; 5) Petugas Kebun Benih Palawija; 6) Petugas Dinas Pertanian Provinsi; 7) Petugas Dinas Pertanian Kabupaten; 8) Penyuluhan Pertanian Lapangan; 9) PT Shangyangsri; 10) PT Pertani. Dengan memperhatikan keragaman dan sumberdaya yang ada. Teknik Pengumpulan Data dilakukan dengan Survey, yaitu penelitian yang memanfaatkan informasi dan data primer yang diperoleh secara langsung dari
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014
subyek yang diteliti melalui wawancara dengan menggunakan pertanyaanpertanyaan yang terstruktur dalam kuesioner serta Indepth interview dengan responden kunci, yang terdiri atas Dinas Pertanian Kabupaten. Untuk menganalisa Sistem jabalsim digunakan analisa deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder yang meliputi waktu tanam, realisasi luas tanam, luas panen, kebutuhan benih, ketersediaan benih, prosesing perbenihan dan alur pemasaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Di Lokasi Penelitian Berdasarkan hasil analisa data diketahui rata-rata umur petani kedelai berada pada usia produktif. Menurut Van den ban dan Hakwiks (1999), Usia tenaga kerja yang produktif berumur 16-64 tahun. Usia produktif sangat berpengaruh terhadap kinerja seseorang terutama dilihat dari faktor fisik dan kematangan dalam berpikir karena hal ini akan berpengaruh pada pengembangan inovasi dalam melakukan usahatani khususnya untuk menangkarkan benih, hal ini terlihat di kelompok tani Kabupaten Grobogan memiliki kemauan yang kuat untuk melakukan penangkaran kedelai. Pada
umur muda fisik masih kuat dan bisa melakukan banyak pekerjaan. Seperti dikutip dari BPS Indonesia (2013) Penduduk muda berusia dibawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai penduduk yang belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung pada orang tua atau orang lain yang menanggungnya. Pengalaman usahatani kedelai ratarata lebih dari 20 tahun. Semakin lama pengalaman berusahatani akan berpengaruh pada ketrampilan petani dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Penelitian yang dilakukan oleh Darmasetiawan dan Wicaksono (2012) menunjukkan bahwa faktor internal antara lain pengalaman usahatani ternyata berpengaruh nyata terhadap peningkatan mutu tembakau. Namun demikian lamanya pengalaman berusahatani seringkali menjadikan petani beranggapan apa yang dilakukan sudah tepat dan hanya berpegang pada cara-cara lama dalam melakukan budidaya yang berakibat pada kurangnya keinginan untuk melakukan inovasi, hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isyanto (2012) yang menunjukkan bahwa pengalaman usahatani ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi di Kabupaten Ciamis.
Tabel 1. Karakteristik Petani di Lokasi Penelitian Lokasi
Rerata Umur (tahun) Pengalaman usahatani (tahun) Pendidikan Tanggungan keluarga
Wonogiri 56 25 SMA
Grobogan 47 22 SD
3
3
Sumber : Data diolah 2013
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014
119
Tingkat pendidikan petani di Kabupaten Grobogan terbesar adalah SD, untuk Kabupaten Wonogiri sebagian besar berpendidikan SMA. Hal ini sejalan dengan kondisi tingkat pendidikan masyarakat Jawa Tengah secara umum 58 persennya masih memiliki tingkat pendidikan SD. Tingkat pendidikan berpengaruh pada tingkat penerimaan petani terhadap teknologi, perubahan lingkungan dan faktor-faktor eksternal yang berpengaruh dalam usahataninya sehingga akan berdampak pada produktivitas usahatani, meskipun tidak selamanya demikian seperti penelitian yang dilakukan oleh Pohan (2008) yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ternyata tidak pengaruh terhadap tingkat pendapatan petani wortel di Desa Gajah Kecamatan Simpang Kabupaten Karo. Sementara pada tiap-tiap keluarga rata-rata masih memiliki tanggungan keluarga antara 3-4 orang. Sistem Perbenihan Jabalsim 1. Pola Tanam dan Kebutuhan Benih Kedelai a. Kabupaten Wonogiri Penanaman kedelai dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu pada Musim Hujan I (MH I) dan MH II dilahan sawah pada bulan Oktober sampai Maret dan Musim Kemarau I (MK I) dan MK II di lahan sawah dan tegal pada bulan Juni sampai September. Penanaman kedelai pada MH I dan MH II di lahan sawah dengan luasan selama 3 tahun(20102012) sebesar 81.227 ha yang tersebar di semua kecamatan. Musim tanam di MH I dan MH II
120
penanaman terbesar terdapat di bulan Oktober, Desember, Pebruari dan Maret berturut-turut sebesar 35.591 ha, 10.680 ha, 17.450 ha dan 15.702 ha. Sementara itu, penanaman kedelai di MK I dan MK II dilahan sawah sebesar 70.986 ha tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten Wonogiri. Penanaman kedelai pada MK I dan II terbesar di bulan Mei, Juni dan Juli dengan luas tanam berturut-turut 34.826 ha, 10.381 dan 17.959 ha (Tabel 2) Realisasi luas tanam kedelai tentunya berpengaruh pada penyediaan benih kedelai. Penyediaan benih yang paling krusial terjadi di bulan Mei dan Oktober dengan kebutuhan benih 40 kg/ha maka jumlah benih satu tahun sebesar 1.086.600 kg, untuk kebutuhan benih pada bulan Mei dan Oktober sebesar 503.493,33 kg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.8. Pada Gambar 1. dapat diketahui bahwa kebutuhan benih sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 setiap tahun mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan karena berkurangnya luas tanam kedelai kondisi ini terjadi karena tidak adanya jaminan kepastian harga. Sejak kran impor dibuka bebas, kedelai impor dengan harga lebih murah membanjiri pasaran sehingga pengrajin tahu tempe lebih memilih kedelai import akibatnya petani menjadi tidak tertarik untuk menanam kedelai.
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014
Tabel 2. Rata-rata Luas Tanam Kedelai di Kabupaten Wonogiri Tahun 2010-2012 Tahun
1 873 30 162 6 19 15 -
Pracimantoro Paranggupito Giritontro Giriwoyo Batuwarno Karangtengah Tirtomoyo Nguntoronadi Baturetno Eromoko Wuryantoro Manyaran Selogiri Wonogiri Ngadirojo Sidoharjo Jatiroto Kismantoro Purwantoro Bulukerto Slogohimo Jatisrono Jatipurno Girimarto Puh Pelem
2 9,897 53 1,210 1,326 1,431 131 221 6 59 11 477 1,685 74 15 26 348 433 47 -
3 8,469 62 685 2,705 940 521 86 23 23 433 798 198 118 4 146 334 59 59 39 -
Realisasi Tanam dalam Bulan(ha) 5 6 7 8 9 19,539 5,280 9,189 3,571 183 115 1,925 8 4,031 120 181 413 2,371 624 561 132 726 8 271 149 307 1,132 469 1,090 54 480 342 51 317 1,234 588 467 54 620 167 1,275 727 680 1,883 192 1,204 195 232 61 43 4 100 89 63 15 19 664 25 191 77 802 144 46 11 713 360 479 264 553 52 1,073 594 8 5 55 59 50 47 345 39 10 35 105 22 15 23 -
4 300 74 25 73 17 3 31 46 -
10 18,223 8 714 1,317 428 2,691 873 1,822 841 1,407 1,396 336 252 708 1,023 57 1,103 1,727 60 50 345 10 140 60
11 444 55 194 6 -
12 5,527 37 520 34 1,227 100 693 941 1,142 264 28 128 5 34 -
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri, 2013
Jumlah Benih
Kebutuhan Benih 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 -
2010 2011 2012
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Gambar 1. Kebutuhan Benih Kedelai di Kabupaten Wonogiri 2010-2012.
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014
121
Gubug. Dari penanaman di MH I dan MH II penanaman terbesar di bulan Oktober sebesar 38.884 ha. Penanaman kedelai di MK I dan MK II dengan sebesar 17.067 ha tersebar di Kecamatan Kedungjati, Karangrayung, Penawangan, Toroh, Pulokulon, Kradenan, Ngaringan, Wirosari, Tawangharjo dan Purwodadi. Dari penanaman di MK I dan II yang terbesar di bulan September sebesar 12.658 ha (Tabel 3)
b. Kabupaten Grobogan Budidaya kedelai dilakukan pada lahan sawah dan lahan kering (tegalan). Pada lahan sawah MH I dan MH II yaitu bulan Oktober sampai Maret. Pada MK I dan MK II lahan sawah ditanami tanaman jagung dan kedelai. Penanaman kedelai dilakukan pada MH I dan MH II dengan luasan (2010-2012) sebesar 71.766 ha, sehingga rata-rata per tahun luasan tanam sebesar 23.922 ha yang tersebar di 16 kecamatan kecuali Kecamatan Grobogan, Godong,
Tabel 3. Rata-rata Luas Tanam Kedelai di Kabupaten Grobogan 2010-2012 Realisasi Tanam Dalam Bulan(ha) Kecamatan
2
3
4
64 1,144 62 559 16
126 404 2 340 20
338 26 4 17 23
Pulokulon
127
71
174
Kradenan Gabus
-
355 516
29 36
72 1,5 25 39 -
Ngaringan
110
26
7
Wirosari
889
102
1,334
Kedungjati Karangrayung Penawangan Toroh Geyer
Tawangharjo Grobogan Purwodadi Brati Klambu Godong Gubug Tegowanu Tanggungharjo
1
5
6
7
8
9
10
11
12 15 -
-
13 689 -
2 -
-
1,450 3,105 19
2,761 24 6,277 2,375
858
-
-
-
4,001
9,045
-
-
-
-
2,361 -
5,125 7,441
11 4,00 9 -
95
412
117
-
-
-
615
-
-
6
-
5
-
-
674
1,659
691
-
20
-
-
-
-
-
-
75
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
81
60
87
35
504
35
-
2
1,045
1,812
730 511
8 280
15 -
-
-
-
-
-
3 -
929 746
1,61 6 3 254
23 0 27 1 -
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, 2013 Rata-rata kebutuhan benih per ha sebesar 70 kg, sehingga kebutuhan benih selama satu tahun sebesar 1.674.540 kg yang terbagi pada MH I dan MH II sebesar 1.276.310 kg dan MK I dan MK II sebesar 398.230 kg.
122
Kebutuhan benih terbesar pada MH I dan MH II pada bulan Oktober sebesar 907.293 kg. Untuk MK I dan MK II kebutuhan benih terbesar pada bulan September sebesar 295.353 kg.
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014
Kebutuhan benih selama tiga tahun menunjukkan bahwa kebutuhan benih yang paling krusial pada September dan Oktober. Kebutuhan pada bulan Januari sampai juni dari tahun 2010-2012 mengalami penurunan tetapai pada
bulan September dan Oktober selama tiga tahun mengalami kenaikan, kondisi ini menunjukkan bahwa kebutuhan benih yang meningkat dipengaruhi oleh kondisi curah hujan (Gambar 2)
1,500,000 1,000,000 500,000 1
2
3
4
2010
5
6 2011
7
8
9
10 11 12
2012
Gambar 2. Kebutuhan Benih di Kabupaten Grobogan Tahun 2010-2012 Produksi kedelai rata-rata pertahun sebesar 51.779 ton. Produksi tersebut akan digunakan untuk penggunaan benih dan konsumsi. Prosesing penggunaan benih jabalsim diperoleh dari grading dan sortasi. Jumlah benih yang diperoleh biasanya 50%. Jumlah benih kecamatan yang menghasilkan benih paling kecil adalah Kecamatan Klambu.
2. Sistem Perbenihan dengan Jabalsim Penyediaan benih jabalsim dengan membeli melibatkan berbagai kelembagaan antara lain: a) Pedagang pengumpul, b) Kelompok tani, c) Pedagang pengecer, d) Produsen/ Penangkar. Penyaluran benih dengan sistem jabalsim yang terjadi dilokasi penelitian selama ini terdapat 6 saluran, diantaranya sebagai berikut:
Saluran 1: Kelompok tani
Produsen/Penangkar benih
Pedagang Pengumpul Desa
Pedagang Besar Luar Kabupaten
Petani
Saluran 2: Kelompok tani
Produsen/Penang kar benih
Pedagang Pengumpul Desa
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014
Petani
123
Saluran 3: Kelompok tani
Produsen/Penang kar benih
Kelompok tani
Produsen/Penang kar benih
Pedagang Pengecer pasar
Petani
Saluran 4 Kelompok tani
Petani
Saluran 5 Pedagang pengumpul
Petani
Produsen/Penang kar Benih
Pedagang pengumpul
Petani
Saluran 6: Petani
Pedagang Pengecer pasar
Petani
Gambar 3. Saluran pemasaran a. Kabupaten Wonogiri Benih kedelai diperoleh dari membeli dan menyimpan. Penyimpanan dilakukan dengan cara menyimpan biji kedelai dalam bentuk brangkasan kering yang dimasukkan dalam plastik kresek serta digantung dan disimpan dalam suhu ruang. Benih akan mampu bertahan selama 6 bulan dan memiliki daya tumbuh 95%. Pada MH I dan MH II lahan sawah ditanami padi, sementara galengan ditanami kedelai yang hasilnya akan digunakan sebagai benih. Proses untuk menghasilkan benih: memilih tanaman yang memiliki keunggulan dalam pertumbuhan vegetative, penjemuran dilakukan selama 7 hari, perontokan dengan menggunakan kayu. Pola saluran 6, terdiri dari petani dan pedagang pengecer pasar. Petani melakukan budidya untuk konsumsi. Produk dijual ke Pedagang pengecer pasar. Pedagang melakukan pengelompokkan tanpa sortasi dan grading. Apabila produk biji utuh, kering dan besar sesuai varietasnya maka akan 124
digunakan benih. Produk yang dikelompokkan menjadi benih selanjutnya dijual kepetani dalam bentuk curah. Penanaman kedelai pada MH I di seluruh Kecamatan, penanaman dilakukan dilahan sawah tadah hujan dengan pola tanam monokultur sedangkan kalau dilahan sawah irigasi dengan pola tanam tumpangsari. Produksi kedelai pada MH I dijual kepedagang pengecer dipasar dan dijual lagi untuk benih dan konsumsi tanpa prosesing untuk ditanam pada MH II diseluruh kecamatan kecuali Kecamatan Puhpelem, Bulukerto, Girimarto. Produksi pada MH II ditanam untuk MK I di seluruh Kecamatan kecuali Kecamatan Bulukerto dan Girimarto. Produk dari MK I akan digunakan sebagai benih pada MK II dan ditanam diseluruh Kecamatan kecuali Kecamatan Paranggupito. Produk MK II akan digunakan untuk benih di MH I dan juga dikirim ke Surakarta serta Pacitan.
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014
Petani Seluruh Kecamatan
MH I Benih Jabal/ Simpanan
Pedagang Pengecer Pasar
Petani Seluruh Kecamatan Kabupaten Kecuali Parangupito
Surakarta Pacitan
Petani Seluruh Kecamatan Kecuali Bulukerto,Girimarto, Puhpelem
MH II Benih Jabal/ Simpanan
Petani Seluruh Kecamatan Kecuali Bulukerto,Girimarto,
MK I Benih Jabal/ Simpanan
MK II Benih Jabal/ Simpanan
Gambar 4. Skema Saluran Penyediaan Benih Kedelai di Kabupaten Wonogiri b. Kabupaten Grobogan Penyediaan benih kedelai di Kabupaten Grobogan meliputi saluran distribusi benih 1, 2, 3 dan 4. Pada saluran 1 Kelompok tani berperan melakukan pengembangan usahatani untuk menghasilkan benih bermutu yang diperbanyak dengan teknologi perbenihan walaupun produksi benih yang dihasilkan tidak disertifikasi. Benih ini dibeli oleh penangkar/ produsen untuk diprosesing. Proses pengolahan yang dilakukan tergantung dari harga benih yang diinginkan petani, semakin tinggi harga maka kualitas benih akan semakin baik. Pengolahan yang dilakukan meliputi sortasi ukuran benih sesuai varietasnya sehingga benih seragam besarnya, dibersihan dari kotoran dan benih cacat, dikemas dengan ukuran 25 kg dan dikirim kepedagang besar luar kabupaten. Selanjutnya pedagang besar luar kabupaten akan menyalurkan pada
pedagang pengumpul desa dan disalurkan kepetani. Dari hasil wawancara di Kabupaten Grobogan diketahui bahwa penyediaan benih di Kecamatan Toroh Desa Sugihan diperoleh dari kelompok tani dengan varietas Grobogan. Kelompok tani memperoleh benih dari Produsen/ Penangkar (UD Sudjinah) Kabupaten Grobogan. Penyediaan benih di Kecamatan Pulokulon Desa Panunggalan memperoleh benih dari kelompok tani Kabul Lestari dengan varietas Grobogan dan kelompok tani memperoleh benih dari membeli ke kelompok tani kabupaten lain (Pati/ Blora) yang menjadi binaanyan serta mmbeli di Balitkabi dengan kelas BS. Saluran distribusi benih 2, Benih bermutu dihasilkan oleh lelompok tani yang menjadi mitra UD Sudjinah akan dibeli oleh UD Sudjinah untuk dilakukan proses pengolahan. Benih
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014
125
dibeli oleh pedagang pengumpul desa dan disalurkan kepetani. Saluran distribusi benih 3, terdiri dari kelompok tani, Penangkar benih atau produsen, petani. Produksi hasil Kelompok tani dibeli oleh penangkar/ produsen untuk dilakukan proses pengolahan. Selanjutnya benih diambil oleh kelompok tani dan disalurkan ke petani.
Produsen/Penangkar Benih FS
126
Saluran distribusi benih 4, terdiri dari kelompok tani, Penangkar benih atau produsen, Pedagang Pengecer di Pasar. Produksi hasil Kelompok tani dibeli oleh penangkar/produsen untuk dilakukan proses pengolahan. Selanjutnya benih diambil oleh pedagang pengecer di pasar Kabupaten Grobogan dan disalurkan ke petani.
Kel Tani Mitra Grobogan
MH I dan MH II FS SS SS
Kel Tani Mitra Kendal Ke
MH II SS
Kel Tani Mitra Jogjakarta
MK I ES
Kel Tani Mitra Banjarnegar
MK II ES
Kel Tani Mitra Pati
MK II ES
Kel Tani Mitra Sragen
E MK II ES
Kel Tani Mitra Tulungagung
MK II ES
Kel Tani Mitra Purworejo
MK II ES
Kel Tani Mitra Ciamis
MK I ES
Kel Tani Mitra Kebumen
MH I FS SS
Kel Tani Mitra Bojonegoro
MH I FS
MH I ES ke 2
MH I ES ke 2
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014
Pada Gambar 5. diketahui penyediaan benih dilakukan dengan sistem jabal dengan menggunakan benih berlabel FS, Benih ditangkarkan oleh kelompok tani mitra di Kabupaten Grobogan, Kebumen dan Bojonegoro pada MH I dilahan sawah/sawah tadah hujan. Produksi berupa turunan FS kalau dilabelkan dengan kelas SS akan ditanam pada MH II di Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Kendal dilahan sawah dan sawah tadah hujan. Produk turunan SS berupa ES kemudian ditanam pada MK I di Kabupaten Ciamis, Jogjakarta. Benih ES akan menghasilkan benih ES dan konsumsi. Benih ES ditanam di Kecamatan Banjarnegara, Pati, Sragen, Tulungagung, Purworejo. Produk turunan ES 2 akan ditanam pada MH I dengan lokasi sama pada MH I. Benih sertifikasi yang ditangkarkan oleh penangkar juga menggunakan kelas BS pada MH II sehingga hasil yang diperoleh adalah FS yang akan ditanam pada MK I, selanjutnya pada MK II benih yang digunakan dengan kelas SS dan pada MH I benih yang ditangkarkan adalah ES. Benih dengan kelas ES akan ditangkarkan pada MH II. Hasil yang diperoleh adalah benih hasil ES1 dan konsumsi. Benih dengan kelas ES biasanya ditangkarkan sampai 2 kali penangkaran.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kondisi sistem perbenihan melalui jalur benih antar lapang dan musim secara umum diketahui bahwa: 1. Sistem produksi benih jabalsim memiliki ketergantungan pada berbagai kelembagaan yang meliputi kelompok tani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang besar dan penangkar benih; 2. Penyediaan benih dengan sistem Jabalsim diperoleh dengan tiga cara: (1) prosesing produksi biji kedelai yang menghasilkan benih dan biji konsumsi, (2) penangkaran yang bertujuan untuk menghasilkan benih jabalsim yang bermutu, (3) penyimpanan. 3. Berkembangnya sistem jabalsim mempermudah petani dalam memperoleh pasokan benih kedelai pada waktu dan musim yang tepat. REKOMENDASI 1. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah menggoptimalkan jalinan antar kelembagaan yang terlibat dalam penyediaan benih dengan sistem jabalsim dengan melakukan koordinasi yang difasilitasi oleh Peningkatan keterampilan sumberdaya kelompok tani yang menjadi mitra penangkar/ produsen untuk teknologi penangkaran benih. 2. Badan Koordinasi Penyuluh Provinsi Jawa Tengah meningkatkan peran kelompok tani di masing-masing wilayah untuk melakukan kegiatan penangkaran benih bermutu. 3. Badan Koordinasi Penyuluh Provinsi Jawa Tengah melakukan pmbinaan teknologi perbenihan kedelai.
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014
127
DAFTAR PUSTAKA BPS,
Indonesia. 2013. http://www. datastatistik-indonesia.com/portal/ index2.php?option=com_content& do_pdf=1&id=212). Diakses 2 Oktober 2013. Darmasetiawan, N. dan I.A. Wicaksono. Pengaruh Faktor Internal terhadap Peningkatan Mutu Tembakau di Desa Pecekelan Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Surya Agritama, Vol l No 1 Maret 2012. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2007. Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Kedelai, Departemen Pertanian RI. Indonesia Harefa, O.A. (2013). Analisis Dampak Ketergantungan Indonesia Terhadap Impor Kedelai dengan Produksi Kedelai Lokal di
128
Indonesia (2002-2011). http://harefatika.blogspot.com/2013 /05/analisis-dampakketergantungan.html Isyanto Agus Yuniawan, 2012. FaktorFaktor Yang Berpengaruh Terhadap Produksi Pada Usahatani Padi di Kabupaten Ciamis. Buletin Cakrawala.Volome 1 NO 8 Bulan Maret 2012.Universitas Galuh Pohan Aswta Ria, 2008. Analisis Usahatani Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Wortel Di Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Universitas Sumatera Utara. Medan Van Den Ban. A.W. dan H.S Hawkins, 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah, Vol.12 No.2 – Desember 2014