SISTEM OPTIMASI PEMBEBANAN JARINGAN DENGAN KONEKSI INTERNET GANDA MENGGUNAKAN MIKROTIK
Aldana Eka Maulana, Bayu Pawitra, Erick Setiawan, Robby Shaleh
ABSTRAK Untuk menunjang kinerja jaringan dengan koneksi Internet lebih dari satu ISP, dibutuhkan sistem yang mampu mengelola jaringan tersebut secara lebih dinamis. Seperti manajemen koneksi yang dapat mengelola traffic pada jalur ISP secara efisien dan kemampuan untuk menanggulangi masalah yang umum terjadi secara efektif tanpa adanya tindak lanjut secara langsung dari pengelola jaringan. Penelitian ini membahas solusi permasalahan tersebut dengan menerapkan metode load balancing dengan kombinasi sistem failover. Dengan menggunakan router MikroTik sebagai gateway untuk jaringan lokal dengan jumlah ISP ganda, koneksi ke Internet yang dijalin oleh host pada LAN diolah dengan metode per-connection classifier untuk melakukan pembagian beban ke beberapa ISP tersebut, dipadu dengan metode failover yang memanfaatkan karakteristik pencarian nexthop yang dilakukan oleh router dengan static routing menjadi sebuah sistem yang dapat memberikan solusi untuk kondisi jaringan tersebut. (AE,BP,ES) Kata kunci = load balancing, per-connection classifier, failover, static routing, mikrotik
ABSTRAK To support the performance of an internet connected network using more than one ISP, a dynamic system is needed for the network management. Such as connection management with the capability managing the traffic that goes through the multiple ISPs efficiently, as well as the capability to troubleshoot common problems effectively with no direct action from the network manager. This study is about solving these problems by applying method of load balancing with the combination of failover system. By using MikroTik router as gateway for the local network and multiple ISPs, connections to the Internet is then processed using per-connection-classifier method to spread the network traffic among the ISPs, followed with the failover method which take advantage of the nexthop resolving characteristic done by the router using static routing, the system is capable of giving a solution for such network condition mentioned earlier. (AE,BP,ES) Keywords = load balancing, per-connection classifier, failover, static routing, mikrotik
PENDAHULUAN Peningkatan pengguna jaringan internet sekarang ini tidak didukung dengan peningkatan mutu jaringan Internet yang sebanding[Thierry Geiger. (2011 : 23)], oleh karena itu banyak perusahaan penjual jasa Internet mencari solusi dengan menambah jumlah ISP untuk meningkatkan kapasitas bandwidth dan redundansi. Tapi kemudian timbul masalah baru yaitu alokasi jalur statis yang dapat menimbulkan masalah scalability, dan perpindahan jalur ISP jika terjadi fault pada salah satu jalur tersebut. Maka solusi yang dapat digunakan adalah implementasi load balancing dan failover. Beberapa metode load balancing dan failove lain menggunakan dynamic policies menggunakan rule yang berasal dari pengembangan algoritma polling yang bersifat progresif seiring jumlah transaksi data[Jie Chang et al.(2010)]. Metode yang lain menggunakan sarana probe sebagai sensor pendeteksi kondisi jalur dan Equal Cost Multipathing sebagai pembagi beban pada tiap jalur[Kang Xi et al.(2011)]. Metode load balancing dalam penelitian ini akan menggunakan ICMP echo request sebagai sensor kondisi jalur ISP dan memanfaatkan metode mangle dan Per Connection Classifier(PCC) yang merupakan bagian dari firewall pada routerOS MikroTik. Mangle dan PCC merupakan metode penandaan berdasarkan kriteria yang ditetapkan user, parameter yang dapat digunakan terdapat pada header IP dan penandaan ini hanya berlaku di dalam router yang melakukan mangle. Dengan menggunakan fitur ini dapat dibuat algoritma load balancing dan failover yang dapat memenuhi kebutuhan user.
METODE PENELITIAN Topologi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1.Topologi Jaringan
Router yang digunakan dalam penelitian adalah RB450G dengan routerOS MikroTik, dengan CPU sebesar 680MHz dan slot microSD sebagai memori tambahan menjadikan router ini cukup ideal untuk melakukan proses load balancing dan failover yang berkelanjutan. Metode load balancing dirancang dengan menggunakan fitur dan kelebihan dari routerOS mikrotik, yaitu firewall dengan menggunakan stateful packet inspection dimana setiap paket diinspeksi dan source(src) IP, destination(dst) IP, src port dan dst port dapat diketahui sehingga memungkinkan user untuk melakukan pengaturan dengan parameter yang spesifik. Fitur selanjutnya yang dimanfaatkan adalah mangle, yaitu proses penandaan paket yang masuk dan keluar melalui router sesuai dengan pengaturan yang dibuat oleh user. Proses penandaan ini berdasar pada
hasil stateful packet inspection, yaitu src IP, dst IP, src port dan dst port. Dari parameter tersebut kemudian dapat dilakukan connection-mark dan routing-mark yang kemudian dapat digunakan untuk pengolahan paket yang spesifik. Selain itu terdapat chain yang merupakan tahapan dari proses pengolahan data, sehingga penandaan dapat dilakukan dengan lebih spesifik sesuai dengan chain yang ada. Berikut ini diagram alur data pada router:
Gambar 2.Diagram Alur Data
Di dalam proses mangle ini terdapat metode PCC dimana penandaan connection dilakukan dengan menggunakan hasil hashing dari src IP, dst IP, src port, dst port yang akan menghasilkan sebuah nilai 32 bit. Nilai tersebut kemudian dibagi dengan sebuah nilai pembagi yang ditentukan oleh user dan sisa pembagian akan digunakan sebagai parameter penandaan connection. Karena hasil algoritma hashing dari header IP yang sama akan menghasilkan nilai 32 bit yang sama, maka connection yang terjadi tidak akan terpecah dalam proses load balancing. Sebuah fitur lain yang dimanfaatkan adalah proses pemeriksaan gateway dengan mengirimkan ICMP echo request kepada sebuah alamat yang dapat digunakan untuk mendeteksi kegagalan sebuah jalur. Dengan cara ini maka kegagalan jalur yang disebabkan oleh gagalnya sebuah hop dalam proses transaksi data juga dapat terdeteksi, bukan hanya fault pada sebuah interface. Dengan ICMP echo reply sebagai parameter validitas pada masing-masing jalur, rule yang rekursif kemudian diimplementasikan, dalam penelitian ini secara berurutan, untuk melakukan perpindahan jalur seandainya terjadi kegagalan pada salah satu jalur. Penggunaan fitur-fitur yang disebutkan diatas kemudian dimodifikasi agar dapat memberikan efek load balancing dan failover yang dinamis. Tahapan-tahapannya dapat dibagi sesuai dengan diagram dibawah ini :
Gambar 3.Tahapan Pengaturan
Dimulai dengan melakukan segmentasi pada transaksi data dalam (antar host pada jaringan LAN) dan transaksi data luar (antara host pada jaringan LAN dengan Internet), karena proses load balancing hanya akan diterapkan pada transaksi data luar. Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan penandaan pada connection yang berasal dari public interface atau Internet yang menuju ke alamat lokal. Pada tahap ini penandaan dilakukan berdasarkan penomoran pada interface, connection yang berasal dari interface 1 akan diberi tanda in.gw1.c, interface 2 akan diberi tanda in.gw2.c dan seterusnya. Kemudian connection yang berasal dari alamat lokal menuju Internet diarahkan menuju chain loadbalance dan connection yang berasal selain dari alamat lokal diarahkan menuju chain loadbalance-nl, dimana chain loadbalance dan loadbalance-nl merupakan chain yang dibuat agar pengolahan data dapat dilakukan dengan lebih spesifik. Seluruh connection pada chain loadbalance dan loadbalance-nl kemudian ditandai sesuai dengan hasil dari algoritma PCC sesuai dengan hasil bagi dari nilai yang sudah ditentukan, dalam penelitian ini nilai yang digunakan adalah 3(tiga) sesuai dengan jumlah ISP yang digunakan. Connection pada chain loadbalance dengan sisa pembagian x akan diberi tanda out.gw(x+1).c, sementara connection pada chain loadbalance-nl dengan sisa pembagian y akan diberi tanda in.gw(y+1).c. Setelah penandaan connection kemudian dilakukan penandaan routing dengan parameter penandaan connection sehingga connection dengan tanda out.gw(x+1).c dan in.gw(y+1).c ditandai dengan gw(x+1 atau y+1).r. Dengan penandaan connection dan routing yang sudah diberikan kemudian proses routing dilakukan berdasarkan penandaan routing sehingga transaksi data yang terjadi terbagi secara dinamis. Untuk masing-masing penandaan routing kemudian diberlakukan rule yang rekursif dimana tanda routing gw1.r akan memiliki gateway utama 202.146.4.100, 202.146.4.201 sebagai gateway kedua dan 202.146.4.250 sebagai gateway yang ketiga. Tanda routing gw2.r memiliki 202.146.4.201 sebagai gateway utama, 202.146.4.250 sebagai gateway kedua dan 202.146.4.250 sebagai gateway ketiga. Tanda routing gw3.r memiliki 202.146.4.250 sebagai gateway utama, 202.146.4.100 sebagai gateway kedua dan 202.146.4.201 sebagai gateway ketiga. Pengurutan gateway ini dilakukan dengan mengatur distance sebagai parameter prioritas. Untuk metode failover, digunakan pemeriksaan gateway dengan mengirimkan ICMP echo request secara berkelanjutan kepada tiga buah host dengan route yang statis dimana pengiriman ICMP echo request dikirim melalui masing-masing gateway untuk setiap host. Hasil dari ICMP echo reply kemudian merepresentasikan validitas dari tiap gateway. Seandainya hasil reply dari sebuah gateway adalah request timed out (RTO) maka rule pada connection dengan tanda routing yang berkaitan akan berpindah secara rekursif, dan connection tersebut akan diarahkan melalui gateway lain sesuai dengan rule dengan prioritas dibawahnya. Flowchart dari kedua proses tersebut dapat dilihat dibawah ini:
Gambar 4.flowchart loadbalance
Gambar 5.flowchart failover
HASIL DAN BAHASAN
Berikut ini adalah hasil dump dari routing rule yang diimplementasikan: # jan/24/2013 22:20:59 by RouterOS 5.21 # perangkat lunak id = V5L2-FEHH Flags: X - disabled, A - active, D - dynamic, C - connect, S - static, r - rip, b - bgp, o - ospf, m - mme, B - blackhole, U - unreachable, P - prohibit 0 A S ;;; POLICY-BASED ROUTING GATEWAY1 FAILOVER dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.100 gateway-status=202.146.4.100 rekursif via 192.168.20.254 ether1 check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw1.r 1 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.201 gateway-status=202.146.4.201 rekursif via 192.168.21.254 ether2 check-gateway=ping distance=2 scope=30 target-scope=10
routing-mark=gw1.r 2 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.250 gateway-status=202.146.4.250 rekursif via 192.168.22.254 ether3 check-gateway=ping distance=3 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw1.r 3 A S ;;; POLICY-BASED ROUTING GATEWAY2 FAILOVER dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.201 gateway-status=202.146.4.201 rekursif via 192.168.21.254 ether2 check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw2.r 4 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.250 gateway-status=202.146.4.250 rekursif via 192.168.22.254 ether3 check-gateway=ping distance=2 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw2.r 5 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.100 gateway-status=202.146.4.100 rekursif via 192.168.20.254 ether1 check-gateway=ping distance=3 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw2.r 6 A S ;;; POLICY-BASED ROUTING GATEWAY3 FAILOVER dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.250 gateway-status=202.146.4.250 rekursif via 192.168.22.254 ether3 check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw3.r 7 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.100 gateway-status=202.146.4.100 rekursif via 192.168.20.254 ether1 check-gateway=ping distance=2 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw3.r 8 S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=202.146.4.201 gateway-status=202.146.4.201 rekursif via 192.168.21.254 ether2 check-gateway=ping distance=3 scope=30 target-scope=10 routing-mark=gw3.r
9 A S ;;; INBOUND dst-address=0.0.0.0/0 gateway=192.168.20.254 gateway-status=192.168.20.254 reachable via ether1 check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10 routing-mark=line1.r 10 A S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=192.168.21.254 gateway-status=192.168.21.254 reachable via ether2 check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10 routing-mark=line2.r 11 A S dst-address=0.0.0.0/0 gateway=192.168.22.254 gateway-status=192.168.22.254 reachable via ether3 check-gateway=ping distance=1 scope=30 target-scope=10
routing-mark=line3.r 12 ADCdst-address=192.168.18.0/29 pref-src=192.168.18.1 gateway=ether5 gateway-status=ether5 reachable distance=0 scope=10 13 ADC dst-address=192.168.20.0/24 pref-src=192.168.20.4 gateway=ether1 gateway-status=ether1 reachable distance=0 scope=10 14 ADC dst-address=192.168.21.0/24 pref-src=192.168.21.4 gateway=ether2 gateway-status=ether2 reachable distance=0 scope=10 15 ADC dst-address=192.168.22.0/24 pref-src=192.168.22.4 gateway=ether3 gateway-status=ether3 reachable distance=0 scope=10 16 A S dst-address=192.168.23.0/24 gateway=192.168.18.2 gateway-status=192.168.18.2 reachable via ether5 distance=1 scope=30target-scope=10 17 A S dst-address=192.168.142.0/24 gateway=192.168.18.2 gateway-status=192.168.18.2 reachable via ether5 distance=1 scope=30 target-scope=10 18 A S ;;; NEXTHOP CHECKING dst-address=202.146.4.100/32 gateway=192.168.20.254 gateway-status=192.168.20.254 reachable via ether1 check-gateway=ping distance=1 scope=10 target-scope=10 19 A S dst-address=202.146.4.201/32 gateway=192.168.21.254 gateway-status=192.168.21.254 reachable via ether2 check-gateway=ping distance=1 scope=10 target-scope=10 20 A S dst-address=202.146.4.250/32 gateway=192.168.22.254 gateway-status=192.168.22.254 reachable via ether3 check-gateway=ping distance=1 scope=10 target-scope=10
Dari pengaturan diatas, apabila nilai dari parameter dst-address pada rule tersebut digunakan kembali pada rule yang lain, misalnya sebagai parameter gateway, maka router akan melakukan proses nexthop resolve dan menentukan immediate nexthop dari rule yang baru, yaitu gateway dari rule pada baris 18-20. Kemudian proses tersebut memberikan keterangan bahwa gateway untuk rule baru tersebut adalah gateway rekursif. Hal ini dimanfaatkan penulis untuk memperoleh efek failover untuk masing-masing routing-mark pada penelitian ini. Memanfaatkan efek yang dihasilkan dari algoritma tersebut, penulis menerapkan rule redundan dengan distance yang lebih besar dari rule yang digunakan untuk memberikan default gateway, sehingga apabila hasil dari proses check-gateway adalah tidak aktif, maka rule dengan distance lebih tinggi di bawahnya akan menjadi aktif dan proses routing untuk koneksi dengan routing-mark yang bersangkutan akan menggunakan rule yang baru saja menjadi aktif tersebut. Hasil dari mark-connection merupakan hasil dari penandaan dengan PCC dengan parameter klasifikasi berdasarkan src-address, dst-address, src-port dan dst-port. Efek dari konfigurasi tersebut akan menghasilkan penandaan yang cenderung tidak berpola. Dari pengambilan data yang dapat dilihat dibawah, connection dari host 192.168.18.2 menuju ke 31.13.79.23 memiliki beberapa connection-mark yang berbeda, mengingat bahwa port yang digunakan adalah berbeda.
Gambar 6.Hasil Connection Tracking
Hasil dari traceroute dari sebuah connection juga akan memberikan hasil yang berbeda walaupun digunakan src-address dan dst-address yang berbeda, hal tersebut dapat dilihat dibawah ini:
Gambar 7.Hasil Traceroute
Traceroute dilakukan dari router yang terhubung pada interface LAN pada sistem pada tanggal 20 Januari 2013 pukul 17:02. Traceroute dilakukan dengan menggunakan perintah trace melalui telnet ke router warnet DFS.net dengan selang waktu 5 detik untuk setiap eksekusi perintah. Perbedaan jalur mulai terlihat dari hop kedua pada output perintah traceroute tersebut, perbedaan jalur yang ditempuh tersebut merupakan akibat dari penerapan algoritma penandaan PCC yang dikombinasikan dengan penerapan routing rule yang berbeda-beda, seperti dipaparkan pada bagian penandaan koneksi di atas. Data hasil pembebanan dari implementasi sistem adalah sebagai berikut:
Gambar 8.Grafik Pembebanan Jalur ISP
Pembebanan jalur diatas diambil pada tanggal 15 Desember 2012 pukul 18:15, data tersebut menggambarkan kondisi pemakaian jalur pada tiga buah interface yang mengarah ke ISP. Grafik tersebut merupakan penggambaran dampak pembebanan setelah penerapan load balancing dengan algoritma PCC, yang menunjukkan efektifitas maksimal pembagian beban pada jam-jam sibuk. Ketidakseimbangan pembagian beban pada jam-jam tidak sibuk merupakan dampak penggunaan algoritma penandaan PCC yang tidak melakukan pemecahan paket, algoritma yang menyebabkan ketidakseimbangan tersebut dikarenakan pada saat jam tersebut ada salah satu user yang membuat connection dengan transaksi data yang besar, sedangkan user yang lain membuat connection dengan transaksi data yang tidak sebesar user yang pertama. Sebagai informasi tambahan, pihak ISP 2 dan ISP 3 sedang melakukan perbaikan (maintenance) pada pukul 04.00 - 08.00. Pada saat itu, sistem failover yang diterapkan penulis telah bekerja dan dapat menyesuaikan dengan kondisi gangguan dari pihak ISP tersebut. Tabel di bawah memberikan data performa yang diberikan sistem ketika dilakukan simulasi pemutusan hop, sebagai representasi dari gangguan yang terjadi pada jaringan. Simulasi dilakukan dengan cara melakukan drop untuk semua paket data yang berasal dari interface router sistem pada masing-masing gateway ISP, perlakuan tersebut mencerminkan kondisi riil dimana gangguan jaringan yang terjadi memiliki karateristi kgagalnya koneksi pada hop tertentu, tidak hanya disebabkan karena kegagalan interface, misalnya kegagalan di layer physical.
ISP yang
KondisiISP
waktuterjadinya
wakturule
Waktu
digunakan
fault
berpindah
responsefailover
secara otomatis
ON >> OFF
13:56:29
13:57:03
00:00:34
OFF >> ON
13:57:07
13:57:13
00:00:06
ON >> OFF
13:57:22
13:58:05
00:00:43
OFF >> ON
13:58:17
13:58:22
00:00:05
ON >> OFF
13:58:37
13:59:03
00:00:26
OFF >> ON
13:59:13
13:59:22
00:00:09
C
B
A
Tabel 1 Waktu Respon failover
Perbedaan signifikan yang terjadi pada dua jenis perlakuan kondisi, yaitu kondisi pada saat ISP dinyalakan, dan pada saat ISP dimatikan pada sistem failover ini disebabkan karena pengecekan sebuah jalur menggunakan protokol ICMP, yang menghasilkan pesan ketika balasan dari perintah ping tidak dapat diterima setelah waktu yang ditentukan sesuai dengan standar RFC2925 halaman 12. Adapun batas waktu tersebut memiliki nilai yang jauh lebih besar dari waktu yang dibutuhkan untuk didapatkannya echo reply dari paket echo request yang bersangkutan, menyebabkan rentang waktu adaptasi sistem failover yang diterapkan memiliki perbandingan waktu yang berbeda signifikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil mark-connection dan traceroute dapat dilihat bahwa hasil penandaan dari algoritma PCC terlihat tidak beraturan dan seorang user dapat menggunakan gateway yang berbeda pada setiap connection baru yang dibuat. Namun hasil pembebanan dari penandaan algoritma PCC menunjukkan pemerataan yang dilakukan secara dinamis.
Permasalahan scalability dapat diselesaikan karena pembagian beban dilakukan dengan hasil algoritma PCC sehingga routing tidak lagi ditentukan dari src-address ataupun dst-address. Rata-rata perpindahan rule secara rekursif adalah 30 detik, yang mana nilai ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan seorang network administrator untuk melakukan pemindahan gateway. Untuk pertimbangan penelitian lebih lanjut, metode pemeriksaan gateway dapat dilakukan dengan metode sensing untuk mendeteksi jalur yang memiliki beban terendah sehingga load balancing dapat dilakukan dengan lebih optimal. Perbandingan antara jumlah koneksi yang terjadi dengan besar koneksi serta dampaknya terhadap pembagian beban dengan dasar algoritma PCC juga dapat menjadi tinjauan yang lebih dalam.
REFERENSI
Jie Chang, Wen’an Zhou, Junde Song, Zhiqi Lin. (2010). Scheduling Algorithm of Load Balancing Based on Dynamic Policies. Sixth International Conference on Networking and Services. 363-367. Kang Xi, Yulei Liu and H. Jonathan Chao. (2011). Enabling Flow-based Routing Control in Data Center Networks using Probe and ECMP. IEEE INFOCOM 2011 Workshop on Cloud Computing. 614-619. L. D’Acunto, J.A. Pouwelse, and H.J. Sips. (2009). A Measurement of NAT & Firewall Characteristics in Peer to peer Systems. 15-th ASCI Conference. Seungyong Yoon, Byoungkoo Kim, Jintae Oh, and Jongsoo Jang. (2008). H/W based Stateful Packet Inspection using a Novel Session Architecture. International Journal of Computers. 2(3): 310-319. Thierry Geiger. (2011). The Indonesia Competitiveness Report 2011. World Economic Forum. Thomas Dreibholz, Erwin P. Rathgeb. (2009). Overview and Evaluation of the Server Redundancy and Session Failover Mechanisms in the Reliable Server Pooling Framework. International Journal On Advances in Internet Technology. 2 (1): 1-14. White, K. 2000. RFC2925 - Definitions of Managed Objects for Remote Ping, Traceroute, and Lookup Operations. diakses 27 Januari 2013 darihttp://tools.ietf.org/html/rfc2925 Anonim.2010. MikroTik RouterOS. darihttp://www.mikrotik.com/pdf/what_is_routeros.pdf
diaksespada
27
Januari
2013
Anonim. 2005. Understanding CSM Load balance Algorithm. diakses 27 Januari 2013 darihttp://www.cisco.com/en/US/products/hw/modules/ps2706/products_tech_note09186a00801adbde.shtml Anonim.2011. Manual: IP/Route.diakses 27 Januari 2013 dari http://wiki.mikrotik.com/wiki/Manual:IP/Route Anonim.2011. Manual: IP/Firewall/Mangle.diakses http://wiki.mikrotik.com/wiki/Manual:IP/Firewall/Mangle Anonim.2010. How PCC Works.diakses http://wiki.mikrotik.com/wiki/How_PCC_works_(beginner)
27 27
Januari Januari
2013
dari
2013
dari
RIWAYAT PENULIS Aldana Eka Maulana dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 1991, baru saja menyelesaikan tugas akhir di Universitas Bina Nusantara pada tahun 2013. Saat ini bekerja di LSM Gavatar sebagai staff ahli database. Bayu Pawitra dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Januari 1986, baru saja menyelesaikan tugas akhir di Universitas Bina Nusantara pada tahun 2013. Saat ini bekerja sebagai tutor matematika dan fisika. Erick Setiawan dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Mei 1991, baru saja menyelesaikan tugas akhir di Universitas Bina Nusantara pada tahun 2013. Saat ini bekerja di warnet One Stop sebagai NOC leader.