SHALATJUM'AT SEBAGAI "AGEN PERUBAHAN" DALAM MASY ARARAT Khadiq Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga
Abstract Shalat Jum'at (Friday Prayer) is a weekly compulsory prayer for male moslems. Indeed, most male moslems practise this specific prayer although they are not used to practising daily prayer (five compulsory prayer), especially for those in villages. For them, it is because shalat Jum'at is considered not only as a ritual activity but also as social one. Actually, shalat Jum'at can be used as a representation of moslem's taqwa (obedience to Allah) as well as a social interaction (rukun in Javanese). Furthermore, Khutbah Jum'at (Friday Sermon)- must be attended before doing the shalat - can improve moslem's taqwa. Therefore, shalat Jum'at with its khutbah can be understood as 'an agent of change' for the moslem community. Khatib (preacher of Friday Sermon and imam of the shalat) takes this responsibility by managing the way of his sermon and its content in order to improve social, economic, and political lif e of the ummah. Still, the question is how can shalat Jum'at improve human life? I. Pendahuluan Tidak dipertentangkan lagi bahwa umat Islam laki-laki diwajibkan menjalankan shalat Jum'at. Untuk menjalankan shalat Jum'at masyarakat muslim berkumpul di sebuah masjid dan mereka menjalankannya secara berjamaah. Mereka yang menghadiri shalat Jum'at yang dilaksanakan di masjid-masjid di daerah perkotaan atau masjid-masjid yang berada di pinggir jalan besar biasanya berbeda dengan mereka yang menghadiri shalat Jum'at yang diselenggarakan di masjid-masjid kampung atau dusun. Jamaah shalat Jum'at di masjid-masjid perkotaan relatif bervariasi baik asal usul maupun cara berpakaian mereka dan cenderung berubah dari satu Shalat Jum'at sebagai "Agen Perubahan" dalam Masyarakat (Khadiq)
119
shalat Jum'at ke shalat Jum'at yang lain. Sementara jamaah shalat Jum'at di dusun atau kampung lebih homogen. Bahkan ada nilai lebih yang diperoleh, yaitu shalat Jum'at merupakan salah satu wahana untuk terjadinya interaksi antar warga RT, dusun, ataupun desa setempat, tergantung lingkup wilayah masjid yang digunakan. Di wilayah pedesaan cenderung tidak ada perubahan anggota jama'ah dalam setiap shalat Jum'at. Di dalam shalat Jum'at ada khutbah Jum'at yang dibacakan oleh seseorang yang disebut Khatib. Isi khutbah Jum'at adalah mengajak manusia (jamaah) meningkatkan kadar keimanan dan ketaatan kepada Allah dalam rangka mencapai tujuan hidup yang bahagia di dunia dan akhirat. Dalam hal ini diharapkan bahwa shalat Jum'at dengan khutbahnya dapat meningkatkan kesempurnaan para jamaah sebagai manusia sehingga bernilai guna dalam masyarakatnya. Dari individu-individu yang bernilai guna itu maka terbentuklah satu kesatuan jamaah atau masyarakat yang dapat saling menjamin kebahagiaan para anggotanya. Sementara itu sering kita lihat khutbah Jum'at lebih dipahami sebagai kewajiban dalam rangka menepati rukun shalat Jum'at. Pemahaman semacam itu tidak diragukan lagi bahwa khutbah Jum'at pada akhirnya kurang berfungsi untuk meningkatkan taraf hidup jamaahnya dalam mengarungi tugas-tugas kehidupan ini, terutama yang berkenaan dengan tugas manusia sebagai khalifah di bumi. Di setiap shalat Jum'at sering kita saksikan banyak jamaah yang mengantuk, atau bahkan tertidur selama khutbah Jum'at dibaca oleh khatib. Barangkali ini merupakan suatu bentuk kebosanan bagi jamaah dalam mendengarkan khutbah seminggu sekali yang terkadang dari khatib yang sama. Dari fenomena di atas timbul pertanyaan "Apa sebenamya fungsi yang dapat diambil dari shalat Jum'at berikut khutbahnya, dan bagaimana meningkatkan fungsi khutbah jum'at demi meningkatkan kualitas manusia dalam mengemban tugas hidup sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi ini?". Oleh karena itu rulisan ini akan mencoba menjelaskan tentang fungsi shalat Jum'at bagi individu dan masyarakat. Setelah itu juga ditawarkan beberapa ide tentang bagaimana shalat Jum'at dapat lebih efektif sesuai dengan fungsi yang diharapkan, yaitu sebagai salah satu media pendorong bagi upaya pengembangan masyarakat Islam. II. Masyarakat Islam Manusia adalah makhluk sosial. la tidak dapat hidup sendirian tanpa kehadiran manusia atau mahluk lain. Dalam konteks itulah setiap manusia
120
Aplikasia, Jurnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. Ill, No. 2 Desember 2002:119-137
tinggal dalam sebuah kelompok bersama manusia lain dalam satu komunitas yang disebut masyarakat. Terbentuknya masyarakat sangat terkait dengan kebutuhan individu, baik kebutuhan material maupun spiritual. Dalam kebutuhan material, mereka menginginkan berbagai sarana kehidupan demi kelangsungan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan mi ternyata juga tidak mudah. Sebagai makhluk yang berbudaya, manusia akan selalu mempunyai berbagai tuntutan sarana hidup yang terus berkembang, sehingga dalam hal demikian tidak akan mampu memenuhinya sendiri secara sempurna, kecuali bekerjasama dengan orang lain. Untuk memenuhi berbagai kebutuhan batin keberadaan orang lain di sisinya juga menjadi satu kebutuhan yang pokok.1 Salah satu aspek dari ajaran Islam adalah bertujuan membentuk masyarakat yang ideal, suatu tipe masyarakat yang diridlai oleh Allah. Semua tujuan bermasyarakat tadi akhirnya akan bermuara pada upaya memperkaya dan menyempurnakan kehidupan ruhani.2 Untuk mencapai tujuan ini harus dilakukan dengan berbagai upaya, yaitu; menciptakan suasana yang agamis dalam masyarakat, membangun hubungan yang harmonis antara rakyat dan pemimpin masyarakat itu. Dalam sejarah umat Islam, masyarakat yang dapat diidealkan adalah masyarakat yang pernah dibangun oleh Rasulullah, yaitu masyarakat madinah, yang akhir-akhir ini sering menjadi sebuah idaman dengan menyebutnya sebagai masyarakat madani. Dalam masyarakat demikian dikenal konsep ummah,3 yaitu komunitas manusia yang dalam kehidupan sehari-hari diwarnai dengan nilai-nilai ajaran Islam.4 Untuk memenuhi kebutuhan ruhani sangat perlu dibentuk sebuah 1 Dengan kehadiran orang lain di sampingnya manusia akan berpikir tentang status, harga diri, dan sebagainya. Dalam kenyatannya, manusia hanya akan dapat berarti dan berharga dalam korelasinya dengan manusia lain, dan selanjutnya dalam korelasi dengan alam kosmos. Lihat: Anton Bakker, Antropologi Metafisik, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), p. 182 2 Yahya Muhaimin, "Dakwah Islam dan Parrjsipasi Politik : Bagaimana Meningkatkan Kesadaran Bermasyarakat dan Bemegara", dalam Amrullah Ahmad (Ed.), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLP2M, 1985), p. 89 3 Umat secara luas adalah semua manusia, termasuk yang tidak Islam, dan secara sempit adalah seluruh umat [slam (Q.S. Al Baqarah: 213). Tujuan pembinaan ummat adalah terbinanya ummatan ivahidah yang taqwa, menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Lihat: Q.S. Ali Imran: 112, Al Mu'minun: 52 dalam Departemen Agama, Al Qur'an al Karim dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1996), p. 26, 51 dan 276; lihat pula: Masdar Helmy, Dakwah Dalam Pembangunan, (Semarang: Toha Putra, 1973), p. 35 4 Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam, penerjemah: Ah Fauzi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), p. 44
Shalat Jum'at sebagai "Agen Perubahan" dalam Masyarakat (Khadiq)
121
masyarakat yang religius. Nurkholish Madjid menjelaskan bahwa suatu masyarakat religius akan menunjukkan ciri-ciri tertentu, yaitu; menjunjung tinggi musyawarah, terjadi persaudaraan yang kuat di antara para anggotanya (ukhuwwah basyariyyah), dan menjunjung tinggi keadilan serta kebebasan.5 Masyarakat dengan kondisi seperti itu tidak dapat terlepas dari kehidupan duniawi yang serba cukup. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan duniawi, juga perlu dilakukan berbagai upaya bagaimana umat Islam dapat memanfaatkan segala potensi yang ada pada dirinya untuk mendayagunakan alam sekitarnya. Untuk itu diperlukan berbagai ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum yang berlaku pada lingkungan alam maupun lingkungan sosial yang hanya akan dapat diraih melalui proses belajar. Manusia tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan yang bersifat jasmaniah, yang hanya terpenuhi apabila mereka bekerja dengan memberdayakan segala potensi yang ada di lingkungannya, terutama lingkungan alam. Fitrah yang berhubungan dengan jasmani - untuk mempertahankan hidup secara fisik di dunia - mudah untuk dilaksanakan oleh manusia. Bahkan Karl Marx memandang bahwa segala kegiatan manusia sebagai fungsi-fungsi fisik-kosmis dan biologis yang itu sama dengan organis. la memberikan prioritas kepada praksis dan karya. Menurutnya manusia tidak harus berpikir saja tentang dunia, melainkan harus mengubahnya dengan pekerjaan.6 Dalam konteks inilah Islam mengajarkan bahwa salah satu tugas manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi.7 Untuk melaksanakan tugas ini manusia harus berpikir dan berkarya supaya dapat berbuat demi tercukupinya kebutuhan ekonomi. Ketergantungan manusia atas yang lain menuntut mereka untuk berkumpul dan bermasyarakat untuk saling bertukar potensi yang dipunyai masing-masing, sehingga memunculkan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Segala perbedaan yang ada pada diri tiap-tiap manusia mendorong mereka untuk selalu bekerja sama dalam rangka perbaikan ekonomi. Oleh karena itu dari sini juga lahir budaya baru bagi manusia untuk bermasyarakat, dalam rangka untuk selalu bekerjasama. Posisi manusia sebagai makhluk sosial akhirnya tidak dapat terhindarkan lagi. Tetapi, perbedaan potensi sering pula menjadi pemicu bagi timbulnya berbagai konflik. Konflik 5 Nurkholish Madjid, Masyarakat Religius : Membumikan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan Masyarakat, (Jakarta: Paramadina, 2000), p. 8-53 • Anton Bakker, Antropdogi'..., p. 143 7 lihat Q.S. Al Baqarah: 30, Departemen Agama, Al Qur'm..., p. 6
122
Apllkasia, Jurnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. Ill, No. 2 Desember 2002:119-137
itu bermula dari terjadinya ketidakadilan, sebagai akibat dari perbedaan potensi dan kesempatan antara seorang dengan yang lain. Dalam konteks ini akan memunculkan aturan-aturan dalam hidup manusia, sehingga melahirkan aktivitas politik. Islam mengatur berbagai kegiatan manusia dalam kegiatan ekonomi, sehingga muncul sebuah ajaran tentang halal dan haram, yang ditentukan berdasarkan substansi, manfaat, dan cara memperolehnya. Cara-cara perolehan tersebut terutama adalah jangan sampai mencari materi dengan menyengsarakan orang lain. III. Fungsi Shalat Jum'at bagi Masyarakat Manusia berbuat karena niereka berharap akan manfaat. Shalat Jum'at sebagai salah satu aktivitas rutin umat Islam tentunya tidak dapat lepas dari berbagai manfaat atau fungsi yang diharapkan, bagi individu maupun sosial, baik untuk kehidupan dunia maupun harapan kehidupan di akhirat. Beberapa fungsi shalat Jum'at yang dapat dilihat adalah sebagai berikut: A.
Shalat Jum'at dan Kerukunan Masyarakat Dalam banyak masyarakat, khususnya Jawa, shalat Jum'at tidak hanya menjadi sekedar ritual untuk melaksanakan agama dengan harapanharapan yang melangit, tetapi lebih dari itu ia juga mempunyai fungsi sosial yang sangat besar. Shalat Jum'at telah menjadi wadah bagi kerukunan warga suatu masyarakat. Shalat Jum'at, karena dilaksanakan hampir oleh semua anggota masyarakat, secara tidak langsung telah menjadi tata kelakuan atau sistem nilai-budaya yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat8. Sebagai tata kelakuan, maka siapapun anggota masyarakat yang mengabaikan atau meninggalkannya akan mendapatkan sangsi sosial, paling tidak menimbulkan gunjingan bagi dirinya sebagai orang yang ora umum (tidak lazim), dan tidak taat pada agama. Kondisi demikian menuntut mereka selalu mentaati tata kelakuan dalam masyarakatnya. Dalam suasana berkumpul di luar shalat, baik sebelum shalat dan lebihlebih lagi setelah shalat, di antara mereka saling terjadi interaksi dan komunikasi, sehingga turut memperkokoh tali persatuan di antara mereka. Meski demikian tidak menutup kemungkinan, justru dalam forum tidak 8 Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap paling perlu dalam hidup. Sistem ini berfungsi sebagai pedoman tertmggi bagi tata kelakuan manusia. Lihat Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Qakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), p. 25
Shalat Jum'at sebagai "Agen Perubahan" dalam Masyarakat (Khadiq)
123
formal ini juga menjadi tempat menggunjing orang lain, demi mengangkat nama baiknya sendiri dengan menggunakan orang lain sebagai kambing hitam. Apapun yang mereka bahas, suasana berkumpul tidak formal itu menjadi sarana ikatan persatuan di antara mereka. B.
Menuju Mayarakat yang Bertaqwa dan Berkeadaban Satu ciri suatu masyarakat dikatakan sebagai masyarakat Islam adalah masyarakat yang bertakwa, yaitu masyarakat yang mayoritas anggotanya - kalau tidak dapat semua - selalu tunduk kepada Allah. Ketaatan terhadap Allah dilakukan anggota masyarakat baik secara individu maupun secara kolektif. Dalam masyarakat demikian, para individu di dalamnya akan selalu menjalankan berbagai perintah Allah dan menjauhi segala larangannya, sebagaimana yang diajarkan oleh Islam. Memang agama, termasuk Islam, adalah sesuatu yang sangat pribadi. Tetapi ia dimiliki secara obyektif oleh masyarakat dan mengakumulasi dalam realitas sosial. Oleh karena itu agama pada saatnya akan menjadi ikatan sosial-kolektif, dan akhirnya akan membentuk masyarakat agama.' Dengan demikian, dalam masyarakat Islam, Islam akan menjadi aturan atau undang-undang yang hidup dalam masyarakat tersebut. Bagi masyarakat tradisional - sebuah masyarakat yang tidak mampu mempelajari secara langsung terhadap isi dan kandungan al-Qur'an - yang dimaksud Islam dan mereka taati adalah Islam sebagaimana yang diajarkan oleh para khatib atau kyai yang menjadi tokoh agama di masyarakat setempat. Oleh para tokoh inilah Islam yang bersumber al- Qur'an dan alHadits dapat klasifikasikan dan diformat dalam berbagai topik pembahasan unruk dijadikan topik khutbah.10 Para tokoh ini juga yang menjadi panutan masyarakat dalam beragama, menjadi imam shalat di masjid setiap hari, dan menjadi khatib serta imam shalat Jum'at di masjid setempat. Shalat Jum'at yang selalu dilaksanakan umat Islam juga berfungsi sebagai kontrol sosial. Memang segala perilaku seseorang berangkat dari individu mereka sendiri-sendiri sebagai hasil pemikiran dan perasaan dalam menghadapi lingkungannya demi melangsungkan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, manusia akan mengembangkan kegiatan-kegiatan hidup
9 Waryono, "Din dalam Ungkapan AI Qur'an", dalam Jurnal Dakwah No. 3, Th. II, JuliDesember 2001, (Yogyakarta, Fak. Dakwah IAIN Sunan Kalijaga), p. 46 10 Lihat Baihaqi A.K., 900 Materi-nwteri Pokok untuk Dakwah dan Khutbah, (Jakarta: Darul Ulum Press, 2000)
124
Aplikasia, Jurnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. Ill, No. 2 Desember 2002:119-137
mereka secara bersama-sama menjadi kebiasaan. Kebiasaan rni pada saatnya akan menjadi norma yang akan diikuti oleh mereka sebagai anggota kelompok atau masyarakat.11 Berkumpulnya umat Islam di satu tempat dalam suasana yang penuh dengan nuansa agama (taat bersama-sama), member! kekuatan yang besar dalam rangka memperkuat keimanan dan ketaatan mereka. Karena kegitankegiatan yang dilakukan oleh para anggota masyarakat adalah bersifat agamis, maka norma-norma yang akan lahir dalam masyarakat juga bersifat agamis. Lingkungan sosial yang agamis akan memberi kekuatan yang besar dalam mengontrol para anggota masyarakat untuk tetap menegakkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Inilah perlunya dakwah Islam rhelalui syiar agama. Dengan demikian, shalat Jum'at merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan syiar Islam yang diharapkan dapat meningkatkan fanatisme umat dan mengamalkannya semaksimal mungkin. Khutbah akan selalu terus mengingatkan jarnaah untuk selalu ingat pada jalan Allah. Telah disebutkan di atas, bahwa khutbah Jum'at merupakan proses penyampaian ajaran Islam yang tercantum dalam al-Qur'an, dalam upaya meningkatkan kualitas manusia sebagaimana dikehendaki oleh Sang Pencipta. Sebagaimana telah disebutkan juga dalam al-Qur'an, bahwa Allah menciptakan manusia adalah untuk mengabdi dan memakmurkan bumi atau yang sering disebut sebagai khalifah di bumi.12 Oleh karertanya Islam memberikan dasar-dasar dan pedoman manusia untuk masalah akhirat dan dunia secara bersama-sama, yang diibaratkan sebagai two sides of the same coin (dua sisi mata uang) yang tidak dapat dipisah-pisahkan.13 Dengan demikian, maka khutbah Jum'at sudah saatnya tidak hanya berbicara tentang jalan ke akhirat dengan berbagai ibadah secara langsung, tetapi juga harus menyentuh aspek-aspek kehidupan duniawi. Sudah saatnya pula memikirkan kembali akan fungsi khutbah Jum'at guna meningkatkan fungsinya dalam masyarakat, terutama yang berhubungan dengan peningkatan peradaban mereka dalam segala bidang kehidupan. Berikut akan ditawarkan beberapa konsep untuk meningkatkan fungsi tersebut.
11
Sidi Gazalba, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, (Jakarta: Pustaka Antara, 1968), p. 48 Q.S. Adzdzariyaat:56; AlBaqarah: 30,lihat, Departemen Agama, AlQur'an...,p.417
12
dan 6
13
Yahya Muhaimin, Dakwah Islam dan Partisipasi Politik..., p. 86
Shalat Jum'at sebagai "Agen Perubahan" dalam Masyarakat (Khadiq)
125
IV. Meningkatkan Fungsi Khutbah Jum'at
Khutbah Jum'at yang wajib dilakukan setiap satu minggu sekali sebagai rangkaian ibadah shalat Jum'at merupakan satu media yang paling mudah dan murah untuk berdakwah secaia lisan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelurnnya, bahwa sifat searah dalam komunikasi khutbah ini memberi otoritas kepada sang khatib untuk memberikan pesan-pesan sebaik-baiknya sesuai dengan arah perbaikan yang mendesak bagi masyarakat atau jamaahnya. Oleh karena itu sangat disayangkan apabila khutbah Jum'at hanya dipandang sebagai ritual wajib belaka tanpa dimaknai sebagai media dakwah dalam rangka perbaikan masyarakat demi kebahagiaan para jamaah dalam mengarungi hidup ini. Sudah saatnya bagi para da'i untuk melakukan pemaknaan baru sekaligus menyadarkan para jamaah untuk melakukan hal yang sama terhadap khutbah Jum'at. Sumber pokok dakwah berasal dari al-Qur'an dan al-Hadits, yang meliputi segala aspek kehidupan manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai hamba Allah, baik sewaktu di dunia maupun di akhirat. Banyak disebutkan dalam al-Qur'an mengenai akidah, politik dan hukum, ketatanegaraan, pendidikan, sosial, maupun ekonomi seperti perdagangan, pertanian, dan sebagainya.14 Dengan pemaknaan yang baru tersebut perlu dilakukan beberapa hal demi terwujudnya misi yang baru tadi tanpa harus mengurangi atau mengubah fungsi asal khutbah Jum'at sebagai salah satu rangkaian wajib ibadah shalat Jum'at. Berikut akan ditawarkan beberapa hal yang dianggap dapat meningkatkan fungsi khutbah Jum'at, khususnya untuk mengajak jamaah meningkatkan taraf hidupnya sejak di dunia, sehingga secara kolektif akan membentuk satu kelompok masyarakat yang diidamkan. A. Materi Khutbah
Telah disebutkan bahwa secara umum khutah Jum'at mengajak jamaah untuk meningkatkan pengatahuan, penghayatan, dan pengamalan terhadap agama. Juga telah dijelaskan bahwa Islam yang dimaksud mengandung segala aspek, baik untuk beribadah secara langsung kepada Allah maupun melalui pelaksanaan terhadap tugas hidup mereka sebagai khalifah. Selama ini mayoritas khutbah Jum'at lebih banyak membahas 14 Masdar Helmy, Dakwah Dalam Pembangunan, p. 9 ; lihat pula Q.S. Al-Qashash : 77, Departemen Agama, Al Qur'an..., p. 315
126
Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. Ill, No. 2 Desember 2002:119-137
perkara yang berhubungan dengan tugas manusia sebagai hamba. Kalau sering menyinggung soal-soal muamalah, biasanya membahas perkara nilai semata. Sementara itu sangat jarang bagaimana manusia dapat berhasil menjadi manusia yang berbudaya, yang hanya dengan berbudaya maju tugas mereka sebagai khalifah akan terpenuhi secara lebih sempurna. Umat Islam di mana saja tidak boleh diam melihat ketertinggalan mereka dari umat lain. Di samping hidup mereka akan tertindas oleh kaum yang lebih maju, dalam kondisi keterbelakangan juga memberi peluang untuk menjauhkan agama dari dirinya. Kalau itu yang terjadi, maka sangat mudah Islam akan semakin jauh dari masyarakat. Ketertinggalan umat Islam saat ini secara umum dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka. Ironisnya, banyak' masyarakat kita yang justru pasrah terhadap ketertinggalan. Oleh karena itu sangat penting bagi para tokoh masyarakat, termasuk para tokoh agama untuk berusaha meningkatkan pengetahuan masyarakat, khususnya untuk membangkitkan kesadaran untuk meningkatkan kebudayaan dan peradaban mereka. Dunia tidak akan berubah tanpa campur tangan manusia.15 Bagi masyarakat yang tidak mungkin untuk sekolah, baik karena lewat usia ataupun tidak punya biaya, khutbah Jum'at akan menjadi satu media pembelajaran yang sangat cocok untuk peningkatan pengetahuan, asal diformat semaksimal mungkin sesuai dengan harapan tadi, termasuk dengan mengangkat tema-tema yang berbicara tentang kebutuhan hidup manusia di dunia. Sebagai satu model komunikasi, khutbah Jum'at sangat tepat untuk menjadi motor perubahan sosial.16 Materi-materi baru yang dapat membawa -peningkatan pengetahuan dan peradaban manusia di dunia sangat diperlukan bagi masyarakat yang selama ini mengalami keterbelakangan. Ide-ide pembaharuan atau modernitas yang lebih berorientasi pada kehidupan duniawi tidak akan sampai pada masyarakat tanpa perantara atau penyampai, apalagi untuk menjadi motor penggerak perubahan bagi dirinya. Baik nilai-nilai ajaran agama 15 lihat Gordon C. Whiting, "Bagaimana Kaitan antara Komunikasi dengan Perubahan ?", dalam Everett M. Rogers, (Ed.), Komunikasi dan Pembangunan : Perspektif Kritis, penerjemah : Dasmaar Nurdin, (Jakarta : LP3ES, 1989), p. 130 16 Menurut Felstehausen sebagaimana dikutip oleh Luis Rarniro Beltrans S.,"... komunikasi memainkan peranan yang penting dan independen dalam mempengaruhi perubahan dan tingkah laku sosial di negara-negara berkembang maupun di tempat-tempat yang lain. Lihat Luis Ramiro Beltrans S., "Premis-Premis, Obyek-obyek, dan Metode-metode Asing dalam Penelitian Komunikasi di Amerika Latin", dalam Everett M. Rogers, (Ed.), Komunikasi dan Pembangunan..., p. 14
StialatJum'atsebagai'Agen Perubahan" dalam Masyarakat(Khadiq)
127
(Islam) maupun ide-ide pembaharuan untuk bisa mempengaruhi kehidupan masyarakat diperlukan adanya transfonnasi pesan dari sumbernya kepada masyarakat. Proses difusi ide-ide baru mempunyai empat elemen pokok, yaitu inovasi, pesan yang dikomunikasikan, waktu, dan sistem sosial.17 Khahb Jum'at dapat menjadi komunikator dalam rangka menyebarkan ide-ide pembaharuan yang terjadi di luar masyarakat, untuk selanjutnya diharapkan dapat memberi pandangan baru bagi masyarakat tentang pentingnya perubahan, kemajuan berikut dengan cara-cara yang mesti dilewati.18 Untuk merealiasasaikannya dibutuhkan seorang khatib yang selalu meningkatkan pengatahuan dan pengalamannya, baik dalam bidang agama maupun ide-ide perubahan yang berkembang di tempat Iain. Pesanpesan tentang kemajuan di berbagai media massa sangat penting diketahui oleh seorang khatib untuk selanjutnya disampaikan pada jamaah.1' Dalam hal ini materi yang dipilih tidak asal baru, melainkan hams disesuaikan dengan kebutuhan rnendesak bagi mayarakat setempat, sehingga akan menarik perhatian jamaah untuk mendengarkan dan menerima sebagai motor penggerak perubahan. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi bahwa audien atau komunikan bukan lembaran kosong.20 Kalau ini dapat dilakukan, akan mengurangi kejenuhan jamaah shalat Jum'at yang setiap Jum'at mendengarkan ceramah khutbah yang mirip atau bahkan sama. Materi-materi baru akan menjadi daya tarik dan mendapat perhatian sehingga jamaah dengan sukacita akan mendengarkan khutbah. Kondisi 17 Everett M. Rogers dan F- Floyd Shoemaker, Communication of Innovations: A. CrossCultural Approach, (New York: The Free Press, A Division of Macmillan Publishing CO., and London: Collier Macmillan Publisher, 1971), p. 18 18 Kalau Maslow pernah membuat klasifikasi bertingkat tentang kebutuhan manusia secara bertingkat seperti fisiologis, keamanan, kemasyarakatan, pengakuan dan kepuasan, maka seorang da'i (termasuk khatib) harus menjadi perhatiannya. Lihat: H.M. Arifin, M.Ed., Psikologi Dakwah: Pengantar Studi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), p. 70 19 Banyak orang percaya bahwa pesan-pesan media massa itu bisa saja mencapai para petani secara tidak langsung melalui para pemimpin pendapat. Lihat Luis Ramiro Beltrans S., "Premis-Premis ...",p. 15 20 Sebagai sebuah proses, arti sebuah komunikasi adalah nulik penerima, daripada milik pesan. Dalam hal ini penerima itu bukan merupakan halaman kosong di mana kita dapat menuliskan pesan-pesan kita dengan bebas, melainkan ia adalah makhluk hidup yang kepercayaan, sikap, dan nilai-nilainya tumbuh dari pengalaman-pengalamannya sendiri. Ini memberi ekses tertentu terhadap komunikasi yang sama. Selanjutnya fungsi dari sebuah komunikasi adalah bahwa fungsi-fungsi yang ada akan berbeda-beda menurut posisi yang diduduki oleh masing-masing individu dalam struktur sosialnya. Juan Diaz Bordenave O. A.S., "Komunikasi Inovasi Pertanian di Amerika Latin", dalam Everett M. Rogers, (Ed.), Kamunikasi dan Pembangunan ..., p. 48-49
128
Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. Ill, No. 2 Desember 2002:119-137
demikian akan meningkatkan kesempurnaan shalat Jum'at itu sendiri, selain dapat meningkatkan fungsi khutbah sebagai sarana dakwah Islam yang menyeluruh. Materi demikian akan menarik, karena sesuai dengan kebutuhan jamaah untuk kepentingan hidupnya. Materi-materi khutbah yang dimaksud tentu saja meliputi berbagai aspek kehidupan manusia, baik sosial, politik, maupun ekonomi. Khutbah Jum'at sangat tepat untuk mengembangkan kesadaran sosial, dalam rangka mewujudkan kehidupan yang harmonis antar sesama warga masyarakat. Bagi masyarakat Islam, peningkatan kehidupan sosial tidak dapat ditinggalkan. Kecuali sebagaimana disebutkan di atas bahwa shalat Jum'at mempunyai fungsi sebagai pemersatu masyarakat, materi khutbah dapat diarahkan untuk memperkuat fungsi itu, terutama dalam skala yang lebih luas. Meski sudah mempunyai lingkungan masyarakat seperti kampung atau jamaah masjid, manusia juga tidak dapat terpisah dari lingkungan sosial yang lebih luas seperti lingkungan desa, kecamatan, hingga bernegara dan bahkan lingkungan sosial bersama hidup di dunia. Untuk dapat hidup harmonis dalam lingkungan sosialnya, perlu konsep-konsep yang tepat mengenai bagaimana seseorang harus hidup bermasyarakat sebagai seorang muslim, Kenyataan pluralitas dalam kehidupan manusia juga sangat penting untuk disikapi secara tepat supaya tidak terjadi gejolak. Dalam hal ini penting bagi seorang muslim untuk mengetahui bagaimana harus menjalani kehidupan dengan sesama manusia yang berlainan suku, agama dan ras. Ketiga hal ini sering menjadi sumber konflik sosial yang berlanjut menjadi konflik fisik atau senjata. Khutbah Jum'at sangat tepat untuk menyadarkan khususnya umat Islam untuk dapat hidup berdampingan dengan umat lain dan diharapkan juga mempengaruhi sikap umat lain terhadap umat Islam. Ajaran toleransi yang dijunjung tinggi oleh Islam dapat disosialisasikan melalui khutbah Jum'at sehingga diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap terciptanya kehidupan yang harmonis dalam berbangsa dan bernegara. Khutbah Jum'at juga sangat baik untuk mengajak sekaligus memperkenalkan bagaimana meningkatkan ekonomi masyarakat. Khatib sangat perlu memberi semangat betapa pentingnya ekonomi bagi kehidupan seseorang maupun masyarakat dan bagaimana memperoleh dan menafkahkannya secara islami. Untuk mempertahankan hidupnya, setiap manusia membutuhkan materi atau barang-barang kebutuhan hidup. Berbagai kebutuhan itu menggerakkan mereka berusaha dan bekerja untuk memenuhi-
ShaiatJum'atsebagai'AgenPerubahan" dalam Masyarakat(Khadiq)
129
nya. Dari usaha itu muncullah berbagai macam kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia; kerajinan, perdagangan, pertanian, dan sebagainya.21 Berbagai kegiatan itulah yang disebut bidang ekonomi.22 Ajakan peningkatan ekonomi ini sangat bagus untuk dikemas dengan ajaran-ajaran agama Islam. Banyak ayat-ayat al-Qur'an maupun al-Hadits yang dapat dipedomani dalam menjelaskan akan pentingnya peningkatan ekonomi ini, terutama dalam konteks tugas manusia sebagai khalifah di bumi. Tetapi perlu diingat bahwa efektifitasnya akan terlihat jika tidak hanya berhenti dalam menjelaskan pentingnya peningkatan ekonomi saja kurang efektif, tetapi juga ada aktivitas riel yang mampu meningkatkan sumberdaya jamaah dalam peningkatan ekonomi. Semua orang sudah yakin bahwa ekonomi itu penting di dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu sangat penting juga adalah bagaimana menawarkan ide-ide tentang cara untuk peningkatan ekonomi yang dimaksud. Khutbah yang berisi tentang cara-cara peningkatan ekonomi dapat dikatakan sangat jarang - untuk menyebut tidak ada sama sekali - dilakukan oleh para khatib. Padahal hal inilah yang menjadi problem besar bagi ekonomi umat Islam sekarang ini. Kebanyakan mereka merasa cukup dengan tercukupinya kebutuhan sehari-hari, karena hanya itulah yang dapat mereka kerjakan. Hal ini disebabkan oleh karena sulitnya mereka melakukan sesuatu dalam rangka meningkatkan kehidupannya karena terbatasnya kemarnpuan maupun kesempatan yang ada.25 Dengan menawarkan ideide baru dalam khutbah yang dibacakan dalam format ibadah kepada Allah sangat mungkin akan dapat membuka wawasan mereka dan bahkan membawa berbagai macam perilaku ekonomi baru yang diharapkan dapat meningkatakan kehidupan mereka. Untuk keperluan ini seorang khatib yang mempunyai pengetahuan ekonomi cukup, atau bahkan seorang praktisi ekonomi akan lebih mempunyai kredibilitas. Di sini sekaligus mengungkap betapa perlunya tokoh agama bekerja sama dengan tokoh masyarakat
21
Sidi Gazalba, Pengantar Kebudayaan..., p.. 48 " Lihat Toha Yahya Umar, limit Dalwah, (Djakarta: Wijaya, 1971), p. 58 dan 109 23 Termasuk hambatan jalannya perubahan dari hasil komunikasi atau difusi adalah bahwa masyarakat mau menerima ide-ide perubahan, akan tetapi mereka tidak mendapat kesempatan. Selain itu ketidakmerataan juga sering membuat sebagian anggota masyarakat menjadi enggan untuk melakukan inovasi. Lihat: Niels G. Roling, dkk., "Difusi, Inovasi dan Masalah Kemerataan dalam Pembangunan Pedesaan", dalam Everett M. Rogers, (Ed.), Komunikasi dan Pembangunan...., p. 71. Di sinilah komunikator harus sedapat mungkin menawarkan kesempatan atau peluang.
130
Aplikasia, Jurnal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vbl. Ill, No. 2 Desember 2002:119-137
laiimya dalam bidang yang berbeda untuk bersama-sama meningkatkan kehidupan masyarakatnya, termasuk dalam hal ekonomi. Sementara itu juga sangat penting apabila khutbah Jum'at digunakan sebagai media pendidikan politik bagi masyarakat. Penjelmaan dari hasil pemikiran manusia dalam memenuhi kebutuhan pada saatnya akan membentuk kekuasaan, sehinga dapat menyusun struktur ekonomi dan sosial sebaik-baiknya menurut cita-cita tertentu. Untuk mencapai tujuan itu akhirnya terbentuklah kekuasan, organisasi, lembaga, dan badan-badan yang menyusun, mengatur, memimpin kegiatan, dan usaha ke arah itu. Di sinilah akan lahir aktivitas politik.24 Dakwah Islam sendiri memang mempunyai fungsi sosial politik. Berkaitan dengan cakupan ajaran Islam yang meliputi ibadah dan muamalah sebagaimana tersebut di atas, maka dakwah akan selalu berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diperlukan manusia, termasuk dukungan umat Islam dalam berpolitik dan bernegara, sebagai sumbangan terhadap upaya menciptakan masyarakat dan negara yang agamis. Dakwah dapat dijadikan sebagai upaya pembinaan political support yang dalam ilmu politik bisa bersifat overt (jelas) maupun covert (samar). Dengan dakwah dapat membantu pembentukan "tuntutan dan dukungan politik" dalam masyarakat.25 Sebagai salah satu bentuk dakwah, maka melalui khutbah Jum'at khatib dapat memperkenalkan terhadap jamaah tentang apa politik itu, bagaimana seseorang harus berpolitik, sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang telah terungkap dalam al-Qur'an maupun al-Hadits Nabi.^Tentu saja dalam khutbah tidak boleh memihak salah satu partai politik yang telah ada di negara ini. Di sini yang paling penting adalah mengenalkan bagaimana seorang muslim harus menentukan langkah-langkah politik tersebut, terutama mengenai bagaimana seseorang memilih sebuah pertai tertentu. B. Keterkaitan Materi antar Khutbah Selama ini khutbah lebih dipandang sebagai kewajiban atau rukun shalat Jum'at, baik khatib maupun jamaah kurang memaknai secara fungsional. Oleh karena itu khutbah Jum'at sepenuhnya merupakan otoritas 24
Sidi Gazalba, Pengantar Kebudayaan ..., p. 48 Yahya Muhaimin, Dakwah Islam ...., p. 88 Di sinilah sebagai satu model dakwah, khutbah Jum'at diharapkan akan menemukan jati diri umat Islam dan membangkitkan rasa percaya diri. Untuk bahasan lebih luas baca, M. Isa Anshari, Mujahid Dakwah, (Bandung : Diponegoro, 1984) 25
26
Shalat Jum'at sebagai "Agen Perubahan" dalam Masyarakat (Khadiq)
131
khatib di dalam memilih materi khutbahnya. Biasanya seorang khatib menyampaikan khutbah dengan mengambil satu tema tertentu. Pada hari Jum'at berikutnya khatib yang lain atau bahkan khatib yang sama kembali menggunakan otoritasnya dengan memilih topik yang lain, atau bahkan justru secara tidak sengaja mengulang topik khutbah sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa meskipun shalat Jum'at dengan khutbahnya itu dilakukan oleh umat Islam secara rutin seminggu sekali, tetapi tidak ada kesinambungan materi khutbah yang mestinya dapat dijadikan salah satu motor penggerak bagi kemajuan masyarakat Islam setempat. Mengingat begitu mulia tujuan khutbah Jum'at, alangkah bagusnya apabila khutbah yang selalu diadakan setiap satu minggu sekali ini dilakukan secara berkesinambungan. Dengan model ini khutbah Jum'at akan bermanfaat dengan memberikan informasi tentang kemajuan umat Islam secara lebih komprehensif, yang lebih merangsang dan mempermudah jamaah untuk menghayati, dan selanjutnya diharapkan untuk mengamalkannya. Apabila khatibnya tidak selalu tetap atau tidak berganti-ganti, maka akan lebih efektif jika khatib melakukan satu rangkaian khutbah yang berkesinambungan. Di masjid-masjid yang telah mempunyai kepengurusan secara lebih baik, biasanya khutbah Jum'at ini disampaikan oleh beberapa orang khatib yang berlainan, dengan membuat jadwal sesuai dengan jumlah khatib yang bersedia. Dalam kondisi ini maka takmir harus trampil dalam membuat jadwal sehingga khutbah Jum'at benar-benar berfungsi untuk mengubah umat ke arah yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Akan lebih baik lagi apabila takmir sebelum membuat jadwal tersebut membuat semacam kurikulum dalam satu periode tertentu, berdasarkan kebutuhan yang mendesak bagi jamaah. Setelah itu baru dibuat sebuah jadwal berdasarkan urutan meteri yang telah ditetapkan, sekaligus menetapkan khatib dengan mempertimbangkan keahliannya. Dengan demikian, para jamaah yang biasanya lebih merupakan warga satu masyarakat tertentu akan memperoleh satu rangkaian pesan dakwah Islam yag komprehensif dalam satu kurun waktu tertentu. Oleh karena itu pembuat jadwal khutbah Jum'at harus berperan aktif dalam mengarahkan ke mana khutbah itu akan memberi pengaruh pada masyarakat dalam kurun waktu tertentu. C. Ulasan Khutbah Cara ini dapat membantu terjadinya efektivitas khutbah, dalam rangka meningkatkan kehidupan masyarakat di segala bidang sesuai dengan tujuan
132
Aplikasia, Jurnal Aptikasi llmu-ilmu Agama, Vol. Ill, No. 2 Desember 2002:119-137
yang dicanangkan. Ulasan materi khutbah di luar rangkaian shalat Jum'at diharapkan berguna bagi jamaah untuk memperjelas materi maupun mengklarifikasi berbagai kemungkinan yang akan timbul sehubungan dengan materi itu, baik segi positif maupun negatif. Artinya pesan-pesan yang telah disusun secara berkesinambungan itu dapat dibahas atau diulas lagi secara lebih tuntas dalam rangka lebih memahami, menghayati, sekaligus dapat diamalkan dengan baik. Hanya dengan penjelasan yang menyeluruh jamaah akan mempunyai motivasi terhadap ide-ide baru yang disampaikan oleh khatib. Melalui forum inilah seorang khatib atau juga didukung oleh tokoh masyarakat lain sedapat mungkin menciptakan motive pada diri jamaah untuk melakukan perubahan dan perbaikan.27 Cara demikian biasanya baru dilakukan oleh jamaah shalat Jum'at di beberapa tempat yang biasanya khutbah dibacakan dalam bahasa Arab karena keyakinan bahwa khutbah Jum'at harus dilaksanakan memakai bahasa seperti masa Nabi. Di masjid-masjid yang khutbahnya dibacakan dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah cara ini hampir tidak pernah dilakukan, kecuali sebatas menjadi selingan ngobrol beberapa jamaah, di mana setelah shalat selesai mereka ngobrol tentang sesuatu. Hal ini tentu saja tidak melibatkan semua jamaah. Bagaimanapun sifat khutbah yang hanya sebentar tidak akan cukup untuk mentransformasikan berbagai ide baru pada jamaah. Begitu pula model komunikasi yang searah - atau tidak interaktif - tidak ada kesempatan bagi jamaah untuk menanyakan berbagai
27 Motif juga diartikan sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia untuk mengarahkan kepada tujuan. Dalam hal ini motif dekat persamaannya dengan kebutuhan atau dorongan. Kalau dorongan atau kebutuhan lebih bersifat fisis dan biologis, maka motif lebih bersifat psikologis. Motif terbenruk dalam diri seseorang melaui nilai-nilai dan harapanharapan sosial dan kultural. Kalau dorongan bersangkut paut dengan biologis, maka motif ini berada dalam wilayah psikologi sosial. Hal ini karena manusia selalu berjuang untuk memenuhi kebutuhan dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu semua motif individual manusia harus ditransformasikan kepada kesejahteraan masyarakatnya. Di sini tujuan pemenuhan motif tidak hanya individual, tetapi untuk kebutuhan masyarakatnya. Seorang da'i harus dapat mengarahkan khalayak untuk menimbulkan proses belajar berkaitan dengan materi yang diberikannya. Dari motif ini selanjutnya muncul motivasi. Motivasi merupakan tenaga kejiwaan yang dapat membangkitkan manusia dalam perjuangan hidupnya, dan oleh karenanya menjadi tenaga penggerak yang sangat vital untuk menghindarkan orang dari frustasi. Lihat H.M. Arifin, M.Ed., Psikologi Dakwah ..... pp. 63-66 28 Komunikasi searah adalah komunikasi di mana komunikan atau khalayak (jamaah Jum'at) tidak berkesempatan memberi umpan balik secara langsung kepada komunikator (khatib). Dalam komuniksi ini tidak terdapat dialog interaktif arttara komunikator dengan khalayak.
Shalat Jum'at sebagai "Agen Perubahan" dalam Masyarakat (Khadiq)
133
hal yang tidak dimengerti.28 Kalau mungkin dilaksanakan setelah shalat selesai, maka hal ini akan sangat efektif, karena materi khutbah baru saja dibacakan dan masih ada dalam ingatan mereka. Persoalannya adalah tidak mudah untuk menyelenggarakan acara tambahan ini, kerena biasanya para jamaah setelah selesai shalat banyak yang segera pulang untuk melakukan aktivitas masingmasing, kecuali hanya beberapa orang saja yang sengaja istirahat untuk beramah-tamah dengan beberapa jamaah yang lain. Tetapi apabila materi yang dibicarakan menarik atau sesuai kebutuhan mereka, acara ini mungkin saja untuk diselenggarakan. Khatib atau tokoh lain yang harus selalu memperhatikan situasi psikologis jamaah yang ada demi efektifitas komunikasi dakwah ini.29 Acara seperti ditawarkan di atas lebih mungkin diadakan dalam forum yang lain, meski tidak secara khusus diadakan untuk itu. Hal ini dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan berbagai kesempatan. Akan lebih baik lagi apabila suatu kelompok masyarakat telah mempunyai suatu kegiatan keagamaan yang melibatkan seluruh masyarakat, seperti kelompok pengajian rutin, jamaah yasinan, atau berbagai kegiatan lain yang di dalamnya mungkin dilaksanakan pengkajian ilmu agama. Di banyak desa bahkan slametan sudah sering disisipi dengan acara ceramah agama (pengajian). Dalam acara yang demikian kiranya tidak ada salahnya apabila materi yang diberikan merupakan meteri yang berkaitan dengan berbagai ceramah lain yang pernah diterima masyarakat, termasuk dalam khutbah Jum'at.30 Dalam hal ini hendaknya materi kajian yang dipilih adalah materi yang berhubungan dengan materi khutbah Jum'at pada minggu yang sama, dalam rangka memperjelas maupun mengkritisi untuk selanjutnya mencari jalan yang lebih baik lagi. Acara ini mungkin akan lebih baik kalau dilakukan oleh khatib pada hari Jum'at yang sama. Apabila tidak mungkin,
29 Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam berdakwah, pertama, faktor psikologis, meliputi keadaan jiwa, usia, kecerdasan, dan kekuatan berpikir, kedua, faktor lingkungan, meliputi rumah tangga, sosial masyarakat, ekonomi, budaya, dan sebagainya, ketiga, faktor da'i, yaitu bahwa da'i harus membenahi dirinya, baik kapasitas ilfnunya maupun tingkat pengamalan terhadap ilmu tersebut, serta akhlak yang mulia. Da'i juga harus pandai bergaul dengan masyarakat dan didukung oleh penguasaan bahasa yang setara. Lihat: Masdar Hehny, Dakwah Dalam ...., p. 14 30 Mengenai Slametan ini, lihat Niels Mulder, Mistisisme Jawa: Ideologi di Indonesia, terjemah: Moor Cholis, (Yogyakarta: LKiS, 2001), p. 91-93; lihat pula CUfford Geertz, The Religion oflaDO, (Chicago: The University of Chicago Press, 1976), p. 11- 81
134
Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu Agama, Vol. Ill, No. 2 Desember 2002:119-137
dapat juga dilakukan tanpa kehadiran khatib, dan dipandu oleh tokoh lain yang lebih mengerti. Bahkan kalau terpaksa cukup dilakukan pembahasan atau diskusi semampunya. V. Simpulan Dalam suasana berkumpul dalam jamaah, shalat Jum'at berfungsi untuk mempererat tali persatuan antar sesama anggota masyarakat. Sebab shalat Jum'at biasanya diikuti oleh masyarakat setempat secara keseluruhan sebagai jamaah tetap, hanya beberapa orang saja yang merupakan jamaah tidak tetap. Dengan bertemu, mereka dapat terlibat dalam interaksi dan komunikasi sehingga semakin akrab dalam berhubungan bertetangga atau bermasyarakat. Meskipun ada, jarang dalam satu masyarakat mengadakan dua shalat Jum'at untuk membedakan golongan atau organisasi tertentu. Suasana yang penuh dengan nuansa islamnya, shalat Jum'at juga berfungsi untuk syiar Islam, yang akhirnya dapat memperkuat rasa fanatisme terhadap agama Islam. Shalat Jum'at juga berfungsi sebagai kontrol sosial. Tidak diragukan lagi khutbah Jum'at merupakan satu bentuk dakwah Islam yang paling murah dan mudah. la merupakan dakwah billisan yang sangat efektif sebagai agen perubahan bagi masyarakat. Tugas kita sekarang tinggal meningkatkan efektifitas terhadap pencapaian tujuan dakwah tersebut. Untuk meningkatkan efektifitas, langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan menambah pengetahuan sang khatib tentang pesanpesan yang akan disampaikan kepada jamaah. Apapun yang diberikan oleh khatib harus dilandasi dengan ilmu pengetahuan yang mendalam, sehingga khatib benar-benar menguasai apa yang disampaikan di atas mimbar. Dengan demikian maka segala perkataan yang keluar dari khatib akan dipercaya oleh jamaah sekaligus menambah kredibilitas khatib. Kemampuan khatib dalam menyarnpaikan pesan juga sangat menunjang efektifitas khutbah. Bahasa yang mudah dimengerti, gaya penyampaian yang enak, tidak bernada menghakimi atau menyalahkan, sangat diperlukan. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah keteladanan sang khatib tentang apa yang disampaikan, terutarna khatib yang berasal dari masyarakat setempat. Hal ini juga berhubungan dengan posisinya sebagai tokoh masyarakat. Karena khutbah ini diadakan secara rutin seminggu sekali, maka sangat mungkin masyarakat bosan untuk mendengarkan pesan-pesan yang bersifat pengulangan. Untuk itu khatib perlu menyampaikan hal-hal baru dan sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh masyarakat saat itu. Bahkan akan Shalat Jum'at sebagai "Agen Perubahan" dalam Masyarakat (Khadiq)
135
lebih baik lagi jika dapat membantu kesuKtan yang mereka hadapi saat itu. Berkaitan dengan ini maka dapat pula dilakukan dengan pembuatan jadwal khatib dalam waktu tertentu sekaligus menentukan materi khutbah yang harus disampaikan, sesuai dengan bidang pengetahuan para khahb yang bersangkutan. Ulasan di waktu lain terhadap materi khutbah sangat membantu masyarakat untuk memahami pesan para khatib -terlebih lagi materi baru yang masih asing, sehingga akan mendorong timbulnya perubahan dalam masyarakat menuju yang lebih baik dalam segala aspek kehidupan. DAFTAR PUSTAKA Anton Bakker, 2000, Antropologi Metafisik, Yogyakarta : Kanisius Baihaqi A.K., 2000, 900 Materi-materi Pokok untuk Dakwah dan Khutbah, Jakarta : Darul ulum Press, Beltrans S., Luis Ramiro, 1989, "Premis-Premis, Obyek-obyek, dan Metodemetode Asing dalam Penelitian Komunikasi di Amerika Latin", dalam Komunikasi dan Pembangunan : Perspektif Kritis, penerjemah : Dasmaar Nurdin, Jakarta : LP3ES, Departemen Agama, 1996, Al-Qur'an Al-Karim dan Terjemahnya, Semarang : CV. Toha Putra Geertz, Clifford, 1976, The Religion of Java, Chicago: The University of Chicago Press, H.M. Arifin, M.Ed., 1977, Psikologi Dakwah: Pengantar Studi, Jakarta: Bulan Bintang Koentjaraningrat, 1994, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Lewis, Bernard, 1994, Bahasa Politik Islam, penerjemah : Ali Fauzi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Masdar Helmy, 1973, Dakwah Dalam Pembangunan, Semarang : CV. Toha Putra M. Isa Anshari, 1984, Mujahid Dakwah, Bandung : Diponegoro Mulder, Niels, 2001, Mistisisme Jawa: Ideologi di Indonesia, penerjemah : Noor Cholis, Yogyakarta : LKiS Nurkholish Madjid, 2000, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-nilai Islam dalam Kehidupan Masyarakat, Jakarta : Paramadina Rogers, Everett M., dan F. Floyd Shoemaker, 1971, Communication of Innovations: A. Cross-Cultural Approach, New York : The free Press, A Division of macmillan Publishing CO., and London : Collier Macmillan Publisher 136
Aplikasia.JurnalAplikasillmu-ilmu Agama, Vol. IILNo.2Desember2002:119-137
Roling, Niels G., dkk., 1989, "Difusi Inovasi dan Masalah Kemerataan dalam Pembangunan Pedesaan", dalam Everett M. Rogers, (Ed.), Komunikasi dan Pembangunan : Perspektif Kritis, penerjemah : Dasmaar Nurdin, Jakarta: LP3ES Sidi Gazalba, 1968, Pengantar Kebudayaan Sebagni Hmu, Jakarta : Pustaka Antara Toha Yahya Umar, 1971, Hmu Dakwah, Djakarta : Widjaya, Waryono, 2001, "Din dalam Ungkapan Al Qur'an", dalam Jumal Dnku'nli No. 3, Th. II, Juli-Desember, Yogyakarta : Fak. Dakwah IAIN Sunan Kalijaga, Whiting, Gordon C., 1989, "Bagaimana Kaitan antara Komunikasi dengan Perubahan?", dalam Everett M. Rogers, (Ed.), Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis, penerjemah : Dasmaar Nurdin, Jakarta : LP3ES, Yahya Muhaimin, 1985, "Dakwah Islam dan Partisipasi Politik: Bagaimana Meningkatkan Kesadaran Bermasyarakat dan Bernegara", dalam Amrullah Ahmad (Ed.), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta : PLP2M
Shalat Jum'at sebagai "Agen Perubahan" dalam Masyarakat (Khadiq)
137