Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (KNASTIK 2016) Yogyakarta, 19 November 2016
ISSN: 2338-7718
SEGMENTASI WARNA PADA BATIK MENGGUNAKAN PENDEKATAN HSV DENGAN TEKNIK LINKAGE Widi Hapsari1,Nugroho Agus Haryono2 1
Prodi Teknik Informatika, Universitas Kristen Duta Wacana, Indonesia 2
1
[email protected] [email protected]
Abstrak Setiap motif Batik memiliki karakteristik bentuk yang dipergunakan untuk mengidentifikasi motif batik tertentu.Selanjutnya ekstraksi bentuk pada motif batik dapat digunakan untuk pengenalan motif batik. Bentuk yang mampu diidentifikasi sangat tergantung dari image preprocessing yang dilakukan. Dalam penelitian ini segmentasi dipilih karena adanya kebutuhan untuk dapat menonjolkan bentuk yang menjadi ciri dari motif batik tertentu. Proses segmentasi dilakukan dengan cara membagi citra input ke dalam blok ukuran 4x4 piksel, kemudian dihitung rata-rata nilai dari komponen Hue, Saturation, dan Value (HSV). Selanjutnya dengan nilai tersebut dilakukan segmentasi menggunakan teknik klasterisasi Single Linkage, Complete Linkage dan Average Linkage. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan pemisahan motif sebesar 95% dantingkat kebersihan klaster yang memuat motif terhadap noise sebesar 93% dari 100 citra uji diperoleh dengan menggunakan teknik klasterisasi Average dan standar deviasi 0.05.Selain itu juga diperoleh urutan klaster yang memuat motif berturut-turut klaster 2, klaster 1 dan klaster 3, masingmasing sebanyak 41%, 36% dan 9% dari 100 citra uji. Kata Kunci :batik, segmentasi, HSV, linkage, klaster pembagian citra menjadi daerah-daerah (regions) yang dibutuhkan, terutama untuk membedakan Preprocessing pada pengolahan citra objek/region (foreground) dari yang lainnya memiliki peran yang signifikan terhadap proses (background) (Dougherty, 2009). pengenalan objek. Biasanya preprocesing ini Model representasi warna HSV dipilih, dilakukan untuk perbaikan citra misalnya karena model representasi ini lebih sesuai dengan menghilangkan noise, perubahan pencahayaan atau persepsi mata manusia.Sedangkan representasi memperbaiki bentuk objek. Penelitian mengenai model warna RGB (Red, Green, Blue) lebih klasifikasi motif batik berbasis bentuk, warna maupun tekstur masih memberikan hasil yang berorientasi ke hardware, yaitu menerima nilai dari kurang maksimal karena preprocessing berupa kamera dan menyimpannya dalam komputer.(Russ, morfologi citra, seperti opening dan closing belum 2011). Oleh sebab itu, sebelum dilakukan proses bisa memisahkan motif pembentuk batik yang akan segmentasi, citra input yang diterima dalam format diklasifikasi (Hapsari, Haryono, & Nugraha, 2014), RGB akan terlebih dahulu dikonversi menjadi (Haryono & Hapsari, 2015), (Chandra, 2016), format HSV. Beberapa teknik klasterisasi bisa digunakan (Novita, 2016). Oleh sebab itu, penelitian ini untuk melakukan segmentasi. Salah satunya adalah dilakukan untuk memperbaiki preprocessing citra teknik Linkage. Teknik linkage dipilih dalam sebelum dilakukan analisis citra dengan membuat pembuatan sistem karena karakteristiknya yang sistem yang bisa memisahkan motif batik dari tidak membutuhkan titik awal untuk memulai proses background dan isen-isen dari batik menggunakan segementasi. Selain itu jumlah klaster yang komponen warna HSV.Segmentasi merupakan 268
1. Pendahuluan
Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (KNASTIK 2016) Yogyakarta, 19 November 2016
dihasilkan bisa sesuai dengan yang diinginkan. Dalam hal ini ada tiga teknik linkage yang dipakai, yaitu: Single, Average, dan Complete.
2. Tinjauan Pustaka 2.1.Ruang Warna Model RGB banyak digunakan untuk memperoleh, memproses, dan menampilkan citra digital, misalnya untuk warna pada kamera video maupun pada monitor.Sebagian besar warna dapat dibuat dari percampuran ketiga komponen warna utama dalam RGB, yaitu Red, Green, dan Blue(Dougherty, 2009). Untuk model yang lain lebih berorientasi pada persepsi manusia terhadap warna, yaitu Hue, Saturation, dan Value (HSV). Hue mengidentifikasikan panjang gelombang terhadap persepsi warna, atau warna yang sesungguhnya, misalnya membedakan antara warna merah dan kuning.Saturation adalah jumlah warna yang ada, misalnya yang membedakan warna merah dan warna merah muda.Sedangkan Value adalah jumlah kecerahan warna, misalnya yang membedakan antara merah gelap dengan merah terang.Beberapa sistem warna yang juga menggunakan komponenkomponen ini adalah HSB (Hue, Saturation, Brightness), HSI (Hue, Saturation, Intensity), dan HLS (Hue, Lightness, Saturation) (Russ, 2011). 2.2.Segmentasi citra berwarna Segmentasi citra bertujuan untuk membagi citra ke dalam beberapa regionberdasarkan parameter tertentu, seperti misalnya warna. Diskontinuitas dan similaritas/homogenitas merupakan dua sifat dasar piksel terhadap pikselpiksel tetangganya yang dapat digunakan untuk proses segmentasi. Hasil segmentasi bisa diperoleh dari klasterisasi dimana dilakukan pengelompokan klaster atau piksel menjadi klaster yang lebih besar berdasarkan properti tertentu. Strategi agglomerative clustering dimulai dari klaster yang terpisah satu sama lain, kemudian secara iterative pada setiap tahap akan terjadi penggabungan klaster dengan kriteria similaritas. Proses ini akan diulang sampai mencapai jumlah klaster tertentu atau jika terus dijalankan maka akan membentuk hanya satu buah klaster. Teknik Klasterisasi Linkage yang dipilih dalam penelitian adalah: Single, Complete dan Average. Single Linkage menggunakan pendekatan similaritas antara 2 klaster yaitu jarak minimum
ISSN: 2338-7718
antar objek pada 2 klaster, disebut juga sebagai neighbor joining.Misalnya diberikan 2 klaster P1 dan P2, maka jarak antara keduanya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1). ŽD ! ,
S"
= min’LM' , 'P Q“ ,P
(1) dengan pi adalah anggota dari klaster Pl dan pj adalah anggota klaster P2. Klasterisasi Average Linkage menggunakan pendekatan similaritas antara 2 klaster berupa jarak rata-rata pada semua pasangan objek pada 2 klaster (satu dari setiap klaster) seperti pada Persamaan (2). Ž ”• ! , S " = avg’LM' , 'P Q“ ,P
(2) Klasterisasi Complete Linkage menggunakan pendekatan similaritas antara 2 klaster berupa jarak maksimum antar objek pada 2 klaster yang dihitung menggunakan Persamaan (3). ŽD ˆ ! , S " = max’LM' , 'P Q“ ,P
(3) Ketiga persamaan tersebut dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1, dimana klaster dapat digabungkan berdasarkan jarak terpendek, rata-rata atau jarak terjauh antara anggota-anggota pada masing-masing klaster. +
+
+ C2 C1
+ C2
(a). Single (b). Average (c). Complete Gambar 1. Illustrasi Klasterisasi Linkage yang digunakan
3. Metodologi dan Perancangan Sistem 3.1. Pengambilan Data Dalam penelitian ini digunakan dataset sebanyak 100 citra yang di-resize ke dalam ukuran 256x256 piksel.Citra asli memiliki ukuran MxM atau MxN dimana M memiliki perbedaan yang tidak terlalu besar dengan N, agar ketika dilakukan resizemaka aspect ratio motif pada citra tidak berubah. Citradataset diperoleh dari proses pemindaiancitra buku-buku pustaka motif batik karya Kusrianto (Kusrianto, 2013), buku karya
269
Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (KNASTIK 2016) Yogyakarta, 19 November 2016
Ramadhan(Ramadhan, 2013), dan buku motif batik Yogya yang disusun oleh Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berupa buku motif batik Yogya (Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi DIY, 2007), motif Nitik (Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi DIY, 2007), dan motif Semen (Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi DIY, 2007). 3.2.Pembuatan Sistem Sistem segmentasi ini dibangun dengan menggunakan Matlab. Fungsi library matlab yang dipakai untuk preprocessing antara lain rgb2hsv
ISSN: 2338-7718
yang digunakan untuk mendapatkan citra hasil konversi dari RGB menjadi HSV. Selain itu digunakan fungsi linkage untuk menghitung jarak antar klaster (misalnya: average, single, atau complete). Setelah itu dilanjutkan dengan fungsi cluster yang digunakan untuk melakukan proses klasterisasi hasil fungsi linkage terhadap objekobjek yang diobservasi ke dalam n klaster. Diagram arsitektur sistem ditunjukkan pada Gambar 2. Diawali konversi citra RGB ke HSV, kemudiandilanjutkan pembagian citra menjadi blokblok. Terakhir blok-blok diproses dengan teknik klasterisasi.
Gambar 2. Arsitektur Sistem Segmentasi 3.3. Pengujian Sistem Proses pengujian akan dilakukan dengan 3 teknik klasterisasi dan variasi standar deviasi. Dalam hal ini yang diambil adalah standar deviasi 0.01, 0.05 dan 0.10. Dataset diujikan dengan menggunakan setiap teknik klasterisasi serta setiap standar deviasi sehingga terdapat 9 hasil. Selanjutnya akan dipilih hasil dari teknik klaster dan standar deviasi yang paling baik. Parameter untuk mengukur hasil terbaik adalah keberhasilan memisahkan motif dari background dan isen-isen serta tingkat kebersihan klaster yang memuat motif terhadap noise. Noise disini adalah region lain yang bukan bagian dari motif tetapi berada pada klaster
yang memuat motif. Tahap berikutnya dilakukan pengamatan terhadap data pada setiap klaster.
4. Analisis dan Pembahasan Hasil pengujian diawali dengan proses validasi sistem menggunakan data khusus untuk validasi. Setelah sistem berjalan sesuai dengan algoritma dan output yang diharapkan, selanjutnya sistem dijalankan dengan citra uji yaitu citra batik sesuai dengan yang direncanakan. Contoh antar muka sistem yang dibangun diberikan dalam Gambar 3.
270
Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (KNASTIK 2016) Yogyakarta, 19 November 2016
ISSN: 2338-7718
Gambar 3. Halaman Utama Sistem
Tabel 2 menunjukkan bahwa teknik average memberikan hasil yang paling baik. Sistem ini melakukan iterasi klasterisasi atau penggabungan blok-blok citra sampai diperoleh 4 klaster. Klaster diurutkan mulai dari klaster dengan anggota terbanyak di sebelah kiri. Citra paling kanan adalah citra asli. Perbandingan hasil pengamatan terhadap teknik klasterisasi yang digunakan diberikan dalam Tabel 1 sampai dengan Tabel 3.
Single Average Complete
Tabel 1 menunjukkan bahwa teknik average memberikan hasil yang paling baik.
Keberhasilan memisahkan motif dari background dan isen-isen Berhasil Single Average Complete
22 84 78
Kurang Berhasil 78 16 22
Tingkat kebersihan klaster yang memuat motif Baik 11 67 67
Kurang Baik 89 33 33
Keberhasilan memisahkan motif dari background dan isen-isen Berhasil
Tabel 1.Hasil Perbandingan Teknik Klaster dengan menggunakan nilai standar deviasi 0.01. Keberhasilan Tingkat memisahkan kebersihan motif dari klaster yang background dan memuat motif isen-isen Kurang Berha Kurang Baik sil Berhasil Baik Single 76 24 47 53 Average 95 5 78 22 Complete 92 8 72 28
Tabel 2.Hasil Perbandingan Teknik Klaster dengan menggunakan nilai standar deviasi 0.05.
Tabel 3. Hasil Perbandingan teknik klaster dengan menggunakan nilai standar deviasi 0.10.
21 95 86
Kurang Berhasil 79 5 14
Tingkat kebersihan klaster yang memuat motif Baik 19 93 86
Kurang Baik 81 7 14
Tabel 3 menunjukkan bahwa teknik Average memberikan hasil yang paling baik. Ketiga tabel tersebut memperlihatkan teknik Average memberikan hasil yang sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan teknik Complete. Sedangkan Single menjadi teknik yang tidak berhasil digunakan dalam sistem segmentasi ini. Sedangkan standar deviasi yang terbaik adalah 0.05 yang ditunjukkan pada Tabel 2. Standar deviasi 0.01 pada Tabel 1 menunjukkan hasil yang lebih baik dari standar deviasi 0.10 pada Tabel 3. Hasil pengamatan untuk pengujian di atas diperoleh empat kemungkinan yaitu bentuk motif dapat diperoleh dengan jelas pada sebuah klaster dan tidak ada noise atau hanya sedikit noise, bentuk motif dapat diperoleh dengan jelas namun pada klaster tersebut terdapat noise, bentuk motif tidak dapat diperoleh dengan jelas tetapi tidak ada noise pada klaster tersebut dan yang terakhir adalah tidak diperoleh bentuk motif dan klaster ber-noise.
271
Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (KNASTIK 2016) Yogyakarta, 19 November 2016
Standar deviasi yang kecil memberikan hasil yaitu anggota (warna) pada masing-masing klaster lebih homogen. Sebaliknya dengan standar deviasi yang besar sebuah klaster memuat warna yang lebih banyak atau lebih variatif. Hasil terburuk dengan standar deviasi besar adalah banyaknya warna bukan bagian dari motif yang masuk ke klaster motif.Namun demikian dengan standar deviasi kecil bukan berarti lebih baik, karena kebanyakan motif memiliki warna yang tidak homogen. Sehingga standar deviasi di antara keduanya mampu mengurangi kelemahan standar deviasi kecil maupun besar. Contoh : kebanyakan citra batik memiliki motif dengan border dengan warna yang berbeda, atau motif dengan gradasi warna. Teknik klasterisasi Single dalam penelitian ini tidak memberikan hasil yang memuaskan, sebagian besar citra tidak berhasil dipisahkan motif dari background-nya. Sedikit lebih baik dari Single adalah complete. Tetapi jika teknik Complete dibandingkan dengan Average, 4 klaster hasil Average 2 klaster memuat motif dan background sehingga 2 klaster sisanya hanya berisi sedikit blok warna. Sedangkan klaster hasil Complete klaster 3 dan 4 masih memuat blok warna yang cukup banyak sehingga dapat meyebabkan kegagalan memisahkan motif . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 4 sampai dengan Gambar 6, yaitu contoh citra hasil dari masing-masing motif dengan teknik Single, Average dan Complete dengan standar deviasi 0.05. Standar deviasi ini merupakan standar deviasi terbaik dibandingkan standar deviasi 0.01 dan 0.10.
ISSN: 2338-7718
Gambar 4. Contoh 5 citra hasil klasterisasi menggunakan teknik Single
Gambar 5. Contoh 5 citra hasil klasterisasi menggunakan teknik Average
Gambar 6. Contoh 5 citra hasil klasterisasi menggunakan teknik Complete Dari Tabel 1 sampai dengan Tabel 3 dapat dipilih teknik Average dengan nilai threshold standar deviasi sebesar 0.05. Pemilihan tersebut berdasarkan hasil tertinggi yaitu tingkat keberhasilan memisahkan motif sebesar 95%serta kebersihan klaster yang memuat motif sebesar 93% dari 100 data citra batik yang diuji. Selanjutnya 272
Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (KNASTIK 2016) Yogyakarta, 19 November 2016
teknik dan standar deviasi tersebut digunakan untuk memperoleh nomor klaster yang memuat motif. Hasil pengamatan yang dilakukan diberikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Nomor klaster yang memuat motif Jumlah data dengan motif berada pada kluster keMotif
1
2
3
4
1,2
1,3
2,3
12
5
3
0
0
0
0
0
13
7
0
0
0
0
Parang
15
5
0
0
0
0
0
Semen
7
9
2
0
1
1
0
Truntum
2
9
7
1
0
0
1
36
41
19
1
1
1
1
Kawung Nitik
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh bahwa motif yang berada pada klaster 2 sebesar 41% dari 100 citra uji. Diikuti oleh klaster 1 dan 3 berturut-turut 36% dan 19%. Secara lebih detail dapat dituliskan hasil berikut ini : a. Motif Kawung lebih banyak berada dalam klaster 1, yaitu klaster dengan jumlah anggota yang terbanyak, dengan kata lain citra warna batik Kawung motif didominasi oleh warna motifnya dibandingkan background-nya. b. Jika motif berada di klaster yang kedua atau ketiga, ukuran motif tidak terlalu besar, sehingga klaster 1 nya merupakan warna background. Model gambar batik yang seperti ini ditemukan kebanyakan pada motif Nitik dan motif Truntum. Hasil ini sesuai dengan nama motif Nitik, yang artinya kumpulan dari motif kecil-kecil yang menyerupai titik, dan motif Truntum yang artinya bunga Truntum yang kecil-kecil. c. Parang memiliki karakteristik yang sama dengan kawung, yaitu motif memenuhi citra. Sehingga jumlah warna background lebih sedikit. d. Beberapa citra batik Semen memiliki dua warna dalam sebuah motif mengakibatkan motif semen ini akan muncul dalam dua klaster, misalnya muncul dalam klaster 1 dan klaster 3. Jadi nomor klaster yang memuat motif ditentukan ukuran motif. Jika motif memiliki ukuran besar maka motif berada di klaster 1, klaster 2 merupakan background. Atau sebaliknya, motif berada di klaster 2, klaster 1 merupakan background. Jika
ISSN: 2338-7718
ukuran motif sangat kecil, maka motif ini akan berada di klaster 3.
5. Penutup Penelitian ini memberikan hasil yaitu teknik klaster yang paling baik untuk data citra batik adalah Average. Selain itu diperoleh bahwa standar deviasi yang terbaik adalah 0.05. Gabungan teknik dan standar deviasi terbaik tersebut memberikan keberhasilan pemisahan motif sebesar 95% dan tingkat kebersihan klaster yang memuat motif sebesar 93%. Selanjutnya teknik dan standar deviasi terbaik tersebut digunakan untuk pengujian lebih lanjut yaitu mendapatkan nomor klaster yang memuat motif. 5 motif yang dipilih yaitu Kawung, Nitik, Parang, Semen dan Truntum memiliki karakteristik yang berbeda. Motif Kawung dan Parang sebagian besar berada pada klaster 1. Sementara motif Nitik dan Truntum berada di klaster 2. Jadi penempatan motif pada klaster ini tergantung dari ukuran motif. Beberapa motif Semen memiliki lebih dari satu warna sehingga untuk mendapatkan motif secara utuh diperlukan penggabungan 2 klaster. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa segmentasi warna dengan HSV berhasil dilakukan dengan baik pada citra motif batik. Segmentasi mampu memisahkan motif dari background-nya dengan karakteristik motif masing-masing. Daftar Pustaka Chandra, J. I. (2016). Pengenalan Batik Motif Truntum Menggunakan Form Factor, Aspect Ratio, dan Roundness. (Skripsi S1 Universitas Kristen Duta Wacana). Yogyakarta: SinTA (Sistem Informasi Tugas Akhir) UKDW. Diambil kembali dari http://sinta.ukdw.ac.id/sinta Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi DIY. (2007). Buku Motif Batik Yogya (1 ed.). Yogyakarta, Indonesia: Pena Persada Desktop Publishing. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi DIY. (2007). Buku Motif Batik Yogya Nitik (1 ed.). Yogyakarta, Indonesia: Pena Persada Desktop Publishing. Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi DIY. (2007). Buku Motif Batik Yogya Semen (1 ed.). Yogyakarta, Indonesia: Pena Persada Desktop Publishing. Dougherty, G. (2009). Digital Image Processing for Medical Applications. New York: Cambridge University Press. Hapsari, W., Haryono, N. A., & Nugraha, K. A. (2014). Klasifikasi Citra Motif Batik Menggunakan K-Nearest Neighbor Berbasis pada Warna, Bentuk, dan Tekstur. Laporan Penelitian, LPPM Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta.
273
Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (KNASTIK 2016) Yogyakarta, 19 November 2016
Haryono, N. A., & Hapsari, W. (2015). Klasifikasi Batik Menggunakan K-Nearest Neighbor Berbasis. Yogyakarta: UKDW. Kusrianto, A. (2013). Batik Filosofi, Motif dan Kegunaan. Yogyakarta: Andi. Novita, V. D. (2016). Klasifikasi Motif Batik Semen Berdasarkan Ekstraksi Polar Fourier Transform Dan KNearest Neighbour. (Skripsi S1 Universitas Kristen Duta Wacana). Yogyakarta: SinTA (Sistem Informasi Tugas Akhir) UKDW. Diambil kembali dari http://sinta.ukdw.ac.id/sinta Ramadhan, I. (2013). Cerita Batik. Tangerang: Literati. Russ, J. C. (2011). The Image Processing Handbook. India: CRC Press Taylor & Francis Group.
ISSN: 2338-7718
Biodata Penulis Widi Hapsari, memperoleh gelar S1 di Universitas Gadjah Mada.Memperoleh gelar S2 di Universitas Universitas Gadjah Mada.Saat ini menjadi pengajar di Universitas Kristen Duta Wacana. Nugroho Agus Haryono, memperoleh gelar S1 di Universitas Diponegoro. Memperoleh gelar S2 di Universitas Gadjah Mada.Saat ini menjadi pengajar di di Universitas Kristen Duta Wacana.
274
BERITA ACARA PELAKSANAAN HASIL SEMINAR SESI PARALEL
KNASTIK 2016
judul
Segmentasi Warna pada Batik Menggunakan Pendekatan HSV dengan Teknik Linkage
Pemakalah
Widi Hapsari, Nugroho Agus Haryono
Moderator
Drs. R Gunawan S., M.Si.
Notulis
Emylia Intan L.
5
Peserta
Tanya Jawab
orang di ruang
:
E.3.5
:
Pemakalah menceritakan tingkat keberhasilan cluster pemisahan motif. Pendekatan HsV bisa digunkan untuk pemisahan batik.
Yogyakarta, 19 November 2016 PenYaji Makalah
,^
ilSL Drs. R Gunawan S., M.Si.
*..
-
...--$
l"lr-pi tlxrta*: