SEGITIGA SEBAGAI INSPIRASI KARYA LUKISAN TUGAS AKHIR KARYA SENI (TAKS) Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
oleh Irnawati NIM. 05206244014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA JURUSAN PEDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 i
PERSETUJUAN
Tugas Akhir Karya Seni yang berjudul “Segitiga Sebagai Inspirasi Karya Lukisan” ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.
Yogyakarta, 25 April 2013 Pembimbing I,
Drs. Susapto Murdowo, M.Sn NIP: 19560505 1987031 003
ii
PENGESAHAN
Tugas Akhir Karya Seni (TAKS) yang berjudul Segitiga Sebagai Inspirasi Karya Lukisan ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada hari Kamis tanggal 25 April 2013 dan dinyatakan lulus.
DEWAN PENGUJI
Nama
Jabatan TandatanganTanggal
Drs. Mardiyatmo, M.Pd.
Ketua Penguji……………25 April 2013
Drs. R. Kuncoro W D ,M.Sn.Sekertaris Penguji ……………
25 April 2013
Drs. Sigit W. Nugroho, M.Si.Penguji Utama ……………25 April 2013 Drs. Susapto Murdowo,M.Sn. Penguji Pendamping ……………25 April 2013
Yogyakarta, 25 April 2013 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Dekan
Prof. Dr. Zamzani, M.Pd. NIP. 19550505 198011 1 001
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Irnawati
NIM
: 05206244014
Program Studi
: Pendidikan Seni Rupa
Fakultas
: Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta
Menyatakan bahwa Tugas Akhir Karya Seni ini adalah hasil karya saya sendiri dan sepanjang sepengetahuan saya, tidak berisikan materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim. Apabila terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Yogyakarta, 25 April 2013 Penulis,
Irnawati
iv
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir Karya Seni ini penulis persembahkan kepada:
Orang tua tercinta, serta semua kawan dan handai taulan yang menghargai proses belajar saya……..
v
MOTTO
Ngelmu iku kelakone kanthi laku, Lekase lawan kas, Tegese kas nyantosani, Setya budya pangekese dur angkara
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah banyak terlibat dalam penyusunan Tugas Akhir penciptaan karya seni ini. Untuk itu penulis sampaikan terimakasih kepada Rektor UNY Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd. M.A., Dekan FBS UNY Prof. Dr. Zamzani, M.Pd., Ketua jurusan Pendidikan Seni Rupa Drs. Mardiyatmo, M,Pd., beserta keluarga besar jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni UNY yang telah memberikan pelayanan kepada saya. Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada pembimbing, Drs. Susapto Murdowo, M.Sn yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan dalam penyusunanan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya dan teman sejawat, handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu demi satu yang telah memberikan dukungan moral, dana, dan dorongan semangat kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan studi dengan baik. Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa. Saya menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun dengan penuh harap semoga bermanfaat bagi saya pribadi khususnya dan pengembangan Jurusan Seni Rupa di UNY.
Yogyakarta, 25 April 2013 Penulis,
Irnawati
vii
DAFTAR ISI
JUDUL
.............................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN
.............................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN
.............................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN
.............................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
.............................................................
v
MOTTO
.............................................................
vi
KATA PENGANTAR
.............................................................
vii
DAFTAR ISI
.............................................................
viii
DAFTAR GAMBAR
.............................................................
x
ABSTRAK
.............................................................
xi
BAB I. PENDAHULUAN
.............................................................
1
A. LATAR BELAKANG MASALAH........................................
1
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................
5
C. TUJUAN
.............................................................
5
D. MANFAAT
.............................................................
6
.............................................................
7
A. MAKNA SEGITIGA BAGI MASYARAKAT JAWA...........
7
B. TINJAUAN TENTANG SENI LUKIS...................................
10
C. ALIRAN DALAM LUKISAN................................................
12
D. PENERAPAN NIRMANA PADA SENI LUKIS...................
16
E. PENGGUBAHAN BENTUK DALAM SENI LUKIS...........
18
F. TEMA, BENTUK, TEKNIK...................................................
33
G. ORIGINALITAS KARYA......................................................
35
BAB III. PEMBAHASAN DAN HASIL PENCIPTAAN...........................
40
BAB II. KAJIAN SUMBER
A. TEMA LUKISAN
.............................................................
40
B. BAHAN, ALAT, TEKNIK......................................................
43
C. PEMBAHASAN KARYA.......................................................
52
viii
BAB IV. PENUTUP
.............................................................
70
DAFTAR PUSTAKA
.............................................................
72
LAMPIRAN
.............................................................
74
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1
Arie Smit Corner.Temple Ceremony..............................
36
Gambar
2
Ahmad Sadali.Dua Gunungan........................................
37
Gambar
3
Dragana Bogic Nikolic.Magic Triangle.........................
38
Gambar
4
Danarta.Segitiga di atas Laut........................................
39
Gambar
5
Alat melukis....................................................................
47
Gambar
6
Proses berkarya..............................................................
49
Gambar
7
Sketsa di atas kertas.......................................................
50
Gambar
8
Finishing.........................................................................
50
Gambar
9
Harmony.........................................................................
52
Gambar
10
Pergi...............................................................................
54
Gambar
11
Ritual..............................................................................
55
Gambar
12
Nurani.............................................................................
57
Gambar
13
Manusia..........................................................................
58
Gambar
14
Doa.................................................................................
60
Gambar
15
Bijaksana........................................................................
62
Gambar
16
Ajaran.............................................................................
64
Gambar
17
Khalifatullah...................................................................
67
x
SEGITIGA SEBAGAI INSPIRASI KARYA LUKISAN Oleh Irnawati NIM 05206244014 ABSTRAK Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan makna simbol segitiga yang terkandung dalam Falsafah Jawa, tentang seperti apa cara pandang masyarakat mengenai konsep ke-Tuhanan dari berbagai golongan masyarakat, sehingga tercerminkan sifat pola puncak segitiga yang tak terduakan. Hal ini yang memicu saya untuk mengulas dan memunculkannya dalam bahasa rupa, untuk menghargai dan melestarikan nilai warisan Seni Budaya yang Luhur. Dalam proses berkarya dengan judul “Segitiga Sebagai Inspirasi Karya Lukisan”, Tahap pertama yang saya lakukan dalam penciptaan adalah tahap observasi dengan melakukan pengamatan objek dan pengkajian dari berbagai sumber otentik, kemudian dalam tahap improvisasi saya mengilustrasikan kedalam rancangan bentuk gambar sketsa. Hal selanjutnya yang saya lakukan ialah tahap visualisasi dengan mengembangkan gambar sketsa tersebut kedalam karya lukisan melalui pendekatan fauvisme teknik konvensional dan bersifat ilustratif. Hasil pembahasan dan proses penciptaan dalam karya saya ini adalah sebagai berikut; Lukisan ini menggambarkan makna simbolis segitiga yang mengedukasikan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat sebagai cara merevitalisasi seni dan budaya tradisional terhadap pengaruh globalisasi modern. Media yang digunakan diantaranya cat minyak, cat acrylic, dan mixed media yang diolah menggunakan teknik Sfumato yaitu melapiskan warna-warna yang berdekatan untuk menciptakan ilusi kedalaman, volume, dan bentuk. Bentuk lukisan adalah fauvisme yang bersifat ilustratif dengan judul antara lain : “Harmony”, “Pergi”, “Ritual”, “Nurani”, “Manusia”, “Doa”, “Bijaksana”, “Ajaran”, dan“Khalifatullah”.
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam lukisan tugas akhir karya seni (TAKS) ini, saya memilih objek segitiga sebagai sumber penciptaan karya lukisan. Menurut ilmu hitung, segitiga merupakan nama suatu bentuk yang dibuat dari tiga sisi yang berupa garis lurus dan tiga sudut. Macam-macam bentuk segitiga di antaranya : segitiga sama sisi, segitiga sama kaki, segitiga sembarang, segitiga siku-siku, segitiga lancip, segitiga tumpul, dan sebagainya. Menurut pada umumnya tentang pandangan segitiga bagi khalayak dunia memang memiliki berbagai fungsi, baik itu fungsi terapan ataupun fungsi kajian. Contoh fungsi terapan ialah segitiga merupakan bahan imajinasi wujud yang dimanifestasikan berbagai hal dan bentuk. Sedangkan fungsi kajian ialah segitiga digunakan sebagai rumus perhitungan dan pola akuratisasi bentuk. Dari berbagai aneka pandangan tersebut, maka dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari berbagai barang ataupun hal lainnya yang berbentuk segitiga atau hanya menyerupai bentuk segitiga. Segitiga sebagai perlambang contohnya: simbol dalam denah, simbol dalam peta, simbol dalam lalu lintas, bentuk dalam struktur diagram, simbol dalam logo produk, simbol segitiga terdapat pada fitur-fitur perangkat lunak di media elektronika, dan sebagainya. Segitiga wujud dua dimensi dapat dijumpai juga dalam motif sebuah produk, ada yang dibuat tanpa maksud tertentu yang hanya
berfungsi
sebagai
unsur
keindahan
dan
estetika.
1
Salah satu sifat sebuah segitiga apabila diletakkan diatas permukaan, pastilah ada satu sudut yang berada diatas (menjulang). Bidang segitiga apapun jenisnya apabila diputar sisi-sisinya secara bergantian, maka tetap hanya akan memiliki satu buah titik sudut yang berada di atas dan menjadi puncaknya. Melihat sifatnya yang demikian membuat saya tertarik untuk mulai berimajinasi dengan sifat ke-Tuhanan yang tiada duanya, yakni Tuhan berada pada titik puncak diatas segalanya. Kesamaan antara segitiga dan sifat ke-Tuhanan tersebut akhirnya semakin mengilhami jiwa saya untuk kemudian menilik sejauh mana konsep-konsep keTuhanan dan pola segitiga berada atau “terlahir“ pada wujud karya seni dan budaya, dan seperti apa konsep Ke-Tuhanan itu dipandang dengan latar belakang berbagai paham masyarakat dan golongan tertentu. Sebuah contoh realita kehidupan, sebagian besar masyarakat sekitar saya (Jawa) memiliki sifat yang gemar ber“sanepa” dan bersimbolis, ini merupakan sesuatu hal yang indah secara estetis bagi saya untuk memilih tertarik mendalaminya. Keindahan itu tampak pula dalam adat istiadatnya yang masih sangat kental berbaur dengan nilai–nilai tradisi dan kearifan lokal yang ternyata sarat dengan makna.
Nilai–nilai tradisi tersebut dapat terlihat dari berbagai jenis hasil karya seni budaya berupa upacara adat, benda warisan leluhur, ataupun hal lain sebagainya. Ternyata dalam penciptaanya bukanlah suatu hal yang dibentuk ataupun diciptakan secara sembarangan dan hanya sebagai fungsi visual/pakai saja,
2
melainkan adalah suatu karya yang mengandung ketelitian estetika makna lebih dari itu yaitu tentang simbolisasi. Simbolisasi ini dapat berupa pesan rahasia, konsep kekuasaan politik, ajaran budi pekerti, ataupun berwujud gaya arsitektur, instrumen musik, gaya tata busana dan lain sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berbagai macam buah karya para leluhur tersebut merupakan hasil penyatuan olah cipta, rasa, karsa, dan karya yang begitu dalam. Mengkaji berbagai karya warisan leluhur dengan sebatas kemampuan saya adalah ibarat “sambil menyelam, minum air”, artinya bahwa proses TAKS ini secara tidak langsung merupakan proses “berguru” atau proses pembelajaran bagi diri saya untuk belajar memahami falsafah kehidupan masyarakat Jawa dengan menyerap sari-sari filosofi kehidupan, kemudian mengulas/mengupasnya ke dalam wujud karya lukisan. Tahapan pengolahan visual karya lukisan ini saya lakukan dengan cara menyederhanakan objek dari bentuk nyata melalui disformasi yaitu penggambaran bentuk yang menekankan pada interpretasi karakter, dengan cara mengubah bentuk objek yang digambarkan sebagian dari objek tersebut yang dianggap mewakili atau pengambilan unsur tertentu yang mewakili karakter hasil interpretasi yang sifatnya sangat hakiki. Unsur yang dihadirkan merupakan komposisi yang setiap unsurnya menimbulkan getaran karakter dari wujud ekspresi simbolis. Wujud segitiga yang akan saya visualisasikan dalam bentuk lukisan, bukan hanya berupa bentuk bidang segitiga itu sendiri. Tetapi sesuatu yang menggunakan konsep segitiga, tersaji dan terinterpretasikan dalam berbagai macam hal tentang dunia manusia, semesta dan Tuhannya.
3
Diharapkan karya yang saya buat ini dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan seni rupa pada umumnya dan sebagai proses berkesenian pribadi pada khususnya. Saya akui dalam Tugas Akhir Karya Seni (TAKS) ini masih kurang untuk perlu terus belajar. Karena bukan tanpa maksud apapun, sebuah pepatah jawa mengatakan “ngelmu jawa iku yen di kedhuk saya jero”. Justru secara inilah saya dapat belajar menghadapi tantangan yang tidak mudah, dengan harapan saya mampu mengerti jati diri melalui pesan tersembunyi dalam simbol tersebut. Konsep tersebut kemudian diekspresikan dengan media kanvas dengan berbagai ukuran yang bervariasi, mulai dari yang terkecil 40 x 50 cm, 45 x 60 cm, 70x 80 cm, 55 x 100 cm, 60 x 120 cm, 80 x 120 cm, 90 x 120 cm, dan 100 x 200 cm. Meskipun ukuran bervariasi namun semua sudah saya perhitungkan sesuai tema. Media yang digunakan diantaranya cat minyak, cat acrylic, dan mixed media yang diolah sedemikian rupa dalam karya lukis.
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang berkaitan dengan penciptaan karya antara lain : 1.
Bagaimana tema penciptaan karya yang mengambil judul “Segitiga Sebagai Inspirasi Karya Lukisan”?
2.
Bagaimana pemilihan bahan dan teknik visualisasi dalam penciptaan lukisan?
3.
Bagaimana bentuk lukisan yang terinspirasi dari sebuah segitiga?
C. Tujuan Tujuan dari penulisan ini adalah : 1.
Mendeskripsikan tema penciptaan karya yang mengambil judul “Segitiga Sebagai Inspirasi Karya Lukisan”.
2.
Mendeskripsikan pemilihan bahan dan teknik visualisasi dalam penciptaan lukisan
3.
Mendeskripsikan bentuk lukisan yang terinspirasi dari sebuah segitiga
5
D. Manfaat Manfaat dari penulisan ini adalah : 1.
Bagi penulis bermanfaat sebagai sarana pembelajaran dalam proses berkesenian.
2.
Bagi pembaca, besar harapan penulis agar tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran, referensi dan sumber pengetahuan tentang dunia seni rupa, khususnya seni lukis.
3.
Bagi Universitas Negeri Yogyakarta adalah sebagai tambahan referensi dan sumber kajian terutama untuk mahasiswa seni rupa.
6
BAB II KAJIAN SUMBER A. Makna Segitiga Pada Masyarakat Jawa. Nama suatu bentuk yang dibuat dari tiga sisi yang berupa garis lurus dan tiga sudut. Matematikawan Euclid yang hidup sekitar tahun 300 SM menemukan bahwa jumlah ketiga sudut di suatu segi tiga adalah 180 derajat. Hal ini memungkinkan kita menghitung besarnya salah satu sudut bila dua sudut lainnya sudah diketahui. Berikut adalah beberapa asumsi yang menjadi inspirasi mengenai pola bentuk segitiga; Menurut Jakob Sumardjo (2006:21) dalam “Estetika Paradoks” berikut kutipannya: “............., pola keris itu sama dengan pola Gunungan wayang kulit Jawa, sama dengan Stupa di Jawa, sama dengan pola-pola Candi di Jawa. Ada pola tiga, yang terstruktur vertikal dengan landasan Dunia manusia, disusul di atasnya Dunia medium, dan diakhiri di puncak dengan Pucuk. Pada keris wujudnya yang paling bawah adalah pegangan tangan manusia, disusul dengan gonjo, dan diakhiri dengan bilah keris itu sendiri yang merupakan puncak. Dalam Gunungan, Stupa, dan Candi bagian paling atas itulah yang paling “panjang” atau “tinggi”. Itulah dunia daya-daya transenden, yang amat rohani. Jelaslah ada pola tiga dalam wujud benda-benda budaya (seni) seperti keris, stupa, candi, gunungan, yang distruktur secara vertikal linier. Masing-masing elemen itu juga memiliki makna yang sama, yakni dasar sebagai dunia manusia dan atas sebagai dunia rohani. Pola itu disebut elemen sinkronik yang tetap dan tak berubah, sedang wujudnya saya sebut elemen diakronik yakni aspek pluralitas wujudnya”.
7
Merujuk pada pandangan di atas, ada sebuah diskusi yang membahas tentang arsitektur Candi Nusantara. “Secara utuh massa bangunan menggambarkan siluet kesan bentuk geometrik segitiga (secara filosofis bentuk segitiga mengacu pada konsep bentuk Gunungcandi merupakan manifestasi Mahameru). Meskipun ada elemen yang menonjol, semuanya dikomposisikan sedemikian rupa sehingga secara total tetap menggambarkan satu kesatuan yang tercermin dalam bentuk segitiga tersebut. Siluet bentuk segitiga tersebut menunjukkan suatu bentuk yang stabil, sesuai dengan konsep surgawi. Dalam satuan yang lebih kecil bentuk segitiga juga ditunjukkan oleh sosok atap candi berikut elemen penghiasnya. Atap candi tidak lain adalah gambaran tempat kedudukan dewa-dewa di Mahameru, sehingga tidak heran jika sosok segitiga banyak ditemukan di sana. Selain dalam konteks bangunan skyline tata massa bangunan juga menunjukkan adanya susunan yang menampilkan kesan segitiga”. http://chinese-diaspora-cultural-studies.blogspot.com/2010/03/diskusi-bulanan-ke8.html Sebuah artikel yang membahas tentang filosofi gunungan
juga
menyinggung tentang makna dalam pola bentuknya: “Gunungan bisa diartikan lambang Pancer, yaitu jiwa atau sukma, sedang bentuknya yang segitiga mengandung arti bahwa manusia terdiri dari unsur cipta, rasa dan karsa”. domeans1.wordpress.com/2010/10/30 Dari berbagai pandangan tentang pola dasar bentuk segitiga tersebut di atas, maka akan ada keterkaitan yang erat pada pola kehidupan masyarakat Jawa baik itu politik, budaya, maupun kepercayaan.
8
“Kerajaan tradisional Jawa yang disebut Mataram, dalam konsep politiknya mengakui bahwa raja merupakan penguasa yang memiliki dasar sebagai dewaraja atau khalifatullah. Raja sebagai orang yang dinilai mempunyai kharisma serta kekuatan melebihi manusia biasa, memiliki kekuasaan yang amat besar terhadap kerabat dan rakyatnya. Adanya konsep dewa-raja pada masa Hindu Jawa yang memandang raja sebagai inkarnasi dewa, berlanjut pada masa Islam dalam pengertian khalifatullah. Menurut Soemarssaid Moertono (1985), kenyataan ini semakin memperkokoh kedudukan raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di kerajaan (Mari, 1995) Kedudukannya sebagai wakil Tuhan di dunia memungkinkan seorang raja untuk menuntut pengakuan bahwa dirinya adalah penguasa tunggal yang mempunyai kekuasaan terhadap kesetiaan dan ketaatan penuh terhadap bawahannya. Institusi yang berhubungan dengan ketaatan, kesetiaan, kewibawaan, serta keagungan, cukup memperlihatkan fungsinya bagi budaya kehidupan masyarakat Jawa. Mendapat perintah raja atau ngemban dhawuh dalem merupakan kebanggaan tersendiri, sehingga rakyat dapat menerimanya dengan senang hati (Mari,1995)”. Berikut ini adalah pendapat mengenai bentuk yang bermakna konsep segitiga, pada bangunan-bangunan masa lampau: “Masyarakat Jawa sangat mengenal tumpeng sebagai salah satu ubarampe atau media yang digunakan dalam berbagai keperluan, misalnya sebagai sesaji. Tumpeng yang secara umum dikenal dengan bentuk kerucut, dengan berbagai aneka makanan di sekelilingnya, ternyata bukan sembarang makanan yang hanya bagus dalam penampilannya. Banyak makna yang terkandung di dalamnya, yang bisadijadikan sebagai refleksi bagi para pembuatnya yaitu manusia. Pertama, bentuk kerucut seperti itu bukan tanpa tujuan. Bentuk-bentuk seperti kerucut, piramida, kubah, atau stupa merupakan bentuk-bentuk bangunan yang bisa menangkap energi alam dengan sempurna, itulah mengapa bangunanbangunan masa lalu atau bangunan tempat ibadah menggunakan bentuk-bentuk seperti itu. Kerucut yang lebar di bagian bawah kemudian meruncing pada puncaknya mirip seperti gunung, salah satu tempat yang keramat bagi masyarakat Jawa”. nglengkong.blogspot.com/2013/02
9
B. Tinjauan Tentang Seni Lukis. Seni lukis adalah salah satu cabang seni rupa dua dimensi yang populer dan mempunyai banyak gaya, aliran, dan teknik pembuatan maupun bahan serta alat yang digunakan. Dalam proses penciptaan, karya seni rupa dua dimensi ini tidak terlalu terikat pada aturan teknis yang rumit bila dibandingkan dengan cabang seni rupa lainnya semisal seni patung dan seni cetak (grafis) dimana memerlukan langkah-langkah yang lebih banyak dan kompleks walaupun pada perkembangannya seni lukis mengalami banyak pengembangan dalam teknis pengerjaannya. Dengan dasar pengertiaan yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar. Soedarso SP (1990:11) mengatakan bahwa seni lukis adalah suatu pengucapan pengalaman artistik yang ditumpahkan dalam bidang dua dimensional dengam menggunakan garis dan warna. Apabila suatu lukisan unsur garisnya menonjol sekali seperti misalnya karya-karya yang dibuat dengan pena atau pensil, maka karya tersebut disebut “gambar”, sedang sementara itu lukisan adalah yang kuat unsur warnanya. Menurut
Mikke Susanto (2002 : 71) lukisan dapat dianggap sebagai
bahasa. Seandainya tidak memahami „perbendaharaan kata-katanya‟ dan aturan kalimatnya, maka sedikit kemungkinan dapat terjadi timbal balik. Walaupun bahasa ini berakar pada pengalaman visual sehari-hari yang umum serta merupakan warisan yang turun temurun, banyak orang yang tumbuh semakin menjadi dewasa karena usia, kehilangan daya kemampuan untuk mengamati benda dan objek-objek di sekelilingnya secara penuh dan sempurna.
10
Sementara menurut Nooryan Bahari (2008 : 82, 83). Seni lukis adalah karya seni rupa dua dimensional yang menampilkan unsur warna, bidang, garis, bentuk, dan tekstur. Seni lukis merupakan salah satu cabang seni rupa dua dimensi yang populer dan mempunyai banyak gaya, aliran, dan teknik pembuatan maupun bahan serta alat yang digunakan. Dalam proses penciptaan, karya seni rupa dua dimensi ini tidak terlalu terikat pada aturan teknis yang rumit bila dibandingkan dengan cabang seni rupa lainnya misalnya seni patung dan seni grafis yang proses berkaryanya lebih rumit dibanding seni lukis, walaupun seni lukis sekarang sudah mengalami banyak perkembangan tekniknya. Secara umum, seni lukis dikenal melalui sapuan dengan cat medium minyak yang disapukan pada permukaan kain kanvas, sedangkan yang lainnya adalah cat dengan bermedium air yang dibuat pada permukaan kertas, dalam perkembangan selanjutnya seni lukis tidak terbatas pada kedua bahan dan alat tersebut, namun dengan berbagai bahan pewarna dan elemenelemen lainnya sesuai dengan ide penciptanya, sehingga batasan seni lukis yang bersifat dua dimensional menjadi kabur karena pemanfaatan teknik kolase dan campuran mix media yang menghadirkan bentuk tiga dimensional secara nyata, tanpa ilusi.
11
C. Aliran Dalam Lukisan 1. Fauvisme. Fauvisme adalah suatu aliran dalam seni lukis yang berumur cukup pendek menjelang dimulainya era seni rupa modern. Nama fauvisme berasal dari kata sindiran "fauve" (binatang liar) oleh Louis Vauxcelles saat mengomentari pameran Salon d'Automne dalam artikelnya untuk suplemen Gil Blas edisi 17 Oktober 1905, halaman 2. Kepopuleran aliran ini dimulai dari Le Havre, Paris, hingga Bordeaux. Kematangan konsepnya dicapai pada tahun 1906. Fauvisme adalah aliran yang menghargai ekspresi dalam menangkap suasana yang hendak dilukis. Tidak seperti karya impresionisme, pelukis fauvis berpendapat bahwa harmoni warna yang tidak terpaut dengan kenyataan di alam justru akan lebih memperlihatkan hubungan pribadi seniman dengan alam tersebut. Konsep dasar fauvisme bisa terlacak pertama kali pada 1888 dari komentar Paul Gauguin kepada Paul Sérusier: "How do you see these trees? They are yellow. So, put in yellow; this shadow, rather blue, paint it with pure ultramarine; these red leaves? Put in vermilion." "Bagaimana kau menginterpretasikan pepohonan itu? Kuning, karena itu tambahkan kuning. Lalu bayangannya terlihat agak biru, karena itu tambahkan ultramarine. Daun yang kemerahan? Tambahkan saja vermillion." Segala hal yang berhubungan dengan pengamatan secara objektif dan realistis, seperti yang terjadi dalam lukisan naturalis, digantikan oleh pemahaman secara emosional dan imajinatif. Sebagai hasilnya warna dan konsep ruang akan terasa bernuansa puitis. Warna-warna yang dipakai jelas tidak lagi disesuaikan dengan warna di lapangan, tetapi mengikuti keinginan pribadi pelukis.
12
Penggunaan garis dalam fauvisme disederhanakan sehingga pemirsa lukisan bisa mendeteksi keberadaan garis yang jelas dan kuat. Akibatnya bentuk benda mudah dikenali tanpa harus mempertimbangkan banyak detail. Pelukis fauvis menyerukan pemberontakan terhadap kemapanan seni lukis yang telah lama terbantu oleh objektivitas ilmu pengetahuan seperti yang terjadi dalam aliran impresionisme, meskipun ilmu-ilmu dari pelukis terdahulu yang mereka tentang tetap dipakai sebagai dasar dalam melukis. Hal ini terutama terjadi pada masa awal populernya aliran ini pada periode 1904 hingga 1907 Pengaruh awal dari aliran ini mungkin sekali didapat dari rintisan yang dimulai oleh karya-karya Paul Cezanne, Gustave Moreau, Paul Gauguin, maupun Vincent van Gogh. Meskipun pelukis tersebut tidak melibatkan diri kepada gerakan fauvisme dan berbeda era dengan dimulainya aliran ini, namun karyanya menjadi acuan bagi pelukis muda yang nantinya akan menjadi pelukis fauvis. Meskipun hanya berumur pendek, aliran fauvisme menjadi tonggak konsep seni rupa modern berikutnya. 2.
Impresionisme. Impresionisme adalah suatu gerakan seni dari abad 19 yang dimulai dari
Paris pada tahun 1860an. Nama ini awalnya dikutip dari lukisan Claude Monet, "Impression, Sunrise" ("Impression, soleil levant"). Kritikus Louis Leroy menggunakan kata ini sebagai sindiran dalam artikelnya di Le Charivari.
13
Karakteristik utama lukisan impresionisme adalah kuatnya goresan berus, warna-warna
cerah
(bahkan
banyak
sekali
pelukis
impresionis
yang
mengharamkan warna hitam kerana dianggap bukan bagian dari cahaya), komposisi terbuka, penekanan pada kualiti pencahayaan, subjek-subjek lukisan yang tidak terlalu menonjol, dan sudut pandang yang tidak biasa. Seniman impresionisme pada awalnya terinspirasi oleh teori-teori Eugene Delacroix yang mulai merasakan ketidakpuasan terhadap perkembangan seni akademik pada masa itu yang terlalu berkonsentrasi kepada mahzab seni lukis klasik. Ia berpendapat bahawa lukisan tidak selamanya dibentuk dengan pengolahan garis secara berlebihan seperti dikembangkan oleh Inggris selama bertahun-tahun. Sebaliknya pengolahan pengetahuan warna-warna dengan penuh teliti akan menghasilkan bentuk lukisan yang lebih menarik. Namun Delacroix sendiri boleh dianggap gagal melepaskan diri dari pengaruh perkembangan seni lukis akedemik karena bagaimanapun lukisannya sendiri masih berkonsentrasikan pada bentuk-bentuk secara ideal. Kemudian beberapa pelukis secara radikal melanggar peraturan-peraturan akademik dalam pembuatan lukisan. Lukisan ini tidak lagi berkonsentrasi pada bentuk secara mendetail dengan mementingkan kontour, volume, dan garis. Juga meninggalkan pengamatan struktural bentuk suatu objek. Sebaliknya, suasana didapatkan dengan menangkap kesan (impresi) cahaya yang ditangkap sekilas oleh mata. Akibatnya bentuk objek menjadi lebih sederhana, tidak seperti lukisan naturalisme atau realisme.
14
Pada awalnya tidak hanya lukisan still life dan potret saja yang dibuat di dalam ruangan, tetapi juga pemandangan. Hal inilah yang kemudiannya mendorong seniman impressionisme untuk menemukan bahwa ada kesan yang berbeda didapatkan jika lukisan dibuat di secara terbuka dengan suasana visual langsung bagi mengamati objek yang dibuat. Mereka menggunakan goresan warna-warna pendek, pecah, dan sekaligus murni (dengan arti tidak disengajakan untuk dicampur di atas palet) untuk memberikan nyawa kepada lukisan. Penekanan lukisan kemudian bergeser kepada kesan keseluruhan daripada detaildetail objek tertentu. Perkembangan selanjutnya dari impresionisme adalah penemuan bahwa yang lebih penting daripada teknik impresionisme sendiri adalah perbedaan dalam sudut pandang. Impresionisme sebenarnya adalah seni pergerakan, pose, dan komposisi dari permainan kesan cahaya yang dituangkan dalam warna-warna cerah dan bervariasi. Pada akhir abad 19, masyarakat mulai mempercayai bahwa impresionisme adalah cara pandang yang jernih dan jujur terhadap kehidupan, meskipun secara artisitik bukanlah pendekatan yang benar dalam pembuatan karya. Puncak gerakan seni impresionisme di Perancis terjadi hampir bersamaan dengan di negara lain, antara lain di Itali dengan pelukis Macchiaioli, dan Amerika Serikat dengan pelukis Winslow Homer. Impresionisme menjadi pelopor berkembangnya aliran-aliran seni modern lain seperti Post-Impresionisme, Fauvisme, dan Kubisme.
15
D. Penerapan Nirmana Pada Karya Lukisan. Nirmana sebuah gabungan kata nir yang berarti ”tidak/bukan/tanpa” dan mana yang berarti “makna”, sehingga istilah ini sering dikaitkan dengan karya atau studi karya yang tidak memiliki makna (nonrepresentasi). Biasanya istilah ini dipakai sebagai sarana studi mengenai unsur-unsur dan struktur dalam karya seni. Secara aplikasi tujuan Nirmana adalah tata rupa / tata visual. Artinya penataan unsur-unsur yang terdapat dalam visual yaitu garis, warna, bidang dan bentuk. Penataan ini menghasilkan karya baru yang jauh berbeda dari unsur-unsur dasar tadi. Seperti adanya komposisi dalam keseimbangan, harmonisasi, penekanan/aksen, pengulangan dan proporsi. Kalau sudah begini, berarti sudah terjadi proses inovatif dan kreatifitas dalam komposisi atau tata letak (Mikke Susanto, 2002: 79). Nirmana adalah pengorganisasian atau penyusunan elemen-elemen visual seperti titik, garis, warna, ruang dan tekstur menjadi satu kesatuan yang harmonis. Nirmana dapat juga diartikan sebagai hasil angan-angan dalam bentuk dwimatra, trimatra yang harus mempunyai nilai keindahan. Nirmana disebut juga ilmu tatarupa. Penyusunan merupakan suatu proses pengaturan atau disebut juga komposisi dari bentuk-bentuk menjadi satu susunan yang baik. Ada beberapa aturan yang perlu digunakan untuk menyusun bentuk-bentuk tersebut. Walaupun penerapan prinsip-prinsip penyusunan tidak bersifat mutlak, namun karya seni
16
yang tercipta harus layak disebut karya yang baik. Perlu diketahui bahwa prinsipprinsip ini bersifat subyektif terhadap penciptanya. Penerapan nirmana pada karya seni lukis dengan memanfaatkan ilusi optik yang bermaksud menimbulkan kesan-kesan gerak dan kedalaman, ruang, bentuk, tekstur, dan sampai batas tertentu juga warna. Ada juga yang memanfaatkan sifat garis yang konvergen atau bertemu pada satu sampai tiga titik hilang. Pada perspektif garis, unsur-unsur pokoknya adalah: garis cakrawala, titik hilang, bidang gambar, kerucut pandang, sinar visual pusat, titik kedudukan, kontur, garis yang terjadi antara dua warna, prespektif warna. Dari segi manapun penerapan nirmana juga menelaah warna dalam kaitannya dengan seni lukis kontemporer/modern ataupun seni lukis tradisional. Warna juga dikaitkan dengan upaya menyatakan gerak, jarak, tegangan, deskripsi alam, ruang, bentuk ekspresi atau makna simbolik, dan justru dalam kaitan yang beraneka ragam ini, akan terlihat betapa kedudukan warna itu di dalam karya seni lukis. Menurut R. Mayer (dalam, Humar Sahman,1993: 60-65) warna itu mempunyai tiga sifat opsi (optical properties), yaitu hue, value, dan saturation. Ketiga pengelompokan tersebut memberikan berbagai kemungkinan kepada para pelukis. Kemungkinan pertama karena adanya berbagai warna dalam arti terbatas (hue): merah, merah oranye kuning, kuning kehijauan, biru, biru keunguan. Kemungkinan lain karena adanya berbagai nilai (value)/nada (key): nilai/nada rendah, nilai/nada tinggi, yang cenderung gelap, yang cenderung terang.
17
Kemungkinan yang ketiga adalah intensitas (intensity) yang menyala, dan yang kusam. Jika kemungkinan-kemungkinan tersebut bisa dimanfaatkan maka seni lukis secara keseluruhan menjadi kaya akan kemungkinan.
E. Penggubahan Bentuk Dalam Lukisan. Sebuah karya seni harus memiliki wujud agar dapat dinikmati secara indrawi. Dalam seni lukis bentuk merupakan hasil kreatifitas perupa dalam mengolah objek nyata maupun imajiner menjadi lukisan. Menurut Dharsono (2007: 42) bentuk dalam seni rupa adalah perwujudan ekspresi atau daya ungkap perupa, yang dalam penciptaannya telah mengalami perubahan wujud sesuai dengan selera atau latar belakang perupa. Untuk mewujudkannya maka diperlukan: a.
Unsur-unsur Seni Rupa Bagi sekelompok orang yang memandang sesuatu secara holistik mungkin
tidak akan tertarik pada pembahasan tentang unsur, oleh karena unsur merupakan bagian terkecil dari sesuatu yang membentuk kesatuan sistem. Bagi kelompok ini akan lebih tertarik pada prinsip-prinsipnya, apakah karya seni rupa itu secara keseluruhan enak di lihat atau tidak. Namun bagi kelompok atau orang yang berfikiran prakmatis, formal, atau struktural akan mengatakan enak tidaknya suatu karya Seni Rupa itu dinikmati adalah adanya unsur-unsur yang membentuknya. (http://www.blogster.com/artbloggue/unsur-unsur-seni-rupa)
18
Untuk kepentingan analisis atau kritik seni pembahasan unsur Seni Rupa atau lebih lazim disebut sebagai Unsur Rupa atau Unsur Desain memang perlu dilakukan beberapa sumber, terkadang menyebut unsur rupa berbeda, akan tetapi dapat ditarik kesimpulan pada dasarnya unsur rupa adalah Garis, Bidang, Warna, Tekstur, Ruang dan Gelap Terang. 1. Garis Garis merupakan unsur yang paling elementer di bidang Seni Rupa. Dengan hanya meletakkan posisi mata pensil di atas kertas dan selanjutnya digerakkan, maka jejak mata pensil itu akan menghasilkan garis. Banyak orang berpendapat tentang garis, manurut Mikke Susanto (2002:45) garis adalah perpaduan sejumlah titik yang sejajar dan sama besar, memiliki dimensi memanjang dan punya arah, bisa pendek; panjang; halus; tebal; berombak; melengkung; lurus dan lain-lain. Penggunaan garis secara matang dan benar dapat pula membentuk kesan tekstur nada dan nuansa ruang seperti volume. Pada dunia seni rupa, kehadiran garis bukan hanya sebagai garis, akan tetapi sebagai simbol emosi yang diungkapkan melalui garis atau lebih tepat disebut dengan goresan. Goresan atau garis yang dibuat oleh seniman akan memberikan kesan psikologis yang berbeda pada setiap garis yang dihadirkan. Oleh karena itu garis dapat muncul secara rapi atau dapat juga muncul bergigi, bintik-bintik dan sebagainya, arah garis dapat menimbulkan garis lurus, garis lengkung, garis zig-zag. dan garis dapat berposisi tegak, datar, dan melintang. Sehingga dari kesan yang berbeda maka garis mempunyai karakter yang berbeda pula pada setiap goresan yang lahir dari seniman. Dharsono (2004:40) 19
2. Bidang (shape) Bidang adalah tampang, potongan, bentuk suatu objek. Bidang dapat terbentuk dari unsur garis yang melingkup dengan keluasan tertentu sehingga membentuk bidang. Bidang juga berarti perwujudan atau perawakan dari suatu objek, dalam hal ini bidang berarti bangun, atau dalam pengertian lain bidang sering dipahami atau dikenal sebagai bentuk. Penampilan bidang dapat berujud sebagai (1) Bidang Geometris, seperti segi tiga, segi empat, lingkaran. (2) Bidang Organik atau Biomorfis seperti bidang yang terbentuk dari lengkunganlengkungan bebas. (3) Bidang bersudut berarti bidang yang terbentuk dengan banyak sudut atau berkontur garis zig-zag. (4) Bidang Tak Beraturan, adalah jenis bidang yang terbentuk secara kebetulan seperti tumpahan cat atau semburan cat dan sebagainya. Didalam karya seni, shape digunakan sebagai simbol perasaan seniman didalam menggambarkan objek hasil subjek matter. Maka tidak mengherankan jika seseorang kurang dapat menangkap atau mengetahui secara pasti mengenai objek hasil pengolahannya, karena shape atau bidang tersebut telah mengalami beberapa perubahan dalam penampilannya (transformasi) yang sesuai dengan gaya dan cara mengungkapkan secara pribadi seorang seniman, bahkan perwujudan yang terjadi akan semakin jauh berbeda dengan objek sebenarnya. Menurut Dharsono (2004:42) perubahan tersebut antara lain:
20
a.
Stilasi Stilasi merupakan cara penggambaran untuk mencapai bentuk keindahan
dengan cara menggayakan objek atau benda yang digambar. Misalnya: karya seni yang banyak menggunakan bentuk stilasi adalah penggambaran ornamen. b. Distorsi Distorsi adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian karakter dengan cara menonjolkan wujud atau ciri khas tertentu yang terdapat pada benda atau objek yang digambar. Misalnya dalam penggambaran topeng: warna merah dan mata melotot untuk menonjolkan karakter figur tokoh angkara murka pada topeng raksasa wayang wong di Bali. c.
Transformasi Transformasi adalah penggambaran karakter dengan cara memindahkan
(trans=pindah) wujud atau figure dari objek satu ke objek yang lain. Misalnya penggambaran objek manusia berkepala binatang pada pewayangan untuk menggambarkan perpaduan sifat antara binatang dan manusia. d. Disformasi Disformasi adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada interpretasi karakter, dengan cara mengubah bentuk objek yang digambarkan sebagian dari objek tersebut yang dianggap mewakili atau pengambilan unsur tertentu yang mewakili karakter hasil interpretasi yang sifatnya sangat hakiki. Unsur yang dihadirkan merupakan komposisi yang setiap unsurnya menimbulkan getaran karakter dari wujud ekspresi simbolis.
21
3. Warna Menurut Fajar Sidik & Aming Prayitno (1979:7) warna adalah kesan yang ditimbulkan oleh cahaya pada mata. Warna merupakan salah satu bagian terpenting dalam pembuatan sebuah karya lukis. Warna juga dapat digunakan tidak demi bentuk tapi demi warna itu sendiri, untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan keindahannya serta digunakan untuk berbagai pengekspresian rasa secara psikologis. Warna merupakan unsur rupa yang memberikan nuansa bagi terciptanya karya seni, dengan warna dapat ditampilkan karya seni rupa yang menarik dan menyenangkan. Melalui berbagai kajian dan eksperimen, jenis warna diklasifikasi ke dalam jenis Warna Primer, Warna Sekunder, dan Warna Tersier. Warna Primer adalah warna yang tidak diperoleh dari pencampuran warna lain, warna pokok atau dengan kata lain warna yang terbebas dari unsur warnawarna lain, seperti ( merah, kuning, biru ). Warna Sekunder adalah merupakan pencampuran dari dua warna Primer, misalnya warna biru campur warna kuning jadi warna hijau, warna biru campur warna merah jadi warna ungu atau violet, warna merah campur warna kuning jadi warna orange. Warna Tersier Adalah pencampuran dari dua warna sekunder. Warna merupakan pelengkap gambar serta mewakili suasana kejiwaan pelukisnya dalam berkomunikasi.Secara visual, warna memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi citra orang yang melihatnya.Masing-masing warna mampu memberikan respons secara psikologis. Molly E. Holzschlag, seorang
22
pakar tentang warna, dalam tulisannya “Creating Color Scheme” membuat daftar mengenai kemampuan masing-masing warna ketika memberikan respons secara psikologis kepada pemirsanya. Psikologi yang terdapat pada warna menurut Eko Nugroho adalah sebagai berikut: Merah : Makna positifnya adalah kekuatan, energi, kehangatan, cinta, persahabatan, api, kegairahan, kecepatan, kepemimpinan, kepriaan, darah, sosialisme, musim panas, musim gugur, berhenti, hormat, Mars (planet). Namun warna merah bisa berubah artinya bila dikombinasikan dengan warna lain. Merah dikombinasikan dengan hijau, maka akan menjadi simbol Natal. Merah jika dikombinasikan dengan putih, akan mempunyai arti “bahagia” di budaya oriental. Makna negatifnya adalah kesombongan, ambisi, peperangan, kemarahan, revolusi, radikalisme, sosialisme, komunisme. Merah Muda: Makna positifnya adalah musim semi, hadiah, apresiasi, kekaguman, simpati, kesehatan, cinta, Juni, pernikahan, kewanitaan, (feminin), keremajaan
(masa
muda).
Makna
negatifnya
adalah
homoseksualitas,
biseksualitas, naif, kelemahan, kekurangan. Oranye: Makna positifnya adalah kehangatan, semangat, keseimbangan, ceria, Hinduisme, Budhisme, energi, keseimbangan, panas, api, antusiasme, kecerahan, keceriaan, musim gugur, keinginan, sagitarius, September. Makna negatifnya adalah meminta, mencari perhatian, agresi, kesombongan, berlebihan, terlalu emosi, peringatan, bahaya.
23
Kuning: Makna positifnya adalah kekayaan, emas, sinar kehidupan, matahari, keberuntungan, sukacita, kebahagiaan, kecerdasan, idealisme, kemakmuran, musim panas, pengharapan, udara, liberialisme, feminin, keceriaan, persahabatan, taurus, leo (kuning emas), April, September, penipuan, keberanian. Makna negatifnya adalah cemburu, iri hati, tidak jujur, resiko, sakit, penakut, bahaya, ketidakjujuran, loba, kelemahan. Hijau: Makna positifnya adalah stabil, alam, lingkungan, santai, subur, alami, musim semi, muda, kemakmuran, keberuntungan, bersemangat, dermawan, pergi, rumput, hidup abadi, udara, bumi, ketulusan, pengharapan, cancer (hijau terang), pembaruan, kelimpahan, pertumbuhan, kesehatan, keseimbangan, harmoni, stabilitas, simbol agama Islam, Agustus. Makna negatifnya adalah cemburu, nasib buruk, iri, dengki, agresi, tak berpengalaman, iri hati, nasib malang, memalukan, sakit, tamak, korupsi. Biru: Makna positifnya adalah kepercayaan, awan, air, setia, damai, kesejukan, percaya diri, keamanan, laut, langit, damai, harmoni, kelembutan, kehebatan, kepercayaan, udara, kebijaksanaan, kekuatan, ketahanan, cahaya, persahabatan, kebangsawanan, keluhuran, persahabatan, perdamaian, kebenaran, kasih, bumi (planet), virgo (biru muda), pisces (biru pucat), aquarius (biru tua), Juli (biru angkasa), Februari (biru gelap). Makna negatifnya adalah sedih, dingin, depresi. Ungu: Makna positifnya adalah bangsawan, spiritual, kreativitas, kemakmuran, kebangsawanan, berlebihan,
sensual, upacara, kebijaksanaan, pencerahan, kecerahan,
kebanggaan,
libra,
Mei,
November,
kekayaan,
romantisme,
24
kenikmatan. Makna negatifnya adalah sombong, angkuh, kejam, kasar, duka cita, iri,
sensual,
misteri,
kesombongan,
berlebihan,
perkabungan,
kenajisan,
kebingungan, membesar-besarkan, homoseksualitas. Cokelat: Makna positifnya adalah tanah, bumi, netral, hangat, perlindungan, tenang, kedalaman, oraganisme, alamiah, kekayaan, kesederhanaan, stabilitas, tradisi,
bumi, Oktober, capricornus, scorpio (coklat
merah),
keutuhan,
kemantapan, kesederhanaan, persahabatan, dapat diandalkan. Makna negatifnya adalah tumpul, kotor, bosan, tak sesuai dengan jaman, kekasaran, kebodohan, berat, kemiskinan. Abu-abu: Makna positifnya adalah modern, cerdas, bersih, kokoh, intelektual, keanggunan, kesederhanaan, respek, rasa hormat, kestabilan, ketajaman, kebijakan, emosi kuat, keseimbangaan, kenetralan, formalitas, Maret. Makna negatifnya adalah kesedihan, bosan, ketinggalan jaman, meluruh, debu, polusi, emosi,
kuatm
ketuerentaan,
kebodohan,
perkabungan,
keanggunan,
kesederhanaan, respek, rasa hormat, kestabilan, ketajaman, kebijakan, kebosanan, keseimbangan, kenetralan, formalitas, Maret. Putih: Makna positifnya adalah disiplin, suci, bersih, damai, kebaikan, pemujaan, kemurnian, salju, damai, keplosan, kebersihan, kemudahan, kesederhanaan, kerendahan hati, sterilitas, musim salju, kekuatan, kerumahsakitan, udara, api, kematian, pengharapan, aries, pisces, Januari. Makna negatifnya adalah hampa, kematian, menyerah, penakut, tak berimajinasi.
25
Hitam: Makna positifnya adalah kokoh, anggun, kuat, misteri, mewah, modern, kecanggihan, formalitas, kemakmuran, style, sels, leseriusan, Januari. Makna negatifnya adalah penyesalan, marah, kematian, setan, takut, ketakutan, anonim, kemarahan, kesedihan, kekunoan, pemberontakan, kesedihan, penyesalan, perkabungan http://informatika.web.id/teori-warna.htm 4. Tekstur Tekstur adalah sifat atau kualitas nilai raba dari suatu permukaan, oleh karena itu tekstur bisa halus, licin, kasar, berkerut, dan sebagainya. Dalam tekstur visual boleh jadi kesan yang di tangkap oleh mata itu kasar akan tetapi sesungguhnya halus atau sebaliknya. Ada dua macam tekstur, yaitu tekstur nyata dan tekstur semu. Tekstur nyata terjadi karena perbedaan rasa permukaan bila diraba (kasar-halus). Kita dapat menentukan halus kasarnya suatu permukaan juga dapat merasakan kualitas permukaan antara kertas, kain, kaca, batu, kayu, sedangkan pada tektur semu kesan yang di tangkap oleh mata tidak sama dengan kesan yang di tangkap oleh perabaan ini terjadi karena pengolahan gelap terang maupun kontras warna sehingga permukaan tampak kasar atau tampak halus. Artificial texture (tekstur buatan) merupakan tekstur yang sengaja dibuat atauhasil penemuan, misalnya kertas, logam, plastik dan sebagainya. Istilah Nature Texture (tekstur alami) adalah wujud rasa permukaan bahan yang sudah ada secara alami tanpa campur tangan dari manusia, misalnya batu, kayu, pasir 26
dan lain sebagainya. Tekstur dapat dibuat dengan teknik kolase atau menempelkan bahan pada media. Soegeng TM.ed (dalam Dharsono, 2004:48) 5. Ruang Dalam bidang seni rupa, unsur ruang adalah unsur yang menunjukkan kesan keluasan, kedalaman, cekungan, jauh dan dekat. Dua bidang yang sama jenisnya misalnya lingkaran, akan memberikan kesan yang berbeda jika ukuran kedua lingkaran itu berbeda. Lingkaran besar akan memberi kesan luas sedangkan lingkaran kecil akan memberi kesan sempit. Jika ke dua lingkaran itu berimpit akan memberi kesan dekat akan tetapi jika diatur berjarak akan memberi kesan ruang yang jauh. Menurut A.A.M. Djelantik (1992:21) ruang adalah kumpulan beberapa bidang; kumpulan dimensi yang terdiri dari panjang, lebar dan tinggi; ilusi yang dibuat dengan pengelolaan bidang dan garis, dibantu oleh warna (sebagai unsur penunjang) yang mampu menciptakan ilusi sinar atau bayangan yang meliputi perspektif dan kontras antara terang dan gelap, sedangkan menurut Mikke Susanto (2002 : 99) ruang dikaitkan dengan bidang dan keluasan, yang kemudian muncul istilah dwimatra dan trimatra. Dalam seni rupa orang sering mengaitkan dengan bidang yang memilki batas atau limit, walaupun kadang-kadang ruang bersifat tidak berbatas dan tidak terjamah. Ruang juga dapat diartikan secara fisik adalah rongga yang yang berbatas maupun yang tidak berbatas oleh bidang.
27
6. Gelap terang Gelap terang berkaitan dengan cahaya, artinya bidang gelap berarti tidak kena cahaya dan yang terang adalah yang kena cahaya. Goresan pensil yang keras dan tebal akan memberi kesan gelap sementara goresan pensil yang ringan-ringan akan memberi kesan lebih terang. Gelap terang dalam gambar dapat dicapai melalui teknik arsir yaitu teknik mengatur jarak atau tingkat kerapatan suatu garis atau titik, semakin rapat akan menghasilkan kesan semakin gelap demikian sebaliknya. b.
Prinsip-prinsip Seni Rupa Prinsip seni rupa adalah serangkaian kaidah umum yang sering digunakan
sebagai dasar pijakan dalam mengelola dan menyusun unsur-unsur seni rupa dalam proses berkarya untuk menghasilkan sebuah karya seni rupa. Prinsip tersebut meliputi: 1.
Kesatuan (Unity) Kesatuan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa yang sangat
penting. Tidak adanya kesatuan dalam sebuah karya rupa akan membuat karya tersebut terlihat cerai-berai, kacau-balau yang mengakibatkan karya tersebut tidak nyaman dipandang. Prinsip ini sesungguhnya adalah prinsip hubungan.Jika salah satu atau beberapa unsur rupa mempunyai hubungan (warna, raut, arah, dll), maka kesatuan telah tercapai.
28
Prinsip kesatuan ini menekankan pada adanya integritas jalinan konseptual antara unsur-unsurnya. Kesatuan dapat dicapai dengan pengulangan penyusunan elemen-elemen visual secara monoton. Cara lain untuk mencapai kesatuan adalah dengan cara pengulangan untuk warna atau arah gerakan goresan. Berhasil atau tidaknya pencapaian bentuk estetik suatu karya ditandai oleh menyatukan unsurunsur estetik yang ditentukan oleh kemampuan memadu keseluruhan. Dapat dikatakan bahwa tidak ada komposisi yang tidak utuh. (Dharsono, 2004:59) 2.
Keseimbangan (Balance) Keseimbangan dalam penyusunan adalah keadaan atau kesamaan antara
kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual maupun secara intensitas kekaryaan. Bobot visual ditentukan oleh ukuran, wujud, warna, tekstur dan kehadiran semua unsur dipertimbangkan dan memperhatikan keseimbangan. Karya seni dan desain harus memiliki keseimbangan agar nyaman dipandang dan tidak membuat gelisah. Seperti halnya jika kita melihat pohon atau bangunan yang akan roboh, kita merasa tidak nyaman dan cenderung gelisah. Keseimbangan adalah keadaan yang dialami oleh suatu benda jika semua daya yang bekerja saling meniadakan. Dalam bidang seni keseimbangan ini tidak dapat diukur tapi dapat dirasakan, yaitu suatu keadaan dimana semua bagian dalam sebuah karya tidak ada yang saling membebani.
29
Keseimbangan dapat dicapai dengan dua macamcara yaitu dengan keseimbangan simetris dan keseimbangan asimetris. Keseimbangan simetris menggunakan sumbu pusat diantara bagian-bagian yang tersusun dengan bentuk kurang lebih mencerminkan satu dengan yang lain. Keseimbangan simetris mengesankan perasaan formal atau stabil sedangkan keseimbangan asimetris sering disebut sebagai keseimbangan informal. Keseimbangan tidak dicapai menggunakan sumbu pusat, melainkan dengan menggunakan warna gelap terang untuk membuat bidang-bidang tertentu lebih berat secara harmonis dengan bidang yang lain. Dharsono (2004:118) 3.
Proporsi (Proportion) Proporsi merupakan perbandingan antara bagian-bagian dalam satu bentuk
yang serasi. Proporsi berhubungan erat dengan keseimbangan, ritme dan kesatuan. Keragaman proporsi pada sebuah karya maka akan terlihat lebih dinamis, kreatif dan juga alternatif. Proporsi termasuk prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh keserasian. Untuk memperoleh keserasian dalam sebuah karya diperlukan perbandinganperbandingan yang tepat. Pada dasarnya proporsi adalah perbandingan matematis dalam sebuah bidang. Proporsi Agung (The Golden Mean) adalah proporsi yang paling populer dan dipakai hingga saat ini dalam karya seni rupa hingga karya arsitektur. Proporsi ini menggunakan deret bilangan Fibonacci yang mempunyai perbandingan 1:1,618, sering juga dipakai 8 : 13. Konon proporsi ini adalah perbandingan yang ditemukan di benda-benda alam termasuk struktur ukuran
30
tubuh manusia sehingga dianggap proporsi yang diturunkan oleh Tuhan sendiri. Dalam bidang desain proporsi ini dapat kita lihat dalam perbandingan ukuran kertas dan layout halaman. Proporsi dan skala mengacu pada hubungan antara bagian dari suatu desain dan hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Warna, tekstur dan garis memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan proporsi. Warna-warna yang terang akan lebih jelas terlihat, tekstur yang memantulkan cahaya atau bidang yang bermotif juga akan menonjolkan suatu bidang, garis yang vertikal cenderung member kesan langsing dan lebih tinggi, sedangkan garis horisontal member kesan benda lebih pendek dan lebar. Jadi proporsi tergantung pada tipe dan besarnya bidang, warna, garis dan tekstur dalam beberapa area. Dharsono (2004:123) 4.
Irama (Rhythm) Irama adalah pengulangan gerak yang teratur dan terus menerus. Dalam
bentuk-bentuk alam bisa kita ambil contoh pengulangan gerak pada ombak laut, barisan semut, gerak dedaunan, dan lain-lain. Prinsip irama sesungguhnya adalah hubungan pengulangan dari bentuk –bentuk unsur rupa.Ritme menurut E. B. Feldman seperti yang di kutip Mikke Susanto (2002 : 98) adalah urutan pengulangan yang teratur dari sebuah elemen dan unsur-unsur dalam suatu karya seni. Ritme dapat berupa pengulangan bentuk atau pola yang sama tetapi dengan ukuran yang bervariasi. Garis atau bentuk dapat mengesankan kekuatan visual yang bergerak di seluruh bidang lukisan.
31
5.
Harmoni (Keselarasan) Harmoni atau keselarasan adalah tatanan ragawi yang merupakan produk
transformasi atau pemberdayagunaan ide-ide dan potensi-potensi bahan dan teknik tertentu dengan berpedoman pada aturan-aturan yang ideal (Mikke Susanto, 2002 : 49). Harmoni juga bisa ditimbulkan dari adanya kesatuan yang mengandung kekuatan rasa yang ditimbulkan karena adanya kombinasi unsurunsur yang selaras antara lain rasa tenang, gembira, sedih, haru dan sebagainya. 6.
Dominasi (Domination) Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tatarupa yang harus ada
dalam karya seni dan desain. Dominasi berasal dari kata Dominance yang berarti keunggulan . Sifat unggul dan istimewa ini akan menjadikan suatu unsur sebagai penarik dan pusat perhatian. Dalam dunia desain, dominasi sering juga disebut Center of Interest,Focal Point dan Eye Catcher. Dominasi mempunyai beberapa tujuan yaitu utnuk menarik perhatian, menghilangkan kebosanan dan untuk memecah keberaturan. 7.
Variasi Menurut JS. Badudu (2003 : 360) variasi adalah sesuatu yang lain daripada
yang biasa (bentuk, tindakan, dsb) yang disengaja atau hanya sebagai selingan; perbedaan; mempunyai bentuk yang berbeda-beda sebagai selingan supaya agak lain daripada yang ada atau yang biasa.
32
8.
Movement Kesan gerak yang didapat dengan merangkai sekumpulan unsur tertentu
sedemikian rupa sehingga tercipta kesan gerak dalam sebuah karya seni rupa. 9.
Eurhitmy Merupakan kombinasi dari tekanan proporsi dan movement, yang
menghasilkan kesan gerak yang seimbang. 10. Limitasi Pembatasan yang dilakukan sedemikian rupa terhadap unsur-unsur yang ditetapkan
kedalam
sebuah
karya,
berkaitan
dengan
komposisi
untuk
mendapatkan proporsi karya yang ideal.
F. Tema, Bentuk, Teknik. 1. Tema Tema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 921) adalah pokok pikiran dasar; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dsb). Dalam menciptakan karya seni lukis, tema dapat digunakan untuk menyamakan pandangan (persepsi) serta mempermudah pelukis dalam menuangkan ide ke dalam karya dengan menggunakan elemen-elemen visual (unsur seni rupa) seperti garis, warna, tekstur dan sebagainya.
33
Tema merupakan, keseluruhan pokok pikiran yang terkandung dalam seni lukis. Tema tergantung kepada hal apa yang menarik minat perupa untuk kemudian diciptakan menjadi karya seni. Secara tematik, ragam karya seni rupa dapat diwujudkan berdasarkan tema-tema sebagai berikut: manusia dan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam sekitarnya, manusia dan kegiatannya, manusia dengan alam benda, dan manusia dengan alam khayal (Soedarso SP, 1999: 41). 2. Bentuk Bentuk secara harafiah berarti rupa atau wujud (Peter Salim dan Yenni Salim, 1991: 183). Namun bentuk dalam karya seni lukis dapat berupa bentuk yang abstrak, karena kita harus melihatnya sebagai sesuatu konsepsi yang hidup dari sebuah ekspresi yang lepas dari sifat-sifat alami (Langer, 1988: 31). 3. Teknik Dalam perkembangan seni lukis sekarang ini, makin meningkatnya teknologi penciptaan seni, maka di suatu pihak ekspresi menjadi lebih leluasa (Soedarso SP. 1988: 89). Teknologi dalam seni lukis meliputi teknik penguasaan bahan dan alat. Teknik sangat penting dalam poses realisasi dari sebuah gagasan penciptaan karya seni. Ekplorasi akan bahan melalui berbagai media, seperti media komputerisasi, sekarang ini dapat dapat digunakan para seniman dalam mentransformasi gagasan yang dianggap memadahi kebutuhan ekspresinya. Di bawah ini merupakan beberapa teknik yang dikenal dalam dunia seni lukis antara lain:
34
1) Aquarel adalah teknik melukis yang menggunakan cat air (transparan) sehingga lapisan cat yang ada di bawahnya atau warna kertasnya masih terlihat Mikke Susanto, 2002: 14). Teknik ini hampir tidak menggunakan warna puih, sebagai gantinya adalah warna kertas. 2) Opaque merupakan teknik dalam melukis yang dilakukan dengan mencampur cat dengan sedikit pengencer sehingga warna yang sebelumnya dapat tertutup atau tercampur (Mikke Susanto, 2002: 81). 3) Fresco merupakan teknik yang lazim digunakan dalam pembuatan lukisan dinding, dimana pigmen yang dicampur dengan air dilukiskan pada dinding ketika plasternya masih basah (Mikke Susanto, 2002: 42).
G. Originalitas Karya. Dalam berkarya seorang perupa tidak mungkin terlepas dari pengaruh lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sebagai sumber inspirasi, objek berkarya, maupun lingkungan sebagai penikmat. Dalam berkarya tak jarang seorang seniman melakukan studi dan pengamatan terhadap konsep dan karya seniman lain, hal ini dilakukan untuk memperkaya referensi visual dan ide dalam berkarya, terdapat beberapa karya seniman yang menarik dan menginspirasi dalam berkarya. Berikut ini karya lukisan seniman lain yang menginspirasi dalam melukis :
35
Gambar: 1 Karya: Arie Smit Corner, berjudul: “Temple Ceremony” Oil on Canvas,399 x 317
Dalam lukisan berjudul “Temple Ceremony” tersebut yang sangat menginspirasi saya di beberapa karya saya adalah dalam hal visualisasi bentuk objek yang hanya mewakili bentuk nyatanya. Warna yang digunakan sederhana dan tidak terkesan realistis. Namun tidak mengurangi makna budaya dan estetis dalam karya lukisan tersebut.
36
Gambar: 2 Karya: Ahmad Sadali, berjudul: “Dua Gunungan” mixed media on canvas 92 x 94 cm, 1986 Karya lukisan Ahmad Sadali yang berjudul “Dua Gunungan”, sangat menginspirasi saya dalam teknik visualisasi dan tekstur. Bentuk bidang segitiganya cenderung saya gunakan dalam beberapa karya lukisan saya yang bermakna simbolik.
37
Gambar: 3 Karya: Dragana Bojic Nikolic, berjudul: “Magic Triangle” oil on canvas 50 x 60 cm, 2006
Karya Dragana Bojic Nikolic berjudul “Magic Triangle” tersebut membuat saya terkesan dengan perpaduan warna-warnanya yang mencolok dan menimbulkan tekstur. Ini yang menjadi inspirasi saya dalam proses pewarnaan terutama pada background.
38
Gambar: 4 Karya: Danarta, berjudul: “Segitiga di Atas Laut” Acrilic on canvas 200 x 120 cm, 2008 Karya Danarta yang berjudul “Segitiga di Atas Laut” menginspirasi saya dalam pewarnaan yang terkesan lembut, obyek tidak realistis hanya merefleksikan bentuk yang sederhana namun sudah dapat menceritakan makna dari sebuah karya. Juga menampakkan bentuk yang tidak terduga, misalnya bentuk segitiga pada bagian atas. Bidang tersebut berada di tengah-tengah keselarasan antara gunung, laut, langit dan daratan yang merupakan gambaran bentuk alam, tapi bidang tersebut justru menjadi inti dari karya lukisan.
39
BAB III PEMBAHASAN DAN HASIL PENCIPTAAN
A.
Tema Lukisan Sebelum melakukan tahap visualisasi, saya melakukan pengamatan, dan
pendekatan tentang berbagai macam tradisi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Jawa. Dalam karya tulis saya memilih metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan hermeneutika sebagai “pisau bedah” yang didasari oleh penafsiranpenafsiran yang cukup representatif. Pemilihan metode ini didasari oleh pengertian metode deskriptif yang merupakan prosedur pemecahan masalah dengan penyelidikan yang melukiskan keadaan objek berdasarkan faktor-faktor yang tampak sebagaimana adanya. Setelah melakukan berbagai observasi dan mempertimbangkan bermacam penguasaan teknik yang dimiliki, saya memilih atau memunculkan tema segitiga sebagai inspirasi dalam penciptaan karya lukisan saya. Tema ini tentunya hal yang bermakna bentuk segitiga, yang bersinggungan ataupun melekat dan lahir, sehingga ada dalam masyarakat Jawa. Memang pada dasarnya setiap kebudayaan mempunyai cara sendiri dalam memandang alam dan seisinya, baik itu memandang secara makrokosmos (besar)/”jagad ageng”, maupun mikrokosmos (kecil)/”jagad alit” yang keduanya berkaitan dengan lingkungan dimana manusiamanusia itu hidup. Sebagai contoh hal senada ini adalah dapat ditemukan dalam eksistensi struktur pola pikir masyarakat Jawa yang secara dominan penuh dengan simbol. Menurut saya, sebuah simbol dapat dikatakan suatu “jembatan
40
pengertian” karena Sang Pencipta dengan orang yang akan mengupasnya, ini semacam warisan rahasia dari para leluhur. Ini semua memang merupakan hal yang tidak mudah, harus melalui sebuah proses jembatan batin /rasa, dengan melihat apa yang menjadi maksud dalam simbol nyata tersebut. Seakan bermain petak umpet, yakni mencari dan mencari hingga menemukan. Menemukan apa yang menjadi maksud dari simbol itu tidaklah sesuatu hal yang mudah, karena orang jawa sangat teliti dan sarat dengan hal yang “sanepa” (maksud yang sengaja disembunyikan) “sanepa” ini seperti sebuah makna pralambang/sasmita kiasan dapat yang dapat berupa bentuk (wujud), kata (pitutur), nada (swara). Hal inilah yang menarik bagi saya sehingga ingin masuk kedalamnya dengan melintasi sebuah ruang dan waktu yang semakin memandang bahwa perbedaan itu akan ditiadakan dengan arti perdamaian sebagai manapun hal itu ada hanya terproduk oleh kemajuan zaman itu sendiri, yang tentunya amat terkait dengan manusianya. Berbagai objek Warisan leluhur Jawa ternyata memiliki kandungan makna filosofi yang dalam tentang falsafah hidup. Hal inilah yang semakin mempertebal rasa tentang modal dasar konsep segitiga sebagai arti konsep ke-Tuhanan, yang tentunya dengan menelusuri kajian- kajian sumber otentik. Melihat secara lebih dalam tentang adat istiadat kehidupan masyarakat tersebut. Berbagai
ulasan
makna objek pada berbagai karya Warisan leluhur saya dapatkan, yakni tentang seperti apa cara pandang masyarakat mengenai konsep ke-Tuhanan dari berbagai golongan masyarakat, sehingga tercerminkan sifat pola puncak segitiga yang tak terduakan. 41
Mengulas dan memunculkannya adalah usaha saya dalam menghargai dan melestarikan nilai warisan Seni Budaya yang Luhur sebagai pesan merevitalisasi budaya tradisional terhadap pengaruh globalisasi budaya modern. Dalam penciptaan setiap karya lukisan yang telah saya buat, makna segitiga dalam kehidupan masyarakat Jawa, masing-masing memiliki titik point atau menampilkan pemaknaanya baik secara konotatif maupun denotatif dan selanjutnya saya memvisualisasikannya dengan pendekatan fauvisme. Bagi saya melukis bukan semata-mata untuk kepuasan batiniah pribadi atau ekspresi dari uneg-uneg belaka, bagi saya melukis adalah berunjuk rasa, mengkritik dan juga himbauan terhadap sosial masyarakat tertentu yang semakin lepas kontrol dari ruang lingkup saling menghargai, saling melindungi dan saling membutuhkan, baik kita sesama manusia ataupun manusia dengan lingkungannya, karena manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan lingkungan untuk berinteraksi. Saya rasa bahwa dengan melukis merupakan media yang menarik guna memberi jalan alternatif dan wacana bagi orang lain dengan menggunakan tema tersebut sebagai dasar pemikiran.
42
B.
Bahan, Alat, dan Teknik Dalam penciptaan seni lukis diperlukan bahan dan alat, serta teknik untuk
mewujudkan gagasan penciptaan ke dalam bentuk karya. Hal-hal tersebut akan saya jelaskan sebagai berikut. 1.
Bahan dan Alat Dalam melukis diperlukan bahan-bahan yang akan diolah menjadi satu
kesatuan lukisan. Bahan yang digunakan dalam melukis antara lain : a.
Kanvas Kanvas adalah kain yang digunakan sebagai landasan untuk melukis. Seorang
perupa sebelum melukis merentangkan kain kanvas di atas spanram, kemudian diberi cat dasar yang berfungsi menahan cat yang digunakan untuk melukis (Mikke Susanto,2002: 60-61). Sedangkan kelebihan kanvas yaitu: bahan standar yang digunakan untuk melukis, liat dan kuat, tidak mudah rusak serta mudah dibawa kemana-mana. b.
Cat
Dalam penciptaan karya saya menggunakan dua jenis cat : -
Cat minyak Cat minyak adalah jenis cat yang dibuat dengan bahan minyak alami seperti
biji rami atau kenari, sebagai media untuk mengikat pigmen. Cat ini menggunakan minyak (lyn oil) sebagai pelarutnya. Tingkat kecepatan keringnya tergantung pada pelarut yang digunakan (quick, medium, dan moderate), dapat
43
digunakan secara plakat (opaque) maupun transparan tergantung jumlah pelarut yang ditambahkan. -
Cata Akrilik (Acrylic) Cat akrilik adalah salah satu bahan melukis yang mengandung polimer ester
poliakrilat, sehingga memiliki daya rekat yang sangat kuat terhadap medium lain, dan standar pengencer yang digunakan adalah air (Mikke Susanto, 2002:73). Beberapa kelebihan cat akrilik yaitu: ramah lingkungan, cepat kering dan tidak mengeluarkan aroma tak sedap. Perbedaaan dengan bahan lain adalah bahwa cat akrilik cepat kering, jadi dibutuhkan ketepatan dan kecepatan dalam mengolah warna. Cat akrilik mempunyai karakter menutup warna dibawahnya, namun dengan campuran air lebih banyak akan menghasilkan kesan transparan c.
Found object (objek temuan) Found object merupakan benda alam atau barang-barang produksi manusia
yang 'ditemukan', diolah, dan direpresentasikan kembali oleh sang seniman sehingga menjadi barang yang bernilai seni. Found object dapat ditampilkan secara mentah sebagai karya seni, atau dapat juga dikombinasikan dengan unsurunsur lain untuk menghasilkan sebuah bentuk karya seni yang baru. Media ini mulai populer digunakan sejak awal perkembangam aliran Dadaisme dan Conceptualart
(http://en.mimi.hu/finearts/found_object.html).
Dalam
menciptakan karya, saya biasa menempelkan barang-barang Found object seperti kertas, logam, dan potongan kain pada permukaan kanvas.
44
Alat yang saya gunakan dalam melukis adalah: a. Kuas Saya menggunakan berbagai jenis dan ukuran kuas untuk berkarya. Berikut adalah macam-macam kuas menurut bentuk fisik dan kegunaanya: 1) Kuas berbulu lembut dan runcing saya gunakan untuk menghasilkan garis yang lembut, tipis, dan panjang. 2) Kuas cat minyak yang berbulu rata dan kaku biasa digunakan untuk menghasilkan garis yang tegas dan pendek. 3) Kuas mata bulat, kuas jenis ini biasa digunakan untuk meratakan cat, saya biasa menggunakannya untuk mewarnai latar belakang lukisan. b.
Pensil Pensil saya gunakan karena sifat goresannya yang khas dan sulit didapatkan
dengan material yang lain sebagai efek pendukung visualisasi saya dalam berkarya. c.
Crayon Saya biasa menggunakan crayon untuk tahap akhir dalam lukisan, untuk
memperjelas tekstur dan efek warna yang dihasilkan lebih bervariatif.
45
d. Gelas plastik Saya biasa hanya menggunakan warna primer yaitu merah, biru dan kuning sebagai warna dasarnya, maka dari itu gelas plastik ini saya gunakan untuk mencampur warna lain yang saya inginkan dengan kapasitas yang lebih banyak dari pada menggunakan palet. e. Tempat pelarut Saya biasa menggunakan berbagai bahan dalam berkarya, sehingga saya memakai beberapa tempat pelarut secara terpisah serta satu tempat tersendiri untuk membersihkan kuas yang telah dipakai. f. Kain lap Kain lap biasa digunakan untuk mengeringkan kuas yang telah dipakai atau setelah dibersihkan. g. Pisau Palet Biasa saya gunakan untuk menorehkan warna setelah bentuk yang saya inginkan telah saya anggap cukup mewakili objek lukisan yang saya inginkan, karena lebih cepat dan dapat menimbulkan tekstur warna dan tekstur cat yang tidak terduga.
46
Gambar: 5 Alat Melukis
2.
Teknik dan Visualisasi Lukisan.
a. Teknik Teknik atau penguasaan bahan dan alat merupakan faktor penting yang harus dikuasai dalam berkarya agar dapat dicapai visualisasi yang sesuai dengan keinginan. Oleh karena itu, saya harus mempelajari sifat-sifat cat akrilik, cat minyak, penguasaan alat berupa pisau palet maupun kuas-kuas yang saya gunakan, misalnya kecepatan keringnya cat, kemampuan menutup bidang, dan daya larut cat akrilik serta sifat-sifat goresan yang dihasilkan oleh setiap jenis kuas. Sifat cat akrilik yang mudah kering menguntungkan dalam teknik pewarnaan, dan akan mudah bagi saya untuk menggubah objek, sedangkan sifat dari cat minyak yang lebih lama dalam pengeringan, juga cukup memudahkan
47
bagi saya dalam proses pengerjaannya karena cat minyak lebih padat tentunya sangat membantu dalam hal tekstur, serta tidak perlu menambahkan material lain. Secara umum saya melukis dengan teknik konvensional. Pertama-tama saya membuat sketsa lukisan yaitu kontur objek, dengan memperhatikan kaidahkaidah
komposisi.
Selanjutnya
dalam
proses
pewarnaan,warna
yang
digunakan/dipilih tidak jauh dari objek nyatanya karena dari setiap judul masingmasing telah ditentukan maknanya. Walaupun kadang masih menambahkan campuran warna lain, tapi itu merupakan sebuah proses untuk memperoleh hasil yang harmony dan selaras. Teknik yang digunakan adalah Sfumato yaitu istilah yang digunakan dan dipopulerkan Leonardo da Vinci untuk merujuk pada lukisannya yang melapiskan warna-warna yang berdekatan untuk menciptakan ilusi kedalaman, volume, dan bentuk.Sebagai hasil akhir, perpindahan warna tersebut tidak lagi terlihat jelas. Teknik ini saya gunakan pada visualisasi tubuh yang perpindahan gelap terangnya tidak ditampilkan melalui penggunaan garis yang jelas.
48
Gambar: 6 Proses Berkarya
b.
Tahap Visualisasi. Secara umum visualisasi dalam lukisan saya bersifat ilustratif,
yaitumasih menunjukkan bentuk-bentuk objek secara garis besarnya mudah dikenali dari masing-masing lukisan. Bentuk objek tersebut dimodifikasi sesuai dengan makna konotatif dan denotatif dalam tema-tema tertentu, yang didasarkan pada istilah-istilah simbolis. Setelah proses
pengamatan dan
menemukan permasalahan
saya
menentukan tema dari setiap lukisan, kemudian saya membuat sketsa sederhana pada kertas lalu saya memindahkannya pada kanvas dengan menambahkan hal-hal tertentu supaya detail-detailnya lebih dapat dipahami.
49
Gambar: 7 Sketsa di atas kertas
Gambar: 8 Finsihing
Ketika proses pewarnaan saya menggunakan teknik Sfumato yaitu melapiskan warna-warna yang berdekatan untuk menciptakan ilusi kedalaman, volume, dan bentuk. Sebagai hasil akhir, perpindahan warna tersebut tidak lagi terlihat jelas. Teknik ini saya gunakan pada visualisasi tubuh yang perpindahan gelap terangnya tidak ditampilkan melalui penggunaan garis yang jelas. Saya
50
mengeksplorasi warna baik untuk objek-objek utama maupun latar belakang dengan memperhatikan kaidah-kaidah seperti komposisi, harmoni dan lain-lain untuk mendapatkan visual yang diinginkan. Untuk background biasanya saya melakukan penyesuaian warna objeknya, misalnya visual pada objek dominan warna gelap maka background yang saya buat menggunakan warna yang lebih terang, begitu pula sebaliknya. Jenis warna yang dipilih tentunya warna yang seirama dengan objek supaya terkesan harmony dan selaras.
51
C.
Pembahasan Karya.
1.
Deskripsi Lukisan “Harmony”
Gambar: 9 Karya berjudul: “Harmony” Oil on Canvas, 90 x 120 cm (1 panel), 2010
Di dalam karya lukisan “Harmony” tersebut menampilkan gambar pemandangan alam. Ada 4 buah gunung yang berjajar secara tidak beraturan, keempatnya berwarna hijau dan ukurannya tidak sama. Di sekitar keempat gunung tersebut terdapat lautan dengan airnya yang berwarna biru, terlihat ada gulungan-gulungan ombak. Terdapat pula awan-awan gradasi warna biru digambarkan mirip seperti motif batik mega mendung. Di pojok kiri bawah lukisan ada sebuah tebing berwarna coklat. Sebagai latar belakang keempat gunung nampak langit berwarna kuning kelabu seakan menggambarkan suasana senja.
52
Tema lukisan ini adalah menggambarkan tentang berbagai unsur alam yaitu tanah, air, api, dan udara yang menjadi bagian vital dalam kehidupan makhluk hidup di alam semesta. Keempat unsur tersebut pada karya lukisan, saya gambarkan dengan penggambaran Gunung (api), laut (air), tebing (tanah),dan awan (udara). Konsep segitiga yang dapat saya simpulkan adalah, tentang pola pemikiran makhluk hidup yang di tersirat pada ajaran agama dan kepercayaan lainnya yang meyakini bahwa mahkluk hidup itu tercipta dari berbagai unsur alam tersebut dan akan kembali pula pada wujud unsur alam tersebut (tiada–ada–tiada). Hal ini tentunya dengan kuasa Tuhan Yang Maha Esa, sebagai contohnya letusan gunung (api) akan memberikan hal yang positif bagi kesuburan pada tanah untuk media tumbuhnya tumbuhan baru yang subur, namun pada hal lainnya letusan gunung ini memberi efek negatif pada kematian tumbuhanyang masih hidup akibat terkena dampak letusannya. Inilah keharmonisan dari alam, ada kehidupan dan kematian, perputaran kehidupan yang didominasi oleh keempat unsur sebagai simbol penguasa alam semesta.
53
2.
Deskripsi Lukisan “Pergi”
Gambar: 10 Karya berjudul: “Pergi” Mixed Media on Canvas, 60 x 80 cm (2 panel), 2011
Dalam lukisan tersebut terdapat sebuah bidang tidak beraturan, benda tersebut merupakan gabungan dari penyederhanaan bentuk stupa dan kenong. Dilihat dari bentuknya apabila ditarik garis imajiner pada tengah bidang tersebut, maka sisi sebelah kiri adalah bentuk setengah dari bagian stupa, dan yang di sebelah kanan adalah bentuk setengah dari bagian kenong. Bidang tersebut terdapat empat macam warna yang disusun secara berurutan, mulai dari bawah yaitu berwarna merah, di atasnya berwarna biru, kemudian atasnya lagi berwarna
54
hijau, dan yang paling atas atau di sisi yang menonjol berwarna kuning keemasan. Batas perbedaan warna tersebut dibuat melengkung tidak beraturan, ada juga garis hitam semu vertikal dan horisontal yang menjadi sekat antara perbedaan warna tersebut. Di luar bidang tampak efek cahaya pada bidang tersebut, dan sebagai background-nya berwarna coklat tua. Dari lukisan tersebut bertemakan dengan menggabungkan ide dasar dari 2 buah karya Agung warisan budaya lokal yang ada di Jawa, berupa Stupa pada Candi Borobudur dan sebuah alat musik gamelan yaitu kenong. Keduanya jelas memiliki perbedaan bentuk, bahan, ukuran maupun fungsi dari kerohanian tempat ibadah yang masuk ke dalam bentuk alat musik. Perbedaan fungsi tersebut mempunyai 1 makna, yaitu sama-sama mengajarkan tentang ajaran keutamaan keagamaan. 3.
Deskripsi Lukisan “Ritual”
Gambar: 11 Karya berjudul: “Ritual” Mixed Media on Canvas, 55 x 100 cm (1 panel), 2011
55
Dalam lukisan ini terdapat sebuah bidang segitiga tidak beraturan dengan percampuran warna primer, sekunder, dan tersier sehingga terkesan absrak. Terdapat 2 figur manusia, masing-masing berada di sudut bagian luar dari bidang segitiga dan keduanya seperti saling berhadapan. Sosok manusia sebelah kiri seperti dalam posisi duduk bersila dengan kedua tangan berada di depannya, dan sosok di sebelah kanan juga dalam posisi duduk bersila, sedangkan kedua tangannya diangkat di atas kepalanya seperti sedang memohon. Sudut atas dari segitiga terdapat lingkaran berwarna merah keemasan dan sudut tersebut yang menjadi pusatnya. Background berwarna seirama dengan bidang segitiga dan bertekstur. Tema lukisan ini adalah pola hubungan segitiga dalam
prosesi adat
kejawen, kehidupan masyarakat jawa yang mempercayai dukun sebagai tokoh terpilih/dipilih yang dapat berhubungan dengan hal-hal gaib dan berhubungan dengan Tuhan dalam kekhusyukannya, sehingga dianggap dapat membantu problema kehidupan yang dihadapi seseorang. Inilah sebuah proses berhubungan dengan Tuhan dengan metode tradisional lintas batas metafisika dalam ruang dan waktu pada pandangan sebuah keyakinan. Sosok seorang yang sebelah kiri saya gambarkan seorang yang sedang meminta pertolongan seorang dukun (kaum abangan), sedangkan sebelah kanan adalah gambaran sosok dukun. Konsep segitiga pada lukisan ini adalah hubungan ritual pada ketiga titik media tersebut, pasien, dukun, dan Tuhan.
56
4.
Deskripsi Lukisan “Nurani”
Gambar: 12 Karya berjudul: “Nurani” Mixed Media on Canvas, 60 x 120 cm (1 panel), 2012
Lukisan diatas terlihat sebuah bidang segitiga yang tengahnya ditarik garis horisontal dan vertikal kemudian dibagi menjadi tiga warna yaitu putih dan merah yang berada di bawah, dan di atasnya berwarna kuning keemasan. Di belakang bidang segitiga tersebut terdapat segitiga warna kuning, background dibuat abstrak dengan percampuran semua warna, dan lukisan tersebut juga memiliki tekstur. Tema lukisan ini berisi tentang penggambaran golongan pada kelompok keyakinan masyarakat , warna kuning keemasan pada sisi atas bidang segitiga menggambarkan posisi Tuhan YME. Warna putih menggambarkan sebagai kaum suci seperti santri, Romo, Bhante, Kyai, dan sebagainya, artinya kaum yang taat dan patuh pada ajaran agamanya masing-masing tentang wahyu Tuhan tersebut. Warna merah menggambarkan kaum abangan, mereka dianggap sebagai kaum
57
yang memiliki ajaran agama yang menyimpang, mereka terdiri dari golongan dukun/cenayang, penyihir, komunis, dan sebagainya. Keduanya sama-sama menyembah Yang Maha Kuasa, namun dengan caranya sendiri-sendiri. Perbedaan ini hadir nyata dalam kehidupan manusia, memilki posisi yang berbeda namun keduanya memiliki progress (memiliki pengaruh di masyarakat umum) dalam kehidupan sosial meski tidak dapat disatukan.
5.
Deskripsi Lukisan “Manusia”
Gambar: 13 Karya berjudul: “Manusia” Mixed Media Canvas, 90 x 70 cm (1 panel), 2013
58
Lukisan tersebut terdapat sebuah bidang segitiga berwarna merah pada setengah bagian sisi kirinya, kuning pada bagian kanan, dan warna putih berada di tengah-tengah yang terlihat seperti garis tebal yang di bagian bawahnya berbentuk lingkaran kecil. Background berwarna ungu tua. Dalam karya lukisan tersebut sisi yang berwarna merah dan warna kuning sama-sama saya artikan sebagai nafsu. Warna merah menggambarkan sebagai artilambang perwakilan dari manusia berjenis kelamin laki-laki (kepriaan), sedangkan warna kuning diartikan sebagai lambang perwakilan manusia berjenis kelamin perempuan (feminin). Pokok terciptanya manusia dalam proses perkawinan seksualitas, sangat diperlukan adanya keseimbangan unsur laki-laki dan unsur perempuan (sel sperma dan indung telur). Keseimbangan yang dimaksud adalah kesamaan nilai rasa jasmani rohani pada sebuah percampuran rasa dan pertempuran irama,untuk dapat menyatu dalam wujud biologis dari kedua unsur laki-laki dan perempuan. Dalam unsur kesatuan laki-laki dan perempuan tersebut, kuasa Tuhan YME sangat berperan utama memberikan kehidupan sebagai wujud terciptanya manusia. Kehidupan yang diberikan ini laksana sebuah cahaya nan putih terang benderang di tengah pertempuran kedua unsur. Hal ini saya gambarkan dengan penggambaran bulatan putih yang bercampur warna kuning dan merah, sedangkan garis putih dari puncak segitiga yang membelah diantara kedua warna menggambarkan tentang turunnya “anugerah” Tuhan YME.
59
6.
Deskripsi Lukisan “Doa”
Gambar: 14 Karya berjudul: “Doa” Mixed Media on Canvas, lebar: 40cm, tinggi: 50cm (1 panel), 2012
Lukisan yang berjudul “Doa” terdapat bentuk sederhana dari sebuah tumpeng, tumpeng tersebut berbentuk segitiga berwarna putih, di bagian bawah tumpeng terdapat gambar berbagai macam sayuran berwarna hijau yang seakan mengelilingi tumpeng, juga terdapat gambaran seperti potongan telur rebus warna putih dan kuning berada di atas sayuran. Di sudut bagian atas tumpeng ada sebuah gambaran bawang putih dan gambaran 2 buah cabe merah yang disusun: bawang di bawah kemudian 1 buah cabe di tengah posisi horisontal dan cabe 1 lagi dalam posisi vertikal. Kemudian warna coklat tua berada di bawah tumpeng tersebut sebagai penggambaran “tampah”(wadah bundar tradisional dari anyaman bambu) untuk meletakkan tumpeng tersebut. Background berwarna kuning. Visualisasi dalam karya ini span-ram yang digunakan berbentuk segitiga.
60
Tumpeng adalah sesajian tradisional khas masyarakat Jawa yang dapat kita jumpai dalam berbagai upacara dan adat istiadat lain yang masih tergelar secara tradisional. Tumpeng adalah karya bentuk wujud syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk wujud tumpeng yang sederhana itu ternyata mengandung berbagai makna filosofi dan falsafah kehidupan. Filosofi pada tumpeng memiliki berbagai jenis makna yang mencerminkan kegunaan tumpeng pada jenis apa upacara itu digelar,sedangkan falsafah yang terkandung dalam tumpeng ialah sifat kegotong-royongan masyarakat yang tergambarkan pada berbagai kumpulan nasi yang memuncak, sedangkan berbagai sayuran yang beraneka warna dan macam “gudangan” itu memiliki segudang makna yang tentunya mengandung arti penuh dengan doa dan pengharapan baik. Secara
singkatnya
gotong-royong
dan
keanekaragaman
tersebut
merupakan kesatuan. Cabe merah diujung tumpeng merupakan symbol dilah/api yang memberikan penerangan/tauladan yang bermanfaat bagi orang lain. Harapannya adalah orang yang melakukan adat prosesi tumpengan senantiasa dapat memperoleh keselamatan. Ketika perayaan biasanya bagian ujung tumpeng adalah bagian yang dipotong, karena bagian ujung atau atas melambangkan hal yang baik yang diberikan oleh Tuhan YME, apabila diberikan kepada orang yang dikasihi maka berharap kebaikan pulalah yang didapatkannya.
61
7.
Deskripsi Lukisan “Bijaksana”
Gambar: 15 Karya berjudul: “Bijaksana” Mixed Media on Canvas, 60 x 45 cm (1 panel), 2012
Dalam karya yang berjudul “Bijaksana” di atas terdapat gambar sebuah alat musik gamelan berupa gong yang berwarna coklat keemasan. Dan di atasnya terdapat 2 buah garis lurus yang membentuk sudut, garis tersebut seperti tali yang digunakan untuk menggantung sebuah gong. Background abstraksi warna putih dan ungu. Tema lukisan ini adalah bahwa sebuah gong yang menggantung di gayor dengan tali pluntur berwarna merah mengandung arti penting yaitu sebuah penggantungan kehidupan kepada “yang di atas” yakni Tuhan YME. Kedua garis berwarna merah yang seperti pluntur (pada dasarnya ini adalah sebutan tali yang 62
digunakan pada gamelan yang selalu identik berwarna merah. Jenis bahan tali dan bentuk besar kecil lilitan tali ini memiliki beraneka macam, karena tergantung besar kecil berat benda yang ditopangnya, sebagai contoh pluntur yang digunakan pada jenis alat musik gender terbuat dari kain lawe, lawe adalah bahan yang biasa dipergunakan untuk membuat kain batik. Hal ini dipilih agar lebih lentur untuk memudahkan bilah bergetar menghasilkan nada lebih jernih). Dari titik singgung gambaran gong dan pluntur ini, apabila ditarik garis lurus imajiner yang menghubungkannya melintasi gong dengan melintang kanan kiri melewati“pencu/pencon” (tempat ditabuhnya gong supaya menghasilkan nada)ini menggambarkan garis horisontal, hubungan manusia dengan makhluk hidup, sedangkan titik puncak dari gambaran tali ini apabila ditarik garis imajiner kebawah (vertikal) maka akan mengalami pertemuan dengan garis imajiner horisontal dan menuju pencu. Imajiner garis vertikal/penggantungan kehidupan ini menggambarkan Hubungan dengan Sang Pencipta. Pertemuan titik horisontal vertikal menggambarkan tentang keseimbangan yang perlu dijaga, dari awal sampai akhir kehidupan seperti fungsi gong yang dibunyikan juga sebagai awal dan di akhir “gendhing” (musik yang dihasilkan oleh nada-nada harmonisasi gamelan). Titik pertemuangaris imajiner vertikal horisontal ini berada pada pencu yang menggambarkan konsep arupadhatu pada konsep stupa candi. Konsep ini membawa ajaran agama Budha tentang makna arti tak berwujud, terbebas dari nafsu dunia untuk pencapaian nirwana. Hal ini bermaksud bahwa menjaga keseimbangan Hubungan diri antara Sang Pencipta dan makhluk hidup haruslah 63
benar-benar terbebas dari berbagai nafsu sehingga menciptakan keseimbangan kebijaksanaan untuk kemuliaan hidup. Secara “gamblang”(jelas) dapat dikatakan pesan yang dikandung segitiga pada gong ini bahwa selain menimbang ajaran Wahyu Tuhan (agama) diri kita harus juga menimbang hubungan sosial agar tercipta keselarasan, yakni sebuah “kebijaksanaan”
manusia
untuk
menjaga
keseimbangan
mikrokosmos,
makrokosmos dan metakosmos.
8.
Deskripsi Lukisan “Ajaran”
Gambar: 16 Karya berjudul: “Ajaran” Mixed Media on Canvas, 100 x 200 cm (1 panel), 2013
Terdapat 2 bidang menyerupai gunungan/kayon yang dipertemukan kedua ujungnya, sehingga masing-masing sisinya yang rapat membentuk garis lurus vertikal. Pertemuan kedua gunungan tersebut di bagian bawahnya di bagian luar
64
juga menimbulkan bentuk bidang yang menyerupai bentuk stupa (pada Candi Borobudur) yang berwarna hitam. Background bagian bawah berwarna merah dan di atasnya berwarna merah kecoklatan yang terdapat bidang berbentuk kayon/gunungan dengan berbagai ukuran, digambarkan seakan-akan bidangbidang tersebut bertumpukan. Setiap pementasan wayang kulit, tentu ada yang disebut gunungan (kayon), maknanya adalah penggambaran suasana hati. Dinamakan gunungan karena bentuknya seperti gunung yang kelihatan kokoh dan berwibawa berdiri tegak mencuat ke atas. Juga disebut “kayun” artinya hidup (dalam bahasa Jawa artinya karep atau keinginan). Jadi gunungan diartikan sebagai lambang suatu tempat atau sumber dari segala sifat hidup dan kehidupan dengan segala sifat baik dan buruknya. Dalam karya lukisan ini saya tidak akan membahas makna gunungan secara filosofis, namun saya akan mencoba merepresentasikan tentang bagaimana pertemuan kedua lengkeh yang menjelang genukan gunungan sehingga membentuk sebuah visualisasi bidang berwujud menyerupai stupa. Moment ini terjadi saat dimulainya pagelaran wayang kulit, biasanya digunakan saat pagelaran wayang kulit pakeliran gagrak Surakarta. Prosesnya berawal dari kedua gunungan dicabut dari “debog” (batang pohon pisang yang sudah dibersihkan/dikelupas kulit kasarnya) tempat dimana dalang menancapkan wayang saat pagelaran berlangsung. Selanjutnya dalang menarik sejajar kedua gunungan tersebut ke bawah sambil membaca mantra. Mantra yang dibaca ini
65
bertujuan agar pagelaran wayang tersebut dapat memberikan manfaat yang baik melalui ajaran-ajaran yang akan diselipkan dalam lakon yang akan disajikan oleh dalang. Setelah mantra selesai dibaca kedua gunungan ditarik ke atas dengan posisi seperti pada lukisansaya yang berjudul “Ajaran” tersebut. Konsep utama tentang segitiga berada pada pertemuan kedua kuncup bunga yang berada di atas. Pertemuan kedua gunungan ini, mempunyai makna tentang penggambaran bertemunya dua unsur yang meliputi isi dunia, sebagai contoh kedua unsur ini adalah baik dan buruk, gelap dan terang, laki-laki dan perempuan, tinggi dan rendah,dan lain sebagainya yang tentunya semua berasal dari Tuhan YME. Makna lain pada lukisan ini terletak pada bagian tepi lengkeh menjelang genukan, kedua sisi yang saling berhadapan di antara kedua gunungan tersebut membentuk bidang yang menyerupai stupa. Inilah yang merupakan konsep tentang segitiga yang tersembunyi dalam media pertunjukan wayang kulit, yaitu tentang penggambaran bentuk stupa sebagai cerminan tentang konsep ajaran Budha (tentang Kamadhatu, Rupadhatu,dan Arupadhatu). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pagelaran wayang merupakan sebuah sajian pertunjukan yang mengandung intisari tentang ajaran keutamaan kehidupan. Wujud stupa tersembunyi itu pula yangdapat mengartikan pesan bahwa tradisi ini bukanlah hanya sebagai seni pertunjukan hiburan saja, akan tetapi pertunjukan yang juga mempunyai visi misi sebagai media yang bersifat kerohanian. Meskipun demikian, eksistensi pertunjukan wayang mengalami
66
pergerakan dan modifikasinya menurut pergerakan jaman dan era kepercayaan masyarakat saat itu. Inilah yang sebenarnya saya ingin munculkan sebagai suatu pesan dari ajaran Hindu Budha yang ternyata masih tersimpan melintasi era kejayaan Islam di Indonesia hingga sampai saat ini. 9.
Deskripsi Lukisan “Khalifatullah”
Gambar: 17 Karya berjudul: “Khalifatullah” Mixed Media on Canvas, 80 x 70 cm (1 panel), 2013
Dari lukisan tersebut, terlihat seorang figur manusia yang berada di atas, figur tersebut seperti sedang duduk yang divisualkan dalam bentuk yang samarsamar dengan mengenakan pakaian raja adat Jawa, menggunakan kuluk (mahkota raja) berwarna biru, dan dengan mengenakan atribut raja Jawa (Yogyakarta).
67
Terdapat wujud bidang segitiga kecil berwarna emas yang berada pada tengah figur manusia. Kemudian di sebelah bawah kiri dan kanan sosok figur tersebut, divisualisasikan dua sketsa dua figur manusia yang yang sedang duduk pula, background tersebut hanya menggunakan warna biru, putih dan kuning yang dilukiskan dengan teknik abstrak. Dalam lukisan tersebut figur manusia yang berposisi lebih tinggi dari kedua figur lainnya dengan gambaran
atribut
pakaian raja adat Jawa saya
maksudkan sebagai penggambaran Raja Karaton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang sedang duduk diatas “dampar kencana” (singgasana), sehingga jelas posisi ini lebih tinggi daripada kedua figur yang terletak pada kanan dan kiri figur raja tersebut. Figur kanan dan kiri raja tersebut dimaksudkan adalah penggambaran sosok perempuan“emban” (sebutan untuk pelayan raja yang berjenis perempuan) yang sedang duduk dalam posisi “timpuh” (posisi duduk dengan kedua kaki ditekuk kebelakang sebagai tumpuan/penumpunya). Kedua emban ini bukan seorang perempuan cantik jelita, melainkan perempuan
yang
sudah
lanjut
usia/tua
dan
sudah
menggalami
masa
menopause/sudah tidak menstruasi. Hal ini dimaksudkan sebagai makna filosofi perempuan yang sudah“suci” (suci yang dimaksud adalah yang sudah tidak memiliki hasrat atau nafsu begitu membelenggu dirinya karena sudah tidak dapat melakukan hubungan seksual ).
68
Perempuan suci tersebut bertindak sebagai pelayan raja yang dianggap Agung, hal ini dimaksudkan karena raja merupakan Tokoh titik pusat pemerintahan yang memiliki peran sangat penting sebagai Pemimpin Negara. Raja merupakan“pengayom, pengayem” (pelindung dan pemberi rasa nyaman) bagi masyarakat dan juga sebagaisauri tauladan yang mencerminkan sifat kebijaksaaan yang sangat berpengaruh bagi masyarakatnya baik dalam dunia mistik, politik, sosial, dan sebagainya, sehingga ruh ajaran keutamaan hidup tersebut dapat menjadi panutan yang memandu alam pikiran masyarakat untuk senantiasa hidup dalam pola harmoni dibawah naungan raja dengan rasa percaya, aman, tenteram dan damai. Lukisan ini saya beri nama Khalifatullah, karena Kalifatullah juga terdapat dalam Gelar Raja Kesultanan Yogyakarta. Khalifatullah mengandung arti wakil Allah didalam wujud pemimpin. Pada pose duduk Raja ini kedua tangan membentuk segitiga dengan penyatuan kedua ibu jari tangan kanan dan kiri, kemudian jari-jari berselang-seling. Bentuk posisi penggabungan kedua jari-jari tanganini menggambarkan seperti posisi mudra (Budha sedang melakukan meditasi). Pola segitiga yang digambarkan tersebut menggambarkan konsep berbentuk segitiga dengan kawula/rakyat berada di dasar, punggawa/pemerintah berada di tengah, dan raja berada di puncaknya, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa raja adalah sebagai posisi yang sangat vital (berada diatas pemerintahan dan rakyat). Background bernuansa kuning dan dominan biru ini melukiskan tentang nuansa kebijaksanaan
69
BAB IV PENUTUP Kesimpulan Segitiga merupakan bentuk dari sebuah bidang, namun segitiga yang ada dalam pembahasan adalah konsep segitiga yang tersaji dan terinterpretasikan dalam berbagai macam hal tentang dunia manusia, semesta dan Tuhannya. Dimana makna segitiga ini sebenarnya terselip, terkandung, disembunyikan, disimpan, dalam berbagai karya cipta warisan leluhur berupa benda ataupun hal lainnya yang bersifat nilai luhur tentang ajaran kebaikan kehidupan masyarakat. Dalam menciptakan karya inilah saya berupaya untuk menghargai dan melestarikan nilai warisan seni budaya yang luhur sebagai cara merevitalisasi seni dan budaya tradisional terhadap pengaruh globalisasi modern. Secara umum saya melukis dengan teknik konvensional, visualisasi dalam lukisan saya bersifat ilustratif, yaitu masih menunjukkan bentuk-bentuk objek secara garis besarnya mudah dikenali dari masing-masing lukisan. Ketika proses pewarnaan saya menggunakan teknik Sfumato yaitu melapiskan warna-warna yang berdekatan untuk menciptakan ilusi kedalaman, volume, dan bentuk. Media yang digunakan diantaranya cat minyak, cat acrylic, dan mixed media dengan warna yang komplementer. Visualisasi dalam lukisan di sini didominasi oleh penggambaran objek yang mengandung makna bagi masyarakat Jawa. Lukisan yang dihasilkan berjumlah sembilan buah dengan judul sebagai berikut:“Harmony”, “Pergi”,
70
“Ritual”,
“Nurani”,
“Manusia”,
“Doa”,
“Bijaksana”,
“Ajaran”,
dan“Khalifatullah”.
71
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Bahari Nooryan, M.sn Dr. 2008, Kritik Seni. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Daeng, Hans J. 2000. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dharsono. 2004. Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains. Djelantik, A.A.M. 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Arti. Ebdi Sanyoto, Sadjiman. 2005. Nirmana (Dasar-Dasar Seni dan Desain). JALASUTRA.Yogyakarta. Fajar Sidik dan Aming Prayitno. 1979. Desain Elementer. Yogyakarta: STSRI “ASRI”. Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jawa. Jong, Sufridus de 1976, Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa, Yogyakarta : Penerbitan Yayasan Kanisius Mari S. Condronegoro, 1995, Busana Adat Kraton Yogyakarta, Pustaka Nusatama, Yogyakarta. Sahman, Humar.1993. Mengenali Dunia Seni Rupa. Semarang: IKIP Semarang Press. Soemarsaid Moertono, 1985, Negara dan Usaha Bina Negara di Masa Lampau: Studi tentang Masa-Masa Mataram Abad XVI-XIX, Yayasan Obor, Jakarta. Sony Kartika, Dharsono. 2004, Seni Rupa Modern. Rekayasa Sains. Bandung 2007. Kritik Seni. Bandung : Rekayasa Sains Bandung. SP, Soedarso. 1990, Tinjauan Seni, Sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni. Saku Dayar Sana.Yogyakarta. Sumardjo, Jakob. 2006. Estetika Paradoks. Sunan Ambu Press. STSI Bandung. Susanto, Mikke. 2002, Diksi Rupa (Kumpulan Istilah- Istilah Seni Rupa). Kanisius.Yogyakarta.
72
INTERNET domeans1.wordpress.com/2010/10/30 http://www.blogster.com/artbloggue/unsur-unsur-seni-rupa http://sastra.um.ac.id/metologi-jawa-dalam-motif-batik.pdf http://id.wikipedia.org/wiki/Piramida_Mesir http://id.wikipedia.org/wiki/fauvism http://id.wikipedia.org/wiki/impressionism http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/ahmad-sadali.html http://chinese-diaspora-cultural-studies.blogspot.com/2010/03/diskusi-bulanan-ke8.html www.thefreedictionary.com www.google.co.id/ images?: http://informatika.web.id/teori-warna.htm nglengkong.blogspot.com/2013/02
73
LAMPIRAN
Gambar-gambar yang digunakan sebagai referensi dalam berkarya:
Karya: Arie Smit Corner, berjudul: “Temple Ceremony”
Karya: Ahmad Sadali, berjudul: “Dua Gunungan”
Bentuk kesan segitiga pada Tumpeng
74
Sri Sultan Hamengkubuwono X
Gong
75
Stupa Candi Borobudur
Kenong
Kayon Gaya Yogyakarta
76