Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Proses menuju kerukunan antar umat beragama memang bukan hal yang mudah ataupun gampang. Diperlukan waktu yang panjang agar hubungan kerukunan dapat tercipta dan terlaksana. Disadari bersama, ada banyak perbedaan terutama dogma masing-masing agama. Namun harus diakui juga ada banyak persamaan antara agama-agama. Misalnya tidak ada agama yang mengijinkan dilakukan pembunuhan atau semua agama sama-sama berjuang memberantas penyakit masyarakat. Hal semacam ini harus bisa di-optimal-kan dan ada baiknya jika masingmasing agama terus menjalin komunikasi dengan agama lain, agar hubungan antar agama terus ada dan berlangsung. Tindakan lain adalah setiap agama harus dapat melakukan berbagai bentuk kerjasama yang melibatkan semua agama di suatu tempat. Tujuannya, agar semua agama dapat bersama-sama dalam melakukan sesuatu sehingga hubungan kerjasama tampak nyata, bukan hanya melalui khotbah namun dapat langsung menyentuh masyarakat dan dapat dirasakan di lapangan. Masing-masing agama harus dapat saling menghormati dan jangan pernah menyerang ajaran atau dogma agama lain. Jangan menganggap agamanya yang paling benar dan agama lain itu salah atau sesat. Semua agama di dunia ini sama dan inti ajarannya pun sama. Namun tokoh-tokoh agama diharapkan untuk tidak hanya bersikap pasif, tetapi harus terus bertindak, menjalin terus hubungan yang mesra dengan agama lain, dan tidak melibatkan kelemahan atau kekurangan ajaran agama lain didalam khotbah atau dalam bentuk apapun. Kita juga patut merasa bersyukur atas keberhasilan Sdri. Sondang PontoSitompul (Perki Belgia) dan Sdr. Hanni Kurniawan (KKI Brussel) dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka, masing-masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua Panitia Perayaan Natal Umat Kristiani Indonesia di Belgia dan Luxemburg Tahun 2003. Semoga kerja-sama ini dapat menjadi stimulasi bagi kegiatan dan kerjasama diantara Umat Kristiani Indonesia di Belgia dan Luxemburg yang selanjutnya dan membuat kita semua semakin giat untuk mewartakan iman, kebenaran, kedamaian, keadilan, kasih, persatuan dan kedekatan semua orang kepada Allah demi keselamatan semua ciptaan Allah.
Selamat membaca !
1
Daftar Isi Kata Pengantar ......................................................................... 1 Daftar Isi .................................................................................. 2 Pesan Natal Bersama ............................................................... 3 Renungan dan Refleksi : Pengorbanan Yesus Pada Natal Pertama.............................. 7 Berita Tahun Baru ................................................................ 9 Renungan Pagi .................................................................. 11 Mengukur Kedewasaan Rohani ………………………………... 15 Kisah Santa & Santo : Perkataan Ibu Teresa ……………………………………………. 17 Ruang Keluarga : Bagaimana menjadi ayah yang hangat ? ……………………... 19 Serba-Serbi : Angka Pengangguran Bertambah Satu Juta ………………….. 23 Bacaan Harian ………………………………………………………... 25 Jadwal Ibadah Tahun 2004 …………………………………………. 28
“Semoga kita dapat menjadi saksi-saksi Yesus Kristus yang hidup dan membawa berkat bagi sesama kita manusia.”
2
PESAN NATAL BERSAMA KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA DAN MAJELIS PEKERJA HARIAN PERSEKUTUAN GEREJA -GEREJA DI INDONESIA
TAHUN 2003
DAMAI SEJAHTERA DI BUMI DI ANTARA MANUSIA YANG BERKENAN KEPADA -NYA (Lukas 2:14)
Jakarta, November 2003
MAJELIS PEKERJA HARIAN PERSEKUTUAN GEREJA -GEREJA DI INDONESIA
Pdt. Natan Setiabudi, Ph.D Ketua Umum
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA
Kardinal Julius Darmaatmadja, S.J. Ketua
Pdt. Dr. I.P. Lambe Sekretaris Umum
Mgr. Ignatius Suharyo Sekretaris Jenderal
3
Kepada saudara-saudari umat Kristiani Indonesia, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri: syalom, salam damai sejahtera ! Dengan penuh rasa syukur kepada Allah, Bapa yang ada di dalam surga dan oleh pimpinan Roh Kudus, tahun ini Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (MPH-PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) kembali menyampaikan Pesan Natal Bersama kepada segenap bangsa, dan umat Kristiani Indonesia khususnya.
Saudara-saudari sekalian yang terkasih, Setiap kali kita merayakan Natal, kita mengenang kembali kelahiran Yesus Juruselamat, Sang Raja Damai. Pada malam kelahiran-Nya para malaikat bernyanyi di padang Efrata: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Mahatinggi dan damai sejahtera di bumi diantara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk 2:14). Ia sungguh Raja yang membawa damai sejahtera bagi manusia seperti yang sudah dinubuatkan oleh nabi Yesaya (bdk. Yes 9: 5,6). Pada dewasa ini “damai sejahtera di bumi”, sangatlah dirindukan oleh seluruh umat manusia di dunia.
Saudara-saudari seiman yang terkasih, Sudah lima puluh delapan tahun bangsa Indonesia merdeka. Ketika para Bapak Bangsa memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, cita-cita mereka adalah Indonesia nan jaya, adil, makmur dan damai sejahtera bagi seluruh rakyatnya, seperti yang mereka tandaskan dalam dasar negara Pancasila, khususnya dalam Sila ke lima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Pelbagai kekuatan sosial politik telah muncul dan tenggelam, kepemimpinan negeri ini pun tampil silih berganti. Pelbagai kebijakan sistem politik dan ekonomi telah dicoba, namun cita-cita damai sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia belum kunjung tiba. Bahkan pada akhir-akhir ini kondisi kemasyarakatan bangsa ini nampak sedang sakit; perpolitikan semakin kacau dan perekonomian semakin sulit. Dalam situasi yang sulit dan serba tidak menentu ini, kita diajak agar selalu menimba inspirasi dari ajaran iman kita, untuk meneguhkan sikap iman percaya kita sebagai bangsa yang dewasa. Dalam perayaan Natal tahun ini, kepada kita diperdengarkan lagi kata-kata malaikat kepada para gembala di padang Efrata: “Jangan takut sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan…” (Luk 2:11-12). Sang Juruselamat adalah pembawa damai sejahtera bagi dunia seperti yang dipujikan para malaikat: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Mahatinggi dan damai sejahtera di bumi diantara manusia yang berkenan kepada-
4
Nya” (Luk 2:14). Para malaikat memujikan Dia yang datang adalah “Pembawa damai sejahtera”, karena memang “Dialah Sang Raja Damai, yang memerintah dengan keadilan dan kebenaran sampai selama-lamanya” (Yes 9: 5,6). Damai yang diwartakan malaikat itu tidak melulu berarti tidak ada perang dan pertikaian, melainkan suatu situasi tenteram karena terciptanya keadilan. Damai merupakan kesejahteraan tertinggi yang sangat diperlukan untuk perkembangan manusia dan lembaga-lembaga kemanusiaan. Kesejahteraan adalah keseluruhan kondisi hidup masyarakat, yang memungkinkan manusia dapat lebih penuh dan lancar mencapai kesempurnaannya. Damai sejahtera mengandaikan adanya tatanan sosial yang adil, sama dan serasa yang menjamin ketenangan dan keamanan hidup setiap manusia. Keadilan adalah satu prinsip menata dan membangun masyarakat manusiawi yang damai sejahtera dalam kaitan yang amat erat dengan martabat manusia, yang merupakan anugerah tak ternilai dari Sang Pencipta bagi manusia. Perayaan Natal adalah peringatan tentang datangnya Mesias, Juruselamat, Sang Raja Damai yang akan membangun kerajaan-Nya di bumi ini, di mana manusia akan dapat mengalami kesejahteraan lahir dan batin. Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk berperan serta aktif dalam membangun Kerajaan Allah di bumi ini, supaya bumi dan negeri kita menjadi lebih manusiawi dan damai sejahtera seperti yang telah dinubuatkan oleh nabi Yesaya: “Serigala akan tinggal bersama domba dan macam tutul akan berbaring di samping kambing… Anak yang menyusu akan bermain dekat liang ular tedung… Tidak ada yang akan berbuat jahat atau berlaku busuk di seluruh gunungku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan, seperti air laut yang menutupi dasarnya” (Yes 11:1-10). Tuhan Yesus datang untuk membebaskan manusia dari ketakutan dan kekuatiran, penderitaan dan kematian. Tuhan datang untuk mempersatukan umat manusia dalam suasana damai sejahtera, memulihkan hubungan yang benar antara manusia dengan Allah dan antara manusia dengan sesamanya. Oleh sebab itu, dalam menghadapi pelbagai kesukaran, tekanan dan pertentangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Natal senantiasa memberikan harapan-harapan dan damai sejahtera yang benar, baik dalam keluarga, komunitas Gereja dan masyarakat dunia. Tuhan yang telah mendamaikan kita dengan dirinya menghendaki agar manusia hidup dalam damai sejahtera dengan sesamanya.
Saudara-saudari seiman yang terkasih, Dalam semangat pesan Natal ini mari kita berjuang di segala bidang hidup, juga di bidang politik untuk menggapai masyarakat yang adil, damai dan sejahtera. Kiranya tidak salah kalau dalam pesan Natal ini kami menyinggung sebentar ten-
5
tang peranan umat Kristiani di bidang politik. Politik bukanlah sesuatu bidang yang kotor atau yang berada di luar wilayah pelayanan umat Kristiani, melainkan adalah salah satu bidang pelayanan umat untuk melaksanakan misinya di dunia ini. Politik adalah upaya secara terencana dan teratur dari sebuah komunitas masyarakat untuk membangun kehidupan bersama menjadi kehidupan yang lebih tertib, maju, adil dan sejahtera. Pelayanan umat di bidang politik, meliputi perjuangan mengenai Hak-Hak Asasi Manusia, Hak Sipil, Hukum dan Keadilan, yang mesti ditegakkan dan dijunjung tinggi bagi semua orang di seluruh negeri. Karena itu tidak ada pilihan lain bagi umat Kristiani kecuali ikut berperan-serta dalam berpolitik guna membangun kehidupan bersama di Nusantara tercinta. Peran politik umat kristiani, haruslah mencerminkan perhatian yang amat khusus dari Gereja kepada rakyat kecil yang hidup dalam kemiskinan, ketidakadilan dan kelemahan yang sering hak-hak kewarganegaraannya dirampas oleh golongan yang kuat dan berkuasa. Pemilihan Umum yang akan dilaksanakan pada tahun 2004 yang akan datang, merupakan sebuah peristiwa politik nasional bagi bangsa Indonesia. Kita usahakan supaya Pemilihan Umum ini menjadi kesempatan untuk pendidikan politik bagi umat kita, antara lain dengan mencermati dan mengkritisi seluruh langkah-langkah yang dilakukan dalam mempersiapkan pelaksanaan pemilu itu dan selanjutnya mengambil sikap dan tindakan yang tepat terhadapnya secara bertanggung jawab.
Saudara-saudari seiman yang terkasih, Pada akhirnya kami mengajak, semoga perayaan Natal yang kita rayakan dapat mengubah sifat, sikap dan tindakan kita yang membuat negeri ini tidak damai sejahtera, seperti sifat serakah dan sikap mementingkan diri dan golongan, dsbnya. Semoga ia memberi inspirasi dan peneguhan bagi kita untuk lebih bersikap terbuka dan mengutamakan kepentingan serta kesejahteraan umum sebagai bangsa. Kami berharap “Damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Yesus Kristus” (Flp 4:7). Dalam semangat ini pula kami mau mengucapkan kepada saudara-saudara seiman: “Selamat Pesta Natal dan Bahagia Tahun Baru 2004”.
***
6
Renungan & refleksi Pengorbanan Yesus Pada Natal Pertama Filipi 2:5-8, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib”. Biasanya kita memikirkan tentang pengorbanan Yesus pada masa Paskah. Penderitaan-Nya pada saat itu sangat berat dan kita tidak boleh mengurangi kehebatan pengorbanan-Nya tersebut. Dalam beberapa saat lagi semua umat Kristiani akan merayakan kedatangan Yesus yang pertama kali di dunia ini. Suasana Natal selalu penuh dengan kegembiraan karena Yesus telah datang untuk menyelamatkan manusia dari hukuman dosa. Tetapi jangan kita melupakan pengorbanan Yesus pada malam itu. Apakah yang menjadi pengorbanan Yesus pada Natal pertama itu ? Perkenankanlah saya menunjukkan beberapa. Kekuasaan-Nya Dari kekal Yesus adalah Allah Yang Makakuasa. Dia ada bersama Allah Bapa pada penciptaan semesta alam. Manusia tidak dapat membayangkan kuasa-Nya. Pada waktu Yesus lahir di kandang di Betlehem pada malam itu, Dia “mengosongkan diriNya” dan menjadi seorang bayi biasa. Pada saat itu Yesus tidak dapat berbuat apaapa, selain berbaring di kandang. Dia rela menjadi lemah agar Dia dapat mengerti dan mengalami keadaan manusia biasa. Pemujaan-Nya Selama Yesus ada di Surga, Dia menerima pujian dan hormat dari ribuan malaikat. Dia adalah Tuhan dan patut disembah. Semua yang di surga menyembah Dia. Pada waktu Yesus ladir di kandang di Betlehem hanya ada beberapa orang yang menyembah Dia: Maria dan Yusuf, para gembala yang mempunyai kedudukan yang paling rendah, dan Orang Majus yang datang dari daerah timur. Dalam pelayanan-Nya selama tiga tahun, Yesus ditolak oleh anggota keluarga-Nya sendiri.
7
Banyak orang tidak mau mengaku bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan. Karena itu, mereka tidak memuji Dia. Kekayaan-Nya Dari kekal Yesus, sebagai Allah, mempunyai segala sesuatu yang ada di surga dan di semesta alam. Selama di dunia, Yesus hidup sebagai seorang miskin. Dalam Lukas 9:58, Yesus mengatakan demikian: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Dulu Yesus adalah yang terkaya di seluruh semesta alam. Yesus rela menjadi miskin supaya manusia boleh menikmati kekayaan surgawi yang diberikan kepada semua orang yang percaya pada-Nya. Kasih Yesus akan manusia begitu besar, sehingga Dia rela “mengosongkan DiriNya” dan datang ke dunia untuk menyelamatkan kita. Dalam perayaan kita pada masa Natal ini, marilah kita semua menaikkan ucapan syukur dan pujian kepada Yesus karena kasih-Nya. Jangan kita melupakan pengorbanan-Nya yang begitu besar pada malam yang indah itu. Oleh Pdt. Darrell Wood
“Ya Bapa, Putra-Mu Yesus Kristus datang ke dunia untuk melaksanakan kehendakMu: menyelamatkan dan membahagiakan dunia. Kami mohon rahmat dan pendampingan-Mu agar kami yang lemah dan rapuh ini dapat meneladani Putra-Mu dengan menjadi pelaksana-pelaksana sabda-Nya. Amin,”
8
Berita Tahun Baru Tidak Takut Terhadap Kabar Celaka - Mazmur 112:7 Dalam bahasa Inggris ada sebuah pepatah yang mengatakan: “No news is good news!” Jika tidak menerima kabar yang buruk, berarti semuanya baik. Mungkin ini suatu kesan dari zaman ketika menerima telegram dapat merupakan sesuatu yang menakutkan. Pada saat itu, komunikasi jauh lebih sulit dan mahal. Orang tidak mungkin akan memboroskan uang untuk mengirim telegram, kecuali jika ada kabar yang begitu dahsyat sehingga harus cepat kirim berita. Jadi, kedatangan tukang pos didepan pintu rumah dengan amplop telegram di tangannya membuat jantung tuan rumah berdebar dengan kecemasan. Sekarang dunia kita terbalik. Kita tenggelam dalam komunikasi dan informasi yang kadang-kadang kita lebih senang jikalau tidak dikirim. Kita dibanjiri dengan iklaniklan di televisi dan tanda jalan; dimana-mana kedengaran bunyi GSM yang menjengkelkan, bahkan dalam kebaktian gereja. Kita tidak dapat menghindari kedatangan kabar. Walaupun ketika menghidupkan komputer, muncul-lah berita : “You’ve got mail !” Apakah masih ada orang yang mengirim telegram? Dengan telpon dan mesin fax dan GSM dan “pager” dan e-mail dan lain-lain, apakah masih ada gunanya mengirim telegram? Pada zamannya telegram itu dianggap sebagai solusi yang paling hebat, paling cepat dan modern. Sekarang mungkin telegram itu sudah kuno seperti televisi hitam-putih. Tetapi saya ingin mendukung gunanya si telegram itu. Pertama-tama, karena biasanya telegram membawa kabar yang buruk atau menyedihkan, orang yang menerimanya membutuhkan sedikit waktu untuk mempersiapkan dirinya dulu. Kedua, sesudah orang ini masuk kerumahnya kembali, ia sendiri yang menentukan saatnya apabila ia merasa sudah cukup kuat untuk membaca berita yang berat itu, mungkin bersama-sama dengan anggota keluarga lain. Inilah milenium yang jauh berbeda. Tidak ada cara untuk melindungi diri dari kedatangan berita, entah itu berita baik atau buruk. Jika saudara yang menjawab dering telpon pada saatnya, mau tidak mau saudaralah yang harus menerima kabar yang mungkin sama sekali tidak saudara mau dengarnya. Tidak ada manusia yang bebas dari menerima kabar celaka. Barangkali berita itu mengenai anggota keluarga kita yang tercintai yang sedang mengalami kesulitan. Mungkin saudara mendengar gosip bahwa ada seseorang yang tidak senang dengan saudara. Kita semuanya pernah mengalami saat menerima kabar celaka, dan kita semuanya membencinya. Bagaikan seorang yang dipukul keras di perutnya tepat pada saat ia baru saja berlepas nafas. Tetapi … Mazmur 112 memberi kita suatu pengharapan bagi masalah yang tidak dapat dihindari ini. Walaupun lebih enak jikalau ayat ini berkata: “Ia tidak menerima kabar celaka,” perjanjiannya masih benar, walaupun sedikit pahit/manis: “Ia tidak
9
takut kepada kabar celaka.” Mengapa orang ini penuh iman? Karena: “… hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada Tuhan.” Dalam “terjemahan menurut Ibu Dianne,” perkenankan saya memutarbalik-kan ayat ini sebagai berikut: “Karena ia percaya kepada Tuhan, hatinya menjadi tetap.” Ayat-ayat lain dalam Mazmur ini menceritakan kemungkinan-kemungkinan bahwa hal-hal yang tidak enak dapat terjadi, misalnya: ayat 4 berkata bahwa terang terbit bagi orang benar, tetapi lebih dahulu ini berkata bahwa terang terbit dalam gelap. Ayat 6 berkata: “Ia tidak goyah untuk selama-lamanya,” tetapi mengapa pemazmur berkata itu jikalau tidak pernah ada kemungkinan bahwa “goyah” itu bisa terjadi? Dan ayat 8 menceritakan sifat pemazmur itu terhadap musuhnya, yang berarti bahwa ada orang yang menganggap dia sebagai musuh. Tetapi berulang-ulang kali si pemazmur meyakinkan kita bahwa pada akhirnya semuanya akan baik. Saya berpikir bahwa pembukaan Mazmur 112 ini akan menjelaskan kepada kita mengapa orang ini tidak takut kepada kabar celaka. Pada prinsipnya orang ini benar. Takutnya tidak terhadap kabar, situasi, musuh, celaka, ataupun semuanya yang sering mengambil perhatian (dan hati!) kita. Dari permulaan, takutnya orang dalam Mazmur 112 tertuju kepada Dia-lah yang patut menerimanya: “Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintahNya.” Biasanya manusia tidak suka merasa takut, rasa takut itu tidak membuat manusia merasa gembira. Tetapi takut akan Tuhan ialah semacam "takut" yang justru dapat membuat kita merasa gembira, karena Tuhan mencurahkan berkatNya keatas orang yang "takut” akan Tuhan. Kitab Yesaya 26:3 memberi gambaran yang sama: “Yang hatinya tetap Kau jagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mu-lah ia percaya.” Dan bagaimanakah kita dapat mempunyai hati yang teguh biarpun keadaan disekeliling menakutkan? Karena Allah sudah memberikan jaminan yang luar biasa dalam Roma 8:28, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.” Kita sekarang berdiri diambang pintu Tahun Baru 2004. Dunia kita semakin bergonjang dengan peperangan, revolusi, dan ekonomi yang tidak stabil. Kabar celaka mungkin menantikan kita. Tetapi seperti Daud, yang juga harus menghadapi situasi yang sama, kita dapat percaya: di dalam gelap terbit terang bagi kita. Kita akan memandang rendah para lawan kita yang membawa kabar celaka, walaupun “lawan” itu bebentuk telpon, fax, e-mail, ataupun amplop telegram. Untuk sedetik barangkali kabar celaka itu membawa sakit hati. Tetapi “obat” bagi sakit hati itu ialah pengenalan akan Allah yang patut dipercayai, yang akan turut campur tangan untuk memberikan kebaikan bagi kita yang mengasihi Dia. “Ia tidak takut kepada kabar celaka, hatinya tetap, penuh kepercayaan kepada Tuhan.”
Oleh Pdt. Dianne Wood
10
Renungan pagi Hadrianus Tedjoworo OSC
Gusarkah Kita Karena Orang Lain Bahagia ? (Lukas 13:10-17)
Sebuah papan nama dipasang di pintu masuk sebuah gedung. Tulisan di situ berbunyi: “Buka setiap hari, pada jam kerja. Hari Minggu dan Hari Libur tutup…” Tulisan ini sudah lazim ditemui di kantor-kantor, apotek, tempat praktik dokter, serta biro-biro jasa. Tulisan seperti ini biasa, karena semua orang butuh libur, dan butuh istirahat. Tulisan ini ditiru dan direproduksi oleh siapa saja, karena orang maunya latah dan salah kaprah. “Ikut sajalah kebiasaan yang ada,” begitu kata mereka. Maka amatilah, takkan ada kompromi lagi kalau urusan yang penting sekalipun jatuh pada hari Minggu dan hari-hari libur. Soalnya, masalah Anda tidak akan dibantu. Siapapun akan diusir dengan halus, “Maaf, kantor kami tutup. Silakan datang kembali pada hari Senin”. Apa yang kita rasakan saat seseorang mengatakan hal itu kepada kita? Tentu saja. Kita akan kecewa. Kadang-kadang bahkan putus asa, apalagi bila masalah kita itu sangat mendesak, atau membawa risiko kehilangan pekerjaan, atau kehilangan penghasilan, atau kehilangan seseorang, jika tidak segera dibereskan hari itu. Tapi mau apa lagi. Hari itu memang hari Minggu… Bagaimana kalau Tuhan juga memasang papan pengumuman seperti itu di depan “kantor”-Nya? Tak terbayangkan, pasti. Mengapa? Sebab semua orang kan punya masalah setiap hari. Setiap orang kan selalu punya beban dan keluhan tiap saat. Jadi, kita pasti protes, sebab Tuhan—menurut kita—tidak boleh istirahat. Tuhan harus kerja lembur setiap hari, entah hari kerja maupun hari libur. Tapi perhatikanlah kepala rumah ibadat itu. Ia gusar manakala Yesus menyembuhkan seorang perempuan yang sudah delapan belas tahun dirasuki roh itu, pada hari Sabat. Ia tersinggung karena disangkanya Tuhan itu punya ‘hari kerja’ dan ‘hari libur’. Maka ia pun menyindir-nyindir Yesus tetapi berkata kepada orang banyak: “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat...” Aneh sekali bukan? Ia bicara ‘atas nama Allah’. Malahan, ia itu tersinggung dan merasa gusar juga ‘atas nama Allah’’. Apa-apaan ini?
11
Bagi kepala rumah ibadat itu, keselamatan dan kesembuhan perempuan itu sama sekali tidak membahagiakannya. Maka ia pun mencari-cari pembenaran di dalam hukum Taurat. Baginya, aturan Sabat itu adalah segala-galanya. Entah Tuhan memang menghendaki aturan itu atau tidak, entah Tuhan pernah menetapkan aturan itu atau tidak, yang penting aturan itu harus diikuti. Jika dilanggar, meski pelanggaran itu demi keselamatan seorang manusia, itu adalah dosa! Yesus menemukan sesuatu yang tidak beres di sini, yaitu ketaatan pada aturan itu sampai mengalahkan kepentingan manusia. Lalu sebenarnya siapa yang menciptakan hukum? Mengapa pernah ada hukum di dunia ini? Bukankah hukum lahir karena manusia pernah melakukan kesewenang-wenangan, sehingga dirasa perlu ‘diatur’? Hukum tidak akan pernah ada jika manusia tidak ngawur dan hidup sembarangan. Hukum itu ada karena kita memang tidak bisa mengendalikan diri di hadapan sesama yang lain! Dan Yesus sangat heran, mengapa sesuatu yang sejatinya adalah buatan tangan manusia sendiri malah dipakai untuk menindas diri sendiri? Ada yang sangat keliru di situ. Lebih lagi jika benar bahwa kepala rumah ibadat itu memang tidak suka ketika sesamanya manusia mendapatkan keselamatan, maka aturan yang diabdinya itu pasti telah mengubahnya menjadi monster. Dan monster ini ingin menentukan siapa yang boleh diselamatkan, kapan orang bisa sembuh, dan apakah orang boleh berbahagia atau tidak pada hari itu. Di sekitar kita juga kadang-kadang ditemukan ‘polisi agama’ semacam ini, yang nekat menentukan ‘jadwal kerja’ bagi Tuhan. Itulah akibatnya jika perintah “kuduskanlah hari Tuhan” ditafsirkan semena-mena. Padahal jika Tuhan mesti punya ‘hari’, maka seluruh hari dalam seminggu adalah milik Tuhan! Bukankah kita kadang-kadang masih mengatakan, bahwa ‘hari ini adalah hari baik’, atau ‘hari ini adalah hari sialku’, atau ‘jangan mengadakan acara pada hari ini, sebab nanti akan terjadi apa-apa’, dan lain sebagainya? Yang lain akan mengatakan, ‘jangan menikah hari ini’, atau ‘jangan tanggal 13, itu angka sial!’ dan seterusnya. Bukankah dengan bersikap begitu kita seolah-olah merasa tahu akan ‘hari kerja’ Tuhan? Atau jangan-jangan bukan Tuhan yang menjadi ukuran kita untuk menentukan sebuah hari. Jangan-jangan diri kita sendirilah ukuran untuk semuanya itu! Seharusnya sabda Tuhan itu sudah cukup untuk meyakini bahwa setiap hari adalah baik di mata Tuhan. Tapi betapa kuat dan dahsyatnya cengkeraman ‘adat’ dan hukum itu acap kali, sehingga konsekuensi dan sangsinya bisa sangat menakutkan seseorang. Kadang-kadang seseorang dianggap ‘perlu’ dihukum (atau dikorbankan?) karena ia melanggar adat istiadat. Dan memang sudah banyak kisah sedih di seputar hal ini. Di zaman yang begitu maju ini, masih juga ada orang yang disingkirkan, diusir dari lingkungan adatnya gara-gara persoalan menikah dengan orang dari suku, agama, dan ras yang lain. ‘Jangan kembali ke desa ini, kamu bukan lagi saudara kami!’ begitu teriak mereka. Dan orang-orang terusir ini menjadi milik zaman yang menangis ini, menjadi milik Allah yang meratapi kekerasan hati
12
manusia. Apakah bedanya perilaku ini dengan sikap kepala rumah ibadat yang gusar karena seseorang telah disembuhkan itu? Yesus bersabda kepada perempuan yang telah delapan belas tahun diikat oleh roh itu, “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh”, bahkan sebelum perempuan itu memohon apa-apa. Tapi di situ kelihatan bagaimana mendalamnya bela-rasa Yesus. Yesus melihat dengan mata kepala sendiri betapa menderitanya ibu itu. Karena penyakitnya, ibu itu sampai terbungkuk-bungkuk, tak bisa berdiri tegak lagi. Yesus melihat dan tahu apa yang akan dilakukan Bapa jika Bapa melihat kesengsaraan semacam ini. Maka sebelum orang memohon untuk disembuhkan, Yesus sudah tak bisa menahan diri untuk menyembuhkan dia. Dan ketika menjawab kepala rumah ibadat itu, Yesus pun berkata, “Bukankah perempuan ini harus dilepaskan dari ikatannya itu?” Nampaknya kita masih kekurangan kata ‘harus’ ini. Coba amatilah sekeliling kita. Sungguh sangat banyak orang di sekeliling kita yang masih ‘terikat’ pada berbagai macam hal: penyakit, kedagingan, dosa-dosa yang sama dan terulang-ulang lagi itu, cemburu, iri hati, kesombongan, kemarahan yang terus saja diikuti, kelainan diri yang dianggap menyenangkan itu, kekerasan dan sadisme. Bukankah mereka ini ‘terikat’ dan menyedihkan dalam pandangan Allah? Apakah pandangan kita sudah berbeda atau lebih bijaksana dibanding pandangan Allah yang mengatakan bahwa mereka ini harus dilepaskan dari ikatan mereka? Tidak. Kita melihat banyak, tetapi melakukan sedikit. Si hati nurani terlalu sering ditumpas sehingga tatkala melihat kesusahan orang kita tidak mampu lagi menemukan kata ‘harus’ yang seharusnya muncul itu. Bagi Yesus, kata ‘harus’ itu membual dan membanjiri-Nya supaya menyelamatkan dan menyembuhkan orang. Dan ketika Ia digerakkan untuk menyembuhkan seseorang, Ia tidak berpikir lagi apakah ini hari Senin, atau Rabu, atau Jumat, atau Minggu. Ia mengikuti ke manapun Roh menghantarnya untuk menyelamatkan manusia. Bagi Yesus, kebahagiaan sejati ialah melihat manusia itu selamat dan bahagia. Apakah kita juga begitu? Lebih ekstrem lagi, apakah kita juga bisa ikut senang ketika seseorang yang sangat kita benci ternyata memperoleh keberuntungan dan kebahagiaan? Atau, apakah kita akan mengutuk dengan penuh kemenangan jika musuh-musuh kita ditimpa kemalangan? Atau, apa kita mulai mempersalahkan Tuhan ketika dia masih juga hidup dan sepertinya lebih bahagia daripada kita? Lihatlah betapa konsekuennya kata dan tindakan Yesus itu. Ia yang pernah berkata ‘Iri hatikah engkau karena aku murah hati?’ (Mat 20:15), dan Ia jugalah yang memperlihatkan bahwa setiap orang-entah dia itu baik atau jahat-harus diselamatkan. Sementara kita masih berdiskusi di tataran iri dan gusar tentang perlu tidaknya
13
orang disembuhkan, Yesus sudah menunjukkan apa yang terpenting: “penyakitmu telah sembuh!” Nampaknya zaman kita memang tidak membutuhkan diskusi yang panjang-panjang lagi. Kita sudah terlalu banyak berdiskusi dan ber-seminar. Kita perlu diam dan kerja. Bahkan dengan diam dan tekun mendengarkan orang lain pun kita telah membantu dia untuk sembuh. Dengan duduk sabar di samping mereka pun kita sudah melepaskan mereka dari sebagian ikatan dosa dan penyakit yang selama ini menguasainya. Namun ini membutuhkan sebuah kemauan yang luar biasa. Kemauan dan keberanian untuk menurunkan target hidup kita sendiri, dan menaikkan kehidupan orang lain. Saudara-Saudari yang terkasih dalam Kristus, mari mohon pada Yesus, agar kita tidak lagi berpikir panjang, dan agar Ia sudi memakai diri kita untuk menyembuhkan orang lain. Amin.
***
“Ya Yesus, doronglah para pemimpin Gereja kami agar mereka semakin mencintai-Mu dan meniru-Mu dalam segala hal, terutama dalam penyerahan diri kepada kehendak-Mu. Amin.”
14
Mengukur Kedewasaan Rohani Dalam kehidupan iman, sering kali kita dibingungkan oleh adanya fenomena yang kadang kala aneh tetapi nyata. Misalnya, kita melihat adanya orang kristiani yang begitu rajin ke Gereja, rajin mengikuti pendalaman rohani atau persekutuan doa, rajin berdoa dan membaca, bahkan Gereja dan paroki menjadi rumahnya yang kedua. Namun dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan sehari-hari kurang mempunyai 'hati' terhadap sesamanya. Bahkan mereka sering dicap sebagai orang yang tidak mempunyai belas kasihan kepada sesamanya. Sebaliknya, kita jumpai pula orang-orang kristiani yang dalam hal menjalankan iman jarang pergi ke gereja, tidak pernah ikut kegiatan lingkungan, tidak pernah membaca alkitab dan bahkan tidak pernah berdoa sama sekali. Namun orang ini begitu baik terhadap sesamanya. Suka membantu sesama yang menderita, menolong mereka yang kesusahan dan juga terlibat aktif dalam kegiatan sosialkemasyarakatan. Pertanyaan kita bisa muncul, mana yang benar, mana yang tepat. Mana yang mesti kita pilih, yang pertama atau yang kedua? Saya tidak akan menjawab mana yang tepat atau mana yang benar, melainkan mau mengajak rekan-rekan untuk melihat diri kita masing-masing. Yang ingin saya angkat melihat fenomena ini adalah sejauh mana kehidupan sehari-hari saya mencerminkan pula kehidupan iman saya. Atau sejauh mana saya dewasa dalam rohani. Apakah kedewasaan rohani itu bisa diukur? Bila bisa apa yang bisa kita gunakan untuk mengukur kedewasaan rohani. Bukankah masalah iman merupakan masalah yang sangat pribadi. Masalah relasi antara saya dengan Allah. Lalu siapa yang bisa mengukur apakah saya sungguh beriman atau dewasa dalam menghayati iman atau belum? Yang bisa mengukur kedewasaan adalah saya pribadi. Hal ini memang benar, karena itu bukan hanya soal olah rohani belaka, tetapi juga soal perwujudan, maka kedewasaan rohani bisa diukur dari sisi motivasi, tetapi juga perwujudannya. Kita meyakini bahwa 'iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati'. Menurut para ahli spiritualist, kita bisa mengukur kedewasaan rohani kita dari beberapa indikasi ini :
15
1. Adanya keinginan kuat atau kerinduan hati yang teguh untuk menjadi 'suci' dari pada sekedar mengalami kebahagiaan sementara dalam hidup. 2. Mempunyai keutamaan untuk selalu berkeinginan memberi dan memberi dari pada menerima dan diberi atau bahkan menuntut. 3. Selalu merasa mendapat kehormatan bila diberi kesempatan untuk melayani dari pada dilayani. 4. Selalu mengalami kebahagian dalam kehidupan pribadi, baik lahir mau pun batin. 5. Selalu merasa terberkati, selalu merasa bersyukur atas karunia yang telah diterima, dari pada selalu merasa kurang dan ingin memeliki lebih dari apa yang diperlukan. 6. Mampu menerima segala sesuatu dengan sikap 'apa adanya' 'nrima ing pandum' dari pada mengikuti ambisi untuk memiliki segalanya dan menuntut orang lain untuk menjadi sama seperti dirinya. 7. Selalu hidup dalam dunia kasih, segala sesuatunya diukur berdasarkan kasih. Inilah indikasi yang dapat digunakan untuk mengukur apakah saya sudah merasa mencapai 'kedewasaan rohani', sesuai dengan iman kristiani yang saya yakini. Kasus diatas tidak akan pernah terjadi bila kita merasa yakin bahwa saya selalu berusaha berada dalam jalur tujuh indikasi ini. Apakah menjadi suci sungguh merupakan kerinduan setiap manusia. Apakah Allah menghendaki kita menjadi suci atau....? Jawabannya ada dalam hati kita masing-masing, tetapi bila kita kembali kepada undangan Jesus sendiri yakni "Jadilah engkau sempurna seperti Bapa sempurna adanya", maka kita akan mengangguk bahwa kesempurnaan hidup, atau kesucian adalah merupakan tujuan akhir setiap orang yang mengakui diri sebagai murid Kristus. Karena pada hakekatnya Tuhan memanggil kita untuk menjadi suci. Ukuran kesempurnaan rohani kita adalah 'untuk menjadi seperti Kristus' dalam segala aspek kehidupanNya. Semoga renungan kecil ini berguna.
Teja Anthara SCJ Aluva, India
16
Perkataan Ibu Teresa Inilah perkataan yang diucapkan ibu Teresa sebelum kematiannya : " Kalau saya memungut seseorang yang lapar dari jalan, saya beri dia sepiring nasi, sepotong roti. Tetapi seseorang yang hatinya tertutup, yang merasa tidak dibutuhkan, tidak dikasihi, dalam ketakutan, seseorang yang telah dibuang dari masyarakat - kemiskinan spiritual seperti itu jauh lebih sulit untuk diatasi." Mereka yang miskin secara materi bisa menjadi orang yang indah. Pada suatu petang kami pergi keluar, dan memungut empat orang dari jalan. Dan salah satu dari mereka ada dalam kondisi yang sangat buruk. Saya memberitahu para suster : "Kalian merawat yang tiga; saya akan merawat orang itu yang kelihatan paling buruk." Maka saya melakukan untuk dia segala sesuatu yang dapat dilakukan, dengan kasih tentunya. Saya taruh dia di tempat tidur dan ia memegang tangan saya sementara ia hanya mengatakan satu kata : " Terima kasih " - lalu ia meninggal. Saya tidak bisa tidak harus memeriksa hati nurani saya sendiri. Dan saya bertanya : " Apa yang akan saya katakan, seandainya saya menjadi dia ?" dan jawaban saya sederhana sekali. Saya mungkin berusaha mencari sedikit perhatian untuk diriku sendiri. Mungkin saya berkata : " Saya lapar, saya hampir mati, saya kedinginan, saya kesakitan, atau lainnya". Tetapi ia memberi saya jauh lebih banyak ia memberi saya ucapan syukur atas dasar kasih. Dan ia mati dengan senyum di wajahnya. Lalu ada seorang laki -laki yang kami pungut dari selokan, sebagian badannya sudah dimakan ulat, dan setelah kami bawa dia ke rumah perawatan ia hanya berkata : "Saya telah hidup seperti hewan di jalan, tetapi saya akan mati seperti malaikat, dikasihi dan dipedulikan." Lalu, setelah kami selesai membuang semua ulat dari tubuhnya, yang ia katakan dengan senyum ialah : " Ibu, saya akan pulang kepada Tuhan" - lalu ia mati. Begitu indah melihat orang yang dengan jiwa besar tidak mempersalahkan siapapun, tidak membandingkan dirinya dengan orang lain. Seperti malaikat, inilah jiwa yang besar dari orang-orang yang kaya secara rohani sedangkan miskin secara materi.
17
* * * * * * * * * * * * * * * * * *
Hidup adalah kesempatan, gunakan itu. Hidup adalah keindahan, kagumi itu. Hidup adalah mimpi, wujudkan itu. Hidup adalah tantangan, hadapi itu. Hidup adalah kewajiban, penuhi itu. Hidup adalah pertandingan, jalani itu. Hidup adalah mahal, jaga itu. Hidup adalah kekayaan, simpan itu. Hidup adalah kasih, nikmati itu. Hidup adalah janji, genapi itu. Hidup adalah kesusahan, atasi itu. Hidup adalah nyanyian, nyanyikan itu. Hidup adalah perjuangan, terima itu. Hidup adalah tragedi, hadapi itu. Hidup adalah petualangan, lewati itu. Hidup adalah keberuntungan, laksanakan itu. Hidup adalah terlalu berharga, jangan rusakkan itu. Hidup adalah hidup, berjuanglah untuk itu. Tuhan memberkati !
18
Ruang keluarga Bagaimana Menjadi Ayah Yang Hangat ? Kesibukan kerja orang tua terbukti telah merampas waktu buat anak-anak, bisa mengakibatkan munculnya perilaku negatif. Tapi sebenarnya ada beberapa jalan untuk tetap menjaga hubungan yang harmonis antara ayah dan anak. Ketika Richard Nixon berhenti sebagai presiden AS pada 9 Agustus 1974, dia menyampaikan kata perpisahan pada stafnya di Gedung Putih. Dalam kata sambutannya Nixon ingat akan ayahnya. "Ayah adalah orang yang hebat," katanya. Kesan Nixon menggambarkan betapa sosok ayah sangatlah berarti bagi seorang anak. Apakah sang ayah sukses atau tidak di masyarakat bukanlah soal besar; ayah tetaplah pahlawan bagi anak-anaknya. Buat anak, ayah adalah kombinasi seorang pahlawan, pembimbing, penasihat, pelindung, guru, sekaligus kawan. Seorang teman mengisahkan, setiap hari ia bersama suaminya pergi ke kantor yang kebetulan berlokasi sama. Menjelang malam mereka baru tiba di rumah. Kedatangan pasutri ini disambut dengan suka cita oleh anak lelakinya yang berumur 11 bulan di teras rumahnya. Anehnya, kendati si ibu berada di depan, justru sang ayahlah yang lebih hangat disambut. "Anak saya baru butuh saya kalau lagi lapar atau sakit," kata ibu muda itu. Menjadi ayah yang "hangat" memang tidak berhenti pada saat anak lahir. Justru ketika itulah proses awal menjadi ayah yang baik dimulai. Sayangnya, hal itu tidak mudah untuk dilakukan. Apalagi di luaran tidak tersedia lembaga pendidikan khusus - lebih-lebih yang formal - untuk melatih atau mempersiapkan seorang lakilaki menjadi ortu (orang tua) yang baik. Posisi sebagai ortu biasanya diambil secara otomatis atau begitu saja. Akibatnya, sering terjadi proses pendidikan terhadap anak juga dilakukan secara otomatis, sadar atau tidak, sama seperti yang pernah diperoleh dari ortunya dulu. Parenthood Lantaran warisan pendidikan turun-temurun inilah banyak orang beranggapan, pengasuhan anak dalam keluarga menjadi porsi ibu. Namun, menurut Irwanto, Ph.D. dari Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat Unika Atmajaya, Jakarta, pandangan itu mulai berubah. Sejak tahun 1997 ada dorongan gerakan partisipasi laki-laki di dalam keluarga. Gerakan di tingkat dunia ini muncul lantaran selama kurun waktu 15 - 20 tahun terakhir, terjadi pergeseran konsep dari motherhood menjadi parent-
19
hood. Dalam konsep parenthood, bukan hanya ibu yang penting, tetapi orang tua, dan orang tua itu dua: ayah dan ibu. Dari sini mulai dikembangkan konsep orang tua yang baik dan hangat. "Di masa lalu yang namanya ayah itu selalu ditakuti. Ia juga figur yang dianggap sebagai penanggung jawab moral keluarga, yang menurunkan nilai-nilai penting pada anak anaknya. Untuk itu ayah harus menakutkan. Kalau perlu, ayah tak perlu banyak bicara tapi anak takut," urai Irwanto. Dilihat dari trend-nya, banyak ayah muda masa kini di berbagai belahan dunia merasa tidak adil kalau harus jadi sosok yang menakutkan. "Masa sosok seorang ayah harus ditakuti oleh anak-anaknya, sehingga ia diajuhi atau jauh dari anak anaknya," begitu pikir mereka. Dari sini timbul kesadaran bahwa ayah masa kini tidak ingin seperti ayah zaman dulu. Menurut doktor psikologi bidang perkembangan anak ini, ayah masa kini mungkin sedikit lebih cerewet tapi jauh lebih dekat dengan anaknya. Bisa bermain, bisa apa saja, bahkan bisa menjadi teman bagi anak -anaknya sendiri. Lalu, apa peranan ayah yang spesifik bagi anak-anaknya? Secara tegas Irwanto menyatakan, ayah berperan dalam membangun citra diri anak. Khususnya citra diri mengenai kelaki-lakian. Kedua orang tua diharapkan menunjukkan pada anaknya bahwa tanggung jawab keluarga itu memang dipikul bersama-sama. Misalnya, mengasuh anak, bernyanyi, bermain dengan anak-anak. Artinya, wawasan gender dalam peran laki-laki dan perempuan itu tidak dipersempit, tetapi sebaliknya diperluas. Irwanto tidak menampik pandangan bahwa menjadi ayah modern sering dihadapkan pada stereotipe tertentu. Misalnya, kalau anak pegang kepala orang lain (atau orang tua), hal itu dianggap kurang ajar. Apalagi kalau di Jawa, pegang kepala itu bisa kualat. Nah, untuk menjadi ayah yang hangat, asumsi semacam itu harus diterjang. Untuk itu perlu dikembangkan konsep pertemanan di mana ayah tidak selalu memerintah ataupun melarang, dan sebagai orang tua mereka juga bisa ditegur atau diajak bermain. Salah satu persiapan penting menjadi ayah yang efektif adalah persiapan sebelum anak lahir. Di sana ayah belajar memahami anak, misalnya dengan mendengarkan cerita ibu tentang anaknya yang sedang dikandung, belajar mengganti popok, menggunakan boneka, dan sebagainya. Sayang, banyak laki-laki yang tidak percaya diri untuk mengasuh anak. Sebaliknya, istri jangan lalu mengejek suaminya, misalnya ketika salah memandikan bayi. Untuk menjadi ayah yang baik memang tidak mudah. "Seperti saya yang tukang seminar. Kalau pulang ke rumah saya sering diprotes anak. Papi tadi omong begitu buktinya begini. Papi ini katanya psikolog tapi sama anaknya sendiri saja enggak ngerti," papar Irwanto mengambil contoh dirinya sendiri menghadapi anaknya yang usia SD, yang umumnya sangat kritis terhadap ayah. Nah, agar anak tak kecewa, harus diupayakan menyediakan waktu khusus untuk mereka. Kalau hal ini diabaikan, orang tua akan sukar untuk bisa dekat dengan anak. Dengan waktu yang terbatas orang tua tidak bisa berbicara banyak. Dalam
20
arti memberi peluang seluas-luasnya bagi anak untuk bercerita dan didengarkan. Sebaliknya, seringnya pertemuan juga tak menjamin keharmonisan apabila di dalamnya selalu diwarnai percekcokan. "Jadi, waktunya jangan terlalu besar dan mutunya jangan terlalu buruk," ujar Irwanto. Sempitnya waktu yang sering dijadikan alasan tidak bisa kontak lebih lama dengan anak sebenarnya dapat dicarikan jalan keluar. Sekali lagi Irwanto mengambil contoh dirinya sendiri. Sebagai peneliti senior yang sibuk, ia berusaha selalu menyediakan waktu, dengan mengantarkan anaknya ke sekolah atau menemani berenang. Apa yang dia lakukan merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sebagai ayah. Soalnya, selama dua tahun terakhir sebelas kali harus ke luar negeri dalam setahun. Belum lagi jadwal perjalanan ke luar kota di dalam negeri. "Makanya, kalau pada hari-hari libur saya diminta sebagai pembicara, saya minta diperbolehkan membawa keluarga." Secara psikologis pun kalau orang tua sering bertemu dan berdialog dengan anak, anak akan menghormati orang tuanya. Dari berbagai literatur terungkap, semakin besar dukungan ayah terhadap anak, semakin tinggi perilaku positif anak. Jadi, ayah yang selalu mendukung dan menunjukkan perhatiannya itu akan mereduksi perilaku negatif si anak. Seperti perahu dayung Hubungan antara ayah dan anak ada yang menggambarkan seperti dua orang yang berperahu dayung, keduanya harus saling mengisi. Pada suatu saat, sang ayah harus mendayung kuat atau lemah untung mengimbangi kemampuan mendayung sang anak. Mereka juga harus sering berkomunikasi satu sama lain bila melalui arus yang deras. Apabila komunikasi berjalan lancar, maka perjalanan itu akan menyenangkan dan akhirnya sampai ke tujuan dengan selamat. Dalam pandangan Seto Mulyadi, psikolog, seorang ayah harus mengenali lima ciri anak untuk dapat membina komunikasi yang efektif. Yakni menyadari bahwa anak adalah pribadi yang masih suka bermain, masih terus berkembang, senang meniru, kreatif, dan bukan orang dewasa mini. Menurut dia, hubungan akan harmonis bila ayah mendengar aktif. Istilah ini berhubungan dengan proses mendengar di mana penerima berusaha untuk mengerti perasaan pengirim atau berusaha mengerti arti pesan yang dikirim. Melalui proses mendengar aktif terjadi semacam katarsis (kelegaan emosional) pada anak. Dengan begitu ortu memperlihatkan ia menerima perasaan anak, sehingga anak terdorong untuk dapat menerima perasaanperasaannya sendiri. Erik Erikson dari Universitas Harvard mengungkapkan, ayah yang efektif bisa dibentuk bila ia memfokuskan pada tujuh hal yakni menciptakan relasi yang sehat, menyediakan kebutuhan fisik dan keamanan, menerima adanya perubahan, menanamkan nilai-nilai moral, menanamkan nilai spiritual, menggali hal-hal yang menyenangkan, dan membantu anak mengembangkan kemampuannya. Riset terbaru mengungkapkan, ayah yang "hangat" membuat anak lebih mudah menyesuaikan diri, lebih sehat secara seksual, dan perkembangan intelektualnya
21
lebih baik. "Keterlibatan ayah dalam keluarga akan meningkatkan IQ anak sampai 6 - 7," kata T. Berry Brazelton, seorang dokter anak. Di samping itu anak akan lebih memiliki rasa humor, lebih percaya diri, dan punya motivasi belajar. Menurut Dr. Lousi B. Silverstein dari Universitas New York, AS, ada hubungan langsung antara pertemuan ayah-anak dan tingginya tingkat agresivitas anak, serta tingkah laku yang cepat dewasa pada anak perempuan. Cuma masalahnya, bagaimana membina hubungan mesra antara ayah dan anak? Banyak yang bisa dilakukan, misalnya dengan bermain bersama, membantu membuat (dalam arti mengajari)pekerjaan rumah, dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas kebersamaan dengan anak di rumah maupun di luar rumah. Contoh kebersamaan ini antara lain bisa ditempuh dengan cara seperti yang dilakukan pria profesional muda yang tinggal di bilangan Bekasi. Ia suka mengajak anaknya yang berumur lima tahun naik kereta api. Bukan kereta api jarak jauh, tetapi kereta api jurusan Jakarta Kota - Bogor. "Anak saya senang sekali," katanya. Satu hal yang juga perlu diperhatikan, jangan sampai kelimpahan materi menggusur hubungan pribadi. Bekerja keras merupakan keharusan, tetapi setiap ayah perlu menghindari godaan materi. Ayah yang bijaksana tahu bahwa relasi ayahanak bukanlah soal material, tetapi kepuasan hidup. Itu bisa berarti sebuah pilihan. Misalnya saja, mana yang lebih penting, mempunyai rumah di atas tanah seluas 3.000 m2 dengan kolam renang yang indah, atau membuat setiap penghuni rumah merasa kerasan tinggal di dalamnya? Atau, mana yang lebih utama, mempunyai dapur yang indah atau kepastian setiap anggota keluarga bisa duduk bersama saat makan malam dan berbagi pengalaman? Ayah yang efektif dan ayah yang tidak efektif bisa dinilai dari kenal-tidaknya mereka pada anaknya. Ayah yang efektif tahu apakah telah mengecewakan anaknya. Pun dia tahu hal-hal apa saja yang disukai anaknya. Ayah seperti ini juga tahu perbedaan anaknya dengan anak-anak tetangga. Mereka pun sangat peduli dengan karakter si anak. Ken R. Canfield, pengarang buku The Seven Secrets of Effective Fathers yang meneliti 4.000 orang ayah sampai pada kesimpulan bahwa seorang ayah yang baik tahu keadaan anaknya bila sang anak tengah menghadapi masalah atau bagaimana harus meneguhkan hati anak. Cara lain membina hubungan yang lebih baik dengan anak adalah melibatkan mereka dalam pekerjaan ayah. Kebanyakan anak memandang kantor, pabrik, atau toko tempat ayahnya bekerja sebagai sebuah tempat asing. Dengan sesekali mengajak anak ke tempat kerja akan membuat mereka kenal dengan kegiatan ayahnya sehari-hari. (Sumber: Gloria Cyber Ministry)
***
22
Serba-serbi Angka Pengangguran Bertambah Satu Juta Angka pengangguran di tahun 2004, diperkirakan meningkat dari saat ini yang sebesar 40 juta. Sekitar satu juta penganggur akan dikontribusikan dari sektor kehutanan dan perkayuan. Kebijakan Departemen Kehutanan yang semakin mengurangi jatah tebang akan mengakibatkan banyak perusahaan kehutanan tutup. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi, peningkatan angka pengangguran dari sektor kehutanan dan perkayuan terkait dengan pemberlakuan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126 yang akan diberlakukan pada 2004. Pasalnya, peraturan tersebut membatasi luas areal dan jumlah pohon yang boleh dipotong. Selain itu, dana reboisasi juga diwajibkan untuk dibayar langsung setahun. "Peraturan tersebut akan membuat banyak industri perkayuan tutup karena diwajibkan menerapkan peraturan yang makin ketat, tapi di sisi lain harus bersaing dengan penebang liar. Makanya, yang harus dibuat peraturannya justru bagaimana mengatasi pembalakan liar (illegal logging)," kata Sofyan dalam seminar dengan tema "Mengintip Gejolak Tenaga Kerja Pasca-IMF", di Jakarta, Rabu (19/11), sebagaimana dikutip Suara Pembaruan. Dia mengatakan, selain dari sektor kehutanan dan perkayuan, angka pengangguran juga akan dikontribusikan dari industri tekstil yang memang sulit untuk dibangkitkan. Belum lagi ditambah dengan 10 persen jumlah angkatan kerja yang tidak mendapat pekerjaan setiap tahun. "Saya rasa 2004 akan menjadi tahun yang sulit bagi sektor ketenagakerjaan karena semua akan fokus pada pelaksanaan Pemilu sehingga kurang memperhatikan masalah tenaga kerja yang sebenarnya sudah memprihatinkan," ujar Sofyan. Dia memperkirakan, dibutuhkan waktu sekitar dua tahun bagi sektor usaha untuk dapat menyerap tenaga kerja. Hal itu disebabkan para pengusaha 23
akan membatasi investasi dan ekspansi bisnisnya terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2004. Dari sisi teknis, daya serap sektor usaha terhadap tenaga kerja juga terbatas, mengingat dibutuhkan waktu minimal setahun untuk membangun pabrik dan enam bulan sampai satu tahun untuk mengurus perizinan yang sarat dengan birokrasi. "Kecuali kalau beli aset langsung dari Badan Penyehatan perbankan Nasional (BPPN). Tapi itu kan tidak menambah lapangan pekerjaan karena yang terjadi hanyalah pergantian pemilik saja sementara karyawan kan sudah ada," kata Sofyan. Di sisi lain, lanjutnya, para pengusaha memang membatasi investasi dan ekspansi bisnis karena mempertimbangkan tingginya biaya yang dikeluarkan terkait dengan pemberlakuan berbagai peraturan dan kebijakan yang tidak komprehensif antara pusat dan daerah. "Ada kecenderungan para pengusaha terutama di sektor tekstil dan garmen yang lebih memilih mengimpor produk daripada memproduksi sendiri karena pertimbangan high cost. Kalau pemerintah tidak segera tanggap, bisa dipastikan banyak industri yang akan mati dan kita Cuma jadi tujuan pasar," ujar Sofyan. (Sumber: Gloria Cyber Ministry)
“Ya Tuhan, semoga kami tidak terpaku pada hal-hal yang sulit dan negatif dalam hidup ini. Bimbinglah kami agar dalam setiap peristiwa hidup, kami melihat campur tangan-Mu yang ajaib. Dan semoga iman kami tidak goyah karena sabda-Mu yang sering kali tidak sesuai dengan rasionalitas kemanusiaan kami. Amin.”
24
25
Mrk 2:18-22
1Kor 12:4-11
Luk1:1-4,4:14-21
1Kor12:12-14,17
Mrk 3:22-30
Mrk 3:31-35
2Sam 6:17-19
2Sam 6:12b-15,
2Sam 5:1-7,10
Mrk 4:1-20
2Sam 7:4-17
28
27
25 Neh8:3-5a,6-7, 9-11
26
Mrk 3:1-6
37, 40-51
Yoh 2:1-11
Mrk 3:1-6
1Sam17:32-33,
1Sam15:16-23
Yes 62:1-5
1Sam 16:1-13
21
20
19
18
1Sam 19-20
14 1Sam 3:1-10,
Mrk 6:45-52
7 1Yoh 4:11-18
Rabu
Mrk 1:29-39
Mrk 1:21b-28
13 1Sam 1:9-20
Mrk 6:34-44
6 1Yoh 4:7-10
Selasa
Luk3:15-16,21-22
Mrk 1:14-20
Mat 4:23-25
Mat 2:1-12
Tit 2:11-14,3:4-7
Mat 4:12-17,
Ef 3:2-3a,5-6
12 1Sam 1:1-8
5 1Yoh 3:22,4:6
4 Yes 60:1-6
11 Yes40:1-5,9-11
Senin
Minggu
Yoh 1:19-28
Gal 4:4-7
Mrk 4:21-25
2Sam 7:24-29
2Sam 7:18-19,
29
Mrk 3:7-12
1 Sam19:1-7
1 Sam18:6-9,
22
Mrk 1:40-45
15 1Sam 4:1-11
Luk 4:14-22a
8 1Yoh 4:19,5:4
Mrk 4:26-34
4a,5-10a,13-17
2Sam11:1-2,
30
Mrk 3:13-19
1 Sam 24:3-21
23
Mrk 1:40-45
1Sam 10-22
16 1Sam 8:4-7,
Luk 5:12-16
9 1Yoh 5:5-13
2 1Yoh 2:22-28
1 Bil 6:22-27
Luk 2:16-21
Jum'at
Kamis
Januari 2004
Mrk 4:35-41
2Sam 12:10-17
2Sam 12:1-7a,
31
Mrk 3:20-21
12-19, 23-27
1 Sam 1:4-11,
24
Mrk 2:13-17
17-19,10:1a
17 1Sam 9:1-4,
Yoh 3:22-30
10 1Yoh 5:14-2
Yoh 1:29-34
3 1Yoh 2:29,3:6
Sabtu
26
Mrk 5:21-43
9 1Raj8:1-7.9-13
8 Yes6:1-2a.3-8 1Kor15:1-11/ 15:3-8.11
23 Yak 3:13-18
1Sam26:2.7-9.12-13.
Luk 4:1-13
Rm 10:8-13
Ul 26:4-10
29
Mat 6:1-6.16-18
Luk 6:27-38
Mrk 9:30-37
2Kor 5:20-6:2
25 Yl 2:12-18
Mrk 8:22-26
18 Yak 1:19-27
Mrk 7:14-23
11 1Raj 10:1-10
Mrk 6:1-6
4 2Sam24:2.9-17
Rabu
22-23/1Kor15:45-49
Mrk 9:14-29
24 Yak 4:1-10
Mrk 8:11-13
1Kor15:12,16-20 Luk6:17.20-26
22
Mrk 8:14-21
16 Yak 1:1-11
15 Yer 17:5-8
17 Yak 1:12-18
Mrk 6:53-56
Luk 5:1-11
Mrk 7:1-13
10 1Raj8:22-23.27-30
24-25a.30-19:3
Luk 2:22-40
3 2Sam18:9-10.14b
Luk 4:21-30
2 Mal 3:1-4
1 Yer 1:4-5.17-19
Selasa
1Kor12:31-13:13
Senin
Minggu
Luk 9:22-25
26 Ul 30:15-20
Mrk 8:27-33
19 Yak 2:1-9
Mrk 7:24-30
12 1Raj 11-4-13
Mrk 6:7-13
5 1Raj2:1.10-12
Kamis
Februari 2004
Mat 9:14-15
27 Yes 58:1-9a
Mrk 8:34-9:1
20 Yak 2:14-24.26
Mrk 7:31-37
13 1Raj11:29-32,12:19
Mrk 6:14-29
6 Sir 47:2-11
Jum'at
Luk 5:27-32
28 Yes 58:9b-14
Mrk 9:2-13
21 Yak 3:1-10
Mrk 8:1-10
13:33-34
14 1Raj12:26-32;
Mrk 6:30-34
7 1Raj 3:4-13
Sabtu
27
Yoh 8:1-11
Yoh 8:1-11
Yoh 8:21-30
Dan13:19-30,33-62
Flp 3:8-14
Yoh 8:31-42
Dan 24-25,28
31 Dan 14-20,
Yoh 7:1-2,10,25-30
30 Bil 21:4-9
Ibr 10:4-10 Luk 1:26-38
29 Dan13:1-9,15-17
Yoh 5:17-30
Yoh 5:1-16
Rm 4:13,16-18,22
Yoh 4:43-45
25 Yes 7:10-14,8:10
Luk 11:14-23
19 2Sam7:4-5a,12-14a,16
2Kor 5:17-21 Luk 15:1-3,11-32 28 Yes 43:16-21
24 Yes 49:8-15
Mat 5:17-19
18 Yer 7:23-28
Mat 21:33-43,45-46
Kej 37:13a,17b-28
26 Keb 2:1a,12-22
23 Yeh 47:1-9,12
Mat 18:21-35
17 Ul 4:1, 5-9
Luk 16:19-31
12 Kej 37:3-4,12,
22 Yes 65:17-21
Luk 4:24-30
1Kor 10:1-6,10-12
16 Dan 3:25, 34-43
Mat 20:17-28
11 Yer 17:5-10
Mat 5:20-26
21 Yos 5:9a,10-12
15 2Raj 5:1-15a
14 Kel 3:1-8a,13-15
Mat 23:1-12
10 Yer 18:18-20
Mat 7:7-12
10c-12,17-19
Yeh 18:21-28
5
Jum'at
Mat1:16,18-21,24a
Luk 6:36-38
Luk 9:28-36
9 Yes 1:10,16-20
Luk 11:29-32
Test 4:10a,c-12
4
Kamis
Luk 13:1-9
8 Dan 9:4b-10
Mat 6:7-15
Mat 25:31-46
Yun 3:1-10
3
2 Yes 55:10-11
1
Rabu
Selasa
Im 19:1-2,11-18
Senin
7 Kej 15:5-12,17-18
Minggu
Maret 2004
Yoh 7:40-53
27 Yer 11:18-20
Luk 18:9-14
20 Hos 6:1-6
Luk 15:1-3,11-32
13 Mi 7:14-15,18-20
Mat 5:43-48
Ul 26:16-19
6
Sabtu
JADWAL IBADAH TAHUN 2004 Perki Oikumene Belgia dan Luxemburg adalah sebuah wadah yang terbuka bagi seluruh umat Kristiani Indonesia setempat yang merasa terpanggil untuk menyambut Panggilan Allah yang kita semua maklumi sebagai tugas Gereja untuk melaksanakan tri-tugas perutusan Kristus di dunia : persekutuan, kesaksian dan pelayanan. Ibadah pada setiap Minggu Pertama dan Minggu Ketiga Undangan : Jam 11.30 - Ibadah : Jam 12.00 Tempat : Aula KBRI Brussel, Ave. de Tervuren-laan 294, Brussel-Bruxelles 1150 Transportasi : Tram 39 & 44, Bus 36 Tanggal
Pelayanan Ibadah
Pemimpin Ibadah
V
31 Des 03
Syukur Tutup Tahun
Pendeta
2) I 3) III I III I III I
04 Jan 04 18 Jan 04 01 Peb 04 15 Peb 04 07 Mar 04 21 Mar 04 04 Apr 04
Perayaan Ekaristi Oikumene Perjamuan Kudus Oikumene Perayaan Ekaristi Oikumene Oikumene
Pastor Pendeta Pendeta Pastor Pastor Pendeta Pendeta
4)
II
09 Apr 04
Jumat Agung / PK
Pendeta
III
10 Apr 04 11 Apr 04 18 Apr 04
Sabtu Suci / PE Perayaan Paskah Oikumene
Pastor Pendeta & Pastor Pastor
I
02 Mei 04
Perayaan Ekaristi
Pastor
III 5) V I III
16 Mei 04 30 Mei 04 06Jun 04 20 Jun 04
Oikumene Perayaan Pentakosta Perjamuan Kudus Oikumene
Pendeta Pastor / Pendeta Pendeta Pastor
1)
4) 4)
Catatan : 1) Hari Rabu, jam 18.30. Aula KBRI, Ave. de Tervuren-laan 294, Brussel 1150 2) Pemilihan langsung ketua dan wakil-ketua untuk masa layan 2004-2006. 3) Peneguhan dan Pemberkatan Badan Pengurus masa layan 2004-2006. 4) Paskah Bersama, 9 April -12 April 2004. Tempat: Clairefontaine, Arlon. Pendaftaran pada pengurus. 5) Rencana Perayaan Hari Pentakosta dan Pesparawi PERKI se-Eropa, 28 Mei - 31 Mei 2004. Kiranya Jadwal Ibadah ini dapat menjadi “Undangan” bagi kita semua untuk bersekutu, memuji TUHAN dan beribadah bersama. Mohon kesediaan Anda untuk menyampaikan Jadwal Ibadah / Undangan ini kepada saudara-saudari seiman kita yang masih belum menerimanya. 28