kumpulan cerita misteri
“SAHABAT” DALAM KEGELAPAN
GELAP! Lagi-lagi lampu, mati. Sudah tau, daya listrik di kost, terbatas. Masih saja, penghuninya nggak mau tau. Masing-masing mau menang sendiri. Biasa jam-jam anak kost ada di rumah, pasti listrik ngejeglek gara-gara kelebihan beban. Yah, bayangin aja. Rata-rata membawa DVD player, TV, kipas angin… bahkan, ada yang bawa pemanas air dan rice cooker. Jelas, aja. Beberapa kali, dayanya langsung turun. Bukannya, aku nggak bisa toleran sama kondisi ini sih, tapi jujur aku nggak bisa berada dalam gelap. Meski hanya sekian menit, aja dan di tempat tinggalku sendiri. Phobia gelap? Ya, mungkin saja. Yang pasti, setiap listrik mati dan sekelilingku menjadi gelap, badan ini langsung lemes. Gigi ini gemeretuk, lutut lemas, sampai mau gerak pun sulit, nafas tersengal-sengal, mirip orang love2write 5
Angie
asma, keringat membanjir. Kepa la pusing. Lantai tempat aku berpijak, rasanya goyang, hingga sulit buat jaga keseimbangan. Parahnya, kalau kelamaan aku bisa ambruk, terduduk lemas di mana pun itu. Kesadaran suka hilang. Bangun-bangun, pasti sudah ditolongin orang. Mereka bakal terheran-heran, melihatku pingsan. Aneh? Ya, begitulah aku yang paling takut dengan gelap. Rasanya separuh roh atau nafas ini, terenggut keluar… Setengah mati. Beneran! Pengen marah, sebenernya. Rasanya mau nimpuk, siapa saja yang menyebabkan listrik tiba-tiba mati di kost’an, hingga phobiaku kambuh lagi. Tapi boro-boro marah. Masih bisa sadar saja, sampai lampu akhirnya nyala kembali, sudah bagus. Heran. Orang yang mengenalku, sejak kecil pasti terheran-heran, nggak ngerti. Kenapa aku yang dulunya tomboy banget, tidak pernah takut sama siapa pun, bahkan anak-anak cowok yang badannya lebih gede pun kutantangin berantem, kini jadi penakut. Khususnya takut gelap. Nggak masuk akal, karena di kamar pun, takutnya minta ampun. “Del, bukannya lo ada di kamar lo sendiri? Ya, sekali pun listrik mati seharian, kan nggak kemana-mana. Orang luar pun nggak ada yang bisa ngegangguin lo di kamar, tinggal kunci pintu aja. Gampang. Apalagi gue lihat, lo selalu sedia senter dan lilin di meja, samping tempat tidur, sampai lemari. Banyak banget.” Sadia, penghuni kamar depan, negur aku ketika melihat aku masih gemetaran di kamar, sehabis lampu mati. 6
www.nulisbuku.com
kumpulan cerita misteri
Aku menggeleng, nggak ngerti. Soal lilin dan senter, memang sejak awal masuk kost, aku sudah meletakkannya di tempat-tempat strategis, meja, lemari, pinggir kasur, buat jaga-jaga. Sampai-sampai, kalau ditanya, barang terbanyak di kamarku apa? Jawabnya senter dan lilin. Konyol kan?! “Nggak tau, Di. Tiap lampu mati, langsung lemes. Akal sehat nggak jalan lagi, mau jalan aja nggak bisa. Lutut gemeteran.” Sadia menatapku dengan pandangan heran, plus kasihan. Dia memang orang yang pertama kukenal, ketika menginjakkan kaki di kost-an ini. Kami berdua, paling kompakan dibanding penghuni yang lain. Orangnya nggak banyak bicara, tapi kalau udah nasehatin atau ngebantuin orang lagi kesusahan, pasti bawelnya minta ampun. Sama, seperti ketika dia melihatku ketakutan di kamar. Padahal kejadian ini, sudah kedua kalinya dia lihat. “Phobia itu kali ya. Artinya, musti dilawan dan bisa lo hilangkan. Pasti lo pernah trauma ya, entah waktu kecil atau pas udah gedean. Adikku juga punya phobia, soal ketinggian. Gara-gara dia ngeliat dengan mata kepala sendiri, sepupuku yang masih kecil jatuh dari lantai dua, apartemennya. Sejak itu, dia menghindari gedung tinggi. Kalau pun musti naik dan ada alternatifnya, dia memilih naik tangga darurat atau eskalator, di banding lift.” Mungkin juga, aku phobia gelap karena trauma waktu kecil, jelang usiaku mau masuk remaja. Mama cerita, aku tomboy banget dari balita. Gayaku cowok banget, ngomong sama siapa pun berani, olahraga dan permainan juga cenderung pantang mengalah. Apa pun dijabanin. love2write 7
Angie
Inget banget, waktu itu temen sekolahku baru pindahan ke apartemen barunya, di kawasan Kuningan, Jakarta. Sejak awal, kami semua tau, dia anak gedongan. Berbeda dengan kami yang rumahnya ada di kompleks perumahan. “Del, lihat-lihat ke atas yuk, view-nya bagus… Pengen deh, kapan-kapan ngajakin Papa ke sini. Siapa tau, kepikiran pindah,” kata Maya, Ms. Gadjet yang kemanamana musti ngetweet dan ngegosipin hoax di Facebook. Cewek bermata bulat dengan hidung mancung dan rambut ikal itu, memang paling bisa bikin kita ngiler, karena kekayaan orangtuanya. Aku mengangguk, semangat. Ya, kapan lagi ngeliat fasilitas apartemen high class seperti ini. Bertiga, bersama Retno, kami jalan beriringan ke lantai atas. Berlari-larian di sepanjang lorong yang menghubungkan satu apartemen dengan apartemen lainnya, sampai kami tiba di pojokan yang kulihat, ruangannya setengah terbuka. Sebuah patung Dewi Aphrodite ada tepat di pojokan, hingga siapa pun yang ke ruangan itu, pasti bisa melihat, patung ini. Aku tersenyum, melihat Retno yang paling suka narsis, nyamperin tuh patung, lantas fotofoto. Sementara Maya malah ngelongok-longok tempat yang terbuka tadi. Kayaknya sih, gudang. Karena isinya stok barang, perlengkapan apartemen, termasuk tangga, sapu, sejumlah balok kayu, macam-macam alat pembersih ruangan. Langkahku setengah berjingkat, menyusuri mendekati patung Dewi Aphrodite. Cantik. Sebenarnya, patung ini cantik banget, andaikan dia manusia, pasti bikin 8
www.nulisbuku.com
kumpulan cerita misteri
cowok-cowok tergila-gila. Blaarrr! Listrik tiba-tiba mati. Sekelilingku langsung gelap gulita. Kami sama sekali nggak siaga, entah lilin atau senter pun nggak ada. Aku mencoba meraba dalam gelap, sementara dari pojokan kulihat kedip-kedip lampu HP. Tapi itu pun hanya sekian detik, lantas gelap gulita… “Del, HP-ku lowbatt, mati malah, sekarang....” Retno teriak. Suaranya seperti bergetar, mungkin efek lorong tempat kami berada sekarang. Kurasakan tengkukku dingin, bersamaan dengan suara langkah kaki, seperti diseret. Suaranya yang jauh, makin lama makin dekat… “Maya, kamu di mana?” tanyaku, gemetar. Jujur aja, perasaan kok nggak enak. Lampu mati di rumah atau di manapun sih, aku biasa. Bahkan seringkali, jalanan menuju ke rumah, gelap gulita, pas listrik lagi drop. Maya nggak ngejawab. Retno malah yang teriak. “Udah, situ aja, Del… Nggak usah kemana-mana. Ntar malah nabrak-nabrak lho, bisa nyasar…” “Okey. Gue di sini, nggak kemana-mana. Tapi kapan nyalanya? Lama bener?” Aku mulai gelisah. Angin dingin bertiup, tepat di tengkuk. Sementara suara langkah yang diseret itu makin jelas, menuju ke arahku… “Udah deh. May, nggak usah main petak umpet dan becanda… Mau ke sini, sini aja… Jangan diseret-seret, gitu ah jalannya. Bikin mrinding, tau!” Jrengg! Suaraku bergetar sendiri, seperti tercekat di tenggorokan. Bodoh banget sih! Udah tau ketakutan, malah pake nyebut-nyebut mrinding. Tapi bener lho, jujur love2write 9
Angie
saat itu kok bulu kuduk tiba-tiba berdiri. Nggak biasanya, dingin di tengkuk, bersamaan dengan suara krincingan, seperti kerincingan gelang kaki bayi. “Siapa ya?” tanyaku, lagi. Nggak ngejawab. Sreettt... Sreettt… Lagi-lagi langkah diseret itu, mendekat. Makin dekat. Kini aku bisa merasakan, seperti hembusan nafas orang. Ya, Tuhan… Tubuhku menggigil. Siapa? Aku berusaha menajamkan penglihatanku, tapi kayaknya percuma. Nggak berhasil ngeliat apa-apa… Gemerincing gelang kali itu, sesekali terdengar, sementara dengusan nafasnya makin berat… Kutebak, dia lebih gede dariku. Karena dengusannya berat. “Maya, itu kamu ya? Kok nafasmu berat banget. Punya asma ya?” tanyaku, khawatir. Iya, baru kuinget… nafas memburu begitu, ciri asmanya lagi kambuh, seperti tanteku di Bandung. Dengusan nafas itu sudah begitu dekat denganku. Pasti Maya ngajak main-main nih, mau ngagetin atau nakutnakutin. Pelan-pelan aku berbalik ke arah suara orang itu berasal, lantas tanganku meraih sebisanya… Kupastikan itu pundaknya yang kutepuk. Buukk! Dingin. “Heiii! Kena lo, May! ” “Kena apaan? Gue di siniiiii…” Maya teriak dari ujung, nadanya dia lagi jauh di depanku. Deg! Lantas, siapa tadi yang langsung kutoyor pundaknya? Jantungku mau copot. Baru kusadar, baunya beda dengan Maya yang suka banget pakai parfum wangi buah-buahan. Kalo ini mah, baunya anyir, seperti darah? 10
www.nulisbuku.com