RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG PADA PEMBERIAN KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK DAN PUPUK KANDANG AYAM Asmanur Jannah, Yayu Sri Rahayu dan Kuswarini Sulanjari Abstract The objective of this experiment is to find out the best combination rate of chicken manure and inorganic fertilizer for rice growth and yield. The experiment was conducted at Desa Kutawargi, Kecamatan Rawamerta, Kabupaten Karawang, Jawa Barat during dry season from April 2012 to October 2012. The method used in this experiment was Randomized Block Design (RBD) with nine treatments and three replication. The tretaments were the combination of inorganic fertilizer rate (Urea-SP36-KCl) and chicken manure. The experiment indicated that the application of the combination of inorganic fertilizer (N, P, K) and chicken manure significatnly affected plant high at 42 days after planting (DAT) but not siginificantly affected yield componets and yield. The highest yield was 7,08 t/ha GKG on the H treatment (275 kg Urea/ha + 50 kg Sp36/ha + 80 kg KCl/ha + 2000 kg /ha chicken manure). The highest N, P and K absorption on 56 DAT was found on the C teratment (200 kg Urea/ha + 50 kg Sp-36/ha + 50 kg KCl/ha + 2000 kg chicken manure) and the lowest was found on the E treatment (200 kg Urea/ha + 50 kg Sp-36/ha + 80 kg KCl/ha + 1000 kg/ha chicken manure) althought both of them are not significantly different. Keyword: inorganic fertilizer, chicken manure, agriculture ministrialdecree number 40/2007
PENDAHULUAN Upaya peningkatan produksi padi menghadapi tantangan yang makin berat, karena selain peningkatan kebutuhan akibat meningkatnya jumlah penduduk juga disebabkan makin menciutnya lahan sawah produktif karena alih fungsi lahan, terbatasnya lahan subur, ancaman iklim serta kasus-kasus serangan hama dan penyakit tanaman (Fagi dkk, 2002) Upaya mengatasi permasalahan produksi beras telah ditempuh dengan beberapa cara, diantaranya melalui program pengelolaan tanaman terpadu (PTT).
Program ini pada
prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi usaha tani yang terdiri dari: 1) penggunaan varietas padi unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi dan atau bernilai ekonomi tinggi, 2) penggunaan bibit bersertifikat dengan mutu bibit tinggi 3) penggunaan pupuk berimbang spesifik lokasi 4) penggunaan bahan organik dan pembenah tanah 5) pengelolaan bibit dan tanaman padi sehat melalui pengaturan jarak tanam, penggunaan bibit daya tumbuh tinggi, penanaman bibit umur muda, pengaturan air serta pengendalian gulma 6) pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan terpadu 7) penggunaan alat perontok gabah sederhana ataupun mesin (Suryana, 2008)
1
Menurut Sumarno dkk (2009), komponen teknologi budidaya padi yang diadopsi secara baik oleh petani adalah a) varietas unggul baru adaptif, b) tanam bibit umur muda (1520 hari), c) penyiapan lahan secara optimal dan d) pengendalian gulma.
Sedangkan
komponen teknologi yang belum diadopsi secara optimal : a) penggunaan benih berlabel, b) pengayaan kandungan bahan organik tanah, c) dosis pupuk berdasarkan status hara tanah, d) pengendalian OPT berdasarkan prinsip PHT dan e) panen dan pasca panen mencegah kehilangan hasil kurang dari 10%. Belum optimalnya adopsi teknologi memberi peluang untuk dapat meningkatkan hasil padi melalui sosialisasi beberapa teknologi yang belum diadopsi secara optimal oleh petani. Dalam hal ini adalah pengayaan kandungan bahan organik dan pemupukan. Secara teknis kebutuhan dan efisiensi pemupukan ditentukan oleh dua faktor utama yang saling berkaitan yaitu (a) ketersediaan hara dalam tanah termasuk pasokan melalui pemupukan, irigasi dan sumber lain (b) kebutuhan hara tanaman.
Oleh karena itu
rekomendasi pemupukan harus spesifik lokasi dan spesifik varietas. Hingga saat ini rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah dalam Permentan no. 40/OT.140/2007 masih belum banyak diterapkan oleh petani. Oleh sebab itu penggunaan pupuk oleh petani belum efisien, belum rasional dan belum berimbang. Sebagian petani menggunakan pupuk dengan dosis yang berlebihan sehingga tidak efisien, namun sebagian lagi petani menggunakan pupuk dengan dosis yang lebih rendah dari kebutuhan tanaman sehingga produksi padi tidak optimal akibat ketidakseimbangan hara di dalam tanah ( Direktori Padi Indonesia, 2006). Misalnya petani sawah di Rawamerta, Karawang, petani padi biasa menggunakan pupuk N, P dan K dibawah rekomendasi yaitu 200 kg Urea, 100 Kg SP 36 dan 50 kg KCl dengan hasil 5-6 ton gabah kering panen /ha. Padahal dosis rekomendasi Permentan no.40/2007 untuk daerah ini adalah 300 kg Urea, 100 kg SP-36 dan 50 kg KCl dan 275 kg Urea, 50 kg SP-36 dan 80 kg KCl jika ditambah dengan 2 ton pupuk kandang. Produktivitas padi di daerah ini masih bisa ditingkatkan mengingat potensi hasil dari varietas yang biasa digunakan (varietas Ciherang) cukup tinggi yaitu sekitar 6,- 8,5 ton GKP per ha. dengan cara menerapkan rekomendasi Permentan dan atau modifikasi rekomendasi Permentan. Modifikasi rekomendasi pemupukan untuk meningkatkan produktivitas dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik.
Hasil penelitian Fagi dan Partoharjono
(1982) dalam Adiningsih (2005) menunjukkan bahwa penambahan 5 ton pupuk kandang per ha dan jerami padi yang dibakar disertai pemupukan NPK dapat meningkatkan hasil padi 1,0
2
ton lebih dari pada pemupukan NPK saja.
Demikian juga hasil penelitian pada rotasi
tanaman kedelai padi dimana serasah/sisa panen kedelai digunakan sebagai pupuk organik menunjukkan bahwa serasah kedelai dapat meningkatkan hasil gabah. Peningkatan hasil gabah pada tingkat NPK (120-60-60) adalah 0,5 ton/ha dan pada NPK (180-60-60) adalah 0,7 ton/Ha (Partoharjono et. al. dalam Adiningsih, 2005). Di kecamatan Rawamerta, potensi penggunaan bahan organik masih sangat tinggi dan belum dimanfaatkan secara baik. Beberapa peternakan ayam, membakar kotoran ayam setiap kali panen untuk menghilangkan bau tidak sedap.
Jika kotoran ayam ini dapat
dikembalikan ke tanah dalam bentuk kompos pupuk kandang, maka akan lebih bermanfaat baik bagi peternak ayam maupun bagi tanah dan tanaman di lokasi tersebut. Dari uraian diatas, muncul pemikiran untuk memperbaiki kebiasaan pemupukan yang dilakukan petani dengan menambahkan pupuk kandang ayam agar produktivitas padi dapat ditingkatkan sekaligus memanfaatkan limbah peternakan ayam. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kombinasi dosis pupuk anorganik dan dosis pupuk kandang ayam yang dapat menghasilkan pertumbuhan dan produksi padi varietas Ciherang tertinggi.
METODE PENELITIAN Penelitian
dilaksanakan di lahan sawah irigasi
di Desa Kutawargi, Kecamatan
Rawamerta, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada musim kemarau dari bulan April 2012 sampai dengan bulan Oktober 2012. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi varietas Ciherang, Pupuk anorganik : pupuk Urea 46% N, pupuk SP36 (36% P2O5), pupuk KCl (60% K2O) dan pupuk kandang ayam yang sudah dikompos selama 3 bulan, NPK majemuk, Saponin, Furadan 3 G, Prevathon 50 SC, Spontan 400 SL, Score 250 EC. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah : bajak singkal, bajak garu, caplakan, kored, ember, neraca digital, papan nama, hand traktor, cangkul, tali rafia, meteran dan alat tulis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan yang dicobakan adalah kombinasi dosis pupuk anorganik (Urea, SP-36 dan KCl), dan dosis pupuk kandang ayam. Jumlah perlakuan ada 9 kombinasi yang diulang sebanyak 3 kali.
Adapun kombinasi perlakuan disajikan pada
Tabel 1.
3
Perlakuan A pada Tabel 1, merupakan kebiasaan petani setempat.
Sedangkan
perlakuan F dan H adalah rekomendasi pupuk untuk kecamatan Rawamerta berdasarkan Permentan No. 40/2007. Perbedaan antara F dan H terletak pada penambahan 2 ton pupuk kandang/ha dan jumlah urea, SP36 dan KClnya lebih sedikit. Tabel 1. Perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan pupuk kandang ayam Kode Perlakuan
Pupuk Anorganik
Pupuk Kandang ayam (t/ha)
A
Urea- SP36- KCl 200+ 100 + 50
0
B C D E F G
200 + 50 + 50 200 + 50 + 50 200 + 50 + 50 200 + 50 + 80 300 + 100 + 100 275 + 50 + 80
1 2 3 1 0 1
H I
275 + 50 + 80 275 + 50 + 80
2 3
Kegiatan penelitian
Keterangan Kebiasaan petani setempat
Permentan No. 40/2007 Permentan No. 40/2007
meliputi : pengolahan tanah dan plotting, persemaian,
penanaman, pemupukan, penyulaman, engairan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), panen dan pengamatan. Pengolahan tanah dilakukan 3 minggu sebelum tanam meliputi pembajakan dan penggaruan. Pembajakan dilakukan dengan menggunakan bajak singkal sedalam 25 cm. Satu minggu setelah pembajakan dilakukan penggaruan menggunakan garu sisir. Setelah selesai penggaruan dilanjutkan dengan pembuatan petak ulangan. Jarak antar petak ulangan 100 cm. Setiap petak ulangan dibuat 9 plot percobaan dengan ukuran 3 m x 7 m sesuai dengan jumlah perlakuan. Jarak antar plot 30 cm.
Pada saat pengolahan tanah ketiga setelah
pembuatan petak percobaan, pupuk kandang disebarkan sesuai perlakuan. Persemaian dilakukan 3 minggu sebelum tanam dengan luas lahan persemaian 3 m x 1 m Sebelum gabah disemai, terlebih dahulu direndam dalam air selama 48 jam, kemudian ditiriskan dan diperam selama 48 jam dalam karung. Karung tersebut dipertahankan agar kondisinya tetap lembab dan basah. Gabah yang telah berkecambah kemudian ditaburkan secara merata di lahan persemaian. Penanaman dilakukan setelah bibit padi berumur 21 hari, dan bibit tersebut ditanam sebanyak 3 rumpun per lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan adalah 25 cm x 25 cm.
4
Penyulaman dilakukan pada saat tanaman padi berumur 7 hari setelah tanam dengan bibit tanaman yang sama umurnya. Petak-petak percobaan dipupuk dengan pupuk anorganik, Urea, SP-36 dan KCl sesuai dengan dosis perlakuan. Untuk pemupukan urea, diberikan 3 kali yaitu 40% dosisi Urea diberikan sebagai pupuk dasar bersama seluruh pupuk SP-36 dan 50% dosisi pupuk KCl pada saat tanaman umur 7 hst, 30% dosis Urea diberikan sebagai pupuk susulan pada saat anakan produktif umur 21 hst dan 30% dosis Urea bersama 50% dosis KCl diberikan pada saat tanaman umur 40 hst. Untuk pupuk kandang (ayam) diaplikasikan bersamaan dengan pengolahan tanah (3 minggu sebelum tanam). . Pengairan dilakukan secara rutin sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pada awal tanam, air di petakan sawah dalam keadaan macak-macak, selanjutnya diatur sesuai dengan keadaan pertumbuhan tanaman.
Pada saat menjelang panen sekitar 2 minggu sebelum tanam
pengairan dihentikan. Pemberantasan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) yang meliputi : gulma, hama dan penyakit tanaman dilakukan pada umur 15 hst dengan cara manual, yaitu dengan dicabuti dan dibenamkan ke dalam tanah dengan tangan, sedangkan penyiangan selanjutnya dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Diantaranya melalui pengamatan secara visual di lapangan dan mengidentifikasi OPT dan gejala serangannya sehingga dapat dilakukan pengendalian secara mekanik maupun kimia (menggunakan pestisida maupun insektisida). Panen padi dilakukan setelah tanaman padi terlihat matang fisiologis. Pada penelitian ini, tanaman padi baru berumur 106 hari setelah sebar (106 hss). Tanaman padi yang telah siap panen memiliki ciri-ciri seperti buku sebelah atas berwarna kuning, sedangkan batang malai kering dan isi gabah sukar dipecahkan dengan tangan, pada saat itulah tanaman padi siap untuk di panen.
Pemanenan dilakukan selama 2 hari, panen hari pertama yaitu
pengambilan sampel 10 rumpun tanaman padi per petak yang dilakukan pada saat tanaman padi berumur 105 hss. Rumpun yang dijadikan sampel dipanen terlebih dahulu untuk menghitung variabel produksi. Hari kedua yaitu pemanenan seluruh tanaman padi tiap petak percobaan kecuali dua baris tanaman yang ada di pinggir (luas ubinan : 6 m x 2 m). Setelah panen, dilakukan perontokan dengan menggunakan alat perontok tradisional , kemudian hasilnya ditimbang. Setelah ditimbang, dihitung kadar air gabah tersebut dengan menggunakan moisture tester. Data hasil gabah per petak di konversikan menjadi gabah kering giling pada kadar air 14 %.
5
Pengamatan utama meliputi pengamatan terhadap variabel pertumbuhan dan variabel produksi. Pengamatan terhadap variabel pertumbuhan meliputi: tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun dilakukan pada saat tanaman berumur 14, 21, 28, 42, 56 dan 70 hst. Sedangkan
pengamatan terhadap komponen hasil dan hasil meliputi: jumlah malai per
rumpun, jumlah gabah per malai, persen gabah isi, bobot 1000 butir gabah dan hasil gabah kering panen per petak yang kemudian dikonversi ke gabah kering giling (GKG/ha) dilakukan pada saat panen. Disamping itu dilakukan pengamatan terhadap serapan hara N,P dan K pada saat tanaman padi umur 56 hst HASIL DAN PEMBAHASAN Variabel Pertumbuhan Tinggi tanaman Hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman umur 42 hst menunjukkan bahwa kombinasi antara dosis pupuk anorganik dengan dosis pupuk kandang ayam berbeda nyata. Sedangkan pada 14 hst, 28 hst, 56 hst dan 70 hst tidak berbeda nyata. Rata-rata tinggi tanaman pada 14,28,42,56 dan 70 hst disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2.
Respon tinggi tanaman padi sawah (oryza sativa L.) varietas Ciherang pada pemberian kombinasi dosis pupuk anorganik (N, P, K) dan pupuk kandang ayam 14 hst sampai dengan 70 hst.
A B
Urea + SP36 + KCl + pupuk kandang ayam (kg) 200+100+50+0 200+50+ 50+1000
14 hst 45,31 a 45,36 a
28 hst 68,57 a 69,30 a
42 hst 85,41 cd 84,87 d
56 hst 100,54 a 102,07 a
70 hst 101,27 a 103,23 a
C
200+50+ 50+2000
45,03 a
66,73 a
82,72 d
97,51 a
100,03 a
D
200+50+ 50+3000
44,66 a
69,18 a
85,96 bcd
99,67 a
101,02 a
E 200+50+80+1000 F 300+100+100+0 G 275+50+80+1000 H 275+50+80+2000 I 275+50+80+3000 Koefisien keragaman (%)
44,36 a 46,24 a 44,28 a 45,17 a 45,04 a 3,20
68,51 a 70,69 a 69,50 a 71,31 a 71,94 a 2,29
85,74 cd 89,15 ab 88,60 abc 88,49 abc 89,71 a 1,98
99,80 a 102,83 a 103,63 a 101,71 a 102,50 a 2,29
101,16 a 103,62 a 106,36 a 103,69 a 103,83 a 1,92
Kode
Tinggi tanaman (cm)
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %.
6
Pada saat tanaman padi berumur 14 hst,
secara fisiologis sedang dalam proses
adaptasi terhadap lingkungan baru akibat proses pemindahan tanaman. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Guswara dkk., (2005) yang menyatakan bahwa pada dua minggu pertama setelah penanaman merupakan saat akhir proses pemulihan (regenerasi) jaringan atau organorgan yang rusak akibat proses transplanting (tanam pindah), sehingga proses pertumbuhan untuk menambah tinggi tanaman cenderung lambat. Pada saat tanaman berumur 42 hst hasil pemupukan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Tanaman tertinggi dicapai oleh perlakuan I ( 275 kg/ha Urea + 50 kg/ha SP-36 + 80 kg/ha KCl + 3000 kg/ha pupuk kandang ayam) dengan tinggi tanaman 89,71 cm, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan F, G, dan H, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A,B, C, D dan E. Hal ini diduga karena dosis urea untuk perlakuan F,G,H dan I lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A,B,C,D dan E. Pada umur 56 hst dan 70 hst pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Sekalipun demikian tanaman tertinggi pada 56 hst dan 70 hst masing-masing ditemukan pada perlakuan G dengan tinggi 103, 63 cm dan
106,36 cm. Sedangkan
tanaman terendah baik pada umur 56 hst maupun 70 hst ditemukan pada perlakuan yang sama yaitu perlakuan C dengan tinggi masing-masing 97,51 cm dan 100,03 cm. Berdasarkan deskripsi tanaman padi varietas Ciherang, tinggi tanaman antara 107 – 115 cm. Selain faktor genetik, tinggi tanaman dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang kurang kondusif (dalam hal ini curah hujan sejak pertengahan bulan Juni yaitu saat tanaman padi berumur 56 hst sudah tidak ada). Data curah hujan harian dapat dilihat pada Lampiran 6. Hal ini menyebabkan tanaman tidak dapat mencapai tinggi maksimum. Disamping itu pada saat 56 hst, tanaman padi sudah keluar malai yang menunjukkan bahwa sudah memasuki fase reproduksi, sehingga semua energi yang dihasilkan digunakan untuk pertumbuhan generatif.
Jumlah Anakan Hasil analisis ragam terhadap jumlah anakan menujukkan bahwa kombinasi dosis pupuk anorganik (N, P, K) dan pupuk kandang ayam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan padi pada umur 14 hst, 28 hst, 42 hst, 56 hst, dan 70 hst. Rata-rata jumlah anakan disajikan pada Tabel 3.
7
Tabel 3. Jumlah anakan tanaman padi sawah (oryza sativa L.) varietas Ciherang sebagai respon terhadap pemberian kombinasi dosis pupuk anorganik (N, P, K) dan pupuk kandang ayam 14 hst sampai dengan 70 hst. Urea + SP36 + KCl + Jumlah anakan (batang/rumpun) pupuk kandang ayam 14 hst 28 hst 42 hst 56 hst 70 hst (kg) A 200+100+50+0 8,73 a 23,03 a 22,57 a 21,43 a 18,78 a B 200+50+ 50+1000 9,67 a 23,37 a 22,27 a 22,10 a 18,85 a C 200+50+ 50+2000 9,20 a 22,80 a 21,57 a 21,40 a 19,33 a D 200+50+ 50+3000 8,60 a 24,30 a 23,07 a 22,13 a 19,37 a E 200+50+80+1000 9,10 a 23,57 a 23,03 a 22,00 a 19,00 a F 300+100+100+0 9,73 a 25,07 a 24,43 a 23,43 a 20,07 a G 275+50+80+1000 8,53 a 23,17 a 22,67 a 22,50 a 19,08 a H 275+50+80+2000 8,93 a 23,27 a 23,90 a 22,43 a 19,56 a I 275+50+80+3000 8,87 a 25,63 a 25,50 a 23,77 a 20,37 a Koefisien keragaman (%) 9,80 6,07 7,98 6,63 6,96 Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %. Kode
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah anakan meningkat dengan waktu sampai dengan 42 hst. Selanjutnya terlihat adanya penurunan jumlah anakan sampai dengan 70 hst. Sekalipun secara statistik tidak berbeda nyata, terlihat adanya kecenderungan jumlah anakan tertinggi ditemukan pada perlakuan yang sama secara konsisten yaitu perlakuan I (275 kg/ha Urea + 50 kg/ha SP-36 + 50 kg/ha KCl + pupuk kandang ayam 3000 kg/ha) kecuali pada 14 hst.. Dengan pemberian pupuk N yang tinggi serta penambahan pupuk kandang ayam sebanyak 3000 kg/ha, kombinasi pemupukan tersebut dapat meningkatkan jumlah anakan per rumpun karena kandungan terbesar dalam pupuk kandang ayam yaitu unsur P. Unsur hara N dan P sangat diperlukan tanaman untuk pertumbuhan. Pembentukan anakan, tinggi tanaman, lebar daun dan jumlah gabah dipengaruhi oleh ketersediaan N. Daradjat dkk., (2008) menyatakan bahwa hara P sangat diperlukan tanaman padi terutama pada saat awal pertumbuhan, pada fase pertumbuhan tanaman tersebut, P berfungsi memacu pembentukan akar dan penambahan jumlah anakan.
Variabel Produksi Komponen hasil meliputi jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, bobot 1000 butir dan hasil gabah kering panen (GKP) kg/ luas ubinan serta hasil gabah kering giling GKG (t/ha).
8
Hasil analisis ragam terhadap jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi dan bobot 1000 butir menunjukkan pengaruh perlakuan kombinasi pupuk anorganik dan pupuk kandang ayam tidak nyata. Rata-rata nilai pengamatan terhadap komponen hasil tersebut disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Komponen hasil tanaman padi sawah (oryza sativa L.) varietas Ciherang sebagai respon terhadap pemberian kombinasi dosis pupuk anorganik (N, P, K) dan pupuk kandang ayam
A
Urea + SP36 + KCl + pupuk kandang ayam (kg) 200+100+50+0
B
200+50+ 50+1000
18,67 a
116,33 a
84,07 a
25,61 a
C
200+50+ 50+2000
18,67 a
111,67 a
87,43 a
25,31 a
D
200+50+ 50+3000
19,00 a
108,67 a
86,66 a
25,49 a
E
200+50+80+1000
18,67 a
118,33 a
83,49 a
25,17 a
F
300+100+100+0
19,00 a
115,67 a
84,55 a
25,81 a
G
275+50+80+1000
18,33 a
118,67 a
85,73 a
25,68 a
H
275+50+80+2000
18,33 a
117,67 a
85,44 a
25,99 a
I
275+50+80+3000
18,67 a
113,00 a
82,96 a
25,05 a
6,72
6,17
4,99
2,68
Kode
KK (%)
Persentase gabah isi (%)
Bobot 1000 butir gabah isi (g)
Jumlah malai per rumpun (malai)
Jumlah gabah per malai (butir)
18,00 a
119,33 a
85,87 a
25,30 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %. Jumlah malai per rumpun Sekalipun secara statistik tidak berbeda nyata, dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah malai per rumpun tertinggi ditemukan pada perlakuan D yaitu perlakuan (200 kg/ha Urea + 50 kg/ha SP-36 + 50 kg/ha KCl + pupuk kandang ayam 3000 kg/ha dengan nilai 19,67 bt/rumpun dan terendah pada perlakuan A (200 kg/ha Urea + 100 kg/ha SP-36 + 50 kg/ha KCl + pupuk kandang ayam 0 kg/ha) dengan nilai 18,00 bt/rumpun.
Hal ini menunjukkan
bahwa penggunaan pupuk kandang ayam mampu menggantikan penggunaan pupuk anorganik
9
Jumlah gabah per malai Dari Tabel 4. terlihat bahwa jumlah gabah per malai tertinggi dicapai oleh perlakuan A (200 kg/ha Urea + 100 kg/ha SP-36 + 50 kg/ha KCl + pupuk kandang ayam 0 kg/ha) dan hasil terendah dicapai oleh perlakuan D (200 kg/ha Urea + 50 kg/ha SP-36 + 50 kg/ha KCl + pupuk kandang ayam 3000 kg/ha).
Keadaan ini menggambarkan hubungan terbalik antara
jumlah malai per rumpun dengan jumlah gabah per malai, dimana jika jumlah malai per rumpun tinggi, jumlah gabah per malai rendah. Jumlah gabah per malai dipengaruhi oleh panjang malai.
Kemampuan tanaman
mengekspresikan panjang malai sangat dipengaruhi oleh periode inisiasi malai yang termasuk dalam periode kritis tanaman. Kekurangan hara dan air pada periode inisiasi malai dapat menyebabkan pembentukan malai menjadi tidak maksimal sehingga berpengaruh pada bakal biji yang akan terbentuk. Jumlah gabah per malai ditentukan pada fase reproduksi (Soemedi, 1988).
Persen gabah Isi Persentase gabah isi merupakan perbandingan antara jumlah gabah isi dengan jumlah gabah total.
Semakin tinggi nilai presentase gabah isi menunjukkan semakin tinggi
produktivitas tanaman tersebut. Kumura (1981) menyatakan bahwa jumlah gabah per malai dan bobot 1000 butir gabah mempunyai korelasi positif terhadap hasil gabah. Meskipun persen gabah isi tidak berbeda secara statistik, dari Tabel terlihat bahwa hasil tertinggi persentase gabah isi dicapai oleh perlakuan C (200 kg/ha Urea + 50 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl + 2000 kg/ha pupuk kandang ayam) sebesar 87,43 dan hasil terendah dicapai oleh perlakuan I (275 kg/ha Urea + 50 kg/ha SP-36 + 80 kg/ha KCl + pupuk kandang ayam 3000 kg/ha) sebesar 82,96.
Pemupukan yang efisien akan menghemat
penggunaan pupuk, karena dengan jumlah pupuk yang lebih sedikit akan diperoleh hasil yang sama atau lebih tinggi. Pada saat percobaan berlangsung, kondisi lingkungan dalam keadaan kekurangan air. Hal ini dapat dilihat dari data curah hujan yang menunjukkan bahwa sejak pertengahan bulan Juni sampai dengan akhir akhir Agustus curah hujan harian 0 mm, sehingga pupuk yang diberikan tidak terserap dengan maksimal meskipun jumlah pupuk yang diberikan cukup tinggi. Menurut Daradjat dkk (2008), Pupuk yang diaplikasikan akan menjadi tidak efisien untuk tanaman apabila (1) hara dari pupuk yang digunakan tersebut tidak diserap tanaman, hal itu dapat terjadi karena bentuk pupuk, cara, waktu dan dosis yang diberikan kurang tepat, dan (2) hara dari pupuk yang diserap tanaman tidak digunakan untuk pembentukan gabah,
10
yang mungkin terjadi akibat beberapa faktor lingkungan yang tidak menunjang, misalnya kekurangan air / kekeringan.
Bobot 1000 butir gabah Meskipun tidak berbeda nyata, namun perolehan tertinggi rata-rata bobot 1000 butir dicapai oleh perlakuan H (275 kg/ha Urea + 50 kg/ha SP-36 + 80 kg/ha KCl + 2000 Kg/ha pupuk kandang ayam) dan hasil terendah dicapai oleh perlakuan I (275 kg/ha Urea + 50 kg/ha SP-36 + 80 kg/ha KCl + 3000 Kg/ha pupuk kandang ayam). Rendahnya hasil bobot 1000 butir dipengaruhi oleh waktu panen yang lebih singkat yaitu 105 hss. Jika disesuaikan dengan deskripsi tanaman padi varietas Ciherang, maka tanaman padi dapat di panen pada umur 116 – 125 hss. Waktu pemanenan yang lebih singkat dapat mempengaruhi hasil fotosintesis, dan hasil fotosintesis dapat mempengaruhi tingkat kebernasan gabah. Semakin lama waktu fotosintesis, maka semakin bertambah bobot gabah yang terbentuk pada waktu pengisian biji. Selain karena faktor pengisisn biji yang kurang maksimal, faktor lingkungan juga mempengaruhi hasil bobot 1000 butir. Pada saat penelitian berlangsung, taanaman padi terserang beluk sehingga mengakibatkan gabah menjadi hampa. Menurut (Khusmatul, 2011), hasil bobot 1000 butir dipengaruhi oleh faktor lingkungan pada fase pematangan biji. Bobot 1000 butir gabah isi menyatakan banyaknya biomassa yang terkandung dalam gabah. Semakin bernas gabah menandakan biomassa yang terkandung di dalamnya semakin banyak.
Kebernasan gabah sangat ditentukan oleh terjaminnya ketersediaan hara dan
terjaminnya proses fisiologi tanaman. Semakin banyak gabah yang terbentuk semakin tinggi beban tanaman untuk membentuk gabah yang berisi (bernas). Karakteristik tanaman untuk menghasilkan gabah bernas selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh ketersediaan hara dan terjaminnya proses fisiologis tanaman. Hasil gabah kering panen (GKP) dan hasil gabah kering giling (GKG) Analisis ragam terhadap hasil gabah kering panen per ubinan menunjukkan perlakuan kombinasi pupuk anorganik dengan pupuk kandang ayam tidak berbeda nyata. Rata-rata hasil gabah kering panen per ubinan dan konversinya yaitu hasil gabah kering giling (GKG) t/ha disajikan pada Tabel 5. Sekalipun semua perlakuan tidak berbeda, dari Tabel 5. dan Gambar 1. terlihat bahwa hasil gabah kering panen (ubinan) tertinggi adalah 8,50 kg GKP per ubinan setara dengan 11
7,08 t/ha GKG terdapat pada perlakuan H yaitu 275 kg urea, 50 kg SP 36, 80 kg KCl dan 2 ton pupuk kandang ayam, Perlakuan ini adalah salah satu rekomnedasi Departemen Pertanian yang diatur dalam Permentan No.40/2007. Perlakuan F (300 kg urea, 100 kg SP 36, 100 kg KCl dan 0 pupuk kandang ayam) yang juga merupakan rekomendasi Deptan menempati urutan kedua tertinggi dengan hasil 8,33 kg GKP per ubinan atau setara 6,94 t/ha GKG. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Jika kedua perlakuan tersebut dibandingkan terlihat bahwa
penggunaan pupuk kandang ayam mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik. 10.00
GKP
8.00 6.00
GKP (6 m X 2 m)
4.00 2.00 0.00 A
B
C
D
E
F
G
H
I
Gambar 1. Grafik hasil gabah kering panen (GKP) per ubinan sebagai respon pemberian dosis pupuk anorganik dan pupuk kandang ayam
terhadap
Jika dibandingkan derngan deskripsi padi varietas Ciherang, maka produksi padi pada penelitian ini masih sesuai dengan deskripsi, dimana varietas Ciherang dapat berproduksi 6 – 8,5 t/ha, namun belum optimal. Belum optimalnya produksi padi pada penelitian ini diduga karena waktu panen lebih cepat 11 hari dari yang seharusnya, sebagai respon terhadap kekurangan air (pasokan air irigasi sudah berkurang sebulan terakhir. Berkurangnya umur panen diduga menjadi penyebab rendahnya hasil akhir padi. Karena dengan berkurangnya umur panen, pengisian gabah menjadi kurang optimal. Disamping itu karena selama berlangsungnya percobaan beberapa kali terjadi suhu tinggi (diatas 350C bahkan pernah mencapai 38,80 C) ada kemungkinan tanaman mengalami fotorespirasi, dimana menurut Salisburry (1995), proses ini dapat mengurangi hasil fotosintesis secara nyata.
12
Tabel 5. Hasil gabah kering panen per ubinan (GKP) dan hasil gabah kering giling (GKG) per Ha sebagai respon terhadap pemberian kombinasi dosis pupuk anorganik (N, P, K) dan pupuk kandang ayam
Kode Perlakuan A B C D E F G H I Keterangan:
Dosis Pupuk GKP Pupuk Anorganik Pupuk Organik GKG (6 m x 2 m) kg/ha kg/ha Pupuk Kandang Urea- SP-36- KCl (kg/plot) (ton/ha) Ayam 200 + 100 + 50 0 7,33 a 6,11 200 + 50 + 50 1000 7,00 a 5,83 200 + 50 + 50 2000 7,67 a 6,39 200+ 50 + 50 3000 7,70 a 6,42 200 + 50 + 80 1000 7,17 a 5,98 300 + 100 + 100 0 8,33 a 6,94 275 + 50 + 80 1000 8,17 a 6,81 275 + 50 + 80 2000 8,50 a 7,08 275 + 50 + 80 3000 7,83 a 6,53 Koefisien Keragaman (%) 16,34 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Serapan N,P dan K Hasil analisis ragam terhadap serapan N, P dan K menunujukkan bahwa kombinasi pupuk anorganik dan pupuk kandang ayam tidak berbeda nyata. Rata-rata serapan N, P dan K sebagai respon terhadap perlakuan disajikan pada Tabel 6. Dari tabel di atas, diketahui bahwa serapan unsur hara tertinggi baik N,P maupun K ditemukan pada perlakuan C (200 kg urea, 50 kg SP 36, 50 kg KCl dan 2 ton pupuk kandang ayam/ton), demikian juga serapan unsur N,P dan K terendah juga ditemukan pada perlakuan yang sama yaitu perlakuan E (200 kg urea, 50 kg SP 36, 80 kg KCl dan 1 ton pupuk kandang ayam/ton). Hal ini memberikan indikasi bahwa serapan hara N, P dan K terjadi pada suatu level atau pada perbandingan tertentu. Jika indikasi di atas benar maka pemupukan berimbang adalah jawabannya. Dengan kata lain, besarnya serapan ditentukan oleh unsur hara terendah dan kelebihan unsur hara lainnya tidak meningkatkan serapan unsur tersebut atau penyia-nyia belaka. Namun demikian pada penelitian ini, tingginya serapan N, P dan K tidak atau belum mendukung produksi akhir (gabah kering giling).
13
Tabel 6.
Serapan unsur hara N,P,K tanaman padi sawah (oryza sativa L.) varietas Ciherang pada 56 hst sebagai respon pada pemberian kombinasi dosis pupuk anorganik (N, P, K) dan pupuk kandang ayam terhadap Perlakuan Anorganik 200,100,50 200,50,50 200,50,50 200,50,50 200,50,80 300,100,100 275,50,80 275,50,80 275,50,80
Serapan (g/rumpun) Pukan 0 1000 2000 3000 1000 0 1000 2000 3000
N P K A 1,27 a 0,15 a 0,81 a B 1,30 a 0,12 a 0,70 a C 1,89 a 0,17 a 0,97 a D 1,53 a 0,15 a 0,82 a E 0,99 a 0,10 a 0,56 a F 1,62 a 0,16 a 0,82 a G 1,74 a 0,14 a 0,78 a H 1,46 a 0,14 a 0,78 a I 1,59 a 0,15 a 0,77 a KK (%) 22,50 22,36 14,75 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Kombinasi dosis pupuk anorganik (N, P, K) dan pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur
42 hst.
Namun, kombinasi dosis pupuk
anorganik (N, P, K) dan pupuk kandang ayam tidak berpengaruh nyata terhadap komponen hasil dan hasil gabah kering panen. 2.
Hasil gabah kering panen tertinggi dicapai oleh perlakuan H yaitu (275 kg Urea/ha + 50 kg Sp-36/ha + 80 kg KCl/ha + 2000 kg pupuk kandang ayam/ha) sebesar 8,5 kg/ ubinan atau setara dengan 7,08 t/ha GKG.
3.
Serapan N, P dan K pada 56 hst tertinggi pada perlakuan C (200 kg Urea/ha + 50 kg Sp-36/ha + 50 kg KCl/ha + 2000 kg pupuk kandang dan terendah pada perlakuan E (200 kg Urea/ha + 50 kg Sp-36/ha + 80 kg KCl/ha + 1000 kg pupuk kandang), sekalipun tidak berbeda nyata.
Saran 1.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada daerah yang sama pada musim berikutnya.
2.
Untuk pemupukan tanaman padi di wilayah Rawamerta disarankan menggunakan perlakuan H(rekomnedasi Departemen Pertanian) dengan dosis 275 kg Urea/ha + 50 kg Sp-36/ha + 80 kg KCl/ha + 2000 kg pupuk kandang ayam/ha. Kalaupun petani
14
tetap menggunakan dosis yang biasa dilakukan hendaknya dapat menambahkan 2 ton pupuk kandang ayam. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Rektor Unsika yang telah memberikan bantuan dana penelitian melalui LPPM dengan kontrak kerja penelitian No. 001/SP2K/D.1/III/2012. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, S. 2005. Peranan Bahan/Pupuk Organik dalam Menunjang Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian. Proceeding Workshop Maporina. Hal 37-48. Jakarta 21-22 Desember 2005 Fagi, A.H., I Las dan M. Syam. 2002. Penelitian Padi menjawab Tantangan Ketahanan Pangan Nasional. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Jakarta Khusmatul, 2011. Tanpa Judul dalam khusmatul-aurora.blogspot.com (diakses 15 Agustus 2012) Permentan No. 40/2007. Rekomendasi pemupukan spesifik lokasi Salisbury, F.B and C.W. Ross. 1992. Plant Physiology. Jilid 2. Fourth Edition. Wadsworth Publishing Company. California. Sumarno. Unang G Kartasasmita, Zulkifli Zaini dan Lukman Hakim. 2009. Senjang Adopsi Teknologi dan Senjang Hasil Padi Sawah. Iptek Tanaman Pangan Vol. 4No.2, Desember 2009. Suryana, A. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Widowati, L.R., Sri Widati, U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2005. Pengaruh Kompos Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Bahan Mineral dan Pupuk Hayati terhadap Sifatsifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi Sayuran Organik. Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan Agrobisnis, Balai Penelitian Tanah, TA 2005 (Tidak dipublikasikan).
15