Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID)
RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan Oktober 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK
Mtm
: 0,14%
Yoy
: 3,31%
Ytd
: 2,11%
Avg yoy : 3,58%
Wilayah Inflasi Tertinggi Sumatra = 0,50%(mtm) Kota Inflasi Tertinggi Sibolga = 1,32% (mtm)
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat 0,14% (mtm) di bulan Oktober.1 Inflasi di bulan Oktober tahun ini terpantau lebih rendah dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 0,22%(mtm), namun jika dibandingkan dengan rata – rata historisnya inflasi bulan Oktober 2016 lebih tinggi (Tabel 1).2 Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK secara kumulatif (Januari sampai dengan Oktober) mencapai 2,11 % (ytd) dan secara tahunan mencapai 3,31% (yoy). Inflasi di bulan Oktober terutama bersumber dari kenaikan harga sejumlah komoditas pada komponen administered prices (AP) dan komponen inti (Grafik 1). Secara bulanan, tekanan inflasi yang lebih rendah dibanding bulan lalu terjadi di hampir seluruh daerah. Di Sumatera, inflasi turun dari 0,61% (mtm) menjadi 0,50%(mtm) dan inflasi Jawa turun dari 0,16% menjadi 0,10%. Wilayah KTI (Kalimantan, Sulampua, Balnusra) bahkan mengalami deflasi 0,12% (mtm); lebih dalam dari deflasi bulan lalu (0,05%, mtm). Namun demikian, beberapa daerah di Sumatera justru mencatatkan inflasi bulanan yang cukup tinggi, yaitu Provinsi Jambi (1,12%, mtm) dan Sumatera Utara (1,04%, mtm). Selain itu, dua provinsi mengalami inflasi moderat, yaitu Provinsi Sumatera Barat (0,54%,mtm), Bengkulu (0,53%, mtm) dan Maluku (0,55%, mtm). (Gambar 1). Secara tahunan, inflasi di berbagai provinsi di Indonesia masih dalam kisaran sasaran 4±1%, kecuali di 4 provinsi di wilayah Sumatera, yaitu Sumatera Utara (7,38%, yoy), Sumatera Barat (6,13%, yoy), Bengkulu (5,72%, yoy) dan Bangka Belitung (5,04%, yoy). Masih tingginya inflasi tahunan di provinsi tersebut lebih dipengaruhi tekanan harga kelompok bahan makanan, khususnya cabai merah (Gambar 2).
1
Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan SPH Minggu ke-IV sebesar 0,15% (mtm) dan lebih tinggi dari proyeksi DKEM sebesar 0,11% (mtm).
2
Rata–rata tahun 2010 s.d 2012 dan 2015.
Hal 1 dari 9
Ke depan, inflasi diperkirakan tetap terkendali dan berada pada kisaran bawah sasaran inflasi 2016, yaitu 4%±1% (yoy). Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus dilakukan. Koordinasi Pemerintah dan Bank Indonesia akan difokuskan pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi. Tabel 1. Disagregasi Inflasi Oktober 2016
INFLASI INTI Mtm
: 0,10%
Yoy
: 3,08%
Ytd
: 2,68%
Avg yoy : 3,41% mtm(%) = -1,85%
= -0,71%
= -1,21%
mtm(%) = 0,21%
= 0,77%
= 0,36%
Kelompok inti pada bulan Oktober 2016 mencatat inflasi yang cukup rendah, yaitu 0,10%(mtm) atau 3,08% (yoy). Disinflasi kelompok inti berlanjut di bulan Oktober 2016 sejalan dengan masih rendahnya permintaan domestik, turunnya harga komoditas internasional seperti emas, apresiasi nilai tukar rupiah, dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Dibandingkan bulan September 2016 dan rata – rata historisnya, tekanan inflasi kelompok inti bulan Oktober 2016 terpantau lebih rendah (Tabel 1). Secara tahunan, perlambatan inflasi inti di bulan Oktober bersumber baik dari kelompok inti traded dan kelompok inti non traded (Grafik 2). Inflasi inti traded pada bulan ini melambat dari 3,25% (yoy) menjadi 3,02% (yoy). Melambatnya inflasi inti traded bulan ini disumbang oleh turunnya harga komoditas emas perhiasan dan gula pasir yang masing – masing mencapai 1,85% (mtm) dan 1,21%(mtm) (Grafik 3). Turunnya harga komoditas emas perhiasan searah dengan turunnya harga emas internasional yaitu 4,57%(mtm). Turunnya harga gula domestik salah satunya disebabkan oleh dampak apresiasi nilai tukar rupiah selama bulan Oktober 2016 sebesar 0,71%(mtm) yang meng-offset dampak kenaikan harga gula internasional sebesar 7,60% (mtm). Secara spasial, deflasi emas perhiasan terdalam terjadi di Provinsi Jawa Timur (5,03%, mtm), Kepulauan Riau (3,92%, mtm), dan Aceh (3,92%, mtm). Selain inflasi inti traded, inflasi inti non traded bulan ini juga mengalami perlambatan dari 3,17% (yoy) di bulan September menjadi 3,13% (yoy). Melambatnya inflasi core non traded bulan ini terutama bersumber dari turunnya tarif pulsa ponsel (-0,71%, mtm). Sementara itu, tukang bukan Hal 2 dari 9
mandor, sewa rumah, dan kontrak rumah masing – masing mencatat inflasi 0,77%(mtm), 0,21%(mtm), dan 0,36%(mtm)(Tabel 2). Secara spasial, deflasi tarif pulsa ponsel tertinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Timur (-3,02%, mtm), Kalimantan Barat (-2,92%, mtm), dan Sulawesi Selatan (-2,79%, mtm). Sementara inflasi tukang bukan mandor terutama terjadi di Lampung (14,80%, mtm), Bangka Belitung (13,65%, mtm), dan Nusa Tenggara Barat (12,63%, mtm). Inflasi sewa rumah tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur (1,21%, mtm), DKI Jakarta (0,46%, mtm), dan Sulawesi Selatan (0,05%, mtm). Untuk inflasi kontrak rumah, kenaikan tertinggi terjadi di Provinsi Maluku (1,17%, mtm), DKI Jakarta (0,86%, mtm), dan Jawa Timur (0,45%, mtm). Rendahnya inflasi inti di bulan Oktober 2016 disebabkan masih lemahnya tekanan permintaan domestik. Lemahnya permintaan domestik tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi dari 8,18% (yoy) di bulan Agustus menjadi 7,96% (yoy) di bulan September serta melambatnya pertumbuhan M2 dari 8,17% (yoy) di bulan Juli menjadi 7,74% (yoy) di bulan Agustus 2016 (Grafik 4). Kondisi tersebut didukung perkembangan indikator sektor riil. Indeks penjualan riil berdasarkan hasil survey bulan Oktober 2016 mengalami penurunan. Namun ke depan, optimisme terhadap perkembangan ekonomi ke depan tetap terjaga sebagaimana tercermin dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (Grafik 5). Selain itu, turunnya ekspektasi inflasi juga turut menyumbang rendahnya inflasi inti bulan Oktober 2016. Hasil survey inflasi 2016 dari Consensus Forecast (CF) yang mempresentasikan ekspektasi inflasi kalangan pelaku pasar keuangan turun dari 3,70% (average, yoy) di bulan September 2016 ke level 3,60% (average, yoy) di bulan Oktober 2016 (Grafik 6). Di sektor riil, ekspektasi inflasi jangka pendek mengalami penurunan sebagaimana ditunjukkan oleh turunnya ekspektasi inflasi 3 bulan baik konsumen maupun pedagang eceran (Grafik 7 dan Grafik 8). Tabel 2. Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Inti
Hal 3 dari 9
INFLASI VOLATILE FOOD Mtm
: -0,26%
Yoy
: 7,54%
Ytd
: 3,52%
Avg yoy : 7,64%
mtm(%) = -9,15%
= -2,52% = -2,76%
= -7,98% = -0,47% = -2,04%
= -3,34% mtm(%) = 23,33%
= 3,14%
= 6,19%
Kelompok volatile food (VF) mengalami deflasi 0,26% (mtm) atau secara tahunan mengalami inflasi 7,54% (yoy). Turunnya harga kelompok VF di bulan Oktober tahun ini lebih mild dibandingkan dengan historis penurunan harga di bulan Oktober (-0,74%, mtm) (Tabel 1). Deflasi kelompok ini terutama disebabkan karena meningkatnya pasokan beberapa komoditas seperti bawang merah, telur ayam, dan daging ayam. Selain itu, terkendalinya harga juga tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah serta koordinasi yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam menangani inflasi pangan pada tahun ini. Deflasi kelompok ini terutama bersumber dari penurunan harga bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, kentang, ikan segar, jeruk, dan cabai rawit, (Tabel 3). Bawang merah mengalami penurunan harga sebesar 9,15% (mtm). Meskipun mengalami penurunan harga, namun harga pada saat ini, yaitu Rp35.007/kg masih di atas level harga acuan, yaitu Rp32.000 kg3. Turunnya harga bawang merah tersebut disebabkan oleh berlebihnya pasokan bawang merah seiring dengan panen yang terjadi di Brebes, Majalengka, dan Nganjuk4. Secara spasial, penurunan harga bawang merah terdalam terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (-22,77%, mtm), Sulawesi Utara (-20,26%, mtm), dan Sulawesi Tengah (-18,37%, mtm). Meskipun terjadi deflasi, harga bawang merah secara rata-rata tahunan masih meningkat sebesar 66,25% dibanding tahun lalu (Grafik 9). Komoditas daging ayam ras mengalami deflasi sebesar 2,52% (mtm) ke level harga Rp30.679/kg akibat berlebihnya pasokan daging ayam. Secara spasial, penurunan harga daging ayam ras terdalam terjadi di Provinsi Bali (-5,21%, mtm), Sulawesi Barat (-5,07%, mtm), dan Jawa Timur (-4,99%, mtm). Meskipun bulan ini mengalami penurunan, namun secara rata-rata tahunan harga daging ayam ras masih meningkat sebesar 6,49% jika dibandingkan dengan harga tahun lalu (Grafik 10). Telur Ayam Ras juga mengalami penurunan harga di bulan Oktober. Harga telur ayam ras turun 2,76% (mtm) ke level Rp20.633/kg, Penurunan tersebut didorong oleh melimpahnya pasokan telur ayam ras sebagaimana ditunjukkan oleh surplus neraca nasional untuk telur ayam ras di bulan Oktober 2016 yang mencapai 1,2 juta ton5. Secara spasial, penurunan terdalam terjadi di Sumatera Selatan (-5,55%, mtm), Lampung (-4,18%,
3
Berdasarkan PERMENDAG NO. 63/2016 Sumber: RER KPw BI Jawa Tengah. 5 Kementan, Bahan Rakortas 18 Oktober 2016 4
Hal 4 dari 9
mtm), dan Jawa Barat (-4,02%, mtm). Secara tahunan, harga telur ayam ras naik sebesar 1,42% dibanding tahun lalu (Grafik 11). Komoditas cabai rawit mengalami penurunan harga sebesar 3,34%(mtm) dimana penurunan harga terdalam terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan (27,13%, mtm), Papua Barat (-23,48%, mtm), dan Aceh (-19,66%, mtm). Sementara itu, komoditas cabai merah terus mengalami kenaikan harga sejak bulan lalu. Inflasi cabai merah bulan ini mencapai 23,33%(mtm) pada level 48.496/kg. Tingkat harga ini jauh di atas harga acuan sebesar Rp28.500/kg6. Inflasi cabai merah tertinggi terjadi di Provinsi Jambi (64,62%, mtm), Bali (51,94%, mtm), dan Sumatera Utara (36,34%,mtm). Jika dibandingkan dengan rata – rata harga tahun lalu, harga cabai merah sampai dengan bulan Oktober 2016 meningkat sebesar 29,01% (Grafik 12). Komoditas VF lain yang mengalami inflasi pada bulan Oktober 2016 adalah tomat sayur dan sawi hijau. Harga kedua komoditas tersebut terpantau mengalami kenaikan masing – masing sebesar 3,14%(mtm) dan 6,19%(mtm). Tabel 3. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food
INFLASI ADMINISTERED PRICES Mtm
: 0,57%
Yoy
: 0,17%
Ytd
: -0,89%
Avg yoy : 0,60%
6
Kelompok administered prices (AP) bulan Oktober secara bulanan mencatat inflasi sebesar 0,57% (mtm) atau 0,17% (yoy). Inflasi AP di bulan Oktober tahun ini lebih tinggi dibandingkan dengan historis inflasi AP Oktober (0,13%, mtm) (Tabel 1). Inflasi kelompok AP terutama bersumber dari kenaikan tarif listrik, bahan bakar rumah tangga, tarif kereta api, rokok kretek filter, rokok putih, dan rokok kretek (Tabel 4). Tarif listrik mengalami inflasi sebesar 1,86% (mtm) seiring dengan adanya penyesuaian tarif listrik di bulan Oktober 2016 sebagai dampak kenaikan harga minyak dan depresiasi nilai tukar rupiah di bulan Agustus 2016. Inflasi
Berdasarkan PERMENDAG NO. 63/2016. Hal 5 dari 9
tarif listrik tertinggi terjadi di Provinsi Kalimantan Barat (2,32%, mtm), Jambi (2,23%, mtm), serta DKI Jakarta (2,20%, mtm). Komoditas bahan bakar rumah tangga mengalami inflasi 1,30% (mtm) disebabkan oleh kelangkaan minyak tanah di beberapa daerah7. Secara spasial, inflasi tertinggi untuk komoditas bahan bakar rumah tangga terjadi di Provinsi DKI Jakarta (4,71%, mtm), Sumatera Barat (3,38%, mtm), dan Bangka Belitung (1,24%, mtm). Komoditas AP lain yang mengalami inflasi di bulan Oktober 2016 adalah tarif kereta api, rokok kretek filter, rokok putih, dan rokok kretek. Inflasi rokok kretek filter, rokok putih, dan rokok kretek masing – masing mencapai 0,63%(mtm), 1,04%(mtm), dan 0,52%(mtm). Inflasi pada komoditas rokok ini didorong oleh kenaikan cukai rokok sebesar 11,19% per tahun.8 Pada periode yang sama, tarif kereta api naik 3,75%(mtm). Tabel 4. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Administered prices
7
Anekdotal information dari KPw DKI
8
Cukai rokok rata-rata naik sebesar 11,19% per tahun. Pengusaha menaikkan harga secara gradual setiap bulan. Hal 6 dari 9
LAMPIRAN GAMBAR DAN GRAFIK Inflasi Nasional: 0,14% (mtm)
Sumber: BPS, diolah
Gambar 1. Peta Inflasi IHK Regional Bulanan, Oktober 2016 (% mtm)
Inflasi Nasional: 3,31 % (yoy)
Sumber: BPS, diolah
Gambar 2. Peta Inflasi IHK Regional Tahunan, Oktober 2016 (% yoy)
Hal 7 dari 9
Grafik 1. Disagregasi Inflasi
Grafik 2. Disagregasi Inflasi Core
Grafik 3. Pergerakan Harga Emas Internasional dan Domestik
Grafik 4. M2, Kredit Konsumsi dan Inflasi Inti
Grafik 5. Penjualan Riil dan Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 6. Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast
Grafik 7. Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran
Grafik 8. Ekspektasi Inflasi Konsumen
Hal 8 dari 9
Grafik 9. Inflasi dan Harga Bawang Merah
Grafik 10. Inflasi dan Harga Daging Ayam Ras
Grafik 11. Inflasi dan Harga Telur Ayam Ras
Grafik 12. Inflasi dan Harga Cabai Merah
Grafik 13. Perbandingan Inflasi Oktober per Wilayah (% mtm)
Grafik 14. Perbandingan Inflasi Oktober per Wilayah (% yoy)
Jakarta, 1 November 2016
Hal 9 dari 9