S! BOaNtaU log
Edisi dua bahasa, Februari 2009
K asi Publi0k8 20
Buruh Migran Indonesia
R atifikasi Konvensi Internasional
MENUNTUT “KAMI
tengah mendesak Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Buruh Migran. Parlemen akan terus mendorong upaya ratifikasi Konvensi Internasional
dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Diramaikan lebih dari 500 buruh migran Indonesia, Dialog ini menandai upaya kerja sama untuk menyokong hak asasi manusia dan perlindungan pekerja untuk buruh migran. ©Migrant Worker Project/ILO Jakarta
Perwakilan SBMI membacakan kesepuluh tuntutan dihadapan pejabat senior dan ratusan pekerja migran Indonesia, mendesak upaya memperkokoh perlindungan terhadap pekerja migran.
semacam ini,” tegas Sonny Sumarsono, Anggota Parlemen Indonesia yang juga menjabat sebagai Kepala Komite Kerja Parlemen untuk Buruh Migran, selama dialog publik sehari yang berjudul “Memberikan Perlindungan dan Keadilan yang Lebih Baik bagi Buruh Migran Indonesia”. Dialog ini diselenggarakan sejalan dengan peringatan Hari Migran Internasional 2008 pada 18 Desember 2008 di Jakarta. Didanai oleh Pemerintah Norwegia, ajang tahunan ini diselenggarakan ILO melalui Proyek Buruh Migran bersama
Alan Boulton, Direktur ILO untuk Indonesia, juga menegaskan perlunya Pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi internasional bagi perlindungan hak buruh migran, terutama Konvensi ILO No. 97 dan 143 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Keluarga Mereka. “Ratifikasi konvensi internasional akan memperkuat posisi dan daya tawar Indonesia ketika melakukan negosiasi bilateral maupun multilateral dengan negara tujuan dan, pada akhirnya, hal ini akan menguntungkan buruh migran Indonesia dalam banyak hal,” ujarnya. zzz
Liputan UTAMA zzz
Ratifikasi konvensikonvensi internasional ini, menurut Lotte Kejser, Kepala Penasihat Teknis Proyek Buruh Migran ILO, pun akan memungkinkan Pemerintah Indonesia untuk menerima umpan balik teknis dan saran berkualitas tinggi untuk meningkatkan sistem migrasi buruh di Indonesia, yang berada di bawah mekanisme pemantauan konvensi ©Migrant Worker Project/ILO Jakarta internasional ILO dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Indonesia dapat memperoleh keuntungan berarti dari umpan balik teknis dan dukungan seperti ini,” ujarnya. Efektivitas pendekatan ini telah diperlihatkan Pemerintah Filipina, negara pengirim tenaga kerja migran terbesar. Pemerintah Filipina telah meratifikasi kedua Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Keluarga Mereka, serta Konvensi ILO No. 143 tentang Perlindungan Buruh Migran, sebagai bagian dari strategi untuk memperoleh perlindungan dan kondisi yang lebih baik bagi buruh migran asal Filipina.
“
Kesepuluh tuntutan mendesak Pemerintah Indonesia serta institusi terkait lainnya untuk memperhatikan lebih serius kesengsaraan buruh migran Indonesia.
”
Ratifikasi konvensi internasional juga merupakan bagian dari sepuluh tuntutan yang dideklarasikan oleh SBMI atas nama seluruh buruh migran Indonesia. Kesepuluh tuntutan itu diserahkan kepada para pejabat senior Pemerintah Indonesia. Deklarasi ditutup dengan penandatanganan spanduk besar yang berisi kesepuluh tuntutan tersebut oleh pejabat pemerintah, ILO, agen tenaga kerja, organisasi buruh migran, media massa, dan para buruh migran sendiri. “Kesepuluh tuntutan mendesak Pemerintah Indonesia serta institusi terkait lainnya untuk memperhatikan lebih serius kesengsaraan buruh migran Indonesia. Sebagai penyumbang kedua terbesar devisa negara Indonesia, mereka layak diperlakukan lebih baik serta penuh hormat. Karenanya, tuntutan ini mendesak komitmen yang lebih kuat dari semua pihak yang terlibat untuk memastikan eksploitasi dan penganiayaan berkepenjangan yang dihadapi buruh migran Indonesia menjadi sesuatu yang
2
Dari kiri ke kanan: Jumhur Hidayat (Ketua BNP2TKI), Franky Sahilatua (Duta Pekerja Migran Indonesia), Alan Boulton (Direktur ILO di Indonesia), dan Abdul Malik Harahap (Direktur Penempatan Tenaga Kerja di Luar Negeri, Departemen Tenaga Kerja), memperlihatkan komitmen mereka dengan menandatangani spanduk besar berisikan kesepuluh tuntutan.
terjadi masa lampau,” ujar Franky Sahilatua, penyanyi terkemuka yang juga duta buruh migran Indonesia. Menanggapi tuntutan itu, Abdul Malik Harahap, Direktur Penempatan Tenaga Kerja Indonesia yang mewakili Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia sungguhsungguh menyediakan perlindungan dan layanan yang lebih baik kepada buruh migran Indonesia. Senada, Jumhur Hidayat, Kepala Badan Nasional untuk Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) berujar bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru-baru ini memberikan perintah langsung untuk meningkatkan layanan serta perlindungan bagi seluruh buruh migran Indonesia. “Buruh migran Indonesia hanya berhak
10
Tuntutan Buruh Migran Indonesia
1.
MERA TIFIKASI Konvensi PBB Tahun 1990 dan MERATIFIKASI Konvensi ILO No. 97 dan 143 tentang Perlindungan terhadap Pekerja Migran dan Keluarganya.
2.
MENGAMANDEMEN Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
3.
MEMPER TEGAS Instruksi Presiden No. 6 Tahun MEMPERTEGAS 2006.
zzz
Berita TERKINI Proyek Buruh Migran ILO
DIPERPANJANG selama 3 Tahun (2008-2011) PADA
27 November 2008, Duta Besar Norwegia Eivind Homme dan Direktur ILO di Indonesia Alan Boulton menandatangani kesepakatan perpanjangan Proyek ILO tentang “Memerangi Kerja Paksa dan Perdagangan Pekerja Migran Indonesia” di Malaysia, Singapura dan Hong Kong selama tiga tahun selama 20082011 dengan jumlah NOK16,2 juta. Proyek ini, dikelola oleh Kepala Penasihat Teknis Lotte Kejser, melanjutkan
©Jarle Kottmann/ILO Jakarta
pencapaian-pencapaian yang telah diraih dari tahap pertama proyek ini pada 2006-2008. Proyek ini bertujuan untuk menghapuskan kerja paksa dan perdagangan pekerja migran di Asia Tenggara, dengan fokus khusus pada pekerja rumah tangga migran, yang memang rentan terhadap penganiayaan dan eksploitasi di kedua negara, di Indonesia maupun negara tujuan. Menyikapi maraknya pelanggaran hak asasi manusia dan hak kerja terhadap pekerja rumah tangga migran di Indonesia dan negara tujuan, komponenkomponen strategis proyek ini meliputi pendampingan teknis untuk pengembangan kebijakan dan pembangunan kapasitas, dukungan untuk advokasi dan peningkatan kesadaran, pendampingan dan pemberian layanan langsung serta riset dan dokumentasi. Kegiatan ini direncanakan dan diterapkan bekerjasama dengan berbagai pihak terkait di Indonesia dan di negara-negara tujuan utama, seperti lembaga dan departemen pemerintah di tingkat nasional maupun lokal, komisi hak asasi manusia, serikat pekerja, organisasi pekerja migran, LSM dan agen perekrutan.
Dari kiri ke kanan: Steen Bjørn Hanssen (Kedutaan Nowergia), Peter van Rooij (Wakil Direktur ILO di Indonesia), Mette Kottmann (Kedutaan Nowergia), Eivind Homme (Duta Besar Nowergia), Alan Boulton (Direktur ILO untuk Indonesia) dan Lotte Kejser (Kepala Penasihat Teknis Proyek Pekerja Migran ILO)
4.
MEREVISI Keputusan Menteri No. 20 Tahun 2007 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia.
5.
MEMPERTEGAS wewenang antar instansi pemerintah terkait buruh migran.
6.
MENINJAU ulang biaya penempatan dan sistem perlindungan di terminal 4.
7.
MENGUSUT segala bentuk korupsi yang merugikan buruh migran.
8.
MENGAUDIT dana perlindungan buruh migran.
9.
MEMPERBAIKI sisten perlindungan dan pengiriman buruh migran.
TKAN serikat buruh migran dalam 10. MELIBA MELIBATKAN proses pra keberangkatan (PAP).
“Pendanaan dari Pemerintah Norwegia sebesar NOK16,2 juta untuk 2008-2011 akan memungkinkan ILO dan pemangku kepentingan Indonesia untuk melanjutkan pekerjaan penting ini demi kesejahteraan pekerja rumah tangga migran Indonesia dan keluarga mereka, serta demi keuntungan Indonesia dan negara tujuan,” ujar Lotte, mengomentari perpanjangan proyek ini. D
memperoleh perlindungan serta layanan terbaik,” ungkap Jumhur, mengutip ucapan Presiden kepadanya. Selain itu, ajang ini menyajikan lika-liku kehidupan para buruh migran melalui galeri foto, yang mendokumentasikan program pelatihan dan kegiatan advokasi yang dilakukan oleh SBMI dan para duta, serta testimoni dari para mantan buruh migran. Testimoni ini pun mendesak Pemerintah Indonesia mengakui dan melindungi hak-hak pekerja migran guna mengurangi eksploitasi dan perdagangan manusia yang menimpa kebanyakan pekerja migran Indonesia dalam proses migrasi saat ini. D
3
Dari KAMI TAHUN
2009 akan menjadi tahun yang menarik sekaligus menantang bagi Indonesia. Krisis keuangan global menjadi tantangan bagi pemerintah, pengusaha dan pekerja. Hal ini akan berimbas pada berkurangnya lapangan kerja dan memberikan beban tambahan bagi perusahaan untuk mengurangi biaya. Tahun ini pun merupakan tahun pemilihan di mana masyarakat akan memilih partai dan kandidat yang dinilai memiliki kebijakan terbaik untuk tata kelola pemerintahan dan pembangunan yang baik. Tidak dapat dipungkiri, ketenagakerjaan akan menjadi isu utama dalam pemilihan umum ini. Dalam banyak hal, Indonesia mampu menghadapi berbagai dampak dari krisis keuangan ini. Pelajaran berharga dari krisis keuangan Asia sepuluh tahun lalu dan berbagai perubahan yang menyusul, termasuk hal-hal yang terkait dengan demokrasi, hak pekerja dan dialog sosial, memungkinkan Indonesia untuk membangun kebijakan dan strategi yang lebih baik dalam menyikapi dampak krisis global saat ini. Konsultasi dan kerjasama antara pemerintah, pengusaha dan pekerja akan menjadi wahana penting dalam menyusun dan menerapkan strategi dan meminimalisir dampak krisis serta memberikan perlindungan dan dukungan terhadap bisnis dan pekerja. ILO pun terus memberikan dukungan bagi Indonesia dengan melanjutkan program-programnya di bidang ketenagakerjaan muda, pengembangan keterampilan, migrasi kerja, pekerja anak dan pendidikan serta pengentasan kemiskinan, ditambah lagi dengan programprogram baru yang sedang dikembangkan di bidang pembangunan infrastruktur padat karya, pelatihan kewirausahaan, pengembangan ekonomi lokal dan pekerjaan ramah lingkungan (green jobs). ILO juga telah menyelenggarakan forum kebijakan tingkat tinggi mengenai strategi-strategi yang terkait dengan dampak krisis ekonomi atas dunia kerja. Deklarasi ILO tentang Keadilan Sosial untuk Globalisasi yang Adil (ILO Declaration on Social Justice for Fair Globalization) yang diadopsi oleh Konferensi Perburuhan Internasional pada Juni 2008 akan memberikan landasan bagi peningkatan bantuan ILO melalui Program Nasional Pekerjaan yang Layak untuk Indonesia.
HANYA
Hanya
sejumlah kecil perusahan di Indonesia yang telah membuat kebijakan tentang HIV dan AIDS serta menerapkan program pencegahan HIV dan AIDS serta pendidikan di tempat kerja. Pada praktiknya, kebanyakan perusahaan masih menolak karyawan baru jika mereka diketahui positif HIV, demikian laporan terbaru yang dirilis Kantor Perburuhan Internasional (ILO) pada Selasa, 2 Desember 2008. Laporan ini diterbitkan sejalan dengan peringatan Hari AIDS Sedunia. Laporan menemukan bahwa banyak perusahaan tidak menganggap HIV dan AIDS sebagai ancaman terhadap kinerja perusahaan mereka. Kendati demikian, mayoritas perusahaan yang disurvei (58 persen) masih mewajibkan kondisi bebas HIV dan AIDS sebagai persyaratan untuk promosi karir dan rotasi. Lebih sedikit perusahaan yang menyatakan HIV dan AIDS sebagai penyebab pemutusan hubungan kerja, namun jumlahnya masih tetap tinggi (50 persen). Kondisi kesehatan pegawai dan keterampilan khusus mereka merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan oleh perusahaan ketika mempekerjakan karyawan yang positif HIV. Temuan kunci ini didiskusikan oleh Sofjan Wanandi, Presiden Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Dr. Nafsiah Mboi, Sekretaris Komisi Nasional (Komnas) AIDS, dan Shinta Widjaja Kamdani, Ketua Koalisi Usaha Indonesia untuk AIDS. Diskusi ini disiarkan secara langsung oleh jaringan SmartFM di lima provinsi. Dr. Nafsiah Mboi membenarkan temuan itu. Dia menyatakan bahwa banyak perusahaan cenderung menolak rekrutan baru yang diketahui positif HIV dan AIDS. “Ini sangat disayangkan. Banyak orang hidup dengan HIV mampu bekerja selama bertahun-tahun tanpa berkurang produktivitas dan kinerja keseluruhan mereka,” tutur Nafsiah.
©ILO/ILO Jakarta
Saat-saat yang penuh dengan tantangan dapat menjadi saat-saat yang penuh dengan kesempatan dengan berbagai perbaikan dan peningkatan. Hal ini merupakan pengalaman Indonesia dengan krisis keuangan Asia. Dalam banyak cara, masa-masa sulit melahirkan sisi terbaik dari masyarakat dan mendorong kita untuk memusatkan perhatian pada isu-isu yang terpenting. Kami berharap dapat terus melanjutkan dukungan kami bersama dengan para mitra dari pemerintah, pengusaha, serikat pekerja, LSM dan komunitas donor serta dengan para kolega di ILO dan badan PBB lainnya untuk mempromosikan pekerjaan yang produktif dan layak bagi seluruh masyarakat Indonesia pada 2009. D
4
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, M. Andi Mattalatta, dan Direktur ILO untuk Indonesia, Alan Boulton, selama peringatan Hari Hak Asasi Internasional 2009 di Jakarta.
FITUR KHUSUS
Sedikit Perusahaan yang miliki Kebijakan tentang HIV dan AIDS
Sedangkan Shinta Widjaja Kamdani berujar bahwa perusahaan butuh melihat dampak HIV/AIDS terhadap bisnis mereka sebelum mereka hendak mempertimbangkannya sebagai masalah serius yang perlu diatasi. Sofjan Wanandi menambahkan bahwa dunia usaha butuh sebuah “dorongan pemerintah” untuk mengatasi masalah ini secara lebih serius. “Perusahaan tentunya dapat membantu pemerintah melalui program pendidikan serta pelatihan HIV dan AIDS bagi pekerja mereka.” Kajian ini dilakukan oleh ILO bekerja sama dengan Taylor Nelson Sofres (TNS), perusahaan riset multinasional ©ILO/ILO Jakarta
dengan kesepakatan kerja bersama. Bagi perusahaan yang menganggap HIV dan AIDS sebagai ancaman, kebanyakan menyebutkan dampak potensial pada produktivitas dan ketidakhadiran kerja (76 persen), biaya rekrutmen dan pelatihan (64 persen) serta biaya pengobatan (71 persen). Papua, diikuti oleh Kepulauan Riau, merupakan wilayah dengan perhatian terbesar mengenai dampak potensial terhadap kinerja perusahaan. Secara umum, survei ini menemukan bahwa hampir semua perusahaan belum memperikan cukup terhadap wabah ini. Setidaknya 91 persen perusahaan tidak mengalokasikan anggaran tetap untuk pencegahan HIV dan AIDS. Hanya sekitar 29 persen perusahaan menyediakan tes kesehatan reguler bagi karyawan, di mana 31 persen di antaranya melibatkan tes HIV dan AIDS. D
Kondisi kerja sehari-hari di salah satu pabrik. (Insert) Bincang-bincang Hari AIDS se-Dunia.
terkemuka. Studi ini melibatkan 803 perusahaan dan diselenggarakan di empat provinsi (DKI Jakarta, Jawa Timur, Kepulauan Riau dan Papua), mencakup daerah tingkat dua pada tiap provinsi (Malang, Sidoarjo, Pinang, Timika dan Sorong). “Kota-kota ini dipilih karena tingginya kasus tingkat keberadaan serta risiko HIV dan AIDS. Papua merupakan satu-satunya daerah yang memiliki tingkat keberadaan yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Hampir semua perusahaan yang disurvei merupakan perusahaan yang dimiliki oleh pihak swasta setempat,” terang Tauvik Muhamad, staf ILO, seraya menambahkan bahwa perdagangan, manufaktur dan konstruksi merupakan sektor-sektor yang dominan, bersama dengan sektor jasa di Papua dan Kepulauan Riau. Selain itu, kajian ini menemukan bahwa di antara sedikit perusahaan (kurang dari 10 persen) yang mengklaim telah membuat kebijakan tentang HIV dan AIDS, banyak dari mereka memasukkannya ke dalam peraturan perusahaan dan hanya sedikit yang memiliki kebijakan yang dipadukan
ILO 90
CupLIKAN
PADA 2009, ILO akan merayakan ulang tahunnya yang ke-90. Dalam rangka memperingati tonggak sejarah ini, konstituen tripartit ILO akan menggelar sejumlah kegiatan nasional tingkat tinggi, dengan tema dialog sosial tentang pekerjaan layak bagi globalisasi yang adil. Sejumlah ajang tersebut akan diselenggarakan pada 21-28 April. Pada 28 April 1919, rancangan Konstitusi ILO disepakati oleh Konferensi Damai Versailles. D
5
KetenagaKERJAAN
Menciptakan Lapangan Kerja Layak ILO
dan Produktif di INDONESIA
mendukung Pemerintah Indonesia dalam menempatkan lapangan kerja yang layak dan produktif pada pusat kebijakan ekonomi dan sosial. Pada Agustus 2008, ILO bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyelenggarakan Dialog Kebijakan tentang Strategi untuk Menciptakan Lapangan Kerja yang Layak dan Produktif di Indonesia. Dialog Kebijakan ini tepat pada waktunya karena Pemerintah dalam semester kedua 2008 mulai mempersiapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah selanjutnya, 2010-2014. Dialog ini mengulas beragam isu seperti menetapkan target lapangan kerja; mendorong pekerjaan layak melalui investasi infrastruktur; strategi ketrampilan; mendorong ©ILO/ILO Jakarta
perusahaan yang berkelanjutan; menargetkan kebijakan pasar tenaga kerja bagi kaum muda; serta meningkatkan mekanisme bagi daya-tawar kolektif yang tersebar serta pemecahan sengketa. Dalam persiapan Dialog Kebijakan, ILO menyusun dua dokumen: Tren Tenaga Kerja dan Sosial di Indonesia 2008: Perkembangan dan Jalan untuk Pengembangan Pengayaan-kerja serta kertas kerja yang berjudul “Menyiapkan strategi ketenagakerjaan nasional untuk Indonesia –apa yang kita tahu dan apa yang harus dilakukan?” Dua dokumen tersebut akan menjadi masukan strategis untuk mengembangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah selanjutnya. Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia, menyatakan Dialog Kebijakan bahwa Dialog ini menandai bahwa menekankan betapa strategi pentingnya strategi ketenagakerjaan ketenagakerjaan nasional yang perlu disampaikan menyeluruh, dengan tak hanya kuantitas target yang sesuai serta pekerjaan, namun kerangka kerja juga kualitas pemantauan dan evaluasi. “Dialog pekerjaan serta isu Kebijakan menandai kemiskinan. bahwa strategi ketenagakerjaan perlu menyikapi tak hanya kuantitas, namun juga kualitas pekerjaan serta isu kemiskinan,” tuturnya.
“
”
Azita Berar-Awad, Direktur Departemen Pengembangan Kebijakan, ILO Jenewa, dan Dr. Bambang Widianto, Deputi Menteri untuk Evaluasi Kinerja Pembangunan, Kementrian Negara untuk Perencanaan Pembangunan Nasional selama dialog publik.
daftar isi Liputa Utama Dari Kami Pekerja Anak Berita Terkini Ketenagakerjaan Pekerja Migran Perlindungan Sosial Dari Daerah Dialog Sosial Cuplikan Agenda Pojok Karyawan
6
1 4 12 3 6 12 18 19 16 4, 7, 25 28 28
Kee Beom Kim, Ekonom ILO di Indonesia, menambahkan bahwa strategi tersebut perlu secara hatihati menyeimbangkan kebutuhan fleksibilitas ekonomi dengan keamanan bagi pekerja. “Ada kesepakatan bahwa cara untuk mendorong lapangan kerja yang layak dan produktif di sektor formal dan industri padat karya perlu dikaji serta dalam memfasilitasi perpindahan tenaga kerja dari pekerjaan yang kurang produktif menjadi lebih produktif.” Strategi ketenagakerjaan ini juga perlu untuk menyasar pengembangan ketrampilan melalui pendekatan berbasis sektoral, mendukung keberlangsungan usaha, memfasilitasi kedua pihak baik perpindahan buruh domestik maupun ke luar negeri. Beragam isu yang berkaitan dengan strategi ketenagakerjaan membutuhkan fokus baru tentang kaitan antara kebijakan makroekonomi dan pasar kerja serta dalam penempatan lapangan kerja layak pada pusat kebijakan ekonomi, ketenagakerjaan dan sosial. Dalam hal ini, diperlukan dukungan berkelanjutan terhadap Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah berikutnya.
CupLIKAN Dengan Indonesia yang mengalami desentralisasi, betapa penting bagi strategi ketenagakerjaan untuk memperhitungkan isu ini. Lebih jauh lagi, desain dan implementasi strategi ketenagakerjaan yang menyeluruh membutuhkan dialog sosial yang berarti. Untuk menghargai hal ini, betapa pentingnya membangun kapasitas organisasi Pemerintah, pekerja serta pengusaha. D
Rangkaian Pameran Foto ILO:
Potret Dunia Kerja di Indonesia ©A. Mirza/ILO Jakarta
Pertemuan Para Pakar ILO/OECD tentang lapangan kerja lokal dan strategi ketrampilan di Indonesia dan Filipina Sebagai tindak lanjut Dialog Kebijakan yang diselenggarakan pada Agustus 2008, yang menekankan kebutuhan akan strategi ketenagakerjaan dalam konteks desentralisasi, ILO bermitra dengan Organisasi untuk Pembangunan dan Kerja Sama Ekonomi (OECD) untuk bersama para pengambil kebijakan dan pakar dari Indonesia, Filipina serta Negara anggota OECD berdiskusi dan berbagi tantangan ketenagakerjaan lokal dan ketrampilan serta pendekatan pembangunan. Pertemuan para pakar membahas sejumlah area kunci termasuk mengasah ketrampilan bagi golongan berkualifikasi rendah; menggabungkan golongan rentan ke dalam pasar kerja; mekanisme penerapan kebijakan dalam konteks desentralisasi; layanan ketenagakerjaan pada tingkat lokal; pengembangan ketrampilan dalam konteks urban; serta desain dan struktur tata kelola dari kebijakan lokal yang efektif. Satu tema penting yang muncul dari diskusi ini adalah kebutuhan mendesak untuk kemitraan, antara pemerintah, pelaku bisnis, pekerja serta pemangku kepentingan lainnya, dalam mengembangkan dan menerapkan strategi ketenagakerjaan dan ketrampilan baik pada tingkat pusat maupun lokal. Konteks terkini dari krisis finansial global menekankan betapa pentingnya kemitraan untuk mengidentifikasi solusi serta efisiensi. “Pertemuan ini menekankan kebutuhan mendesak untuk mendorong pertumbuhan lapangan kerja dan produktivitas melalui pengembangan ketrampilan yang sesuai berdasarkan persyaratan dan kemampuan,” ujar Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia.
PADA acara kunjungan Menteri Donner ke Indonesia, Kementerian Masalah Sosial dan Ketenagakerjaan Belanda menggelar pameran foto “Sebuah Potret Dunia Kerja di Indonesia pada 13-30 Oktober 2008 di The Hague, Belanda. Menteri Donner hadir pada pertemuan ASEM di Bali bersama para kolega dari Eropa dan Asia. Pameran foto tersebut menyuluh para staf di kementerian dan para pengunjung tentang agenda Pekerjaan yang Layak dari ILO pada umumnya, serta khususnya tentang tugas-tugas ILO di Indonesia. Foto-foto yang dipamerkan dan bahan-bahan lainnya dari ILO mendapat sambutan baik serta membuka peluang bagi ILO untuk memperkuat hubungan dengan dan di antara para konstituen. Pameran foto ini merupakan pameran yang keempat dari Potret Dunia Kerja di Indonesia. Pameran pertama diselenggarakan di Jakarta selama sebulan penuh pada Mei 2007, disusul oleh Konferensi Pekerja Internasional— agenda tahunan ILO—di Jenewa pada Juni 2008, serta di Turin (Pusat Pelatihan Internasional) pada Juli 2008. Tahun depan, pameran foto ini direncanakan dipajang di Berlin. Kebanyakan foto diambil oleh jurnalis nasional M. Asrian Mirza, dan sebuah gambar tentang kondisi kerja di Aceh, karya jurnalis-foto asal Prancis, Thierry Falise. D ©ILO/ILO Jakarta
Pengembangan ketrampilan, menurut Kee Beom Kim, Ekonom ILO di Indonesia, dalam hal tertentu, seharusnya memperhitungkan kebutuhan usaha kecil dan menengah, dalam negara semacam Indonesia dan Filipina yang secara khas beroperasi pada perekonomian sektor informal yang menyerap mayoritas angkatan kerja. “Karenanya, informasi pasar kerja yang lebih bagus dan relevan serta data statistik sangat penting bagi pengambilan kebijakan pada tingkat pusat maupun lokal,” imbuhnya. Pertemuan ini juga menyoroti lingkup yang perlu direnungkan bagi OECD dan ILO untuk memperkuat kolaborasi termasuk di bidang penelitian, pembangunan kapasitas, serta perluasan pembagian informasi antara Negara ASEAN maupun OECD lainnya. D
Pengunjung pameran Hague di Belanda.
7
KetenagaKERJAAN
Sebuah
GUNA menindaklanjuti rekomendasi dari Dialog Kebijakan tentang Strategi untuk Penciptaan Lapangan Kerja yang Layak dan Produktif di Indonesia, yang diselenggarakan di Jakarta pada 21-22 Agustus 2008, ILO melalui program Peluang Kerja untuk Kaum Muda (JOY) memprakarsai pelaksanakaan kajian tentang pasar kerja bagi sektor manufaktur padat karya. Kajian-kajian tersebut bertujuan meningkatkan pemahaman mengenai peluang kerja saat ini dan masa depan di sub-sektor tertentu guna memberikan rekomendasi yang sesuai untuk menghapuskan kendala yang ada dan meningkatkan tingkat penyerapan tenaga kerja di sub-sektor tersebut.
untuk
Pen
Pembangunan
serangkaian lokakarya tentang isu-isu ketenagakerjaan strategis. Temuan dan rekomendasi ini akan dileburkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah berikutnya, 2010-2014. D ©ILO/ILO Jakarta
Berkonsultasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), program ILO-JOY mengidentifikasi tiga sub-sektor yang diyakini sebagai sub-sektor prioritas padat karya, yakni: i) Makanan dan minuman, ii) Elektronik terapan, peralatan elektronik dan permesinan, serta iii) Tekstil, produk tekstil dan alas kaki. Tiga lembaga riset ternama juga ditunjuk untuk melakukan penilaian: Laboratorium Penelitian, Pengabdian pada Masyarakat dan Pengkajian Ekonomi (LP3E), Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran, Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LD-UI) dan Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS). Tiga kajian tersebut mengungkapkan temuan menarik terkait karakter tiap sub-sektor. Temuan-temuan kunci ini dilaporkan kepada Bappenas dan pemangku kepentingan lainnya pada 9 Desember 2008 dalam satu dari
SOSIMUS
©ILO-EAST Project/ILO Jakarta
Mekas merupakan Koordinator Provinsi untuk Proyek ILO tentang Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan untuk ketenagakerjaan muda (EAST) di Nusa Tenggara Timur (NTT). Beliau biasa dipanggil Pak Sos oleh para koleganya. Dia dikenal sebagai pribadi yang penuh pengabdian dan ramah, dengan senyum lebar di wajahnya. Pada awal 2009, tepatnya 1 Januari, Pak Sos memenuhi panggilan Ilahi. Beliau dimakamkan di Kupang pada 4 Januari 2009. Pak Sos memperoleh gelar sarjana, Sastra Inggris dari Universitas Nusa Cendana di Kupang, tempat beliau dulu mengajar. Pak Sos mendapatkan beasiswa AusAID dan memperoleh gelar master di bidang linguistik dari University of Sydney, Australia. Sebelum bergabung dengan ILO
8
Dari kiri ke kanan: Maxensius Tri Sambodo (LIPI), Dr. Mesdin Simaritama (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Dr. Rahma Iryanti (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Teuku Rahmatsyah (ILO), Prof. Dr. Sri Moertiningsih Adioetomo (LD-UI), Deni Friawan (CSIS), dan Dr. Kodrat Wibowo (LP3E-UNPAD).
Dalam Kenangan pada November 2007, beliau bekerja untuk Save the Children dan AusAID NTT. Beliau lahir di Kumba-Manggarai (NTT), pada 29 Maret 1956. Pak Sos menikah dengan Mariana Aghow (Ance), dan bersama mereka mempunyai dua anak, Maria Dulcisima Mekas (Cici) dan Petrus Philipus Mekas (Rusli). Cici baru saja dari universitas dan Rusli masih di sekolah menengah atas. “Dengan berpulangnya Pak Sos, kita semua tidak hanya kehilangan teman sejawat yang luar biasa, tetapi juga seorang teman. Beliau merupakan pribadi yang pola pikir dan tindakannya melampaui tugas pokoknya. Kita akan melanjutkan pekerjaan ini dan beliau akan senantiasa bersama kita, dalam pikiran dan tindakan kita. Beliau telah menginspirasi kita semua,” ujar Peter van Rooij, Deputi Direktur ILO Jakarta, ketika mengungkapkan rasa duka cita atas nama semua staf ILO selama upacara pemakaman. Semua staf ILO menyampaikan rasa belangsukawa dan simpati kepada keluarga Pak Sos, handai taulan dan sahabat. Beliau telah memberikan kontribusi penting pada tugastugas ILO di NTT. Semoga amal ibadah beliau diterima yang Maha Kuasa. Selamat jalan Pak Sos…
KetenagaKERJAAN
dekatan Strategi Sektoral Jangka Menengah Selanjutnya Te m u a n K U N C I Sub-sektor makanan dan minuman
Kebanyakan pekerja bagian produksi merupakan lulusan sekolah menengah pertama dengan kecenderungan untuk mempekerjakan lebih banyak lulusan sekolah menengah umum. Sementara itu, posisi penyelia dan manajerial diisi oleh pemegang gelar diploma atau di bawah sarjana dengan tuntutan kualitas keterampilan yang terjamin. Kendati demikian, keterkaitan dan jejaring antara sektor bisnis dan penyedia pelatihan masih minim, sehingga membuat banyak para lulusan tak mampu untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan yang telah mereka peroleh. Karena itulah, salah satu rekomendasi dari LP3E-UNPAD adalah bagi perusahaan untuk meningkatkan keterampilan para pekerja dengan menggandeng penyedia jasa pelatihan yang benar-benar terakreditasi dengan dukungan dari pemerintah.
Sub-sektor elektronik terapan, peralatan elektronik dan permesinan Diselenggarakan oleh LD-UI, sub-sektor ini nampak menjanjikan, terutama dalam hal menjangkau permintaan potensial dari dalam negeri. Kendati persaingan dengan produk-produk impor meningkat, produk-produk produksi nasional akan tetap kompetitif dalam pasar domestik mengingat komitmen pemerintah dalam memerangi barang impor ilegal dan dalam meningkatkan kinerja kepabeanan. Temuan penting lainnya adalah sub-sektor ini bergantung pada komponen impor dengan keuntungan yang terbilang kecil, dan didominasi oleh para pekerja baik semi-terampil maupun tanpa keterampilan sebagai akibat dari titik impas (equilibrium) pasar kerja dari sub-sektor ini. Jelas-jelas pemerintah dibutuhkan untuk meningkatkan titik impas dalam sektor ini melalui kebijakan di bidang investasi asing langsung (FDI), baik sifatnya maupun bentuk kemitraannya, yang mempengaruhi tipe ketrampilan yang diperlukan pada sub-sektor ini.
Sub-sektor tekstil, produk tekstil dan alas kaki CSIS menemukan bahwa setelah satu dekade krisis ekonomi, kinerja subsektor ini telah berkurang dengan menurunnya pertumbuhan riil dan capaian ekspor yang rendah. Hal ini terjadi akibat banyak faktor, di antaranya: biaya energi dan tenaga kerja yang tinggi, impor ilegal, meningkatnya persaingan di pasar internasional, serta kurangnya penanaman modal yang dapat terlihat tuanya 80% mesin-mesin tekstil yang ada. Hal ini juga sebuah pertanda sebuah perubahan struktural besar dalam industri ini, beralih dari padat karya menjadi padat modal. Sementara itu, mayoritas para pekerja dalam sub-sektor ini merupakan tenaga kerja berketerampilan rendah dengan pendidikan dasar dan sekolah menengah pertama. Sub-sektor ini pun kekurangan pekerja yang sangat terlatih oleh lembaga pendidikan, seperti Sekolah Teknologi Tekstil Terapan (STTT) masih belum mampu mengisi kekosongan ini. Kajian ini merekomendasikan penguatan sistem kepabeanan untuk menekan produk ilegal, meningkatkan investasi infrastruktur pendukung, memfasilitasi lingkungan yang ramah bagi usaha melalui reformasi peraturan serta birokrasi, serta penguatan lembaga pendidikan terkait guna memenuhi tumbuhnya permintaan atas pekerja trampil di industri tekstil. D
9
Pekerja ANAK
Kembali ke Sekolah melalui PENDIDIKAN TRANSISI DALAM upaya membantu para pekerja anak untuk kembali ke sekolah, ILO melalui Program Internasional untuk Penghapusan Pekerjaan untuk Anak (ILO-IPEC) menyelenggarkan serangkaian pelatihan selama dua setengah hari tentang sosialisasi pendidikan transisi. Serangkaian pelatihan tersebut diselenggarakan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan setempat di tiga daerah sasaran: Sukabumi di Jawa Barat pada 25-27 Juli 2008, Banyuwangi di Jawa Timur pada 23-25 Agustus 2008 dan Medan di Sumatra Utara pada 24-26 Oktober 2008.
Pendidikan jenis ini tampak cocok untuk sekolah komunitas non-formal atau fasilitas sekolah formal sebelum, selama atau sesudah kelas reguler.
Dalam pelatihan ini, para peserta dilatih untuk menyediakan bridging course bagi pekerja anak dan bocah rentan lainnya yang berisiko menjadi pekerja anak. Mereka dilatih pula tentang bagaimana mengembangkan mata pelajaran yang dipelajari untuk kelas remedi bagi anak-anak berprestasi rendah guna mencegah mereka dari putus sekolah dan menjadi pekerja anak. “Saya belajar model pengajaran baru untuk diterapkan di kelas serta Dengan membidik para guru dan pelatih, sejumlah 90 menemukan betapa lemahnya gaya mengajar saya peserta dari sekolah pilihan berpartisipasi dalam pelatihan sebelumnya. Pelatihan ini. Sekolah-sekolah ini diseleksi berdasarkan tingginya ini mengingatkan ©A. Mirza/ILO Jakarta Pendidikan remedi saya bagaimana gaya mengajar menyediakan anak-anak dapat yang kembali bersekolah mempengaruhi cara dengan dukungan memotivasi anakremedial khusus di anak,” tutur salah dalam konteks ruang satu peserta dalam kartu masukan kelas reguler; sedangkan mereka. bridging course
“
Kondisi belajar di salah satu sekolah di Indonesia.
tingkat anak putus sekolah dari desa sekitar. “Pelatihan ini berfokus pada meningkatkan kapasitas guru dan pelatih dalam merancang bridging course (kursus-antara) yang efektif serta kelas remedi bagi anak-anak yang kembali masuk sekolah dengan menggunakan Panduan Sekolah Transisi,” ujar Arum Ratnawati, Kepala Penasihat Teknis Program ILO-IPEC. Dalam membawa kembali anak-anak dari putus sekolah serta dari pekerjaan ke sekolah, pendidikan transisi memainkan peran penting dalam memperlancar proses peralihan untuk membawa anak-anak tersebut kembali pada sistem pendidikan formal maupun non-formal, serta membantu mereka untuk tetap berada di dalam sistem ini. Ada dua tipe pendampingan yang diberikan oleh pendidikan transisi: pendidikan remedi dan bridging course. Pendidikan remedi menyediakan anak-anak yang kembali bersekolah dengan dukungan remedial khusus di dalam konteks ruang kelas reguler; sedangkan bridging course melibatkan kursus pengimbangan intensif yang didesain untuk meningkatkan kemampuan akademis.
10
Untuk membuat melibatkan kursus pelatihan lebih pengimbangan intensif menarik bagi para yang didesain untuk peserta, peserta dari meningkatkan Sumatra Utara diajak kemampuan akademis. untuk menonton film Laskar Pelangi. Film ini begitu berhasil menginspirasi para peserta dalam menyadari peran kaum guru dalam memotivasi anak-anak. “Saya menangis selama menonton film ini dan teringat pada sekolah saya di desa. Saya termotivasi oleh film ini untuk banyak belajar dari pelatihan ini bagaimana memastikan anak-anak tetap bersekolah,” ujar Suprapti, peserta dari Sipispis, Sumatra Utara. Pada akhir pelatihan, setiap sekolah mengembangkan rancangan struktur program untuk dua jenis kegiatan, baik bridging course maupun program remedi, yang akan diterapkan di sekolah mereka. Tantangan utama yang teridentifikasi adalah menyediakan pemahaman yang lebih baik tentang isu terkait pekerja anak, tak hanya bagi para peserta namun juga bagi masyarakat sekitar. “Masyarakat setempat masih kurang memahami makna dari pekerja anak. Bagi mereka, adalah normal jika anakanak bekerja untuk membantu orang tua memperoleh pendapatan tambahan,” tutur Arum. “Meski demikian, kami percaya bahwa semua anak seharusnya bersekolah demi masa depan yang lebih baik jika dewasa kelak. Kita dapat memperkuat pendidikan mereka melalui program remed maupun bridging course.” D
”
Mempertajam Aksi
MEMPERKUAT
kapasitas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berurusan dengan masalah pekerja merupakan masalah mendesak. Dengan mempertimbangkan kompleksitas permasalahan pekerja anak di Indonesia, khususnya bentuk-bentuk terburuknya, penting bagi para pihak terkait untuk memiliki kapasitas yang cukup untuk memecahkan masalah ini. Karena itulah, untuk meningkatkan kapasitas mitra lokal dalam menerapkan program-program aksi melawan bentukbentuk terburuk pekerjaan untuk anak, ILO melalui Program Pekerja Anaknya (IPEC), menggelar pelatihan tentang desain, manajemen dan evaluasi (DME) pada 13-17 Oktober 2008 di Jakarta serta pada 15-19 Desember di Jember, Jawa Timur. Sebanyak 56 staf program dari 28 lembaga turut serta dalam pelatihan ini. Para peserta terpilih tersebut akan diundang untuk berpartisipasi pada tahap proses selanjutnya untuk menerapkan
Berita TERBARU PERATURAN BARU untuk Masa Depan Tanpa Pekerja Anak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Mardiyanto, barubaru ini mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 6 Tahun 2009 mengenai Pedoman Umum Pembentukan Komite Aksi Daerah, Penetapan Rencana Aksi Daerah, dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA). Peraturan ini bertujuan untuk mendorong Pemerintah Propinsi/Kabupaten/ Kota mempercepat pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Penghapusan BPTA di Indonesia. Di samping itu, Permendagri ini bertujuan untuk mendukung koordinasi, keterpaduan, dan keberlanjutan RAN. Peraturan ini akan memainkan peranan penting sebagai salah satu alat untuk menyumbang Masa Depan Tanpa Pekerja Anak yang Lebih Baik. D
ANAK ©A. Mirza/ILO Jakarta
melawan PEKERJA
Pekerja ANAK
program aksi ILO-IPEC bagi empat bentuk pekerjaan terburuk untuk anak: anak pertanian, pekerja rumah tangga anak, anak jalanan, serta perdagangan anak. Dalam pelatihan ini, para peserta diperkenalkan pada beragam isu terkait pekerja anak, mulai dari memahami masalah pekerja anak dan bentuk-bentuk terburuknya, mengembangkan program aksi, mengelola isu keuangan sesuai dengan standar ILO-IPEC, hingga memahami sistem pemantauan dan pencatatan langsung yang berkesinambungan (DBMR), mengelola sistem pemantauan pekerja anak dan pengarusutamaan gender ke dalam program aksi melawan pekerja anak. Dengan menerapkan pendekatan partisipatif, para peserta digugah untuk secara aktif berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka. Mereka juga dipandu untuk mengembangkan dan meningkatkan rencana program aksi melawan pekerja anak. “Untuk kebanyakan dari kita, pelatihan semacam ini merupakan yang pertama, di mana kita difasilitasi untuk mengembangkan program seperti ini dengan kerangka kerja logis yang jelas,” tutur Ayun, seorang aktivis dari Komite Daerah Perdagangan Perempuan dan Anak, Jember. Sarlistiarso, seorang peserta dari Jawa Barat, menyambut baik formulir pemantauan berkesinambungan. “Formulir ini banyak membantu kita saat melakukan pengawasan dan dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui mana anak-anak yang telah dientaskan dan mana yang telah dicegah untuk memasuki dunia kerja.” Senada, Dede Suhendri, peserta dari Lampung, berkata bahwa peranti yang diperkenalkan dalam pelatihan ini akan dapat mempermudah dan memperlancar penerapan program aksi. Ahmad Marzuki, salah seorang pelatih, menghargai upaya dan antisuasme yang ditunjukkan para peserta. “Mereka sangat serius untuk menyerap dengan baik informasi pelatihan ini. Meskipun mereka masih perlu meningkatkan kapasitas pada kerangka kerja logis, mereka sangat bersungguhsungguh untuk belajar. Saya yakin pelatihan ini dapat mengembangkan jejaring yang lebih dinamis, konstruktif, dan kuat guna memerangi pekerja anak.” D
11
“
Pekerja MIGRAN
Dari Pekerja Migran Menjadi Pemimpin Koperasi WANITI, 38 tahun, kini tinggal dengan tiga
©Migrant Worker Project/ILO Jakarta
anaknya di Kecamatan Kasembon Malang, Jawa Timur. Dia mantan buruh migran yang pernah bekerja di Hong Kong sebagai pekerja rumah tangga selama lima tahun pada 1999-2003. Ketika bekerja di Hong Kong, Waniti mengakui ia tidak begitu mengetahui bagaimana mengatur gaji dengan baik. Dia kebanyakan menghabiskan penghasilannya untuk pengeluaran rumah tangga keseharian seperti kebutuhan pangan dan lainnya. “Saya menghabiskan nafkah untuk pendidikan anak, serta untuk membeli rumah dan sepetak sawah bagi keluarga. Saya tak pernah berpikir untuk menabung penghasilan saya atau menggunakannya untuk usaha,” ujarnya. Dia mulai mempelajari betapa Koperasi tidak hanya pentingnya tabungan dapat menggerakkan dan investasi ketika bergabung dalam pelatihan pendapatan namun yang diselenggarakan oleh juga menciptakan lapangan kerja melalui Serikat Buruh Migran di Hong Kong. Ketika akhirnya efek berganda yang kembali ke kampung pada gilirannya halaman, dia memulai bisnis dengan para mantan buruh memungkinkan migran lainnya pada 2005, perusahaan lainnya dalam bentuk koperasi untuk tumbuh dan buruh migran. “Awalnya, menyediakan lapangsaya tak tahu apa yang an kerja lokal. harus dilakukan untuk memperoleh penghasilan di desa. Saya bahkan berpikir untuk kembali bekerja keluar negeri. Lalu, setelah kesulitan memperoleh pinjaman bank, saya memutuskan untuk mencoba mendirikan koperasi yang bernama Koperasi TKI Purna Citra Bumi Mandiri,” tegasnya.
”
Waniti menyadari bahwa kebanyakan lembaga perbankan menolak berhubungan dengan klien dengan penghasilan atau anggaran terbatas. Sedangkan, kebanyakan mantan buruh migran seperti dia hanya mampu menyisihkan sedikit uang dari Rp1.000 hingga Rp10.000 setiap bulannya. Setelah pendirian koperasi itu, dia lantas mengembangkan jasa yang disediakan oleh koperasi. Koperasi itu kini menyediakan beragam produk dari makanan, produk pertanian, susu murni, hingga pupuk dan kredit kecil. Koperasi pun menjalin kerjasama dengan beragam lembaga dan menyediakan para anggotanya sejumlah program pelatihan. Bersama ILO melalui Proyek Migrasi Kerja Lintas-Batas, koperasi telah menggelar pelatihan
12
manajemen koperasi dan memulai usaha sendiri. Didanai oleh Pemerintah Jepang, proyek berjangka lima tahun ini berlangsung sejak 2005 dengan daerah cakupan Jawa Timur, salah satu daerah pengirim utama buruh migran. Proyek ini terfokus pada pangkalan pengetahuan dan penelitian kebijakan, sistem informasi dan statistik, kebijakan nasional dan reformasi kelembagaan, peningkatan kerja sama bilateral, pembangunan kapasitas untuk tata kelola proses migrasi yang baik, serta sistem pengiriman uang (remittance) yang efektif dan investasi produktif. “Kami juga bekerja sama dengan Seafast Centre, penyedia pelatihan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), untuk menyelenggarakan pelatihan tentang keselamatan pangan dan pemrosesan dengan Dinas Tenaga Kerja Malang untuk jamu tradisional. Pelatihan ini memicu banyak mantan buruh migran untuk memulai usaha mereka,” ujar Muhamad Nour, Koordinator Proyek ILO di Jawa Timur. ILO, ujar Muhamad, mengakui semakin besarnya peran koperasi buruh migran dalam komunitas migran untuk mendorong penggunaan remiten yang produktif, mengingat kebanyakan personil koperasi adalah mantan buruh migran dengan latar belakang dan pengalaman serupa. Koperasi Citra Bumi Mandiri telah tercatat secara formal di Dinas Koperasi Malang pada 2008. Dengan total 29 anggota kunci dan 100 keluarga migran, koperasi sekarang memiliki total aset Rp 130 juta. Para anggotanya memiliki keuntungan dari penggunaan produktif remitan, kredit untuk kesehatan dan pendidikan serta kegiatan yang menghasilkan pendapatan. Rasa percaya diri Waniti juga membuktikan bahwa kaum perempuan dapat memainkan peran penting dalam kegiatan sosio-ekonomi untuk memperbaiki kehidupan keluarga dan masyarakat mereka.D
Memberdayakan
Remitansi untuk Investasi
Pekerja MIGRAN
PEKERJA MIGRAN STUDI
terbaru ILO, “Menjamin dan Mendayagunakan Uang Kiriman Pekerja Migran dan Dampaknya pada Pengembangan Ekonomi di Indonesia” menemukan bahwa bagi hampir semua keluarga pekerja migran, uang kiriman yang mereka terima merupakan sumber pendapatan utama. Bagi Indonesia, uang kirimkan para pekerja migran, sekitar 6,1 milyar dolar setiap tahunnya, merupakan sumber devisa luar negeri kedua terbesar. Untuk sejumlah provinsi, remitansi merupakan sumber pendapatan terpenting, melampaui anggaran yang diberikan pemerintah pusat. Namun, jumlah remitansi yang terdata terus menurun, apalagi bila dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Pada 2007 remitansi yang dikirimkan pekerja migran Indonesia hanya sekitar 1,6 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB), dibandingkan dengan remitan di Filipina yang mencapai 13 persen dari PDB di tahun yang sama.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam sambutannya. Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia, menyatakan bahwa uang kiriman para pekerja migran memainkan peran penting dalam mendukung kelompok termiskin dalam masyarakat di Indonesia. ”Remitansi tidak hanya memberikan sandang dan pangan, tapi juga memberikan kesempatan bagi keluarga mereka untuk meningkatkan kehidupan. Memperluas akses para pekerja migran terhadap layanan dan informasi keuangan dapat mendoring pemanfaatan remitansi untuk menabung dan investasi. Ini pada gilirannya akan memperkuat dampak positif migrasi terhadap perekonomian dan pembangunan sosial Indonesia,” ia menambahkan. Studi ini menemukan bahwa hanya minoritas pekerja migran dan keluarga mereka yang mempergunakan uang kiriman tersebut untuk pengembangan usaha. Umumnya, mereka lebih cenderung menghabiskan uang kiriman tersebut untuk Selain berbagai kebutuhan rumah meningkatkan tangga sehari-hari seperti standar kehidupan makanan dan keperluan keluarga mereka lainnya. Ini mencerminkan sendiri, para kenyataan bahwa sebagian besar keluarga pekerja pekerja migran migran berasal dari latar Indonesia pun belakang keluarga miskin di membantu daerah perdesaan, tanpa pertumbuhan ekosumber pendapatan nomi negeri ini. lainnya.
“
©Migrant Worker Project/ILO Jakarta
Salah satu sesi diskusi yang digelar pada Konsultasi Nasional tentang remitan di Jakarta.
Studi ini dilakukan ILO melalui Proyeknya tentang Memerangi Kerja Paksa dan Perdagangan Pekerja Migran Indonesia, yang didanai Pemerintah Nowergia. Dilakukan di lima provinsi (Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung dan Nusatenggara Barat), studi ini mengkaji kebutuhan keuangan para pekerja migran di sepanjang proses migrasi dan reintegrasi serta mendokumentasikan pendayagunaan uang kiriman tersebut oleh para pekerja rumah tangga migran dan keluarga mereka, serta layanan keuangan yang tersedia bagi mereka dan keluarga. Studi ini dibahas dan dikaji oleh perwakilan senior dari pihak-pihak terkait di tingkat nasional dan local dalam sebuah Konsultasi Nasional pada 25 November 2008 di Jakarta. “Selain meningkatkan standar kehidupan keluarga mereka sendiri, para pekerja migran Indonesia pun membantu pertumbuhan ekonomi negeri ini,” tegas Abdul Malik Harahap, Direktur Penempatan Pekerja Indonesia di Luar Negeri, Direktorat Penempatan Tenaga Kerja,
Studi ini pun menemukan bahwa pekerja migran Indonesia tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan dan pinjaman dari bank-bank dan lembaga keuangan di semua tahapan proses migrasi, dari tahap pra-keberangkatan hingga reintegrasi. Karenanya, mayoritas pekerja migran lebih memilih mengirimkan uang lewat layanan tidak resmi, seperti melalui teman, kerabat, calo ataupun membawa langsung. Cara ini dinilai lebih mudah, murah dan efektif dibandingkan dengan layanan pengiriman resmi. Studi ini pun mengidentifikasi kesenjangan dalam layanan keuangan bagi para pekerja migran dan keluarga mereka, serta menghasilkan sejumlah rekomendasi tentang langkah-langkah apa yang dapat dilakukan pemerintah dan sektor swasta untuk membuka dan memperluas akses para pekerja migran terhadap layanan keuangan di semua tahapan proses migrasi. Studi ini menyimpulkan bahwa lembaga keuangan harus meningkatkan kapasitas mereka untuk menggali potensi pasar para pekerja migran melalui produk-produk dan layananlayanan keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka dan dapat dijangkau secara luas di tingkat daerah. Studi pun mendesak pemerintah setempat untuk menempatkan pendidikan keuangan dan pengembangan usaha di tingkat komunitas sebagai prioritas. D
13
”
KetenagaKERJAAN
Rencana Aksi Ketenagakerjaan Muda KEDUA INDONESIA merumuskan
©ILO/ILO Jakarta
pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja dan organisasi pemuda. Selama diskusi, Peter van Rooij, Deputi Direktur ILO di Indonesia, menyatakan bahwa Indonesia merupakan satusatunya negara perintis yang telah melengkapi evaluasi rencana aksinya dan ke-delapan belas negara perintis lainnya akan menelaah dan belajar dari pengalaman Indonesia. Ia juga memaparkan sekilas strategi yang dikembangkan oleh Brazil, Syria, dan beberapa negara Afrika dalam mengatasi isu kesempatan kerja kaum muda.
Peter van Rooij, Wakil Direktur ILO di Indonesia, berbagi pengalaman mengenai ketenagakerjaan muda.
JEJARING
Lapangan Kerja bagi Kaum Muda Indonesia (IYEN) melanjutkan komitmennya untuk menemukan strategi dan program inovatif untuk mengatasi pengangguran kaum muda di Indonesia. IYEN menekankan pentingnya pengarusutamaan isu kesempatan kerja bagi kaum muda ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2009-2014 sebagai petunjuk untuk pengembangan Rencana Aksi Lapangan Kerja bagi Kaum Muda Indonesia berikutnya.
Redaksi
Untuk membahas lebih jauh Rencana Aksi selanjutnya, Kementerian Koordinator Perekonomian memfasilitasi sebuah diskusi kelompok terfokus pada 27-28 November 2008 untuk mengumpulkan masukan dan umpan balik dari beragam pemangku kepentingan mengenai strategi dan program kunci bagi kesempatan kerja kaum muda di Indonesia. Diskusi ini dihadiri oleh perwakilan dari
14
Pemimpin Redaksi: Alan Boulton Wakil Pemimpin Redaksi: Peter van Rooij Editor Eksekutif: Gita Lingga Koordinator Editorial: Gita Lingga Sirkulasi: Budi Setiawati Kontributor: Abdul Hakim, Albert Y. Bonasahat, Arum Ratnawati, Dede Shinta Sudono, Fauzan Azhima, Gita Lingga, Kee Beom Kim, Lotte Kejser, Lusiani Julia, M. Bey Sonata, Muhamad Nour, Matthieu Cognac, Olivia Nevissas, Riska Efriyanti, Rolly Damayanti, Teuku Rahmatsyah, dan Vanda Day.
Di Brazil, sebagai contoh, pada 2007 Pemerintah Brazil mengumumkan langkah mereka untuk mengembangkan kebijakan baru tentang kesempatan kerja bagi kaum muda di bawah program yang disebut Projovem (penyatuan beragam program lintas kementerian), yang pada 2010 bertujuan untuk menyediakan peluang pendidikan, sosial, dan kualifikasi profesional kepada 4,2 juta kaum muda muda dengan usia antara 15 hingga 29 tahun yang berada dalam kondisi sosial yang rentan. Dia juga berbagi pengalaman dari Mali, di mana sektor swasta telah menciptakan program pemagangan bagi kaum muda di bisnis-bisnis setempat. Di Senegal, Guinea dan Sierra Leone, sektor swasta telah memprakarsai program pengembangan bisnis untuk penciptaan lapangan kerja melalui mentor bisnis dan akses pinjaman modal bagi wirausahawan muda. Pada akhir pertemuan, para peserta mengajukan usulan beberapa program yang dapat diambil sebagai prioritas pada rencana aksi berikutnya. Usulan itu adalah: 1) Kebijakan dan program yang lebih baik terhadap pelatihan keterampilan bagi kaum muda; 2) Memperbaiki lingkungan untuk wirausahawan muda; 3) Memperbaiki peraturan pasar kerja yang lebih menguntungkan kaum muda; 4) Melindungi hak bekerja bagi pekerja muda; 5) Sistem informasi pasar kerja yang transparan, bertanggung jawab, serta mudah dijangkau bagi kaum muda; serta 6) Mendukung kesetaraan gender dalam lapangan kerja bagi kaum muda. D Desain & Produksi: Balegraph Warta ILO Jakarta Menara Thamrin Building Jl. M. H. Thamrin Kav 3, Jakarta 10250, Indonesia Telp. (62-21) 391-3112, Faks (62-21) 310-0766 Email:
[email protected], Website: www.ilo.org/jakarta Warta ILO Jakarta merupakan terbitan ILO dalam dua bahasa yang bertujuan memberitakan kegiatan-kegiatan pokok ILO Jakarta di Indonesia. Warta ini akan dipublikasikan tiga kali dalam setahun serta dapat diakses secara online. Opini-opini yang tercantum di dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari ILO.
KetenagaKERJAAN
TINGKATKAN Keterampilan Manajer
Lembaga Keuangan MIKRO LEMBAGA
keuangan mikro di Indonesia memiliki potensi besar untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan dengan memberikan akses terhadap beragam layanan keuangan. Sektor ini mengarah pada peningkatkan pertumbuhan dan diharapkan menjangkau lebih banyak masyarakat di daerah perkotaan dan pedesaan melalui produk-produk keuangan mikro mereka. Dengan lebih dari 10.280 lembaga keuangan mikro di negara ini, sektor ini akan memerlukan para manajer senior dan menengah yang terampil dan terlatih untuk meningkatkan kinerja kelembagaan mereka serta mengakomodir meningkatnya jangkauan usaha kecil dan para pekerja mandiri. Mewujudkan kebutuhan masa depan industri keuangan kecil akan pekerja yang trampil dan berkualitas, ILO dengan dukungan dari Bank Indonesia menjalankan program percontohan satu tahun, Membuat Keuangan Mikro Berhasil: Mengelola untuk Peningkatan Kinerja (Making Microfinance Work: Managing for Improved Performance). Program ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan manajerial para manajer senior dan madya di lembaga keuangan kecil.
“Saya mendapatkan pemahaman baru mengenai teknik-teknik pelatihan. Modul pelatihan ini dirancang secara mendalam dengan contoh-contoh kasus dan berbagai pengalaman dari berbagai negara. Pelatihan ini berupaya meningkatkan kemampuan individu dan kolektif serta kesadaran sumber daya yang pada gilirannya akan
©M. Corzet/ILO Jakarta
Sertifikasi para pelatih program Membuat Keuangan Mikro Berhasil ini merupakan pengakuan internasional yang telah dijalankan di Afrika, Asia Tengah, Eropa, Timur Tengah, Amerika Utara dan Asia Tenggara oleh Pusat Pelatihan Internasional ILO di Turin, Italia. Para peserta harus menjalani tiga tahapan, yang termasuk pelatihan tatap muka dengan para pelatih utama ILO, ujian dan pelatihan untuk pelatih selama dua minggu.
pelatihan kepada para peserta mengenai beragam perangkat dan strategi manajemen untuk meningkatkan keefektivan dan efisiensi dari operasional keuangan mikro. Para peserta berasal dari asosiasi BPR, Asosiasi BPR Syariah, credit unions dan Asosiasi BMT. Diharapkan Indonesia akan memiliki pelatih yang terakreditasi yang dapat memberikan pelatihan berkualitas tinggi bagi para manajer keuangan mikro dalam sektor keuangan mikro di Indonesia.
Setelah menyelesaikan pelatihan ini, para peserta diwajibkan untuk mengadakan pelatihan serupa bagi para manajer di bawah bimbingan para pelatih utama. Para pelatih yang memenuhi persyaratan akan diakreditasi dan dapat menawarkan pelatihan sejenis atas nama ILO di masa mendatang. Pelatihan pertama diselenggarakan pada November 2008 di Jakarta. Pelatihan dua minggu ini memberikan
“
Kita harus memanfaatkan tantangan ini sebagai kesempatan untuk meningkatkan keterampilan para manajer muda menengah agar dapat memenuhi permintaan atas jasa keuangan bagi mereka yang ingin memulai usaha mereka sendiri.
”
Transaksi harian di salah satu lembaga keuangan.
meningkatkan kinerja lembaga keuangan mikro,” ujar Stevanus Koten dari Perkreditan Mambuin di Manokwari, Papua. Sebagai bagian dari Program Nasional Pekerjaan yang Layak untuk Indonesia, ILO mendukung penciptaan lapangan kerja melalui pengembangan usaha. Akses terhadap layanan keuangan merupakan sarana untuk memfasilitasi pendirian dan perluasan usaha kecil, termasuk bagi para kaum muda Indonesia. “Kita harus memanfaatkan tantangan ini sebagai kesempatan untuk meningkatkan keterampilan para manajer muda menengah agar dapat memenuhi permintaan atas jasa keuangan bagi mereka yang ingin memulai usaha mereka sendiri,” kata Peter van Rooij, Deputi Direktur ILO di Indonesia. ILO mendukung peningkatan keterampilan ini sebagai bagian dari komitmennya untukmendukung Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum Muda Indonesia. D
15
Dialog SOSIAL
MENAJAMKAN Kapasitas Serikat Pekerja dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja UNDANG-UNDANG Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 mewajibkan setiap perusahaan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) guna melindungi pekerja dan mewujudkan produktivitas optimal. Kerjasama antar pekerja di dalam perusahaan sangat vital untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit. Tugas pekerja dalam mengendalikan bahaya, sebagai mitra perusahaan, merupakan bagian dari pengakuan atas sejumlah hak-hak dasar, dan hal ini juga harus tercermin dalam kebijakan perusahaan. Perlindungan pekerja melawan penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan, bentuk-bentuk penyakit dan cidera
Seorang pekerja dengan perlengkapan yang lengkap.
merupakan bagian dari mandat historis ILO. Tujuan utama ILO adalah untuk mendorong peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif dalam kondisi bebas, adil, aman dan bermartabat. ILO menyebutnya sebagai pekerjaan yang layak, yang merupakan pekerjaan yang aman dan menjadi faktor positif bagi produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Guna membantu para pekerja di Indonesia menerapkan K3, ILO bekerja sama dengan Yayasan Perburuhan Internasional Jepang (JILAF) dan KSPI mengimplementasikan serangkaian program pelatihan K3. Program ini menyasar dua konfederasi lainnya, KSPSI dan KSBSI. Dimulai pada 2007, pelatihan ini diselenggarakan dua kali setahun berdasarkan Program JILAF-KSPI POSITIVE yang sudah ada di Indonesia.
16
“Sebagai program partisipatif, serangkaian pelatihan ini dimulai dengan kunjungan lapangan ke perusahaanperusahaan terpilih sebagai studi kasus. Di sana, para peserta meninjau kondisi K3 dan mengidentifikasi titik-titik mana yang membutuhkan perbaikan. Sekembali mereka di kelas, mereka mendiskusikan perbaikan apa saja yang dapat diusulkan. Rekomendasi ini kemudian akan dipaparkan kepada perusahaan pada akhir pelatihan ini,” Staf ILO Lusiani Julia menerangkan. Pelatihan terakhir digelar di Tretes Pasuruan, Jawa Timur, pada 21-24 November 2008. Sebagai studi kasus, para peserta mengunjungi dan memeriksa PT Spindo di Surabaya. Hingga kini, serangkaian ©A. Mirza/ILO Jakarta pelatihan ini telah melatih total 65 pelatih ahli (master trainers). “Pada akhir pelatihan, kami juga mengundang dua penggiat buruh dari Timor-Leste untuk bergabung,” imbuh Lusiani. POSITIVE merupakan singkatan dari “ParticipationOriented Safety Improvement by Trade-union InitiatiVE” (Peningkatan Keselamatan Berorientasi-Partisipasi oleh Serikat Pekerja). Program ini telah dikembangkan untuk mendorong pelatihan K3 berorientasi-aksi berdasarkan prakarsa serikat pekerja dan bagaimana serikat dapat berkontribusi dalam memperbaiki kondisi kerja, terutama di tingkat pabrik. Perhatian juga diberikan pada perbaikan biaya-rendah. Ada empat tujuan program ini: (1) memperbaiki kondisi tempat kerja dan mengurangi kecelakaan industrial; (2) memperbaiki hubungan pekerja-manajemen; (3) mengubah perilaku pekerja; dan (4) memperkuat organisasi serikat. D
“
Sebagai program partisipatif, serangkaian pelatihan ini dimulai dengan kunjungan lapangan ke perusahaan-perusahaan terpilih sebagai studi kasus. Di sana, para peserta meninjau kondisi K3 dan mengidentifikasi titik-titik mana yang membutuhkan perbaikan. Sekembali mereka di kelas, mereka mendiskusikan perbaikan apa saja yang dapat diusulkan.
”
Dialog SOSIAL
MEMPERLUAS ‘kue’ perusahaan melalui Kerjasama Pekerja-Manajemen SAAT ini Indonesia menghadapi dampak krisis finansial global, terutama pada tingkat perusahaan, seperti tekanan pada dunia usaha untuk mengurangi jam kerja, penghematan, upah, kondisi kerja, dan sebagainya. Guna mengurangi dampak krisis finansial pada pekerja dan perusahaan, cara paling tepat adalah memperkuat dialog bipartit dan kerjasama untuk menemukan jalan keluar terbaik. Kerjasama bipartit di tempat kerja dapat dicapai melalui pendekatan kerjasama pekerjamanajemen (EmployeeManagement Cooperation/ EMC), yang sudah menjadi akronim populer di dunia kerja. Pada prinsipnya, EMC merupakan mekanisme bersama bagi kedua belah pihak, pekerja maupun manajemen, guna menghasilkan solusi bersama untuk berbagi masalah secara umum. Hal ini berguna untuk memisahkan beragam isu—yang umumnya merupakan perihal negosiasi tawar-menawar secara kolektif—serta isu-isu yang menjadi perhatian bersama yang umumnya menjadi cakupan dalam EMC.
maupun pekerja untuk melahirkan konsensus dan penerapan kebijakan berimbang dalam meraih fleksibilitas pasar kerja dan keamanan kerja. Dalam komitmennya untuk mendukung pembangunan kapasitas Apindo, ILO bersama dengan Program Kerjasama Belanda/ILO, membantu ©A. Mirza/ILO Jakarta Apindo mengemas praktikpraktik hubungan industrial yang baik serta untuk mengembangkan perangkat pelatihan dan sumberdaya EMC pada 16-19 Desember 2008 di Jakarta. Sepuluh perusahaan dipilih untuk berbagi pengalaman tentang peluncuran dan penerapan EMC.
Perusahaan-perusahaan tersebut mengakui bahwa mereka memperoleh banyak keuntungan dari EMC. EMC telah meningkatkan kondisi kerja, memberikan kesetaraan peluang dan pendapatan bagi perempuan dan laki-laki, membangun kepercayaan, membuka komunikasi yang lebih baik antara pekerja dan manajemen, serta mencegah perselisihan. Beberapa tantangan yang mereka temui adalah menjadwalkan pertemuan agar dapat dihadiri banyak peserta dan keraguan Hubungan kerja antara manajemen dan pekerja di perusahaan manufaktur. serikat pekerja di awal-awal berdirinya EMC. Pelajaran EMC berfokus pada yang dipetik dari kegiatan akan dipublikasikan untuk produksi untuk memperluas “kue” (keuntungan) meningkatkan kesadaran akan nilai kerja sama buruhperusahaan; sementara itu, tawar-menawar kolektif berfokus manajemen dan hubungan kerja yang harmonis. pada pemerataan “kue” di antara pihak terkait. Di dalam perkembangan EMC, para pekerja dan manajemen dapat mendiskusikan hal-hal yang mendesak yang dapat merusak hubungan ini, atau menurunkan tingkat persaingan perusahaan. Dalam upaya untuk meningkatkan kredibilitasnya sebagai organisasi profesional dan perwakilan para anggotanya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terus berupaya mendorong kerjasama di tingkat perusahaan dan mengembangkan layanan terkait hubungan industrial. Pada sisi lain, program dan rencana kerja ILO di tingkat negara— Program Nasional tentang Pekerjaan yang Layak— mendorong penguatan kapasitas organisasi pengusaha
Pelatihan untuk pelatih tentang EMC juga akan digelar untuk memperoleh sedikitnya 30 pelatih yang menguasai tentang hubungan kerja harmonis serta kerjasama pekerjamanajemen, di antara staf dan mitra Apindo. Djimanto, Ketua Apindo, menekankan bahwa “tujuan EMC adalah mendorong kerjasama dan kepercayaan antara manajemen dan pekerja untuk memperluas kue perusahaan. Manajemen dan pekerja mungkin memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbeda, namun mereka menyakini visi dan misi yang sama bahwa perusahaan merupakan tempat untuk tumbuh dan mempertahankan daya saing demi kesejahteraan mereka.” D
17
Perlindungan SOSIAL
Lindungi
Dirimu, Keluargamu dan Usahamu dari
FLU BURUNG
SEJAK 9 September 2008, di Indonesia,
©Avian Flu Project/ILO Jakarta
terdapat 139 orang yang terjangkit virus flu burung (H5N1), di antaranya 113 meninggal (tingkat kematian 81%). Hal ini menempatkan Indonesia pada posisi tertinggi di dunia dalam hal jumlah manusia yang terkena kasus flu burung. Pekerja, pengusaha maupun tempat kerja juga memiliki risiko yang sama dengan populasi umum lainnya untuk tertular virus ini. Faktanya, Faktanya, tempat kerja dapat dipakai sebagai titik penting untuk mendorong kegiatan peningkatan kesadaran guna mencegah penyebaran virus flu burung. Tempat kerja merupakan tempat di mana para pekerja berkumpul dan mereka selanjutnya dapat berbagi informasi lebih jauh dengan keluarga mereka. Melalui Proyek Flu Burung dan Tempat Kerja di Indonesia, ILO berfokus pada program pelatihan tentang pencegahan penyebaran flu burung untuk para pekerja serta membantu usaha kecil dan menengah (UKM) demi melindungi pekerja dan usaha mereka dari wabah flu burung. Dengan menggunakan program pelatihan partisipatif yang berorientasi pada aksi, selama pelatihan para peserta diharapkan mampu mengembangkan aksi yang praktis dan berbiaya murah yang dapat diterapkan di tempat kerja mereka atau di lingkungan sekitar mereka. Serangkaian pelatihan untuk pelatih ini diselenggarakan pada Desember 2008. Pelatihan pertama digelar pada 3-4 Desember 2008 di Puncak, Jawa Barat. Pelatihan tersebut ditujukan kepada para pekerja, dihadiri
Salah satu pelatihan ILO untuk mencegah penyebaran flu burung, khususnya di tempat kerja.
oleh 32 peserta dari tiga konfederasi serikat pekerja/buruh (KSBSI, KSPSI, dan KSPI) dari enam provinsi: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Bali. Pelatihan ini juga melibatkan perwakilan dari APPSI (Asosiasi Pelatihan dan Penempatan Pekerja Domestik). “Pelatihan ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas serikat pekerja/buruh dan untuk menggugah pekerja agar berperan lebih aktif dalam komite kesehatan dan keselamatan kerja dalam perusahaan mereka. Karena itulah, sebagai tindak lanjut, para peserta dituntut untuk menyelenggarakan pelatihan serupa di area perwakilan dan lingkungan sekitar mereka,” ujar M. Bey Sonata, Manajer Proyek dari Proyek Flu Burung ILO. Pelatihan kedua terselenggara berkat kerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada 11-12 Desember 2008 di Cikarang, Jawa Barat. Pelatihan ini dihadiri oleh 23 peserta dari Apindo Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Bali, serta para pelaku UKM dari Bekasi, Karawang dan Cikarang. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang ancaman wabah flu burung ini dan dampaknya bagi dunia usaha, serta pentingnya memiliki kesiapan rencana. Selain itu, telah dibagikan sarana penanganan yang praktis serta berbiaya murah dalam mengembangkan kesiapan rencana untuk menghadapi wabah flu burung. D
18
Dari DAERAH Pembangunan pariwisata di
Belajar dari
“
Jawa Timur:
Yogyakarta dan Malaysia
Hasilnya, komunitas yang terlibat dapat meningkatkan peran mereka sebagai tuan rumah ajang pariwisata baru yang akan menyajikan peluang bagi usaha kecil dan menengah.
”
AWAL 2008, forum pembangunan ekonomi lokal (local economic development/LED) di Kabupaten Malang dan Pasuruan, Jawa Timur, sepakat untuk mengembangkan potensi ekonomi mereka dalam proses komunikasi yang transparan dan efektif, dengan melibatkan sektor swasta, pemerintah dan masyarakat sipil. Kedua daerah ini memilih pariwisata dan agribisnis sebagai fokus perekonomian mereka. Forum ini terselenggara dengan dukungan dari ILO melalui Proyeknya tentang Peluang Kerja bagi Kaum Muda (Job Opportunity for Youth/ JOY). Salah satu tujuan proyek ini adalah mendukung pengambil kebijakan sub-nasional untuk membangun kebijakan mengenai peluang kerja bagi kaum muda dan pendekatan pembangunan ekonomi lokal sebagai sebuah upaya untuk menciptakan lapangan kerja yang layak bagi pemuda dan pemudi. Sejak itulah, banyak yang dilakukan untuk mendukung forum ini dan pertumbuhan kawasan mereka. Wisata agro disorot sebagai salah satu kegiatan dan kesepakatan pun diraih dengan Surabaya Bersinar (Sparkling Surabaya), badan pariwisata provinsi. Badan ini menyetujui untuk mengembangkan paket tour yang dirancang untuk para pengusaha yang mengunjungi Surabaya. Dengan paket ini, para pengusaha tersebut diharapkan tinggal lebih lama dan mengunjungi tempat-tempat wisata, seperti gunung berapi Bromo. Hasilnya, komunitas yang terlibat dapat meningkatkan peran mereka sebagai tuan rumah ajang pariwisata baru yang akan menyajikan peluang bagi usaha kecil dan menengah seperti restoran, toko cindera mata, serta perusahaan pemandu. Untuk mempersiapkan petualangan
ini dan untuk “uji” perdana tour dari Brunei di bulan Desember, para anggota forum LED dari kedua kabupaten turut serta dalam kunjungan studi wisata agro ke Yogkakarta dan Malaysia, bersama dengan Surabaya Bersinar dan Universitas Gadjah Mada. Perkuliahan diberikan di Yogyakarta,dan para peserta memperoleh peluang untuk mengunjungi desa wisata yang dikelola dengan apik. Sedangkan, bagian paling seru adalah kunjungan ke Malaysia, di mana mereka memperoleh kesempatan tak hanya melihat langsung bagaimana wisata agro dapat diadaptasi dengan baik di kawasan mereka, namun juga upaya mengembangkan jaringan strategis dengan pemerintah dan pengelola pariwisata. ©ILO-JOY Project/ILO Jakarta
Para peserta saat mengunjungi tanah pertanian di Negeri Sembilan, Malaysia.
Para peserta bertemu dengan wakil walikota Ampang Jaya dan belajar bagaimana pemerintahannya menawarkan bantuan untuk masyarakat setempat seperti layanan publik, dalam mempertahankan kawasan hijau atau dalam merawat pasar malam secara efisien. Para peserta dari Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Malang dan Pasuruan mencatat dengan baik pertemuan tersebut, begitu pula dengan para petani dan perawat tanaman. Kelompok ini juga mengunjungi tanah pertanian di Negara Bagian Negeri Sembilan, serta MARDI (Institut Pengembangan Riset Pertanian Malaysia) dan mengunjungi pegunungan Cameron, daerah pariwisata yang sangat sukses di Malaysia. Para peserta kembali ke Indonesia dengan kesadaran bahwa mereka semua memiliki “apa yang diperlukan” untuk menarik pariwisata di daerah mereka seperti yang terjadi di Malaysia. Sementara Surabaya Bersinar menegaskan kembali dukungan mereka yang diharapkan akan menjadi era baru dalam pengembangan pariwisata provinsi Jawa Timur. D
19
Dari DAERAH
MEMBANGUN KEMBALI ACEH:
Perjalanan
Menuju Kemitraan EMPAT tahun setelah tsunami 2004, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) telah merangsang prakarsa pembangunan berkelanjutan dan penguatan ekonomi pada tingkat komunitas. Sejak 2008, pemerintah NAD telah memadupadankan Program Pembangunan Kecamatan (Kecamatan Development Program/KDP) dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pemerintah pusat.
Entrepreneurship Together/GET Ahead). Beragam kegiatan pelatihan langsung yang telah disediakan, hampir kesemuanya terkait dengan keberlangsungan mata pencaharian yang berhubungan dengan pertanian, perikanan, hortikultura, serta kewirausahaan. Hingga kini, serangkaian pelatihan ini telah menjangkau keseluruhan 78 perempuan. D ©ILO Aceh-Nias Programme/ILO Jakarta
Di bawah program Acehnya, ILO sekarang bekerja di tiga kabupaten percontohan di Aceh (Aceh Besar, Pidie dan Aceh Tengah) guna membantu pembangunan kapasitas fasilitator PNPM atau KDP serta para klien mereka, kelompok perempuan desa. “Ide utama dari proyek ILO ini adalah untuk menyatukan para aktor pembangunan yang relevan untuk bersama-sama memaksimalkan jangkauan prakarsa program di Aceh serta untuk menghindari tumpang tindih di antara beragam program pembangunan yang diprakarsai oleh lembaga berbeda, termasuk pemerintah,” ujar Riska Efriyanti, Staf ILO di Aceh. Program ILO di Aceh pada khususnya berfokus pada gender dan kewirausahaan. Bersama dengan Universitas Syiah Kuala dan Dinas Perikanan Provinsi Aceh, ILO memfasilitasi pelatihan ketrampilan produksi di Aceh Tengah dan Pidie. Pelatihan kemampuan produksi ini bertujuan untuk melipatgandakan kapasitas kewirausahaan, dengan menggunakan pendekatan Gender dan Kewirausahaan ILO (Gender and
“Awalnya, saya meragukan pelatihan ini karena saya mengalami banyak janji kosong. Tapi, saya dan lainnya kini sangat bersyukur. Kami begitu bergantung pada sumberdaya lokal dan keterampilan produksi tradisional sehingga kami tak dapat bersaing dengan produk-produk yang diminta oleh pasar. Terima kasih kepada pelatihan langsung yang kami terima, kami sekarang tahu bangaimana memproses ikan kami dengan lebih baik dan mengolahnya menjadi beragam produk dengan kualitas dan kemasan yang lebih bagus. Kini kami mencari peluang pasar yang lebih besar.” (Khairani, 35 tahun, Kecamatan Panteraja, Pidie)
20
Kelompok perempuan dengan bangga memperlihatkan sirup buatan mereka.
apa kata mereka... “Kami terbiasa menjual hasil pertanian seperti apa adanya. Ketika harga begitu rendah, kami hanya membuang panen itu. Tiada nilainya sama sekali. Tapi kini, kami tahu bagaimana mengolah hasil panen menjadi produk yang lebih bernilai dan tahan lama, seperti selai buah, kolangkaling (nata de pina), saus maupun sirup. Kami belajar dari pelatihan GET Ahead bahwa dengan berbagai pilihan produk di tangan, kami dapat memperluas pasar kami.” (Nurmaini, 29 tahun, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah)
“Kami sebenarnya menyadari banyak program pengembangan yang diprakarsai oleh pemerintah tumpang tindih dengan prakarsa dari lembaga lain. Meski demikian, karena terperangkap oleh rutinitas kerja tiap hari, kami tak pernah benar-benar berupaya untuk berkoordinasi dengan lembaga lainnya dan mengaitkannya dengan program kami. Namun, melalui kolaborasi ini, kami mempelajari kekuatan kemitraan guna memaksimalkan keuntungan yang diraih untuk komunitas lokal.” (Kanisullah, Kepala Unit Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat, Dinas Perikanan Provinsi NAD)
Dari DAERAH
ILO
lanjutkan
rehabilitasi jalan di Aceh dan Nias ©ILO Aceh-Nias Programme/ILO Jakarta
SEKTOR
jalan merupakan sektor yang paling terkena imbas tsunami pada Desember 2004 di Aceh dan gempa bumi pada March 2005 di Nias. Dengan pengalaman panjang mempergunakan pekerja setempat pada situasi seperti itu, ILO telah melaksanakan tahap kedua proyek pekerjaan jalan berbasis sumber daya lokal, mulai Oktober 2008 selama 15 bulan. Tahap pertama, dimulai Maret 2006, berakhir pada September 2008. Didanai Multi Donor Fund, proyek menyediakan pekerjaan melalui perbaikan jalan dengan menggunakan metode padat karya seraya memperkokoh kapasitas kontraktor dan pemerintah lokal. Proyek juga bertujuan memperkuat partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan perawatan jalan pedesaan, serta mengasah teknik, standar, sistem, dan strategi untuk pembangunan jalan berbasis padat karya. Keuntungan jangka pendek dan jangka panjang dari proyek ini termasuk penciptaan
“Kami pernah mendengar tentang program PNPM, namun kami baru mengetahui apa yang dimaksud dengan program itu setelah ILO melibatkan kami. Kami pun kemudian menyadari PNPM sangat erat berkaitan dengan program kami tentang tanggung jawab terhadap masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan, kami juga bertanggung jawab untuk melakukan tindakan nyata memprakarsai pembangunan di lapangan, bekerja secara langsung dengan perempuan di pedesaan. Kami berharap dapat menggali peluang lain dengan PNPM dan ILO di masa mendatang.” (Asmawati, Dosen dan Pelatih Teknologi Produk Pertanian, Universitas Syiah Kuala)
Rehabilitasi jembatan gantung di Nias
kerja, teknik standar, prosedur bidding yang transparan, dan efektivitas biaya. Di bawah tahap pertama, hingga September 2008, jalan pedesaan sepanjang 97,4 kilometer telah selesai dibangun. Lebih dari 215,000 hari kerja tercipta. Proyek pun telah meningkatkan kapasitas para karyawan Dinas Pekerjaan Umum dan para kontraktor di Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Nias dan Nias Selatan dalam menerapkan pekerjaan jalan berbasis sumber daya lokal. Sementara itu, di Nias dan Nias Selatan, Proyek telah membuka akses terhadap proyek perumahan dengan membangun dan memperbaiki jembatan. Di Pidie dan Bireuen, ILO akan membantu memperbaiki dan membangun 20 kilometer jalan dengan didanai pemerintah setempat. Di bawah tahap kedua, ditargetkan untuk merehabilitasi jalan pedesaan sepanjang 169 kilometer dan merawat sepanjang 161 kilometer, sekaligus memperkenalkan metode pengerasan yang lebih ramah lingkungan dikenal dengan metode pengerasan emulsi di Nias, Nias Selatan dan Bireuen. Proyek pun akan menjalin kerjasama erat dengan program pemerintah untuk Pembangunan Kecamatan (KDP)/Program Nasional untuk Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dalam menjalankan sistem pemeliharaan jalan pedesaan berbasis masyarakat di Provinsi Aceh dan rehabilitasi jembatan gantung di Nias. D
21
KetenagaKERJAAN
Krisis Keuangan Global dan INDONESIA
KRISIS
keuangan global saat ini berdampak pada banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. IMF memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara berkembang akan melambat hingga 6,6 persen pada 2008 dan 5,1 persen pada 2009, dibandingkan pertumbuhan 8,0 persen pada 2007. Berdasarkan IMF, “di tengah krisis keuangan yang mendalam, Asia berhadapan dengan kecenderungan pertumbuhan yang melambat dan naiknya kerentanan.1” Indonesia diharapkan menghindari resesi dan pergolakan yang menggoyang negeri ini sepuluh tahun lalu selama krisis keuangan Asia dan diharapkan dapat maju lebih baik daripada perekonomian negara Asia lainnya, karena ini bagian dari “kedekatan” ekonomi (ekspor mewakili sekitar 30 persen Produk Domestik Bruto–GDP— angka yang rendah jika dibandingkan perekonomian banyak negara Asia Tenggara), yang condong menjadi sandaran negara tersebut dari lingkungan global yang bergejolak.
persen menjadi 8,75 persen, menurunkan biaya pinjaman bagi perusahaan sesuai inflasi pada Desember 2008, pada angka 11,1 persen dibandingkan setahun yang lalu, menurunkan sedikit hingga enam bulan sertadan bank sentral meningkatkan perhatiannya tentang prospek pertumbuhan ke depan.2
22
PADA 5 JANUARI 2009,
Pemerintah
Indonesia mengumumkan paket stimulus ekonomi Rp50,5 triliun (USD4,6 miliar) untuk membantu negeri ini mengatasi krisis keuangan global. Tiga perempat dari jumlah itu (Rp38 triliun) akan didanai dari sisa anggaran lebih (SAL) dari APBN 2008 sedangkan sisanya akan didanai dari APBN 2009.3 Paket itu terdiri dari pengurangan pajak, pendanaan langsung untuk sektor terburuk yang terhantam krisis, proyek infrastruktur, dan program jaring pengaman sosial. Dalam tahap pertama paket ini (berjumlah Rp12,5 triliun), pembebasan pajak pertambahan nilai akan diberikan kepada 17 sektor, termasuk logam, tekstil, minyak kelapa dan alas kaki serta pembebasan bea masuk impor untuk bahan baku dan komponen akan diberikan kepada 14 sektor termasuk manufaktur.
Prospek pertumbuhan ekonomi pada 2009 malah redup, dengan proyeksi pertumbuhan berkisar antara 3,7 persen hingga 5,0 persen. Pemerintah memperkirakan 2 juta lapangan kerja yang masih ada akan hilang pada 2009 sebagai konsekuensi dari melambatnya permintaan eksternal, dan kini pemerintah tengah mencari cara untuk menciptakan 2,6 juta lapangan kerja baru, 600.000 di antaranya melalui penempatan ke luar negeri. Survei angkatan kerja terakhir pada Agustus 2008 mengindikasikan bahwa Indonesia mempunyai angkatan kerja 112 juta, di antaranya 9,4 juta adalah pengangguran. Sekitar 14,9 juta lainnya secara sukarela bekerja tak penuh waktu.
Guna meminimalkan dampak ekonomi dan sosial krisis keuangan global, Pemerintah Indonesia baru saja mengumumkan beberapa langkah, termasuk:
Bank Indonesia
menurunkan suku bunga patokan (BI-rates) dari 9,25
Tak terkecuali, Indonesia tak akan lepas dari krisis finansial global dan dampaknya baru saja terasa. Setelah mengumumkan tingkat pertumbuhan ekonomi 6,3 persen pada 2007, angka tertinggi sejak krisis keuangan Asia pada 1997, dan tingkat pertumbuhan 6,3 persen serta 6,4 persen pada kuartal pertama dan kedua 2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia melandai hingga 6,1 persen pada kuartal ketiga 2008 dan diharapkan menurun lebih dalam hingga 5,5 persen pada kuartal keempat 2008.
Pada umumnya, sektor ekspor dan komoditas (angka komoditas kira-kira 60 persen dari ekspor Indonesia) akan paling terdampak karena pelemahan permintaan asing dan turunnya harga komoditas, serta banyak pemangkasan baru saja diumumkan pada sektor ini. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) telah mencatat bahwa antara awal November 2008 dan 5 Januari 2009, 24.452 pekerja secara permanen dirumahkan sementara 11.703 lainnya untuk sementara menganggur. Sejumlah 26.000 lainnya dalam ancaman pemecatan dalam waktu dekat.
PADA 7 JANUARI 2009,
Stimulus ini tersedia hanya untuk industri tertentu yang memenuhi kriteria tertentu termasuk yang secara langsung terdampak penurunan ekonomi global, dengan minimum 500 pekerja dan menjual produk merka ke pasar lokal dan luar negeri. Usaha tersebut juga perlu membuat kontribusi penting bagi ekspor nasional dan membayar pajak dengan tepat.4 Rincian spesifik pada tiga perempat sisanya dari paket ini tidak diharapkan untuk dilepaskan hingga tengah Januari 2009 namun digerakkan melalui penciptaan lapangan kerja dan dukungan kepada sektor swasta. Stimulus ekonomi ini bertujuan untuk menyokong perekonomian untuk tumbuh 5 persen pada 2009 dan menjaga angka pengangguran merata pada 8,4 persen, yang mana Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi memperkirakan bisa saja bertambah hingga 8,9 persen tanpa stimulus ini.
PADA 24 DESEMBER 2008,
Pemerintah
mengumumkan bahwa lebih dari Rp100 triliun (USD9,2 miliar) telah disiapkan untuk mendanai proyek infrastruktur pada 2009.5 Pendanaan ini akan datang dari APBN 2009 dan dana eksternal tambahan. Seperempat
KetenagaKERJAAN
Gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, Indonesia.
dari jumlah itu akan disalurkan kepada pemerintah lokal,
perusahaan berukuran kecil dan menengah (UKM).
yang dapat juga meningkatkan alokasi mereka sendiri ke
Lembaga ini akan mengoperasikan modal awal Rp4 miliar.
dalam proyek infrastruktur, sementara sisanya akan dilaksanakan oleh pemerintah pusat.6
PADA 15 DESEMBER 2008,
Depnakertrans tengah memonitor pekerja yang dirumahkan. Perusahaan tercatat yang mempekerjakan
Pemerintah
buruh diminta untuk melaporkan rencana kepada
mengumumkan bahwa pada 2009 akan terjadi
Depnakertrans yang bisa berakibat pada pengurangan
peningkatan pada dana pengentasan kemiskinan hingga
tenaga kerja. Depnakertrans juga menengarai akan
Rp78 triliun (USD7,1 miliar) dari alokasi Rp50 miliar pada
mengintensifikasi program transmigrasi sukarela bagi
2008 sebagai upaya untuk mengurangi tingkat
pekerja yang dipecat dari akibat krisis untuk direlokasi
kemiskinan, yang diperkirakan meningkat sebagai akibat
pada wilayah yang kurang terdampak krisis. Kementerian
dari krisis keuangan global.7 Dana pengentasan
juga menjalankan program untuk pelatihan kerja,
kemiskinan ini mendanai beragam program seperti
termasuk sektor padat karya, jejaring tenaga kerja, serta
program Bantuan Langsung Tunai (BLT), beras untuk
program pembangunan perumahan. Melalui program
golongan miskin dan Biaya Operasi Sekolah (BOS)
yang terakhir, Pemerintah bertujuan untuk membangun
sebagaimana program pendayagunaan seperti Program
antara 50.000 hingga 100.000 rumah, yang menyerap
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan
setidaknya 500.000 pekerja.8 Lebih jauh lagi, dengan
Program Keluarga Harapan (PKH). Pemerintah juga
berkoordinasi dengan departemen lainnya dan
mencari cara untuk meningkatkan alokasi buat program
Perusahaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek),
kredit kecil (KUR) yang menyasar pada usaha mikro dan
lembaga ini sedang berencana untuk menggunakan
kecil.
dana tanggung jawab sosial perusahaan untuk merancang program untuk membantu tenaga kerja yang
Dalam upaya untuk mengentaskan ekspor dari guncangan
dirumahkan dengan pinjaman modal kerja dengan bunga
kredit global dan memperkuat pendanaan ekspor, Dewan
hanya tiga persen setahun.
Perwakilan Rakyat pada Desember 2008 mengesahkan Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), yang akan menggantikan Bank Ekspor Indonesia (BEI) saat ini. Lembaga baru ini diharapkan memulai operasinya pada Juni 2009. Di mana BEI menyediakan pinjaman berbasis kolateral, LPEI akan mampu menyediakan pinjaman berbasis transaksi ekspor dan menyediakan asuransi serta jaminan kredit bagi perusahaan ekspor. Sebagaimana LPEI didesain untuk menakar risiko kredit dan asuransi, sedangkan bank komersial lainnya dan pemberi pinjaman tak mampu atau enggan menerimanya, lembaga ini diharapkan memberikan keuntungan pada khususnya bagi
PADA OKTOBER 2008,
Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, Perdagangan, Industri, dan Perumahan mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk membatasi kenaikan upah minimum regional guna membantu keberlangsungan perusahaan, meskipun sedang terjadi penurunan ekonomi global. Keputusan ini dibuat dalam konteks keprihatinan bahwa perundingan tahunan akan menghasilkan upah minimum nasional naik di atas kemampuan perusahaan manufaktur untuk mengatasi penurunan ekonomi global dan dalam upaya untuk menyediakan jaring pengaman untuk mengatasi PHK.
23
KetenagaKERJAAN Prakarsa Surat Keputusan Bersama ini mengandung
dukungan untuk itu. Rencana ini diharapkan
klausul yang mencakup kenaikan upah regional tidak
memasukkan pelatihan kewirausahaan, pendidikan
boleh melebihi tingkat pertumbuhan ekonomi namun
keuangan, pelatihan kerja di antara lainnya. Departemen
setelah serangkaian protes oleh serikat pekerja,
Luar Negeri telah mengambil langkah untuk kedutaan-
ketentuan ini dimodifikasi sehingga kenaikan upah ini
kedutaan Indonesia untuk membantu pekerja yang
setara dengan tingkat inflasi pada wilayah yang
menghadapi pemecatan mengklaim hak-hak mereka.
bersangkutan. Ketentuan ini juga menetapkan upaya
Pada tengah Desember 2008, Menteri Tenaga Kerja
lainnya yang didesain untuk mendayagunakan ekonomi
mengindikasi bahwa 250.000 buruh migran yang ada di
lokal melawan kelesuan dari krisis global. Hal ini
luar negeri, kebanyakan semi-trampil, telah pulang
mencakup aksi oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
kampung sebelum kontrak mereka habis karena majikan
memperkuat kerja sama tripartit di bawah forum tripartit
mereka dihantam krisis keuangan. Para pengusaha
nasional, untuk mendorong komunikasi efektif antara
tersebut kebanyakan dari Malaysia, Republik Korea,
majikan dan pekerja serta memperbaiki efisiensi proses
Hong Kong (Cina) dan negara Timur Tengah.10 D
mediasi untuk memecahkan konflik dan menghindari PHK.
(Catatan Kaki) 1
IMF: Regional Economic Outlook: Asia and Pacific (Washington, D.C., November 2008).
2
Bloomberg: “Indonesia Cuts Interest Rate by Surprise Half Point”, January 7, 2009.
3
Jakarta Post: “Stimulus to spur economy to 5%”, January 6, 2009 .
4
Jakarta Globe: “Business leaders cast doubt over stimulus package impact”, January 7, 2009.
5
Forbes: “Indonesia plans $9.2 bln infrastructure bill in 2009”, December 24, 2008.
6
Jakarta Post: “Infrastructure projects key to safeguarding economy”, January 5, 2009.
7
Jakarta Post: “Govt prepares Rp 72t poverty fund”, December 15, 2008.
8
Jakarta Post: “Govt expects to create 2.6 million new jobs”, January 6, 2008.
9
Jakarta Post: “Labor unions warn of mass layoffs”, January 3, 2009.
10
Jakarta Post: “250,000 migrant workers sent home”, December 18, 2008.
Serikat pekerja juga mendesak Pemerintah untuk mendirikan pusat krisis sebagai forum untuk mitra tripartit dan para pakar untuk bertemu dan membahas strategi pencegahan PHK serta menyediakan bisnis dengan pinjaman untuk pemotongan pembayaran.9 Pemerintah saat ini sedang berproses menyiapkan rencana untuk membantu pengembalian pekerja migran yang ada di luar negeri, yang mana ILO memberikan
MENGIDENTIFIKASI langkah kebijakan ©Rakyat Merdeka
Dari kiri ke kanan: Ekkehard Ernst (Ekonom Senior dari Lembaga Internasional untuk Studi Ketenagakerjaan), Guntur Witjaksono (Kepala Kerjasama dan Administrasi Internasional, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi) dan Alan Boulton, Direktur ILO untuk Indonesia.
ILO membuat perkiraan dampak krisis keuangan global dan berperan serta dalam forum-forum yang berbeda mendiskusikan dampak krisis keuangan global terhadap Indonesia serta mengidentifikasi langkah kebijakan yang sesuai. Pada 2 Desember 2008, Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi menggelar “Diskusi Meja Bundar Tingkat Tinggi tentang Isu Lapangan Kerja dan Kebijakan Makro
24
yang Saling Bertalian di Indonesia” dalam mempersiapkan pilihan kebijakan dari dampak krisis keuangan global terhadap tenaga kerja Indonesia. Duncan Campbell, Direktur Bidang Anamisis Ekonomi dan Pasar Kerja di ILO Jenewa dan Kee Beom Kim, Ekonom untuk ILO Kantor Jakarta, menyediakan presentasi untuk memenuhi permintaan Kementerian selama diskusi Meja Bundar tersebut. Pada 16 Desember 2008, ILO juga menyelenggarakan diskusi meja bundar tentang dampak krisis keuangan global pada dunia kerja, mengikuti peluncuran laporan regional Laporan Dunia Kerja 2008: Ketidaksetaraan Pendapatan dalam Masa Globalisasi Keuangan, yang dipublikasi oleh Lembaga Internasional ILO untuk Kajian Tenaga Kerja. Pertemuan ini menyoroti kebutuhan untuk memantau secara dekat situasi ketenagakerjaan, terutama dampaknya pada ekonomi informal dan kaum miskin yang bekerja, memperkuat pengumpulan informasi pasar tenaga kerja serta analisis untuk semacam pemantauan, dan kebutuhan untuk memperkuat dialo tripartit dalam mengidentifikasi pilihan kebijakan yang sesuai dalam menghadapi dampak krisis keuangan dan menciptakan iklim hubungan industrial yang menyenangkan. D
ILO di
CupLIKAN
TV
Tantangan Kawula Muda Indonesia ©ILO/ILO Jakarta
ILO bekerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengembangkan enam episode program talkshow tentang peluang kerja bagi kawula muda yang berjudul “Tantangan Kawula Muda” (Indonesian Youth Challenge). Bincang-bincang berdurasi 30 menit tersebut disiarkan oleh TV One, salah satu televisi swasta terkemuka, tiap Minggu pagi pada pukul 10.00 – 10.30 mulai 14 September hingga 19 Oktober 2008. Acara talkshow ini mengangkat beragam isu tentang peluang kerja bagi kaum muda, mulai dari masalah pengangguran di usia muda, program pelatihan bagi pemuda, hingga program kewirausahaan bagi kaum muda serta kemitraan lembaga publikswasta. Acara ini dipandu oleh Sofie Navita, seorang aktris. D
Talkshow Pengembangan Dialog berkaitan dengan hubungan industrial, khususnya pada level perusahaan, serta masalah tentang buruh migran,” kata Gita Lingga, Humas ILO. D ©ILO/ILO Jakarta
ILO berkolaborasi dengan QTV menyiarkan tiga episode acara talkshow bersama—selama 30 menit, dengan mengangkat isu yang berkenaan dengan hubungan industrial serta pekerja migran di Indonesia, pada November hingga Desember 2008. QTV membidik pemirsa kelas eksekutif, dalam bentuk program gaya hidup para eksekutif, hiburan, dunia usaha, pendidikan, serta informasi. Stasiun televisi ini mengudara sebagai TV kabel berlangganan serta layanan TV satelit berbayar di Indonesia. Acara bincang-bincang pertama membahas hubungan industrial di Indonesia, episode kedua mengulas kerja sama karyawan-manajemen, sedangkan yang ketiga mengupas kondisi buruh migran. Program acara ini menyajikan konstituen tripartit ILO mulai dari pemerintah, pengusaha, maupun pekerja. “Acara ini merupakan bagian dari upaya ILO untuk membangkitkan kesadaran tentang isu-isu yang
Pertemuan Regional Ketiga untuk Asia dan Pasifik ©ILO/ILO Jakarta
PERTEMUAN
Komite Regional Ketiga untuk Asia dan Pasifik diselenggarakan di New Delhi dari 1 hingga 5 September 2008. Dua puluh satu perwakilan (10 laki-laki dan 11 perempuan) dari 14 kantor di tingkat regional dan Jenewa menghadiri pertemuan ini. Pertemuan ini merupakan perpaduan pertemuan dengan pelatihan. Pertemuan ini diakhiri dengan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi menyangkut perkembangan karir, kondisi kerja dan tunjangan. D
25
WawanCARA ©ILO/ILO Jakarta
Sistem Indonesia ‘kondusif’
bagi GERAKAN BURUH Sepuluh tahun lalu pada bulan ini, September 2008, Indonesia meratifikasi Konvensi ILO No. 87/1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Hak-hak Pekerja untuk berorganisasi di bawah Undang-Undang No. 21/2000 yang telah melahirkan tiga konfederasi serikat pekerja besar, 87 federasi, dan lebih dari 3.000 kelompok serikat pekerja di tingkat perusahaan di seluruh negeri. Direktur Eksekutif ILO untuk Standar Perburuhan Kari Tapiola, yang menyaksikan ratifikasi konvensi tersebut, berbagi hasil amatan dan komentar tentang gerakan serikat pekerja dalam kurun satu dekade terakhir. Berikut penuturannya kepada jurnalis Jakarta Post Ridwan Max Sijabat pada 8 Setember 2008. Pertanyaan: Bagaimana Anda mengamati Pertanyaan perkembangan gerakan serikat pekerja dalam kurun sepuluh tahun lalu? Apakah Anda menemukan sistem dan kondisi politik kondusif bagi gerakan serikat pekerja demokratik? Jawaban: Sistem politik kondusif bagi gerakan pekerja demokratik, namun kaum pekerja dan serikat harus menentukan gerakan macam apa yang hendak mereka miliki. Sejak ratifikasi Konvensi ILO No. 87, hal ini begitu memungkinkan. Reaksi pertama, yang tak mengejutkan, adalah fragmentasi, pembentukan organisasi baru serta pecahan dari yang lama. Saat ini, beberapa konsolidasi lanjutan akan berguna, seperti persatuan dengan sukarela memberikan kekuatan lebih bagi para pekerja.
Bagaimana komentar Anda tentang meningkatnya jumlah serikat pekerja? Apakah serikat-serikat ini efektif dalam memperbaiki posisi tawar kolektif pekerja di mata pengusaha? Sebuah sistem dengan dua hingga empat serikat pekerja besar di tingkat nasional dapat berfungsi baik jika organisasi tersebut dapat bekerja sama secara memadai di antara mereka. Namun jika terdapat banyak organisasi kecil, begitu sukar untuk menentukan apa posisi kolektif kaum buruh itu. Dan ini sulit untuk bernegosiasi secara efisien dengan para pengusaha, yang juga memerlukan rekanan yang representatif. Fragmentasi serikat pekerja bukanlah minat bagi para pengusaha.
Apa komentar Anda tentang abainya para pekerja tertentu terhadap konvensi ILO, campur tangan pejabat keamanan dalam perselisiha kerja serta keretakan internal di antara serikat pekerja? Beberapa reaksi ini menunjukkan bahwa hubungan industrial di Indonesia masih dalam masa peralihan. Pengusaha harusnya tidak melibatkan polisi; tekanan atau penegakan hukum harus mengamankan hubungan kerja dan konflik serta pekerja harus berkonsentrasi pada negosiasi. Pemogokan pada umumnya seharusnya hanya dilakukan jika perundingan gagal – dan bahkan pemogokan harus diselesaikan dengan perundingan bukan oleh tekanan.
26
Bagaimana ILO menanggapi laporan tentang pelanggaran kebebasan berserikat di Indonesia? Apakah ILO telah mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia atau komite para pakar telah mengkaji isu tersebut? Sejak 1950-an, 14 komplain telah dibuat bersama-sama dengan Komite ILO untuk Kebebasan Berserikat. Jumlah ini termasuk kasus-kasus serius sebelum 1998. Komite Pakar ILO juga telah membuat komentar. Rekomendasi disusun untuk semua kasus tersebut. Lima kasus kini belum tuntas dan informasi perkembangan selanjutnya ditunggu-tunggu oleh Komite Kebebasan Berserikat. Pemerintah baru saja mengirimkan informasi ini maupun berjanji akan melakukannya. Isu saat ini memberikan perhatian pada keterlibatan militer di tempat kerja, pemecatan anggota serikat pekerja serta menghukum aktivis serikat pekerja untuk “tindakan tak menyenangkan”. Konsep ini membingungkan dan harus dijernihkan. ILO juga menyerukan beberapa amandemen (pasal 160 dan 335) ketentuan pidana (KUHP).
Bagaimana ILO memfasilitasi kesadaran nasional tentang dasar-dasar konvensi ILO, terutama di antara pengusaha dan investor di negara ini? Hal ini secara alamiah dilakukan melalui kerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), yang bagi ILO asosiasi tersebut memang mewakili kalangan pengusaha Indonesia. Apindo sangat aktif bekerja sama dengan ILO. Kami dapat membantu mengembangkan materi maupun memberikan saran-saran ahli.
Apa pendapat Anda tentang fakta bahwa hanya 3,3 juta dari 35 juta buruh sektor formal di Indonesia yang telah berserikat dan hanya minoritas kecil dari lebih 200.000 perusahaan yang telah menandatangani kesepakatan ketenagakerjaan kolektif dengan pekerja mereka, sementara hanya 7,9 juta pekerja yang ambil bagian dalam program jaminan sosial? Jika sekitar 10 persen pekerja di sektor formal berorganisasi, sebenarnya hal ini memberikan basis bagi serikat untuk membuat pandangan mereka terdengar tentang masalah ketenagakerjaan. Dalam banyak cara, cakupan kesepakatan kerja bersama lebih menonjolkan
WawanCARA jumlah dan jika jumlahnya rendah, betapa penting untuk mengacu pada sistem upah tetap secara keseluruhan. Perluasan dari ketersediaan jaminan sosial bergantung pada semua pengampu kebijakan nasional.
Apa yang diperlukan guna meningkatkan kesadaran pengusaha dan pekerja pada standar internasional ketenagakerjaan seperti kebebasan berserikat, daya tawar kolektif, perlakuan setara, keluar dari jerat perburuhan anak serta perlindungan kerja? Melalui informasi, seminar dan penyatu-paduan implikasi dari hak-hak asasi pekerja ke dalam program pelatihan yang berbeda (misalnya pelatihan polisi). Hak di tempat kerja termasuk hak-hak keduanya, baik pekerja maupun pengusaha.
Apa kontribusi ILO pada pendidikan pekerja dalam meningkatkan keterampilan tawar mereka? Apa perannya bahwa pengusaha harus turut serta dalam meningkatkan kompetensi dan produktivitas pekerja? Ada peran besar bagi informasi bipartit dan kegiatan pelatihan, bagi kedua pihak, pengusaha maupun perwakilan serikat. Hak kebebasan berserikat adalah mutlak—namun metode untuk menerapkannya dalam praktik melalui dialog dan negosiasi, yang berarti mencari solusi yang memungkinkan secara ekonomis maupun humanis. Seperti
Age Agenda
Januari – Mei 2009
• Pelatihan untuk Pelatih tentang Mencegah Penyebaran Flu Burung bagi Pekerja (APPSI) , Puncak, Jawa Barat, 27 – 28 Januari • Pelatihan untuk Pelatih tentang Mencegah Penyebaran Flu Burung bagi Pekerja (KSBSI, KSPI dan KSPSI), Banten, 30 – 31 Januari dan Semarang, Jawa Tengah, 6 – 7 Februari • Peluncuran survei tentang perjanjian kerja bersama, Jakarta, akhir Januari • Lokakarya ILO/Apindo tentang Membantu Usaha Kecil Menengah (UKM), Jawa Barat, 12 – 13 Februari; Banten, 24 – 25 Februari; Jawa Tengah, 24 – 25 Maret; Jawa Timur, 22 – 23 April; dan Bali, 26 – 27 Mei • Simposium Nasional tentang Serikat Pekerja dan Krisis Global, Jakarta, 16 Februari • Pelatihan untuk Pelatihan tentang Memulai Usaha Sendiri, Jakarta, 16 – 26 Februari • Strategi Provinsi tentang Ketenagakerjaan Muda, Jawa Timur, 19 – 20 Februari
yang telah saya utarakan, serikat pekerja yang representatif dan kompeten juga merupakan minat dari para pengusaha. Alih daya (outsourcing) dan sistem berbasis kontrak diperbolehkan oleh undang-undang ketenagakerjaan telah dianggap sebagai ancaman besar bagi kebebasan berserikat. Apa komentar Anda? Alih daya dapat benar-benar menjadi sebuah ancaman jika hal ini digunakan untuk menghindari perundingan dengan serikat pekerja. Hal ini harusnya jangan digunakan untuk melemahkan maupun memotong serikat pekerja.
Apa pendapat Anda tentang upaya bipartit dari pengusaha dan serikat pekerja untuk menyelesaikan perselisihan industrial? Kerjasama bipartit membuat kerja sama tripartit dan hubungan industrial sehat dan kuat. Hal ini harusnya diperjuangkan dengan kuat.
Apa yang perlu dikerjakan oleh serikat pekerja di masa mendatang untuk memaksimalkan kebebasan berserikat dan memperkuat legitimasi mereka dalam mewakili kaum pekerja? Serikat pekerja perlu mengorganisir dan mencari cara untuk bekerja sama dengan lebih baik dengan serikat lainnya. Kebanyakan persaingan di antara serikat pekerja senantiasa menyakiti pekerja itu sendiri. D
• Diskusi Panel tentang Jaminan Sosial, Jakarta, 24 Februari • Seminar Regional ILO/ASEAN/Proyek Jepang tentang Hubungan Industrial, Bogor, Jawa Barat, 26 – 27 Februari • Lokakarya Membuat Keuangan Mikro Berhasil, Jakarta, 16 – 20 Maret • Pelatihan untuk Pelatih mengenai Memulai Usaha Sendiri, Jakarta, 16 – 26 Maret • Lokakarya Pelecehan Seksual, Jakarta, Maret • Pelatihan Memulai Usaha Sendiri, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Sumatra Utara, Lampung, Jambi, Banten, Riau, dan Kepulauan Riau – Maret hingga November • ILO 90 Tahun, Jakarta, April • Konferensi Ketenagakerjaan Muda Nasional, Jakarta, 27 – 28 April • Pelatihan Pengusaha yang Efektif, Bali, 30 Maret – 2 April • Perayaan Hari Dunia Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 28 April • Peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei
27
Pojok KARYAWAN ©ILO/ILO Jakarta
KUNJUNGAN WISATA: Setiap dua tahun sekali, Perkumpulan Karyawan ILO Jakarta menyelenggarakan kunjungan wisata bagi semua karyawan ILO Jakarta. Pada Agustus 2008, sekitar 25 karyawan ILO ke Yogyakarta dan Solo selama tiga hari, mengunjungi, di antaranya, proyek percontohan ILO di Bantul dan Kampung Laweyan. “Kunjungan wisata ini merupakan salah satu upaya untuk mempererat keakraban dan bersantai di luar kantor,” ujar Gita Lingga, Perwakilan Perkumpulan Karyawan ILO Jakarta. D Staf ILO mengunjungi Kampung Laweyan di Solo, Jawa Tengah. ©G. Lingga/ILO Jakarta
TIM FUTSAL:
Tim Futsal ILO dibentuk setahun yang lalu dan berlatih secara rutin tiap Sabtu. Sejumlah pertandingan persahabatan dengan para mitra dari serikat pekerja, organisasi pengusaha dan organisasi lainnya telah digelar. “Kami kini memiliki seragam baru dan siap bertanding. Ini bukan masalah kalah atau menang. Yang terpenting adalah kebersamaan dengan para mitra kami dan menjaga kebugaran dengan berolah raga di saat yang sama,” ujar Peter van Rooij, Wakil Direktur ILO yang juga manajer tim. D
(dari kiri ke kanan): Mustofa Idrus, Asuhaidi, Peter van Rooij, John Lindsay (baris pertama), Albert Y. Bonasahat, Hari Murdiyanto, Yansen Hutapea, Joko Purnomo, Lukman Hadi (baris kedua) ©ILO/ILO Jakarta
Yansen Hutapea dan Asuhaidi – dua karyawan yang mewakili ILO dalam program ini.
Smart Workers adalah bincangbincang radio interaktif, kerja sama ILO dengan radio SmartFM yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak mendasar di tempat kerja. Bagi Anda yang tertarik mempelajari lebih lanjut tentang isu ketenagakerjaan, simak terus 95,9 FM! Kontak: (021) 398 33 888 SMS: 0812 1112 959
28
ILO PEDULI LINGKUNGAN: ILO berpartisipasi dalam Go Green Programme yang digelar Grup Toyota Astra di Taman Nasional Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, dari 23 – 25 Januari 2009. ILO menanam sekitar 60 pohon yang akan dipelihara oleh masyarakat setempat di Desa Sapit, sebuah desa tua nan indah yang berada di lingkungan Taman Nasional Rinjani, bersama dengan WWF dan pemerintah setempat. D