“RAKUT SITELU”
DESKRIPSI KARYA SENI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S2 Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Minat Studi Penciptaan Musik
diajukan oleh : Brepin Tarigan 13211135 Penciptaan Seni Musik
Kepada PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) SURAKARTA 2016
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui dan disahkan oleh pembimbing Surakarta, 04 Februari 2016 Pembimbing
Prof. Dr. Pande Made Sukerte. S.Kar, M.Si NIP. 195312311976031014
i
DESKRIPSI KARYA SENI
“RAKUT SITELU”
Disusun dan disajikan oleh : Brepin Tarigan 13211135 Telah dipertanggungjawabkan di depan dewan penguji Pada tanggal 04 Februari 2016 Susunan Dewan Penguji Pembimbing
Dewan Penguji
Prof. Dr. Pande Made Sukerta, S.Kar., M.Si. NIP. 195312311976031014
Dr. Aton Rustandi M. M.Sn. NIP.197106301998021001
Penguji Utama
Prof. Dr. Rahayu Supanggah, S.Kar. NIP. 194908291976031001
Deskripsi Karya Seni ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan memperolah gelar Magister Seni (M.Sn.) pada Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Surakarta, 04 Februari 2016 Direktur Pascasarjana
Dr. Aton Rustandi Mulyana, M.Sn. NIP 197106301998021001 ii
ORISINALITAS KARYA SENI Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: Nama
: Brepin Tarigan
Tempat, tanggal lahir
: Seribujandi, 08 Februari 1988
Alamat
: Jl. Kota Cane GG Rumah Buah Kelurahan Laucimba Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo Medan SUMUT 22114
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya komposisi musik “Rakut Sitelu” ini benar-benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan karya lain. Atas pernyataan
ini,
saya
siap
menanggung
resiko/sangsi
yang
dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Surakarta, 04 Februari 2016 Pengkarya
Brepin Tarigan
iii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya penyusunan proposal karya seni ini dapat terselesaikan dengan baik. Penghargaan dan ucapan rasa terima kasih yang sedalamdalamnya pengkarya persembahkan untuk : 1. Prof. Dr. Sri Rochana W, S.Kar selaku Rektor Institut Seni Indonesia (ISI)
Surakarta, yang telah memberikan segala
fasilitas hingga pengkarya bisa menyelesaikan studi dengan baik dan lancar. 2. Dr. Aton Rustandi M. M.Sn, selaku Direktur Pascasarjana InstitutSeniIndonesia
(ISI)
dewanpenguji
selalu
semangat
bagi
yang
Surakartadan
pengkarya
juga
memberikan untuk
lebih
sebagai
motivasidan serius
dalam
S.Kar.,M.Si,
selaku
menyelesaikan karya akhir ini. 3. Prof.
Dr.
Pande
Made
Sukerta,
pemimbing karya dan tempat pengkarya untuk berkeluh kesah selama proses perkuliahan hingga akhir perkuliahan. Beliau menjadi sosok panutan bagi pengkarya. 4. Prof. Dr. Rahayu Supanggah, S.Kar selaku Penguji Utama yang juga memberikan motivasi pengkarya untuk terus menciptakan karya-karya “baru”.
iv
5. Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan didikan dan dorongan
keilmuan
selama
pengkarya
menjalani
perkuliahan. 6. Tenaga Administrasi Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Surakarta,
yang
telah
memberikan
kelancaran
proses
pengurusan perkuliahan hingga tugas akhir. 7. Dr. Pulumun Ginting, M.Sn yang selalu memberi motivasi untuk menyelesaikan karya musik “Rakut Sitelu”. 8. UPTD Taman Budaya Jambi, yang memberi tempat dan fasilitas untuk berkarya. 9. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Darwan Tarigan dan Rusmin Br Perangin-angin, yang tanpa keluh kesah mendoakan
dan
selalu
memberi
motivasi
agar
selalu
menjalankan apapun dengan tekun. 10. Abngda Hendry Perangin-angin yang sudah seperti ayah dan sahabat dalam setiap permasalahan baik itu terkait karya, instrument maupun materi. 11. Muklis Hasbullah, M.Sn yang menjadi teman berdiskusi terkait konsep penggarapan karya musik “Rakut Sitelu”. 12. Abang Arianto Tarigan beserta isteri, Kak Andriati br Tarigan Beserta Suami,
Kak Elvi Sukaisih br Tarigan
Beserta Suami, Kak Sarima br Tarigan beserta suami, dan Devi Septiani br Purba yang tanpa henti selalu mendorong
v
dan
memotivasi
untuk
tidak
patah
semangat
dalam
berkarya. 13. Keluarga besar Rumah Karya Indonesia yang tidak kenal lelah dalam membantu mencari dana untuk pertunjukan karya musik “Rakut Sitelu”. 14. Keluarga besar Bale Marojahan yang sudah menyediakan tempat latihan buat pengkarya 15. Andi Hutagalung yang sudah sangat lelah megikuti setiap latihan pengkarya untuk didokumentasikan. 16. Teman-teman De Tradisi yang selalu siap kapanpun untuk melakukan proses penggarapan karya “Rakut Sitelu”. 17. Kawan-kawan Indonesia
se-BP
(ISI)
2013
Pascasarjana
Surakarta,
terima
Institut
Seni
kasih
atas
kekeluargaannya. 18. Teman-teman Kost D’Jack Ijo, terima kasih atas dukungan selama bersama-sama. 19. Seniman, Sastrawan, dan Budayawan Medan, yang telah banyak memberikan tambahan pemikiran materi kepada pengkarya.
vi
Akhir
kata
dengan
segala
kerendahan
hati
akan
membuahkan kesempurnaan, ketika timbul kritikan dan saran yang positif, dengan ini pengkarya masih memerlukan bimbingan dari segala pihak untuk menuju kesempurnaan tersebut.
Surakarta, 04 Februari 2016 Pengkarya
Brepin Tarigan
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ..................................................... ii ORISINALITAS KARYA SENI................................................ iii KATA PENGANTAR .............................................................. iv DAFTAR ISI .......................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Karya ...................................................... 1 B. Pembicaraan Rujukan ..................................................... 12 C. Tujuan dan Manfaat ........................................................ 15 BAB II KEKARYAAN ............................................................. 17 A. Gagasan .......................................................................... 17 B. Garapan .......................................................................... 20 C. Bentuk Karya .................................................................. 21 D. Media .............................................................................. 24 E. Deskripsi Karya ............................................................... 25 BAB III PROSES PENCIPTAAN KARYA ................................ 37 A. Observasi ........................................................................ 37 B. Proses Berkarya............................................................... 39 C. Hambatan dan Solusi ...................................................... 40 BAB IV PERGELARAN KARYA ............................................. 42 A. Sinopsis .......................................................................... 42 B. Deskripsi Lokasi .............................................................. 43 C. Penataan Pentas .............................................................. 45 D. Durasi Karya ................................................................... 47 viii
E. Susunan Acara ................................................................ 47 F. Pendukung Karya ............................................................ 48 DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 53 LAMPIRAN ......................................................................... 54
ix
Daftar Gambar 1. Gambar 1 Wawancara dengan masyarakat desa Dokan Hal. 37 2. Gambar 2 Siwaluh Jabu Hal. 38 3. Gambar 3 Saat mengadakan Pra Event Dokan Arts Festival Hal. 39 4. Gambar 4 Denah Lokasi Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu” Hal. 45 5. Gambar 5 Tata pentas pertunjukan karya musik “Rakut Sitelu” Hal. 46
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan seni budaya. Masing – masing
seni budaya tersebut berasal dari
bermacam – macam suku yang mendiami wilayah Indonesia. Seni budaya yang beragam tersebut mempunyai ciri – ciri yang dapat membedakan satu suku dengan suku lainnya, sekaligus menjadi ciri – ciri tersendiri bagi suku tersebut. Bangsa Indonesia, memilki aneka ragam corak budaya yang secara tradisional lahir dari pemikiran-pemikiran, kebiasaankebiasan yang terkait erat dengan kondisi lingkungan dimana dikelompok masyarakat itu berada, dari uraian diatas sudah selayaknya kita yang hidup sebagai bagian dari suatu kelompok masyarakat memiliki kewajiban untuk mempertahankan dan melestarikan budaya dari leluhur kita, yang telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, dan pada akhirnya kita juga akan mendapat giliran untuk mewariskan budaya tersebut bagi setiap generasi berikutnya. Sumatera utara adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau Sumatera, Indonesia. Provinsi ini merupakan wilayah multi etnis yang di huni oleh banyak suku bangsa. Sumatera Utara pada dasarnya dapat dibagi atas :
1
Pesisir timur
Pegunungan bukit barisan
Pesisir barat
Kepulauan nias
Pesisir timur wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap dari pada wilayah lainnya.
Di daerah tengah
provinsi berjajar pegunungan bukit barisan. Di pegunungan ini ada beberapa dataran tinggi yang merupakan kantong – kantong konsentrasi penduduk. Tetapi jumlah hunian penduduk paling padat berada di daerah timur provinsi ini. Kabupaten Karo adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Di dataran tinggi Karo ini bisa ditemukan indahnya nuansa alam pegunungan dengan udara yang sejuk dan berciri khas daerah buah dan sayur. Karo merupakan salah satu sub etnis dari etnis Batak. Sama seperti tradisi lainnya di Batak, Karo juga memiliki ciri khas tersendiri dalam kebudayaan nya. Pada Undang – Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa pembangunan
kebudayaan
bangsa
,
adalah
pembangunan
kebudayaan yang timbul sebagai usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan asli yang terdapat di daerah-daerah, dan dimiliki sebagai puncak kebudayaan daerah, terhitung sebagai
2
kebudayaan bangsa, Usaha pemeliharaan kebudayaan, harus menuju ke arah kemajuan abad budaya dan persatuan dengan tidak
menolak
bahan
baru
dari
kebudayaan
sendiri,serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia (TAP – TAP MPR 1983 UUD 1945 P-4 GBHN 1983:13-20). Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama-sama oleh sebuah kelompok manusia yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi yang selalu dipengaruhi oleh norma adat – istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Musik merupakan bagian dari seni, sebagaimana juga bagian dari budaya yang tak terpisahkan dari diri manusia yang didalamnya terdapat ekspresi dan hasrat manusia akan keindahanya, sehingga orang dapat merasa terhibur dan menikmatinya. Kebudayaan
merupakan
hasil
cipta,
rasa,
dan
karsa
manusia, yang di dalamnya terkandung, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai makhluk sosial. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Kehidupan yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan atau kebiasaan yang dimiliki masyarakat itu sendiri.
3
Setiap daerah mempunyai bentuk kesenian yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Setiap daerah berupaya menjaga dan melestarikan keseniaan yang mereka miliki, dengan cara menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari. Kesenian pada masyarakat tradisional sangat kental dengan hal – hal yang berbau magis dan erat hubungannya dengan ibadah atau praktek ritual yang dilakukan masyarakat di daerah atau suku bangsa tersebut. Contohnya adalah tari Sang Hyang di Bali, yaitu tarian yang dilakukan dalam upacara keagamaan Hindu yang digunakan untuk berkomunikasi dengan dewa/dewi. Kuda lumping di Jawa dan beberapa tarian ritual lainnya di daerah masing – masing. Karo adalah salah satu suku bangsa dari banyak etnis yang ada di Kepulauan Sumatera, tepatnya di Propinsi Sumatera Utara. Suku bangsa atau etnis Karo mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan yang dimiliki oleh 7 etnis lainnya di Sumatera Utara seperti Batak Toba, Batak Simalungun, Pesisir Sibolga, Mandailing, Nias, Melayu, dan Dairi. Secara geografis, wilayah yang di tempati etnis Karo adalah: Kabupaten Karo (meliputi Tanah
Karo
simalem
dan
sekitarnya),
Kabupaten
Langkat,
Kabupaten Deli Serdang, Simalungun, dan Dairi. Selain itu, etnis Karo juga banyak menetap di beberapa wilayah Kota Medan, seperti : Deli Tua, Padang Bulan, Sunggal, dan lain-lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya bangunan jambur di tempat tersebut
4
Masyarakat etnis Karo yang mendiami dataran tinggi bagian utara Sumatera adalah salah satu etnis yang ada di Nusantara. Etnis Karo sebagai suatu kesatuan masyarakat memiliki konsep kehidupan yang mengatur hubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Konsep tersebut diturunkan secara turun temurun secara lisan, gerak, simbol, tertulis, maupun artefak melalui proses yang panjang. Konsep tersebut menjadi pegangan hidup masyarakat etnis Karo hingga saat ini. Untuk memahami masyarakat etnis Karo, seseorang harus terlebih dahulu memahami Sangkep Nggeluh.Sangkep Nggeluh jika diartikan adalah keutuhan hidup seseorang, Yang dimaksud dengan keutuhan yaitu unsur-unsur dalam adat istiadat yang mengatur masyarakat Karo. Jika seorang masyarakat etnis Karo tidak memiliki Sangkep Nggeluh, masyarakat itu boleh dikatakan belum sah menjadi orang Karo. untuk masyarakat pendatang yang menetap serta menikahi orang Karo, seseorang itu akan dicarikan Sanggkep Nggeluh-nya. Didalam Sanggkep Nggeluh masyarakat etnis Karo ada beberapa unsur yang menentukan Sangkep Nggeluh yaitu ; Merga Silima, Tutur Siwaluh, perkade-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada dan Rakut Sitelu. Merga Silima merupakan identitas orang Karo yang diambil dari Merga ayah atau disebut klan. Merga tersebut dicantumkan dibelakang nama seseorang. Merga dipakai sebagai nama belakang
5
laki-laki dan beru sebagai nama belakang perempuan. Merga dan beru
tersebut
diwarisi
secara
turun-temurun
berdasarkan
patrilineal (garis keturunan berdasarkan ayah), dengan tidak mengabaikan garis keturunan ibu yang disebut bere-bere. Sebagai contoh Erik merga tarigan bere-bere ginting untuk pria dan Elsa beru tarigan bere-bere sembiring untuk wanita. Masyarakat etnis Karo mempunyai lima induk merga (klan) yaitu:Tarigan, Ginting, Perangin-angin, Karo-karo dan Sembiring. Kelima Merga dan beru tersebut menjadi identitas masyarakat etnis karo dalam kehidupan bersosial dan berbudaya. Identitas merga dan beru tersebut sudah menunjukkan kalau sesorang itu adalah pria atau wanita. Merga dan beru pada masyarakat Karo menjadi sangat penting karena akan dipakai menjadi identitas untuk melakukan proses ertutur. Ertutur berasal dari kata er artinya sisipan kata yang menunjukkan kata kerja, dan tutur artinya tingkat hubungan kekerabatan (Darwin Prinst, 2006).1 Ertutur adalah proses untuk perkenalan atau mengenalkan seseorang untuk menentukan hubungan dalam tingkat kekerabatan pada masyarakat Karo dalam upacara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari dengan menanyakan apa merga (garis keturunan berdasarkan ayah) dan bere-bere (garis keturunan berdasarkan ibu). Proses ertutur dapat 1
Darwni Prins. Kamus Karo Indonesia 6
dipakai oleh setiap masyarakat Karo tidak hanya dalam satu lingkaran keluarga besar namun juga untuk orang yang tidak masuk dalam lingkaran tersebut sehingga bisa dikatakan semua orang Karo yang memiliki merga dan beru dapat menjadi kadekade atau saudara jika melakukan proses ertutur sehingga akan ketahuan posisinya dimana antara yang satu dengan yang lain. Masyarakat Karo mengenal delapan tutur yaitu :Sembuyak, Senina, Senina Sipemeren, Senina Siparibanen, Anak beru, Anak Beru Menteri, Kalimbubu,danPuang Kalimbubu. Kedelapan tutur ini disebut Tutur Siwaluh. Tutur Siwaluh akan memunculkan Perkadekaden Sepuluh Dua Tambah Sada. Perkade-kaden Sepuluh Dua Tambah Sada berasal dari kata perkade-kaden artinya hubungan persaudaraan secara strukstur sosial, sepuluh dua tambah sada artinya terdapat dua belas jenis hubungan persaudaraan secara struktur sosial, dan tambah sada diartikan sebagai orang luar yang masuk kedalam sistem struktur tatanan sosial masyarakat Karo dan kepada leluhur masyarakat Karo yang sudah meninggal. Adapun Sepuluh Dua Perkade-Kadeen itu adalah ;Bulang (kakek), Nini (nenek), Bapa (ayah), Nande (ibu), Bengkila (sebutan untuk suami dari saudara perempuan ayah), Bibi (sebutan untuk saudara perempuan ayah), Mama (sebutan untuk saudara pria dari ibu), Mami (sebutan untuk istri dari
7
saudara laki-laki ibu), Impal (sebutan untuk anak dari mama), Silih (sebutan untuk suami dari saudara perempuan), dan Berebere (sebutan untuk anak dari saudara perempuan). Merga si lima, Tutur Siwaluh dan Perkade-kaden Sepuluh Dua Tambah Sada diikat dan dirangkum oleh sistem Rakut si telu. Rakut Sitelu adalah sistem kekerabatan yang mengatur posisi dalam adat istiadat pada masyarakat Karo yang terbagi menjadi tiga yaitu Kalimbubu, Sukut, dan Anak Beru. Rakut adalah ikatan, si adalah kata penghubung yang, sedangkan Telu adalah Tiga (Darwin Prinst, 2006).2 Jadi Rakut Sitelu adalah tiga ikatan yang membentuk sebuah sistem tatanan sosial masyarakat Karo. Sistem ini membuat masyarakat etnis Karo terikat satu dengan lainnya, saling memiliki dan saling menghormati. Kalimbubu menjadi Dibata ni idah atau Tuhan yang tampak yang harus dihormati dan dihargai karena dalam keyakinan masyarakat Karo, Kalimbubu menjadi wakil Dibata di bumi dan pemberi dareh/ tendi (jiwa atau roh) kepada seseorang. Sedangkan Anak Beru menjadi “pelayan” atau pihak yang mengerjakan pekerjaan sukut dalam upacara adat maupun ritual dan Sukut adalah pihak tuan rumah dalam suatu upacara adat istiadat maupun ritual. Namun dalam sistem Rakut Sitelu ketiga posisi itu
2
Darwin Prinst. Kamus Karo Indonesia 8
akan berputar secara bergantian sehingga tidak ada kasta pada masyarakat etnis Karo. Untuk lebih memahami siapa kalimbubu, sukut, dan anak beru kita mengambil contoh dari upacara adat pernikahan. Sukut adalah orang yang menikah dan orang tuanya, sedangkan kalimbubu nya adalah pihak dari saudara pria beserta istri dari ibu (mama dan mami), dan anak beru adalah saudara perempuan yang menikah (turang) beserta saudara perempuan beserta suaminya dari ayah (bengkila dan bibi). Rakut Sitelu adalah sistem kekerabatan yang mengatur posisi dalam adat istiadat pada masyarakat Karo yang terbagi menjadi tiga yaitu Kalimbubu, Sukut, dan Anak Beru. Rakut adalah ikatan, si adalah kata penghubung yang, sedangkan Telu adalah Tiga (Darwin Prinst, 2006).3 Jadi Rakut Sitelu adalah tiga ikatan yang membentuk sebuah sistem tatanan sosial masyarakat Karo. Sistem ini membuat masyarakat etnis Karo terikat satu dengan lainnya, saling memiliki dan saling menghormati. Kalimbubu menjadi Dibata ni idah atau Tuhan yang tampak yang harus dihormati dan dihargai karena dalam keyakinan masyarakat Karo, Kalimbubu menjadi wakil Dibata di bumi dan pemberi dareh/ tendi (jiwa atau roh) kepada seseorang. Sedangkan Anak Beru menjadi “pelayan” atau pihak yang mengerjakan 3
Darwin Prinst. Kamus Karo Indonesia 9
pekerjaan sukut dalam upacara adat maupun ritual dan Sukut adalah pihak tuan rumah dalam suatu upacara adat istiadat maupun ritual. Namun dalam sistem Rakut Sitelu ketiga posisi itu akan berputar secara bergantian sehingga tidak ada kasta pada masyarakat etnis Karo. Untuk lebih memahami siapa kalimbubu, sukut, dan anak beru kita mengambil contoh dari upacara adat pernikahan. Sukut adalah orang yang menikah dan orang tuanya, sedangkan kalimbubu nya adalah pihak dari saudara pria beserta istri dari ibu (mama dan mami), dan anak beru adalah saudara perempuan yang menikah (turang) beserta saudara perempuan beserta suaminya dari ayah (bengkila dan bibi). Merga silima, tutur siwaluh, rakut sitelu dan perkade-kaden sepuluh dua tambah sada menjadi konsep yang mengatur tatanan sosial dalam masyarakat. Dewasa ini keberadaan Rakut si Telu pada masyarakat etnis Karo
menjadi
sesuatu
yang
bersifat
artifisial.
Fungsi
dan
maknanya seakan tidak begitu penting walaupun masih tetap dipakai dalam adat istiadat, pada prosesnya sering sekali makna dari sistem tersebut tidak berjalan semestinya dalam adat istiadat maupun kehidupan sehari-hari. Kalimbubu, Anak Beru, Senina atau Sembuyak terkadang tidak pada posisinya lagi jika yang bersangkutan adalah seseorang yang memiliki jabatan dan orang
10
yang terpandang secara ekonomi. Menurut pengkarya hal ini adalah sebuah fenomena yang menggambarkan ketimpangan sosial yang berpotensi membangun sebuah paradigma baru dalam hubungan tatanan sosial masyarakat Karo. Sebagai seorang
masyarakat
karo
memiliki
jabatan
contoh jika
yang
tinggi
di
pemerintahan akan terus membawa status jabatannya kedalam struktur sosial adat. Kemudian, ketika seseorang itu memiliki harta yang banyak (orang kaya) akan membawa statusnya kedalam struktur sosial adat. Hal ini akan membuka potensi kaburnya status seseorang dalam struktur sosial adat pada masyarakat Karo. Fenomena tersebut akan diterjemahkan melalui idiom bunyi bersumber dari kesenian tradisional masyarakat Karo, disajikan dalam format seni pertunjukan berjudul
“RAKUT
SITELU”. Karya ini sebagai bentuk kritik terhadap fenomena tatanan sosial yang terjadi saat pada masyarakat Karo di Kabupaten Taneh Karo
11
B. Pembicaraan Rujukan Terlahir dari keluarga etnis Karo membuat ikatan yang sangat kuat terhadap kebudayaan Karo. Ayah yang hidup dari kesenian Karo menghantarkan bunyi-bunyian instrument ke alam bawah sadar pengkarya sejak kecil. Hal ini membuat rekaman yang kuat ke dalam ingatan pengkarya mengenai sajian musik tradisi etnis Karo sebagai acuan dalam membuat karya seni pertunjukan. Melihat dan merasakan pergeseran esensi Rakut Sitelu dalam proses adat dan kehidupan sosial etnis Karo, memberikan gagasan pada pengkarya untuk menggali kembali Rakut Sitelu sesuai dengan esensinya melalui peristiwa musikal berbentuk seni pertunjukan. Peristiwa musikal yang digunakan diambil dari idiom seni tradisi etnis Karo. Selain dari pengalaman tersebut pengkarya juga mempunyai pengalaman ikut berperan dalam dua karya musik yang menurut pengkarya dapat menjadi tinjauan yaitu “Senggulat Mbacang” karya Pulumun Petrus Ginting dan “Runggu” karya Hendri Perangin – angin. 1. Senggulat Mbacang Karya Pulumun Petrus Ginting Senggulat Mbacang adalah karya dari Pulumun Petrus Ginting yang bersumber dari cerita rakyat dalam masyarakat etnis Karo. Dalam karya ini banyak idiom-idiom dari kesenian etnis Karo yang ditemukan kembali serta diolah sedemikian rupa dalam konteks pertunjukan yang baru. Senggulat Mbacang adalah cerita
12
rakyat pada masyarakat etnis Karo yang menceritakan seorang putri bernama Rudang Bulan yang dihadiahi seekor kuda oleh ayahnya karena merasa putri sudah dewasa. Untuk mengurus kuda tersebut raja memerintahkan seorang pemuda bernama Tare Iluh untuk mengasuh dan menjaganya. Kedekatan putri dan pengasuh kuda menumbuhkan benih-benih cinta, namun karena putri sadar akan cinta terlarang itu mereka memutuskan untuk lari dari kerajaan. Dalam cerita rakyat Senggulat Mbacang ada nilai-nilai pengorbanan,perjuangan yang ada dan dihadirkan dalam bentuk pertunjukan musik oleh sang komposer.
Dalam
karya musik Senggulat Mbacang, seorang Pulumun Petrus Ginting menawarkan musik tradisi yang variatif dan fleksibel serta tidak hanya
memakai
menggabungkan
instrument
semua
musik
instrument
musik
Karo, yang
melainkan ada
pada
masyarakat Batak dan Melayu. Persamaan karya musik Rakut Sitelu dengan karya musik Senggulat Mbacang karya Pulumun Ginting adalah sama-sama bersumber dari idiom musik tradisional Karo namun, yang membedakan karya musik Rakut Sitelu dengan karya musik Senggulat Mbacang adalah jika dalam karya musik Senggulat Mbacang Pulumun Ginting menterjemahkan cerita rakyat melalui idiom musik Karo yang tidak dikaitkan dengan filosofi hidup masyarakat Karo. Sedangan dalam karya musik Rakut Sitelu,
13
pengkarya menciptakan musik yang bersumber dari filosofi masyarakat Karo dengan sumber bunyi dan rhitemnya dari musik tradisi Karo. 2. Runggu Karya Hendrik Perangin-angin Runggu adalah suatu proses musyawarah dalam masyarakat etnis Karo untuk mencapai kesepakatan baik dalam adat istiadat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hendrik perangin-angin sebagai komposer melihat proses runggu ini tidak hanya menjadi peristiwa budaya melainkan juga peristiwa bunyi karena, dalam runggu banyak pantun dan bunyi-bunyian yang tanpa disengaja ada
ditengah-tengah
berjalannya
proses
runggu.
Menyadari
peristiwa tersebut dapat menjadi sumber gagasan untuk membuat karya musik Hendri Perangin-angin menterjemahkan bunyibunyian dan pantun tersebut menjadi satu komposisi musik dengan menggunakan tujuh instrument kulcapi. Alasan seorang Hendri Perangin-angin memakai tujuh kulcapi juga dikaitkan dengan angka tujuh pada masyarakat Karo yang artinya pitut liahliah (menutup hal yang tidak baik). Ada beberapa persamaan dalam karya musik Rakut Sitelu dengan Karya Musik Runggu dimana keduanya bersumber dari idiom musik Karo yang juga dikaitkan dengan hitungan pada masyarakat Karo namun, yang membedakan karya musik Rakut Sitelu dengan karya musik Runggu adalah dalam karya musik
14
Runggu Hendri Perangin-angin hanya memakai angka tujuh untuk jumblah instrument yang dipakai namun tidak menjadi hitungan rhitem sedangkan, dalam karya musik Rakut Sitelu pengkarya juga memakai hitungan tersebut menjadi dasar rhitem dan jumblah pemain Melihat persamaan dan perbedaan karya musik Rakut Sitelu dengan Karya Musik Senggulat Mbacang dan Runggu jelas terlihat bahwa sumber gagasan dan tekhnik penggarapan dalam karya musik Rakut Sitelu tidak meniru baik secara gagasan, ide dan tekhnik penggarapan melainkan hanya dijadikan rujukan dalam menciptakan karya musik “baru”. C. Tujuan Dan Manfaat Adapun tujuan dan manfaat yang ingin pengkarya capai dalam karya musik Rakut Sitelu adalah sebagai berikut: Tujuan : 1. Menerjemahkan
sistem
Rakut
Sitelu
dalam
bentuk
musical sajian seni pertunjukan. 2. Menggali nilai-nilai kearifan lokal yang ada di dalam sistem Rakut Sitelu melalui peristiwa musikal. 3. Menyajikan seni pertunjukan yang mengambil gagasan dari unsur kebudayaan masyarakat Karo.
15
Manfaat : 1. Sebagai bahan perbandingan dan pembelajaran nilai-nilai budaya pada generasi muda masyarakat Karo. 2. Menambah referensi dalam penciptaan karya musik yang bersumber dari sistem kekerabatan dalam masyarakat etnis Karo. 3. Sebagai inovasi dalam penciptaan karya musik yang bersumber dari sistem kekerabatan bagi masyarakat Sumatera Utara secara umum.
16
BAB II KEKARYAAN
17
BAB III PROSES PENCIPTAAN KARYA
37
sendiri diluar jadwal latihan karya musik Rakut Sitelu seperti proyek kesenian, mengajar, kuliah dan lain sebagainya. Akan tetapi pada akhirnya proses pembuatan karya “Rakut Sitelu”
ini
membuat
saya
secara
pribadi
semakin
dapat
menumbuhkan rasa yang bijaksana dalam memandang suatu hal baik itu terkait dengan musik maupun dalam kehidupan seharihari. Solusi yang pengkarya dapatkan adalah dengan melibatkan anak-anak muda yang sebahagian bukan berlatar belakang musik namun punya kemauan dan tekat yang tinggi untuk menjalani suatu proses yang panjang.
41
BAB IV PERGELARAN KARYA A. Sinopsis Rakut Sitelu adalah salah satu unsur Sangkep Nggeluh (keutuhan hidup seseorang) yang menjabarkan tentang sistem kekerabatan
dalam
adat
istiadat
masyarakat
Karo,
yaitu
Kalimbubu, Sukut, dan Anak Beru. Rakut adalah ikatan, si adalah kata penghubung yang, sedangkan Telu adalah Tiga. Rakut Sitelu adalah tiga ikatan yang membentuk sebuah sistem tatanan sosial masyarakat Karo. Sistem ini membuat masyarakat etnis Karo terikat
satu
dengan
lainnya,
saling
memiliki
dan
saling
menghormati. Kalimbubu menjadi Dibata ni idah atau Tuhan yang tampak yang harus dihormati dan dihargai karena dalam keyakinan masyarakat Karo, Kalimbubu menjadi wakil Dibata di bumi dan pemberi dareh/ tendi (jiwa atau roh) kepada seseorang. Sedangkan Anak Beru menjadi “pelayan” atau pihak yang mengerjakan pekerjaan sukut dalam upacara adat maupun ritual dan Sukut adalah pihak tuan rumah dalam suatu upacara adat istiadat maupun ritual. Namun dalam sistem Rakut Sitelu ketiga posisi itu akan berputar secara bergantian sehingga tidak ada kasta pada masyarakat etnis Karo.
42
Karya ini tercipta karena saya melihat adanya distorsi makna Rakut Sitelu dalam praktek adat istiadat di masyarakat Karo sendiri. Kegelisahan budaya menggerakkan energi kreatif pengkarya untuk melakukan kritik sosial terhadap etnis Karo yang memposisikan kehidupan
Rakut
Sitelu
hanya
bersifat
artifisial
dalam
sehari-hari. Kalimbubu, Anak Beru, Senina atau
Sembuyak tidak pada posisinya lagi karena diintimidasi oleh seseorang yang memiliki jabatan dan terpandang secara ekonomi. Adat istiadat digusur oleh pemilik modal yang menciptakan kelaskelas sosial dalam masyarakat Karo. Fenomena tersebut diterjemahkan melalui idiom bunyi bersumber dari filosofi masyarakat Karo dengan sumber bunyi dan rhitemnya dari musik tradisi Karo, disajikan dalam format seni pertunjukan. B. Deskripsi Lokasi Karya musik “Rakut Sitelu” seharusnya di pentaskan di Desa Dokan Kecamatan Merek Kabupaten Karo, namun karena pertimbangan keamanan dan kenyamanan mengingat kondisi Gunung Sinabung yang tidak pasti kapan berakhirnya erupsi yang sudah hampir lima tahun akhirnya saya dan tim produksi memilih mengadakan
pertunjukan
karya
musik
“Rakut
Sitelu”
di
pindahkan ke Taman Budaya Medan Sumatera Utara. Secara “rasa” komposisi jelas ini memang akan mempengaruhi kekuatan
43
komposisi
musik
“Rakut
disiapkan
dengan
Sitelu”
sangat
karena
matang
sebelumnya
sudah
berbagai
latihan
dan
pertunjukan sudah dilakukan di Desa Dokan dengan melibatkan hampir seluruh masyarakat desa Dokan. Namun,
hal
itu
tidak
menjadi
penghalang
untuk
mengadakan pertunjukan karya musik “Rakut Sitelu” di Taman Budaya Medan. Adapun upaya yang saya lakukan dengan tim produksi adalah dengan membawa sebahagian masyarakat desa Dokan ikut dalam pertunjukan di taman Budaya Medan dengan konsep yang sama namun dengan format yang berbeda. Adapun alasan saya dan tim produksi memilih taman Buday Medan untuk akhirnya dijadikan tempat pertunjukan karya musik “Rakut Sitelu” adalah karena posisinya yang masih ditengahtengah
kota
menjangkaunya.
Medan Selain
sehingga hal
tidak
tersebut
menyulitkan
taman
Budaya
untuk Medan
Sumatera Utara dapat diakatan menjadi basis seni pertunjukan tradisi di Kota Medan dan banyaknya anak-anak muda yang berproses di Taman Budaya Medan Sumatera Utara. Alasan-alasan tersebut sangat mendukung saya dan tim produksi untuk mentapkan taman Budaya Medan Sumatera Utara untuk dijadikan tempat pertunjukan karya musik “Rakut Sitelu” yang diadakan pada tanggal 04 februari 2016 pukul 20.15-22.00 WIB.
44
Adapun denah lokasi pertunjukan karya musik “Rakut Sitelu” adalah sebagai berikut : Denah lokasi pertunjukan:
Ruang Pameran
Gerbang Masuk Taman Budaya
Gedung UtamaTempat Pertunjukan
Gambar 4. Denah Lokasi Pertunjukan “Rakut Sitelu”
C. Penataan Pentas Dalam karya musik “Rakut Sitelu” penataan pentas akan dikaitak dengan sistem Rakut Sitelu dan konsep Sangkep Nggeluh baik secara tata pentas maupun warna yang akan dipakai. Hanya akan ada tiga pentas yang disusun tidak sama tinggi dengan tiga warna yang ada pada masyarakat Karo yaitu putih, hitam dan merah. Tiga segitiga yang menjadi latar panggung didepan kain hitam menjadi simbol Rakut Sitelu yaitu Sukut, Kalimbubu dan Anak Beru. Ditengah pentas saya memakai pentas segitiga terbalik yang menjadi pentas untuk seniman Karo dalam bagian Sukut dan tempat pemain rebana dalam bagian Kalimbubu. Alasan saya menggunakan panggung segitiga terbalik adalah untuk mengkritisi
45
masyarakat
Karo
yang
secara
sadar
ataupun
tidak
sadar
melupakan esensi makna dalam Rakut Sitelu. Dengan membuat panggung segitiga terbalik saya ingin menggambarkan kalau mindset dan mental masyarakat Karo sudah tidak seimbang lagi, bahkan semakin lama semakin merosot. Adapun tata pentas karya musik “Rakut Sitelu” adalah sebagai berikuit :
Gambar penataan pentas
Gambar 5. Tata Pentas pertunjukan “Rakut Sitelu” Penata pentas. Winarto Kartupat (Dok. Andika Ginting. Tahun 2016)
46
Keterangan: panggung bentuk segitiga terbalik sebagai simbol kritisi terhadap masyarakat Karo yang semakin tidak perduli akan makna dari konsep Rakut Sitelu. Tiga segitiga dibelakang menjadi simbol Rakut Sitelu yang melambangkan Sukut, Anak Beru dan Kalimbubu. D. Durasi Karya Karya musik Rakut Sitelu akan dibagi menjadi tiga bagian yang masing – masing bagian terdiri dari lebih kurang 15-17 menit. Total waktu dari pertnjukan karya musik Rakut Sitelu adalah 50 menit. E. Susunan Acara Acara dimulai pukul 20.15 WIB. Profesor masuk kedalam gedung pertunjukan pukul 20.10 WIB. Dalam pertunjukan karya musik “Rakut Sitelu” tidak ada kata sambutan melainkan langsung memeluai pertunjukan setelah dosen pembimbing dan tim dosen penguji sampai ditempat masing-masing. No
Waktu
Tempat
Keterangan
01.
19.00 WIB
Penginapan
Menjemput
Tim
Penguji pembimbing karya musik “Rakut Sitelu”. 02.
19.15 WIB
Ruang Pameran
47
Dosen
pembimbing
dan
tim
penguji
sampai di tempat 03.
19.30 WIB
Ruang Pameran
04.
20.00 WIB
Gedung
Makan malam
Utama Dosen
Taman
Budaya dan
Medan
pembimbing tim
masuk
penguji kedalam
gedung pertunjukan 05.
20.30-
21.30 Gedung
WIB
06.
22.00 WIB
utama Pertunjukan
taman
budaya musik
Medan
Sitelu”.
Ruang pameran
Pertanggung jawaban musik
karya “Rakut
karya “Rakut
Sitelu”. Tabel 1. Schedule pertunjukan karya musik “Rakut Sitelu” 04 Februari 2016 pukul 19.00 – 22.00 WIB Di Taman Budaya Medan Sumatera Utara. F. Pendukung Karya Penggarapan karya musik “Rakut Sitelu” melibatkan tiga kategori diantaranya masyarakat desa Dokan Kecamatan Merek Kabupaten Karo yang saya danggap mewakili masyarakat Karo sebagai pemilik kebudayaan, sierjabaten dan perkolong-kolong selaku seniman yang yang masih hidup dari kesenian itu sendiri,
48
dan anak-anak muda dengan harapan dapat meilhat dan belajar terkait Rakut Sitelu dan kesenian tradisonal. Penggabungan pemusik tersebut tidak hanya dalam ranah umur saja, melainkan saya ingin menggabungkan mindset dan sudut pandang antara sierjabaten yang masih hidup dan kesenian itu sendiri, masyarakat desa Dokan yang saya anggap lebih sering masuk dalam acara adat-istiadat maupun ritual sehingga sudah pasti sering bersinggungan dengan esensi makna dari Rakut Sitelu dan anak-anak muda yang nantinya akan menjadi penerus kebudayan dan kesenian tersebut. Melalui penggabungan tersebut saya berharap kedepannya akan muncul anak-anak muda yang lebih sensitif melihat perubahan makna dalam Rakut Sitelu. Melalui penggabungan ini juga saya berharap seniman yang masih hidup dari kesenian itu sendiri lebih kritis terhadap perubahan esensi makna dalam Rakut Sitelu. Begitu juga dengan masyarakat Dokan yang setiap harinya dapat bersinggungan dengan sistem Rakut Sitelu, kedepannya dapat
saling
mengingatkan
sehingga
kedepannya
melalui
pertunjukan ini saya berharap setidaknya ada sedikit perubahan mindset kedepannya. Adapun tim produksi dan pemusik dalam pertunjukan karya musik “Rakut Sitelu” adalah sebagai berikut :
49
Tim Produksi : 1. Penanggung Jawab Produksi
: Brepin Tarigan
2. Manager Produksi
: Ori Semloko
3. Bendahara
: Helena Theresia Br Ginting
4. Stage Manager
: Ojax Manalu
5. Artistik
: Fendrico Purba
6. KoordinatorKru Panggung
: Andika Tarigan
7. Sound Enginer
: Sober Manalu
8. Penata Lampu
: Lukman Siagian
9. Penangung Jawab Instrumen
: Ganden
10.
Penata Acara
: Hardiansyah
11.
MC
: Yuri Nasution
12.
Transportasi
: Al Ghazali
13.
Dokumentasi
: Andi Hutagalung
14.
Publikasi
: Royb Manta Sembiring
15.
Konsumsi
: Tari Utari
16.
Kostum
: Rindika Milzar
17.
Multimedia
: Bayu Bazrah
18.
Keamanan
: Rumah Karya Indonesia
50
Pemusik 1. Kulcapi
: Brepin Tarigan Iwanda Sitepu
2. Sarunei
: Darwan Tarigan
3. Gendang
: Prinsip Ginting Dona Ginting
4. Dol
: Riki Hutabarat Ilham Maulana Erik Emanuel Tarigan Ogek Ook Mulya Dedek
5. Marakas dan Rebana
: Rigfa Sandy Bran Fatra Helsiana Yangkin Marpaung Muhammad Habib Ridho
6. Vokal
: Nurmala Sari Br Ginting Erfinaika Siringo-ringo Ramlah
7. Gambus
: Hendrik Perangin-angin
51
8. Triangle
: Bran Fatra Helsiana Ook Mulya
9. Lesung
: Nd Jusak Titing Biring Nd Anto Nd Burak Titing Boy
52
DAFTAR PUSTAKA
Susanto Hary, 1987, Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade. Penerbit Kanisius. Danandjaya James, 1986, Folklor Indonesia. GrafitiPers. Prinst Darwin, 1985, Sejarah dan Kebudayaan Karo. Jakarta: CV Irama. Kumalo Tarigan, 2006, “Mangmang: Analisis dan perbandingan Senikata dan Melodi Nyanyian Ritual Karo di Sumatera Utara”. Tesis S2, Etnomusikologi Universitas Sains Malaysia. Petrus Pulumung Ginting, 2009, Senggulat Mbacang. Deskripsi Karya Program Magister Program Studi Penciptaan Seni Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Surakarta. Prints Darwin 2005. Kamus Karo Indonesia. Jakarta. Djohan, 2006, Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku baik
53
LAMPIRAN A. DAFTAR NARA SUMBER 1. Nama : Darwan Tarigan Umur
: 63 Tahun
Pekerjaan
: Seniman
Alamat
: Jl Kota Cane Gg Rumah Buah Kabanjahe Kabupaten Karo
2. Nama
: Nd Jusak br Tarigan
Umur
: 55 Tahun
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Desa Dokan Kec Merek Kabupaten Karo
3. Nama
: Pulumun Ginting
Umur
: 49 Tahun
Pekerjaan
: Dosen / Seniman
Alamat
: Jalan Djamin GintingPasar VI Medan
4. Nama
: Hendri Perangin-angin
Umur
: 50 Tahun
Pekerjaan
: Seniman
Alamat
: Jalan Binjai Medan SUMUT
54
B. BIODATA PENGKARYA Nama
: Brepin Tarigan
JenisKelamin
: Laki-laki
Tempat, tanggallahir
: Seribujandi, 08 Februari 1988
Agama
: Kristen Protestan
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Jl. Kotacane Gg Rumah Buah Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara
Telepon
: 081377220678
Email
:
[email protected]
C. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN 1. 1994-2000 : SD Negeri No 9 Kabanjahe Kabupaten Karo. 2. 2000-2003 : SLTP Negeri 2 Kabanjahe Kabupaten Karo. 3. 2003-2006 : SMA Swasta Katolik 2 Kabanjahe Kabupaten Karo. 4. 2006-2011 : Program Sarjana (S-1) Jurusan Pendidikan Seni Musik Di Universitas Negeri Medan. 5. 2013-2016 : Program Pascasarjana minat Penciptaan Musik di Institut Seni Indonesia Surakarta.
55
D. PENGALAMAN KERJA 1. Universitas Negeri Medan
Periode 2011-2013 sebagai Asisten Dosen mata kuliah musik tradisi dan apresiasi musik.
2. SMA Negeri 2 Binjai
Periode Tahun 2010
Sebagai pengajar pendidikan musik
E. RIWAYAT BERKESENIAN DAN BERKARYA Terlahir dari keluarga seniman membuat saya secara tidak sadar sudah memulai berkesenian tradisional sejak kelas 5 SD. Penghargaan secara formal pada saat itu adalah mendapat predikat
terbaik
pemain
kulcapi
muda
dalam
perlombaan
permainan kulcapi dalam event Pesta Bungan dan Buah yang diadakan
setiap
tahun.
Namun
dalam
dalam
ranah
seni
tradisional sejak kecil sudah ikut menabuh gong dan gendang dalam acara adat istiadat dan ritual. Kemudian melanjutkan studi pendidikan musik di Universitas Negeri Medan dengan minat khusus biola. Sejak saat itu saya sudah mulai ikut terlibat dalam beberapa kegiatan kesenian diantarantya adalah sebagai berikut :
56
1. Mengikuti event Java Jazz Festival, Jakarta 2009 (karya yang dibawakan “Rebulawan”). 2. Mengikuti Bandung World Jazz Festival, Bandung 2010 (karya yang dibawakan “Kuta Kemulihen”). 3. Menikuti UNIMED International Expo 2011 ( karya yang dibawakan “Kuta Kemulihen”). 4. Mengikuti event Medan Jazz Nation 2010, 2011, 2012 5. Penata musik dalam garapan tari kolosal di Ramayana Internasional di Candi Prambanan bersama Bale Marojahan 2010 6. Beberapa
kali
mewakili
tim
kesenian
SUMUT
dalam
rangkaian promosi budaya dan pariwisata ke Malaysia ( pesta gendang Malaka, Seminar Nusansatara di Universitas Sains Malaysia), Singapura, Thailand, Lombok, Surabaya, Papua, Kupang NTT. 7. Mewakili tim kesenian Universitas Negeri Medan pada IMTGT di Thaksin University Thailand 2010 8. Semifinalis Indonesia Mencari Bakat di Trans TV 2012 9. Diundang di Payakumbuh World Musik Festival Sumatera Barat dan berkolaborasi dengan seniman dari India, Jepang, China dan Amerika Serikat, 2014. 10. Berkolaborasi dengan beberapa seniman di Hari Tari Sedunia di Solo. Victor Hugo Hidalgo(Mexico), Paolo Rossy
57
(Italy), Rob Teniel (England), Rodrigo (Spanyol),
Gempur
Sentosa (Subang), Wahyudi Antonio (Surabaya), Wawan Hasan (Jambi), Astuti Tuti (Solo) 2014. 11. Mengikuti Festival Musik Nusantara Di Institut Seni Yogyakarta
berkolaborasi
dengan
Victor
Hugo
Hidalgo(Mexico), Paolo Rossy (Italy), Rob Teniel (England), Rodrigo (Spanyol),
Gempur Sentosa (Subang), Wahyudi
Antonio (Surabaya), Wawan Hasan (Jambi), Astuti Tuti (Solo) 2014. 12. Mengikuti
Jogja
International
Gamelan
Festival
berkolaborasi dengan Victor Hugo Hidalgo(Mexico), Paolo Rossy (Italy), Rob Teniel (England), Rodrigo (Spanyol), Gempur Sentosa (Subang), Wahyudi Antonio (Surabaya), Wawan Hasan (Jambi), Astuti Tuti (Solo) 2014. 13. Mengikuti
Yogyakarta
Contemporary
Arts
Festival
berkolaborasi dengan Victor Hugo Hidalgo(Mexico), Paolo Rossy (Italy), Rob Teniel (England), Rodrigo (Spanyol), Gempur Sentosa (Subang), Wahyudi Antonio (Surabaya), Wawan Hasan (Jambi), Astuti Tuti (Solo) 2014. 14. Penggagas Dokan Arts Festival di Desa Dokan Kec.Merek Kab Karo bersama Rumah Karya Indonesia, 2015 15. Konseptor, Narasumber dan penata musik dalam Film Dokumentar
Rakut
Sitelu
58
disutradarai
oleh
Andi
Hutagalung yang difasilitasi oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2015. 16. Diundang di Hitam Putih International World Musik Festival 2015.
Karya komposisi yang sudah saya ciptakan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. “Kuta kemulihen”. 2. “Persentabien”. 3. “Sitiga Lingga”. 4. “Ritual Sinabung”. 5. “Rebulawan”.
59
F. Lampiran Foto Latihan Karya Musik “Rakut Sitelu”
Gambar 1. Latihan Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu” (Dok. Andika Ginting Februari 2016).
Gambar 2. Latihan Karya Musik “Rakut Sitelu” sekaligus mencoba pentas segitiga terbalik (Dok. Andika Ginting Februari 2016) 60
Gambar 3. Latihan Karya Musik “Rakut Sitelu” bagian permainan perkusi kaki. (Dok. Andika Ginting Februari 2016).
Gambar 4. Latihan Karya Musik “Rakut Sitelu” (Dok. Andika Ginting Februari 2016).
61
Gambar 5. Desain Poster Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu”. Desain. Andika Ginting
62
Gambar 6. Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu” (Dok. Andika Ginting 04 Februari 2016)
Gambar 7. Ibu-ibu desa Dokan Dalam Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu” (Dok. Andika Ginting 04 Februari 2016)
63
Gambar 8. Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu” (Dok. Andika Ginting 04 Februari 2016).
Gambar 9. Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu” (Dok. Andika Ginting 04 Februari 2016).
64
Gambar 10 Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu” (Dok. Andika Ginting 04 Februari 2016).
Gambar 11. Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu” (Dok. Andika Ginting 04 Februari 2016).
65
Gambar 12. Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu” (Dok. Andika Ginting 04 Februari 2016).
Gambar 13. Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu” (Dok. Andika Ginting 04 Februari 2016).
66
Gambar 14. Pertunjukan Karya Musik “Rakut Sitelu” (Dok. Andika Ginting 04 Februari 2016).
67